ALIRAN SESAT ORMAS GAFATAR DI MEDIA ONLINE
(STUDI PERBANDINGAN TERHADAP PEMBERITAAN GAFATAR
DI DETIK.COM DAN REPUBLIKA ONLINE)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S.Kom.I)
Oleh:
Riadin Munawar
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
1112051000042
ALIRAN SESAT ORMAS GAFATAR DI MEDIA ONLINE
(STUDI PERBANDINGAN TERHADAP PEMBERITAAN GAFATAR DI
DETIK. COM DAN REPUBLIKA ONLINE)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Saijana Komunikasi Islam (S. Kom.I)
Oleh:
Riadin Munawar
NIM: 1112051000042
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H/2016M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “ALIRAN SESAT ORMAS GAFATAR DI MEDIA
ONLINE (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan
Republika Online) telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam (KPI).
Jakarta, 29 Juli 2016
Sidang Munaqosyah
Anggota,
Penguji I Penguji II
Lembar Pernyataan
Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Juli 2016
i
ABSTRAK
Riadin Munawar (1112051000042)
Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap
Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online)
Fenomena munculnya aliran sesat di Indonesia bukan merupakan sebuah hal
yang baru. Beberapa aliran sesat muncul dari waktu ke waktu diberbagai wilayah di
Indonesia. Ormas Gafatar kembali menambah daftar panjang munculnya aliran sesat di
Indonesia setelah pada tanggal 3 Februari 2016 MUI mengeluarkan fatwa sesat kepada
mereka menyusul banyaknya kasus kehilangan para anggotanya. Keberadaannya
menjadi bukti nyata bahwa pemerintah masih kurang cekatan dalam penanganan serta
pencegahan terhadap eksistensi aliran sesat di Indonesia.
Media massa, memiliki peran dalam memberitakan berbagai kasus yang terjadi
di masyarakat untuk diketahui oleh khalayak umum. Media massa juga berperan
penting dalam membentuk opini publik, termasuk dalam pemberitaan Gafatar ini.
Detik.com dan Republika Online merupakan dua media online yang intens
memberitakan kasus Gafatar Dalam pemberitaan. Detik.com seringkali bersifat umum,
sedangkan Republika Online seringkali bersegmentasi ke-Islaman dalam
pemberitaannya. Hal ini menarik karena kasus Gafatar ini sangat erat kaitannya dengan
umat Islam.
Peneliti mengambil sample 4 berita dari masing-masing kedua media online
tersebut sebagai objek berita tersebut. Berita yang dipilih merupakan berita edisi tanggal
3 dan 4 Februari 2016 di Detik.com dan Republika Online. Rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu bagaimana aliran sesat Gafatar diwacanakan dalam pemberitaan di
Detik.com dan Republika Online dalam unsur Medan wacana, pelibat wacana dan
sarana wacana? Serta bagaimana perbandingan penyajian wacana pemberitaan Ormas
Gafatar di Detik.com dan Republika Online?
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan
kualitatif, dengan teori semiotika sosial M.A.K Halliday. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi teks, wawancara, dan dokumentasi dengan sumber utama yakni
teks berita di Detik.com dan Republika Online. Analisis dilakukan dengan cara
menganalisis empat berita dari masing-masing media online tersebut, lalu ditelaah dari
segi medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana-nya, serta perbandingan
penyajian wacana di kedua media online tersebut.
Setelah melakukan proses penelitian, dapat diketahui bahwa Detik.com dan
Republika Online pada medan wacana mewacanakan kasus ini sebagai tanggungjawab
pemerintah yang harus segera menyelesaikan melalui proses hukum para pimpinan
Gafatar yag dianggap sebagai pelaku, serta memberi perlindungan kepada para pengikut
Gafatar yang dianggap sebagai korban. Namun perbedaan yang cukup signifikan ada
pada Republika Online yang menaruh perhatian khusus kepada para tokoh agama yang
juga dianggap bertanggungjawab terhadap kasus ini. Dari segi pelibat wacana, dikedua
media tersebut sumber yang dikutip legitimate dan kompeten. Sementara dari sarana
wacana, kedua media tersebut menggunakan bahasa yang tegas, informatif dan dapat
dikaji dalam penggunaan majas dalam teks beritanya.
Kata kunci: Gafatar, Detik.com, Republika Online, wacana dan media.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan
menuju cahaya kebenaran yang penuh kemuliaan. Sehingga pada akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media
Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan
Republika Online.”
Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna melengkapi
salah satu syarat yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu
(S1) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini tidak
mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dan dorongan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, beserta Suparto M.Ed, selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.
Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta
Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
2. Bapak Drs. Masran, M.A. dan Ibu Fita Fathurokhmah SS, M.Si selaku Ketua dan
Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Bapak Rachmat Baihaky, MA sebagai pembimbing skripsi yang inovatif, yang
telah menyempatkan waktu dan memberikan arahan dan masukan positif dalam
penyusunan dan penulisan skripsi ini.
4. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan
ilmu, pengalaman serta dedikasinya kepada peneliti selama menuntut ilmu dalam
masa perkuliahan dan selalu memotivasi untuk menjadi insan akademis yang
selalu terus belajar.
iii
5. Kepada kedua Orangtua tercinta, Bapak Wahdini dan Ibu Tating Hartini yang
telah memberi support baik secara moril maupun materil, sekaligus menjadi
alasan utama penulis untuk segera menyelesaikan studi dan selalu menjadi yang
terbaik.
6. Kepada Kakak dan Adik penulis, Nur Fitri Amalia dan Ilyas Firdaus yang telah
memberikan motivasi kepada penulis. Serta Dzakira Kayla Nur Salsabila,
keponakan yang selalu menghadirkan keceriaan dan menghilangkan penat di sela-
sela menulis skripsi.
7. Kepada Muhamad Nur, rekan seperjuangan sejak awal perkuliahan di UIN Jakarta
yang selalu membantu hingga selesai studi.
8. Kepada Panji Febrian Nugraha, rekan seperjuangan yang juga selalu turut
membantu penulis dalam berbagai hal selama masa perkuliahan.
9. Kepada Keluarga Besar KPI 2012, HMJ KPI, dan khususnya kepada rekan-rekan
WEAK KPI B 2012 yang telah bersama-sama menempuh jalan panjang selama
proses perkuliahan.
10. Kepada Keluarga Besar Longgate, yang turut membantu proses penulisan skripsi
hingga menjadi penuh tantangan, serta selalu mewarnai kehidupan penulis dan
selalu memotivasi untuk maju bersama menuju kehidupan bangsa yang lebih baik.
11. Bapak Erwin Dariyanto dan Ahmad Subarkah selaku Editor serta Redaktur
Pelaksana dari Detik.com dan Republika Online yang telah memberikan waktu
luang untuk wawancara di tengah kesibukannya.
12. Kepada Ika Suci Agustin, kaka senior yang telah memberikan berbagai referensi
buku serta masukan untuk menyelesaikan skripsi.
13. Rekan-rekan KKN Allegro 2015 Desa Pancawati, terimakasih atas kebersamaan,
ilmu dan kenangan dalam proses pengabdian, semoga silaturahmi tetap terjaga.
iv
14. Kepada segenap staff yang bekerja di UIN Jakarta terimakasih atas keramahannya
dan pelayanan yang baik kepada penulis.
15. Kepada orang-orang yang berkontribusi terhadap perjalanan hidup penulis dan
dan proses penulisan skrispi, yang mungkin saya lupa cantumkan namanya dalam
skripsi ini penulis ucapkan terimakasih banyak. Semoga Allah selalu membalas
kebaikan kalian.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan. Penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang terlibat. Hanya ucapan inilah yang dapat
peneliti berikan, semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Semoga skripsi
ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan khususnya kepada civitas akademik
Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta.
Jakarta, 20 Juli 2016
Riadin Munawar
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 10
D. Metodologi Penelitian ........................................................................... 11
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 17
F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 18
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Semiotika Sosial .................................................................................. 20
1. Pengertian Semiotika ........................................................................... 20
2. Macam-macam Analisis Semiotika....................................................... 25
3. Semiotika Sosial M.A.K Halliday ......................................................... 26
B. Konseptualisasi Pemberitaan ............................................................. 32
1. Pengertian Berita ................................................................................... 32
2. Nilai Berita ............................................................................................ 33
3. Teknis Penulisan Berita ......................................................................... 35
C. Media Online ...................................................................................... 39
D. Aliran Sesat .......................................................................................... 43
1. Profil Ormas Gafatar ............................................................................. 43
2. Indikator Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah ditinjau dari
Peraturan Perundang-undangan ............................................................ 47
3. Kriteria Paham dan Aliran Sesat menurut Majelis Ulama Indonesia
(MUI) ................................................................................................... 48
4. Dampak Aliran Sesat ............................................................................. 49
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Singkat Pers di Indonesia ......................................................... 53
B. Profil Detik.com .................................................................................... 66
viii
C. Profil Republika Online......................................................................... 72
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Detik.com ........................... 79
1. Analisis Pemberitaan “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ........... 80
2. Analisis Pemberitaan “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar
Sesat dan Menyesatkan” ....................................................................... 86
3. Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan
Menko Luhut” ........................................................................................ 93
4. Analisis Pemberitaan “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum
Pimpinan Gafatar!” .............................................................................. 98
B. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Republika Online ........... ...104
1. Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan”
........................................................................................................ ...... 104
2. Analisis Pemberitaan “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya
Dilindungi” ...................................................................................... ..... 108
3. Analisis Pemberitaan “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” .......... ..... 113
4. Analisis Pemberitaan “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum
Pimpinan Gafatar” ......................................................................... ..... 119
C. Analisis Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online
.......................................................................................................... .....124
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 128
B. Saran-saran ............................................................................................ 129
Daftar Pustaka………………………………… ............................................................... 130
Lampiran-Lampiran
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online ................... 79
Tabel 4.2 Analisis Pemberitaan “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ..................... ....80
Tabel 4.3 Analisis Pemberitaan “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan
Menyesatkan” ..................................................................................................... 86
Tabel 4.4 Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut”
.......................................................................................................................... 93
Tabel 4.5 Analisis Pemberitaan “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pimpinan
Gafatar!” ............................................................................................................ 98
Tabel 4.6 Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ......... 104
Tabel 4.7 Analisis Pemberitaan “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya
Dilindungi” ......................................................................................................... 108
Tabel 4.8 Analisis Pemberitaan “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” .............................. 113
Tabel 4.9Analisis Pemberitaan “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan
Gafatar” ............................................................................................................. 119
Tabel 4.10 Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online ......................... 125
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Elemen Makna Pierce .....................................................................22
Gambar 2.2 Piramida Terbalik Pemberitaan .......................................................37
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Fenomena kemunculan aliran sesat bukan merupakan sebuah hal
yang baru. Sejarah mencatat, beberapa aliran sesat muncul dari waktu ke
waktu di berbagai wilayah di Indonesia. Kemunculan mereka kerap
menyita perhatian publik, menimbulkan permasalahan dan memunculkan
perdebatan. Kehadiran aliran sesat menimbulkan keresahan di masyarakat,
terutama bagi mereka kelompok umat Islam arus utama (mainstream).
Selain itu, kehadiran aliran sesat juga sering kali disikapi secara ekstrem
dengan terjadinya berbagai tindakan anarkis kepada para penganut aliran
sesat yang tentunya meyebabkan dampak negatif yang menimpa banyak
pihak.
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru tercatat ada beberapa aliran
dan gerakan keagamaan yang dianggap menyimpang seperti Inkar sunah,
maupun yang bersifat sufistik atau tarekat, serta gerakan yang bersifat
politis seperti Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia maupun Negara Islam
Indonesia. 1
Sementara itu, pada masa Orde baru muncul aliran dan gerakan
keagamaan seperti Islam Jamaah/Darul Hadits, Darul Arqom, NII KW-IX,
1 Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia.( Jakarta:2014 ),
h.2.
2
dan NII Fillah. Kemudian menjamur aliran-aliran sesudah era reformasi
tahun 1998, seperti kemunculan Salamullah (Lia Eden), Al-Haq,
Komunitas Millah Abraham (KOMAR), Surga Eden, Hidup dibalik Hidup,
NII KW IX yang terkait Ma’had Al-Zaytun dan lain-lain.2
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat ada 300 lebih aliran
kepercayaan yang tergolong sesat di Indonesia sampai saat ini. Namun,
ratusan aliran sesat tersebut biasa muncul dan menghilang sewaktu-waktu.
Menurut Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, Utang
Ranuwijaya, ratusan aliran sesat di Indonesia sudah terpantau sejak 1995
silam. Namun, aliran-aliran sesat tersebut umumnya muncul dan
menghilang dengan menggunakan nama-nama organisasi yang berbeda-
beda.3
Berkembangnya aliran sesat merupakan persoalan serius karena
dampaknya yang beresiko. Dampak negatif yang paling nyata adalah
banyaknya terjadi perusakan, pemusnahan dan tindakan yang bersifat
destruktif karena eksistensi mereka dianggap mengganggu dan
meresahkan warga. Konflik yang timbul antara kelompok mainstream
dengan penganut aliran baru yang dipandang kontroversial ini selalu
dimenangkan oleh mereka yang dominan. Kasus Ahmadiyah di NTB dan
Jawa Barat serta Syiah di Sampang, Jawa Timur membuktikan hal
2 Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. h.2-3. 3 “MUI: Ada 300 Lebih Aliran Sesat di Indonesia.” CNN Indonesia Online, 21 Januari
2002. Diakses tanggal 19 April pukul 19.06 WIB.
3
tersebut. Fenomena-fenomena tersebut dapat menstimulasi konflik dan
kekerasan laten di tingkat masyarakat hingga kelompok kecil yang turut
menjadi korban.4 Hal ini tentunya menjadi persoalan serius yang harus
dicarikan solusinya oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk
menangani masalah ini. Berbagai permasalahan yang ada dapat
menimbulkan sebuah disintegritas dan kekacauan jika tidak diakomodir
dengan baik.
Akhir-akhir ini publik kembali dihebohkan dengan pemberitaan
mengenai munculnya Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang
dinilai mengajarkan aliran sesat. Organisasi kemasyarakatan yang
didirikan pada 14 Agustus 2011 ini mulai menjadi sorotan di media massa
setelah munculnya pemberitaan mengenai hilangnya Dr. Rica dan anaknya
dari Yogyakarta yang akhirnya ditemukan di Kalimantan dan diduga
bergabung dengan Gafatar. Setelah ditelusuri lebih lanjut, organisasi ini
terindikasi sebagai sebuah gerakan radikal dan sesat. Hal ini dipastikan
sejak keluarnya Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Rabu, 3
Februari 2016 yang menyatakan Gafatar sebagai aliran sesat dan
menyesatkan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa sesat kepada
Gafatar dengan tiga alasan utama. Pertama, Gafatar merupakan
metamorphosis dari Al Qiyadah Al Islamiyah, sebuah aliran kepercayaan
4 Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. H. 3.
4
yang melakukan sinkritisme ajaran Islam, Kristen dan Yahudi. Kedua,
menjadikan Ahmad Musadeq sebagai pemimpinnya. Ketiga, Gafatar
memilih faham Milah Abraham. Faham tersebut dinilai MUI menyimpang
dari ajaran Islam yang sesungguhnya.
Peran media massa sangat penting dalam aktivitasnya melaporkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Selain perannya sebagai
penyampai informasi, media massa juga sering memberikan dampak yang
signifikan dalam membentuk opini publik. Karena memiliki daya jangkau
yang luas dalam menyebarluaskan informasi, media massa sering
dijadikan saluran utama sebagai pembentuk opini publik dari setiap kasus
yang diangkat dan diberitakan ke masyarakat.5 Salah satunya adalah peran
media massa dalam menyampaikan informasi mengenai Ormas Gafatar
yang dinilai sebagai aliran sesat ini melalui teks pemberitaannya.
Berita dapat diartikan segala laporan mengenai peristiwa, kejadian,
gagasan, fakta yang menarik dan penting untuk dimuat dalam media massa
agar diketahui oleh khalayak dan menjadi kesadaran umum.6 Artinya
berita dapat dimaknai sebagai sebuah keterangan mengenai kejadian atau
peristiwa yang sedang terjadi dan hal tersebut perlu untuk diketahui oleh
khalayak.7
5 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, ldeologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKiS,
2002), h. 20. 6 Sedia Willing Barus, Jurnalistik (Petunjuk Teknis Menulis Berita), (Jakarta: Erlangga,
2010), h. 26-27 7 Suhaemi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009), cet-1, h. 27
5
Pemberitaan mengenai Ormas Gafatar yang dinilai sebagai aliran
sesat di media online dianggap menarik oleh peneliti karena keberadaan
Gafatar memunculkan keresahan di masyarakat, terutama umat Islam di
Indonesia. Disinilah peran media, karena isi media merupakan sebuah
informasi yang dapat merubah pandangan masyarakat terhadap apa yang
disampaikan oleh media tersebut.
Masing-masing media memiliki ideologi dan cara pandang tertentu
yang mendasari cara mereka mengemas beritanya serta memengaruhi gaya
penulisan jurnalis terhadap berita. Ideologi media tersebutlah yang nanti
akan menjadi acuan atau kiblat mengenai nilai apa yang akan lebih
ditekankan dalam pemberitaan.8
Pada saat memahami teks media, seringkali kita dihadapkan pada
tanda-tanda yang perlu diinterpretasikan dan dikaji ada apa dibalik tanda-
tanda tersebut.9 Semiotika komunikasi merupakan ilmu yang mengenai
mengkaji tanda-tanda tersebut. Semiotika merupakan suatu ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda atau memaknai hal-hal.10
Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah
upaya untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu
dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau wacana tertentu.
Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna
8 Ade Armando, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, (Jakarta:
Center for The Study and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h.27. 9 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitian
skripsi komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h.7. 10
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h.15.
6
termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka, orang
sering mengatakan bahwa semiotika adalah upaya menemukan makna
’berita di balik berita’.11
Maka dari itulah seringkali ditemukan banyak
simbol yang dapat dikaji melalui analisis semiotika dalam wacana-wacana
pemberitaan di media massa.
Jika dahulu kita hanya kenal media cetak dan media elektronik
dalam teknologi komunikasi massa, di era globalisasi ini telah muncul
media baru (new media). Dimana masyarakat dengan lebih mudah dapat
mencari informasi dimanapun dan kapanpun selama memiliki akses
internet dan terhubung secara online. Dan media online muncul dan
menjadi pesaing nyata diantara dominasi media cetak dan media
elektronik.
Adapun perbedaan mendasar antara media online dengan media
cetak dan elektronik yaitu pada media online berita-berita yang
disampaikan jauh lebih cepat, bahkan setiap beberapa menit dapat di
update. Peristiwa-peristiwa besar yang baru saja terjadi sudah dapat
diketahui dengan membaca media online, masyarakat tidak harus
menunggu esok hari lewat koran atau pekan depan lewat majalah. Faktor
kecepatan inilah yang diperoleh lewat media online.12
Karena kecepatan dan kemudahannya dalam mengakses informasi,
media online saat ini sangat banyak peminatnya. Media online menjadi
11
Wibowo, Semiotika: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu
Komunikasi, h.7. 12
Zaenuddin HM, The Journalist, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.7-9.
7
pilihan favorit masyarakat saat ini karena kelebihannya tersebut. Dan
dalam pemberitaan mengenai Gafatar sebagai aliran sesat, Detik.com dan
Republika Online merupakan media yang peka terhadap pemberitaan
tersebut karena intens memberitakan kabar terbaru setiap harinya.
Detik.com merupakan salah satu media online terbesar di Indonesia
dengan jutaan pengunjung yang mengakses media ini setiap harinya. Sama
halnya dengan Detik.com, Republika Online juga turut andil dan intens
dalam pemberitaan Ormas Gafatar sebagai aliran sesat. Republika Online
merupakan media massa online berskala nasional serta bersegmentasi ke-
Islaman. Hal tersebut dapat dilihat dari berita-berita yang dibahas
Republika Online banyak memasukkan unsur Islam dalam
pemberitaannya, termasuk dalam pemberitaan mengenai Ormas Gafatar
sebagai aliran sesat.
Peneliti menggunakan analisis semiotika sosial karena semiotika
ini khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia berupa
lambang dan kalimat. Ilmu ini menganggap bahwa kejadian sosial di
masyarakat adalah tanda atau simbol yang dihasilkan oleh manusia melalui
media massa, salah satunya media online. Sehingga kejadian sosial disini
yaitu fenomena aliran sesat Ormas Gafatar yang akan menghasilkan tanda
atau simbol dalam bentuk tulisan di situs Detik.com dan Republika Online.
Semiotika sosial merupakan sebuah metode yang digunakan untuk
mengetahui bagaimana sebuah masalah dan orang diwacanakan dalam
sebuah teks. Tekniknya adalah dengan cara mengamati cara pengemasan
8
yang digunakan, sumber yang dikutip atau orang-orang yang dilibatkan
dengan atribut sosial mereka, dan dengan mengamati simbol-simbol yang
digunakan.13
Artinya dalam penelitian menggunakan analisis semiotika
sosial, M.A.K Halliday memberi tekanan pada konteks sosial dan memiliki
tiga unsur yakni medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana yang
memperjelas suatu ideologi umum dari pandangan sosial dan kebudayaan,
juga agama.
Penulisan ini penting untuk mengetahui bagaimana Detik.com dan
Republika Online mewacanakan teks pada berita mengenai aliran sesat
Ormas Gafatar. Antara Detik.com dan Republika Online memiliki
karakteristik yang berbeda. Masing-masing diantaranya memiliki cara
yang berbeda dalam mewacanakan teks suatu berita dengan tema yang
sama. Seperti pada pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar di kedua media
tersebut.
Berdasarkan pada permasalahan diatas, untuk mengetahui
bagaimana cara suatu media online dalam mewacanakan teks berita serta
apa pandangan yang disuguhkan kepada khalayak, penulis bermaksud
mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi
dengan judul “Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi
Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan
Republika Online).
13
Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), h. 80.
9
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya
dan untuk membatasi serta mempermudah penyusunan, maka peneliti
membatasi penelitian ini hanya pada pemberitaan yang dimuat oleh
Detik.com dan Republika Online berkaitan seputar Organisasi Gafatar
sebagai aliran sesat. Peneliti menggunakan total 8 berita pilihan (4 berita
pilihan dari masing-masing media) tersebut dalam kurun waktu
pemberitaan tanggal 3 dan 4 Februari 2016.
Dipilihnya tanggal 3 Februari karena pada hari itu merupakan
pengumuman resmi yang disampaikan oleh MUI dalam konferensi pers di
media massa. Sedangkan dipilihnya tanggal 4 peneliti ingin melihat
pemberitaan yang ditampilkan di Detik.com dan Republika Online pasca
dikeluarkannya fatwa sesat MUI kepada Gafatar.
Dari keseluruhan berita yang muncul pada tanggal 3 Februari di
kedua media tersebut, peneliti mengambil 2 sample berita di masing-
masing media untuk di teliti. Sementara itu hal yang sama juga dilakukan
pada tanggal 4 Februari, dari seluruh berita yang muncul di kedua media
tersebut, peneliti mengambil 2 sample berita di masing-masing media.
Keseluruhan berita yang dipilih terfokus pada persoalan kesesatan Gafatar.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
10
1. Bagaimana aliran sesat ormas Gafatar diwacanakan dalam
pemberitaan di Detik.com dan Republika Online pada medan
wacana, pelibat wacana dan sarana wacana?
2. Bagaimana perbedaan penyajian wacana dalam pemberitaan Ormas
Gafatar di Detik.com dan Republika Online dalam teks
pemberitaannya?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui cara penyajian wacana aliran sesat Ormas Gafatar di
Detik.com dan Republika Online pada medan wacana, pelibat wacana dan
sarana wacana.
2. Mengetahui perbedaan penyajian wacana aliran sesat dalam
pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online dalam teks
pemberitaannya.
2. Manfaat penelitian
a. Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khazanah keilmuan
komunikasi terutama komunikasi massa yang terkait dengan penggunaan
analisis semiotika sosial M.A.K Halliday atas media massa bagi para
akademisi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
11
b. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan sebagai referensi
tambahan terkait data analisis kepada penelitian sejenis di masa mendatang
terutama untuk mahasiswa KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) dalam
melakukan penelitian menggunakan analisis semiotika sosial.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma konstriktivis. Paradigma ini
memiliki posisi dan pandangan terhadap media dan teks berita yang
dihasilkan. Paradigma konstruktivis adalah bagaimana peristiwa atau
realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.14
Kaum konstruktivis menilai, berita adalah hasil dari konstruksi
sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari
wartawan atau media.15
Dengan demikian paradigma ini ingin mengungkapkan makna yang
tersembunyi dibalik sebuah realitas. Paradigma konstruktivis digunakan
untuk melihat bagaimana realitas mengenai wacana aliran sesat Ormas
Gafatar dalam teks pemberitaan di Detik.com dan Republika Online.
14
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT.
LKIS Pelangi Aksara, 2008), h. 35 15
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, H. 25.
12
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian adalah cara pandang yang digunakan dalam
melihat permasalahan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif untuk menganalisis isi dan teks media berita di Detik.com dan
Republika Online berhubungan dengan berita aliran sesat Ormas Gafatar.
Menurut Sugiyono, metodologi kualitatif merupakan metode
penelitian yang naturalistik karena digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, (natural setting) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data di lakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
lebih menekankan makna dari pada generalisasi.16
Sehingga pendekatan
ini, peneliti dapat menafsirkan makna pada teks berita dengan
menguraikan cara bagaimana media mengkonstrusikan berita tersebut.
Oleh karena itu, karena fokusnya pendekatan penelitian ini adalah
interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannya, maka dalam
menggunakan penelitian kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi
gejala dalam keadaan alamiah. Penelitian kualitatif juga berusaha
membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang
lazim digunakan oleh subjek penelitian.17
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitati Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2013). H. 8-9. 17
Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), H. 28.
13
3. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis
semiotika sosial dengan menggunakan model M.A.K Halliday. Semiotika
sosial yakni semiotika yang khusus menelaah lambang, baik lambang
berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut
kalimat. Dengan kata lain, semiotika sosial menelaah sistem tanda yang
terdapat dalam bahasa.18
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media massa
ini mengkonstruksi realitas pada suatu peristiwa menjadi sebuah berita.
Penelitian ini mengenai pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar di
Detik.com dan Republika Online.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek yang diteliti adalah tim redaksi Detik.com dan Republika
Online, Objek penelitiannya adalah teks berita yang diteliti dikedua media
tersebut seputar pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar. Berikut berita
yang diteliti:
1. Detik.com
a. “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3
Februari 2016 pukul 12:24 WIB.
18
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 101
14
b. “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan
Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 17:15 WIB.
c. “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” pada
edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 12:38 WIB.
d. “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus
Gafatar!” pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 13:25 WIB.
2. Republika Online
a. “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi
Rabu, 3 Februari 2016 pukul 14:35 WIB.
b. “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”
pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 21:29 WIB.
c. “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” pada edisi Kamis, 4
Februari 2016 pukul 05:00 WIB.
d. “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan
Gafatar” pada edisi Kamis, 4 Februari pukul 12:35 WIB.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Teks
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode
observasi teks atau document research. Dalam penelitian ini, peneliti
mengobservasi teks-teks pemberitaan mengenai Ormas Gafatar sebagai
aliran sesat di Detik.com dan Republika Online edisi Februari 2016.
15
Peneliti mengumpulkan berbagai macam bentuk data yang ada pada
wacana pemberitaan dalam teks pemberitaan kedua media tersebut.
b. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan sebuah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang
diwawancarai.19
Dalam penelitian ini yang diwawancarai merupakan tim redaksi
dari Detik.com dan Republika Online. Yaitu Ahmad Subarkah selaku
asisten redaktur pelaksana Republika Online dan Erwin Dariyanto selaku
News Editor dari Detik.com. Peneliti melakukan wawancara seputar medan
wacana, pelibat wacana dan sarana wacana dalam pemberitaan aliran sesat
Gafatar di kedua media tersebut. Hasil wawancara ini kemudian dijadikan
data tambahan dalam proses analisis data.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data dengan cara mengkaji
buku-buku, website, artikel dan lainnya yang berhubungan dengan materi
penelitian dan selanjutnya dijadikan bahan argumen.
