2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sonar
Sonar merupakan alat pendeteksian bawah air yang menggunakan
gelombang suara untuk mendeteksi kedalaman serta benda-benda di dasar laut
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sonar, 2 April 2009). Berdasarkan sistemnya, ada
dua macam tipe sonar, yaitu sonar pasif dan sonar aktif. Sonar pasif hanya
mendeteksi suara yang datang melalui hidrofon untuk mengubah energi suara
menjadi energi listrik. Sonar pasif menggunakan frekuensi rendah yaitu 20 Hz-
1000 Hz. Sonar aktif dapat mengirimkan sinyal dari sumber suara atau sensor
serta dapat menerima kembali sinyal tersebut setelah dipantulkan oleh objek atau
dasar laut melalui sensor yang sama (http://id.wikipedia.org/wiki/Sonar, 2 April
2009).
Pada sonar aktif, energi listrik diubah menjadi energi suara oleh
magnetostritif di transduser kemudian dipancarkan. Sinyal suara yang
dipancarkan akan diterima kembali oleh transduser setelah dipantulkan oleh objek
atau dasar laut. Pantulan suara tersebut diterima oleh transduser dan dirubah
kembali menjadi energi listrik.
2.2 Side Scan Sonar
Side scan sonar merupakan instrumen single beam yang mampu
menunjukkan gambar dua dimensional permukaan dasar laut dengan kondisi
kontur, topografi, dan target secara bersamaan. Secara umum side scan sonar
terdiri dari tiga bagian besar yaitu recorder yang berada di atas kapal survei,
towfish yang ditarik dibelakang kapal, dan tow cable yang menghubungkan
recorder dan towfish.
Side Scan Sonar mempunyai kemampuan menggandakan beam yang
diarahkan pada satu sisi ke sisi lainnya. Sehingga kita bisa melihat ke kedua sisi,
memetakan semua area penelitian secara efektif dan menghemat waktu penelitian.
SSS menggunakan narrow beam pada bidang horizontal untuk mendapatkan
resolusi tinggi di sepanjang lintasan dasar laut (Klein Associates Inc, 1985).
SSS menggunakan prinsip backscatter akustik dalam mengindikasikan
atau membedakan kenampakan bentuk dasar laut atau objek di dasar laut (Russel,
2001 dalam Edi, 2009). Material seperti besi, bongkahan, kerikil atau batuan
vulkanik sangat efisien dalam merefleksikan pulsa akustik. Sedimen halus seperti
tanah liat, lumpur tidak merefleksikan pulsa suara dengan baik (backscatter
lemah). Reflektor kuat akan menghasilkan pantulan backscatter yang kuat
sedangkan reflektor lemah menghailkan backscatter yang lemah. Dengan
pengetahuan akan karakteritik ini, pengguna SSS dapat menguji komposisi dasar
laut atau objek dengan mengamati pengembalian kekuatan akustik (Tritech
International Limited, 2008).
Gelombang suara yang digunakan dalam teknologi side scan sonar
biasanya mempunyai frekuensi antara 100 dan 500 kHz. Pulsa gelombang
dipancarkan dalam pola sudut yang lebar mengarah ke dasar laut, dan gemanya
diterima kembali oleh receiver dalam hitungan detik. Perekaman perlu mengikuti
pola lintasan survei tertentu dengan menggunakan peralatan penentu posisi GPS
dan video plotter.
Energi suara yang dilepas oleh side scan sonar sebagian diserap oleh dasar
perairan, sebagian lagi dipantulkan atau tersebar dengan kekuatan yang berbeda.
Perbedaan kekuatan pantulan ini menyebabkan terjadinya perbedaan tampilan dari
objek yang memantulkan energi suara tersebut (http://en.wikipedia.org/wiki/Side-
scan_sonar, 3 Februari 2009). Contohnya batu dan logam akan memantulkan
energi yang lebih kuat sehingga menghasilkan gambaran yang lebih jelas dari
pada lumpur yang cenderung menyerap energi sehingga menciptakan pantulan
yang lemah dan gambaran yang kurang jelas (Gambar 1).
