Download - 79947138 Skripsi Final Maret
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang sempurna. Dalam perjalnan hidup, masa remaja adalah suatu
periode transisi yang memiliki rentang dari masa kanak – kanak yang bebas
dari tanggung jawab sampai mencapai tanggung jawab masa remaja. Batasan
usia remaja adalah 10 sampai 20 tahun. (WHO,2002)
Dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi
fisik, mental dan sosial. Masa remaja ini juga merupakan periode pencarian
identitas diri, sehingga remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan.
Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari pematangan
psikologisnya. Oleh karena itu sering terjadi ketidakseimbangan yang
menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap stres. (Desti,2010).
Tugas – tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh
berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan – harapan baru yang
dialami remaja membuat remaja mudah mengalami gangguan baik berupa
gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku.(IDAI,2008).
Gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan – tekanan
yang dialami remaja akibat perubahan fisik atau psikis, perubahan lingkungan
sosial, kebimbangan mencari identitas diri, minat dalam pendidikan, minat
seks dan perilaku seks atau mulai beradaptasi dengan lawan jenis, sehingga
keadaan emosional pun sering mengalami ketidakseimbangan. (Yusuf,2004) .
Masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya
perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan fungsi
fisiologis. Perubahan tubuh disertai dengan perkembangan bertahap dari
karateristik seksual primer dan sekunder, misalnya pada remaja putri ditandai
dengan menarche ( menstruasi pertama kali) (Kaplan,2002).
2
Ciri khas kedewasaan wanita adalah menstruasi. Pada wanita siklus
yang berulang di dalam aksis hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
menyebabkan pematangan dan pelepasan gamet dari ovarium untuk
persiapan uterus dalam kehamilan jika terjadi fertilisasi. Namun, jika tidak
terjadi konsepsi, setiap siklus berakhir dengan perdarahan menstruasi
(Heffener,2008)
Stres merupakan suatu respons fisiologis, psikologis dan perilaku dari
manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan
internal dan eksternal (Sriarti,2008). Stres diketahui merupakan faktor
etiologi dari banyak gangguan . Misalnya mengacaukan siklus menstruasi.
Namun, hubungan antara stres dan siklus menstruasi ini sangat kompleks
dan pemahaman kita mengenai hubungan ini masih sangat terbatas. Stres
atau kecemasan dapat mengacaukan siklus menstruasi karena pusat stres di
otak sangat dekat dengan pusat pengaturan siklus menstruasi di otak
(Riani,2005)
Stres dan kecemasan sebagai rangsangan melalui sistem saraf
diteruskan ke susunan saraf pusat, yaitu sistem limbik, selanjutnya melalui
saraf autonom (simpatis dan parasimpatis) akan diteruskan ke kelenjar –
kelenjar endokrin.(Sriarti,2008). Neuroendokrin menuju hipofisis melalui
sistem prontal mengeluarkan gonadotropin dalam bentuk Folikel
Stimulating Hormone (FSH) dan Leutinizing Hormone (LH) dan nantinya
akan mempengaruhi terjadinya proses menstruasi (Sherwood,2001). Stres
berkelanjutan dapat menyebabkan depresi, yaitu apabila sense of control
atau kemampuan untuk mengatasi stres seseorang kurang baik (Desti,2010).
Menstruasi adalah suatu proses alami seorang perempuan yaitu proses
deskuamasi atau meluruhnya dinding rahim bagian dalam (endometrium)
yang keluar melalui vagina bersamaan dengan darah (Wiknjosastro,2007).
Siklus Menstruasi adalah jarak dimulainya menstruasi sampai menstruasi
berikutnya (Sherwood,2001). Siklus menstruasi berkisar antara 21 – 35 hari
(Wikbjosastro,2007). Hanya 10 – 15 % wanita yang memiliki siklus 28 hari
dan lebih dari 35 hari. Jarak antara siklus yang paling panjang biasanya
terjadi sesaat setelah menarche dan sesaat sebelum menopause (Baso,1999).
3
Beberapa studi, menyatakan bahwa prevalensi pada populasi wanita
usia 18-55 tahun mengalami gangguan dengan menstruasinya dan juga dari
hasil penelitian pelajar lebih sering menunjukkan variasi menstruasi yang
bermasalah, seperti menstruasi tidak teratur. Siklus menstruasi yang abnormal
berhubungan dengan stres psikologi (Nepomnaschy, 2007), dan dari hasil
penelitian beberapa studi juga menjelaskan bahwa sewaktu stres terjadi aktivasi
aksis hipotalamus-pituitari-adrenal bersama-sama dengan sistem saraf autonom
yang menyebabkan beberapa perubahan, diantaranya pada sistem reproduksi
yakni siklus menstruasi yang abnormal (Nevid,2005; Pinel, 2009; Carlson,
2005; Sriarti, 2008). Dari data beberapa hasil studi dikatakan bahwa pelajar
perawat di Kusyu University dilaporkan sebanyak 34% mengalami menstruasi
tidak teratur akibat stress (Onimura dan Yamaguchi, 1996), penelitian di
Jepang, terdapat 63% pelajar mahasiswi mengalami menstruasi tidak teratur
(Yamamoto dkk, 2009).
Pada remaja suka mengeluh tentang sekolah, misalkan kegiatan
belajar, banyaknya tugas – tugas, ketakutan menghadapi ujian akhir juga
minat terhadap pendidikan jenjang yang lebih tinggi untuk meraihnya dan
lain – lainnya dapat berpengaruh terhadap siklus menstruasi. Stres dapat
menyebabkan terjadinya penekanan pada hormon dan dapat menyebabkan
kegagalan ovulasi pada wanita sehingga terjadinya menstruasi (Desti,2010).
Faktor yang mempengaruhi ketidakteraturan siklus menstruasi dapat
dipengaruhi oleh gaya hidup, gizi, usia dan faktor stres.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan timbul pemikiran untuk
mengetahui lebih lanjut dan peniliti tertarik untuk membuktikan kebenaran
hasil penelitian-penelitian tersebut di kalangan remaja kelas XII di SMAN
64 Jakarta. Sebelumnya sudah ada beberapa penelitian serupa, tetapi
perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subyek
penelitian dan waktu penelitian
4
I. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan alasan pemilihan judul permasalahan yang diambil dalam
penelitian ini adalah “Adakah hubungan tingkat stres terhadap siklus
menstruasi pada remaja kelas XII di SMAN 64 Jakarta ?”
I. 3. Tujuan Penelitian
I. 3. 1. Tujuan Umum :
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat
stres terhadap siklus menstruasi pada remaja putri kelas XII di SMAN 64
Jakarta.
I. 3. 2. Tujuan Khusus :
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui gambaran tingkat stres pada remaja kelas XII IPA di
SMA Negeri 64 Jakarta
2. Mengetahui gambaran tingkat stres pada remaja kelas XII IPS di
SMA Negeri 64 Jakarta
3. Mengetahui gambaran siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA
di SMA Negeri 64 Jakarta
4. Mengetahui gambaran siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS
di SMA Negerri 64 Jakarta
5. Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada
remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta
6. Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada
remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
7. Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada
remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
8. Mengetahui hubungan jurusan kelas terhadap tingkat stres pada
remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
5
I. 4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk:
1. Subjek Penelitian
Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi
2. Diri sendiri
Untuk menambah wawasan tentang ilmu kedokteran khususnya
tentang hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi serta untuk
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat khususnya ilmu
CRP (Commmunity Research Program)
3. Tempat dilakukan penelitian
Sebagai data yang menggambarkan angka tingkat stres pada remaja
kelas XII di institusi tersebut, sehingga diharapkan dapat dilakukan cara
mengendalikan dan manajemen stres agar masalah tersebut tidak sampai
menyebabkan gangguan yang lebih lanjut.
4. Pemerintah dan Praktisi Kesehatan
Sebagai sumber informasi bagi pemerintah dan praktisi kesehatan agar
lebih memperhatikan masalah kesehatan psikologis berupa tingkat stres karena
mempunyai dampak terhadap gangguan siklus menstruasi.
5. Masyarakat umum
Sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan sehingga
diharapkan masyarakat dapat mengatasi, mengelola, mengendalikan stres
karena dapat berdampak pada siklus menstruasi.
6. Masyarakat Ilmiah
Sebagai data untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Landasan Teori
II. 1. 1. Stres
II. 1. 1. 1. Definisi
Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh
terpapar terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: 1)
perubahan fisiologis. 2) psikologis, bagaimana seseorang merasakan
keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini
disebut sebagai stresor (pengalaman yang mengiduksi respon stres)
(Pinel,2009)
Menurut Selye stres digolongkan stmenjadi dua yang berdasarkan
atas persepsi individu terhadap yang dialaminya (Rice,1992), yaitu:
a. Distress (stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan.
Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana inidvidu mengalami
rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah, sehingga individu
mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan
timbul keinginan untuk menghindarinya.
b. Eustress (stres positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang
memuaskan, frase joy of stress untuk mengucapkan hal – hal yang
bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat
meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan
performasi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi
individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya
seni.
7
Menurut Sriarti (2008) Stres merupakan respon fisiologis,
psikologis dan perilaku dari manusia yang mencoba untuk
mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan ekstrenal.
Branon dan Feist (2007) menjelaskan bahwa stres dapat
didefinisikan melalui tiga cara yang berbeda, yaitu :
1. Stimulus, yaitu sebagai respons dan sebagai interaksi yang
menimbulkan stres disebut juga dengan stresor
2. Respon, yaitu suatu individu yang muncul karena adanya situasi
tertentu yang menimbulkan stres. Respons yang muncul dapat berupa
respon fisiologis, seperti: jantung berdebar, gemetar dan pusing serta
psikologis, seperti: takut, cemas, sulit tidur, sulit konsentrasi dan
mudah tersinggung
3. Interaksi, yaitu hubungan seseorang dengan stimulus
lingkungannya, individu sendiri merupakan agen aktif yang bisa
mempengaruhi akibat dari stresor melalui tingkah laku, kognisi dan
strategi emosi.
Berdasarkan berbagai definisi tersebut, Indri (2007)
mengemukakan bahwa stres adalah keadaan yang disebabkan oleh
adanya tuntunan internal maupun eksternal yang dapat
membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu
sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara
psikologis dan melakukan penyesuaian diri terhadap situasi yang
menjadi stresor.
II. 1. 1. 2. Klasifikasi Stres
Struart dan Sundeen (1998) dalam Maramis (2009)
mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:
8
1. Stres Ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari –
hari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada
dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan
terjadi
2. Stres Sedang
Pada tingkat stres ini individu lebih memfokuskan hal penting
saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga
mempersempit lahan persepsinya.
3. Stres Berat
Pada tingkat sres ini, persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal – hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut
mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan
memerlukan banyak pengarahan.
II. 1. 1. 3 Sumber Stres (Stresor)
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang
berbahaya dan menghasilkan reaksi stres. Stress reaction acute
(reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada
seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas,
terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat,
biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan
kemampuan mengatasi (copying capacity) seseorang memainkan
peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya
(Sunaryo, 2004).
Jenis stresor meliputi fisik, psikologis, dan sosial. Stesor
fisik berasal dari luar diri individu, seperti suara, polusi, radiasi,
suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan latihan fisik yang
terpaksa. Pada stresor psikologis tekanan diri dalam diri individu
biasa yang bersifat negatif yang menimbulkan frustasi, kecemasan,
dan rasa bersalah, khawatir berlebihan, serta rasa rendah hati,
9
sedangkan stresor sosial yaitu tekanan dari luar disebabkan oleh
interakasi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial
yang bersifat traumatik yang tidak dapat dihindari seperti
kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, perceraian,
masalah keuangan, pindah rumah dan lain – lain.
Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan
komunitas sosial (Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam
bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres
1. Frustasi
Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai
sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan
dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustasi juga dapat
diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang
mengancam, seperti timbul reaksi marah, penolakan maupun
depresi
2. Konflik
Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan
merespons langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga
munculnya dua kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam
waktu bersamaan. Ada 3 jenis konflik yaitu:
a. `Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus
memilih satu diantara dua alternatif yang sama – sama disukai.
Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati
alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat
mudah dan cepat diselesaikan.
b. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu
diharapkan pada dua pilahan yang sama – sama tidak
disenangi. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan
menyelesaikan karena masing – masing alternatif memiliki
konsekuensi yang tidak menyenangkan
10
c. Approach-avoidance confilict, adalah situasi dimana
individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau
ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang
sama.
3. Tekanan (presure)
Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai
sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tigkah laku
tertentu. Secara umum tekanan mendorong individu untuk
meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah
sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan
sehari – hari dan memiliki bentuk yang berbeda – beda pada
setiap individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat
menghabiskan sumber – sumber daya yang dimiliki dalam
proses pencapaian sasarannya. Bahkan bila berlebihan dapat
mengarah pada perilaku maladaptive. Tekanan dapat berasal
dari sumber internal atau eksternal atau kombinasi dari
keduanya. Tekanan internal misalnya adalah sistem nilai,
konsep diri dan komitmen personal. Tekanan eksternal
misalnya berupa tekanan waktu atau peran yang harus dijalani
seseorang, atau juga dapat berupa kompetisi dalam kehidupan
sehari – hari di masyarakat antara lain dalam pekerjaan sekolah
dan mendapatkan pasangan hidup.
4. Krisis
Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada
individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan
dan penyakit yang harus dioperasi.
Maramis (2009) menyatakan ada empat variabel psikologik
yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres:
1. Kontrol: Keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol
terhadap stresor yang mengurangi intesifitas stresor.
11
2. Prediktabilitas: Stresor yang dapat diprediksi menimbulkan
respon stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor
yang tidak dapat diprediksi.
3. Persepsi: Pandangan individu tentang dunia dan persepsi
stesor saat ini dapat meningkatakan atau meurunkan
intensitas respons stres
4. Respon koping: Ketesediaan dan efektifitas mekanisme
meningkatnya ansietas dapat menambah atau mengurangi
respon stres.
II. 1. 1. 4. Tahapan stres
Sebagai mana dikemukakan Dadang Hawari (2001)
mengatakan bahwa Robert J. Van Amberg dalam penelitiannya
membagi tahapan – tahapan stres sebagai berikut:
1) Stres tahap pertama
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan
dan biasanya disertai dengan perasaan – perasaan sebagai
berikut:
- Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
- Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya
- Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi
semakin menipis.
2) Stres tahap kedua
Dalam tahapan ini dampak/respon terhadap stresor yang
semula menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap
pertama mulai menghilang dan timbul keluhan – keluhan yang
disebabkan oleh cadangan energi yang tidak lagi cukup
sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat.
Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup,
bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi
12
yang mengalami defisit. Keluhan – keluhan yang sering
dikemukakakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap
kedua adalah :
- Merasa letih seaktu bangun pagi yang seharusnya
merasa segar
- Merasa mudah lelah sesudah makan siang
- Lekas merasa lelah menjelang sore hari
- Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort)
- Detakan jantung lebih lebih keras dari biasanya
(berdebar – debar)
- Otot – otot punggung dan tengkuk merasakan tegang
- Tidak bisa santai
3) Stres tahap ketiga
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam
pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan – keluhan yang
semakin nyata dan mengganggu, yaitu:
- Ganguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya
keluhan maag, buang air besar tidak teratur (diare)
- Ketegangan otot – otot semakin terasa
- Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional
semakin meningkat
- Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk
mulai masuk tidur (early insomnia) atau terbangun
tengah malam dan sukar kembali tidur (middle
insomnia) atau bangun terlalu pagi hari dan tidak dapat
kembali tidur (late insomnia)
- Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa akan jatuh
dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang harus berkonsultasi kepada dokter
untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya
13
dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan guna menambah
suplai energi yang mengalami defisit.
4) Stres tahap keempat
Gejala stres tahap keempat, akan muncul:
- Untuk bertahan sepanjang baru saja sudah terasa amat
sulit
- Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan
mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa
lebih sulit
- Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespon secara
memadai (adequate)
- Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin
sehari – hari
- Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi – mimpi
yang menegangkan. Sering kali menolak ajakan
(negativism) karena tiada semangat dan kegairahan
- Daya konsentrasi, daya ingat menurun
- Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan apa penyebabnya
5) Stres tahap kelima
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang akan jatuh dalam
stres tahap kelima, yang ditandai dengan hal – hal sebagai
berikut:
- Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam
(psychical dan psychological exhaustion)
- ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari
– hari yang ringan dan sederhana
14
- gangguan sistem pencernaan semakin berat
(gastrointestinal disorder)
- timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin
meningkat, mudah bingung dan panik
6) Stres tahap keenam
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang
mengalami serangan panik dan perasaan takut mati. Tidak
jarang oarang yang mengalami stres pada tahap ini berulang
dibawa ke Instalasi Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun
pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan
fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap keenam ini adalah
sebagai berikut:
- Debaran jantung teramat keras
- Susah bernapas (Sesak)
- Sekujur tubuh terasa gemetar, dingin dan keringat
bercucuran
- Ketiadaan tenaga enaga untuk hal – hal yang ringan
- Pingsan atau kolaps
Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana
digambarkan diatas lebih didominasi oleh keluhan – keluhan
fisik yang disebabkan oleh gangguan fungsional oragan tubuh,
sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan
seseorang untuk mengatasinya
II. 1. 1. 5. Respon Terhadap Stres
1. Respon Fisiologis
Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya
mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis
dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons
15
terhadap impuls saraf dari hipotalamus, yaitu mengakitivasi
berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya. Sebagai contohnya, meningkatkan kecepatan
denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga
memberi sinyal ke medula adrenal. Untuk melepaskan epinefrin
dan noreepinefrin ke aliran darah.
Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus
mensekresi CRF (Corticotropin Releasing Factor), suatu zat
kimia yang bekerja padda kelenjar hipofisis yang terletak dibawah
hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresi hormon
ACTH (adenocorticotropin hormon), yang dibawa melalui aliran
darah ke korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan
sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar
gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain
untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi berbagai
hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas
neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan
dalam respons fight or flight (Nevid,2005; Pinel, 2009; Carlson,
2005).
Walter Canon (1929) memberikan deskripsi mengenai
bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang
mengancam. Ia menyebutnya reaksi tersebut sebagai fight or
flight respone karena respon fisiologis mempersiapkan individu
untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam
tersebut. Fight or flight respone menyebabkan individu dapat
berespon cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi
bila keadaan fisiologis dan psikologis yang reaktif terhadap
rangsangan tersebut tinggi dan terus menerus muncul dapat
membahayakan kesehatan individu (Alloy dkk, 2005; Branon dan
Feist, 2007 ; Pinel, 2009).
16
Hans Syle mempelahari akibat yang diperoleh bila stresor
terus menerus muncul, yang kemudian mengemukakannya
dengan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri
dari rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stresor (Alloy
dkk, 2005; Branon dan Feist, 2007 ; Pinel, 2009).
1) Alarm reaction
Pada tahap awal ini perlawanan tubuhmelawan stresor yang
diarahkan melalui aktivasi sistem saraf simpatis. Aktivasi sistem
– sistem tubuh untuk kekuatan maksimal dan mempersiapkan
mereka untuk respons fight or flight. Adrenalin (epinefrin)
dilepaskan, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, nafas
jadi lebih cepat, dan aktivitas gastriontestinal menurun. Sebagai
respon jangka pendek untuk keadaan emergensi , reaksi – reaksi
fisik ini dapat disesuaikan.
2) Stage of Resistance
Pada tahap ini, tahap adaptasi dengan stresor. Seberapa
lama tahap ini tergantung pada keparahan stresor dan kemampuan
organisme. Jika organisme mampu beradaptasi maka kekuatan
melawan pada tahap ini akan berlanjut untuk jangka waktu yang
lama. Selama tingkatan ini, seseorang memberikan gambaran
tingkatan normal. Akan tetapi, menurut ilmu jiwa, fungsi internal
tubuh tidak normal. Stres yang terus menerus akan menyebabkan
perubahan neurologis dan hormon. Hipotesis Seyle, menyatakan
bahwa ketakutan dalam melawan stres akan menyebabkan
perubahan terhadap sistem imun sehingga rentan terhadap infeksi.
3) Stage of Exhaustion
Respon fisiologis masih terus berlangsung. Hal ini dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh dan menguras energi tubuh.
Sehingga terjadi kelelahan pada tubuh. Stresor yang terus terjadi
17
akan mengakibatkan penyakit dan kerusakan fisiologis dan dapat
menyebabkan kematian.
Secara umum orang yang mengalami stres mengalami
sejumlah gangguan fisik seperti: (Maramis, 2009)
a. Gangguan pada organ tubuh menjadi hiperaktif
dalam salah satu sistem tertentu. Contohnya :
tekanan darah naik, sistem pencernaan terganggu
seperti terjadi kembung, mual atau diare
b. Gangguan pada sistem reproduksi, seperti pada
wanita terganggunya siklus menstruasi, impoten
pada pria.
c. Gangguan pada sistem pernafasan seperti sesak,
nafas terasa berat
d. Gangguan lainnya seperti migrain, tegang otot
sampai timbulnya jerawat
2. Respon Psikologik
a. Keletihan emosi, jenuh, mudah menangis, frustasi,
kecemasan, rasa bersalah, khawatir berlebihan, marah
benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta
rasa rendah diri.
b. Terjadi depersonalisasi; dalam keadaan stres
berkepanjangan, sering dengan keletihan emosi, ada
kecenderungan yang bersangkutan memperlakukan orang
lain sebaga ‘sesuatu’ ketimbang ‘seseorang’
c. Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga
berakibat pula menurunnya rasa kompeten dan rasa
sukses.
3. Respon Perilaku
a. Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun
dan sering terjadi tingkah laku yang tidak diteerima oleh
masyarakat.
18
b. Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada
kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan,
mengambil langkah tepat.
c. Pelajar yang stres berat seringkali banyak membolos atau
tidak aktif mengikuti pembelajaran (Yulianti,2004 ;
Chomaria, 2009)
4. Coping Stres
Coping yaitu bagaimana seseorang berupaya mengatasi
masalah atau menangani emosi yang umumnya negatif yang
ditimbulkannya. Efek stres dapat bervariasi tergantung pada
bagaimana individu menghadapi situasi tersebut. Lazarus dan
koleganya mengidentifikasidua dimensi coping
Coping yang berfokus pada masalah (problem
focused coping)
Yaitu mencakup bertindak secara langsung untuk
mengatasi masalah atau mencari informasi yang
relevan dengan solusi.
Coping yang berfokus pada emosi (emotion focused
coping)
Merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi
berbagai reaksi emosional negatif terhadap stres,
contohnya dengan mengalihkan perhatian dari
masalah, melakukan relaksasi, atau mencari rasa
nyaman dengan orang lain.
II. 1. 1. 6. Penatalaksaan Stres
Strategi menghadapi stres antara lain dengan
mempersiapkan diri menghadapi stesor dengan cara melakukan
perbaikan diri secarapisikis atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan
secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut,
penetepatan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang
baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat
19
yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur,
istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan
melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan
kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk
mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor.
Dalam mengelola stres dapat dilakukan beberapa
pendekatan antara lain:
1) Pendekatan farmakologi; menggunakan obat – obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter
disusun saraf pusat otak (sistem limbik). Sebagaimana
diketahui sostem limbik merupakan bagian otak yang mengatur
alam pikiran, alam perasaan dan perilaku seseorang. Obat yang
sering dipakai adalah obat anti cemas (axiolutic) dan anti
depresi (anti depressant).
2) Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan
stres, toleransi/ adaptabilitas terhadap stres, menyimbangkan
antara aktivitas fisik dan nutrisi, serta manajemen perencanaan,
organisasi dan waktu.
3) Pendekatan kognitif; mengubah pola pikir individu berpikir
positif dan sikap positif, membekali diri dengan pengetahuan
tetntang stres, menyimbangkan aktivitas otak kiri dan otak
kanan, serta hipnoterapi.
4) Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada 3 macam
relaksasi yaitu relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan
relaksasi melalui yoga, meditasi maupun
transendensi/keagamaan (Yulianti,2004 ; Chomaria,2009).
20
II. 1. 2. Siklus Menstruasi
II. 1. 2. 1. Definisi
Menstruasi adalah suatu proses alami seorang perempuan
yaitu proses deskuamasi atau meluruhnya dinding rahim bagian
dalam (endometrium) yang keluar melalui vagina bersamaan
dengan darah (Wiknjosastro, 2007).