19
Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h.234.
16
6. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan oleh peneliti
adalah model analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Pada umumnya
ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotika.
Pertama, membahas masalah makna (the problem of meaning),
yaitu tentang bagaimana orang memahami pesan. Kedua, masalah
tindakan (the problem of action) atau pengetahuan tentang bagaimana
memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi
(problem of coherence), yang menggambarkan bagaimana membentuk
suatu pola pembicaraan masuk akal (logic) dan dapat dimengerti
(sensible).20
Dalam semiotika sosial, ada tiga unsur yang menjadi pusat
perhatian penafsiran teks secara kontekstual, yaitu:21
a. Medan Wacana (field of discourse): menunjuk pada hal yang
terjadi pada tindakan sosial yang sedang berlangsung dan apa yang
dijadikan wacana oleh pelaku (media massa) mengenai sesuatu yang
sedang terjadi di lapangan peristiwa.
b. Pelibat Wacana (tenor of discourse) menunjuk pada orang-orang
yang ambil bagian dan dicantumkan dalam teks (berita); sifat orang-orang
20
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, Analisis Framing, h. 148 21
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika,Semiotika, Analisis Framing, h. 148
17
itu, kedudukan dan peranan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang
dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya.
c. Sarana Wacana (mode of discourse) menunjuk pada bagian yang
diperankan oleh bahasa: bagaimana komunikator (media massa)
menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan
pelibat (orang-orang yang dikutip). Lalu mengenai organisasi simbolik
teks, apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau vulgar dan
sebagainya.
E. Tinjauan Pustaka
Setelah peneliti melakukan pengamatan di Perpustakaan Utama
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta peneliti menemukan
penelitian yang sama dalam skripsi terdahulu yang juga menggunakan
metode analisis semiotika sosial dalam penelitiannya. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Representasi Dakwah Melalui Sejarah Islam (Analisis Semiotika Sosial
Buku Mengenal Islam For Begginers karya Ziauddin Sardar) oleh Inda
Nurshadrina, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2012. Persamaannya yakni pendekatan dan metode analisis
yang digunakan yakni metode analisis semiotika sosial M.A.K
Halliday. Perbedaannya terletak pada judul serta objek penelitian.
18
2. Analisis Semiotika Pemberitaan Pernikahan Beda Agama Pada
Amirandah Dengan Jonas Rivano di Situs Tempo.co oleh Ika Suci
Agustin Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan
Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Persamaannya yakni mengkaji teks pemberitaan di media massa dengan
menggunakan metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday.
Perbedaannya ada pada Subjek dan Objek Pemberitaan yang dikaji
dalam penelitian.
3. Analisis Framing Pada Pemberitaan Aliran Al Qiyadah Islamiyah di
Harian Media Indonesia oleh Eri Suhasni Wulandari, Mahasiswi
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jurusan Konsentrasi Jurnalistik, 2008. Persamaanya yakni mengkaji
teks berita seputar aliran sesat di media massa. Perbedaannya terletak
pada metode analisis serta subjek dan objek penelitiannya.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, yaitu berupa latar belakang masalah, pembatasan
dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teoritis, Yaitu berupa konseptualisasi teori tentang
Semiotika Sosial M.A.K Halliday, Perbedaan Media cetak dan Online,
19
konseptualisasi berita, dan mengenai pelarangan keberadaan Aliran sesat
di Indonesia.
BAB III : Gambaran umum, terdapat Sejarah singkat Pers di Indonesia,
Gambaran umum Detik.com dan Republika Online. Yaitu berupa sejarah
singkat Detik.com dan Republika Online, Visi dan misi, profil pembaca,
dan struktur redaksional.
BAB IV : Analisis data, Yaitu berupa berita dan analisis semiotika sosial
pada berita di Detik.com dan Republika Online yang di posting pada
tanggal 3 dan 4 Februari 2016.
BAB V : Penutup, yang berisi tentang Kesimpulan dan Saran penulis.
Merupakan bab penutup dari berbagai sub bab yang terdapat dalam
penyusunan skripsi.
20
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Semiotika Sosial
1. Pengertian Semiotika
Secara etimologis istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani
semeion yang berarti tanda, sedangkan secara terminologis, merupakan
ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa dan
seluruh kebudayaan sebagai tanda.1 Secara singkat semiotika dapat
diartikan sebagai sebuah studi mengenai tanda (signs). Sebagai suatu
metode dari ilmu pengetahuan sosial, semiotika memahami dunia sebagai
sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut sebagai „tanda‟.2
Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah „tanda‟
yang diartikan sebagai suatu stimulus yang mengacu pada sesuatu yang
bukan dirinya sendiri.3 Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai
bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan perasaan dan
sebagainya yang berada di luar diri. Sedangkan makna atau arti adalah
hubungan antara objek atau ide dengan tanda. Jadi secara singkat
semiotika dapat disebut sebagai studi yang membahas dan mengkaji
1 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 95. 2 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, h.87. 3 Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2013), h. 32.
21
mengenai tanda dan bagaimana tanda tersebut dihubungkan dengan
makna.
Membahas Semiotika tentu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan
tanda yang dikemukakan oleh seorang ahli filsafat dari abad sembilan
belas, yakni Charles Sanders Pierce. Teori dari Pierce sering dianggap
sebagai grand theory dalam semiotika karena gagasan Pierce bersifat
menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan yang ada.4
Ia mendefinisikan semiotika sebagai suatu hubungan antara tanda, objek
dan makna. Pierce mengatakan bahwa representasi dari suatu objek
merupakan interpretant. Tanda mewakili objek (referent) yang ada di
dalam pikiran orang yang menginterpretasikannya (interpreter).
Sign
Interpretant Object
Gambar 1: Elemen Makna Pierce
Dalam studi media massa, semiotik tak hanya terbatas sebagai
kerangka teori namun sebagai metode analisis. Misalnya, kita dapat
menjadikan teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri
4 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 17.
22
atas sign (tanda), object (objek) dan interpretan (interpretant). Menurut
pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Objek adalah sesuatu yang
dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak
seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. ketika elemen makna
itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang
sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang hendak dibahas oleh
segitiga makna adalah persoalan tentang bagaimana makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan orang saat berkomunikasi.5
Pierce membagi tanda kedalam tiga jenis, yakni icon (ikon), index
(indeks), dan symbol (simbol).6 Ikon dapat diartikan sebagai tanda yang
hubungan antara penanda dan petandanya mengandung kemiripan. Indeks
adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan antara tanda dan
petandanya yang bersifat timbal balik. Sedangkan simbol dapat dimaknai
sebagai tanda yang bersifat arbiter dan konvensional serta menunjukkan
hubungan yang alamiah antara penanda dan petanda.
Selain Pierce, ranah semiotika modern juga mengenal tokoh
Ferdinand de Saussure. Keduanya memiliki perbedaan-perbedaan penting,
terutama dalam penerapan konsep-konsep antara hasil karya yang berkiblat
pada Pierce dan pengikut Saussure di pihak lain. Ketidaksamaan tersebut
terjadi karena perbedaan mendasar yakni Pierce yang notabene seorang
ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh linguistik
5 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, h. 115 6 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 41-42.
23
umum. Perbedaan inilah yang kemudian memunculkan istilah semiologi
bagi Saussure.
Pemikiran yang paling penting menurut Saussure tentang
pandangannya mengenai tanda dalam konteks semiotik adalah dengan
melakukan perbandingan mengenai apa yang disebut dengan signifier
(penanda) dan signified (petanda). Signifier dapat diartikan sebagai aspek
material yakni sesuatu yang bermakna seperti sesuatu yang dapat ditulis
atau dibaca. Signified yakni aspek mental dari bahasa atau gambaran
mental dari signifier dan dalam proses memberi makna tersebut disebut
dengan signification.7
Selanjutnya, pokok pikiran penting lain yang diwariskan oleh
Saussure adalah mengenai cikal bakal strukturalisme yang kita kenal saat
ini. Pokok pikiran utamanya adalah pada beberapa pasangan konsep
seperti konsepnya tentang bahasa yakni pasangan langue dan parole.
Berkenaan dengan langue ini, menurut Komarudin Hidayat dikutip
Alex Sobur dimaknai sebagai abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat
sosial budaya, sedangkan parole dimaknai sebagai ekspresi bahasa pada
tingkat individu. Kedua, mengenai pendekatan dalam linguistik yakni
sinkronik dan diakronik. Lalu yang ketiga tentang konsepnya mengenai
penanda dan petanda.8
7 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, h.125. 8 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, h.111-113.
24
Sebagai penerus pemikiran Saussure, Roland Barthes mengadaptasi
pemikiran Saussure dengan membuat model sistematis dalam menganalisa
makna dari tanda-tanda. Fokus utamanya adalah gagasan mengenai
signifikansi dua tahap (two order of signification). Signifikansi tahap
pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam
sebuah tanda terhadap realitas eksternal yang kemudian disebut Barthes
sebagai denotasi yakni makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah
istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikansi tahap
kedua. Konotasi memiliki makna subjektif yang menggambarkan interaksi
yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Secara singkat denotasi adalah
apa yang digambarkan tanda terhadap objek, sedangkan konotasi adalah
bagaimana menggambarkannya. Selanjutnya, pada signifikansi tahap
kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth)
mitos dipahami sebagai upaya bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.9
Sementara itu, tokoh semiotik lainnya, Umberto Eco mengkritisi
berbagai pandangan mengenai semiotik lebih lanjut. Menurutnya berbagai
pandangan yang diberikan oleh Pierce lebih luas dan secara semiotik lebih
berhasil. Semiotik bagi Pierce merupakan suatu tindakan, pengaruh atau
kerjasama tiga subjek yakni tanda, objek dan interpretan, Eco sepakat
9 John Fiske, Introduction to Communication Studies (London: Methuen & Co.Ltd,
1990), second edition. h. 88.
25
dengan Pierce dalam mengartikan interpretan sebagai suatu peristiwa
psikologis dalam pikiran interpreter.10
Selanjutnya, Eco mengungkapkan bahwa pada dasarnya semiotika
sebuah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
berdusta dan menegaskan bahwa semiotika adalah teori dusta. Menurutnya
tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran sekaligus juga untuk
menyatakan kebohongan. Meskipun aneh, namun definisi tersebut secara
langsung menegaskan betapa sentralnya konsep dusta dalam wacana
semiotika, sehingga dusta tampak menjadi prinsip semiotika.11
2. Macam-macam Analisis Semiotika
Menurut Pateda dikutip Alex Sobur sekurang-kurangnya terdapat
Sembilan macam semiotik yang kita kenal saat ini, diantaranya yaitu:12
a)
Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. b)
Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang
dapat kita alami sekarang, namun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti
yang disaksikan sekarang. c) Semiotik faunal (zoosemiotic), yaitu semiotik
yang secara khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh
hewan. d) Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem
10
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, h. 109-110. 11
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi, h. 24-25. 12
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, h. 100-101.
26
tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. e) Semiotik
naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda di dalam sebuah narasi
yang berwujud mitos dan cerita lisan. f) Semiotik natural, yaitu semiotik
yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. g) Semiotik
Normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dihasilkan oleh manusia yang berwujud norma-norma. h) Semiotika Sosial,
yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh
manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun
lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata
lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. i)
Semiotik Struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
3. Semiotika Sosial M.A.K Halliday
Banyak sekali kerangka analisis semiotika yang dapat digunakan
dengan kesulitan masing-masing dan harus disesuaikan dengan teks yang
akan diteliti. Namun, untuk lebih mudahnya, bila ingin mengupas makna
dibalik sebuah iklan dan ingin melihat konotasi dan mitos yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut, maka sebaiknya menggunakan model
semiotika Pierce atau Roland Barhes. Namun bila ingin melihat sejauh
mana wartawan memaknai sebuah peristiwa yang ada dalam pemberitaan,
27
maka lebih cocok menggunakan kerangka atau model semiotika sosial
M.A.K Halliday yang lebih sederhana.13
Semiotika sosial merupakan bagian dari metode analisis wacana.
Metode analisis wacana sebagai metodologi penelitian sendiri terbagi atas
beragam metode analisis wacana, baik sebagai Critical Discourse Analysis
(CDA) maupun sebagai analisis teks. Metode analisis wacana sebagai
CDA kita kenal berbagai model seperti CDA model Norman Fairclough
atau CDA Ruth Wodak. Sedangkan metode analisis wacana sebagai
analisis teks terdiri dari semiotika, analisis sosiologis, analisis marxis,
psikoanalisis, analisis framing dan analisis semiotika sosial.14
Seperti halnya dalam analisis wacana, pada umumnya ada tiga jenis
masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotik.15
Yang pertama
adalah masalah makna (the problem of meaning) yaitu cara seseorang
memahami sebuah pesan, dan bagaimana struktur yang terkandung dalam
pesan tersebut. Kedua, masalah tindakan (the problem of action) yaitu
pengetahuan bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga,
masalah koherensi (problem of coherence) yaitu cara membentuk suatu
pola pembicaraan agar masuk akal dan dapat dipahami.
13
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi h. 29-30. 14
Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), h. 79. 15
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, h. 148.
28
Semiotika sosial dijelaskan dalam buku Michael Alexander
Kirkwood Halliday (M.A.K Halliday) yang berjudul Language Social
Semiotic sebagai semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud
kata, maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat.16
Dengan kata lain, semiotika sosial ini dapat digunakan sebagai metode
untuk menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.
Pandangan Halliday yang pertama adalah bahasa sebagai semiotika
sosial. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa adalah representasi
dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Dalam hal ini istilah semiotik
digunakan untuk memberi batasan terhadap sudut pandang yang digunakan
untuk melihat bahasa, yakni bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem
makna yang bersama-sama membentuk budaya manusia.17
Halliday menekankan bahwa bahasa adalah sebuah produk sosial.
Tidak ada bahasa yang vakum sosial, namun selalu berhubungan erat
dengan aspek sosial. Bahasa sebagai semiotik sosial, dapat diartikan
sebagai menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural, tempat
kebudayaan tersebut ditafsirkan dalam terminologis semiotik sebagai
sebuah sistem informasi. Dalam bahasan yang lebih jelas, bahasa itu tidak
berisi kalimat-kalimat, namun bahasa itu berisi “teks” atau “wacana”, yang
16
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing. h. 101. 17
Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”
Bahasa dan Seni, Tahun 36, Nomor I (Februari 2008), h.2
29
dapat diartikan sebagai pertukaran makna (exchange of meaning) dalam
konteks interpersonal. Mengkaji bahasa pada hakikatnya adalah mengkaji
teks atau wacana.18
Teks dalam pandangan Halliday dimaknai secara dinamis. Teks
dimaknai sebagai bahasa yang berfungsi yang melaksanakan tugas dalam
konteks situasi. Maka bahasa hidup yang berkaitan dengan konteks situasi
dimaknai sebagai teks. Teks, sebagaimana telah dikemukakan, adalah
suatu contoh proses dan hasil dari makna sosial dalam konteks situasi
tertentu.19
Terkait teks, Halliday memberikan penjelasan sebagai berikut
terhadap teks. Pertama, Teks merupakan pilihan semantik dalam konteks
sosial yakni suatu cara pengungkapan makna lewat bahasa lisan atau
tulis.20
Teks tidak didefinisikan dari ukuran. Meskipun teks dapat diartikan
sebagai sesuatu diatas kalimat, namun bagi Halliday itu merupakan salah
tunjuk pada kualitas teks. Dalam kenyataannya kalimat-kalimat itu lebih
merupakan realisasi teks daripada merupakan sebuah teks tersebut. Kita
tidak bisa merumuskan teks itu lebih besar atau lebih besar daripada
kalimat atau klausa. Sebuah teks tidak tersusun dari kalimat-kalimat atau
klausa tetapi direalisasikan dari kalimat-kalimat.
18
Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”,
h.2. 19
M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa
dalam pandangan semiotik sosial. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 13-15. 20
M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and
Meaning (London: Edward Arnold, 1978), h. 135.
30
Kedua, teks dapat memproyeksikan makna kepada level yang lebih
tinggi, yang kemudian disebut Halliday dengan istilah latar depan
(foreground).21
sebuah teks juga merupakan realisasi dari level yang lebih
tinggi dari interpretasi, kesastraan, sosiologis, psikoanalitis, dan
sebagainya yang dimiliki oleh teks itu, selain dapat direalisasikan dalam
level-level sistem lingual yang lebih rendah seperti sistem leksikogramatis
dan fonologis.
Ketiga, teks merupakan sebuah peristiwa sosiologis, yakni
bertemunya semiotik melalui makna-makna yang berupa sistem sosial
yang saling dipertukarkan yang bisa disebut sebagai proses
sosiosemantis.22
Individu masyarakat adalah seorang pemakna (meaner)
melalui tindakan pemaknaan bersama individu lainnya kemudian realitas
diciptakan, dijaga terus menerus dan dimodifikasi. Karena pada intinya
esensi teks adalah adanya interaksi. Dalam pertukaran makna tersebut
terjadilah perjuangan semantik antara individu yang terlibat. Karena
perjuangan tersebut maka makna selalu bersifat ganda. Dengan demikian
pilihan bahasa merupakan perjuangan untuk memilih kode-kode bahasa
tertentu.
21
M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and
Meaning, h. 137. 22
M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and
Meaning, h. 139.
31
Keempat, situasi adalah faktor penentu teks. Perubahan dalam
sistem sosial akan direfleksikan dalam teks dan situasi menentukan bentuk
dan makna teks karena menurut Halliday makna adalah sistem sosial.23
Dalam pandangan Halliday, teks selalu diliputi oleh dua konteks
yakni konteks situasi dan budaya. Ini berarti bahwa teks selalu menyatu
dalam konteks nya baik dari pembentukan maupun pemahaman. Inilah
yang kemudian berpengaruh terhadap cara pandang terhadap wacana.
Wacana adalah teks dalam konteks bersama-sama. Wacana diproduksi,
dimengerti lalu ditafsirkan dalam konteks tertentu. Titik perhatian analisis
wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama dalam
suatu proses komunikasi. Tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan,
antar teks, situasi karena bahasa selalu berada dalam konteks.24
Dengan demikian, semiotika sosial itu sendiri merupakan suatu
pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial, yaitu pada fungsi
sosial yang menentukan bentuk bahasa. Perhatian utamanya terletak pada
hubungan antara bahasa dengan struktur sosial dengan memandang
struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial.25
Dalam menganalisis wacana menggunakan pendekatan semiotika
sosial M.A.K Halliday, ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian
23
M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and
Meaning, h. 141. 24
Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”,
h. 12. 25
M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa
dalam pandangan semiotik social, h. 5.
32
penafsiran teks secara kontekstual. Ketiga unsur tersebut kemudian yang
akan menjadi teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis teks
pemberitaan di media massa pada penelitian ini. Ketiga unsur tersebut
adalah:26
1. Medan Wacana (Field of Discourse) yaitu menunjuk pada hal yang
sedang terjadi atau sedang berlangsung. Apa yang dijadikan wacana
oleh pelaku yang dalam konteks ini adalah media massa online
mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan peristiwa.
2. Pelibat Wacana (Tenor of Discourse) yaitu menunjuk kepada orang-
orang yang dicantumkan dalam teks berita tersebut, atribut dan
kedudukan sosial mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip
dalam teks berita dan bagaimana sumber tersebut digambarkan sifatnya.
3. Sarana Wacana (Mode of Discourse) yaitu menunjuk pada sarana yang
digunakan yakni bagian yang diperankan oleh bahasa. Bagaimana
media massa sebagai komunikator menggunakan gaya bahasa untuk
menggambarkan medan situasi dan pelibat yang dikutip dalam teks
berita. Apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau vulgar.
26
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, h. 148.
33
B. Konseptualisasi Pemberitaan
1. Pengertian Berita
Menurut KBBI definisi berita yaitu cerita atau keterangan
mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.27
Satu hal yang perlu
dicermati dalam kalimat tersebut adalah kejadian atau peristiwa yang
hangat. Hangat tentu saja memberi pengertian bagi kita yaitu sesuatu yang
baru saja terjadi dan penting untuk diketahui oleh khalayak.
Berita dapat didefinisikan sebagai laporan mengenai sebuah
peristiwa, kejadian, gagasan, maupun fakta yang menarik perhatian dan
bersifat penting. Dalam konteks berita yang dimuat di media massa
tentunya merupakan hal penting yang disampaikan dan dimuat oleh media
massa agar diketahui dan menjadi kesadaran umum.28
Sebuah fakta menjadi sebuah berita ketika dilaporkan, artinya jika
tidak dilaporkan dan diberitahukan melalui media massa dan tidak
disampaikan kepada khalayak umum untuk diketahui, maka hal tersebut
bukanlah sebuah berita. Karena fakta yang tidak menjadi kesadaran umum
tersebut adalah fakta yang tersembunyi.29
Sementara itu menurut Sudirman Tebba, secara singkat
menyatakan bahwa berita merupakan jalan cerita tentang peristiwa. Oleh
sebab itu menurutnya peristiwa dan jalan cerita merupakan dua hal
27
http://kbbi.web.id/berita Diakses pada 7 Agustus 2016 Pukul 20:30 WIB. 28
Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga,
2010), h.26. 29
Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.27.
34
penting. Sebuah peristiwa tanpa jalan cerita bukan merupakan sebuah
berita dan cerita tanpa peristiwa juga bukan berita.30
Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan diatas, kita
dapat menarik kesimpulan bahwa berita dapat didefinisikan sebagai
sebuah kejadian atau peristiwa penting yang baru saja terjadi serta
memiliki jalan cerita yang kemudian disampaikan kepada khalayak umum.
2. Nilai Berita
Ada beberapa elemen tertentu yang harus dipenuhi untuk
menjadikan sebuah berita menjadi bernilai. Nilai sebuah berita ditentukan
oleh seberapa jauh hal-hal tersebut dapat dipenuhi yang kemudian akan
menjadi tolak ukur penting atau tidaknya sebuah berita. Beberapa hal
tersebut merupakan elemen nilai berita yang membuat berita memiliki
daya tarik.
Hal-hal yang harus dimiliki sebuah berita diantaranya adalah harus
memiliki accuracy, yakni sebuah berita haruslah akurat, cermat dan teliti
tidak asal dan menimbulkan kebingungan. Kemudian universality, yakni
sebuah berita haruslah berlaku umum. Selanjutnya, fairness, yakni sebuah
berita harus lah bersifat jujur, artinya sebuah berita berisi nilai-nilai
kebenaran dan bukan sebuah kebohongan untuk publik, serta harus adil
dan tidak memihak salah satu pihak saja. Humanity, yakni sebuah berita
memiliki nilai kemanusiaan di dalamnya. Dan yang terakhir adalah
30
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Jakarta: Kalam Indonesia, 2005) h. 55.
35
immediate yaitu segera, artinya berita harus segera sampaikan agar selalu
menjadi kabar yang hangat dan aktual.31
Menurut Septiawan Santana beberapa elemen nilai berita yang
mendasari pelaporan kisah berita diantaranya adalah:32
1. Immediacy, yaitu hal yang berkaitan dengan kesegaran peristiwa yang
dilaporkan atau kerap disebut timeliness. Unsur waktu merupakan hal
yang sangat penting dalam berita karena sebuah berita sering
dinyatakan sebagai peristiwa yang dilaporkan dan baru saja terjadi.
2. Proximity, yaitu berkaitan dengan kedekatan dengan pembaca. Orang-
orang akan tertarik dengan berita yang menyangkut peristiwa disekitar
mereka dan dalam keseharian mereka.
3. Consequence, yaitu berkaitan dengan konsekuensi dalam berita dan
berpengaruh bagi khalayak.
4. Conflict, yaitu peristiwa-peristiwa yang mengandung konflik di
dalamnya seperti perang, demonstrasi, criminal, perseteruan dan
sebagainya.
5. Oddity, yaitu berita yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tidak
biasa dan jarang ditemui yang akan jadi perhatian masyarakat.
6. Sex, yaitu berkaitan dengan skandal yang ada di dalam pemberitaan.
31
Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.26. 32
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005) h. 18-20.
36
7. Emotion, yaitu yang sering dikenal dengan sebutan human interest,
yakni kisah yang menyentuh nilai kemanusiaan di dalamnya seperti
kesedihan, kemarahan, simpati, cinta dan sebagainya.
8. Prominence, yaitu berkaitan dengan unsur keterkenalan seseorang,
tokoh maupun orang-orang penting di dalam berita.
9. Suspense, yaitu berkaitan dengan sesutau peristiwa yang ditunggu-
tunggu oleh masyarakat.
10. Progress, yaitu berkaitan dengan perkembangan sebuah peristiwa.
3. Teknis Penulisan Berita
Dalam penulisan berita, wartawan kerap menggunakan bahas
ajurnalistik sesuai dengan karakter atau gaya tulisannya. Bahasa jurnalistik
merupakan salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers
dalam penulisan di media massa yang juga kerap disebut bahasa pers.
Dalam penulisan di media massa, bahasa jurnalistik juga disesuaikan
dengan jenis beritanya. Kini bahasa jurnalistik mulai beragam digunakan
untuk menulis berita ekonomi, politik, tajuk rencana dan lainnya
disesuaikan dengan angle tulisan, sumber berita dan keterbatasan media
massa.33
Dalam penggunaannya, menurut J.S badudu yang dikutip Eni
Setiati, bahasa jurnalistik memiliki cirri khas tersendiri diantaranya adalah
33
Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Andi Offset,
2005), h. 86-87.
37
singkat, padat, sederhana, jelas, lugas dan menarik. Serta tetap
berpedoman pada kaidah bahasa Indonesia yang baku.34
Dalam kaidah penulisan berita dikenal teknik penulisan yang sering
digunakan yakni teknik penulisan piramida terbalik. Suatu teknik
penulisan yang dalam konteks menulis berita harus dimulai dari hal yang
terpenting dengan porsi yang lebih banyak hingga mengerucut kebawah
dengan menuliskan hal-hal yang kurang penting atau sebagai pelengkap
dengan porsi yang lebih sedikit.
Bentuk piramida terbalik ini membuat jurnalis harus segera
mengurutkan laporan beritanya. bagian atasnya lebar, bagian bawahnya
kemudian menyempit. Isi berita ditekankan pada bagian awal, selanjutnya
semakin ke bawah menuju bagian akhir semakin tidak penting dengan
sisipan keterangan. Bagian yang paling atas merupakan ruang penulis
untuk ringkasan isi berita (summary statement), kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan, yakni pengembangan detil-detil, fakta dan
sebagainya.35
34
Eni Seiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Andi Offset,
2005) h. 87. 35
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h.22-23.
38
Sangat Penting
Penting
Tidak
Penting
Gambar 2: Piramida Terbalik Pemberitaan
Kemampuan seorang jurnalis dalam menulis berita diuji pada
bagian lead ini. Karena lead merupakan paragraf awal atau pembukaan
yang meringkas keseluruhan isi berita. Apabila dalam lead ini
penulisannya dianggap tidak menarik, maka jangan harap isi berita akan
dibaca. Karena dengan membaca dua paragraph di awal saja pembaca bisa
mengetahui inti informasi tersebut. Sehingga jika isinya menarik tentu
pembaca akan membaca berita secara keseluruhan.
Beberapa manfaat dari teknik penulisan piramida terbalik ini antara
lain: Pertama, nilai sebuah berita dapat langsung ditulis tanpa mengunakan
penjelasan yang lebih panjang atau detail, sehingga secara singkat
pembaca dapat memahami dari isi berita tanpa harus membaca
keseluruhan isi berita. Kedua, keterbatasan kolom atau ruang memudahkan
redaktur atau editor untuk menyederhanakan panjang tulisan berita.36
36
Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, h.27.
39
Dalam teknik penulisan ini, ringkasan pesannya haruslah
mengandung kelengkapan informasi yang mencakup unsur-unsur
pemberitaan yakni menggunakan formula penulisan 5W+1H, yaitu:37
1. Who. Berita harus mengandung unsur siapa. Sebuah berita harus
menyebutkan sumber yang jelas. Sumber siapa tersebut bisa mengacu
kepada individu, kelompok, lembaga dan sebagainya. Karena kita tidak
boleh membuat sebuah berita yang tidak jelas sumbernya yang akan
memunculkan keraguan akan kebenaran berita tersebut.
