Download - ABORTUS FORENSIK
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah abortus dipakai untuk menunjukan pengeluaran hasil
konsepsi sebulum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini
janin yang terkecil, yang dilaporkan yang dapat hidup diluar
kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan
tetapi karena janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500
gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran
kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari
20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus
sponta. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilansebelum 20
minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang
dilakukan atas indikasi medik.(1)
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang
dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian. Sebanyak
20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian
mengalami abortus. (2)
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu
keadaan akut yang dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat
menimbulkan kematian. Sebanyak 20% wanita hamil pernah
mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami
abortus. Hal ini tentu akan menimbulkan ketidak berdayaan dari
wanita sehingga ditinjau dari suatu kesehatan akan sangat
ditanggulangi untuk meningkatkan keberdayaan seorang wanita. Ada
beberapa keadaan yang dapat menimbulkan perdarahan pada awal
kehamilan seperti imlantasi ovum, karsinoma servik, abortus, mola
hidatidosa, kehamilan ektopik, menstruasi, kehamilan normal, kelainan
lokal pada vagina atau servik seperti varises, perlukaan, erosi dan
polip. Semua keadaan ini akan menurunkan keberdayaan seorang
wanita dan karenanya akan dijelaskan bagaimana cara-cara
penanggulangannya seperti pencegahan, pengobatannya, maupun
kalau perlu rehabilitasinya. Maka semua wanita dengan peradarahan
pervagina selama kehamilan seharusnya perlu penanganan dokter
spesialis. Peranan USG vaginal smear, pemeriksaan hemoglobin,
fibrinogen pada pada missed abortion, pemeriksaan incomptabiliti ABO
dan lain-lain, sangat diperlukan.(2)
Sejak tahun 1993, termasuk kebijaksanaan Dep. kesehatan RI dalam pelayanan
obstetri adalah menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal
menjadi prioritas utama. Penyebab utama kematian maternal adalah disebabkan oleh 3
hal yang pokok yaitu perdarahan dalam kehamilan, preklampsi/eklamsi dan infeksi. Pada
masa sekarang oleh perkembangan pertambahan jumlah tenaga medis terutama dokter
kebidanan yang banyak maka kasus tersebut diatas telah menurun, tetapi kematian ibu
akibat perdarahan masih tetap sebagai faktor utama. Perdarahan sebenarnya dapa terjadi
bukan saja pada masa kehamilan tetapi dapat juga pada masa persalinan maupun pada
masa nifas. Penatalaksanaan dan prognosa kasus perdarahan selama kehamilan, sangat
bergantung pada umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan dari fetus dan sebab
dari perdarahan. Setiap perdarahan dalam kehamilan harus diaanggap sebagai keadaan
akut berbahaya dan serius dengan resiko tinggi karena dapat menimbulkan kematian ibu
dan janin.(4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum usia kehamilan
20 minggu. Dari segi mediko-legal maka istilah abortus, keguguran,
dan kelahiran prenatur mempunyai arti yang sama dengan
menunjukan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan cukup.(ilmu forensik)
Dikalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran
kandungan) yakni abortus spontan dan abortus buatan (provokatus).
Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang
menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28
minggu. Penyebab pada umumnya berhubung dengan kelainan pada
sistem reproduksi. Lain halnya dengan abortus buatan, abortus dengan
jenis ini merupakan suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan
proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu, dimana janin (hasil
konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar.(6)
Aborsi umum dilakukan di Indonesia, pada tahun 2000 di
Indonesia diperkirakan bahwa sekitar dua juta aborsi terjadi. Angka ini
dihasilkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan sampel yang
diambil dari fasilitas-fasilitas kesehatan 6 wilayah, dan juga termasuk
jumlah aborsi spontan yang tidak diketahui jumlahnya walaupun dalam
hal ini diperkirakan jumlahnya kecil. Walau demikian, estimasi aborsi
dari penelitian tersebut adalah estimasi yang paling komprehensif
yang terdapat di Indonesia sampai saat ini. Estimasi aborsi
berdasarkan penelitian ini adalah angka tahunan aborsi sebesar 37
aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia produktif (15-49 tahun).
Perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain
di Asia dalam skala regional sekitar 29 aborsi terjadi untuk 1.000
perempuan usia produktif.(3)
Sementara tingkat aborsi yang diinduksi tidak begitu jelas,
namun terdapat bukti dari 4,5 juta kehamilan yang terjadi setiap tahun
di Indonesia pada waktu sekitar penelitian tersebut dilakukan 760.000
(17%) dari kehamilan yang terjadi adalah kelahiran yang tidak
diinginkan. (3)
Kita mengetahui bahwa abortus menurut pengertian kedokteran terbagi dalam (6):
1. Abortus spontan
2. Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam
a. Abortus provokatus terapeutikus
b. Abortus provokatus kriminalis
Abortus provokatus kriminalis sajalah yang termasuk ke dalam
lingkup pengertian pengguguran kandungan menurut hukum.
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua
golongan yakni :
1. Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-
cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus
provocatus therapcutius, karena alasan yang sangat mendasar untuk
melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.
2. Abortus buatan ilegal
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk
menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak
kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus
provocatus criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau
kejahatan.
Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagai sebagi berikut:(1)
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebakan
kematian janin atau cacat. Kelainan berat biasanya
menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda, faktor-faktor
yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai
berikut:
a. Kelainan kromosom, kelainan yang sering ditemukan pada
abortus spontan ialah trisomi, poliploidi dan kemungkinan
pula kelainan kromosom seks.
b. Lingkungan kurang sempuran, bila lingkungan endometrium
disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga
pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
c. Pengaruh dari luar, seperti radiasio, virus, obat-obatan dan
sebagaonya dapat menpengaruhi hasil konsepsi maupun
lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini dinamakan
pengaruh teratogen.
2. Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan
oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa
terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi
menahun.
3. Penyakit ibu
4. Kelinana traktus genitalia
Retroversia uteri, miomata uteri, atau kelainan bawaan uterus
dapat menyebakan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya
retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa
yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam
trimester ke 2 ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan
oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan,
konisasi, amputasi atau robekan serviks luas yang tidak dijahit.
Penyebab abortus secara umum :
1. Infeksi akut
- Virus mialnya cacar, rubella, hepatitis infeksi,
- Infeksi bakteri, misalnya steptokokkus
- Parasit, misalnya milaria
2. Infeksi Kronis
- Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua
- Tuberkulosis paru aktif
3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa
4. Penyakit Kronis, misalnya : hipertensi, nefritis, diabetes, anemia
berat, penyakit jantung dan toxemia gravidarum.
5. Gagngguan fisiologis, syok, ketakutanm, dll
6. Trauma fisik
Penyebab yang bersifat lokal
1. Fibroid, inkompetensia serviks
2. Radang pelvis kronis, endometritis
3. Retroversi kronis
4. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga
menyebabkan hiperemia dan abortus
Indikasi melakukan abortus terapeutik
1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan
perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal
(missed abortion).
2. Mola hidatidosa atau hidrammnion akut.
3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker
serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi
pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh
seperti kaknker payudara.
5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa dilatasi.
6. Telah berulang kali melakukan operasi caesar.
7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya
penyakit jantung organik disertai dengan kegagalan jantung,
hipertensi, nefritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidaarum
yang berat.
8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak
terkontrol yang disertai dengan komplikasi vaskuler, hipertiroid.
