Download - (4) Revisi Makalah2 Obsturksi-fix 2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obstruksi usus merupakan gangguan pada aliran normal atau suatu
blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat
secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau
tindakan. Obstruksi usus halus merupakan suatu kondisi penyumbatan
patologis akibat adanya kelainan mekanik pada usus halus. Obstruksi
intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah
adhesi (McCowan, 2009). Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis
pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Obstruksi usus adalah penyakit yang sering terjadi. Untuk itu
kelompok membahas obstruksi usus halus agar mengetahui konsep umum
dan asuhan keperawatan kepada pasien dengan gangguan pencernaan
obstruksi usus halus.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi obstruksi usus halus?
2) Bagaimana etiologi obstruksi usus halus?
3) Apa saja manifestasi klinis obstruksi usus halus?
4) Bagaimana patofisiologi obstruksi usus halus?
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada obstruksi usus halus?
6) Bagaimana penatalaksanaan pada obstruksi usus halus?
7) Apa saja komplikasi pada obstruksi usus halus?
8) Bagaimana WOC pada obstruksi usus halus?
1
9) Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan
Obstruksi usus halus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan yang tepat untuk klien
dengan Obstruksi usus halus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan definisi Obstruksi usus halus.
2) Menjelaskan apa yang menjadi etiologi obstruksi usus halus.
3) Menjelaskan apa sajakah manifestasi klinis dari obstruksi usus halus.
4) Menjelaskan patofisiologi obstruksi usus halus.
5) Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada obstruksi usus halus.
6) Menjelaskan penatalaksanaan untuk obstruksi usus halus.
7) Menjelaskan apa komplikasi dari obstruksi usus halus.
1.4 Manfaat
1.) Mahasiswa dapat mengetahui definisi obstruksi usus halus.
2.) Mahasiswa dapat mengetahui apa yang menjadi etiologi dari obstruksi
usus halus.
3.) Mahasiswa dapat mengetahui apa saja manifestasi klinis dari obstruksi
usus halus.
4.) Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi obstruksi usus halus.
5.) Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik pada obstruksi usu
halus.
6.) Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan untuk obstruksi usus halus.
7.) Mahasiswa dapat mengetahui apa saja komplikasi dari obstruksi usus halus
.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Usus Halus
Usus halus adalah bagian saluran cerna di antara lambung dan usus besar.
Usus halus panjang, saluran bergulung mengisi sebagian besar rongga abdomen.
Bagian usus halus: duodenum, jejunum, ileum.
a. Duodenum
Duodenum adalah saluran berbentuk C, panjang sekitar 25 cm, pada
bagian belakang abdomen, mengitari caput pankreas. Duodenum
digambarkan dalam 4 bagian, bagian I: berjalan ke kanan, bagian II:
berjalan ke bawah, bagian III: berjalan mendatar ke kiri dan ke depan vena
cava inferior dan aorta, bagian IV: berjalan ke atas bersambungan dengan
jejunum. Lambung membuka ke dalam bagian I pada lubang pylorus.
Pankreas dan duktus biliaris membuka ke dalam bagian II sebagai lubang
bersama pada papila kecil, lubang dikontrol oleh sfingter yang disebut
sfingter Oddi. Kadang-kadang duktus terbuka secara terpisah.
3
b. Jejunum dan ileum
Jejunum adalah bagian pertama dan ileum adalah bagian kedua dari
seluruh usus halus. Kombinasi mereka bervariasi dari 300 sampai 900 cm.
Nama kedua bagian ini tradisional. Tidak ada perbedaan yang jelas di
antaranya. Jejunum agak besar, memiliki dinding tebal, lebih banyak lipatan
membran mukosa dan lebih sedikit plak Peyeri. Jejunum dan ileum terdapat
di dalam peritoneum kecuali sepanjang garis perlekatannya.
Suplai darah usus halus oleh percabangan arteria mesenterica
superior (cabang dari aorta); cabang berhubungan di dalam mesenterium
oleh sejumlah arcade arteri, yang keluar dari cabang terminal. Sedangkan
inervasi usus halus: oleh nervus simpatis dan parasimpatis (vagus).
Drainase vena usus halus ke dalam vena mesenterica superior dan
kemudian ke dalam vena porta. Drainase limfe usus halus: ke dalam nodus
di dalam mesenterium dan kemudian ke dalam kelenjar aorticus dan cisterna
chyli.
Fungsi usus halus, antara lain:
1. Sekresi cairan usus
2. Menerima empedu dan getah pankreas
3. Pencernaan makanan. Getah usus dan pankreas mengandung enzim yang
mengubah: protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi
glukosa,maltosa dan galaktosa, lemak menjadi asam asam lemak dan
gliserol (dengan bantuan garam empedu di dalam empedu yang
dikeluarkan ke dalam empedu oleh kontraksi kantong empedu).
