-
LAPORAN PEMICU 4
MODUL KULIT DAN JARINGAN PENUNJANG
Kelompok 1
Disusun Oleh :
1. Angnes Dera Mustika(I11110001)
2. Dedi Santoso (I11110005)
3. Irene Eka Renata S. (I11110020)
4. Febriani Rinta (I11110026)
5. Khalik Perdana Putra (I11110027)
6. Henry Hadianto (I11110040)
7. Tri Juni Ardhi (I11110043)
8. Umar Syarif Asifa (I11110045)
9. Erika (I11110046)
10. Neneng Wulandari (I11110049)
11. Andari Putri W (I11110053)
12. Gatria Sonia (I11110056 )
13. Agung Triatmojo (I11109007)
14. Jamalludin (I11108071)
15. Ardiyansyah (I11108077)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2011
-
PEMICU 4:Koreng di wajah
Bapak Tono 50 tahun seorang petani datang dengan keluhan koreng di pipi kanan sejak 4
bulan yang lalu. Awalnya berupa benjolan datar berwarna hitam sebesar biji jagung yang
makin lama makin besar. Benjolan tidak terasa nyeri dan gatal. Benjolan sering di korek-
korek dengan kuku oleh Pak Tono, sehingga luka dan menjadi koreng. Di leher banyak
ditemukan penebalan kulit seperti kutil yang datar berwarna gelap dengan berbagai ukuran.
Sudah diobati dengan salep antibiotic tetapi keluhan tidak sembuh. Pada pemeriksaan tampak
ulkus di pipi kanan dengan diameter 2 cm tepi tidak rata dan meninggi, bergaung, dengan
dasr krusta hitam.Kulit di sekitar ulkus terlihat normal. Pada leher didapatkan plak
hiperkeratotik dan papul berwarna coklat,multiple, tersebar diskret.
1. Klarifikasi dan Definisi
1.1. Koreng
Infeksi pada kulit yang dapat menimbulkan luka dan biasanya meninggalkan bekas.
1.2. Ulkus
Luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender.
1.3. Hiperkeratotik
Suatu lesi dengan skuama yang berlebihan.
1.4. Papul
Tonjolan lesi pada kulit yang kecil,berbatas tegas dan padat.
1.5. Diskret
-
Dibuat dari bagian terpisah ditandai dengan lesi yang tidak menyatu
1.6. Plak
Lesi yang dapat diraba dengan dimensi luas yang lebih daripada dimensi tebal.
2. Keyword
2.1. Bapak Tono, petani 50 tahun, koreng di pipi kanan sejak 4 bulan yang lalu,
2.2. Awalnya benjolan datar berwarna hitam sebesar biji jagung, semakin besar.
2.3. Benjolan tidak terasa nyeri dan gatal.
2.4. Sering dikorek dengan kuku sehingga menjadi koreng.
2.5. Di leher ditemukan penebalan kulit seperti kutil yang datar berwarna gelap dengan
berbagai ukuran.
2.6. Diobatik dengan salep antibiotic, tidak sembuh.
2.7. Pada pemeriksaan tampak ulkus di pipi kanan dengan diameter 2 cm tepi tidak rata
dan meninggi, bergaung dengan dasar krusta hitam.
2.8. Kulit di sekitar ulkus terlihat normal.
2.9. Leher didapatkan plak hiperkeratotik dan papul berwarna coklat,multiple, tersebar
diskret.
3. Rumusan Masalah
Bapak Tono 50 tahun ulkus di pipi kanan sejak 4 bulan yang lalu, pada leher
ditemukan plak hiperkeratotik disertai papule bewarna coklat.
-
4. Analisis Masalah
Bapak Tono 50 tahun
Keluhan:
1. Koreng di pipi kanan sejak 4 bulan yang lalu.
2. Benjolan datar hitam sebesar biji jagung yang membesar->tidak terasa nyeri dan gatal
Riwayat:
1. Benjolan di korek sehingga luka dan jadi koreng.
2. Di luka ditemukan penebalan kulit seperti kutil gelap datar dengan berbagai ukuran.
3. Pakai Salep antibiotic tidak sembuh
Pemeriksaan:
1. Ulkul di pipi kanan diameter 2 cm, tepi rata meninggi bergaung dengan dasar krusta hitam.
2. Pada leher didapatkan plak hiperkeratotik dan papul berwarna coklat,multiple tersebar diskret
-
5. Hipotesis
Bapak Tono menderita karsinoma sel basal di pipinya disertai keratosis
seboroika di leher.
6. Learning Issues
6.1. Tumor Kulit
6.1.1. Tumor Jinak
6.1.1.1. Pemeriksaan penunjang
6.1.1.2. Etiologi
6.1.1.3. Epidemiologi
Tumor Ganas Tumor Jinak
Penatalaksanaan
Prognosis
1. Keratosis Seberoika
2. Veruka vulgaris
1. Melanoma Maligna
2. Karsinoma sel basal
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Kerja
-
6.1.1.4. Histopatologi
6.1.1.5. Patofisiologi
6.1.1.6. Patogenesis
6.1.1.7. Gejala Klinis
6.1.1.8. Diagnosis
6.1.1.9. Diagnosis Banding
6.1.1.10. Prognosis
6.1.1.11. Tata Laksana
6.1.1.12. Pencegahan
6.1.2. Tumor Ganas
6.1.2.1. Pemeriksaan penunjang
6.1.2.2. Etiologi
6.1.2.3. Epidemiologi
6.1.2.4. Histopatologi
6.1.2.5. Patofisiologi
6.1.2.6. Patogenesis
6.1.2.7. Gejala Klinis
6.1.2.8. Diagnosis
6.1.2.9. Diagnosis Banding
6.1.2.10. Prognosis
6.1.2.11. Tata Laksana
6.1.2.12. Pencegahan
-
6.2. Transformasi tumor jinak menjadi tumor ganas dan perbedaan di antara keduanya.
6.3. Mekanisme pertahanan kulit terhdap sinar UV
6.4. Studi Kasus
6.4.1. Pengaruh sinar UV terhadap terjadinya tumor ( pathogenesis)
6.4.2. Pemberian Salep antibiotic pada Ulkus
6.4.3. Pengaruh intervensi fisik terhdp perkembangan tumor.
6.4.4. Penyebab koreng tidak sembuh-sembuh
7. Pembahasan
7.1. Tumor Kulit
7.1.1. Tumor Jinak
a. Keratosis Seboroik
1. Definisi
Merupakan tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua berupa
tumor kecil atau macula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit.
2. Penyebab dan epidemiologi
- Penyebab : tidak diketahui, diduga ada hubungan genetic.
- Umur : sering pada orang tua.
- Jenis kelamin : frekuensi yang sama pada pria dan wanita.
3. Factor yang mempengaruhi timbunya penyakit
1. Bangsa : orang negro lebih sering.
2. Infeksi : infeksi kronik dapat mempercepat timbulnya penyakit.
3. Sinar : sinar matahari berpengaruh untuk menimbulkan penyakit ini.
-
4. Keturunan : ada kecenderungan diturunkan secara autosomal dominan.
4. Gejala singkat penyakit
Penderita sering mengeluh gatal. Mula-mula timbul bercak berwarna
coklat kehitaman yang makin lama makin membesar menjadi papula dengan
bentuk veukosa, konsistensi gak lunak dengan sumbat keratosi. Kadang-
kadang bertangkai menyerupai fibroma.
5. Pemeriksaan kulit
1. Lokalisasi : dada, punggung, perut, wajah dan leher, distribusi simetris
bilateral.
2. Efloresensi/sifat-sifatnya : papula dan plak berbentuk lonjong, ukuran
miliar sampai lentikular dengan permukaan kasar, berwarna kecoklatan
sampai kehitaman.
6. Gambaran histopatologi
Epidermis hiperkeratosis, akantosis, dan papilomatosis. Batas bawah
tumorterletak segari dengan epidermis normal.pada dermis ditemukan sebukan
sel radang kronik. Secara histologis dapat berbentuk hiperkeratotik, akantotik,
adenoid.
7. Diagonis banding
1. Epitelioma sel basal : asal-usul dari sel basal, biasanya permukaan licin.
2. Nevus pigmentosus : warna hitam, permukaan agak licin.
3. Keratosis senilis : warna hitam terutama pada daun telinga, permukaam
agak kasar.
