Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
115
ANALISA PENGGUNAAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK
PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR GAS
DALAM RANGKA PENGGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA (CO2) DI KOTA
SEMARANG
Bayu Nurdiansyah1), Yuliusman2)
1 Teknik Kimia, Universitas Indonesia (penulis 1) email: [email protected]
2Teknik Kimia,Universitas Indonesia (penulis 2)
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan dari kajian ini untuk menghitung penambahan dan pengurangan emisi CO2 di kota Semarang untuk sektor transportasi dengan membatasi pada angkutan umum dan taksi, perhitungan penambahan emisi dengan menggunakan metoda regresi linier untuk mendapatkan model persamaan untuk menghitung jumlah kendaraan sehingga di dapatkan jumlah penggunaan bahan bakar yang digunakan untuk menghitung jumlah emisi CO2 sampai dengan tahun 2028 sedangkan untuk pengurangan emisi dilakukan dengan melakukan subsitusi bahan bakar minyak ke gas yaitu dengan melakukan pemilihan lokasi pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas dengan menggunakan metoda Analytical Hierarchy Process. Pemilihan lokasi pembangunan menggunakan enam kriteria yaitu jarak dengan pipa gas, tata ruang dan wilayah, konfirmasi supply dari transporter, jumlah angkutan umum yang melewati, pola angkutan umum, luas lahan dari metoda tersebut di dapatkan tiga lokasi yaitu terboyo-kaligawe, penggaron-pedurungan dan cangkiran dan hasil perhitungan di dapatkan emisi CO2 sebelum konversi bahan bakar sampai dengan tahun 2028 untuk taksi sebesar 270.667,49 ton CO2 sedangkan untuk angkutan umum sebesar 458,049.35 ton CO2 dan setelah dilakukan konversi untuk taksi sebesar 270.667,49 ton CO2 sedangkan untuk angkutan umum sebesar 299,285.17 ton CO2.
Kata kunci : emisi CO2, angkutan umum, taksi, bahan bakar
1. PENDAHULUAN
Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas
yang mempunyai sifat menyerap radiasi termal
sinar infra merah dari permukaan bumi dan
memantulkannya kembali ke lapisan troposfer
bawah. Pantulan radiasi termal ini
menyebabkan panas tidak dilepaskan ke
atmosfer atas, namun terperangkap di
permukaan bumi. Kondisi ini menyebabkan
terjadinya peningkatan suhu, yang disebut
sebagai efek rumah kaca[1]. Sektor
transportasi darat di Kota Semarang terdiri dari
angkutan kota dan taksi, jumlah kendaraan
sebanyak 4664 unit [2]. dilihat dari jumlah
kendaraan potensi emisi CO2 yang dihasilkan
dari sektor transportasi darat di kota semarang
sangatlah besar, sehingga diperlukan untuk
melakukan inventarisasi, dan analisis guna
menurunkan emisi salah satu cara yang di
lakukan dengan pergantian bahan bakar.
Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen
lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang
masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam
udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak
mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.
Pada tahun 2015, secara global emisi CO2
global mencapai 32,3 GtCO2, hampir sama di
tahun 2014 berkurang (-0,1%). Ini berbeda
dengan tingkat pertumbuhan emisi CO2
dimana pada tahun 2013 meningkat (1,7%)
dan 2014 meningkat (0,6%), dan dengan
tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sejak
tahun 2000 (2,2%), pada tahun 2015 ini terjadi
anomali di mana terjadi penurunan tingkat
emisi CO2. Tetapi secara global pada tahun
2015 untuk sektor transportasi menduduki
peringkat ke -2 setelah sektor listrik dimana
sektor menyumbang sebesar 24 % dari
kesuluruhan emisi CO2 di dunia [3]. Di
Indonesia sendiri emisi GRK di sektor
transportasi menjadi penyumbang emisi
terbesar kedua setelah pembangkit listrik pada
tahun 2015, sektor transportasi menghasilkan
emisi GRK sebesar 137,94 juta ton CO2 pada
tahun tersebut. Emisi paling besar dihasilkan
oleh BBM sebesar 74%, terdiri atas emisi yang
berasal dari pembakaran ADO, avgas, avtur,
116 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.
IDO, FO, kerosin, RON 88, RON 92, RON 95,
dan solar 51. Setelah BBM, BBN (bio RON 88,
bio RON 92, dan biosolar) menyumbang emisi
sebesar 26%[4]
Kebijakan sektor transportasi darat pada umumnya adalah untuk memecahkan masalah
dalam penyediaan sistem angkutan baik orang dan barang, dalam kota maupun antara wilayah mengurangi kemacetan di dalam kota maupun antar wilayah, substitusi BBM dengan
bahan bakar alternatif, serta mengurangi dampak lingkungan lokal maupun global [5].
2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Metoda Analisis 1. Penentuan Lokasi Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).
Penentuan lokasi pembangunan SPBG dilakukan dengan menggunakan Metoda Analitical
Hierarchy Process (AHP).
Tabel 1. Tingkat Kepentingan dan defisinnya
Skala Definisi dari “Importance” 1 Sama pentingnya (Equal Importance)
3 Sedikit lebih penting (Slightly more
Importance)
5 Jelas lebih penting (Materially more
importance)
7 Sangat Jelas Penting (Significantly more
importance)
9 Mutlak lebih perlu (Absolutely more
importance)
2,4,6,8 Ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
(Compromise values)
Sumber : Saaty, 1994
Langkah-langkah dalam Metode AHP[6]: a. Mendefinisikan masalah dan
menentukan solusi yang diinginkan. b. Membuat struktur hierarki yang diawali
dengan menempatkan tujuan umum, yang merupakan sasaran sistem secara
keseluruhan pada level teratas. c. Membuat prioritas elemen adalah
membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan.
d. Matrik perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk
mempresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen
yang lain.
e. Sintesis perbandingan -perbandingan
terhadap perbandingan berpasangan, untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Langkah-langkah ini adalah :
Menjumlahkan nilai dari setiap kolom pada matriks
Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh
normalisasi matriks. Menjumlahkan nilai-nilai dari
setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk
mendapatkan nilai prioritas.
f. Mengukur konsistensi Hal-hal yang
dilakukan dalam langkah ini adalah : Kalikan setiap nilai pada kolom
pertama dengan prioritas relatif atau disebut dengan eugen vector elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua dan seterusnya.
