14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Belajar
Belajar adalah istilah kunci yang paling vital dalam kehidupan manusia
khususnya dalam setiap bidang pendidikan. Cronbach (Surya,M. 1992:22)
menyatakan bahwa ”belajar ditunjukan oleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman”, sedangkan Lindgren (Surya,M. 1992:22) mengemukakan
bahwa ”istilah belajar digunakan untuk menunjukan beberapa perubahan tingkah
laku sebagai latihan atau pengalaman interaksi dengan lingkungan.” Hal ini sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Surya, M. (1992:23) bahwa belajar
diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan induvidu untuk memperoleh
suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Untuk memperoleh pengertian lebih jauh, berikut ini dikemukakan beberapa
prinsip belajar sebagai ciri-ciri perubahan tingkah laku. Prinsip-prinsip tersebut
menurut Surya, M. (1992:24) ialah :
a. Belajar sebagai usaha memperoleh perubahan tingkah laku b. Hasil belajar ditandai dengan perubahan seluruh aspek tingkah laku c. Belajar merupakan suatu proses yang disengaja d. Belajar terjadi karena ada dorongan dan tujuan yang ingin dicapai e. Belajar merupakan bentuk pengalaman
Dari definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar
merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk dapat menghasilkan
perubahan tingkah laku/perilaku yang tetap melalui pengalaman. Pengalaman yang
15
didapat sebaiknya melalui pengalaman langsung yang yang didapat siswa dalam
pembelajaran, misalnya dengan melakukan praktek/percobaan.
B. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Sudjana (2001:22) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Gagne (1997 :3) menyebutkan
bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam kapabilas manusia. Perubahan ini
menunjukkan kinerja (perilaku), berarti belajar itu menentukan semua
keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh individu (siswa). Dalam
belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan seperti
pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai
macam tingkah laku inilah yang disebut kapabilas sebagai hasil belajar.
Benjamin Bloom sebagaimana dikutip oleh Syaiful Sagala (2005 : 33-34)
mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Aspek kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan
keterampilan intelektual. Aspek psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
manipulatif atau keterampilan motorik dan aspek afektif berkaitan dengan
pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi yang dipelajari.
Gagne (1970) sebagaimana dikutip syaiful Sagala (2005:17) mengemukakan
bahwa hasil belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu
stimulus dari lingkungan dalam acara belajar, kondisi internal yang
menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang
menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik,
sikap, dan siasat kognitif. Kondisi internal belajar ini berinteraksi dengan kondisi
eksternal belajar, dan dari interaksi terebut tampaklah hasil belajar.
16
Apabila proses transfer belajar dalam diri siswa maka akan terjadi
pencapaian konsep atau disebut hasil belajar. Hasil belajar tersebut dapat berupa
pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap yang diperoleh seseorang setelah
mengikuti seluruh kegiatan proses pembelajaran.
Kemampuan hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
1. Kemampuan Ranah Kognitif
Menurut Neisser dalam syah (1995 :66) mengemukakan, bahwa istilah
conitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti megetahui.
Dalam arti luas, kognition ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu
domain, wilayah atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental
yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.
Menurut Sudjana N (2002 : 23) domain kognitif meliputi kemampuan
menyatakan kembali konsep atau arsip yang telah dipelajari dan kemampuan-
kemampuan intelektual seperti mengaplikasikan prinsip konsep, menganalisis, dan
mengevaluasi. Kemampuan yang bersifat domain kognitif oleh Bloom dikategorikan
dalam tujuh tingkatan, yaitu:
1) Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge
dan taksonomi bloom. Cakupan dalam pengetahuan hapalan termasuk pula
pengetahuan yang sifatnya faktual, disamping pengetahuan mengenai hal-hal yang
17
perlu diingat kembali seperti penyekalaan pada suatu gambar, dimensi pada gambar
dan sebagainya.
Dilihat dari segi belajar siswa, pengetahuan itu perlu dihafal, diingat supaya
dapat dikuasai dengan baik. Ada beberapa cara untuk mengingat dan menyimpanya
dalam ingatan, misalnya dibaca berulang-ulang menggunakan teknik mengigat.
Tipe hasil belajar ini, termasuk tipe hasil belajar tingkat rendah jika dibandingkan
dengan tipe hasil belajar lainnya.
Kata-kata opersional untuk untuk tingkat pengetahuan adalah: menentukan,
mendaftarkan, menyebutkan, memaparkan kembali, menjodohkan, menyatakan, dan
menunjukkan
2) Pemahaman
Tipe hasil belajar ini lebih tinggi satu tingkat dari hasil belajar pengetahuan.
Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu
konsep. Untuk itu diperlukan adanya hubungan atau pertalian antara konsep dengan
makna yang ada dalam konsep tersebut.
Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum, pertama pemahaman
terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung didalamnya.
Misalnya memahami gambar teknik sehingga dapat membaca gambar perencanaan
gambar atau desain yang direncanakan. Kedua pemahaman penafsiran, misalnya
membedakan satuan-satuan yang digunakan dalam perhitungan. Ketiga pemahaman
ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat,
meramalkan sesuatu atau memperluas wawasan.
18
Kata operasional untuk tingkat pemahaman adalah : membedakan,
menduga, memperluas/mengembangkan, memberi contoh, menerangkan
menyimpulkan, meramalkan, menuliskan kembali dan memperkirakan.
3) Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kogkret atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori atau petunjuk teoritis.
Menerapkan abstraksi kedalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang
menerapkan pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau
keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru apabila tetap
terjadi proses pemecahan masalah, kecuali ada astu unsur yang perlu masuk, yaitu
abstraksi tersebut perlu berupa prinsip atau generalisasi, yaitu sesuatu yang umum
sifatnya untuk diterapkan pada situasi khusus.
Generalisasi merupakan rangkaian sejumlah informasi atau rangkaian
sejumlah hal khusus yang dapat dikenakan pada hal khusus yang baru. Misalnya
memecahkan persoalan dalam ilmu gambar dengan menggunakan rumus dan
metoda tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum-hukum. Semisal perhitungan
berapa daya pengereman, menggunakan hukum pascal dan sebaginya.
Kata operasional untuk tingkat aplikasi adalah : dapat mengubah,
menghitung, dapat menjelaskan, menghubungkan, memecahkan, menemukan,
menggunakan, meramalkan, menghasilkan, menunjukkan, dan mendemonstrasikan.
4) Analisis
Analisi adalah usah memecahkan suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian, sehingga jelas susunanya. Analisis merupakan tipe hasil belajar yang
kompleks, yang memamfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni
19
pengetahuan, pemahaman dan aplikasi. Hal tersebut diperlukan bagi para siswa di
sekolah. kemampuan menalar pada hakikatnya mengandung unsur analisis. Bila
kemampuan analisis telah dimiliki seseorang, maka seseorang akan dapat
mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.
Kata-kata operasional untuk tingkat analisi adalah: menyusun kembali
komponennya-komponennya yang dibicarakan, membedakan, memperinci,
membandingkan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih,
memisahkan, dan membagi atau mengelompokkan/melengkapi.