8. Penatalaksanaan
1. Bedah listrik : elektrokoagulasi atau elektrofulgurasi.
2. Bedah beku N2O atau salju CO2.
3. Bedah kimia dengan triklorasetat 50%
-
9. Prognosis
Baik
b. Veruka Vulgaris
1. Definisi
Verruca vulgaris adalah proliferasi jinak dari kulit dan mukosa yang
disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV). Kutil tidak bersifat
kanker, namun sedikit dapat menular dari orang ke orang, dan dari bagian ke
bagian tubuh lain pada orang yang sama. Mereka dapat muncul di mana saja
pada kulit, tetapi seringkali muncul pada jari, tangan dan lengan.1,3,8Common
wart merupakan masalah penting yang menjadi perhatian dan rasa frustrasi
pada sebagian pasien dan dokter sejak awal zaman Yunani dan Romawi.9 Kutil
ini sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan menyebabkan malu,
takut penilaian negatif oleh orang lain dan frustrasi disebabkan oleh kutil yang
menetap dan kekambuhan yang terjadi.1,3,8,9 Untuk ketidaknyamanan tingkat
sedang sampai ekstrim dilaporkan dalam 51,7% dari pasien, dan kegiatan
sosial yang dapat terpengaruh dalam tingkat sedang sampai ekstrim (38,8%) .10
2. Gambaran Klinis
Verucca vulgaris terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada
dewasa dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian
ekstensor seperti jari, tangan, lutut, siku ataulainnya pada situstrauma. Walaupun
demikian penyebaran dapat ke bagian yang lain dari tubuh termasuk mukosa
mulut dan hidung. Lesi dimulai dari papul kecil yang kemudian membesar, dan
menjadi bentuk verrucous kemudian dengan diameter beberapa milimeter sampai
sentimeter. Kutil ini berbentuk bulat berwarna abu-abu, besarnya lentikular atau
kalau berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa). Dengan
goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena kbner).
Common wart sebagian besar asimtomatik dan memiliki manifestasi klinis yang
spesifik.3,9
-
Ada beberapa jenis verucca vulgaris yang memiliki karakteristik klinis
diagnostik nama sesuai dengan fitur klinis, jenis virus dan situs yang terkena.
Plantar wart
Veruka vulgaris terjadi pada telapak kaki. Sebuah bentuk lesi keratotik
tanpa elevasi yang berbeda. Menyerupai tylosis dan clavus, tetapi dapat dibedakan
dengan cara dikorek. Jika permukaan Scraping dari lesi menyebabkan keratotik
petechiae, diagnosis kutil plantar
Myrmecia
Kecil, bentuk kubah berbentuk nodul pada telapak kaki. Hal ini disebabkan
oleh HPV-1 infeksi dan mungkin menyerupai moluskum kontagiosum. Hal ini
juga disebut kutil palmoplantar yang dalam. Memiliki penampilan berwarna
merah, dan seperti kawah.
Pigmented wart
Hal ini disebabkan oleh infeksi HPV-4 atau HPV-65, atau HPV- 60 dalam
kasus yang jarang. Ini memiliki fitur klinis veruka vulgaris dan pigmentasi
kehitaman, juga disebut kutil hitam.
Punctate wart
Hal ini disebabkan oleh HPV-63 infeksi. Beberapa, belang-belang, putih
lesi keratotik 2 mm sampai 5 mm terjadi pada tangan dan telapak kaki.
Filiform wart
Memiliki penampilan panjang, penonjolan kecil, tipis dengan diameter
beberapa milimeter terjadi pada daerah, kepala wajah atau leher.1
3. Etiologi
Kutil adalah pertumbuhan jinak yang disebabkan human papiloma virus
(HPV), ini terjadi di berbagai permukaan kulit yang dilapisi epitel.6Semua genom
HPV tersusun dari 8000 pasang basa nukleotida, yang ditampilkan sebagai suatu
sekuens linear tetapi sebenarnya merupakan lingkaran tertutup dari DNA untai
-
ganda. Kotak-kotak tersebut menggambarkan gen-gen virus, masing-masingnya
mengkode suatu protein. Regio regulasinya ialah segmen DNA yang tidak
mengkode protein, tetapi berpartisipasi dalam meregulasi ekspresi gen virus dan
replikasi dari DNA virus.1
Gambar 1. Human Papilomavirus9,15
Lecet pada kulit dan infeksi diakibatkan oleh maserasi epitel yang
paling sering digunakan sebagai saluran untuk HPV ke basal keratinosit yang
merupakan target utama untuk HPV infection.16,17 Berbagai strain dan varian
HPV yang berbeda telah diidentifikasi berdasarkan studi DNA dan serologis
untuk mendeteksi jenis antibodi spesifik terhadap kapsid antigen HPV.
HPV-1, -2, -4, -27, -57, dan -63 menyebabkan common wart. 1,3,6,7
Aktivasi virus mungkin tergantung pada kekebalan imunitas dan respon dari
individual yang terinfeksi. Proses serokonversi setelah infeksi alami relatif
lambat dan tergantung pada viral load atau infeksi yang menetap.18 Kambuh
setelah kesembuhan klinis sering disebabkan virus laten dibandingkan
reinfection.9 Keberadaan DNA HPV pada bentuk subklinis atau laten dapat
dideteksi oleh polymerase chain reaction dan hybridization.9
4. Patogenensis
Infeksi HPV terjadi melalui inokulasi virus pada epidermis yang viabel
melalui defek pada epitel. Maserasi kulit mungkin merupakan faktor
predisposisi yang penting, seperti yang ditunjukkan dengan meningkatnya
-
insidens kutil plantar pada perenang yang sering menggunakan kolam renang
umum. Meskipun reseptor seluler untuk HPV belum diidentifikasi, permukaan
sel heparan sulfat, yang dikode oleh proteoglikan dan berikatan dengan
partikel HPV dengan afinitas tinggi, dibutuhkan sebagai jalan masuknya.
Untuk mendapat infeksi yang persisten, mungkin penting untuk memasuki sel
basal epidermis yang juga sel punca (sel stem) atau diubah oleh virus menjadi
sesuatu dengan properti (kemampuan/ karakter) seperti sel punca. Dipercayai
bahwa single copy atau sebagian besar sedikit copygenom virus dipertahankan
sebagai suatu plasmid ekstrakromosom dalam sel basal epitel yang terinfeksi.
Ketika sel-sel ini membelah, genom virus juga bereplikasi dan berpartisi
menjadi tiap sel progeni, kemudian ditransportasikan dalam sel yang
bereplikasi saat mereka bermigrasi ke atas untuk membentuk lapisan yang
berdifferensiasi.1
Setelah eksperimen inokulasi HPV, veruka biasanya muncul dalam 2
sampai 9 bulan. Observasi ini mengimplikasikan bahwa periode infeksi
subklinis yang relatif panjang dan dapat merupakan sumber yang tidak terlihat
dari virus infeksius. Permukaan yang kasar dari kutil dapat merusak kulit yang
berdekatan dan memungkinkan inokulasi virus ke lokasi yang berdekatan,
dengan perkembangan kutil yang baru dalam periode minggu sampai bulan.
Tiap lesi yang baru diakibatkan paparan insial atau penyebaran dari kutil yang
lain. Tidak ada bukti yang meyakinkan untuk disseminasi melalui darah.
Autoinokulasi virus pada kulit yang berlawanan seringkali terlihat pada jari-
jari yang berdekatan dan di regio anogenital.1
Ekspresi virus (transkripsi) sangat rendah sampai lapisan Malpigi
bagian atas, persis sebelum lapisan granulosum, dimana sintesis DNA virus
menghasilkan ratusan kopi genom virus tiap sel. Protein kapsid virus disintesis
menjadi virion di sel nukleus. DNA virus yang baru disintesis ini dikemas
menjadi virion dalam nukleus dari sel-sel Malpigi yang berdifferensiasi ini.
Protein virus yang dikenal dengan E1-E4 (produk RNA yang membelah dari
gen-gen E1 dan E4) dapat menginduksi terjadinya kolaps dari jaring-jaring
filamen keratin sitoplasma ini. Hal ini dipostulasikan untuk memfasilitasi
pelepasan virion dari sitoskeleton yang saling berikatan silang dari keratinosit
-
sehingga virus dapat diinokulasikan ke lokasi lain atau berdeskuamasi ke
lingkungan.1
HPV tidak bertunas dari nukleus atau membran plasma, seperti halnya
banyak virus seperti virus herpes simpleks atau human immnodeficiency virus
(HIV). Oleh karena itu, mereka tidak memiliki selubung lipoprotein yang
menyebabkan kerentanan terhadap inaktivasi yang cepat oleh kondisi
lingkungan seperti pembekuan, pemanasan, atau dehidrasi dengan alkohol.