Side scan sonar mampu membedakan besar kecil partikel penyusun
permukaan dasar laut seperti batuan, lumpur, pasir, kerikil, atau tipe-tipe dasar
perairan lainnya. Instrumen ini mampu menangkap gelombang pasir atau riak-
riak kecil yang tingginya beberapa sentimeter serta mampu memberikan informasi
dengan rinci tentang kondisi topografi dasar tidak hanya pada posos persis di
bawah towfish namun juga pada kedua sisinya dengan baik.
Dalam survei hidrografi, side scan sonar mempunyai empat fungsi utama,
yaitu mendeteksi kapal karam dan bahaya navigasi, mendeteksi keberadaan dasar
laut, mendeteksi gerakan-gerakan dasar laut, dan mendapatkan kumpulan data
tekstur laut yang dapat dikombinasikan dengan contoh-contoh dasar laut (bottom
sampling) yang berguna untuk operasi kapal selam dan operasi ranjau.
Gambar 1. (a) Diagram Side Scan Sonar dan (b) Citra Side Scan Sonar
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Side-scan_sonar.
2.3 Instalasi Side Scan Sonar
2.3.1 Ketinggian towfish
Ketinggian towfish merupakan posisi towfish terhadap permukaan dan
dasar laut. Jika towfish dioperasikan dekat permukaan air maka surface return
terekam lebih dekat terhadap output pulsa dibandingkan dengan bottom return dan
begitu sebaliknya. Saat towfish dioperasikan jauh dari permukaan air maka
surface return terekam menjauhi terhadap output pulsa dibandingkan dengan
bottom return.
Ketinggian towfish di atas dasar laut merupakan salah satu faktor penting
yang dapat mempengaruhi tampilan sonar. Melayangnya towfish yang terlalu
tinggi dari dasar laut mengakibatkan hilangnya gambar yang bagus karena adanya
celah diantara side lobes. Towfish yang terlalu rendah akan mengurangi jarak
akibatnya hanya tepi bagian main beam yang mencapainya,
Cara memberikan bayangan kontak yang baik, diperlukan keseimbangan
antara jarak dan syarat-syarat keselamatan. Umumnya towfish harus berjarak dari
dasar 10-20% dari jarak yang digunakan. Sebagai contoh, jika jaraknya 300
meter, maka towfish harus berjarak 30-50 meter dari dasar laut.
2.3.2 Jarak horizontal towfish
Pada saat perekaman, sounding boat bergerak sejajar mengikuti arah atau
haluan dari objek yang terdeteksi. Pada saat perekaman, harus ada dilakukan
koreksi jarak horizontal dari antena sampai ke towfish. Jarak towfish terhadap
objek akan mempengaruhi interpretasi rekaman akibat adanya slant range. Hal
tersebut akan menimbulkan suatu kompresi atau distorsi, kemudian
mempengaruhi objek dan posisi objek.
2.3.3 Pemakaian range scale
Pengaturan range scale yang tepat berfungsi untuk menghindari terjadinya
second sweep return. Sebagai contoh range scale di set 150 meter berarti
rekaman sonar maksimum di kertas adalah berjarak 150 meter di bagian kanan
dan kiri.
Jarak tersebut tidak menjamin bahwa towfish tidak menerima pulse return
dari objek di luar jarak 150 meter. Misalkan ada objek pada jarak 170 meter dan
termasuk klarifikasi strong objek dimana range scale yang dipakai 150 meter,
maka objek akan terekam pada jarak 20 meter.
