i
ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE
DALAM PEMBELAJARAN BIPA
DI LEMBAGA BAHASA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
F.X. Dwi Pamungkas
NIM: 131224093
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTO
Berdoa dan belajar
(Santo Benediktus)
Perkataan tanpa perbuatan sama dengan mati
(Paus Fransiskus)
Beri hati pada setiap kerja keras dan karya-karyamu
(Muhammad Tulus)
Cerdas dan humanis
(Romo Nicolaus Driyarkara, S.J)
Untuk keagungan Allah yang lebih besar
(St. Ignatius Loyola)
Proses baik tidak akan mengkhianati hasil
(Penulis)
Jangan belajar untuk menjadi sukses, tapi untuk membesarkan jiwa
(Film 3 Idiot)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk:
- Allah Bapa di Surga yang telah memberikan bimbingan dan melancarkan
segala proses, saat pertama kuliah hingga lulus dari Universitas Sanata
Dharma.
- Orang tua beserta kakak dan adik serta saudara yang memberikan
dorongan semangat, dukungan, dan doa untuk kebaikan.
- Teman-teman yang selalu memberikan motivasi, memberikan hiburan, dan
memberikan nasihat.
- Kampus Universitas Sanata Dharma sebagai tempat menerima, dan
mengamalkan ilmu untuk kemanusiaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
F.X. Dwi Pamungkas. 2018. Analisis Alih Kode dan Campur Kode Dalam
Pembelajaran BIPA Di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan teori-teori tentang fenomena
bahasa alih kode dan campur kode dengan kenyataanya di lapangan. Penelitian ini
pula bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena bahasa alih kode dan campur
kode pada pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Penelitian ini mendeskripsikan tentang faktor dan wujud-wujud alih
kode serta campur kode yang terjadi selama pembelajaran BIPA berlangsung di
kelas Darma Siswa tingkat pemula.
Subjek pada penelitian ini adalah pengajar dan pembelajar asing di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan
ketika pembelajaran BIPA berlangsung di kelas. Data penelitian ini diperoleh dari
tuturan berupa monolog maupun dialog yang terdapat fenomena bahasa alih kode
dan campur kode. Data yang diperoleh ini menggunakan metode simak dengan
teknik simak bebas cakap, rekam, dan catat. Setalah data diperoleh, peneliti
melakukan transkrip, tabulasi, triangulasi, dan analisis data. Metode analisis data
penelitian ini menggunakan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) dan metode padan dengan teknik pilah unsur penentu (PUP) serta teknik
hubung banding menyamakan (HBS). Setelah analisis data, adapun tahapan
selanjutnya yaitu penyajian analisis data. Penyajian analisis data pada penelitian
ini menggunakan metode informal penyaji kaidah yaitu penyajian analisis data
dengan menggunakan kata-kata karena penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif.
Dari hasil penelitian, pembahasan, dan simpulan tentang analisis alih kode
dan campur kode dalam pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, terdapat data penelitian berupa alih kode dan campur
kode dengan jumlah total 83 data. Namun, setelah ditriangulasi terdapat 77 data
yang dianggap absah oleh ahli bahasa. Peneliti menemukan data alih kode dengan
wujud klausa sebanyak 6 data (8%) dan kalimat 23 data (30%) dan jumlah total
keseluruhan data alih kode yaitu 29 data (38%). Lalu, peneliti menemukan pula
data campur kode dengan wujud kata sebanyak 30 data (29%), frasa 8 data (10%),
serta kata dan frasa 10 data (13%) dan jumlah total keseluruhan data campur kode
yaitu 48 data (62%). Faktor-faktor penyebab alih kode dan campur kode
disebabkan oleh faktor penutur dan lawan tutur. Dari kedua subjek penelitian ini
yaitu pengajar dan pembelajar asing, pengajar lebih dominan menjadi faktor
penyebab alih kode dan campur kode daripada pembelajar asing.
Kata kunci: Alih kode, campur kode, wujud dan faktor.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
F.X. Dwi Pamungkas. 2018. The Analysis of Code-Switching and Code-Mixing
in BIPA Class in Language Institute of Sanata Dharma Yogyakarta.
Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature
Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education,
Sanata Dharma University.
The research aims to compare the theories about code-switching and code-
mixing phenomena and their reality in the field. The research also aims to
describe the phenomena of code-switching and code-mixing in BIPA class in
Language Institute of Sanata Dharma Yogyakarta. The research describes the
factors and types of code-switching and code-mixing that happened in BIPA class
of Darmasiswa class in beginner level.
The subject this research is the teachers and foreigner students in
Language Institute of Sanata Dharma Yogyakarta. This research was conducted
during the learning-teaching process in BIPA class. The data of this research was
gathered from utterances such as monologue or dialogue which contain the
phenomena of code-switching and code-mixing. The data gathering technique are
observation, interview, recording, and note taking. After the data was gathered,
the researcher transcribed the data, made tabulation, made triangulation, and did
data analysis. The data analysis method in this research use Agih method with
techniques for the direct elements (BUL) technique and Padan method with the
technique of determining the elements (PUP) and the technique of applying
equalize (HBS). After analyzing the data, the next step is the presentation data
analysis. The presentation of data analysis in this research uses informal method
of theorem presentation which is a data analysis that uses words because the
research is a descriptive qualitative.
The result of research, discussion, and conclusion of the analysis of code-
switching and code-mixing in Language Institute of Sanata Dharma Yogyakarta
showed that there are 83 data of code-switching and code-mixing. However, after
the triangulation process, it was found that there are 77 data considered to be valid
by the language expert. The researcher found 6 data (8%) of code-switching data
in form of clause and 23 data (30%), with the total number of 29 data (38%).
Then, the researcher also found 30 data (29%) of code-mixing in form of word, 8
data (10%) in form of phrase, and 10 data (13%) in form of combination of word
and phrase, with the total number of 48 data (62%). The factors which cause code-
switching and code-mixing are the sender and addressee. Based on both research
subjects who are a teacher and foreigner students, the teacher was the more
dominant factor who caused code-switching and code-mixing rather than
foreigner students.
Keywords: code-switching, code-mixing, forms and factor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Bapa yang telah melimpahkan
berkat dan rahmat-Nya kepada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi
dengan baik. Saya mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
memberikan dukungan dan motivasi, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi
untuk memenuhi sebagian syarat menjadi sarjana pendidikan. Saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Universitas Sanata Dharma sekaligus menjadi
pembimbing pertama yang dengan sabar membimbing, memberikan
arahan, dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
3. Drs. P. Hariyanto, M.Pd., selaku pembimbing kedua yang dengan sabar
membimbing, memberikan arahan, dan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi.
4. Dr. Widharyanto, M.Pd., selaku triangulator data yang dengan sabar
membimbing, memberikan arahan, komentar dan saran kepada penulis
untuk menilai data penelitian alih kode dan campur kode.
5. Pihak Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan kesempatan waktu dan tempat kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN MOTO ....................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ................................ vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................ 7
1.5 Definisi Istilah ........................................................................................... 7
1.6 Sistematika Penyajian ............................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 11
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan .......................................................... 11
2.2 Landasan teori .......................................................................................... 14
2.2.1 Kedwibahasaan ................................................................................ 14
2.2.2 Alih Kode ......................................................................................... 15
2.2.3 Ragam Bahasa .................................................................................. 17
2.2.3.1 Ragam Baku ............................................................................. 17
2.2.3.2 Ragam Tidak Baku ................................................................... 18
2.2.4 Wujud dan Faktor Alih Kode ........................................................... 19
2.2.4.1 Klausa ....................................................................................... 19
2.2.4.2 Kalimat ..................................................................................... 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.5 Campur Kode .................................................................................. 22
2.2.6 Wujud dan Faktor Campur Kode ..................................................... 24
2.2.6.1 Kata ........................................................................................... 24
2.2.6.2 Frasa ......................................................................................... 25
2.2.7 Lembaga BIPA ................................................................................. 31
2.2.8 Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma .................................. 32
2.3 Kerangka Pikir .......................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 36
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 36
3.2 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 37
3.3 Subjek Penelitian ....................................................................................... 37
3.4 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 38
3.5 Data dan Sumber Data .............................................................................. 39
3.5.1 Data .................................................................................................. 39
3.5.2 Sumber Data ..................................................................................... 40
3.6 Populasi dan Sampel Data ......................................................................... 40
3.6.1 Populasi Data ................................................................................... 40
3.6.2 Sampel Data ..................................................................................... 41
3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................... 42
3.8 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................................. 44
3.9 Teknik Penyajian Analisis Data ................................................................ 46
3.10 Triangulasi Data ...................................................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 49
4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 49
4.2 Wujud Alih Kode ...................................................................................... 50
4.2.1 Alih Kode Wujud Kalimat ............................................................... 51
4.2.2 Alih Kode Wujud Klausa ................................................................. 54
4.3 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Alih kode .................. 57
4.3.1 Penutur ............................................................................................. 57
4.3.1.1 Untuk Profesionalitas Karir Pengajar ....................................... 57
4.3.1.2 Kemudahan Pembelajar Memahami Bahasa Target ................. 58
4.3.1.3 Keterbatasan Kode Pembelajar ................................................. 60
4.3.2 Lawan Tutur ..................................................................................... 62
4.3.2.1 Kemudahan Lawan Tutur Menjawab Pertanyaan Penutur ....... 62
4.3.2.2 Kemudahan Lawan Tutur Memahami Penjelasan Penutur ...... 74
4.3.2.3 Kemudahan Lawan Tutur Untuk Mengerjakan Tugas ............. 79
4.3.2.4 Pembiasaan Lawan Tutur Menggunakan Bahasa Target ......... 82
4.3.2.5 Kemudahan Lawan Tutur Memahami Perintah Penutur .......... 84
4.4 Wujud Campur Kode ................................................................................ 86
4.4.1 Campur Kode Wujud Kata ............................................................... 87
4.4.2 Campur Kode Wujud Frasa .............................................................. 92
4.4.3 Campur Kode Wujud Kata dan Frasa .............................................. 94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
4.5 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Campur kode ............ 95
4.5.1 Penutur ............................................................................................. 96
4.5.1.1 Keterbatasan Kode Pembelajar ................................................. 96
4.5.1.2 Kebiasaan Pembelajar Menggunakan Bahasa Inggris .............. 103
4.5.2 Lawan Tutur ..................................................................................... 104
4.5.2.1 Kemudahan Lawan Tutur Menjawab Pertanyaan Penutur ....... 105
4.5.2.2 Kemudahan Lawan Tutur Untuk Mengerjakan Tugas ............. 108
4.5.2.3 Kemudahan Lawan Tutur Memahami Jawaban Penutur .......... 118
4.5.2.4 Kemudahan Lawan Tutur Memahami Penjelasan Penutur ...... 134
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 141
5.1 Simpulan ................................................................................................... 141
5.2 Saran .......................................................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 145
LAMPIRAN ......................................................................................................... 147
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ..................................................................... 147
Lampiran 2. Surat Triangulasi Data ................................................................. 148
Lampiran 3. Tabel Triangulasi Data ................................................................. 149
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 199
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Alih Kode dan Campur Kode ............................................... 28
Tabel 3.1 Agenda Penelitian ................................................................................. 38
Tabel 3.2 Contoh Transkrip Data .......................................................................... 43
Tabel 4.1 Hasil Data Penelitian Alih kode dan Campur kode .............................. 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk
dapat menjalin hubungan satu dengan manusia lain. Manusia dengan bahasa amat
erat hubunganya satu sama lain. Bahasa memiliki peran penting bagi manusia
demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Manusia mengirim pesan atau
informasi kepada manusia lain dengan menggunakan bahasa agar dapat
memahami makna dan maksud dari pembicara ke lawan bicara. Bahasa dan
manusia memang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketika manusia akan
berkomunikasi tentu menggunakan bahasa dan bahasa dapat diperoleh serta
mengalami perubahan dari manusia itu sendiri.
Terdapat banyak fenomena bahasa, salah satu fenomena itu bisa terjadi
ketika bahasa terdapat dalam lingkup masyarakat yang menggunakan bahasa.
Salah satu fenomena bahasa yang sering terjadi dalam lingkup masyarakat adalah
fenomena kedwibahasaan. Fenomena bahasa ini memiliki keterkaitan antara
bahasa dan manusia yang menggunakan bahasa itu sendiri untuk
berkomunikasi.Chaer dan Agustina (2004: 84) menyatakan bahwa bilingualisme
berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Selaras dengan
pernyataan Chaer dan Agustina, Nababan (1984: 27) menyatakan bahwa orang
yang dapat menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
bilingual (berdwibahasa). Jadi, kedwibahasaan adalah fenomena bahasa yang
setiap individual atau manusia bahkan sejumlah kelompok yang mampu
menggunakan dua bahasa untuk berkomunikasi. Meneliti fenomena
kedwibahasaan memberikan keuntungan bagi peneliti dan subjek yang diteliti
untuk dapat melihat kemampuan dan kebiasaan manusia menggunakan dua
bahasa. Seberapa jauh mana kemampuan dan kebiasaan manusia menggunakan
dua bahasa pada situasi tertentu.
Fenomena kedwibahasaan tentu tidak terhindar dari fenomena bahasa yang
lain. Fenomena bahasa satu ini masih berkaitan dengan kedwibahasaan, yaitu
fenomena alih kode dan campur kode yang terdapat dalam masyarakat
dwibahasawan. Alih kode dan campur kode merupakan fenomena kedwibahasaan
yang penggunaanya berdasarkan konteks tertentu pada saat berkomunikasi. Alih
kode memiliki pengertian seperti dikemukakan oleh Wardhaugh (dalam
Padmadewi, Merlyna, dan Saputra, 2014: 64) bahwa alih kode diartikan sebagai
peralihan atau mencampur kode dalam satu tuturan atau ekspresi yang singkat
sekalipun dan membentuk tuturan baru. Jendra pun mengatakan (dalam
Padmadewi, Merlyna, dan Saputra, 2014: 64) bahwa alih kode sebagai peralihan
atau pergantian dari satu varian bahasa ke bahasa yang lain. Alih kode memiliki
batasan tersendiri, batasan yang dikemukakan oleh Fasold (dalam Chaer dan
Agustina, 2004: 115) adalah apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur
gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatika
bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Jadi, alih kode
merupakan fenomena kedwibahasaan yang penggunaan bahasanya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
komunikasi berubah-ubah dari satu bahasa ke bahasa lain dengan batasan
perubahan klausa yang sudah berganti bahasa. Perubahan ini terjadi dengan
memerhatikan keadaan yang dialami oleh pembicara dan lawan bicara.
Batasan campur kode menurut Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004:
115) yaitu jika seseorang menggunakan satu kata atau frasa dari satu bahasa dia
telah menggunakan campur kode. Jadi, untuk membedakan batasan dari alih kode
dan campur kode adalah perubahan penggunaan bahasa dari segi sintaksisnya.