Berlainan dengan itu, virion HPV resisten terhadap desikasi dan deterjen
nonoksinol-9, meskipun paparan virion dengan formalin, deterjen yang kuat
seperti sodium dodesil sulfat, atau temperatur tinggi berkepanjangan
mengurangi infektivitasnya. HPV dapat tetap infeksius selama bertahun-tahun
ketika disimpan di gliserol dalam temperatur ruangan. Memang, bentuk L1
dan L2 membentuk kapsid protein yang sangat stabil dan terbungkus rapat.1
Karena replikasi virus terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi dari
epitel dan yang terdiri dari keratinosit yang tidak bereplikasi, HPV harus
memblok differensiasi akhir dan menstimulasi pembelahan sel untuk
memungkinkan enzim-enzim dan kofaktor yang penting untuk replikasi DNA
virus.1
-
Gambar 2. Mekanisme keratinosit dalam mengeluarkan sitokin sekunder
setelah distimulasi oleh IFN- dan TNF-15
c. Nevus Pigmentosus
Sinonim : Nevus sel nevus, Nevus nevoseluler
Defenisi : Nevus pigmentosus merupakan tumor jinak yang tersusun dari sel-sel
nevus.2 Kelainan kulit yang disertai pigmentasi merupakan masalah yang banyak
ditemukan di klinik, salah satunya adalah nevus pigmentosus. Hampir setiap orang
mempunyai nevus, sedangkan nevus yang mengalami perubahan mempunyai
risiko 400 kali lebih tinggi untuk menjadi ganas.3
Etiologi : Sel-sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk
sarang-sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona taut
dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan membentuk sarang-
sarang pada dermis.2,4
Manifestasi Klinik : Nevus pigmentosus dapat terjadi di semua bagian kulit
tubuh, termasuk membrana mukosa dekat permukaan tubuh. Lesi dapat datar,
papuler, atau papilomatosa, biasanya berukuran 24 mm, namun dapat bervariasi
dari sebesar peniti sampai sebesar telapak tangan. Pigmentasinya juga bervariasi
dari warna kulit sampai coklat kehitaman.2,4,5
Nevus pigmentosus kongenital merupakan nevus yang terdapat sejak lahir atau
timbul beberapa bulan setelah kelahiran.3 Menurut ukurannya dapat dibagi
menjadi 3 kelompok : lesi kecil bila diameter nevus lebih kecil dari 1,5 cm sampai
dengan 20 cm, dan lesi luas (giant) bila bergaris tengah tebih dari 20 cm.3
Nevus sebaseus Jadassohn (NSI) adalah lesi hamartomatosa yang bertasa tegas,
sebagian besar terdiri dari kelenjar sebasea dan biasanya timbul di wajah dan kulit
kepala. Nevus ini jarang berhubungan dengan bermacam-macam defek
ektodermal dan mesodermal.6
Nama lain adalah nevus sebasea, nevus sebaseus linearis, hiperplasia kelenjar
sebasea kongenital, hamartoma kelenjar sebasea, adenoma sebasea sirkumskripta,
pilo syringo sebaseus nevi, nevus organois dan nevus epiteliomatosus sebaseus
kapitis.7,8NSJ merupakan pertumbuhan yang jarang ditemukan. Didapatkan padakurang
lebih 0,3% dari seluruh neonatus dengan angka kejadian yang sama pada laki-laki
-
dan wanita.2 Tidak didapat faktor rasial/etnik, familial atau faktor yang
diwariskan.6,7 NSJ dikatakan berasal dari sel germinativum dari lapisan
basalepidermis embrionik yang mempunyai potensi untuk berdiferensiasi
menjadiberbagai tipe tumor epitelial.6
Gambaran klinis NSJ biasanya berupa lesi yang soliter, atau multipel, berbentuk
plakat yang berbatas tegas, berwarna kuning kecoklatan, oranye, ataumerah
mengkilat, verukosus dengan diameter beberapa milimeter sampaibeberapa
sentimeter. Lesi paling sering terdapat pada kepala dapat juga padawajah, leher
dan batang tubuh. Nevus ini biasanya tampak pada saat lahir ataubeberapa waktu
kemudian. Pada masa kanak-kanak sampai sebelum pubertas lesibiasanya
berbentuk datar, tetapi akan tumbuh menjadi verukosus dan lebih tebal,menetap
seumur hidup dan menimbulkan alopesia. Lesi NSJ yang luas dan linierdikenal
dengan sindrom nevus sebaseus, menunjukkan kelainan-kelainan sistemikseperti
epilepsi, retardasi mental, kelainan sistim saraf kelainan tulang, kelainanmata dan
ginjal.6-8
Sindrom nevus epidermal (SNE) atau disebut juga organois nevusphakomatosis,
Schimmelpenning, sindrom Feuerstein dan Mim serta sindromsolomon
merupakan suatu sindrom kongenital didapat yang diturunkan secaraautosomal
dominan. Penyakit ini ditandai adanya kelainan kulit berupa nevus epidermal yang
berhubungan dengan berbagai kelainan pada sistem organ lainyaitu susunan saraf
pusat, skletal, kardiomaskular, mata dan urogenital.2,4
Penyebab SNE belum diketahui dengan pasti, namun diduga karenaadanya
kesalahan migrasi dan perkembangan jaringan embrionik atau terjadinyakesalahan
pada proses pemisahan ektoderin dari neural tube.2,4,9
Penyakit ini lebih sering disertai dengan kelainan skletal, saraf dan mata.Kelainan
skeletal ditemukan pada 15-70% pasien, kelainan neurologik ditemukanpada 15-
50% pasien dan kelainan mata ditemukan pada 9-30% pasien. Sidromnevus
epidermal merupakan suatu kasus yang jarang ditemukan, angkakejadiannya
hanya l6% dari seluruh kasus nevus epidermal. Penyakit ini dapatditemukan sejak
lahir hingga usia 40 tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan
perempuan.2Secara histopatologi dikenal nevus junctional, nevus compound dan nevusdermal.
Seperempat sampai sepertiga kasus melanoma maligna dikatakan berasaldari
-
nevus pigmentosus. Tipe nevus penting diketahui untuk menentukanprognosis.
Dari ketiga tipe nevus, diaktakan bahwa nevus junctional lebihmempunyai potensi
untuk menjadi ganas.10
Pemeriksaan histopatologi selain memerlukan waktu, juga tidak semua pasien
setuju untuk dibiopsi. Pada keadaan biopsy tidak dapat dilaksanakan,diperlukan
suatu cara untuk lebih mendekati diagnosis histopatologi berdasarkanhal tersebut
maka dikembangkan alat yang disebut surface microscopy denganmenggunakan
tehnik mikroskop epileuminesen. Tehnik ini non invasive yangmemungkinkan
untuk melihat secara in vivo gambar histomorfologi kulit danmemberikan harapan
bagi para klinis untuk membuat diagnosis kelainanpigmentasi kulit secara lebih
akurat. Apabila gambaran klinis nevus bisadipertajam dengan tehnik
epiluminesenm, maka banyak manfaat yang akandidapat.11
Diagnosis Banding : Melanoma maligma, nevus biru, nevus sel epiteloid dan atau
nevus spindel, KSB berpigmen, Histiositoma, Keratosis seboroik berpigmen.2,4,7,9
Pengobatan : Pada umumnya tidak diperlukan pengobatan. Namun
bilamenimbulkan masalah sesara kosmetik, atau sering terjadi iritasi karena
gesekanpakaian, dapat dilakukan bedah eksisi. Bila ada kecurigaan ke arah
keganasandapat dilakukan eksisi dengan pemeriksaan histopatologi.
Prognosis: Pada umumnya baik. Tetapi pada nevus junctional dan nevus
compound harus mendapat perhatian karena ada kemungkinan berubah menjadi
ganas.2,4,7
7.1.2. Tumor Ganas
a. Melanoma malignum
1. Epidemiologi
Melanoma maligna jarang ditemukan, merupakan (1-3) % seluruh
keganasan. Insidens pada wanita hampir sama dengan laki-laki
dengan frekuensi tertinggi ditemukan pada umur (30-60) tahun, jarang
pada anak. 1
-
2. Etiopatogenesis
Etiologinya belum diketahui pasti. Salah satu faktor yang perlu
diperhatikan, selain faktor keganasan pada umumnya ialah iritasi yang
berulang pada tahi lalat. Faktor herediter mungkin memegang peranan
dan perlu diperhatikan lebih teliti. Perjalanan penyakit tidak dapat
ditentukan dengan pasti, kadang-kadang tumornya kecil akan tetapi
telah bermetastasis jauh, tumor yang besar pun dapat juga setempat
saja dalam jangka waktu lama. Kehamilan tidak mempengaruhi
melanoma maligna. 1
3. Klasifikasi
Klasifikasi melanoma maligna (M.M) menurut Clark dan MIHM atas
dasar tingkat penyebaran secara histologik, sebagai berikut:
1. Intraepidermal (M.M in situ).
2. Infiltrasi sampai papilla dermis akan tetapi serat-serat reticulum
dermis masih utuh
3. Infiltrasi sampai jaringan ikat kolagen dermis.
4. Infiltrasi sampai ke dalam jaringan ikat kolagen dermis.
5. Infiltrasi sampai ke jaringan lemak subkutan.
4. Gejala klinis
Bentuk dini sangat sulit dibedakan dengan tumor lainnya.