5) Sintesis
Sintesis merupakan lawan analisis. Bila pada analisis tekanan pada
kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna,
sedangkan pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi
satu integritas. Sudah barang tentu sintesis merupakan kemampuan hafalan,
pemahaman, aplikasi dan analisis. Berfikir sintesis adalah berfikir divergen,
sedangkan berfikir analisis adalah berfikir konvergen. Dalam berfikir divergen
pemecahannya atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit
tidak sama dengan mengumpulkan kedalam kelompok besar. Mengartikan analisis
sebagai memecah integritas menjadi bagian-bagian dan sintesis sebagai menyatukan
unsur-unsur menjadi integritas perlu secara hati-hati dan penuh telaah.
Kata-kata operasional untuk tingkat sintesis adalah : menggabungkan,
menciptakan, menyusun, menghubungkan, mengarang, menjelaskan,
merencanakan, dan menuliskan kembali.
20
6) Evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu
berdasarkan pertimbangan yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Tipe
hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi dari semua tipe belajar yang telah
dijelaskan sebelumnya. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, tekanan pada
pertimbangan sesuatu nilai menganai baik tidaknya, tepat tidaknya dengan
menggunakan kriteria tertentu. Membandingkan kriteria dengan suatu yang
tampak/aktual terjadi mendorong seseorang menetukan putusan tentang nilai
sesuatu tersebut.
Kata operasional untuk tingkat evaluasi adalah : menilai, menyimpulkan,
membedakan pada tingkat presisi, mengambil keputusan, membandingkan,
mempertentangkan, menerangkan, menafsirkan, dan membuktikan
7) Kreatif Berfikir
Kata operasional untuk tingkat kreatif adalah : menciptakan, menyusun,
(dalam bentuk yang berbeda dengan yang lain) merancang/mendisain, dan
memamfaatkan.
Banyak cara untuk megukur kemampuan ranah kognitif, diantaranya teknik
evaluasi dan alat pengukuran yang disarankan oleh Syamsudin (1990 :112), yaitu
bertanya secara lisan atau tulisan, kemungkinan instrumen pengukurannya adalah
perangkat soal test tertulis lisan, objektif atau easy
2. Kemampuan Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan perkembangan emosional individu.
Krathwohl (Uzer Usman, 2006:116) membagi domain afektif ke dalam lima
kategori, yaitu:
21
1) Penerimaan
Didefenisikan sebagai kemampuan dan kesukarelaan memperhatikan dalam
memberikan respon terhadap stimulasi yang tepat. Misalnya siswa mampu
mendengarkan penjelasan guru secara seksama tanpa memberikan respon yang
lebih dari itu atau memperlihatkan kesadaran akan pentingnya belajar. Contoh kata
kerja yang dapat digunakan misalnya mempertanyakan, mengikuti, dan menerima.
2) Pemberian Respon
Didefenisikan sebagai kemampuan untuk dapat memberikan respon secara
aktif. Misalkan dalam pembelajaran, siswa memberikan pertanyaan terhadap hal-hal
yang belum dipahaminya, siswa menjawab pertanyaan guru dan mau bekerja sama
dalam penyelidikan. Contoh kata kerja yang dapat digunakan misalnya menjawab,
menaati, dan menyetujui.
3) Penilaian
Didefenisikan sebagai kemampuan untuk dapat memberikan penilaian atau
pertimbangan dan pentingnya keterikatan pada suatu objek atau kejadian tertentu
dengan reaksi seperti menerima, menolak, tidak menghiraukan, acuh tak acuh.
Sikap yang ditunjukkan misalnya siswa dapat bertanggung jawab terhadap alat-alat
penyelidikan, menunjukkan sikap mau memecahkan masalah dan bersikap jujur
dalam pembelajaran. Contoh kata kerja yang dapat digunakan misalnya menilai,
memperjelas, dan menunjukkan kepercayaan dalam demokrasi.
4) Pengorganisasian
Didefenisikan sebagai kemampuan yang mengacu pada pernyataan dari nilai
sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan
konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal mencakup
22
tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup. Contoh kata kerja yang
dapat digunakan misalnya membentuk pendapat, mengelola, dan menerima
pertanggung jawaban atas tingkah lakunya.
5) Pengkarakterisasian
Didefinisikan sebagai kemampuan yang mengacu pada karakter dan gaya
hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang teratur sehingga tingkah laku
menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini
bisa ada hubungan keteraturan pribadi, sosial, dan emosi siswa. Contoh kata kerja
yang dapat digunakan misalnya menghayati, mendengarkan, menemukan
kepercayaan diri dalam bekerja mandiri, memecahkan masalah, dan menelaah
kembali kebenaran sesuatu.
3. Kemampuan Ranah Psikomotor
Dave dalam Usman (1995 : 36-37) mengungkapkan, bahwa domain
psikomotor dapat dibagi dalam lima kategori yaitu peniruan, manipulasi, ketetapan,
artikulasi, dan pengalamiahan.
1) Peniruan
Terjadi ketika peserta didik mengamati suatu gerakan, mulai memberi respon
yang serupa dengan yang diamati. Peniruan ini umumnya dalam bentuk global dan
tidak sempurna.
2) Manipulasi
Menekankan pada perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan,
penampilan gerakan-gerakan pilihan, dan menetapkan sesuatu penampilan dengan
melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-
petunjuk, tidak hanya meniru tingkah laku saja.
23
3) Ketetapan
Memerlukan kecermatan, proporsi, dan kesiapan yang lebih tinggi dalam
penampilan. Respon-respon lebih terkoteksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi
sampai pada tingkat minimum.
4) Artikulasi
Menekankan pada koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat
urutan tepat dan sesuai mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal antara
gerakan-gerakan yang berbeda.
5) Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang ditampilkan paling sedikit mengeluarkan energi
fisik maupun psikis, gerakannya dilakukan secara rutin. Siswa memiliki
keterampilan psikomotor yang terus berkembang sesuai dengan tingkatan
pendidikannya. Keterampilan ini akan terus berkembang dengan adanya Latihan-
latihan lewat pengajaran yang dilakukan oleh guru yaitu dengan adanya praktek di
laboratorium atau bengkel.
Menurut Arikunto S (2003 : 139), kata-kata operasional untuk aspek
psikomotor harus menunjuk pada artikulasi kata-kata yang dapat diamati meliputi:
1) Muncular or motor skill
Mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, dan
menampilkan.
2) Manipulation of materials os objectss
Mereperasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, dan
membentuk.
24
3) Neuromuscular coordination
Mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan,
memasang, memotong, menarik, dan menggunakan.
C. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar atau dengan istilah lainnya mastery learning, dapat
diartikan sebagai penguasaan siswa secara utuh terhadap seluruh materi yang
dipelajari pada satu mata pelajaran. Siswa tidak diperkenankan untuk melanjutkan
ke materi selanjutnya apabila tidak mampu menguasai materi dengan baik.