9. Epilepssi, sklerosis yang luas dan berat
10. Hiperemesis gravidarum yang berat dan Korea gravidarum.
11. Gangguan jiwa disertai dengan kecenderungan untuk
bunuh diri. Pada kasus seperti ini sebelum melakukan tidkan
abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.(7)
Abortus provokatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu
mengandung resiko kesehatan baik bagi si ibu atau janin. Kekerasan mekanik lokal dapat
ditakukan dari luar maupun dari dalam, kekerasan dari luar dapat dilakukan sendiri oleh
ibu atau oleh orang lain, seperti melakukan gerakan fisik berlebihan, jatuh,
pemijatan/pengurutan perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau uterus,
pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya. Kekerasan dapat pula dari dalam dengan
melakukan manipulasi vagina atau uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya
dengan penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio, aplikasi asam arsonik, kalium
permanganat pekat, pemasangan laminaria stift atau kateter ke dalam serviks; atau
manipulasi serviks dengan jari tangan. Manipulasi uterus, dengan melakukan pemecahan
selaput amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus.(6)
Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja
yang cukup panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan
biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson type syringe, sedangkan cairannya
adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat
mengakibatkan emboli udara. Obat/zat tertentu, racun umum digunakan dengan harapan
agar janin mati tetapi ibu cukup kuat untuk bisa selamat. Pernah dilaporkan penggunaan
bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang merangsang saluran cerna
hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uterus dan hormon wanita yang
merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi mukosa uterus. Hasil yang dicapai sangat
bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas individu dan keadaan kandungannya (usia
gestasi). Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda,
bubuk beras dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti
garam logam berat, laksans dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin,
prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina dan lain lain, kombinasi kina atau menolisin
dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata sangat efektif. (6)
Cara melakukan abortus buatan dalam garis besarnya dibedakan
antara kehamilan triwilan 1 dan dalam triwilan ke 2. Perbedaannya
ialah pada kehamilan sampai 12 minggu isi kandungan belum
seberapa besar, sehingga tindakan untuk melahirkannya pada
umumnya dapat dilakukan dalam satu tahapp sesudah kanalis
servikalis dilebarkan. Pada kehamilan yang lebih tua, karena besarnya
janin, hal ini tidak mungkin dilakukan sehingga uterus perlu dirangsang
untuk berkontaks dan mengeluarkan janin dan plasenta seperti pada
persalinan biasa.(1) cara melakan abrtus tersebut :
a. Abortus buatan pada triwulan ke 1 (sampai 12 minggu)
Dilatasi dan kuretasi
- Setelah penderita ditidurkan dalam letak lithottomi dan
dipersiapkan sebagaimana mestinya, dilakukan pemeriksaan
bimanual untuk sekali lagi menentukan besar dan letaknya
uterus serta ada atau tidaknya kelainan disamping uterus.
- Sesudah premedikasi dilakukan, infud RL intravena dengan 10
IU oksitoksin disamping dan teteskan perlahan-lahan untuk
menimbulkan kontraksi dinding uterusdan mengecilkan
bahaya perforasi.
- Kemidian dilakukan anestesi umum,
- Spekulum vagina dipasang
- Tenakulum/cunam serviks menjepit dinding depan porsio
uteri. Tenaculum/cunam dipegang dengan tangan kiri
sipenolong untuk mengadakan fiksasi pada seviks uteri.
- Sonde uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk megetahui
letak dan panjangnya kavum uteri. Sesudah itu dilakukan
dilatasi kanalis servikalis dengan busi Hegar dari nomor kecil
hingga yang secukupnya, tetapi tidak lebih dari busi nomr 12
pada seorang multipara.
- Kerokan dilakukan secara simetris menurut putaran jarum
jam. Apabila kehamilan melebihi 6-7 minggu, gunkan kuret
tumpul sebesar yang dapat dimasukkan. Setelah hasil
konsepsi untuk sebagian besar lepas dari dinding uterus,
maka hasil tersebut dapat dikeluarkan sebanyak mungkin
dengan cunam abortus, kemudian dilakukan kerokan hati-hati
dengan kuret tajam yang cukup besar. Apabila perlu,
dimasukan tanmpon kedalam kavum uteri dan vagina, yang
harus dikeluarkan esok harinya.(1)
Gambar 1. Memasukkan busi hegar kedalam uterus
Dilatasi dalam dua tahap
Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara
yang memerlukan pembukaan kanalis yang lebih besar
(misalnya untuk mengelurkan mola hidatidosa) dapat dilakukan
dilatasi dalam dua tahap. Dimasukan dahulu gagang laminaria
dengan diameter 2-5 mm dalam kanalis servikalis dengan ujung
atasnya masik sedikit kedalam kavum uteri dan ujung bawahnya
masih divagina, kemudian dimasukkan tampon kasa kedalam
vagina. Gagang laminaria mempunyai daya untuk mengabsorbsi
air, sehingga diameternya bertambah dan mengadakan
pembukaan dengan perlahan-lahan pada kanalis servikalis.