Pada alih kode batasan perubahan bahasanya ialah pada tingkat perubahan klausa
dari satu bahasa, sedangkan untuk campur kode batasan perubahan bahasanya
ialah tingkat perubahan kata atau frase dari satu bahasa.
Fenomena alih kode dan campur kode dapat terjadi di berbagai
lingkungan. Salah satu lingkungan yang terdapat fenomena alih kode dan campur
kodenya yaitu di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Lembaga Bahasa ini adalah institusi bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA).
Pada awalanya Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma bernama Pusat
Pengembangan dan Pelatihan Bahasa Indonesia, pelatihan yang hanya diberikan
kepada Universitas Edith Cowan, Perth, Australia adalah pelatihan intensif budaya
dan bahasa Indonesia. Seiring berjalanya waktu, Pusat Pengembangan dan
Pelatihan Bahasa Indonesia berkembang untuk tidak hanya menawarkan
pelatihan bahasa Indonesia kepada dosen dan mahasiswa dari Australia saja, tapi
juga untuk para ekspatriat yang ingin bekerja di Indonesia maupun mahasiswa
asing dan mahasiswa Indonesia yang ingin mendalami bahasa dan budaya di
universitas. Pusat Pengembangan dan Pelatihan Bahasa Indonesia yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
berganti nama menjadi Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma tidak hanya
memberikan pengembangan dan pelatihan bahasa Indonesia saja, melainkan
memberikan pelayanan untuk pelatihan bahasa lain juga seperti bahasa Inggris,
bahasa Korea, bahasa Mandarin, dan bahasa Jawa.
Melihat lingkup seperti di depan, sangat jelas Lingkungan Lembaga
Bahasa Universitas Sanata Dharma memiliki potensi fenomena alih kode dan
campur kode, hal ini disebabkan oleh pembelajar BIPA adalah orang asing dari
berbagai Negara. Hal ini juga disebabkan oleh pembelajar belum sepenuhnya
memahami semua tentang bahasa Indonesia. Untuk ituagar dapat memahami
bahasa Indonesia para pembelajar dan pengajar menggunakan sarana bahasa
pengantar sebagai perantara pembelajaran BIPA. Situasi seperti ini sudah
tergambar jelas bagaimana pencampuran bahasa yang terdapat dalam
pembelajaran BIPA dan sesuai untuk diteliti melihat bagaimana realitas fenomena
alih kode dan campur kode itu terjadi secara alamiah. Peneliti memilih lokasi ini
melihat juga karena belum ada penelitian alih kode dan campur kode dalam
pembelajaran BIPA.
Melihat latar belakang di atas, judul penelitian yang peneliti rumuskan
adalah “Analisis Alih Kode dan Campur Kode Dalam Pembelajaran BIPA di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” dan untuk membahas
lebih dalam tentang penelitian tersebut, maka akan dibahas dalam bab selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian, yaitu sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana wujud alih kode yang terdapat dalam pembelajaran BIPA
di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta?
1.2.2 Bagaimana wujud campur kode yang terdapat dalam pembelajaran
BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta?
1.2.3 Apakah faktor-faktor penyebab alih kode yang terdapat dalam
pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta?
1.2.4 Apakah faktor-faktor penyebab campur kode yang terdapat dalam
pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun beberapa tujuan penelitian
yang dipaparkan, yaitu sebagai berikut.
1.3.1 Untuk memaparkan wujud alih kode yang terdapat dalam dalam
pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
1.3.2 Untuk memaparkan wujud campur kode yang terdapat dalam
pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.3.3 Untuk memaparkan faktor- faktor penyebab alih kode yang terdapat
dalam pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta
1.3.4 Untuk memaparkan faktor- faktor penyebab campur kode yang
terdapat dalam pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan memiliki manfaat,baik manfaat teoritis maupun
manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk ilmu bahasa
khususnya di bidang sosiolinguistik.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis dalam ilmu linguistik.
Manfaat dari penelitian dapat memberikan teori-teori atau sumbangsih penemuan
yang berkaitan dengan ilmu sosiolinguistik khususnya alih kode dan campur
kode. Manfaat penelitian ini juga memberikan bukti nyata antara teori dan praktik
dari deskripsi realita fenomena alih kode dan campur kode di dalam pembelajaran
BIPA .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Pengajar
Manfaat praktis pengajar BIPA sebagai berikut.
a. Membuktikan wawasan tentang latar belakang faktor penggunaan
alih kode dan campur kode
b. Dapat melihat perkembangan belajar pembelajar dalam
menggunakan bahasa Indonesia
c. Dapat menjadi evaluasi pembelajaran
1.4.2.2 Bagi Institusi BIPA
a. Memberikan kontribusi sebagai tolak ukur untuk uji kemahiran
pembelajar dalam menggunakan bahasa Indonesia
1.4.2.3 Bagi Peniliti
a. Memberikan bukti nyata antara teori dan fakta tentang alih kode
dan campur kode
b. Menjadikan pijakan peneliti saat menggunakan bahasa yang harus
sesuai dengan konteks
1.5 Definisi Istilah
Penelitian ini memiliki definisi istilah agar terlihat jelas hal-hal apa saja
yang akan dibahas secara garis besar sehingga pembaca memahami betul hal yang
dibahas dalam penelitian ini. Berikut adalah definisi istilah yang akan dijelaskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1.5.1 Bahasa
Thomas dan Wareing (2007: 8) menyatakan bahasa adalah gabungan unit-
unit kecil (fonem) menjadi unit-unit yang lebih besar (kata, frasa, klausa, kalimat,
dan paragraf) dengan tujuan untuk komunikasi. Komunikasi yang mengandung
makna dan maksud untuk dipahami lawan bicara.
1.5.2 Kedwibahasaan
Weinrich (dalam Padmadewi, Merlyna, dan Saputra, 2014: 52)
mengatakan kedwibahasaan adalah fenomena bahasa di mana seseorang atau
sekelompok orang memiliki kemampuan untuk menggunakan dua bahasa dalam
berkomunikasi.
1.5.3 Alih Kode
Fasold pun (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) mengatakan alih kode
adalah perubahan penggunaan bahasa dari bahasa satu ke bahasa lain dengan
batasannya berupa perubahan klausa dan kalimat ke bahasa lain.
1.5.4 Campur Kode
Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) mengatakan campur kode
adalah perubahan penggunaan bahasa dari bahasa satu ke bahasa lain dengan
batasanya berupa perubahan kata atau frasa ke bahasa lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.5.5 Institusi BIPA
Institusi BIPA adalah lembaga yang berkecimpung dalam bidang ilmu
bahasa Indonesia dengan memberikan pembelajaran formal untuk pembelajar
asing dari berbagai Negara dengan tujuan tertentu. Institusi ini memiliki peran
untuk memajukan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.
1.5.6 Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma adalah salah satu institusi
BIPA yang berada di Kota Yogyakarta. Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma memberikan pelayanan pengembangan dan pelatihan bahasa serta
budaya. Pengembangan dan pelatihan bahasa serta budaya yang diberikan
bermacam-macam seperti bahasa Indonesia, bahasa Korea, bahasa Mandarin,
bahasa Inggris, dan bahasa Jawa.
1.6 Sistematika Penyajian
Sistem penyajian penelitian adalah hal-hal garis besar yang disajikan pada
setiap bab. Berikut adalah sistematika penyajian penelitian yang disajikan setiap
bab.
Pada bab satu, peneliti menyajikan latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika
penyajian. Lalu di bab dua, peneliti menyajikan kajian teori-teori terdahulu yang
relevan, hipotesis, kajian teori yang menguraikan pengertian kedwibahasaan, alih
kode dan campur kode. Faktor, wujud dari alih kode dan campur kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Pada bab tiga, peneliti menyajikan jenis penelitian, lokasi penelitian, subjek
penelitian, pelaksanaan penelitian, sumber data, data, metode pengumpulan data,
teknik pengambilan data, metode analisis data, teknik analisis data, triangulasi
data, dan teknik penyajian hasil analisis data. Di bab empat, peneliti menyajikan
hasil penelitian dan pembahasan hasil analisis data terkait faktordan wujud alih
kode serta campur kode dan di bab lima, peneliti menyajikan simpulan dan saran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian linguistik ini tentu sudah melihat penelitian sebelumnya yang
relevan tentang alih kode dan campur kode dalam lingkup yang berbeda-beda.
Namun, penelitian ini berbeda lingkupnya dengan penelitian yang lain. Di bawah
ini peneliti akan menyajikan garis besar penelitian-penelitian yang relevan dengan
penelitian ini sendiri.
Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian milik Sutrisini (2005)
dari Universitas Negeri Semarang dengan judul penelitiannya “Alih Kode dan
Campur Kode Dalam Wacana Interaksi Jual Beli Di Pasar Johar Semarang”. Garis
besar dari penelitian ini adalah peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti alih
kode dan campur kode di Pasar Johar Semarang karena pembeli dan penjual dari
berbagai kalangan serta latar belakang bahasa yang berbeda-beda. Hal-hal telah
dianalisis dalam penelitiannya berupa bentuk alih kode, campur kode, faktor
terjadinya alih kode dan campur kode serta fungsi dari alih kode dan campur kode
yang terjadi di Pasar Johar Semarang. Hasil analisis penelitian ini peneliti
menemukan bentuk alih kode dan campur kode. Bentuk tersebut berupa macam
bahasa, perubahan alih kode internal yaitu dari bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia serta tingkat tutur, dari tingkat tutur kromo ke tingkat ngukur ngoko
begitu pun sebaliknya. Adapun faktor-faktor terjadinya alih kode tersebut yaitu (1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
penjual merasa kesal terhadap pembeli, (2) pembeli merasa kesal kepada penjual,
dan (3) penjual menyesuaikan bahasa yang digunakan pembeli. Selanjutnya,
bentuk campur kode berupa macam bahasa campur kode ekstern dari bahasa
Indonesia disisipkan serpihan leksikal berupa bahasa Arab dan Cina. Wujud
campur kode dalam penelitianya berupa kata, frasa, dan perulangan kata serta
faktor-faktor dari campur kodenya adalah identifikasi peranan dan identifikasi
ragam.
Adapun penelitian relevan yang kedua adalah milik Nugroho (2011) dari
Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul skripsi “Alih Kode dan Campur
Kode Pada Komunikasi Antara Guru-Siswa Di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten”.
Nugroho dalam skripsinya memberikan garis besar hal-hal apa saja yang
disajikan. Melihat judul milik Nugroho penelitian yang dilakukan adalah
penelitian tentang fenomena bahasa khususnya alih kode dan campur kode dalam
lingkungan sekolah. Peneliti menggunakan teknik rekam, catat, dan simak untuk
mengambil data alih kode dan campur kode serta menggunakan teknik analisis
deskritif kualitatif sebagai teknik analisis data. Penelitian yang dilakukan Nugroho
telah menganalisis data-data yang diperoleh yaitu untuk Alih kode telah
ditemukan bahwa terdapat dua bentuk alih kode yang pertama dari bahasa yaitu
terdapat bahasa formal dan informal dalam percakapan guru-siswa. Bentuk alih
kode kedua adalah hubungan antar bahasa. Terdapat hubungan antar bahasa yaitu
bahasa Perancis-bahasa Indonesia, bahasa Indonesia-bahasa Perancis.
Selanjutnya, data campur kode yang telah dianalisis terdapat dua bentuk. Bentuk
pertama adalah unsur sintaksisnya, terdapat campur kode dengan wujud kata dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
frasa. Bentuk kedua adalah kategorisasi kata, meliputi: nomina, adverbia,
adjektiva, numeralia, pronominal, dan preposisi. Tidak hanya itu, terdapat
analisis data tentang faktor-faktor terjadinya alih kode pada komunikasi guru-
siswa. faktor-faktor tersebut meliputi: 1) hubungan penutur dengan mitra tutur, 2)
hadirnya pihak ketiga, 3) perubahan situasi dari informal ke formal begitupun
sebaliknya, dan 4) topik pembicaraan.
Dari penelitian relevan di atas, ditemukan persamaan dan perbedaan antar-
penelitian. Penelitian di atas memiliki persamaan pada fenomena bahasa yang
diteliti yaitu alih kode dan campur kode, teknik pengumpulan data dan teknik
analisis data, hasil analisis data ada beberapa yang sama. Adapun perbedaanya
pula antar penelitian di atas, perbedaan tersebut terdapat pada lokasi penelitian,
hasil analisis data ada yang tidak sama, bahasa yang diperoleh dalam penelitianya
pun berbeda.
Melihat penelitian relevan di atas, peneliti mencoba melakukan penelitian
yang berbeda lokasi. Namun, tetap masih dalam penelitian fenomena bahasa yang
sama yaitu alih kode dan campur kode. Pemilihan lokasi yang berbeda yaitu
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Lokasi ini merupakan tempat di
mana pembelajaran bahasa Indonesia untuk orang asing. Itulah kenapa, peniliti
memilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut memiliki potensi akan adanya
fenomena bahasa alih kode dan campur kode yang berbeda dari lokasi lain nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan pisau analisis untuk dapat membedah data
yang diperoleh. Adapun teori-teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam
penelitian ini. Teori yang akan disajikan sebagai pisau analisis dalam penelitian
ini adalah teori tentang pengertian kedwibahasaan, ragam bahasa, pengertian alih
kode dan campur kode serta wujud, faktor dari alih kode dan campur kode itu
tersendiri. Di bawah ini peneliti menyajikan teori-teori tersebut.
2.2.1 Kedwibahasaan
Sebelum memasuki fenomena alih kode dan campur kode, perlu diketahui
bahwa fenomena tersebut adalah salah satu anak dari induk fenomena
kedwibahasaan. Berbicara tentang kedwibahasaan tidak jauh dari pengertian
tentang seseorang individu atau kelompok masyarakat yang memiliki dua bahasa
dalam berkomunikasi saja. Namun, Nababan (1984: 27) telah menjelaskan lebih
dalam lagi bahwa fenomena kedwibahasaan bukan sekedar fenomena seseorang
individu atau kelompok masyarakat yang hanya memiliki dua bahasa saja, tetapi
dalam fenomena kedwibahasaan seseorang individu atau kelompok masyarakat
memiliki kemampuan dan kebiasaan menggunakan dua bahasa bukan sekedar
mampu menerima informasi dengan dua bahasa melainkan juga mampu
mengkomunikasikanya dengan dua bahasa yang dimilikinya tersebut. Sejalan
dengan Nababan, Haugan mengatakan pula bahwa kedwibahasaan merupakan
kemampuan individu untuk menghasilkan tuturan lengkap dan bermakna mampu
diterima lawan tutur dengan bahasa lain. Tidak jauh dari itu, Weinrich (dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Padmadewi, Merlyna, dan Saputra, 2014: 52) mengatakan juga bahwa
kedwibahasaan adalah keadaan pemakaian dua bahasa secara bergantian dalam
berkomunikasi. Macnamara (dalam Slamet, 1995: 8) menambahkan bahwa
kedwibahasaan dapat dilihat dari berbagai segi keterampilan yaitu keterampilan
membaca, keterampilan menulis, keterampilan berbicara, keterampilan
menyimak. Fishman (dalam Slamet, 1995: 8) pun memberikan pendapatnya
seputar kedwibahasaan yang mana fenomena bahasa ini dalam memiliki dua
bahasa tidak hanya tersimpan di dalam pikiran saja (langue) tetapi harus mampu
mempratikan penggunaan dua bahasa atau lebih tersebut (parole).
