iii
ABSTRAK
ROSMUSI. Analisis Pendapatan Usaha Keripik di Kabupaten Aceh Barat.Dibawah bimbingan Cut Mega Putri dan Damrus.
Usaha keripik dapat memberi peranan terhadap sumber pendapatan darihasil penjualan, namun dapat menjalankan proses produksi terdapat berbagaihambatan seperti kurangnya modal, tersedianya bahan baku dan tenaga kerja,penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usaha keripik.
Penelitian ini dilaksanakan Pada bulan mai 2013 di Kabupaten Aceh Baratterdapat 15 usaha keripik yang tersebar di Berbagai Kecamatan di KabupatenAceh Barat Namun yang masih aktif menjalankan usahanya hanya 8 pengusahakeripik saja.
Penelitian yang dilakukan dan jumlah sampel yang digunakan diperolehdata hasil penelitian yang menjelaskan bahwa melalui industri rumah tangga yaitukeripik nangka, keripik salak. Keripik mangga, keripik nenas, keripik papaya,keripik kentang, keripik melon, keripik singkong, dan keripik pisang. Dari hasilpenjualan keripik tersebut dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari
Rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp 850.000 – 1.000.000 denganlaba Rp 3.000 – 5.000 dalam satu kemasan keripik. Jumlah pendapatan tersebutdiperoleh apabila keripik terjual setiap hari. Output yang diharapkan bahwamelalui kerajinan usaha rumah tangga dapat membantu masyarakat dalammemenuhi kebutuhan ekonominya. Namun tidak dapat membantu meningkatkanpendapatan usaha keripik seutuhnya.
Kata Kunci : Pendapatan dan Usaha Keripik.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : ANALISIS PENDAPATAN USAHA KERIPIKDI KABUPATEN ACEH BARAT
Nama Mahasiswa : RosmusiNIM : 08C20101104Program Studi : EKP (Ekonomi Pembangunan)
Menyetujui,Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Hj. Cut Mega Putri, SE, M.S.M Damrus, SE
Mengetahui,
Tanggal Lulus : 08 Maret 2014
Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Program StudiEkonomi Pembangunan
Zulbaidi, MM Yayuk EW, SE., M.Si
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi dengan Judul :
ANALISIS PENDAPATAN USAHA KERIPIKDI KABUPATEN ACEH BARAT
Yang disusun oleh :Nama : RosmusiNIM : 08C20101104Fakultas : EkonomiProgram Studi : EKP (Ekonomi Pembangunan)Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji pada tanggal 08 Maret 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. Abd. Jamal, SE., M.Si. (…………………………….)(Ketua Penguji)
2. Hj. Cut Mega Putri,SE, M.S.M (…………………………….)(Anggota Penguji I)
3. Damrus, SE (…………………………….)(Anggota Penguji II)
4. Syahril, SE, M.Si (…………………………….)(Anggota Penguji III)
Alue Penyareng, 08 Maret 2014Ketua Program Studi
Ekonomi Pembangunan
Yayuk EW, SE., M.Si
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan akan makanan yang bervariasi dan juga bernilai gizi
tinggi telah mengalami peningkatan. Potensi salah satu komoditas pangan yang
patut dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan ini adalah kjenis panganan
keripik. Apabila ditinjau dari aspek ekonomis usaha pembuatan keripik
mempunyai prospek yang menggembirakan. Karena dengan harga yang sangat
terjangkau konsumen bisa menikmati keripik yang renyah, gurih, dan nikmat.
Seiring dengan popularitas dan memasyarakatnya kripik sebagai makanan ringan
yang lezat dan bernilai gizi tinggi, maka permintaan konsumen dan pasar terhadap
kripik di berbagai daerah terus meningkat ( Purba, h 54 2012).
Keripik adalah salah satu bentuk produk industri yang mengolah buah dan
sayur segar menjadi keripik. Keripik merupakan makanan ringan yang sangat
digemari oleh masyarakat, karena mengingat rasanya yang nikmat dan gurih.
Keberadaan usaha kecil sangat berpengaruh dalam meningkatkan ekonomi
masyarakat lokal, karena dapat menyerap tenaga kerja, memberikan nilai tambah
pada buah-buahan dan dapat menjadi sumber pendapatan bagi pemilik usaha kecil
tersebut.
Keripik buah dan sayur adalah produk olahan buah yang diproses dengan
penggorengan sehingga bahan (daging buah) yang digoreng renyah dan berwarna
cerah. Kondisi ini tidak dapat diperoleh dengan penggorengan biasa. Selain itu
keripik buah juga memiliki kandungan gizi yang sangat baik untuk kesehatan.
2
Investasi dalam industri pengolahan mempunyai beberapa tujuan, tetapi
yang menjadi tujuan utama adalah untuk mencapai laba yang maksimum guna
kelangsungan hidupnya. Laba yang maksimum akan dapat diwujudkan apabila
perusahaan mampu menekan biaya produksi dan operasi serendah mungkin,
menentukan harga jual sedemikian rupa, dan meningkatkan volume penjualan
sebesar mungkin (Supriyono, 2005).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut merupakan langkah untuk
menuju masyarakat adil dan makmur sesuai dengan yang di tetapkan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara. Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur, merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Pembangunan ekonomi Indonesia diharapkan dapat terwujudnya
perekonomian nasional yang mandiri untuk meningkatkan kemakmuran bagi
seluruh rakyat secara selaras, adil dan merata. Sehubungan dengan itu, maka
dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi sektor industri mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan yang diharapkan
( Gitosudarmo, et all, 2002 )
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator tingkat
keberhasilan pembangunan yang dicapai. Dengan demikian makin tinggi
pertumbuhan ekonomi maka biasanya makin tinggi pula tingkat kesejahteraan
masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan.
Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan
perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi
riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan,
peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
3
Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian dengan
menggunakan bahasa berbeda oleh para ahli, namun maksudnya tetap sama
( Sukirno.S, 2002 ).
Pelaksanaan pembangunan diseluruh Daerah disamping bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan industri kecil dan rumah tangga juga untuk menjamin
adanya pemerataan pembangunan bagi seluruh rakyat dengan rasa keadilan dalam
rangka mewujudkan asas keadilan sosial. Dengan demikian, pembangunan tidak
hanya ditujukan untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga untuk mencegah
melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Pembangunan industri yang dimaksud tidak hanya industri besar dengan
teknologi canggih saja, akan tetapi perlu dikembangkan juga industri kecil dan
rumah tangga yang kebanyakan berada dipedesaan. Industri kecil dan rumah
tangga yang tersebar di sebagian wilayah Indonesia, khususnya didaerah pedesaan
menyebabkan pengembangan dari industri kecil dan rumah tangga menjadi lebih
efektif karena selain memperluas lapangan pekerjaan dan kesempatan usaha juga
dapat mendorong pembangunan daerah dan pedesaan di Indonesia. ( Sukirno.S,
2002 ).