Sesudah 12 jam gagang dikeluarkan dan pembukaan dapat
dibesarkan dengan busi hegar. Bahaya memegang gagang
laminaria ialah infeksi dan perdarahan mendadak.(1)
Pengeluaran dengan cara penyedotan (suction curettage)
Dalam tahun-tahun terakhir cara ini makin banyak
digunakan oleh karena perdarahan tidak seberapa banyak dan
banyak perforasi lebih kecil. Setelah diadakan persuiapan
seperlunya dan letak serta besarnya uterus ditentukan dengan
pemerikasaan bimanual, bibir depan serviks dipegang dengan
cunam serviks, dan sonde uterus dimasukan untuk mengetahui
panjang dan jalannya kavum uteri. Anastesia umum dengan
penthotal sodium, atau anestesia paracervical block dilakukan,
dan 5 satuan oksitosin disuntikan pada korpus uteri di bawah
kandung kencing dekat pada perbatasannya dengan serviks.
Sesudah itu, jika perlu diadakan dilatasi pada serviks untuk
dapat memasukkan kuret penyedot yang besarnya di dasarkan
pada tuanya kehamilan (diameter 6 dan 11 mm). Alat tersebut
dimasukan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan
kemudian ujung luar di pasang pada alat pengisap (aspirator).
Penyedot dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80
cm dan kuret dilakukan naik-turun sambil memutarkan porosnya
perlahan-lahan. Pada kehamilan kurang 10 minggu abortus
dapat diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan yang lebih
tua kantong amnion dibuka dahulu dengan kuret dan cairan
serta isi lainnya diisap ke luar. Apabila masih ada yang
tertinggal, sisi itu dikeluarkan dengan kuret baisa.
b. Abortus buatan pada triwulan kedua (kehamilan sesudah 16
minggu)
Pemberian cairan NaCl hipertonik
abortus buatan pada kehamilan sesudah 16 minggu
diusahakan dengan menimbulkan kontraksi-kontraksi uterus,
supaya janin dan plasenta dapat dilahirkan secara spontan. Cara
yang dilakukan ialah mengadakan amniosentesis melalui dinding
perut dan memasukan larutan NaCl hipertonik kedalam kantong
amnion, tindakan ini dibantu dengan pemberian infus intravena
dengan oksitoksin. Cara ini hendaknya jangan dilakukan pada
kehamilan dibawah 16 minggu, oleh karena amniosintesis dalam
hal ini sering gagal.(1)
Setelah dilakukan pemeriksaan untuk menentukan tinggi
fundus uteri, kandung kencing dikosongkan. Infus intravena
dengan cairan glukosa 5% dipasang dan diselenggarakan
disinfeksi dinding depan perut antara pusat dan simfisis. Tepat
pada garis tengah antara fundus uteri dan simfisis diberi anestesi
lokal dengan cairan prokain atau lidokain 15% dan kemudian
jarum spinal ditusukan sampai menembus dinding uterus.