Jadi, peneliti dapat memberikan simpulan tentang kedwibahasaan, bahwa
kedwibahasaan merupakan salah satu fenomena bahasa yang di mana individual
atau kelompok masyarakat memiliki kemampuan dan kebiasaan produktif serta
bahasa tidak hanya terdapat di pikiran saja tetapi mampu mempraktikkan dalam
menggunakan dua bahasa bahkan lebih saat berkomunikasi. Dalam penelitian ini,
peneliti melibatkan teori ini sebagai teori pedoman untuk mengambil data dengan
melihat percakapan seseorang individual yang memiliki kemampuan
berkomunikasi dengan dua bahasa bahkan lebih dan sebagai pisau analisis untuk
menganalisis data yang diperoleh.
2.2.2 Alih Kode
Peneliti melihat judul penelitian ini menyinggung tentang alih kode dan
beberapa teori lainya. Para ahli bahasa sudah banyak memberikan pendapatnya
tentang pengertian alih kode tersebut. Di sini, peneliti akan menyajikan pengertian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
alih kode dari beberapa para ahli bahasa. Jendra (dalam Padmadewi, Merlyna, dan
Saputra, 2014: 64) mengatakan bahwa alih kode sebagai peralihan atau pergantian
dari satu varian bahasa satu ke bahasa lain. Sedikit berbeda dengan pendapat
Jendra, Dell Hymes (dalam Suandi, 2014: 133) mengungkapkan bahwa pengertian
alih kode merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk menyatakan
pergantian (peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih beberapa variasi dari satu
bahasa atau bahkan beberapa ragam dari satu gaya. Hampir sama dengan pendapat
Dell Hymes, Nababan (dalam Suandi, 2014: 133) mengatakan bahwa alih kode
merupakan penggantian peralihan pemakaian bahasa atau ragam fungsiolek ke
dalam ragam yang lain. Selaras dengan pendapat Nababan, Suwito (dalam Wijana
dan Rohmandi, 2006: 171) mengatakan pula alih kode adalah peristiwa peralihan
dari kode satu ke kode lain. Apabila sorang penutur mula-mula menggunakan
bahasa kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B.Adapun batasan dari
alih kode itu sendiri, Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) menawarkan
kriteria gramatika untuk membedakan campur kode dari alih kode. Apabila satu
klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya
disusun menurut gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih
kode.
Jadi sesuai dengan uraian di atas, dapat disimpulkan tentang pengertian
alih kode. Alih kode adalah fenomena bahasa yang terjadi dengan adanya
perubahan bahasa satu ke bahasa lain dalam percapakan penutur bahasa. Tidak
hanya perubahan bahasa satu ke bahasa lain tetapi juga perubahan ragam bahasa
satu ke ragam bahasa lain. Alih kode terjadi di dalam masyarakat yang memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dua bahasa bahkan lebih dan adapun batasan alih kode yang ditegaskan oleh
Fasold yaitu perubahan bahasa yang hanya dalam wujud klausa sebagai ciri dari
identitas alih kode itu sendiri. Hubungannya teori ini dengan penelitian adalah
sebagai teori pedoman yang lebih spesifik untuk dijadikan sebagai pisau analisis
data karena peneliti akan mengambil data dan menganalisis tentang alih kode
dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma.
2.2.3 Ragam Bahasa
Setiap bahasa memiliki variasi yang digunakan dalam keadaan atau tujuan
yang berbeda-beda. Setiap variasi bahasa memiliki perbedaan-perbedaan tertentu,
seperti bunyi, struktur, dan unsure lainya (Nababan, 1984: 22). Adapun beberapa
ragam bahasa yang secara garis besar lebih sering digunakan dalam percakapan
sehari-hari pada umumnya. Berikut adalah ragam bahasa Indonesia.
2.2.3.1 Ragam Baku
Ragam baku adalah salah satu varian bahasa. Namun, ragam baku inilah
yang kedudukannya paling atas dari ragam bahasa manapun. Raga m ini dianggap
paling baik dari ragam bahasa lain. Baiknya ragam ini adalah kaidah bahasanya
yang konsisten dan pasti. Konsisten strukturnya yang sesuai dengan tata bahasa
dan pasti yang tidak dapat berubah-ubah. Ragam baku biasanya digunakan pada
acara-acara formal seperti pendidikan, dinas, upacara, dsb (Sumarsono dan
Pratana, 2002: 141).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Ragam baku ini akan digunakan tentunya ketika pembelajaran BIPA di
Lembaga Bahasa berlangsung. Ketika orang asing mempelajari bahasa Indonesia
tentu saja pengajar BIPA memberikan pembelajaran bahasa Indonesia yang
bersifat formal. Pemberian bahasa Indonesia yang bersifat formal tentu saja
bersifat netral artinya dapat digunakan dalam keadaan apapun sehingga dapat
membantu pembelajar asing menggunakan bahasa Indonesia dalam keadaan
apapun karena ragam baku memilki kedudukan di atas dari ragam bahasa lainya.
2.2.3.2 Ragam Tidak Baku
Ragam tidak baku tentu berbeda jauh dengan ragam baku. Ragam baku
yang bersifat konsisten dan pasti berbeda jauh dengan ragam tidak baku yang
bersifat longgar dan membuat kaidah sendiri. ragam tidak baku ini sangat lepas
dari tata bahasa yang ada. Ragam tidak baku kedudukannya di bawah ragam baku
dan digunakan dalam keadaan tidak formal seperti saat kumpul bersama teman,
keluarga, dan kegiatan lainnya yang jauh dari formal (Sumarsono dan Pratana,
2002: 141).
Peneliti tentu saja tidak menganalisis alih kode dan campur kode dari
perubahan bahasa satu ke bahasa lain melainkan juga perubahan ragam satu ke
ragam lain. Teori ragam tidak baku tentu disajikan dalam skripsi ini untuk
dijadikan acuan teori dalam menganalisis data penelitian alih kode dan campur
kode. Kemungkinan ragam tidak baku dapat saja digunakan ketika pembelajaran
BIPA di Lembaga Bahasa karena kedekatan pengajar dan pembelajar BIPA dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
perubahan topik di luar materi pembelajaran maupun di dalam materi
pembelajaran.
2.2.4 Wujud dan Faktor Alih Kode
Pada bagian sebelumnya, peneliti sudah menyinggung tentang pengertian
alih kode dari beberapa ahli bahasa. Namun, tidak cukup itu saja untuk
memperdalam bagaimana karakteristik tentang fenomena alih kode. Selanjutnya,
peneliti menyajikan wujud dan faktor atau hal yang melatarbelakangi alih kode itu
terjadi.
2.2.4.1 Klausa
Miftahul dan Ridwan (2014: 88) memaparkan bahwa klausa adalah satuan
sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi
atau tersusun atas predikator dan argument, belum disertai oleh intonasi akhir
pada ragam lisan atau tanda baca pada ragam tulisan. Sejalan dengan pendapat
Miftahul dan Ridwan, Keraf (dalam Suhardi 2013: 47) mendefinisakan klausa
sebagai suatu konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang
mengandung hubungan fungsional, yang dalam tata bahasa lama di kenal dengan
subjek, predikat, objek, dan keterangan. sebuah klausa sekurang-kurangnya harus
mengandung subjek dan predikat. Ramlan (dalam Sukini 2010: 41-42)
memberikan pengertian yang sama tentang klausa. Ramlan berpendapat bahwa
klausa adalah S P (O) (pel) (Ket). Tanda kurung tersebut menandakan bahwa
fungsi-fungsi yang terletak dalam tanda kurung bersifat manasuka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Dari ketiga para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa klausa adalah
satuan gramatikal yang memiliki subjek dan predikat dan menjadi cikal bakal
kalimat. Klausa berada di atas frasa dan berada di bawah kalimat. Klausa juga
berbeda dengan kalimat yang belum memiliki intonasi final sedangkan kalimat
tentu memiliki intonasi final.
2.2.4.2 Kalimat
Chaer (2008: 44) mengatakan bahwa kalimat merupakan satuan sintaksis
yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi
dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Berbeda
sedikit dengan pendapat Chaer, Kridalaksana (dalam Sukini 2010: 54)
mengemukakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri
sendiri, mempunyai pola intonasi final, baik secara aktual, maupun potensial
terdiri atas klausa. Ahmad (dalam Miftahul dan Ridwan 2014: 147) memberikan
pendapat tentang kalimat, bahwa terdapat dua hal penting berkenaan dengan
konsep kalimat, yaitu konstituen dasar dan intonasi final. Konstituen dasar kalimat
biasanya berupa klausa dan sebuah klausa diberi tanda baca atau intonasi final
maka terbentuklah kalimat.
Dari pendapat para ahli bahasa di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa kalimat merupakan satuan gramatikal yang berada di atas klausa dan di
bawah wacana. Dasar pondasi dari kallimat itu sendiri adalah klausa. Kalimat
memiliki intonasi final sebagai penanda kalimat itu sendiri. Dari pemaparan
pengertian tentang klausa dan kalimat di atas, bahwa klausa dan kalimat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
merupakan batasan dari penanda alih kode itu sendiri. Dengan pengertian klausa
dan kalimat di atas, peneliti dapat menganalisis data yang berupa alih kode itu
sendiri yang mana batasan alih kode sebenarnya yaitu perubahan bahasa yang
berwujud klausa dan kalimat.
Sesuai dengan teori yang telah dibahas di depan, Fasold menawarkan
kriteria gramatika untuk membedakan campur kode dari alih kode. Pembeda dasar
alih kode daripada campur kode itu sendiri adalah apabila terdapat perubahan
klausa dari bahasa satu ke bahasa lain. Berikut adalah contoh alih kode sesuai
yang ditawarkan oleh Fasold.
(1) Pengajar BIPA : “Selamat siang teman-teman, apakah sudah
makan?
(2) Pembelajar asing : “Sudah hehe”
(3) Pengajar BIPA : “Saya sudah makan juga, Apa yang Anda
makan hari ini?”
(4) Pembelajar asing : “Hah?!”
(5) Pengajar BIPA : “Apa yang Anda makan hari ini? contoh, I
have eaten fried chiken today.
(6) Pembelajar asing : “Oh ya, Saya makan Gudeg”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Di atas adalah percakapan antara pengajar BIPA dan pembelajar asing saat
pembelajaran belum dimulai. Percakapan tersebut, pengajar BIPA menanyakan
kegiatan makan mereka.
Pada percakapan tersebut tepatnya pada ujaran (5), pengajar mengubah
bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Pada ujaran tersebut, terdapat percakapan
mengandung fenomena alih kode karena pengajar menyisipkan klausa “I have
eaten fried chiken today.” Pengajar mengubah bahasa Indonesia ke bahasa
Inggris karena memiliki alasan tertentu.
Alih kode tidak dapat terjadi begitu saja, perubahan bahasa satu ke bahasa
lain yang digunakan dalam percakapan penutur tentu ada yang melatarbelakangi.
Adapun latar belakang atau faktor alih kode itu dapat terjadi dalam masyarakat
bilingual dan multilingual. Chaer dan Agustina (2004:108) memberikan pendapat
apa saja faktor-faktor alih kode. Berikut adalah faktor-faktor tersebut: (1)
pembicara atau penutur , (2) pendengar atau lawan tutur (3) perubahan situasi
dengan hadirnya orang ketiga , (4) perubahan dari formal ke informal atau
sebaliknya, (5) perubahan topik pembicaraan.
2.2.5 Campur Kode
Berbicara seputar alih kode tentu tidak jauh juga berbicara tentang campur
kode. Kedua fenomena bahasa ini merupakan fenomena kedwibahasaan,
sebagaimana fenomena ini dapat terjadi di dalam masyarakat bilingual maupun
multilingual. Adapun persamaaan dari alih kode dan campur kode seperti yang
dikemukakan oleh Chaer dan Agustina, (2004: 114) bahwa digunakannya dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur.
Selaras dengan pendapat Suwito(dalam Wijana dan Rohmadi, 2006: 171) bahwa
campur kode adalah perubahan bahasa satu ke bahasa yang lain, baik dua bahasa
bahkan lebih. Perubahan bahasa yang terjadi di dalam campur kode dengan
menyisipkan serpihan-serpihan leksikal yang sudah tidak memiliki fungsi sendiri.
Berbeda sedikit dengan Suwito, Nababan (1984: 32) mengatakan bahwa campur
kode merupakan fenomena bahasa yang mencampur satu bahasa bahkan lebih ke
dalam bahasa pokok pembicaraan. Dalam mencampur bahasa lain tersebut tidak
dipengaruhi oleh situasi lain. Campur kode lebih sering terjadi pada situasi
informal atau santai. Terkadang campur kode dapat terjadi di situasi formal tetapi
itu jarang terjadi. Kalau memang ada, hal itu disebabkan penutur bahasa tidak
memiliki ungkapan lain untuk disampaikan. Meskipun campur kode memiliki
persamaan dengan alih kode, tidak dipungkiri campur kode tidak memiliki
perbedaan dengan alih kode. Campur kode sendiri memiliki batasan tertentu
seperti dikemukakan oleh Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) bahwa
seseorang yang mencampuri bahasa satu ke bahasa yang lain dalam bentuk kata
atau frasa itu merupakan fenomena campur kode.
Jadi, inti dari pengertian campur kode di atas adalah perubahan bahasa
satu ke bahasa lain, baik menggunakan dua bahasa atau lebih dalam perubahan
bahasa tersebut. Adapun batasan yang mencirikan pada campur kode itu sendiri
yaitu perubahan bahasa yang hanya dalam bentuk kata, dan frasa saja, di luar itu
sudah bukan merupakan campur kode lagi melainkan alih kode. Hubungannya
teori ini dengan penelitian adalah sebagai teori pedoman yang lebih spesifik untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dijadikan sebagai pisau analisis data karena peneliti akan mengambil data dan
menganalisis tentang campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma.