Pencernaan menjadi lengkap, makanan dipecah menjadi bentuk yang lebih
sederhana yang diserap melalui dinding usus halus ke dalam darah atau
limfe.
4. Absorbsi air, garam dan vitamin
4
5. Gerakan isi usus sepanjang usus oleh kontraksi segmental pendek dan
“gelombang rush” yang menggerakkan isi sepanjang usus lebih cepat.
Struktur usus halus adalah sebagai berikut:
1. Membran mukosa: berbentuk banyak lipatan sirkular atau semisirkular,
atau spiral. Seluruh permukaannya ditandai dengan jutaan vili
2. Vilus adalah tonjolan kecil yang ditutupi oleh selapis sel dan mengandung
pembuluh darah, kelenjar limfe,saraf dan serat otot
3. Plak Peyeri adalah plak jaringan limfe pada membran mukosa; sering
terdapat pada ileum daripada jejunum.
4. Lapisan submukosa, lapisan muskular (serat sirkular dan longitudinal),
peritoneum.
2.2 Definisi
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal (Nettina, 2001). Usus halus atau usus kecil adalah bagian
dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim
yang mencerna protein, gula dan lemak.
Obtruksi usus halus adalah suatu kondisi penyumbatan patologis
akibat adanya kelainan mekanik pada usus halus. Obstruksi usus merupakan
penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus.
Obstruksi usus halus hanya 15% dari total kejadian obstruksi usus.
Sisanya sebesar 85% terjadi pada usus besar. Tingkat keparahannya
tergantung pada daerah usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat
5
(khususnya derajat dimana sirkulasi darah dalam dinding usus yang
terganggu).
Obstruksi usus ada dua, obstruksi total dan sebagian atau parsial.
Dikatakan obstruksi total jika bagian usus tertutup seluruhnya. Sedangkan
dikatakan sebagian jika usus hanya mengalami penyumbatan sebagian,
misalnya pada stenosis usus.
2.3 Etiologi
Obstruksi usus bisa disebabkan oleh mekanik dan fungsional.
Dikatakan mekanik jika disebabkan oleh adhesi, hernia, neoplasma,
intususepsi, penyakit crohn, dan lain-lain. Dikatakan fungsional jika obstruksi
timbul dari ketidakmampuan pada usus.
Etiologi terjadinya obstruksi pada usus halus antara lain adalah:
a. Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh
riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang
sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional,
atau parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab
ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal,
kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap
bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran
6
limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya
intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi
akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital,
seperti malrotasi usus.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari
kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum
atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
h. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
i. Benda asing, seperti bezoar.
j. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
2.4 Patofisiologi
Obstruksi usus selalu disertai dengan akumulasi makanan yang
masuk, gas, dan sekret usus di sebelah proksimal tempat obstruksi, sehingga
menyebabkan usus kembung. Karena usus melebar, absorbsi usus menurun
dan sekresi cairan serta elektrolit meningkat. Pergeseran cairan dan elektrolit
ini menyebabkan penipisan cairan intravaskuler isotonik yang biasanya
disertai dengan hipokalemia. Usus di sebelah proksimal bagian yang
obstruksi mula-mula menunjukkan peningkatan aktivitas kontraksi, yang
disertai dengan penurunan aktivitas yang mencolok dan hipoaktif suara usus.
Kombinasi akumulasi cairan dan hipomotilitas menyebabkan mual dan
muntah.
Kondisi obstruksi mekanik pada usus halus akan meningkatkan
dilatasi usus proksimal serta akan memberikan manifestasi akumulasi sekresi
7
dan udara pada saluran gastrointestinal. Dilatasi usus ini merangsang aktivitas
sel-sel sekretorit untuk menghasilkan lebih banyak akumulasi cairan. Kondisi
ini akan meningkatkan peristaltik baik di atas dan di bawah lesi obstuksi.
(Khan,2009).
Respon muntah merupakan kondisi awal terjadi jika tingkat obstruksi
pada bagian proksimal, kondisi meningkatkan distensi usus halus
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Hal ini dapat menyebabkan
kompresi mukosa limfatik menjadi limfedema pada dinding usus. Ketika
tekanan hidrostatik intralumen tinggi, maka akan meningkatkan tekanan
hidrostatik kapiler dan akan menghasilkan peningkatan ruang ketiga, air,
elektrolit, dan protein masuk ke dalam lumen intestinal. Kehilangan cairan
dan kondisi dehidrasi yang bterjadi kemudian bisa bertambah berat dan
berkonstribusi terhadap resiko morbiditas dan kematian.
2.5 Manifestasi Klinik
1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau
bagian epigasterium yang cenderung bertambah sejalan dengan
beratnya obstruksi dan bersifat intermiten (hilang timbul). Jika
obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejunum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konsten atau
menetap.
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak terdapat flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada
distensi abdomen, tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami
diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi
sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah
mulut.
8
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen.
6) Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan
manifestasi klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya normal,
tapi kadang – kadang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi
strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan
peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus
berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur
darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya
keganasan dan intususepsi.
2.6 Komplikasi
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama
pada organ intra abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik
dan cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi
abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium
dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam
darah (Dermawan et al, 2010).
2.7 Penatalaksanaan
1. Konservatif
9
a. Penderita dipuasakan.
b. Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal
usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih
efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
c. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit:
1) Terapi Na+, K+, komponen darah
2) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
3) Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan
intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena
obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung
terlalu beresiko.
2. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe.
Analgesic apabila nyeri. (Medlinux.com).
3. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di
perhatikan:
a. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
b. Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai
akibat obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.10
c. Apakah ada risiko strangulasi.
Indikasi intervensi bedah, antara lain:
a. Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus,
dan jenis obstruksi kolon.
b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
c. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada
obstruksi ileus yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat,
angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada
strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4
macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
a. Koreksi sederhana (simple correction).Hal ini merupakan tindakan
bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya
pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi
atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang
"melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahan kankontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinomacolon,invaginasi strangulata, dan
sebagainya.
11
e. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun
karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif,
mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas
abnormal dari gas dan/atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium
(mis: pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan
gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dan kemungkinan
infeksi.
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
2.9 WOC
12
BAB 3
13
Perlekatan, hernia, tumor, intususepsi, dan volvulus
Refluks inhibisi retro spingter terganggu
Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah
proksimal dari letak obstruksi
Klien rawat inap
Reaksi hospitalisasi
CEMAS
Spingter ani eksterna tidak relaksasi
Refluks lama dalam kolon dan rektum
KONSTIPASI
Distensi abdomen
Tekanan intra lumen ↑
Iskemia dinding usus
Metabolisme anaerob glukosa
Merangsang pengeluaran mediator kimia
Merangsang nyeri
NYERI
Merangsang saraf otonom mengaktivasi nosep
inephrin
Saraf simpatis terangsang untuk mengaktivasi RAS mengaktifkan kerja organ
tubuh
REM menurun
Pasien terjaga
GANGGUAN POLA TIDUR
Proliferasi bakteri yg berlangsung cepat
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yg infark
Bakteri merangsang tubuh utk melepaskan zat pirogan
Impuls disampaikan ke hipotalamus bagian
termoregulator mll ductus torachious
HIPERTERMI
Kontraksi anular pilorus
Ekspalasi isi lambung ke esofagus
Gerakan isi lambung ke mulut
Mual/muntah
Intake kurang
NUTRISI TIDAK ADEKUAT
Kontraksi otot abdomen ke diafragma
Relaksasi otot diafragma terganggu
Clystre pernapasan
Ekspansi paru ↓
POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF
Kehilangan H2O dan elektrolit
RESIKO KURANG CAIRAN
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas : Nama, umur, alamat, pekerjaan, status
perkawinan (umumnya terjadi pada semua umur, terutama dewasa
laki – laki maupun perempuan)
b. Keluhan Utama : nyeri pada perut sekitar umbilicus atau
sekitar epigasterium
c. Riwayat Penyakit Sekarang : nyeri pada perut, muntah, konstipasi
(tidak dapat BAB dan flatus dalam beberapa hari)
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Biasanya klien sebelumnya menderita
penyakit hernia, divertikulum.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Ada keluarga dengan riwayat atresia
illeum dan yeyenum.
f. Activity Daily Life
1) Nutrisi : Nutrisi terganggu karena adanya mual dan
muntah.
2) Eliminasi : Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa
flatus karena peristaltik usus menurun/ berhenti.
3) Istirahat : Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan
muntah.
4) Aktivitas: Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat
dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
5) Personal Hygiene : klien tidak mampu merawat dirinya.
g. Pemeriksaan
1) Keadaan umum : Lemah, kesadaran menurun sampai syok
hipovolemia suhu meningkat (39oC), pernapasan meningkat
(24x/mnt), nadi meningkat (110x/mnt) tekanan darah (130/90
mmHg)
2) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)
14
a) Sistem kardiovaskular : tidak ada distensi vena jugularis,
tidak ada oedema, tekanan darah 130/90 mmHg, BJ I dan
BJ II terdengar normal
b) Sistem respirasi : pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk
dada normal, dada simetris, sonor (kanan kiri), tidak ada
wheezing dan tidak ada ronchi
c) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
d) Sistem perkemihan : produksi urin menurun BAK <
500cc
e) Sistem musculoskeletal : badan lemah, tidak bisa
melakukan aktivitas secara mandiri
f) Sistem integumen : tidak ada oedema, turgor kulit
menurun, tidak ada sianosis, pucat
g) Sistem gastrointestinal : tampak mengembang atau
buncit, teraba keras, adanya nyeri tekan, hipertimpani,
bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen.
Analisa Data
No
.