Industri kecil seringkali dipandang sebagai bagian yang terbelakang dari
struktur ekonomi, bersifat tradisional, dan tidak punya potensi untuk
menyumbang pada pertumbuhan ekonomi. Pandangan seperti ini tidak
sepenuhnya benar karena beberapa pihak beranggapan bahwa kombinasi yang
tepat antara industri kecil, industri menengah dan industri besar dapat melahirkan
struktur ekonomi yang paling produktif ( Suryawati, 2004 ).
Selanjutnya Usaha Kecil (UK) dihadapkan pada persaingan yang lebih
ketat sehingga harus mampu menghasilkan produk atau jasa yang memiliki daya
4
saing tinggi dalam usaha memenangkan pangsa pasar, sekaligus menghindari
market misses. Setiap UK harus mampu mengimbangi perkembangan yang terjadi
pada dunia bisnis dan mampu mengatasi masalah umum yang terdapat pada UK,
yaitu konsep manajemen yang kurang baik termasuk didalamnya mental dan
budaya kerjanya, tingkat pendidikan SDM yang terkait dengan keterampilan dan
keahlian, keterbatasan modal, informasi pasar yang kurang mendukung,
penggunaan dan penguasaan teknologi yang relatif rendah, dan kurangnya
kerjasama antar UK. Untuk itu dibutuhkan pengembangan yang tepat bagi UK,
melalui perbaikan kinerja yang mampu meningkatkan daya saing dan pangsa
pasar, dan juga sesuai dengan karakteristik UK dengan segala keterbatasannya
( Kuncoro, Mudrajad. 2000 ).
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting
dari perekonomian suatu Negara ataupun Daerah. Peran penting tersebut telah
mendorong banyak Negara termasuk Indonesia untuk terus berupaya me-
ngembangkan UKM. Walaupun kecil dalam skala jumlah pekerja, asset dan
omzet, namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UKM cukup penting
dalam menunjang perekonomian. Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan yang
mendasari Negara berkembang memandang pentingnya keberadaan UKM, yaitu
(1) Kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang
produktif; (2) Sebagai bagian dari dinamika, UKM sering mencapai peningkatan
produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi; (3) Karena sering
diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dari pada usaha
besar ( Fadly, 2006 ).
Membangun ekonomi di Daerah tidak bisa dilepaskan dari peranan
Pemerintah, lembaga-lembaga keuangan dan pelaku-pelaku usaha. Pemerintah
5
sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat memberikan iklim
yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga pada akhirnya dapat mendorong
percepatan pembangunan ekonomi. Salah satu pelaku usaha yang memiliki
eksistensi penting namun kadang dianggap terlupakan dalam percaturan kebijakan
di negeri ini adalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Padahal jika kita
mengenal lebih jauh dan dalam, peran UKM bukanlah sekedar pendukung dalam
kontribusi ekonomi Nasional. UKM dalam perekonomian nasional memiliki peran
yang penting dan strategis ( Fadly, 2006 ).
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak
diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam
pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari
tumbuhnya usaha besar. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan
(up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika
tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak
akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam
pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan
langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab
Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat
mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan
UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal
mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan
kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau
modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak
dapat pula kita kesampingkan ( Kuncoro, Mudrajad. 2000 ).
6
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat sebagai bagian dari Provinsi Aceh juga
berperan penting dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
kegiatan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, maka dari itu Pemerintah Daerah
selalu bermitra dengan perbankan untuk memberi modal pada Usaha Kecil
Menengah, seperti Kredit Usaha Rakyat, Program Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM), dan Mengontrol Program PNPM Mandiri Pedesaan, Khususnya
Simpan Pinjam Perempuan/SPP, sebagai modal untuk mengembangkan kegiatan
usaha kecil menengah dan koperasi, sehingga apa yang dicita-citakan Kabupaten
Aceh Barat dalam upaya untuk mensejahterakan rakyat pada akhir nya akan
tercapai.
Berdasarkan uraian atau pembahasan diatas, maka penulis ingin meneliti
tentang ”Analisis Pendapatan Usaha Keripik di Kabupaten Aceh Barat”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas adapun
permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pendapatan usaha
keripik di Kabupaten Aceh Barat?.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan
usaha keripik di Kabupaten Aceh Barat ?.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan di atas, manfaat teoritis dapat
memberikan manfaat antara lain:
7
1. Penulis
Untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan analisis
usaha untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan
analisis pendapatan usaha keripik di Kabupaten Aceh Barat.
2. Lingkungan Akademik
Untuk dapat dijadikan bahan/acuan dalam memberikan pengetahuan dan
pengembangan keilmuan terhadap mahasiswa (i) di lingkungan kampus
dalam proses perkuliahan maupun sebagai referensi dalam melakukan
penelitian lanjutan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat paktis, diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi Pemerintah Daerah (Pemda ) penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi Pemerintah dan pihak lain yang berkompeten, agar dapat
meningkatkan produktifitas sektor industri kecil (keripik), dalam upaya
mencari pendekatan dan strategi dalam melakukan upaya untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat.
2. Sebagai bahan masukan bagi dinas-dinas terkait terutama dinas
perindustrian kabupaten Aceh Barat untuk lebih memperhatikan
peningkatan hasil usaha industri kecil, khususnya usaha keripik diwilayah
Kabupaten Aceh Barat.
1.5 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
Bagian Pertama Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian yang terdiri dari
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Bagian Kedua Tinjauan Pustaka yang meliputi pengertian usaha kecil,
pengertian pendapatan, usaha-usaha meningkatkan pendapatan, konsep industrial
district dan perumusan hipotesis.
Bagian Ketiga Metode Penelitian yang terdiri dari populasi sampel, data
penelitian yang terdiri dari jenis dan sumber data serta teknik pengumpulan data,
model analisis data, definisi operasional variabel dan pengujian hipotesis.
Bagian Keempat Hasil dan Pembahasan yang terdiri dari statistik
deskriptif variabel penelitian, karakteristik responden dan analisis pendapatan.
Bagian Kelima Simpulan dan Saran yang terdiri dari simpulan dan saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produk yang Dihasilkan
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan (Tjiptono, 2004:95).
Pada bagian ini menjelaskan keseluruhan produk yang dihasilkan. Perencanaan yang
perlu dilakukan menyangkut produk (output), terutama pada usaha manufaktur dan
industri pengolahan adalah:
2.1.1 Dimensi Produk
Dimensi produk berkenaan dengan sifat dan ciri-ciri produk yang meliputi
bentuk, ukuran, warna serta fungsinya. Produk yang berbahan baku buah dan sayur ini
disajikan dalam bentuk keripik yang disediakan dengan berbagai varian rasa dan harga.