2. What. Setelah mengetahui sumber berita, selanjutnya penting untuk
mengetahui apa yang dikatakannya, who to say what. Dengan kata
lain, apa adalah mencari tahu hal yang menjadi topik berita tersebut.
Jika menyangkut suatu peristiwa atau kejadian, yang menjadi apa
adalah kejadian atau peristiwa itu.
3. Where. Berita juga harus merujuk pada tempat kejadian; dimana
terjadinya peristiwa tersebut.
4. When. Unsur penting berikutnya yang harus terkandung dalam isi
berita adalah kapan terjadinya peristiwa tersebut.
5. Why. Kelengkapan unsur sebuah berita harus dapat menjelaskan
mengapa peristiwa tersebut sampai terjadi. Hal ini berkaitan dengan
tujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu pembaca mengenai penyebab
terjadinya suatu peristiwa. Setiap peristiwa tidak pernah terjadi begitu
saja dan selalu punya alasan mengapa bisa terjadi. Alasan mengapa
37
Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.36.
40
sampai terjadi juga perlu disampaikan atau dijelaskan kepada pembaca
demi memenuhi rasa ingin tahunya.
6. How. Bagaimana terjadinya suatu peristiwa juga sangat dinantikan
oleh pembaca. Masyarakat yang sudah mengetahui mengapa suatu
peristiwa terjadi tentu akan menuntut lebih jauh tentang bagaimana
persisnya peristiwa tersebut terjadi.
C. Media Online
Media massa yang kita kenal saat ini meliputi 3 kelompok, yaitu
media cetak, media elektronik dan media online. Media cetak sendiri
merupakan media yang paling awal muncul dengan beragam bentuk
seperti koran, tabloid, dan majalah. Selanjutnya media elektronik hadir
dengan bentuk televisi dan radio. Lalu, yang terakhir ialah hadirnya media
online.
Media online merupakan media yang terhubung dengan internet.
Banyak yang menilai bahwa media online merupakan media elektronik,
namun para pakar memisahkan keduanya tersendiri. Alasannya, media
online menggunakan gabungan dari proses media cetak dengan menulis
informasi atau berita yang kemudian disalurkan melalui perangkat
elektronik, tetapi juga berhubungan dengan komunikasi personal yang
terkesan perorangan.38
38
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008),
h.13.
41
Pada dasarnya media online memiliki karakteristik tersendiri yang
berbeda dengan jenis media massa lainnya, diantaranya sebagai berikut:39
1. Sifat komunikasinya dua arah (interaktif).
2. Komunikatornya bisa lembaga atau personal.
3. Isi pesannya lebih personal/individual.
4. Informasi diterima publik tidak secara serentak, namun dengan
kebutuhan komunikannya.
5. Publiknya bisa homogen.
Dalam hal penulisan, sebenarnya sama saja berita di media online
dengan media cetak. Perbedaan mendasarnya adalah hanya pada
formatnya di internet. Yang muncul pada bagian awal mungkin judulnya
saja yang berbentuk link atau paling banyak sampai lead-nya. Bila
pembaca ingin mengetahui informasi selengkapnya, dia harus meng-klik
link tersebut. Dengan cara tersebut pengguna internet bisa memilih
informasi yang diinginkannya.40
Pada saat surat kabar menjadi online, peran gate keeper menjadi
hilang. Sebaiknya surat kabar tradisional agar menyerahkan peran ini
dengan menyediakan link-link ke situs-situs berita yang terhubungkan
bukannya memutuskan kisah mana yang seharusnya disertakan.
Menurut Septiawan Santana, dalam media massa sejarah
memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru yang muncul tidak pernah
39
Diah Wardhani, Media Relation: Sarana Membangun Reputasi Organisasi
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h.22-23. 40
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik), h.179.
42
menghilangkan teknologi yang lama. Seperti kemunculan radio yang
menggantikan surat kabar, kemudian kemunculan televisi tetap tidak bisa
secara total menghilangkannya, hanya menciptakan sebuah alternatif dan
khalayak baru. Maka sudah tentu dikatakan bahwa jurnalisme online
mungkin tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media
lama yang sudah ada. Melainkan menciptakan suatu cara yang unik dan
berbeda untuk memproduksi dan mendapatkan konsumen berita. Jadi,
menurutnya jurnalisme online tidak akan menghapuskan jurnalisme
tradisional, namun meningkatkan intensitasnya dengan menggabungkan
fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media tradisional.41
Teori konvergensi memperkuat hal tersebut. Yang menyatakan
bahwa setiap model media terbaru cenderung merupakan perpanjangan,
atau evolusi dari model terdahulu dan bentuk media massa akan terus
berkembang dari sejak awal siklus penemuannya. Dalam konteks ini,
internet merupakan medium terbaru yang mengkonvergensikan seluruh
karakteristik dari model-model terdahulu. Maka, yang berubah adalah
mode-mode produksi serta perangkat-perangkat yang digunakannya,
bukan substansinya.42
Harus diakui jurnalisme media online memiliki sejumlah
keunggulan dibandingkan dengan jurnalisme media cetak. Pertama, berita-
berita yang disampaikan lebih cepat karena selalu di-update, bahkan
41
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 135. 42
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontempore, h. 135
43
hingga setiap beberapa menit. Kedua, untuk mengakses berita-berita yang
disajikan, tidak hanya melalui perangkat komputer saja, namun juga bisa
menggunakan ponsel yang lebih praktis. Ketiga, pembaca media online
dapat memberikan tanggapan dan komentarnya secara langsung terhadap
berita-berita yang ditampilkan dengan hanya mengetik pada kolom
komentar yang telah disediakan.43
Media online juga memiliki kelebihan tersendiri dengan
informasinya yang bersifat personal yang artinya dapat diakses kapan saja,
dimana saja dan oleh siapa saja selama terhubung dengan internet dan
memiliki perangkat yang dibutuhkan. Selanjutnya pencarian berita pun
menjadi lebih mudah, karena data yang tersimpan dalam server di media
online akan terus ada sampai kapanpun selama tidak dihapus.
Selain memiliki kelebihan, media online juga tentunya memiliki
kekurangannya sendiri. Beberapa diantaranya adalah terletak pada
peralatan dan kemampuan penggunannya. Media online harus
menggunakan perangkat komputer, atau minimal telepon selular dan
tentunya terhubung dengan jaringan internet. Masalahnya adalah biayanya
yang relatif mahal di Indonesia serta saat ini belum seluruh wilayah di
Indonesia sudah memiliki jaringan internet. Selain itu pula masih banyak
orang yang belum mampu menguasai dan menggunakan internet.44
43
Zaenuddin HM, The Journalist; Bacaan Wajin Wartawan, Redaktur, Editor dan Para
Mahasiswa Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 3-4. 44
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik), h.25.
44
D. Aliran Sesat
1. Profil Ormas Gafatar
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan organisasi
kemasyarakat yang resmi berdiri di Jakarta pada tanggal 14 Agustus
2011 yang berlambangkan bendera “Fajar yang terbit dari Timur dengan
dua belas sinar”. Gafatar sendiri merupakan organisasi kemasyarakatan
yang berasaskan Pancasila dan Legalitas pendiriannya terdapat dalam
UUD 1945 pasal 28, UU No. 8 tahun 1985 tentang Orkemas dan Akte
pendirian ormas No. 01 tanggal 05 September 2011.45
Sebagaimana sebuah organisasi kemasyarakatan, Gafatar memiliki
visi dan misi. Visi Gafatar adalah terwujudnya tata kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara yang damai sejahtera, beradab, berkeadilan dan
bermartabat di bawah naungan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyatuan
nilai-nilai luhur bangsa, peningkatan kualitas ilmu dan intelektualitas, serta
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai universal agar menjadi rahmat bagi
semesta alam.46
Sementara misi dari Gafatar yaitu memperkuat solidaritas,
kebersamaan, persatuan, dan kesatuan khususnya antar sesama elemen
bangsa Indonesia serta dunia pada umumnya. Selain itu, juga memupuk
saling pengertian dan kerja sama antar sesama lembaga yang memiliki
45
http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html.
Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB. 46
http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html.
Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.
45
kepedulian dan perhatian terhadap upaya perdamaian dan kesejahteraan
dunia.47
Pendirian Organisasi Kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara
(GAFATAR) memiliki tujuan sebagai berikut:48
1. Sebagai wadah menghimpun putra-putri Nusantara dalam menyatukan
pemahaman moral kemanusiaan dan kebangsaan yang inklusif, kokoh,
cerdas, dan menyatu.
2. Sebagai sarana komunikasi dan menumbuhkan persaudaraan diantara
sesama putra-putri Nusantara baik di indonesia maupun di negara-negara
lain di dunia
3. Mempertahankan dan memperjuangkan cita-cita luhur bangsa yang
termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
4. Mewujudkan dan melahirkan kader-kader pemimpin bangsa yang jujur,
berani, tegas, adil, cakap, ber-integritas, bijaksana, cerdas dan sehat,
dengan berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari seluruh visi, misi, serta tujuan yang dimiliki oleh Ormas
Gafatar, ternyata dinilai hanya sebagai kedok untuk menutupi kesesatan
ajaran Gafatar. Berbagai kejanggalan bermunculan dalam Ormas Gafatar
ini yang kemudian memunculkan keresahan di masyarakat.
47
http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html.
Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB. 48
http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html.
Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.
46
Menurut Abu Deedat Syihab yang dikutip Voa-Islam.com, Gafatar
merupakan penjelmaan aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah yang
kemudian berganti nama menjadi Komunitas Millah Abraham (Komar)
pimpinan Ahmad Mushoddeq. Hal ini terlihat dari para deklaratornya yang
merupakan penganut sekte sesat tersebut. Gafatar tetap menganut aqidah
sesat yang dikembangkan Mushoddeq lalu mencoba melegalkan diri dalam
bentuk ormas sebagai strateginya.49
Sementara itu, menurut Abdul Jamal Malik yang dikutip Tempo.co,
Gafatar merubah format menjadi sebuah organisasi yang modern agar
menghindari tekanan dari pemerintah. Kementerian Agama pernah
meneliti aktivitas Gafatar sejak tahun lalu. Berdasarkan penelitian tersebut,
Gafatar saat ini memiliki puluhan ribu pengikut yang tersebar di seluruh
provinsi. Dan para pengurus tersebut dilantik langsung oleh Musadeq.50
Seperti yang diketahui, Musadeq alias Abdussalam merupakan
terpidana kasus penistaan agama. Majelis hakim Pengadilan Jakarta
Selatan menjatuhkan vonis 4 tahun penjara karena menyebarkan ajaran
sesat lewat Al Qiyadah Al Islamiyah. Ajaran ini tidak menganjurkan
ibadah salat dan meyakini nabi lain setelah Muhammad. Ajaran ini
dikembangkan Musadeq akibat perbedaan haluan dengan pendiri Negara
Islam Indonesia KW IX, Panji Gumiwang. Vonis pengadilan kala itu tak
49
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/04/13/18653/gafatar-sama-sesatnya-
dengan-alqiyadah-buatan-nabi-palsu-moshaddeq/#sthash.ARC5yfOb.dpbs. Diakes tanggal 27 Mei
2016 pukul 21.20 WIB. 50
https://m.tempo.co/read/news/2016/01/13/078735611/ini-profil-tokoh-pendiri-gafatar.
Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 22.31 WIB.
47
menyurutkan upaya Musadeq untuk menyebarluaskan ajarannya. Ia
kembali mengajak para pengikutnya mendirikan Komunitas Millah
Abraham (KOMAR). Organisasi inilah yang kemudian bersalin rupa
menjadi Gafatar. Organisasi ini cepat menuai simpati karena banyak
berperan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan51
.
Aliran Komunitas Millah Abraham (KOMAR), merupakan aliran
yang muncul di wilayah kecamatan Haurgelis Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat. Yang kemudian mendapatkan tanggapan yang serius dari berbagai
pihak seperti MUI, Kapolres Indramayu, pemuka agama setempat dan
masyarakat setempat serta menjadi pemberitaan di media massa.
Kemunculannya kian hari makin meresahkan karena pertumbuhan dan
perkembangan aliran tersebut yang semakin hari mengalami peningkatan.
Karena aliran ini termasuk aliran sesat sesuai dengan tinjauan MUI yang
mengacu pada hasil Munas MUI tahun 2005 yang menentukan 10 Kriteria
aliran sesat.52
51
https://m.tempo.co/read/news/2016/01/13/078735611/ini-profil-tokoh-pendiri-gafatar.
Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 22.31 WIB. 52
Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
Respon Masyarakat Terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia (Jakarta:
2014) h. 203-204.
48
2. Indikator aliran dan gerakan keagamaan bermasalah ditinjau dari
peraturan perundang-undangan
Mengacu pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan,
indikator suatu aliran dan gerakan keagamaan dianggap bermaslah
apabila:53
a. Membahayakan ketertiban publik, seperti penafsiran dan
penyebaran agama yang nyata-nyata menyimpang,
menyesatkan, menyulut masalah dan mendorong kekacauan
atau kerusuhan di tengah masyarakat.
b. Membahayakan kesalamatan jiwa, seperti mengajarkan kepada
para pengikutnya untuk melukai diri sendiri dan atau orang
lain.
c. Mengganggu akhlak publik, seperti ajaran yang
memperbolehkan seks bebas dan perzinaan.
d. Membahayakan kesehatan publik, seperti ajaran yang
memperbolehkan menggunakan obat-obatan terlarang.
e. Melanggar hak-hak dasar orang lain, seperti pengkonsepsian
dan penafsiran ajaran agama yang dalam penyebarannya
memaksakan pencucian otak orang lain baik secara langsung
maupun tak langsung (Brain washing); memobilisasi
pendanaan secara manipulatif dari masyarakat.
53
Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI ,
Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia.(Jakarta:2014),
h.19-20
49
f. Menyebarkan kebencian dan permusuhan di tengah
masyarakat, seperti syiar-syiar baik secara lisan maupun tertulis
yang menghalalkan darah orang lain bahkan orangtua kandung,
atau mendorong orang lain melakukan kekerasan fisik dan
terror.
g. Menganjurkan dan mengajarkan makar terhadap pemerintahan
yang sah serta tidak mengakui Pancasila dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Kriteria Paham dan Aliran Sesat menurut Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pusat.
Di bawah ini adalah 10 kriteria paham dan aliran sesat (dalam
Islam) menurut ketetapan MUI hasil Munas tahun 2007. Kriteria ini tidak
serta merta menjadi dasar penindakan dan penanganan terhadap pengikut
aliran yang dianggap sesat tersebut, sebelum ada vonis dari pengadilan.
Kriteria ini dapat digunakan sebagai rujukan awal untuk melihat dan
menganalisa aliran-aliran keagamaan (Islam) guna ditindak lanjuti secara
hukum. Sepuluh kriteria tersebut adalah :54
1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam.
2. Meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan Al-
Qur‟an dan Sunnah.
54
Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI ,
Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia, h.20-21.
50
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur‟an.
4. Mengingkari otentisitas atau kebenaran isi Al-Qur‟an.
5. Menafsirkan Al-Qur‟an tidak sesuai pada kaidah-kaidah tafsir.
6. Megingkari Hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Menghina atau melecehkan atau merendahkan para nabi dan rasul.
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul.
9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang
telah ditetapkan oleh Syari‟ah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat
wajib tidak 5 waktu.
10. Mengkafirkan sesama muslim.
4. Dampak Aliran Sesat
Paham, aliran, dan gerakan kegamaan baru bermasalah yang
banyak berbenturan dengan paham, aliran dan gerakan keagamaan yang
telah lama mapan, dari segi sosiokultural dapat menimbulkan dampak
sebagai berikut:55
1. Dampak terhadap korban atau pengikut dapat berupa:
a. Pengucilan oleh keluarga baik secara sosial maupun ekonomi.
b. Terganggunya pendidikan korban baik prestasi belajar, disiplin
maupun berkelanjutan pendidikan.
c. Penghujatan dan pendiskreditan oleh pihak yang menentang.
55
Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI ,
Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia, h.24-26.
51
d. Pemberitaan secara merugikan baik oleh media massa maupun
oleh masyarakat dari mulut ke mulut.
e. Keadaan psikologis yang tertekan dan terintimidasi berproses
frustrasi, konflik batin, anxietas, depressi berwujud stress
sehingga menimbulkan gejala keabnormalan jiwa seperti
kelainan jiwa (adjustive mechanism), gangguan jiwa
(psychoneuroses), penyakit jiwa (psychoses), penyakit phisik
akibat guncangan jiwa (psychosomatic), dan gangguan khusus
(specific disorders) lainnya.
f. Perubahan pola hidup yang keluar dari kebiasaan, serta
membangun relasi yang anti sosial.
g. Pelarian dari situasi dan kondisi wajar ke arah yang lebih
buruk.
h. Pemidanaan dan pemenjaraan.
2. Dampak terhadap keluarga dapat berupa:
a. Perpecahan anggota keluarga antara anak dan orang tua,
keluarga dan anggota keluarga serta kerabat lainnya.
b. Pengucilan dari masyarakat sekitar terhadap keluarga.
c. Penanggungan beban psikologis dan ekonomi atas keluarga.
d. Rentan terpengaruhi dan terindoktrinasi lebih awal (menjadi
korban).
e. Perampasan hak berkeluarga.
52
f. Perampasan hak mendapatkan nafkah.
3. Dampak terhadap masyarakat dapat berupa:
a. Timbulnya aksi dan reaksi antar anggota dan kelompok
masyarakat.
b. Timbulnya konflik dalam masyarakat yang berpotensi
melahirkan disintegrasi sosial.
c. Timbulnya rasa takut akan menjadi korban penyimpangan.
d. Termanipulasi oleh paham dan ajaran yang salah.
e. Menderita kekerasan fisik dari kelompok yang tidak sepaham.
4. Dampak terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berupa:
a. Ancaman terhadap Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan
bernegara.
b. Ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Memupuk tumbuh dan berkembangnya ideologi religiusitas
baru yang merusak tatanan kekitabsucian, aqidah, peribadatan,
tarikh, dan akhlak mulia; serta mengobrak-abrik falsafah dan
regulasi acuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Dampak terhadap citra Indonesia di dunia internasional
a. Terorisme dan konflik keagamaan menjadi catatan penting
yang memengaruhi iklim investasi di Indonesia.
b. Citra Indonesia sebagai negara yang penuh kerukunan dan
harmoni di mata dunia juga menurun akibat konflik dan
53
kekerasan atas dasar aliran dan gerakan keagamaan mainstream
versus aliran dan gerakan keagamaan bermasalah yang penuh
kontroversi.
53
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Singkat Pers di Indonesia
1. Masa Penjajahan Belanda
Sejarah pers di Indonesia menurut Supriyanto yang dikutip
Mondry, dapat diklasifikasikan menjadi dua periode. Periode tersebut
meliputi masa penjajahan dan masa setelah kemerdekaan hingga kini. Atas
dasar tersebut dapat dikatakan bahwa surat kabar yang tercatat muncul
pertama di Indonesia adalah Baviasche Nouvelles pada tahun 1744. Surat
kabar tersebut terbit di Batavia, dan diterbitkan oleh orang kulit putih yang
mendukung sistem pemerintahan kolonial pada masa itu.1
Dari surat kabar ini dapat diketahui pula mengenai peranan kaum
militer Belanda dan sejarah agama Kristen di Indonesia. Selain itu terdapat
pula iklan yang umumnya tentang berita kematian, penguburan, juga
mengenai iklan penawaran dan pembelian barang.2
Perkembangan sejarah pers Belanda sampai akhir abad ke-19 di
Hindia Belanda bertalian erat dengan suasana masyarakat kolonial. Para
pejabat Belanda pada saat itu memerintah dengan otoriter dan
mempertahankan sistem kasta dalam mengatur kehidupan di Hindia
Belanda. Sebuah media massa yang dapat membuka kemungkinan
1 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik (Bogor: Ghalia Indonesia,
2008),h.30. 2 Nurudin, Jurnalisme Masa Kini (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009) h, 31.
54
menyampaikan pendapat terhadap kebijakan pemerintah, tidak
mendapatkan izin terbit.3
Dari berbagai perkembangan pers tersebut, pada mulanya pers
terbit sebagai bagian usaha orang Belanda dan kemudian menjadi
pembawa kepentinganperusahaan perkebunan dan industri minyak. Isinya
belum mencermninkan persoalan-persoalan politik pada masa itu, karena
memang sejak awal pemerintah Hindia Belanda mengatur berita-berita
yang tidak berbahaya bagi pemerintah sendiri.4
Selain koran dengan nama Indonesia, banyak bermunculan koran-
koran dengan nama Cina pada saat itu, seperti Keng Po di Batavia, Lin Po
di Sukabumi, dan Sin Po di Bandung. Para pejuang di Indonesia seperti
R.M Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) mendirikan Indonische
Persbureau pada tahun 1913 di Den Haag, Belanda. Lalu, L.N Palar di
Belanda juga mendirikan Persbureau Indonesia pada tahun 1928. R.M
Tirto Adhisoerja mendirikan Bintang Betawi pada tahun 1894-1906 di
Batavia yang kemudian berganti nama menjadi Medan Prijaji pada tahun
1906-1912, dan masih banyak media lainnya.5
2. Masa Penjajahan Jepang
Pemerintahan penjajahan Jepang melarang pers berbahasa Belanda
dan Cina. Koran berbahasa Indonesia mendapat sensor ketat dari Jepang
3 Penerbit Buku Kompas, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia
(Jakarta: Kompas Media Nusantara), h.25. 4 Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, h.30.
5 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.30-31.
55
dan jumlahnya hanya beberapa saja yang tersisa, antara lain Asia raja
(Jakarta), Sinar Baroe (Semarang), Sinar Matahari (Jogjakarta), Soeara
Asia (Surabaya), Kita Sumatera Shinbun (Tapanuli), Shinbun (Tarutung),
Atjeh Shinbun (Kutaraja), Kantor berita Antara diganti namanya menjadi
Domei (berbahasa Indonesia) dan Yashima (Berbahasa Jepang).6
Semasa di Indonesia, Jepang membawa serta aturan sensor
pracetaknya untuk diberlakukan di Indonesia. Jepang pula yang
memberikan kesempatan para pekerja industri pers dalam mengasah dan
melatih keterampilan dengan menyediakan aneka program pelatihan bagi
para jurnalis.7
3. Masa Orde Lama
Pada masa awal Indonesia merdeka, beberapa surat kabar terbit di
berbagai daerah, antara lain Koran Merdeka, Pedoman, dan Berita
Indonesia di Jakarta, Waspada di Medan, Mimbar Oemoem di Tebing
Tinggi, Adil di Solo, Kedaulatan Rakjat dan Kantor Berita Antara di
Jogjakarta. Sedangkan secara nasional, pada saat itu diperkirakan terdapat
sekitar 75 Surat Kabar dan Majalah, bahasa yang digunakan adalah bahasa
Indonesia, Belanda dan Cina.8
Era tahun 1950-1959 pers nasional berada pada masa pers liberal,
sesuai dengan kondisi pemerintahan yang menggunakan sistem liberal
6 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31.
7 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru. Penerjemah. Gita Widya Laksmini
Soerjoatmodjo (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 22. 8 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31.
56
pada saat itu. Waktu itu, beberapa surat kabar muncul, seperti Soerabaja
Post dan Jawa Pos di Surabaya, Kedaulatan Rakjat dan Minggoean Pagi
di Jogjakarta, serta Pemandangan di Jakarta, dan masih banyak lagi di
daerah lainnya di Indonesia. Periode ini tercatat ada sekitar 104 surat kabar
dan 226 majalah yang terbit dan bahasa yang digunakan juga beragam;
Indonesia, Inggris, Belanda dan Cina. Setelah tahun 1954, di seluruh
Indonesia tercatat ada sekitar 286 Surat kabar yang terbit.9
Perkembangan partai politik pada masa itu ikut memengaruhi
media massa dengan munculnya surat kabar yang dibina partai politik saat
itu, seperti Soeloeh Indonesia (PNI), Harian Rakjat (PKI), Doeta
Masjarakat (NU), Abadi (Masyumi), dan Pedoman (PSI). Sesudah dekrit
presiden, Indonesia memasuki sistem demokrasi terpimpin termasuk surat
kabar dan majalah yang diseluruh Indonesia berjumlah sekitar 187 buah.
Pada masa itu cirinya, informasi media massa tidak boleh bertentangan
dangan presiden. Justru yang beroplah besar adalah media yang dikelola
partai politik, seperti Soeloeh Indonesia (PNI), Harian Rakjat (PKI),
Warta Bhakti (Baperki), Doeta Masjarakat (NU), dan Pedoman (PSI).
Surat Kabar umum yang terbit di masa itu, antara lain Merdeka (1961),
Sinar Harapan (1961) dan Kompas 1965.10
Pada masa itu, pemerintah kemudian punya maksud unrtuk
memobilisasi media massa. Ini dimaksudkan untuk membangun Indonesia
9 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31-32.
10 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik , h.32.
57
menjadi sebuah bangsa yang kuat dan bersatu. Melalui Dekrit Presiden
tahun 1962, kantor berita Antara (LKBN Antara) diposisikan tepat
dibawah presiden sebagai kantor berita nasional “semi pemerintahan”.
Sekalipun operasional sehari-hari LKBN Antara berlangsung otonom,
namun kontrol pemerintah sangat terasa. Di kurun 1960an, LKBN Antara
punya andil dalam revolusi sosial buatan Presiden Soekarno. LKBN
Antara pun ikut mendukung tumbuhnya Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam pemberitaannya, LKBN Antara jadi sasaran kecaman dari sederetan
media lain yang lebih konservatif.11
Pada bulan Maret 1957, pemerintah memberlakukan Undang-
Undang Darurat (dikenal sebagai Keadaan Bahaya dan Darurat Militer).
Aturan ini terbukti efektif membendung arus industri pers. Di tahun itu
pemerintah menerapkan tindakan-tindakan keras terhadap pers seperti
menginterogasi, menahan, dan memenjarakan para jurnalis, melarang
penerbitan pers dan sebagainya. Tindakan keras yang terjadi pada tahun
tersebut lebih banyak ketimbang masa antara Mei 1952 sampai Oktober
1965.12
Pada kurun waktu tersebut Soekarno betekad memberangus koran-
koran yang berbeda sikap dengan dirinya. Tanpa peduli pada dunia
internasional yang mengecam dirinya lantaran menekan pers, Soekarno
11
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 25-26. 12
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 27.
58
bersikukuh. Dirinya berkata, “tidak mengizinkan kritik destruktif terhadap
kepemimpinan saya.13
Selama pemberlakuan Undang-Undang Darurat tersebut, koran-
koran dilarang terbit dengan aneka alasan „politis‟, misalnya dinilai
mendukung aspirasi daerah ketimbang pemerintah pusat atau dipandang
menghina presiden, politisi senior dan tokoh militer. Hal ini terjadi pada
Masyumi dan PSI yang mendapatkan tekanan keras oleh pemerintah.
Abadi akhirnya terpaksa tutup di penghujung tahun 1960. Awal tahun
1961 giliran Pedoman yang kena pasung. Sebaliknya, sirkulasi Harian
Rakyat meningkat secara pasti hingga mencapai angka 70.000 pada tahun
1964. Tahun 1965, Harian rakyat sempat mencatatkan angka 85.000
eksemplar sebelum akhirnya dilarang terbit bersama dengn penerbitan-
penerbitan „kiri‟ lainnya pasca kup militer 1 Oktober pada tahun tersebut.14
4. Masa Orde Baru
Pers pada periode awal Orde Baru, 1966-1975 dapat digambarkan
secara kuantitatif dari hasil penelitian Judith B. Agassi (1969). Pada tahun
1966 terdapat 132 harian di Indonesia dengan total tiras 2 juta eksemplar
dan mingguan sebanyak 114 buah dengan total tiras 1.540.200 eksemplar.
Angka ini menunjukkan kualitas pers mengalami kenaikan dibanding
dengan Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965 terdapat 11 harian dengan
13
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 27. 14
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 27-28.