“Belajar Tuntas (mastery Learning): peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.” (Materi Pelatihan KTSP 2008:351)
Suatu pembelajaran dikatakan tuntas apabila siswa mencapai tingkat
penguasaan kompetensi minimal yang telah ditentukan oleh lembaga diklat tertentu.
Dalam hal ini, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk pencapaian prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran produktif SMK Negeri 6 Bandung adalah 75 pada
skala 100 dengan keberhasilan pembelajaran setiap indikator sebesar 75%.
Berdasarkan KKM tersebut, siswa boleh melanjutkan atau pindah ke
kompetensi berikutnya apabila prestasi belajar minimal siswa adalah 75 pada skala
100. berdasarkan KKM itu juga, suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila
minimal 75% dari jumlah siswa dalam satu kelas lulus atau mempunyai prestasi
minimal 75.
Untuk penentuan KKM sendiri, ditentukan oleh pihak sekolah dengan
mempertimbangkan tiga aspek yaitu aspek tingkat kesukaran materi, aspek daya
dukung (sarana prasarana), dan aspek intake siswa.
25
D. Aktifitas Belajar
Kunandar ( 2008: 277) mengungkapkan bahwa, “Aktifitas siswa adalah
keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan belajar
guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari
kegiatan tersebut”.
Sanjaya (2006) mengatakan bahwa, “Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mengetahui apakah keaktifan siswa dalam proses pembelajaran tergolong tinggi, sedang atau rendah dapat kita lihat dari kriteria penerapan pembelajaran berorientasi pada aktifitas siswa, kriteria tersebut menggambarkan sejauh mana keterlibatan siswa dalam pembelajaran”.
Peningkatan aktifitas siswa diantaranya meningkatkan jumlah siswa yang
terlibat aktif belajar, meningkatkan jumlah siswa yang bertanya dan menjawab,
meningkatkan jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi
pembelajaran. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih
banyak membimbing dan mengarahkan. Metode belajar yang bersifat partisipatoris
yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih
kondusif, karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan
belajar mengajar.
Indikator aktifitas siswa yang diungkapkan oleh Kunandar (2008: 277),
dapat dilihat dari: “Pertama, mayoritas siswa beraktifitas dalam pembelajaran;
kedua, aktifitas pembelajaran didominasi oleh siswa; ketiga, mayoritas siswa
mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui pembelajaran”.
Aktifitas belajar atau keterlibatan langsung siswa adalah suatu organisme
yang hidup. Dalam dirinya terkandung banyak kemungkinan dan potensi yang hidup
dan sedang berkembang. Dalam diri masing-masing siswa tersebut terdapat prinsip
aktif yakni keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif mengendalikan
26
tingkah lakunya. Pembelajaran perlu mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat
perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup perlu mendapat kesempatan
berkembang ke arah tujuan tertentu.
Pendidikan modern lebih menitikberatkan pada aktifitas sejati, di mana siswa
belajar sambil bekerja. Dengan bekerja, siswa memperoleh pengetahuan,
pemahaman, keterampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai.
Sehubungan dengan hal tersebut, sistem pembelajaran dewasa ini sangat
menekankan pada pendayagunaan asas keaktifan (aktifitas) dalam proses belajar
dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
E. Evaluasi Pembelajaran
a. Pengertian Evaluasi
Gronlund mengemukakan “Evaluasi sebagai suatu proses yang sistematis dari
pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi atau data untuk menentukan sejauh
mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran”.
Sejalan dengan pendapat di atas, Hopkins dan Antes Tim Pengembang MKDK UPI, (2002: 69) mengemukakan: Evaluasi adalah pemeriksaan secara terus menerus untuk mendapatkan informasi yang meliputi siswa, guru, program pendidikan, dan proses belajar mengajar untuk mengetahui tingkat perubahan siswa dan ketepatan keputusan tentang gambaran dan efektivitas program.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi lebih
bersifat komprehensif yang didalamnya meliputi pengukuran dan tes sebagai
prosedur atau alat dari pengukuran.
b. Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran
Unsur pokok dalam evaluasi pembelajaran adalah: 1) objek yang akan di
evaluasi; 2) kriteria sebagai pembanding; dan 3) keputusan (judgement). Objek
27
evaluasi dalam pembelajaran meliputi isi program pembelajaran, tingkat efisiensi
dan efektivitas pelaksanaan program, dan tingkat keberhasilan program
pembelajaran (output program). Kemudian kriteria sebagai pembanding meliputi
internal (relatif) dan kriteria eksternal (mutlak atau absolut). Kriteria yang bersifat
relatif menggambarkan posisi objek yang dinilai terhadap objek lainnya yang
bersumber pada kriteria yang sama, sedangkan kriteria yang bersifat mutlak atau
absolut menggambarkan posisi objek yang dinilai dari kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya. Keputusan (judgement) merupakan hasil pertimbangan atau
perbandingan antara objek yang dinilai berdasarkan hasil pengukuran terhadap objek
tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Judgement hasil evalusi
ini bersifat kualitatif.
Evaluasi pembelajaran harus memenuhi persyaratan teknis yang memadai,
agar informasi yang diperoleh benar-benar akurat, sehingga keputusan-keputusan
yang diambil berdasarkan data itu tepat.
Tim Pengembang MKDK UPI, (2002: 70) menyatakan bahwa : Persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam evaluasi pembelajaran antara lain:
a. Validitas, yaitu dapat mengukur karakteristik perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b. Reabilitas, yaitu menunjukkan keajegan gambaran hasil yang diperoleh meskipun dilakukan beberapa kali evaluasi,
c. Objektivitas, yaitu hasil penilaian mencerminkan kondisi kemampuan siswa sebagaimana adanya, tidak terpengaruh oleh unsur-unsur subyektivitas penilai,
d. Representatif, yaitu adanya keseimbangan dan keterwakilan setiap tujuan dan pokok materi pembelajaran yang diujikan,
e. Fairness, yaitu mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak,
f. Praktis, yaitu efisien dan efektif, mudah dilaksanakan, diolah, dan ditafsirkan.
Menurut fungsinya, evaluasi dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu formatif,
sumatif, diagnostik, dan evaluasi penempatan. Evaluasi formatif menekankan
28
kepada upaya memperbaiki proses pembelajaran. Evaluasi sumatif lebih
menekankan kepada penetapan tingkat keberhasilan belajar setiap siswa yang
dijadikan dasar dalam penentuan nilai dan atau kenaikan nilai siswa. Evaluasi
diagnostik menekankan kepada upaya memahami kesulitan siswa dalam belajar,
sedangkan evaluasi penempatan menekankan kepada upaya untuk menyelaraskan
antara program dan proses pembelajaran dengan karakteristik kemampuan siswa.
