1
2
ABSTRAK
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sarana
pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. Keberadaannya saat ini sangat
berpengaruh dalam penyediaan lapangan pekerjaan. UMKM juga merupakan
penyumbang PDB nasional terbesar. Kebermanfaatannya diraskan oleh
masyarakat. Meskipun begitu, pertumbuhan UMKM di Indonesia masih sangat
rendah. Salah satu penyebab utamanya adalah sulitnya akese pendanaan. Banyak
UMKM yang tidak bisa tumbuh dengan baik karena terhalang oleh sulitnya
mendapat dana sebagai modal usaha. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan peran
dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Blessing Revolver dalam memberikan akses
pendanaan terhadap masyarakat yang membutuhkannya, terutama para pemilik
UMKM. LKM yang berlokasi di Solo, Jawa Tengah ini memiliki suatu sistem
bernama Sagery Financial System yang memungkinkan dilaksanakannya pinjaman
tanpa bunga. Keberadaan LKM Blessing Revolver ini dirasakan oleh masyarakat
sekitar sangat membantu karena memberi mereka akses pendanaan yang
dibutuhkan. Pada akhirnya, keberadaan LKM Blessing Revolver ini diharapkan bias
menciptakan keuangan inklusif yang bias diakses semua orang.
Kata kunci: UMKM, LKM, keuangan inklusif, ekonomi kerakyatan
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998, Usaha Kecil
adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha
yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi
untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Secara lebih spesifik, Tambunan (2011) menyatakan bahwa UMKM
memiliki peran yang besar bagi negara berkembang, secara ekonomi dan
sosial. Pernyataan tersebut didukung oleh karakteristik UMKM sebagai
berikut:
1. Tersebar secara luas di berbagai daerah dan berperan dalam ekonomi
daerah.
2. Kemampuan dalam mempekerjakan tenaga kerja setempat sehingga
menunjang ekonomi lokal.
3. Kemampuan dalam menyediakan peluang pengembangan keahlian bisnis
dan wirausaha.
Karakteristik inilah yang membuat UMKM terus bertahan, sekalipun
dalam kondisi lingkungan bisnis yang tidak menentu dan ketat. UMKM juga
terbukti dalam menjaga ekonomi daerah dan negara ketika terjadi krisis
keuangan dunia.
Secara umum UMKM sendiri menghadapi dua permasalahan utama,
yaitu masalah finansial dan nonfinansial (organisasi manajemen). Menurut
Urata (dalam pramiyanti: 2008) masalah finasial diantaranya adalah
1. Kurangnya kesesuaian (terjadinya mismatch) antara dana yang tersedia
yang dapat diakses oleh UMKM
2. Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UMKM
3. Biaya transaksi yang tinggi, yantg disebabkan oleh oleh prosedur kredit
yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit
yang dikucurkan kecil.
4
4. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik yang disebabkan oleh
ketiadaan bank dipelosok maupun tidak tersedianya informasi yang
memadai.
5. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi.
6. Banyaknya UMKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya
manajemen keuangan yang transparan maupun kuranya kemampuan
manajerial dan finansial.
Usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) di Indonesia tumbuh
dengan baik. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa
memiliki sekitar 117,68 juta tenaga kerja sebanyak 96,87 persen diantaranya
bekerja di sektor Usaha Mikro, kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2016.
Berdasarkan sensus ekonomi tahun 2016, BPS mendapati sebanyak 26,71 juta
usaha tersebar di Indonesia dan dari data Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil menengah (Kemenkop UKM) sumbangan UMKM ke Produk Domestik
Bruto (PDB) saat ini mencapai 60,34 persen.
Dari data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2017, kontribusi
UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 61 persen terdiri
dari usaha mikro 30,3 persen, usaha kecil 12,8 persen, dan usaha menengah
14,5 persen. Sedangkan kontribusi koperasi terhadap PDB mencapai sekitar
23,12 persen.
Berdasarkan Sensus Ekonomi yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS)
pada 2017, jumlah UMKM di Jateng saat ini mencapai 4,13 juta, meningkat
13,06 persen dari tahun 2016. Dari skala skala usahanya, 4,13 juta perusahaan
atau 98,98 persen merupakan usaha mikro kecil (UMK). Sementara sisanya
sebanyak 42,48 ribu perusahaan atau 1,02 persen adalah usaha menengah besar
(UMB). Namun, dari jumlah sebanyak itu baru 63.000 UMKM yang sudah
terdaftar di Dinas Koperasi dan UMKM Jateng atau 92% di antaranya belum
terdata. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab UMKM memiliki kendala
dalam pencarian dana modal. Masalah akses terhadap pendanaan tetap menjadi
penghambat terbesar dalam pengembangan sektor ini. Dalam hal ini, lembaga
keuangan mikro menjadi salah satu alternatif pendanaan bagi pelaku UMKM.
Lembaga keuangan mikro umumnya mau memberikan pendaanan bagi
5
UMKM, bahkan yang berskala mikro yang unbankable. Salah satunya adalah
LKM Blessing Revolver yang terletak di Solo, Jawa Tengah.
Menurut Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi UKM,
Yuana Setyowati ada tiga kelemahan yang menyebabkan UMKM sulit untuk
berkembang yaitu terkait akses modal, persoalan SDM, dan teknologi. Untuk
itu perlu pemberian alternatif kepada UMKM dalam mengakses modal,
sehingga bisnis yang dijalankan UMKM bisa tumbuh, berkembang, dan dapat
bersaing dengan bisnis-bisnis usaha luar negeri lainnya. Karena ada sekitar
62,9 juta pelaku usaha UMKM pada tahun 2016. Akan tetapi dengan jumlah
yang besar itu ternyata kelasnya jauh di bawah UMKM di negara lain. Perlu
adanya dorongan baik dari pemerintah, lembaga keuangan baik bank maupun
non bank, dan badan keuangan lainnya.
Dalam kajian ini, peneliti berusaha menjelaskan bagaimana peran LKM
Blessing Revolver ini dalam pendanaan UMKM masyarakat Solo.
B. Rumusan masalah
Sulitnya akses pendanaan menjadi salah satu penghambat dalam
pengembangan UMKM di Indonesia. Lembaga keuangan mikro menjadi
alternatif sumber dana yang bisa didapatkan. Dalam kajian ini, peneliti
bertujuan mengetahui peran LKM Blessing Revolver dalam pendanaan
masyarakat, terutama dalam hal i) profil dari LKM Blessing Revolver ii)
Mekanisme program simpan pinjam iii) Perkembangan nasabah dan transaksi
LKM Blessing Revolver. Maka, pertanyaan riset yang muncul adalah:
1. Bagaimana profil LKM Blessing Revolver?
2. Bagaimana mekanisme program simpan pinjam LKM Blessing Revolver?
3. Bagaimana perkembangan nasabah dan transaksi LKM Blessing
Revolver?
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan pustaka
1. UMKM
a. Definisi
UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau Badan Usaha disemua sektor
ekonomi (Tambunan, 2012:2). Pada prinsipnya, pembedaan antara
Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UM) dan
Usaha Besar (UB) umumnya didasarkan pada nilai asset awal (tidak
termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata pertahun atau njumlah
pekerja tetap. Namun definisi UMKM berdasarkan ketiga alat ukur ini
berbeda disetiap Negara. Karena itu, memang sulit membandingkan
pentingnya atau peran UMKM antar Negara. Tidak terdapat
kesepakatan umum dalam membedakan sebuah Mikro Ekonomi (MiE)
dari sebuah UK atau UK dari sebuah UM, dan yang terakhir dari sebuah
UB. Namun demikian, secara umum, sebuah UMi mengerjakan lima
atau kurang pekerja tetap, walaupun banyak usaha dari kategori ini
tidak mengerjakan pekerja yang digaji, yang didalam literatur sering
disebut self employment. Sedangkan sebuah UKM dapat berkisar
angtara kurang dari 100 pekerja (Di Indonesia), dan 300 pekerja (Di
China). Selain menggunakan jumlah pekerja, banyak negara yang juga
menggunakan nilai aset tetap (tidak termasuk gedung dan tanah) dan
omset dalam mendefinisikan UMKM. Bahkan dibanyak negara,
definisi UMKM berbeda antar sektor, misalnya di Thailand, India, dan
China, atau bahkan berbeda antar lembaga atau departemen pemerintah,
misalnya Indonesia dan Pakistan (Tambunan, 2012:3).
Di Indonesia, definisi UMKM diatur berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi menurut UU No. 20 Tahun 2008
tersebut adalah:
7
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang.
3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam undang-undang.
Tabel Klasifikasi UMKM berdasarkan UU No. 20/2008
Yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah hasil
pengurangan total nilai kekayaan usaha (asset) dengan total nilai
kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Peran UMKM
Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji
ulang peranan usaha skala mikro kecil dan menengah (UMKM).
Beberapa kesimpulan, setidaktidaknya hipotesis telah ditarik mengenai
hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat sebagaimana
8
terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha kecil.
Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak
perang dunia II, sumbangan UMKM ternyata tak bisa diabaikan (D.L.