Data penunjang Etiologi Problem
1 DS:
Klien mengatakan sakit
pada abdomen
DO:
1. Wajah nampak meringis
2. Bising usus >12x/mnt
PnP: nyeri karena tekanan
intralumen
Q: nyeri seperti tertusuk
6. R: nyeri di bagian
kuadran kanan bawah
7. S: skala nyeri 7
Tekanan intralumen
meningkat
Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
15
8. T: nyeri kolik (hilang
timbul)
2 DS: pasien mengatakan
sering haus
DO:
1. TTV tidak stabil (TD
>120/80 mmHg,
N:>100x/mnt, S: >38oC,
RR:>20x/mnt)
2. Mata cowong
3. Turgor kulit turun
4. Membran mukosa bibir
kering
Kehilangan cairan
berlebih
Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
3 DS: klien mengatakan
tidak nafsu untuk makan
DO:
1. BB klien turun
2. A: BB<45 kg, TB 165
cm
3. B: Hb<12
4. C: konjungtiva anemis
5. D: Diet tinggi serat
Mual, muntah nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
4 DS: --
DO:
1. Suhu tubuh >38oC
2. Leukosit >11.000 µml
Komplikasi peritonitis
septikemia
3.2 Diagnosa keperawatan :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peningkatan tekanan
intralumen
16
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
kehilangan cairan berlebih
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah
4. Resiko infeksi b/d komplikasi peritonitis septikemia
3.3 Perencanaan
Diagnosa 1
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan 1x24jam di harapkan gangguan
rasa nyaman (nyeri) dapat teratasi.
KH:
1. Tidak ada tanda-tanda nyeri
2. Skala nyeri (0-3).
3. Ekspresi wajah rileks.
4. TTV dalam batas normal (TD: 110/70-120/80 mmHg, N: 80-100x/mnt, RR: 16-
20x/mnt, S: 36,5-37,5 oC)
5. Bising Usus normal (5-12x/menit)
No.Dx INTERVENSI RASIONAL
1 1. Observasi tingkat nyeri
2. Pantau status abdomen tiap 4 jam
3. Dorong ambulasi dini dan hindari
duduk yang lama
4. Pertahankan klien pada posisi semi
fowler
5. Pertahankan puasa sampai bising
usus kembali, distensi abdomen
berkurang dan flatus keluar
1. Memudahkan perawat dalam
menentukan tingkat nyeri
2. Diduga inflamasi peritoneal,
memerlukan intervensi medis
yang cepat.
3. Menurunkan kekakuan otot
dan sendi ambulasi atau
perubahan posisi sering
menurunkan tekanan perianal
4. Menurunkan tekanan
diafragma yang terdorong oleh
organ visceral
5. Memungkinkan makanan
peroral dengan tidak ada bising
usus akan meningkatkan distensi
17
6. Ajarkan teknik relaxasi dan
distraksi
7. Kolaborasi: Berikan analgesik
sesuai indikasi dan evaluasi
keefektifannya
dan ketidaknyamanan
6. Mengurangi nyeri dengan
mengalihkan perhatian klien ke
hal yang lain
7. Menurunkan ambang nyeri dan
meningkatkan kenyamanan
Diagnosa 2
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan
cairan dan elektrolit dapat dipertahankan secara maksimal
KH:
1. TTV dalam batas normal.
- TD: 110/70-120/80 mmHg
- N: 80-100x/mnt
- RR: 16-20x /mnt
- S: 36,5-37,5oC
2. Turgor kulit normal (<2 detik)
3. Membran mukosa bibir basah
4. Mata tidak cowong
No.
Dx
INTERVENSI RASIONAL
2 1. Observasi TTV
2. kaji turgor kulit,kelembaban
membran mukosa (bibir, lidah)
1. Peningkatan
suhu/memanjangnya demam
meningkatkan laju metabolik, TD
ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik
2. Indikator langsung keadekuatan
volume cairan
18
3. Observasi intake dan output
4. Berikan cairan tambahan
intravena sesuai indikasi
5. Kolaborasi: pemberian cairan
parenteral, transfusi sesuai indikasi
3. Indikator keseimbangan cairan
terutama kehilangan cairan
4. Mengurangi sekresi lambung dan
mencuci elektrolit
5. Pemenuhan kebutuhan dasar
cairan, menurunkan risiko
dehidrasi
Diagnosa 3
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam nutrisi optimal
KH :
1. BB meningkat atau normal sesuai umur
2. Nafsu makan meningkat
3. Px tidak mengalami mual, muntah
No.
