Download - 92222406 LP Trauma Thoraks
L A P O R A N
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INTERNAL BLEEDING
(TRAUMA THORAX)
DI RUANG OBSERVASI INTENSIVE (ROI)
IRD- RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
Tanggal 3 s/d 7 Juni 2002
(Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu penugasan dalam rangka
praktek klinik program profesi Ners)
Oleh :
SUBHAN
NIM: 010030170 B
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2002
LEMBAR PERSETUJUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN INTERNAL
BLEEDING (TRAUMA THORAX)
DIRUANG INTENSIVE CARE UNIT, GBPT RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
OLEH :
I GEDE AGUS SUARTIKA
NIM. 010030226 B
Mengetahui
Pembimbing Akademik,
JONI HARYANTO, SKp.
Surabaya, 31 Mei 2002
Mengetahui
Pembimbing Klinik
TITIN SUPRIHATIN, SST
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA THORAX
DENGAN GAGAL NAFAS
DI RUANG OBSERVASI INTENSIVE (ROI) IRD Lt.III
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
A. Latar Belakang
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan
laulintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus
rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan kuat ataupun satu
gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi peradarahan dari rongga
paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, paru-
paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita nampak kesakitan ketika
bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi
berkurang (Kartono, M. 1991).
B. Konsep Dasar.
1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
- Depan : Sternum dan tulang iga.
- Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
- Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
- Bawah : Diafragma
- Atas : Dasar leher.
Isi :
Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta
pembungkus pleuranya.
Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya
meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta
desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan
frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
Gambar Rongga Thoraks :
Jantung Sternum
& perikardium Saraf frenikus
Vena Kava Superior
Trakea Left Right Oesophagus
Lung lung Saraf vagus
Aorta Vertebra
Sal. Torasika
2. Patofisiologi
Trauma dada
Mengenai rongga toraks sampai Terjadi robekan Pemb.
Darah intercostal,
rongga pleura, udara bisa pemb.darah
jaringan paru-paru.
masuk
- Open pneumotoraks Terjadi perdarahan :
- Close pneumotoraks = ringan kurang 300 cc ---- di
punksi
- Tension pneumotoraks = sedang 300 - 800 cc ------ di
pasang drain
= berat lebih 800 cc ------
torakotomi
Tek. Pleura meningkat
terus Tek. Pleura meningkat terus
mendesak paru-
paru
Gangguan pengembangan paru
(atelektasis)
kontusio paru
Gangguan ventilasi Gangguan pertukaran gas
Peningkatan PCO2
Penurunan PO2
Acidosis Respiratorik
Gagal Nafas
C. Penatalaksanaan
1. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi
2. Mempertahankan ventilasi optimal
3. Menurunkan tekanan pada rongga dada
4. Mengatasi nyeri dan mencegah infeksi.
D. Pengkajian Keperawatan:
Meliputi riwayat trauma, riwayat penyakit sebelumnya, ada tidaknya penyakit
turunan dan keluhan utama.
Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Adanya suara sonor/hipersonor/timpani.
Bising napas yang berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada jejas / luka bekas trauma.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
10. Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal
karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
5. Potensial Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
E. Intevensi Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya
syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang
diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas
yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah
udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun
seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak
adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal
atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang
tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke
tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada
selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya
perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan
melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah
pengeluaran sekresi sekret.
c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya.
Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
d. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2
jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif
untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang
tepat.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Doni Prasetyo
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : --
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat :Karang Waru, Tuban
2. Keluhan utama : Sesak nafas
3. Riwayat penyakit sebelumnya : --
4. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan kiriman RSUD Tuban tanggal 2 Juni 2002 pk.21.05.
Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalulintas (tabrakan sepeda motor
dengan mobil tangki) pada tanggal 2 Juni 2002 pk.16.00. riwayat pingsan (+)
muntah bercampur darah (+) kencing disertai darah (+).