2.2.6 Wujud dan Faktor Campur Kode
Beralih ke lainnya, peneliti membahas wujud-wujud campur kode untuk
mempertajam pisau analisis data. Seperti apa yang dikatakan Fasold di atas bahwa
batasan dari campur kode itu sendiri adalah kata dan frasa di luar gramatika
tersebut sudah bukan campur kode itu sendiri melainkan alih kode. Pernyataan itu
didukung dengan oleh teori dari Thelander (dalam Suandi, 2014: 139) yang
mengatakan bahwa batasan mengenai ruang lingkup campur kode pada tataran di
bawah klausa kalau di tingkat klausa atau di atasnya disebut alih kode.
2.2.6.1 Kata
Chaer (2008: 37-38) mengatakan bahwa kata secara gramatikal
mempunyai dua status. Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, dan
sebagai satuan terkecil dalam tataran sintaksis. Dalam tataran morfologi kata
sebagai satuan terbesar kata dibentuk dari bentuk dasar melalui morfologi afiksasi,
reduplikasi, atau komposisi. Sedangkan, sebagai satuan terkecil dalam sintaksis
kata, khususnya yang termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan adjektiva) dapat
mengisi fungsi-fungsi sintaksis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.2.6.2 Frasa
Chaer (2008: 44) mengatakan bahwa frasa dibentuk dari dua buah kata
atau lebih, dan mengisi salah satu fungsi sintaksis. Sedikit berbeda dengan Chaer,
Ramlan (dalam Suhardi 2013: 19) menambahkan bahwa frasa adalah satuan
gramatik yang terdiri dua kata atau lebih dan tidak melampui batas fungsi unsure
klausa. Maksud tidak melampui batas adalah tidak melampui batas fungsinya di
dalam kalimat. Menambahkan sedikit teori dari Rusyana dan Syamsuri (dalam
Arifin dan Junaiyah 2008: 18) yang mendefinisikan bahwa frasa adalah satuan
gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau satu
konstruksi ketatabahasaaan yang terdiri dari dua kata atau lebih.
Dari pendapat para ahli bahasa di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa frasa merupakan satuan gramatikal yang berada di bawah klausa. terdiri
dari dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Dari pemaparan pengertian
tentang kata dan frasa di atas, bahwa kata dan frasa merupakan batasan dari
penanda campur kode itu sendiri. Dengan pengertian kata dan frasa di atas,
peneliti dapat menganalisis data yang berupa campur kode itu sendiri yang mana
batasan campur kode sebenarnya yaitu perubahan bahasa yang berwujud kata dan
frasa.
Untuk memperjelas bagaimana batasan dari campur kode, peneliti
memberikan contoh peristiwa campur kode yang berwujud kata dan frasa, sebagai
berikut.Contoh bentuk campur kode dari bentuk bahasa, perubahan ke dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
maupun perubahan keluar. Contoh perubahan alih kode ke luar dan wujud kata
berikut ini.
Andy : “Bud, bagaimana menurutmu pemenang Pilkada DKI
sekarang dimenangkan oleh Paslon Anies-Sandi?”
Budi : “Engga percaya An, aku pikir paslon Basuki dan Djarot
yang menang, tapi kenyataanya no.”
Percakapan di atas adalah contoh fenomena campur kode keluar karena
terdapat pergantian bahasa asing yaitu bahasa Inggris. Wujud dari campur kode di
atas merupakan wujud berupa kata dengan kata “no”(tidak). Latar belakang
penutur mencampurkan bahasa lain dikarenakan penutur ingin membuktikan
bahwa dia dapat menggunakan bahasa Inggris kepada teman sebayanya dan serta
mempertegas pernyataan dengan bahasa Inggris karena gubernur Basuki dab
Djarot tidak menang.
Pengajar BIPA : “Baik teman-teman hari ini kita akan
mengerjakan latihan satu dan mendengarkan
percakapan, listening conversation”
Pembelajar asing : “Okee”
Percakapan di atas merupakan campur kode wujud frasa yaitu listening
conversation. Latar belakang faktor terjadinya campur kode di atas adalah
pengajar BIPA ingin memberikan penjelasan tentang arti frasa “Mendengarkan
percakapan” tetapi menggunakan bahasa Inggris untuk mempercepat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
mempermudah pembelajar untuk memahami arti frasa “Mendengarkan
percakapan” dalam bahasa Inggris. Pengajar menggunakan bahasa Inggris karena
mengerti bahwa lawan tuturnya dapat berbahasa Inggris.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan campur kode itu terjadi, Redling
dan Park (dalam Padmadewi, Merlyna, dan Saputra, 2014:66)mengatakan bahwa
terdapat faktor – faktor campur kode. Faktor – faktor campur kode itu disebabkan
oleh (a) seorang individual baru memahami satu bahasa dengan baik dan belum
sepenuhnya menguasai bahasa lain, sehingga akan mencampur dengan bahasa
yang paling dikuasai ketika ingin mengucapkan bahasa yang belum sepenuhnya
dikuasai, (b) campur kode dilakukan jika bahasa yang ingin diucapkan tidak ada,
sehingga mencari bahasa lain, (c) campur kode dilakukan ketika bahasa yang
ingin disampaikan terlalu sulit sehingga mencari bahasa lain yang lebih mudah,
(d) bila anak diberikan input dalam bahasa campur maka dia cenderung akan
menjawab dengan bahasa campur.
Adapula faktor lain yang dikemukakan oleh Suandi (2014: 143-146) yaitu:
(a) keterbatasan penggunaan kode, (b) penggunaan istilah yang lebih populer,(c)
pembicara dan pribadi sementara, (d) mitra bicara, (e) tempat tinggal dan waktu
pembicaraan berlangsung, (f) modus pembicaraan, (g) topik, (h) fungsi dan
tujuan¸ (i) ragam dan tingkat tutur bahasa, (j) hadirnya penutur ketiga, (k) pokok
pembicara, (l) untuk membangkitkan rasa humor, dan (m) untuk sekedar
bergengsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Tabel 2.1 Indikator Alih Kode dan Campur Kode
Berikut adalah indikator alih kode dan campur kode yang dijadikan acuan
penelitian ini.
No Indikator Sub Indikator Deskriptor
1. Alih kode Alih kode Perubahan bahasa satu ke bahasa
lain, ragam satu ke ragam lain yang
memiliki batasan yaitu klausa dan
di atas klausa yang menjadi
identitas khas dari alih kode.
Alih kode
berwujud klausa
Alih kode pada tataran sintaksis
yang minimal memiliki subjek dan
predikat dan berpotensi menjadi
kalimat.
2. Ragam
Bahasa
Ragam baku Ragam bahasa yang kedudukannya
paling atas, bersifat konsisten dan
pasti seuai dengan tata bahasa.
Ragam tidak
baku
Ragam bahasa kedudukanya di
bawah ragam baku, bersifat longgar
dan seenaknya sendiri terlepas dari
tata bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3. Faktor
terjadinya
alih kode
Penutur Faktor penyebab terjadinya alih
kode adalah penutur. Penutur
seringkali melakukan alih kode
untuk mendapatkan keuntungan
dan manfaat dari tindakannya itu.
Lawan Tutur Faktor lain penyebab terjadinya alih
kode adalah lawan tutur. Penutur
harus memahami lawan tutur,
apakah lawan tutur mampu atau
tidak memahami bahasa yang akan
digunakan oleh penutur. Penutur
pun harus memahami situasi dari
lawan tuturnya tersebut.
Kehadiran orang
ketiga
Kehadiran orang ketiga atau orang
lain yang tidak berlatar belakang
bahasa yang sama dengan bahasa
yang sedang digunakan oleh
penutur dan lawan tutur dapat
menyebabkan terjadinya alih kode.
Perubahan
situasi
Perubahan situasi dari formal ke
situasi informal, maupun
sebaliknya.
Perubahan topik Perubahan topik dari satu topik ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
pembicaraan topik lainnya dapat menyebabkan
terjadinya alih kode.
4. Campur
kode
Campur kode Perubahan bahasa satu ke bahasa
lain yang memiliki batasan yaitu
kata dan frasa yang menjadi
identitas khas dari campur kode.
Campur kode
berwujud kata
Campur kode dengan menyisipkan
unsur-unsur bahasa lain berupa
penyisipan kata.
Campur kode
berwujud frasa
Campur kode dengan menyisipkan
unsur-unsur bahasa lain berupa
penyisipan frasa.
Faktor
terjadinya
alih kode
Keterbatasan
penggunaan
kode
Campur kode dilakukan jika bahasa
yang ingin diucapkan tidak ada,
sehingga mencari bahasa lain.
Penutur Faktor penyebab terjadinya alih
kode adalah penutur. Penutur
seringkali melakukan alih kode
untuk mendapatkan keuntungan
dan manfaat dari tindakannya itu.
Lawan Tutur Faktor lain penyebab terjadinya alih
kode adalah lawan tutur. Penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
harus memahami lawan tutur,
apakah lawan tutur mampu atau
tidak memahami bahasa yang akan
digunakan oleh penutur. Penutur
pun harus memahami situasi dari
lawan tuturnya tersebut.
Perubahan
situasi
Campur kode terjadi karena
perubahan situasi tertentu yang
memungkinkan seseorang untuk
melakukan campur kode
Perubahan topik
pembicaraan
Perubahan topik dari satu topik ke
topik lainnya dapat menyebabkan
terjadinya campur kode kode.
Fungsi dan
tujuan
Campur kode dilakukan memiliki
fungsi bagi penuturnya dan untuk
mendapatkan tujuan tertentu
2.2.7 Lembaga BIPA
Institusi BIPA adalah lembaga yang berkecimpung dalam bidang ilmu
bahasa Indonesia dengan memberikan pembelajaran formal untuk pembelajar
asing dari berbagai Negara dengan tujuan tertentu. Institusi ini memiliki peran
untuk memajukan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Institusi BIPA
memiliki peran penting bagi pembelajar asing untuk mempelajari bahasa dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
budaya Indonesia. Institusi ini dapat dikatakan bisa memberikan ilmu bahasa
Indonesia sebanyak 70% dan budaya Indonesia sebanyak 30%.
Terkait dengan institusi BIPA, Penelitian ini dilaksanakan dalam dunia ke-
BIPA-an karena penelitian tentang alih kode dan campur kode cukup menarik
dalam lingkup pembelajaran BIPA. Penelitian ini juga memerlukan data tentang
fenomena kedwibahasaan yang tentunya terdapat dalam institusi BIPA itu sendiri.
Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi untuk bidang ke-BIPA-an yang
sekiranya membantu dalam pembelajaran BIPA dan berbagai kalangan lain.
2.2.8 Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta adalah institusi
bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA). Awalnya Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma bernama Pusat Pengembangan dan Pelatihan Bahasa
Indonesia, pelatihan yang hanya diberikan kepada Universitas Edith Cowan,
Perth, Australiaadalah pelatihan intensif budaya dan bahasa Indonesia. Seiring
berjalanya waktu, Pusat Pengembangan dan Pelatihan Bahasa Indonesia
berkembang untuk tidak hanya menawarkan pelatihan bahasa Indonesia kepada
dosen dan mahasiswa dari Australia saja, tapi juga untuk para ekspatriat yang
ingin bekerja di Indonesia maupun mahasiswa asing dan mahasiswa Indonesia
yang ingin mendalami bahasa dan budaya di universitas. Pusat Pengembangan
dan Pelatihan Bahasa Indonesia yang telah berganti nama menjadi Lembaga
Bahasa Universitas Sanata Dharma tidak hanya memberikan pengembangan dan
pelatihan bahasa Indonesia saja, melainkan memberikan pelayanan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
pelatihan bahasa lain juga seperti bahasa Inggris, bahasa Korea, bahasa Mandarin,
dan bahasa Jawa.
Umumnya setiap Lembaga BIPA di Indonesia menggunakan level pada
pembelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan berbahasa pembelajar
tersebut. Namun, pada Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma biasa
menggunakan enam level untuk menempatkan pembelajar Asing sesuai dengan
kemampuan berbahasanya. Level tersebut yaitu A1 (pemula 1) , A2 (pemula 2),
B1 (madya 1), B2 (madya 2), C1 (lanjut 1), dan C2 (lanjut 2). Cara melevelkan
untuk dapat menempatkan pembelajar masuk ke level yang sesuai, pihak Lembaga
Bahasa memiliki kriterianya sendiri. Pada level A1 dan A2 pihak Lembaga
Bahasa mengkriteriakan bahwa pembelajar memiliki kemampuan bahasa
Indonesia dan kebiasaan berkomunikasi tentang kata-kata sehari-hari yang masih
menggunakan kata dasar, kosa kata yang masih terbatas dengan topik ringan, dan
belum mengetahui afiksasi. Lalu, level B1 dan B2 pihak Lembaga Bahasa
mengkriteriakan bahwa pembelajar memiliki kemampuan bahasa Indonesia dan
kebiasaan berkomunikasi tentang kosa kata yang cukup luas tidak hanya tentang
kegiatan sehari-hari saja melainkan sudah menuju topik agak kompleks, sudah
mengetahui afiksasi yang cukup mudah. Kemudian, level C1 dan C2 pihak
Lembaga Bahasa mengkriteriakan bahwa pembelajar memiliki kemampuan
bahasa Indonesia dan kebiasaan berkomunikasi tentang kosa kata yang luas,
mengetahui topik kompleks, serta sudah mengetahui afiksasi yang kompleks.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma merupakan tempat penelitian ini
dilaksanakan. Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi penting untuk
Lembaga Bahasa tersebut dan Lembaga Bahasa juga akan menjadi tempat untuk
memperoleh data penelitian tentang alih kode dan campur kode.