59
total tiras 1.432.850 eksemplar dan mingguan 84 buah dengan total tiras
1.153.800 eksemplar.15
Tahun 1965 adalah kala terburuk di sepanjang sejarah pers
sepanjang Indonesia merdeka. Pada bulan Februari dan Maret tahun itu, 29
koran dilarang terbit karena mendukung kubu anti Komunis yang
ironisnya bernama Badan Pendukung Soekarno (BPS). sementara itu 46
dari 163 surat kabar ditutup tanpa alasan jelas dalam serangan balasan
pasca kekacauan politik tanggal 1 Oktober 1965. Penutupan itu dilakukan
lantaran karena sederetan surat kabar tersebut diduga terkait atau jadi
simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan onderbouw-nya. Ratusan
staf redaksi ditahan. Para pendukung „kiri‟ ditendang dari Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) dan kantor berita Antara. Setelah peristiwa 1
Oktober 1965, Antara limbung berat, kantor berita ini ditempatkan di
bawah komando daerah militer. Tiga puluh persen staf redaksinya masuk
penjara. Sederetan peristiwa penangkapan dan pembunuhan sejumlah
jurnalis baik yang komunis sejati maupun sekedar simpatisan, menjadi
kepingan-kepingan rangkaian teka-teki seputar pembantaian massal yang
terjadi di berbagai wilayh pedesaan pada tahun 1965-1966. Sampai
puluhan tahun kemudian, pembantaian massal ini tetap menghantui pers
Indonesia.16
15
Ahmad Zaini Abar, 1966-1974 Kisah Pers Indonesia (Yogyakarta: Lkis, 1995), h.45. 16
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 33-34.
60
Media massa, termasuk pers khususnya media elektronik, jadi alat
penting dalam memelihara dan membantu legitimasi Orde Baru.
Pergantian politik dan kekuasaan usai peristiwa 1 Oktober 1965 kemudian
diwarnai dengan keluarnya aneka landasan hukum, salah satunya Undang-
Undang Pers tahun 1966. Undang-undang yang secara singkat
mengartikan bahwa rezim penguasa saat itu bisa mengeluarkan
pernyataan apapun yang pada intinya media bisa disetir oleh pemerintah.17
Pemberontakan G30S/PKI berakhir menyebabkan beberapa surat
kabar yang berhaluan kiri dilarang, seperti Harian Rakjat, Warta Bhakti,
dan Soeloeh Indonesia. Bersamaan dengan itu, muncul pers dan surat
kabar mahasiswa sebagai media perjuangannya, seperti Harian KAMI dan
Minggoean Mahasiswa Indonesia di Bandung.18
Gelombang bredel yang terjadi pada kurun waktu 1970-an
menimbulkan permusuhan tersembunyi antara hubungan pemerintah
dengan pers. Situasi yang akhirnya membuahkan perpecahan pada tahun
1974 dan 1978 yang ditandai dengan pembredelan massal oleh pemerintah
terhadap media massa. Media yang mencoba mengkritisi berbagai
kebijakan pemerintah, akan dilibas oleh rezim berkuasa yang otoriter pada
saat itu.19
Perjalanan pers nasional kembali mengalami peristiwa kelabu,
setelah terjadinta peristiwa 15 Januari 1974, yang dikenal dengan sebutan
17
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 34. 18
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.32-33. 19
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 37.
61
Malapetaka Lima Belas Januari (Malari). Beberapa surat kabar dilarang
terbit, seperti Indonesia Raja, Pedoman, Abadi, KAMI, El-Bahar,
Mingguan Mahasiswa Indonesia, dan Mingguan Srikandi. Setelah
peristiwa itu, surat kabar yang berkembang justru surat kabar independen
dan profesional. Terbukti setelah tahun 1970-an, tercatat 1.559 Surat Izin
Terbit (SIT) yang dikeluarkan pemerintah untuk persuratkabaran.20
Seperti
yang diketahui, pada saat itu para penerbitan surat kabar wajib memiliki
dua izin yang saling terkait. Dua izin tersebut adalah Surat Izin Terbit
(SIT) dari Departemen Penerangan yang nyata-nyata sebuah lembaga sipil
dan yang kedua adalah surat Izin Cetak (SIC) dari lembaga keamanan
militer KOPKAMTIB. Tanpa kedua izin tersebut, secara hukum sebuah
media tidak akan mungkin terbit. Apabila salah satunya atau kedua
lembaga tersebut mencabut izinnya, secara otomatis media itu dibredel.21
Pada bulan September 1982 intervensi pemerintah masuk lebih
dalam lagi. Guna membedakan pers umum milik lembaga independen dan
pers khusus, seperti milik perguruan tinggi atau lembaga lain, pemerintah
menetapkan surat kabar umum harus memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan
Pers (SIUPP), sedangkan pers khusus tetap menggunakan SIT.22
Tidak banyak yang berubah dari perubahan tersebut, karena pada
intinya penerbitan pers harus tetap tunduk pada pemerintah. Perbedaanya
adalah peraturan kali ini menjangkau sampai ke perusahaan pers. Jadi,
20
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.33. 21
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 35. 22
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik , h.33.
62
peraturan pemerintah berpatokan pada dunia usaha dan seluk-beluknya.
Rumitnya perizinan sangat kakunya peraturan saat itu membuat perubahan
sekecil apapun dinilai sebagai sebuah pelanggaran teknis atas izin.
Pemberedelan yang menimpa DeTIK dan Editor pada tahun 1994 silam
merupakan bukti nyata dari pelanggaran teknis. Namun sudah menjadi
rahasia umum bahwa akar permasalahannya adalah karena kedua media
tersebut memuat berita yang mengkritik orang-orang dekat presiden.23
Terlepas dari berbagai gelombang bredel, sejak tahun 1978
pasarlah yang menentukan hidup matinya sebuah media, bukan
pemerintah. Beberapa memang diberangus pemerintah namun berbagai
sumber turunnya penerbitan adalah terkait masalah pengumpulan dana.
Alasan utamanya adalah sejak SIUPP tidak lagi bisa diperjualbelikan,
ekspansi perusahaan pers dilakukan lewat kerjasama manajeman dan
penanaman modal gabungan dengan media-media lain yang tidak jelas
masa depannya. Yang terjadi adalah sederetan surat kabar daerah tumbang
sementara koran-koran kecil dihisap masuk kedalam imperium pers
metropolis. Imperium terkaya tersebut antara lain adalah Kompas, Suara
Pembaruan, Tempo dan Media Indonesia.24
5. Pers saat ini
Sejak jatuhnya rezim Soeharto dan memasuki era Reformasi, kran
kebebasan pers di Indonesia telah dibuka. Saat ini khususnya, koran-koran
23
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 53-54. 24
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 60.
63
besar, stasiun televisi, serta kehadiran media online mengalami
pertumbuhan yang pesat. Kebutuhan masyarakat akan informasi dan
didukung oleh kebebasan serta kemajuan teknologi menjadikan media
massa saat ini sebagai lahan bisnis yang menguntungkan bagi para
pengusaha.
Media massa di Indonesia sekarang ini memang lebih bersaing
ketat mencari keuntungan, bahkan tidak sedikit pemilik modal kuat ikut
mengambil bagian dalam perusahaan media massa. Kondisi tersebut
membuat anggota konglomerasi pers tidak lagi memiliki kemerdekaan
menentukan dirinya sendiri. Artinya peran media massa tidak semata-mata
memberikan informasi dan mencerahkan kehidupan masyarakat namun
juga menjadi kepentingan bisnis didalamnya.25
Setelah Orde Baru tumbang, kita memang masih melihat banyak
bertumbuhan media berbasis internet seperti Detik.com, mandiri.com,
satunet.com serta beberapa surat kabar dan majalah yang kemudian merilis
versi online seperti Kompas, Media Indonesia, Republika, Gatra dan lain
sebagainya. Namun jelas bahwa mereka tidak bisa disebut sebagai media
alternatif karena orientasinya adalah bisnis yang berbeda dengan media
alternatif berbasis internet di era Orde Baru.26
Media alternatif pada masa
itu dapat di artikan sebagai media yang bergerak di luar media arus utama
25
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.56-58 26
Ade Armando dkk, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama,
(Jakarta: Center for The Study and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 71
64
(mainstream) yang membentuk situasi ke arah solidaritas sosial untuk
melawan rezim Orde Baru kala itu.
Saat tujuan komersial yang utama, para pengelola media akan
menempatkan apa yang disukai masyarakat sebagai penentu utama. Dalam
kondisi seperti ini, media jadi berorientasi pada menyajikan hal-hal yang
menyenangkan hati konsumen, kendatipun itu mungkin bukan sesuatu
yang relevan dengan kepentingan publik.27
Intervensi pemilik media kian tak bisa terelakkan. Intervensi ini
biasanya menyangkut ruang atau rubrik pemberitaan yang kadang tidak
berimbang atau kurang proporsional bagi orang atau institusi pemberi
iklan terhadap media tersebut. Sebab sebagaimana dikeyahui bersama,
media tidak bisa hanya mengandalkan daya survival mereka pada pangsa
pasar tradisional semisal pelanggan regular dan pembeli eceran. Dalam
industri media modern, iklan menjadi tulang punggung utama yang
menentukan apakah media bisa survive atau tidak. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan iklan, tak jarang media harus berpihak atau membela terlebih
dahulu kepada kepentingan institusi tertentu yang memiliki kemungkinan
untuk memberikan iklannya kepada media tersebut.28
Belakangan muncul inisiatif memanfaatkan jejaring dunia maya
menjadi jurnalisme warga (citizen journalism) dimana setiap anggota
pengguna internet dapat memanfaatkan suatu jejaring seperti Twitter,
27
Ade Armando dkk, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, h. 19 28
Ade Armando dkk, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, h.
116
65
Facebook dan yang lainnya untuk kemudian menjadikan mereka sebagai
wartawan yang dapat aktif mengabarkan apa saja yang perlu diketahui
oleh orang lain. Jejaring sosial ini juga menjadi wadah menyalurkan opini
dan menggalang solidaritas melawan ketidakadilan.29
Jadi dapat dikatakan
bahwa dalam konteks citizen journalism ini, masyarakat dapat menjadi
produsen bukan saja menjadi konsumen informasi.
Kehadiran internet dan jejaring sosial menjadikan sebuah ruang
publik baru yang memungkinkan masyarakat bertukar pendapat dan
membangun opini bersama secara bebas tanpa tekanan dari negara.
Perwujudan ruang publik di media massa ini menjadi bagian penting
dalam menegakkan demokrasi dan penguatan partisipasi civil society
(masyarakat sipil).
Sementara itu menurut GunGun Heryanto, penggunaan internet
dapat berrfungsi untuk kegiatan politik. Hal ini terkait dengan beberapa
faktor diantaranya adalah sistem politik yang berjalan kian demokratis
pasca reformasi menimbulkan tumbuh kembangnya kebebasan pers dan
kebebasan menyatakan pendapat. Kebebasan tersebut menyebabkan setiap
orang menggunakan internet untuk menyampaikan ide, gagasan, protes,
himbauan dan tekanan kepada kekuasaan. Fenomena tersebut dengan
sendirinya memunculkan ruang publik baru (new public sphere) dalam
proses demokrasi di dunia cyber melalui proses konvergensi simbolik di
29
Ade Armando dkk, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, h.
72.
66
situs jejaring sosial (social network sites) dan weblog interaktif.
Komunitas virtual di jejaring sosial dapat menjadi kelompok pengontrol
dan penekan yang memunculkan fenomena kesadaran kelompok dari
attentive public (publik berperhatian) di masyarakat. Karena interaksi
public attentive di dunia maya tidak dapat diintervensi oleh negara
maupun di dominasi oleh pasar.30
B. Profil Detik.com
1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Detik.com
Sejarah Detik dimulai pada tanggal 9 Juli 1998. Lengsernya
Soeharto dan digantikan oleh Habibie ternyata tidak menyelesaikan
masalah politik di Indonesia. Artinya, situasi politik saat itu masih kacau.
Tabloid Detik yang pada mulanya adalah sebuah tabloid politik tiba-tiba
dibredel oleh pemerintah karena pemberitaan nya yang terlalu kritis
terhadap pemerintah. Hal ini jelas bahwa pengaruh politik sangat
perananya dalam perjalanan Detik.com dari media konvensional ke media
online.31
Detik.com merupakan salah satu situs berita terpopuler di Indonesia
hingga saat ini. Berbeda dari situs-situs berita berbahasa Indonesia lainnya,
Detik.com hanya mempunyai edisi daring dan menggantungkan pndaptan
lewat iklan. Hal ini terbukti pada halaman depan website yang didpminasi
30
GunGun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik (Jakarta: PT. Lasswell Visitama,
2011), h. 154-157. 31
Company Profile Detik.com
67
oleh iklan. Meski demikian, Detik.com jugga merupakan portal berita yang
terdepan (uptodate) dalam menyajikan berita-berita baru. Server Detik.com
sebenarnya sudah siap diakses pada 30 Mei 1998, namun mulai online
dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998.32
Kemudian tercetus keinginan untuk membangun Detik.com yang
uptodate-nya tidak lagi menggunakan karakteristik media cetak yang
harian, mingguan, dan bulanan yang dijual Detik.com adalah breaking
news dengan bertumpu pada vivid description. Detik.com melesat sebagai
situs informasi digital paling populer dikalangan pengguna internet.33
Pada 3 Agustus 2011 CT Corp mengakuisisi Detik.com (PT.
Agranet Multicitra Siberkom). Pada saat itulah Detik.com resmi berada
dibawah naungan Trans Corp. Chaitul Tanjung, pemilik CT Corp membeli
Detik.com secara total dengan nilai US$60 juta atau sekitar Rp521-540
Miliar. Setelah diambil alih, selanjutnyajajaran direksi diisi oleh pihak-
pihak Trans Corp.34
2. Visi dan Misi Detik.com
a. Visi
Menjadi tujuan utama orang Indonesia untuk mendapatkan content dan
layanan digital, baik melalui internet maupun seluler.
32
Company Profile Detik.com 33
Company Profile Detik.com 34
Company Profile Detik.com
68
b. Misi
1. Memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan.
2. Memberikan kesejahteraan kepada karyawan dan menjadi tempat yang
baik untuk berkarir.
3. Memberikan hasil optimal yang berkesinambungan bagi pemegang
saham.
3. Struktur Redaksional Detik.com35
Pemimpin Redaksi : Arifin Asydhad
Wakil Pemimpin Redaksi : Ine Yordenaya
Dewan Redaksi : Budiono Darsono, Iin Yumiyanti
Direktur Eksekutif : Nurul Hidayati
Redaktur Pelaksana : Andi A. Sururi (detiksport), Is Mujiarso
(detikhot), Ardhi Suryadi (detikinet), Indra Subagja (detiknews), Dadan
Kuswaraharja (detikoto), Nurvita Indarini (detikhealth), Wahyu Daniel
(detikfinance), Fitraya Ramadhanny (detiktravel), Odilia Winneke
(detikfood), Ferdy Thaeras (wolipop), Dikhy Sasra (detikfoto), Gagah
Wijoseno (Koordinator Liputan), Triono Wahyu S (Koordinator
Liputan Daerah/Luar Negeri), Rachmadin Ismail (Kepala Monitoring
35
http://www.detik.com/dapur/redaksi. Diakses 7 Juni 2016 pukul 22:18 WIB.
69
dan Pengembangan Isu)
DetikNews: Ahmad Toriq, Andi Saputra, Andri Haryanto, Ayunda W
Savitri, Bagus Prihantoro Nugroho, Danu Damarjati, Dhani
Irawan, Edward Febriyatri Kusuma, Elvan Dany Sutrisno, Elza Astari
Retaduari, Erwin Dariyanto, Mei Amelia R, Fajar Pratama,
Ferdinan, Hardani Triyoga, Herianto Batubara, Hestiana Dharmastuti,
Idham Chalid, Ikhwanul Khabibi, Indah Mutiara Kami, Mega Putra Ratya,
M Iqbal, Moksa Hutasoit, M Taufiqqurahman, Mulya Nurbilkis, Nala
Edwin, Niken Widya Yunita, Nograhany Widhi K, Novi Christiastuti
Adiputri, Nur Khafifah, Prins David Saut, Ramdhan Muhaimin, Ray
Jordan, Rina Atriana, Rini Friastuti, Rivki, Rita Uli Hutapea, Ropesta
Sitorus, Salmah Muslimah, Septiana Ledysia, Taufan Noor Ismailian
DetikFinance: Angga Aliya ZRF, Dana Aditiasari, Dewi Rachmat
Kusuma, Feby Dwi Sutianto, Hidayat Setiaji, Maikel Jefriando, Rista
Rama Dhany, Suhendra, Wiji Nurhayat, Zulfi Suhendra
DetikSport: Doni Wahyudi (Wakil Redaktur Pelaksana), Amalia Dwi
Septi, Femi Diah N, Fredy Meylan Ismawan, Kris Fathoni W, Lucas
Aditya, Mercy Raya, Mohammad Resha Pratama, Novitasari Dewi Salusi,
Okdwitya Karina Sari, Rifqi Ardita Widianto, Rossi Finza Noor.
DetikHot: Adhie Ichsan (Wakil Redaktur Pelaksana), Asep Syaifullah,
Atmi Ahsani Yusron, Delia Arnindita Larasati, Desy Puspasari, Devy
Octafiani, Dicky Ardian, Fakhmi Kurniawan, Arum Kinanti, Komario
70
Bahar, Mahardian Prawira Bhisma, Muhammad Iqbal FH, Mauludi
Rismoyo, Nugraha Rodiana, Prih Prawesti, Tia Agnes Astuti
Detikinet: Achmad Rouzni Noor II, Anggoro Suryo Jati, Fino Yurio
Kristo, Muhammad Alif Goenawan, Rachmatunnisa, Susetyo Dwi Prihadi,
Yudhianto, Josina
DetikFood: Deani Sekar Hapsari, Fitria Rahmadianti, Lusiana Mustinda,
Maya Safira
DetikOto: Luthfi Andika, Rangga Rahadiansyah, Niken Purnamasari
DetikHealth: AN Uyung Pramudiarja (Wakil Redaktur Pelaksana),
Ajeng Annastasia Kinanti, Firdaus Anwar, M Reza Sulaiman, Radian Nyi
Sukmasari, Rahma Lillahi Sativa, Suherni
DetikTravel: Afif Farhan, Faela Shafa, Putri Rizqi Hernasari, Sri
Anindiati Nursastri
Wolipop: Eny Kartikawati (Wakil Redaktur Pelaksana), Alissa Safiera,
Arina Yulistara, Hestianingsih, Intan Kemalasari, Kiki Oktaviani, Rahmi
Anjani, Mohammad Abdoeh
DetikX : Irwan Nugroho (Redaktur Pelaksana), Sudrajat (Redaktur
Pelaksana), Sapto Pradityo (Redaktur Pelaksana), M Rizal, Deden
Gunawan, Habib Rifai, Pasti Liberti Mappapa, Isfari Hikmat, Bahtiar
Rifai, Ibad Durrohman, Melisa Mailoa
Info Grafis: Andhika Akbaryansyah
DetikTV: Gagah Wijoseno (Redpel), Fuad Fariz (Waredpel), Ken
71
Yunita (waredpel), Wirsad Hafiz (Redaktur), Billy Triantoro, Didik
Dwi, Haryanto, Raisha Anazga, Lintang Jati Rahina, Yandra Wijaya, Deny
Fitrianto, Ihsan Dana, Muhammad Zaky Fauzi Azhar, Resnu Dwi
Andika, Okta Marfianto, Aji Bagoes Risang, Nandya
Bachtiar, Marisa, Niza Sari Pratiwi, Septiana Ledysia (asisten redaktur),
Anggoro Fajar Purnomo, Esty Rahayu Anggraini, Moksa Hutasoit
(waredpel), Elisha Prima Agustin, Achmad Triyanto, Tri Aljumanto,
Raisya UL Maharani (redaktur), Gagah Wijoseno, Utami Dewi,
Iswahyudy, Rahma Yoga Wedar, Zhahrah Qamarani, Thoharul Fuad,
Ichsan Luthfi, Nugroho Tri Laksono, Fahrur Rozi, Abdurrosyid, Adil
Pradipta Huwa
DetikFoto: Ari Saputra, Agung Phambudhy, Grandyos Zafna, Rachman
Haryanto, Rengga Sancaya, Hasan Alhabshi, Agus Purnomo, Aries
Suryono
Suara Pembaca dan Komentar: Dwi Arif Ikhwanto (koordinator),
Agustinus Angga SM, Dedi Irawan, Nita Rachmawati
Kepala Biro Surabaya : Budi Sugiharto
DetikSurabaya: Budi Hartadi (Koordinator Liputan), Fatichatun
Nadhiroh, Imam Wahyudiyanta, Rois Jajeli, Zainal Effendi
Kepala Biro Yogyakarta : Bagus Kurniawan
Ati Dirgawati (sekretaris)
Kepala Biro Bandung : Erna Mardiana
72
DetikBandung: Avitia Nurmatari, Baban Gandapurnama, Tya Eka
Yulianti
Biro Daerah Non Biro: Muchus Budi Rahayu (Solo), Angling Adhitya
Purbaya (Semarang), Yonda Sisko (Padang), Chaidir Anwar Tanjung
(Pekanbaru), Khairul Ikhwan D (Medan), M Nur Abdurrahman
(Makassar), M. Hanafi Holle (Ambon)
Product Management : Luar Negeri: Eddi Santosa (Belanda), Shohib
Masykur (Amerika Serikat)
Heru Tjatur (Kepala Divisi), Ferona Y Faizal (Manager), Sena Achari
(Manager), M Yunus (Koordinator Creative)
Community Publisher: Meliyanti Setyorini (Kepala Departemen) ,
Radiyanto, Marwan, Ai Chintya, Stefanus A, Ardi Cahya, M Fayyas
Sekertaris Redaksi : Marina Deviyanti (Kepala Departemen), M Sidik,
Amalia Jusnita, Endah Sri Sarwendah, Febby Kusuma Dewi
C. Profil Republika Online
1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Republika
Republika hadir pada tahun 1993, yang dibidani oleh Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) lewat yayasan PT. Abdi Bangsa.
Republika merupakan sebuah media yang memiliki koneksi baik dengan
pemerintah pada saat itu, sehingga pada saat itu Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP) segera diperoleh tanpa kesulitan berarti.
73
Dalam upayanya menghasilkan surat kabar berkualitas, Republika
menggandeng Sejumlah intelektual dan Jurnalis Islam paling berpengaruh
pada saat itu. Dalam dewan pengawas kebijakan redaksi, duduk sejumlah
tokoh terkemuka seperti Wakil Direktur Badan Pusat Statistik yang kerap
jadi kolomnis Tempo Sucipto Wirosarjono, pendiri organisasi non
pemerintah terpandang Lembaga Studi Pembangunan (LSP) Adi Sasono,
komentator politik Nurcholis Madjid, serta sejumlah akademisi terkemuka
seperti pakar politik M. Amien Rais dari Universitas Gadjah Mada,
Profesor dari Universitas Indonesia Edi Sedyawati dan Rektor Institut
Agama Islam Negri (IAIN) Jakarta yang juga pakar hukum Islam Quraish
Shihab.36
Kekuatan nyata surat kabar tampak jelas pada jajaran staf redaksi
dan manajemennya. Yang juga jelas kelihatan adalah stempel sejumlah
orang kuat Orde Baru. Republika menerjemahkan semua ini menjadi
sekumpulan modal. Sekalipun proyeksi angka sirkulasi 500.000 yang
sangat tidak realistis tersebut gagal tercapai pada tahun 1993, Republika
berhasil memantapkan diri sebagai pembawa bendera kemenangan
ditengah ketatnya kompetisi industri pers diperiode 1990-an.37
Setelah BJ Habibie tak lagi menjadi presiden dan seiring dengan
surutnya kiprah politik ICMI selaku pemegang saham mayoritas PT Abdi
Bangsa, pada akhir 2000, mayoritas saham koran ini dimiliki oleh
36
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 155-156. 37
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 157.
74
kelompok Mahaka Media. PT Abdi Bangsa kemudian menjadi perusahaan
induk, dan Republika berada di bawah bendera PT Republika Media
Mandiri, salah satu anak perusahaan PT Abdi Bangsa. Di bawah bendera
Mahaka Media, kelompok ini juga menerbitkan Majalah Golf Digest
Indonesia, Majalah Parents Indonesia, stasiun radio Jak FM, Gen FM,
Delta FM, FeMale Radio, Prambors, Jak tv, dan Alif TV. Meski berganti
kepemilikan, Republika tak mengalami perubahan visi maupun misi.
Namun ada perbedaan gaya dibandingkan dengan sebelumnya. Sentuhan
bisnis dan independensi Republika menjadi lebih kuat.38
Republika Online atau yang biasa disebut ROL hadir sejak 17
Agustus 1995, dua tahun setelah Harian Republika terbit. Republika
Online merupakan portal berita yang menyajikan informasi secara teks,
audio, dan video, yang terbentuk berdasakan teknologi hipermedia dan
hiperteks. Dengan kemajuan informasi dan perkembangan sosial media,
Republika Online kini hadir dengan berbagai fitur baru yang merupakan
percampuran komunikasi media digital. Informasi yang disampaikan
diperbarui secara berkelanjutan yang terangkum dalam sejumlah kanal,
menjadikannya sebuah portal berita yang bisa dipercaya.39
Tujuan utama penerbitan melalui internet adalah untuk melayani
pembaca yang tidak terjangkau distribusi koran cetak dan untuk pembaca
yang berada di luuar negri. ROL terus berkembang sesuai dengan
38
http://profil.merdeka.com/indonesia/r/republika/. Diakses pada 8 Juni 2016 pukul 13:10
WIB. 39
http://www.republika.co.id/page/about. Diakses pada 8 Juni 2016 pukul 13:30 WIB.
75
kemajuan teknologi informasi yang ada. Desain dan bebagai layanan web
serta materi beritanya pun lebih diperkaya. Sejak pertengahan 2008 ROL
mengalami perubahan dari sekedar situs berita sederhana menjadi web
portal multimedia sebagai penyesuaian atas munculnya tantangan industri
di era konvergensi media. Sesuai dengan prinsip dasar Republika, muatan
ROL tetap mengedepankan komunitas muslim sebagai basis
pengunjungnya. Tampilan ROL diluncurkan kembali (relaunching) pada 6
Februari 2008. Tema launchingnya dinamakan RELOAD. 40
2. Visi dan Misi Republika Online41
a. Visi
Menjadikan HU Republika sebagai koran umat yang terpercaya dan
mengedepankan nilai-nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas,
namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan
bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman
Rahmatan Lil Alamin.
b. Misi
Menciptakan dan menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan
efektif, serta mampu dipertanggungjawabkan secara profesional.
40
Company Profile Republika 41
Company Profile Republika
76
3. Struktur Redaksional Republika Online42
Pemimpin Redaksi : Nasihin Masha
Wakil Pemimpin Redaksi : Irfan Junaidi
Redaktur Pelaksana ROL : Maman Sudiaman
Wakil Redaktur Pelaksana ROL : Joko Sadewo
Asisten Redaktur Pelaksana ROL : Didi Purwadi, Djibril Muhammad,
Muhammad Subarkah
Tim Redaksi : Agung Sasongko, Bayu Hermawan, Bilal Ramadhan,
Citra Listya Rini, Damanhuri Zuhri, Erik Purnama Putra, Esthi Maharani,
Hazliansyah, A.Syalaby Ichsan, Ilham Tirta, Indira Rezkisari, Israr Itah,
Julkifli Marbun, M.Akbar, Taufik Rahman, Winda Destiana Putri, Yudha
Manggala Putra, M.Amin Madani, Sadly Rachman, Ririn Liechtiana, Fian
Firatmaja, Casilda Amilah, Ani Nursalikah, Angga Indrawan, Dwi
Murdaningsih.Nidia Zuraya, Nur Aini, Teguh Firmansyah, Andi Nur
Aminah.
Tim Sosmed : Fanny Damayanti, Asti Yulia Sundari, Dian Alfiah, M.
