4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Lokasi Penelitian
Kabupaten Banyuwangi terletak diantara koordinat 7043’ – 8046’ Lintang
Selatan (LS) dan 113053’ – 114038’ Bujur Timur (BT) dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2010):
1. Sebelah utara : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso
2. Sebelah timur : Selat Bali
3. Sebelah selatan : Samudra Indonesia
4. Sebelah barat : Kabupaten Jember dan Bondowoso
Wilayah yang berbatasan langsung dengan dua perairan yang berpotensi
tinggi, yaitu perairan Selat Bali dan Samudra Hindia, menjadikan Kabupaten
Banyuwangi daerah yang potensi di bidang perikanan dan merupakan salah satu
daerah perikanan utama di Jawa Timur.
Kecamatan Muncar umumnya memiliki kondisi topografi dataran rendah,
berdasarkan klasifikasi wilayah tanah usaha Kecamatan Muncar memiliki
ketinggian 0 – 50 meter diatas permukaan laut dan merupakan daerah Kecamatan
pantai di Kabupaten Banyuwangi. Dilihat dari kondisi fisik wilayah, Kecamatan
Muncar merupakan daerah dataran rendah dengan kemiringan berkisar atara 0 –
8 %.
Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Muncar Banyuwangi adalah
Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, yang
pada awalnya pernah menjadi Daerah Kerja Khusus Perikanan Muncar
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jawa
Timur Nomor 15 Tahun 1984.
Pada tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan
Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 24 Tahun 1993 menjadi Badan Pengelola
54
Pangkalan Pendaratan Ikan (BPPPI) Muncar. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 12/MK/2004 Muncar ditingkatkan
statusnya dari Pangkalan Pendaratan Ikan menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP), kemudian menjadi Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPPP)
Muncar berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Jawa Timur Nomor : 061/6614/116.01/2010.Berdasarkan Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 31 Tahun 2014 UPPPP berubah menjadi Unit
Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan (UPT PP) Muncar.
Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Muncar berada di Desa
Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.
Kecamatan Muncar terletak di Selat Bali pada posisi 08º 10’ – 08º 50’ LS atau 114º
15’ – 115º 15’ BT yang mempunyai teluk bernama Teluk Pangpang, mempunyai
luas wilayah 146.707 Ha dengan panjang pantai 13 km dan pendaratan ikan
sepanjang 4,5 km. Jarak Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Muncar
dengan kantor Kecamatan 2 km, dengan ibukota Kabupaten 37 km, dan dengan
ibukota Provinsi 332 km.
4.1.2 Alat Tangkap dan Komposisi Hasil Tangkapan di Lokasi Penelitian
4.1.2.1 Alat Tangkap Gillnet
Ikan tembang (S. fimbriata) di daerah Muncar ditangkap menggunakan alat
tangkap jaring insang (gillnet). Gillnet yang digunakan adalah jenis gillnet
permukaan atau memiliki nama daerah jaring setet. Kapal yang digunakan adalah
kapal dengan kekuatan rata-rata 3 GT, dengan ABK 1-2 orang dengan alat bantu
lampu petromak sebagai penerangan saat operasi penangkapan dilakukan.
Berikut merupakan jumlah alat tangkap gillnet pada 5 tahun terakhir.
55
Gambar 5. Grafik jumlah alat tangkap gillnet di Muncar, Banyuwangi
Konstruksi umum alat tangkap gillnet permukaan (jaring setet) yaitu
memiliki panjang 60 m dan dalam 10,5 m serta memiliki mesh size 1 − 11
4 inch
dengan memakai bahan nilon berdiameter 3
4. Tali temali pada gillnet terdiri dari tali
ris atas dengan panjang 60 m, diameter 3 mm, tali pelampung dengan panjang 70
m, diameter 3 mm, tali ris bawah memiliki panjang 60 m dengan diameter 8 mm,
dan tali pemberat yang memiliki panjang 70 m dengan diameter 3 mm.
Alat tangkap gillnet permukaan menggunakan pelampung yang terbuat dari
jerigen yang berbahan plastik dengan jarak antar pelampung satu dengan
pelampung lainnya yaitu 15 m atau berjumlah 4 buah, serta dengan menggunakan
pelampung yang terbuat dari gabus dengan jarak 1 m, selain itu menggunakan
pemberat yang terbuat dari bahan semen cor yang memiliki berat masing-masing
0,3 kg dengan jarak antar pemberat satu dengan yang lainnya yaitu 1 m.
(a) (b)
Gambar 6. (a) Kapal gillnet; (b) proses pengambilan ikan tembang dari jaring
Hasil tangkapan utama alat tangkap gillnet permukaan adalah ikan
tembang (S. fimbriata) dengan hasil tangkapan sampingan berupa ikan kembung
679 674 624 624
2600
200
400
600
800
2012 2013 2014 2015 2016
Jum
lah
(U
nit
)
Tahun
56
(Rastrelliger spp), belanak (Valamugil seheli) dan lain-lain. Produksi hasil
tangkapan gillnet di UPT PP Muncar pada tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Gambar 7. Grafik produksi alat tangkap gillnet tahun 2016 di UPT PP Muncar
4.1.2.2 Alat Tangkap Purse Seine
Saat ini alat penangkap ikan yang aktif di operasikan di UPT PP Muncar
adalah alat tangkap purse seine. Purse seine di UPT PP Muncar terdapat dua
macam yaitu Purse seine dan mini purse seine yang biasa disebut dengan gardan.
Purse seine merupakan alat tangkap yang paling efektif untuk ikan pelagis yang
suka bergerombol seperti lemuru (Sardinella lemuru), tembang (Sardinella spp),
kembung (Rastrelliger spp), layang (Decapterus russelli), tongkol (Euthynnus
affinis). Pada satu operasi penangkapan purse seine dapat menangkap beberapa
jenis ikan-ikan pelagis tertentu. Berikut merupakan grafik jumlah alat tangkap
purse seine serta produksi hasil tangkapan kapal purse seine di UPT PP Muncar.
Gambar 8. Grafik jumlah alat tangkap purse seine
0
20
40
60
80
TEMBANG BELANAK SELAR KEMBUNG LAIN-LAIN
78.43
22.118
42.7736.81
3.76Jum
lah
(To
n)
207203
190 190 190180
190
200
210
2012 2013 2014 2015 2016
Jum
lah
(u
nit
)
Tahun
57
Gambar 9. Grafik hasil tangkapan kapal purse seine
Kapal purse seine di UPT PP Muncar memiliki 2 jenis yaitu purse seine
dengan satu kapal dan purse seine dengan dua kapal. Kapal penangkap tipe dua
kapal yaitu kapal jaring dan kapal pemburu. Kapal purse seine di Muncar memiliki
ukuran rata-rata panjang 23 m, lebar 5,5 m dan dalam 2,5 m serta dilengkapi
dengan mesin 300 PK, sedangkan jaring purse seine di Muncar memiliki ukuran
panjang antara 210-500 m, dan dalam antara 60-70 m, serta ukuran mata jaring 1
inch untuk badan jaring dan 0,75 inch untuk bagian yang berbentuk kantong.
Pengoperasian alat tangkap purse seine diperluhkan antara 39-47 orang ABK.
(a) (b)
Gambar 10. (a) Kapal gardan; (b) kapal purse seine
4.1.3 Produksi Ikan Tembang di Lokasi Penelitian
Produksi ikan tembang (S. fimbriata) di UPT PP Muncar setiap tahunnya
mengalami kenaikan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 dan mengalami
0.01000.02000.03000.04000.05000.06000.07000.08000.0
510.629.8 22.4 76.2 404.5
7158.6
0.9 3.2 12.6 1.5 2.3 4.2
Jum
lah
(To
n)
58
penurunan pada tahun 2016. Data jumlah hasil tangkapan dari ikan tembang (S.
fimbriata) 5 tahun terakhir serta hasil tangkapan perbulan pada tahun 2016 dapat
dilihat pada grafik berikut:
Gambar 11. Grafik hasil tangkapan Ikan tembang 5 tahun
Gambar 12. Grafik hasil tangkapan ikan tembang tahun 2016
Ikan tembang (S. fimbriata) di daerah Muncar justru muncul pada saat
musim paceklik ikan lemuru (S. lemuru), sehingga pada saat ini banyak nelayan
yang memburunya. Dahulu ikan tembang (S. fimbriata) tidak memiliki nilai
ekonomis, tetapi dikarenakan musim paceklik seperti saat ini maka nelayan
memaksa mencari peruntungan lain di laut seperti memburu ikan tembang (S.
fimbriata). Ikan tembang yang didapatkan oleh nelayan akan dijual di tengkulak
yang kemudian didistribusikan ke tempat pengolahan seperti ikan asin dan tepung
ikan.