2.3 Kerangka Pikir
Jalan penelitian ini secara garis besar terdapat dalam kerangka berpikir
yang menjelaskan kondisi lingkungan penelitian, dan data-data apa saja yang
dianalisis pada percakapan antar pembelajar asing dan guru saat pembelajaran
bahasa Indonesia di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Kondisi awal
adalah pembelajaran bahasa Indonesia di Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma. Pada saat pembelajaran, terjadilah percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing. Di dalam percakapan tersebut, terdapat fenomena alih kode dan
campur kode yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor serta beberapa wujud
yang akan dianalisis oleh peneliti. Adapun wujud dari alih kode itu sendiri yaitu
wujud klausa dan kalimat. Lalu, wujud dari campur kode yaitu terdiri dari wujud
kata dan frasa,. Jika dalam satu percakapan terdapat fenomena alih kode dan
campur kode, peneliti hanya akan menganalisis fenomena alih kode dengan
batasan gramatika klausa dan kalimat. Berikut adalah kerangka berpikir dalam
bentuk penjelasan gambar tentang kondisi lingkungan penelitian dan data yang
perlu dianalisis:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Pembelajaran bahasa Indonesia
di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Percakapan antara pembelajar asing
dan pengajar bahasa Indonesia
Terjadi alih kode dan campur kode
Wujud alih kode:
- Klausa
- Kalimat
Ragam bahasa:
- Ragam
baku
- Ragam
tidak
baku
Wujud campur kode:
- Kata
- Frasa
Faktor terjadinya alih kode dan campur
kode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti menyajikan tentang metode penelitian ini. Metode
penelitian merupakan satu kesatuan penyajian dengan bab lain dalam penelitian
untuk mengetahui jalan penelitian yang akan berlangsung pada penelitian alih
kode dan campur kode pada pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma. Penyajian pada metode penelitian ini memberikan penjelasan
tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, pelaksanaan
penelitian, data dan sumber data, populasi data, sampel data, alat penelitian,
metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, triangulasi
data metode serta teknik penyajian data. Berikut adalah penyajian dari bagian
metode penelitian ini:
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Bog dan Taylor
(dalam Muhammad 2011:30) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menyajikan data deskriptif dalam bentuk kata-kata tertulis dari
kegiatan orang-orang yang dapat diamati. Melihat pengertian itu, pada penelitian
ini peneliti mengamati percakapan antara pengajar dan pembelajar asing dalam
pembelajaran bahasa Indonesia dan menyajikan data dari analisis percakapan yang
mengandung fenomena bahasa alih kode dan campur kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi pada penelitian ini adalah Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma. Namun, penelitian ini lebih dispesifikasikan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia bagi penutur asing. Alasan memilih lokasi ini karena lokasi ini memiliki
potensi adanya fenomena kedwibahasaan yang terdapat pula fenomena bahasa alih
kode dan campur kode. Potensi tersebut terlihat dari pembelajar asing yang
mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia dan dalam pembelajaran tersebut
peneliti meyakini bahwa ada bahasa perantara dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Untuk lebih spesifik, penelitian ini dilakukan di kelas darmasiswa pada
level A1. Level ini adalah level dasar pada pembelajaran BIPA. Peneliti memilih
pada level ini karena pembelajar pada level ini belum sepenuhnya memahami
bahasa utama yaitu bahasa Indonesia. Oleh karena itu, melihat situasi ini akan ada
bahasa pengantar untuk mencapai bahasa utama.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah pengajar dan pembelajar asing di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Pengajar dan pembelajar asing
menghasilkan tuturan yang mengandung fenomena alih kode dan campur kode.
Tuturan dari pengajar dan pembelajar asing tersebutlah akan dianalisis sesuai
dengan kebutuhan penelitian ini. Subjek penelitian ini yaitu pengajar dan
pembelajar asing di kelas tingkat pemula dengan jumlah 6 pembelajar, 5
pembelajar berasal dari Hungaria dan 1 pembelajar berasal dari India serta 4
pengajar berasal dari Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Mahsun dalam bukunya mengatakan (2005:32) tahapan pelaksanaan
penelitian terdiri dari tiga pokok tahapan yaitu penyediaan data, analisis data, dan
membuat rumusan hasil analisis.
Tabel 3.1 Agenda Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti akan memaparkan tahapan pelaksanaannya,
sebagai berikut:
No Kegiatan Tujuan Bulan ke-
8 9 10 11 12 1
1. Pengumpulan data
1.1 Perekaman data
1.2 Pentrasnskripsian
rekaman
1.3 Penentuan
penyajian data
wujud, dan faktor
alih kode serta
campur kode
2. Triangulasi data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
3. Analisis data
2.5 Membuat rumusan
hasil analisis data
3.5 Data dan Sumber Data
Dalam sebuah penelitian, data adalah hal yang sangat diperlukan sebagai
suatu hal yang harus diteliti. Data juga merupakan suatu objek yang harus
dianalisis di dalam sebuah penelitian. Data merupakan satu kesatuan dalam
penelitian yang diperoleh dari sumber data. Berikut adalah penyajian tentang data
dan dari mana data itu diperoleh pada penelitian ini.
3.5.1 Data
Data adalah hal penting dalam penelitian karena data merupakan objek
penelitian yang akan dianalisis lalu disajikan menjadi laporan penelitian itu
sendiri. Dalam penelitian bahasa, Sudaryanto (dalam Mahsun 2014:18)
memberikan batasan bahwa data merupakan bahan jadi untuk dianalisis, bahan
jadi tersebut diperoleh dari pemilihan macam tuturan yang kiranya benar-benar
dibutuhkan. Data penelitian tidak hanya berupa objek penelitian saja melainkan
konteks pula yang mendukung atau yang terdapat dalam objek penelitian tersebut
karena objek penelitian dan konteks memiliki hubungan yang saling berkaitan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Pada penelitian ini, data yang diperoleh adalah berupa tuturan yang
mengandung fenomena bahasa alih kode dan campur kode serta konteks yang
mengiringinya pada pembelajaran bahasa Indonesia di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma. Tuturan lisan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan
nantinya akan ditranskripsikan untuk dianalisis data. Adapun batasan data-data
yang akan dianalisis. Batasan data-data yang akan dianalisis pada fenomena alih
kode adalah ranah sintaksis klausa dan kalimat sedangkan batasan data-data
campur kode adalah ranah sintaksis kata dan frasa.
3.5.2 Sumber Data
Sumber data adalah asal data itu diperoleh. Data pada penelitian ini berupa
tuturan yang mengandung fenomena bahasa alih kode dan campur kode serta
konteks yang mengiringinya. Jadi, jika data tersebut berupa tuturan maka sumber
data itu bisa dikatakan adalah penutur yang menghasilkan tuturan tersebut.
Penutur yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah pengajar dan
pembelajar asing dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma.
3.6 Populasi dan Sampel Data
3.6.1Populasi Data
Membahas tentang populasi, Sevilla, dkk (dalam Mahsun, 2014: 28)
mengatakan bahwa populasi penelitian adalah kelompok besar yang merupakan
sasaran generalisasi. Populasi dibagi menjadi dua hal yakni masalah satuan
penutur dan masalah satuan wilayah teritorial. Hubungan masalah satuan penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
adalah populasi keseluruhan individu yang menjadi anggota masyarakat tutur
bahasa yang akan diteliti dan menjadi sasaran penarikan generalisasi tentang
seluk-beluk bahasa tersebut. Lalu,masalah satuan wilayah territorial adalah
keseluruhan wilayah yang menjadi tempat permukiman keseluruhan individu
anggota masyarakat tutur bahasa yang menjadi sasaran generalisasi.
Pada penelitian ini, populasi keseluruhan individual yang menjadi anggota
masyarakat tutur bahasa yang akan diteliti adalah seluruh tuturan pengajar dan
pembelajar asing pada pembelajaran bahasa Indonesia dan keseluruhan wilayah
yang menjadi tempat permukiman keseluruhan individu anggota masyarakat tutur
bahasa yang akan diteliti adalah Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma.
Populasi keseluruhan individual yang menjadi anggota masyarakat tutur bahasa
yang akan diteliti adalah pembelajar asing yang berasal dari luar Indonesia yaitu
Jerman, Hungaria, India, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam dengan
jumlah keseluruhan 16 pembelajar asing. Pada populasi penelitian ini, terdapat
pula 3 tingkat kelas darmasiswa yaitu tingkat pemula, madya, dan lanjut.
3.6.2 Sampel Data
Sevilla, dkk (dalam Mahsun, 2014: 29) juga mengatakan bahwa pemilihan
sebagian dari keseluruhan penutur atau wilayah pakai bahasa yang menjadi objek
penelitian sebagai wakil yang memungkinkan untuk membuat generalisasi
terhadap populasi itulah yang disebut sampel penelitian. Adapun sample
penelitian ini adalah pengajar dan pembelajar asing di kelas darmasiswa tingkat
pemula dengan jumlah 6 pembelajar, 5 pembelajar berasal dari Hungaria dan 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
pembelajar dari India serta 4 pengajar dari Indonesia serta sample wilayah dari
penelitian ini adalah kelas darmasiswa tingkat pemula.
3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam bukunya, Sudaryanto (2015: 9) mengatakan bahwa metode adalah
cara yang harus dilakukan atau diterapkan sedangkan teknik adalah cara
melaksanakan atau menerapkan metode. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode simak. Seperti yang dikatakan Sudaryanto, (dalam Muhammad
2011: 207) bahwa metode simak adalah cara peneliti memperoleh data dengan
menyadap penggunaan bahasa oleh seseorang atau sumber data penelitian baik
lisan maupun tulisan. Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan
menggunakan metode ini, melakukan penyadapan terhadap percakapan yang ada
ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam pembelajaran bahasa
Indonesia bagi orang asing.
Lalu, teknik yang digunakan dalam penelitian ini yang sesuai metode
simak di atas adalah teknik simak bebas cakap, rekam, dan catat. Pertama, teknik
simak bebas cakap yang digunakan pada penelitian ini bahwa peneliti menyimak
percakapan yang terjadi di kelas saat pembelajaran bahasa Indonesia tanpa
peneliti ikut berpartisipasi dalam percakapan tersebut. Jadi, seakan-akan data yang
diperoleh tidak benar-benar dibuat oleh peneliti melainkan data yang diperoleh
benar-benar alami apa adanya. Kedua, teknik rekam yang digunakan pada
penelitian ini membantu peneliti untuk merekam percakapan yang terjadi, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
tidak hanya menyimak dengan alat kosong saja tetapi ada alat bantu untuk
merekam percakapan saat pembelajaran.
Fungsi teknik rekam ini sendiri adalah mengumpulkan data secara utuh,
ketika peneliti lupa data yang akan dianalisis peneliti dapat menyimak kembali
dari hasil rekaman yang telah peniliti rekam. Ketiga, teknik catat yang digunakan
sangat membantu untuk menulis percakapan yang peneliti tidak ketahui penulisan
kalimat, frasa, ataupun kata. Teknik catat ini sangat membantu ketika peneliti
mentranskrip percakapan yang akan dianalisis datanya. Tidak hanya itu, teknik
catat ini membantu pula untuk mencatat penggunaan bahasa yang mengandung
fenomenan alih kode dan campur kode dalam bentuk tulisan. Berikut adalah
contoh format transkrip data.
Tabel 3.2 Contoh Transkrip Data
Data Teknik Waktu Tempat Kode Fenomena
Bahasa
1 Simak,
Rekam,
dan Catat.
08.00 WIB Kelas
Darmasiswa
C
Transkrip data:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
3.8 Metode dan Teknik Analisis Data
Sebelum ke tahap menganalisis data, ada beberapa hal yang harus
dilakukan peneliti yaitu mengumpulkan data, mengklasifikasikan data, dan
menganalisis data itu. Seperti dikatakan di atas, tahap mengumpulkan data peneliti
menggunakan metode simak dan menggunakan beberapa teknik yaitu teknik
simak bebas cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Setelah data terkumpul, tahap
selanjutnya adalah tahap mengklasifikasikan data. Tahap ini adalah tahap untuk
memilah-memilih data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti hanya
mengambil data yang sekiranya dibutuhkan dari percakapan yang telah peneliti
peroleh. Percakapan tersebut diambil data yang sekiranya mendukung penelitian
ini yaitu mengambil data mengandung fenomena bahasa alih kode dan campur
kode. Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis data. Pada tahap ini data
dianalisis sesuai dengan teori yang mendukung untuk penganalisisan data tersebut
dan sesuai dengan tujuan penelitian ini sendiri. Beberapa penganalisisan data pada
penelitian ini adalah menganalisis bentuk, macam,dan faktor alih kode dan
campur kode. Dalam menganalisis data penelitian ini, peneliti menggunakan
metode dan teknik analisis data yang sesuai.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua metode analisis data.
Metode analisis pertama adalah metode agih. Muhammad dalam bukunya (2014:
244) mengatakan bahwa metode agih adalah metode yang memilah unsur bahasa
yang terdapat dalam bahasa, bahkan di dalam datanya. Adapun teknik yang
digunakan dalam metode ini yaitu teknik bagi unsur langsung. Sudaryanto (dalam
Muhammad 2014: 244-245) mengatakan bahwa teknik bagi unsur langsung ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
adalah data berupa satuan bahasa dibagi-bagi menjadi beberapa unsur atau
segmen yang dianggap sebagai pembentuk satuan lingual yang dimaksud. Teknik
ini adalah teknik intuisi di mana peneliti menggunakan mental. Kemampuan
mental yang digunakan untuk menganalisis data. Penentu bagian-bagian yang
dipilah itu adalah jeda, baik yang silabik maupun sintaktik.
Dalam penelitian ini, penggunaan metode agih dan teknik bagi unsur
langsung digunakan ketika peneliti memilah lingkup sintaktis mana yang masuk
ke dalam ranah alih kode dan campur kode. Untuk memilih mana yang termasuk
ke dalam ranah alih kode dan campur kode, sudah ada batasannya masing-masing
seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Metode dan teknik ini digunakan hanya
fokus pada analisis bahasanya saja.
Untuk melihat konteks dari luar bahasanya akan menggunakan metode
yang kedua yaitu metode padan ekstralingual, Mahsun mengatakan (2014: 260)
secara kontras dengan metode padan intralingual bahwa metode
padanekstralingual adalah metode yang tidak membahas tentang bahasa
melainkan menghubungkan-bandingkan di luar bahasa yaitu tentang referen,
konteks tuturan: konteks sosial pemakaian bahasa, penutur bahasa yang dipilah
misalnya berdasarkan gender, usia, kelas sosial, dan sebagainya. Teknik dasar
yang digunakan dalam metode ini adalah teknik PUP atau teknik pilah unsur
penentu. Sudaryanto dalam bukunya (2015: 25) mengatakan teknik PUP
merupakan teknik dasar dari metode padan. Adapun alatnya ialah daya pilah
bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Teknik lanjutan yang digunakan
adalah adalah teknik HBS atau teknik hubung banding menyamakan. Teknik ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
membandingkan dan memperjelas persamaan wujud alih kode dan campur kode
dengan faktor yang melatarbelakangi serta tujuan dari fenomena bahasa tersebut.
Sangat jelas bahwa metode ini digunakan untuk menganalisis di luar
bahasa pada penelitian ini. Metode ini digunakan untuk menganalisis bagaimana
faktor alih kode dan campur kode, siapa penuturnya, bagaimana konteksnya yang
terjadi di pembelajaran bahasa Indonesia di Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma.
3.9 Teknik Penyajian Analisis Data
Muhammad dalam bukunya (2014: 288) mengatakan bahwa metode
informal penyaji kaidah adalah metode yang menyajikan hasil analisis data dalam
bentuk kata-kata tentunya sesuai dengan domainya, konstrain, dan hubungan
antar kaidah. Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan hasil analisis data dalam
bentuk kata-kata tanpa menggunakan lambing maupun tanda seperti yang terdapat
dalam metode formal. Adapun alasan mengapa peneliti menggunakan metode
informal yaitu agar dalam penyajian tidak terlalu sulit dan mudah dipahami bagi
pembaca, metode ini cukup sederhana dan jelas digunakan, dan metode ini cukup
sesuai dengan penelitian ini yang mana penelitian ini menjelaskan objek
penelitian dalam bentuk kata-kata. Berikut adalah contoh penyajian analisis data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
(Data 25)
Pengajar : “Rutinitas harian atau kegiatan setiap hari itu seperti
bangun tidur, doa, mandi, makan, membaca buku, nonton tv, tidur”
Pembelajar : “Bu, doa itu adalah pray dalam bahasa Inggris?”
