PENGANGGARAN PERUSAHAAN
ANGGARAN BREAK EVEN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENGANGGARAN
PERUSAHAAN
KELAS E
KELOMPOK 1
KARINA ASTRID ANASTASIA 2009210196
AGNISA SAHRUL RIFFIANTO 2012210007
ADE ANANDRA 2012210021
CINTYA RESTU DESTIANATA 2012210026
ISMAWATI 2012210051
STIE PERBANAS SURABAYA
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Penganggaran
Perusahaan di semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 ini dalam bentuk makalah
dengan judul “Anggaran Break Even” ini dengan sebaik mungkin.
Makalah ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa bimbingan dan
berbagai pengetahuan yang diberikan oleh dosen pengajar kami. Ucapan terima
kasih juga kami sampaikan pada beliau atas budi baik dan jasa-jasanya dan tidak
lupa juga pada rekan-rekan yang telah memberi dukungan dan semangat pada
kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan juga kepada para pembaca pada umumnya.
Surabaya, 3 Desember 2014
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................…i
I.......................................................................Pengertian Dan Konsep Analisa BEP..................................................................................................................................2
II..............................................................................................Manfaat Analisa BEP..................................................................................................................................3
III..........................................................................Asumsi Dari Analisa Break Even..................................................................................................................................3
IV.....................................................................Cara Penentuan Tingakt Break Even..................................................................................................................................4
1......................................Akibat Perubahan Asumsi Terhadap Tingkat Break Even..................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
1
BAB I
I. Pengertian Dan Konsep Analisa BEP
Break even dipakai biamana suatu perusahaan hanya mampu menutup
biaya produksi dan biaya usaha yang diperlukan dalam menjalankan kegiatannya.
Dengan demikian pengertian break even adalah suatu keadaan dimana
penghasilan dan penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik bersifat
variabel maupun yang bersifat tetap. dengan kata lain keadaan break even
menunjukkan jumlah laba sama dengan nol atau bahwa penghasilan total sama
dengan biaya total.
Analisa ini juga mampu menujukkan bagaimana jumlah keuntungan yang
diperoleh akan berubah bilamana terjadi perubahan pada salah satu atau lebih dari
faktor-faktor berikut ini.:
a. Harga jual produk: naik atau turunnya harga jual akan berpengaruh
terhadap penghasilan dari penjualan.
b. Jumlah unit yang terjual: juga perubahan dari jumlah unit terjual akan
secara langsung mempengaruhi penghasilan penjualan
c. Biaya produksi dan/atau biaya usaha: yang terakhir ini akan
mempengaruhi biaya keseluruhan yang harus diperhitungkan terhadap
hasil penjualan.
Oleh karena laba adalah selisih antara penghasilan atau biaya dengan keseluruhan
biaya, maka perubahan dari penghasilan atau biaya dengan sendirinya akan
mempengaruhi laba yang diperoleh. Oleh karena itu analisa break even sering
juga disebut sebagai analisa Cost – Profit- Volume (Analisa C.P.V).
2
II. Manfaat Analisa BEP
Karena anggaran perusahaan adalah alat bantu manajemen di bidang
perencanaan dan pengawasan, maka penggunaan alat BEP dalam system
penggangaran harus menggunakan data anggaran.Degan demikian tingkat break
even yang dihasilkan akan merupakan perkiraan break even untuk waktu yang
akan datang dihasilkan akan merupakan perkiraan break even waktu yang akan
datang.
kegunaan BEP yang dianggarkan adalah:
a. Untuk memberikan gambaran tentang batas jumlah penjualan minimal
yang harus diusahakan agar perusahaan tidak menderita kerugian,
sehingga volume penjualan dapat direncanakan.
b. Untuk menentukan jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh pada
persyaratan tertentu, misalnya penjualan yang memberikan sejumlah laba
tertentu. jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh akan sama dengan
jumlah penjualan pada keadaan break even ditambah sejumlah penjualan
lain yang diperlukan untuk memperoleh laba yang dimaksud.