Menurut caranya dibedakan atas dua jenis yaitu evaluasi kuantitatif dan
evaluasi kualitatif. Evaluasi kualititatif biasanya lebih bersifat subyektif
dibandingkan dengan evalusi kuantitatif. Evaluasi kuantitatif biasanya dilakukan
apabila guru ingin memberikan nilai akhir terhadap hasil belajar siswa, sedangkan
evaluasi kualitatif dilakukan apabila guru ingin memperbaiki hasil belajar siswanya.
Menurut bentuknya dibedakan menjadi tes uraian dan tes objektif. Menurut
caranya dibedakan menjadi tes tulisan, tes lisan, dan tes tindakan. Teknik non-test
biasanya digunakan untuk menilai proses pembelajaran, alat-alat khusus untuk
melaksanakan teknik non-test ini dapat dilakukan melalui pengamatan, wawancara,
angket, dan hasil karya ilmiah atau laporan.
c. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi menurut syarat-syarat psikologis bertujuan agar guru mengenal siswa
selengkap mungkin dan agar siswa mengenal dirinya secara utuh. Disamping itu,
evaluasi berguna untuk meningkatkan hasil pengajaran, dengan tujuan untuk
memperbaiki pengajaran. Berdasarkan hasil evaluasi, guru dapat mengetahui sampai
di mana penguasaan bahan pelajaran atau kemampuan masing-masing siswa.
Evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu guru dalam mengambil keputusan-
keputusan yang efektif dalam pembelajaran.
29
Tim Pengembang MKDK UPI, (2002: 70) mengemukakan bahwa : Tujuan evaluasi dalam pembelajaran diantaranya:
1) Untuk melihat produktifitas dan efektivitas kegiatan belajar mengajar; 2) Untuk memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru; 3) Untuk memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan program
belajar mengajar; 4) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa
selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya; 5) Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat
sesuai dengan kemampuannya.
Adapun fungsi utama dari evaluasi pembelajaran dapat dikelompokkan ke
dalam empat fungsi, yaitu:
a. Fungsi formatif, evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan
program remedial bagi siswa yang belum mengusai sepenuhnya materi
yang dipelajari.
b. Fungsi sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap
materi yang dipelajari, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan
kelulusan, dan laporan perkembangan belajar siswa, serta dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
c. Fungsi diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis,
fisik, dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar, dan
d. Fungsi seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar
untuk menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas
proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat
dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi ada siswa. Perubahan tingkah laku
yang terjadi dibandingkan dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai
30
dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena itu, instrumen evaluasi
harus dikembangkan dari tujuan dan isi program, sehingga bentuk dan format tes
sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar, serta porsinya sesuai dengan
keluasan dan kedalaman materi yang diberikan.
Selain hal di atas, hasil evaluasi harus dianalisis dan ditafsirkan secara hati-hati
sehingga informasi yang diperoleh betul-betul mencerminkan keadaan siswa secara
objektif. Informasi yang didapat dijadikan bahan masukan untuk perbaikan proses
belajar mengajar.
F. Model Pembelajaran Langsung
1. Model Pembelajaran Langsung Tipe Direct Instruction
Model pembelajaran Direct Instruction merupakan salah satu model
pembelajaran kelompok sistem perilaku (behavior), prinsip yang dimiliki kelompok
ini adalah bahwa manusia merupakan sistem-sistem komunikasi perbaikan diri (self-
corecting communication systems) yang dapat mengubah perilakunya saat merespon
informasi tentang seberapa sukses tugas-tugas yang mereka kerjakan. Teori belajar
perilaku menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat
diobservasi. Menurut teori ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk
pemberian umpan balik dari lingkungan. Prinsip penggunaan teori perilaku ini dalam
belajar adalah pemberian penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang
diharapkan. Penguatan melalui umpan balik kepada peserta didik merupakan dasar
praktis penggunaan teori ini dalam pembelajaran.
Direct instruction dikembangkan oleh Tom Good, Jere Grophy, Carl
Bereiter, Ziggy Engleman dan Wes Becker. Menurut Bruce Joyce (2009:421),
31
beberapa keunggulan terpenting dari Direct Instruction ini adalah adanya fokus
akademik, arahan dan kontrol instruktur, harapan yang tinggi terhadap perkembangan
peserta didik, sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang cukup netral.
Model Direct Instruction ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan
yang bertahap, selangkah demi selangkah. Dengan lima tahap aktifitas; yakni
orientasi, presentasi, praktek yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan dan
praktik mandiri. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The
direct instruction model was specifically designed to promote student learning of
procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be
taught in a step-by-step fashion.”
Dua tujuan utama dari instruksi langsung adalah maksimalkan waktu belajar
siswa dan mengembangkan kemandirian dalam mencapai dan mewujudkan tujuan
pendidikan. Perilaku-perilaku guru yang tampak berhubungan dengan prestasi siswa
sesungguhnya juga berhubungan dengan waktu yang dimiliki siswa dan rating kesuksesan
mereka dalam mengerjakan tugas, yang pada gilirannya juga berhubungan erat dengan
prestasi siswa. Oleh karena itulah, perilaku yang berkaitan erat dengan instruksi langsung
memang dirancang untuk membuat sebuah lingkungan pendidikan yang berorientasi
akademik dan juga terstruktur serta mengharuskan siswa untuk terlibat aktif (dalam tugas)
saat pelaksanaan instruksi langsung. Siswa juga diharapkan dapat memperoleh rating
kesuksesan yang cukup tinggi (sekitar 80 persen) dalam tugas yang diberikan.
Istilah instruksi langsung telah digunakan beberapa penelitian untuk
merujuk pada suatu model pengajaran yang terdiri dari penjelasan guru
32
mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa. Penjelasan ini
dilanjutkan dengan meminta siswa menguji pemahaman mereka dengan
mealakukan praktik dibawah bimbingan guru (praktik terkontrol, controlled
practice), dan mendorong mereka meneruskan praktik di bawah bimbingan
guru (praktik yang dibimbing, guide practice).
Model instruksi langsung terdiri dari lima tahap aktifitas; yakni
orientasi, presentasi, praktik yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan, dan
praktik mandiri. Namun, penerapan model ini harus didahului oleh diagnosis yang
efektif mengenai pengetahuan atau skill siswa untuk memastikan bahwa mereka
memiliki pengetahuan dan skill untuk menapaki beberapa proses dan mampu
mendapatkan level akurasi praktik dalam model ini.
a. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Direct Instruction
Tahap aktifitas model pembelajaran instruksi langsung disajikan dalam lima
tahap, seperti yang ditunjukan tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Tahap-Tahap Aktifitas Model Pembelajaran Instruksi Langsung
Tahap Aktifitas Peran Guru
Tahap Pertama
Orientasi
- Guru memberikan motivasi dan apersepsi
- Guru menentukan materi pelajaran
- Guru meninjau pelajaran sebelumnya
- Guru menentukan tujuan pelajaran
- Guru menentukan prosedur pengajaran
Tahap Kedua
Presentasi
- Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru
- Guru menyajikan representasi visual atas tugas yang diberikan
- Guru memastikan pemahaman.