Jumlahkan setiap baris. Hasil penjumlahan tiap baris dibagi
prioritas bersangkutan dan hasilnya
dijumlahkan.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
117
Hasil penjumlahan dibagi jumlah
elemen, akan didapat λmaks
(eigenvalue maksimum).
g. Mencari nilai Consistency Index (CI)
Cl =(λmaks-n)/(n-1) …......(1)
Keterangan :
CI = Consistency Index
λmaks = Eigen value maksimum
n = banyaknya elemen
h. Mencari nilai Consistency Ratio (CR)
CR= CI RI⁄ ………...…(2)
Keterangan : CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Index
RI = Random Index
Memeriksa konsistensi hierarki, yang diukur adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Jika nilai Consistency Ratio > 0.1 maka penilaian
data judgment harus diperbaiki. Mengulangi langkah c, d dan e untuk keseluruhan hierarki. Jika Consistency Ratio < 0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan, konsisten.
2. Regresi Linier merupakan metoda statistik
yang bertujuan untuk membentuk sebuah model antara variable dependen (X) dengan variable independen (Y). Regresi linier memiliki satu variable bebas disebut dengan regresi linier sederhana, sedangkan regresi linier berganda diperuntukkan apabila memiliki lebih dari satu variable
bebas. Regresi Linier menggunakan garis kecenderungan apabila pola data menunjukkan suatu kecenderungan, baik berpola turun atau naik. Straight line equation merupakan model analisis garis kecenderungan paling sederhana [7].
Persamaan 3 di gunakan menghitung regresi linier :
Y'=a+b(x)………………..(3)
Dimana :
Y’ = variabel yg akan diprediksi a = intersept b = kemiringan garis regresi/slope x = indeks waktu (t=1,2,3,…n)
n = jumlah periode waktu 3. Perhitungan Emisi CO2
Metoda perhitungan emisi CO2
menggunakan metoda perhitungan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). Berdasarkan Tier-1 emisi GRK
dapat di hitung dengan persamaan sebagai berikut[5] :
Emisi = konsumsi bahan bakara x Faktor emisia…….(4)
dimana : Emisi : Emisi CO2 (kg/tahun) Bahan bakara: Bahan Bakar dikonsumsi = dijual (TJ/tahun) Faktor Emisi a : Faktor Emisi CO2
menurut jenis bahan bakar (kg/TJ) a : Jenis bahan bakar (bensin, solar, gas alam, batubara dll)
a. Konsumsi Bahan Bakar
Pada saat ini penggunaan bahan bakar khusunya untuk transpotasi cenderung
mengalami peningkatan, berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan di klasifikasikan menurut jenis kendaraan, seperti terlihat pada Tabel 2, dimana konsumsi bahan bakar yang paling banyak adalah untuk kendaraan taksi sebesar 35 liter per hari[8].
Tabel 2. Konsumsi Bahan Bakar Bermotor
Jenis
Kendaraan
Konsumsi BBM
Liter/hari/kendaraan
Kendaraan Pribadi
3
Angkutan Umum
20
Taksi 35
Sepeda Motor
1
Sumber : Kementerian Perhubungan 2012
118 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.
b. Faktor Emisi Faktor emisi menurut IPCC dinyatakan dalam satuan emisi per unit energi yang dikonsumsi (kg CO2/TJ). Di sisi lain
data konsumsi energi yang tersedia umumnya dalam satuan fisik (ton batubara, kilo liter minyak diesel dll). Oleh karena itu sebelum digunakan pada persamaan 4, data konsumsi energi harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan energi TJ (Terra Joule) dengan
persamaan sebagai berikut [9]: Konsumsi Energi = Konsumsi Energi
(satuan fisik)x NCV......(5)
Dimana : Konsumsi Energi : Konsumsi Energi yang di gunakan (TJ) Konsumsi Enegi : Konsumsi energi
yang di gunakan (satuan fisik) NCV : Nilai Net Calorific
Volume (energy content) (TJ/satuan fisik)
Pada Tabel 3 dapat dilihat berbagai jenis
bahan bakar (Net Calorific Volume) yang di gunakan di Indonesia dan faktor emisi CO2
[10]
Tabel 3. Nilai NCV dan Faktor Emisi Sesuai Jenis Bahan Bakar
Jenis Bahan
Bakar
Nilai Kalor Faktor Emisi
CO2
Penggunaan
Gas Bumi/BBG 1.055x10-6
TJ/SCF, 3.85x10-6
TJ/NM3
56100 kg/TJ Industri,rumah
tangga,kendaraan
bermotor
Premium
(termasuk
pertamax dan
pertamax plus)
33x10-6 TJ/liter 69300 kg/TJ Kendaraan bermotor
Solar (HSD,ADO) 38x10-6 TJ/liter 74100 kg/TJ Kendaraan
bermotor,pembangkit
listrik
Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup,2012
3. METODA PENELITIAN
A. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan sumber referensi dari penelitian terdahulu, prosdiding seminar dan peraturan yang terkait dengan tema penulisan. Data yang di gunakan berupa data jumlah
kendaraan dan jenis kendaraan yang dikumpulkan dari tahun 2012 sampai dengan 2016 yang di gunakan untuk memproyeksikan perhitungan emisi CO2.
Data yang dikumpulkan untuk melakukan
kajian menggunakan Data jumlah dan jenis
kendaraan bermotor di Kota Semarang. Data jumlah dan jenis kendaraan di dapatkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Semarang dan Direktorat Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. B. Proyeksi Jumlah Kendaraan.