III. Asumsi Dari Analisa Break Even
Asumsi break even membutuhkan asumsi tertentu sebagai dasarnya, antara
lain:
a. Bahwa biaya pada berbagai tingkat kegiatan dapat diperkiraakan
jumlahnya secara tepat. Dengan demikian perubahan tingkat produksi
dapat dijabarikan menjadi perubahan tingkat biaya.
b. Biaya tersebut dapat dipisahkan antara biaya variable dengan dan biaya
mana yang merupakan beben tetap. Analisa break even hanya dapat
dihitung bilamana sebagian biaya merupakan beban tetap.
c. Tingkat penjualan sama dengan tingkat produksi.
d. Harga jual produk perusahaan pada berbagai tingkat penjualan tidak
mengalami perubahan.
3
e. Efisienssi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan juga tidak berubah,
sehingga biaya variable tiap unit produk sama untuk berbagai volume
produksi.
f. Tidak terdapat perubahan pada berbagai kebijakan pimpinan yang secara
langsung berpengaruh terhadap beban tetap keseluruhan. Dengan demikian
biaya tetap keseluruhan juga tidak berubah.
g. perusahaan dianggap seakan-akan hanya menjual satu macam produk
akhir.
dalam kenyataan asumsi diatas tidak dapat dipenuhi sehingga diperlukan suatu
modifikasi tertentu dalam penggunaannya.
IV. Cara Penentuan Tingakt Break Even
Terdapat tiga cara pendekatan yang dapat dipakai dalam menghitung
tingkat Break Even perusahaan untuk suatu periode, yaitu:
1. Pendekatan secara Tabelaris, yaitu dengan cara menghitung jumlah
penghasilan dan biaya pada berbagai tingkat atau volume
penjualan/produksi.
2. Pendekatan secara Grafis, yaitu dengan menggambar kurva penghasilan,
biaya tetap, dan biaya total pada berbagai tingkat penjualan/produksi.
3. Pendekatan secara Arithmatik, yaitu dengan menggunakan rumus berikut
ini:
a. Pendekatan total:
4
Break Even = TFC
(1 – TVC/TR)
Break Even = Total Biaya Tetap
(1 – Total Biaya Variabel/ Total Penghasilan
Penjualan)
b. Pendekatan per unit:
Data: rencana penjualan perusahaan
PENJUALAN DIANGGARKAN 200.000 UNIT@25 = 5.000.000
Biaya Fixed Variabel
Material - 900.000
Tkl - 1.000.000
Bop 700.000 300.000
Bi. Asuransi 600.000 100.000
Bi. Penjualan 500.000 300.000
Total 1.800.000 2.600.000
total biaya = 4.400.000
laba dianggarkan = 600.000
kapasitas produksi maksimal = 250.000 unit
Pendekatan secara Tabelaris: atas dasar diatas dapat diketahui bahwa:
harga jual per unit Rp 25
biaya variable per unit produk Rp 13 (2.600.000/200.000 unit)
beban tetap produksi maupun biaya usaha keseluruhann berjum;ah Rp
1.800.000
bedasarkan data diatas dapat dibuat perkiraan laba pada berbagai tingkat produksi/
penjualan seperti berikut:
5
Break Even = TFL
Harga Jual/unit – Biaya Variabel/unit
PRODDUKSI/PENJUALAN (dalam ribuan rupiah)
Tingkat prod. 100.000 125.000 150.000 200.000
Penghasilan 2.500 3.125 3.750 5.000
VC 1.300 1.625 1.950 2.600
FC 1.800 1.800 1.800 1.800
TC 3.100 3.425 3.750 4.400
Laba anggaran (600) (300) 0 600
Pada tingkat penjualan terendah (100.000 unit atau rp 2.500.000) perusahaan akan
menderita kerugian rp 600.000 dan pada tingkat penjualan tertinggi (200.000 unit
atau rp 5.000.000) akan memperoleh keuntungan rp 600.000. Volume bep akan
dicapai pada tingkat penjualan sebesar 150.000 unit atau penghasilan penjualan
sebesar rp 3.750.000 pada tingkat mana penghasilan keseluruhan (tr) sama dengan
biaya keseluruhan (tc). Sehingga pada tingkat tersebut laba perusahaan sama
dengan nol. Dengan demikian volume Break Even dicapai pada tingkat penjualan
75% dari volume penjualan yang dianggarkan, yaitu berasal dari perhitungan:
150.000 unit/200.000 unit atau Rp 3.750.00/ Rp 5.000.000.