Karena melanoma maligna merupakan penyakit yang fatal bila telah
metastasis jauh, maka kemampuan untuk mengenai keganasan dini
perlu diperdalam. Lokalisasi dilaporkan terbanyak di ekstremitas
bawah, kemudian di daerah badan, kepala/leher, ekstremitas atas,
kuku. 1
-
Clark dan MIHM membedakan melanoma maligna atas dasar
perjalanan penyakit, gambaran klinis dan histogenesis sebagai berikut:
1. Bentuk superfisial
2. Bentuk nodular
3. Lentigo maligna melanoma
Bentuk superfisial merupakan yang paling sering ditemukan
(54% seluruh kasus). Umumnya kelainan berupa bercak dengan ukuran
beberapa mm sampai beberapa cm dengan warna bervariasi (waxy,
kehitaman, kecoklatan, putih, biru), tak beraturan, berbatas tegas
dengan sedikit penonjolan di permukaan kulit. Bentuk dini dapat
berubah dalam hal:
1. Ukuran: umumnya membesar
2. Warna: lebih gelap/pucat
3. Gatal, iritasi atau nyeri
4. Infeksi dengan cairan sero-purulen
5. Perdarahan, ulserasi atau krusta.
Umumnya pada wanita ditemukan lebih banyak di ekstremitas bawah. 1
Bentuk nodular (melanoma demblee) ditemukan 32% seluruh
kasus. Nodus yang ditemukan biasanya berwarna biru kehitaman
dengan batas tegas serta mempunyai variasi bentuk:
1. Bentuk yang terbatas di epidermal dengan permukaan licin
2. Nodus yang menonjol di permukaan kulit dengan bentuk yang
tidak teratur
3. Bentuk eksofitik disertai ulserasi.
-
Umumnya ditemukan di daerah telapak kaki. 1
Lentigo maligna melanoma (L.M.M) disebut juga Hutchinsons
melanotic Freckle atau prakanker Dubreilh merupakan 14% seluruh
kasus dijumpai terutama pada orang tua. Tumor ini kadang-kadang
meliputi bagian yang agak luas di muka. Bentuk plakat ini umumnya
berbatas tegas, warnanya coklat kehitaman serta tidak homogen,
bentuk tak teratur, pada bagian tertentu dapat tumbuh nodus yang
berbatas tegas setelah bertahun-tahun. 1
Melanoma maligna pada daerah tertentu mempunyai gambaran
yang agak berbeda, demikian pula gambaran histologik dan
penatalaksanaannya agak berbeda dengan daerah lainnya. Daerah
tersebut meliputi:
1. Melanoma subungual: umumnya hanya hiperpigmentasi saja
yang tampak dan harus waspada terhadap kelainan ini.
2. Anal melanoma: pigmentasi di daerah anal hendaknya dicurigai
kea rah M.M.
3. Melanoma di vulva: melanoma di alat kelamin wanita lebih
banyak daripada laki-laki. Pada daerah ini umumnya berwarna biru
kehitaman dengan lokasi sampai mengenai rahim.
4. Melanoma di mukosa, daerah kepala, dan leher: yang paling
sering ialah mukosa daerah palatum, kavum nasalis dan gingiva.
Jarang di konjungtiva, lidah. Sering metastasis hematogen.
Prognosisnya paling buruk dibandingkan dengan lainnya.
5. Prognosis
Walaupun prognosisnya buruk, namun perlu diketahui faktor yang
mempengaruhinya ialah:
-
1. Tumor primer: daerah tertentu (badan lebih buruk daripada anggota
badan)
2. Stadium
3. Organ yang telah di infiltrasi (metastasis tulang dan hati lebih
buruk daripada kelenjar getah bening dan kulit)
4. Jenis kelamin (wanita lebih baik daripada laki-laki)
5. Jika terdapat melanogen di urin maka prognosisnya lebih buruk
6. Kondisi hospes: jika fisik lemah dan imunitas menurun, maka
prognosisnya lebih buruk. 1
6. Pengobatan
Untuk bisa memahami M.M dan pengobatannya, penting untuk
disadari bahwa prognosis tergantung pada kedalaman invasi tumor
yang diketahui pada waktu eksisi pertama, tanpa memperhatikan tipe
tumor semula. Sebagian besar klinik mengukur invasi dengan
menggunakan teknik yang disebut sebagai Breslow Thickness. Bila
tumor kurang dari 1,5 mm pada waktu dilakukan eksisi pertama , maka
kemungkinan bertahan selama 5 tahun sekitar 90%, bila kedalamannya
lebih dari 3,5 mm, maka angka tersebut akan turun sampai 40% atau
kurang. 2
Semua tipe melanoma sebaiknya dieksisi pada kesempatan
sedini mungkin. Radioterapi dan krioterapi saat ini belum dapat
membantu banyak dalam penyembuhan penyakit ini. Masih menjadi
perdebatan tentang seberapa luas eksisi harus dilakukan, yang ada
hanya kesepakatan bahwa kalau bisa sesempit mungkin. Sama sekali
tidak ada bahaya dalam eksisi awal yang sempit. Yang harus segera
dilakukan adalah mengangkat melanoma sedangkan tindakan
selanjutnya dapat dilakukan belakangan. 2
-
Pada melanoma akralis mungkin harus dilakukan biopsi untuk
mendapatkan kepastian diagnosis, sebelum dilakukan pengobatan
definitive, termasuk kemungkinan dilakukannya amputasi.2
b. Karsinoma sel skuamosa
1. Epidemiologi
Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas kulit ke dua yang paling
sering dijumpai pada orang kulit putih.insiden tertinggi pada usia 50-
70 tahun. Frekuensi pada pria lebih banyak daripada wanita dengan
perbandingan 2:1.
2. Etiologi
1. Sinar Matahari (2900 - 3000 ) masih merupakan faktor yang
paling menonjol sebagai penyebab karsinoma sel skuamosa. Pada
daerah-daerah terpapar lebih banyak ditemukan kasus keganasan
ini.
2. Ras/herediter. Pada kulit berwarna ditemukan lebih banyak pada
daerah tertutup daripada terbuka. Orang kulit putih lebih banyak
daripada orang kulit berwarna.
3. Faktor genetik yang paling menonjol tampak pada xeroderma
pigmentosum (X.P.). Pada X.P. ditemukan defek pembentukan
DNA oleh karena pengaruh sinar ultraviolet.
4. Arsen inorganik yang terdapat dalam alam (air sumur), maupun
yang dipakai sebagai obat. Keganasan umumnya timbul di bagian
badan.
5. Radiasi (sinar-X atau gamma)
6. Faktor hidrokarbon (tar, minyak, mineral, parafin likuidum, dll.)
7. Sikatriks, keloid, ulkus kronik, fistula (osteomielitis).
-
3. Histopatologi
Menunjukkan gambaran:
Sel-sel ganas epitelial yang atipik dan mengadakan infiltrasi ke
dalam lapisan dermis.
Sel-sel mitotik.
Hilangnya jembatan interseluler.
Bagian yang tersusun konsentrik dikelilingi sel epitel gepeng,
dikenal sebagai mutiara tanduk (horn pearl).
4. Patofisiologi
Karsinoma sel skuamosa secara khas muncul pada kulit yang
rusak karena sinar matahari dengan keratosis aktinik multipel.
Karsinoma sel skuamosa yang terjadi pada kulit yang rusak
karena sinar matahari biasanya tidak bermetastasis dan jarang
menimbulkan kematian.
Kanker sel skuamosa yang terjadi pada daerah-daerah yang
tidak terpapar sinar matahari (bibir, bokong, lipat paha), setelah
menelan arsen, atau pada jaringan parut lama mempunyai resiko
metastasis yang lebih besar.
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul dengan nodul yang
menebal, bersisik dan berulserasi serta kadang-kadang berdarah.
Nodul-nodul ini biasanya timbul pada kulit yang rusak karena
matahari di daerah muka, kulit kepala, telinga, leher, tangan, dan
lengan. Seringkali, nodul ini dikelilingi oleh keratosis aktinik yang
multipel, yang apabila tidak diobati dapat berdegenerasi menjadi
kanker sel skuamosa.
5. Patogenesis
-
Karsinoma sel skuamosa berasal dari sel epidermis yang
mempunyai beberapa tingkat kematangan, dapat intraepidermal, dapat
pula bersifat invasif dan bermestasis jauh.
Dimulai dengan nodula berwarna kulit normal, atau ulkus
dengan tepi teratur. Permukaan nodula berbenjol menyerupai
kembang kol, pada perabaan keras dan mudah berdarah. Yang berasal
dari ulkus, permukaan dan tepi meninggi, warna kekuningan. Dalam
perkembangannya membentuk tumor menyerupai kembang kol.