Birch, 1979 dalam Tambunan, 2013:3). Negara-negara berkembang
yang mulai mengubah orientasinya ketika melihat pengalaman-
pengalaman di negara-negara tentang peranan dan sumbangsih UMKM
dalam pertumbhan ekonomi. Usaha mikro kecil menengah (UMKM)
memainkan peran-peran penting didalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di Negara-negara sedang
berkembang (NSB), tetapi juga di 20 Negara-negara maju (NM). Di
NM, UMKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha
tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan dengan
usaha besar (UB). Di NSB, khususnya Asia, Afrika, dan Amerika Latin,
UMKM juga berperan sangat penting khususnya dari perspektif
kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin,
distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan. Serta
pembangunan ekonomi pedesaan (Tambunan, 2012:1). Tambunan
menambahkan, dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) dan Ekspor Non-Migas, khususnya produk-produk
manufaktur, dan inovasi serta pengembangan teknologi, peran UMKM
di NSB relatif rendah, dan ini sebenarnya perbedaan yang paling
mencolok dengan UMKM di NM.
c. Karakteristik UMKM
UMKM tidak saja berbeda dengan UB, tetapi di dalam kelompok
UMKM itu sendiri terdapat perbedaan karakteristik antara UMi, UK,
dan UM dalam sejumlah aspek yang mudah dilihat sehari-hari di NSB,
termasuk Indonesia. Aspek-aspek tersebut termasuk orientasi pasar,
profil dan pemilik usaha, sifat dari kesempatan kerja di dalam
perusahaan, sistem organisasi dan manajemen yang diterapkan di dalam
usaha, derajat mekanisme di dalam proses produksi, sumber-sumber
dari bahan baku dan modal, lokasi tempat usaha, hubungan-hubungan
eksternal, dan derajat keterlibatan perempuan sebagai pengusaha.
9
Selain hal-hal tersebut, menurut laporan BPS tahun 2006 dalam
Tambunan (2012: 6), terdapat perbedaan antara UMi, UK, dan UM
dalam latar belakang atau motivasi pengusaha melakukan usaha.
Perbedaan motivasi pengusaha sebenarnya harus dilihat sebagai
karakteristik paling penting untuk membedakan antara UMKM dan
UB, maupun antar sub-kategori di dalam kelompok UMKM itu sendiri.
Menurut laporan tersebut, sebagian pengusaha mikro di Indonesia
mempunyai latar belakang ekonomi, yakni ingin memperoleh
perbaikan penghasilan. Ini menunjukan bahwa pengusaha mikro
berinisiatif mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya sehari-hari.
Disamping itu, latar belakang menjadi pengusaha mikro karena
faktor keturunan, yaitu meneruskan usaha keluarga. Dalam hal ini,
banyak faktor keluarga yang masih dominan, yakni jika orang tuanya
seorang nelayan maka anaknya pun akan menjadi nelayan, dan
seterusnya. Sedangkan alasan ideal pengusaha mikro adalah merasa
telah dibekali keahlian tertentu. Alasan lain menjadi pengusaha mikro
adalah tidak ada kesempatan untuk berkarir dibidang lain. Selanjutnya,
Tambunan (2012:8) menjelaskan, latar belakang pengusaha kecil lebih
beragam dari pada pengusaha mikro, walaupun latar belakang ekonomi
juga merupakan alasan utama, tetapi sebagian lain mempunyai latar
belakang lebih realistis dengan melihat prospek usaha kedepan dengan
kendala modal terbatas. Sebagian besar pengusaha kecil di Indonesia
mempunyai alasan berusaha karena adanya peluang bisnis dan pangsa
pasar yang aman dan besar. Ada juga sejumlah pengusaha kecil
beralasan bahwa itu karena faktor keturunan/warisan, dibekali keahlian
dan membuka lapangan kerja baru bagi warga setempat. Meski masih
terdapat sejumlah pengusaha yang beralasan karena tidak ada
kesempatan dibidang lain dengan berbagai macam alasan, misalnya
pendidikan formal yang rendah, atau kondisi fisik yang tidak
memungkinkan. Hal ini menunjukan bahwa pengusaha kecil
mempunyai alasan yang lebih baik daripada UMi.
10
d. Perkembangan UMKM
Menurut database dari Menteri Negara Koperasi dan UKM
(Menegkop & UKM) dan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1997
dalam Tambunan (2012:8), terdapat sekitar 39,7 juta usaha mikro kecil
(UMK), dengan nilai penjualan rata-rata pertahun kurang dari Rp 1
Miliar per unit, atau sekitar 99,8 persen dari total unit usaha pada tahun
itu. Pada tahun 1998, pada saat krisis ekonomi mencapai titik
terburuknya dengan dampak negatif yang sangat besar terhadap hampir
semua sektor ekonomi di Indonesia, banyak perusahaan dari berbagai
skala usaha mengalami kebangkrutan atau mengurangi volume
kegiatan secara drastis. Pada saat itu, Menegkop & UKIM
memperkirakan hampir 3 juta UMK berhenti berusaha, dan jumlah
usaha menengah (UM) dan usaha besar (UB) yang tutup usaha, masing-
masing sekitar 12,7 dan 14,2 persen dari jumlah unit masing- masing
kelompok.
Lebih lanjut, Tambunan (2012:9) menjelaskan, pada tahun
2000, saat ekonomi Indonesia mulai pulih dari krisis ekonomi
1997/1998, tercatat ada sekitar 39,7 juta UMK, atau 99,85 persen dari
jumlah perusahaan dari jumlah perusahaan berbagai skala di Indonesia.
Pada tahun yang sama, ada sekitar 78,8 juta UM, dengan rata-rata nilai
penjualan per tahun berkisar lebih dari Rp 1 juta dan kurang dari Rp 50
miliar, atau 0,14 persen dari semua usaha yang ada. Pada tahun 2005,
jumlah UMK tercatat sekitar 47 juta, sedangkan jumlah UM mencapai
hampir 96 juta 23 unit. Pada tahun 2006, jumlah UMK mencapai sekitar
99,77 persen dari jumlah usaha yang ada di Indonesia, sedangkan
jumlah UM dan UB, masing-masing 0,01 dan 0,22 persen. Namu
demikian, laju pertumbuhan unit usaha dari kelompok UM jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan UMK. Pada tahun 2008, jumlah populasi
UMK dan UM (sebut saja UMKM) mencapai sekitar 52,3 juta unit dan
bertambah lagi menjadi 52,7 juta unit pada tahun 2009, atau 99,99
persen terhadap total unit usaha di Indonesia yang berjumlah 52, 769
juta unit usaha. Dilihat dari kesempatan kerja, pada tahun 2006, UMK
11
mempekerjakan 80.933.384 orang, atau 91,14 persen dari jumlah
angkatan kerja yang bekerja. Jumlah ini meningkat dari 70.282.178
orang pada tahun 2003, atau laju pertumbuhan sebesar 15,15 persen.
Sedangkan UM dan UB, masing-masing 4.483.109 dan 3.388.462
orang. Jumlah pekerja di UM dan UB tersebut masing-masing menurun
dan meningkat dari 8.754.615 dan 438.198 orang (atau masing-masing
dengan tingkat pertumbuhan secara bersamaan), UMKM
mempekerjakan hampir 91 juta orang dibandingkan UB yang hanya
sekitar 2,8 juta orang (Tambunan, 2012:10).
Salah satu ciri UMKM di Indonesia dan di negara berkembang
lainnya, adalah biasanya kelompok industri yang sama, berlokasi
berdekatan satu sama lain di suatu wilayah. Pengelompokan secara
geografis menurut kelompok ini, didalam literatur industri atau
UMKM, disebut klaster. Di Indonesia, banyak kegiatan UMKM,
khususnya UMK, yang tersebar di daerah-daerah memang sudah
berlangsung turun-temurun, dan umumnya setiap daerah memiliki
spesialisasi UMKM tersendiri.
e. Kondisi UMKM di Indonesia
Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah tumbuh dan
berkembang cepat dari waktu ke waktu. Perkembangan yang cukup
pesat ini berdampak pada kompetisi yang semakin meningkat.
Kompetisi yang meningkat cenderung menyebabkan tingkat
keuntungan (rate of return) yang diperoleh UMKM mengarah pada
keseimbangan. Bahkan pada kondisi tertentu, industri kecil yang tidak
mampu berkompetisi akan tergusur dari persaingan usaha (Herawati,
2003:34).
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan
tahun 1997 lalu, yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS dan krisis moneter telah mengakibatkan perekonomian
Indonesia mengalami suatu resesi ekonomi cukup besar. Krisis ini
sangat berpengaruh negatif terhadap hampir seluruh lapisan golongan
masyarakat dan hampir semua kegiatan perekonomian di dalam negeri,
12
tidak terkecuali kegiatan-kegiatan yang diakukan oleh usaha kecil dan
menengah (Tambunan, 2002:11). Berkenaan dengan perubahan yang
terjadi, secara fundamental penting bagi perusahaan untuk
mengevaluasi kembali strategi dan kinerjanya disesuaikan dengan
kondisi yang ada, sehingga mampu membangun keunggulan
kompetitifnya yang merupakan faktor kunci keberhasilan usaha untuk
dapat mengikuti kemajuan dan perubahan persaingan yang terjadi
dewasa ini.
