Download - Agoraphobia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fobia adalah suatu ketakutan yang irasional yang jelas, menetap dan
berlebihan terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi. Berasal dari bahasa
yunani, yaitu Fobos yang berarti ketakutan.1
Fobia merupakan suatu gangguan jiwa, yang merupakan salah satu tipe
dari Gangguan Ansietas, dan dibedakan ke dalam tiga jenis berdasarkan jenis
objek atau situasi ketakutan yaitu Agorafobia, Fobia Spesifik dan Fobia Sosial. 1
Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka, orang banyak serta
adanya kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Menurut Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV-TR),
agorafobia berhubungan erat dengan gangguan panik, namun International
Classification of Diseases (ICD) 10 tidak mengkaitkan gangguan panik dengan
agorafobia dan kasus-kasus agorafobia didapati dengan atau tanpa serangan panik.
Diperkirakan prevalensi agorafobia adalah 2-6%, walaupun fobia sering dijumpai
namun sebagian besar pasien tidak mencari bantuan untuk mengatasinya atau
tidak terdiagnosis secara medis. 1
Agorafobia dapat timbul pada penderita yang tidak mengalami serangan
panik, akan tetapi sebagian besar penderita yang datang untuk pengobatan
mempunyai riwayat serangan panik ataupun gangguan fobia sosial yang sangat
berat yang menimbulkan simptom yang mirip dengan serangan panik. Penderita
agorafobia pada umumnya menghindari tempat ramai karena takut terjadi
serangan panik dan merasa malu jika ada orang yang melihat usahanya untuk
melarikan diri dari situasi tersebut. Akibatnya, orang yang menderita agorafobia
dapat mengalami masalah kehidupan yang sangat berat karena tidak mampu pergi
dari rumah(tempat yang dirasanya aman) baik untuk bekerja, membeli kebutuhan
hariannya maupun untuk bersosialisasi. 2,3,4
1.2 Tujuan
2
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami gangguan ansietas agorafobia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk melengkapi persyaratan kepanitraan klinik di bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Agorafobia didefinisikan sebagai ketakutan berada sendirian di tempat-
tempat publik (sebagai contoh, supermarket), khususnya tempat dari mana pintu
keluar yang cepat akan sulit jika orang mengalami serangan panik. 3
2.2 Epidemiologi
Agorafobia maupun gangguan panik dapat berkembang pada setiap usia
dengan usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun. Prevalensi seumur
hidup agorafobia dilaporkan terentang antara 0,6 persen sampai setinggi 6 persen.
Dan pada penelitian yang dilakukan di lingkungan psikiatrik dilaporkan sebanyak
tiga perempat pasien yang terkena agorafobia juga menderita gangguan panik.
Hasil yang berbeda ditemukan pada lingkungan masyarakat di mana separuh dari
pasien yang menderita agorafobia tidak menderita gangguan panik. Perbedaan
hasil penelitian dan rentang prevalensi yang lebar diperkirakan karena kriteria
diagnostik yang bervariasi dan metoda penilaian yang berbeda. 3,4
2.3 Etiologi
Etiologi untuk agorafobia belum diketahui secara pasti, tapi patogenesis
fobia berhubungan dengan faktor-faktor biologis, genetik dan psikososial. 1,3,4
Keberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial dan penelitian
lain yang menunjukkan adanya disfungsi dopaminergik pada fobia sosial
mendukung adanya faktor biologis. Agorafobia diperkirakan dipicu oleh
gangguan panik. Data penelitian menyimpulkan bahwa gangguan panik memiliki
komponen genetik yang jelas, juga menyatakan bahwa gangguan panik dengan
agorafobia adalah bentuk parah dari gangguan panik, dan lebih mungkin
diturunkan. 1,3,4,5
Dari faktor psikososial, penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak
tertentu yang ada predisposisi konstitusional terhadap fobia, memiliki
temperamen inhibisi perilaku terhadap yang tidak dikenal dengan stres lingkungan
yang kronis akan mencetuskan timbulnya fobia. Misalnya perpisahan dengan
orang tua, kekerasan dalam rumah tangga dapat mengaktifkan diatesis laten pada
anak-anak yang kemudian akan menjadi gejala yang nyata. Menurut Freud, fobia
yang disebut sebagai histeria cemas disebabkan tidak terselesaikannya konflik
4
oedipal masa anak-anak. Objek fobik merupakan simbolisasi dari sesuatu yang
berhubungan dengan konflik. 1,3,4,5
2.4 Diagnosis
Diagnosis agorafobia berdasarkan gejala ansietas dan fobia yang tampak
jelas. Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke
III(PPDGJ-III), diagnosis pasti agorafobia harus memenuhi semua kriteria dengan
adanya gejala ansietas yang terbatas pada kondisi yang spesifik yang harus
dihindari oleh penderita.