Tumor menyebar melalui saluran getah bening ke alat-alat lain.
6. Gejala Klinis
Predileksi terjadi pada daerah kulit yang terpapar sinar matahari
dan membrana mukosa, namun dapat pula terjadi pada setiap bagian
tubuh.
Pada orang kulit putih lebih sering dijumpai pada daerah muka
dan ekstremitas, sedangkan pada orang kulit berwarna gelap di daerah
tropik lebih banyak pada ekstremitas bawah, badan, dan dapat pula
dijumpai pada bibir bawah serta punggung tangan.
Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa bervariasi, dapat
berupa:
Nodul berwarna seperti kulit normal, permukaannya halus
tanpa krusta atau ulkus dengan tepi yang berbatas kurang jelas.
Nodul kemerahan dengan permukaan yang papilomatosa atau
verukosa, menyerupai bunga kol.
Ulkus dengan krusta pada permukaannya, tepi meninggi,
berwarna kuning kemerahan. Dalam perjalanan penyakitnya,
lesi akan meluas dan mengadakan metastasis ke kelenjar limfe
regional atau ke organ-organ dalam.
Karsinoma sel skuamosa yang timbul dari kulit normal
(denovo) lebih sering mengadakan invasi yang cepat dan terjadi
-
metastasis, dibandingkan lesi yang timbul dari keratosis
aktinik.
7. Diagnosis Banding
a. Keratoakantoma
b. Karsinoma sel basal
c. Keratosis aktinik
d. Melanoma maligna amelanotik
e. Granuloma
f. Penyakit Bowen
8. Prognosis
Prognosis karsinoma sel skuamosa sangat bergantung kepada:
1. Diagnosis dini
2. Cara pengobatan dan keterampilan dokter
3. Kerjasama antar orang sakit dan dokter
Prognosis yang paling buruk bila tumor tumbuh di atas kulit
normal (denovo), sedangkan tumor yang ditemukan di kepala dan
leher, prognosisnya lebih baik daripada di tempat lainnya. Demikian
juga prognosis yang ditemukan di ekstremitas bawah, lebih buruk dari
ekstremitas atas.
9. Tatalaksana
1. Pada dasarnya sama dengan basalioma, yaitu bedah eksisi, bedah
listrik, bedah kimia dan radiasi.
2. Pada bedah eksisi, harus dilakukan pengangkatan kelenjar regional
jika sudah ada metastasis.
-
3. Pengobatan dengan radiasi, karsinoma sel gepeng lebih resisten
daripada karsinoma sel basal.
10. Pemeriksaan Penunjang
1. Lokalisasi: Tersering pada di tungkai bawah, bibir, anus, vulva,
penis.
2. Efloresensi/ sifat-sifatnya:
Bentuk intraepidermal: berupa keratosis, kornu kutaneus atau
berupa penyakit bawaan, atau eritroplasia.
Bentuk invasif: nodus atau ulkus dengan pinggir tak teratur,
permukaan berbenjol-benjol, ditutupi oleh krusta dan mudah
berdarah.
c. Karsinoma sel basal
1. Definisi
Karsinoma sel basal adalah suatu tumor kulit yang bersifat ganas,
berasal dari sel-sel basal epidermis dan apendiknya. Tumor ini
berkembang lambat dan tidak/jarang bermetastase. Keganasan pada
karsinoma ini ialah keganasan lokal (localized malignant) yaitu invasi
tumor ke jaringan di bawah kulut (sub kulit). Fasia, otot dan tulang,
umumnya tidak menyebabkan kematian.1
2. Epidemiologi
Karsinoma sel basal lebig sering dijumpai pada orang kulit putih dari
pada kulit berwarna dan paparan sinar matahri yang lama dan kuat
berperan dalam perkembangannya. Lebih sering dijumpai pada pria
dan biasanya timbula setelah usia lebih dari 40 tahun. Karsinoma sel
basal dapat juga dijumpai pada anak-anak dan remaja walaupun
jarang.2,3
-
Predileksi kanker ini adalah di daerah muka yang terpajan sinar
matahari (sinar UV). Daerah muka yang paling sering terkena ialah
daerah antara dahi dan sudut bibir. Dari penyelidikan yang dilakukan
di Indonesia ternyata terdapat predileksi sebagai berikut: pipi dan dahi
50%; hidung dan lipatan hidung 28%; mata dan sekitarnya 17%; bibir
5%.3
3. Etiologi
Samapi saat ini masih belum diketahui pasti penyebabnya. Dari
beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor predisposisi yang
memegang peranan penting perkembangan karsinoma sel basal. Faktor
predisposisi yang diduga sebagai penyebab yaitu:
a. Faktor internal : umur, ras, genetik, dan jenis kelamin.
b. Faktor eksternal : radiasi UV (UV B 290-320 nm), radiasi
ionisasi, bahan-bahan karsinogenik seperti arsen inorganik, zat-zat
kimia, hidrokarbon polisiklik, dan trauma mekanis kulit, seperti
bekas vaksin, bekas luka bakar, iritasi kronis, dll.2,4
4. Patogenesis
Karsinoma sel basal dari epidermis dan adneksa stuktur (folikel
rambut, kelenjar ekstrin). Terjadinya didahului dengan regenerasi dari
kolagen yang sering dijumpai pada orang yang sedikit pigmennya dan
sering mendapat paparan sinar matahari, sehingga nutrisi pada
epidermis terganggu dan merupakan prediksi terjadinya suatu kelainan
kulit. Melanin berfungsi sebagai energi dapat menyerap energi yang
berbeda jenisnya dan menghilang dalam bentuk panas. Jika energi
masih terlalu besar dapat merusak sel dan mematikan sel atau
mengalami mutasi untuk selanjutnya menjadi sel kanker.
Beberapa peneliti mengatakan terjadinya karsinoma sel basal
merupakan gabungan pengaruh sinar matahri, tipe kulit, warna kulit
dan faktor predisposisi lainnya. Peningkatan radiasi UV dapat
menginduksi terjadinya keganasan kulit pada manusia melalui efek
-
imunologi dan efek karsinogenik. Transformasi sel menjadi ganas
akibat radiasi UV diperkirakan berhubungan dengan terjadinya
perubahan pada DNA yaitu terbentuknya photo product yang disebut
dimer primidin yang diduga berperan pada pembentukan tumor. Reaksi
sinar UV menyebabkan efek terhadap proses karsinogenik pada kulit
antara lain: induksi timbulnya menjadi sel kanker, menghambat
immunosurveillance dengan menginduksi limfosit T yang spesifik
untuk tumor tertentu.5
5. Gambaran histopatologi
Tampak sel-sel tumor berkelompok padat dengan inti biru tua atau
ungu dapat mencapai subkutis. Kelompok sel-sel tumor ini tampak
seperti pulau-pulau. Pada ulkus roden tampak epidermis tidak intak
lagi, terjadi ulkus, tetapi sebukan sel tumor tetap sama.6
6. Gejala klinis
Tumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif,
jarang bermetastasis. Dapat merusak jaringan disekitarnya, malah
dapat sampai ke tulang, serta cenderung untuk residif terlebih bila
pengobatannya tidak adekuat.
Bentuk klinis yang banyak ditemukan ialah:7
a. Bentuk nodulus (termasuk ulkus rodens)
Paling sering ditemukan. Gambaran klinis yang khas berupa
gambaran keganasan dini seperti: tidak berambut, berwarna
cokelat/hitam, dan keruh. Bila sudah berdiameter 0,5 cm sering
ditemukan pada bagian pinggir berbentuk papular, meninggi,
anular, di bagian tengah cekung yang dapat berkembang menjadi
-
ulkus (ulkus rodent) kadang-kadang ditemukan telangiektasis. Pada
perabaan terasa keras dan berbatas tegas.
b. Bentuk kistik
Jarang ditemukan. Permukaan licin, menonjol di permukaan kulit
berupa nodus atau nodulus. Pada perabaan terasa keras dan mudah
digerakkan dari dasarnya. Telangiektasis dapat ditemukan pada tepi
tumor.
c. Bentuk superfisial
Bentuk ini menyerupai penyakit Bowen, lupus eritematosus,
psoriasis atau dermatomikosis. Ukurannya dapat berupa plakat
dengan eritema, skuamasi halus dengan pinggir yang agak keras
seperti kawat dan agak meninggi. Warnanya dapat hitam berbintik-
bintik atau homogen yang kadang-kadang menyerupai melanoma
maligna.
d. Bentuk morfea
Secara klinis menyerupai morfea akan tetapi ditemukan tanda-
tanda berupa kelainan yang datar, berbatas tegas tumbuhnya lambat
berwarna kekuningan, pada perabaan pinggirnya keras.