Tahap Ketiga
Praktik Yang
- Guru menuntun kelompok siswa dengan contoh praktik dalam
beberapa langkah
33
Terstruktur - Siswa merespon pertanyaan
- Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat
praktik yang telah benar.
Tahap Keempat
Praktik Di Bawah
Bimbingan Guru
- Siswa berpraktik secar semi-independen
- Guru menggilir siswa untuk melakuan praktik dan mengamati
praktik
- Guru memberikan tanggapan balik berupa pujian, bisikan,
maupun petunjuk.
Tahap Kelima
Praktik Mandiri
- Siswa melakuakn praktik secara mandiri dirumah atau dikelas
- Guru menunda respon balik dan memberikannya di akhir
rangkaian praktik
- Praktik mandiri dilakukan beberapa kali dalam periode waktu
yang lama.
b. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Direct Instruction
Kelemahan dari model pembelajaran disampaikan Arends (2009:314) bahwa
“Kritik utama pada model ini adalah berpusat pada guru (teacher centered) dan
terlalu menekankan teacher talk”. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis
lakukan yaitu melakukan praktik terstruktur pada materi ajar penunjukan ukuran
didapat kelemahan dari model pembelajaran ini, diantaranya:
• Perlu adanya pengawasan lebih teliti dalam memberikan instruksi dalam
pencantuman ukuran pada gambar, karena kemampuan setiap siswa dalam satu
kelompok besar (kelas) berbeda-beda.
• Perlengkapan untuk menggambar harus lengkap.
• Guru sebelumnya harus mencoba melakukan prakikum untuk menyusun
instruksi-instruksi yang akan diberikan pada siswa dan memprediksi poin-poin
yang sulit. Hal ini menyebabkan waktu melakukan persiapan lebih lama.
34
Kelebihan dari model pembelajaran ini dijelaskan oleh beberapa ahli
diantaranya:
• Arends (2008:300) menjelaskan bahwa:
“Model direct instruction dirancang secara spesifik untuk meningkatkan pembelajaran pengetahuan factual yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan secara selangkah demi selangkah dan dimaksudkan untuk membantu siswa menguasai pengetahuan prosedural yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai keterampilan sederhana maupun kompleks.”
• Model ini mendapatkan dukungan kuat dari hukum latihan (law of exercise)
yang disampaikan oleh Thorndike dalam Sanjaya, W (2007:114) bahwa
“hubungan stimulus dan repon akan semakin kuat manakala terus-menerus
dilatih atau diulang.”
• Dengan periode praktik yang bertahap dapat mempercepat proses praktikum dan
dengan waktu yang sama dengan model pembelajaran konvensional, pada
model pembelajaran direct instruction dapat melakukan praktikum lebih banyak
sehingga hasil belajar lebih baik. Seperti yang dijelaskan Joyce, B., Weil, M.,
dan Calhoun, E. (2009:426) bahwa: “periode yang singkat, intensif, dan dengan
semangat yang tinggi akan menghasilkan pembelajaran yang lebih baik
dibandingkan praktik yang sedikit dengan periode praktik yang lebih lama.”
• Penerapan model ini dapat melatih kemandirian siswa. Sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang dijelaskan Joyce, B., Weil, M., dan Calhoun, E. (2009:422)
bahwa “Dua tujuan utama dari instruksi langsung adalah memaksimalkan waktu
belajar siswa dan mengembangkan kemandirian dalam mencapai dan
mewujudkan tujuan pendidikan.”
35
2. Model Pembelajaran Langsung Tipe Explicit Instruction
Model pembelajaran langsung tipe explicit instructions adalah salah satu
pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa
yang berakitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang
terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap,
selangkah demi selangkah (Arends, 1997). Istilah lain model pembelajaran langsung
dalam Arends (2001,264) antara lain training model, active teaching model, mastery
teaching, explicit instruction.
Gambaran umum atau ciri-ciri dari model pembelajaran Pengajaran
Langsung (dalam Kardi & Nur, 200: 3) adalah sebagai berikut:
1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar.
2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran; dan 3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar
kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
Membahas masalah belajar, para pakar teori belajar pada umumnya
membedakan dua macam pengetahuan, yakni pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural (Marx & Winne, 1994, dalam Kardi & Nur, 2000: 4).
Pengetahuan Deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan
tentang sesuatu, suatu contoh pengetahuan deklaratif yaitu bahwa alat ukur adalah
alat-alat yang digunakan untuk mengetahui ukuran benda kerja. Sedangkan
pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu,
misalnya bagaimana cara menggunakan jangka sorong (vernier caliper).
Model pengajaran langsung tipe explicit instruction dirancang secara khusus
untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan
36
pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah
demi selangkah.
a. Sintaks atau Pola Keseluruhan dan Alur Kegiatan Pembelajaran
Pada model pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting.
Guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tujuan dan latar belakang
pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Fase
persiapan dan motivasi ini kemudian di ikuti oleh presentasi materi ajar yang
diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pelajaran itu termasuk
juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian
umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan
balik tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi
kehidupan nyata.
Pengajaran langsung, menurut Kardi (1997: 3) dapat berbentuk demonstrasi,
pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan untuk
menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.
Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus
seefisien mungkin sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang
digunakan. Sintaks Model pengajaran langsung disajikan dalam 5 (lima) tahap,
seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini:
37
Tabel 2.2. Tahapan-Tahapan Model Pengajaran langsung
Fase Peran Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2
Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap
Fase 3
Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
Fase 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
Fase 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
Pada fase persiapan, guru memotivasi siswa agar siap menerima presentasi
materi pelajaran yang dilakukan melalui demonstrasi tentang keterampilan tertentu.
Pembelajaran diakhiri dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk
melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada
fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu selalu mencoba
memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau
keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi kehidupan nyata.
b. Pelaksanaan Pengajaran Langsung
Sebagaimana halnya setiap mengajar, pelaksanaan yang baik model
pengajaran langsung memerlukan tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang
38
jelas dari guru selama berlangsungnya perencanaan, pada saat melaksanakan
pembelajaran, dan waktu menilai hasilnya. Beberapa diantara tindakan-tindakan
tersebut dapat dijumpai pada model-model pengajaran yang lain, langkah-langkah
atau tindakan tertentu merupakan ciri khusus pengajaran langsung.
Ciri utama unik yang terlihat dalam melakukan suatu pengajaran langsung
yaitu pengajaran langsung dapat diterapkan di bidang studi apapun, namun model ini
paling sesuai untuk mata pelajaran yang berorientasi pada penampilan atau kinerja
seperti menulis, membaca, matematika, teknik dan pendidikan jasmani. Di samping
itu pengajaran langsung juga cocok untuk mengajarkan komponen-komponen
keterampilan dari mata pelajaran sejarah dan sains. Beberapa hal yang dilakukan
sekaitan dengan tugas-tugas perencanaan, adalah: (1) Merumuskan tujuan, (2)
Memilih isi, (3) Melakukan analisis tugas, dan (4) Merencanakan waktu dan ruang.