Usaha mikro kecil dan menengah sering kali dipandang sebagai
sebuah problem (Herawati, 2003:2). Terdapat berbagai alasan mengapa
muncul pandangan seperti itu. Tinjauan pesrpektif kemampuan usaha
mikro kecil dan menengah dianggap kurang berdaya. Sehingga
pemerintah merasa perlu memberikan perhatian khusus. Perlindungan
dan bantuan usaha nampaknya menjadi suatu keharusan, mengingat
jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini cukup besar. Upaya
dalam mengatasi masalah tersebut harus menjadi agenda pembangunan
yang pokok, harus dilandasi oleh strategi penguatan dan pemberdayaan
yang tujuannya adalah memampukan juga memandirikan lapisan
pengusaha kecil.
Pandangan dari perspektif lain, usaha mikro kecil dan
menengah justru memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan usaha
besar. Hal tersebut dapat diketahui dari kemampuannya dalam melunasi
kewajiban pembayaran hutang. Hasil laporan Badan Penyehatan
Perbankkan Nasional (BPPN) tahun 2000 dalam Yuli (2005:5)
menyebutkan bahwa dari 97,6 persen nasabah bank pengutang adalah
tergolong pengusaha kecil dan menengah. Hal ini diketahui dari
besarnya nilai pinjaman yaitu rata-rata dibawah 5 miliyar. Sementara
itu, sisanya adalah pengutang dari pengusaha besar. Kemampuan usaha
mikro kecil dan menengah untuk melakukan ekspor semakin
meningkat, kendatipun krisis ekonomi belum menunjukkan perbaikan
yang cukup signifikan. Pada tahun 2000, transaksi ekspor komoditi
industri kecil diantaranya pangan, sandang, dan kerajinan mampu
13
menjangkau sebesar 3,05 miliyar dollar AS, atau meningkat dari tahun
sebelumnya. Sementara itu, hampir 60 persen dari produk domestik
bruto (PDB) berasal dari kegiatan usaha mikro kecil dan menengah.
Kondisi ini yang tidak jauh berbeda juga terjadi di masing-masing
provinsi di Indonesia (Yuli, 2009:6).
f. Konsep Pengembangan UMKM
Menurut Danoko (2008:2), dalam upaya penumbuhan usaha kecil,
perlu diketahui karakteristik serta permasalahan dan kendala yang
dihadapi oleh usaha kecil. Pada umumnya, usaha kecil mempunyai ciri
sebagai berikut:
1) Berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hokum.
2) Aspek legalitas usaha lemah.
3) Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja
yang tidak baku.
4) Kebanyakan tidak memiliki laporan keuangan dan tidak
melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan
perusahaan.
5) Kualitas manajemen rendah dan jarang memiliki rencana usaha.
6) Sumber utama modal adalah modal pribadi.
7) Sumber daya manusia (SDM) terbatas.
8) Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan,
sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban
pemilik. Kondisi tersebut berakibat kepada:
a) Lemahnya jaringan usaha serta keterbatasan kemampuan
penetrasi dan diversifikasi pasar.
b) Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya.
c) Margin keuntungan sangat tipis.
Pengembangan aliansi strategis pengusaha Indonesia menghadapi
era pasar bebas dalam pembangunan ekonomi nasional sedang dan akan
menghadapi berbagai perubahan fundamental yang berlangsung dengan
cepat dan perlu kesiapan dari pelakunya. Menurut Kartasasmita
14
(1996:1), yang dimaksud dengan perubahan fundamental tersebut
adalah:
1) Terjadi di tingkat internasional yaitu proses globalisasi dengan
perdagangan bebas dunia sebagai salah satu motor penggeraknya.
Perubahan ini mempunyai dampak langsung pada perekonomian
nasional dan usaha kecil nasional adalah globalisasi dan liberalisasi
perdagangan. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan berarti
pasar dunia akan terbuka bagi produk-produk Indonesia, dan
sebaliknya pasar domestik Indonesia pun akan makin terbuka pula
bagi produk-produk internasional. Di pasar domestik, globalisasi
menyebabkan terjadinya proses internasionalisasi sistem budaya
dengan dampak langsung terhadap perilaku knsumsi masyarakat.
Pergeseran pola konsumsi ini lepas dari preferensi masyarakat baik
sebagai individu maupun sebagai bangsa, akan menggeser pua
permintaan akan produk-produk nasional yang tidak memiliki ciri
budaya internasional. Ditinjau dari sisi permintaan, konsumen akan
membutuhkan barang dan jasa yang semakin beragam serta
menuntut jaminan kualitas yang tinggi. Tuntutan konsumen yang
semakin tinggi tersebut mendorong para pelaku ekonomi di dunia
industri manufaktur dan jasa untuk menerjemahkan selera
konsumen pada satu kepaduan produk (product integrity).
Sementara itu, ditinjau dari sisi penawaran, teknologi berperan
makin besar, dan mengubah pola produksi, terutama dengan
berkembangnya teknologi informasi yang membuka
kemungkinan-kemungkinan yang belum terlihat batas-batasnya.
Konsep desain manufaktur dan perakitan serta rekayasa keteknikan
akan mengikuti pola perkembangan yang makin terspesialisasi itu.
Faktor nilai (value) akan makin dominan dan merupakan fenomena
gobal karena tidak hanya menitikberatkan pada kualitas, tetapi juga
pada ketersediaan waktu (time avability) dan tingkat limbah yang
dihasilkan.
15
2) Perubahan fundamental kedua terjadi di dalam negeri, yaitu
berlangsungnya transformasi struktur perekonomian nasional dan
peningkatan pendapatan masyarakat yang diikuti oleh perubahan
pola konsumsi masyarakat berkenaan dengan dinamika
pembangunan ekonomi nasional itu sendiri, yaitu transformasi
struktur perekonomian dari ekonomi tradisional ke ekonomi
modern, dari ekonomi agraris ke ekonomi industri. Proses
industrialisasi akan menghasilkan permintaan yang meningkat
akan bahan-bahan baku dan barangbarang setengah jadi, serta
komponen-komponen bagi industri pada berbagai tahapannya dari
hulu ke hilir. Dengan demikian, permintaan akan berbagai jenis
barang bukan hanya meningkat, tetapi akan semakin beragam. Di
bidang jasa, juga terjadi proses yang sama, karena proses
transformasi yang sedang terjadi juga menyangkut jasa-jasa yang
akan makin penting perannya dalam struktur ekonomi yang
modern. Permintaan akan jasa akan semakin besar, baik volume,
jenis, maupun kualitasnya. Pembangunan ekonomi juga
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, begitu
pula dengan daya belinya. Hal ini berarti pasar domestik akan terus
membesar dengan permintaan akan produk-produk yang makin
tinggi kualitasnya, makin luas, dan makin banyak macamnya, serta
makin canggih teknooginya. Perubahan-perubahan ini bersifat
sangat mendasar, oleh karena itu menuntut perhatian kita bersama
untuk melakukan langkah-langkah strategis sehingga perubahan-
perubahan yang terjadi justru menjadi peluang yang dapat
dimanfaatkan oleh usaha kecil, yang jumlahnya sangat besar serta
menjadi sandaran hidup sebagian besar rakyat Indonesia, untuk
tumbuh dan berkembang secara alamiah, institusional, dan
berkelanjutan. Kedua-duanya menghasilkan hal yang sama, yaitu
memberikan kesempatan kepada dunia usaha nasional untuk
berkembang dengan kecepatan tinggi, karena proses globalisasi itu
sendiri berkembang dengan cepat. Untuk dapat memfaatkan
16
kesempatan tersebut, terdapat syarat yang harus dipenuhi, yaitu
(Kartasasmita, 1996:3):
a) Daya saing peluang yang terbuka untuk mengembangkan
usaha dalam perekonomian yang makin terbuka dan
terintegrasi dengan ekonomi dunia hanya bisa dimanfaatkan
klau dunia usaha kita memiliki daya saing. Daya saing
dihasilkan oleh produktivitas dan efisiensi serta partisipasi
masyarakat yang seluas-luasnya dalam perekonomian.
Produktivitas menyangkut kualitas sumber daya manusia dan
pemanfaatan teknologi, juga pengelolaan sumber daya alam
secara tepat yang menjamin bukan hanya perekonomian tetapi
juga keseimbangan. Efisiensi berarti sedikitnya hambatan dan
berfungsinya dengan baik ekonomi sehingga mendorong
biaya-biaya produksi menjadi semakin rendah.
b) Kewirausahaan memerlukan syarat-syarat pengetahuan untuk
bisa berusaha dalam dunia perekonomian modern, seperti
pengetahun yang minimal mengenai modal, pasar, manajemen
usaha, teknologi, dan informasi.
Berdasarkan paparan pengembangan UMKM tersebut, upaya
efektif menjadikan usaha kecil dan menengah tidak saja mandiri,
tetapi mampu beroperasi secara menguntungkan dan memberikan
kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia, tampaknya
tidak cukup hanya melalui kebijakan pemeritah. Pengusaha mikro
kecil dan menengah penting memahami tipe strategi yang
dipandang mampu meningkatkan kinerja usahanya dalam
menghadapi situasi global yang juga penuh dengan ketidakpastian.
B. Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Menurut Mandala Manurung dan Prathama Rahardja (2004:124)
menyatakan bahwa Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan yang
memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan
17
miskin serta para pengusaha kecil. Menurut Soetanto Hadinoto (2005: 72)
lembaga Keuangan Mikro didefinisikan sebagai penyedia jasa keuangan bagi
pengusaha kecil dan mikro serta berfungsi sebagai alat pembangunan bagi
masyarakat pedesaan. Menurut Direktorat Pembiayaan (Deptan, 2004) dalam
Ashari (2006:148) dinyatakan bahwa
“Lembaga Keuangan Mikro dikembangkan berdasarkan semangat untuk
membantu dan memfasilitasi masyarakat miskin baik untuk kegiatan konsumtif
maupun produktif keluarga miskin tersebut”.
C. Keuangan inklusif
Istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren pasca krisis
2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the
pyramid (pendapatan rendah yang tidak teratur, tinggal di daerah terpencil,
orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan
masyarakat pinggiran) yang umumnya unbanked yang tercatat sangat tinggi di
luar negara maju. 1) Walau mereka tergolong in the bottom of the pyramid serta
tidak mempunyai tabungan (saving) dapat dipercaya antara mereka masih
memiliki benda bergerak tidak produktif (holding) yang dipakai sehari-hari
seperti cincin/kalung dsb yang dapat diuangkan dan dipergunakan untuk hal
yang produktif seperti untuk modal usaha mikro non formal atau bercocok
tanam dan beternak, dan sebagainya. Sampai pada pemikiran inipun adakalanya
mereka lupa. Dengan menguangkan holding diharapkan bisa menjadi salah satu
jalan menyelesaikan permasalahan. Apalagi jika mereka dibantu dan dibina. 2)
Bagi sebagian masyarakat mungkin hal ini merupakan sesuatu yang mustahil
dilakukan. Memang membangun masyarakat kelas bawah (in the bottom of the
pyramid) pada umumnya tidak semudah membangun kelas atas (middle and
high income) mereka mempunyai pandangan yang terbatas, sempit dan lepas
dari pemikiran kehidupan masa depan serta suka melakukan jalan pintas.
Dengan keadaan seperti ini mereka perlu dibina karena pada dasarnya di dalam
diri mereka ada kekuatan yang perlu diluruskan untuk kehidupan masa depan.
Mental negatif seperti inilah yang perlu dilenyapkan dari diri mereka agar
mereka bisa menjadi masyarakat mandiri sesuai kemampuan mereka. 3)
18
Financial inclusion (keuangan inklusif) didefinisikan sebagai upaya
mengurangi segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non harga,
terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. 4)
Financial inclusion merupakan sebagai bentuk strategi nasional keuangan
inklusif yaitu hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari
lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau
biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabat. 5) Global
Financial Development Report (2014) mendefinsikan Financial Inclusion
sebagai
“The proportion of individuals and firms that use financial service has
become a subject of considerable interest among policy makers, researchers
and other stakeholders.’’ financial inclusion merupakan suatu keadaan dimana
mayoritas individu dapat memanfaatkan jasa keuangan yang tersedia serta
meminimalisir adanya kelompok individu yang belum sadar akan manfaat akses
keuangan melalui akses yang telah tersedia tanpa biaya yang tinggi.
Definisi lain terkait financial inclusion menurut World Bank (2008) yang
dikutip dalam supartoyo dan kasmiati (2013) adalah sebagai suatu kegiatan
menyeluruh yang bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk hambatan baik
dalam bentuk harga maupun non harga terhadap akses masyarakat dalam
menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan, keuangan inklusif adalah segala upaya
yang bertujuan untuk meniadakan segala bentuk hambatan yang bersifat harga
maupun non-harga terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan
jasa keuangan sehingga dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap
peningkatan taraf hidup masyarakat terutama untuk daerah dengan wilayah dan
kondisi geografis yang sulit dijangkau atau daerah perbatasan.
Kamalesh Shailesh C. Chakrobarty (2011) mengatakan financial inclusion
mempromosikan penghematan dan mengembangkan budaya menabung,
meningkatkan akses kredit, baik kewirausahaan maupun konsumsi dan juga
memungkinkan mekanisme pembayaran yang efisien, sehingga memperkuat
basis sumber daya lembaga keuangan yang mampu memberikan manfaat
ekonomi sebagai sumber daya dan tersedianya mekanisme pembayaran yang
19
efisien dan alokatif. Bukti empiris menunjukan bahwa negara-negara dengan
populasi penduduk yang besar, belum mempunyai akses yang luas terhadap
sektor formal lembaga keuangan dan juga menunjukan rasio kemiskinan yang
lebih tinggi dan ketimpangan yang lebih tinggi. Dengan demikian, financial
inclusion hari ini bukanlah merupakan pilihan, tetapi menjadi sebuah keharusan
dan perbankan merupakan pendorong utama untuk implementasi financial
inclusion.
D. Ekonomi kerakyatan
Menurut Mubaryo (1999), dalam bukunya yang berjudul : Reformasi Sistem
Ekonomi (dari Kapitalis Menuju Ekonomi Kerakyatan), menyatakan bahwa
ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang demokratis yang ditujukan untuk
kemakmuran rakyat kecil.
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia
yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan
menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. (Mubyarto,
2014)
Pemahaman azas kerakyatan menurut Bung Hatta bahwa kedaulatan ada
pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan) haruslah
bersandar pada perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup dalam hati rakyat
banyak, dan aturan penghidupan haruslah sempurna dan berbahagia bagi rakyat
kalau ia beralasan kedaulatan rakyat. (Hatta, 1932)
Sedangkan ekonomi kerakyatan menurut Zulkarnain (2006), di dalam
bukunya yang berjudul: Kewirausahaan (Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil
Menengah dan penduduk Miskin), ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem
ekonomi yang harus di anut sesuai dengan falsafah negara kita yang
menyangkut dua aspek, yakni keadilan dan demokrasi ekonomi, serta
keberpihakan kepada ekonomi rakyat.
Menurut A. Simarmata (1998) istilah demokrasi ekonomi yang secara tegas
terdapat pasal penjelasan, dapat ditafsirkan sebagai setara dengan ekonomi
kerakyatan. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa ekonomi
kerakyatan yakni sistem ekonomi dimana produksi dikerjakan oleh semua,
20
untuk semua, serta dibawah pemilikan anggota-anggota masyarakat. Dengan
demikian salah satu pilar dari demokrasi ekonomi itu adalah keikutsertaan
semua orang dalam kegiatan produksi.
Pemahaman tentang ekonomi rakyat dapat dipandang dari dua pendekatan
yaitu: pertama, pendekatan kegiatan ekonomi dari pelaku ekonomi berskala
kecil, yang disebut perekonomian rakyat. Berdasarkan pendekatan ini,
pemberdayaan ekonomi rakyat dimaksudkan adalah pemberdayaan pelaku
ekonomi skala kecil. Kedua, pendekatan sistem ekonomi, yaitu demokrasi
ekonomi atau sistem pembangunan yang demokratis, disebut pembangunan
partisipatif (participatory development). Berdasarkan pendekatan yang kedua
ini, maka pemberdayaan ekonomi rakyat dimaksudkan untuk menerapkan
prinsip-prinsip demokrasi dalam pembangunan. Hal ini bermakna bahwa
ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang mengikutsertakan seluruh lapisan
masyarakat dalam proses pembangunan dimana seluruh lapisan tersebut tanpa
terkecuali sebagai penggerak pembangunan. Dan pendekatan kedua ini juga
sering disebut sebagai ekonomi kerakyatan atau sistem ekonomi kerakyatan.
Sedangkan menurut Salim Siagian, dalam majalah usahawan No. 02 Tahun
XXX Februari 2001 menyatakan, bahwa ekonomi rakyat adalah suatu kegiatan
ekonomi rakyat banyak disuatu negara atau daerah yang pada umumnya
tertinggal bila dibandingkan dengan perekonomian negara atau daerah
bersangkutan secara rata-rata. Dan dalam pengertian lain menyebutkan bahwa
ekonomi rakyat (perekonomian rakyat) adalah ekonomi pribumi (people’s
economy is indigeneous economy), bukan aktivitas perekonomian yang berasal
dari luar aktivitas masyarakat (external economy). Dengan demikian, yang
dimaksud dengan ekonomi rakyat adalah perekonomian atau perkembangan
ekonomi kelompok masyarakat yang berkembang relatif lambat, sesuai dengan
kondisi yang melekat pada kelompok masyarakat.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
ekonomi kerakyatan adalah perkembangan ekonomi kelompok masyarakat
yang mengikut sertakan seluruh lapisan masyarakat dalam proses pembangunan
yang berkaitan erat dengan aspek keadilan, demokrasi ekonomi, keberpihakan
pada ekonomi rakyat yang bertumpu pada mekanisme pasar yang adil dan
21
mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dalam proses pembangunan, serta
berperilaku adil bagi seluruh masyarakat, dengan tujuan untuk peningkatan
kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan atau mayoritas masyarakat.
Konsep ekonomi kerakyatan sendiri dinyatakan dalam UUD 1945 Pasal 33,
yang menjelaskan secara terperinci mengenai (1) Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak (harus) dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan segala kekayaan yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
Ekonomi Kerakyatan juga mengacu pada amanat konstitusi nasional,
sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang mengatur
(terkait dengan) perikehidupan ekonomi nasional yaitu: Pancasila. Dengan
beberapa pendukung hokum lain yaitu :
1) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
2) Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan
dengan Undang-undang.”
3) Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga negara untuk
memperoleh pendidikan”.
4) Pasal 34 UUD 1945: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara.”
Ekonomi kerakyatan memiliki ciri-ciri yang khas berbeda dari sistem
ekonomi lainnya baik di Indonesia maupun di luar negeri. Ciri-ciri tersebut
menurut San Afri Awang, dalam Mubyarto, 2014 adalah sebagai berikut :
1) Peranan Vital Negara (Pemerintah).
2) Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
3) Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan
kerjasama (kooperasi).
4) Pemerataan penguasaan faktor produksi.
5) Koperasi sebagai sokoguru perekonomian.
22
6) Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan.
7) Kepemilikan saham oleh pekerja.
Selain memiliki ciri-ciri diatas, sistem ekonomi kerakyatan juga mengacu
pada nilai-nilai pancasila (Mubyarto: 2002) sebagai berikut:
1) Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh
rangsangan ekonomi, sosial, dan moral”.
2) Kemanusiaan, yaitu: “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga
masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi
dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.
3) Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana “nasionalisme
ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi
terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”.
4) Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi Ekonomi): “demokrasi ekonomi
berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif
menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”.
5) Keadilan Sosial, yaitu: “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil
antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi
yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam sistem ekonomi kerakyatan terdapat peran dari pemerintah untuk
ikut serta dalam menjalankan sistem tersebut yang beradasarkan pada Pasal 27
ayat 2 dan Pasal 34 UUD 1945 antara lain: (1) mengembangkan koperasi (2)
mengembangkan BUMN; (3) memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala
kekayaan yang terkandung di dalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat; (4) memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan
dan penghidupan yang layak; (5) memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
23
BAB III
METODE PENULISAN
A. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Tujuan penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui peran LKM Blessing Revolver
dalam pemberdayaan masyarakat di Solo.
2. Manfaat penelitian
Manfaat dan kontribusi yang ingin disumbangkan dari penelitian ini adalah:
a) Bagi peneliti menambah pengetahuan sekaligus penerapan teori pada
kasus yang nyata tentang peran lembaga keuangan mikro di dalam
masyarakat Solo Raya.
b) Bagi masyarakat mengetahui keberadaan LKM sebagai saluran
pendanaan untuk pengembangan usaha.
B. Metode Penelitian
1. Populasi dan sampel
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek yang
karakteristiknya hendak diduga. Dalam penelitian ini, populasinya adalah
warga desa Mojosongo. Menurut Djarwanto dan Pangestu Subagyo
(1993;107) sampel adalah sebagian populasi yang karakteristiknya hendak
diduga dan dianggap mewakili populasi. Sampel penelitian adalah anggota
LKM Blessing Revolver.
2. Sumber data
Data primer, yaitu data yang diambil langsung dari obyek yang
diteliti. Dalam hal ini pengelola LKM Blessing Revolver dan anggota LKM
Blessing Revolver. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari dokumen
yang diambil dari instasi-instasi terkait LKM Blessing Revolver.
24
C. Metode Analisis Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan
dokumentasi. Wawancara, yaitu teknik pengambilan data dengan cara tanya
jawab langsung pada pengelola dan anggota LKM Blessing Revolver yang
berhubungan dengan keterangan-keterangan mengenai gambaran umum LKM
Blessing Revolver. Dokumentasi, yaitu suatu metode pengumpulan data yang
bersifat sekunder dengan jalan mempelajari dokumen yang diperlukan untuk
mendukung validitas data.
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Profil LKM Blessing Revolver
a) Tentang Blessing Revolver
Blessing Revolver Bank (BRB) mengawali perjalanan sebagai lembaga
keuangan mikro setelah resmi berdiri pada 25 Maret 2015 di kota Solo.
Diprakarsai oleh (alm) Raden Muhammad Adnan Sagery, inisiator
sekaligus pemilik Blessing Revolver Bank. BRB mendedikasikan diri
sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia yang
berorientasi non-profit. Berawal dari rasa prihatin mengenai kondisi sosial
ekonomi masyarakat bawah, Sagery, atau yang akrab dipanggil mas Egy,
punya keinginan untuk membantu sesama. Suatu hari, ketika beliau makan
di warung, anak dari penjual warung tersebut memperlihatkan ekspresi
tidak suka dengan perilaku pembeli yang sering membuang makanan.
Padahal menurut sang anak, bila makan secukupnya, bisa memberi
kesempatan orang lain untuk makan. Pengalaman menarik ini menggugah
mas Egy untuk memikirkan ide bagaimana cara untuk membantu
masyarakat dalam wujud yang dapat produktif.
Kemudian muncul pemikiran kredit mikro bagi masyarakat dengan
konsep pinjaman ringan tanpa bunga, tanpa jaminan, tanpa bagi hasil, serta
angsurannya menyesuaikan kemampuan nasabah. Terinspirasi dari
semangat sedekah, orang-orang diajak untuk saling berbagi, rela
berkorban membantu sesama. Dari pemikiran sederhana ini, lahir Blessing
Revolver Bank. Selanjutnya, Mas Egy melakukan langkah awal dengan
membuka rekening tabungan untuk mengelola modal bank. Modal awal
berasal dari pemilik dan anggota lembaga yang menyisihkan
pendapatannya. Anggota merupakan para donatur yang secara sukarela
ingin membantu orang lain. Tidak ada paksaan mengenai besarannya.
Mulanya, para anggota merupakan rekan kerja mas Egy di BPR Sukadana.
Bersyukur, anggota kian bertambah seiring dengan publikasi yang
dilakukan kepada orang-orang terdekat. Dari modal tersebut, mas Egy
26
memulai kegiatan dengan mencari pelaku usaha kecil yang membutuhkan
dana untuk modal usaha. Dalam kurun waktu 4 bulan, BRB telah memiliki
22 anggota donatur yang secara rutin bersedekah untuk kegiatan bank.
Bersyukur, hingga saat ini semakin menunjukkan perkembangan yang
positif dan maju. Mengenai pemberian nama, berasal dari dua kata,
“Blessing” dan “Revolver”. “Blessing” dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan “berkah” sedangkan “Revolver” merupakan sejenis senjata
api.
“Berkah” menjadi representasi akan harapan suatu kehidupan yang
tentram dan saling membantu dengan ketulusan hati. Kemudian,
“Revolver” dapat merujuk kepada mekanisme dalam senjata tersebut
dimana setiap kali pelurunya habis, selongsong senjata harus diputar untuk
mengisi ulang peluru. Sehingga “revolver” dimaknai sesuatu yang
“diputar” atau “digilir”. Karenanya, Blessing Revolver Bank manifestasi
dari suatu filosofi sekaligus konsep “Bank dengan Berkah Bergilir”.
Pinjaman yang diberikan kepada nasabah akan terus dan selalu diputar
bagi masyarakat bawah (selaku segmen nasabah) yang membutuhkan.
Mekanisme diterapkan dengan prinsip memudahkan nasabah. Azas
kekeluargaan dan kejujuran sangat dijunjung tinggi. Pada suatu muara
kehidupan, impian akan kehidupan yang berkah dan sejahtera adalah yang
ingin dicapai Blessing Revolver Bank.
Kredit mikro menjadi fokus dalam program BRB. Bank mencari calon
nasabah yang membutuhkan pinjaman dana berskala kecil. Diutamakan
untuk kegiatan produktif. Selain kredit mikro, juga terdapat fasilitas
tabungan (saving) berskala mikro. Nasabah dapat menabung dengan
nominal sekecil apapun, kemudian dihimpun sebagai tabungan mereka.
Untuk pelayanan tabungan, BRB bekerjasama dengan BPR Sukadana di
kota Solo sebagai tempat tabungan terpercaya.
Hingga saat ini, nasabah BRB telah mencapai kurang lebih 54 orang,
dengan dana berputar mencapai 35 juta. Seiring waktu, BRB terus memacu
semangat guna menjangkau lebih luas manfaat bagi masyarakat. Sejalan
dengan visi “menjadi LKM non-profit yang secara sukarela membantu
27
masyarakat untuk hidupmandiri dengan dukungan pinjaman tanpa
jaminan, tanpa bunga, dan tanpa bagi hasil”.
Berbagi dalam kebahagiaan berbagi. Harapan terbesar kami, semakin
banyak masyarakat yang sadar untuk ringan bersedekah. Berbagi yang
sedikit untuk kemudian kembali saling berbagi, menumbuhkan tatanan
masyarakat yang setara dalam kesejahteraan.
b) Visi dan Misi
Visi Blessing Revolver Bank “menjadi LKM non-profit yang secara
sukarela membantu masyarakat untuk hidup mandiri dengan dukungan
pinjaman tanpa jaminan, tanpa bunga, dan tanpa bagi hasil”. Misi Blessing
Revolver Bank:
1) Mencari nasabah-nasabah potensial.
Dimaksudkan nasabah yang mempunyai komitmen untuk
bekerjasama dan kemauan tinggi untuk meningkatkan taraf hidupnya
menjadi lebih baik melalui pemanfaatan pinjaman dengan pengelolaan
yang baik.