Pada saat tiba di IRD Dr.Soetomo keadaan pasien sbb:
A : bebas
B : Spontan dengan RR 30 x/mnt
C : Nadi 112 x/mnt, TD 100/70 mmHg
D : GCS 4,5,6
30 menit kemudian keadaan pasien bertambah jelek dengan TD 60 palpasi
dan sempat dilakukan resusitasi dan dimasukkan cairan RL 4 fles. Dari hasil
pemeriksaan dokter pasien dinyatakan mengalami internal bleeding,
contusion pulmonal dan rupture vesica urinaria, sehingga dilakukan tindakan
laparatomy dan cytostomy serta dipasang bullow.
Selanjutnya klien dirawat di ROI.
5. Data Focus
4.1 Sistem Pernafasan
Pasien bernafas dengan bantuan ventilator Acome
Mode : CMV TV : 500 cc
I:E : 1 : 2 RR : 14 x/mnt
FiO2 : 40% Volume : 6,5 lt / mnt
Terpasang ETT, nyeri dada kiri (+)
Secretberwarna merah (bercampur darah)
Ronchi (+) Gerakan nafas sesuai irama ventilator
Ekspansi dada kiri / kanan tidak sama (dada kiri kurang mengembang)
Terpasang bullow pada midsternum ICS 6 sinistra pengeluaran tidak
lancer (undulasi -)
Gambaran RO” Thorax (konsul radiology) : paru kiri kolaps dengan
densitas yang berlainan, kesan atelektasis lobus superior paru kanan,
pneumothorax kiri, fraktur costa pertama kiri, suspect contusion
pulmonum. Pada bullow tampak gambaran adanya blood cloting dan
defec pada sisi kanan.
4.2 Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah : 140 / 90 mmHg Suhu: 37 C
Nadi : 96 x/mnt regular
Jantung dalam batas normal (S1 dan S2)
Perfusi jaringan baik dapat dilihat dari akral yang kering, hangat dan
merah.
cyanosis (-) Hb: 9,7 mg/dl, pasien terpasang drainage dengan jumlah
darah ± 400cc
4.3 Sistem Persyarafan (Neuro-Sensori)
Kesadaran somnolens(GCS: 4, X, 6)
4.4 Sistem Perkemihan
Pasien terpasang kateter melalui citostomy. Pasien mengalami rupture
pada buli-buli. Tanda-tanda infeksi pada bekas tindakan cytostomy
(pada simfisis) tidak ada.
Produksi urine 24 jam : 2850 cc dengan warna kekuningan bercampur
darah.
Intake: 2.950 cc.
4.5 Sistem Pencernaan
Pasien terpasang sonde, diet D.5 600 cc, cairan D 5 : 1000 cc dan RD
5 : 1000 cc.
Peristaltik (+) lemah, BAB (-)
4.6 Musculus Skletal
Pasien mengalami fraktur os pubis sinistra superior dan inferior
(multiple) yang terlihat dari gambaran RO” panggul.
4.7 Psikologis
Pasien gelisah, tampak berkeringat pada wajahnya. Pasien tidak dapat
berbicara karena terpasang ETT dan menggunakan ventilator.
Pemeriksaan Laboratorium.
INDIKATOR HASIL NILAI NORMAL
pH 7,282 7,35 – 7,45
PCO2 37,9 35 – 45
PO2 175,1 80 – 104
HCO3 17,5 21 – 25
BE -9,2 -2 - +2
Saturasi O2 99,0% 80 % - 100%
GDA 346 < 200
Na 135 136 – 144
K 3,77 3,8 – 5
B. ANALISA DATA
DATA PATOFISIOLOGI MASALAH
S: sesak
O: menggunakan
ventilator CMV, TV
500cc RR 14, atelektasis
paru kanan, pnemotorak
paru kiri, pH 7,282 PCO2
:37,9 PO2 : 175,1
BE: -9,2 bulow drainage
tidak lancer, ekspansi
paru kiri tidak sama
dengan paru kanan.