Siklus Menstruasi adalah jarak dimulainya menstruasi
sampai menstruasi berikutnya (Sherwood,2001). Siklus menstruasi
berkisar antara 21 – 35 hari. Hanya 10 – 15 % wanita yang
memiliki siklus 28 hari dan lebih dari 35 hari dengan lama
menstruasi 3 – 5 hari, ada yang 7 – 8 hari. Panajangnya siklus
menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik,
tingkat stres, genetik, adanya penyakit kronis seperti lupus,
diabetes, penyakit kelenjar gondok, penyakit ginjal dan kelainan
pada alat reproduksi juga dilihat dari status gizi (Wiknjosastro,
2007).
II. 1. 2. 2. Gambaran Klinis
Pada siklus menstruasi menggambarkan suatu interaksi
kompleks antara hipotalamus, kelenjar pituitary, ovarium dan
endometrium. Siklus menstruasi terdiri dari dua fase, fase di
ovarium dan fase di endometrium (Ganong, 2002; Guyton, 2007;
Sherwood, 2001; Speroff dan Fritz, 2005; Wiknjosastro, 2007).
Menurut Cohen (2003) siklus menstruasi dibagi menjadi lima fase,
yaitu: fase awal folikuler, fase akhir folikuler, fase praovulasi dan
ovulasi, fase awal luteal dan fase akhir luteal. Kelima fase ini sudah
mencakup fase di ovarium dan di endometrium.
21
Gambar 1. Fase Perkembangan Folikel
a. Fase awal folikel
Fase awal folikuler berlangsung 1 sampai 6 hari. Pada
fase ini terjadi dua peristiwa yakni hari pertama menstruasi dan
permulaan perkembangan folikel. Penurunan estrogen dan
progesteron akibat degenerasi korpus luteum sewaktu tidak
terjadinya pembuahan terhadap ovum secara simultan
menyebabkan terlepasnya endometrium (menstruasi) dan
perkembangan folikel – folikel baru di ovarium di bawah
pengaruh Folicle Simulating Hormone (FSH) dan Leutenizing
Hormone (LH) yang kembali meningkat akibat dari
menghilangnya efek inhibisi dari hipotalamus (Sherwood,
2001).
Pada saat seorang anak perempuan lahir, masing – masing
ovum dikelilingi oleh selapis sel granulosa dan ovum dengan
selubung granulosanya disebut folikel primordial. Sesudah
pubertas, hormon FSH dan LH dari kelnjar hipofisis anterior
mulai disekresikan dalam jumlah besar, seluruh ovarium
bersama folikelnya akan mulai berkembang. Perkembnagan
folikel dengan meningkatnya ukuran oosit dan sel granulosa
menjadi kuboid. Pada saat yang sama, taut erat yag kecil
berkembang antara oosit dan granulosa, berfungsi sebagai
pertukaran nutrisi, ion – ion, dan molekul – molekul, juga
memebntuk sakuran protein yang dikenal sebagai connexin
yang berguna untuk pertumbuhan dan multipikasi dari sel
granulosa (Guyton, 2007).
22
Pada setiap kali menstruasi, seluruh lapisan endometrium
terlepas, kecuali suatu lapisan dalam dan tipis yang terdiri dari
sel – sel epitel dan kelenjar yang akan menjadi bakal
regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga
merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium. Kontraksi –
kontrkasi itu membatu mengeluarkan darah dan debris
endometrium dari rongga uterus melalui vagina (Sherwood,
2001).
b. Fase akhir folikel
Fase akhir folikuler berlangsung 7 sampai 14 hari. Pada
fase ini terjadi pertumbuhan folikel dari folikel primer
menjalani tahap antral. Pertumbuhan awal dari folikel primer
menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH. Efek awalnya
adalah proliferasi yang berlangsung cepat dari sel granulosa,
menyebabkan lebih banyak sel – sel granulosa. Selain itu,
banyak sel – sel berbentuk kumparan yang dihasilkan dari
intertisium ovarium yang berkumpul dalam beberapa lapisan di
luar sel granulosa, membentuk kelompok sel yang disebut sel
teka. Sel teka terbagi menjadi dua, yaitu sel teka interna dan
eksterna (Guyton, 2007).
Sel granulosa dan sel teka, keduanya bekerja sama dalam
menghasilkan estrogen. Reseptor LH hanya ada pada sel teka,
begitu juga reseptor FSH hanya ada pada sel granulosa pada
teka intersitial, yang berlokasi di sel teka interna memiliki kira
– kira 20.000 reseptor LH di membran selnya yang
merangsang jaringan sel teka untuk menghasilkan androgen
yang akan mengalami aromatisasi sehingga menjadi estrogen
melalui FSH di sel granulosa (Speroff dan Fritz, 2005). Di
bawah pengaruh estrogen dan FSH terjadi peningkatan
peningkatan jarak folikel pada rongga interseluler granulosa,
cairan folikuler ini mengandung estrogen konsentrasi tinggi.
23
pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum di
dalam masa sel granulosa, sehingga sel teka dan sel granulosa
berproliferasi lebih cepat dengan laju sekresinya mengingat,
dan masing – masing folikel akan tumbuh menjadi folikel
antral.
Dibawah pengaruh estrogen yang tinggi, sel – sel stroma
dan sel – sel epitel di endometrium berproliferasi dengan cepat.
Permukaan endometrium mengalami epitelisasi kembali dalam
waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi. Sebelum
terjadi ovulasi, ketebalan endometrium sangat meningkat
karena jumlah sel stroma bertambah banyak, dan karena
pertumbuhan kelenjar endotelium serta pembuluh darah yang
baru yang progresif ke dalam endometrium (Guyton, 2007).
Ruang di folikel matang fase proliferasi ini berlangsung dari
akhir menstruasi sampai ovulasi (Sherwood,2001).
c. Fase praovulasi dan ovulasi
Fase praovulasi dan ovulasi berlangsung 13 sampai 14 hari.
Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sebagai
persiapan untuk terjasinya ovulasi (Guyton, 2007). Salah satu
folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada folikel – folikel
yang lain, berkembang menjadi folikel matang (de Graaf)
) (Sheerwood, 2001). Pertumbuhan ini di sebabkan oleh
ekspansi antrum yang drastis, disamping itu juga pertumbuhan
sel teka dan sel granulosa. Antrum menempati sebagian besar
di folikel matang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida
dan selapis sel granulosa, tergeser secara asimetris ke salah
satu sisi folikel yang sedang tumbuh dalam suatu gundukan
kecil yang menonjol ke dalam antrum, kemudian menonjol
dari permukaan ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang
mudah pecah (stigma) untuk mengeluarkan oosit saat ovulasi
(Guyton, 2007).
24
Folikel - folikel yang mengalami atresia, dan hanya satu
folikel yang terus mengalami perkembangan folikel ini tumbuh
lebih cepat, menyekresikan lebih banyak estrogen, sehingga
menyebabkan suatu efek umpan balik positif dalam folikel
tunggal tersebut karena FSH meningkatkan prliferasi sel
granulosa dan sel teka, sehingga menghasilkan suatu siklus
umpan balik positif yang lain, efek – efek inilah yang
menyebabkan peningkatan pertumbuhan pada folikel tunggal
ini (Guyton, 2007).
Selama fase akhir folikuler, estrogen pertama sekali
meningkat lambat, kemudian secara cepat dan mencapai
puncaknya sebelum ovulasi. Waktu mula lonjakan LH terjadi
ketika estrogen mencapai puncak. LH mempunyai efek khusus
terhadap sel granulosa dan selteka, yang mengubah kedua jenis
sel tersebut menjadi lebih bersifat sel yang menyekresikan
progesteron dan sedikit esterogen. Oleh kerena itu, kecepatan
sekresi estrogen mulai menurun sebelum ovulasi sementara
sejumlah kecil progesteron mulai disekresikan. Sesaat sebelum
ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya.
Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa
yang dibutuhkan untuk ovulasi : 1) sel teka eksterna mulai
melepaskan enzim proteolitik dari lizosim yang mengakibatkan
pelarutan dinding kapsul dan akibatnya melemahkan dinding,
menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan
degenerasi dari stigma. 2) secara bersama, juga akan terjadi
pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung cepat
kedalam dinding folikel, dan pada saat yang sama,
prostaglandin (hormon setempat yang mengakibatkan
vasodilatasi) akan disekresi dalam jaringan folikuler. Kedua
efek ini selanjutnya akan mengakibatkan transudasi plasma ke
dalam folikel yang juga berperan pada pembengkakan folikel.
Akhirnya kombinasi dari pembengkakan folikel dan degenerasi
25
stigma mengakibatkan pecahanya folikel disertai dengan
pengeluaran ovum sehingga terjadi ovulasi (Guyton, 2007).
Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan
sekitar 3 – 4 mm, kelenjar endometrium khususnya di daerah
servix akan menyekresi mukus yang encer mirip benang.
Benang mukus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis,
membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma
kearah yang tepat menuju ke dalam uterus (Ganong, 2005).
d. Fase awal luteal
Fase awal luteal berlangsung 14 sampai 21 hari, ruptur
folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel
dan mulainnya fase luteal. Folikel yang ruptur dan tertinggal di
ovarium mengalami perubahan cepat segera terisi darah
( Sherwood, 2001). Perdarahan ringan dari folikel keldalam
rongga abdomen dapat menimbulkan iritasi peritoneum dan
nyeri abdomen bawah singkat. Sel – sel granulosa dan sel teka
yang melapisi folikel mulai berproliferasi dan bekuan darah
cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan bewarna
kekuningan, membentuk korpus luteum. Lemak pada sel luteal
ini sebagai molekul prekursor steroid (Ganong, 2005).
Sel – sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan
sebuah retikulum endoplasma halus yang luas, yang akan
membentuk sejumlah besar hormon seks wanita progesteron
dan estrogen akan tetapi lebih banyak progesteron (Guyton,
2007). Progesteron bekerja pada endometrium tebal yang
sudah dipersiapkan oleh esterogen untuk mengubahnya
menjadi jaringan yang kaya pembuluh darah dan glikogen.
Fase ini disebut sekretorik, karena kelenjar – kelenjar
endometrium secara aktif mengeluarkan glikogen, dalam
kaitannya dengan pembenntukan lapisan endometrium subur
26
yang mampu menunjang perkembangan mudigah (Sherwood,
2001).
e. Fase akhir luteal
Fase akhir luteal berlangsung 21 sampai 28 ahri, esterogen
dan progesteron yang disekresi oleh korpus luteum mempunyai
efek umpan balik yang kuat terhadap hipofisis anterior dalam
mempertahankan kecepatan sekresi FSH maupun terhadap LH
yang rendah. Selain dari itu sel lutein juga meyekresikan
sejumlah kecil hormon inhibin yang juga menghambat sekresi
hipofisis anterior, khususnya sekresi FSH, megakibatkan
konsentrasi FSH dan LH dalam darah menjadi rendah dan
hilangnya hormon ini menyebabkan korpus luteum
berdegenerasi secara menyeluruh, terjadi hampir tepat 12 hari
setelah korpus luteum terbentuk, yaitu 2 hari sebelum
dimulainya menstruasi (Ganong, 2002; Guyton, 2007;
Sherwood, 2001; Speroff dan Fritz, 2005; Wiknjosastro, 2007).
Proses tersebut menyebabkan penurunan progesteron dan
estrogen secara tajam sehingga menghilangkan rangsanganh
terhadap endometrium sehingga endometrium mengalami
involusi yakni kira – kira 65% dari ketebalan semula.
Kemudian 24 jam sebelum menstruasi terjadi, pembuluh darah
yang berkelok – kelok yang mengarah ke lapisan mukosa
endometrium akan menjadi vasospastik., mungkkin disebabkan
oleh efek degenerasi, seperti pelepasan vasokonstriktor seperti
prostaglandin yang terdapat dalam jumlah banyak saat ini.
Vasospasme dan hilangnya rangsangan hormonal
menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium,
khususnya dari pembuluh darah (Sherwood, 2001; Guyton,
2007).
