Download - 96291493 Referat Maya Inkompetensi Serviks
REFERAT
INKOMPETENSI SERVIKS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
Ade Mayashita2007 031 0057
Diajukan Kepada :
dr. Tri Budianto, Sp. OG
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RS JOGJA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
INKOMPETENSI SERVIKS
Telah dipresentasikan pada tanggal:
Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Obstetri dan Ginekologi
RS JOGJA
(dr. Tri Budianto, Sp. OG)
2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillahirabbil`alamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat untuk memenuhi
sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi kedokteran di
bagian Obstetri dan Ginekologi RS JOGJA dengan judul:
Inkompetensi Serviks
Penulisan referat ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Tri Budianto, Sp.OG selaku dosen pembimbing dan penguji
2. Ibu Wartini dan Ibu Mami selaku perawat di poliklinik kebidanan RS
JOGJA
3. Para bidan kamar bersalin (Kanna) RS JOGJA
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan referat, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakannya.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Yogyakarta, Juni 2012
Penulis
3
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi.............................................................................................. 2
2.2. Etiologi...............................................................................................2
2.3. Insiden................................................................................................3
2.4. Anatomi Serviks.................................................................................4
2.5. Patofisiologi Terjadinya Pelunakan Serviks Prematur...................... 7
2.6. Diagnosis............................................................................................7
2.7. Penatalaksanaan............................................................................... 10
2.8. Komplikasi...................................................................................... 15
2.9. Prognosis..........................................................................................15
BAB III Kesimpulan......................................................................................... 16
BAB IV Daftar Pustaka.................................................................................... . 17
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Inkompetensi serviks merupakan penyebab abortus habitualis trimester
kedua kehamilan. Inkompetensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk
mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur pada
serviks. Meskipun beberapa kasus inkompetensi serviks melibatkan faktor
mekanik seperti hipoplasia serviks kongenital, riwayat operasi serviks, dan trauma
serviks yang luas, kebanyakan wanita dengan diagnosis klinis serviks inkompeten
memiliki anatomi serviks yang normal. Pematangan serviks yang dini mungkin
merupakan jalur akhir dari berbagai proses patofisiologi seperti infeksi,
kolonisasi, inflamasi dan predisposisi genetik atau hormonal.
Serviks merupakan barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora
bakteri vagina. Banyak pasien dengan dilatasi serviks pada midtrimester yang
asimptomatis memiliki bukti adanya infeksi intrauterin subklinis. Tidak jelas
apakah ini merupakan invasi mikroba akibat dilatasi serviks yang prematur.
Ketika terjadi pematangan serviks yang prematur, barier mekanik terganggu dan
selanjutnya dapat menyebabkan proses patologis (misalnya kolonisasi pada
saluran kemih bagian atas) yang berakhir pada kelahiran prematur spontan. Pada
inkompetensi serviks yang berhubungan dengan kelainan mekanik, penanganan
suportif misalnya cerclage suture dapat mencegah infeksi dan dapat
memperpanjang masa kehamilan. Sebaliknya, jika perubahan pada serviks adalah
akibat proses non mekanik, maka cerclage menjadi kurang efektif dan bahkan
berbahaya dalam beberapa kasus karena kemungkinan adanya komplikasi
inflamasi dan infeksi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Inkompetensi serviks didefinisikan sebagai kehilangan kehamilan
trimester kedua yang berulang disebabkan oleh faktor intrinsik atau diperoleh
kelemahan pada integritas jaringan serviks dimana leher rahim mengalami
penipisan dan dilatasi sebelum waktunya tanpa rasa sakit, dengan prolaps dan
ballooning membrane ke dalam vagina, diikuti oleh pengeluaran janin belum
matang. Inkompetensi serviks terjadi sehingga menyebabkan persalinan prematur,
ketuban pecah dini, dan kelahiran prematur.