2.4 Prinsip Kerja Side Scan Sonar
Secara umum prinsip kerja side scan sonar digambarkan sesuai dengan
Gambar 2. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh recorder dikirim ke towfish melalui
towcable. Pulsa-pulsa listrik tersebut diubah menjadi energi mekanik. Hasil
perubahan tersebut berupa sinyal ultrasonic yang kemudian dipancarkan ke dasar
laut. Kemudian sinyal ultrasonic tersebut dipantulkan kembali oleh dasar laut dan
diterima towfish. Interval waktu dari pengembalian sinyal tesebut tergantung dari
jarak antara towfish dengan titik pemantulannya. Selain itu besarnya amplitudo
dan frekuensi sinyal ultrasonic, juga berbeda sesuai dengan jenis objek yang
memantulkan sinyal ultrasonic tersebut.
Sinyal ultrasonic yang diterima oleh towfish dirubah kembali menjadi
pulsa-pulsa listrik dan diteruskan ke recorder, selanjutnya direkam pada kertas
recorder yang terdapat di dalamnya. Hasil rekaman yang terdapat pada kertas
recorder kemudian diinterpretasikan jenis objek di dasar laut atau keadaan
topografi dasar laut.
Gambar 2. Blok Diagram Prinsip Kerja Side Scan Sonar
2.5 Interpretasi Citra Side Scan Sonar
Pengolahan citra Side Scan Sonar terdiri dari dua tahapan, yaitu real time
processing dan post processing. Tujuan real time processing adalah untuk
memberikan koreksi selama pencitraan berlangsung sedangkan tujuan post
processing adalah meningkatkan pemahaman akan suatu objek melalui
interprestasi (Mahyuddin, 2008 dalam Edi, 2009). Interpretasi pada post
processing dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Interpretasi
secara kualitatif dilakukan untuk mendapatkan sifat fisik material dan bentuk
objek, baik dengan mengetahui derajat kehitaman (hue saturation), bentuk
(shape) maupun ukuran (size) dari objek atau target. Secara umum, berdasarkan
bentuk eksternalnya, target dapat dibedakan menjadi buatan manusia (man made
targets) atau objek alam (natural targets). Pada umunya, objek buatan manusia
memiliki bentuk yang tidak beraturan (Klein Associates Inc, 1985).
Interprestasi secara kuantitatif bertujuan untuk mendefinisikan hubungan
antara posisi kapal, posisi towfish dan posisi objek sehingga diperoleh besaran
horisontal dan besaran vertikal. Besaran horisontal meliputi nilai posisi objek
ketika lintasan towfish sejajar dengan lintasan kapal maupun ketika lintasan
dengan towfish membentuk sudut. Besaran vertikal meliputi tinggi objek dari asar
laut serta kedalaman objek (Mahyuddin, 2008).
Pada dasarnya, prinsip penginterpretasian ini sama dengan
penginterpretasian pada penginderaan jarak jauh, yaitu dengan menggunakan
kunci-kunci interpretasi. Kunci-kunci interpretasi yang dapat digunakan adalah
bentuk (shape), ukuran (size), bayangan (shadow), derajat kehitaman (tone),
tekstur, dan pola (pattern). Kesempurnaan interpretasi citra side scan sonar
ditentukan oleh tiga faktor yaitu tuning recorder (light or dark), towing operation,
dan operator skill. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap
penginterpretasian citra side scan sonar. Human skill ikut menentukan hasil
analisa rekaman side scan sonar. Sebagai contoh, operator/surveyor mampu
membedakan projection dan depression. Projection adalah objek yang timbul
dari dasar laut, sedangkan depression adalah cekungan yang berada di dasar laut.