Berbagai macam produk baik keripik buah, sayur maupun kulit antara lain :
1. Keripik buah nangka
2. Keripik buah salak
3. Keripik buah mangga
4. Keripik buah nanas
5. Keripik buah pepaya
6. Keripik buah kentang
7. Keripik buah melon
8. Keripik buah singkong
10
9. Keripik Buah Pisang
10. Keripik sayur wortel
11. Keripik sayur bayam
12. Keripik sayur kacang panjang
13. Keripik sayur terung
14. Keripik Kulit Kerbau dan Sapi.
2.1.2 Nilai/Manfaat Produk
Produk keripik buah dan keripik sayur yang ditawarkan memiliki manfaat yang
positif bagi kesehatan konsumen yang merupakan manfaat inti dari produk keripik buah
dan keripik sayur. Buah dan sayur yang diolah memiliki banyak kandungan gizi yang
bermanfaat. Produk keripik buah dan keripik sayur juga memiliki Potential Benefit
(manfaat potensial) seperti menjaga lingkungan dan memperdulikan kesehatan
pelanggan.
2.1.3 Kegunaan/Fungsi Produk
Produk konsumsi, yaitu produk yang dibeli dan digunakan oleh konsumen akhir
(pemakai akhir). Keripik buah dan keripik sayur merupakan produk yang dapat
dinikmati dengan berbagai pilihan rasa dan harga. Selain itu kandungan gizi keripik
buah dan keripik sayur yang diproses dengan alat penggoreng sistem hampa tidak jauh
berbeda dengan keadaan buah segar, karena diproses dengan menggunakan suhu rendah.
11
2.1.4 Keunggulan Produk
Keunggulan kompetitif produk kami antara lain :
1. Rasa yang sangat renyah dan gurih.
2. Kemasan yang ramah lingkungan.
3. Kesegaran dari buah dan sayur yang masih terasa.
4. Harga terjangkau dan sesuai dengan kantong konsumen.
2.2 Proyeksi Penjualan
Perencanaan kapasitas produksi dilakukan untuk semua mesin, peralatan, dan
faktor produksi lainnya sesuai dengan rencana jumlah produk akhir yang akan
dihasilkan. Dengan sendirinya, kapasitas produksi sampai dengan tingkatan yang rinci
semuanya akan mengacu pada hasil dari perhitungan peluang pasar atas produk yang
bersangkutan. Kapasitas produksi biasa dinyatakan dalam unit per periode waktu
tertentu (tahun, bulan, minggu, hari, atau jam). Untuk perencanaan strategis, proyeksi
kapasitas penjualan dilakukan dalam jangka minimal 3 tahun kedepan, sesuai dengan
rencana produksinya.
2.3 Analisis Pesaing
Strategi Pemasaran Perusahaan dilakukan berdasarkan analisa 7 P menurut Kotler
(2005) yang terdiri atas :
12
1. Price (harga)
Strategi mengenai bagaimana produk kita lebih menarik konsumen dari segi
harga dibandingkan pesaing. Umumnya konsumen lebih tertarik kepada produk dengan
harga yang lebih murah.
Pricing merupakan ekspresi nilai yang menyangkut kegunaan dan kualitas
produk, citra yang terbentuk melalui iklan dan promosi, ketersediaan produk melalui
jaringan distribusi, dan layanan yang menyertainya (Raymond Corey, 2001). Sehingga
pricing bukan semata-mata biaya produksi ditambah dengan marjin keuntungan yang
akan diambil, melainkan sebuah nilai yang mencerminkan value proposition. Harga
yang tepat akan memiliki ikatan yang erat antara pembeli dan produsen. Harga produk
tidak lebih murah daripada produk pesaing, karena harga tersebut merupakan harga yang
sudah sesuai dengan ongkos produksi.
2.4 Pengertian Usaha Kecil
Usaha kecil menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu
dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil
Menengah yaitu :
1. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
13
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini (http://www.depkop. go.id pengertian UKM di akses 17 maret
2012 ).
2.4.1 Ciri-Ciri Usaha Kecil
1. Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang
berubah;
2. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana,
keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah
membuat neraca usaha;
4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
5. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha;
6. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti
business planning.(Perencanaan Bisnis). (Mudrajad Kuncoro 2007, h.360)
14
2.4.2 Contoh Usaha Kecil
1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja;
2. Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya;
3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri mebel air, kayu dan rotan,
industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan;
4. Peternakan ayam, itik dan perikanan;
5. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih
teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antaralain, bagian
keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
6. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi
dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau
pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
7. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada
Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
8. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha,
izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
9. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
10. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
(Mudrajad Kuncoro 2007, h. 361)
15
2.5 Pengembangan Industri Kecil
Dalam konstelasi inilah, perhatian untuk menumbuh kembangkan industri kecil
dan rumah tangga (IKRT) setidaknya dilandasi oleh tiga alasan. Pertama, IKRT banyak
menyerap tenaga kerja. Kencerungan banyak menyerap tenaga kerja umumnya
membuat banyak IKRT intensif pula dalam menggunakan sumber daya alam lokal.
Apalagi karena lokasinya banyak di pedesaan, pertumbuhan IKRT akan menimbulkan
dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah
kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan ekonomi di
pedesaan. Dari sisi kebijakan, IKRT jelas perlu mendapatkan perhatian karena tidak
hanya memberikan penghasilan bagi sebagian besar angkatan kerja Indonesia, tetapi
juga merupakan ujung tombak dalam upaya pengentasan kemiskinan. Di pedesan , peran
penting IKRT memberikan tambahan pendapatan merupakan seedbed bagi
pengembangan industri dan sebagai pelengkap produksi pertanian bagi penduduk
miskin. Dengan kata lain, IKRT berfungsi pula sebagai strategi mempertahankan hidup
(survival strategy) di tengah krismon (Kuncoro 2007, h. 362).
2.6 Profil dan Sebaran Usaha Kecil
Ada dua definisi usaha kecil di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut
Undang-undang No. 9 Tahun 1995 usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang
memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 miliar dan memiliki kekayaan bersih,
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta. Kedua,
menurut kategori badan pusat statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil
16
dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah
pekerjanya, yaitu:
1. Industri rumah tangga dengan pekerja 1- 4 orang
2. Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang
3. Industri menengah dengan pekerja 20-99 orang, serta
4. Industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.( Kuncoro 2007 h. 365).
2.7 Hambatan dalam Pembangunan
Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur
perekonomian Nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun,
disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti
tngkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia,
kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan
sumber daya manusia mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan
usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, berikut adalah masalah dasar yang dihadapi
pengusaha kecil :
1. Kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar.
2. Kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur
terhadap sumber-sumber permodalan.
3. Kelemahan dibidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
17
4. Keterbatasan jaringan usaha kerja sama antarpengusaha kecil (sistem informasi
pemasaran).
5. Iklim usaha yang kurang kondusif karena persaingan yang saling mematikan.
6. Pembinaan telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta
kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil (Kuncoro 2007, hal 36).