2.2. Etiologi
Etiologi sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Diduga 3 faktor yang
memegang peranan penting dalam terjadinya inkompetensi serviks, yaitu :
a. Faktor kongenital
Akibat perkembangan abnormal jaringan fibromuskular serviks
menyebabkan kelemahan serviks tersebut. Kelainan ini jarang
ditemukan. Pada primigravida yang tidak pernah mengalami
trauma pada serviks jarang menderita kelainan ini.
b. Faktor akuisita
Akibat trauma sebelumnya pada serviks uteri yang mencapai
ostium uteri internum, misalnya pada persalinan normal, tindakan
cunam yang traumatik, kesulitan ekstraksi bahu, seksio sesaria di
daerah serviks yang terlalu rendah, dilatasi dan kuretase
6
berlebihan, amputasi serviks, konisasi ataupun kauterisasi.
Kelainan ini lebih sering ditemukan.
c. Faktor fisiologik
Hal ini ditandai dengan pembukaan serviks normal akibat kontraksi
uterus yang abnormal. Dikemukakan bahwa ibu-ibu hamil yang
menggunakan dietilstilbestrol akan berakibat janin perempuan
yang dikandungnya mempunyai resiko tinggi untuk menderita
inkompetensi serviks.
2.3. Insiden
Insiden inkompetensi serviks masih belum diketahui secara pasti karena
diagnosisnya ditegakkan secara klinis dan belum ada kriteria objektif yang
disetujui secara umum untuk mendiagnosis keadaan tersebut. Secara kasar, suatu
studi epidemiologi menunjukkan insiden terjadinya serviks inkompeten adalah
sekitar 0,5% pada populasi pasien obstetri secara umum dan 8% pada wanita
dengan abortus trimester kedua sebelumnya.
Hampir 1.300 wanita dengan sejarah non-klasik dari inkompetensi serviks
dipelajari dalam uji coba secara acak sebagai hasil primer persalinan sebelum 33
minggu. Cerclage ditemukan bermanfaat, meskipun sedikit, bahwa 13 persen
wanita dalam kelompok cerclage disampaikan sebelum 33 minggu dibandingkan
17 persen pada kelompok noncerclage. Jadi untuk setiap 25 prosedur cerclage,
satu kelahiran sebelum 33 minggu adalah dicegah.
7
2.4. Anatomi Serviks
Serviks adalah bagian bawah dari uterus dan merupakan suatu struktur
fibromuskuler berbentuk silindris dengan panjang 3-4 cm dan diameter 2.5 cm.
Serviks disokong oleh ligamentum kardinalis serta ligamentum uterosakral.
Sebagian bawah dari serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio
vaginalis, dan muara serviks ke dalam vagina disebut ostium serviks. Bagian
eksterior dari ostium serviks disebut ektoserviks sedangkan bagian proximal dari
ostium serviks disebut endoserviks, yang menghubungkan kavum uteri dengan
vagina. Ruang vagina yang mengelilingi serviks disebut forniks, dan terbagi
menjadi forniks anterior, posterior, dan lateral sesuai dengan kedudukannya
masing-masing terhadap serviks.
8
1. Stroma serviks terbentuk atas jaringan fibromuskuler padat yang diselingi
oleh struktur vaskuler, saraf, dan limfatik:
2. Vaskularisasi serviks: serviks divaskularisasi oleh arteri uterina yang
merupakan cabang arteri iliaka interna. Drainase vena akan menuju ke
pleksus hipogastrikus.
3. Persarafan serviks: terdapat perbedaan persarafan pada ektoserviks dengan
endoserviks. Pada ektoserviks, jumlah ujung saraf sensoris kurang
dibandingkan dengan endoserviks yang memiliki banyak ujung saraf
sensoris serta ujung saraf simpatik dan parasimpatik. Oleh karena itu,
harus berhati-hati dengan endoserviks saat melakukan kuretase sebab ada
kemungkinan untuk mencetuskan reaksi vasovagal. Beda halnya dengan
ektoserviks dimana wanita dapat mentoleransi beberapa tindakan seperti
biopsi, elektrokoagulasi dan cryotherapy.
4. Drainase limfatik serviks: sistem limfatik serviks mengalami 3 jalur
drainase yaitu dari bagian lateral ke nodus iliaka eksterna, posterior ke
nodus sakral, dan posterolateral ke nodus iliaka internal.
9
Gambar 3.0 : Menunjukkan perbedaan dilatasi serviks pada inkompetensi
serviks dan pada persalinan normal. Pada persalinan normal dilatasi disertai
His atau kontraksi uterus.
