6
6 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1.Konsep Manhours dan Manpower
Manhours adalah jumlah jam kerja yang diperlukan atau dibutuhkan atau
dihabiskan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Project Manhours adalah
jumlah jam kerja yang diperlukan atau dibutuhkan atau dihabiskan untuk
menyelesaikan suatu project. Project adalah suatu pekerjaan yang harus dapat
diselesaikan dengan waktu yang sudah ditentukan, kapan dimulai, dan kapan
selesai.
Manpower adalah jumlah tenaga kerja atau karyawan yang terlibat
dalam penyelesaian suatu project ( PT.G dan Sub Cont ). Direct Manpower adalah
karyawan yang secara langsung bekerja untuk menghasilkan suatu product untuk
menyelesaikan suatu project atau disebut sebagai production. Indirect Manpower
adalah karyawan yang secara tidak langsung bekerja untuk menyelesaikan suatu
project, sering juga disebut sebagai supporting atau non production.
Tujuan dari perhitungan Man Hours Ratio adalah sebagai alat kontrol
produktivitas di lapangan produksi.
Ratio Actual = (2.1)
dengan ketentuan sebagai berikut:
• Bila MHR Ratio > 1 maka produktivitas tidak efisien (loss manhours).
• Bila MHR Ratio ≤ 1 maka pekerjaan masih dalam keadaan efisien.
Fungsi dari perhitungan Man Hours Ratio ini adalah sebagai tindak
lanjut dari departemen terkait untuk melakukan evaluasi mengenai berhasil
tidaknya target yang akan dicapai oleh PT. Gunanusa Utama Fabicator (normal
Man Hours Ratio = 1).
Langkah-langkah dalam perhitungan Man Hours Ratio (teori
berdasarkan referensi dari PT. Gunanusa Utama) adalah:
7
Universitas Kristen Petra
1. Di setiap yard department terdapat supervisor yang selalu menginputkan
hasil dari manhours para pekerja secara online dan tertulis dari yard,
data yang diinputkan disebut daily time sheet.
2. Data kemudian masuk ke database pada quantity surveyor dan
production cost control yang kemudian akan menginputkan data yang
ada ke dalam suatu tabel perhitungan.
3. Pengisian time sheet kosong dari HRD, dilakukan oleh setiap
administrasi atau petugas yang ditunjuk Labour Mix masing-masing.
4. Labour mix terdiri dari Sub Department Structural, Pipe Fitter, Pressure
Vessel, Instrument, Electrical, Blasting Painting, Welding, Rigging,
Direct YF.
5. Untuk panduan pengisian time sheet, setiap administrasi Labour Mix
mendapat photo copy Data Control System setiap project yang sedang
berjalan yang disiapkan oleh scheduling melalui PCC.
Weekly Manhours Report (PTG&SUB CONT) terdiri dari:
1. Labour Mix, yang terdiri dari:
• Dicipline Craft, berisi elemen:
a. Structure
b. Pipe Fitter
c. Pipe Vessel
d. Yard School
e. Instrument
f. Electrical
g. Blasting Painting
• Welding
• Rigger
• Direct Yard Field
• Other
2. Plan Man Hours
3. Actual Progress (%)
4. Ratio Actual Estimate.
8
Universitas Kristen Petra
2.2. Landasan Teori Produksi.
2.2.1 Pengukuran Waktu Kerja
Sutalaksana (1979) menyatakan aktivitas penelitian kerja terbagi atas dua
yaitu penelitian metode atau gerakan kerja (motion study) dan pengukuran waktu
kerja (time study atau work measurement). Motion study merupakan aktivitas
penelitian kerja yang membuat teknik-teknik kerja sehingga operator merasa
nyaman terhadap pekerjaan tersebut. Teknik-teknik yang dikembangkan secara
multi disiplin artinya dengan menggunakan dan memadukan berbagai ilmu seperti
statistik, ergonomi, psikologi dan sosiologi. Sedangkan time study merupakan
aktivitas penelitian kerja yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu,
pengukuran tenaga yang dibutuhkan untuk penyelesaian kerja. Mengukur waktu
sangat berkaitan dengan penggunaan stopwatch dan penentuan performance
rating operator.
Pengukuran waktu kerja dimaksudkan untuk memperoleh metode
alternatif pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif
dan efisien dalam hal waktu pengerjaan. Waktu baku merupakan waktu yang
dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan di dalam proses pengukuran waktu kerja,
kelonggaran waktu juga telah di perhitungkan berdasarkan situasi dan kondisi
pekerjaan sehingga dari hasil perhitungan kita dapat membuat jadwal kerja yang
berfungsi untuk menyatakan lama suatu kegiatan itu berlangsung dan membuat
waktu standart. Waktu baku mempunyai kegunaan sebagai berikut:
- Perencanaan kebutuhan tenaga kerja
- Perkiraan biaya-biaya untuk upah karyawan
- Penjadualan produksi dan penganggaran
- Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif
- Perkiraan output yang dihasilkan oleh seorang pekerja.
- Menyeimbangkan lintasan produksi (the balancing of production lines).
Pengukuran waktu kerja dilakukan secara langsung dengan mengamati
operator di lapangan, sehingga data yang diperoleh merupakan observed time.
Metode yang digunakan ini dikenal dengan dengan Metode Jam Henti, yang dapat
diaplikasikan pada pekerjaan yang berulang-ulang dan berlangsung dalam waktu
9
Universitas Kristen Petra
yang singkat. Hasil pengukuran yang dilakukan akan menghasilkan waktu baku
yang dapat dijadikan sebagai waktu standar bagi semua pekerja, jika diberikan
faktor kinerja operator (performance) dan kelonggaran (allowance) bagi operator.
Alat yang digunakan untuk mengambil data adalah stopwatch, alat tulis (pensil
atau pena) dan kertas untuk mencatat. Langkah-langkah pengolahan data adalah
sebagai berikut:
1. Uji Kenormalan Data
Pada awal pengolahan data, terlebih dahulu diuji apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Apabila ada data yang tidak berdistribusi normal maka data
tersebut dibuang. Uji kenormalan dapat dilakukan dengan menggunakan
software MINITAB dengan menggunakan Stat Basic Statistics
Normality Test.
Dengan H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Apabila P-Value yang diperoleh lebih besar dari α maka gagal tolak H0, tetapi
bila nilai P-Value lebih kecil dari α maka tolak H0. Nilai α yang digunakan
dalam pengolahan data ini adalah 5%, dengan pertimbangan dengan nilai 5%
data yang diperoleh akan lebih akurat.
2. Uji Keseragaman Data
Langkah selanjutnya dalam pengolahan data adalah pengujian apakah data
yang digunakan sudah seragam atau tidak. Apabila ada data yang berada di
luar batas UCL (Upper Control Limit) dan LCL (Lower Control Limit), maka
data tersebut merupakan data yang tidak seragam, sehingga harus dibuang. Uji
keseragaman dapat dilakukan dengan menggunakan software MINITAB
dengan menggunakan Stat Control Charts X bar
Pada pengukuran data, pasti terjadi variasi pengukurannya. Variasi atau
penyimpangan yang terjadi adalah wajar selama penyebab penyimpangan
dapat diterima dalam batas kewajaran, dengan kata lain data harus seragam.