7. Diagnosis banding:2
a. Karsinoma sel skuamosa
b. Melanocytyc naevi (nevus pigmentosus)
c. Melanoma maligna
d. Trichoepitelioma
e. Hiperplasia sebaceus
f. Keratosis seboroik
8. Diagnosis
-
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan histopatologis. Dari anamnesis terdapat kelainan kulit
terutama di muka yang sudah berlangsung lama berupa benjolan kecil,
tahi lalat, luka yang sukar sembuh, lambat menjadi besar dan mudah
berdarah. Tidak ada rasa gatal/sakit. Pada pemeriksaan fisik terlihat
papul/ulkus dapat berwarna seperti warna kulit atau hiperpigmentasi.
Pada palpasi teraba indurasi. Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional. Pemetiksaan penunjang berupa pemeriksaan
histopatologi yaitu dengan dilakukan biopsi.2
9. Prognosis
Cukup baik, bila diobati sesuai dengan cara yang telah ditekuni oleh
masing-masing bagian.7
10. Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat perventif dan kuratif, yaitu:
a. Preventatif.
Oleh karena sinar matahari predisposisi utama untuk terjadi
kanker kulit maka perlu diketahui perlundungan kulit terhadap
sinar matahari, terutama bagi orang-orang yang sering melakukan
aktifitas diluar rumah dengan cara memakai sunscreens (tabir
surya) selama terpajan sinar matahari dengan SPM tinggi (>15-30).
Pemakaian antioksidan dapat berfungsi untuk menetralkan
kerusakan atau mempertahankan fungsi dari serangan radikal
bebas. Akibat reaksi oksidatif radikal bebas di DNA menimbulkan
mutasi yang akhirnya menyebabkan kanker. Antioksidan tersebut
antara lain adalah: betakaroten, vitamin E, dan Vitamin C.2
b. Kuratif.2
- Bedah eksisi
Bedah eksisi atau bedah skalpel pada KSB dini memberikan
tingkat sembuhan yang tinggi.
-
- Radioterapi
Penyinaran dilakukan dengan dosis 200 cGy per fraksi, 5 fraksi
dalam 1 minggu dengan total dosis 4000 cGy.
- Kuretasi dan elektrodesikasi
Dilakukan pada tingkat yang dini, cara yang terbaik dengan
cara cutting dan koagulasi dibantu dengan curettage.
- Bedah beku (cryosurgery)
Bedah beku adalah suatu metode pengobatan dengan
menggunakan bahan yang dapat menurunkan suhu jaringan
tubuh dari puluhan sampai ratusan derajat Celcius di bawah
nol. Efek yang ingin di capai:
o Perubahan sel epidermal dan epidermolisis dengan pembekuan ringan dimana terjadi vesikulasi (tampak
vesikel atau bula), kemudian diikuti krustasi dan proses
wound healing tanpa jaringan parut dan kemungkinan
hipopigmentasi.
o Cryonecrosis, destruksi serta nekrosis sel dalam jaringan dermis dan jaringan di bawahnya dengan cara pembentukan
kristal es inta dan ekstra sel, akibatnya terjadi kerusakan
membran sel dan perubahan konsentrasi elektrolit, iskemik,
respon immunologik selama masa pencarian kristal es.
- Bedah kimia
7.2. Transformasi tumor jinak menjadi tumor ganas dan perbedaan di antara keduanya.
Daerah tropis banyak memperoleh sinar matahari dibandingkan belahan bumi
lainnya, memperbesar resiko kerusakan kulit akibat pancaran sinar ultra violet (UV)
dari sinar matahari. Sinar matahri yang tampak (visible light, 400-800 nm), tidak
menimbulkan kerusakan, tapi disebelahnya terdapat sinar infra merah (infra red = IR,
-
1300-1700 nm) yang 40% bagiannya mencapai bumi, dan berpengaruh terhadap
proses photo aging (penuaan yang disebabkan oelh sinar matahari). Gabungan antara
sinar IR dengan UV-B akan menyebabkan kerusakan dermis (dermal elastosis) dan
berbagai keganansan kulit. Sinar matahari yang pada umumnya menyebabkan warna
kemerahan (eritema), mempermudah timbulnya keganasan kulit karena sifat sinar
tersebut yang merangsang pembelahan sel epidermis secara tidak teratur.
Sinar UV yang mempengaruhi kehidupan biologic mempunyai panjang
gelombang antara 250-400 nm, dengan pembagian segmen sebagai berikut:
a. Segmen UV-A dengan panjang gelombang 320-440 nm, paling banyak mencapai
bumi -100 kali UV-B, tetapi dengan kekuatan lemah- 1:1000 UV-B. Segmen sinar ini
masuk ke dalam dermis, menyebabkan kerusakan dermis, meyebabkan kerusakan
jaringan dermis sehingga proses penuaan dipercepat, menyebabkan reaksi
fotosensitivitas dan bersama UV-B berperan dalam proses keganasan kulit.
b. Segmen UV-B, antara 290-320 nm, merupakan sinar terkuat yang mencapai bumi.
Kerusakan kulit yang ditimbulkan berada di bagian bawah epidermis, berupa luka
bakar (sunburn), kelainan pra-kanker dan keganasan. Lapisan ozon mengabsorpsi
90% segmen UV-B terutama pada panjang gelombang 290-300 nm.
c. Segmen terkuat UV-C antara 200-290 nm, merupakan sinar terkuat yang diabsorpsi
oleh lapisan ozon sehingga tidak mencapai permukaan bumi. Tetapi dengan adanya
kebocoran lapisan ozon saat ini dan penurunannya sebanyak 8% setiap dekade, maka
sinar UV-C dapat mencapai bumi dan sangat membahayakan lingkungan.
Pembentuka radikal bebas intrasel yang reaktif akan mempercepat proses kerusakan
dan penuaan kulit.
7.3. Mekanisme pertahanan kulit terhdap sinar UV
Secara alamiah kulit sudah mempunyai perlindungan terhadap sinar surya, yaitu
dengan adanya stratum korneum, melanin, dan asam urokanat. Ketebalan stratum
korneum berfungsi merintangi sinar surya dengan cara menyerap atau menghamburkan,
sehingga makin tebal stratum korneum akan semakin sulit ditembus oleh sinar UV.
Adanya melanin berfungsi menyerap dan menghamburkan sinar UV, disamping berfungsi
sebagai penangkap gugus radikal bebas, serta sebagai filter optic DNA pada nucleus.
Asam urokanat dijumpai pada keringat,diduga bekerja sebagai protector terhadap sinar
UV-B, akan tetapi saat ini peran asam urokanatini diragukan karena Cis-asam urokanat
-
mempunyai efek imunosupresi yang bahkan diperkirakan berperanan pada pembentukan
kanker kulit.
Adanya radiasi UV ini dapat menimbulkan reaksi yang bersifat akut atau segera
akibat sekali pajanan dengan energi yang berlebihan, dan reaksi tertunda akibat pajanan
yang kronis. Respon kulit yang dapat terlihat setelah pajanan dengan sinar UV dapat
dibedakan menjadi respons eritema, respons pigmentasi, dermatoheliosis, dan foto
karsinogenesis.
1. Eritema
Spektrum UV yang eritematogenik adalah sinar UV-B dan UV-A 2, walaupun
pajanan dengan sinar kasat mata dan sinar inframerah dapat pula menyebabkan
kemerahan pada kulit yang segera tampak dan segera hilang pada akhir radiasi. Eritema
ini juga dapat ditimbulkan oleh sinar UV-C yang terdapat dalam lampu untuk sterilisasi.
Radiasi sinar UV-B merupakan penyebab terjadinya terbakar surya yang terjadi
secara akut. Pada individu berkulit terang diperlukan sekitar 20-70 mJ/cm2 untuk
menimbulkan reaksi eritema yang dapat terlihat oleh mata (MED = minimal erythema
dose atau DEM = dosis eritem minimal).
Radiasi sinar UV-A juga dapat menimbulkan terbakar surya walaupun kapasitas
eritematogenik dari sinar UV-A ini sangat lemah, yaitu 600-1000 kali lebih lemah
dibandingkan dengan sinar UV-B. Diperlukan 20-100 J/cm2Sinar UV-A untuk
menimbulkan eritema. Eritemaini segera tampak sesudah pajanan, intensitasnya optimal
setelah 10-12 jam dan masih tetap tampak sampai 24 jam. Sinar UV-A dengan panjang
gelombang 320-340 nm disebut pula sinar UV-A 2, sedang sinar UV-A dengan panjang
gelombang 340-400 disebut sinar UV-A1. Sinar UV-A2 mempunyai efek eritematogenik
dan melanogenik yang mirip dengan sinar UV-B. Perbandingan sinar UV-A mempunyai
peran yang cukup berarti pada proses terbakar surya.