10
2.5. Patofisiologi Terjadinya Pelunakan Serviks Prematur
Perubahan patofisiologi jaringan serviks yang dipanggil pelunakan serviks,
adalah kompleks dan tidak difahami. Apa yang diketahui adalah serviks adalah
struktur anatomi dinamik yang berfungsi selama kehamilan sebagai pertahanan
bagi janin dan sekitarnya , dengan vagina dan dunia luar. Pada waktu gestasi ini,
ia terdiri dari struktur yang kuat yang terdiri dari kolagen, tetapi ketika tiba
masanya persalinan, kolagennya mengalami degradasi dan serviks menjadi lunak
dan memulai proses untuk dilatasi. Ini mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam
proses ini dan; atau waktu pelunakan yang tidak sesuai waktunya dan menjadikan
serviks tidak kompeten lagi sehingga terjadinya kelahiran prematur atau kesulitan
dalam persalinan (distosia).
Infeksi dan inflamasi sangat berhubungan dengan kelahiran prematur dan
pelunakan serviks. Ini berhubungan dengan sifat serviks, dimana peluang untuk
terjadinya persalinan premature berbanding terbalik dengan panjang kanalis
servikalis, yang berisi lender yang bersifat antibakteri. Jika sifat mekanik atau
antibakteri leher rahim secara antomi atau fungsional terganggu, misalnya dengan
paparan dietilstilbestrol intra-uterin atau dengan operasi atau trauma pada serviks,
kekuatan serviks mungkin tidak cukup untuk mempertahankan kehamilan.
2.6. Diagnosis
Diagnosis serviks inkompeten umumnya ditegakkan berdasarkan riwayat
satu atau lebih kegagalan kehamilan pada trimester kedua atau riwayat keguguran
berulang pada trimester kedua, dengan kerugian masing-masing terjadi pada usia
kehamilan lebih awal dari yang sebelumnya dan kurang kontraksi yang
menyakitkan atau peristiwa berkaitan lainnya. Namun, dalam penemuan
ultrasonografi terakhir, definisi ini sedang ditantang. Terdapat keraguan bahwa
pemeriksaan ultrasonografi, terutama transvaginal, bermanfaat sebagai alat bantu
untuk mendiagnosis pemendekan serviks atau pencorongan ostium interna dan
11
mendeteksi secara dini serviks yang inkompeten. Secara umum, panjang serviks
sebesar 25mm atau kurang antara 16 dan 18 minggu gestasi dibuktikan secara
prediktif untuk kelahiran prematur pada wanita dengan riwayat penghentian
kehamilan pada midtrimester.
Gambar 4 : Ultrasonografi menunjukkan Ostium Serviks Interna dan
Ostium Serviks Eksterna yang terbuka.
Ultrasonografi transvaginal adalah metode yang aman untuk secara
objektif menilai panjang serviks dan lebih unggul berbanding pemeriksaan vagina
digital atau USG perut dalam hal ini. Ultrasonografi transvaginal telah menjadi
standar emas atau “gold standard” untuk evaluasi serviks. Leher rahim pada
kehamilan mengikuti pola penipisan dimulai ostium servikal internal dan
berlangsung dalam cara menyalurkan menuju ostium serviks eksternal. Pada
sonogram ini awalnya muncul sebagai “beaking” atau bentuk mencuih dibentuk
12
dinding samping saluran leher rahim yang berkembang dari “Y” menjadi ruang
berbentuk “U”. Panjang leher rahim biasanya tetap stabil hingga awal trimester
ketiga dan memendek secara progresif setelah itu.
Gambar 5 : Funneling dari serviks yang membentuk huruf T, Y, V, U
(korelasi antara panjang serviks dengan perubahan pada ostium uteri
internum)
Temuan ultrasonografi :
1. Penyempitan atau funneling serviks yang membentuk huruf T, Y, V, U
(hubungannya dengan panjang serviks dengan perubahan pada ostium
uteri internum).