Uji keseragaman data ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh sudah dalam keadaan terkendali atau belum. Data dapat dikatakan
seragam jika berada di antara batas-batas-batas control yang ditetapkan yaitu
BKA dan BKB, sedangkan jika data berada di luar BKA dan BKB maka data
10
Universitas Kristen Petra
tersebut tidak terkendali dan data yang di luar BKA dan BKB harus dibuang
dan dilakukan uji keseragaman data lagi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung BKA dan BKB menurut Sutalaksana (1979) adalah:
BKA = x + k σ (2.2)
BKB = x - k σ (2.3)
Dimana:
BKA = Batas kontrol atas
BKB = Batas kontrol bawah
X = Rata-rata waktu kerja
k = Nilai indeks yang besarnya tergantung
tingkat kepercayaan yang digunakan
αx = Standar deviasi
3. Uji Kecukupan Data
Untuk menguji kecukupan data, digunakan rumus:
Jika N < 30 maka: 2.'
.s tNk x
⎛ ⎞= ⎜ ⎟⎝ ⎠
(2.4)
dimana:
N = data yang diambil
N' = jumlah data yang diperlukan
s = standar deviasi
t = distribusi t pada α/2, dengan v = N-1
k = prosentase penerimaan X bar = α
X bar = rata-rata
Jika N >= 30 maka:
='N( )
222
i i
i
k N X Xs
X
⎛ ⎞−⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠
∑ ∑∑
(2.5)
dimana:
N = jumlah data yang diambil
N' = jumlah data yang diperlukan
11
Universitas Kristen Petra
s = standar deviasi
Z = distribusi normal pada α/2 , dimana nilai Z nya = 0.987
Xi = data yang diambil
α = tingkat kesalahan 1 = 0.05
Jika N ≥ N' berarti data yang diambil sudah cukup.
Pada prinsipnya data waktu baku berisi waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diukur pada waktu yang lalu, sehingga
bila pekerjaan tersebut diulang (sebagian atau seluruhnya), waktu standar untuk
menyelesaikan sudah diketahui
Keuntungan:
• Menghemat waktu.
• Pengukur yang diperlukan tidak sebanyak metode langsung.
• Pengukur dengan mudah dapat menaksir berapa waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
• Pengukuran dapat dilakukan tanpa harus berada di tempat pekerjaan
berlangsung.
Langkah-langkah:
1. Menguraikan pekerjaan ke dalam elemen-elemen pekerjaan. Semakin kecil
elemen yang diuraikan, pemakaian data waktu baku akan semakin luas.
2. Pemilihan faktor-faktor yang berpengaruh pada pekerjaan. Untuk
mengetahui faktor yang member pengaruh berarti, dapat dilakukan dua
jenis pengujian:
a. Faktor-faktor diuji sebelum semua faktor tersebut dihubungkan dengan
waktu yang dibentuknya.
b. Pengujian dilakukan setelah semua faktor dihubungkan dengan
besaran yang mempengaruhinya.
3. Pengukuran untuk pembentukan data waktu baku. Hal yang diperhatikan:
a. Penentuan interval dan tingkat harga yang diukur.
b. Tetapkan cara mengumpulkan data yang baik, dapat dibantu dengan
aturan-aturan dari perancangan percobaan. Hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain penentuan tingkat pengukuran, kualitatif,
12
Universitas Kristen Petra
atau kuantitatifnya faktor-faktor yang berpengaruh, penentuan model
pengukuran.
4. Pengujian dalam bentuk persamaan:
a. Pertimbangkan ketelitian dan kemudahan dalam pemakaiannya.
Bentuknya antara lain: aljabar, grafis, tabel.
b. Jika karena terlalu kecilnya waktu elemen yang diukur secara
terpisah, maka dapat dilakukan pengukuran secara berkelompok dan
kemudian secara matematis dicari waktu untuk setiap elemen.
Metode pengukuran waktu baku yang digunakan: metode Westing House.
Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja
dengan melihat tempo atau kecepatan dari operator, maka diperlukan perhitungan
waktu normal dengan rumus sebagai berikut:
Waktu normal (Wn) = Ws x p (2.6)
Keterangan:
Ws = waktu siklus atau waktu rata-rata setiap operasi
p = faktor penyesuaian (performance rating)
Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dalam kondisi waktu yang baku yaitu dengan
memperhitungkan kelonggaran untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Rumus
yang digunakan untuk menghitung waktu baku/waktu standart yaitu:
Waktu baku (Wb) = Waktu Normal (Wn) x )%100(
%100allowance−
(2.7)
Sedangkan Rumus Output Baku yaitu:
1OutputBakuW aktuBaku
= (2.8)
Secara singkat langkah-langkah penentuan waktu normal dan kapasitas baku
dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
13
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.1. Skema Penentuan Waktu Normal dan Kapasitas Baku
LANGKAH PERSIAPAN- Pilih dan definisikan pekerjaan yang akan diukur dan akan ditetapkan waktu standarnya.
- Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada supervisor/pekerja.- Pilih operator dan catat semua data yang berkaitan dengan sistem operasi kerja yang akan
diukur waktunya.
ELEMENTAL BREAKDOWNBagi siklus kegiatan yang berlangsung ke dalam elemen-elemen kegiatan sesuai dengan
aturan yang ada.
PENGAMATAN DAN PENGUKURAN- Laksanakan pengamatan dan pengukuran waktu sejumlah N pengamatan untuk setiap
siklus/elemen kegiatan (X1, X2, ..., Xn).- Tetapkan performance rating dari kegiatan yang ditunjukkan operator.
( )2
22i i
i
k N X Xs
X
⎛ ⎞−⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠
∑ ∑∑
CHECK KESERAGAMAN DAN KECUKUPAN DATA- Keseragaman data : * Common sense (subyektif) * Batas-batas kontrol ± 3 S. D.- Kecukupan data :
N' =
N' < N
Waktu normal = waktu observasi rata-rata x performance rating
100%tan ( / )100% %
Waktu s dar waktu normal jam unitallowance
= ×−
1tan ( / )tan
Output s dar unit jamwaktu s dar
=
Buang data ekstrim N' = N + n
Yes
No
14
Universitas Kristen Petra
2.2.2. Pengukuran Waktu Baku dengan Metode Jam Henti
Kegunaan dari waktu baku antara lain:
• Perencanaan kebutuhan tenaga kerja.
• Perkiraan biaya-biaya untuk upah karyawan.
• Penjadualan produksi dan penganggaran.
• Perencanaan sistem pemberian bonus dan incentive.
• Menunjukkan keluaran yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
Ada beberapa teknik dalam pengukuran kerja, antara lain adalah:
a) Langsung pengukuran dilakukan dimana pekerjaan yang diukur dijalankan.
Jam henti (stopwatch)
Pengukuran dengan stopwatch dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
Continuous timing pengamat kerja menekan tombol stopwatch pada
saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan stopwatch berjalan
terus menerus sampai siklus kerja selesai berlangsung
Repetitive timing / Snapback method jarum penunjuk stopwatch
akan selalu dikembalikan (snapback) lagi ke posisi nol pada setiap
akhir dari elemen kerja yang diukur sehingga kita dapat secara
langsung mengetahui variasi data waktu selama proses kerja
berlangsung untuk setiap elemen kerja
Accumulative timing digunakan dua atau lebih stopwatch yang
akan bekerja secara bergantian. Misal jika stopwatch 1 dihentikan,
stopwatch 2 akan mulai berjalan dan stopwatch 3 ke posisi nol
Sampling pekerjaan
b) Tak langsung perhitungan waktu kerja tanpa pengamatan harus
ditempatkan pekerjaan yang diukur.