Nelayan memburu ikan tembang (S. fimbriata) didaerah Teluk Pangpang
dan sekitarnya dengan jarak kurang lebih 1 mil dari UPT PP Muncar, sehingga
para nelayan tidak memerluhkan biaya operasional yang tinggi. Dari data yang
47,602
165,951 171,254 161,655
0
50,000
100,000
150,000
200,000
2012 2013 2014 2015 2016
Pro
du
ksi (
ton
)
Tahun
15710
5780 5755
19445
5085
38510
1891023525 23300
17525 18125
4860
0
10000
20000
30000
40000
50000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Pro
du
ksi (
Kg)
Bulan
59
diperoleh ikan tembang (S. fimbriata) dapat hidup pada perairan yang hangat
seperti di perairan Teluk Pangpang dengan suhu rata-rata 29,45 oC.
4.1.4 Deskripsi Ikan Tembang
Ikan tembang (S. fimbriata) di perairan Selat Bali yang didaratkan di UPT
PP Muncar memiliki nama lokal ikan tamban. Umumnya ikan tembang (S.
fimbriata) yang tertangkap berukuran lebih kecil dibandingkan dengan perairan
lainnya, yaitu berkisar antara 9,1 – 14,1 cm. Ikan tembang (S. fimbriata) memiliki
bentuk tubuh yang pipih (compressed), pada bagian kepala dan badan bagian atas
berwarna hijau kebiruan sedangkan bagian bawah berwarna putih keperakan. Ikan
ini memiliki sirip dorsal, caudal, ventral, pectoral dan anal yang berwarna
transparan dan memiliki ciri khas yaitu terdapat dark spot pada sirip dorsal. Ciri
khas lain dari ikan ini yaitu memiliki banyak sisik pada tubuhnya sehingga ikan ini
juga disebut sebagai ikan sisik.
Gambar 13. Ikan tembang (S. fimbriata) perairan Selat Bali
Dari segi morfologi, ikan tembang (S. fimbriata) tidak memiliki duri
punggung keras tetapi memiliki duri punggung lunak dengan keseluruhan
berjumlah 13-21 buah, tidak memiliki duri dubur tetapi memiliki sirip dubur lunak
sebanyak 12-23 buah, dan memiliki sirip ventral lunak sebanyak 8 buah, dan
memiliki scute sebanyak 29-33 buah.
60
4.2 Aspek Biologi Ikan
4.2.1 Nisbah Kelamin
Analisis nisbah kelamin ikan tembang (S. fimbriata) dilakukan untuk
mengetahui apakah jumlah ikan tembang (S. fimbriata) jantan dan betina
menunjukkan kondisi populasi yang seimbang. Ikan tembang (S. fimbriata) yang
diperoleh selama penelitian berjumlah 1000 ekor terdiri dari 501 ekor ikan jantan
dan 499 ekor ikan betina. Nisbah kelamin antara jantan dan betina 1 : 1 (ikan jantan
501 ekor : ikan betina 499 ekor) dengan prosentase sebesar 50,1% dan 49,9%.
Analisis nisbah kelamin digunakan untuk mengetahui apakah rasio antara
ikan tembang (S. fimbriata) jantan dan betina seimbang, maka dilakukan uji chi-
square. Dari hasil uji chi-square didapatkan X2 hitung < X2 tabel dengan nilai
sebesar 0,004 < 12,7062, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uji chi-square
secara keseluruhan nisbah kelamin ikan tembang (S. fimbriata) yaitu tidak ada
perbedaan nyata sehingga dapat dikatakan nisbah kelamin ikan tembang (S.
fimbriata) seimbang. Nisbah kelamin dalam pemijahan tiap-tiap spesies ikan
berbeda-beda, tetapi umumnya mendekati 1:1 (Effendie, 2002).
Gambar 14. Persentase nisbah kelamin ikan tembang secara keseluruhan
Nisbah kelamin ikan tembang (S. fimbriata) bervariasi setiap bulannya,
nisbah kelamin pada bulan Desember yaitu 66% ikan jantan dan 34% ikan betina,
pada bulan Januari didapatkan 43% ikan jantan dan 57% ikan betina, pada bulan
Jantan50,1%
Betina49,9%
61
Februari terdapat 43,5 % ikan jantan dan 56,5% ikan betina, pada bulan Maret
terdapat 52,5% ikan jantan dan 47,5% ikan betina sedangkan pada bulan April
terdapat 45,5% ikan jantan dan 54,5% ikan betina.
Gambar 15. Persentase nisbah kelamin ikan tembang berdasarkan bulan
Menurut Febianto (2007) dalam Simarmata (2013) umumnya perbedaan
jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap oleh nelayan berkaitan dengan pola
tingkah laku ruaya ikan baik untuk memijah ataupun mencari makan, sedangkan
menurut Purwanto (1986) dalam Sulistiono, et al. (2011) mengatakan bahwa untuk
mempertahankan kelangsungan hidup suatu populasi, perbandingan ikan jantan
dan betina diharapkan dalam keadaan seimbang atau sebaiknya ikan betina lebih
banyak. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana
(2001) dalam Saputra, et al. (2009), yang menyatakan bahwa pengetahuan
mengenai rasio kelamin berkaitan dengan upaya mempertahankan kelestarian
populasi ikan yang diteliti, maka diharapkan perbandingan ikan jantan dan betina
seimbang. Keseimbangan perbandingan jumlah individu jantan dan betina
mengakibatkan kemungkinan terjadinya pembuahan sel telur oleh spermatozoa
hingga menjadi individu-individu baru semakin besar.
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
Desember Januari Februari Maret April
Pe
rse
nta
se n
isb
ah
kela
mim
Nisbah Kelamin Jantan Nisbah Kelamin Betina
62
4.2.2 Hubungan Panjang Berat
Hubungan panjang dengan berat ikan tembang (S. fimbriata) dapat dilihat
dari nilai koefisien korelasi (r). Nilai r ikan tembang (S. fimbriata) di perairan Selat
Bali didapatkan 0,81 sedangkan pada ikan jantan didapatkan nilai 0,84 dan pada
ikan betina didapatkan nilai 0,80. Menurut Syahriani, et al. (2015) nilai koefisien
korelasi (r) mendekati 1, maka terdapat hubungan linier yang kuat antara kedua
variabel, karena nilai koefisien korelasi (r) mendekati nilai satu maka hal ini
menunjukkan adanya keeratan hubungan antara panjang total dengan berat tubuh
ikan tembang (S. fimbriata).
Hubungan panjang dan berat menggambarkan pola pertumbuhan ikan
yang ditunjukkan dari nilai b melalui persamaan W=aLb. Nilai b menunjukkan
apakah pola pertumbuhan ikan termasuk isometris, allometris positif atau
allometris negatif. Hubungan panjang berat ikan tembang (S. fimbriata) di perairan
Selat Bali terdapat pada gambar 16.
Gambar 16. Hubungan panjang dan berat ikan tembang seluruh sampel (n=1000)
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa pola pertumbuhan ikan tembang
(S. fimbriata) di perairan Selat Bali adalah allometrik negatif, dengan nilai b
W = 0,00963 L2,94248
R2 = 0,8117n = 1000
0
5
10
15
20
25
30
8 9 10 11 12 13 14 15
Be
rat
(gr)
Panjang total (cm)
63
sebesar 2,94248. Selanjutnya, analisis hubungan panjang berat ikan tembang (S.
fimbriata) dibedakan tiap bulan, karena faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
dan ketersediaan makanan bagi pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata) bersifat
dinamis atau berbeda setiap bulannya. Analisis ini juga dibedakan berdasarkan
jenis kelamin ikan. Pemisahan ini dikarenakan kaitannya dengan kondisi fisiologis
yang mungkin membedakan pola pertumbuhan ikan jantan dan betina. Hasil
analisis hubungan panjang berat ikan tembang (S. fimbriata) secara rinci disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 12. Hubungan panjang berat ikan tembang pada total seluruh bulan
Waktu Variabel Total Jantan Betina
Total
a 0,0096274 0,0092377 0,0111524
b 2,9424807 2,962051 2,8803847
n 1000 501 499
R square 0,811742 0,8408108 0,8070095
Seb 0,0448555 0,0576966 0,0631831
T hit 40,550596 14,722097 42,289832
T tab 1,9623415 1,9647198 1,964739
Keterangan Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Hasil analisis hubungan panjang berat pada total sampling seluruh bulan
didapatkan nilai R-square antara 0,80-0,84 sehingga dapat dikaakan bahwa
hubungan panjang dan berat memiliki selang kepercayaan sebesar 80%-84%.