2.8 Mencari Strategi Pemberdayaan
Strategi pemberdayaan yang telah di upayakan selama ini dapat di
klasifikasikan dalam beberapa aspek utama berikut:
1. Aspek manajerial, yang meliputi peningkatan produktivitas, omset, tingkat utilisasi,
atau tingkat hunian; peningkatan kemampuan pemasaran; dan pengembangan
sumber daya manusia.
2. Aspek permodalan, yang meliputi bantuan modal (penyisihan 1-5 persen
keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil
minimum 20% dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES,
KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, dan KKU).
3. Pengembangan program kemitraan dengan besar usaha, baik dari system Bapak
Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu- hilir (forward likage), keterkaitan hilir-hulu
(backward linkage), modal ventura, maupun sub kontrak.
4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah berbentuk PIK
(Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), atau SUIK (Sarana
18
Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI
(Tenaga Penyuluh Industri).
5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha
Bersama) dan KOPRINKA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan). (Mudrajat
Kuncoro 2007, h. 369).
2.9 Tantangan Terhadap Industri Kecil
Untuk melihat peranan industri kecil dalam perkembangan ekonomi dari waktu
ke waktu, perlu kiranya kita menengok pengalam Jepang yang telah lama dan terlebih
dahulu mengalami proses industrialisasi, di samping beberapa negara lainnya yang dapat
ditarik pelajarannya dari pengalaman yang berhasil dicatat. Penyelidikan Kazushi
Ohkawa Dan Mutsuo Tajima dari internasional Development Center Of Japan (dapat
dibaca laporan yang berjudul Small Medium Manufacturing Industries: A Comparative
Study Of Japan and Developing Nation menyajikan keterangan mengenai hal ini
sekedarnya ( Rahardjo 2005, h. 120).
2.10 Model Pengembangan Industri Kecil
Dalam pengembagan industri kecil di Indonesia, maka Pemerintah memulai
tahap baru Repelita III. Sejak tahun 1987, telah terjadi perkembangan konsep rencana
dan kebijaksanaan yang cukup mendasar di bidang industri kecil, kerajinan rumah
tangga dan industri pedesaan. Untuk pertama kalinya, GBHN 1978 secara eksplisit
menyebut”industri kecil” bersama-sama dengan istilah industri besar dan menengah.
19
Sejak itu Pemerintah secara terang-terangan telah menempuh kebijaksaan ”Berpijak di
atas dua kaki”, yaitu industri besar dan industri kecil menengah. Dalam bagian IV
tentang ”Pola Umum Pelita Ketiga”, antara lain disebutkan bahwa : ”Pembangunan
sektor industri besar, menengah, kecil dan tradisional perlu ditngkatkan dan diperluas”.
Di bagian laen dikatakan juga bahwa : ”Pembangunan industri juga diarahkan kepada
pengembangan industri kecil dan sedang yang sifatnya padat karya demi terciptanya
kesempatan kerja serta terciptanya suatu landasan pembangunan sektor industri yang
lebih luas lagi pertumbuhan lebih lanjut”. Di situ jelas, bahwa peranan industri kecil dan
menengah dinilai penting, tidak saja dalam segi kesempatan kerja, melainkan juga untuk
lebih memantapkan landasan pertumbuhan. Antara industri besar di satu pihak dan
industri kecil di lain pihak di Pandang terutama dari seginya yang komplementer,
sebagaimana dicerminkan dalam rumusan di bagian lain yang berbunyi : ”Disamping
itu perlu diusahakan agar perkembangan industri besar dan menengah hendaknya dapat
merangsang pertumbuhan industri kecil dan saling mengisi” ( Rahardjo 2005, h. 121).
2.11 Pengembangan Sektor UKM
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan
lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di
Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir
semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus
ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar.
Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak
20
akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan
UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus
diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM
sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama
dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga
sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi
pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait
dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam
maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal
masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi
yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara
keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru,
akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM,
ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan
kompetisi.
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan
dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak
mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep
pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha
(termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan
21
secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan
dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan
dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya
keterkaitan antara usaha besar dan UKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk
menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa
yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa
yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu
komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak
lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus
negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing
dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi
negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain
program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM
sebagai Program Nasional (Rahardjo 2005, h. 126).
Indonesia sebagai sebuah negara yang sedang berkembang dan terus berupaya
meningkatkan pertumbuhan ekonominya demi kemaslahatan masyarakatnya,
melakukan berbagai upaya khusus nya dalam pengembangan usaha kecil menengah,
industri rumah tangga dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, hal ini penting
dilakukan karena Usaha Kecil Menenggah, Industri Rumah Tangga dan Koperasi
merupakan soko guru perekonomian Indonesia karena ketiga unsur tersebut merupakan
pilar ekonomi Indonesia.
22
2.12 Pengertian Pendapatan
Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang baik berupa uang kontan atau
natural. Pendapatan atau juga disebut income dari seorang warga masyarakat adalah
hasil penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi
dan sektor produksi ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan
sebagai input proses dengan harga yang berlaku dipasar produksi. Harga faktor produksi
di pasar faktor produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang dipasar barang)
ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan permintaan ( Sukirno,
Kuncoro 2004).
Menurut Noor (2007, h.189) pendapatan perusahaan berasal dari penjualan,
sementara itu nilai penjualan ditentukan oleh jumlah unit terjual (quantity) dan harga
jual (price), atau lebih sederhana dikatakan fungsi pendapatan (quantity,price).
Sedangkan pendapatan industri kecil diartikan sebagai hasil yang diperoleh pengusaha
dalam mengorganisasikan faktor-faktor produksi yang dikelolanya. Setiap pengusaha
memproduksi barang dan jasa dengan tujuan memperoleh laba atau menghindari
kerugian dan untuk mengukur tingkat pendapatan dapat dicerminkan oleh jumlah barang
atau jasa yang dihasilkan oleh produsen. Apabila jumlah barang yang dihasilkan dalam
jumlah banyak dan mempunyai nilai jual yang tinggi dan biaya produksinya rendah,
maka dengan sendirinya tingkat keuntungan yang diperoleh akan tinggi.
23
2.12.1. Jenis dan Fungsi Pendapatan
Menurut Sukirno Untuk keperluan manajerial dapat dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, yaitu :
1. Pendapatan Total
Pendapatan total adalah jumlah seluruh pendapatan dari penjualan, Total
Revenue ini adalah hasil perkalian dari jumlah unit yang terjual (Q), dengan harga
jual per unit (P). Hal ini dapat dinyatakan dengan rumus persamaan matematis :
TR = P.Q.
2. Pendapatan Rata-rata atau pendapatan per unit barang dan jasa. Pendapatan rata-
rata adalah pendapatan rata-rata dari setiap unit penjualan, oleh karena itu maka
pendapatan rata-rata (AR) dapat juga dirumuskan sebagai hasil bagi dari pendapan
total dengan unit yang terjual (Q). Bentuk rumusan matematikanya adalah AR =
TR/Q = PQ/Q = P.