Pengajar : “Iya benar, pray artinya doa.”
Pada data 25, tuturan terjadi pada hari Kamis pukul 08.00 WIB tanggal 30
September 2017 di kelas Darmasiswa Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma. Fenomena campur kode terjadi ketika pembelajar memberikan
pertanyaan kepada pengajar tentang arti kata “doa” dalam bahasa Inggris.
Fenomena campur kode yang terjadi adalah campur kode wujud kata. Fenomena
perubahan bahasa campur kode wujud kata tersebut terjadi pada kata
“pray”.Pembelajar mempertanyakan kejelasan arti kata “doa” yang merupakan
kata kerja pada kegiatan sehari-hari dengan kata “pray” dalam bahasa Inggris.
Pembelajar menggunakan bahasa Inggris karena pembelajar memahami bahasa
Inggris dan mengetahui pengajar memahami bahasa Inggris pula untuk
mempermudah kejelasan arti dari kata “doa”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
3.10 Triangulasi Data
Moleong mengatakan dalam bukunya (1989: 330) triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Adapun macam-macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang harus
digunakan untuk melihat keabsahan data penelitian. Denzin (Moleong, 1989: 330)
membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan keempat macam triangulasi
tersebut yaitu sumber, metode, penyidik, dan teori. Peneliti memanfaatkan sumber
yaitu pengajar dan pembelajar asing sebagai sumber data penelitian yang
sekaligus menjadi pengecek keabsahan data. Peneliti memastikan keabsahan data
ketika terdapat kesalahan dan kekurangan data dari hasil pengambilan data.
Peneliti memanfaatkan metode simak dengan teknik simak, teknik catat, dan
rekam yang peneliti gunakan untuk pemeriksaan keabsahan data. Peneliti pun
memanfaatkan teori yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisis data
peneliitian. Lalu, peneliti memanfaatkan penyidik sebagai pemeriksa keabsahan
data atau triangulator untuk memeriksa keabsahan hasil analisis data. Data
penelitian yang berupa tuturan yang mengandung campur kode dan alih kode
dalam pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universita Sanata Dharma.
Adapun data penelitian ini akan ditriangulasi oleh pakar sosiolinguistik yaitu Dr.
B. Widharyanto, M.Pd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penelitian akan menyajikan hasil dan pembahasan dari data
yang telah peneliti peroleh di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Peneliti membahas wujud, faktor, dan tujuan dari alih kode dan
campur kode yang telah peneliti peroleh. Adapun hal-hal tersebut yang peneliti
bahas sebagai berikut:
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan dari bulan Agustus sampai September
2019, peneliti telah menemukan fenomena alih kode dan campur kode pada saat
pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menemukan data penelitian berupa alih kode dan campur kode eksternal
yaitu perubahan bahasa Indonesia ke bahasa asing (bahasa Inggris dan bahasa
Hungaria) sebagai bahasa perantara. Peneliti sama sekali tidak menemukan data
penelitian alih kode dan campur kode internal karena pembelajar pada tingkat
pemula di Lembaga Bahasa berasal negara dari Hungaria dan India.
Peneliti memperoleh data penelitian berupa alih kode dan campur kode
dengan jumlah total 83 data. Namun, setelah ditriangulasi terdapat 77 data yang
dianggap absah oleh ahli bahasa. Peneliti menemukan 29 data alih kode dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
wujud 6 klausa dan 23 kalimat. Lalu, peneliti menemukan pula 48 data campur
kode dengan wujud 30 kata, 8 frasa, dan 10 kata sekaligus frasa.
Tabel 4.1Hasil Data Penelitian Alih kode dan Campur kode
No Bentuk
Kode
Wujud Jumlah Persent
ase Klausa Kalimat Kata Frasa Kata
&
Frasa
1. Alih
kode
6 23 - - 29 38%
2. Campur
kode
- - 30 8 10 48 62%
TOTAL 77 100%
Dari hasil data penelitian di atas, peneliti tidak hanya menganalisis
wujudnya saja tetapi peneliti akan menganalisis faktor dan tujuan dari alih kode
dan campur kode yang terjadi di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Berikut adalah pembahasan dari hasil data penelitian yang diperoleh.
4.2 Wujud Alih Kode
Berikut adalah wujud-wujud alih kode yang diperoleh dari penelitian di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Wujud-wujud sesuai dengan teori
yang telah ditawarkan oleh Fasold terkait batasan alih kode. Wujud-wujud alih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
kode yang diperoleh dari penelitian ini adalah berupa kalimat dan klausa. Berikut
ini adalah pembahasan dari data yang diperoleh.
4.2.1 Alih Kode Wujud Kalimat
Data AK/3/190917 merupakan percakapan antara pengajar dan pembelajar
asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB,
hari Selasa, tanggal 19 September 2017. Percakapan di bawah merupakan
percakapan ketika pengejar memberikan pertanyaan tentang kesiapan belajar
pembelajar pada saat pembelajaran di kelas. Berikut ini adalah percakapan
berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat tanya pada ujaran 1) “You ready to study?” dalam bahasa
Inggris. Perubahan kode dalam kalimat tanya tersebut artinya dalam bahasa
Indonesia adalah “Apakah kamu sudah siap untuk belajar?”. Sangat jelas,
perubahan kode di atas merupakan wujud kalimat tanya yang terdiri dari subjek
(KB) + predikat (KS) + objek (KK).
Data AK/3/190917
1) Pengajar : “Sudah siap untuk belajar? siap belajar? oh
you ready to study?” 2) Pembelajar : “Ya”
3) Pengajar : “Silakan buka halaman delapan puluh”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Adapun kasus yang sama seperti di atas, data AK/5/190917 merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19 September 2017.
Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pengajar memberikan
contoh materi baru dan menanyakan penggunaan media pembelajaran di kelas.
Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di ata. Pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dalam
wujud kalimat tanya pada ujaran 5) “Has the teacher here give card before?””
dalam bahasa Inggris. Kalimat tanya yang diberikan guru kepada pembelajar
bertujuan untuk memperoleh informasi apakah sudah ada guru yang memberikan
kartu sebagai media pembelajaran sebelumnya. Sangat jelas perubahan kode di
atas merupakan wujud kalimat tanya yang terdiri dari subjek (KB) + predikat
(KK) + objek (KB) + keterangan waktu.
AK/5/190917
1) Pengajar : “Hallo selamat siang, nama saya Farah
saya adalah seorang koki”
2) Pembelajar : “Koki?”
3) Pengajar : “Koki, Anda sudah mendengar koki, koki,
baru ya?, oh baru”
4) Pembelajar : “Baru ya?”
5) Pengajar : “Kata baru, sebentar, aaa (mencari kartu
bergambar koki) has the teacher here give card before?” 6) Pembelajar : “Hmmm sudah”
7) Pengajar : “Sudah” (tidak menemukan gambarnya
dan mulai menggambar koki)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Selanjutnya, data AK/19/260917 merupakan percakapan antara pengajar
dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar memberikan pertanyaan kepada
pembelajar pada saat pembelajaran di kelas. Berikut adalah percakapan
berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat tanya pada ujaran 1) “Who is the last one?” dan 3) “You the
last one right?” dalam bahasa Inggris. Kalimat tanya yang diberikan guru kepada
pembelajar bertujuan untuk memperoleh informasi tentang siapakah giliran yang
terakhir menjawab soal dari pertanyaan pengajar. Perubahan kode di atas sangat
jelas merupakan wujud kalimat tanya untuk memperoleh informasi
AK/19/260917
1) Pengajar : “Lanjut nomor tujuh, silahkan, oh
who is the last one? who is the last one? mba Fanny or
mba Edith?”
2) Pembelajar Edith : “Mba Fanny”
3) Pengajar : “You the last one right? hahaha”
4) Pembelajar Fanny : “Eheeem”
5) Pengajar : “Okee, mba Fanny memilih satu
teman ya, memilih, satu teman”
6) Pembelajar Fanny : “Aftah”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
4.2.2 Alih Kode Wujud Klausa
Data AK/15/250917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa kata baru kepada
pengajar di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud klausa pada ujaran 8) “I ask” dalam bahasa Inggris. Klausa yang
diucapkan guru kepada pembelajar merupakan klausa pernyataan guru yang
sedang menjelaskan pertanyaan pembelajar. Sangat jelas, Perubahan kode di atas
merupakan wujud klausa yang terdiri dari subjek (KB) + predikat (KK) .
AK/15/250917
1) Pembelajar Bianka : (pembelajar Bianka
membaca paragraf empat tentang alat transportasi
tradisional)
2) Pengajar : “Ada kata baru?”
3) Pembelajar Fanny : “Eheeem, unik?”
4) Pengajar : “Unik, uinique”
5) Pembelajar Bianka : “Yang?”
6) Pengajar : “Yang? okee, yang, pernah
mendengar yang?”
7) Pembelajar Edith : “Yang cukup besar”
8) Pengajar : “Ya actually yang is one of
conjuction in bahasa Indonesia, to explain about
something, I mean aaa oke if I ask mana mba Fanny?
which one mba Fanny? for example and then aaa mas
Peter berkata mba Fanny yang tinggi, yang rambut
panjang.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Data selanjutnya, data AK/17/260917 merupakan percakapan antara
pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di
bawah merupakan percakapan ketika pengajar menanyakan salah satu kebiasaan
menggunakan alat transportasi kepada pembelajar di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud klausa pada ujaran 1) “Do you like?” dalam bahasa Inggris. Klausa
yang diucapkan guru kepada pembelajar merupakan klausa pertanyaan guru
tentang suka atau tidaknya pembelajar menggunakan alat transportasi. Klausa
tanya yang diberikan guru kepada pembelajar bertujuan untuk memperoleh
informasi dari pembelajar. Sangat jelas, Perubahan kode di atas merupakan wujud
klausa yang terdiri dari subjek (KB) + predikat (KS) .
AK/17/260917
1) Pengajar : “Kalian suka naik bis kota? Anda
suka naik bis kota di Jogja? Anda suka naik bis di Jogja?
Do you like? bis bus?”
2) Pembelajar Fanny : “Owww”
3) Pengajar : “Hahaha kita bisa berkata bis bisa
berkata bus sama ya sama”
4) Pembelajar Fanny : “Hm tidak”
5) Pengajar : “Tidak suka? mengapa?”
6) Pembelajar Fanny : “Tidak suka”
7) Pengajar : “Tidak suka? Mengapa?”
8) Pembelajar Fanny : “Terlalu banyak orang”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Alih kode wujud klausa selanjutnya, data AK/18/260917 merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017.
Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pembelajar menanyakan salah
satu kebiasaan menggunakan alat transportasi kepada pengajar di kelas. Berikut
ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud klausa pada ujaran 1) “Are you afraid?” dalam bahasa Inggris.
Klausa yang diucapkan guru kepada pembelajar merupakan klausa pertanyaan
guru tentang apakah takut atau tidaknya pembelajar untuk mengenderai motor.
Klausa tanya yang diberikan guru kepada pembelajar bertujuan untuk memperoleh
informasi dari pembelajar. Sangat jelas perubahan kode di atas merupakan wujud
klausa yang terdiri dari subjek (KB) + predikat (KS) .
AK/18/260917
1) Pengajar : “Untuk teman-teman dari
Hungaria, Anda takut naik motor? are you afraidnaik
motor?”
2) Pembelajar Flora : “Hmm tidak”
3) Pengajar : “Tidak, okee. Di Hungaria naik
motor atau tidak?”
4) Pengajar Hungaria : “Tidak, naik mobil”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
4.3 Faktor – faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Alih Kode
Berikut adalah faktor-faktor alih kode yang diperoleh dari penelitian di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Faktor-faktor yang ditemukan
merupakan faktor alih kode yang telah dilakukan oleh pengajar dan pembelajar
asing dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Faktor-faktor alih kode yang
diperoleh dari penelitian ini adalah penutur dan lawan tutur Berikut ini adalah
hasil pembahasan dari data yang diperoleh.
4.3.1 Penutur
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode itu sendiri adalah dari
pihak penutur. Penutur yaitu pengajar dan pembelajar mengubah dari bahasa satu
ke bahasa lain karena ada hal-hal tertentu yang mendorong penutur harus
mengubah bahasa seperti untuk kepentingan penutur itu sendiri dan keterbatasan
bahasa penutur yang belum menguasai bahasa target sepenuhnya. Berikut adalah
analisis faktor-faktor tersebut.
4.3.1.1 Untuk Profesionalitas Karir Pengajar
Data AK/13/250917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar menyarankan pembelajar untuk membaca
di kelas dan pengajar bertanya tentang alat transportasi kepada pembelajar.
Berikut adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Terdapat fenomena bahasa alih kode kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, fenomena alih kode dimulai ketika pengajar mencampur
bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dalam wujud klausa pada ujaran 1) “Kita
akan membaca”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalah faktor penutur. Pengajar dituntut untuk lebih banyak
menggunakan bahasa Indonesia demi profesionalitas karir pengajar sebagai BIPA.
4.3.1.2 Kemudahan Pembelajar Memahami Bahasa Target
Data AK/29/260917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pembelajar Flora menanyakan durasi aktivitas
mandi kepada pembelajar Edith dan pengajar membantu menjelaskan pertanyaan
pembelajar Edith. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data AK/13/250917
1) Pengajar : “How about try to read the text
first. Okee, kita akan membaca, so halaman 117, 117.
Oh, apakah di Hungaria ada transportasi tradisional?”
2) Pembelajar Edith : “aaaa tidak”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pembelajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, fenomena alih kode dimulai ketika pembelajar mencampur
bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dalam wujud kalimat tanya pada ujaran 2) “Its
mean a how long or how many times? ”
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalah penutur itu sendiri (Pembelajar Edith) untuk kepentingan penutur.
Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena
penutur ingin mengetahui dan memastikan apakah arti kalimat “Berapa lama?”
sama dengan “How long or how many times? ” dalam bahasa Inggris. Penutur
mengubah bahasa Indonesia ke bahasa Inggris agar cepat memahami bahasa
target.
Data AK/29/260917
1) Pembelajar Flora : “Berapa lama kamu mandi?”
2) Pembelajar Edith : “Berapa lama kamu mandi? aha aaa
hmm its mean a how long or how many times? ”
3) Pengajar : “Berapa lama it is how long ya
durasi ya, berapa lama durasi ya”
4) Pembelajar Edith : “Aha, saya mandi kira-kira waktu
sepuluh menit”
5) Pengajar : “Mandi kira-kira, 10menit? kira-kira
selama sepuluh menit, menit?”