Hasil analisis t-test didapatkan bahwa nilai T hitung lebih besar daripada nilai T
tabel yang berarti tolak H1 yaitu nilai b≠3 atau pertumbuhan allometrik. Dari hasil
tersebut kemudian dilihat hasil regresi nilai b yaitu 2,94 yang berarti bahwa
pertumbuhan dapat dikatakan allometrik negatif.
64
Tabel 13. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan Desember 2016
Waktu Variabel Total Jantan Betina
31-Dec-16
a 0,0125277 0,0194985 0,0111722
b 2,789263 2,5938359 2,8470343
n 200 132 68
R square 0,8418255 0,8055159 0,8743863
Seb 0,0859239 0,111783 0,1328274
T hit 34,685003 41,745788 9,4964448
T tab 1,9719565 1,9782385 1,9960084
Keterangan Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Dari hasil analisis hubungan panjang berat ikan tembang (S. fimbriata)
pada bulan Desember, didapatkan nilai T hitung lebih besar dari T tabel dan nilai
b pada ikan jantan dan betina sebesar 2,59383 dan 2,84703 atau kurang dari 3,
hal ini menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif.
Tabel 14. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan Januari 2017
Waktu Variabel Total Jantan Betina
27-Jan-17
a 0,0266405 0,0173968 0,0342487
b 2,519553 2,6880737 2,4223337
n 200 86 114
R square 0,752073 0,7710412 0,783031
Seb 0,102807 0,1598238 0,1204854
T hit 66,090296 18,099219 51,191173
T tab 1,9719565 1,9882679 1,9811804
Keterangan Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Bulan Januari didapatkan didapatkan nilai T hit lebih besar dari T tab dan
nilai b pada ikan jantan dan betina didapatkan sebesar 2,68807 dan 2,42233 yang
menunjukkan pola petumbuhan allometrik negatif.
65
Tabel 15. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan Februari 2017
Waktu Variabel Total Jantan Betina
26-Feb-17
a 0,0433415 0,0396785 0,0551586
b 2,2925234 2,3280147 2,1922532
n 200 87 113
R square 0,758758 0,8013111 0,6896252
Seb 0,0918663 0,1257368 0,1395937
T hit 108,91083 49,849048 61,510401
T tab 1,9719565 1,9879342 1,9813718
Keterangan Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Pada bulan Februari didapatkan didapatkan nilai T hit lebih besar dari T tab
dan nilai b yang lebih kecil yaitu sebesar 2,32801 pada ikan jantan dan 2,19225
pada ikan betina, sehingga dapat dikatakan bahwa pola pertumbuhannya bersifat
allometrik negatif.
Tabel 16. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan Maret 2017
Waktu Variabel Total Jantan Betina
26-Mar-17
a 0,0483834 0,0788003 0,0375243
b 2,3473452 2,1429433 2,4542808
n 200 105 95
R square 0,8181616 0,7173579 0,8761973
Seb 0,0786444 0,1325387 0,0956637
T hit 117,36291 66,261562 55,601186
T tab 1,9719565 1,9830375 1,9855234
Keterangan Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Bulan Maret didapatkan didapatkan nilai T hit lebih besar dari T tab dan
nilai b pada ikan jantan sebesar 2,14294 dan pada ikan betina sebesar 2,45428
yang menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif.
66
Tabel 17. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan April 2017
Waktu Variabel Total Jantan Betina
24-Apr-17
a 0,0428514 0,0481339 0,0400592
b 2,3590431 2,3070635 2,3902672
n 200 91 109
R square 0,7313924 0,6815597 0,7713173
Seb 0,1015985 0,1671578 0,1258214
T hit 89,21885 39,544631 50,593897
T tab 1,9719565 1,9866745 1,9821735
Keterangan Allometrik negatif
Allometrik negatif
Allometrik negatif
Pada bulan April didapatkan nilai T hit lebih besar dari T tab dan nilai b
sebesar 2,30706 dan 2,39026 pada ikan jantan dan betina, hal ini menunjukkan
bahwa pola pertumbuhan ikan tembang adalah allometrik negatif.
Pola pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata) di perairan Selat Bali
merupakan pertumbuhan allometrik negatif, hal ini menunjukkan bahwa ikan
tembang (S. fimbriata) dalam kondisi yang kurus atau pertumbuhannya lebih
didominasi oleh panjang daripada beratnya. Nilai b yang ditunjukkan ikan jantan
dan betina setiap bulannya juga berbeda, hal ini disebabkan karena tingkat
kematangan gonad, perkembangan gonad akan mempengaruhi berat total ikan.
Pada saat ikan memasuki tahap matang gonad, berat ikan bertambah disebabkan
penambahan berat gonad. Ikan betina cenderung lebih berat dibandingkan ikan
jantan pada saat matang gonad, disebabkan gonad ikan betina lebih berat
dibandingkan gonad ikan jantan.
Nilai b yang berbeda setiap bulannya diduga disebabkan oleh faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi jumlah dan ketersediaan makanan bagi
petumbuhan ikan tembang (S. fimbriata). Menurut Rahman dan Hafzath (2002)
dalam Nugraha (2015) mengatakan bahwa perbedaan pola pertumbuhan dapat
dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal maupun kombinasi antar kedua faktor.
Faktor internal yang mempengaruhi pola pertumbuhan adalah genetik dan
67
perkembangan gonad, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah
lingkungan tempat ikan hidup dan kebiasaan makan. Menurut Osman (2004)
dalam Syakila (2009) perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh musim, jenis
kelamin, area, suhu, fishing time, fishing vessel dan tersedianya makanan. Dapat
juga disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.
4.2.3 Hubungan Panjang Dan Lingkar Tubuh
Analisis untuk mengetahui hubungan panjang dan lingkar tubuh ikan
tembang (S. fimbriata) menggunakan analisis regresi dan korelasi hubungan
panjang dan lingkar tubuh. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh panjang terhadap lingkar tubuh ikan, hasil analisis tersebut dapat
dilihat pada grafik sebagai berikut:
Gambar 17. Grafik linier pengaruh panjang terhadap lingkar tubuh seluruh sampel (n= 1000)
Berdasarkan gambar diatas dan analisis regresi dapat diketahui bahwa
fungsinya adalah G = 0,49L + 0,2089. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap
panjang ikan tembang (S. fimbriata) bertambah 1 cm maka rata-rata lingkar tubuh
meningkat sebesar 0,49 cm. Koefisien determinasi (R) sebesar 𝑅2 = 0,7397
menunjukkan bahwa faktor panjang ikan mempengaruhi lingkar tubuh ikan
tembang (S. fimbriata) sebesar 73,97% sedangkan sisanya 26,03% dipengaruhi
G = 0,49L + 0,2089R² = 0,7397
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8.5 9.5 10.5 11.5 12.5 13.5 14.5
Lin
gkar
Tu
bu
h (
cm)
Panjang total (cm)
68
oleh faktor lain. Sementara nilai korelasi (r) mendekati 1 berarti bahwa antara
panjang dan lingkar tubuh terdapat hubungan yang nyata.
Hasil uji t-student, dapat diketahui bahwa nilai t hitung = 8625,26
sedangkan t tabel = 1,96234. Jadi nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima bahwa ada
pengaruh antara panjang dan lingkar tubuh ikan tembang (S. fimbriata). Analisis
hubungan panjang dan lingkar tubuh setiap bulannya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 18. Pengaruh panjang dan lingkar tubuh ikan tembang
Variabel Desember Januari Februari Maret April
n 200 200 200 200 200
a 0,219 0,822 0,477 1,243 0,875
b 0,662 0,535 0,567 0,504 0,508
R-squere 0,804 0,716 0,729 73,553 0,834
Seb 0,023 0,024 0,025 0,021 0,016
T hit 1422,485 1453,674 1402,045 1642,855 2191,644
T tab 1,972 1,972 1,972 1,972 1,972
Hipotesa H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima
4.2.4 Tingkat Kematangan Gonad
Jenis kelamin diketahui berdasarkan pembedahan terhadap ikan contoh
kemudian tingkat kematangan gonad (TKG) ditentukan dengan menggunakan
klasifikasi tingkat kematangan gonad menurut Tester dan Takata (1953) dalam
Effendie (2002), dengan 5 skala tingkat kematangan gonad, yaitu TKG I-V. Tingkat
kematangan gonad ikan tembang (S. fimbriata) tiap bulan ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:
69
Gambar 18. Tingkat kematangan gonad tiap bulan
Gambar 19. Jumlah ikan matang dan belum matang gonad tiap bulan
Pada grafik diatas terlihat bahwa pada bulan Desember ikan tembang (S.
fimbriata) matang gonad sebesar 29 ekor sedangkan tidak matang gonad sebesar
171 ekor. Bulan Januari ikan yang ditemukan tidak matang gonad sebesar 94 ekor
sedangkan ikan matang gonad sebesar 106 ekor. Bulan Februari ditemukan ikan
tidak matang gonad sebanyak 78 ekor sedangkan ikan matang gonad sebanyak
122 ekor. Bulan Maret ditemukan ikan tidak matang gonad sebanyak 134 ekor
sedangkan ikan matang gonad sebanyak 66 ekor. Bulan April ditemukan ikan tidak
matang gonad sebanyak 91 ekor dan ikan matang gonad sebanyak 109 ekor.