Fauzul Abraar, Inarah
Sales Coordinator : Heru Supriyatin
Tim Sales dan Promosi : W.K.Hadi Laga, Rani Kurniasari, Sri Hartini,
Rizka Vardya, Ade Afriyani, Achmad Yani, Annisha Ravka Batra, Budhi
Irianto
42
http://www.republika.co.id/page/about. Diakses pada 8 Juni 2016 pukul 13:30 WIB.
77
Tim IT dan Desain : Mohamad Afif, Mufti Nurhadi, Abdul Gadir,
Nandra Maulana Irawan, Mardiah, Kurnia Fakhrini
Kepala Support dan GA : Slamet Riyanto
Tim Support : Firmansyah
Sekred : Erna Indriyanti
Rolshop : Riky Romadon
78
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pemberitaan mengenai
kesesatan aliran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ini menarik diperbincangkan
di media massa. Diantara media massa tersebut adalah Detik.com dan Republika
Online yang intens memberitakan mengenai pemberitaan tersebut.
Peneliti memilih dua media online sebagai subjek penelitian yaitu
Detik.com dan Republika Online. Dari kedua media tersebut, peneliti
menggunakan sample empat berita dari masing-masing media tersebut untuk
dijadikan objek dalam penelitian ini. Keempat berita tersebut ditampilkan pada
tanggal 3 dan 4 Februari 2016. Teks berita yang dipilih merupakan teks yang
berkaitan dengan pemberitaan seputar kesesatan Gerakan Fajar Nusantara
(Gafatar).
Penelitian ini menggunakan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday
dalam menganalisis teks berita pada Detik.com dan Republika Online. Dalam
menganalisis teks berita menggunakan Semiotika Sosial M.A.K Hallday ini,
peneliti mencoba mengungkapkan makna dalam teks berita serta bagaimana aliran
sesat Gafatar diwacanakan di kedua media tersebut pada unsur medan wacana
(field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse), dan sarana wacana (mode
of discourse). Ketiga unsur inilah yang digunakan peneliti dalam menganalisis
teks berita dalam pemberitaan mengenai aliran sesat Ormas Gafatar. Berikut
adalah tabel berita yang ditampilkan di kedua media tersebut dalam kurun waktu
pemberitaan 3 dan 4 Februari 2016.
79
Tabel 4.1
Pemberitaan Aliran Sesat Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online
No Media Massa Periode Judul Berita
1 Detik.com 3 Februari 2016 “MUI: Gafatar Sesat dan
Menyesatkan”
2 Detik.com 3 Februari 2016 “Menag Segera Tindaklanjuti
Fatwa MUI Gafatar Sesat dan
Menyesatkan”
3 Detik.com 4 Februari 2016 “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini
Tanggapan Menko Luhut”
4 Detik.com 4 Februari 2016 “Pimpinan DPR Taufik
Kurniawan: Proses Hukum
Pengurus Gafatar!”
5 Republika Online 3 Februari 2016 “MUI Nyatakan Gafatar Sesat
dan Menyesatkan”
6 Republika Online 3 Februari 2016 “Gafatar difatwa Sesat, Menag
Minta Pengikutnya Dilindungi”
7 Republika Online 4 Februari 2016 “Umat Islam Dinilai Krisis
Panutan”
8 Republika Online 4 Februari 2016 “MUI Minta Pemerintah Segera
Proses Hukum Pimpinan
Gafatar”
80
A. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Detik.com
1. Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “MUI: Gafatar Sesat
dan Menyesatkan”
Tabel 4.2
Kategori Temuan Keterangan
Medan
Wacana (Field
Of Discourse)
“Majelis Ulama Indonesia
menyatakan ajaran kelompok
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar)
sebagai aliran sesat. Ajaran
kelompok ini dinilai sesat karena
mencampur adukan ajaran Islam,
Kristen, dan Yahudi.” (Paragraf 1)
“... MUI memutuskan aliran Gafatar
itu sesat, menyesatkan. Karena dia,
yang pertama reinkarnasi,
metamorfosis dari Alqiyadah
Islamiyah. Menjadikan Ahmad
Musadek itu sebagai guru
spritualnya...” (Paragraf 3)
“...Ketua Fatwa MUI Hasanudin AF
menambahkan bagi umat muslim
Pernyataan MUI
mengenai ajaran Gaftar
sesat karena
mencampuradukkan
ajaran Islam Kristen dan
Yahudi.
MUI memutuskan
ajaran Gafatar sesat
karena merupakan
metamorfosis dari Al
Qiyadah Al Islamiyah
dan menjadikan Ahmad
Musadeq sebagai guru
spiritualnya.
Himbauan MUI melalui
Hasanudin AF kepada
81
yang menjalankan paham Gafatar
maka diwajibkan kembali ke ajaran
Islam.” (Paragraf 4)
“Mereka ini para eks Gafatar wajib
dilindungi pemerintah...” (Paragraf
5)
pengikut Gafatar agar
kembali kepada ajaran
Islam.
Penegasan bahwa
persoalan Gafatar ini
merupakan
tanggungjawab
pemerintah.
Pelibat
Wacana
(Tenor Of
Discourse)
1. KH. Ma‟ruf Amin
2. Ahmad Musadeq
3. Hasanudin AF
Ketua MUI; Penyampai
Fatwa.
Aktor dibalik pendirian
dan pimpinan Gafatar.
Ketua Fatwa MUI;
memberikan himbauan
kepada masyarakat.
Sarana
Wacana
(Mode Of
Discourse)
“...MUI memutuskan aliran Gafatar
itu sesat, menyesatkan. Karena dia,
yang pertama reinkarnasi,
metamorfosis dari Alqiyadah
Islamiyah..”
“...Mereka ini para eks Gafatar
wajib dilindungi pemerintah...”
Majas Paralelisme
Tautologi.
Penekanan bahwa
persoalan Gafatar
82
adalah tanggung jawab
pemerintah.
a. Medan wacana
Ditinjau dari medan wacana (teks yang dibicarakan) dalam teks berita
edisi ini adalah merujuk pada pernyataan yang dikemukakan oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) bahwa ajaran Gafatar merupakan aliran sesat. MUI
menyatakan ajaran Gafatar sesat karena telah mencampuradukkan tiga ajaran
agama yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Hal ini ditegaskan dalam kutipan
berikut:
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menyatakan ajaran kelompok
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sebagai aliran sesat. Ajaran
kelompok ini dinilai sesat karena mencampur adukan ajaran Islam,
Kristen, dan Yahudi.1
"Setelah dilakukan pengkajian dari daerah-daerah, MUI memutuskan
aliran Gafatar itu sesat, menyesatkan. Karena dia, yang pertama
reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah. Menjadikan
Ahmad Musadek itu sebagai guru spritualnya," ujar Ma'ruf dalam
jumpa pers di di Gedung MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu
(3/2/2016).2
Dalam kutipan berita ini dijelaskan bahwa MUI menilai ajaran Ormas
Gafatar ini merupakan aliran sesat berdasarkan tiga alasan. Pertama, karena
dalam ajaran Gafatar, mereka mencampuradukkan tiga ajaran agama yakni
Islam, Kristen dan Yahudi. Kedua, Gafatar dinilai MUI sebagai metamorfosis
dari ajaran AlQiyadah Al Islamiyah. Ketiga, menjadikan Ahmad Musadeq
sebagai guru spiritualnya.
1 “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 1.
2 “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 3.
83
Ajaran dalam Gafatar ini dapat diklasifikasikan masuk ke dalam 10
kriteria paham dan aliran sesat berdasarkan ketetapan MUI hasil Munas tahun
2007 yang salah satunya yaitu meyakini dan atau mengikuti aqidah yang
tidak sesuai dengan Al-Qur‟an dan Sunnah. Berdasarkan ketetapan MUI
tersebutlah yang kemudian menjadi acuan dasar MUI mengeluarkan fatwa
sesat kepada Gafatar yang dalam ajarannya menggabungkan tiga ajaran
agama.
Selanjutnya, mengenai ajaran Gafatar yang merupakan metamorfosis
dari ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Pemimpinnya Ahmad Musadeq. Al-
Qiyadah sendiri merupakan aliran yang dinyatakan sesat oleh MUI pada
tahun 2007 dengan Ahmad Musadeq sebagai pemimpinnya dan
keberadaannya dilarang oleh pemerintah. Atas dasar hal tersebut pula, MUI
menyatakan Gafatar sebagai aliran sesat.
Pada bahasan selanjutnya yang terdapat dalam alinea ke empat dan
lima, MUI melalui Ketua Komisi Fatwanya, Hasanudin AF menghimbau
kepada mayarakat agar masyarakat yang telah menjalankan ajaran Gafatar
segera kembali kepada ajaran Islam yang benar. Yang tertuang dalam kutipan
berikut:
Sementara, Ketua Fatwa MUI Hasanudin AF menambahkan bagi
umat muslim yang menjalankan paham Gafatar maka diwajibkan
kembali ke ajaran Islam. Dia menekankan MUI akan berkoordinasi
dengan pemerintah terkait upaya pencegahan paham ini kepada eks
Gafatar maupun bagi masyarakat lain.3
3 “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 4.
84
"Kami akan koordinasi dengan pemerintah. Mohon masyarakat
muslim agar tidak mengucilkan eks Gafatar. Mereka ini para eks
Gafatar wajib dilindungi pemerintah," sebut Hasanudin.4
Dalam alinea terakhir, pengambilan kutipan langsung terhadap
pernyataan yang dikeluarkan oleh Hasanudin AF menegaskan secara eksplisit
bahwasanya Detik.com menganggap persoalan Gafatar ini merupakan
pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan pemerintah. Kelanjutan nasib
serta perlindungan terhadap para eks Gafatar ini merupakan kewajiban
pemerintah.
b. Pelibat Wacana
Dari sisi pelibat wacana, sumber-sumber yang legitimate dikutip atau
disebut Detik.com dalam berita edisi ini untuk menunjukkan bahwa berita ini
penting sebagai bukti kesesatan Gafatar. Yang pertama adalah KH. Ma‟ruf
Amin yang merupakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) saat ini. Ma‟ruf Amin terpilih menjadi Ketua Umum Dewan
Pimpinan MUI Pusat masa bakti 2015-2020 menggantikan ketua umum
sebelumnya Din Syamsudin. Pada berita ini Ma‟ruf Amin sebagai Ketua MUI
yang menyampaikan fatwa kepada masyarakat perihal kesesatan Gafatar.
Selanjutnya, yang kedua adalah Ahmad Musadeq. Ahmad Musadeq
merupakan pimpinan dari Al-Qiyadah Al Islamiyah, sebuah organiasai yang
difatwa sesat oleh MUI pada tanggal 4 Oktober 2007. Ahmad Musadeq
kemudian divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
pada tahun 2008 atas pasal penodaan agama. Setelah itu, Ahmad Musadeq
4 “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 5.
85
dianggap masih menyebarkan ajarannya, yaitu sebagai pimpinan komunitas
Milah Abraham dan juga yang terakhir sebagai pemimpin Gerakan Fajar
Nusantara (Gafatar). Dalam berita ini, Ahmad Musadeq disebutkan dan
terlibat dalam teks berita karena keterkaitannya dengan Gafatar serta
keterkaitannya dengan ajaran dan gerakan sesat lainnya yang juga dipimpin
olehnya.
Ketiga adalah Hasanudin AF yang merupakan Ketua Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia. Dalam berita ini Hasanudin AF memberikan
himbauan kepada masyarakat yang menjalankan paham Gafatar agar kembali
kepada ajaran Islam yang benar. Serta mengatakan bahwa MUI akan
berkoordinasi dengan pemerintah terkait hal tersebut.
c. Sarana Wacana
Dari sisi sarana wacana atau penggunaan gaya bahasa, berita ini
menggunakan kata-kata yang mencoba melegitimasi bahwa Gafatar
merupakan aliran sesat dengan merujuk pada putusan fatwa MUI. Sementara
itu, contoh kalimat yang dapat dikaji dengan majas yang terdapat dalam berita
edisi ini adalah majas paralelisme tautologi yang terdapat dalam kutipan
“Karena dia, yang pertama reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah
Islamiyah”.
Majas paralelisme tautologi dapat diartikan sebagai penegasan dengan
menggunakan kata yang sejajar atau kelompok kata penegasan dengan
86
pengulangan kata, kelompok kata atau sinonimnya.5 Kata „reinkarnasi‟ dan
„metamorfosis‟ merupakan kedua kata yang bermakna sama, yang mencoba
menggambarkan bahwa Gafatar merupakan perwujudan baru dari Al Qiyadah
Al Islamiyah.
Sementara itu, pada kalimat “...Mereka ini para eks Gafatar wajib
dilindungi pemerintah...” Pengambilan kutipan langsung dalam teks berita
tersebut, Detik.com berupaya memberikan aksentuasi bahwasanya
perlindungan terhadap para mantan pengikut Gafatar ini merupakan
kewajiban pemerintah.
2. Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “Menag Segera
Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”
Tabel 4.3
Kategori Temuan Keterangan
Medan
Wacana
(Field of
Discourse)
"Kita menghargai dan
menghormati putusan itu. Dan
tentu Kementerian Agama,
pemerintah akan menindaklanjuti
putusan itu, fatwa tersebut,"
(Paragraf 2).
“Terkait paham keagamaan bagi
bekas pengikut Gafatar, lanjut
Lukman, harus dibangun
Pernyataan yang
disampaikan Mentri
Agama, Lukman Hakim
Saifuddin terkait fatwa sesat
MUI kepada gafatar.
Himbauan Menag kepada
masyarakat agar
membangun pendekatan
5 M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011) h. 195.
87
pendekatan yang empatik. "Agar
mereka bisa memegang pokok-
pokok ajaran agama itu yang
tidak dinilai sesat sebagaimana
yang dipahami mayoritas
mainstream masyarakat
Indonesia," (Paragraf 5)
"Mengenai pengusiran-
pengusiran ini konteksnya bisa
bermacam-macam, bisa persoalan
sosial dan persoalan hukum, tentu
harus dilihat kasus demi kasus,
faktor penyebabnya dan
sebagainya. Jadi kalau kemudian
ada indikasi kuat pelanggaran
hukum, tentunya aparat hukum
yang harus menindaklanjuti. Atau
kalau ada pelanggaran norma-
norma sosial tentunya juga aparat
penegak hukum," jelas Lukman.
(Paragraf 7)
yang empatik untuk para
pengikut Gafatar.
Penjelasan Menag
mengenai kasus Gafatar
yang jika ada indikasi
pelanggaran hukum dan
norma sosial harus ditindak
oleh aparat penegak hukum.
Pelibat
Wacana
(Tenor of
Discourse)
1. Lukman Hakim Saifuddin Mentri Agama Republik
Indonesia; Menindaklanjuti
88
fatwa MUI
Sarana
Wacana
(Mode of
Discourse)
“Agar mereka bisa memegang
pokok-pokok ajaran agama itu
yang tidak dinilai sesat
sebagaimana yang dipahami
mayoritas mainstream
masyarakat Indonesia,"
(Paragraf 5)
“Agar mereka bisa memegang
pokok-pokok ajaran agama...”
Pernyataan multitafsir yang
disampaikan Menag perihal
kesesatan para pengikut
Gafatar.
Majas Sinestesia
a. Medan Wacana
Medan wacana yang dibahas dalam berita edisi ini adalah mengenai
pernyataan yang disampaikan oleh Lukman Hakim Saifuddin terkait perannya
sebagai Menteri Agama yang bersama dengan pemeritah akan
menindaklanjuti fatwa sesat yang telah ditetapkan oleh MUI kepada Gafatar.
Hal tersebut tertuang dalam kutipan berikut:
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa
bahwa Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan organisasi
yang sesat dan menyesatkan. Pemerintah menghormati dan akan
menindaklanjuti keputusan MUI tersebut.6
"Kita menghargai dan menghormati putusan itu. Dan tentu
Kementerian Agama, pemerintah akan menindaklanjuti putusan itu,
6 “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com,
3 Februari 2016, Paragraf 1.
89
fatwa tersebut," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di
Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).7
Dalam kutipan tersebut, Menag menekankan bahwa Kementrian
Agama dan Pemerintah akan menindaklanjuti keputusan fatwa sesat MUI
kepada Gafatar. Menag menilai meskipun ajaran Gafatar ini menyimpang
tetapi para bekas pengikut Gafatar berhak mendapat perlindungan,
mendapatkan pembinaan dan berhak dilindungi hak-haknya.
Hal tersebut berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementrian Agama
yang dalam hal ini dipimpin oleh Mentri Agama. Salah satu tugas pokok
Kementrian Agama Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 102 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan,
susunan organisasi, dan tata kerja kementerian dalam Pasal 45 dijelaskan
bahwa tugas pokok Kementerian Agama adalah membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan. Jelas
ini merupakan tanggung jawab dan wewenang Kementrian Agama dalam
menangani kasus Gafatar ini.
Selanjutnya, Menag menghimbau agar dibangun pendekatan empatik
terhadap para bekas pengikut Gafatar. Hal tersebut menurut Menag perlu
dilakukan agar para bekas pengikut Gafatar dapat kembali memegang ajaran
pokok Islam yang benar, yang tidak dinilai sesat oleh mayoritas muslim di
Indonesia. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:
Terkait paham keagamaan bagi bekas pengikut Gafatar, lanjut
Lukman, harus dibangun pendekatanv yang empatik. "Agar mereka
7 “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com,
3 Februari 2016, Paragraf 2.
90
bisa memegang pokok-pokok ajaran agama itu yang tidak dinilai
sesat sebagaimana yang dipahami mayoritas mainstream masyarakat
Indonesia," katanya.8
Pada pembahasan selanjutnya yang terdapat pada alinea akhir berita
edisi ini, Menag menilai persoalan-persoalan yang terjadi pada kasus Gafatar
ini harus diselesaikan melalui proses hukum yang ada. Hal tersebut tertuang
dalam kutipan berikut:
"Mengenai pengusiran-pengusiran ini konteksnya bisa bermacam-
macam, bisa persoalan sosial dan persoalan hukum, tentu harus
dilihat kasus demi kasus, faktor penyebabnya dan sebagainya. Jadi
kalau kemudian ada indikasi kuat pelanggaran hukum, tentunya
aparat hukum yang harus menindaklanjuti. Atau kalau ada
pelanggaran norma-norma sosial tentunya juga aparat penegak
hukum," jelas Lukman.9
Dalam kutipan tersebut, Detik.com mencoba mengiring opini pembaca
dengan mengutip langsung pernyataan Menag yang menganggap kasus
Gafatar ini sebagai persoalan sosial dan hukum yang harus diselesaikan oleh
pemerintah, dan oleh aparat penegak hukum pada khususnya. Menag
menekankan pada kasus pengusiran terhadap para bekas pengikut Gafatar ini
konteksnya bisa merupakan persoalan sosial dan persoalan hukum serta
menyerahkan segala urusannya kepada aparat hukum. Dalam hal ini Menag
memandang semua harus dilihat kasus demi kasus, seta faktor penyebabnya.
Jika ada indikasi pelanggaran hukum ataupun pelanggaran norma-norma
sosial yang terjadi, aparat penegak hukum harus segera menindaklanjuti.
8 “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com,
3 Februari 2016, Paragraf 5. 9 “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com,
3 Februari 2016, Paragraf 7.
91
b. Pelibat Wacana
Pelibat wacana dalam berita edisi kali ini adalah Mentri Agama,
Lukman Hakim Saifuddin. Fatwa MUI kembali menjadi acuan dalam berita
kali ini. Dijadikannya MUI dan Menag sebagai narasumber tak lepas dari
pandangan Detik.com yang menganggap keduanya lah yang berwenang untuk
dijadikan sebagai sumber dalam kasus ini. Terlihat dari hasil wawancara yang
dilakukan penulis kepada pihak Detik.com berikut:
“Karena MUI dan Kemenag Yang berwenang. Masyarakat dalam hal
ni adalah yang saya sebut tadi keluarga yang kehilangan, nah
keresahan di masyarakat diwakili oleh MUI tadi. Masyaraktnya siapa,
kita gabisa wawancara kalo misalkan orang lain, apa hubungannya.
Misalkan si a keluarganya hilang tapi kita wawancara si b yang sama
sekai tidak berhubungan dengan dia, yang bisa dikutip adalah MUI,
Kemenag atau organisasi msyarakat atau yang terkait dengan itu kalo
ga ada hubungannya dengan isi berita ya ga kita kutip.”10
c. Sarana wacana
Sarana wacana atau gaya bahasa yang digunakan dalam berita ini
merujuk pada pernyataan yang disampaikan oleh Mentri Agama perihal
kesesatan para pengikut Gafatar, yang terdapat dalam kutipan berikut:
"Agar mereka bisa memegang pokok-pokok ajaran agama itu yang
tidak dinilai sesat sebagaimana yang dipahami mayoritas mainstream
masyarakat Indonesia," katanya.11
Dalam kutipan tersebut Menag mencoba bersikap netral dalam
mengemukakan pandangannya terhadap kesesatan para pengikut Gafatar.
Menag mencoba berlindung dibalik pejelasan logis dalam kalimat “tidak
dinilai sesat sebagaimana yang dipahami mayoritas mainstream masyarakat
Indonesia.” Kalimat tersebut memunculkan pandangan yang ambigu karena
10
Wawancara Pribadi dengan Erwin Dariyanto. Jakarta, 17 Mei 2016. 11
“Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com,
3 Februari 2016, Paragraf 5.
92
sifatnya multitafsir. Karena jika sebuah aliran mengaku Islam namun
melanggar pokok-pokok ajaran Islam maka itulah yang kemudian disebut
sesat, bukan minoritas. Karana jika bicara makna, maka minoritas belum
tentu aliran sesat. Aliran sesat berpatokan pada pokok-pokok dalam ajaran
agama Islam itu sendiri, sedangkan minoritas berpatokan pada jumlah.
Namun dalam kutipan tersebut, Menag menganggap sesat Gafatar karena
ajarannya tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh mayoritas mainstream
masyarakat Indonesia.
Sedangkan dari segi penggunaan majas, “Agar mereka bisa
memegang pokok-pokok ajaran agama...” terdapat penggunaan majas
sinestesia dalam kata „memegang‟ dalam kalimat tersebut.
Majas sinestesia ialah majas yang menggunakan istilah indra lain
untuk menjelaskan kejadian yang dialami oleh indra yang berbeda.12
Kata
„memegang‟ yang menandakan indra peraba yang identik dengan tangan.
Namun dalam kalimat ini bermakna memegang yang berfungsi dan dilakukan
bukan oleh tangan melainkan oleh hati/kalbu.
12
M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011) h.193.
93
3. Analisis Pemberitaan tanggal 4 Februari 2016 “MUI Nyatakan Gafatar
Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut”
Tabel 4.4
Kategori Temuan Keterangan
Medan Wacana
(Field of
Discourse)
Menurut Luhut, pemerintah
menyikapi fatwa tersebut
dengan arif dan bijaksana. "Itu
kan fatwa MUI, tanya saja dia
(MUI). Kami menyikapi
dengan arif itu semua. Karena
bagaimana pun anggota
Gafatar (adalah) bangsa
Indonesia juga," (Paragraf 2)
Pemerintah, kata Luhut, akan
mengurus eks anggota Gafatar
tersebut. Dia mencontohkan
selama ini eks anggota Gafatar
di Jawa Tengah, di Makassar
semua terurus dengan baik.
"Yang penting, kalau memang
mereka sesat kita beri
penerangan supaya mereka
kembali ke jalan yang benar,"
Pernyataan Luhut
Binsar Panjaitan
sebagai
Menkopolhukam
menanggapi Fatwa
sesat MUI kepada
Gafatar.
Luhut yang
menceritakan
keberhasilan
pemerintah dalam
penanganan eks Gafatar
di beberapa daerah.
94
katanya. (Paragraf 3)
Pelibat Wacana
(Tenor of
Discourse)
1. Luhut Binsar Panjaitan
2. KH. Ma‟ruf Amin
Sebagai
Menkopolhukam yang
menaggapi fatwa MUI
Ketua MUI; Penyampai
fatwa sesat MUI
kepada Gafatar.
Sarana Wacana
(Mode of
Discourse)
“... kalau memang mereka
sesat kita beri penerangan
supaya mereka kembali ke
jalan yang benar”
Majas Klimaks
a. Medan Wacana
Medan wacana dalam berita edisi ini, topik yang diangkat adalah
mengenai pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik
Hukum dan HAM, Luhut Binsar Panjaitan dalam menanggapi fatwa sesat
MUI terhadap Gafatar. Hal tersebut tertuang dalam kutipan berita berikut:
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa ajaran
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan aliran sesat karena
mencampuradukkan ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi. Menteri
Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar
Pandjaitan mengatakan soal fatwa adalah kewenangan MUI.13
13
“MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” Detik.com, 4 Februari 2016,
Paragraf 1.
95
Menurut Luhut, pemerintah menyikapi fatwa tersebut dengan arif dan
bijaksana. "Itu kan fatwa MUI, tanya saja dia (MUI). Kami menyikapi
dengan arif itu semua. Karena bagaimana pun anggota Gafatar
(adalah) bangsa Indonesia juga," kata Luhut kepada wartawan di sela
acara CIMB Economic Forum, di Hotel Ritz-Carlton, SCBD
Sudirman, Jakarta, Kamis (4/2/2016).14
Dalam kutipan tersebut, dengan kapasitasnya sebagai seorang Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut
menghormati MUI sebagai lembaga yang berwenang dalam menyampaikan
fatwa dan menyikapi fatwa tersebut dengan baik. Dirinya mencoba
memposisikan diri sebagai seorang Menkopolhukam dengan menyebut
bahwa para anggota Gafatar merupakan bagian dari bangsa indonesia yang
memiliki hak yang sama dan tetap harus dilindungi.
Pada alinea selanjutnya, Luhut mencoba menjelaskan perihal peran
pemerintah dalam penanganan kasus Gafatar ini. Ia mencontohkan beberapa
penanganan yang telah berhasil dilakukan pemerintah terhadap eks anggota
Gafatar di berbagai daerah di Indonesia. Ini berkaitan dengan tugas dan
fungsi Kemenpolhukan yakni menyinkronkan dan menkoordinasikan
perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik,
hukum dan keamanan. Dirinya juga menyebutkan bahwa selain perlindungan,
pemerintah juga akan memberikan penerangan terhadap para eks anggota
gafatar agar kembali ke ajaran agama yang benar jika memang mereka sesat.
Pemerintah, kata Luhut, akan mengurus eks anggota Gafatar tersebut.
Dia mencontohkan selama ini eks anggota Gafatar di Jawa Tengah,
di Makassar semua terurus dengan baik. "Yang penting, kalau
14
“MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” Detik.com, 4 Februari 2016,
Paragraf 2.
96
memang mereka sesat kita beri penerangan supaya mereka kembali ke
jalan yang benar," katanya.15
Selanjutnya, pada alinea 4 hingga alinea 7 dalam teks berita edisi ini
hanya mengutip teks yang ada pada berita edisi 3 Februari 2016 dengan judul
“MUI: Gafatar sesat dan menyesatkan”. Pengutipan teks berita tersebut
semakin jelas memperlihatkan pandangan Detik.com terhadap kasus ini.
Detik.com melalui teks beritanya mencoba menggiring opini pembaca bahwa
kasus Gafatar ini merupakan tanggungjawab yang harus segera ditangani oleh
pemerintah.
b. Pelibat Wacana
Pelibat wacana dalam berita edisi ini adalah Jenderal TNI (Purn.)
Luhut Binsar Pandjaitan yang merupakan Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan Indonesia saat ini. Ia juga menjabat sebagai Kepala
Staf Kepresidenan Republik Indonesia sejak 31 Desember 2014 hingga 2
September 2015. Pada 12 Agustus 2015 ia ditunjuk oleh Presiden Joko
Widodo menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno.
Dijadikannya Luhut sebagai narasumber dalam berita edisi ini tidak
lepas dari pandangan Detik.com yang menganggap isu Gafatar ini sebagai
persoalan hukum yang penanganannya merupakan kewajiban pemerintah.
Posisi Luhut sebagai Menkopolhukam yang memiliki tugas dan fungsi
menyinkronkan dan menkoordinasikan perencanaan, penyusunan dan
15
“MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” Detik.com, 4 Februari 2016,
Paragraf 2.