2) Mencari anggota-anggota baru.
Hal ini dimaksudkan agar semakin banyak orang yang sadar
dengan kegiatan BRB serta secara sukarela mau dan mampu untuk
menjadi anggota turut serta menambah jumlah modal kegiatan BRB.
3) Rekrutmen relawan operasional
Para relawan operasional merupakan agen-agen yang membantu
kegiatan operasional meliputi mencari calon nasabah BRB dan
melaksanakan aktivitas transaksi keuangan antara nasabah dengan
BRB.
4) Memberikan kredit mikro tanpa jaminan, tanpa bunga, dan tanpa bagi
hasil secara sukarela. Hal ini merupakan tujuan kegiatan utama BRB.
c) Tujuan
Aktivitas yang BRB jalankan diarahkan pada tujuan:
1) Menjadi lembaga keuangan mikro non-profit yang sistemnya
diadaptasi ke dalam sistem lembaga-lembaga keuangan lain.
2) Membangun kemandirian serta rasa tanggung jawab kepada para
28
nasabah yang melakukan pinjaman dana.
3) Menjadi role model bagi LKM lain dalam mewujudkan lembaga
keuangan mikro yang murni dan tulus membantu masyarakat kecil,
tanpa akumulasi modal.
4) Menjadi alternatif bagi pemerintah sebagai salah satu platform
program pengentasan kemiskinan sekaligus peningkatan
kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
5) Mampu mewujudkan cita-cita lama bangsa Indonesia yang berdiri di
kaki sendiri (BERDIKARI).
d) Nilai-Nilai Blessing
BRB menyakini budaya perusahaan yang baik akan menjadi ruh
yang senantiasa menjaga dan menggerakkan. BRB telah menerjemahkan
budaya perusahaan dalam bentuk nilai-nilai untuk dipatuhi bersama.
Proses internalisasinya ditanamkan secara rutin dalam aktivitas
operasional yang dijalankan, tidak hanya pengelola, tetapi juga nasabah,
sehingga meresap dalam jiwa setiap insan. Proses dua arah ini secara
bertahap dan berkesinambungan akan membawa kita bersama pada iklim
kekeluargaan yang kondusif, tidak hanya sekedar orientasi bisnis semata.
Inilah yang menjadi substansi BRB yaitu tumbuh rasa empati dan
melupakan egoisme diri. Adapun nilai-nilai Blessing:
1) Mandiri
Mentalitas yang kuat terhadap potensi diri dan menebarkan energi
positif kepada orang lain.
2) Berbagi
Kesadaran dan ketulusan untuk mengikis egoisme diri dengan
kerelaan saling berbagi terhadap apa yang kita miliki.
3) Tanggungjawab
Menjaga amanah, etika profesional dan saling melakukan perbaikan
secara berkesinambungan.
4) Kepercayaan dan Kejujuran
Terjalin rasa saling percaya sebagai modal utama terbentuknya
suasana kekeluargaan dengan penuh kejujuran.
29
5) Tenggang rasa
Memiliki empati terhadap sesama dan lingkungan.
e) Keunggulan
Didasari pada keinginan untuk murni membantu masyarakat,
sehingga BRB memberikan kredit mikro pada masyarakat dengan:
1) Tanpa jaminan apapun.
2) Bunga 0%.
3) Angsuran disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi nasabah.
f) Struktur Organisasi
Saat ini struktur organisasi di BRB masih sederhana dan saling
menyesuaikan. Dikarenakan belum adanya status tetap dalam
keanggotaan BRB kecuali Pengawas, Direktur Utama dan General
Manager.
Gambar 1 Struktur Organisasi Blessing Revolver
g) Produk dan Layanan
1) Pinjaman Produktif
Pinjaman produktif bertujuan memberi kemudahan bagi
masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan bantuan modal
usaha.
2) Pinjaman Non-Produktif
Pinjaman non-produktif memudahkan akses bagi masyarakat
menengah ke bawah yang memerlukan bantuan keuangan mendesak
untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan segala bentuk
kebutuhan dengan alasan yang dapat diterima dan dipertimbangkan.
3) Tabungan
Membantu nasabah untuk memiliki tabungan, baik untuk
keadaan darurat maupun untuk simpanan masa depan. Setidaknya
30
masyarakat diajak untuk mengurangi perilaku konsumtif. Tujuan
jangka panjang, tabungan diarahkan dapat meningkatkan kualitas
dan produktivitas masyarakat.
B. Mekanisme Blessing Revolver
Gambar 2. Model Bisnis Blessing Revolver Bank
Murni lahir dari buah pemikiran alm. R. Muhammad Adnan Sagery
tentang solusi alternatif untuk memperbaiki keadaan atas ketidakadilan yang
banyak terjadi di masyarakat. Menurutnya, ketidakadilan dapat diruntuhkan
dengan semangat rela berkorban. Sagery Financial System merupakan sistem
keuangan non-profit dengan konsep tanpa jaminan, tanpa bunga, dan tanpa
bagi hasil, dengan angsuran menyesuaikan kemampuan nasabah. Diutamakan
pinjaman produktif. Rela berkorban diwujudkan dengan nasabah memberi
dana sukarela diakhir pelunasan sesuai dengan kemampuan. Kemudian dana
disalurkan kembali pada masyarakat yang membutuhkan. Dilakukan secara
sukarela dengan berasaskan kepercayaan dan kekeluargaan.
Tujuan dan harapan mendasar adalah meningkatnya kesadaran
masyarakat Indonesia dalam 3 hal yakni :
1) Sadar untuk menabung.
31
2) Sadar untuk berbagi dengan orang lain.
3) Sadar untuk hidup mandiri dan tidak bergantung dengan pihak lain.
C. Perkembangan LKM Blessing Revolver
Seiring berkembangnya kegiatan BRB, juga adanya pengelola yang baru,
sejak Januari 2017 pencatatan segala aktivitas telah dilakukan secara teratur.
Karenanya, kinerja dapat terukur dan dituangkan dalam sebuah laporan
perkembangan.
a) Profil demografi
1) Usia
Usia para nasabah mayoritas para ibu usia 40 s.d 49. Usia dibawah
40 tahun juga memiliki persentase yang besar. Dengan jumlah usia
produktif yang tinggi, para nasabah sangat berpotensi diarahkan pada
kemandirian perekonomian, pengelolaan rumah tangga yang baik, dan
perubahan cara pandang mengenai uang dan pendidikan bagi anak-
anaknya.
Grafik 1 Kelompok Usia Nasabah
2) Pendidikan
Perlu menjadi perhatian khusus ketika perempuan dengan
pendidikan hanya sampai jenjang sekolah menengah, berada pada
persentase yang cukup besar. Berkenaan dengan peran penting
perempuan dalam keluarga, tingkat pendidikan sudah bisa menjadi
bahan prediksi mengenai bagaimana pembelajaran dan pengelolaan
dalam rumah tangganya.
Fakta temuan di lapangan, perempuan dengan pendidikan
dibawah SMA (yaitu SMP, SD) dan ada juga yang tidak tamat
32
sekolah, ternyata persentasenya hampir mendekati 50 %. Meskipun
memang, yang berpendidikan SD dan tidak tamat SD adalah usia 50
keatas, generasi dimasa mudanya tak punya kesempatan mendapat
pendidikan yang tinggi. Perempuan dengan pendidikan SMP
persentasenya cukup besar, dan mereka merupakan usia produktif (20
- 40 tahun). Komposisi yang demikian, menjadi sebuah tantangan
dalam proses pemberdayaan. Sejauh ini, pendekatan komunikasi aktif
dilakukan untuk merangkul mereka.
Gambar 3 Tingkat Pendidikan Nasabah
3) Pekerjaan
Angka tertinggi dari pekerjaan nasabah adalah karyawan swasta.
Namun, bukan karyawan kantor, melainkan pelayan toko dan pelayan
rumah makan. Kemudian, jenis pekerjaan sebagai pedagang kecil,
seperti membuka warung jajanan, membuat makanan lalu dititipkan
ke warung-warung. Pedagang keliling seperti berdagang makanan
matang dengan sepeda, es keliling. Pedagang pasar, seperti pedagang
jajan pasar, pedagang ayam, pedagang sembako. kategori pedagang
diperuntukkan bagi pedagang dengan skala yang agak besar, hanya
saja dari segi pengelolaan masih tradisional. Jenis pekerjaan dalam
kategori buruh, yaitu buruh jahit popok bayi, bekerja pada orang lain.
33
Grafik 2 Pekerjaan Nasabah
4) Penghasilan
Pada persentase tertinggi, yaitu 44.45 % didominasi gaji karyawan
swasta seperti pelayan toko. Untuk pedagang sendiri, berada di grafik
berwarna hijau dan merah. Penghasilan ini sudah dikurangi modal.
Besar kecilnya penghasilan pedagang dapat dipengaruhi banyak
faktor, diantaranya ketekunan individunya. Penghasilan pada grafik
berwarna kuning dan biru mewakili karyawan kantor dan pedagang
yang memang dapat mengelola barang dagangan dengan baik.