Tingkat kematangan gonad dapat memberikan pengetahuan mengenai
kondisi kematangan gonad pada ikan melalui ciri-ciri gonad yang dapat diamati.
108
21 6
74
21
63
73
72
60
70
27
8199
53
70
225 23 12
38
0 0 0 1 1
D E S 2 0 1 6 J A N - 1 7 F E B - 1 7 M A R - 1 7 A P R - 1 7
V
IV
III
II
I
171
94 78134
91
29
106 12266
109
D E S - 1 6 J A N - 1 7 F E B - 1 7 M A R - 1 7 A P R - 1 7
Matang
Belum Matang
70
Melalui pengetahuan tentang tingkat kematangan gonad akan didapat keterangan
ikan itu memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Shendra dan Merta
(1986) dalam Sulistyono, et al.(2009) menyatakan bahwa jika ditemukan ikan
yang sudah mencapai TKG III dan IV dapat menjadi indikator adanya ikan yang
memijah di perairan tersebut, pemijahan ikan dilakukan pada saat kondisi
lingkungan mendukung keberhasilan pemijahan dan kelangsungan hidup larva.
Perbedaan musim pemijahan ikan dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi musim
hujan tahunan, letak geografis dan kondisi lingkungan.
Secara keseluruhan, persentase ikan tembang (S. fimbriata) yang belum
matang gonad (immature) sebanyak 57% dan yang matang gonad (mature) hanya
43%. Hasil tersebut mengidentifikasikan telah terjadi growth overfishing di perairan
Selat Bali, karena hasil tangkapan didominasi oleh ikan yang belum sempat
matang gonad. Persentase kematangan gonad ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 20. Persentase kematangan gonad ikan tembang keseluruhan sampel
Hasil analisis uji chi-square didapatkan nilai X2 hitung 18,496 sedangkan
X2 tabel didapatkan 12,7062. Jadi nilai X2 hitung lebih besar dari pada nilai X2 tabel
yang berarti terdapat perbedaan yang nyata antara rasio ikan matang gonad
dengan yang tidak matang gonad.
Belum Matang
57%
Matang43%
71
4.2.5 Indeks Kematangan Gonad
Perkembangan kematangan gonad pada umumnya ditunjukkan dengan
indeks kematangan gonad. Hasil dari penelitian secara keseluruhan nilai indeks
kematangan gonad ikan tembang (S. fimbriata) bervariasi setiap pengambilan
sampelnya. Rata-rata indeks kematangan gonad pada bulan Desember 2016
sebesar 2,35%, pada bulan Januari memiliki rata-rata indeks kematangan gonad
sebesar 3,35%, bulan Februari memiliki nilai indeks kematangan gonad paling
besar yaitu sebesar 4,11%, sedangkan pada bulan Maret memiliki nilai indeks
kematangan gonad paling kecil yaitu sebesar 1,32% dan pada bulan April memiliki
nilai indeks kematangan gonad sebesar 1,54%. Nilai IKG dapat dilihat pada chart
berikut:
Gambar 21. Grafik indeks kematangan gonad maksimum, minimum dan rata-rata
Pada saat ikan melakukan pemijahan nilai IKG akan meningkat, sebaliknya
akan menurun setelah melakukan pemijahan. Yustina dan Arnentis (2002)
mengatakan bahwa ikan yang mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20% adalah
kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali pada setiap tahunnya,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tembang merupakan ikan yang dapat
9,38%
7,76%
9,2 %
7,32%6,75%
0,70%0,09%
1,04%
0,08% 0,25%
2,35%
3,35%
4,11%
1,32% 1,54%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
Desember Januari Februari Maret April
Pe
rse
nta
se IK
G
Bulan
IKG maks
IKG min
Rata-rata
72
memijah lebih dari 1 kali pada setiap tahunnya. Menurut Sulistiono, et al. (2011)
perbedaan kisaran nilai IKG untuk ikan jantan dan betina diduga karena pada ikan
betina pertumbuhan lebih cenderung pada berat gonad. Pertambahan gonad pada
ikan betina dapat mencapai 10-25% dari berat tubuh sedangkan pada ikan jantan
hanya mencapai 5-10% dari berat tubuh.
4.2.6 Panjang Ikan Pertama Kali Matang Gonad (Lm)
Perhitungan panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan tembang (S.
fimbriata) dibedakan antara ikan jantan dan betina. Dari hasil perhitungan
didapatkan Lm total sebesar 11,92263 cm, Lm ikan jantan sebesar 12,445 cm
sedangkan pada Lm ikan betina didapatkan sebesar 10,242 cm. Hasil ini
menunjukkan bahwa ikan betina dan ikan jantan mengalami matang gonad pada
ukuran yang berbeda, yaitu ikan betina matang gonad pada ukuran yang lebih kecil
dibandingkan dengan ikan jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wujdi, et al.
(2013) bahwa ukuran ikan pada waktu matang gonad pertama (Lm) adalah
bervariasi antar spesies dan didalam spesies itu sendiri sehingga ikan pada kohort
atau ukuran yang sama tidaklah perlu mendapatkan kematangan gonadnya yang
pertama pada suatu umur atau panjang yang sama pula.
Ikan tembang hasil tangkapan mempunyai panjang minimum 9,1 cm dan
panjang maksimum 14,1 cm. Dari hasil data banyak ikan dibawah panjang Lm
yang sudah tertangkap, yang berarti ikan yang tertangkap adalah ikan yang belum
pernah memijah. Nilai Lm ikan tembang (S. fimbriata) jantan maupun betina dapat
dilihat pada gambar berikut:
73
Gambar 22. Grafik hubungan logaritma natural presentasion kematangan gonad
dan panjang total ikan tembang jantan
Gambar 23. Grafik hubungan logaritma natural presentasion kematangan gonad
dan panjang total ikan tembang betina
Lagler, et al. (1977) dalam Novitriana, et al. (2004) juga menjelaskan
perbedaan ukuran pertama kali ikan matang gonad dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi perbedaan spesies, umur
dan ukuran serta fungsi fisiologis individu, sedangkan faktor luar antara lain suhu,
arus dan adanya individu yang berjenis kelamin berbeda di tempat berpijah yang
sama dan lokasi tempat pengambilan sampel penelitian.
Ln Z = 0,6358L - 7,84R² = 0,889
-1.8
-1.6
-1.4
-1.2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13Lo
gari
tma
nat
ura
l pre
sen
tasi
on
ke
mat
anga
n g
on
ad
Panjang Total (cm)LM Jantan Linear (LM Jantan)Ln Z = a + bL
y = 0,4199x - 4,3051R² = 0,9454
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
9 10 11 12 13 14
Loga
ritm
a n
atu
ral p
rese
nta
sio
n
kem
atan
gan
go
nad
Panjang Total (cm)
LM Betina Linear (LM Betina)
LM
LM
Ln Z
Ln Z Ln Z = a + bL
74
4.3 Aspek Dinamika Populasi
4.3.1 Pemisahan Kelompok Umur Ikan Menurut Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran frekuensi ikan tembang (S. fimbriata) menggunakan metode
bhattacharya yang terdapat dalam program FISAT II dengan menggunakan data
pengambilan sampel perbulan yaitu pada bulan Desember 2016 sampai April
2017. Ikan tembang (S. fimbriata) yang diperoleh selama penelitian berjumlah
1000 ekor yaitu pada tiap bulan mendapatkan sampel sebanyak 200 ekor dengan
panjang total berkisar antara 9,1 – 14,1 cm. Kisaran panjang total tersebut dapat
dibagi menjadi 16 kelas ukuran panjang.
Menurut Boer (1996) dalam Simarmata (2013) penggunaan frekuensi
panjang sering dianggap sebagai teknik yang paling sederhana diterapkan untuk
mengetahui pola tingkatan stok ikan, tetapi struktur data panjang sangat bervariasi
tergantung letaknya secara geografis, habitat maupun tingkah laku. Menurut
Effendie (2002) dalam Simarmata (2013) Perbedaan struktur panjang
menggambarkan adanya perbedaan pertumbuhan di masing-masing lokasi
karena adanya perbedaan karakteristik dari perairan,seperti faktor eksternal (suhu,
air, kandungan oksigen terlarut, ammonia dan fotoperiod) dan faktor internal
(keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit). Faktor-faktor tersebut kemudian
berinteraksi dengan faktor lain seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan dan
tingkat kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan.