dengan kata lain angka 25% ini menunjukkan batas maksimal turunnya penjualan
yang dapat ditolelir untuk dapat mencegah terjadinya kerugian atau disebut juga
Margin Of safety atau margin pengaman.
1. Pendekatan secara Grafis:
6
Safety Margin = 1 – Unit Break Even
Unit Yang Dianggarkan
Safety Margin = Unit Yg Dianggarkan – Unit Break Even
Unit Yang Dianggarkan
Dengan menggunakan sumbu X sebagai petunjuk volume kegiatan dan
sumbu Y menunjukkan nilai rupiah dari penghasilan dan biaya, maka titik
break even akan diketahui dari perpotongan antara kurva penghasilan
keseluruhan dengan biaya keseluruhan (TR = TC). Grafik Break Even dapat
dibuat dengan meletakkan garis biaya total di atas garis biaya tetap total atau
diatas garis biaya variable
Dimana:
Sumbu x merupakan unit yang diproduksi
Sumbu y merupakan total penerimaan.
Cara penggambaran di sebelah kanan lebih tepat karena menunjukkan bahwa
biaya variabel-lah yang lebih relevan untuk ditutp terlebih dahulu sebelum
penghasilan penjualan itu digunakan untuk menutup biaya tetap. Hal tersebut
karena biaya tetap merupakan biaya yang sudah terlanjur (sunk cost)
Pendekatan secara arithmatik
Break even dapat diketahui dengan memasukkan data anggaran sebagai berikut:
a. Atas dasar keseluruhan:
7
BE = 1.800.0001 – 2.600.000
5.000.000atau Rp 3.750.000 atau 150.000 unit
Atas dasar per unit produk:
rumus BE keseluruhan akan menghasilkan perhitungan BE dalam rupiah, sedang
analisa per unit produk menghasilkan BE dalam jumlah fisik produk:
bagian dari rumus BEP secara keseluruhan yang berupa:
TFV/TR = 2.600.000/5.000.000 = 0.52 ATAU 52%
1. Akibat Perubahan Asumsi Terhadap Tingkat Break Even
Berbagai perubahan yang mungkin terjadi antara lain :
(a) Kenaikan dalam harga jual produk dengan 10% sedang data lainnya tidak
berubah. Maka tingkat break even yang baru adalah :
Kenaikan harga jual akan berakibat turunnya Variabel Cost ratio dari 52%
menjadi tinggal 47,3%. Sehingga bagian penghasilan yang tersedia untuk
menutup biaya tetap menjadi lebih besar (dari 48% menjadi 52,7%). Oleh
karena itulah break even dicapai pada tingkat penjualan yang lebih rendah.
(b) Biaya variabel naik dengan 10%, sedang data lainnya tidak berubah. Break
even yang baru menjadi :
Meningkatnya biaya variabel mengakibatkan meningkatnya Variabel Cost
ratio menjadi 57,2%. Sehingga beban biaya tetap sekarang dirasakan lebih
8
BE = 1.800.000
25 -13
= 150.000 unit
berat dan break even baru dicapai pada tingkat 84,1% dari penjualan yang
dilanggarkan.
(c) Biaya tetap keseluruhan naik dengan 15% karena naiknya gaji atau biaya
penyusutan.
Break even yang baru menjadi :
Meningkatnya biaya tetap tanpa diimbangi dengan penghematan pada jenis
biaya yang lain, atau meningkatnya penghasilan, jelas akan mengakibatkan
naiknya volume break even menjadi 86,2% dari penjualan yang dianggarkan.