3. Pendapatan Tambahan Atau Penerimaan Marginal. Pendapatan tambahan adalah
tambahan pendapatan yang didapat untuk setiap unit penjualan atau produksi.
Karena tambahan ini dapat terjadi pada setiap tingkatan produksi. Dengan demikian,
maka pendapatan tambahan, atau marginal Revenue ini dapat dirumuskan sebagai
berikut : MR1 = TR1 - 1 dimana MR 1 tidak sama dengan MR 1 -1 (Sukirno, 2006
h. 187).
24
2.12.2 Usaha-Usaha Meningkatkan Pendapatan
Pada umumnya manusia merasakan bahwa penghasilan/pendapatan yang
diterima saat ini masih kurang dan menjadi masalah yang tidak akan pernah
terselesaikan. Secara umum dapat diterangkan bahwa untuk meningkatkan pendapatan
dapat digunakan beberapa cara antara lain :
1. Pemanfaatan waktu luang
Individu mampu memanfaatkan waktu luang yang tersisa dari pekerjaan yang telah
dilakukan sebelumnya menjadi kesempatan yang baru untuk menambah pendapatan.
2. Melakukan kreativitas dan inovasi
Individu harus mampu berfikir positif dan inovatif menciptakan terobosan-
terobosan yang berarti untuk dapat mencapai kebutuhan yang dirasakan masih
kurang (Sukirno, 2006 h. 189).
2.13 Konsep Produksi
Secara konsep, produksi adalah kegiatan menghasilkan sesuatu,baik berupa
barang maupun jasa. Dalam pengertian sehari-hari prodeuksi adalah mengolah input,
baik berupa barang atau jasa yang lebih bernilai atau bermanfaat.
Joersron dan Fathirrozi (2003, h. 20), menyatakan produksi merupakan hasil
akhir dalam proses dan aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau
input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah
mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.
25
Ahyari ( 2004, h. 45 ), menyatakan produksi diartikan sebagai kegiatan yang
dapat menimbulkan tambahan manfaat dan penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat
tersebut tepat serta kombinasi dari faedah-faedah tersebut diatas. Apabila terdapat suatu
kegiatan yang dapat menimbulkan manafaat baru atau mengadakan penambahan dari
manfaat yang sudah ada maka kegitan tersebut sebagai kegiatan produksi.
2.14 Faktor Produksi
Menurut Noor (2007, h.148) faktor produksi adalah segala sesuatu yang
diperlukan untuk menghasilkan produksi. Faktor produksi ini antara lain meliputi bahan
baku, bahan penolong, teknologi dan pendapatan produksi, tenaga kerja (manusia) dan
energi. Menurut Sudarman dalam Kurnia sari (2011, h. 31) faktor produksi adalah jenis-
jenis sumber daya yang digunakan dan diperlukan dalam suatu proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa. Besar kecilnya barang dan jasa dari hasil produksi
tersebut merupakan fungsi produksi dari faktor produksi. Faktor produksi dapat
dikelompokan menjadi dua macam, pertama faktor produksi tetap (fixed input) adalah
faktor produksi yang kuantitasnya tidak bergantung pada jumlah yang dihasilkan dan
input tetap akan selalu ada meskipun output turn sampai dengan nol. Kedua, faktor
produksi variabel (variable input), yaitu faktor produksi yang jumlahnya dapat berubah
dalam waktu yang relative singkat dan sesuai dengan jumlah output yanga dihasilkan.
26
2.15 Fungsi Produksi
Hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan
oleh suatu unit produksi dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi, seperti
telah dijelaskan, dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah,
modal dan keahlian keusahawanan. Di dalam teori ekonomi, dalam menganalisis
masalah ekonomi selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan
dinyatakan (tanah, modal, dan keahlian keusahawanan) adalah tetap jumlahnya. Hanya
tenaga kerja di pandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Dengan
demikian, di dalam menggambarkan hubungan di antara foktor produksi yang digunakan
dan tingkat produksi yang di capai, yang di gambarkan adalah hubungan antara jumlah
tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang dicapai (Sukirno 2006, h. 193).
Fungsi Produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukan
hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input. Setiap produsen
dalam teori dianggap mempunyai suatu fungsi produksi yaitu :
Q = f (x1, x2, x3............xn) …………………………………………………(1)
Q = Tingkat Produksi (Output)
(x1, x2, x3.......xn ) = Berbagai Input yang digunakan
Fungsi produksi menggambarkan kombinasi penggunaan input yang dipakai
oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu, hubungan antara input dan
output tercermin pada fungsi produksinya (Joesran dan Fathorrozi, 2003 h. 24).
27
2.16 Skala Produksi Dengan Satu Faktor Berubah
Skala produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara
tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk
menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut
dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal
tanah jumlahnya di anggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi di anggap tidak
mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya
adalah tenaga kerja.
Hukum hasil lebih yang semakin berkurang merupakan suatu hal yang tidak
dapat dipisah-pisahkan dari teori-teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat
pokok dari hubungan di antara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan untuk
mewujudkan produksi tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan
bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus
menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin
banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi
tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Sifat
pertambahan produksi seperti ini menyebabakan pertambahan produksi total semakin
lambat dan akhirnya ia mencapai tigkat yang maksimum dan kemudian menurun.
Dengan demikian pada hakikatnya hukum hasil lebih yang semakin berkurang
menyatakan bahwa hubungan di antara tingkat produksi dan jumlah tenaga kerja yang
digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap yaitu :
1. Tahap pertama : produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat.
28
2. Tahap kedua : produksi total pertambahannya semakin lambat.
3. Tahap ketiga : produksi total semakin lama semakin berkurang (Sukirno
2006, h. 195).
2.17 Pendapatan dan Beban sebagai pertimbangan kebijakan Produksi
Untuk produksi barang dan jasa dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan
dalam mendapatkan laba. Laba yang didapat perusahaan diperoleh dari selisih antara
pendapatan (Revenue) dengan biaya (cost), oleh karena itu, maka pertimbangan utama
atau parameter utama dalam melakukan produksi adalah pendapatan (revenue) yang
akan diterima dan biaya (cost) yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan
produksi tersebut (Sukirno, 2006 h.197).
2.18 Modal Usaha
Salah satu faktor produksi yang tidak kalah penting adalah modal, sebab dalam
suatu usaha masalah modal mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan berhasil
tidaknya suatu usaha yang telah didirikan. Modal dapat dibagi sebagai berikut :
1. Modal Tetap
Modal tetap adalah modal yang memberikan jasa untuk proses produksi dalam
jangka waktu yang relatif lama dan tidak terpengaruh oleh besar kecilnya jumlah
produksi. Modal tetap dapat berupa tanah, bangunan dan mesin yang digunakan.
2. Modal Variable (Bergerak)
29
Adalah modal yang memberikan jasa hanya sekali dalam proses produksi, biasa
dalam bentuk bahan baku dan kebutuhan sebagai penunjang usaha. Modal dapat
dikemukakan pengertiannya secara klasik, dimana modal mengandung pengertian
sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut.