Data waktu baku.
Data waktu gerakan.
Pada pengumpulan data kali ini untuk data awal pembuatan simulasi,
digunakan metode jam henti, dimana metode yang digunakan adalah metode
continuous dan snapback.
15
Universitas Kristen Petra
2.2.2.1 Performance Rating
Faktor penyesuaian digunakan untuk menormalkan waktu kerja yang
diperoleh dari hasil pengamatan. Untuk penyesuaian tersebut waktu siklus hasil
pengamatan akan dikalikan dengan nilai dari penyesuaian yang telah ditentukan
terlebih dahulu. Adapun faktor penyesuaian yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Apabila operator dinyatakan bekerja terlalu cepat, yaitu bekerja di atas batas
kewajaran (normal), maka rating faktor ini akan lebih besar dari satu (p > 1
atau p > 100%)
2. Apabila operator bekerja terlalu lambat, yaitu bekerja dengan kecepatan di
bawah kewajaran (normal, maka rating faktor akan bernilai lebih kecil dari
satu (p < 1 atau p < 100%)
3. Apabila operator bekerja dalam keadaan normal atau secara wajar, maka
rating yang digunakan adalah sama dengan satu. (p = 1 atau p = 100%)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya nilai
faktor penyesuaian (performance rating). Salah satu yang sering digunakan adalah
metode Westinghouse System’s Rating. Metode ini diperkenalkan pertama kali
oleh Westinghouse Company pada tahun 1927. Metode ini diangap lebih lengkap
dari metode sebelumnya yang diperkenalkan oleh Charles E. Bedaux pada tahun
1916.
Metode Westinghouse membagi faktor penyesuaian kerja ke dalam empat
kategori utama yaitu kecapakan (skill), usaha (effort), kondisi kerja (condition),
dan keajegan (consistency). Di dalam setiap kategori tersebut terdapat tingkatan-
tingkatan dengan nilai yang telah ditentukan. Berikut ini adalah tabel faktor
penyesuaian menurut Westinghouse.
16
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1. Tabel Performance Rating menurut Westinghouse
FAKTOR KELAS LAMBANG PENYESUAIAN
SKILL
Superskill A1 0.15 A2 0.13
Excellent B1 0.11 B2 0.08
Good C1 0.06 C2 0.03
Average D 0
Fair E1 -0.05 E2 -0.1
Poor F1 -0.16 F2 -0.22
EFFORT
ExcessiveA1 0.13 A2 0.12
Excellent B1 0.1 B2 0.08
Good C1 0.05 C2 0.02
Average D 0
Fair E1 -0.04 E2 -0.08
Poor F1 -0.12 F2 -0.17
CONDITION
Ideal A 0.06 Excellent B 0.04
Good C 0.02 Average D 0
Fair E -0.03 Poor F -0.07
CONSISTENCY
Ideal A 0.04 Excellent B 0.03
Good C 0.01 Average D 0
Fair E -0.02 Poor F -0.04
Keterangan:
Lambang dari masing-masing kategori performance rating dari sistem
Westinghouse ini menunjukkan peringkat dari masing-masing kategori tersebut.
Angka “1” pada lambang tersebut menunujukkan peringkat yang lebih baik dari
17
Universitas Kristen Petra
angka “2”. Sebagai contoh, kategori skill dengan lambang A1 memiliki nilai
penyesuaian yang lebih tinggi daripada A2. Hal ini berarti bahwa skill dari
operator yang dikategorikan sebagai A1 lebih baik daripada operator dengan skill
A2.
1. Ketrampilan (Skill)
Menurut Westinghouse, ketrampilan atau skill didefinisikan sebagai
kemampuan mengikuti cara kerja yang telah ditetapkan. Westinghouse membagi
kategori ketrampilan ini menjadi enam sub kategori yaitu super skill, excellent
skill, good skill, average skill, fair skill, dan poor skill. Faktor kemampuan ini
dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan. Namun meningkatnya faktor
kemampuan ini hanya dapat mencapai tingkat tertentu saja. Kemampuan juga
dapat menurun apabila suatu pekerjaan lama tidak dilakukan oleh seorang
operator, atau karena kelelahan yang berlebihan, dan pengaruh lingkungan
lainnya. Secara psikologis, ketrampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan yang
bersangkutan. Berikut ini adalah keterangan masing-masing sub kategori
ketrampilan menurut Westinghouse.
a. Super skill
- Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.
- Bekerja dengan sempurna.
- Tampak sekali telah terlatih dengan baik.
- Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti.
- Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.
- Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen pekerjaan yang lain
tidak terlampau terlihat karena lancarnya.
- Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang
apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).
- Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah
pekerja yang baik.
b. Excellent skill
- Percaya diri sendiri.
- Tampak cocok dengan pekerjaannya.
- Terlihat terlatih dengan baik.
18
Universitas Kristen Petra
- Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran
atau pemeriksaan-pemeriksaan.
- Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa
kesalahan.
- Menggunakan peralatan dengan baik.
- Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.
- Bekerjanya berirama dan terkoordinasi.
c. Good skill
- Kualitas hasil baik.
- Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada
umumnya.
- Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang ketrampilannya
lebih rendah.
- Tampak jelas sebagai perkerja yang cakap.
- Tidak memerlukan banyak pengawasan.
- Tidak ada keragu-raguan.
- Bekerjanya stabil.
- Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.
- Gerakan-gerakannya cepat.
d. Average skill
- Tampak adanya kepercayaan diri sendiri.
- Gerakannya cepat tapi tidak lambat.
- Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang terencana.
- Tampak sebagai pekerja yang cakap.
- Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiada keragu-raguan.
- Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.
- Cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.
- Bekerjanya cukup teliti.
- Secara keseluruhan cukup memuaskan.
e. Fair skill
- Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.
- Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.
19
Universitas Kristen Petra
- Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan.
- Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
- Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah
ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama.
- Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak
selalu yakin.
- Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.
- Jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh, outputnya akan sangat
rendah.
- Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.
f. Poor skill
- Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
- Gerakan-gerakannya kaku.
- Kelihatan ketidak yakinan pada urut-urutan gerakan.
- Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.
- Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.
- Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.
- Sering melakukan kesalahan-kesalahan.
- Tidak adanya kepercayaan diri sendiri.
- Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kelas-kelas ketrampilan diatas
dibedakan menurut keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, dan
koordinasi irama gerakan.
2. Usaha (Effort)
Usaha atau effort menurut Westinghouse adalah suatu kesungguhan yang
ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
Westinghouse membagi kategori usaha menjadi enam sub kategori, yaitu
excessive effort, excellent effort, good effort, average effort, fair effort, dan poor
effort.
a. Excessive Effort
- Kecepatan sangat berlebihan.
20
Universitas Kristen Petra
- Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan
kesehatan.
- Kecepatan yang ditimbulkan tidak dapat dipertahankan sepanjang hari
kerja.
b. Excellent Effort
- Jelas terlihat kecepatan kerja yang tinggi.
- Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator biasa.
- Penuh perhatian pada pekerjaannya.
- Banyak memberi saran-saran.
- Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.
- Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu.
- Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.
- Bangga atas kelebihannya.
- Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.
- Bekerjanya sistematis.
- Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen yang lain
tidak terlihat.
c. Good Effort
- Bekerja berirama.
- Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.
- Penuh perhatian pada pekerjaanya.
- Senang dengan pekerjaannya.
- Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.
- Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.
- Menerima saran dan petunjuk dengan senang hati.
- Dapat memberikan saran untuk perbaikan kerja.
- Tempat kerjanya diatur dengan baik dan rapi.
- Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik.
- Memelihara kondisi peralatan dengan baik.
d. Average Effort
- Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.
- Bekerja dengan stabil.
21
Universitas Kristen Petra
- Menerima saran tetapi tidak melaksanakannya.
- Set up dilaksanakan dengan baik.
- Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan.
e. Fair Effort
- Saran perbaikan diterima dengan kesal.
- Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya.
- Kurang bersungguh-sungguh.
- Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
- Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja yang terbaik.
- Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya.
- Terlampau hati-hati.
- Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.
- Gerakan-gerakannya tidak terencana.
f. Poor Effort
- Banyak membuang waktu.
- Tidak memperhatikan adanya minat bekerja.
- Tidak mau menerima saran.
- Tampak malas dan lambat bekerja.
- Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat
dan bahan-bahan.
- Tempat kerjanya tidak diatur dengan rapi.
- Tidak peduli dengan cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai.
- Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.
- Set up kerjanya terlihat tidak baik.
3. Kondisi Kerja (Condition)
Yang dimaksud dengan kondisi kerja menurut Westinghouse adalah
kondisi fisik dari lingkungan kerja seperti pencahayaan, temperatur, dan
kebisingan ruangan. Kategori ini merupakan kategori yang berasal dari luar
operator, bukan dari dalam diri operator seperti dua kategori sebelumnya.
Westinghouse membagi kategori kondisi kerja ini menjadi enam sub kategori
yaitu ideal, excellently, good, average, fair, dan poor. Definisi mengenai kondisi
22
Universitas Kristen Petra
kerja untuk tiap-tiap perusahaan dan tiap-tiap area kerja berbeda satu sama lain,
tergantung penilaian dari masing-masing pihak yang terkait. Namun secara
umum, yang dimaksud dengan kondisi kerja yang ideal adalah suatu kondisi
tempat kerja dimana kondisi tempat kerja tersebut cocok dengan pekerjaan yang
akan dijalankan, dimana kondisi tersebut memungkinkan operator untuk dapat
melakukan pekerjaannya dengan performa yang terbaik.
Kondisi ideal berlawanan dengan kondisi kerja poor. Kondisi kerja poor
secara umum dapat dikatakan sebagai kondisi kerja yang tidak membantu dan
mendukung pekerjaan yang akan dilakukan, bahkan dengan kondisi kerja
semacam itu pekerjaan akan sering terhambat, sehingga waktu penyelesaian suatu
pekerjaan menjadi lebih lama. Penilaian mengenai suatu kondisi kerja dapat
dikatakan sebagai kategori ideal atau kategori lainnya sebaiknya dilakukan
dengan seteliti mungkin.
4. Konsistensi (Consistency)
Kategori yang terakhir dalam faktor penyesuaian Westinghouse adalah
konsistensi. Konsistensi didefinisikan sebagai suatu keajegan. Seorang pekerja
dapat dikatakan berkerja dengan konsisten apabila waktu penyelesaian pekerjaan
yang sama dalam beberapa waktu yang berbeda tidak memiliki variabilitas yang
tinggi. Westinghouse membagi kategori konsistensi ini menjadi enam sub
kategori yaitu perfect, excellent, good, average, fair, dan poor. Seorang pekerja
dapat dikatakan memiliki konsistensi yang perfect apabila waktu penyelesaian
pekerjaan yang sama dalam beberapa waktu cenderung tetap. Konsistensi perfect
berlawanan dengan poor, dimana waktu penyelesaian pekerjaan memiliki selisih
yang jauh dengan nilai rata-ratanya secara acak. Konsistensi dikatakan average
apabila selisih waktu penyelesaian dengan rata-rata tidak terlalu jauh, walaupun
ada satu atau dua waktu penyelesaian yang agak melenceng jauh.
2.2.2.2. Kelonggaran (Allowance)
Pada dasarnya kelonggaran dalam perhitungan waktu baku dibedakan
menjadi tiga, yaitu kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, kelonggaran untuk
23
Universitas Kristen Petra
menghilangkan rasa fatique, dan kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang
tidak dapat dihindarkan.
1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi (Personal Allowance)
Yang dimaksud dengan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi adalah
kelonggaran yang diberikan kepada pekerja untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya seperti minum untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, atau
berbicara dengan rekan kerja sekedar untuk menghilangkan kejenuhan.
Kebutuhan ini sifatnya mutlak dan tidak dapat diabaikan. Seorang pekerja tidak
dapat dibiarkan bekerja dalam keadaaan haus yang berlebihan atau menahan
kencing. Apabila hal-hal semacam itu dilarang, maka tidak hanya pekerja saja
yang dirugikan secara fisik dan psikologis. Perusahaan juga akan terkena
dampaknya, antara lain menurunnya produktivitas pekerja yang akan berakibat
pada menurunnya output yang dihasilkan.
Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk jenis ini berbeda-beda
menurut karakteristik pekerjaan yang dilakukan. Secara umum, besarnya
kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dibedakan menurut jenis kelamin.
Kelonggaran yang diberikan bagi pekerja pria adalah 2 – 2.5 %, sedangkan bagi
pekerja wanita adalah 5%, kedua-duanya diambil dari waktu normal.
2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique (Fatique Allowance)
Munculnya rasa lelah dari seorang pekerja dapat disebabkan oleh banyak
hal. Rasa lelah ini tercermin dari menurunnya hasil produksi baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menentukan besarnya kelonggaran untuk jenis ini adalah dengan melakukan
pengamatan langsung terhadap pekerja, dan mencatat saat-saat dimana produksi
menurun. Namun menurunnya hasil produksi tidaklah mutlak disebabkan karena
munculnya rasa lelah dari pekerja. Masih banyak faktor penyebab yang lain.
Beberapa hal penyebab munculnya rasa lelah bagi seorang pekerja:
- Besarnya tenaga yang dikeluarkan.
- Sikap atau posisi kerja seseorang.
- Gerakan kerja yang dilakukan.
24
Universitas Kristen Petra
- Frekuensi dan intensitas penggunaan mata.
- Keadaan temperatur tempat kerja.
- Keadaan atomosfer tempat kerja.
- Keadaan lingkungan tempat kerja.
3. Kelonggaran Karena Keterlambatan (Unavoidable Delay Allowance)
Kelonggaran ini disebabkan karena munculnya faktor-faktor yang sulit
untuk dihindarkan, yang merupakan hambatan bagi para pekerja. Faktor-faktor
penyebab hal ini antara lain adalah mesin yang dioperasikan, sarana pendukung
seperti listrik atau bahan bakar, atau bahkan dari dalam pekerja itu sendiri.
Beberapa contoh aktivitas pekerja yang tergolong dalam kelonggaran jenis ini
adalah:
- Meminta atau menerima petunjuk kepada kepala regu.
- Melakukan penyesuaian mesin (setting ulang).