Trauma
Respon cidera(darah, edema,
debris selular) menumpuk pada
bronciolus & permukaan alveolar
Pertukaran gas terganggu
Tahanan arteri pulmonal
meningkat
Hipoksia sistemik & retensi CO2
Resiko gangguan
pertukaran gas.
S: -
O: Rhonci (+), terpasang
ETT & ventilator, trauma
paru, peningkatan secret,
klien tidak bisa batuk.
Penurunan reflek batuk
Penimbunan secret
Menyumbat jalan nafas
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
S :-
O: perdarahan melalui
drain (±400cc saat
pengkajian), riwayat
perdarahan sebelumnya,
Hb 9,8 gr%, TD.140/90
mmHg Nadi 96 x/mnt
Perdarahan
Hipovolemik
Penurunan cardiac output
Perfusi jaringan terganggu
Resiko gangguan
perfusi jaringan
S : -
O: adanya luka operasi
post laparatomy dan
cytostomy, klien
terpasang bullow
drainage.
Suhu 37 C, status local
pada luka oprasi dan
drainage: rubor (-) kalor
(-) tumor (-)
Luka operasi & pemasangan
bullow drainage
Port entry kuman patogen
infeksi
Resiko infeksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko gangguan pertukaran gas b/d adanya penimbunan darah & debris pada
paru.
2. Bersihan nafas tidak efektif b/d penimbunan secret dan reflek batuk menurun.
3. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaringan b/d penurunan cardiac out
4. Resiko terjadi infeksi b/d adanya luka operasi.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Resiko gangguan pertukaran gas b/d adanya penimbunan darah & debris pada
paru.
Tujuan: Ventilasi adekuat dengan AGD dalam rentang normal.
TINDAKAN RASIONALISASI
1. Kaji pengeluaran darah dan
debris pada bullow
2. Pertahankan drainage
3. Monitoring ventilator yang
meliputi volume permenit,
rangkaian selang ventilator,
tekanan ventilator.
4. Monitoring saturasi O2
5. Kaji tanda-tanda vital setiap jam.
Monitoring gas darah secara kontinyu
setia hari atau sewaktu-waktu bila
diperlukan.
Mengetahui bila terjadi penimbunan
pada bronciolus dan alveoli
Mengurangi resiko terjadinya
penimbunan darah dan debris sel pada
bronciolus dan alveoli.
Mempertahankan ventilasi yang optimal.
Mengetahui bila terjadi hipoksia
Bila kekurangan O2 akan terjadi
peningkatan tanda-tanda vital.
Mengetahui bila terjadi asidosis atau
alkalosis
2. Bersihan nafas tidak efektif b/d penimbunan secret dan reflek batuk menurun.
Tujuan:
Bunyi nafas bersih
Ronchi (-)
Kanul traceostomi bebas sumbatan.
RENCANA TINDAKAN RASIONALISASI
1. Kaji suara nafas tiap 2 – 4 jam dan
sewaktu-waktu kalau diperlukan.
2. Lakukan penghisapan bila terdengar
ronchi, dengan cara:
Jelaskan pada pasien tentang
tujuan tindakan pengisapan.
Berikan oksigenasi dengan O2 100%
sebelum dilakukan pengisapan,
minimal 3-5 kali.
Bekerja dengan memperhatikan
tekhnik septic dan aseptic.
Lakukan penghisapan berulang-ulang
sampai suara nafas bersih.
3. Lakukan claping dan fibrasi.
4. Pertahankan suhu humidifier
Mengevaluasi ketidak efektifan jalan nafas.
Untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas
sehingga pertukaran gas dapat terjadi secara
optimal.
Dengan tindakan tersebut maka secret yang ada
pada cabang-cabang bronkus dapat berkumpul
dan terdorong keluar pada ekspirasi, sehingga
mudah dihisap.