75
(Sampel 1. 31 Desember 2016)
(Sampel 2. 27 Januari 2017)
(Sampel 3. 26 Februari 2017)
(Sampel 4. 26 Maret 2017)
(Sampel 5. 24 April 2017)
Gambar 24. Kurva pengelompokan panjang ikan tembang
76
Dari pengelompokkan panjang terlihat bahwa dari semua sampel ikan tiap
bulannya merupakan satu kohort. Dari hasil analisis bhattacharya setelah
diplotkan menjadi grafik, akan didapatkan nilai mean, standard deviation, r2 dan
S.I.
Tabel 19. Hasil analisis metode bhattacharya
Parameter 31-Des 27-Jan 26-Feb 26-Mar 24-Apr
mean 10,48 10,5 10,69 11,29 11,74
standard deviation 0,49 0,44 0,36 0,36 0,6
r2 0,856 0,905 0,978 0,974 0,811
S.I n.a n.a n.a n.a n.a
population 200 190 197 200 197
Hasil analisis bhattacharya diatas terlihat pada mean setiap bulannya,
mean length ikan bergerak dari ukuran yang kecil ke ukuran yang lebih besar,
sehingga dapat ditarik hubungan bahwa jika ukuran ikan kecil maka stok ikan
dalam perairan banyak. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
mortalitas alami maupun penangkapan.
Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan menggunakan metode
bhattacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi (S.I) yang
diperoleh. Menurut Sparre dan Venema (1999) dalam Syakila (2009) menjelaskan
bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila
dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen
yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua maka tidak mungkin
dilakukan pemisahan diantara dua kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih
yang besar antar kelompok ukuran tersebut. Berdasarkan tabel nilai indeks
separasi dari hasil analisis ikan tembang didapatkan nilai n.a yang artinya
kelompok ukuran panjang ikan merupakan 1 kohort.
77
Sebaran frekuensi panjang diplotkan kedalam bentuk grafik sehingga
dapat dilihat jumlah sebaran normal tersebut diangap sebagai kelompok umur
(kohort) (gambar 25).
Gambar 25. Sebaran frekuensi panjang ikan tembang
Dari sebaran frekuensi panjang dapat disimpulkan bahwa ikan tembang (S.
fimbriata) yang tertangkap dari perairan Selat Bali terdiri dari satu kelompok
ukuran, dengan modus pada panjang 10,7 cm dengan ukuran panjang antara 9,1
cm sampai dengan 14,1 cm.
4.2.2 Panjang Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc)
Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) dihitung berdasarkan data
frekuensi panjang ikan tembang (S. fimbriata) yang didapat pada saat penelitian.
Nilai Lc yaitu panjang 50% pertama kali tertangkap. Pendugaan ukuran ikan
pertama kali tertangkap dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara
distribusi panjang kelas (sebagai sumbu x) dengan jumlah ikan yang dinyatakan
dengan presentase kumulatif (sebagai sumbu y) sehingga terbentuk kurva linier.
Dari hasil perhitungan data diperoleh nilai Lc ikan tembang (S. fimbriata) adalah
sebesar 10,089 cm.
0 114
73
197
234
207
154
73
21 175 2 1 1 0
0
50
100
150
200
250
8.7 9.1 9.5 9.9 10.3 10.7 11.1 11.5 11.9 12.3 12.7 13.1 13.5 13.9 14.3 14.7
FREK
UEN
SI
PANJANG TOTAL (CM)
78
Nilai Lc berpengaruh terhadap nilai Lm, karena nilai Lc < Lm maka ikan
belum layak untuk ditangkap, karena ikan belum melakukan pemijahan. Jika
penangkapan dilakukan secara terus menerus, maka akan sangat berpengaruh
terhadap ketersediaan stok ikan tembang (S. fimbriata), baik jantan maupun
betina, jumlah stok ikan akan terus berkurang jika penangkapan dilakukan terus
menerus tanpa terkendali.
Gambar 26. Grafik hubungan batas atas dan selisih kelas panjang dalam linier
(Length at first Capture)
Hasil menunjukkan bahwa ikan tembang betina yang tertangkap di perairan
Selat Bali kebanyakan sudah matang gonad sedangkan pada ikan tembang jantan
yang tertangkap belum mengalami matang gonad. Menurud Wujdi, et al.(2013),
salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya nilai Lc adalah alat tangkap
yang digunakan untuk menangkap ikan sampel. Nilai Lc<Lm kemungkinan karena
ukuran mata jaring (mesh size) yang digunakan pada alat tangkap gillnet terlalu
kecil yaitu 1 inch.
y = -3.3298x + 33.5951R² = 0.981
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
9 9.2 9.4 9.6 9.8 10 10.2 10.4
Selis
ih a
nta
ra k
elas
pan
jan
g d
alam
lin
ier
Batas atas dari kelas panjang
LC
79
4.3.3 Parameter Pertumbuhan
Input yang digunakan pada analisis parameter pertumbuhan adalah data
frekuensi panjang sampel ikan tembang (S. fimbriata). Parameter pertumbuhan
dikerjakan dengan ELEFAN I dalam program FISAT II. Tujuan dari pengerjaan
ELEFAN I adalah untuk memperoleh nilai K dan L∞. Penentuan nilai K dan L∞
dapat melalui tiga bagian yaitu response surface, automatic search dan K scan.
Penentuan nilai K dan L∞ dilakukan melalui bagian response surface
dimana kita mencari nilai Rn yang paling tinggi. Hasil dari response surface dari
starting sample pada bulan 5 dan starting length 11,5 didapatkan nilai Rn tertinggi
sebesar 0,934 pada L∞ 19,6 cm dan nilai K sebesar 0,51 pertahun. Nilai K
mempengaruhi waktu yang diperluhkan ikan tembang (S. fimbriata) untuk
mencapai panjang asimptot atau panjang maksimumnya.
Tabel 20. Parameter pertumbuhan ikan tembang di selat Bali
Parameter Nilai Satuan
Rn 0,934
L∞ 19,6 Cm
K 0,51 / tahun
t0 -0,147 tahun
Analisis K-scan pada Ellefan I didapatkan grafik K-scan untuk mengetahui
seberapa besar laju pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata). Analisis ini
menggunakan input nilai L∞, starting sample dan starting length. Kemudian
didapatkan nilai Parameters at maximum serta grafik K-Scan.
80
Gambar 27. Grafik hasil K-Scan ikan tembang
Nilai K diduga dipengaruhi oleh faktor makanan di lingkungannya serta
faktor kondisi lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhannya. Nilai K
sebesar 0,51 menunjukkan bahwa ikan tembang memerluhkan waktu yang lama
untuk mencapai panjang maksimum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sparre
(1998), bahwa ikan yang mempunyai nilai koefisien laju pertumbuhan yang tinggi
memerluhkan waktu yang cepat untuk mencapai panjang maksimum dan ikan
yang mempunyai koefisien laju pertumbuhan yang rendah memerluhkan waktu
yang lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Untuk kurva pertumbuhan
dapat dilihat plot VBGF sebagai berikut:
Gambar 28. Kurva pertumbuhan plot Von Bertalanffy Growth Function
81
Hasil kurva pertumbuhan plot VBGF menunjukkan frekuensi panjang yang
direstruksikan dengan kurva pertumbuhan yang mengindikasikan adanya 1 kohort.
Dan awal pertumbuhan terjadi pada bulan Agustus.
Setelah didapatkan nilai K dan L∞, maka nilai t0 dapat diduga dengan
menggunakan rumus empiris Pauly (1984), sehingga diperoleh nilai t0 sebesar -
0,147 tahun. Jika nilai K, L∞ dan t0 diketahui, maka akan didapatkan persamaan
pertumbuhan panjang Von Bertalanffy untuk ikan tembang (S. fimbriata) yaitu 𝐿𝑡 =
19,6(1 − 𝑒−0,51(𝑡+0,147)). Dari persamaan tersebut didapatkan kurva pertumbuhan
ikan tembang (S. fimbriata) dengan memasukkan t (tahun) dan Lt (cm).
Gambar 29. Grafik laju pertumbuhan ikan tembang
Secara teori panjang asimtotik (L∞) ikan tembang (S. fimbriata) sebesar
19,6 dapat dicapai pada saat ikan berumur 6,8 tahun. Berdasarkan kurva
pertumbuhan seperti tampak diatas terlihat bahwa pertumbuhan panjang ikan
tembang yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seirig dengan
bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptot dimana ikan bertambah
panjang lagi. Menurut Jalil dan Mallawa (2001) dalam Aswar (2011), pertumbuhan
cepat ikan yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari
makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Pada ikan tua energi
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-5 0 5 10 15 20 25 30 35
Lt (
cm)
Umur (tahun)
L∞ = 19,6 cm
𝐿𝑡 = 19,6(1 − 𝑒−0,51(𝑡+0,147))
82
yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhan, tetapi
hanya digunakan untuk mempertahankan diri dan mengganti sel-sel yang rusak.