G. Kompetensi Dasar Menggunakan Alat Ukur Dasar
Berdasarkan KTSP SMKN 6 Bandung, program mata pelajaran di SMKN 6
Bandung terdiri dari 3 golongan / kelompok yakni :
a. Mata pelajaran normatif, yaitu kelompok mata pelajaran yang berfungsi
membentuk siswa menjadi pribadi utuh yang memiliki norma-norma
kehidupan sebagai makhluk hidup maupun makhluk sosial (sebagai anggota
masyarakat atau sebagai warga negara Indonesia) maupun sebagai warga
dunia.
b. Mata pelajaran adaptif, yaitu kelompok mata pelajaran yang berfungsi dalam
membentuk siswa sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang
luas dan kuat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
39
lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
c. Mata pelajaran produktif, kelompok mata pelajaran yang berfungsi untuk
membekali siswa agar memiliki kompetensi kerja yang sesuai dengan
standar kompetensi kerja nasional indonesia (SKKNI).
Kompetensi dasar menggunakan alat ukur dasar merupakan salah satu
kompetensi dasar dalam mata pelajaran menggunakan alat ukur dasar dari tiga
kompetensi dasar yang ada. Mata pelajaran alat ukur dasar ini adalah salah satu mata
pelajaran produktif yang harus ditempuh dan dipelajari siswa kelas X Teknik
Permesinan di SMK Negeri 6 Bandung. Mata pelajaran alat ukur dasar berada di
semester ganjil. Mata pelajaran pada Tahun Ajaran 2011-2012 memiliki kode
standard kompetensi 014.KK 02 pada KTSP SMKN 6 Bandung.
Berdasarkan silabus pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
SMK Negeri 6 Bandung, kompetensi dasar ini dialokasikan waktu 22 x 45 menit
dengan indikator:
1. Mampu menjelaskan macam-macam alat ukur dasar.
2. Mampu menjelaskan cara menggunakan alat ukur dasar.
3. Mampu menggunakan alat ukur dasar sesuai fungsinya.
4. Mampu menggunakan alat ukur dasar sesuai ketelitiannya.
40
H. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Secara sederhana, PTK dapat didefinisikan sebagai sebuah investigasi
terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh
guru atau calon yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan
terhadap sebuah situasi pembelajaran. Kunandar (2010:45) mengungkapkan definisi
Penelitian Tindakan Kelas sebagai berikut :
Penelitian Tindakan Kelas dapat didefinisikan sebagai suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan (treatment) tertentu dalam suatu siklus.
Selain itu PTK juga dapat diartikan sebagai salah satu strategi penyelesaian
masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan
dalam mendeteksi dan menyelesaikan masalah. Menurut Kemmis dan Mc Taggart
dalam Kunandar (2010: 42) bahwa :
Penelitian Tindakan adalah suatu self-inquiry kolektif yang dilakukan oleh para partisipan didalam situasi sosial untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan, serta mempertinggi pemahaman mereka terhadap praktik dan situasi dimana praktik itu dilaksanakan.
Hopkins (Rochiati, 2005:12) mengemukakan bahwa, ‘PTK merupakan suatu
bentuk kajian reflektif oleh pelaku tindakan, dan PTK dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan’. Dengan demikian berdasarkan definisi diatas dapat
dikemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah studi sistematis terhadap
praktik pembelajaran di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan
kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan melakukan tindakan
41
tertentu. Langkah pelaksanaan tindakan mencakup serangkaian kegiatan yang terdiri
dari perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan
(observation) dan refleksi (reflection). Rangkaian pelaksanaan tersebut dilaksanakan
berupa proses pengkajian berdaur (cyclical) yang digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Penelitian Tindakan Menurut Kemmis dan Mc Taggart (Depdikbud, 1999 : 6)
Setelah dilakukan refleksi atau perenungan yang mencakup analisis, sintesis
dan penilaian terhadap hasil pengamatan proses serta hasil pengamatan tadi,
biasanya muncul permasalahan baru yang perlu mendapat perhatian, sehingga pada
gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang, pengamatan ulang
dan refleksi ulang. Demikian tahap-tahap kegiatan ini terus berulang sampai suatu
permasalahan dianggap teratasi.
Keempat tahap dari suatu siklus dalam PTK dapat digambarkan dengan alur
penelitian tindakan kelas, seperti ditunjukan dalam gambar berikut :
REFLEKSI I
PELAKSANAAN/ OBSERVASI
RENCANA DIREVISI
SIKLUS II
RENCANA
REFLEKSI I
PELAKSANAAN/ OBSERVASI
RENCANA DIREVISI
SIKLUS I
42
Gambar 2.2 Alur dalam PTK
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya
permasalahan yang dirasakan mengganggu atau dianggap menghalangi pencapaian
tujuan pendidikan sehingga dianggap berdampak kurang baik terhadap proses dan
hasil belajar siswa, serta implementasi suatu program sekolah. Kemudian setelah
didapatkan permasalahan kemudian dilakukan analisi dan refleksi terhadap
permasalahan yang ada untuk selanjutnya dilakukan suatu penelitian tindakan kelas.
Adapun langkah utamanya yaitu terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan, dan refleksi terhadap hasil pengamatan untuk selanjutnya dilakukan
langkah-langkah perbaikan.
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan kelas memiliki karakteristik (Depdikbud, 1999:9) yang
diantaranya :
a. Penelitian Tindakan Kelas itu situasional, yaitu berkaitan dengan mendiagnosa
masalah dalam konteks tertentu, misalnya di kelas dalam sekolah dan
Pelaksanaan Tindakan I
Perencanaan I
Siklus I Observasi I Analisis Data I Refleksi I
Permasalahan Belum Terselesaikan
Pelaksanaan Perencanaan II Siklus II
Observasi II Analisis Data II Refleksi II
Permasalahan
43
berupaya menyelesaikannya dalam konteks itu. Masalahnya diangkat dari
praktek pembelajaran keseharian yang benar-benar dirasakan oleh guru dan
atau siswanya. Kemudian diupayakan penyelesaiannya demi peningkatan mutu
pendidikan, prestasi siswa, profesi guru, dan mutu sekolahnya, dengan jalan
merefleksi diri, yaitu sebagai praktisi dalam pelaksanaan penuh keseharian
tugas-tugasnya, sekaligus secara sistematik meneliti praksisnya sendiri.
b. Penelitian Tindakan Kelas itu merupakan upaya kolaboratif antara guru dan
siswa-siswanya, yaitu suatu satuan kerja sama dengan perspektif berbeda.