Membantu mengencerkan secret.
3. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaringan b/d penurunan cardiac out
Tujuan:
Perfusi jaringan dapat dipertahankan dengan baik (hangat, merah dan
kering).
RENCANA TINDAKAN RASIONALISASI
1. Kaji keadaan perfusi jaringan
setiap 2 jam
2. Observasi tanda-tanda vital setiap
jam
3. Kolaborasi dengan team medis
dalam pemberian tranfusi (WB)
dan cairan intravena.
4. Monitoring intake dan output.
5. Observasi perdarahan yang terjadi
melalui drain.
Mengetahui secara dini terjadinya
penurunan perfusi.
Idem
Dengan tranfusi dapat menyeimbangkan
sistem hemodinamik tubuh.
Untuk mengetahui keseimbangan cairan
tubuh.
Dengan tindkan tersebut dapat diketahui
bila terjadi perdarahan pada rongga dada
6. Periksa Hb setiap hari atau
sewaktu-waktu bila diperlukan.
/ abdomen.
Penurunan Hb menandakan masih terjadi
perdarahan.
4. Resiko terjadi infeksi b/d adanya luka operasi.
Tujuan :
Tidak ada tanda-tanda terjadinya infeksi baik sistemik maupun local.
Terjadi proses penyembuhan luka.
RENCANA TINDAKAN RASIONALISASI
1. Kaji tanda-tanda infeksi
2. Rawat luka operasi dan bullow dua
kali sehari
3. Kolaborasi pemberian diet TKTP
4. Bekerja selalu dengan
memperhatiakan konsep septic aseptic.
5. Periksa culture secret dan darah.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian antibiotika
Deteksi dini terjadinya infeksi sekunder
Mengurangi resiko invasi kuman pathogen
Diet TKTP mampu meningkatkan daya tahan
tubuh.
Mengeliminir resiko invasi kuman pathogen.
Untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan
koloni kuman pathogen.
Antibiotika mampu membunuh bakteri
pathogen.
IMPLEMENTASI
WAKTU TINDAKAN EVALUASI
3 Juni 2002 Melakukan fisiotrapi
nafas
Melakukan suction
Mengobservasi vital sign
C. EVALUASI
Tanggal 29 Mei 2002, pk.13.15
1. DK. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi secret.
S : --
O : produksi secret masih tinggi, pasien masih terpasang canule
trakeostomi.
A : Untuk sementara masalah teratasi.
P : Teruskan rencana awal, bila sudah tidak kejang klien dilakukan
managemen batuk produktif.
2. DK. Resiko infeksi b/d dampak pemasangan alat-alat kesehatan
(canule trakeostomi, dower cateter, ventilator, doble lumen.
S : --
O : Klien sudah tidak memakai ventilator (nafas spontan dengan masker
trakeostomi 6 LPM), Dower cateter , NGT dan doble lumen masih
terpasang, tanda-tanda infeksi (-)
A : Masalah teratasi, namun selama pemakaian alat-alat tersebut harus
tetap diwaspadai terjadinya infeksi.
P : Lanjutkan rencana semula sampai alat-alat tersebut dilepas.
3. DK. Gangguan pemenuhan ADL b/d dampak kejang dan kelemahan.
S : --
O : pasien terpenuhi kebutuhannya akan perawatan diri.
Tonus otot maseter, lengan, tungkai masih mengalami peningkatan,
sehingga pasien belum mampu /masih lemah.
A : Untuk sementara masalah teratasi
P : Lanjutkan rencana awal dan selanjutnya kaji kejang yang terjadi
pada pasien.
4. DK. Gangguan komunikasi verbal b/d dampak pemasangan trakeostomi.
S : --
O : Pasien dapat mengungkapkan keinginannya
A : Masalah teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus
Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian
keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Suzanne C.& Brenda G.Bare. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.