27
Gambar 2. Siklus Menstruasi dan Perubahan Hormon
II. 1. 2. 3. Regulasi Neuroendokrin Sewaktu Menstruasi
Proses ovulasi bukan hanya dipengaruhi oleh suatu kerja
sama yang harmonis antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis
dan ovarium, melainkan juga dipengaruhi oleh kelenjar tiroid,
korteks adrenal dan kelenjar – kelenjar endokrin lain
(Wiknjsasatro,2007; Guyton, 2007).
Aktifitas saraf menyebabkan pelepasan GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormone) dengan cara pulsatil terutama
terjadi di dalam mediobasal hipotalamus khususnya di nukleus
arkuata. Banyak pusat saraf dalam sistem limbik otak
menghantarkan sinyak ke nuklues arkuatus untuk modifikasi
intensitas GnRH dan frekuensi pulsatil. Hipotalamus
menyekresikan GnRH secara beberapa menit yang terjadi setiap 1
28
samapai 3 jam. Pelepasan GnRH secara pulsatil menyebabkan
pengeluaran LH dan FSH secara pulsatil juga (Guyton,2007).
Rangkaian peristiwa akan diawali oleh sekresi FSH dan LH
yang menyebabkan produksi estrogen dan progesteron dari
ovarium dengan akibat perubahan fisiologi uterus. Estrogen dan
progesteron juga mempengaruhi produksi GnRH spesifik sebagai
mekanisme umpan balik yang mengatur kadar hormon
gonadotropik (Price, 2002; Sherwood, 2001; Guyton.2007).
Estrogen menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior
melalui umpan balik negatif. Terhadap hipotalamus, esterogen
bekerja secara langsung menghambat sekresi GnRH akibatnya
pengeluaran FSH dan LH yang dipicu oleh GnRH menjadi
tertekan, tetapi efek primernya terhadap hipofisis anterior yakni
menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin terutama
penghasil FSH (Guyton, 2007).
Melalui umpan balik positif kadar estrogen yang rendah
dan meningkat pada fase awal folikel menghambat sekresi LH,
tetapi kadar estrogen yang tinggi pada saat puncak sekresi estrogen
pada akhir fase folikel merangsang ssekresi LH dan menimbulkan
lonjakan LH. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja
langsung pada hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut
sekresi GnRH, sehingga meningkatkan sekresi LH dan FSH.
Kadar tersebut juga bekerja langsung pada hipofisis anterior untuk
secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH terhadap
GnRH. Efek yang terakhir merupakan penyebab lonjakan sekresi
LH yang jauh lebih besar daripada sekresi FSH pada pertengahan
siklus (Sherwood,2001; Ganong,2005; Guyton 2007).
LH berfungsi memicu perkembangan korpus luteum dan
merangsang korpus luteum untuk mengeluarkan hormon steroid,
terutama progesteron. Estrogen konsentrasi tinggi merangsang
29
sekresi LH, progesteron yang mendominasi fase luteal, dengan kuat
menghambat pertumbuhan folikel baru sehingga sistem reproduksi
dapat dipersiapkan untuk menunjang ovum yang baru dilepaskan.
Jika tidak terjadi pembuahan maka korpus luteum akan mengalami
regresi yang akhirnya akan menyebabkan penurunan hormon
steroid secara tajam, mengakibatkan lenyapnya efek inhibisi dari
hormon FSH dan LH sehingga sekresi kedia hormon ini meningkat.
Di bawah pengaruh kedua hormon ini, sekelompok folikel baru
kembali mengalami proses pematangan (Sherwood, 2001;
Guyton,2007).
II. 1. 2. 4. Faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstuasi
Banyak penyebab kenapa siklus haid menjadi panjang atau
sebaliknya. Penanganan kasus dengan siklus haid yang tidak
normal, tidak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah
siklus haid, melainkan berdasarkan kelainan yang dijumpai :
1. Fungsi hormon terganggu
Haid terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di otak,
tepatnya di kelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim
sinyal ke indung telur untuk memproduksi sel telur. Bila sistem
pengaturan ini terganggu, otomatis siklus haid pun akan terganggu.
2. Kelainan Sistemik
Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi
siklus haidnya karena sistem metabolisme di dalam tubuhnya tak
bekerja dengan baik, atau wanita yang menderita penyakit diabetes,
juga akan mempengaruhi sistem metabolisme sehingga siklus
haidnya pun tak teratur.
30
3. Stress
Stress akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh,
karena stress, wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan turun
drastis, bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolisme terganggu.
Bila metabolisme terganggu, siklus haid pun ikut terganggu.
4. Kelenjar Gondok
Terganggunya fungsi kelenjar gondok/tiroid juga bias
menjadi penyebab idak teraturnya siklus haid. Gangguan bisa
berupa produksi kelenjar gondok yang terlalu tinggi (hipertiroid)
maupun terlalu rendah (hipertiroid), yang dapat mengakibatkan
sistem hormonal tubuh ikut terganggu.
5. Hormon prolakin berlebih
Hormon prolaktin dapat menyebabkan seorang wanita tidak
haid, karena memang hormon ini menekan tingkat kesuburan. Pada
wanita yang tidak sedang menyusui hormone prolaktin juga bisa
tinggi, buasanya disebabkan kelainan pada kelenjar hipofisis yang
terletak di dalam kepala (Sahara, 2009).
II. 1. 2. 5. Gangguan Siklus Menstruasi
Gangguan siklus menstruasi disebabkan ketidakseimbangan
FSH dan LH sehingga kadar estrogen dan progesteron tidak
normal. Biasanya gangguan siklus menstruasi yang sering terjadi
adalah sikkus menstruasi yang tidak teratur atau jarang dan
perdarahan yang lama atau abnormal, termasuk akibat sampingan
yang ditimbulkannya, seperti nyeri perut, pusing mual atau mutah
(Wiknjosastro, 2007).
31
a. Menurut jumlah perdarahan
1) Hipomenorea
Perdarahan menstruasi yang lebih pendek atau lebih sedikit
dari biasanya.
2) Hipermenorea
Perdarahan menstruasi yang lebih banyak atau lebih lama
dari biasanya ,atau lebih dari 8 hari .
b. Menurut Siklus atau Durasi perdarahan
1) Polimenorea
Siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya atau kurang
dari 21 hari.
2) Oligomenorea
Siklus menstruasi lebih panjang atau lebih dari 35 hari
3) Amenorea
Keadaan tidak ada menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan
berturut – turut.
II. 1. 2. 6. Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi
Stresor diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak
penyakit. Salah satunya menyebabkan stres fisiologis yaitu
gangguan pada siklus menstruasi. Kebanyakan wanita mengalami
sejumlah perubahan dalam siklus menstruasi selama masa
reproduksi. Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stres
melibatkan isistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar
peranannya dalam reproduksi wanita (Sriarti,2008).
Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme
regulasi integratif yang mempengaruhi proses biokimia dan
seluler tubuh termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam
reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus – hipofisis –
ovarium yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan
balik. Pada keadaan stres terjadi aktivasi pada amygdala pada
sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon
32
dari hipotalamus yaitu Corticotropic Releasing Hormone (CRH).
Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH
hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses
ini kemungkinan terjadi melalui penambahan sekresi opioid
endogen.
Peningkatan CRH akan menstimulasi pelepasan
Adenocorticotropin Hormone (ACTH) kedalam darah.
Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan kadar
kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik
menunjukan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya
peningkatan CRH dan ACTH.
Hormon – hormon tersebut secara langsung dan tidak
langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui
jalan ini maka stres menyebabkan gangguan silkus menstruasi
(Nevid,2005; Pinel, 2009; Carlson, 2005; Sriarti, 2008).
ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk
menyekresikan kortisol. Kortisol berperan dalam menghambat
sekresi LH oleh pusat aktivasi otak. Kortisol menekan pulsatil LH
dengan cara menghambat respons hipofisis anterior terhadap
GnRH (Breen dan Karsxh,2004). Selama siklus menstruasi, peran
hormon LH sangat dibutuhkan dalam menghasilkan hormon
estrogen dan progesteron, yang memiliki peran peranan penting
selama siklus menstruasi yang secara normal terjadi pada wanita
setiap bulannya (Wiknjsastro, 2007; Guyton,2007; Ganong, 2005;
Speroff dan Fritz,2005; Sherwood,2001). Pengaruh hormon
kortisol ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormon
yang berpengaruh terhadap siklus menstruasi, biasanya siklus
menstruasi menjadi tidak teratur (Breen dan Karsch,2004).
33
Stress
Respon neurologis
Respon Hormonal
CRH
ACTH
Menstimulasi Kelanjar Adrenal
BAGAN 1. Neuroendokrin Kaskade Stres
Aktivasi Amygdala
Hipotalamus
Hipofisis
Respon Stres
CRH
GnRH
ACTH
Cortisol
LH
34
II. 1. 3. Remaja
II. 1. 3. 1. Definisi
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin
adolescere (kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence,
seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas
mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.
Piaget mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja
adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat
dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang
– orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang
sama, sekurang – kurangnya dalammasalah hak (Sumiati,2009).
Menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang
berusia 12- 21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari
masa anak – anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12 – 15
tahun masa remaja awal, 15 – 18 tahun masa remaja pertengahan
dan 18 – 21 tahun masa remaja akhir (Sarwono,2007).
Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa kanak – kanak ke masa
dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat
ia mencapai usai matang secara hukum.
Berdasarkan apa yang telah dikemukan diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa remajaadalah individu yang berusia 12
– 21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak
– kanknya ke masa dewasa.
35
II. 1. 3. 2. Ciri – ciri masa Remaja
Menurut Havighurst ciri – ciri masa remaja antara lain
(Hurlock, 1999) :
1. Masa remaja sebagai periode penting
Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat
dan perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian
mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap
perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan
bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan
bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang,
serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada
tahap berikutnya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa
remaja sejajar dengan perubahan fisik. Perubahan fisik yang
terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan
sikap yang juga berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun,
perubahan sikap dan perilaku juga menurun.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalah sendiri – sendiri, namun
masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi
baik oleh anak laki – laki maupun anak perempuan. Ada dua
alasan bagi kesulitan ini, yaitu:
a. Sepanjang masa kanak – kanak, masa anak – anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru – guru, sehingga
kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi
masalah.
36
b. Remaja merasa mandiri. Sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua dan guru –
guru.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak – kanak,
menyesuaikan diri dengan standar kelompok lebih penting
daripada bersikap individualistis. Penyesuain diri dengan
kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagi anak laki
– laki dan anak perempuan, namun lambat laun mereka mulai
mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi
pribadi yang berbeda dengan orang lain.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak – anak
yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung
merusak dan perilaku merusak, menyebabkan orang dewasa
yang harus membimbing dan mengatasi kehidupan remaja
muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik
terhadap perilaku remaja yang normal.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiridan orang lain
sebagai mana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana
adanya , terlebih dalam hal cita – cita. Semakin tidak realistik
cita – citanya ia semakin menjadi marah. Remaja akan sakit
hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau
kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekati usia kematangan, para remaja gelisah
untuk meninggalkan streotip belasan tahun dan memberikan
kesan bahwa mereka hampir dewasa, remaja mulai
memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan
status dewasa yaitu merokok, minum – minuman keras,
menggunakan obat – obatan terlarang dan terlibat dalam
37
perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberi citra yang di inginkan.
Sesuai dengan pembagian usia remaja terdapat tiga tahap
proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju
kedewasaan, disertai dengan karateristiknya, yaitu: (Desmita, 2005)
1. Remaja awal (12 – 15 tahun)
Pada tahap ini, remaja masih merasa heran pada
perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya dan
dorongan – dorongan yang menyertai perubahan –
perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan
pikiran – pikiran baru, cepat tertarik lawan jenis dan
mudah terangsang. Keadaan ini menyebabkan remaja
sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
2. Remaja madya (15 – 18 tahun)
Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi
kebingungan karena masih ragu harus memilih yang
mana, peka atau peduli, ramai – ramai atau sendiri,
optimis atau pesimis, dan sebagainya.
3. Remaja akhir (18 – 21 tahun )
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang
ditandai dengan pencapaian :
a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi –
fungsi intelek
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan
orang – oang lain dan mendapatkan pengalaman –
pengalamn baru
c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan
berubah lagi.
d. Dapat menyeimbangkan kepentingan sendiri dengan
orang lain
38
e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dan
masyarakat umum.