- Memperbaiki kemacetan mesin.
- Mengambil alat dari tempat tertentu.
- Hambatan karena kesalahan pemakaian alat atau bahan.
- Mesin yang berhenti karena aliran listriknya padam.
Jenis dan besarnya nilai kelonggaran untuk jenis ini sangat bervariasi, tergantung
dari kondisi kerja masing-masing area.
2.2.3. Metode Sampling Pekerjaan
Sutalaksana (1979) menyatakan metode sampling pekerjaan atau yang
biasa disebut sebagai Work Sampling Method, Ratio Delay Study atau Random
Observation Method adalah sebuah teknik untuk mengadakan sejumlah besar
pengamatan terhadap aktivitas kerja dari mesin, proses atau operator. Metode ini
pertama kali diperkenalkan oleh L.H.C. Tippett, seorang sarjana berkebangsaan
Inggris dalam aktivitas penelitian di bidang tekstil. Beberapa kegunaan dari
sampling pekerjaan ini antara lain:
1. Mengukur Ratio Delay dari sejumlah mesin, operator atau fasilitas kerja
lainnya. Atau dengan kata lain untuk menentukan prosentase dari jam atau
25
Universitas Kristen Petra
hari dimana mesin atau operator yang diamati terlibat dalam aktivitas kerja
(produktif) atau tidak (menganggur)
2. Menetapkan Performance Level dari seorang operator selama waktu kerjanya
berdasarkan waktu-waktu dimana operator tersebut bekerja atau tidak bekerja,
terutama untuk pekerjaan yang sifatnya manual.
3. Menentukan waktu baku untuk suatu pekerjaan seperti metode jam henti
Metode sampling pekerjaan ini pada pronsipnya dikembangkan berdasarkan
hukum probabilitas (law of probability) dimana pengamatan tidak dilaksanakan
secara menyeluruh, melainkan dengan menggunakan contoh yang diambil secara
acak. Metode sampling pekerjaan cocok untuk digunakan pada pekerjaan yang
tidak berulang-ulang dan memiliki siklus waktu yang relatif panjang. Berikut ini
adalah langkah-langkah melakukan pengukuran kerja dengan menggunakan
metode sampling pekerjaan.
1. Langkah persiapan awal
- Mencatat segala informasi dari fasilitas atau operator yang akan diamati
- Merencanakan jadual waktu pengamatan berdasarkan prinsip randomisasi
2. Pengamatan awal (pre-work sampling)
- Melaksanakan pengamatan awal sejumlah pengamatan tertentu
- Menghitung tingkat ketelitian (%) untuk N pengamatan tersebut
3. Uji kenormalan, keseragaman, dan kecukupan data
4. Menghitung derajat ketelitian dari data pengamatan yang diperoleh
5. Melakukan analisa dan mengambil kesimpulan
2.2.3.1. Menentukan Jumlah Sampel Pengamatan yang Dibutuhkan
Untuk menentukan jumlah sampel pengamatan yang diperlukan, ada dua
faktor utama yang berpengaruh
- Tingkat ketelitian (degree of accuracy) dari hasil pengamatan
- Tingkat kepercayaan (level of confidence) dari hasil pengamatan
Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel pengamatan adalah
sebagai berikut:
26
Universitas Kristen Petra
NppkS )1( −
= (2.9)
Dimana:
S = Tingkat ketelitian yang dikehendaki dan dinyatakan dalam
desimal
p = Presentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan
dalam bentuk desimal
N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja
k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan
yang diambil
2.2.3.2. Uji Keseragaman Data
Untuk menghitung keseragaman data, seperti halnya pengamatan dengan
metode jam henti, metode sampling ini juga menggunakan batas kontrol. Adapun
rumus yang digunakan untuk menentukan batas kontrol adalah sebagai berikut:
NppkpBKA )1( −
+= (2.10)
NppkpBKB )1( −
−= (2.11)
Dimana:
BKA = Batas kontrol atas
BKB = Batas kontrol bawah
p = Presentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga
dinyatakan dalam bentuk desimal
N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling
kerja
k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat
kepercayaan yang diambil
27
Universitas Kristen Petra
2.2.3.3. Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data dilakukan untuk menentukan apakah data yang
didapatkan sudah cukup jumlah sesuai dengan tingkat kepercayaan dan ketelitian
yang dikehendaki. Uji kecukupan data dilakukan dengan menggunakan rumus:
2
2 )1('s
ppkn rr −××= (2.12)
Dimana:
n’ = Jumlah data yang diperlukan
pr = Presentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan
dalam bentuk desimal
n = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja
k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan
yang diambil
s = Derajat ketelitian
2.2.3.4. Menghitung Derajat Ketelitian Data Pengamatan yang Diperoleh
Setelah data yang dapatkan telah seragam dam cukup jumlahnya, maka
langkah selanjutnya adalah menghitung derajat ketelitian dari data hasil
pengamatan.
NppkS )1( −
= (2.13)
Dimana:
S = Tingkat ketelitian yang dikehendaki dan dinyatakan dalam
desimal
p = Presentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan
dalam bentuk desimal
N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja
k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan
yang diambil
Apabila nilai S yang diperoleh dari hasil perhitungan lebih kecil dari nilai derajat
ketelitian awal yang diinginkan, maka data dinyatakan sudah cukup.