97
pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan dirasa tepat
karena kasus ini sangat berkaitan dengan hukum dan keamanan.
Selanjutnya ada KH.Ma‟ruf Amin, Ketua Dewan Pimpinan Pusat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Hasanudin A.F, yang berperan sebagai
Ketua Komisi Fatwa MUI yang juga dikutip pernyataannya dalam berita edisi
ini terkait peranan mereka dalam menyampaikan fatwa sesat kepada Gafatar.
c. Sarana Wacana
Pada sisi sarana wacana atau gaya bahasa dalam pemberitaan ini
merujuk pada pernyataan yang disampaikan oleh Luhut Binsar Panjaitan
sebagai pelibat wacana. Dalam pemberitaan ini peneliti mengambil sample
kalimat yang bisa dikaji dalam penggunaan majas, yaitu dalam kalimat
“kalau memang mereka sesat kita beri penerangan supaya mereka
kembali ke jalan yang benar.”Kata-kata yang digunakan dalam kalimat
tersebut menggunakan majas klimaks.
Majas klimaks merupakan majas yang menggunakan beberapa kata
berturut-turut dan makin lama makin meningkat.16
Kata yang
dipergunakan dalam majas klimaks adalah kata-kata yang
berkesinambungan dan secara tersusun berurutan dari yang bersifat rendah
ketinggi sebagai bentuk penegasan.
16
M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011), h. 195.
98
4. Analisis Pemberitaan tanggal 4 Februari 2016 “Pimpinan DPR Taufik
Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”
Tabel 4.5
Kategori Temuan Keterangan
Medan
Wacana
(Field of
Discourse)
“MUI sudah memberikan fatwa
bahwa Gafatar sesat dan
menyesatkan. Dengan fatwa
tersebut, Wakil Ketua DPR Taufik
Kurniawan mendorong
Pemerintah menindak para
pengurus Gafatar.” (Paragraf 1)
"Sesuai fatwa MUI, Gafatar itu
sesat dan menyesatkan. Harapan
saya, saudara Menteri Agama
menjadikan fatwa itu pedoman
untuk bersikap secara arif dan
bijak," (Paragraf 2)
"Saya setuju para pengikutnya
adalah korban, bisa jadi karena
ketidaktahuan, kebodohan,
kekurangan ekonomi, kurang
pengetahuan agama. Bahasanya
Taufik Kurniawan yang
mencoba mendorong
pemerintah agar segera
memproses hukum
pimpinan Gafatar.
Taufik Kurniawan yang
menyebut langsung nama
Mentri Agama agar segera
bertindak menyelesaikan
kasus Gafatar.
Taufik yang menganggap
pengikut Gafatar sebagai
korban, karena
ketidaktahuan dan faktor
ekonomi menyebabkan
99
secara berkelakar, mereka ini
korban paham agama oplosan,"
(Paragraf 4)
"Tapi beda dengan para
pengurusnya. Mereka ini bisa
digolongkan sebagai penghasut.
Kepolisian tolong bedakan yang
menjadi korban dengan pengurus.
Kalau sampai Ketua Gafatarnya
tidak diproses hukum, apa
gunanya fatwa MUI," (Paragraf
5)
“Taufik mengatakan DPR
mengapresiasi, bahkan angkat
topi, untuk langkah Pemerintah
mengurus para pengikut Gafatar.
Namun, dia mengingatkan,
pengurus Gafatar harus diproses
secara berbeda, harus ada proses
hukum yang dikenakan ke
mereka.” (Paragraf 6)
mereka bergabung.
Taufik Kurniawan yang
menganggap pengurus
adalah sebahgai pelaku
yang menghasut pengikut
Gafatar dan harus segera di
proses hukum.
Harapan Besar Taufik
Kepada Pemerintah untuk
segera memproses hukum
pimpinan Gafatar.
Pelibat 1. Taufik Kurniawan Wakil Ketua DPR ;
100
Wacana
(Tenor of
Discourse)
Memberikan Pernyataan
seputar Gafatar
Sarana
Wacana
(Mode of
Discourse)
“Kalau sampai Ketua Gafatarnya
tidak diproses hukum, apa
gunanya fatwa MUI.”
Majas Retoris
a. Medan Wacana
Medan wacana yang dibahas dalam berita edisi kali ini adalah
mengenai pemerintah dan khususnya Mentri Agama yang diharapkan mampu
untuk cekatan dalam memproses hukum para pengurus Gafatar dan
menyelesaikan persoalan Gafatar ini. Hal tersebut disampaikan langsung oleh
Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan yang tertuang dalam kutipan berita
berikut:
Jakarta - MUI sudah memberikan fatwa bahwa Gafatar sesat dan
menyesatkan. Dengan fatwa tersebut, Wakil Ketua DPR Taufik
Kurniawan mendorong Pemerintah menindak para pengurus
Gafatar.17
"Sesuai fatwa MUI, Gafatar itu sesat dan menyesatkan. Harapan
saya, saudara Menteri Agama menjadikan fatwa itu pedoman
untuk bersikap secara arif dan bijak," kata Taufik saat dihubungi,
Kamis (4/1/2016).18
17
“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4
Februari 2016, Paragraf 1. 18
“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4
Februari 2016, Paragraf 2.
101
Dalam kutipan berita tersebut, Taufik Kurniawan secara langsung
menyebut Menteri Agama sebagai pihak yang diharapkan mampu
menjadikan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI sebagai pedoman untuk
menindak para pengurus Gafatar. Taufik Kurniawan menganggap
persoalan Gafatar harus disikapi secara arif dan bjiaksana dan menjadikan
fatwa MUI sebagai pedoman untuk hal tersebut. Penyebutan nama secara
langsung kepada Menteri Agama yang merujuk kepada nama Lukman
Hakim Saifuddin yang dilakukan oleh Taufik Kurniawan ini, secara
implisit bermakna sindiran agar pemerintah, khususnya Mentri Agama
segera bertindak menyelesaikan kasus tersebut.
Taufik menganggap para pengikut Gafatar adalah para korban.
Karena ketidaktahuan, kebodohan, kekurangan ekonomi dan pengetahuan
agama yang minim menjadi faktor utama mereka memilih bergabung
menjadi anggota Gafatar. Sedangkan para pengurus Gafatar inilah yang
kemudian harus diproses secara hukum. Karena mereka menjadi aktor
penyebab kesesatan yang dialami oleh para anggota Gafatar tersebut.
"Saya setuju para pengikutnya adalah korban, bisa jadi karena
ketidaktahuan, kebodohan, kekurangan ekonomi, kurang
pengetahuan agama. Bahasanya secara berkelakar, mereka ini
korban paham agama oplosan," ujar Taufik.19
"Tapi beda dengan para pengurusnya. Mereka ini bisa
digolongkan sebagai penghasut. Kepolisian tolong bedakan yang
menjadi korban dengan pengurus. Kalau sampai Ketua Gafatarnya
19
“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4
Februari 2016, Paragraf 4.
102
tidak diproses hukum, apa gunanya fatwa MUI," imbuh Waketum
PAN itu.20
Pada kutipan tersebut, Taufik menganggap para pengurus Gafatar
adalah penghasut dan sebagai penyebab tergodanya masyarakat bergabung
dengan Gafatar yang disebutnya sebagai agama oplosan. Oleh karena itu,
maka harus diproses secara hukum dan diberi tindakan tegas. Dirinya juga
menaruh harapan besar pihak kepolisian agar mampu membedakan yang
mana korban dan pengurus untuk ditindak.
Taufik mengatakan DPR mengapresiasi, bahkan angkat topi, untuk
langkah Pemerintah mengurus para pengikut Gafatar. Namun, dia
mengingatkan, pengurus Gafatar harus diproses secara berbeda,
harus ada proses hukum yang dikenakan ke mereka.21
"DPR mengapresiasi langkah pemerintah memobilisasi pengikut
gafatar, tapi mau diapakan ini para ketuanya, pengurusnya.
Menag harus ambil langkah arif dan bijak. Bedakan pengikut dan
pengurus," pungkas Taufik.22
Dalam dua alinea terakhir, Detik.com kembali mengutip pernyataan
Taufik Kurniawan yang menyampaikan sebuah harapan besar kepada
pemerintah dan khususnya Mentri Agama perihal penindakan hukum yang
akan diterima para pengurus Gafatar. Hal ini memperjelas bahwa
Detik.com menonjolkan sikap terhadap persoalan Gafatar ini. Detik.com
memandang persoalan ini sebagai sebuah persoalan hukum yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk segera
menyelesaikannya.
20
“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4
Februari 2016, Paragraf 5. 21
“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4
Februari 2016, Paragraf 6. 22
“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4
Februari 2016, Paragraf 7.
103
b. Pelibat Wacana
Dalam aspek pelibat wacana, narasumber yang dikutip pernyataannya
dalam berita edisi ini adalah Taufik Kurniawan. Saat ini dia menjabat
sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-
2019. Dalam berita kali ini Taufik berperan sebagai pejabat legislatif yang
dimintai keterangan dan pandangannya mengenai kasus Gafatar yang
kemudian dikutip pernyataannya dalam teks berita. Dalam berita ini
Taufik menaruh harapan besar kepada pemerintah agar segera memproses
hukum para pimpinan Gafatar.
c. Sarana Wacana
Pada aspek sarana wacana, kalimat yang dapat dijadikan sample
penggunaan majas dalam teks berita edisi ini terdapat dalam kalimat
“Kalau sampai Ketua Gafatarnya tidak diproses hukum, apa gunanya
fatwa MUI.” Kalimat tersebut termasuk kedalam majas Retoris.
Majas retoris dapat diartikan sebagai kalimat penegasan dengan kalimat
pertanyaan yang tak perlu dijawab, karena dimaksudkan untuk sebuah
pernyataan.23
Dalam kalimat tersebut, Taufik bermaksud menyampaikan
bahwasanya fatwa sesat yang sudah dikeluarkan MUI tidaklah berguna
apabila pemerintah tidak segera memproses hukum para pimpinan Gafatar,
sebagai penyebab banyaknya korban yang ikut bergabung dengan aliran
sesat tersebut.
23 M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011), h. 196.
104
B. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan di Republika Online
1. Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “MUI Nyatakan
Gafatar Sesat dan Menyesatkan”
Tabel 4.6
Kategori Temuan Keterangan
Medan
Wacana
(Field of
Discourse)
"Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menyatakan aliran Gerakan Fajar
Nusantara (Gafatar) sesat dan
menyesatkan. Gafatar dinyatakan
sesat karena merupakan
reinkarnasi atau metamorfosis dari
gerakan Al Qiyadah Al
Islamiyah.”(Paragraf 1)
"Mereka menjadikan Mussadeq
sebagai guru spiritual, padahal
MUI telah memfatwakan bahwa
Mussadeq itu sesat," kata Ketua
MUI Ma'aruf Amin dalam jumpa
pers di kantor MUI, ," (Paragraf 2)
"Kesesatan Gafatar terbukti karena
mereka menggunakan ajaran
Pernyataan yang
disampaikan MUI
mengenai kesesatan
Gafatar.
Penegasan MUI bahwa
pengikut Gafatar
menjadikan Ahmad
Musadeq sebagai guru
spiritualnya, pasalnya
Ahmad Musadeq sudah
difatwa sesat oleh MUI
sebelumnya.
Penegasan MUI perihal
ajaran Milah Ibrahim yang
105
Millah Ibrahim. Ajaran itu diduga
kuat memiliki benang merah,
dengan ajaran Mussadeq.
Paragraf 3)
digunakan Gafatar dan
keterkaitan dengan
Ahmad Musadeq.
Pelibat
Wacana
(Tenor of
Discourse)
1. KH. Ma‟ruf Amin
2. Ahmad Musadeq
Ketua Umum MUI;
Penyampai Fatwa
Pimpinan Gafatar;
Keterkaitannya dengan
ajaran Millah Abraham
Sarana
Wacana
(Mode of
Discourse)
Gafatar dinyatakan sesat karena
merupakan reinkarnasi atau
metamorfosis dari gerakan Al
Qiyadah Al Islamiyah.
Majas Paralelisme
Tautologi.
a. Medan Wacana
Mengenai temuan dalam aspek medan wacana, topik yang dibahas
Republika Online dalam berita edisi ini adalah Gafatar merupakan aliran sesat
dan menyesatkan. Dalam teks berita ini, Republika Online menggunakan
fatwa sesat yang disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap
Gafatar sebagai acuan dasar.
Selanjutnya, Republika Online mencoba mengangkat pernyataan MUI
mengenai kesesatan Gafatar. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi acuan
dasar MUI dalam menilai ajaran sesat Gafatar. Pertama, Gafatar dianggap
106
sebagai reinkarnasi atau metamorfosis dari gerakan Al-Qiyadah Al-Islamiyah.
Yang tertuang dalam kutipan berikut:
JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan aliran
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat dan menyesatkan. Gafatar
dinyatakan sesat karena merupakan reinkarnasi atau metamorfosis
dari gerakan Al Qiyadah Al Islamiyah.24
Al Qiyadah Al Islamiyah merupakan sebuah gerakan yang pada tahun
2007 silam difatwa sesat oleh MUI. Dalam ajarannya, Al Qiyadah Al
Islamiyah menggabungkan tiga ajaran agama yaitu Islam Kristen dan Yahudi.
Mereka mengakui turunnya wahyu kepada pemimpinnya yakni Ahmad
Musadeq. Mereka juga tidak mewajibkan pengikutnya untuk menjalankan
shalat 5 waktu.
Kedua, keterlibatan Ahmad Musadeq dalam Gafatar. Ahmad Musadeq
merupakan seseorang yang mengaku dirinya sebagai nabi setelah nabi
Muhammad SAW sekaligus pendiri Al Qiyadah Al Islamiyah. Pada tahun
2008 dia divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas
tuduhan penodaan agama. Dijadikannya Ahmad Musadeq sebagai guru
spiritual para pengikut Gafatar inilah yang kemudian ditegaskan oleh MUI,
pasalnya Ahmad Musadeq ini telah difatwa sesat oleh MUI.
"Mereka menjadikan Mussadeq sebagai guru spiritual, padahal MUI
telah memfatwakan bahwa Mussadeq itu sesat," kata Ketua MUI
Ma'aruf Amin dalam jumpa pers di kantor MUI, Rabu (3/2).25
Ketiga, masih berkaitan dengan Ahmad Musadeq, namun kali ini
melalui gerakan lain yang dipimpinnya, yakni Komunitas Millah Abraham
24
“MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Republika Online, 3 Fabruari 2016,
Paragraf 1.
25 “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Republika Online, 3 Fabruari 2016,
Paragraf 1.
107
(KOMAR). Yaitu sebuah ajaran sinkritisme agama yang menggabungkan tiga
ajaran agama yakni, Islam, Kristen dan Yahudi yang didirikannya tahun 2010
di daerah Depok sebagai metamorfosis dari Al-Qiyadah Al-Islamiyah.
Kesesatan Gafatar terbukti karena mereka menggunakan ajaran
Millah Ibrahim. Ajaran itu diduga kuat memiliki benang merah,
dengan ajaran Mussadeq.26
Dari ketiga acuan dasar tersebut, MUI kemudian mengeluarkan fatwa
sesat kepada Gafatar. Karena ketiga hal tersebut masuk kedalam 10 kriteria
aliran sesat berdasarkan ketetapan MUI hasil Munas tahun 2007 yang
diantaranya adalah meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai
dengan Al-Qur‟an dan Sunnah dan mengingkari Nabi Muhammad SAW
sebagai nabi dan rasul terakhir.
b. Pelibat Wacana
Dari sisi pelibat wacana terdapat narasumber yang dikutip
pernyataannya dalam berita yaitu KH. Ma‟Aruf Amin, yang merupakan
Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI pusat masa bakti 2015-2020
menggantikan Din Syamsudin. Pada berita ini Ma‟ruf Amin sebagai Ketua
MUI yang berperan menyampaikan fatwa kepada masyarakat perihal
kesesatan Gafatar.
Kemudian yang kedua adalah Ahmad Musadeq yang dilibatkan
namanya dalam teks berita edisi ini. Dilibatkannya Ahmad Musadeq dalam
berita ini terkait perannya sebagai pimpinan dalam gerakan Al Qiyadah Al
Islamiyah, Millah Abraham dan Gafatar.
26
“MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Republika Online, 3 Fabruari 2016,
Paragraf 1.
108
c. Sarana Wacana
Dari sisi sarana wacana atau penggunaan gaya bahasa, dalam teks
berita ini kalimat yang dapat dikaji dengan majas adalah majas paralelisme
tautologi yang terdapat dalam kutipan “Karena dia, yang pertama
reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah”.
Majas paralelisme tautologi dapat diartikan sebagai penegasan dengan
menggunakan kata yang sejajar atau kelompok kata penegasan dengan
pengulangan kata, kelompok kata atau sinonimnya.27
Kata „reinkarnasi‟ dan
„metamorfosis‟ merupakan kedua kata yang bermakna sama, yang mencoba
menggambarkan bahwa Gafatar merupakan perwujudan baru dari Al Qiyadah
Al Islamiyah.
2. Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “Gafatar difatwa Sesat,
Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”
Tabel 4.7
Kategori Temuan Keterangan
Medan
Wacana
(Field of
Discourse)
" Majelis Ulama Indonesia (MUI)
telah mengeluarkan fatwa yang
menyatakan organisasi Gerakan
Fajar Nusantara (Gafatar) sesat.
Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin mengatakan, meski
organisasinya telah dinyatakan
Pernyataan Menag
mengenai pengikut
Gafatar yang tetap harus
dilindungi meski
organisasinya telah
difatwa sesat oleh MUI.
27
M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011) h. 195.
109
sesat, pengikut Gafatar harus
dilindungi dari kemungkinan
adanya tindakan main hakim
sendiri dari
masyarakat.”(Paragraf 1)
Di sisi lain, sambung Menag,
dikeluarkanya fatwa tentang
Gafatar ini juga diharapkan
menimbulkan inisiatif di kalangan
tokoh-tokoh agama untuk
merangkul kembali pengikut-
pengikut Gafatar." (Paragraf 5)
"Dia sendiri merespons positif
fatwa yang telah dikeluarkan MUI
tentang Gafatar. Fatwa tersebut
dapat menjadi pegangan bagi
masyarakat dan diharapkan tidak
ada lagi yang terpengaruh dengan
ajaran sesat ala Gafatar.
(Paragraf 4)
Himbauan Menag kepada
para tokoh-tokoh agama
agar turut bertanggung
jawab merangkul para
pengikut-pengikut
Gafatar.
Himbauan Menag
mengenai Fatwa MUI
yang dapat dijadikan
pedoman untuk
masyarakat agar tidak
terpengaruh oleh aliran
sesat sejenis Gafatar.
Pelibat
Wacana
(Tenor of
1. Lukman Hakim Saifuddin
Menteri Agama;
Menghimbau perlidungan
terhadap anggota Gafatar.
110
Discourse)
Sarana
Wacana
(Mode of
Discourse)
“... diharapkan tidak ada lagi yang
terpengaruh dengan ajaran sesat
ala Gafatar.”
Majas Epitet
a. Medan Wacana
Medan wacana yang dibahas dalam berita edisi ini adalah mengenai
pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang berisi himbauan
terhadap pemerintah dan masyarakat untuk tetap melindungi para eks Gafatar
setelah dikeluarkannya fatwa sesat oleh MUI terhadap Gafatar. Hal tersebut
dinyatakan dalam kutipan berikut:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI)
telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan organisasi Gerakan
Fajar Nusantara (Gafatar) sesat. Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin mengatakan, meski organisasinya telah dinyatakan sesat,
pengikut Gafatar harus dilindungi dari kemungkinan adanya tindakan
main hakim sendiri dari masyarakat.28
"Pengikut-pengikut Gafatar tetap harus kita ayomi, kita bina dan
lindungi hak-haknya," kata Menag di Istana Kepresidenan Jakarta,
Rabu (3/2).29
Dalam kutipan tersebut, Menag menghimbau agar para pengikut
Gafatar dilindungi dari tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat.
Kekhawatiran Menag terhadap tindakan main hakim sendiri masyarakat
kepada anggota Gafatar dilatar belakangi oleh berbagai kerusuhan dan
28
“Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3
Februari 2016, Paragraf 1. 29
Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3
Februari 2016, Paragraf 2.
111
pembakaran pemukiman seperti yang dialami para eks Gafatar di daerah
Mempawah, Kalimantan Barat oleh masyarakat setempat.
Meskipun tidak secara eksplisit menyebut kata pemerintah, namun
jelas pernyataan yang disampaikan Menag itu tertuju kepada pemerintah
sebagai pemberi perlindungan kepada masyarakat. Hal ini juga berkaitan
dengan tugas pokok Kementerian Agama yakni membantu presiden dalam
menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan.
Terkait hal tersebut, sebagai media massa, Republika Online berupaya
menyampaikan sikap-sikap dari pihak-pihak yang berwenang kepada
masyarakat. Ini senada dengan apa yang disampaikan pihak Republika Online
mengenai sikapnya dalam memandang berbahaya atau tidaknya keberadaan
Gafatar lewat kutipan hasil wawancara berikut:
“Kami tidak pernah tahu berbahaya atau tidak karena yang
memastikan berbahaya atau tidak adalah pihak-pihak yang
mempunyai wewenang, Majelis Ulama Indonesia atau Kementrian
Agama, gitu. Republika tidak pernah menyatakan itu berbahaya tapi
kami hanya menyebarkan bagaimana pandangan dan sikap dari
Kementrian Agama, MUI segala macem dan juga sikap-sikap dari
pengadilan-pengadilan dan polisi yang selama ini mengurusi
masalah Gafatar itu.”30
Selanjutnya, Menag juga berharap tidak ada lagi masyarakat yang
terpengaruh oleh ajaran sesat seperti Gafatar ini. Fatwa yang dikeluarkan oleh
MUI seharusnya diharapkan mampu menjadi pedoman untuk masyarakat agar
tidak terpengaruh oleh aliran sesat sejenis Gafatar. Hal tersebut tertuang
dalam kutipan berikut:
30
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Subarkah. Jakarta 13 Juni 2016.
112
Dia sendiri merespons positif fatwa yang telah dikeluarkan MUI
tentang Gafatar. Fatwa tersebut dapat menjadi pegangan bagi
masyarakat dan diharapkan tidak ada lagi yang terpengaruh dengan
ajaran sesat ala Gafatar. 31
Di sisi lain, sambung Menag, dikeluarkanya fatwa tentang Gafatar ini
juga diharapkan menimbulkan inisiatif di kalangan tokoh-tokoh
agama untuk merangkul kembali pengikut-pengikut Gafatar. 32
Pada alinea terakhir berita edisi ini, Menag menyampaikan kritiknya
kepada tokoh-tokoh agama agar dapat merangkul kembali pengikut-pengikut
Gafatar agar dapat kembali kepada ajaran Islam yang benar. Kutipan tidak
langsung ini juga mempertegas pandangan Republika Online bahwa persoalan
Gafatar ini selain tanggung jawab pemerintah, juga merupakan persoalan
ulama dan tokoh-tokoh agama, karena berkaitan dengan umat Islam.
b. Pelibat Wacana
Dari sisi pelibat wacana, dalam teks berita ini kembali merujuk pada
fatwa yang dikeluarkan oleh MUI mengenai kesesatan Gafatar. Lukman
Hakim Saifuddin menjadi narasumber dalam teks berita ini. Perannya sebagai
Mentri Agama yang memberikan pernyataan seputar perlindungan para eks
Gafatar, karena berkaitan dengan tugas pokok yang diembannya yaitu
membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di
bidang keagamaan.
c. Sarana Wacana
Pada bagian sarana wacana atau gaya bahasa yang digunakan dalam
pemberitaan ini peneliti mengambil sample kalimat yang bisa dikaji dalam
31
Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3
Februari 2016, Paragraf 4. 32
Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3
Februari 2016, Paragraf 5.
113
penggunaan majas, yaitu dalam kalimat “...diharapkan tidak ada lagi yang
terpengaruh dengan ajaran sesat ala Gafatar.”
Dalam kalimat tersebut, terdapat majas Epitet, yaitu semacam gaya
bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khas
dari seseorang atau sesuatu hal.33
Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat
tidak lagi terpengaruh oleh aliran sesat yang serupa dengan Gafatar.
3. Analisis Pemberitaan tanggal 4 Februari 2016 “Umat Islam Dinilai
Krisis Panutan”
Tabel 4.8
Kategori Temuan Keterangan
Medan
Wacana
(Field of
Discourse)
"Imam Besar Masjid Istiqlal
Jakarta Nasaruddin Umar
mengatakan, banyaknya umat
Islam yang tergoda masuk
Gerakan Fajar Nusantara
(Gafatar) akhir-akhir ini
disebabkan karena umat Islam
sekarang sedang krisis panutan.
"Sebenarnya umat Islam saat ini
sedang krisis panutan,"
(Paragraf 1)
Nasaruudin Umar yang
menganggap banyaknya
umat Islam yang tergoda
mengikuti aliran sesat
karena Umat Islam saat ini
sedang krisis panutan.
33
Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 163.
114
"Ia mengatakan, saat muncul
seorang figur asing yang tidak
cinta terhadap materi, jabatan,
uang, popularitas, akan
membuat umat tersebut
mengikutinya. Padahal, kata
dia, mereka tidak tahu bahwa
yang diikuti tersebut
sesungguhnya adalah panutan
yang mengajarkan ajaran
menyimpang.” (Paragraf 2)
"Jadi menyimpang dan tidaknya
itu juga sangat personal,
mungkin bagi kita itu adalah
menyimpang, sementara bagi
mereka itu tidak,” (Paragraf 3)
Nasaruddin menambahkan, isu
paham menyimpang tersebut
tidak bisa hanya menyalahkan
pemerintah saja, tapi pemimpin
umat mayoritas juga harus
Nasarudin Umar
menjelaskan karena krisis
panutan, masyarakat mudah
terpesona oleh figur asing
yang tidak cinta materi,
jabatan, uang dan
popularitas.
Nasarudin Umar
menambahkan karena krisis
panutan, masyarakat tidak
bisa membedakan fifur
yang baik dan tidak.
Nasaruddin menekankan
bahwa persoalan Gafatar ini
bukan hanya
tanggungjawab pemerintah
semata, namun juga para
ulama dan tokoh-tokoh
115
bertanggung jawab dalam
kekeliruan tersebut. (Paragraf
4)
agama.
Pelibat
Wacana
(Tenor of
Discourse)
1. Nasaruddin Umar Imam Besar Masjid Istiqlal;
Ulama yang menyampaikan
pendapat perihal
kemunculan aliran sesat
Gafatar
Sarana
Wacana
(Mode of
Discourse)
“...panutan yang mengajarkan
ajaran menyimpang”
Majas Antifrasis
a. Medan Wacana
Mengenai aspek dalam medan wacana, wacana yang coba
dikemukakan oleh Republika Online dalam berita kali ini adalah umat Islam
saat ini yang dinilai krisis panutan. Hal tersebut dinilai menjadi alasan utama
banayaknya umat Islam yang tergoda menjadi pengikut Gafatar. Pernyataan
tersebut disampaikan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin umar yang
tertuang dalam kutipan berikut:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Nasaruddin Umar mengatakan, banyaknya umat Islam yang tergoda
116
masuk Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) akhir-akhir ini disebabkan
karena umat Islam sekarang sedang krisis panutan. "Sebenarnya umat
Islam saat ini sedang krisis panutan," katanya, Rabu (3/2)34
Ia mengatakan, saat muncul seorang figur asing yang tidak cinta
terhadap materi, jabatan, uang, popularitas, akan membuat umat
tersebut mengikutinya. Padahal, kata dia, mereka tidak tahu bahwa
yang diikuti tersebut sesungguhnya adalah panutan yang mengajarkan
ajaran menyimpang.35
Dalam kutipan tersebut, Nasaruddin Umar memandang bahwa krisis
panutan yang sedang dialami Umat Islam di Indonesia saat ini, membuat
masyarakat mudah terpesona oleh seorang figur asing yang muncul dengan
terlihat tidak cinta materi, jabatan, uang, serta popularitas. Figur tersebutlah
yang kemudian dijadikan sebagai seorang panutan. Padahal sesungguhnya
figur yang menjadi panutan mereka adalah panutan yang mengajarkan ajaran
menyimpang.