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Untuk Agorafobia6
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
(a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
(b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/keramaian, tempat
umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri; dan
(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
(penderita menjadi “house-bound”).
Sedangkan menurut DSM-IV, agorafobia dapat digolongkan atas
gangguan panik dengan agorafobia dan agorafobia tanpa gangguan panik. Dengan
kriteria diagnosis sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik untuk Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik3,4
A. Adanya agorafobia berhubungan dengan rasa takut mengalami gejala mirip panik
(misalnya, pusing atau diare).
B. Tidak pernah memenuhi kriteria untuk panik.
C. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
D. Jika ditemukan suatu kondisi medis umum yang berhubungan, rasa takut yang
dijelaskan dalam kriteria A jelas melebihi dari apa yang biasanya berhubungan
dengan kondisi.
Selain itu, DSM-IV juga menetapkan kriteria diagnostik untuk agorafobia
5
Tabel 2.3 Kriteria untuk Agorafobia2,3,4
Catatan: Agorafobia bukan merupakan gangguan yang dapat dituliskan. Tuliskan
diagnosis spesifik di mana agorafobia panik terjadi (misalnya, gangguan panik
dengan agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik).
A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana kemungkinan
sulit meloloskan diri (atau merasa malu) atau di mana mungkin tidak terdapat
pertolongan jika mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik yang tidak
diharapkan atau disebabkan oleh situasi. Rasa takut agorafobik biasanya mengenai
kumpulan situasi karakteristik seperti di luar rumah sendirian; berada di tempat
ramai atau berdiri di sebuah barisan; berada di atas jembatan; atau bepergian
dengan bis, kereta, atau mobil.
Catatan: Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas
pada satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika penghindaran
terbatas pada situasi sosial.
B. Situasi dihindari (misalnya, jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah
dilakukan dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan
mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik, atau perlu didampingi
teman.
C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain, seperti fobia sosial (misalnya, penghindaran terbatas pada situasi
sosial karena rasa takut terhadap situasi tertentu seperti di elevator), gangguan
obsesif-kompulsif (misalnya, menghindari kotoran pada seseorang dengan obsesi
tentang kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik (misalnya, menghindari
stimuli yang berhubungan dengan stressor yang berat), atau gangguan cemas
perpisahan (misalnya, menghindari meninggalkan rumah atau sanak saudara).
2.5 Gambaran Klinis
Pasien dengan agorafobia menghindari situasi di saat sulit mendapat
bantuan. Lebih suka ditemani kawan atau anggota keluarga di tempat tertentu,
seperti jalan yang ramai, toko yang padat, ruang tertutup (seperti terowongan,
jembatan, lift), kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat
terbang). Mereka menghendaki ditemani setiap kali harus keluar rumah. Perilaku
tersebut sering menyebabkan konflik perkawinan dan keliru didiagnosis sebagai
masalah primer. Pada keadaan parah mereka menolak keluar rumah dan mungkin
ketakutan akan menjadi gila. 1,3,4
6
Gejala depresif sering kali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia,
dan pada beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama
dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri
selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi
dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental. Klinisi harus menyadari risiko
bunuh diri ini. 1,3,4
2.6 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Sebagian besar kasus agorafobia diperkirakan disebabkan oleh gangguan
panik. Jika gangguan panik diobati, agorafobia sering kali membaik dengan
berjalannya waktu. Untuk mendapatkan reduksi agorafobia yang cepat dan
lengkap, terapi perilaku kadang-kadang diperlukan. Agorafobia tanpa riwayat
gangguan panik sering kali menyebabkan ketidakberdayaan dan kronis. Gangguan
depresif dan ketergantungan alkohol sering kali mengkomplikasi perjalanan
agorafobia. 3,4
2.7 Diagnosa Banding
Diagnosis banding untuk agorafobia tanpa suatu riwayat gangguan panik
adalah semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi.