Perkembangan maturitas seks sekunder pada remaja
wanita, sebagai berikut (Pardede,2008) :
1. < 9 tahun
Pra Pubertas
2. 10- 11 tahun
Rambut pubis mulai tumbuh jarang, sedikit berpigmen,
lurus batas medial labia
Payudara dari papila menonjol sebagai bukit kecil,
diameter areola bertambah
3. 12- 13 tahun
Rambut pubis lebih hitam, mulai keriting jumlah
bertambah
Payudara dan areola membesar tidak ada pemisah garis
bentuk
4. 14- 15 tahun
Rambut pubis kasar, lenih hitam, keriting, banyak tapi
lebih sedikit dari orang dewasa
Areola dan papila terbentuk bukit kedua
5. > 16 tahun
Rmabut pubis segitiga wanita dewasa menyebar ke
permukaan medial paha
Payudara bentuk dewasa, papila menonjol, areola
merupakan bagian dari garis umum bentuk payudara
II. 1. 3. 3. Remaja dan Orangtua
Orang tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang
memberi efek positif maupun negatif. Hal ini menunjukan bahwa
orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi
remaja (Yusuf, 2004).
39
Remaja sering mengalami dilema sangat besar anatra
mengikuti kehendak orangtua atau mengikuti keinginannya sendiri.
Situasi ini dikenal sebagai keadaan ambivalensi dan dalam hal ini
akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini
mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga
sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap
lingkungan sekitarnya, bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang
remaja menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang
mendalam pada orangtuanya tahu orang lain ada disekitarnya.
Keadaan frustasi tersebut dapat membahayakan dirinya dan
oranglain di sekitarnya (Mu’tadin, 2002)
Penelitian BKKBN pada umumnya masalah antara
orangtua dan anak bukan hal – hal yang mendalam seperti
ekonomi, agama atau sosial. Tetapi hal sepele seperti pakaian dan
penampilan, tugas – tugas rumahtangga (Desmita, 2005)
II. 1. 3. 4. Remaja dan Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial remaja meliputi teman sebaya,
masyarakat dan sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar
bagi remaja, karena selain sekolah adalah lingkungan kedua
dimana remaja banyak melakukan berbagai aktivitas dan menjalain
hubungan sosial dengan teman – temannya (Needlman,2004).
Masalah yang dialami remaja yang bersekolah lebih besar
dibandingkan remaja yang tidak bersekolah. Hubungan dengan
guru dan teman – teman disekolah, mata pelajaran yang berat di
sekolah menimbulkan konflik yang cukup berat bagi remaja.
Dari semua perubahan sosial yang terjadi dalam sikap dan
perilaku sosial, yang paling menononjol adalah hubungan antara
remaja dengan teman sesama jenis ataupun lawan jenis, hal ini
40
biasanya mencapai puncak pada tahun – tahun tingkat menengah
sekolah atas.
Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang
semaki penting bagi remaja. Remaja mulai memperluas pergaulan
sosialnya dengan teman – teman sebayanya (peers). Remaja lebih
banyak berada di luar rumah dengan teman – teman sebayanya.
Karena itu, dapat dimengerti bahwa pengaruh teman – teman
sebaya pada sikap, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar
daripada pengaruh keluarga (Hurlock,1999).
Empat cara khusus bagaimana terjadinya perubahan
kelompok teman sebaya dari masa kanak – kanak ke masa remaja:
1. Remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman sebaya
dibandingkan anak – anak. Pada usia 12 tahun, remaja awal
mulai menjauhkan diri dari orang dewasa dan menghabiskan
waktu dengan teman sebaya. Selama masa remaja pertengahan,
remaja menghabiskan waktu dua kali lebih banyak bersama
teman – temannya dibandingkan dengan orang tua dan orang
dewasa lainnya.
2. Remaja berusaha menghindari pengawasan yang ketat dari
orang tua atau guru dan ingin mendapatkan kebebasan. Mereka
mencari tempat untuk bertemu dimana mereka tidak terlalu
diawasi. Meskipun di rumah, remaja mendapatkan privasi dan
tempat dimana mereka dapat bercerita dengan teman – temnnya
tanpa didengar orang tua dan saudara – saudaranya.
3. Remaja mulai banyak beraksi dengan teman sebaya dari jenis
kelamin yang berbeda. Walaupun anak perempuan dan anak
laki – laki berpartisipasi dalam kegiatan kelompok
persahabatan yang berbeda selama masa pertengahan kanak –
kanak tetapi pada masa remaja, meningkat sejalan dengan
menjauhkan remaja dari orangtua mereka.
41
4. Selama masa remaja, kelompok teman sebaya menjadi lebih
menyadari nilai – nilai perilaku dari sub budaya remaja yang
lebih besar. Mereka juga mengidentifikasikan diri dengan
kelompok pergaulan tertentu (crowds), yaitu kelompok dengan
reputasi untuk nilai – nilai, sikap, dan aktivitas tertentu.
II 1. 3. 5 Stres Pada Remaja
Ada empat faktor yang dapat membuat remaja menjadi
stres, yaitu penggunaan obat – obatan terlarang, kenakalan remaja,
pengaruh negatif dan masalah akademis (Windle & Mason, 2004).
Garfinkel (dalam Walker, 2002) mengatakan secara umum
penyebab stres pada remaja ialah:
1) Putus dengan pacar
2) Perbedaan pendapat dengan orang tua
3) Bertengkar dengan saudara perempuan dan laki – laki
4) Perbedaan pendapat antara orang tua
5) Perubahan status ekonomi pada orang tua
6) Sakit yang diderita oleh anggota keluarga
7) Masalah dengan teman sebaya
8) Masalah dengan orang tua
Ada tiga faktor yang sapat menyebabakan remaja menjadi
stres, yaitu: (Walker, 2002)
1. Faktor biologis, yaitu:
a. Sejarah depresi dan bunuh diri di dalam keluarga
b. Penggunaan alkohol dan obat – obatan terlarang di
dalam keluarga
c. Siksaan secara seksual dan fisik di dalam keluarga
d. Penyakit yang serius yang diderita remaja atau
anggota keluarga
42
e. Sejarah keluarga atau individu dari kelainan
psikiatris seperti kelainan makan, skizoprenis, manik
depresif, gangguan perilaku dan kejahatan
f. Kematian salah satu anggota keluarga
g. Ketidakmampuan belajar atau ketidakmampuan
mental atau fisk
h. Perceraian orang tua
i. Konflik dalam keluarga
2. Faktor kepribadian, yaitu:
a. Tingkah laku impulsif, obsesif dan ketakutan yang
tidak nyata
b. Tingkah laku agresif dan antisosial
c. Penggunaan dan ketergantungan dan obat terlarang
d. Hubungan sosial yang buruk dengan orang lain,
menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah
e. Masalah dengan tidur atau makan
3. Faktor psikologis dan sosial, yaitu:
a. Kehilangan orang yang dicintai, seperti kematian
teman atau anggota keluarga, putus cinta, atau
kepindahan teman dekat atau keluarga
b. Tidak dapat memenuhi harapan orang tua
c. Tidak dapat menyelesaikan konflik dengan anggota
keluarga, teman sebaya, guru, yang dapat
mengakibatkan kemarahan, frustasi dan penolakan
d. Pengalaman yang dapat membuatnya merasa rendah
diri dapat mengakibatkan remaja kehilangan harga
diri atau penolakan
e. Pengalaman buruk seperti hamil atau masalah
keuangan
Sedangkan menurut Needlman (2004) ada beberapa sumber
stres yang dialami remaja :
43
1. Biological stress
Pada umumnya perubahan fisik pada remaja terjadi
sangat cepat, dari usia 12 – 14 tahun pada remaja
perempuan dan antara 13 dan 15 tahun pada remaja laki
– laki. Tubuh remaja berubah sangat cepat, remaja
merasa bahwa semua orang melihat dirinya. Jerawat
juga dapat membuat remaja stres, terutama bagi mereka
yang mempunyai pikiran sempit tentang kecantikan
yang ideal. Saat yang sama, remaja menjadi sibuk di
sekolah dan bersosialisasi, sehingga membuat remaja
kekurangan tidur. Hasil dari penelitian, bahwa
kekurangan tidur dapat menyebabkan stres
2. Family stress
Salah satu sumber utama stres pada remaja adalah
hubungannya dengan orang tua, karena remaja merasa
bahwa mereka ingin mandiri dan bebas, tetapi di lain
pihak mereka juga ingin diperhatikan.
3. School stress
Tekanan dalam masalah akademik cenderung tinggi
pada dua tahun terakhir di sekolah, keinginan untuk
mendapat nilai tinggi atau keberhasilan pada bidang
tertentu di mana remaja selalu berusaha untuk tidak
gagal, ini semua dapat menyebabkan stres.
4. Peer stress
Stres pada kelompok teman sebaya cenderung tinggi
pada pertengahan tahun sekolah. Remaja yang tidak
diterima oleh teman – temannyabiasanya akan
menderita, tertutup dan mempunyai harga diri yang
rendah
5. Social stress
Remaja tidak mendapat tempat pada pergaulan orang
dewasa, karena mereka tidak diberikan kebebasan
44
mengukapkan pendapat mereka, tidak boleh membeli
alkohol secara legal, tidak bisa mendapat bayaran tinggi
dari yang dikerjakannya dan sebagainya. Pada saat yang
sama mereka tahu bahwa mereka semua nantinya akan
mewarisi masalah besar kehidupan sosial, seperti
masalah ekonomi yang tidak stabil. Ini dapat membuat
remaja menjadi stres
II. 2. Kerangka Teori
Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Stresor pada remaja
Stres
Respons Fisiologis
Respons Psiklogis
Respons Perilaku
Sistem Pernapasan dan Kardiovaskular
Sistem Pencernaan dan
Perkemihan
Sistem Endokrin dan Reproduksi
Gangguan
Tidur
Siklus menstruasi
45
II. 3. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
II. 4. Hipotesis Penelitian
1. H0: Tidak ada hubungan tingkat stres terhadap siklus
menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
H1: Ada hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi
pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
2. H0: Tidak ada hubungan tingkat stres terhadap siklus
menstruasi pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64
Jakarta
H1: Ada hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi
pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta
3. H0: Tidak ada hubungan tingkat stres terhadap siklus
menstruasi pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64
Jakarta
H1: Ada hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi
pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta
4. H0: Tidak ada hubungan jurusan kelas terhadap tingkat stres
pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 jakarta
H1: Ada hubungan jurusan kelas terhadap tingkat stres pada
remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
Tingkat Stres
1. Normal2. Ringan3. Sedang4. Berat5. Sangat berat
Siklus Menstruasi
1. Teratur2. Tidak teratur
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III. 1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasi
analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) dengan
pengukuran variabel yang dilakukan satu saat hanya satu kali
dengan cara melihat dan mengobservasi hubungan antara variabel
bebas (tingkat stres) dengan variabel terikat (siklus menstruasi)
pada remaja kelas XII di SMAN 64 Jakarta.
III. 2 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 64 Jakarta dan
berlangsung pada bulan Agustus sampai November 2011
III. 3 Subjek Penelitian
1. Populasi
Semua siswi kelas XII di SMAN 64 Jakarta
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi, dalam penelitian ini
merupakan semua siswi di SMAN 64 Jakarta yang berjumlah 146
siswi.
3. Kriteria Inklusi
1. Siswa yang hadir pada hari pengisian kuesioner
2. Sudah mengalami menstruasi
3. Sehat
4. Normoweight
47
4. Kriteria ekslusi
1. Tidak Hadir
2. Didiagnosis penyakit kronis (kanker, kelainan kelenjar
gondok, diabetes, lupus, penyakit liver, penyakit ginjal)
3. Didiagnosa mengalami gangguan pada alat reproduksi dan
pernah operasi pada alat reproduksi
4. Obesitas
5. Overweight
6. Underweight
7. Atlit atau memiliki aktivitas fisik berat
8. Sedang mengkonsumsi obat – obatan (Obat hormonal,
NSAID, Kortikosteroid
III. 4. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitian dari populasi yang ada sehingga jumlah sampel akan
mewakili keselurahan populasi yang ada (Hidayat,2007). Pemilihan teknik
sampling menggunakan non - probability sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi kesempatan sama setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sudigdo,2008).
Metode yang digunakan sample jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila
semua anggita populasi digunakan sebagai sampel.