(d) Pemerintah menaikkan harga BBM dengan 50%, sehingga mengakibatkan
- Naiknya biaya variabel dengan 10%
- Naiknya biaya tetap dengan 15%
- Peningkatan harga jual produk dengan 20%
- Penurunan jumlah yang laku terjual dengan 12%
Maka volume break even yang baru menjadi :
Pengaruh gabungan dari berbagai perubahan itu mengakibatkan
meningkatnya Break Even dalam nilai rupiah (dari Rp. 3.750.000,- menjadi
Rp. 3.955.665,-), namun karena harga jual juga dinaikkan maka BE dalam
unit malah turun dengan 18.145 unit (dari 150.000 unit menjadi 131.855
unit). Dengan demikian pada kasus ini berbagai perubahan membawa
pengaruh positif bagi perusahaan.
9
UNIT500.172
(e) Perusahaan selain memperoleh laba dari sumber kegiatan yang utama,
ternyata juga memperoleh pendapatan lain (sampingan) yang bernilai Rp.
300.000,- setahun.
Akibatnya terhadap perhitungan BE adalah :
Adanya sumber pendapatan non operasi ternyata mempunyai pengaruh positif
bagi perusahaan, yaitu dengan menurunnya BE dengan Rp. 625.000,-.
Dengan adanya pendapatan lain berarti beban biaya tetap disumbang tidak
saja dari sumber yang biasa, melainkan juga dari sumber non operasi.
(f) Adanya kerugian non operasi justru menambah beban bagi perusahaan.
Dalam contoh ini dilukiskan adanya kerugian non operasi sebesar Rp.
100.000,-. Akibatnya terhadap volume BE :
(g) Bilamana perusahaan menjual dua macam produk yakni A dan B yang
berbeda dalam harga jual per unit maupun biaya variabel per unit. Namun
kedua produk itu dihasilkan dengan mesin yang sama, sehingga pembebanan
biaya tetap terhadap masing-masing jenis produk tidak mungkin dilakukan
tanpa perhitungan yang masak. Datanya dirubah menjadi seperti berikut.
PRODUK A PRODUK B KESELURUHAN
PENJUALAN 10.000 8.000
@ 20 200.000 @ 25 200.000 400.000
BIAYA : VC 125.000 120.000 245.000
CONTR. MARGIN 75.000 80.000 155.000
TFC ……………………………………………... 50.000
LABA DIHARAPKAN ……………………………………… 105.000
10
Terhadap data penjualan di atas dilakukan dua macam perhitungan break
even, yakni :
a. Break even perusahaan secara keseluruhan.
b. Break even untuk masing-masing produk yang dihasilkan.
Dengan menggunakan data di atas diperoleh perhitungan break even
sebagai berikut :
BE KESELURUHAN
BE/PRODUK A
BE/PRODUK B
Perhitungan ini didasarkan pada anggapan bahwa sales mix dipethankan
tetap, baik sales mix sesuai rencana penjualan maupun sales mix perhitungan
break even. Sales mix tersebut adalah :
Anggaran penjualan = A : B = 10.000 : 8.000 = 5 : 4
Break even = A : B = 3.233 : 2.580 = 5 : 4
(h) Keadaan dimana jumlah yang dijual tidak sama dengan jumlah yang
dihasilkan. Dalam situasi seperti ini timbul masalah dalam pembebanan biaya
tetap, khususnya biaya tetap dari harga pokok pabrik atau harga pokok
produksi. Masalahnya adalah apakah produk yang tidak terjual juga dibebani
dengan biaya tetap produksi, ataukah seluruh beban biaya tetap produksi
seluruhnya menjadi beban produk yang terjual saja.
Khusus untuk biaya usaha yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya
administrasi, umumnya semua pihak sepakat untuk hanya membebankannya
pada produk yang terjual saja.