6) Pembelajar Edith : “Aha okeee”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
4.3.1.3 Keterbatasan Kode Pembelajar
Data AK/2/180917 merupakan percakapan antara pengajar dan pembelajar
asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB,
hari Senin, tanggal 18 September 2017. Percakapan di bawah merupakan
percakapan ketika pengajar memberikan petunjuk soal dan pembelajar
memberikan pertanyaan kepada pengajar ketika di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pembelajar
B mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pembelajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat pada ujaran 4) “What is the mean?”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalah keterbatasan kode penutur yaitu pembelajar. Pembelajar ingin
mengatakan sesuatu yang dimaksud yaitu kalimat tanya “Apa artinya?” tetapi
tidak mengetahui kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia sehingga pembelajar
lebih memilih menggunakan kalimat “What is the mean?” dalam bahasa Inggris.
Data AK/2/180917
1) Pengajar : “Coba teman-teman menulis karena
ada kalimat, teman-teman pasti tau konteks”
2) Pembelajar A : “But the…….”
3) Pengajar : “Coba ya, bisa, mudah, ini mudah”
4) Pembelajar B : “ Coba, what is the mean? ”
5) Pengajar : “Try”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Selanjutnya, data yang memiliki faktor yang sama dengan data di atas
adalah data AK/16/260917. Data tersebut merupakan percakapan antara pengajar
dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar menanyakan materi pembelajaran terakhir
kepada pembelajar di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks
tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pembelajar
Edith mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pembelajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa
Inggris dalam wujud klausa pada ujaran 5) “I think”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalah keterbatasan kode pembelajar. Pembelajar ingin mengatakan
sesuatu yang dimaksud yaitu klausa “Aku pikir” tetapi tidak mengetahui klausa
tersebut dalam bahasa Indonesia sehingga pembelajar lebih memilih
menggunakan klausa “I think” dalam bahasa Inggris.
Data AK/16/260917
1) Pengajar : “Tadi pagi, this morning
belajar dengan siapa?”
2) Pembelajar Edith : “aaa Rosendi”
3) Pengajar : “Dengan Rosendi ya? belajar
apa?”
4) Pembelajar Fanny dan Aftah: “Alat transportasi”
5) Pembelajr Edith : “Kalimat tanya, aaaa
question? I think”
6) Pengajar : “Pertanyaan okeee”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
4.3.2 Lawan Tutur
Faktor lain selanjutnya adalah faktor yang disebabkan oleh lawan tutur.
Secara umum, penutur mengubah bahasa satu ke bahasa lain karena melihat lawan
tuturnya memiliki latar belakang bahasa yang berbeda dan untuk mempercepat
serta mempermudah lawan tuturnya memahami bahasa target yaitu bahasa
Indonesia. Namun, faktor secara khususnya sangat beragam. Berikut adalah
faktor-faktor khusus yang dilatarbelakangi oleh lawan tutur, mengapa peristiwa
alih kode itu dapat terjadi.
4.3.2.1 Kemudahan Lawan Tutur Menjawab Pertanyaan Penutur
Fenomena lain alih kode terjadi karena lawan tutur sebagai faktor yang
melatarbelakangi alih kode. Itu terjadi pada data AK/6/190917 yang merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19 September 2017.
Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pengajar memberikan
pertanyaan tentang aktivitas sehari-hari pembelajar pada saat pembelajaran di
kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, fenomena alih kode dimulai ketika pengajar mencampur
bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dalam wujud kalimat tanya pada ujaran “7)
How many times?”dalam bahasa Inggris.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalahagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar.
Pengajar menanyakan seberapa sering pembelajar bersepeda, itu terlihat pada
ujaran 4). Namun, pembelajar tidak terlalu memahami dan hanya mengulang
ucapan dari pengajar seakan-akan pembelajar merasa kebingungan apa arti dari
pertanyaan yang diberikan oleh pengajar. Lalu pada ujaran 6), pengajar beralih
kode ke dalam bahasa Inggris dengan kalimat “How many times?”. Pengajar
Data AK/6/190917
1) Pengajar : “Mba Fanny suka berolahraga? Anda
suka berolahraga”
2) Pembelajar Fanny : “Saya suka naik sepeda”
3) Pengajar : “Naik sepeda oke, aaa di Hungaria
atau di Indonesia naik sepeda?”
4) Pembelajar Fanny : “Di Hungaria, di Indonesia naik
sepeda motor”
5) Pengajar : “Naik sepeda motor karena jauh ya.
Di Hungaria, Anda seminggu berapa kali naik sepeda?”
6) Pembelajar Fanny : “Berapa, kali?”
7) Pengajar : “Berapa kali? How many times naik
sepeda?”
8) Pembelajar Fanny : “Banyak sekali, hmmm banyak”
9) Pengajar : “Ke mana saja?”
10) Pembelajar Fanny : “Ke mana saja? hmmm di kota”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
memahami lawan tuturnya tidak mengerti apa maksud yang ditanyakan pengajar
dengan menggunakan bahasa Indonesia sehingga pengajar beralih kode ke dalam
bahasa Inggris agar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar.
Data dengan faktor yang sama pada di atas, terjadi juga pada data
AK/7/190917 yang merupakan percakapan antara pengajar dan pembelajar asing
di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari
Selasa, tanggal 19 September 2017. Percakapan di bawah merupakan percakapan
ketika pengajar memberikan pertanyaan tentang aktivitas lari pembelajar Peter
saat pembelajaran di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks
tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud klausa pada ujaran 1) “Why do you like?”
Data AK/7/190917
1) Pengajar : “Mengapa suka berlari? mengapa
tidak yoga? mengapa suka berlari? mengapa aaa why do
you like berlari?”
2) Pembelajar Peter : “Relax”
3) Pengajar : “Ya?”
4) Pembelajar Peter : “Relax”
5) Pengajar : “Karena relaxya, itu saja ya, wow
oke”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalahagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar.
Pengajar menanyakan mengapa pembelajar suka berlari. Namun, pembelajar tidak
memahami dan diam saja ketika pengajar menanyakan kenapa pembelajar suka
berlari dengan menggunakan bahasa Indonesia. Lalu pada ujaran 1), pengajar
beralih kode ke dalam bahasa Inggris dan mengatakan kalimat tanya “Why do you
like?”. Pengajar memahami lawan tuturnya tidak mengerti apa maksud yang
ditanyakan pengajar dengan menggunakan bahasa Indonesia sehingga pengajar
beralih kode ke dalam bahasa Inggris agar lawan tutur mudah menjawab
pertanyaan dari pengajar.
Tidak beda jauh dengan faktor data di atas, data AK/20/260917 adalah
data yang memiliki faktor yang sama. Data tersebut merupakan percakapan
pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada
pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar menanyakan sesuatu yang terkait dengan
pembelajaran kepada pembelajar di kelas. Berikut ini adalah percakapan
berdasarkan konteks tersebut.
Data AK/20/260917
1) Pengajar : “Nomor enam siapa bisa coba,
membantu? bisa coba?”
2) Pembelajar Edith : “Ahaaaa”
3) Pengajar : “Who want to try? who want to try?
siapa mau coba? (pembelajar Aftah mengangkat tangan)
Aftah okee nomor enam”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat tanya pada ujaran 3) “Who want to try? who want to try?”.
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar. Pengajar
mengerti bahwa lawan tuturnya tidak sepenuhnya memahami pertanyaan yang
diberikan ke pembelajar,terlihat dari respon tidak aktif pembelajar yang hanya
diam saja dan tidak menjawab ketika pengajar bertanya. Itu terlihat di ujaran 1),
pengajar mengatakan “Nomor enam siapa bisa coba, membantu? bisa coba?”.
Oleh karena itu, pengajar mengubah kode ke dalam bahasa Inggris dengan
mengatakan “Who want to try? who want to try?” agar pembelajar memahami
apa yang ditanyakan oleh pengajar.
Selanjutnya, data AK/21/260917 merupakan data yang memiliki wujud
alih kode dan faktor yang sama ditemukan hari yang sama. Data ini ditemukan
ketika ada percakapan antara pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26
September 2017.Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pengajar
menanyakan sesuatu yang terkait dengan pembelajaran kepada pembelajar di
kelas.Berikut adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat tanya pada ujaran 6) “Is there any answer?”.
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar. Pengajar
mengubah kode ke dalam bahasa Inggris dengan mengatakan “Is there any
answer?” agar pembelajar mudah memahami apa yang ditanyakan oleh pengajar.
Data AK/21/260917
1) Pengajar : “Nomor sepuluh? siapa
coba? (pembelajar Aftah mengangkat tangan) Aftah oke ”
2) Pembelajar Edith dan Aftah : “Pesawat” (mereka berbicara
bersamaan)
3) Pengajar dan pembelajar lain : “Hahahaha”
4) Pembelajar Aftah : (pembelajar Aftah mengalah
dan menunjuk pembelajar Edith untuk berbicara)
5) Pembelajar Edith : “Pesawat adalah alat
transportasi cepat dan mahal”
6) Pengajar : “Cepat dan mahal, is there any
answer? cepat oke bagus”
7) Pembelajar Aftah : “Moderen?”
8) Pengajar :“Moderen juga okeeee. Apa
arti cepat?apa arti cepat?”
9) Pembelajar Fanny : “Fast”
10) Pengajar : “Fast, betul. Ya cepat artinya
fast”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Data AK/23/260917 merupakan data yang memiliki wujud alih kode dan
faktor yang sama ditemukan hari yang sama. Data ini ditemukan ketika ada
percakapan antara pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017.
Ketika itu pengajar sedang menanyakan sesuatu kepada pembelajar terkait durasi
berapa lama pembelajar tinggal di Indonesia. Berikut ini adalah percakapan
berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat tanya pada ujaran 11) “How long do you stay in
Yogyakarta?”.
Data AK/23/260917
1) Pengajar : “Nomor enam, kita coba mba Bianka
ya, apa arti berapa lama? berapa lama? apa arti berapa lama?”
2) Pembelajar Aftah : “How long?”
3) Pengajar : “How long”
4) Pembelajar Bianka : “Berapa lama Anda tinggal di
Yogyakarta? saya tinggal di Yogyakarta selama empat
minggu”
5) Pengajar : “Betul, ya kalian tinggal di
Yogyakarta, how long do you stay in Yogyakarta? empat
minggu?”
6) Pembelajar Bianka : “Bukan”
7) Pengajar : “Berapa?”
8) Pembelajar Bianka : “Satu tahun”
9) Pengajar : “Okee bagus ya, satu tahun”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar. Pengajar
mengerti bahwa lawan tuturnya tidak semuanya memahami apa yang diucapkan
saat pengajar memberikan pertanyaan kepada pembelajar. Itu terlihat di ujaran 1),
hanya ada satu pembelajar saja yang menjawab ketika pengajar menanyakan arti
dari kalimat tanya “Berapa lama?” yaitu pembelajar Aftah sedangkan pengajar
bertanya kepada pembelajar Bianka. Oleh karena itu, pengajar mengubah kode ke
dalam bahasa Inggris dengan memberikan penegasan dan mengatakan “How long
do you stay in Yogyakarta?” agar pembelajar memahami apa yang ditanyakan
oleh pengajar.
Selanjutnya, wujud dan faktor serta lokasi yang sama dengan di atas
adalah data AK/25/260917 . Data tersebut merupakan percakapan antara pengajar
dan pembelajar yang di dalamnya terdapat fenomena alih kode. Percakapan
berikut merupakan percakapan ketika pengajar menanyakan tentang waktu
kepulangan pembelajar kembali ke negaranya masing-masing kepada pembelajar
di kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat tanya pada ujaran 7) “Can you repeat?”.
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tuturnya cepat memahami dan menjawab pertanyaan dari
pengajar. Pengajar mengubah kode ke dalam bahasa Inggris dengan mengatakan
“Can you repeat?”agar pembelajar mudah memahami apa yang ditanyakan oleh
pengajar.
Data AK/25/260917
Pembelajar Fanny menunjuk mas Peter untuk menjawab soal
nomor sepuluh
1) Pengajar : “Mas Peter oke”
2) Pembelajar Peter : “Kapan Anda pulang ke Negara Anda?
Saya pulang ke Negara aaaa” (belum bisa menjawab)
3) Pengajar :“Negara, Negara, Hungaria, India,
Amerika, Jepang, Japan, Netherland, Poland”
4) Pembelajar Flora : “Country?”
5) Pengajar : “Iya Negara is country, kapan mas
Peter?”
6) Pembelajar Peter : “aaaaa satu tahun”
7) Pengajar : “Satu tahun, satu lagi saya akan
pulang? can you repeat? bisa kamu ulangi?”
8) Pembelajar Peter : “Saya pulang ke Hungaria, satu tahun”
9) Pengajar : “Next year or one year later?”
10) Pembelajar Peter : “One year later”
11) Pengajar : “Saya ke Hungaria satu tahun lagi”
(menulis jawaban di papan tulis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Di topik yang lain tetapi masih dengan wujud dan faktor yang sama yaitu
data AK/28/260917 merupakan salah satu fenomena bahasa alih kode yang
diperoleh dari percakapan antara pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017.
Fenomena tersebut diperoleh ketika pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung,
pengajar dan pembelajar asing sedang bercakap-cakap tentang pelajaran bahasa
Indonesia. Pengajar meminta pembelajar untuk memberikan pertanyaan kepada
pembelajar lain. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Di percakapan tersebut peneliti menemukan fenomena bahasa alih kode.
Peristiwa fenomena bahasa alih kode diperoleh karena perubahan bahasa ke
bahasa yang yang dikatakan oleh pengajar pada ujaran 5). Pengajar pertama
Data AK/28/260917
Pengajar mempersilakan pembelajar Fanny untuk memberikan
pertanyaan kepada temannya terkait tugas untuk membuat
kalimat pertanyaan)
1) Pembelajar Fanny : “Apa yang kamu lakukan dengan
teman-teman?”
2) Pembelajar Aftah : “Apa yang?” (pembelajar Aftah tidak
mendengar pertanyaan yang kurang jelas dari pembelajar
Fanny)
3) Pengajar : “Apa yang? lagi sekali lagi”
4) Pembelajar Fanny : “Apa yang kamu lakukan dengan
teman-teman?”
5) Pengajar : “Apa yang kamu lakukan dengan
teman-temanmu? What are you doing? what do you do with
your friend?”
6) Pembelajar Aftah : “Saya belajar dengan teman-teman
saya” (dengan suara lebih pelan)
7) Pengajar : “Okee lagi sekali lagi”
8) Pembelajar Aftah : “Saya belajar dengan teman-teman
saya”
9) Pengajar dan pembelajar : “Hahahaha”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
menggunakan bahasa Indonesia dengan kalimat tanya “Apa yang kamu lakukan
dengan teman-temanmu?” lalu, berubah menggunakan bahasa Inggris dengan
kalimat tanya “What are you doing? what do you do with your friend?”