Sebagai penutup dipakai ultrasonograf untuk menghindari
trauma pada plasenta berupa perdarahan retroplasenter dan
sebagainya. Setelah silet dikeluarkan dari jarum, maka cairan
amnion mengalir keluar sebagai bukti bahwa jarum telah
memasuki kantong amnion. Dengan menjaga supaya posisi tidak
beruabah, ujung jarum dihubungkan dengan semprit untuk
menyedot cairan amnion. Setelah itu perlahan-lahan
dimasukkaan larutan NaCl 20% kedalam kantong amnion, smbil
mengawasi penderita dengan seksama, pasien diminta untuk
segera melaporkan bila terasa sakit kepala, panas, nyeri perut
yang keras, haus, atau semutan pada tangan dan muka. Apabila
gejala-gejala ini timbul, pemberian larutan hipertonik dihentikan
untuk beberapa menit atau untuk seterusnya . Dalam keadaan
baik dimsukkan larutan NaCl dalam jumlah yang sama dengan
cairan amnion yang dikelurakan. Jika sesudah dimasukan jarum
spinal tidak keluar cairan amnion larutan NaCl hipertonik tidak
boleh diberikan. Sesudah larutan NaCl masuk, disuntukan 10
satuan oksitosin ke dalam infus intravena dengan larutan
glukosa 5% sebanyak 500 ml yang sudah dipasang lebih dahulu,
infus dijalankan dengan kecepatan 12-24 tetes dalam 1 menit.
Apabila dalam 24 jam abortus belum mulai, pemberian infus
dihentikan untuk 6 jam atau lebih untuk menghindari pengaruh
antidiuretik. Selama infus diberikan pemasukan cairan secara
oral dibatasi sampai 1500 ml.
Abortus rata-rata terjadi dalam 30 jam. Pada kurang lebih
10% 2jam sesudah lahir, plasenta belum juga keluar. Dalam hal
ini biasanya plasenta sudah terlepas dari dinding uters dan dapat
dikeluarkan dengan cunam abortus, apabila plasenta belum
terlepas, perlu digunkan kuret tumpul besar.
c. Abortus pada kehamilan antara 12 dan 16 minggu
Pada kehamilan setua ini kerokan lebih banyak jarang dilakukan,
oleh karena akan dialami kerusakan untuk melahirkan janin
melalui kanalis servikalis yang tidak cukup terbuka, sedangakan
amniosentesis juga tidak jarang mengalami kegagalan.
Sebaiknya ditunggu sampai kehamilan berumur 16 minggu,
sebelum melakukan abortus dengan amniosintesis. Apabila ada
alasan kuat untuk segera bertindak, maka jalan yang terbaik
ialah melakukan histerotomi abdominal. Dalam hal ini biasanya
adapula alasan umtuk melakukan sterilisasi dengan mengankat
atau mengikat tuba kanan dan kiri
Setelah dinding perut pada garis tengah antara pusat dan
simfisis di buka dengan sayatan, plika vesiko-uterina di buka
melintang dan bersama-sama dengan kandung kencing di
dorong kebawah. Dinding uterus bagian bawah dibuka secara
vertikal, dan setelah kantong amnion digunting, janin dan
plasenta dikeluarkan. Setelah diberi 10 satuan oksitoksin dalam
otot uterus, luka pada uterus dijahit dalam dua lapisan,
kemudian luka yang dijahit ini ditutup dengan plika vesico-
uterina. Selanjutnya dinding dengan peritoneumnya ditutup
secara biasa.
Komplikasi biasanya bergantung kepada tehnik yang digunakan
dalam melakukan tindakan abortus, dimana semakin invasif tindakan
maka komplikasi yang ditimbulkan senakin besar, berikut komplikasi
yang dapat timbul.(1)
1. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa
selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus,
yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, atau ke kandung
kemuh. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan lebih dulu
dengan seksama pada awal tindakan. Bahaya perforasi ialah
perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga
terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama
dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah,
kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah.
Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya,
sebaiknya dilakukan laparatomi dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri
Apabila serviks masih kaku dan dilatasi dipaksakan, maka akan
dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit.
Apabila terjadi luka pada osteum uteri internum, maka akibat
yang segra timbul ialah peredarahan yang memerlukan
pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka
panjang ialah kemungkinan timbulnya inkompetensi serviks.
3. Perlekatan dalam kavum uteri (sindom Asherman)
Merupakan sindroma post aborsi dengan adanya perlengketan
rongga endometrium (adhesi) yang ditandai dengan amenore
post abossi. Dalam melakukan kerokan secara sempurna
memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus
dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok
karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan
dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan
dihentikan pada suatu tempat apabila pada tempat tersebut
dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
4. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa ada
bahaya perdarahan. Oleh karena itu jika perluhendaknya
diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai
dimasukkan tampon kasa kedalam uterus dan vagina.