“Jadi menyimpang dan tidaknya itu juga sangat personal, mungkin
bagi kita itu adalah menyimpang, sementara bagi mereka itu tidak,”
ujarnya.36
Selanjutnya, Nasarudin Umar mencoba menggambarkan bahwa
karena dilanda krisis panutan, membuat orang tidak bisa membedakan mana
ajaran yang menyimpang, mana yang tidak. Karena dalam masyarakat, ketika
seseorang sudah dijadikan sebagai panutan, maka perbuatan yang
dilakukannya akan menjadi tolak ukur kebenaran yang kemudian menjadi
contoh perilaku yang ditiru masyarakat.
Pada bahasan selanjutnya, Nazaruddin umar menganggap persoalan
munculnya aliran menyimpang semacam Gafatar ini bukan hanya tanggung
34
“Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”, Republika Online , 4 Februari 2016, Paragraf 1. 35
“Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”, Republika Online , 4 Februari 2016, Paragraf 2. 36
“Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”, Republika Online , 4 Februari 2016, Paragraf 3.
117
jawab pemerintah semata, namun juga merupakan tanggungjawab para
pemimpin umat Islam dalam menangani kekeliruan tersebut.
Nasaruddin menambahkan, isu paham menyimpang tersebut tidak
bisa hanya menyalahkan pemerintah saja, tapi pemimpin umat
mayoritas juga harus bertanggung jawab dalam kekeliruan tersebut.37
Meski tidak secara eksplisit menyebut umat Islam dan ulama, namun
dalam penggalan kalimat „pemimpin umat mayoritas‟ jelas menjurus kepada
para umat muslim yang dipimpin oleh para Ulama dan tokoh-tokoh muslim
lainnya. Pengambilan kutipan tidak langsung ini kembali menegaskan
pandangan Republika Online bahwa persoalan aliran menyimpang ini bukan
hanya sebagai tanggung jwab pemerintah semata, namun juga merupakan
tanggung jawab para ulama dan tokoh-tokoh islam dalam merangkul dan
mengayomi umat.
b. Pelibat wacana
Dari sisi pelibat wacana, guna pewacanaan bahwa persoalan Gafatar
merupakan persoalan umat Islam dan juga merupakan tanggung jawab ulama,
narasumber yang dipilih dan kemudian dikutip pernyataannya dalam teks
berita ini adalah Nasaruddin Umar. Dia merupakan Imam Masjid Istiqlal
menggantikan KH. Ali Mustafa Yaqub. dipilihnya Nasarudin Umar sebagai
narasumber oleh ROL untuk memperkuat pandangan ROL bahwa kasus
aliran menyimpang seperti Gafatar ini merupakan persoalan agama yang
harus segera diselesaikan bukan hanya pemerintah saja, namun juga menjadi
kewajiban para tokoh-tokoh agama. Dengan kapasitasnya sebagai
37
“Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”, Republika Online , 4 Februari 2016, Paragraf 4.
118
cendekiawan muslim yang memiliki pemahaman agama yang mumpuni, dia
menganggap banyaknya Umat Islam yang menjadi pengikut Gafatar
merupakan penyebab dari krisis panutan yang sedang dialami Umat Islam di
Indonesia saat ini.
Dipilihnya Nasaruddin Umar sebagai narasumber tidak lepas dari
pandangan Republika Online dalam mewacanakan kasus Gafatar ini. Karena
kasus ini sangat erat kaitannya dengan Agama Islam, maka mereka meminta
pendapat dari pihak-pihak yang dianggap terkait dengan masalah tersebut,
salah satunya pendapat para ulama. Seperti pernyataan yang tertuang dalam
hasil wawancara peneliti dengan pihak Republika Online berikut:
“Ya Nasaruddin Umar karena pihak-pihak terkait kan, pihak-pihak
yang dipandang sebagai punya ilmu disitu, ilmu agama disitu. Itu
komentar-komentar dari para ulama, jelas itu akan di quote dan tidak
ada keistimewaan Nasaruddin Umar atau siapa.”38
c. Sarana Wacana
Pada aspek sarana wacana, kalimat yang bisa dikaji melalui
penggunaan majas yakni terdapat dalam kalimat “...panutan yang
mengajarkan ajaran menyimpang” yakni majas antifrasis.
Majas antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah
kata dengan makna kebalikannya.39
Dalam kalimat tersebut Nasaruddin Umar
bermaksud bahwasanya mereka menjadikan Ahmad Musadeq sebagai
panutan, padahal dia adalah orang yang mengajarkan ajaran menyimpang.
38
Wawancara pribadi dengan Ahmad Subarkah, Jakarta 13 Juni 2016. 39
Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, h. 160.
119
4. Analisis Pemberitaan tanggal 4 Februari 2016 “MUI Minta
Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”
Tabel 4.9
Kategori Temuan Keterangan
Medan
Wacana
(Field of
Discourse)
“Proses hukum pimpinan Gafatar
dinilai lambat. Sekretaris Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Jawa
Timur, Muhammad Yunus
mengatakan banyak pasal yang
dilanggar oleh gerakan tersebut.
Pemerintah diminta untuk segera
memprosesnya secara hukum.”
(Paragraf 1)
Menurutnya pasal-pasal yang
dilanggar oleh Gafatar sudah jelas.
Gafatar telah melanggar Undang-
Undang penodaan agama Nomor 1
PNPS tahun 1965, nomor 5 tahun
1968 dan pasal 156a. Selain itu
banyak pengikut Gafatar yang telah
menjual hartanya untuk mengikuti
gerakan ini. (Paragraf 3)
Menurut Yunus para pemimpin
Muhammad Yunus
menilai proses hukum
pemerintah terhadap
pimipinan Gafatar lambat.
Muhammad Yunus
menganggap Gafatar
sudah jelas melanggar
pasal mengenai penodaan
agama.
Muhammad Yunus juga
menganggap pimpinan
120
Gafatar telah melanggar pasal
KUHP nomor 378 tentang tindak
penipuan. Karena itu ia berharap
pemerintah segera memproses
hukuman kepada pimpinan
Gafatar. (Paragraf 4)
"Dari pimpinan pusat sampai yang
di kecamatan-kecamatan harus
dihukum, karena kasihan yang
sekedar ikut-ikutan," katanya.
(Paragraf 5)
Gafatar melaggar pasal
penipuan.
Muhammad Yunus
berharap pemerintah
mengusut tuntas pimpinan
Gafatar mulai dari tingkat
pusat hingga tingkat
kecamatan.
Pelibat
Wacana
(Tenor of
Discourse)
1. Muhammad Yunus Sekertaris MUI Jawa
Timur; menilai proses
hukum para pimpinan
Gafatar lambat.
Sarana
Wacana
(Mode of
Discourse)
"Dari pimpinan pusat sampai yang
di kecamatan-kecamatan.
Majas Klimaks
121
a. Medan Wacana
Mengenai aspek dalam medan wacana, topik yang dibahas kali ini
adalah mengenai MUI yang menilai pemerintah lambat dalam memproses
hukum pimpinan Gafatar berkaitan dengan banyaknya pasal yang dilanggar
oleh Gafatar. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Sekertaris MUI Jawa
Timur, Muhammad Yunus, yang tertuang dalam kutipan berikut:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses hukum pimpinan Gafatar
dinilai lambat. Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa
Timur, Muhammad Yunus mengatakan banyak pasal yang dilanggar
oleh gerakan tersebut. Pemerintah diminta untuk segera
memprosesnya secara hukum.40
Selanjutnya, Muhammad Yunus juga menyatakan bahwa banyak
sekali pasal yang telah dilanggar oleh Gafatar diantaranya yaitu terkait
dengan masalah penodaan agama, selain itu juga terkait dengan masalah
penipuan, oleh sebab itu dirinya menginginkan bahwa pemerintah segera
memproses hukum para pimpinan Gafatar dari tingkat yang paling tinggi
(pusat) hingga kepada yang berada di tingkat kecamatan. Dirinya juga merasa
iba karena banyak pula para eks Gafatar merupakan korban yang hanya
sekedar ikut-ikutan, yang tertuang dalam kutipan berikut:
Menurutnya pasal-pasal yang dilanggar oleh Gafatar sudah jelas.
Gafatar telah melanggar Undang-Undang penodaan agama Nomor 1
PNPS tahun 1965, nomor 5 tahun 1968 dan pasal 156a. Selain itu
banyak pengikut Gafatar yang telah menjual hartanya untuk
mengikuti gerakan ini.41
40
“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online,
4 Februari 2016, Paragraf 1. 41
“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online,
4 Februari 2016, Paragraf 3.
122
Menurut Yunus para pemimpin Gafatar telah melanggar pasal KUHP
nomor 378 tentang tindak penipuan. Karena itu ia berharap
pemerintah segera memproses hukuman kepada pimpinan Gafatar.42
"Dari pimpinan pusat sampai yang di kecamatan-kecamatan harus
dihukum, karena kasihan yang sekedar ikut-ikutan," katanya.43
Pasal yang dimaksud dalam pernyataan diatas adalah Undang-Undang
Nomor 1 PNPS 1965, nomor 5 tahun 1968 mengenai pencegahan
penyalahgunaan dan/atau penodaan agama dan pasal 156 a yang berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang
siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau
melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan,
penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di
Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut
agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.44
Sementara itu, pada paragraf selanjutnya juga dijelaskan mengenai
para pimpinan Gafatar yang dinilai melanggar pasal penipuan, karena
dianggap menipu para pengikut Gafatar hingga harus kehilangan harta
bendanya untuk bergabung dengan Gafatar, yang tertuang dalam pasal KUHP
nomor 378 tentang tindak penipuan yang berbunyi:
”Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian
kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu
benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun".45
42
“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online,
4 Februari 2016, Paragraf 4. 43
“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online,
4 Februari 2016, Paragraf 5. 44
http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU1PNPS65.pdf . Diakses pada 4 Juli 2016 pukul
10:15. 45
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm . Diakses pada 4 Juli 2016 pada pukul
10:40
123
Pada bahasan selanjutnya dijelaskan bahwasanya MUI sudah
menghimbau kepada masyarakat di Jatim agar mau menerima kembali para
eks Gafatar dan tidak mengucilkan mereka. Sementara proses terapi dan
pemberian arahan kepada eks Gafatar sudah dilakukan dan masih terus
berlangsung agar mereka kembali kepada aqidah yang benar yang tertuang
dalam paragraf terakhir teks berita seperti berikut:
Mengenai banyak warga Jatim yang menolak eks-Gafatar, Yunus
mengatakan MUI sudah menghimbau masyarakat untuk menerima
kembali mereka. Dan proses terapi untuk mengembalikan mereka
kepada aqidah yang benar terus berlangsung.46
b. Pelibat Wacana
Ditinjau dari sisi pelibat wacana, Republika Online kembali mejadikan
MUI sebagai narasumber, kali ini melalui Muhammad Yunus, yang menjabat
sebagai Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, yang dikutip
pernyataannya. Dalam berita edisi kali ini, Muhammad Yunus berperan
sebagai penyampai kritik terhadap pemerintah terkait lambannya penanganan
hukum pemerintah kepada para pimpinan Gafatar.
c. Sarana Wacana
Pada sisi sarana wacana, kalimat yang dapat dikaji dalam penggunaan
majas dalam teks berita terdapat dalam kalimat "Dari pimpinan pusat sampai
yang di kecamatan-kecamatan harus dihukum, karena kasihan yang sekedar
ikut-ikutan.” yang merupakan majas anti klimaks.
Majas anti klimaks adalah suatau kalimat atau acuan yang berisi gagasan-
gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang
46
“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online,
4 Februari 2016, Paragraf 6.
124
kurang penting.47
Dalam kalimat tersebut Muhammad Yunus meminta
pemerintah mengusut tuntas para pimpinan Gafatar mulai dari pimpinan pusat
hingga ke ranah kecamatan-kecamatan dan segera memproses hukum.
C. Analisis Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online
Dari keseluruhan berita yang dianalisis, seluruh berita tersebut
memiliki news value (nilai berita) yang tinggi dan layak untuk dijadikan
berita. Diantaranya mencakup Prominence, yakni menyangkut tokoh-tokoh
terkenal yang dikutip dalam pemberitaan. Lalu selanjutnya mengandung
unsur progress, yaitu membuat masyarakat menunggu kelanjutan akan
perkembangan berita tersebut. Selain itu, sangat mengandung unsur emotion
yakni kejadian dalam berita tersebut mengandung kemarahan, kesedihan,
kebencian serta empati.
Detik.com dan Republika Online tentu berbeda dalam memandang
suatu peristiwa. Hal yang paling mendasarinya adalah perbedaan ideologi
masing-masing media. Selain itu juga memiliki perbedaan dalam pemilihan
narasumber serta pemilihan gaya bahasa yang digunakan. Dari total delapan
teks berita yang dianalisis, menggunakan analisis Semiotika Sosial M.A.K
Halliday dengan unsur Medan Wacana (Field of Discourse), Pelibat Wacana
(Tenor of Discourse) dan Sarana Wacana (Mode of Discourse) maka
diperoleh perbandingan sebagai berikut.
47
Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, h. 161.
125
Tabel 4.10
Analisis Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online
Analisis
Semiotika Sosial
Detik.com Republika Online
Medan Wacana
(Field of
Discourse)
Persoalan Gafatar
merupakan persoalan
hukum yang menjadi
tanggungjawab
pemerintah.
Perlindungan para eks
Gafatar merupakan
tanggung jawab
pemerintah.
Persoalan Gafatar
merupakan persoalan
hukum yang menjadi
tanggungjawab
pemerintah.
Perlindungan kepada para
eks Gafatar merupakan
tanggung jawab
pemerintah dan para tokoh
agama.
Pelibat Wacana
(Tenor of
Discourse)
Narasumber:
KH. Ma‟Aruf Amin
(Ketua Umum MUI)
Hasanuddin AF (Ketua
Fatwa MUI)
Lukman Hakim Saifuddin
(Mentri Agama RI)
Luhut Binsar Panjaitan
(Menkopolhukam)
Taufik Kurniawan (Wakil
Ketua DPR RI)
Yang disebut dalam teks:
Ahmad Musadeq
(Pimpinan Gafatar)
Narasumber:
KH. Maaruf Amin (Ketua
Umum MUI)
Lukman Hakim Saifuddin
(Mentri Agama RI)
Nasaruddin Umar (Imam
Besar Masjid Istiqlal)
Muhammad Yunus
(Sekertaris MUI Jawa
Timur)
Yang disebut dalam
teks:
Ahmad Musadeq
(Pimpinan Gafatar)
Sarana Wacana
(Mode of
Discourse)
Banyak melakukan
pengutipan langsung
pernyataan Narasumber.
Majas Paralelisme
Tautologi, Sinestesia,
Klimaks dan Retoris.
Banyak melakukan
pengutipan tidak langsung
pernyataan narasumber.
Majas Paralelisme
Tautologi, Epitet,
Antifrasis dan Klimaks.
126
Dilihat berdasarkan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday, pada
aspek medan wacana (field of discourse), secara garis besar Detik.com dan
Republika Online mewacanakan kasus Gafatar ini menjadi tiga poin utama.
Pertama, Gafatar merupakan aliran sesat dan menyesatkan. Dalam
mewacanakan hal tersebut, Detik.com dan Republika Online menggunakan
fatwa MUI sebagai rujukan utama dalam setiap teks beritanya.
Kedua, para eks Gafatar atau para mantan pengikut Gafatar
merupakan korban dari keberadaan Gafatar, sedangkan para pimpinan dan
pengurus adalah pelaku yang harus diproses hukum. Kedua media ini
menganggap bahwa para eks Gafatar merupakan korban aliran sesat yang
telah dirugikan atas kehadiran Gafatar, sedangkan para pimpinan dan
pengurus Gafatarlah sebagai pelaku yang menyebabkan masyarakat
terjerumus dan memilih bergabung menjadi anggota.
Ketiga, dalam teks beritanya, Detik.com memberikan aksentuasi serta
penonjolan bahwa kasus Gafatar ini merupakan persoalan hukum yang
menjadi tanggungjawab pemerintah dalam melindungi para eks Gafatar serta
memproses hukum para pimpinan dan pengurus Gafatar. Sama halnya dengan
Detik.com, dalam teks beritanya Republika Online juga memaknai kasus ini
sebagai persoalan hukum yang harus diselesaikan oleh pemerintah, meskipun
porsi penonjolan mengenai hal tersebut tidak sebesar dengan apa yang
dilakukan Detik.com. Perbedaan yang signifikan adalah Republika Online
menaruh perhatian khusus kepada para Ulama atau tokoh-tokoh agama Islam
di Indonesia. Mereka dianggap memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif
dalam merangkul dan mengayomi umat Islam atas kasus aliran sesat
127
semacam Gafatar ini, bukan hanya pemerintah saja karena kasus ini berkaitan
dengan Umat Islam.
Pada bahasan selanjutnya mengenai aspek pelibat wacana (tenor of
discourse), Detik.com dan Republika Online melibatkan narasumber-
narasumber yang berkaitan dalam pembentukan wacana mereka terhadap
kasus ini. Detik.com dan Republika Online mengutip pernyataan dari sumber-
sumber yang legitimate dan kompeten dibidangnya sesuai dengan masing-
masing pandangan kedua media tersebut. Detik.com yang mewacanakan
persoalan ini sebagai persoalan hukum dan tanggung jawab pemerintah
mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan hal tersebut untuk
menguatkan pandangannya seperti Menkopolhukam dan wakil ketua DPR.
Sedangkan Republika Online dengan pandangannya melibatkan Imam Besar
Masjid Istiqlal dalam beritanya.
Pada aspek sarana wacana (mode of discourse), secara keseluruhan
kedua media ini dalam teks beritanya menggunakan gaya bahasa yang
informatif, lugas, dan tidak provokatif. Masing-masing media menonjolkan
pandangannya yang dituangkan kedalam teks berita. Pengambilan kutipan
langsung yang dilakukan oleh Detik.com terhadap pernyataan yang
disampaikan oleh para narasumber mencoba membangun wacana yang
ditampilkan dalam teks berita. Lain halnya dengan yang dilakukan oleh
Republika Online. Dalam teks beritanya, Republika Online seringkali
menggunakan pengutipan tidak langsung. Banyak improvisasi dalam
menuliskan pernyataan yang disampaikan narasumber, serta Republika
Online turut melibatkan pandangannya dalam teks berita tersebut.
128
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melalui proses analisis teks berita di Detik.com dan Republika
Online terkait dengan pemberitaan aliran sesat Gafatar menggunakan analisis
semiotika sosial M.A.K Halliday, peneliti menyimpulkan hasil penelitian ini
kedalam tiga tipologi wacana sebagai berikut.
Pada aspek medan wacana (field of discourse) Detik.com dan Republika
Online manyatakan Gafatar sebagai aliran sesat dan menyesatkan dengan merujuk
pada fatwa MUI yang menjadi acuan dasar. Selanjutnya, kedua media tersebut
mewacanakan bahwa para eks Gafatar merupakan korban dari kemunculan
Gafatar, sedangkan para pimpinan dan pengurus Gafatar adalah pelaku yang harus
diproses secara hukum. Sementara itu, Detik.com memaknai kasus ini sebagai
persoalan hukum yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah.
Serupa dengan Detik.com, namun Republika Online menaruh perhatian khusus
kepada para Ulama atau tokoh-tokoh Agama Islam di Indonesia sebagai pihak
yang juga bertanggung jawab mengayomi umat.
Pada aspek pelibat wacana (tenor of discourse), tanda-tanda dapat dibaca
dari dilibatkannya sumber-sumber yang kompeten untuk menguatkan pewacanaan
di masing-masing media tersebut.
Pada aspek sarana wacana (mode of discourse), Detik.com dan Republika
Online menggunakan gaya bahasa yang informatif, lugas dan tidak provokatif
dalam pemberitaan Gafatar ini. Perbedaan diantara keduanya adalah Detik.com
lebih banyak menggunakan kutipan langsung terhadap pernyataan narasumber,
129
sedangkan Republika Online banyak menggunakan kutipan tidak langsung
terhadap pernyataan narasumber dan melakukan improvisasi dan menuangkan
pandangannya dalam teks berita tersebut. Selanjutnya, Republika Online
Memberikan aksentuasi dalam teks beritanya bahwa persoalan Gafatar ini juga
merupakan tanggungjawab tokoh-tokoh agama Islam dalam merangkul umat,
bukan hanya pemerintah semata.
B. SARAN
Kembali munculnya aliran sesat di Indonesia seperti Gafatar ini
merupakan bukti pemerintah yang kurang cekatan dalam menangani kasus serupa.
Peneliti berharap pemerintah mampu untuk menangani kasus seperti ini dengan
lebih baik agar tidak menimbulkan korban. Selain itu upaya pencegahan terhadap
eksistensi aliran sesat di Indonesia sangat perlu ditingkatkan.
Sebagai media massa, peneliti berharap agar media massa di Indonesia
tetap menjadi kontrol sosial dan menyajikan pemberitaan yang informatif serta
edukatif kepada masyarakat. Pada khususnya me dia online, peneliti berharap
tidak hanya mengutamakan kecepatan dalam menampilkan berita, namun juga
keakuratan isi berita yang utama.
Peneliti berharap analisis semiotika sosial M.A.K Halliday ini dapat
digunakan dalam penelitian skripsi berikutnya oleh para Mahasiswa Komunikasi
Penyiaran Islam dalam menganalisa tanda dan makna yang terdapat dalam teks
berita. Karena peneliti melihat masih sangat jarang ditemui penggunaan teori ini
dalam skripsi.
130
DAFTAR PUSTAKA
Abar, Ahmad Zaini. 1966-1974 Kisah Pers Indonesia. Yogyakarta: Lkis, 1995.
Armando, Ade. Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, Jakarta:
Center for The Study and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2011.
Barus, Sedia Willing. Jurnalistik (Petunjuk Teknis Menulis Berita), Jakarta: Erlangga,
2010.
Diah Wardhani, Media Relation: Sarana Membangun Reputasi Organisasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.
Eriyanto. Analisis Framing, Konstruksi, ldeologi dan Politik Media. Yogyakarta:
LKiS, 2002.
Fiske, John. Introduction to Communication Studies. London: Methuen & Co.Ltd,
1990, second edition.
Fatah, Eep Saefulloh. Pengkhianatan Demokrasi ala Orde Baru; Masalah dan Masa
Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000.
Halliday, M.A.K. Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and
Meaning. London: Edward Arnold, 1978.
Halliday, M.A.K dan Hasan, Ruqaiya. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek
Bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1992.
Heryanto, Gun Gun. Dinamika Komunikasi Politik. Jakarta: PT. Lasswell Visitama,
2011.
131
Hill, David T. Pers di Masa Orde Baru. Penerjemah. Gita Widya Laksmini
Soerjoatmodjo. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
HM, Zaenuddin. The Journalist; Bacaan Wajib Wartawan, Redaktur, Editor dan Para
Mahasiswa Jurnalistik, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011.
Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006.
Mulyotomo, Isa M. Rapet Bindo, Jakarta: Limas, 2011.
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia, 2008.
Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2013.
Nazin, Moh. Metode Penelitian, Bandung: Ghalia Indonesia, 1999.
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
Penerbit Buku Kompas, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia.
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2002.
Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di
Indonesia. Jakarta: 2014.
Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
Respon Masyarakat Terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di
Indonesia. Jakarta: 2014.
Santana K, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005.
132
Setiati, Eni. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Yogyakarta: Andi Offset,
2005.
Santoso, Anang. “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana
Kritis.” Bahasa dan Seni, Tahun 36, Nomor I Februari, 2008.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitati Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2013.
Suhaemi, dan Nasrullah, Rulli. Bahasa Jurnalistik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Jakarta: Kalam Indonesia, 2005.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitian
skripsi komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011.
Sumber lain:
“MUI: Ada 300 Lebih Aliran Sesat di Indonesia.” CNN Indonesia Online, 21 Januari
2002.
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/04/13/18653/gafatar-sama-sesatnya-
dengan-alqiyadah-buatan-nabi-palsu-moshaddeq/#sthash.ARC5yfOb.dpbs.
Diakses pada 27 Mei 2016 pukul 21:30
https://m.tempo.co/read/news/2016/01/13/078735611/ini-profil-tokoh-pendiri-gafatar
133
http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html.
Diakses pada 27 Mei pukul 20:00.
http://www.detik.com/dapur/redaksi
http://profil.merdeka.com/indonesia/r/republika/ diakses 25 Juni, pukul 01.20 WIB.
http://www.republika.co.id/page/about
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm . Diakses pada 4 Juli 2016 pada pukul 10:40.
http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU1PNPS65.pdf . Diakses pada 4 Juli 2016 pukul 10:15.
http://kbbi.web.id/berita . Diakses pada 7Agustus 2016 pukul 20:30.
LAMPIRAN
Transkrip Wawancara Detik.com
Narasumber : Erwin Dariyanto
Di kantor detik.com selasa 17 Mei 2016.
1.Apa keistimewaan detik.com dibandingkan media lain dalam konteks isi pemberitaan?
Jadi begini, kita ingin beda dengan media online lainnya, pertama dalam hal kecepatan,
sekarang isinya kita juga sudah beda, isinya itu adalah isi yang mendidik, tidak provokatif,
sifatnya informasi, dan lengkap, akurat.
2. lalu apa strategi detik.com agar pembaca mudah paham terhadap isi berita?
Strateginya tentu dengan gaya penulisan yang mudah dicerna oleh masyarakat bukan bahasa
yang mengambang atau muluk-muluk dan struktur tulisan yang terstruktur ngurut runut
urutannya.
3. terkait dengan Wacana/tema/isu apa saja yang diangkat oleh detik, apakah mengikuti
pasar?
Jadi ada namanya dalam sebuah pemberitaan itu ada kriteria layak berita. Tidak semua
peristiwa yang terjadi itu adalah layak berita. Nah berita apa yang layak diberitakan oleh
detik.com, yaitu adalah informasi yang itu dibutuhkan oleh masyarakat. Harga kebutuhan bahan
pokok, soal keamanan, politik seperti itu.
4. seberapa penting isu gafatar inn dijadikan pemberitaan untuk diketahui oleh
masyarakat?
Gafatar ini bermula dari laporan adanya kehilangan, orang hilang katakanlah di Jogja ada dua
orang hilang dan itu sampe berminggu-minggu tidak ditemui. Dari situlah kemudian ini
informasi menarik kenapa, karena itu adalah informasi orang hilang, itu masyarakat ingin tahu
ada apa dengan mereka hilang kemudian ditelusuri baru kemudian sepekan ketemu itu adalah
gafatar, mereka terkait dengan aliran gafatar. Nah kenapa kemudian dari orang hilang ini
kemudian gafatar karena kita ingin tahu loh gafatar ini kenapa mereka kemudian membawa
anggotanya itu, istilah dalam tanda kutip pergi dari tempat asalnya kemudian menyendiri ke
Kalimantan Barat. Nah informasi seperti itu kan diperlukan oleh masyarakat, dan kebetulan
setelah itu kemudian ada laporan dari redaksi beberapa yang mengaku yang mengaku anggota
keluaganyya hilang mereka minta informasi seperti apa gafatar itu, bagaimana mereka , dimana
mereka dan seperti apa organisasi itu.
5. lalu apa pandangan detik sendiri terjhadap Gafatar dari segi sosial dan agama ?
Kita tidak sampe kesitu, kita tidak menyinggung soal agamanya, maksudnya dia punya aliran
apa, dia punya aliran misalkan seperti tidak a tidak b tidak c kita tidak.
6. Lalu dari segi sosialnya?
Dari segi sosialnya itu aja tadi bahwa mereka hilang terus kemudian kita perlu melbatkan ini
orang dan mengapa mereka pergi meninggalkan, itu yang kita tulis.
7. kriteria seperti apa yang dijadikan narasumber oleh detik.com yang kemudian dikutip
dalam pemberitaan?