Misalnya, bagi guru demi peningkatan mutu profesionalnya dan bagi siswa
peningkatan prestasi belajarnya. Bisa juga antara guru dan kepala sekolah,
kerja sama kolaboratif ini dengan sendirinya juga partisipatori, yaitu setiap
anggota tim itu secara langsung mengambil bagian dalam pelaksanaan PTK
dari tahap awal sampai tahap akhir.
c. Penelitian Tindakan Kelas itu bersifat self-evaluatif, yaitu suatu kegiatan
modifikasi praktis yang dilakukan secara kontinu, dievalusi dalam situasi yang
terus berjalan, yang tujuan akhirnya ialah untuk peningkatan perbaikan dalam
praktek nyatanya.
d. Penelitian Tindakan Kelas bersifat luwes dan menyesuaikan. Adanya
penyesuaian itu menjadikannya suatu prosedur yang cocok untuk bekerja di
kelas, yang memiliki banyak kendala-kendala yang melatar belakangi masalah
di sekolah.
e. Penelitian Tindakan Kelas terutama memanfaatkan data pengamatan dan
perilaku empirik. Penelitian Tindakan Kelas menelaah ada tidaknya kemajuan,
sementara Penelitian Tindakan Kelas dan proses pembelajaran terus berjalan,
44
informasi-informasi dikumpulkan, diolah, didiskusikan, dinilai dan guru
bersama siswanya berbuat melakukan suatu tindakan. Perubahan kemajuan
dicermati dari peristiwa-peristiwa, dari waktu ke waktu, bukan sekedar
impresionistik-subjektif, melainkan dengan melakukan evaluasi formatif
f. Keketatan ilmiah Penelitian Tindakan Kelas memang agak longgar. Penelitian
Tindakan Kelas merupakan antitesis dari desain penelitian eksperimental yang
sebenarnya. Sifat sasarannya situasional-spesifik, tujuannya pemecahan
masalah praktis. Oleh karena itu, temuan-temuannya tidak dapat digeneralisasi
secara umum. Kendali ubahan pada ubahan bebas, tidak ada. Namun dalam
pengkajian permasalahannya, prosedur pengumpulan data dan pengolahannya,
dilakukan secermat mungkin dengan keteguhan ilmiah.
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang
terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk
memecahkan masalah tetapi sekaligus untuk mencari jawaban ilmiah mengapa
hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Lebih rinci
menurut Kunandar (2010: 63), tujuan dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas
adalah sebagai berikut :
a. Untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas yang
dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang
belajar, meningkatkan profesionalisme guru dan menumbuhkan budaya
akademik dikalangan guru. Mutu pembelajaran dapat dilihat dari hasil
belajar siswa baik itu yang bersifat akademis yang tertuang dalam nilai
45
ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester
maupun yang bersifat non akademis seperti motivasi, perhatian, aktifitas.
b. Peningkatan kualitas praktek pembelajaran di kelas secara terus menerus
mengingat masyarakat berkembang secara cepat.
c. Peningkatan relevansi pendidikan, hal ini dicapai melalui peningkatan
proses pembelajaran
d. Sebagai alat training in service, yang memperlengkapi guru dengan skill
dan metode yang baru, mempertajam kekuatan analitisnya dan
mempertinggi kesadaran dirinya.
e. Sebagai alat untuk memasukkan pendekatan tambahan atau inovatif
terhadap sistem pembelajaran yang berkelanjutan yaang biasanya
menghambat inovasi dan perubahan.
f. Peningkatan mutu hasil pendidikan melalui perbaikan praktek pembelajaran
di kelas dengan mengembangkan berbagai jenis keterampilan dan
meningkatnya motivasi belajar siswa.
g. Meningkatkan sikap profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan.
h. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah.
PTK dilaksanakan demi perbaikan dan/atau peningkatan praktek
pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasarnya melekat pada
terlaksananya misi profesional pendidikan yang diemban guru. Oleh karena
itu, PTK merupakan salah satu cara strategis dalam memperbaiki dan
meningkatkan pelayanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam
konteks, dan/atau dalam peningkatan kualitas program sekolah secara
keseluruhan, dalam masyarakat yang sangat cepat berubah. Lebih jauh lagi
46
menurut Kunandar (2010:68), manfaat dilaksanakannya PTK adalah sebagai
berikut :
a. Manfaat aspek akademis adalah untuk membantu guru menghasilkan
pengetahuan yang sahih dan relevan bagi kelas mereka untuk memperbaiki
mutu pembelajaran dalam jangka pendek.
b. Manfaat praktis dari pelaksanaan PTK antara lain (1) merupakan
pelaksanaan inovasi pembelajaran dari bawah. Peningkatan mutu dan
perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan guru secara rutin
merupakan wahana pelaksanaan inovasi pembelajaran. Oleh karena itu guru
perlu selalu mencoba untuk mengubah, mengembangkan, dan
meningkatkan pendekatan, metode, maupun model pembelajaran yang
sesuai dengan kondisi dan karakteristik kelas; (2) pengembangan kurikulum
di tingkat sekolah, artinya dengan guru melakukan PTK maka guru telah
melakukan implementasi kurikulum dalam tatana praktis yaitu bagaimana
kurikulum itu dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi, sehingga
kurikulum dapat berjalan secara efektif melalui proses pembelajaran yang
aktif, inovatif, kreatif, serta menyenangkan.
I. Kaitan Model Pembelajaran Langsung Tipe Explicit Instruction Dengan
Kompetensi Dasar Menggunakan Alat Ukur Dasar
Pembelajaran langsung tipe explicit instruction dalam proses belajar adalah
suatu proses pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses
belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan
47
yang bertahap, selangkah demi selangkah yang meliputi lima tahapan; yaitu
penyampaian tujuan dan mempersiapkan siswa, mendemonstrasikan pengetahuan
dan keterampilan, membimbing pelatihan, mengecek pemahaman dan memberikan
umpan balik, memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan bimbingan
individual. Oleh karena itu, penerapan model pembelajaran langsung tipe explicit
instruction ini diharapkan bisa meningkatkan prestasi belajar siswa pada kompetensi
dasar menggunakan alat ukur dasar pada ranah kognitif. Hal ini dimungkinkan pada
setiap mata pelajaran menggunakan alat ukur dasar, siswa dipertemukan dengan
pokok-pokok bahasan pelajaran yang sulit serta penyampaian oleh guru yang kurang
dimengerti dikarenakan guru menggunakan metode pembelajaran konvensional
seperti ceramah. Dengan menggunakan model pembelajaran langsung tipe explicit
instruction dapat memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat berpikir
dalam kegiatan belajar serta dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya
pada kompetensi dasar menggunakan alat ukur dasar.
Penerapan model pembelajaran langsung tipe explicit instruction adalah
sebagai variasi model pembelajaran yang dimaksudkan untuk menggairahkan siswa
akan lebih terampil dalam mengikuti pelajaran. Antusias siswa dalam mengikuti
pelajaran akan lebih meningkat bila didukung dengan penggunaan model
pembelajaran yang tepat dan menarik minat perhatian siswa.