28
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.2. Tabel Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh
FAKTOR CONTOH PEKERJAAN KELONGGARAN (%) A. TENAGA YANG DIKELUARKAN Ekivalen beban (kg) pria wanita 1. Dapat diabaikan Bekerja di meja, duduk Tanpa beban 0.0 - 6.0 0.0 - 6.0 2. Sangat ringan Bekerja di meja, berdiri 0.00 - 2.25 6.0 - 7.5 6.0 - 7.5 3. Ringan Menyekop, ringan 2.25 - 9.00 7.5 - 12.0 7.5 - 16.0 4. Sedang Mencangkul 9.00 - 18.00 12.0 - 19.0 16.0 - 30.0 5. Berat Mengayun palu yang berat 18.00 - 27.00 19.0 - 30.0
6. Sangat berat Memanggul beban 27.00 - 50.00 30.0 - 50.07. Luar biasa berat Memanggul karung berat Diatas 50 kg B. SIKAP KERJA 1. Duduk Bekerja duduk, ringan
0.0 - 1.0
2. Berdiri diatas dua kaki Badan tegak, ditumpu pada kaki 1.0 - 2.5 3. Berdiri diatas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol 2.5 - 4.0 4. Berbaring Pada bagian sisi, belakang, atau depan badan 2.5 - 4.0
5. Membungkuk Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki 4.0 - 10.0
C. GERAKAN KERJA 1. Normal Ayunan bebas dari palu
0
2. Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0 - 5 3. Sulit Membawa beban berat dengan satu tangan 0 - 5 4. Pada anggota badan terbatas Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 - 10 5. Seluruh anggota badan terbatas Bekerja dilorong pertambangan yang sempit 10 - 15
29
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.2. Tabel Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Sambungan)
D. KELELAHAN MATA Pencahayaan Baik Buruk 1. Pandangan yang terputus-putus Membaca alat ukur
0,0 – 6,0 0,0 – 6,0 2. Pandangan yang hampir terus
menerus Pekerjaan-pekerjaan yang teliti 6,0 – 7,5 6,0 – 7,5
3. Pandangan terus menerus
dengan fokus berubah-ubah Memeriksa cacat-cacat pada kain Pemeriksaan yang sangat teliti
7,5 – 12,0 7,5 – 16,0 12,0 - 19,0 16,0 – 30,0 4. Pandangan terus menerus
dengan fokus tetap 19,0 – 30,0
30,0 – 50,0 E. KEADAAN TEMPERATUR TEMPAT KERJA Temp(°C) Normal Berlebihan 1. Beku
Dibawah 0 Diatas 10 Diatas 12 2. Rendah 0 - 13 10 - 0 12 - 5 3. Sedang 13 - 22 5 - 0 8 - 0 4. Normal 22 - 28 0 - 5 0 - 8 5. Tinggi 28 - 38 5 - 40 8 - 100 6. Sangat tinggi Diatas 38 Diatas 40 Diatas 100 F. KEADAAN ATMOSFER 1. Baik Ruangan yang berventilasi baik, udara segar
0 2. Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak berbahaya) 0 - 5
3. Kurang baik Adanya debu-debu beracun atau tidak beracun tetapi banyak 5 - 10
4. Buruk Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskan menggunakan alat-alat pernafasan
10 - 20
30
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.2. Tabel Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Sambungan)
G. KEADAAN LINGKUNGAN YANG BAIK 1. Bersih, sehat, cerah, dengan
kebisingan rendah
0
2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 - 10 detik
0 - 1
3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 - 5 detik
1 - 3
4. Sangat bising 0 - 5 5. Jika faktor-faktor yang
berpengaruh dapat menurunkan kualitas
0 - 5
6. Terasa adanya getaran lantai 5 - 107. Keadaan-keadaan yang luar biasa
(bunyi, kebersihan, dll) 5 - 15
*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi
***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim Catatan pelengkap: Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria 0 - 2.5% Wanita 2 - 5%
31
Universitas Kristen Petra
2.2.4. Pareto Chart
Montgomery (1996) pareto chart adalah grafik batang yang
menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian/masalah. Masalah
yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama dan yang
tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri. Masalah yang paling sedikit
terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir dan terendah serta ditempatkan
pada sisi paling kanan. Prinsip dari pareto chart yaitu 80% masalah yang terjadi
disebabkan karena 20% masalah yang ada. Pada dasarnya diagram pareto
mempunyai manfaat sebagai berikut:
• Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
• Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah
tersebut.
2.2.5. Root Cause Analysis
Montgomery (1996) root Cause Diagram atau Fishbone diagram adalah
suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram ini
digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik
kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
Pada dasarnya diagram ini dapat dipergunakan untuk hal-hal berikut ini:
• Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
• Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
• Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram tulang ikan adalah sebagai
berikut:
1. Mencari masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk
diselesaikan.
2. Menuliskan pernyataan masalah tersebut pada kepala ikan yang merupakan
akibat.
3. Menuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang
mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar ikan. Faktor-faktor
32
Universitas Kristen Petra
Defect/Waste
Machines Men
Methods MaterialsEnvironment
Operation
Setting
Components
Health
Food
Networking
Rest
Work
Setting
Hardness
Colors
Temperature
Sounds
penyebab utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam
pengelompokkan dari faktor-faktor manusia, mesin, material, metode kerja,
lingkungan kerja, pengukuran.
Gambar 2.2. Contoh Gambar Diagram Sebab Akibat
2.2.6. Analysis of Variance
Bhattacharya (1977) Analysis of Variance atau yang lebih dikenal dengan
sebutan ANOVA merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menguji
apakah ada persamaan nilai rata-rata dari satu atau lebih populasi. Ada 2 macam
uji ANOVA, yaitu One Way ANOVA dan Two Way ANOVA. Perbedaan kedua
macam pengujian ini terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
nilai rata-rata tersebut. Dalam penulisan tugas akhir ini digunakan One Way
ANOVA dalam beberapa aktivitas kerja. Hipotesa yang digunakan dalam
pengujian ANOVA ini adalah sebagai berikut:
H0: µ1 = µ2 = µ3
H1: Minimal ada satu µ yang tidak sama
Secara perhitungan manual, pengujian ANOVA dilakukan dengan
membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai critical value dari
distribusi F. Untuk menentukan nilai F hasil perhitungan digunakan rumus:
33
Universitas Kristen Petra
MSWMSBF = (2.14)
Dimana:
MSB : variance between sample
MSW: variance within sample
MSB dan MSW sendiri didapatkan dengan rumus:
1−=
kSSBMSB (2.15)
kn
SSWMSW−
= (2.16)
Dimana:
k : jumlah faktor yang mempengaruhi
n : total jumlah data dari keseluruhan faktor
SSB dan SSW dirumuskan sebagai berikut:
( )nX
nT
nT
nT
SSB2
3
23
2
22
1
21 ... ∑
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+++= (2.17)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+++−∑= ...
3
23
2
22
1
212
nT
nT
nT
XSSW (2.18)
Dimana:
Ti : penjumlahan data pada sampel i
ni : jumlah data tiap-tiap sampel
Dalam penulisan tugas akhir ini, perhitungan uji ANOVA dilakukan dengan
bantuan software Minitab 13. Dari hasil perhitungan ini akan dibandingkan nilai
p-value dengan nilai α. Hipotesa awal dapat ditolak apabila nilai p-value lebih
kecil nilai α.
2.2.7. Work Rest Cycle
Manusia tidak dapat mengatasi kemampuan fisiknya dalam waktu yang
sangat lama. Mereka membutuhkan istirahat secara periodik sebagai akibat dari
banyaknya tugas yang dikerjakan. Nilai kelonggaran dari istirahat yang
berhubungan dengan aktivitas fisik dapat dievaluasi melalui analisa waktu yang
34
Universitas Kristen Petra
ekstensif atau metode psikologi. Pengukuran kerja melalui analisa waktu
mengarah ke hasil yang nyata. Sebagai contoh bila lima belas persen dari nilai
kelonggaran diaplikasikan ke waktu normal yang kemudian dikalkulasikan ke
waktu normal dalam sebuah pekerjaan. Metode psikologi bertujuan untuk
menentukan nilai kelonggaran istirahat berdasarkan perubahan dalam respon
manusia yang berhubungan dengan pekerjaan.
Sebuah nilai yang dapat diterima dalam siklus-siklus istirahat kerja yang
bergantung pada aktivitas fisik, menggunakan metode perhitungan energi
metabolisme, adalah tidak ada pekerjaan yang berhubungan dengan nilai
kelonggaran istirahat untuk pekerjaan yang membutuhkan energi kurang dari
standar (empat atau lima kcal/min).
Formulasi dari waktu istirahat adalah:
RT = 0 for K < S
RT = for S <=K<2S (2.19)
RT = x 1,11 for K >= 2S
BMF = 1,4 BMM = 1,7
RT adalah waktu istirahat yang akan ditentukan, K adalah energy yang
dibutuhkan untuk pekerjaan (kcal/min), S adalah standar penerimaan (4 kcal/min
untuk wanita, 5 kcal/min untuk pria), T adalah total durasi tugas tersebut
dikerjakan, dan BM adalah Basal Metabolism (kcal/min). Selain rumus di atas,
terdapat juga faktor pengali yang ditentukan berdasarkan usia, dengan
pertimbangan akan kondisi variabel usia yang juga turut mempengaruhi waktu
istirahat dari seseorang.