Jumlah kendaraan di proyeksikan dengan menggunakan metoda peramalan regresi linier sederhana dengan asumsi pelaksanaan progam konversi bahan bakar dilaksanakan pada tahun
2019. Hasil proyeksi di gunakan untuk perhitungan emisi CO2 yang akan di hasilkan pada tahun 2028 dan akan di gunakan untuk menghitung pengurangan emisi CO2 setelah program konversi di jalankan.
C. Perhitungan Emisi CO2
Metoda perhitungan emisi CO2
menggunakan metoda perhitungan IPCC
(Intergovernmental Panel on Climate Change).
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
119
1) Konsumsi Bahan Bakar
Pada saat ini penggunaan bahan bakar
khusunya untuk transpotasi cenderung
mengalami peningkatan, berdasarkan data
dari Kementerian Perhubungan di
klasifikasikan menurut jenis kendaraan,
seperti terlihat pada Tabel 2. 2) Faktor Emisi
Faktor emisi menurut IPCC dinyatakan
dalam satuan emisi per unit energi yang
dikonsumsi (kg CO2/TJ). Di sisi lain data
konsumsi energi yang tersedia umumnya
dalam satuan fisik (ton batubara, kilo liter
minyak diesel dll). Oleh karena itu
sebelum digunakan pada persamaan 4,
data konsumsi energi harus dikonversi
terlebih dahulu ke dalam satuan energi TJ
(Terra Joule).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Pemilihan Lokasi
Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Gas (SPBG).
Penentuan lokasi pembangunan SPBG dilakukan dengan menggunakan Metoda Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan menggunakan kriteria yang digunakan sebagai faktor penentu bagi pengambilan keputusan lokasi SPBG, kriteria-kriteria tersebut dapat diuraikan sebagai berikut[11]:
Jarak dengan pipa gas/motherstation (JP) Tata ruang dan wilayah (TRW) Konfirmasi supply dari transporter (KST) Jumlah angkutan umum yang melewati
(JA) Pola angkutan umum (PAU) Luas lahan (LL)
Lokasi survey awal SPBG yang di tentukan dalam tulisan ini mengacu pada pertemuan
perlintasan angkutan umum dan adanya pool taksi pada daerah tersebut tetapi dalam penentuan lokasi pembangunan SPBG juga di pengaruhi kriteria lain, seperti yang di sebutkan di atas, maka dari survey awal di dapatkan 3 lokasi yang hasil dari metoda AHP sedangkan 1 lokasi sudah di daerah mangkang sudah di laksanakan pembangunannya oleh
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
(ESDM) pada tahun 2014 dimana untuk SPBG tersebut berjenis motherstation. 1. Penentuan Lokasi SPBG di Daerah
Kaligawe-Terboyo.
Survey awal pemilihan lokasi di daerah kaligawe-terboyo karena di daerah tersebut terdapat 23 trayek angkutan umum dimana jumlah armada mencapai 792 mobil dan terdapat 2 pool taksi yaitu taksi new atlas yang
mempunyai armada sebesar 50 unit dan taksi pandu sebesar 200 unit mobil, dimana survei awal untuk alternatif lokasi untuk daerah ini di dapatkan 3 lokasi yaitu : a. Lokasi A berada di jalan kaligawe raya,
jarak dengan pipa distribusi gas ruas
rencana gresik – semarang sebesar 0.19 km, tata ruang di kawasan ini merupakan daerah perindustrian, untuk angkutan umum jalan kaligawe di lewati 7 trayek angkutan umum dan mempunyai jarak dari terminal terboyo sejauh 1.53 km dan pool taksi new atlas dan pandu masing-masing sejauh 1.81 dan 1.6 km dan mempunyai luas tanah
sebesar 5000 m2. b. Lokasi B berada di jalan kaligawe raya,
jarak dengan rencana pipa gresik-semarang sejauh 4.31 km, tata ruang untuk semua lokasi di kawasan ini adalah industri, untuk angkutan umum sama dengan lokasi A dan C, lokasi B juga dilewati 7 trayek angkutan
umum sedangkan jarak dari terminal terboyo sejauh 3.54 km dan jarak dari pool taksi new atlas dan pandu sejauh 2.24 km dan 3.07 km, luas tanah untuk lokasi B sebesar 6030 m2.
c. Lokasi C berada di jalan Kaligawe, untuk jarak dengan (rencana) pipa gresik –
semarang sejauh 4.32 km, untuk tata ruang sama dengan lokasi A dan B untuk Lokasi C meruapak lokasi perindustrian, Lokasi C di lewati angkutan umum sebanyak 7 trayek, sedangkan jarak dari terminal terboyo sejauh 3.54 km dan jarak dari pool taksi new atlas dan pandu sejauh 2.5 km dan 3.3 km, luas tanah untuk lokasi B sebesar 4500
m2.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
120
Tabel 4. Eugene Vector Lokasi Kaligawe
Kriteria JP TRW KST JA PAU LL Eugen
Vector Rangking
JP 1.00 7.00 2.00 5.00 3.00 3.00 0.347 I
TRW 0.14 1.00 0.50 0.20 0.33 0.33 0.043 VI
KST 0.50 2.00 1.00 2.00 1.00 0.33 0.110 IV
JA 0.20 5.00 0.50 1.00 0.33 0.33 0.087 V
PAU 0.33 3.00 1.00 3.00 1.00 0.33 0.123 III
LL 2.00 3.00 3.00 3.00 3.00 1.00 0.290 II
Jumlah 4.18 21.00 8.00 14.20 8.67 5.33
Kriteria yang mempunyai nilai paling besar untuk daerah kaligawe-terboyo ini adalah Jarak dengan pipa/mothersation,(JP) sebesar 0.347, hal ini di karenakan dalam hal yang sangat krusial dalam pembangunan SPBG adalah supply gas ke SPBG yang akan
di bangun dan hal ini juga berpengaruh terhadap biaya pembelian pipa pada saat
pembangunan SPBG tersebut sedangkan nilai paling kecil yaitu tata ruang dan wilayah (TRW) sebesar 0.043, dikarenakan untuk lokasi kaligawe-terboyo sendiri berada di daerah perindustrian jadi untuk proses pembangunannya tidak akan terganggu untuk
masalah sosial oleh masyarakat.