2.6 Sedimen Dasar Laut
Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui
suatu proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal
maupun secara horizontal. Proses sedimentasi diperairan meliputi rangkaian
pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan
(deposition) dari partikel-partikel sedimen. Proses pengangkutan meliputi empat
cara yaitu butiran dalam bentuk tersuspensi (suspension), melompat (saltation),
berputar (rolling), dan menggelinding (slidding). Selanjutnya butiran-butiran
tersebut mengendap akibat aliran air tidak dapat mempertahankan geraknya
(Friedman dan Sanders, 1978). Ukuran partikel-partikel sedimen sangat
ditentukan oleh sifat-sidat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat
diberbagai tempat di dunia mempunyai sifat yang sangat berbeda satu dengan
lainnya. Contohnya sebagian besar dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis-jenis
partikel yang berbutir halus yang terdiri dari sedimen halus, sedangkan hamper
semua pantai ditutupi oleh jenis partikel yang berbutir kasar yang terdiri dari
sedimen kasar (Hutabarat dan Evans, 2000).
Ukuran-ukuran partikel sedimen merupakan suatu cara yang mudah untuk
menentukan klasifikasi sedimen. Menurut Wentworth (1992), sedimen berukuran
besar yang berdiameter 256 mm diklasifikasikan ke dalam boulder (batu
berukuran besar yang berasal dari kikisan arus air), sand (pasir) adalah partikel
yang berukuran diameter 0.063-2 mm, silt (lanau) partikel yang berdiameter
0.063-0.004 mm dan clay (lempung) adalah partikel yang berdiameter lebih kecil
dari 0.004 mm. Berikut klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran partikelnya (Tabel
1).
Sedimen dapat diklasifikasikan menurut asal dan ukuran partikelnya.
Menurut asalnya sedimen dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu
lithogenous, biogenous, dan hydrogenous (Gross, 1993). Sedimen yang berasal
dari batuan (lithogenous) umumnya berupa mineral silikat yang berasal dari
hancuran batuan. Sedimen yang berasal dari organisme (biogenous) berupa sisa-
sia tulang, gigi, atau cangkang organisme yang dapat digolongkan kedalam dua
tipe utama yaitu tipe calcareous dan siliceous, dan sedimen yang dibentuk dari
hasil reaksi kimia yang terjadi di laut (hydrogenous).
Ukuran partikel dapat digunakan untuk menjelaskan cara pengangkutan
dan seberapa jauh partikel tersebut terbawa aliran sebelum diendapkan. Partikel
yang berukuran besar akan diendapkan di daerah dekat pantai, sedangkan partikel
yang lebih halus akan diendapkan pada daerah yang lebih jauh karena adanya
aktivitas arus dan gelombang. Partikel halus yang terdiri dari lanau dan lempung
akan terbawa ke arah laut dan diendapkan pada kedalaman dimana aktifitas
gelombang tidak cukup kuat untuk mengaduk atau mengikis dasar perairan
(Gross, 1993). Nybakken (1992) menambahkan bahwa substrat berpasir
umumnya dijumpai didaerah estuaria yang pengaruh arusnya kuat, karena hanya
partikel yang berukuran besar yang akan lebih cepat mengendap sedangkan
partikel yang berukuran kecil akan dipertahankan dalam suspense dan terbawa
ketempat lain mengikuti arus dan gelombang.
Tabel 1. Ukuran partikel Sedimen Skala Wentworth (1992) dalam Stowie (1943)Fraksi Sedimen Partikel Sedimen Diameter (mm)
Boulder 256Cobble 64Pebble 4Granule 2
Sand
Very coarse sand 1Coarse sand ½Medium Sand ¼Fine Sand 1/8Very fine sand 1/16
Silt
Coarse Silt 1/32Medium Silt 1/64Fine Silt 1/128Very Fine silt 1/256
Clay
Coarse clay 1/640Medium clay 1/1024Fine Clay 1/2360Very Fine clay 1/4096
2.7 Kecepatan Suara
Kecepatan suara adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kecepatan
gelombang suara yang melalui medium elastis. Kecepatan ini dapat berbeda
tergantung medium yang dilewati (misalnya suara lebih cepat melalui udara
daripada air), sifat-sifat medium tersebut, dan suhu. Namun, istilah ini lebih
banyak dipakai untuk kecepatan suara di udara. Pada ketinggian air laut, dengan
suhu 21 °C dan kondisi atmosfer normal, kecepatan suara adalah 344 m/detik atau
1238 km/jam (http://id.wikipedia.org/wiki/Kecepatan_suara, 2 November 2009).