III. 5. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Cross sectional, yaitu
desain penelitian dengan pengukuran variabel yang digunakan satu saat
hanya satu kali . Peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel
pada satu saat tertentu dimana tiap subyek hanyak diobservasi satu kali
dan pengukuran variabel subyek hanya dilakukan satu kali.
Studi Cross sectional mempelajari hubungan tingkat stres terhadap
siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMAN 64 Jakarta.Observasi
48
atau pengukuran terhadap variabel bebas (tingkat stres) dan variabel
tergantung ( siklus menstruasi) dilakukan seklai dalam waktu yang sama.
III. 6. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Independen : tingkat stres
Variabel Dependen : siklus menstruasi
III. 7. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
Stres suatu respon
fisiologis,
psikologis dan
perilaku
manusia yang
mencoba
untuk
mengadaptasi
dan mengatur
baik tekanan
internal
maupun
eksternal
Kuesioner Kuesioner
DASS- 21
1. Normal
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
5. Sangat
berat
ordinal
Siklus
menstruas
i
Jarak waktu
sejak hari
pertama
menstruasi
sampai
datangnya
menstruasi
berikutnya.
Kuesioner Kuesioner
pertanyaa
n
1. Normal (21
– 35 hari )
2. Tidak
normal ( <
21 hari atau
> 35 hari)
nominal
49
III. 8. Instrumen Penelitian
Instrumen untuk penelitian ini merupakan data primer yang di
ambil melalui 2 kuesioner , yaitu :
1. Kuesioner siklus menstruasi
Kuesioner ini berisikan tetang pertanyaan mengenai siklus
menstruasi. Pada saat itu juga responden menjawab pertanyaan
yang ada dalam kuesioner dan dikembalikan hari itu juga.
2. Kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 21 (DASS 21)
Kuesioner DASS adalah 21 butir ukuran kuantitatif untuk
mengukur kondisi emosional negatif depresi, kecemasan dan
stres.
III. 9. Protokol penelitian
III. 9. 1. Pra – penelitian
- Mengajukan surat ijin atau permohonan kepada Kepala Sekolah
Menengah Atas Negeri 64 Jakarta untuk meminta ijin melakukan
penelitian dengan membagikan kuesioner kepada siswi kelas XII
- Sosialisasi siklus menstruasi untuk mencatat dan menghitung siklus
menstruasi serta sosialisasi stres dan stresor pada remaja.
III. 9. 2. Saat Penelitian
Bekerja sama dengan pihak sekolah, dengan mewawancarai kepada
seluruh siswi kelas XII di SMAN 64 Jakarta, juga melakukan pengisian
kuesioneir penelitian dan mengumpulkan kuesioner pada hari itu juga
50
III. 9. 3 Pengolahan data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah dengan
menggunakan sistem komputerisasi perangkat lunak pengoahan data
merupakan paket program statistik yang berguna untuk mengolah dan
menganalisis data penelitian.
III. 10 Analisis Data
Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat. Analisis
univariat digunakan untuk mengetahui proporsi frekuensi usia, tingkat
stress dan lamanya siklus menstruasi.
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara masing
– masing variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk membuktikanya
hipotesis penelitian digunakan uji Chi-Square menggunakan data kategori
(nominal dan ordinal).
Rumus Chi Square
X2=∑ (f 0−fh)E
2
Keterangan :
X2 : chi Square (Kai Kuadrat)
f0 : Nilai Observasi
Fh : Nilai Harapan
Df : Degree of freedom (Derajat kebebasan) ((b-1) (k-1))
K : Jumlah Kolom
B : Jumlah Baris
Df = (k-1)(b-1)
51
Keputusan Uji Chi Square, H0 ditolak p < (0,05),artinya
ada hubungan bermakna antara variabel dependen dengan
variabel independen . H0 diterima apabila p > (0,05), artinya
tidak ada hubungan bermakna antara variabel dependen dengan
variabel independen.
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1. Gambaran Umum SMA Negeri 64 Jakarta
IV. 1. 1. Lokasi
SMA Negeri 64 terletak di Jalan Cipayung Raya, RT 011 RW 02,
Keluruhan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta
Timur
IV. 1. 2. Visi dan Misi
1) Visi
Unggul dalam akademis dan kepribadian dengan berwawasan
global, prima dalam pelayanan, berlandaskan imtaq dan iptek.
2) Misi
1. Melaksanakan pembelajaran efektif,demokratis, inovati dan
menyenangkan.
2. Memberikan layanan khusus bagi siswa berpotensi tinggi.
53
3. Membina dan memberi keteladanan dalam ketaqwaan
4. Trampil Mengoperasikan komputer
5. Menyelenggarakan secara intensif kegiatan ektrakurikuler
6. Membina solidaritas dan rasa kebangsaan
7. Membina Tim Seni yang Unggul
8. Mewujudkan menejemen partisipatif,transparan dan akuntabel
9. Mewujudkan kepuasan siswa dan orang tua
10. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
IV. 2. Hasil Penelitian
Data dari penelitian ini merupakan data primer yang dilakukan
pada tanggal 19 Agustus 2011 dan 30 November 2011 di SMA Negeri
64 Jakarta. Penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner DASS
(Depression Anxiety Stress Scale) dan kuesioner siklus menstruasi
kepada responden, sebelum pengisian kuesioner dilakukian
penyuluhan bertujuan untuk responden mencatat siklus menstruasi 3
bulan terakhir. Berikut ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan
di SMA Negeri 64 Jakarta untuk mengetahui hubungan tingkat stres
terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA negeri 64
Jakarta
IV. 2. 1. Gambaran Umum Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII di SMA Negeri 64
Jakarta adalah sebanyak 146 siswa, terdapat 90 responden yang
memenuhi kriteria penelitian dan semuanya dijadikan sampel
penelitian. Dengan kelas IPA sebanyak 79 siswa, terdapat 47
54
responden yang memenuhi kriteria penelitian dan semua dijadikan
sampel penelitian, begitu juga dengan kelas IPS sebanyak 67
reponden, dan terdapat 43 responden ynag memenuhi kriteria
penelitian.
IV. 2. 2. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
variabel – variabel yang akan diteliti, meliputi tingkat stres dan siklus
menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta.
1) Tingkat Stres pada kelas XII IPA
Dari 47 responden yang menjadi subjek penelitian,
sebagian besar responden mengalami tingkat stres sedang yaitu
sebanyak 17 orang (36,17%) diikuti tingkat stres normal 12 orang
(25,53%), tingkat stres berat 9 orang (19,15%), tingkat stres sangat
berat 5 orang (10,64%) dan tingkat stres sangat ringan 4 orang
(8,51%). Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.
55
Gambar 1. Distibusi tingkat Stres pada kelas IPA Subyek Penelitian
2) Tingkat Stres pada kelas XII IPS
Dari 47 responden yang menjadi subjek penelitian,
sebagian besar responden mengalami tingkat stres normal yaitu
sebanyak 17 orang (37,21%) diikuti tingkat berat 9 orang
(20,93%), tingkat sedang 7 orang (16,28%), tingkat ringan 7 orang
(16,38%) dan tingkat stres sangat ringan 3 orang (9,30%). Hal ini
dapat dilihat pada gambar 2.
56
Gambar 2. Distibusi tingkat Stres pada kelas IPS Subyek Penelitian
3) Siklus Menstruasi pada Kelas IPA
Dari 43 responden yang menjadi subjek penelitian,
sebagian besar responden mengalami siklus menstruasi tidak
teratur terdapat 27 orang (57,8%) dan diikuti dengan siklus
menstruasi teratur sebanyak 20 orang (42,2%). Hal ini dapat
dilihat pada gambar 2.
57
Gambar 3. Distribusi Siklus Menstruasi Kelas IPA Subyek Penelitian
4) Siklus Menstruasi pada Kelas IPS
Dari 43 responden yang menjadi subjek penelitian,
sebagian besar responden mengalami siklus menstruasi tidak
teratur terdapat 21 orang (%) dan diikuti dengan siklus menstruasi
teratur sebanyak 22 orang (%). Hal ini dapat dilihat pada gambar
2.
Gambar 4. Distribusi Siklus Menstruasi Kelas IPS Subyek Penelitian
58
IV. 2. 3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan antara dua variabel (Hastono,2007).
1) Hubungan Antara Tingkat Stres terhadap Siklus Menstruasi Pada
Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta
Tabel 1. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi
Pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta
Tingkat
Stres
Siklus Menstruasi
Total P
valueTeratur
Tidak
Teratur
N % N % N %
Normal 8 66,7 4 33,3 12 100
0.026
Ringan 2 50 2 50 4 100
Sedang 9 52,9 8 47,1 17 100
Berat 1 1,1 8 88,9 9 100
Sangat
berat 0 0 5 100 5 100
Total 20 42,6 27 57,4 47 100
Pada awalnya data yang diperoleh berbentuk tabek B x K, namun
karena tidak memenuhi syarat uji chi-square yaitu masih ada sel yang
mempunyai nilai expected kurang dari lima. Maka dilakukan
penggabungan sel untuk kembali di uji dengan uji chi-square. Peneliti
memutuskan untuk menggabungkan kelompok tingkat stres ringan
dengan kelompok tingkat stres sedang dan kelompok tingkat stres
sedang dengan kelompok tingkat stres sangat berat karena jumlah
subjek yang termasuk kelompok tingkat stres ringan dan tingkat stres
sangat berat sedikit. Dengan begitu didapatkan data dengan tabel 3 x 2
59
lalu diuji kembali dengan uji chi-square. Data tersebit layak diuji
dengan uji chi-square karena tidak ada nilai expected yang kurang dari
lima.
Tabel 2. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi
Pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta Setelah
Pengabungan Sel
Tingkat
Stres
Siklus Menstruasi
Total P
valueTeratur
Tidak
Teratur
N % N % N %
Normal 8 66,7 4 37,3 12 100
0.004
Ringan –
Sedang 11 52,4 10 47,6 21 100
Berat –
sangat
berat1 1,1 13 92,9 14 100
Total 20 42,6 27 57,4 47 100
Dari tabel 2 di atas, didapatkan 47 responden yang mengalami
tingkat stres normal dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 8
orang atau 66,7% dan yang mengalami tingat stres normal dengan
siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 4 orang atau 37,3%.
Sedangkan yang mengalami tingkat stres ringan – sedang dengan
siklus menstruasi teratur sebanyak 11 orang atau 52,4%, yang
mengalami tingkat stres ringan – sedang dengan siklus menstruasi
tidak teratur sebanyak 10 orang atau 47,6%. Dan yang mengalami
tingkat stres berat – sangat berat dengan siklus menstruasi teratur
60
sebanyak 1 orang atau 7,1% dan yang mengalami tingkat stres berat –
sangat berat dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 13 orang
atau 92,9%.
Berdasarkan hasil uji analisis uji statistik chi-square didapatkan
p=0,000 dan nilai p<α dengan α=0,004 sehingga dapat disimpulkan
terima H1. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antra
tingkat stres dengan siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA di
SMA Negeri 64 Jakarta.
2) Hubungan Antara Tingkat Stres terhadap Siklus Menstruasi Pada
Remaja Kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta
Tabel 3. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi
Pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta
Tingkat
Stres
Siklus Menstruasi
Total P
valueTeratur
Tidak
Teratur
N % N % N %
Normal 14 87,5 2 12,5 16 100
0.001
Ringan 1 14,3 6 85,7 7 100
Sedang 4 57,1 3 42,9 7 100
Berat 3 33,3 6 66,7 9 100
Sangat
berat 0 0 4 100 4 100
Total 22 51,2 21 48,8 43 100
Pada awalnya data yang diperoleh berbentuk tabek B x K, namun
karena tidak memenuhi syarat uji chi-square yaitu masih ada sel yang
mempunyai nilai expected kurang dari lima. Maka dilakukan
penggabungan sel untuk kembali di uji dengan uji chi-square. Peneliti
memutuskan untuk menggabungkan kelompok tingkat stres ringan dengan
61
kelompok tingkat stres sedang dan kelompok tingkat stres sedang dengan
kelompok tingkat stres sangat berat karena jumlah subjek yang termasuk
kelompok tingkat stres ringan dan tingkat stres sangat berat sedikit.