13
2. Panjang serviks < 25 mm
3. Protusi membran amnion
4. Adanya bagian fetus dalam serviks atau vagina.
Gambar 6 : Hasil USG yang menunjukkan gambaran funnelling pada
serviks uteri
2.7. Penatalaksanaan
Terapi untuk inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah dan non-
bedah. Pilihan terapi non-bedah dapat mengurangi risiko kelahiran prematur pada
wanita dengan inkompetensi serviks. Pengurangan aktivitas atau istirahat total di
tempat tidur, menghindari hubungan seksual, dan penghentian penggunaan
narkotin atau rokok telah direkomendasikan. Penggunaan indomethasin (100mg
14
sekali, diikuti dengan 50mg setiap 6 jam selama 48jam telah dihubungkan dengan
penurunan persalinan sebelum 35 minggu dan penurunan kelahiran prematur
sebesar 86% pada wanita dengan pemendekan serviks menjelang usia kehamilan
24 minggu.
Penatalaksanaan inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah yaitu
penguatan serviks yang lemah dengan jahitan yang di sebut “cerclage”.
Perdarahan, kontraksi uterus, atau ruptur membran biasanya merupakan
kontraindikasi untuk pembedahan. Terdapat beberapa tehnik “cerclage” yang
pernah dilakukan seperti McDonalds dan modifikasi Shirodkar. Waktu terbaik
untuk prosedur cerclage serviks adalah pada bulan ketiga (12-14 minggu)
kehamilan . Namun, beberapa wanita mungkin perlu dipasangkan cerclage darurat
pada kehamilan lanjut jika terjadi perubahan seperti pembukaan atau pemendekan
serviks. Jika sudah ada riwayat pemasangan cerclage darurat, pada kehamilan
selanjutnya juga wanita ini akan memerlukan pemasangan cerclage pada
serviksnya.
Gambar 7 : Tipe dari Cerclage
15
Gambar 8 : Tipe jahitan Cerclage
Pemasangan cerclage adalah andalan untuk pencegahan kelahiran
prematur pada wanita dengan insufisiensi atau inkompetensi serviks. Pendekatan
dan penempatan dari jahitan cerclage ada berbagai macam dan tidak ada tehnik
tunggal yang terbukti lebih unggul dari yang lainnya.
Pendekatan transvaginal yang paling popular adalah tehnik McDonald,
yang menggunakan anestesi local atau regional untuk menempatkan jahitan
monofilament (polypropylene) atau tape serat polyester di persimpagan
cervicovaginal. Sebuah speculum tertimbang dimasukkan ke dalam vagina, dan
Sims retractor digunakan untuk retraksi anterior vagina. Serviks ini digenggam
lembut dengan penjepit atau forsep Allis cincin untuk traksi. Dimulai pada posisi
jam 12, 4 atau 5 gigitan berurutan yang diambil secara “tas-string”. Jahitan terikat
anterior dan dipangkas.
16
Gambar 9: Cerlage tipe jahitan McDonald (dengan jahitan seperti dompet,
tidak ada diseksi dan terletak pada os serviks eksterna)dan Shirodkar
(dengan jahitan tunggal, memerlukan diseksi dan letaknya berdekatan os
serviks interna)
Manakala prosedur Shirodkar melibatkan penempatan jahitan yang
sehampir mungkin pada os interna setelah diseksi pada rectum dan kandung
kemih dari leher rahim. Setelah jahitan dimasukkan, mukosa ditempatkan diatas
simpul jahitan. Prosedur McDonald lebih menjadi favorit berbanding Shirodkar
kerana penempatan jahitan yang lebih mudah.
Dalam pendekatan transabdominal melalui laparotomi atau laparoskopi,
jahitan ditempatkan di wilayah cervicoisthmic setelah pembedahan kandung
kemih jauh dari segmen bawah uterus. Prosedur invasif ini mempunyai risiko
17
tinggi terjadinya komplikasi, misalnya perdarahan. Umumnya dijadikan pilihan
bagi pasien yang gagal bagi penempatan transvaginal, mempunyai penyakit
bawaan dengan serviks hipoplasia, atau memiliki jaringan parut besar dari operasi
sebelumnya atau trauma.
Gambar 10 : Alur untuk penatalaksanaan inkompetensi serviks dengan
cerclage elektif dan cerlage darurat berdadarkan riwayat kelahiran
premature dan panjang serviks.