Tabel 5. Bobot dan Peringkat Alternatif Lokasi SPBG Kaligawe-Terboyo
Lokasi JP TRW KST JA PAU LL
Total
Nilai
Lokasi
Rangking
A 0.70 0.20 0.33 0.33 0.49 0.33 0.46 I
B 0.18 0.49 0.33 0.33 0.20 0.33 0.28 II
C 0.11 0.31 0.33 0.33 0.31 0.33 0.26 III
Sumber : Hasil Perhitungan Dari total skor di atas, maka dipilih lokasi dengan total nilai tertinggi yang dianggap paling tepat sebagai lokasi pendirian SPBG daerah kaligawe-terboyo baik dari segi teknis,
geografis, ekonomi-bisnis, maupun perizinan atau legalitas. Lokasi A = 0.46; Lokasi B =
0.28; dan Lokasi C= 0.26 di dapatkan bahwa lokasi A merupakan alternatif lokasi yang paling cocok karena dilokasi A tersebut merupakan tempat yang palin strategis jika di tinjau dari kedekatan jalur pipa supply utama
dan yang paling dekat dengan pool taksi dan terminal terboyo sendiri.
2. Penentuan Lokasi SPBG di Daerah
Pedurungan-Penggaron.
Survey awal pemilihan lokasi SPBG untuk daerah pedurungan-penggaron menunjukkan
bahwa terdapat 15 trayek angkutan umum
dengan armada sebanyak 490 unit dan 2 pool taksi yaitu bluebird dengan jumlah armada sebesar 450 unit dan taksi centris sebanyak 60 unit.
Alternatif lokasi untuk pembangunan SPBG di pedurungan-penggaron yaitu : a. Lokasi A berada di jalan pedurungan raya
berjarak 5.1 km dari rencana pembangunan ruas pipa gresik-semarang, tata ruang dan wilayah di daerah ini merupakan campuran
antara kawasan bisnis dan perumahan, jumlah angkutan umum yang melewati pada jalan pedurungan berjumlah 15 trayek, sedangkan lokasi terminal terdekat adalah terminal penggaron, jarak lokasi A dengan terminal tersebut sejauh 2.37 km dan pool taksi yang terdekat pada loaksi ini adalah pool taksi bluebird dan centris. Jarak
dengan pool taksi bluebird sejauh 0.16 km
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
121
dan centris sejauh 1 km, luas tanah untuk lokasi ini sebesar 3546 m2.
b. Lokasi b juga berada di jalan pedurungan raya berjarak 3.25 km dari rencana
pembangunan ruas pipa gresik-semarang, tata ruang dan wilayah di lokasi ini sama dengan lokasi A yaitu merupakan campuran antara kawasan bisnis dan perumahan, jumlah angkutan umum yang melewati pada jalan pedurungan berjumlah 15 trayek, sedangkan lokasi terminal terdekat adalah
terminal penggaron, jarak lokasi B dengan terminal tersebut sejauh 0.35 km dan pool taksi yang terdekat untuk lokasi ini adalah pool taksi bluebird dan centris. Jarak dengan kedua pool tersebut sejauh 2 km dan 1.12 km, luas tanah untuk lokasi ini sebesar 5132 m2.
c. Lokasi C berada di jalan pedurungan raya dan mempunyai jarak pipa gresik-semarang lebih dekat dengan dengan lokasi A dan B yaitu sejauh 3.12 km, tata ruang dan
wilayah di daerah ini merupakan campuran antara kawasan bisnis dan perumahan, jumlah angkutan umum yang melewati pada jalan pedurungan berjumlah 15 trayek, sedangkan lokasi terminal terdekat adalah terminal penggaron, jarak lokasi C dengan terminal tersebut sejauh 0.68 km dan pool
taksi yang terdekat pada lokasi ini adalah pool taksi bluebird dan centris. Jarak dengan pool taksi bluebird sejauh 2.32 km dan centris sejauh 1.44 km, luas tanah untuk lokasi ini sebesar 6000 m2.
Tabel 6. Eugene Vector Lokasi Pedurungan-Penggaron
Sumber : Hasil Perhitungan
Kriteria yang mempunyai nilai paling besar untuk daerah pedurungan-penggaron ini adalah jarak lokasi dengan pipa gas (JP) sebesar 0.44, hal ini di karenakan dalam karena rencana pembangunan SPBG di lokasi
ini menggunakan sistem online dimana SPBG akan mendapatkan pasokan gas langsung dari pipa distribusi atau pipa transmisi oleh karena itu jarak lokasi SPBG akan sangat berpengaruh, seperti lokasi A, apabila jarak pipa terlalu jauh dengan lokasi pembangunan maka akan menyebabkan penambahan biaya
pembangunan dalam hal pembelian pipa,
sedangkan tata ruang dan wilayah (TRW) menempati peringkat II dengan nilai sebesar 0.20 hal ini disebabkan daerah ini merupakan daerah bisnis sehingga untuk proses pembangunan SPBG di khawatirkan akan ada
gangguan dari masyarakat sehingga akan menghambat proses pembangunan sedangkan peringkat ke tiga yaitu luas lahan (LL) karena dalam proses pembangunan SPBG di kawasan bisnis seperti di pedurungan-penggaron harga tanah menjadi salah satu penyebab kegagalan proses pembangunan di karenakan harga yang
sangat tinggi.