Dx
INTERVENSI RASIONAL
3 1. Anjurkan pembatasan aktivitas
selama fase akut
2. Anjurkan istirahat sebelum makan
3. Tingkatkan diet oral baik cairan
maupun makanan rendah residu
4. Konsultasi dengan ahli gizi
1. Menurunkan kebutuhan
metabolik untuk mencegah
penurunan kalori dan simpanan
energi
2. Menurunkan kebutuhan
metabolik untuk mencegah
penurunan kalori dan simpanan
energi
3. Diet rendah residu dapat
dipertahankan 6 – 8 minggu untuk
memberikan waktu yang adekuat
untuk penyembuhan usus
4. Mengkaji kebutuhan nutrisi
19
Kolaborasi:
5. Berikan obat sesuai indikasi:
Antimetik, mis: proklorperazin
(Compazine).
dalam perubahan pencernaan dan
fungsi usus
5. Untuk mencegah mual dan
muntah
Diagnosa 4
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2x24 jam klien tidak menunjukkkan tanda
dan gejala infeksi.
KH:
1. Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)
2. Leukosit normal 4.000-11000 µml
No.
Dx
INTERVENSI RASIONAL
4 1. Pantau kualitas&intensitas nyeri,
observasi TTV, distensi abdomen
2. Beri tahu segera bila nyeri
abdomen, suhu, lingkaran abdomen
terus meningkat.
3. Siapkan pasien untuk pembedahan
bila direncanakan
4. Ikuti kewaspadan umum (Cuci
tangan sebelum dan sesudah
perawatan
1. deteksi dini terhadap potensial
masalah
2. peningkatan suhu indikasi
perkembangan infeksi,
peningkatan lingkar abdomen
memungkinan penyakit
bertambah parah menjadi
peritonitis sehingga dapat
memperlambat pemulihan.
3. Obstruksi vaskuler atau mekanis
umumnya memerlukan intervensi
bedah
4. Menghindari dan melindungi
klien dari infeksi nosokomial.
20
5. Kolaborasi : Berikan obat
antibiotik sesuai indikasi 5. Untuk membantu mengobati
atau mencegah infeksi dalam
perut
3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Sedikit mengalami nyeri
b. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
c. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses
penyakitnya
d. Mendapatkan nutrisi yang optimal
e. Tidak mengalami komplikasi
21
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal atau suatu blok
saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara
mekanis atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.
Obtruksi usus halus adalah suatu kondisi penyumbatan patologis akibat
adanya kelainan mekanik pada usus halus. Adhesi, hernia, neoplasma,
intususepsi usus halus, penyakit Crohn, volvulus, batu empedu, striktur yang
sekunder,penekanan eksternal oleh tumor,divertikulum Meckel,benda asing.
Manifestasi Klinik biasanya gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen
sekitar umbilicus atau bagian epigasterium yang cenderung bertambah sejalan
dengan beratnya obstruksi dan bersifat intermiten (hilang timbul).
Komplikasi, nekrosis usus,perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah
terjadi selalu lama pada organ intra abdomen, peritonitis karena absorbsi
toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang
hebat pada intra abdomen. Maka dilakukan penatalaksanaan secara konservatif
dan medical. Segera dilakukan asuhan keperawatan seperti pengakajian,
diagnosa,intervensi dan evaluasi.
4.2 Saran
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Apabila ada kritik
dan saran dapt disampaikan kepada kelompok.
22
DAFTAR PUSTAKA
Closky, Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby:
Philadelphia
Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC
Gibson, John. Fisiologi&Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. 2003. Jakarta:
EGC
Sabiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta : CV. Trans Info Media
23
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obstruksi usus merupakan gangguan pada aliran normal atau suatu
blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat
secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau
tindakan. Obstruksi usus besar merupakan suatu kondisi penyumbatan
patologis akinbat adanya kelainan mekanik atau nonmekanik pada usus besar.
Obstruksi usus besar dapat disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomi,
seperti volvulus, hernia inkaraserata,striktur atau obstipasi. Kelainan
nonmekanik biasanya dihubungkan dengan kondisi pseudo-obstruksi
(McCowan, 2009)
Obstruksi usus besar atau intestinal mayor merupakan kegawatan
dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 85%% dari
seluruh kasus obstruksi usus yang ditemukan. Sisanya sebesar 15% adalah
obstruksi usus halus.
Obstruksi usus adalah penyakit yang sering terjadi. Untuk itu
kelompok membahas obstruksi usus besar agar mengetahui konsep umum
dan asuhan keperawatan kepada pasien dengan gangguan pencernaan
obstruksi usus besar.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi obstruksi usus besar?
2) Bagaimana etiologi obstruksi usus besar?
3) Apa saja manifestasi klinis obstruksi usus besar?
4) Bagaimana patofisiologi obstruksi usus besar?
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada obstruksi usus besar?
24
6) Bagaimana penatalaksanaan pada obstruksi usus besar?
7) Apa saja komplikasi pada obstruksi usus besar?
8) Bagaimana WOC pada obstruksi usus besar?
9) Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan
Obstruksi usus besar?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan yang tepat untuk klien
dengan obstruksi usus besar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan definisi Obstruksi usus besar.
2) Menjelaskan apa yang menjadi etiologi obstruksi usus besar.
3) Menjelaskan apa sajakah manifestasi klinis dari obstruksi usus
besar.