Jadi ada patokan kalo dalam dunia jurnalisme yang dijadikan kriteria sumber. Siapa yang
dijadikan narasumber. Pertama orang yang mengalami peristiwa itu, dalam hal ini peristiwa
gafatar siapa yang mengalami peristiwa itu orang yang hilang itu, kalo orang yang hilang itu ga
ada siapa, keluarganya yang merasa kehilangan, ketiga adalah polisi kenapa polisi, karena dia
adalah yang menerima pelaporan, dan keempat baru pemerintah dalam menanggapi, karena
mau tidak mau ini adalah termasuk masalah negara warganya hilang bukan hanya satu dua tapi
puluhan. Nah narasumbernya seperti itu. Negara itu siapa? Kementrian agama , kejaksan
mentri dalam negri.
8. lalu mengapa narasumber yang dikutip hanya itu-itu saja? tidak mencoba untuk
mengangkat keresahan di masyarakat ?
Karena MUI dan Kemenag Yang berwenang. Masyarakat dalam hal ni adalah yang saya sebut
tadi keluarga yang kehilangan, nah keresahan di masyarakat diwakili oleh MUI tadi.
Masyaraktnya siapa, kita gabisa wawancara kalo misalkan orang lain, apa hubungannya.
Misalkan si a keluarganya hilang tapi kita wawancara si b yang sama sekai tidak berhubungan
dengan dia yang bisa dikutip adalah mUI kemenag atau organisasi msyarakat atau yang terkait
dengan itu kalo ga ada hubungannya dengan isi berita ya ga kita kutip
9. kembali terkait gaya bahasa yang sudah dibahas sebelumya, apa gaya bahas ynag dipilih
detik. Dalam pemberitaan ini karena notabene isi ini sensitif
Jadi patokannya adalah ini adalah isu sensitif sehingga kita berusaha untuk tidak provokatif.
Bahasa nya yang halus mudah dicermati dan tidak provokatif.
10. lalu apa yang hendak disampaikan kepda masyarakat lewat gaya bahasa seperti itu?
Iya jadi intinya begini ita menghimbau mastarakat dengan mui kan kita gak bisa menghimbau
atas dama detik.com tapi kita menghimbau kepada masyarakat dari MUI, MUI menghimbau
agar masyarakat tenang agar tidak terprovokasi nahwa ini adalah ajaran a ajaran b seperti itu.
MUI yang berhak menghimbau agar masyarakat tenang dan percayakan itu kepada parat
seperti itu.
11. lalu dimana detik memposisikan diri terkait isu agama semacam aliran gafatar seperti
ini?
Kita ditengah. Dalam arti begini kalo adek perhatikan detikcom sebelum ada gafatar ada isu
tolikara. Dimana posisi detikcom saat itu kita ditengah. Artinya ditengah apa kta menghimbau
itu masyarakat tidak terprovokasi masyarakat tenang dan organisasi kemasyarakatan tidak
memperkeruh suasana. Kita berdiri ditengah menghimbau agar masyarkat tidak terprovokasi
dan tenang, meyerahkan ini kepada kepolisian serta aparat yang berwenang kita ga bersikap a
sikap b engga
12. seberapa besarperan seorang jurnalis dalam isi pemberitaan dalam isu gafatar ini?
Adakah intervensi dari petinggi media detikcom terhadap arah pemberitaan?
Intervensi ga ada. Yang penting jelas jangan provokatif. Jadi dari redaksi. Seorang jurnalis
tidak bisa menulis sendiri, jadi dari rapat redaksi .
13. pemberitaan gafatar ini intens di detik.com, apakah kemudian intensnya pemberitaan
ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan keresahan di masyarakat, bukan hanya
kepada pihak keluaraga yang kehilangan, tapi juga sebagai pembaca orang awam dengan
kemunculan aliran ini menjadi resah?
Tentu tidak ya. Karena yang kita beritakan adalah orang hilang ini kemudian dia kenapa dia
hilang, kemana dia terus sispa yang membawa terus disitu ada himbauan tadi, MUI. Kita pake
MUI krena, kita minta pendapaatnya kemenag gimana respon masyarakay masyarakat sudah
tenang, serahkan kepada aparat, jangan resah. Nah itu
Jadi detik tidak menganggap gafatar ini sebagai aliran sesat? Hanya mengutip pendapat
dari MUI saja?
Iya. Karena kita tidak boleh menilai ajaran sesat atau tidak.
15. sebagai media massa, apa kritik dan solusi yang hendak disampaikan detik kepaada
pemerintah terkait isu ini?
Jadi selama ini yang bisa dilakukan pemerintah adalah dikementrian agama khususnya adalah
pendidikan agama, dasar-dasar pendidikan agama kepada masyarakat ini belum istilahnya
harus diperkuat lagi, agar kemudian tidak menjadi orang terpengaruh oleh ajaran lain, atau hal
yang bebau kontroversial. Kementrian agama harus melibatkan pesantren, tokoh masyarakat,
terus sekolah-sekolah agama agar pemeluk agama itu menjalankan agama sesuai dengan
keyakinan secara benar
16. Lalu untuk penangannya agar kemudian lebih cekatan menangani kasus serupa?
Pemerinntah harus segera bertindak, jangan sampai kemudian ada organisasi-organisasi yang
istilahnya meresahkan masyarakat jadi disitu fungsi intelegent harus diperkuat. Seperti ada
gafatar semestinya terdeteksi sejak dini. Kemudian intelegent berkomunikasi dengan kemenag
ini seperti ini.
Foto dengan Erwin Dariyanto
Transkrip Wawancara Republika Online
Narasumber: Ahmad Subarkah
Di Kantor Republika 13 Juni 2016
1. Apa kelebihan yang dimiliki ROL dibandingkan media online lain dalam konteks isi
berita?
Ya kami ga bisa menilai diri kami sendiri, kamu yang harus nilai, gitu kan. Kami adalah
media massa umum. Republika itu inget loh, republika itu media massa umum loh bukan
media massa Islam. Media massa umum tapi kita menyuarakan aspirasi Islam, jadi
semua orang, milik semua orang. Jadi itu nilai khasnya disitu. Itulah istimewanya
Republika. Satu-satunya media massa umum yang menyuarakan sikap dari umat Islam.
2. Lalu apa strategi yang dilakukan oleh ROL agar pembacanya mudah mengerti
terhadap berita?
Mudah mengerti ya kamu kan tau bahwa disitu ada apa, ya berita ya harus dekat,
sesederhana mungkin dan semua orang tau, tapi syaratnya tetap harus berlandaskan
dengan kaidah jurnalistik. Kita tidak bisa keluar dari kaidah etika jurnalistik, tanpa itu
kami bukan media massa, mungkin kami hanya sekedar media sosial pribadi yang
menyuarakan pendapat pribadi, tapi kami terikat pada atauran etika jurnalistik dan
hukum media massa, hukum pers kita.
3. Terkait isu, kriteria apa saja yang diangkat oleh ROL untuk dijadikan berita?
Isunya bisa apa saja, tentang semua hal-hal apa saja mulai dari ekonomi, politik sosial,
olahraga. Kalau kriteria khusus engga ada.
4. Terkait isu gafatar, seberapa penting isu gafatar ini dijadikan pemberitaan oleh
ROL?
Gafatar itu bagi umat islam adalah isu yang deket dengan umat islam karena ada
dikalangan umat Islam dan terkait dengan umat islam indonesia terutama. Jadi itu
memang penting seperti apa sikap-sikap umat Islam itu sendiri. Jadi sebenarnya apasih
Gafatar itu yang harus disampaikan sampai sekarang kan tidak tahu, dan sampai
sekarang pemimpinnya baru saja ditangkap lagi kan, karena ternyata ketahuan mereka
tidak hanya sekedar mendirikan komunitas tetapi seperti mendirikan sebuah negara
dalam negara gitu kan. Jadi itu penting dan masyarakat tau sepeerti apa.
5. Pandangan ROL sendiri terhadap Gafatar ini dari segi sosial dan agama?
Dari segi kedua-duanya adalah masalah sosial dan masalah agama. Masalah sosial
karena itu berhubungan dengan banyak orang kan, pasti ada persoalan sosial disitu
kan, ada persoalan ekonomi, politik, ada orang pindah kesana, hidup disana tiba tiba.
Masalah agama karena selama ini terjadi kontroversi. Kita tahu pemimpinnya Mushadeq
adalah mengaku nabi kan, itu jadi persoalan apakah seperti itu, ternyatra setelah
ditelusuri kemudian Mushadeq bikin agama baru dengan mencampuradukkan semua
agama, sinkretisme agama. dan ini makin susah karena menyangkut kemudian mereka
tinggal di sebuah tempat dengan menyewa lahan segala macem, mereka merekrut orang,
membuat struktur kaya pemerintahan, ada struktur polisis segala, nah itukan negara
dalam negara, nah itupun ketahuannya sekarang-sekarang dulu-dulunya belum terlalu
jelas cara-cara seperti apa.
6. Secara khusus pandangan ROL soal agamanya itu sendiri? Berbahayakah?
Kami tidak pernah tahu berbahaya atau tidak karena yang memastikan berbahaya atau
tidak adalah pihak-pihak yang mempunyai wewenang, Majelis Ulama Indonesia atau
Kementrian Agama, gitu. Republika tidak pernah menyatakan itu berbahaya tapi kami
hanya menyebarkan bagaimana pandangan dan sikap dari Kementrian Agama MUI
segala macem dan juga sikap-sikap dari pengadilan-pengadilan dan polisi yang selama
ini mengurusi masalah Gafatar itu.
7. Lalu kriteria apa yang dijadikan narasumber oleh ROL dalam berita?
Gafatar adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu itu, siapa misalnya Mentri Agama,
pihak yang terkait pelakunya, pengikutnya dan itu tidak bisa dipilih-pilih itu pengikutnya.
8. Beberapa saya lihat di pemberitaan ada ulama yang dijadikan sebagai narasumber
dalam isu ini seperti Nasarudin umar?
Ya Nasarudin Umar karena pihak-pihak terkait kan, pihak-pihak yang dipandang
sebagai punya ilmu disitu, ilmu agama disitu. Itu komentar-komentar dari para ulama,
jelas itu akan di quote dan tidak ada keistimewaan Nasaruddin Umar atau siapa.
9. Terkait gaya bahasa, bagaimana gaya bahasa yang dipilih ROL dalam isu-isu
sensitif seperti gafatar ini?
Gaya bahasa ya biasa saja, dengan kaidah-kaidah normal, dengan kaidah bahasa
Indonesia yang baku. Gaya bahasanya juga, kami memiliki gaya bahasa yang malah
tidak memprovokasi dan kami gaya bahasanya baku, tidak kaya Rakyat Merdeka
misalnya.
10. Dimana ROL memposisikan diri pada isu gafatar ini?
ROL ini sebagai penyampai berita, pendapat-pendapat masyarakat, tokoh ulama, tokoh
Islam tantang Gafatar.
11. Jadi bisa dikatakan netral?
Ya posisinya ya netral. Ya kita menyampaikan sikap MUI ya kita sampaikan sikap MUI,
kita hanya penyambung daripada masyarakat, ketika divonis bersalah ya bersalah dong,
ketika ada orang lain menyatakan bahwa itu Gafatar tersesat ya sesat dong, kita kan
tidak bisa mempunyai sikap sendiri gitu kan. Terutama kita mengikuti sikap dua
mainstream besar, bagaimana sikap MUI, sikap ulama, sikap daripada Kementrian
Agama, sikap-sikap pemerintah.
12. Lalu seberapa besar peran seorang jurnalis?
Peran jurnalis kami menginginkan agar masalah ini segera selesai dengan damai dan
baik-baik. Kalo ada persoalan-persoalan yang lain kami berusaha mendamaikan itu,
kalo ada persoalan yang lain diselesaikan dengan masalah hukum, yang salah siapa,
agar tidak ada muncul masalah baru dengan mengamuk segala macem. Jadi kami ingin
ini diselesaikan berdasarkan hukum, berdasarkan damai.
13. Ada intervensi dari petinggi media?
Siapa yang mau intervensi ke media massa hari ini? Media sosial ga ada yang intervensi
kok apalagi ke media massa, sudah gak ada lagi zaman itu.
14. Adakah kekhawatiran intensnya pemberitaan Gafatar ini memunculkan keresahan
di masyarakat?
Jutru dengan intens kami ingin membuka bahwa ini persoalan umat .jangan main-main
dengan persoalan ini. Persoalan ini persoalan serius dan ini persoalam umat, dan ini
semuanya harus tahu, harus terbuka dan diselesaikan dengan terbuka jangan dibawah
meja.
15. Kritik dan solusi apa yang coba disampaikan ROL terkait isu ini kepada
pemerintah?
Kami gatau akan mengkritik siapa, inikan persoalan dari pada umat, sebenernya apa
yang terjadi ini persoalan dari pada umat Islam. Sebenernya orang Indonesia, umat
Islam adalah orang Indonesia. Jadi ini persoalan sosial, persoalan negara ini, persoalan
ketakutan kemiskinan, dan itu juga karena negara yang tidak juga memberikan
kesejahteraan kepada rakyatnya akhirnya muncul hal-hal yang macem-macem seperti
ini.
16. Siapa pihak yang harus bertanggungjawab? Pemerintah atau ulama dalam
memberikan perlindungan?
Yang harus melakukan perlindungan ya pemerintah yang mempunyai aparat-aparat nya
segala macem. Ya kalo persoalan ulama juga ad,a tapi yang berhak pertama kali harus
melakukan perlindungan ya negara, yang dalam hal ini adalah pemerintah, DPR, segala
macem itu negara. Lalu siapa yang paling bertanggung jawab? ya presiden kalau soal-
soal kayak gini, siapa lagi kalu bukan dia. Kalau ulama hanya sekedar ya mungkin
bertanggung jawab tapi sedikit lah, tapi yang paling besar ada di tangan presiden
bagaimana mengendalikan isu ini, pemerintah yang diberi hak untuk kekuasaan.
Foto bersama dengan Ahmad Subarkah
Nama
NIM
Fakultas / Bidang Studi
Universitas Judul
Penelitian
Waktu Penelitian
Human Capital
detikcom www.detik.com
SURAT KETERANGAN PENELITIAN No. 022/HRD-E/V/16
Dengan ini kami sampaikan bahwa benar telah dilakukan pcnelitian / survey dan observasi di
perusahaan kami.
Adapun nama-nama mahasiswa yang melakukan penelitian adalah;
: Riadin Munawar :
1112051000042
: Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi / Komunikasi dan
Penyiaran Islam
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
: Wacana Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi
Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di detik.com dan
Republika Online)
: 17 Mei 2016
Demikianlah surat keterangan ini kami sampaikan untuk digunakan sebagaimana mestinya,
atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terima kasih.
Jakarta, 17 Mei 2016 PT Agranet Multicitra Siberkom PT Agranet Multicitra Siberkom | Gedung Aldevco Octagon Lt. 2,4, Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75 Jakarta 12740
Tel. +62.21 794 1177 (hunting) | Fax. +62.21 794 1175, 794 1176, 794 4472 (redaksi) | [email protected], [email protected]
Rabu 03 Feb 2016, 12:24 WIB
MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan
Hardani Triyoga - detikNews
Hardani/detikcom
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menyatakan ajaran kelompok Gerakan Fajar Nusantara
(Gafatar) sebagai aliran sesat. Ajaran kelompok ini dinilai sesat karena mencampur adukan
ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi.
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan Gafatar merupakan metamorfosis dari ajaran Al
Qiyadah Islamiyah dengan Ahmad Musadeq sebagai guru spritualnya.
"Setelah dilakukan pengkajian dari daerah-daerah, MUI memutuskan aliran Gafatar itu sesat,
menyesatkan. Karena dia, yang pertama reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah.
Menjadikan Ahmad Musadek itu sebagai guru spritualnya," ujar Ma'ruf dalam jumpa pers di
di Gedung MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).
Sementara, Ketua Fatwa MUI Hasanudin AF menambahkan bagi umat muslim yang
menjalankan paham Gafatar maka diwajibkan kembali ke ajaran Islam. Dia menekankan
MUI akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait upaya pencegahan paham ini kepada eks
Gafatar maupun bagi masyarakat lain.
"Kami akan koordinasi dengan pemerintah. Mohon masyarakat muslim agar tidak
mengucilkan eks Gafatar. Mereka ini para eks Gafatar wajib dilindungi pemerintah," sebut
Hasanudin.
(dra/dra)
Rabu 03 Feb 2016, 17:15 WIB
Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan
Ray Jordan - detikNews
Menag
Lukman Hakim (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa Gerakan Fajar
Nusantara (Gafatar) merupakan organisasi yang sesat dan menyesatkan. Pemerintah
menghormati dan akan menindaklanjuti keputusan MUI tersebut.
"Kita menghargai dan menghormati putusan itu. Dan tentu Kementerian Agama, pemerintah
akan menindaklanjuti putusan itu, fatwa tersebut," ujar Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).
Meski demikian, lanjut Lukman, para bekas pengikut Gafatar tetap harus diberi perhatian.
Mereka tetap harus dibina dan diberi perlindungan.
"Jadi intinya meski acaranya, paham keagamaanya itu menyimpang dari pokok ajaran agama
Islam, tapi pengikut-pengikut Gafatar tetap harus kita ayomi, harus kita bina, kita lindungi
hak-haknya," kata Lukman.
Terkait paham keagamaan bagi bekas pengikut Gafatar, lanjut Lukman, harus dibangun
pendekatan yang empatik. "Agar mereka bisa memegang pokok-pokok ajaran agama itu yang
tidak dinilai sesat sebagaimana yang dipahami mayoritas mainstream masyarakat Indonesia,"
katanya.
Terkait dengan tidak diterima para bekas pengikut Gafatar di beberapa daerah, Lukman
mengatakan jika ada indikasi pelanggaran hukum maka harus dilakukan penindakan.
"Mengenai pengusiran-pengusiran ini konteksnya bisa bermacam-macam, bisa persoalan
sosial dan persoalan hukum, tentu harus dilihat kasus demi kasus, faktor penyebabnya dan
sebagainya. Jadi kalau kemudian ada indikasi kuat pelanggaran hukum, tentunya aparat
hukum yang harus menindaklanjuti. Atau kalau ada pelanggaran norma-norma sosial
tentunya juga aparat penegak hukum," jelas Lukman.
"Intinya kita mengimbau agar masyarakat secara keseluruhan bisa menerima kembali mereka
sehingga mereka bisa kembali berbaur, tidak hanya ke keluarganya tapi juga ke masyarakat,"
tambah Lukman.
(jor/hri)
Kamis 04 Feb 2016, 12:38 WIB
MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut
Maikel Jefriando - detikNews
Foto:
Bagus Prihantoro Nugroho/detikcom
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa ajaran Gerakan Fajar Nusantara
(Gafatar) merupakan aliran sesat karena mencampuradukkan ajaran Islam, Kristen, dan
Yahudi. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan
mengatakan soal fatwa adalah kewenangan MUI.
Menurut Luhut, pemerintah menyikapi fatwa tersebut dengan arif dan bijaksana. "Itu kan
fatwa MUI, tanya saja dia (MUI). Kami menyikapi dengan arif itu semua. Karena bagaimana
pun anggota Gafatar (adalah) bangsa Indonesia juga," kata Luhut kepada wartawan di sela
acara CIMB Economic Forum, di Hotel Ritz-Carlton, SCBD Sudirman, Jakarta, Kamis
(4/2/2016).
Pemerintah, kata Luhut, akan mengurus eks anggota Gafatar tersebut. Dia mencontohkan
selama ini eks anggota Gafatar di Jawa Tengah, di Makassar semua terurus dengan baik.
"Yang penting, kalau memang mereka sesat kita beri penerangan supaya mereka kembali ke
jalan yang benar," katanya.
Fatwa MUI yang menyatakan bahwa Gafatar merupakan aliran sesat dikeluarkan pada Rabu
kemarin. Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan Gafatar merupakan metamorfosis dari
ajaran Al Qiyadah Islamiyah dengan Ahmad Musadeq sebagai guru spiritualnya.
"Setelah dilakukan pengkajian dari daerah-daerah, MUI memutuskan aliran Gafatar itu sesat,
menyesatkan. Karena dia, yang pertama reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah.
Menjadikan Ahmad Musadeq itu sebagai guru spiritualnya," ujar Ma'ruf dalam jumpa pers di
Gedung MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).
Ketua Fatwa MUI Hasanudin AF menambahkan bagi umat muslim yang menjalankan paham
Gafatar maka diwajibkan kembali ke ajaran Islam. Dia menekankan MUI akan berkoordinasi
dengan pemerintah terkait upaya pencegahan paham ini kepada eks Gafatar maupun kepada
masyarakat lain.
"Kami akan koordinasi dengan pemerintah. Mohon masyarakat muslim agar tidak
mengucilkan eks Gafatar. Mereka ini para eks Gafatar wajib dilindungi pemerintah," sebut
Hasanudin.
(erd/nrl)
Kamis 04 Feb 2016, 13:25 WIB
Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus
Gafatar!
Ahmad Toriq - detikNews
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - MUI sudah memberikan fatwa bahwa Gafatar sesat dan menyesatkan. Dengan
fatwa tersebut, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mendorong Pemerintah menindak para
pengurus Gafatar.
"Sesuai fatwa MUI, Gafatar itu sesat dan menyesatkan. Harapan saya, saudara Menteri
Agama menjadikan fatwa itu pedoman untuk bersikap secara arif dan bijak," kata Taufik saat
dihubungi, Kamis (4/1/2016).
Taufik setuju jika para pengikut Gafatar dib ina, karena dianggap sebagai korban. Namun
untuk para pengurus Gafatar, dia berharap ada proses hukum.
"Saya setuju para pengikutnya adalah korban, bisa jadi karena ketidaktahuan, kebodohan,
kekurangan ekonomi, kurang pengetahuan agama. Bahasanya secara berkelakar, mereka ini
korban paham agama oplosan," ujar Taufik.
"Tapi beda dengan para pengurusnya. Mereka ini bisa digolongkan sebagai penghasut.
Kepolisian tolong bedakan yang menjadi korban dengan pengurus. Kalau sampai Ketua
Gafatarnya tidak diproses hukum, apa gunanya fatwa MUI," imbuh Waketum PAN itu.
Taufik mengatakan DPR mengapresiasi, bahkan angkat topi, untuk langkah Pemerintah
mengurus para pengikut Gafatar. Namun, dia mengingatkan, pengurus Gafatar harus diproses
secara berbeda, harus ada proses hukum yang dikenakan ke mereka.
"DPR mengapresiasi langkah pemerintah memobilisasi pengikut gafatar, tapi mau diapakan
ini para ketuanya, pengurusnya. Menag harus ambil langkah arif dan bijak. Bedakan pengikut
dan pengurus," pungkas Taufik.
(tor/van)
Rabu, 03 Februari 2016, 14:35 WIB
MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan Rep: Retno Wulandhari/ Red: Karta Raharja Ucu
Republika/ Darmawan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan aliran
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat dan menyesatkan. Gafatar dinyatakan sesat karena
merupakan reinkarnasi atau metamorfosis dari gerakan Al Qiyadah Al Islamiyah.
"Mereka menjadikan Mussadeq sebagai guru spiritual, padahal MUI telah memfatwakan
bahwa Mussadeq itu sesat," kata Ketua MUI Ma'aruf Amin dalam jumpa pers di kantor MUI,
Rabu (3/2).
Kesesatan Gafatar terbukti karena mereka menggunakan ajaran Millah Ibrahim. Ajaran itu
diduga kuat memiliki benang merah, dengan ajaran Mussadeq.
Millah Ibrahim sendiri adalah ajaran sinkritisme yang mencampuradukkan tiga agama yaitu
Islam, Nasrani dan Yahudi. Sebelumnya, ajaran Millah Ibrahim juga sempat mendapatkan
kritik dan sorotan publik karena dinilai masih mempraktikkan penodaan ajaran agama.
Rabu, 03 Februari 2016, 21:29 WIB
Gafatar Difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi
Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Ilham
ROL/Fian Firatmaja
Lukman Hakim Saifuddin
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan
fatwa yang menyatakan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat. Menteri Agama
Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, meski organisasinya telah dinyatakan sesat, pengikut
Gafatar harus dilindungi dari kemungkinan adanya tindakan main hakim sendiri dari
masyarakat.
"Pengikut-pengikut Gafatar tetap harus kita ayomi, kita bina dan lindungi hak-haknya," kata
Menag di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (3/2). (Eks Gafatar Tolak Makan Raskin).
Lukman menegaskan, yang difatwa sesat oleh MUI adalah organisasinya karena menganut
paham-paham yang bertolak belakang dari ajaran Islam. Sementara pengikutnya harus
diberikan pembinaan agar kembali pada Islam yang sesungguhnya.
Dia sendiri merespons positif fatwa yang telah dikeluarkan MUI tentang Gafatar. Fatwa
tersebut dapat menjadi pegangan bagi masyarakat dan diharapkan tidak ada lagi yang
terpengaruh dengan ajaran sesat ala Gafatar.
Di sisi lain, sambung Menag, dikeluarkanya fatwa tentang Gafatar ini juga diharapkan
menimbulkan inisiatif di kalangan tokoh-tokoh agama untuk merangkul kembali pengikut-
pengikut Gafatar.
Kamis, 04 Februari 2016, 05:00 WIB
Umat Islam Dinilai Krisis Panutan
Rep: c39/ Red: Dwi Murdaningsih
ROL
Nazarudin Umar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Nasaruddin
Umar mengatakan, banyaknya umat Islam yang tergoda masuk Gerakan Fajar Nusantara
(Gafatar) akhir-akhir ini disebabkan karena umat Islam sekarang sedang krisis panutan.
"Sebenarnya umat Islam saat ini sedang krisis panutan," katanya, Rabu (3/2).
Ia mengatakan, saat muncul seorang figur asing yang tidak cinta terhadap materi, jabatan,
uang, popularitas, akan membuat umat tersebut mengikutinya. Padahal, kata dia, mereka
tidak tahu bahwa yang diikuti tersebut sesungguhnya adalah panutan yang mengajarkan
ajaran menyimpang.
“Jadi menyimpang dan tidaknya itu juga sangat personal, mungkin bagi kita itu adalah
menyimpang, sementara bagi mereka itu tidak,” ujarnya.
Nasaruddin menambahkan, isu paham menyimpang tersebut tidak bisa hanya
menyalahkan pemerintah saja, tapi pemimpin umat mayoritas juga harus bertanggung
jawab dalam kekeliruan tersebut.
"Untuk kedepannya tidak perlu mencari kambing hitam siapa yang salah, tapi bagaimana
menciptakan suatu kebersamaan, dan mengevaluasi kembali tentang apa yang harus
dilakukan di masa depan," kata dia.
Kamis, 04 Februari 2016, 12:35 WIB
MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar
Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan
Antara/Indrianto Eko Suwarso
Polisi menunjukkan foto satu keluarga yang hilang berikut atribut bendera Gerakan Fajar
Nusantara (Gafatar) di Mapolresta Depok, Jawa Barat, Selasa (19/1).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses hukum pimpinan Gafatar dinilai lambat.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Muhammad Yunus mengatakan
banyak pasal yang dilanggar oleh gerakan tersebut. Pemerintah diminta untuk segera
memprosesnya secara hukum.
"Jadi Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa nomor 6 tahun 2016 bahwa
Gafatar sesat," kata Yunus, Kamis (4/2).
Menurutnya pasal-pasal yang dilanggar oleh Gafatar sudah jelas. Gafatar telah melanggar
Undang-Undang penodaan agama Nomor 1 PNPS tahun 1965, nomor 5 tahun 1968 dan pasal
156a. Selain itu banyak pengikut Gafatar yang telah menjual hartanya untuk mengikuti
gerakan ini.
Menurut Yunus para pemimpin Gafatar telah melanggar pasal KUHP nomor 378 tentang
tindak penipuan. Karena itu ia berharap pemerintah segera memproses hukuman kepada
pimpinan Gafatar.
"Dari pimpinan pusat sampai yang di kecamatan-kecamatan harus dihukum, karena kasihan
yang sekedar ikut-ikutan," katanya.
Mengenai banyak warga Jatim yang menolak eks-Gafatar, Yunus mengatakan MUI sudah
menghimbau masyarakat untuk menerima kembali mereka. Dan proses terapi untuk
mengembalikan mereka kepada aqidah yang benar terus berlangsung.