Kriteria JP TRW KST JA PAU LL Eugen
Vector Rangking
JP 1.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 0.44 I
TRW 0.20 1.00 3.00 3.00 3.00 4.00 0.20 II
KST 0.20 0.33 1.00 0.33 3.00 0.50 0.08 V
JA 0.20 0.33 3.00 1.00 2.00 0.33 0.10 IV
PAU 0.20 0.33 0.33 0.50 1.00 0.33 0.05 VI
LL 0.20 0.25 2.00 3.00 3.00 1.00 0.13 III
Jumlah 2.00 7.25 14.33 12.83 17.00 11.17
122 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.
Tabel 7. Bobot dan Peringkat Alternatif Lokasi SPBG Pedurungan-Penggaron
Lokasi JP TRW KST JA PAU LL
Total
Nilai
Lokasi
Rangking
A 0.10 0.20 0.33 0.33 0.59 0.09 0.24 III
B 0.23 0.49 0.33 0.33 0.16 0.56 0.32 II
C 0.67 0.31 0.33 0.33 0.25 0.35 0.44 I
Sumber : Hasil Perhitungan Dari total skor di atas, maka dipilih lokasi dengan total nilai tertinggi yang dianggap paling tepat sebagai lokasi pendirian SPBG
daerah pedurungan-penggaron baik dari segi teknis, geografis, ekonomi-bisnis, maupun perizinan atau legalitas. Dikarenakan hasil perkalian yang diperoleh secara berurutan: Lokasi A = 0.24 ; Lokasi B = 0.32; dan Lokasi C= 0.44 di dapatkan bahwa lokasi C merupakan alternatif lokasi yang paling cocok.
3. Penentuan Lokasi Pembangunan SPBG
di Cangkiran.
Survey awal pemilihan lokasi SPBG untuk daerah cangkiran menunjukkan bahwa terdapat trayek angkutan umum dengan armada sebanyak 205 unit dan pool taksi yaitu
ekspress dengan jumlah armada sebesar 445 unit. Berbeda dengan perencanaan untuk lokasi A dan lokasi B di lokasi C, pola distribusi yang akan di pakai menggunakan sistem daughter station pada sistem ini tidak menggunakan pipa sebagai alat untuk pengiriman gas ke SPBG melainkan dengan mengunakan truk Compresed Natural Gas
(CNG) hal ini di karenakan jarak yang cukup jauh cangkiran dengan rencana pipa gresik semarang. Gas akan di pasok dari SPBG mangkang karena SPBG yang dibangun oleh kementerian ESDM mengunakan sistem mother station jadi fungsi dari SPBG tersebut adalah memasok ke SPBG yang menggunakan
pola daughter station.
Alternatif lokasi untuk pembangunan SPBG di
cangkiran yaitu :
a. Lokasi A berada di jalan perintis kemerdekaan berjarak 26.6 km dari SPBG mangkang sebagao sumber pasokan gas,
tata ruang dan wilayah di daerah ini merupakan kawasan bisnis dan perumahan, jumlah angkutan umum yang melewati pada lokasi ini berjumlah 205 unit, sedangkan pool taksi yang terdekat pada lokasi ini adalah pool taksi ekspres. Jarak dengan pool taksi tersebut sejauh 0.92 km, luas tanah untuk lokasi ini di atas 5000 m2.
b. Lokasi B berada di jalan perintis kemerdekaan berada di seberang jalan kodim IV (pembekalan) berjarak 24.6 km dari SPBG mangkang lebih dekat dari pada lokasi B, tata ruang dan wilayah di daerah ini merupakan kawasan bisnis dan perumahan, jumlah angkutan umum yang
melewati pada lokasi ini berjumlah 205 unit, sedangkan pool taksi yang terdekat pada lokasi ini adalah pool taksi ekspres. Jarak dengan pool taksi tersebut sejauh 1.74 km, luas tanah untuk lokasi ini juga di atas 5000 m2.
c. Lokasi C berada di jalan perintis berjarak 26.3 km dari SPBG mangkang lebih dekat
dari pada lokasi B, tata ruang dan wilayah di daerah ini merupakan kawasan bisnis dan perumahan, jumlah angkutan umum yang melewati pada lokasi ini berjumlah 205 unit, sedangkan pool taksi yang terdekat pada lokasi ini adalah pool taksi ekspres. Jarak dengan pool taksi tersebut
sejauh 2.86 km, luas tanah untuk lokasi ini juga di atas 5000 m2.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
123
Tabel 8. Eugene Vector Lokasi Cangkiran
Kriteria JP TRW KST JA PAU LL Eugen
Vector Rangking
JP 1.00 0.50 3.00 3.00 5.00 0.50 0.21 II
TRW 2.00 1.00 5.00 3.00 4.00 2.00 0.33 I
KST 0.33 0.20 1.00 3.00 2.00 0.50 0.11 IV
JA 0.33 0.33 0.33 1.00 0.33 0.50 0.07 VI
PAU 0.20 0.25 0.50 3.00 1.00 0.50 0.09 V
LL 2.00 0.50 2.00 2.00 2.00 1.00 0.19 III
Jumlah 5.87 2.78 11.83 15.00 14.33 5.00 Sumber : Hasil Perhitungan
Kriteria yang mempunyai nilai paling
besar untuk daerah cangkiran ini adalah Tata ruang dan wilayah (TRW) sebesar 0.42, hal ini di karenakan dalam karena di daerah ini merupakan daerah bisnis dan perumahan sehingga untuk proses pembangunan SPBG di khawatirkan akan ada gangguan dari masyarakat sehingga akan menghambat proses
pembangunan dan peringkat ke dua adalah
jarak pasokan gas (JP) karena dengan sistem pola distribusi dengan mother-daughter station di mana dalam pendistribusian gas menggunakan truk merupakan hal penting karena harus diperhatikan jumlah truk yang di gunakan yang sangat berpengaruh terhadap biaya operasional.