2. Pigmentasi
Respon pigmentasi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu pigmentasi segera dan
pigmentasi lambat. respons pigmentasi ini diransang oleh sinar UV-A, UV-B maupun
sinar tampak. Radiasi sinar UV-A terhadap kulit manusia dapat segera menimbulkan
reaksi pigmentasi (immediate pigment-darkening = IPD). Reaksi tampak beberapa menit
sesudah pajanan dan reaksi ini bergantung kepada jumlah melanin yang telah ada serta
dosis radiasi. Reaksi IPD atau pigmentasi cepan (PC) ini merupakan foto-oksidasi dari
-
melanin yang telah ada. Pigmen hasil radiasi sinar UV-A ini hanya tersebar pada stratum
basale.
Reaksi pigmentasi lambat (delayed tanning) disebabkan oleh sinar UV-B atau UV
yang eritematogenik. Reaksi pigmentasi lambat ini merupakan hasil dari reaksi yang
kompleks pada melanosit termasuk proliferasi, sintesis baru melanin, serta redistribusi
melanin dalam melanosit dan keratinosist sekitarnya. Reaksi ini dimulai beberapa jam
setelah pajanan, dimana melanin pada stratum basale mengalami oksidasi dan bermigrasi
ke permukaan. Puncak reaksi terjadi 10 jam, dan akan menghilang 100-200 jam. Sedang
proses melanogenesis dimulai dari oksidasi gugus sulfhidril oleh energi dari sinar UV,
yang mengaktifkan tirosinase, kemudian terbentuk DOPA, dan akhirnya terbentuknya
melanin. Reaksi ini dimulai sekitar 2 hari sesudah pajanansinar UV dan mencapai
puncaknya setelah 2-3 minggu.
3. Dermatoheliosis
Dermatoheliosis adalah reaksi pada kulit yang bersifat polimorfik dari
berbagaikomponen kulit yaitu komponen vaskuler, komponen keratinosit, melanosit, dan
komponen jaringan ikat. Reaksi pada komponen vaskular didermis berupa dilatasi
sementara sampaiteleangiektasis. Pada keratinosit berupa hiperplasia epidermal yang
atipik, misalnya terjadi keratosis aktinik. Pada melanosit berupa pigmentasi, yaitu
freckles, lentigo solaris, dan hipopigmentasi gutata. Sedangkan pada jaringan ikat dermis
berupa kulit keriput dan kasar, serta elastosis aktinik.
4. Fotokarsinogenesis
Fotokarsinogenesis sinar UV mempunyai hubungan erat dengan pathogenesis
karsinomasel basal. Karsinoma sel skuamosa dan melanoma maligna, sedangkan di
Indonesia tampaknyahal ini hanya berlaku bagi karsinoma sel skuamosa dan karsinoma
sel basal. Spektrum karsinogenik dari sinar surya identik dengan spektrum
eritematogenik. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa radiasi polikromatik
antara 200-400 nm dapat menimbulkan tumor kulit.Patut diperhatikan bahwa proses
kerusakan kulit akibat sinar surya ini bersifat kumulatif dan telah dimulai sejak lahir.
7.4. Studi Kasus
7.4.1. Pengaruh sinar UV terhadap terjadinya tumor ( pathogenesis)
-
Daerah tropis banyak memperoleh sinar matahari dibandingkan
belahan bumi lainnya, memperbesar resiko kerusakan kulit akibat pancaran
sinar ultra violet (UV) dari sinar matahari. Sinar matahri yang tampak (visible
light, 400-800 nm), tidak menimbulkan kerusakan, tapi disebelahnya terdapat
sinar infra merah (infra red = IR, 1300-1700 nm) yang 40% bagiannya
mencapai bumi, dan berpengaruh terhadap proses photo aging (penuaan yang
disebabkan oelh sinar matahari). Gabungan antara sinar IR dengan UV-B akan
menyebabkan kerusakan dermis (dermal elastosis) dan berbagai keganansan
kulit. Sinar matahari yang pada umumnya menyebabkan warna kemerahan
(eritema), mempermudah timbulnya keganasan kulit karena sifat sinar tersebut
yang merangsang pembelahan sel epidermis secara tidak teratur.
Sinar UV yang mempengaruhi kehidupan biologic mempunyai panjang
gelombang antara 250-400 nm, dengan pembagian segmen sebagai berikut:
d. Segmen UV-A dengan panjang gelombang 320-440 nm, paling
banyak mencapai bumi -100 kali UV-B, tetapi dengan kekuatan
lemah- 1:1000 UV-B. Segmen sinar ini masuk ke dalam dermis,
menyebabkan kerusakan dermis, meyebabkan kerusakan jaringan
dermis sehingga proses penuaan dipercepat, menyebabkan reaksi
fotosensitivitas dan bersama UV-B berperan dalam proses
keganasan kulit.
e. Segmen UV-B, antara 290-320 nm, merupakan sinar terkuat yang
mencapai bumi. Kerusakan kulit yang ditimbulkan berada di
bagian bawah epidermis, berupa luka bakar (sunburn), kelainan
pra-kanker dan keganasan. Lapisan ozon mengabsorpsi 90%
segmen UV-B terutama pada panjang gelombang 290-300 nm.
f. Segmen terkuat UV-C antara 200-290 nm, merupakan sinar terkuat
yang diabsorpsi oleh lapisan ozon sehingga tidak mencapai
permukaan bumi. Tetapi dengan adanya kebocoran lapisan ozon
saat ini dan penurunannya sebanyak 8% setiap dekade, maka sinar
UV-C dapat mencapai bumi dan sangat membahayakan
lingkungan. Pembentuka radikal bebas intrasel yang reaktif akan
mempercepat proses kerusakan dan penuaan kulit.
7.4.2. Pemberian Salep antibiotic pada Ulkus
-
Salap antibiotik untuk dermatoterapi
Dalam dermatoterapi, pemberian antibiotik secara topikal dapat
menggunakan vehikulum salap (ointment) untuk mempermudah proses
penetrasi ke kulit. Beberapa contoh salap antibiotik antara lain:
1. Bacitracin
Bacitracin (basitrasin) merupakan antibiotik yang bersifat bakterisid
terhadap kuman-kuman Gram-positif. Obat ini digunakan hanya secara topikal
(untuk kulit dan mata), karena pemberian secara sistemik dapat menyebabkan
nefrotoksik.
Bacitracin tersedia dalam bentuk salap kulit dan mata (untuk mencegah
oftalmia neonatorum karena gonorrhea), setiap gramnya mengandung 500 unit
bahan aktif. Selain itu bacitracin sering dikombinasikan dengan antibiotik lain,
seperti neomycin dan polymixin B.
2. Gentamicin
Gentamicin (gentamisin) merupakan salah satu jenis antibiotik
golongan Aminoglikosida. Antibiotik ini sangat sensitif terhadap basil Gram-
negatif yang aerobik, dan kurang efektif dalam keadaan anaerobik atau
fakultatif. Aktivitasnya terhadap bakteri Gram-negatif sangat terbatas.
Gentamicin (Aminoglikosida) bekerja dengan cara menembus bakteri
Gram-negatif melalui porin, berikatan dengan ribosom 30S sehingga
menghambat sintesis protein disusul dengan kematian sel. Aktivitas yang
optimal (tanpa efek toksik) tercapai dengan kadar Gentamicin 4-8g/ml.
namun setelah kontak dengan antibiotik, biasanya terjadi penurunan kepekaan
sehingga pemberian antibiotik ini harus secara tepat dan hati-hati.
Efek samping dari antibiotik golongan Aminoglikosida antara lain efek
ototoksik (menyerang N. VIII), nefrotoksik, dan neurotoksik (neuritis perifer).
Dengan sediaan salap kadar 0.1 dan 0.3%, penggunaan yang disarankan sekitar
3-4 kali sehari. Di pasaran dijual dengan merk dagang Balticin.
-
3. Mupirocin
Mupirocin (mupirosin, bactroban) adalah antibiotik Gram-positif yang
bersifat bakteriostatis pada jumlah kecil dan menjadi bakterisidal apabila
diberikan dalam jumlah besar. Mupirocin bekerja dengan menghambat sintesis
protein dan RNA, serta merusak dinding sel bakteri.
Mupirocin topikal diindikasikan untuk berbagai infeksi kulit yang
disebabkan oleh S.aureus dan S.pyoegenes, seperti furunkel, impetigo, luka
terbuka, dan juga efektif terhadap bakteri S.aureus yang resisten terhadap
metisilin (methicilin resistant Staphylococcus aureus-MRSA).
Obat ini tersedia dalam bentuk salap 2%, namun vehikulumnya dapat
diserap terlalu banyak pada lesi yang luas sehingga menyebabkan nefrotoksik.
Di pasaran antibiotik ini dijual dengan merk dagang Bactoderm.
Penggunaan yang disarankan 3 kali sehari selama 10 hari.