Dari pengamatan dan interaksi dengan nasabah, keberhasilan
usaha yang dijalankan sebanding dengan aspek moralitas. Pedagang
yang ramah dan senang sedekah realitasnya memang rezekinya sangat
lancar. Begitupun dengan karyawan yang baik, banyak orang yang
peduli.
34
Grafik 3 Penghasilan Nasabah
5) Domisili
Tentu sebagian besar nasabah berdomisili di Solo dan sekitarnya.
Mengenai luar Solo, dikarenakan hubungan teman atau kolega yang
sudah saling mengenal. Dengan lingkup regional Solo sebagai
permulaan, diharapkan kedepan dapat menjadi sebuah acuan
pengelolaan lembaga keuangan non-profit
Gambar 4 Domisili Nasabah
b) Motif meminjam
Alasan modal usaha menjadi motif yang banyak mendasari nasabah
meminjam dana. Adapula yang meminjam untuk kebutuhan mendesak
seperti kebutuhan bayar sekolah. Alasan lainnya untuk kesehatan seperti
biaya opname. Alokasi dana yang tidak sesuai dengan alasan awal
meminjam dana, suatu hal yang sangat mungkin terjadi. Bahkan sudah
menjadi hal umum menjadi bagian dari kondisi kultural masyarakat. Hal ini
terjadi juga pada nasabah BRB. Merespon kondisi demikian, pihak
pengelola sangat berhati-hati dalam menerima pengajuan nasabah, dan
dilakukan wawancara mendalam sebelum menyetujui permohonan nasabah.
Adapun ketidaksesuaian alokasi tidak dapat dihindari, pengelola berupaya
melakukan pendekatan kepada masing-masing nasabah agar perlahan bisa
mengurangi potensi ketidaksesuaian ini. Bagaimanapun, karakteristik
masyarakat terbentuk karena lingkungan dan dapat pula berubah
karenapemahaman yang baik.
35
Gambar 5 Motif Meminjam Nasabah
c) Perkembangan nasabah
Jumlah nasabah semakin bertambah, tercermin dari grafik jumlah nasabah
yang menunjukkan tren peningkatan. Pada bulan Mei 2018, satu orang
nasabah keluar dari keanggotaan. Alasan sebenarnya karena intervensi
suaminya dan kekhawatiran dari segi pengelolaan. Peningkatan jumlah
nasabah tidak serta merta meningkatkan tren angsuran. Grafik mengangsur
menggambarkan tren mendatar. Menunjukkan satu kali kenaikan pada saat
jumlah nasabah bertambah (namun pada wilayah yang berbeda), yaitu pada
saat ibu-ibu di wisma melati bergabung sebagai anggota.
Grafik 4 Perkembangan Nasabah dan Transaksi
Grafik menabung menunjukkan tren peningkatan. Tetapi bila
dibandingkan dengan grafik jumlah nasabah yang sama-sama
menggambarkan tren peningkatan, perlu dilihat kembali bahwa margin
peningkatan grafik jumlah nasabah lebih tinggi dari margin jumlah orang
36
yang menabung. Kondisi ini mengindikasikan masih rendahnya tingkat
kesadaran menabung dan pengelolaan uang rumah tangga yang cenderung
defisit. Defisit sangat kentara pada momentum tertentu, terutama hari raya
idul fitri, nasabah banyak yang mengambil tabungan. Alasan mengambil
tabungan adalah memenuhi kebutuhan hari raya. Sedikit beranalogi, bisakah
tabungan yang baru beberapa ratus ribu tersebut tidak diambil meskipun hari
raya?. hari raya seakan momen menghabiskan uang, membelanjakan uang
sebanyak-banyaknya, kemudian setelah hari raya kembali pada kesibukan
mencari uang. Uang seperti siklus periodik. Ini gambaran pengelolaan uang
yang tidak sehat pada mayoritas rumah tangga di Indonesia.
Hal yang menarik untuk diulas adalah mengenai tren grafik sukarelawan
yang sangat sedikit jumlah angkanya, berjarak jauh dengan jumlah nasabah
maupun jumlah orang yang mengangsur. Frasa “tanpa bunga”, tanpa bagi
hasil”, “membantu sesama” agaknya belum menggiring kepekaan masyarakat
untuk sukarela memberi untuk membantu orang lain. Tindakan nyata mau
memberi sukarela muncul setelah ditawarkan ajakan untuk membantu orang
lain sesuai kemampuan.
d) Perkembangan transaksi
Grafik pinjaman dan angsuran menunjukkan pola tren yang sama. Dapat
dianalisa terdapat korelasi antara jumlah nasabah dan jumlah uang transaksi,
sebagai penguat fakta mengenai tingkat kelancaran perputaran dana.
Berbanding terbalik dengan potret tren grafik tabungan dan grafik sukarela
yang menurun sangat tajam. Pada caturwulan V bertepatan dengan
momentum kenaikan kelas anak sekolah dan hari raya idul fitri, tingkat
pengambilan dana tabungan cukup tinggi.
Cara pandang masyarakat tentang uang tabungan, umumnya masih
menempatkan uang tabungan sebagai cadangan mendesak, ataupun sebagai
persiapan hari raya. Belum pada memposisikan uang tabungan sebagai
peningkatan kualitas dan produktivitas. Fenomena ini menjadi jawaban
mengapa konsumsi hari raya sangat tinggi, masyarakat banyak menghabiskan
dana untuk momen lebaran, baik untuk belanja maupun hiburan. Implikasi
37
yang logis, ketika tingkat konsumsi tinggi, orientasi terfokus pada konsumsi,
kesadaran untuk memberi sukarela menjadi dan atau masih rendah.
1) Pinjaman
Jumlah angsuran menggambarkan porsi sekitar separuh dari
jumlah pinjaman. Sementara jumlah pengangsur sama (tren datar). Bila
dikaitkan dengan perilaku sosial masyarakat saat ini, tingkat
pengembalian yang rendah.
Grafik 5 Perkembangan Transaksi Pinjaman
Tidak hanya berbicara perilaku ekonomi, tetapi kondisi sosial
dimana moralitas masyarakat tentang penghargaan, sopan santun,
empati, mulai tergerus oleh egoisme dan ketidaksopanan.
Kompleksitas yang terjadi pada realita masyarakat berhulu dari
moralitas. Arus moralitas yang mengalir dari hulu bersamaan dengan
arus modernisasi, dibendung dengan perbaikan kualitas di tingkat hilir.
Modernisasi tidak dapat dihindari, yang dapat dilakukan hanya
mengelola hilir agar mampu menampung dengan porsi yang seimbang.
Ketidakseimbangan hanya akan mengorbankan generasi masa depan dan
orang-orang yang lemah.
2) Tabungan
Tabungan masih diposisikan sebagai cadangan jangka pendek.
Begitupula dengan pola konsumsi masyarakat yang belum terkendali
pada momentum tertentu dan sesaat seperti lebaran. Kualitas dan
produktivitas belum menjadi prioritas utama dalam hidup, sehingga
38
ketika dihadapkan pada kebutuhan yang sangat mendesak dan penting
seperti kesehatan dan pendidikan, hutang menjadi pilihan, dan tabungan
sebagai cadangan membayar hutang. Bentuk tabungan yang banyak
dipakai masyarakat di akar rumput adalah arisan. Arisan menjadi andalan
dan ditunggu, untuk kemudian dipakai membayar hutang ataupun
kebutuhan paling penting dalam jangka pendek.
Grafik 6 Perkembangan Tabungan
Ternyata, arisan tidak hanya sebagai andalan membayar hutang,
tetapi juga tempat investasi para ibu-ibu, dengan cara menabung
sebanyak-banyaknya, dana tersebut diputar melalui pinjaman, dan
kembali dengan bunga tinggi. Temuan istilah baru, saham arisan.
3) Sukarela
Pertambahan jumlah sukarelawan dan jumlah dana sukarela
yang diberikan, masih sangat kecil jumlahnya. Grafik tren pada cawu
IV dan cawu V sangat menurun tajam. Memberi tanpa diminta belum
menjadi kesadaran. Untuk tumbuh menjadi kebiasaan, adalah hal yang
mendesak untuk diupayakan.
39
Grafik 7 Perkembangan Transaksi Sukarela
e) Rata-rata pinjaman
Persentase terbesar rata-rata pinjaman adalah 1 sampai kurang dari 1.5
juta. Besarnya pinjaman hanya memiliki selisih sedikit dengan rata-rata
penghasilan per bulan, bahkan sama. Komposisi hutang dan penghasilan yang
sama besar, mempersulit masyarakat keluar dari lingkaran defisit
pengeluaran, pengeluaran dengan dominasi kebutuhan primer.
Grafik 8 Jumlah Rata-rata Pinjaman
f) Tingkat pengembalian dana
Dengan tingkat pengembalian dana yang rendah, kebijakan yang diambil
dalam menghadapi potensi kredit macet dengan cara pendekatan
kekeluargaan. Stimulus berupa motivasi dan keramahan, diharapkan perlahan
40
dapat mengetuk hati nasabah. Penyelesaian beragam kendala dikaji secara
kasus per kasus agar tetap mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan.