Tabel 9. Bobot dan Peringkat Alternatif Lokasi SPBG Cangkiran
Lokasi JP TRW KST JA PAU LL Total Nilai Lokasi Rangking
A 0.70 0.20 0.33 0.33 0.59 0.33 0.46 I
B 0.18 0.49 0.33 0.33 0.16 0.33 0.27 II
C 0.11 0.31 0.33 0.33 0.25 0.33 0.25 III
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari total skor di atas, maka dipilih lokasi dengan total nilai tertinggi yang dianggap paling tepat sebagai lokasi pendirian SPBG daerah cangkiran baik dari segi teknis, geografis, ekonomi-bisnis, maupun perizinan atau legalitas. Dikarenakan hasil perkalian yang diperoleh secara berurutan: Lokasi A =
0.46; Lokasi B = 0.27; dan Lokasi C= 0.25.di dapatkan bahwa lokasi A merupakan alternatif lokasi yang paling cocok.
B. Proyeksi Jumlah Kendaraan.
Dalam menghitung pengurangan emisi CO2 di Kota Semarang sampai dengan tahun 2027 maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan metoda regresi linier sederhana. Dalam regresi ini yang menjadi variabel terikat adalah jumlah kendaraan untuk angkutan umum dan taksi sedangkan yang menjadi
variabel terikat adalah tahun.
Untuk taksi regresi linier sederhana menggunakan Software excel dengan menginput variabel Y dan X, maka di dapatkan grafik untuk peramalan jumlah taksi pada gambar 1 :
124 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.
Gambar 1. Grafik Peramalan untuk Taksi
Uji terhadap parameter statistik dalam
regresi ini yaitu koefisien determinasi (R
square) dan uji F atau uji global significance F,
telah memenuhi syarat. Nilai koefisien
determinasi (R square) sebesar 0.982.
Besarnya koefisien deteminasi tersebut
menjelaskan bahwa ketepatan atau kesesuaian
garis regresi dengan data serta berapa besar
kemampuan variabel bebas yaitu jumlah taksi.
Dari hasil R square sebesar 0.982 yang
mendekati 1 menunjukkan kemampuan
variabel bebas yaitu jumlah taksi
mempengaruhi variabel terikat yaitu tahun
sangat kuat.
Dari hasil significance F sebesar
0.000986 lebih kecil dari nilai taraf pengujian
sebesar 0.05. Uji global atau uji signifikansi
serentak atau uji F dimaksudkan untuk melihat
kemampuan menyeluruh dari variabel bebas
jumlah kendaraan taksi dapat atau mampu
menjelaskan keberagaman variabel terikat
yaitu Tahun. Dalam kasus ini karena didapat
nilai F sebesar 0.000986 < 0.05 maka variabel
bebas yaitu jumlah kendaraan taksi
berpengaruh terhadap tahun.
Dari perhitungan persamaan dalam
gambar 1 di dapatkan data peramalan jumlah
taksi sampai dengan tahun 2028 di kota
semarang, dari perhitungan penambahan
jumlah taksi di dapatkan bahwa terjadi
kenaikkan tiap tahun sebesar 2.82 % dengan
hasil perhitungan sebagai berikut :
Tabel 10. Jumlah Taksi di Kota Semarang
Tahun 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028
Jumlah
Taksi
2616 2702 2789 2875 2962 3048 3135 3221 3308 3394 3481 3567
Sumber : Hasil Perhitungan
Untuk angkutan umum regresi linier sederhana menggunakan Software excel dengan
menginput variabel Y dan X, maka di dapatkan grafik untuk peramalan jumlah taksi pada gambar 2 :
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
125
Gambar 2. Grafik Peramalan untuk Angkutan Umum
Hasil uji terhadap parameter statistik
dalam regresi ini yaitu koefisien determinasi
(R square) dan uji F atau uji global
significance F, telah memenuhi syarat. Sepert
telah diterangkan sebelumnya pada persamaan
linier untuk taksi, nilai koefisien determinasi
(R square) sebesar 0.9756. Besarnya koefisien
deteminasi tersebut menjelaskan bahwa
ketepatan atau kesesuaian garis regresi dengan
data serta berapa besar kemampuan variabel
bebas yaitu jumlah angkutan umum. Dari hasil
R square sebesar 0.9756 yang mendekati 1
menunjukkan kemampuan variabel bebas yaitu
jumlah taksi mempengaruhi variabel terikat
yaitu tahun sangat kuat.
Dari hasil uji significance F sebesar
0.00162 lebih kecil dari nilai taraf pengujian
sebesar 0.05. Uji global atau uji signifikansi
serentak atau uji F dimaksudkan untuk melihat
kemampuan menyeluruh dari variabel bebas
jumlah kendaraan dapat atau mampu
menjelaskan keberagaman variabel terikat
yaitu Tahun. Dalam kasus ini karena didapat
nilai F sebesar 0.00162 < 0.05 maka variabel
bebas yaitu jumlah kendaraan angkutan umum
berpengaruh terhadap tahun.
Dari perhitungan dari persamaan dalam
gambar 2, maka dapat diperoleh dengan
persamaan tersebut jumlah taksi sampai tahun
2028 di dapatkan bahwa kenaikan tiap tahun
jika di rata-rata sampai dengan tahun 2028
sebesar 5%, seperti yang terlihat pada Tabel 11,
sebagai berikut
Tabel 11. Jumlah Angkutan Umum di Kota Semarang
Tahun 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028
Jumlah
Taksi 2216 2387 2557 2728 2899 3069 3240 3410 3410 3752 3922 4093
Sumber : Hasil Perhitungan
C. Perhitungan Emisi CO2 di Kota
Semarang.
Perhitungan emisi CO2 di hitung
menggunakan persamaan 4, hasil perhitungan
pengurangan emisi CO2 di hitung dari jumlah
taksi dan angkutan umum yang terkonversi di
setiap lokasi SPBG skenario untuk
pengkonversian angkutan umum dan taksi di
lakukan secara bertahap pertahun, konversi
dilakukan mulai tahun 2019 setelah
pembangunan semua SPBG selesai dilakukan.