Panjang maksimum (Lmax) ikan dapat dicapai secara teori yaitu sebesar
18,6 cm dan dapat dicapai pada saat ikan berumur 5,687 tahun. Kurva
pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata) diatas menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan ikan selama rentang hidupnya tidak sama. Ikan muda memiliki
pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ikan yang mendekati L∞. L∞ ikan tembang
di Selat Bali sebesar 19,6 cm yang mampu dicapai ikan pada saat berumur 6,8
tahun.
Tabel 21. Umur ikan tembang (S. fimbriata)
Parameter Panjang Umur Bulan Hari
Lc 10,0894 1,270 15,245 457,358
Lm jantan 12,4451 1,828 21,942 658,256
Lm Betina 10,2422 1,302 15,626 468,791
Lmax 18,6 5,687 68,243 2047,291
L∞ 19,6 6,8 81,6 2448
4.3.4 Pola Rekruitmen
Rekruitmen dapat diartikan sebagai penambahan atau masuknya individu
kedalam area penangkapan terjadi. Pola rekruitmen ikan tembang (S. fimbriata)
berdasarkan data frekuensi panjang diperoleh melalui program recruitment pattern
dalam program FISAT II. Analisis ini dengan memasukkan nilai L∞ sebesar 19,6
dan nilai K sebesar 0,51 sehingga didapatkan grafik pola rekruitmen (Gambar 30)
dengan hasil group 1 yaitu 6,75.
83
Gambar 30. Pola rekruitmen ikan tembang dalam satu tahun
Berdasarkan gambar pola rekruitmen tersebut dapat diketahui bahwa pola
rekruitmen hanya memiliki satu puncak dalam satu tahun, jadi dapat dikatakan
bahwa ikan tembang di perairan Selat Bali mengalami satu kali rekruitmen dalam
satu tahun. Presentase rekruitmen terus mengalami peningkatan hingga mencapai
musim puncak rekruitmen pada bulan tertentu. Rekruitmen yang telah mencapai
puncak, maka presentase rekruitmen akan mengalami penurunan. Grafik yang
berwarna kuning menunjukkan dugaan rekruitmen yang terjadi setiap bulan
selama satu tahun. Bulan ke-8 (Juli) merupakan puncak yang diduga terjadi
rekruitmen dengan persentase sebesar 30,64%. Besar nilai rekruitmen ikan
tembang (S. fimbriata) pada setiap bulannya mengalami kenaikan dan penurunan
pada setiap bulannya.
84
Tabel 22. Numeric Results Recruitment Pattern
Relative Time Bulan Percent Recruitment
Bulan 1 Desember 0,07
Bulan 2 Januari 0,13
Bulan 3 Februari 0,90
Bulan 4 Maret 2,28
Bulan 5 April 6,06
Bulan 6 Mei 16,81
Bulan 7 Juni 27,59
Bulan 8 Juli 30,64
Bulan 9 Agustus 12,19
Bulan 10 September 3,08
Bulan 11 Oktober 0,25
Bulan 12 November 0,00
Berdasarkan analisis recruitment pattern diatas persentase tertinggi terjadi
pada bulan ke-8, yang artinya pada bulan Juli tersebut merupakan puncak
masuknya ikan ke area penangkapan. Pada bulan ke 12 persentase rekruitment
0% karena pada bulan tersebut diduga ikan tembang (S. fimbriata) berada pada
luar daerah penangkapan atau melakukan ruaya mencari makan. Pada bulan 1
rekruitmen kembali terjadi, akan tetapi tidak terlalu banyak. Dugaan lain adalah
ikan yang masuk daerah tangkapan masih berukuran kecil sehingga ikan tersebut
dapat lolos dari alat tangkap.
Tingginya pola rekruitmen pada bulan Juli lebih dipengaruhi oleh proses
terjadinya upwelling di Selat Bali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salijo (1973)
dalam Wujdi, et al. (2013) bahwa proses upwelling di Selat Bali terjadi pada musim
timur atau bulan April-Oktober dan terjadi puncak pada bulan Juli yang ditandai
dengan tingginya konsentrasi fosfat dan nitrat dalam zona eufotik sehingga
mendukung perkembangan fitoplankton di perairan tersebut.
Pengetahuan tentang pola rekruitmen dan musim pemijahan dapat
dipergunakan untuk alternatif pengelolaan yaitu manajemen musim. Manajemen
musim dapat diartikan sebagai usaha penutupan atau pembatasan alat tangkap,
85
untuk menentukan penambahan anggota baru kedalam suau kelompok pada
periode berikutnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah tertangkapnya ikan yang
belum memijah atau lebih tangkap pertumbuhan (growth over fishing). Penutupan
atau pembatasan alat tangkap dilakukan pada saat musim pemijahan.
4.3.5 Laju Mortalitas
Pendugaan konstanta mortalitas alami (M) dengan menggunakan Pauly’s
M equation pada program FISAT II dengan memasukkan nilai L∞, K dan rata-rata
suhu perairan tahunan dimana ikan tembang (S. fimbriata) tertangkap dengan
asumsi rata-rata suhu perairan tertangkapnya ikan tembang (S. fimbriata) adalah
konstan. Dengan suhu 29,450C didapatkan nilai M sebesar 1,32345 pertahun. Nilai
M dipengaruhi oleh nilai parameter pertumbuhan yaitu nilai K dan panjang asimptot
selain itu faktor lingkungan seperti suhu permukaan laut juga mempengaruhi nilai
M. Pauly (1984) menyatakan bahwa rumus M menggambarkan 3 hal yang pertama
ikan kecil mempunyai mortalitas alami yang tinggi, kedua spesies ikan yang
tumbuh cepat sehingga mortalitas alaminya tinggi dan yang terakhir makin hangat
suhu lingkungan perairan makin tinggi mortalitas alami.
Analisis mortalitas total (Z) dilakukan menggunakan pendugaan kurva
penangkapan yang dikonversikan kedalam ukuran panjang (length-converted
catch curve) melalui program FISAT II. Hasil dugaan mortalitas ikan tembang (S.
fimbriata) yang tertangkap di perairan Selat Bali yaitu mortalitas total (Z) sebesar
7,69, mortalitas alami (M) sebesar 1,33 dengan suhu perairan 29,45oC, mortalitas
penangkapan (F) sebesar 6,37 serta laju eksploitasi (E) sebesar 0,83.
86
Gambar 31. Kurva hasil tangkapan (catch curve) berdasarkan pada data panjang
yang dihubungkan dengan umur ikan
Titik yang tidak dilalui garis merupakan sample atau jumlah ikan yang
belum sepenuhnya masuk daerah penangkapan sehingga data tidak digunakan,
kemudian satu buah titik yang ada dibawah setelah garis tidak diikutkan kedalam
analisis karena titik tersebut mendekati L∞ hubungannya dengan umur, sehingga
hasilnya akan menjadi tidak menentu dan untuk menghindari bias dalam
pendugaan umur ikan (Spare and Venema, 1999).
Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa nilai F lebih besar
daripada nilai M. Idealnya nilai F harus seimbang dengan nilai M, sehingga bisa
didapatkan tangkapan yang optimum lestari.
Nilai probabilitas tertangkap ikan dapat diketahui melalui grafik probability
of capture. Pada gambar 31 menunjukkan grafik panjang yang mungkin ikan
tertangkap. Berdasarkan nilai panjang kelas (Length class) serta nilai probability
diperoleh nilai probabilitas tertangkapnya ikan tembang di perairan Selat Bali pada
L-50 yaitu pada panjang 9,46 cm.