Untuk menyelesaikan masalah ini terbuka dua macam pendekatan, yakni :
1. DENGAN METODA FULL COSTING (BIAYA PENUH)
2. DENGAN METODA DIRECT COSTING (BIAYA VARIABEL)
11
Pendekatan full costing menyatakan bahwa bagian dari produksi yang tidak
terjual harus dibebani baik dengan biaya variabel maupun dengan biaya tetap
(full cost = FC + VC). Sedangkan pendekatan Variabel Costing menyatakan
bahwa bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani dengan biaya
variabel saja. Sedangkan biaya tetap produksi seluruhnya menjadi beban
produk yang terjual.
Bila diberikan ilustrasi di mana penjualan hanya meliputi 90% dari volume
yang dihasilkan, maka secara teoretik kedua pendekatan itu dapat disuguhkan
dalam bentuk skema berikut ini.
PEMBEBANAN BIAYA TETAP MENURUT METODA FULL COSTING
YANG TERJUAL (90%) TAK TERJUAL (10%)
VC FC VC FC
(1) MAT & TKL 90% - 10% -
(2) BOP : VARIABEL 90% - 10% -
FIXED - 90% - 10%
(3) BIAYA USAHA :
VARIABEL 100% - - -
FIXED - 100% - -
Dengan cara full costing maka 10% dari bagian produksi yang tidak terjual
akan memperoleh alokasi biaya produksi sebesar 10% baik yang berujud
biaya variabel maupun biaya tetap.
Sedang skema teoretik dari pendekatan variabel Costing/Direct Costing
adalah sebagai berikut :
PEMBEBANAN BIAYA TETAP DENGAN METODA DIRECT
COSTING, YANG TERJUAL (90%) TAK TERJUAL (10%)
VC FC VC FC
(1) MATERIAL 90% - 10% -
(2) TKL 90% - 10% -
(3) BOP : Variabel
FIXED
90%
-
-
100%
10%
-
-
-
12
(4) BIAYA USAHA :
VAR 100% - - -
FIXED - 100% - -
Dengan demikian bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani
dengan 10% biaya produksi variabel saja.
Data yang digunakan untuk memberikan ilustrasi pendekatan ini adalah
sebagai berikut :Rencana Penjualan, dalam ribuan rupiah.
13
PENJUALAN DIANGGARKAN 90.000 unit @2.000 = 180.000
BIAYA DIANGGARKAN PADA 100.000 unit
- BIAYA PRODUKSI fixed = 80.000
BIAYA PRODUKSI variabel = 60.000
140.000
- BIAYA 10% YANG TERJUAL = 14.000
BIAYA PRODUKSI YANG TERJUAL = 126.000
- LABA KOTOR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . = 54.000
- BIAYA USAHA : fixed = 10.000
variabel = 9.000
= 19.000
LABA SEBELUM PAJAK . . . . . . . . . . . . . = 35.000
Break even point dengan pendekatan Full Costing menghasilkan perhitungan:
Atau
Perhitungan Break even dengan metoda Full Costing ini akan
menghasilkan harga pokok per unit dari persediaan yang tidak terjual sebesar:
= VC / unit + FC / unit
= Rp. 600 + Rp. 800
= Rp. 1.400,-
Break even point dengan pendekatan Direct Costing / Variable Costing
akan memberikan hasil perhitungan :
14
Metoda Full Costing ternyata menghasilkan break even yang lebih rendah
(63.077 unit) dibanding break even dengan metoda Direct Costing (69.23)
unit).
Harga pokok per unit dari persediaan yang tidak terjual adalah
= VC / unit
= Rp. 600,-
Ternyata harga pokok per unit untuk persediaan yang tidak terjual lebih tinggi
pada metoda Full Costing (Rp. 1.400,-) dibanding dengan metoda Direct
Costing (Rp. 600,-)
15
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan Adisaputro. 2010. Anggaran Perusahaan. Yogyakarta. BPFE UGM
M. Nafarin. 2004. Penganggaran Perusahaan. Edisi Revisi. Jakarta. Salemba
Empat
Y. Supriyanto. 1995. Anggaran Perusahaan: Perencanaan dan Pengendalian Laba.
Yogyakarta. BP STIE YKPN
www.academia.edu
16