Gambar 6 Tingkat Pengembalian Dana
D. PROSPEK USAHA
Gambar 7 Tinjauan Industri: Infografis Kondisi Ekonomi Dan Industri
Keuangan
41
Gambar 8 Tinjauan Industri: Posisi BRB dalam IJK
Industri perbankan, baik di Indonesia maupun di dunia, selalu bergerak
dinamis dengan perubahan yang sangat fluktuatif. Stabilitas ekonomi sangat
mempengaruhi iklim perbankan. Hal sederhana yang dapat kita renungkan
bersama, bila usaha berakar pada pemberdayaan ekonomi masyarakat bawah,
cakupan akarnya dapat menjangkau hingga ke bagian dalam, tempat dimana
sumberdaya alam, sumber keuangan, dan sumber daya manusia berasal.
Model bisnis saat ini sudah saatnya dikembangkan kearah investasi
sosial dengan mengelola modal sosial. Model ini dirasa sebagai solusi bagi
permasalahan ekonomi sosio kultural yang sudah lama memberi implikasi pada
krisis multidimensional di masyarakat.
Mengusung konsep sosial, modal menjadi milik seluruh anggota
masyarakat, sedangkan investasi yang berasal dari pengelola (pembiayaan &
pemberdayaan) akan membentuk sinergisitas antara pengelola dan masyarakat.
Profit dan deviden yang diterima pengelola dan masyarakat akan lebih banyak
berbentuk non-materiil (kemandirian & kekeluargaan). Uang hanya sebatas
murni untuk menjaga kontinuitas lembaga dan program agar laju bisnis
senantiasa berjalan.
42
Gambar 9 Model Usaha Blessing Revolver Bank (BRB)
Idealnya, bisnis dijalankan secara integratif guna mengurai rumitnya
krisis dimensional. Poinnya terletak pada bangunan mentalitas masyarakat
berpijak pada kearifan lokal, yang selama ini semakin terkikis arus globalisasi.
Sehingga bentuk bisnis yang dijalankan dengan menggandeng elemen
masyarakat sampai cakupan terkecil yaitu keluarga. Implementasinya berupa
melibatkan masyarakat dalam sebuah ekosistem yang kecil (lingkup RT)
melalui pendampingan dan pemberdayaan oleh para intelektual dengan cara
musyawarah, pendidikan karakter, usaha yang bisa dijalankan bersama, hingga
pengelolaan sampah dan drainase.
Untuk sampai pada solusi integratif, sudah pasti dibutuhkan komitmen
tinggi dan usaha yang optimal. Tetapi, dengan pemahaman tersebut, Blessing
Revolver Bank selalu optimis menjalankan roda bisnis dengan berorientasi
non-profit. Semoga cita-cita akan masyarakat yang sejahtera secara ekonomi
dan berperadaban maju, dapat terwujud.
Harapan kami, semua elemen masyarakat dapat bersama melakukan
upaya optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Adalah suatu kebahagiaan bagi
kami apabila konsep ini dapat membantu pemerintah mengatasi ketimpangan
sosial. Sebagaimana gagasan dan cita-cita Bung Hatta mengenai ekonomi
kerakyatan.
43
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bagian sebelumnya, telah dipaparkan kajian terhadap
Lembaga Keuangan Mikro Blessing Revolver. Ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan dari kajian ini anatara lain mengenai peran mereka dalam
perekonomian masyarakat dan mekanisme simpan pinjam yang ada kredit
mikronya serta perkembangan dari lembaga keuangan ini sejak awal
berdirinya.
Kesimpulan pertama, lembaga keuangan Blessing Revolver
merupakan sebuah lembaga keuangan kredit mikro yang bertujuan untuk
memberikan inklusi keuangan kepada orang- orang berada di kalangan
masyarakat menengah kebawah. Pengguna jasa keungan ini terutama adalah
para pemilik usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang oleh bank
konvensional akan dimasukan dalam golongan unbankable dengan alasan
tidak memiliki jaminan untuk kredit mereka. Dengan memberikan kredit
tanpa bunga dengan Sagery Financial System, LKM Blessing Revolver
berusaha mendorong agar aktivitas perekonomian masyarakat kelas
menemgah bawah di Kota Solo bisa meningkat melalui pendanaan usaha
produktif dan konsumsi sehari- hari. Semangat ekonomi kerakyatan yang
tercermin dari visi, misi maupun nilai- nilainya menjadikan lembaga
keuangan ini merupakan contoh praktik ekonomi kerakyatan dalam lingkup
yang lebih luas, tidak hnya sebatas kegitan jual beli di pasar tradisional.
Kesimpulan kedua, dilihat dari jumlah nasabah yang meningkat
seiring waktu, lembaga sejenis Blessing Revolver ini memiliki peluang
untuk berkembang yang baik. Meningat banyaknya jumlah penduduk
Indonesia yang masuk dalam kategori unbankable dan kebutuhan terhadap
akses pendanaan yang terbatas, lembaga keuangan mikro seperti ini akan
semakin tumbuh.
44
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari kajian, ada beberapa
saran yang kami berikan. Saran pertama, Lembaga Keuangan Mikro
Blessing Revolver melakukan lebih banyak publikasi. Dengan tujuan besar
mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lewat model pendanaan yang mereka lakukan, informasi keberadaan
lembaga ini dan perannya dalam masyarakat perlu disebar luaskan secara
massif agar keberamanfatannya bisa dirasakan lebih banyak orang,
Saran kedua, bagi pemerintah adalah memberikan dukugan bagi
lembaga Blessing Revolver maupun lembaga sejenis yang bergerak dalam
sector micro finance yang berusaha memberikan akses keuangan pada
kalangan masyarakat menegah ke bawah yang unbackable yang mengalami
kesulitan untuk melakukan pinjaman untuk kebutuhan sehari- hari maupun
untuk pengembangan usaha karena tidak ada adanya sumber pendanaan.
Model gerakan Blessing Revolver ini bisa diuji cobakan dalam lingkup kecil
seperti rt/ rw secara luas.
45
Daftar Pustaka
A. Simarmata. 1998. Reformasi Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi UI), Cet. Ke-1, h. 117
Abidin, Ali Zaenal. Kajian Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro Alternatif:
Studi Kasus Lembaga Keuangan Mikro Blessing Revolver. Solo
Alif N.R. 25 Februari 2018. USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH :
92% UMKM di Jateng Belum Terdaftar di Dinas. Semarang.
(http://www.jatengpos.com/2018/02/usaha-mikro-kecil-dan-menengah-92-umkm-
di-jateng-belum-terdaftar-di-dinas-897421)
Bahctiar Hassan Miraza, Membangun Keuangan Inklusif, Jurnal Ekonomi
Manajemen danAkuntansi, vol. 23, no 2 (Desember 2014) h 1
Bratadharma, Angga. 07 Jun 2017. Menaikkan Kelas UMKM Demi
Perekonomian Indonesia. http://ekonomi.metrotvnews.com/mikro/ObzWV8dk-
menaikkan-kelas-umkm-demi-perekonomian-indonesia
Edy, Catur Waskito. 02 Juni 2017. Provinsi Jawa Tengah Miliki 4,13 Juta
UMKM. http://jateng.tribunnews.com/2017/06/02/provinsi-jawa-tengah-miliki-
413-juta-umkm.
Halim Alamsyah, “Pentingnya Keuangan Inklusif dalam Meningkatkan
Akses Masyarakat dan UMKM terhadap Fasilitas Jasa Keuangan Syariah.” 19 April
2015
Ika, Aprillia. 16 September 2017. UMKM Jadi Sektor Strategis untuk
Perangi Kemiskinan.
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/16/081500826/umkm-jadi-sektor-
strategis-untuk-perangi-kemiskinan.
Jasa Keuangan dan Bank Indonesia), [Skripsi], Universitas Bina Nusantara,
2014
Kementerian Keuangan (2013), Strategi Nasional Keuangan Inklusif,
www.fiskal.depkeu.go.id. 23 April 2015
Khikmah, Laely Nur. 2018. AR Blessing Revolver. Solo
http://dprd.jatimprov.go.id/produkhukum/e633b-KEPRES_99_1998.pdf
46
Meilisa Salim et.al, Analisis Implementasi Program Financial Inclusion Di
Wilayah Jakarta Barat Dan Jakarta Selatan (Studi pada Pedagang Golongan
Mikro, Instansi Perbankan, Otoritas
Mubaryo. 1999. Reformasi Sistem Ekonomi: Dari Kapitalis Menuju Ekonomi
Kerakyatan. Yogyakarta: Aditya Media. Cet.Ke-1, h.81
Mubyarto, dkk. 2014. Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: Lembaga Suluh
Nusantara bekerjasama dengan American Institue For Indonesian Studies (AIFIS).
Cet Ke-1, h. 111-119
Situmorang, Anggun P. Agustus-September 2017. 27 April 2017. BPS data
usaha besar hingga mikro. https://www.merdeka.com/uang/agustus-september-
2017-bps-data-usaha-besar-hingga-mikro.html
Strategi Nasional Keuangan Inklusif. www.fiskal.depkeu.go.id, 23 april 2015
Triana Fitriastuti, et . al, Implementasi Keuangan Inklusif Bagi Masyarakat
Perbatasan (Studi Kasus Pada Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara Dan
Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia), (2015), h 40
Zulkarnain. 2006. Kewirausahaan (Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil
Menengah Dan Penduduk Miskin). Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.). Cet Ke-1,
h. 98