87
Gambar 32. Grafik probability of capture
4.3.6 Pendugaan Status Perikanan Dan Pengelolaan Ikan Tembang
Laju penangkapan ikan tembang (S. fimbriata) di perairan Selat Bali
menggunakan nilai Z dan F yang sudah diketahui. Nilai laju penangkapan (E) dari
penelitian ini adalah sebesar 0,83 pertahun. Nilai E didapatkan dari pembagian
dari nilai F dan nilai Z, dimana nilai F sebesar 6,37 pertahun dan nilai Z sebesar
7,69 pertahun. Dari hasil laju penangkapan kemudian dihitung pendugaan status
perikanan dengan cara membagi nilai E dengan 0,5 (nilai MSY) kemudian
dikalikan 100%. Dari perhitungan tersebut didapatkan hasil sebesar 166%,
sehingga dapat di simpulan bahwa status pengusahaan ikan tembang (S.
fimbriata) di Selat Bali telah mengalami status perikanan depleted. Status
pegusahaan depleted yaitu dimana stok sumberdaya ikan dari tahun ketahun
jumlahnya menurun drastis, sehingga upaya penangkapan sangat dianjurkan
untuk dihentikan karena kelestarian sumberdaya sudah mulai terancam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Aswar (2011) bahwa jika penangkapan dilakukan terus
menerus untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa adanya usaha
pengaturan, maka sumberdaya hayati ikan (waktu yang akan datang) dapat
mengalami kelebihan tangkap dan berakibat mengganggu kelestarian hayati.
88
Permintaan tinggi dari konsumen terhadap ikan-ikan ekonomis penting
mengakibatkan peningkatan eksploitasi terhadap ikan tersebut. Hal ini dicirikan
dengan bertambahnya nelayan, armada penangkapan, alat tangkap yang
beroperasi dan meningkatnya konsumsi ikan perkapita (Dahuri, 2002 dalam
Prasetyo, 2006). Dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga hal yang harus dilakukan
dalam mengelola stok ikan tembang yaitu pengaturan hasil tangkapan, pengaturan
upaya penangkapan (waktu penangkapan, jumlah nelayan dan jumlah armada
penangkapan) serta pegaturan teknik penangkapan (ukuran mata jaring dan cara
operasi alat tangkap). Hal utama yang harus diperhatikan yaitu ukuran mata jaring.
Jaring yang digunakan oleh nelayan Muncar banyak menggunakan jaring
setet yang memiliki ukuran mata jaring yang sangat kecil (1-11
4 inchi). Ukuran ikan
yang disarankan untuk ditangkap yaitu berukuran lebih dari 12 cm, karena pada
ukuran tersebut ikan tembang sudah selesai memijah dan ukuran tubuh yang
sudah besar.
4.3.7 Analisis Yield Per Recruit (Y/R) Dan Biomass Per Recruit (B/R)
Analisis perhitungan untuk yield per recruit (Y/R) dan biomass per recruit
(B/R) menggunakan knife-edge selection dalam program FISAT II dengan
memasukkan nilai M/K dan nilai Lc/ L∞. Setelah memasukkan nilai M/K sebesar
2,621 dan nilai Lc/ L∞ sebesar 0,515, maka didapatkan nilai Y/R sebesar 0,019
dan nilai B/R didapatkan sebesar 0,085.
Pada gambar menunjukkan bahwa adanya titik hitam pada gambar
merupakan perpotongan nilai antara laju penangkapan (E) dengan (Lc/ L∞). Ada
sembilan unsur warna yang menunjukkan tingkat pemanfaatan dari ikan tembang
(S. fimbriata). Pada grafik Y/R warna merah menunjukkan semakin tinggi tingkat
pemanfaatan perikanan dan grafik B/R warna merah menunjukkan semakin
banyak sumberdaya ikan tembang (S. fimbriata).
89
Gambar 33. Grafik isobar Yield per Recruit ikan tembang
Perpotongan yang dihasilkan untuk Y/R dari penelitian ini berada pada
warna merah sehingga dapat diartikan bahwa tingkat pemanfaatan ikan tembang
(S. fimbriata) sudah sangat maksimal. Nilai Y/R sebesar 0,019 artinya sejumlah
ikan tembang (S. fimbriata) yang masuk ke perairan hanya sebesar 0,019 dari total
tangkapan sebesar 0,020 yang berhasil ditangkap oleh nelayan. Hal tersebut
dapat diartikan bahwa hampir seluruh ikan yang masuk ke wilayah penangkapan
tertangkap oleh nelayan.
Gambar 34. Grafik isobar Biomass per Recruit ikan tembang
Nilai B/R sebesar 0,085 dapat diartikan bahwa biomas yang tersisa dari
ikan yang masuk ke perairan sebesar 0,085 dari total biomassa sebesar 0,894, hal
ini menunjukkan bahwa penangkapan mengalami over fishing sehingga biomas
90
yang tersisa di perairan tersebut sudah semakin berkurang. B/R pada warna biru
dapat diartikan bahwa semakin sedikit biomasa yang tersisa sehingga
penambahan alat tangkap sangat tidak dianjurkan. Kondisi tersebut merupakan
dampak dari besarnya tingkat penangkapan. Biomassa akan semakin berkurang
jika hal tersebut terus dilakukan dan spesies akan mengalami kepunahan.
Gambar 35. Grafik hubungan Yield per Recruit dan Biomass per Recruit
Hasil analisis relatif Beverton dan Holt menunjukkan bahwa pada garis
hijau (E.10) merupakan target hasil ekonomi maksimum (MEY), pada garis merah
(E.50) menunjukkan indeks untuk hasil lestari / tingkat eksploitasi optimal dan pada
garis kuning (E.max) merupakan tingkat eksploitasi pada maximum sustainable
yield (MSY) (Gheshlaghi, et al., 2011). Dari grafik dapat disimpulkan bahwa 0,807
merupakan tingkat eksploitasi dengan hasil ekonomi maksimum, 0,378
menunjukkan tingkat eksploitasi optimal dan 0,950 merupakan tingkat eksploitasi
pada saat MSY.
91
4.3.8 VPA (Virtual Population Analysis)
Metode VPA ini digunakan untuk menganalisis apa yang dapat diukur, hasil
tangkapan, dengan maksud untuk menghitung populasi yang seharusnya pernah
ada di air untuk menghasilkan hasil tangkapan. VPA dapat melihat suatu populasi
dalam suatu perspektif sejarah. Keuntungan mengerjakan suatu VPA adalah
sekali sejarahnya diketahui akan menjadi lebih mudah untuk memprediksi hasil-
hasil tangkapan di masa depan, yang biasanya merupakan suatu upaya paling
penting dari para ilmuan perikanan.
Pada analisis VPA harus memasukkan beberapa parameter sepert nilai a
dan b dari hubungan panjang dan berat total ikan selama sampling penelitian yaitu
nilai a sebesar 0,0096 dan nilai b sebesar 2,9424. Selain itu maka perlu juga untuk
memasukkan parameter lain seperti mortalitas alami (M) sebesar 1,3234,
mortalitas penangkapan (Ft) sebesar 6,37, L∞ sebesar 19,6 serta nilai K sebesar
0,51 sehingga akan didapatkan grafik serta diagram VPA. Selain itu juga
didapatkan tabular results yang berisi mid-length, catch (in number), population
(N), fishing mortality (F) dan steady-state biomass (tonnes).
Tabel 23. Tabular Results Length-Structured Virtual Population Analysis (VPA)
No Mid-Length
Catch (in numbers)
Population (N)
Fishing mortality (F)
Steady-State Biomass (tonnes)
1 8,7 0 1954,29 6,3700 0,0
2 9,10 1 1776,76 0,0079 0,0
3 9,50 14 1608,55 0,1185 0,0
4 9,90 73 1438,15 0,6799 0,0
5 10,30 197 1223,05 2,2081 0,0
6 10,70 234 907,98 3,6048 0,0
7 11,10 207 588,08 5,0438 0,0
8 11,50 154 326,76 7,1259 0,0
9 11,90 73 144,16 7,5513 0,0
10 12,30 21 58,37 4,5052 0,0
11 12,70 17 31,20 7,6434 0,0
12 13,10 5 11,26 5,3632 0,0
13 13,50 2 5,02 4,3665 0,0
14 13,90 1 2,42 6,3700 0,0
15 14,30 1 0,00 6,3700 0,0
92
Gambar 36. Grafik Virtual Population Analysis
Dari gambar 35, kurva berwarna hijau merupakan jumlah pesintas yaitu
jumlah ikan yang selamat dari upaya penangkapan atau ikan yang mampu
mempertahankan diri, kurva ungu merupakan jumlah ikan yang dapat lolos dari
jaring, sedangkan kurva berwarna kuning merupakan jumlah ikan yang ditangkap,
selain kurva pada grafik VPA juga dilengkapi dengan grafik fishing mortality yaitu
jumlah ikan yang mengalami mortalitas penangkapan.
VPA merupakan suatu metode untuk menganalisis data historis untuk
menduga parameter-parameter populasi. Penggunaan terakhir dari parameter
yang demikian adalah untuk menentukan strategi penangkapan yang optimum,
yaitu deretan nilai F menurut panjang atau disebut juga “pola penangkapan”. Yang
dalam jangka panjang memberikan yield yang terbesar dari stok yang
bersangkutan. Untuk mengkaji strategi penangkapan alternatif (dimasa depan),
kita memerluhkan model semacam VPA, yakni suatu model yang dapat
memprediksi stok dan hasil tangkapan untuk berbagai asumsi pada pola
penangkapan dimasa depan.