4. Neomycin
Neomycin (neomisin) adalah antibiotik dari golongan Aminoglikosida,
oleh karena itu spektrum dan mekanisme kerjanya sama seperti Gentamicin.
Sediaan salap Neomycin untuk kulit mengandung 5mg/g, digunakan 2-3 kali
sehari.
5. Chloramphenicol
Chloramphenicol (kloramfenikol) merupakan antibiotik yang berikatan
dengan subunit 50S bakteri dan menghambat enzim peptidil transferase
sehingga menghambat sintesis protein kuman. Umumnya bersifat
bakteriostatik, dan pada konsentrasi tinggi dapat menjadi bakterisidal.
Spektrum antibakteri Chloramphenicol meliputi D. pneumoniae, S.pyogenes,
Neisseria, Haemophilus, Bacillus, Treponema, dan kebanyakan kuman
anaerob. Untuk dermatoterapi, Chloramphenicol terdapat dalam sediaan salap
kulit 2%, dipakai beberapa kali sehari.
-
6. Clindamycin
Clindamycin (klindamisin) merupakan suatu antibiotik berspektrum
luas, memiliki kepekaan terhadap bakteri Gram-positif aerobik
(Staphylococcus dan Streptococcus), bakteri Gram-negatif anaerobik
berbentuk batang (Bacteroides, Fusobacterium, dan Prevotella) serta bakteri
Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Obat ini memberi
efek samping diare, mual dan muntah. Indikasi penggunaan Clindamycin
adalah untuk pengobatan akne vulgaris. Penggunaan yang disarankan dua kali
sehari, dengan efek samping hipersensitifitas. Di pasaran dijual dengan merk
dagang Clidacor.
7.4.3. Pengaruh intervensi fisik terhdp perkembangan tumor.
Tumor jinak dan tumor ganas pada dasarnya memiliki gambaran
histopatologi yang berbeda, apalagi pada tumor ganas biasanya sudah nampak
tanda-tanda keganasan.
Tumor jinak biasanya dikelilingi oleh permukaan luar yang
menghambat pertumbuhannya sehingga tak sampai berkembang menjadi
tumor ganas. Namun pada beberapa kasus, tumor jinak dapat berkembang
menjadi tumor yang ganas.
Kemungkinan tumor jinak menjadi ganas bisa saja tapi sangat jarang
terjadi, biasanya pada Tumor yang sudah terlalu lama dan besar. Misalnya
Fam (Fibroadenoma mamma), tumor jinak payudara bila dibiarkan bertahun-
tahun ada yang berubah jadi ganas, ini dikenal sebagai Progressi, persentase
kemungkinannya kira-kira hanya 0,5 % -1% saja.
Tumor yang terkena trauma mekanik atau digaruk dan menimbulkan
perlukaan yang menyebabkan infeksi. Makanya, jangan heran, jika bekas
gigitan serangga pun bisa menjadi koreng yang besar. Karena pada saat luka
dan kondisi kulit tak bersih lalu bakteri masuk, inilah yang kemudian menjadi
koreng. Lesi multiple dan cepat meluas karena garukan.
-
7.4.4. Penyebab koreng tidak bisa sembuh-sembuh
Luka Kanker
Definisi Luka Kanker
Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker
stadium lanjut (Tanjung,dkk., 2007). Hoplamazin (2006) menyebutkan definisi luka
kanker sebagai kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Luka
kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan dermis
dan/atau epidermis kulit, sehingga menonjol keluar atau bentuknya menjadi tidak
beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya berupa benjolan yang
keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti jamur atau bunga kol, mudah terinfeksi
sehingga menyebabkan lendir, cairan dan bau yang tidak sedap (Diananda, 2009).
Luka kanker terjadi ketika kanker yang tumbuh dibawah kulit merusak lapisan
kulit sehingga terbentuk luka. Seperti pertumbuhan kanker, luka kanker juga akan
menyebabkan penghambatan dan merusak pembuluh darah tipis, dimana daerah
tersebut kekurangan oksigen. Hal ini akan menyebabkan kulit dan jaringan menjadi
mati (nekrosis). Selain jaringan menjadi nekrosis, bakteri atau kuman juga akan
mudah menginfeksi luka sehingga luka akan berbau (Naylor, 2002).
Luka kanker merupakan luka kronik yang sukar sembuh. Luka kronik adalah
luka yang gagal mengalami perbaikan untuk mngembalikan integritas fungsi dan
anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang normal. Seperti luka yang lainnya, luka
kanker juga mengalami tahapan proses penyembuhan luka. Luka kanker ada pada
tahap poliferasi yang memanjang dimana akan terjadi penurunan fibroblast,
penurunan produksi kolagen dan berkurangnya angiogenesis kapiler. Oleh karena itu
luka kanker terus ada pada kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi nekrotik
(Pudner, 1998).
Patofisiologi Luka Kanker
Luka kanker berhubungan dengan infiltrasi dan poliferasi sel kanker menuju
epidermis kulit. Tumor ini dapat tumbuh secara cepat lebih kurang 24 jam dengan
bentuk seperti cauliflower (Naylor, 2002). Luka kanker dapat pula berkembang dari
tumor local menuju epithelium (Kalinski,dkk., 2005). Selain itu, luka kanker dapat
terjadi akibat metastase kanker (Sciech, 2002).
-
Sel kanker akan tumbuh terus menerus dan sulit untuk dikendalikan. Sel
kanker dapat menyebar melalui aliran pembuluh darah dan permeabilitas kapiler akan
terganggu sehingga sel kanker dapat berkembang pada jaringan kulit . Sel kanker
tersebut akan terus menginfiltrasi jaringan kulit, menghambat dan merusak pembuluh
darah kapiler yang mensuplai darah ke jaringan kulit. Akibatnya jaringan dan lapisan
kulit akan mati (nekrosis) kemudian timbul luka kanker, infiltrasi sel kanker dapat
dilihat pada gambar (Naylor, 2003). Jaringan nekrosis merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri, baik bakteri aerob atau anaerob (Bale,dkk., 2004). Cooper
dan Grey (2005) menyebutkan bahwa proporsi bakteri anaerob yang relatif tinggi
pada luka kanker. Bakteri anaerob berkolonisasi pada luka kanker dan melepaskan
volatile fatty acid sebagai sisa metabolik yang bertanggung jawab terhadap malodor
dan pembentukan eksudat pada luka kanker (Kalinski,dkk., 2005).
Luka Kanker Sukar Sembuh
Luka kanker akan tetap mengalami proses penyembuhan seperti pada luka
lainnya, namun pada tahap proliferasinya akan memanjang dibanding luka lain,
sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung lama ataupun gagal. Hal ini
berkaitan dengan penurunan fibroblast, penurunan produksi kolagen dan
berkurangnya angiogenesis kapiler. Oleh karena itu luka kanker terus ada pada
kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi nekrotik. Selain itu sel-sel kanker
akan terus menginfiltrasi jaringan, sehingga jaringan akan semakin rusak.
-
DAFTAR PUSTAKA
Adhi Djuanda dkk,2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed 5, Penerbit FKUI, Jakarta, h
237-239.
Arinold HL, et al: Andrews Disease of the Skin, 9th edition, WB Soundeos Co 2000: 820-
829.
AS, Misnadiarly. 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan kulit. Cermin
dunia kedokteran no. 152. Pusat penelitian dan pengemabangan biomedis dan farmasi,
badan penelitian dan pengembangan kesehatan departeman kesehatan RI, Jakarta.
AS, Misnadiarly. 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan kulit. Cermin
dunia kedokteran no. 152. Pusat penelitian dan pengemabangan biomedis dan farmasi,
badan penelitian dan pengembangan kesehatan departeman kesehatan RI, Jakarta.
Cipto H, Pratomo U.S et al: Deteksi dan Pentalaksanaan Kanker Kulit Dini, FKUI Jakarta
2001.
Djuanda A et.al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. p. 342-52.
Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5. Jakarta: FKUI. 236-236.
Harahap M: Ilmu Penyakit Kulit cetakan 1, Hipokrates, Jakarta 2000, 222-226.
http://doktersehat.com/perbedaan-tumor-dan-kanker/ diakses tanggal 2 desember 2011 pukul
06.20
-
Jayanta K, Widjaya Hakim R dkk: Penaganan Karsinoma Sel Basal Dalam: Perkembangan
Orkologi dan Bedah Kulit di Indonesia, Kumpulan Makalah Lengkap PTT V Perdoski
Semarang 2000.
Robin Graham and Tony Burns, 2003, Dermatology ed 8, Erlangga, Jakarta, h 103-104.
Siregar, R S. 2005. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
Syarif A et.al. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 585-731.
Tambunan GW. 1991. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di
Indonesia, Edisi 1. Jakarta: EGC. 52-58.