4) Menjelaskan patofisiologi obstruksi usus besar.
5) Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada obstruksi usus besar.
6) Menjelaskan penatalaksanaan untuk obstruksi usus besar.
7) Menjelaskan apa sajakah komplikasi dari obstruksi usus besar.
1.4 Manfaat
1) Mahasiswa dapat mengetahui definisi obstruksi usus besar.
2) Mahasiswa dapat mengetahui apa yang menjadi etiologi dari obstruksi
usus besar.
3) Mahasiswa dapat mengetahui apa saja manifestasi klinis dari obstruksi
usus besar.
25
4) Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi obstruksi usus besar.
5) Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik pada obstruksi usus
besar.
6) Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan untuk obstruksi usus besar.
7) Mahasiswa dapat mengetahui apa saja komplikasi dari obstruksi usus
besar.
26
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Usus Besar
Panjang usus besar bervariasi, berkisar sekitar 150 cm. Dapat
dibedakan dari usus halus dengan ukurannya yang lebih besar dan adanya
taenia coli dan appendices epiploicae. Taenia coli adalah 3 pita serat otot
longitudinal pada bagian luar colon dan memendek daripada seluruh dinding
usus menyebabkan gambaran sakulasi atau berkerut. Appendiks dan rectum
tidak memiliki taenia coli. Appendices epiploicae adalah umbai peritoneum
yang mengandung lemak pada permukaan caecum.
Usus besar terdiri dari caecum, appendix, colon ascendens, colon
transversum, colon descendens, colon sigmoid (pelvicum), rectum dan canalis
analis.
a. Caecum
27
Caecum adalah kantong lebar, terletak pada fossa iliaca dextra. Ileum
memasuki sisi kirinya pada lubang ileosekal, celah oval yang dikontrol
oleh sfingter otot. Appendiks membuka ke dalam caecum di bawah lubang
ileosekal. Caecum berlanjut ke atas sebagai colon ascendens.
b. Appendiks
Appendiks adalah tonjolan seperti cacing dengan panjang sampai 18 cm
dan membuka pada caecum pada sekitar 2,5 cm di bawah katup ileosekal.
Appendiks memiliki lumen yang sempit. Lapisan submukosanya
mengandung banyak jaringan limfe. Appendiks berhubungan dengan
mesenterium ileum oleh mesenterium pendek berbentuk segitiga yang di
dalamnya berjalan pembuluh darah dan pembuluh limfe appendicular.
Posisinya bervariasi, berdasarkan frekuensi letaknya (di belakang caecum,
di bawah caecum atau menggantung ke dalam pelvis, di depan atau
belakang ujung ileum, di depan caecum.
Gambaran klinis, appendisitis adalah inflamasi appendiks. Penyebabnya
biasanya tidak diketahui, tetapi sering mengikuti sumbatan lumen. Pada
appendisitis akuta, appendiks menjadi merah dan membengkak, dapat
28
berlanjut menjadi ganggrenosa, atau dapat berulserasi dan menyebabkan
peritonitis atau abses appendiks.
c. Colon ascendens
Colon ascendens membentang dari caecum pada fossa iliaca dextra ke sisi
kanan abdomen sampai flexura colica dextra di bawah lobus hepatis
dexter.
d. Colon transversum
Pada flexura colica dextra colon membelok ke kiri dengan tajam dan
menyilangi abdomen sebagai colon transversum dalam lengkungan yang
dapat menggantung lebih rendah daripada umbilikus, dan naik pada sisi
kiri berakhir pada flexura colica sinistra di bawah lien.
e. Colon descendens
Pada flexura colica sinistra, colon membelok kembali berjalan ke bawah
pada sisi kiri abdomen sampai tepi pelvis, tempat colon berlanjut sebagai
colon sigmoid.
f. Colon sigmoid (pelvicus)
Colon sigmoid memiliki beberapa lengkungan didalam pelvis dan berakhir
pada sisi yang berlawanan dengan pertengahan sacrum tempatnya
berhubungan dengan rectum.
g. Rectum
Rectum memiliki panjang sekitar 12 cm dan mendapat namanya karena
berbentuk lurus atau hampir lurus. Rectum dimulai pada pertengahan
sacrum dan berakhir pada canalis analis.
2.2 Definisi
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal (Nettina, 2001).
29
Obstruksi usus besar adalah suatu kondisi penyumbatan patologis
akibat adanya kelainan mekanik atau fungsional pada usus besar.
2.3 Etiologi
1. Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen
usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
2. Karsinoma
3. Divertikulitis. Terjadi penumpukan sisa makanan dan menyebabkan
peradangan.
4. Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami
strangulasi dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply
darah yang cukup. Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian
timbul necrosis.
5. Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180
derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada
akhirnya bisa menyebabkan gangrene dan perforasi jika tidak segera
ditangani karena terjadi gangguan supply darah yang kurang .