93
4.3.9 Thompson dan Bell Yield – Stock Prediction
Model Thompson dan Bell ini digunakan untuk meramalkan pengaruh-
pengaruh dan perubahan-perubahan upaya penangkapan terhadap hasil di masa
depan, sedangkan VPA digunakan untuk menentukan jumlah ikan yang
seharusnya telah ada dilaut, yang memberikan hasil tangkapan yang dapat
dipertahankan, dan upaya-upaya penangkapan yang seharusnya telah
dipergunakan pada setiap kelompok panjang untuk memperoleh jumlah ikan yang
tertangkap.
Dengan luaran yang didasarkan pada deretan nilai f tersedia untuk
meramalkan pengaruh penambahan dan pengurangan upaya penangkapan atau
mortalitas penangkapan. Untuk setiap kelompok panjang jumlah pada batas
bawah dari kelompok panjang, hasil tangkapan dalam jumlah, hasil dalam bobot,
biomassa dikalikan dengan ∆t, yaitu waktu yang diperluhkan untuk tumbuh dari
batas bawah ke batas atas dari kelompok panjang dan nilai. Akhirnya hasil
tangkapan total, biomassa rata-rata×∆t, hasil dan nilai dapat diperoleh.
Perhitungan diulangi untuk suatu kisaran dari nilai X (faktor-F) dan hasil akhir
(total) diplotkan pada grafik.
Gambar 37. Kurva hubungan f-factor dengan hasil tangkapan
Gambar 38. Kurva hubungan f-factor dengan biomass
94
Gambar 39. kurva hubungan f-factor dengan nilai total
Gambar 40. Kurva Thompson dan Bell yield-stock prediction
Dari gambar pada garis merah merupakan grafik hasil tangkapan, grafik
berwarna ungu merupakan biomassa sedangkan kurva biru merupakan nilai total.
Pada kurva nilai total penangkapan dengan semakin meningkatnya upaya
penangkapan maka akan semakin tinggi hasil tangkapan. Tetapi pada titik tertentu
mengalami titik puncak dan tidak dapat untuk meningkat kembali, sedangkan
pada kurva biomassa semakin meningkatnya upaya penangkapan maka biomassa
akan semakin menurun, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara nilai hasil
tangkapan dan nilai biomasa berbanding terbalik semakin besar nilai hasil
tangkapan maka akan semakin kecil sisa biomassa yang ada pada suatu perairan.
95
Tabel 24. Hasil analisis prediksi stok
No f-factor
Yield Biomass Value
(10^ 2) (10^ 2) (10^ 1)
1 0 0 236,023 0
2 0,1 79,916 145,631 13,01
3 0,2 108,317 104,487 25,89
4 0,3 120,406 81,828 38,642
5 0,4 126,186 67,754 51,267
6 0,5 129,18 58,246 63,768
7 0,6 130,816 51,412 76,146
8 0,7 131,253 46,262 88,404
9 0,8 132,022 42,236 100,542
10 0,9 132,261 38,994 112,563
11 1 132,316 36,322 124,469
12 1,1 132,514 34,076 136,26
13 1,2 132,395 32,157 147,939
14 1,3 132,46 30,495 159,507
15 1,4 132,449 29,039 170,966
16 1,5 132,259 27,75 182,318
17 1,6 132,224 26,599 193,563
18 1,7 132,155 25,565 204,703
19 1,8 131,934 24,627 215,741
20 1,9 131,877 23,774 226,676
21 2 131,798 22,992 237,511
22 2,1 131,707 22,273 248,247
23 2,2 131,483 21,608 258,886
24 2,3 131,419 20,992 269,428
25 2,4 131,342 20,418 279,875
26 2,5 131,257 19,882 290,229
27 2,6 131,166 19,38 300,49
28 2,7 130,939 18,908 310,659
29 2,8 130,886 18,464 320,739
30 2,9 130,822 18,046 330,729
31 3 130,751 17,649 340,632
32 3,1 130,674 17,274 350,449
33 3,2 130,595 16,918 360,18
34 3,3 130,514 16,579 369,827
35 3,4 130,433 16,256 379,39
36 3,5 130,262 15,948 388,872
37 3,6 130,217 15,654 398,272
38 3,7 130,164 15,373 407,592
39 3,8 130,106 15,104 416,834
40 3,9 130,043 14,845 425,997
41 4 129,978 14,597 435,083
96
4.3.10 Analisis Pendugaan Potensi Tangkap Lestari
Pendugaan potensi tangkapa lestari menggunakan model Scheafer 1954
dan model Fox 1970. Model analisis ini menggunakan data dari Thompson and
Bell Yield Stock Prediction , data yang diolah adalah nilai f-factor dan nilai yield.
Analisis model scheafer dan model fox membutuhkan data upaya penangkapan
(effort) dan data hasil tangkapan (catch). Untuk mendapatkan data effort dengan
cara membagi nilai f factor dengan nilai q (catch ability), untuk mendapatkan nilai
catch dengan cara mengalikan nilai yield dengan nilai berat dari panjang rata-rata.
Berdasarkan hasil regresi linear tungal antara variabel x berupa effort dan
variabel y berupa CpUE pada model Scheafer didapatkan persamaan 𝑌 =
−0,000000011𝑥 + 0,0035217, dari persamaan tersebut didapatkan nilai a
(intersept) 0,0035217 , nilai b (slope) 0,000000011 dan nilai R Square 50%.
Analisis regresi linear tunggal pada model Fox antara variabel x berupa effort dan
variabel y berupa Ln CpUE didapatkan persamaan 𝑌 = −0,000007028x −
5,652584082 , dari persamaan tersebut didapatkan nilai c (Intersept) -
5,652584082, nilai d (slope) -0,000007028 dan nilai R Square 88%. Hasil analisis
kedua model tersebut kemudian dilakukan perhitungan nilai MSY sebagai berikut:
Tabel 25. Hasil perhitungan menggunakan model Fox dan Scheafer
Model Scheafer Fox
a 0,003521712 -5,652584082
b -0,000000011 -0,000007028
R square 50% 88%
fMSY 157703 142290
YMSY 277,693 183,652
TPF 377% 418%
TPY 49% 73,47%
Penentuan model dalam menduga tingkat pemanfaatan dan pengusahaan
ikan tembang (S.fimbriata) dapat menggunakan acuan nilai R-Square yang
tertinggi, pada model Scheafer nilai R square sebesar 50% sedangkan pada model
97
Fox sebesar 88%. Nilai R-Square ini menunjukkan keeratan antara variabel x
berupa effort dan variabel y berupa CpUE atau Ln CpUE. Nilai R-Square pada
model Fox memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan model Scheafer sehingga
model Fox dipilih sebagai dasar untuk menduga tingkat pengusahaan dan
pemanfaatan ikan tembang (S.fimbriata)
Selain nilai R square, hasil pendugaan nilai estimasi hasil penangkapan
juga dapat digunakan dalam memilih model analisis. Model Scheafer didapatkan
adanya nilai estimasi dengan nilai hasil tangkapan negatif dikarenakan melebihi
batas effort sehingga asumsi model Scheafer tidak dapat digunakan, sedangkan
pada model Fox tidak ditemukan nilai nilai negatif dikarenakan model Fox adalah
model eksponensial yang menyebabkan nilai estimasi hasil tangkapan tidak
pernah negatif. Hasil estimasi tangkapan disajikan pada gambar 41.
Gambar 41. Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan
menggunakan metode Scheafer dan FOX
Pendugaan tingkat pemanfaatan dan pengusahaan pada penelitian
menggunakan model Fox 1970. Hasil pendugaan tingkat pemanfaatan ikan
tembang (S. fimbriata) dengan menggunakan acuan rata-rata hasil tangkapan
-300
-200
-100
0
100
200
300
400
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000
Has
il Ta
ngk
apan
(to
n)
Effort (trip)
Scheafer Fox MSY Scheafer MSY Fox
YMSY
YMSY
fMSY fMSY
98
dibagi dengan nilai YMSY sehingga didapatkan nilai TPY sebesar 73,47%. Hasil
pendugaan tingkat pengusahaan ikan tembang (S. fimbriata) dengan
menggunakan acuan rata-rata effort dibagi dengan nilai fMSY didapatkan hasil
tingkat pengusahaan sebesar 418%. Hasil status pengusahaan ikan tembang (S.
fimbriata) didapatkan dari nilai tingkat pengusahaan, tingkat pengusahaan
didapatkan nilai 418% sehingga dapat disimpulkan status pengusahaan ikan
tembang adalah depleted.