48
J. Pencapaian Kompetensi Dasar Dalam Satu Standar Kompetensi
Diagram pencapaian kompetensi seperti diagram dibawah ini :
Gambar 2.3 Diagram Pencapaian Standar Kompetensi Pada Program Kehlian Teknik Pemesinan
Keterangan :
Semester : 1 1 014.KK.06 Menginterpretasikan Sketsa
2 014. KK.02 Menggunakan Peralatan Pembandingan dan/atau Alat Ukur Dasar
3 014. KK.04 Menggunakan Perkakas Tangan 4 014. KK.07 Menggunakan Mesin Untuk Operasi Dasar
5 015. KK.05 Melakukan Rutinitas Pengelasan dengan Proses Las Busur Manual
Semester : 2 6 014. KK.07 Membaca Gambar Teknik
7 014. KK.03 Mengukur dengan Menggunakan Alat Ukur Mekanik Presisi
LULUSAN
018 KK-12
018 KK-18
015 KK-06
015 KK-05
014 KK-03
014 KK-02
014 KK-07
014 KK-06
014 KK-05
014 KK-04
015 KK-04
014 KK-07
014 KK-16
014 KK-06
014 KK-15
014 KK-09
014 KK-11
014 KK-10
014 KK-17
016 KK-05
016 KK-13
016 KK-06
015 KK-07
015 KK-08
018 KK-19
018 KK-13
014 KK-01
014 KK-15
014 KK-18
014 KK-17
014 KK-16
014 KK-13
014 KK-12
SISWA
BARU
KELAS X
KELAS XI
KELAS XII
49
8 014. KK.05 Menggunakan Perkakas Bertenaga/Operasi Digenggam
9 015. KK.04 Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Umum
10 015. KK.06 Mengelas dengan Proses Las Oksigen-Asetilin ( Las Karbit)
Semester : 3 11 018. KK.12 Mempersiapkan Gambar Teknik Dasar 12 014. KK.09 Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut 13 014. KK.11 Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Gerinda
14 014. KK.15 Mengeset Mesin dan Program Mesin NC/CNC (Dasar)
15 014. KK.16 Memrogram Mesin NC/CNC (Dasar)
16 016. KK.05 Menggunakan Peralatan Pemanas, Pemotongan Panas dan Gauging secara Manual
17 016. KK.13 Menggambar Bukaan/Bentangan Geometri Lanjut Benda Kerucut/Konis
Semester : 4 18 018. KK.18 Menggambar 2D degan Sistem CAD 19 014. KK.10 Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Frais 20 014. KK.06 Menggerinda Pahat dan Alat Potong 21 014. KK.17 Mengoperasikan Mesin NC/CNC (Dasar) 22 016. KK.06 Melakukan Pemotongan secara Mekanik 23 015. KK.07 Mengelas dengan Proses Las MIG (GMAW) 24 015. KK.08 Mengelas dengan Proses Las TIG (GTAW) Semester : 5 25 018. KK.13 Merancang Gambar Teknik secara Rinci 26 014. KK.12 Menggunakan Mesin Bubut (Kompleks)
27 014. KK.15 Mengeset Mesin dan Program Mesin NC/CNC (Lanjut)
28 014. KK.16 Memprogram Mesin NC/CNC (Lanjut) Semester : 6 29 014. KK.01 Melaksanakan Penanganan Material secara Manual 30 018. KK.19 Menggambar 3D degan Sistem CAD 31 014. KK.13 Mengefrais (Kompleks) 32 014. KK.17 Mengoperasikan Mesin NC/CNC (Lanjut) 33 014. KK.18 Mengoperasikan Mesin EDM
Berdasarkan keterangan diagram diatas yang menunjukan hubungan antara
kompetensi yang satu dengan kompetensi pendukung untuk menentukan pencapaian
terhadap salah satu standar kompetensi yang akan dicapai. Berdasarkan diagram di
atas dapat dijelaskan bahwa, standar kompetensi menggunakan alat ukur dasar
50
(014.KK02) merupakan dasar kompetensi kejuruan yang harus dicapai siswa untuk
menunjang kesiapan siswa dalam melakukan standar kompetensi selanjutnya.
Dalam suatu standar kompetensi menggunakan alat ukur dasar (014.KK02)
terdapat tiga jenis kompetensi dasar yang sangat menunjang dalam tahap
pencapaiannya. Kompetensi dasar tersebut terdiri dari tahapan – tahapan yang harus
dilakukan siswa dalam aktifitas materi dan praktek di kelas untuk ketuntasan
pencapaian pada standar kompetensi menggunakan alat ukur dasar. Kompetensi
dasar dan indikator – indikatornya di uraikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.3 Indikator standar kompetensi menggunakan alat ukur dasar 014.KK02
No. Kompetensi Dasar Indikator
1. Menjelaskan cara penggunaan peralatan pembandingan dan/atau alat ukur dasar
• Alat ukur dasar dijelaskan cara penggunaanya sesuai dengan fungsinya
• Alat ukur dasar dijelaskan cara pembacaannya sesuai sesuai dengan ketelitiannya
2. Menggunakan peralatan pembandingan dan/atau alat ukur dasar
• Alat ukur dasar digunakan sesuai dengan fungsinya
• Alat ukur dasar dibaca sesuai dengan tingkat ketelitiannya
3. Memelihara peralatan pembandingan dan/atau alat ukur dasar.
• Alat ukur dasar dipelihara sesuai dengan fungsinya
• Alat ukur dasar dikalibrasi sesuai dengan tingkat ketelitiannya
• Alat ukur dasar disimpan sesuai dengan fungsinya
(Sumber : Kurikulum dan silabus SMK Negeri 6 Bandung)
Kompetensi dasar yang kedua berisi mengenai menjelaskan penggunaan alat
ukur dasar, pada indikatornya terdapat teknik penggunaan alat ukur dasar sesuai
dengan fungsi dan ketelitiannya. Hal ini berhubungan dengan pola model
51
pembelajaran langsung (Explicit instruktion) yang pelaksanaannya terstruktur
dengan baik dan dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah
demi selangkah (Arends, 1997) sesuai pada pelaksanaan cara penggunaan alat ukur
dasar di kelas, dalam mengajarkan teknik pengukuran kepada siswa harus dilakukan
berdasarkan urutan pengerjaan atau tahapan – tahapannya. Sebelumnya juga siswa
diharuskan mempelajari mengenai penggunaan alat ukur dasar. Hubungan tahapan
pencapaian kompetensi dasar dari satu standar kompetensi dapat dijelaskan pada
peta kompetensi dasar sebagai berikut:
Gambar 2.4 Peta Kompetensi Dasar Dalam Satu Standar Kompetensi Menggunakan Alat Ukur Dasar (014.KK02 )
Standar
Kompetensi
014.KK02
Menggunakan Alat Ukur
Dasar
Kompetensi Dasar
014.KK02.A
Menjelaskan cara
penggunaan alat ukur
dasar
Kompetensi Dasar
014.KK02.B
Menggunakan alat ukur
dasar
Kompetensi Dasar
014.KK02.C
Memelihara alat ukur
dasar.
52
K. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian
dilaksanakan oleh karena itu rumusan pertanyaan:
1. Apakah melalui penerapan model pembelajaran langsung tipe Explicit
Instruction dapat meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar siswa
khususnya pada kompetensi dasar menggunakan alat ukur dasar?