Dengan begitu didapatkan data dengan tabel 3 x 2 lalu diuji kembali
dengan uji chi-square. Data tersebut layak diuji dengan uji chi-square
karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima.
Tabel 4. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi
Pada Remaja Kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta Setelah
Pengabungan Sel
Tingkat
Stres
Siklus Menstruasi
Total P
valueTeratur
Tidak
Teratur
N % N % N %
Normal 14 87,5 2 12,5 16 100
0.001
Ringan –
Sedang 5 35,7 9 64,3 14 100
Berat –
sangat
berat3 23,1 10 76,9 13 100
Total 22 51,2 21 48,8 47 100
Dari tabel 4 di atas, didapatkan 43 responden yang mengalami
tingkat stres normal dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 14 orang
atau 87,5% dan yang mengalami tingat stres normal dengan siklus
menstruasi tidak teratur sebanyak 2 orang atau 12,5%. Sedangkan yang
mengalami tingkat stres ringan – sedang dengan siklus menstruasi teratur
sebanyak 5 orang atau 35,7 yang mengalami tingkat stres ringan – sedang
62
dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 9 orang atau 64,3%. Dan
yang mengalami tingkat stres berat – sangat berat dengan siklus
menstruasi teratur sebanyak 3 orang atau 23,1% dan yang mengalami
tingkat stres berat – sangat berat dengan siklus menstruasi tidak teratur
sebanyak 10 orang atau 76,9%.
Berdasarkan hasil uji analisis uji statistik chi-square didapatkan
p=0,000 dan nilai p<α dengan α=0,001 sehingga dapat disimpulkan terima
H1. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antra tingkat stres
dengan siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64
Jakarta.
3) Hubungan Antara Tingkat Stres terhadap Siklus Menstruasi Pada
Remaja Kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
Tabel 5. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi
Pada Remaja Kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
Tingkat
Stres
Siklus Menstruasi
Total P
valueTeratur
Tidak
Teratur
N % N % N %
Normal 22 78,6 6 21,4 28 100
0.000
Ringan 3 27,5 8 72,7 11 100
Sedang 13 54,2 11 45,8 24 100
Berat 4 22,2 14 77,8 18 100
Sangat
berat 0 0 9 100 9 100
Total 42 46,7 48 53,3 90 100
Pada awalnya data yang diperoleh berbentuk tabek B x K, namun
karena tidak memenuhi syarat uji chi-square yaitu masih ada sel yang
mempunyai nilai expected kurang dari lima. Maka dilakukan
63
penggabungan sel untuk kembali di uji dengan uji chi-square. Peneliti
memutuskan untuk menggabungkan kelompok tingkat stres ringan dengan
kelompok tingkat stres sedang dan kelompok tingkat stres sedang dengan
kelompok tingkat stres sangat berat karena jumlah subjek yang termasuk
kelompok tingkat stres ringan dan tingkat stres sangat berat sedikit.
Dengan begitu didapatkan data dengan tabel 4 x 2 lalu diuji kembali
dengan uji chi-square. Data tersebut layak diuji dengan uji chi-square
karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima.
Tabel 6. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi
Pada Remaja Kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta Setelah
Pengabungan Sel
Tingkat
Stres
Siklus Menstruasi
Total P
valueTeratur
Tidak
Teratur
N % N % N %
Normal 22 78,6 6 21,4 28 100
0.000Ringan 3 27,3 8 72,7 11 100
Sedang 13 54,2 11 45,8 24 100
Berat-Sangat
Berat 4 14,8 23 85,2 27 100
Total 42 42,6 48 53,3 90 100
Dari tabel 6 di atas, didapatkan 90 responden yang mengalami
tingkat stres normal dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 22 orang
atau 78,6% dan yang mengalami tingat stres normal dengan siklus
menstruasi tidak teratur sebanyak 6 orang atau 21,4%. Sedangkan yang
mengalami tingkat stres ringan dengan siklus menstruasi teratur sebanyak
3 orang atau 27,3%, yang mengalami tingkat stres ringan dengan siklus
64
menstruasi tidak teratur sebanyak 8 orang atau 72,7%. Tingkat stres
sedang dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 13 orang atau 54,2%,
sedangkan yang mengalami tingkat stres sedang dengan siklus menstruasi
tidak teratur sebanyak 11 orang atau 45,8 %. Dan yang mengalami tingkat
stres berat – sangat berat dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 4
orang atau 14,8 % dan yang mengalami tingkat stres berat – sangat berat
dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 23 orang atau 25,2%.
Berdasarkan hasil uji analisis uji statistik chi-square didapatkan
p=0,000 dan nilai p<α dengan α=0,000 sehingga dapat disimpulkan terima
H1. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antra tingkat stres
dengan siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64
Jakarta.
4) Hubungan Antara Jurusan Kelas terhadap Tingkat Stres Pada
Remaja Kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara jurusan kelas
dengan tingkat stres pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta,
maka dilakukan uji kolmogorov-Smirnov dikarenakan variabel independen
(jurusan kelas) terdiri dari 2 kategori dan variabel dependen (tingkat stres)
terdiri dari 5 variabel. Hasil analisis antara jurusan kelas dengan tingkat
stres didapatkan nilai (p=0,497) artinya tidak terdapat hubungan antara
jurusan kelas terhadap tingkat stres.
IV. 3. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan
mengambil data menggunakan kuesioner, dan didapatkan 90
responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Dari hasil penelitian diperoleh data tentang tingkat stres pada
remaja kelas XII IPA. Didapatkan tingkat stres sedang yaitu sebanyak
17 orang (36,17%) diikuti tingkat stres normal 12 orang (25,53%),
tingkat stres berat 9 orang (19,15%), tingkat stres sangat berat 5 orang
(10,64%) dan tingkat stres sangat ringan 4 orang (8,51%). Tentang
65
tingkat stres pada remaja kelas XII IPS, didapatkan tingkat stres
normal yaitu sebanyak 17 orang (37,21%) diikuti tingkat berat 9 orang
(20,93%), tingkat sedang 7 orang (16,28%), tingkat ringan 7 orang
(16,38%) dan tingkat stres sangat ringan 3 orang (9,30%). Menurut
Syamsu pada remaja suka mengeluh tentang sekolah, misalkan
kegiatan belajar sehari – hari yang banyak menguras tenaga dan
pikiran, banyak tugas dari guru, ketakutan terhadap mengahadapi
Ujian Akhir Semester maupun Ujian Akhir Nasional dan lain – lain.
Dan besarnya minat pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkat
stres karena mereka merasa adanya tekanan persaingan ketat demi
tercapainya cita cita.
Hasil penelitian tentang siklus menstruasi pada remaja kelas XII
IPA di SMA Negeri 64 Jakarta sebagian besar mengalami siklus
mentruasi tidak teratur terdapat 27 orang (57,4%) dan diikuti dengan
siklus menstruasi teratur sebanyak 20 orang (42,6%). Pada remaja
kelas XII IPS sebagian besar mengalami siklus menstruasi teratur
sebanyak 22 oarng (51,2%) diikuti dengan siklus menstruasi tidak
teratur sebanyak 21 orang (48,8%). Menurut Sriarti Stresor diketahui
merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya
menyebabkan stres fisiologis yaitu gangguan pada siklus menstruasi.
Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi
intergatif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler tubuh
termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal
terjadi melalui jalur hipotalamus – hipofisis – ovarium yang meliputi
multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stres
terjadi aktivasi pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan
menstimulasi pelepasan hormon dari hipotalamus yaitu
Corticotropic Releasing Hormone (CRH). Peningkatan CRH akan
menstimulasi pelepasan Adenocorticotropin Hormone (ACTH)
kedalam darah. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan
peningkatan kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala
66
amenore hipotalamik menunjukan keadaan hiperkortisolisme yang
disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon – hormon
tersebut secara langsung dan tidak langsung menyebabkan
penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka stres
menyebabkan gangguan silkus menstruasi
Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square menunjukan bahwa
ada hubungan yang bermakna p = 0,004 (p<0.05) antara tingkat stres
terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA dan ada
hubungan bermakna p=0,001 (p<0,05) anatara tingkat stres terhadap
siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS. Dari gambaran umum
hubungan tingkat stres dengan siklus menstruasi pada remaja kelas
XII didapatkan nilai p=0,000 yang berarti ada hubungan bermakna.
Dengan demikian Hasil penelitian menunjukan H0 ditolak dan terima
H1.
Hasil uji statistik menggunakan uji kolmogorov-smirnov
menunjukan bahwa nilai p=0,497 yang berarti tidak ada hubungan
bermakna antara jurusan kelas dengan tingkat stres pada remaja kelas
XII. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukan H0 diterima.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian deskriptif dari Atik
Mahbubah dalam studi kasusnya di kelurahan sidoarjo kabupaten
pacitan pada wanita usia 20 – 29 tahun menemukan adanya hubungan
stres dengan siklus menstruasi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Desty Nur di
Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Mahasiswa tingkat II dan
tingkat IV Keperawatan didapatkan hubungan stres dengan pola
menstruasi didaptkan hasil penelitian tersebut 62 responden
mengalami stres ringan dan 43 responden mengalami siklus
menstruasi teratur.
Pada saat sekarang ini, telah banyak fakta yang mengungkapkan
hubungan antara stres dengan menstruasi yang merupakan masalah
67
kesehatan bagi wanita (Kaplan and Manuck, 2002). Berdasarkan data
wawancara dari beberapa studi, menunjukkan bahwa siklus menstruasi
yang abnormal berhubungan dengan stres psikologi (Nepomnaschy,
2007), dan dari hasil penelitian beberapa studi juga menjelaskan bahwa
sewaktu stres terjadi aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal
bersama-sama dengan sistem saraf autonom yang menyebabkan beberapa
perubahan, diantaranya pada sistem reproduksi yakni siklus menstruasi
yang abnormal (Chrousos dkk, 2004; Kanjantie dan Phillips, 2006). Dari
data beberapa hasil studi dikatakan bahwa pelajar perawat di Kusyu
University dilaporkan sebanyak 34% mengalami menstruasi tidak teratur
akibat stress (Onimura dan Yamaguchi, 1996), penelitian di Jepang,
terdapat 63% pelajar mahasiswi mengalami menstruasi tidak teratur
(Yamamoto dkk, 2009).
IV. 4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai kelemahan mengingat
adanya keterbatasan dalam hal variabel dan jumlah sampel, karena
banyaknya batasan yang dilakukan oleh penelti. Secara teoritis stresor
pada remaja dapat karena faktor biologis, faktor kepribadian dan
faktor psikologis dan sosial serta faktor yang mempengaruhi siklus
menstruasi seperti penyakit kronis, obat – obatan, status gizi, berat
badan, gaya hidup, gangguan hormonal, dll.
Dikarenakan keterbatsan wkatu dan tenaga dalam pengambilan
data serta banyaknya faktor yang memepengaruhi dari variabel
penelitian sehingga masih banyak yang hal – hal yang belum diteliti.
\
68
BAB V
PENUTUP
V. 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan terdapat hasil penelitian
hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas
XII di SMA Negeri 64 Jakarta yang diperoleh, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi
pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta
2. Ada hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi
pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta
3. Ada hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi
pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
4. Tidak ada hubungan antara jurusan kelas terhadap stingkat stres
pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta
V. 2. Saran
1. Bagi remaja yang mengalami tingkat stres tidak normal agar lenih
meningkatkan pengetahuan mengenai penatalaksaan stres.
2. Bagi remaja yang mengalami siklus menstruasi tidak teratur,
sebaiknya perlu intervensi secara psikologis maupun klinis lebih
lanjut lagi
3. Bagi lingkungan keluarga ataupun pendidikan perlunya
pendekatan keluarga, psikoterapi serta pendekatan agama agar
tidak bertambahnya tingkat stres pada remaja.
69
4. Bagi masyarakat luas agar menambah pengetahuan mengenai stres
dan siklus menstruasi serta penatalaksanaannya
5. Bagi masyarakat ilmiah perlunya penelitaian lebih lanjut antara
tingkat stres dengan variabel lainnya.