5. Infeksi
Apabila syarat-syarat asepsis dan anti sepsis diindahkan ,
bahaya infeksi tidak besar dan bisa dicegah.(1)
BAB III
ASPEK MEDIKOLEGAL
Menurut hukum, pengguguran kandungan adalah tindakan
penghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktunya
kelahiran, tanpa melihat usia kandungan. Yang menerima hukuman
ibu yang melakukan aborsi, dokteratau bidan atau dukun yang
membantu melakukan aborsi dan orang-orang yang mendukung
terlaksannya abortus. (5)
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan
ekonomi memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan.
Ahli agama melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat bahwa melakukan abortus
buatan adalah perbuatan dosa. Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa
alasan ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya
pengguguran kandungan. Pada umumnya para ahli tersebut menentang dilakukannya
abortus buatan meskipun jika berhadapan dengan masalah kesehatan (keselamatan nyawa
ibu) mereka dapat memahami dilakukannya abortus buatan. Demikian halnya dengan
negara-negara di dunia, pada umumnya setiap negara memiliki undang-undang yang
melarang dilakukannya abortus buatan meskipun pelarangan tersebut tidak bersifat
mutlak. Kita lihat saja misalnya di negara Indonesia, dimana dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja
digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). Namun
dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15
dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Dengan demikian jelas
bagi kita bahwa melakukan abortus buatan dapat merupakan tindakan kejahatan, tetapi
juga bisa merupakan tindakan ilegal yang dibenarkan undang-undang.(4)
Menurut hukum, penguguran kandungan adalah tindakan penghentian kehamilan
atau mematikan janin sebelum waktunya kelahiran, tanpa melihat usia kandungan. Ini
terlihat dari ketentuan undang-undang sebagai berikut :
KUHP Pasal 299
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
tahun, atau pidana denda paling banyak empat puluh ribu rupiah
2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga
3. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian tersebut
KUHP Pasal 346
Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau memastikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun
KUHP Pasal 347
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, iancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
KUHP Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun enam bulan
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam paling
lama tujuh tahun
KUHP Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Yang diancam dengan hukuman adalah:
1) Perempuan sendiri yang hamil
2) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan
Pada butir (1) si perempuan tidak perlu melakukan sendiri penguguran itu, tetapi ia
dapat menyuruh orang lain untuk itu. Untuk orang lain itu kemudian berlaku butir (2).
Dalam ketiga pasal dijumpai:
Dengan sengaja mematikan kandungan
Dengan sengaja menggugurkan kandungan
Mematikan kandungan berarti mematikan anak dalam kandungan yang masih hidup.
Karena anak yang dikeluarkan sudah mati, maka pembuktian bahwa anak masih hidup
dalam kandungan sulit dilakukan, bahkan mungkin tidak dapat dilakukan. Dengan
sengaja menggugurkan kandungan yang dinilai adalah perbuatan. Di rumah sakit, bila
anak dalam kandungan sudah mati, dokter tidak tergesa-gesa mengeluarkannya, kecuali
ada indikasi untuk itu, seperti pendarahan yang parah, bahaya infeksi yang mengancam
sang ibu. Biasanya anak yang mati dalam kandungan akan lahir sendiri, sebab anak yang
mati merupakan benda asing bagi ibunya. Jarang sekali anak yang mati dalam kandungan
tidak dikeluarkan, tetapi cairan dalam tubuh anak kemudian diserap, diabsorpsi, sehingga
anak menjadi keras membatu: lithopedion.
Dalam pasal mengenai pengguguran tidak disinggung tentang umur anak dalam
kandungan, ini berarti pengguguran dapat dilakukan sejak dari saat pembuahan sampai
anak hampir dilahirkan. Anak yang digugurkan tidak perlu selalu mati setelah keluar dari
rahim, ini dapat terjadi bila pengguguran dilakukan pada kandungan 28 minggu.