Tabel 2.3. Faktor Pengali Berdasarkan Usia
Age Multiplier 20 - 30 1.0
40 1.04 50 1.1 60 1.2 65 1.25
Dari hasil studi ditemukan bahwa dalam lingkungan industri, cara yang
paling efektif untuk mengatasi kelelahan otot adalah melalui jangka waktu
35
Universitas Kristen Petra
istirahat yang pendek selama jangka waktu kerja dibandingkan dengan jangka
waktu istirahat yang panjang.
Tabel 2.4. Klasifikasi Kerja Berdasarkan Energi yang Dikeluarkan
Work Grade Energy Expenditure (kcal/min)
O2 consumption (liters/min)
Severe >12,5 >2,5 Very heavy 10-12,5 2-2,5
Heavy 7,5-10 1,5-2 Moderate 5-7,5 1-1,5
Light 2,5-5 0,5-1
2.2.8. Lean Manufacturing
Liker (2006). The Toyota way value added activities adalah semua
aktivitas yang membawa perubahan atau menambah fungsi dari suatu produk baik
barang atau jasa atau dapat juga dikatakan sebagai aktivitas yang merubah bentuk,
ukuran, fungsi dari suatu material untuk memenuhi keinginan dari konsumen.
Contoh: proses assembly, painting, packing, dll. Proses produksi yang dilakukan
juga termasuk di dalam kategori value added activities, karena dengan
dilakukannya proses produksi dapat memberikan nilai tambah kepada suatu
produk. Konsep pemeliharaan yang efektif juga dapat dianggap sebagai value
added activities.
Non Value Added Activities adalah semua aktivitas yang dilakukan yang
tidak membawa perubahan apa pun, menambah biaya tetapi tidak menambah nilai
dari produk tersebut. Contoh: reworking, repacking, walking, inventorying, dll.
Waste adalah salah satu contoh dari Non Value Added Activities, segala
sesuatu yang terjadi, membutuhkan sumber daya dan waktu, tetapi tidak
memberikan nilai tambah bagi produk.
Waste yang dalam bahasa Jepang dikenal sebagai Muda, bila dihilangkan
dapat membuat kualitas produk menjadi lebih baik dan dapat mengurangi baik
waktu maupun biaya produksi. Beberapa penyebab umum dari waste, antara lain:
a. Waktu setup yang lama.
b. Layout.
c. Kurangnya pelatihan terhadap karyawan.
d. Planning produksi yang kurang efektif.
e. Incapable process
36
Universitas Kristen Petra
f. Maintenance yang kurang baik.
Muda yang dapat dihilangkan dalam PT.Gunanusa Utama Fabricators
adalah sebagai berikut:
1. Waiting (Menunggu)
Yang dimaksud dengan menunggu ialah menunggu kedatangan material,
menunggu informasi, peralatan, perlengkapan, dan semua hal yang membuat
organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan
karena waktu menunggu ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu
sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah dalam
menafsirkan situasi pemborosan karena waktu menunggu adalah membiarkan
mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah
selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka
dampaknya justru menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih
gawat. Dalam hal ini, kita harus lebih cermat menilai situasi.
Menunggu di sini berarti para pekerja hanya mengamati mesin otomatis
yang sedang berjalan. Hal ini dapat dikatakan pemborosan. Ia tidak mengerjakan
apa-apa, karena pekerjaan dilakukan sepenuhnya oleh mesin. Beberapa orang
mungkin berkata bahwa mesin memang harus diawasi terus agar kalau terjadi
gangguan bisa segera diatasi. Namun yang tidak disadari adalah bahwa umumnya
operator akan terlambat mengambil tindakan pada saat terjadi gangguan proses.
Bukankah lebih baik bila pada mesin itu sendiri diusahakan mekanisme tertentu
yang dapat menghentikan mesin secara otomatis dan memberi isyarat pada
operator, kalau mesin terganggu atau berjalan tidak wajar. Sementara mesin
bekerja, pada dasarnya tidak diperlukan pengawasan terus menerus. Pandangan
seperti itu tidak pernah terpikir sebelumnya, pengawas produksi tidak pernah
berinisiatif demikian karena masalahnya tidak nampak jelas bagi mereka. Pada
umumnya mereka cenderung mengabaikan masalah ini selama produksi masih
berjalan lancar. System Lean mengharuskan sumber daya tersebut agar didapat
berdasarkan filosofi Just In Time (JIT) yang berarti agar semua hal didapatkan
dalam waktu yang tepat, tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat.
37
Universitas Kristen Petra
2. Non-Value-Added Activities (Aktivitas yang tidak memberikan nilai
tambah/pemborosan karena proses)
Metode pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan
yang seharusnya tidak perlu ada. Sebagai contoh, pada suatu operasi pembuatan
benda kerja dengan proses cetak tuang (die-casting). Tenaga kerja tambahan
mungkin dibutuhkan untuk mengkikir dan menghaluskan permukaan hasil
produksi. Pada dasarnya, tenaga tambahan untuk penyelesaian akhir ini dapat saja
dihilangkan, yaitu bila fasilitas produksi berupa cetakan selalu terpelihara dengan
baik, lagipula kehalusan permukaan cetakan sudah dipertimbangkan pada saat
merancang produk maupun prosesnya.
Contoh lain, dalam suatu proses produksi; beberapa bagian kerja proses
pengecatan, penyekatan, atau pengencangan baut mungkin tidak diperlukan dalam
mencatat persyaratan hasil produk tersebut. Tentu, hal ini harus sudah
dipertimbangkan secara mendalam dalam perancangan produk, yaitu agar produk
tidak menyandang spesifikasi berlebih dan menyulitkan produksinya.
Jika peralatan produksi tidak terawat atau kurang siap pakai, operator
harus mengeluarkan usaha lebih banyak. Di samping itu, cacat produksi dapat
pula terjadi karena praktek dan metode yang tidak tepat. Alat bantu proses
tertentu mungkin harus ditambah atau dirubah untuk meningkatkan penampilan
kerja mesin. Sebagai contoh, penggunaan silinder udara atau rantai dan roda gigi
dapat membantu mengotomasikan operasi mesin pengebor. Dalam penerapan lain,
daya motor mesin milling dapat pula dimanfaatkan untuk melepaskan produk
yang sudah selesai. Daya gravitasi dapat sangat membantu dalam kegiatan
bongkar pasang benda kerja secara otomatis. Semua usaha itu dapat
membebaskan operator dari pekerjaan rutin tak bernilai tambah dan
memungkinkannya mendapat beban kerja yang lebih bermanfaat.
Contoh lain yang paling mudah untuk mengerti hal ini ialah Reworking
(Pengerjaan Ulang) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila telah
dilakukan proses yang benar, Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya
dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat
dan alat yang lengkap dan tepat untuk pekerjaan tersebut, dan Inspecting
(inspeksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi dengan menggunakan
38
Universitas Kristen Petra
Statistical Process Control (SPC) untuk menghilangkan atau meminimalkan
jumlah inspeksi yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut. Dalam
istilah Lean, teknik yang disebut Value Stream Mapping sering digunakan untuk
mendeteksi Non-Value-Added Activities yang berada baik dalam proses
manufacturing perusahaan maupun dalam divisi lain dari perusahaan untuk
meningkatkan efektiftas perusahaan.