2.4 Patofisiologi
Obstruksi mekanis dan pseudo-obstruksi dari usus besar menyebabkan
pelebaran usus di bagian proksimal dari lesi obstruksi. Hal ini menyebabkan
edema mukosa dan gangguan aliran darah vena dan arteri ke usus. Edema dan
iskemia usus meningkatkan permebilitas mukosa usus, yang dapat
mengakibatkan translokasi bakteri, sepsis ,dehidrasi, dan gangguan elekrolit.
Iskemia yang berlanjut pada nekrosis dinding usus akan meningkatkan resiko
perforasi dan peristonitis. (Khan,2009)
2.5 Manifestasi Klinik
1. Nyeri perut bagian bawah yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama
dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
30
2. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada
klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi
gejala satu – satunya selama beberapa hari.
3. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4. Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
2.6 Komplikasi
1. Asidosis metabolik
2. Dehidrasi (pada obstruksi usus besar)
3. Ketidakseimbanganelektrolit
4. Syok
5. Perforasi
2.7 Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Puasa
b. Penghisapan nasointestinal
c. Cairan parenteral denganelektrolit, antibiotk, dan vitamin
d. Analgesik
2. Operasi
a. Cairan parenteral denganelektrolit
b. Aspirasi selang nasogastrik
c. Pemasangan kateter uretra
d. Puasa dilanjutkan dengan diet yang diprogramkan
e. Analgesik, antibiotic, vitamin
f. Terapioksigen
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi,
pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada
pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan
31
pengangkatan obstruksi. Prosedur ini memberikan jalan keluar untuk
mengeluarkan gas dan sejumlah kecil rabas. Selang rektal dapat digunakan
untuk dekompresi area yang ada dibawah usus.
Tindakan yang biasanya dilakukan, adalah reseksi bedah untuk
mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara atau permanen
mungkin diperlukan. Kadang-kadang anastomosis ileoanal dilakukan bila
pengangkatan keseluruhan usus besar diperlukan. Pada kondisi ini meliputi
diet tinggi kalori dan/ atau protein, pemberian makan enteral atau parenteral,
koreksi anemia dan defisiensi vitamin, obat dire, kortikosteroid,
aminosalisilat ( mis., sulfasalazin atau mesalazin), imunosupresan azatioprin,
serta antimikroba metrodinazol. Saat ini, diperkenalkan pengobatan dengan
antibodi monoklonal untuk penyakit Chron berat. Pembedahan diindikasikan
jika pengobatan medis gagal mengobati komplikasi, seperti obstruksi.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan simtomatologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan
tinggi) akan menunjukkan distensi kolon. Pemeriksaan barium
dikontraindikasikan.
32
2.9 WOC
33
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas : Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan, jenis
kelamin, agama, pendidikan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
registrasi, diagnosa medic.
b. Keluhan Utama : nyeri
P: nyeri karena tekanan intralumen
Q: nyeri seperti tertusuk
R: nyeri di bagian kuadran kanan bawah
S: skala nyeri 7
T: nyeri kolik (hilang timbul)
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri abdomen, Distensi abdomen,
muntah, dehidrasi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Penyakit yang dahulu pernah diderita oleh
klien, apakah ada hubungannya dengan penyakit yang sekarang. Apakah
sebelumnya pernah menderita penyakit seperti ini.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Apakah di dalam keluarga ada yang
menderita penyakit seperti yang klien derita saat ini ( Obstruksi usus
besar).
f. Pengkajian fisik
1) Tanda-Tanda Vital
Kaji penurunan dan peningkatan tekanan darah, denyut nadi, nafas,
dan suhu.
2) Keadaan umum klien34
Observasi keadaan klien, apakah ada kelamahan fisik, nyeri, demam,
tanda-tanda dehidrasi.
g. Sistem pernafasan : distensi abdomen menimbulkan tekanan diafragma,
menghambat pengembangan rongga dada sehingga sering ditemukan sesak
nafas pada pasien dengan obstruksi usus.
h. Sistem kardiovaskuler : adanya sianosis, diaporesis, takikardi pada pasien
obstruksi usus.
i. Sistem pencernaan : keadaan pencernaan pada pasien dengan obstruksi
usus terdapat anoreksia dan malaise, kegagalan dalam mengeluarkan feses
j. Sistem musculoskeletal : pasien obstruksi usus tidak terdapat keluhan pada
system ini
No Data fokus Penyebab Masalah
1. DS = pasien mengatakan nyeri dibagian
operasi dan pasien merasa tidak bisah
istrhat dengan tenang.
DO = pasien tampak menahan rasa sakit
dengan wajah terlihat meringis, skala
nyeri 7, terdapat jahitan luka sebanyak
14.
Distensi abdomen
pembedahan
Nyeri
2. DS = pasien mengatakan bahwa, merasa
pusing, mual muntah, dan merasa
seluruh tubuh dinging sejak kembali dari
ruangan operasi
DO = kelihatan pasien sangat lemah dan
badan sangat kurus tangan dan kaki
kedingian membran mukosa kering,
turgor kulitnya sangat tipis
kehilangan darah
abnormal, kehilangan
cairan abnormal,
status puasa, mual dan
muntah.