Diagnosis banding psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia,
gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian menghindar, di mana
pasien tidak ingin keluar rumah dan gangguan kepribadian dependan karena
pasien harus selalu ditemani setiap keluar rumah. 3,4
2.8 Pengobatan
Dengan terapi, sebagian besar pasien mengalami perbaikan dramatik pada
gejala gangguan panik dan agorafobia. Dua terapi yang paling efektif adalah
farmakoterapi dan terapi kognitif –perilaku. Terapi keluarga dan kelompok
mungkin membantu pasien yang menderita dan keluarganya untuk menyesuaikan
dengan kenyataan bahwa pasien menderita gangguan dan dengan kesulitan
psikososial yang telah dicetuskan oleh gangguan. 3,4
Farmakoterapi
Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengobati gangguan panik karena
agorafobia pada umumnya disebabkan oleh gangguan panik. Diharapkan dengan
perbaikan gangguan panik maka agorafobia juga akan semakin membaik. Semua
7
obat golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) efektif untuk
gangguan panik. Paroksetin memiliki efek sedatif dan cenderung membuat pasien
tenang sehingga menimbulkan kepatuhan yang lebih besar serta putus minum obat
yang lebih sedikit. Jika efek sedasi paroksetin tidak dapat ditoleransi, maka dapat
diganti dengan fluoxetin. Obat lain yang biasa digunakan adalah dari golongan
Benzodiazepin karena memiliki awitan kerja untuk panik yang paling cepat,
sering dalam minggu pertama, dan dapat digunakan untuk periode waktu yang
lama tanpa timbul toleransi terhadap antipanik. 3,4
Terapi Perilaku dan Kognitif
Terapi lain yang dilakukan selain farmakoterapi adalah terapi perilaku dan
kognitif. Fokus dari terapi kognitif adalah instruksi mengenai keyakinan salah
pasien dan informasi mengenai serangan panik. 3,4
Aplikasi Relaksasi. Tujuan aplikasi relaksasi (contohnya pelatihan
relaksasi Herbert Benson) adalah memberikan pasien rasa kendali mengenai
tingkat ansietas dan relaksasi. 3,4,5
Terapi Keluarga. Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia
juga mungkin telah dipengaruhi oleh gangguan anggota keluarga. Terapi keluarga
yang ditujukan pada edukasi dan dukungan sering bermanfaat. 3,4,5
Psikoterapi Berorientasi Tilikan. Psikoterapi berorientasi tilikan dapat
memberi keuntungan di dalam terapi gangguan panik dan agorafobia. Terapi
berfokus membantu pasien mengerti ansietas yang tidak disadari yang telah
dihipotesiskan, simbolisme situasi yang dihindari, kebutuhan untuk menekan
impuls, dan keuntungan sekunder gejala tersebut. Suatu resolusi konflik pada
masa bayi dini dan oedipus dihipotesiskan berhubungan dengan resolusi stres saat
ini. 3,4,5
Psikoterapi Kombinasi dan Farmakoterapi. Bahkan ketika farmakoterapi
efektif menghilangkan gejala primer gangguan panik dan agorafobia, psikoterapi
dapat dibutuhkan untuk menterapi gejala sekunder. Intervensi psikoterapeutik
membantu pasien menghadapi rasa takut keluar rumah. Di samping itu, beberapa
pasien akan menolak obat karena mereka yakin bahwa obat akan menstigmatisasi
mereka sebagai orang sakit jiwa sehingga intervensi terapeutik dibutuhkan untuk
membantu mereka mengerti dan menghilangkan resistensi mereka terhadap
farmakoterapi. 3,4,5
8
BAB III
KESIMPULAN
Agorafobia didefinisikan sebagai ketakutan berada sendirian di tempat-
tempat publik (sebagai contoh, supermarket), khususnya tempat dari mana pintu
keluar yang cepat akan sulit jika orang mengalami serangan panik. Agorafobia
dapat terjadi pada setiap usia, dengan rata-rata usia 25 tahun. Etiologi agorafobia
sering didahului oleh adanya serangan panik dan dapat juga timbul karena adanya
permasalahan psikososial yang tidak teratasi. Penegakan diagnosa dapat
menggunakan kriteria PPDGJ-III maupun DSM IV TR. Penderita agorafobia
memiliki gejala ansietas yang muncul pada kondisi yang spesifik. Diagnosis
banding agorafobia adalah segala kondisi medis yang dapat menimbulkan
kecemasan. Sedangkan diagnosis banding psikiatrinya dapat berupa gangguan
depresi, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian
menghindar, dan gangguan kepribadian dependan. Perawatan yang paling baik
bagi penderita agorafobia adalah mengobati gangguan paniknya serta terapi
perilaku dan kognitif.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, SD.; Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta:2010. 242-249
2. Nolen-Hoeksema, Susan. Abnormal Psychology,4th ed. McGraw-Hill, New York: 2007. 232-233
3. Sadock BJ; Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2nd ed.EGC, Jakarta:2004. 237-241
4. Kaplan HI,Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri, Jilid II. Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 33-46
5. Halgin RP, Whitbourne SK. Abnormal Psychology Clinical Perspectives on Psychological Disorders. McGraw-Hill, New York:2009. 144-148
6. Maslim, Rusdi.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III. FK Unika Atmajaya. Jakarta:2001. 72