Proses konversi dimulai dengan 30 % untuk
setiap lokasi SPBG yang dilalui trayek
angkutan umum dan dekat dengan pool taksi
kemudian meningkat sebesar 10 % sampai
90 % di tahun 2025 dan mengalami staknasi di
angka 90% sampai tahun 2028, hal ini
disebabkan kemungkinan adanya pemilihan
sumber bahan bakar lain untuk alat trasportasi
tersebut. Untuk jumlah angkutan umum dan
taksi di masing-masing SPBG menggunakan
asumsi pertumbuhan kendaraan dari metoda
peramalan dimana untuk angkutan umum
mengalami peningkatan sebesar 5% dan taksi
sebesar 2.82 %.
126 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.
1. Perhitungan Emisi CO2 untuk Jenis
Kendaraan Taksi .
Perhitungan emisi CO2 di lakukan di tiga
lokasi SPBG, yaitu terboyo-kaligawe,
pedurungan-penggaron dan cangkiran, di
karenakan untuk lokasi-lokasi tersebut terdapat
pool taksi yang berdekatan dengan lokasi
pembangunan SPBG sehingga dapat
direncanakan untuk dilakukan konversi
kendaraan meggunakan bahan bakar gas, dari
perhitungan sampai dengan tahun 2028 untuk
ke tiga lokasi tersebut SPBG pedurungan-
penggaron menjadi penyumbang emisi CO2
terbesar yaitu sebesar 179.043,37 ton CO2, hal
ini terjadi karena pada loaksi ini terdapat pool
taksi blus bird dan centris dengan jumlah total
550 taksi sedangkan apabila di lakukan
pengurangan emisi dengan mengkonversi
bahan bakar minyak menjadi gas maka di
SPBG penggaron-pedurungan menyumbang
pengurangan emisi CO2 terbesar yaitu sebesar
64.419.01 ton CO2, sedangkan untuk lokasi
SPBG cangkiran menyumbang pengurangan
emisi sebesar 56.217,57 ton dan lokasi SPBG
di terboyo-kaligawe terjadi pengurangan emisi
CO2 sebesar 31.613.24 ton CO2. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 12 dan
Tabel 13, sebagai berikut :
Tabel 12. Emisi CO2 Taksi di Lokasi SPBG Tanpa Konversi BBM
Tahun
Emisi CO2 Taksi ( Tanpa Konversi BBM) (Ton/Tahun)
Kaligawe-
Terboyo
Penggaron-
Pedurungan Cangkiran Total
2019 7,721.00 15,750.85 13,743.39 37,215.24
2020 7,938.47 16,194.47 14,130.47 38,263.41
2021 8,162.05 16,650.59 14,528.46 39,341.10
2022 8,391.94 17,119.56 14,937.65 40,449.15
2023 8,628.30 17,601.73 15,358.37 41,588.40
2024 8,871.32 18,097.48 15,790.94 42,759.74
2025 9,121.18 18,607.20 16,235.69 43,964.07
2026 9,378.07 19,131.27 16,692.97 45,202.32
2027 9,642.21 19,670.11 17,163.13 46,475.45
2028 9,913.78 20,224.12 17,646.53 47,784.43
Total 87,768.32 179,047.37 156,227.61 423,043.30
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 13. Emisi CO2 Taksi di Lokasi SPBG Setelah Konversi BBM
Tahun
Emisi CO2 Taksi ( Setelah Konversi BBM)
(Ton/Tahun)
Kaligawe-
Terboyo
Penggaron-
Pedurungan Cangkiran Total
2019 2,098.12 4,280.17 3,734.66 10,112.96
2020 2,876.29 5,867.63 5,119.80 13,863.72
2021 3,696.63 7,541.12 6,580.00 17,817.74
2022 4,560.89 9,304.22 8,118.39 21,983.50
2023 5,470.91 11,160.65 9,738.22 26,369.78
2024 6,428.57 13,114.28 11,442.85 30,985.69
2025 7,435.83 15,169.10 13,235.78 35,840.71
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
127
Tahun
Emisi CO2 Taksi ( Setelah Konversi BBM)
(Ton/Tahun)
Kaligawe-
Terboyo
Penggaron-
Pedurungan Cangkiran Total
2026 7,645.26 15,596.34 13,608.57 36,850.16
2027 7,860.59 16,035.61 13,991.85 37,888.05
2028 8,081.99 16,487.25 14,385.93 38,955.17
Total 56,155.08 114,556.36 99,956.04 270,667.49
Selisih CO2
31,613.24 64,491.01 56,271.57 152,375.81
Sumber : Hasil Perhitungan
2. Perhitungan Emisi CO2 untuk Jenis
Kendaraan Angkutan Umum
Hasil perhitungan untuk emisi CO2 untuk
angkutan umum dilakukan di empat lokasi
SPBG yaitu terboyo-kaligawe, penggaron-
pedurungan, mangkang dan cangkiran karena
masing-masing lokasi tersebut di lewati oleh
lintasan trayek angkutan. Dari hasil
perhitungan sampai dengan tahun 2028 pada
lokasi SPBG apabila tidak dilakukan konversi
bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas
di terboyo-kaligawe menyumbang emisi CO2
yang paling besar yaitu sebesar 190,034.09 ton
CO2 karena pada lokasi ini dilalui lintasan
trayek angkutan umum terbanyak di Kota
Semarang yaitu sebanyak 23 trayek dan di
lalui angkutan umum sebanyak 792 unit. Dari
hasil skenario yang dilakukan dengan
pelaksanaan konversi bahan bakar maka
pengurangan emisi CO2 di lokasi terboyo-
kaligawe sampai dengan tahun 2028 sebesar
124,166.50 ton CO2. Hasil perhitungan untuk
ketiga lokasi lainnya dapat dilihat pada Tabel
14 dan Tabel 15.