Defisit volume
cairan
3. DS= pasien mengatakan nafsu
makannya sangat menurung dan tidak
bisa menelan makanan karena sering
Mual muntah Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
35
mual dan muntah dan pusing
DO = pasien terlihat lemas, ,
konjungtiva anemis,
3.2 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen pembedahan.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah abnormal,
kehilangan cairan abnormal, status puasa, mual dan muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.
3.3 Perencanaan
No Diagnosa
keperawatan
Tujuan dan kteiteria
hasil
Intervensi
keperawatan
Rasionalisasi
1 Nyeri
berhubungan
dengan distensi
abdomen
pembedahan.
tujuan : setelah
melakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan nyeri
yang diderita pasien
dapat diatasi.
Kriteria hasil:
- Klien melaporkan
nyeri berkurang
atau hilang
- Klien tampak
rileks
-Kaji secara
komprehensif
kondisi nyeri
termasuk
lokasi,
karakteristik,
onset, durasi,
frekuensi,
kuantitas atau
kualitas
nyeri, dan
faktor
presipitasi
atau
pencetus.
- Instruksikan
pasien untuk
melaporkan
nyeri bila
1. Menghilangkan rasa nyeri dan
menghilangkan mual
2. Dengan mengkaji skala nyeri bisa
mengetahui tingkat gangguan rasa nyeri
pasien
3.Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri
serta dengan lokasi area nyeri tentang
faktor dan waktu terjadinya rasa nyeri.
36
sangat hebat.
2 Defisit volume
cairan
berhubungan
dengan
kehilangan darah
abnormal,
kehilangan cairan
abnormal, status
puasa, mual dan
muntah.
Tujuan:
Setelah melakukan
tindakan
diharapkan
mengembalikan
cairan tubuh yang
telah hilang.
Kriteria hasil:
- Pasien menunjukan
tanda vital stabil
-Monitor dan
perbaiki
intake output,
antara setiap
jam.
-Monitor
hasil
laboratorium
sesuai
indikasi.
-Untuk memberikan cairan sesuai
dengan kebutuhan
-mengidentifikasi kekurangan cairan
dan untuk menentukan jumlah koreksi
cairan
-untuk menjaga dan menambah
kebutuhan
3. Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan mual,
muntah,
Tujuan:
Setelah melakukan
tndakan diharapkan
mual muntah dan
nafsu makan klien
Kriter hasil
- Berat badan ideal
sesuai dengan
tinggi badan
- Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
-Monitor
kadar
elektrolit
-Monitor
jumlah nutrisi
dan
kandungan
kalori
Dapat menambah nafsu makan pasien
Dapat mengkomsumsi dengan baik
3.4 Evaluasi
1. Pasien mengatakan nyeri dibgian operasinya dapat menurung sedikit dan
bisa istrihat dengan tenang. Masalah nyeri teratasi sebagian program terapi
untuk nyeri tetap dilanjutkan.
2. Pasien mengatakan tidak mual dan pusing lagi dan tidak trjadi kedingianan
pada suhu tubuh. Masalah cairan tubuh dapat teratasi sebagian program
37
terapi untuk cairan tubuh tetap dilanjutkan.
3. Pasien mengatakan bahawa, pasien mulai lahap dan menghisap makanan
dengan baik dan tidak terjadi lagi mual, muntah, dan nafsu makan pasien
mulai membaik. Masalah nutrisi dan mual muntah dapat teratasi, Program
terapi untuk nutrisi mual muntah dapt hentikan.
BAB 4
PENUTUP
38
4.1 Kesimpulan
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal atau suatu blok
saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat
secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau
tindakan. obstruksi usus besar adalah suatu kondisi penyumbatan patologis
akibat adanya kelainan mekanik atau non mekanik pada usus
besar.Adhesi,hernia, tumor atau polip,volvulus,intususepsi. Manifestasi klinik
obstruksi usus besar diantaranya nyeri perut yang bersifat kolik dalam
kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh
lebih rendah, muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten.
Pada klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi
gejala satu – satunya selama beberapa hari.
Komplikasi diantaranya dehidrasi, ketidakseimbanganelektrolit,
asidosis metabolik, syok, perforasi. Maka dilakukan penatalaksanaan secara
konservatif dan medical. Segera dilakukan asuhan keperawatan seperti
pengakajian, diagnosa,intervensi dan evaluasi.
4.2 Saran
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kritik dan saran
dapat disampaikan kepada kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
39
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC
Gibson, John. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. 2003. Jakarta:
EGC
Sabiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta : CV. Trans Info Media
Tucker, Martin Susan et al. .Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,
Diagnosis, Dan Evaluasi.1998. Jakarta: EGC
40