Schwiedland memberikan pengertian modal dalam artian yang lebih luas, yaitu
modal meliputi baik modal dalam bentuk uang (Geldkapital), maupun dalam bentuk
barang (sachkapital), misalnya mesin, barang-barang dagangan dan lain sebagainya
(Bambang Riyanto dalam Suryananto 2005, h.37)
2.19 Perubahan Teknologi Dan Proses Kerja
Sejak pasca perang dunia II, dunia industri internasional telah mengalami
perubahan mendasar pada teknologi dan proses tenaga kerja, yakni perubahan dari
pendekatan produksi massal menjadi pendekatan produksi fleksibel. Produksi massal
dalam literatur ekonomi pembangunan disebut fordisme (fordism). Fordisme ditandai
dengan adanya lini produksi perakitan yang mengandung tingkat pembagian kerja
demikian tinggi, sehingga mempermudah tugas para pekerja menjadi operasi rutin yang
tidak banyak memerlukan keahlian maupun pelatihan. Dengan cara semacam ini,
ketepatan dan kecepatan pekerjaan di kendalikan oleh mesin, bukan oleh seorang
pekerja (Mudrajad Kuncoro 2007, h. 22)
30
2.20 Konsep Industrial District
Munculnya industri-industri hilir akan membentuk daerah Bentuk kedua daerah
industri di turunkan dari model kompleks industri (industrial complex model), yang
muncul dari teori klasik dan neoklasik. Ciri-ciri utama model kompleks industri adalah:
(1) sekumpulan hubungan, yang dapat diidentifikasikan dan stabil, antar perusahaan
terutama dalam hal hubungan perdagangan serta (2) minimalisasi biaya-biaya transaksi
spesial (misalnya, biaya transportasi, biaya telekomunikasi, dan biaya pengalapan)
dalam formasi keterkaitan yang penting, direncanakan terlebih dulu, atau dapat
diidentifikasi (Gordon, 2003).
Model ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Markunsen dan Whittaker
yang mengumukakan pentingnya hubungan vertikal antarperusahaan antara IBM dan
IKRT pada kawasan industri baru di Amerika Serikat dan daerah perkotaan di Jepang
(Mudrajad Kuncoro 2007, h.352).
Produksi dalam kegiatan ekonomi merupakan yang sangat penting, karena untuk
menghasilkan suatu barang dan jasa harus diawali dengan proses produksi, walaupun
kapasitas produksi terbatas namun juga tetap akan mendapatkan hasil dari proses
produksi. Untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi tinggi, juga harus
dibarengi dengan proses produksi yang baik pula. Baik dari sisi modal, tenaga kerja dan
input produksi itu sendiri.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha keripik yang menjadi
salah satu obyek keripik di Kabupaten Aceh Barat. Jumlah populasi usaha keripik
yang ada di Kabupaten Aceh Barat adalah 8 populasi. Lokasi yang di ambil di
Kecamatan Meureubo, Kecamatan Johan Pahlawan dan Kecamatan Kaway XVI.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang penulis ambil menjadi
obyek dalam penelitian ini, karena aspek yang diteliti terlalu luas sehingga hanya
diambil sampel dari jumlah populasi. Jumlah Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh jumlah populasi dengan 8 orang responden yang ada di Kabupaten Aceh
Barat.
Tabel 1Responden Usaha Keripik di Kabupaten Aceh Barat
No Pemilik Usaha Keripik Nama Usaha Lokasi
1 Nurhayani UD. Usaha Bacut-Bacut Samatiga2 Ratna UD. Bungong Bankemang Cot Teungoh3 Abdul Kafur UD. Sibinuang Kuta padang4 Nurhabibah UD. Fajar Harapan Suak Sikee5 Muhammad Khalid UD.Usaha Rumah Tangga Kaway XVI6 Suwarno UD. Rajawali Suak Raya7 Safrudin UD. Fajar Industri Samatiga8 Arif UD. Arif Meurebo
Sumber : Data Primer ( Diolah Januari 2013)
Tabel diatas merupakan tabel responden pengusaha keripik yang
beroperasi di Kabupaten Aceh Barat, terdapat delapan orang responden yang
sampai saat ini masih aktif memproduksi keripik.
32
3.2. Data Penelitian
3.2.1. Jenis Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Dengan pendekatan metode penelitian dari lapangan untuk mencari informasi
yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya. Teknik yang digunakan adalah
dengan menggunakan quisioner atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Penelitian Lapangan ( Field Research )
Penelitian lapangan, yaitu metode penelitian lapangan untuk mendapatkan
data dan informasi yang dapat dipercaya.
2. Penelitian Perpustakaan ( Library Research )
Penelitian perpustakaan, yaitu mengumpulkan data dan keterangan yang
dapat mempertajam orientasi dan dasar teoritis tentang masalah penelitian
yang dikaji melalui buku-buku yang berhubungan dengan karya skripsi
dalam penelitian ini.
33
3.3. Model Analisis Data
Metode yang digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan Analisis Pendapatan, analisa linier sederhana, analisis
korelasi, uji t.
3.3.1 Analisis Keuntungan Pendapatan
Perhitungan keuntungan pendapatan dari usaha keripik adalah dengan
formulasi rumus sebagai berikut:
π = TR – TC ………………………………………………(1)
Keterangan : π = Keuntungan Usaha Yang di Peroleh (Rupiah)
TR = Total Penerimaan (Rupiah)
TC = Total Biaya (Rupiah)
3.3.2. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis data untuk menguji
generalisasi hasil penelitian yang di dasarkan atas satu sampel, analisis deskrptif
ini dilakukan melalui pengujian hipotesis deskriptif. Hasil analisisnya adalah
apakah hipotesis deskriptif dapat digeneralisasikan atau tidak jika hipotesis nol
( Ho ) di terima berarti hasil penelitian dapat digeneralisasikan.
Analisis deskriptif ini menggunakan satu variable atau lebih tapi bersifat
mandiri oleh karna itu, analisis ini berbentuk perbandingan atau hubungan.
Berikut ini rumus analisis deskriptif menurut Hasan ( 2002 h.136 ) :
34
……………………………………………(2)
Dimana :
X2 = Kai kuadrat
f0 = Frekuensi yang diobservasikan
fh = Frekuensi yang diharapkan
3.4. Defenisi Operasional Variabel
Agar tidak menimbulkan pengertian ganda tentang variabel-variabel utama
pada penelitian ini, maka akan dijelaskan definisi masing-masing variabel sebagai
berikut :
Usaha Keripik (variabel x) adalah usaha yang dilakukan satu orang atau
beberapa orang dalam mengolah usaha keripik yang bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dalam ( Rupiah)
Pendapatan Masyarakat (variabel y) adalah penghasilan yang didapat dari
hasil penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor
produksi dan sektor produksi ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk
digunakan sebagai input proses dengan harga yang berlaku dipasar faktor
produksi.( Rupiah)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Analisis statistik deskriptif variabel penelitian ini digunakan untuk
mengetahui besarnya pengaruh pendapatan usaha keripik di Kabupaten Aceh
Barat, sehingga akan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kebijakan
yang harus diambil dalam rangka meningkatkan Usaha kecil Menengah,
penerimaan usaha industri keripik sebagai usaha untuk meningkatkan peranannya
terhadap pendapatan masyarakat.