Tabel 14. . Emisi CO2 Angkutan Umum di Lokasi SPBG Tanpa Konversi BBM
Tahun
Emisi CO2 Angkutan Umum ( Tanpa Konversi BBM) (Ton/Tahun)
Kaligawe-
Terboyo
Penggaron
-
Pedurungan
Mangkang
Cangkiran Total
2019 14,728.78 9,112.50 7,847.91 3,812.37 35,501.56
2020 15,545.42 9,617.75 8,283.04 4,023.75 37,469.96
2021 16,407.34 10,151.01 8,742.29 4,246.85 39,547.49
2022 17,317.05 10,713.83 9,227.01 4,482.32 41,740.21
2023 18,277.20 11,307.86 9,738.61 4,730.84 44,054.51
2024 19,290.59 11,934.83 10,278.57 4,993.14 46,497.13
2025 20,360.16 12,596.56 10,848.47 5,269.99 49,075.18
2026 21,489.03 13,294.98 11,449.97 5,562.19 51,796.17
2027 22,680.50 14,032.13 12,084.81 5,870.58 54,668.02
2028 23,938.03 14,810.14 12,754.86 6,196.08 57,699.11
Total 190,034.09 117,571.60 101,255.54 49,188.12 458,049.35
Sumber : Hasil Perhitungan
128 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.
Tabel 15. . Emisi CO2 Angkutan Umum di Lokasi SPBG Setelah Konversi BBM
Tahun
Emisi CO2 Angkutan Umum ( Setelah Konversi BBM) (Ton/Tahun)
Kaligawe-
Terboyo
Penggaron-
Pedurungan
Mangkang Cangkiran Total
2019 4,002.43 2,476.25 2,132.61 1,035.98 9,647.28
2020 5,632.47 3,484.73 3,001.14 1,457.90 13,576.24
2021 7,430.95 4,597.43 3,959.42 1,923.42 17,911.22
2022 9,411.55 5,822.81 5,014.74 2,436.07 22,685.17
2023 11,588.94 7,169.93 6,174.92 2,999.66 27,933.45
2024 13,978.85 8,648.53 7,448.33 3,618.26 33,693.98
2025 16,598.16 10,269.06 8,843.97 4,296.24 40,007.42
2026 17,518.45 10,838.43 9,334.32 4,534.45 42,225.65
2027 18,489.76 11,439.37 9,851.87 4,785.86 44,566.86
2028 19,514.93 12,073.63 10,398.11 5,051.21 47,037.89
Total 124,166.50 76,820.19 66,159.43 32,139.06 299,285.17
Selisih CO2
65,867.59 40,751.41 35,096.12 17,049.06 158,764.18
Sumber : Hasil Perhitungan
5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : a. Dari ketiga kasus hasil pengambilan
keputusan dengan metoda AHP untuk
pembangunan lokasi stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di kota semarang yang menjadi kriteria berpengaruh adalah jarak lokasi dengan supply gas, tata ruang wilayah dan luas lahan.
b. Data peramalan dengan metoda linier di dapatkan persamaan Y=85.6x-171855 dengan R2 = 0.982 untuk taksi dengan
asumsi kenaikkan jumlah kendaraan sebesar 5 % dan Y=170.6x-341884 dengan R2 = 0.975 untuk angkutan umum dengan asumsi kenaikkan kendaraan sebesar 2.82 %.
c. Dari Penerapan subsitusi bahan bakar minyak ke gas dengan di bangun ke empat
SPBG di dapatkan total penurunan emisi CO2 untuk taksi sebesar 152,375.81 ton CO2 dan angkutan umum sebesar 158,764.18 ton CO2.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Lingkungan Hidup, Pedoman
Teknis Penyusunan Inventarisasi Emisi Pencemaran Udara di Perkotaan Kementerian Lingkungan Hidup, p.28,
Agutus 2013, Indonesia.
2. Badan Pusat Satistik, Data BPS Kota Semarang dalam Angka 2012 – 2016,
2016, Indonesia.
3. International Energy Agency, CO2 emissions From Fuel Combustion
Highlights, p.11, (2017).
4. Pusat teknologi dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, Data Iventory Emisi GRK Sektor Energi 2016, p.45, Desember 2016, Indonesia.
5. A. Nugroho, B. Fazzry, Analisis Emisi
Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur, Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi Industri 2016, Malang, Indonesia.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018
129
6. E.N.S. Purnomo, S.W. Sihwi,
R.Anggrainingsih, Analisis Perbandingan Menggunakan Metoda AHP, Topsis dan AHP Topsis dalam Studi Kasus Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Siswa Program Akselerasi, Jurnal IT Smart Vol.2. No 1 Juni 2013, Universitas Sebelas
Maret, Indonesia.
7. H. Tannandy, F. Andrew, Analisis Perbandingan metoda regresi linier dan
exponential smooting dalam parameter tingkat error, Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer 2013, Universitas Kristen Krida Wacana, Indonesia.
8. Kementerian Perhubungan, Perhubungan
darat Dalam Angka 2012, p.34, Maret 2012, Indonesia.
9. A. Mulyana, R.D. Wirahadikusuma,
Analisis Konsumsi Energi dan Emisi Gas Rumah Kaca pada Tahap Konstruksi Studi Kasus : Konstruksi Jalan Cisumdawu, Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, 2017, Institut Teknologi Bandung, Indoensia.
10. Kementrian Lingkungan Hidup, Pedoman penyelenggaraan inventarisasi GRK nasional Buku II-volume I, 2012, Jakarta,
Indonesia.
11. S.H. Denisa, Studi Pembangunan Infrastruktur SPBG CNG Mother Station
di Universitas Indonesia untuk Sektor Transportasi Umum Wilayah Universitas Indonesia Dan Kota Depok, Tesis Universitas Indonesia, 2017, Indonesia