70
DAFTAR PUSTAKA
Alloy, L.B, Riskind, J.H, and Maros, M.J. 2004. Stress and Pshysical
Disorder : Abnormal Psychology. Edisi 9. New York: Mc GrawHill. Hal 211
– 215
Baso, Zohra Andi dan Judy Raharjo. 1999. Kesehatan Reproduksi, cetakan
ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Breen L.M and Karsch F.J. 2004. Does cortisol inhibite pulsatile Leutinizing
Hormone secretion on hypothalamus or oituitary level? Endocrinology
Branon L, Feist J. 2007. Health Psychology. 6th Ed. California: Belmon. Hal
97 – 130
Carlson, N.R. 2005 Faoundation of Physiological Psycology. 6th Ed. MA:
Permission Departemen. Hal 502 – 506
Chomaria Nurul. 2009. Tips jitu praktis mengusir stres. Yogyakarta: Diva
Press
Cohen H. 2003. McGill Medicine Menstrual Cycle Homepage. Muson
Medical Informatic Project.
http://211--ww2011.campus-mcgill.ca:8889/dir.menstrualcycke.html. [18 Juni
2011]
Depression Anxiety Stres Scales (DASS), 2010. DASS FAQ (Frequently
Asked Questions). Dari:
http://www2.psy.unsw.edu.au/groups/dass/
DASSFAQ.htm#_14.What_does_the_ stres scale_mea [28 mei 2011]
Desmita. 2005. Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Rakyat Rosdakarya
Desti, Nur. 2010. Hubungan stres dengan pola menstruasi. Surabaya. Fakultas
Kedokteran UNS
Ganong,William.F. 2002. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
Guyton,Arthur.C. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
Buku kedokteran EGC
71
Indri, Kemala. 2007. Stres pada remaja. Medan, Fakultas Kedokteran USU
Hawari. 2001. Manajemen Stres, cemas dan depresi. Jakarta: FKUI
Hurlock, Elizabeth. 1999. Psikologi perkembangan “suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan”. Jakarta: Penerbit Erlangga
Heffener Linda, Schust Danny. 2008. At a Glance Sistem Reproduksi, edisi 2.
Jakarta: Erlangga
Kaplan, J.R., Manuck, S.B., 2002. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan
Psikiatri Klinis. Edisi 7. Jilid 1&2. Jakarta: Binarupa Aksara
Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilnu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press
Mu’tadin Z. 2002. Kemandirian sebagai kebutuhan psikologis pada remaja.
http://www.e-psikologi.com/remaja.htm [07 September 2011]
Needlman R. 2004. Adolesence stres.
http://www.drspock.com/article/0.1510.7961.00.html [12 Agustus 2011]
Neilniven. 2000. Psikologi Kesehatan : pengantar untuk perawat dan profesi
kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 121-137
Nepomnaschy, P.A., Sheiner, E., Mastorakos, G., Arck, P.C., 2007. Stress,
Immune Function, and Women’s Reproduction. Ann NY Acad Sci. 1113: 350–
364.
Nevid Jeffry, Rathus Spencer, Greence Beverly. 2005. Psikologi Abnormal.
Edisi 5. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hal 135-139
Onimura, K., Yamaguchi, K., 1996. The Menstrual Disturbance and Stres in
Nursing Students. Memoirs Kusyu U. Sch. Health Sci. 23: 37 – 46.
Pardede. 2008. Tumbuh Kembang anak dan Dewasa. Jakarta: Sagung Seto.
Hal 138-167
72
Pinel, J. P. J. 2009. Biopsikologi. Edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal
557-565
Sarwono S.W. 2007. Psikologi remaja. Edisi revisi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta:
Buku Kedoktreran EGC
Speroff, L and Fritz, M.A. 2005. Clinical Gynecologic and Endocrinology and
Infertility. 7th Ed. Panama: Lippicott Williams and Wilkins. Hal 187 - 225
Sriarti Aat. 2008. Tinjauan tentang stres.
http://digilib.unsri.ac.id/.../TINJAUAN%20TENTANG%20STRES.pdf... [14
mei 2011]
Sudigdo Sastroasmoro. 2008. Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto
Sumiati, Dinarti, et all. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta:
TIM
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC. Hal 213-223
Tri Suwarni. 2009. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus haid
pada siswi kelas 2 SMA Negeri 1 Karanganyar. Surakarta. Fakultas
Kedokteran UNS
Walker J. 2002. Teens in distress series Adolesence stress and depresion.
http://www.extension.umn.edu/distribution/youthdevelopment/DA3083.html
[10 Agustus 2011]
Wiknjsastro. 2007. Ilmu Kandungan dan Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Windle M and Mason A. 2004. General of Behavior and emotional problems
among adolesence. Jurnal of emotional and behavioral
73
Yusuf LN, Syamsu. 2004. Psikologi anak dan remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya
LAMPIRAN
74
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
75
Lampiran 2. Surat izin Penelitian
76
Lampiran 3. Lembar informed consent
77
Lampiran 4. Kuesioner Siklus Menstruasi
78
Lampiran 5. Kuesioner DASS 21
79
80
Lampiran 6. Data Output Analisis Univariat
a. Gambaran Tingkat Stres pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta
stresIPA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 12 25.5 25.5 25.5
ringan 4 8.5 8.5 34.0
sedang 17 36.2 36.2 70.2
Berat 9 19.1 19.1 89.4
sangat berat 5 10.6 10.6 100.0
Total 47 100.0 100.0
81
b. Gambaran Tingkat Stres pada Remaja Kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta
stresIPS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 16 37.2 37.2 37.2
ringan 7 16.3 16.3 53.5
sedang 7 16.3 16.3 69.8
Berat 9 20.9 20.9 90.7
sangat berat 4 9.3 9.3 100.0
Total 43 100.0 100.0
82
c. Gambaran Siklus Menstruasi pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta
siklusmens
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid teratur 20 42.6 42.6 42.6
tidak teratur 27 57.4 57.4 100.0
Total 47 100.0 100.0
83
d. Gambaran Siklus Menstruasi pada Remaja Kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta
siklusmens
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Teratur 22 51.2 51.2 51.2
tidak teratur 21 48.8 48.8 100.0
Total 43 100.0 100.0
84
Lampiran 7. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII IPA tabel BxK
stresIPA * siklusmens Crosstabulation
siklusmens
Totalteratur tidak teratur
stresIPA normal Count 8 4 12
Expected Count 5.1 6.9 12.0
% within stresIPA 66.7% 33.3% 100.0%
Ringan Count 2 2 4
Expected Count 1.7 2.3 4.0
% within stresIPA 50.0% 50.0% 100.0%
sedang Count 9 8 17
Expected Count 7.2 9.8 17.0
% within stresIPA 52.9% 47.1% 100.0%
Berat Count 1 8 9
Expected Count 3.8 5.2 9.0
% within stresIPA 11.1% 88.9% 100.0%
sangat berat Count 0 5 5
Expected Count 2.1 2.9 5.0
% within stresIPA .0% 100.0% 100.0%
Total Count 20 27 47
Expected Count 20.0 27.0 47.0
% within stresIPA 42.6% 57.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 11.039a 4 .026
Likelihood Ratio 13.501 4 .009
Linear-by-Linear Association 8.760 1 .003
N of Valid Cases 47
a. 5 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,70.
85
Lampiran 8. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII IPA tabel BxK dengan pengabungan sel
stresIPA_2 * siklusmens Crosstabulation
siklusmens
Totalteratur tidak teratur
stresIPA_2 normal Count 8 4 12
Expected Count 5.1 6.9 12.0
% within stresIPA_2 66.7% 33.3% 100.0%
ringan-sedang Count 11 10 21
Expected Count 8.9 12.1 21.0
% within stresIPA_2 52.4% 47.6% 100.0%
berat-sangat berat Count 1 13 14
Expected Count 6.0 8.0 14.0
% within stresIPA_2 7.1% 92.9% 100.0%
Total Count 20 27 47
Expected Count 20.0 27.0 47.0
% within stresIPA_2 42.6% 57.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 10.865a 2 .004
Likelihood Ratio 12.564 2 .002
Linear-by-Linear Association 7.720 1 .005
N of Valid Cases 47
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 5,11.
86
Lampiran 9. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII IPS tabel BxK
stresIPS * siklusmens Crosstabulation
siklusmens
Totalteratur tidak teratur
stresIPS Normal Count 14 2 16
Expected Count 8.2 7.8 16.0
% within stresIPS 87.5% 12.5% 100.0%
Ringan Count 1 6 7
Expected Count 3.6 3.4 7.0
% within stresIPS 14.3% 85.7% 100.0%
Sedang Count 4 3 7
Expected Count 3.6 3.4 7.0
% within stresIPS 57.1% 42.9% 100.0%
Berat Count 3 6 9
Expected Count 4.6 4.4 9.0
% within stresIPS 33.3% 66.7% 100.0%
sangat berat Count 0 4 4
Expected Count 2.0 2.0 4.0
% within stresIPS .0% 100.0% 100.0%
Total Count 22 21 43
Expected Count 22.0 21.0 43.0
% within stresIPS 51.2% 48.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 17.701a 4 .001
Likelihood Ratio 20.771 4 .000
Linear-by-Linear Association 10.028 1 .002
N of Valid Cases 43
a. 8 cells (80,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,95.
87
Lampiran 10. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII IPS tabel BxK dengan pengabungan sel
stresIPS_2 * siklusmens Crosstabulation
siklusmens
Totalteratur tidak teratur
stresIPS_2 normal Count 14 2 16
Expected Count 8.2 7.8 16.0
% within stresIPS_2 87.5% 12.5% 100.0%
ringan-sedang Count 5 9 14
Expected Count 7.2 6.8 14.0
% within stresIPS_2 35.7% 64.3% 100.0%
berat-sangat berat Count 3 10 13
Expected Count 6.7 6.3 13.0
% within stresIPS_2 23.1% 76.9% 100.0%
Total Count 22 21 43
Expected Count 22.0 21.0 43.0
% within stresIPS_2 51.2% 48.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 13.896a 2 .001
Likelihood Ratio 15.236 2 .000
Linear-by-Linear Association 13.302 1 .000
N of Valid Cases 43
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 6,35.
88
Lampiran 11. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII tabel BxK
stres * siklusmens Crosstabulation
siklusmens
Totalteratur tidak teratur
stres normal Count 22 6 28
Expected Count 13.1 14.9 28.0
% within stres 78.6% 21.4% 100.0%
Ringan Count 3 8 11
Expected Count 5.1 5.9 11.0
% within stres 27.3% 72.7% 100.0%
sedang Count 13 11 24
Expected Count 11.2 12.8 24.0
% within stres 54.2% 45.8% 100.0%
Berat Count 4 14 18
Expected Count 8.4 9.6 18.0
% within stres 22.2% 77.8% 100.0%
sangat berat Count 0 9 9
Expected Count 4.2 4.8 9.0
% within stres .0% 100.0% 100.0%
Total Count 42 48 90
Expected Count 42.0 48.0 90.0
% within stres 46.7% 53.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 25.853a 4 .000
Likelihood Ratio 30.205 4 .000
Linear-by-Linear Association 19.449 1 .000
N of Valid Cases 90
89
a. 2 cells (20,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4,20.
Lampiran 12. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII tabel BxK dengan pengabungan sel
stres_2 * siklusmens Crosstabulation
siklusmens
Totalteratur tidak teratur
stres_2 normal Count 22 6 28
Expected Count 13.1 14.9 28.0
% within stres_2 78.6% 21.4% 100.0%
ringan Count 3 8 11
Expected Count 5.1 5.9 11.0
% within stres_2 27.3% 72.7% 100.0%
sedang Count 13 11 24
Expected Count 11.2 12.8 24.0
% within stres_2 54.2% 45.8% 100.0%
berat-sangat berat Count 4 23 27
Expected Count 12.6 14.4 27.0
% within stres_2 14.8% 85.2% 100.0%
Total Count 42 48 90
Expected Count 42.0 48.0 90.0
% within stres_2 46.7% 53.3% 100.0%
90
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 24.662a 3 .000
Likelihood Ratio 26.622 3 .000
Linear-by-Linear Association 17.793 1 .000
N of Valid Cases 90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 5,13.
Lampiran 12. Uji Kolmogrov-Smirnov jurusan dengan tingkat stres pada kelas XII
Frequencies
Kelas N
stres Ipa 46
Ips 44
Total 90
Test Statisticsa
stres
Most Extreme Differences Absolute .175
Positive .000
Negative -.175
Kolmogorov-Smirnov Z .829
Asymp. Sig. (2-tailed) .497
a. Grouping Variable: kelas