Jumlah industri tradisional di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2006
mencapai 337 unit usaha yang tersebar di seluruh Kecamatan. Jenis usaha yang
banyak terdapat di Kabupaten Aceh Barat antara lain Sulaman Benang Emas,
Tukang Jahit/Bordir dan Anyaman Tikar Pandan.
Sedangkan Usaha Keripik hanya berjumlah 15 unit usaha dan yang
masih beroperasi dalam memproduksi keripik hanya 8 unit usaha hal ini lebih
disebabkan oleh karena bahan baku seperti, pisang, singkong, ubi jalar yang
mulai langka, dan juga di pengaruhi oleh harga yang semakin tinggi, karena harus
didatangkan dari daerah lain.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data primer yang
diperoleh dari sejumlah pengusaha keripik di Kabupaten Aceh Barat melalui
metode observasi, wawancara dan kuisioner sebagaimana disebutkan dalam bab
sebelumnya. Dari seluruh populasi pengusaha keripik di Kabupaten Aceh Barat
diambil 8 (delapan) pengusaha untuk dijadikan sampel karena yang masih
beroperasi menjalankan usaha tersebut hanya 8 pengusaha, Jenis usaha adalah
keripik, yang berada di beberapa kecamatan diantaranya Kecamatan Johan
36
Pahlawan, Meureubo, Kaway XVI dan Sama Tiga, industri keripik merupakan
usaha tradisional yang sudah dijalankan oleh masyakat Aceh Barat sejak dulu,
namun akhir-akhir ini usaha ini kurang diminati oleh sebagian masyarakat, karena
sulitnya memperoleh bahan baku yang semakin mahal dan sulit didapat karena
sebagian masyarakat petani yang dulu bertani menanam pisang, singkong dan ubi
jalar kini banyak yang sudah mengganti bertani dengan komoditi yang lain seperti
berkebun coklat, karet, dan sawit.
4.2. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Aceh Barat
karakteristik responden usaha keripik dapat kita lihat pada tabel berikut :
Tabel 2Nama, Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan dan Lama Berdiri Usaha Keripik
di Kabupaten Aceh BaratNo Nama Jenis Kelamin
(L/P)Umur
(Tahun)Pendidikan Lama Berdiri
Usaha (Tahun)12345678
NurhayaniRatnaAbdul KafurNurhabibahM. KhalidSuwarnoSafrudinArif
PPLPLLLL
6255655052596456
SDSMASMPSMPSMPSMASLTPSMA
253272312305
Sumber : Data Primer (Diolah Mei 2013)
Berdasarkan tabel 2 pengusaha keripik di Kabupaten Aceh Barat terdiri
dari laki-laki dan perempuan, dengan umur tertinggi 65 tahun dan umur teredah
50 tahun, pengusah keripik di kabupaten Aceh Baratb ada yang berpendidikan SD,
SMP, dan SMA. Pengusaha keripik di Kabupaten Aceh Barat sudah menggeluti
usahnya bertahun-tahun, dengan lama usaha paling lama yaitu 30 tahun.
37
4.3. Analisis Pedapatan
Perhitugan keuntungan pendapatan dari usaha keripik diperoleh dari hasil
pengurangan pendapatan yang diperoleh enganmodal yang dikeluarkan. Total
kedelapan usaha keripik tersebut mempunyai omset setiap bulannya cukup untuk
menopang kebutuhan rumah tangga dan berjalannya usaha yang mereka geluti,
keuntungan yang diperoleh masing-masing pengusaha keripik dapat kita lihat
pada tabel berikut :
Tabel 3Keuntungan Usaha Keripik di Kabupaten Aceh Barat
No Nama Usaha TotalPenerimaan
(Rp)
Total BiayaOperasional
(Rp)
KeuntunganUsaha(Rp)
12345678
UD. Usaha Bacut-BacutUD. Bungong BankemangUD. SibinuangUD. Fajar HarapanUD. Usaha Rumah TanggaUD. RajawaliUD. Fajar IndustriUD. Arif
2.000.0001.350.0001.400.0002.000.0002.500.0003.750.0003.500.0001.900.000
500.000350.000400.000500.000500.000750.000500.000400.000
1.500.0001.000.0001.000.0001.500.0002.000.0003.000.0003.000.0001.500.000
Sumber : Data Primer ( Diolah Mei 2013 )
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. UD.Bacut-Bacut
Usaha Bacut-Bacut adalah usaha keripik milik Ibu Nurhayani. Usaha
ini berada di Kecamatan Johan Pahlawan ibu Nurhayani sudah
menjalankan usaha keripik 25 (dua puluh lima) tahun lamanya dan di bantu
oleh 2 (dua) orang karyawan dengan pendapatan kotornya sebesar Rp
2.000.000,- dan biaya operasional yang di keluarkan untuk memproduksi
keripik sebesar Rp 500.000, sehingga mendapatkan keuntungan dari
kegiatan usaha tersebut Rp 1.500.000, perbulannya.
38
2. UD. Bungong Bankemang.
Usaha ini adalah usaha keripik milik ibu Ratna, kegiatan usaha ini sudah
berjalan selama 3 (tiga) tahun, banyak hal yang terjadi kadang memperoleh
keuntungan kadang juga rugi, usaha ini berada di Samatiga. Pendapatan
yang diterima dari usaha ini sebesar Rp 1.350.000,- perbulan, selanjutnya
dikurangi dengan biaya operasional sebesar Rp 350.000 sehinggaa ibu
Ratna mendapatkan keuntungan bersih perbulan dari usaha ini sebesar Rp
1.000.000.
3. UD. Sibinuang
Usaha dagang ini adalah usaha milik Bapak Abdul Kafur dengan alamat di
Jln. Gurute, bapak Abdul Kafur sudah menjalankan usaha ini selama 27
(dua puluh tujuh) tahun dengan karyawan 1 orang, sementara pendapatan
yang diterimanya dari usaha keripik tersebut sebesar Rp 1.400.000,
kemudian dikurangi biaya produksi sebesar Rp 400.000, dari hasil kegiatan
usaha keripik ini bapak Abdul Kafur memperoleh keuntungan bersih
perbulannya sebesar Rp. 1.000.000.
4. UD. Fajar Harapan
Usaha Dagang Fajar harapan adalah indutri rumah tangga pengelolaan
produksi keripik milik Ibu Nurhabibah beralamat di desa Samatiga dengan
karyawan 3 (tiga) orang. Dengan biaya produksi sebesar Rp 500.000
pengahasilan bersih setelah dikurangi biaya produksi sebesar Rp.