3. Excess Motion (Gerakan berlebih / tidak diperlukan)
Penggunaan waktu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk
memberi nilai tambah harus dihilangkan sedapat mungkin. Satu fakta dalam
bekerja, melakukan ”gerakan” tidak selalu sama dengan menghasilkan ”kerja”.
Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-
mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan
yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru membebani biaya
produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil
produksi menjadi tertunda dikirim kepada para pelanggan karena lead time
produksi yang bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda
dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan tempat
penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah
gerakan yang sia-sia. Khususnya bila seorang operator diberi tanggung jawab
untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling
berdekatan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.
Gerakan-gerakan yang tidak efektif seringkali ditimbulkan oleh beberapa
faktor yang sangat jelas yakni proses kerja yang tidak teratur, layout pabrik yang
tidak efektif dan tidak teratur, masalah perawatan mesin maupun pabrik yang
kurang diperhatikan sehingga menimbulkan pemborosan bagi orang di sekitarnya,
serta yang paling penting ialah karena metode kerja yang tidak konsisten serta
tidak adanya standar kerja yang terdokumentasi dengan baik dan benar.
4. Defect Waste (Pemborosan karena cacat produksi)
Bila cacat produksi terjadi pada satu pos kerja, maka umumnya operator
pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma dan
39
Universitas Kristen Petra
menambah biaya produksi. Lebih parah lagi bila barang-barang tersebut perlu
dikerjakan ulang (rework) atau bahkan bila produk yang cacat itu harus
dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi, maka tenaga kerja tambahan akan
diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan
komponen tambahan juga diperlukan untuk mengganti komponen rusak, otomatis
jadwal produksi akan terganggu karena menunggu penyelesaian produk tersebut.
Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga
kerja sehingga menimbulkan peningkatan biaya, yang berarti pemborosan. Kasus
yang lebih buruk lagi bila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk
berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang
harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis
pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut.
Untuk menghindari masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan
untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab
timbulnya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan
perbaikan langsung. Tanpa sistem tersebut, penghematan waktu dan kecepatan
produksi sia-sia. Boleh jadi perusahaan di beberapa industri maju menerapkan
mesin otomatis yang dapat memproduksi barang dengan sangat cepat. Namun,
mesin otomatis itu juga mampu memproduksi barang cacat, kecuali, sistem
pencegahan cacat dapat segera dikembangkan.
5. Underutilized People (Pekerja yang kurang efektif):
Yang dimaksud dengan pekerja yang kurang efektif ialah pekerja yang
tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental,
kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik di mana biasanya seorang pekerja
harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimilikinya demi
kepentingan bersama. Beberapa penyebab pokok dari pemborosan tipe ini ialah :
Proses kerja yang jelek dan tidak teratur, budaya organisasi yang kurang positif
atau tidak mendorong para pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan
pekerja yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan
tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu tinggi
40
Universitas Kristen Petra
1
),()(
1
1
=
=
∑
∑
=
=
n
ii
n
iiii Nxf
α
σμα
sehingga tidak ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta segala
detail dari perusahaan untuk dapat berkembang.
Alat-alat yang dapat digunakan untuk melaksanakan Lean Manufacturing
ada beberapa macam, di mana dalam PT.Gunanusa Utama Fabricators alat Lean
Manufacturing yang penulis gunakan adalah Value Stream Mapping.
Value Stream Mapping adalah sebuah alat yang digunakan untuk
menggambarkan secara visual setiap aktivitas (baik yang bernilai tambah maupun
yang tidak memberi nilai tambah) yang dibutuhkan untuk membuat produk
konsumen. Value Stream Mapping menunjukkan:
• Setiap proses atau aktivitas.
• Inventory dan antrian antar proses.
• Waktu Setup, cycle time.
• Timeline dari proses.
• Jalannya informasi dari konsumen sampai ke proses produksi.
• Timeline dari proses.
• Jalannya informasi dari konsumen sampai ke proses produksi.
2.2.9. Mixture Distribution
Pearson (1894) suatu random variable dikatakan memiliki distribusi
campuran normal (mixture normal distribution) bila random variable tersebut
memiliki fungsi kepadatan probabilitas (probability density function –pdf) sebagai
berikut :
(2.20)
dimana αi adalah proporsi dari mixture, μi adalah mean dan σi adalah standard
deviasi.
Dalam kehidupan sehari-hari data campuran ini seringkali muncul,
misalnya, dalam proses produksi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan secara normal dan lembur akan memiliki distribusi campuran.
Fungsi kepadatan probabilitas dari waktu campuran ini dapat dituliskan sebagai
berikut
41
Universitas Kristen Petra
1),(),()(
21
222111
=++=
αασμασμα NNxf
(2.21)
Dalam hal ini α1 adalah proporsi pekerjaan yang diselesaikan secara
normal dan α2 adalah proporsi pekerjaan yang diselesaikan secara lembur.
Demikian pula dengan μ1 σ1 adalah mean dan standard deviasi dari waktu yang
diperlukan untuk pekerjaan secara normal dan μ2 σ2 adalam mean dan standard
deviasi dari waktu yang diperlukan untuk pekerjaan yang dilakukan secara
lembur.
2.2.10. Multiple Linear Regression
Bhattacarya (1977) menyatakan dengan analogi menggunakan simple
linear regression model, kita dapat memformulakan simple model dari hubungan
antara y dengan x1, x2, dan x3.
Yi = α + β1xi1 + β2xi2 + β3xi3 + ei, i = 1, …, n (2.22)
Dimana xi1, xi2, dan xi3 adalah nilai tetap dari tiga variabel yang independen
dengan i percobaan eksperimen dan yi adalah variabel response. Nilai komponen
error ei diasumsikan sebagai variabel normal independen dengan mean = 0 dan
variance = σ2. Parameter dari α, β1, β2, dan β3 adalah nilai kuantitas tetap yang
tidak diketahui.
Fungsi response di atas menunjukkan sebuah plane dengan dua predictors
dan sebuah hyperplane dengan lebih dari dua predictors. Persamaan dengan lebih
dari dua variabel predictor dinamakan multiple regression model.
Meskipun scatter diagram tidak dapat dapat diplot, prinsip dari least
squares dapat digunakan dalam mengestimasikan parameter dari regressi. Untuk
model ini, dapat memvarianskan α, β1, β2, dan β3 secara simultan untuk
meminimalkan nilai sum of squared deviations
(2.23)
Estimasi dari parameter , 1, 2, dan 3 dapat ditentukan untuk menjadi
persamaan normal berikut ini, dengan fungsi dari persamaan, untuk solusi dari
least squares untuk model persamaan linear, sesuai dengan persamaan di bawah
ini:
42
Universitas Kristen Petra
1 + 2Sx1x2 + 3Sx1x3 = Sx1y (2.24)
1Sx1x2 + 2 + 3Sx2x3 = Sx2y (2.25)
1Sx1x3 + 2 Sx2x3 + 3 = Sx3y (2.26)
= - 1 1 - 2 - 3 3 (2.27)
Dimana , Sx1x2, dan yang lainnya adalah sum of square dan hasil perkalian dari
variabel dalam suffix dan dapat ditentukan bila data-data tersebut berada dalam
model regressi linier.