Kemampuan dasar laut dalam mendukung suatu objek tergantung pada
elastisitasnya, yaitu bulk modulus E dan modulus of rigity G. Hal ini terkait
dengan kompresi dan kecepatan gelombang c dan cs, dimana ρ adalah densitas.
Kecepatan suara pada sedimen bergantung pada tekanan dan suhu ( Hamilton,
1963 dalam Clay dan Medwin, 1977). Dengan asusmsi sederhana, dimana
kecepatan suara di dalam sedimen dan air pada kedalaman z, suhu in situ dan
salinitas adalah c(z) dan cw(z); kecepatan suara pada tekanan 1 atm, salinitas in
situ, dan suhu referensi c(0) dan cw(0). Pengukuran c(0) dan cw(0) dilakukan
dengan mentransmisikan ultrasonic ping melalui beberapa centimeter pada
sample. Menurut Horton (1974), ketergantungan c(z) pada frekuensi akan
diabaikan.
(1)
Nilai porositas n, densitas ρ dan compressional velocity c dari berbagai
jenis sedimen dapat dilihat pada tabel 2 (Hamilton, 1971a dalam Clay dan
Medwin, 1977). Pengukuran ini dilakukan di laboratorium menggunakan suhu 23̊̊
C dan tekanan 1 atm.
Target yang diduga pipa memiliki nilai densitas ρ dan compressional
velocity c yang tinggi, yaitu sebesar 8030 kg/cm3 dan 2580 m/s (AK Steel
Corporation, 2007).
Tabel 2. Hasil Pengukuran Rata-rata dan Perhitungan Elastik Konstan pada berbagai jenis Sedimen
JenisHasil Pengukuran Hasil Perhitungan
n ρ c E Σ G cs
Continental Terace (shelf and slope) Sand Coarse 38.6 2.03 1836 6.6859 0.491 0.1289 250 Sand Fine 43.9 1.98 1742 5.6877 0.469 0.3212 382 Sand Very Fine 47.4 1.91 1711 5.1182 0.453 0.5035 503 Silty Sand 52.8 1.83 1677 4.6812 0.457 0.3926 457
Sandy silt 68.3 1.56 1552 3.4152 0.461 0.2809 379 Sandy-silt-clay 67.5 1.58 1578 3.5781 0.463 0.2731 409 Calyey silt 75.0 1.43 1535 3.1720 0.478 0.1427 364 Silt claye 76.0 1.42 1519 3.1476 0.480 0.1323 287Abyssal plain (turbidite) Clayey silt 78.6 1.38 1535 3.0561 0.477 0.1435 312 Silty clay 85.8 1.24 1521 2.7772 0.486 0.0773 240 Clay 85.8 1.26 1505 2.7805 0.491 0.0483 196Abyssal plain (pelagic) Clayey silt 76.4 1.41 1531 3.1213 0.478 0.1408 312 Silty clay 79.4 1.37 1507 3.0316 0.487 0.0795 232 Clay 77.5 1.42 1491 3.0781 0.491 0.0544 195Sumber : Hamilton (1971a) dalam Clay dan Medwin (1977)
Keterangan:
n = porositas (%)
ρ = densitas (g/cm3; Mg/m3, dimana M = 106)
c = compressional wave (sound) velocity (m/s)
E = bulk Modulus (GN/m2, dimana G = 109)
σ = Rasio Poisson, dimana σ = (3E - ρc2)/( 3E + ρc2)
G = Rigity Modulus, dimana G = [(ρc2-E)3]/4 (GN/m2)
cs = shear wave velocity, dimana cs = (G/ρ)1/2 (m/s)