1.000.000.
39
5. UD. Usaha Rumah Tangga.
Usaha Dagang Industri Pengelolaan Keripik milik Bapak Muhammad
Khalid ini beralamat di Kaway XVI. Beliau sudah menjalani usaha ini
selama 3 (tiga) tahun dengan jumlah karyawannya sebanyak 8 (delapan)
orang. Pengahasilan yang di dapat dari usaha ini sebesar Rp. 2.500.000,
sementara biaya yang dikeluarkan untuk produksi sebesar Rp 750.000.
Bapak Muhammad Khalid memperoleh keuntungan dari usaha tersebut
sebessar Rp. 2.000.000.
6. UD. Raja Wali
Industri Keripik UD. Raja Wali adalah usaha milik Bapak Suwarno
dengan Alamat di Johan Pahlawan. Bapak Suwarno sudah menjalankan
Usaha ini selama 12 (dua belas) Tahun dengan karyawan 2 (dua) Orang.
Bapak Suwarno mampu meperoleh keuntungan dari produksi keripik
sebesar Rp 3.000.000, sementara biaya produksi yang harus ia keluarkan
sebesar Rp 750.000, berarti pendapatan kotor Bapak Suawarno dalam
menjalankan Usaha Produksi keripik bekisar Rp 3.750.000.
7. UD. Fajar Industri
Fajar Industri adalah usaha produksi keripik milik Bapak Safrudin yang
beralamat di Kecamatan Samatiga. Bapak Safrudin sudah menjalankan
usaha ini selama 30 (tiga puluh) tahun, dengan karyawan sebanyak 5
(lima) orang. Pendapatan Bapak Safrudin dalam menajalankan usaha
tersebut sebesar Rp 3.500.000, kemudian dikurangi biaya produksi
sebessar Rp 500.000, dengan demikian penghasilan bersih yang di peroleh
oleh bapak safrudin dari menjalankan usaha tersebut sebesar Rp.3.000.000.
40
8. UD. Arif
Usaha dagang pengolahaan industri keripik milik Bapak Arif beralamat di
Meurebo, dengan jumlah karyawan sebanyak 3 (tiga) orang. Bapak Arif
sudah menjalankan usaha produksi keripik selama 5 (lima) tahun terakhir
dengan penghasilan bersih setelah dikurangi produksi sebesar
Rp.1.500.000.
Usaha keripik di Kabupaten Aceh Barat mampu meningkatkan pendapatan
karena dilihat dari keuntungan yang diperoleh berkisar antara Rp 1.000.000
hingga mencapai Rp 3.000.000, jika diliha dari keuntungan yang di dapat dari
kegiatan usaha tersebut sebenarnya sangat menjanjikan.
41
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat
disimpukan bahwa Usaha Keripik adalah usaha yang sangat menjanjikan, dimana
dapat dilihat dari produksi sekala kecil mampu mendapatkan keuntungan
Rp 1.000.000 hingga Rp 3.000.000,00 dan Apabila diproduksi dengan skala yang
lebih besar ini akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di Kabupaten
Aceh Barat.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan demi
kemajuan usaha keripik di Kabupaten Aceh Barat antara lain sebagai berikut :
1. Sebaiknya pengusaha keripik melakukan penanaman bahan baku sendiri
untuk pembuatan keripik seperti singkong, pisang, dan ubi jalar sehingga
kelangkaan bahan baku yang selama ini menjadi kendala dapat teratasi
dengan baik, atau berupaya mengajak masyarakat disekeliling usaha
tersebut agar berupaya menyediakan bahan baku pembuatan keripik, seperti
membuat kelompok tani budidaya singkong, pisang dan ubi jalar.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat hendaknya memberikan
perhatian yang lebih kepada para pengusaha keripik agar mereka menjadi
lebih sejahtera. Perhatian dari Pemerintah antara lain berupa kemudahan
memperoleh kredit, pelatihan manajemen pemasaran dan lain-lain, sehingga
42
para pengusaha keripik lebih tertarik untuk meningkatkan usahanya di
bidang ini.
3. Kepada Dinas Pertanian hendaknya mampu memotifasi petani utuk
memprioritaskan budidaya tanaman-tanaman yang mampu mendukung
bergeraknya roda ekonomi masayarakat kecil yang saling mendukung antara
pertanian dan kegiatan usaha kecil sehingga ketersediaan bahan baku dalam
industry kecil dapat terpenuhi dan tercukupi.
4. Kepada petani diharapkan mampu mendukung keberadaan sektor industri
kecil dengan tetap menyediakan bahan baku yang yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A, 2004. Manajemen Produksi. Edisi Kedua, Penerbit BPEE UGM,Yogyakarta
Duwi, Priyanto. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Cetakan I.Mediakom. Yogyakarta.
Fadly. 2006. Kajian Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan UsahaKecil dan Menengah di Sumatera Utara. Jurnal Pengkajian Koperasi danUKM Nomor 1 Tahun I – 2006.
Gitosudarmo, Indriyo dan Basri. 2002. Manajemen Keuangan. BPFE: Yogyakarta
Gordon, 2003 Mikroekonomi Intermediate dan Penerapannya: Tujuan Perusahaanmemaksimalkan laba dan beberapa alternatif. Drs. Danny HutabaratPenerbit ERLANGGA hal 25 (2003).
Joesran dan Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba empat, Jakarta
Kurnia sari, panca. 2011. Analisis Efesiensi dan Faktor-Faktor YangMempengaruhi Produksi Industri Kecil Kabupaten Kendal. SkripsiUNDIP.
Kuncoro, Mudrajat. 2007. Ekonomi Industri Indonesia. Andi offset. Yogyakarta
________________2002. Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah danStrategi Pemberdayaan. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UniversitasGadjah Mada.
_________________. 2007. Ekonomika Industri Indonesia. ANDI Yogkyakarta.
Noor, Hendry Faisal. 2007. Ekonomi Manajerial. PT Rajagrafindo persadaJakarta.
Purwanto, Suharyadi. 2009. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern.Jakarta. Salemba
Rahardjo, Dawan. 2005. Tranformasi Pertanian, Industrialisasi dan KesempatanKerja. Universitas Indonesia (UI-Press) hal 14 ( 2005 )
Sukirno, Sadono. 2006. Makro Ekonomi Pengantar Teori. PT. Raja GrafindoPersada.
Suryananto.2005. Analisis Pendapatan Masyarakat Rumah Tangga di KabupatenBantul. Skripsi UGM. Yogyakarta
44
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: LP3ES.
Suryawati. 2004. Teori Ekonomi Mikro. UUP AMP YKPN
Widodo, Triyanto Suseno. 2004. Indikator Ekonomi Dasar PerhitunganPerekonomian Indonesia. Kanisius Yogyakarta.
http://www.depkop.go.id . Pengertian UKM di akses 17 maret 2012