Cerclage Darurat dilakukan pada wanita yang datang dengan gejala
inkompetensi serviks, misalnya nyeri panggul, keputihan dengan cairan bening,
dilatasi serviks dari 2cm atau lebih, tidak adanya kontraksi rahim yang teratur.
Pada tahap ini, membrane atau selaput ketuban sering berada pada atau diluar os
serviks eksternal. Ada berbagai metode untuk mendorong membrane atau selaput
ketuban ini kembali ke rongga intrauterine. Menggunakan sebuah kateter Foley
18
dapat ditempatkan dalam kandung kemih atau os serviks untuk mendorong
membrane ke atas. Atau balon dapat disisipkan dibawah pengaruh anestesi
epidural dengan pasien dalam posisi Tredelenburg. Amniosentesis untuk analisa
gula darah, kultur Gram, dan interleukin harus dipertimbangkan untuk
menyingkirkan infeksi intra-amnion subklinis. Amniosentesis transabdominal
juga berfungsi untuk mengurangi membrane via amnioreduksi.
2.8. Komplikasi
Komplikasi dari tindakan cerclage ini adalah pecahnya ketuban,
korioamnionitis, dan perpindahan dari jahitan. Insiden bervariasi dengan prosedur
tindakan dan waktu. Pecahnya membrane telah dilaporkan 1-18% dari
pemasangan elektif, 3- 65% dari pemasangan cerclage urgensi dan 0- 51% dari
penempatan darurat. Korioamnionitis dikembangkan dalam 1-60%, 30-35% dan
9-37% dari prosedur, masing-masing. Perpindahan jahitan terjadi pada 3% sampai
13% dari prosedur pemasangan elektif.
2.9. Prognosis
Dengan penatalaksanaan yang tepat, angka keberhasilan untuk mencapai
kehamilan aterm tinggi.
19
BAB III
KESIMPULAN
Inkompetensi serviks adalah satu kondisi dimana mulut rahim (serviks)
mengalami pembukaan dan penipisan sebelum waktunya, sehingga tidak bisa
menahan janin, dan mengakibatkan terjadinya keguguran atau kelahiran prematur.
Kasus ini biasa terjadi tanpa disertai rasa nyeri, dan umumnya terjadi pada
trimester 2 dan 3 kehamilan.
Ketika seorang wanita hamil mengalami kasus ini, ada kemungkinan kasus
ini dapat berulang di kehamilan berikutnya. Itu sebabnya perlu untuk dilakukan
diagnosis secara pasti oleh dokter kandungan. Biasanya dokter akan memasang
cerclage (setelah usia kehamilan 14 minggu), untuk menahan mulut rahim tidak
membuka dan melebar (dilatasi). Kadang juga ditambah dengan dijahit di sekitar
daerah mulut rahim. Jahitan akan dibuka sekitar usia kehamilan 37 minggu untuk
persiapan persalinan.
Beberapa faktor risiko yang dipercaya merupakan penyebab terjadinya
kondisi inkompetensi serviks tersebut, diantaranya : riwayat inkompetensi serviks
sebelumnya antara lain trauma atau riwayat prosedur melalui mulut rahim,
Konisasi atau biopsi mulut rahim, dan kelainan anatomis mulut rahim.
20
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, R., Lutan, D. (ed). (1998). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Alan H. (2003). Current Obstetric and gynecologic diagnosis and Treatment ninth edition. New York : Mc Graw Hills Companies, Inc
3. Cunningham FG. Mc Donald PC, Gant NF. (2007). Obsteric William Edisi 21. Jakarta : EGC
4. Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
5. Manuaba, da Bagus Gede. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
6. Depkes RI. (2007). Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Deepartemen Kesehatan RI
7. Supono. (2004). Ilmu Kebidanan Bab Fisiologi. Palaembang : Bagian Obstetri dan Gynekologi fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
8. Damewood, D Mariam. (2006). Office Gynecology and the Procedures. Diakses tanggal 29 Mei 2012 dari http://www.health-7.com/Danforth%20Obstetrics%20and%20Gynecology/HTML/
9. Oxorn, H. 1996. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan,
Human Labor and Birth. Jakarta : Yayasan Essentia Medica
10. Saifuddin, A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
11. Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
21