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggris agar pembelajar memahami apa yang ditanyakan oleh pengajar. Pengajar
mengerti bahwa lawan tuturnya (pembelajar Aftah) tidak memahami apa yang
dikatakan saat pembelajar Fanny memberikan pertanyaan kepada pembelajar
Aftah sehingga pengajar membantu menjelaskan maksud pertanyaan dari
pembelajar Fanny dengan menggunakan bahasa Inggris. Itu terlihat di ujaran 2-5),
dan pada ujaran ke 6). Oleh karena itu, pengajar beralih kode dengan mengatakan
kalimat tanya “What are you doing? what do you do with your friend?” dalam
bahasa Inggris agar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar.
Di data lain, data AK/30/260917 merupakan percakapan pengajar dan
pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di bawah merupakan
percakapan ketika pengajar memberikan tugas kepada pembelajar asing. Berikut
ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat tanya pada ujaran 1) “Do you want homework? Do you
want homework??”.
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggris agar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar. Pengajar
mengerti bahwa lawan tuturnya tidak sepenuhnya memahami apa yang diucapkan
saat pengajar memberikan tugas kepada pembelajar . Itu terlihat di ujaran 1),
pengajar mengatakan “Anda mau PR? Anda mau PR?”. Saat mengatakan itu,
pengajar memahami bahwa lawan tuturnya tidak mengerti apa maksud yang
dikatakan oleh pengajar, terlihat dari respon pembelajar yang hanya diam saja
ketika pengajar mengatakan tuturan tersebut.Oleh karena itu, pengajar mengubah
kode ke dalam bahasa Inggris dengan mengatakan “Do you want homework?Do
Data AK/30/260917
1) Pengajar : “Teman-teman waktu sudah habis, waktu
sudah habis. Anda mau PR? Anda mau PR? Do you
want homework?Do you want homework?”
2) Pembelajar : “Eheeem”
3) Pengajar : “Hahaha okee. PR satu, okee PR , PR satu
teman-teman menulis ya you write about transportation,
sudah? belum ya, menulis alat transportasi. Okee itu
satu, membuat kalimat make e a sentence dengan satu
melihat, dua banyak. Sudah? okee satu menulis tentang
alat transportasi, dua membuat kalimat dengan kata,
melihat, banyak, menawar, di dekat” (Pembelajar
menulis di papan tulis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
you want homework?” agar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari
pengajar.
4.3.2.2 Kemudahan Lawan Tutur Memahami Penjelasan Penutur
Lalu faktor alih kode lainya terdapat di dataAK/8/190917. Data tersebut
merupakan percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal
19September 2017. Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika
pembelajar menanyakan waktu kosong kepada pengajar di kelas. Berikut ini
adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat pada ujaran 2) “Everyday is holiday for me” dalam bahasa
Inggris.
DataAK/8/190917
1) Pembelajar Edith : “Anda punya waktu kosong?”
2) Pengajar : “Oh banyak hahahaha, banyak, setiap hari waktu
kosong, setiap hari saya ada waktu kosong, everyday is holiday for me
hahahaha. Berapa kali satu minggu melakukan Yoga?”
3) Pembelajar Edit : “Waktu kosong, kadang-kadang, usually? ”
4) Pengajar : “Biasanya”
5) Pembelajar Edit : “Oh ya, biasanya aaaaa tiga aaaaa tiga atau empat,
empat kali”
6) Pengajar : “Oh tiga atau empat kali ya, oke”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan dari pengajar. Pengajar
mengerti bahwa lawan tuturnya tidak sepenuhnya memahami apa yang diucapkan
pengajar terlihat dari respon pembelajar yang hanya diam saja ketika pengajar
mengatakan kalimat di ujaran 2), pengajar mengatakan “Setiap hari waktu kosong,
setiap hari saya ada waktu kosong”. Oleh karena itu, pengajar mengubah kode ke
dalam bahasa Inggris dengan mengatakan “Everyday is holiday for me” agar
pembelajar cepat dan mudah memahami penjelasan dikatakan oleh pengajar.
Selanjutnya, data AK/11/250917 merupakan data alih kode dengan
wujud, faktor, dan lokasi yang sama. Data tersebut adalah percakapan antara
pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25 September 2017. Percakapan di
bawah merupakan percakapan ketikapembelajar memberikan tugas kepada
pembelajar saat pembelajaraan di kelas. Berikut ini adalah percakapan
berdasarkan konteks tersebut.
Data AK/11/250917
1) Pengajar : “Latihan satu, latihan dua, latihan tiga,
dan empat. This is oke for home work because mas Aftah
already done oke ya. Untuk mba Edith, mba Bianka, mas Peter,
dan mba Fanny latihan satu, dua, tiga, empat untuk homework,
okeee. Sekarang kita coba latihan lima, sochoosepreposisi okee”
2) Pembelajar Fanny : “Sekarang?”
3) Pengajar : “Ya sekarang ya, latihan lima”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat pada ujaran 1) “This is oke for home work because mas
Aftah already done”
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
ujaran 1), penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
karena penutur ingin pembelajar mudah memahami penjelasan tugas.
Data AK/14/250917 merupakan data alih kode dengan faktor sama. Data
tersebut adalah percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga
Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25
September 2017. Percakapan di bawah merupakan percakapan ketikapembelajar
menanyakan kosa kata baru pada saat pembelajaraan di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat pada ujaran 13) “This is frase”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
ujaran 13), penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggris karena penutur ingin pembelajar mudah memahami kosa kata baru.
Sebelum ujaran 13), pengajar telah berulang kali mengubah kode agar pembelajar
mudah dan cepat memahami penjelasan penutur.
Data AK/14/250917
1) Pengajar : “Okeee, lanjut paragraf dua, siapa
mau mencoba? mba Edith?”
2) Pembelajar Edith : (pembelajar Edith membaca
paragraf dua tentang alat transportasi tradisional)
3) Pengajar : “Okee becak adalah salah satu
transportasi tradisional”
4) Pembelajar Edith : “Becak?”
5) Pengajar : “Oh becak, ini ya becak” (sambil
menunjukkan gambar becak)
6) Pembelajar Bianka : “The roda iswheel?”
7) Pengajar : “Ya is wheel roda”
8) Pembelajar Fanny : “Salah?”
9) Pengajar : “Salah, ah okee”
10) Pembelajar Fanny : “Wrong?”
11) Pengajar : “Salah is wrong, satu is one but in
here salah satu one frase,one of”
12) Pembelajar Fanny : “Ah haaaa”
13) Pengajar : “This is frase, salah satu”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Sama dengan wujud dan faktor data di atas, data AK/24/260917
merupakan data alih kode. Data tersebut adalah percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017.Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar menanyakan dan menjelaskan durasi
belajar pembelajar selama di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat pada ujaran 4) “It’s show duration”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
ujaran 4), penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
Data AK/24/260917
1) Pembelajar Bianka : (pembelajar Bianka
menunjuk mba Fanny untuk menjawab soal selanjutnya)
2) Pengajar : “Mba Fanny okee,
mba Fanny silahkan nomor sembilan”
3) Pembelajar Fanny : “Berapa lama Anda
belajar di Lembaga Bahasa selama sehari? Saya belajar
kira-kira selama tiga jam”
4) Pengajar : “Okee, saya belajar
tiga jam di Universitas selama satu hari, berapa jam its
show duration, ya duration in hour saya belajar selama
tiga jam” (menulis jawaban di papan tulis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
karena penutur ingin pembelajar mudah memahami penjelasan penutur terkait
materi yang sedang dipelajari oleh pembelajar.
4.3.2.3 Kemudahan Lawan Tutur Untuk Mengerjakan Tugas
Data AK/10/190917 merupakan monolog pengajar di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19
September 2017. Monolog di bawah merupakan monolog ketika pengajar
memberikan penjelasan tentang tugas yang diberikan kepada pembelajar asing.
Berikut ini adalah monolog berdasarkan konteks tersebut:
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada monolog tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
monolog di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dalam
wujud kalimat pada ujaran 1) “I want you write about the education sistem in
your country”
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Pengajar mengerti bahwa
lawan tuturnya tidak sepenuhnya memahami apa yang diucapkan saat pengajar
Data AK/10/190917
1) Pengajar : “Anda ada PR ya, ada PR menulis. Saya mau
Anda menulis tentang sistem pendidikan di Negara Anda. I
want you write about the education sistem in your country.
okee?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
memberikan tugas kepada pembelajar, terlihat dari respon pembelajar yang hanya
diam saja ketika pengajar mengatakan kalimat tersebut. Itu terlihat di ujaran 1),
pengajar mengatakan “Saya mau Anda menulis tentang sistem pendidikan di
Negara Anda”. Oleh karena itu, pengajar mengubah kode ke dalam bahasa
Inggris dengan mengatakan “I want you write about the education sistem in your
country” agar pembelajar dengan mudah memahami petunjuk soal dan
mengerjakan tugas yang diberikan pengajar.
Adapun data dengan faktor yang sama yaitu pada data AK/4/190917. Data
tersebut merupakan merupakan monolog pengajar di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19 September 2017.
Monolog di bawah merupakan monolog ketika pengajar memberikan penjelasan
tentang soal dan contoh yang diberikan kepada pembelajar asing. Berikut ini
adalah monolog berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada monolog tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
monolog di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dalam
wujud kalimat pada ujaran 1) “Maybe sista is a teacher”.
Data AK/4/190917
1) Pengajar : “Silakan buka halaman 82 latihan 4. Di sini
ada table, ada nama,lalu ada pekerjaan. Jadi, teman-teman
menulis apa pekerjaan Mita, apa pekerjaan Raka. Maybe
sista is a teacher. Teacherguru ya, okee ya, Anda siap?”
(Latihan mendengarkan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada monolog tersebut
adalah agar pembelajar memahami betul bagaimana tugas itu harusnya dikerjakan.
Pengajar memberikan contoh menggunakan kalimat bahasa Inggris untuk
mempermudah dan mempercepat pemahaman pembelajar sehingga pembelajar
tidak merasa bingung saat mengerjakan tugas tersebut.
Adapun data dengan faktor yang sama yaitu data AK/26/260917. Data
tersebut merupakan merupakan monolog pengajar di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017.
Monolog di bawah merupakan monolog ketika pengajar memberikan penjelasan
tentang soal yang diberikan kepada pembelajar asing. Berikut ini adalah monolog
berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada monolog tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
monolog di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dalam
wujud kalimat pada ujaran 1) “You can choose there are four question words,
choose only three, and make question sentence. You can ask anything to your
Data AK/26/260917
1) Pengajar : “Saya mau meminta Anda membuat,okee
latihan dua kita lihat latihan dua, latihan dua, saya mau
meminta Anda, you can choose there are four question
words, choose only three, and make question sentence.
You can ask anything to your friends in this class,
using this sentence, using the question words. You
choose only two, choose two, pilih dua saja”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
friends in this class, using this sentence, using the question words. You choose
only two, choose two”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada monolog tersebut
adalah agar pembelajar mudah memahami tugas yang diberikan pengajar.
Pengajar memberikan contoh menggunakan kalimat bahasa Inggris pada ujaran 1)
“You can choose there are four question words, choose only three, and make
question sentence. You can ask anything to your friends in this class, using this
sentence, using the question words. You choose only two, choose two” untuk
mempermudah dan mempercepat pemahaman pembelajar sehingga pembelajar
tidak merasa bingung saat mengerjakan tugas tersebut. Jika, pembelajar
menggunakan banyak kalimat bahasa Indonesia pembelajar akan sangat merasa
kebingungan karena pembelajar yang berada di tingkat pemula belum banyak
memahami kosa kata bahasa target.
4.3.2.4 Pembiasaan Lawan Tutur Menggunakan Bahasa Target
Adapun faktor lain, itu terdapat pada data AK/9/190917 yang merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19September 2017.
Percakapan di bawah merupakan percakapan ketikapengajar memberikan
pertanyaan kepada pembelajar Edith tentang hobi pada saat pembelajaran di kelas.
Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat pada ujaran 5) “I cant speak English”
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur membiasakan berbahasa Indonesia . Pada ujaran
5), penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena
penutur menginginkan pembelajar sepenuhnya membiasakan menggunakan
bahasa Indonesia daripada bahasa Indonesia karena situasinya pembelajar asing
sedang belajar bahasa Indonesia dan sebelumnya pembelajar selalu menjawab
menggunakan bahasa Inggris, itu terlihat pada ujaran 2) dan 6).
Data AK/9/190917
1) Pengajar : “Sekarang Mba Flora, hobinya
apa Mba?”
2) Pembelajar Flora : “aaaaa, hobi saya diving”
3) Pengajar : “Apa?”
4) Pembelajar Flora : “Diving”
5) Pengajar : “Diving, apa bahasa
Indonesiadiving? I cant speak English. Apa bahasa
Indonesianya? Me-nye-lam (Pengajar mengeja sambil
menulis kata “menyelam”)
6) Pembelajar Flora : “Menyelam, aaaa dan biking”
7) Pengajar : “Biking, bersepedaoke”
8) Pembelajar Flora : “hmmm,hmmmm membaca”
9) Pengajar : “Membaca”
10) Pembelajar Flora : “Membaca buku, dan menonton
film series”
11) Pengajar : “okee film series, okee film
series”
12) Pembelajar Flora : “Hmmmm, hmmm”
13) Pengajar : “Sudah?”
14) Pembelajar Flora : “Sudah hahaha”
15) Pengajar : “Sudah haha oke”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
4.3.2.5 Kemudahan Lawan Tutur Memahami Perintah Penutur
Data AK/22/260917, data ini merupakan percakapan pengajar dan
pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di samping merupakan
percakapan ketika pengajar meminta memeriksa pekerjaan rumah bersama
pembelajar di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat pada ujaran 11) “We will check together”.
Data AK/22/260917
1) Pengajar : “Ada PR ya halaman seratus sepuluh,
Aftah sudah ya?”
2) Pembelajar Aftah : “Sudah”
3) Pengajar : “Untuk teman- teman dari Hungaria”
4) Pembelajar Aftah : “Satu, dua, tiga” (menyebutkan
latihan-latihan yang sudah dikerjakan)
5) Pengajar : “Sudah ya”
6) Pembelajar Aftah : “satu, dua, tiga, empat sudah”
(menyebutkan latihan-latihan yang sudah dikerjakan)
7) Pengajar : “Ini sudah halaman ini? halaman,
seratus, sembilan,sudah?” (menunjukan halaman yang
ditanyakan)
8) Pembelajar Edith : “Eheem”
9) Pengajar : “Kita akan cek ya, kita akan cekPR
dulu, silakan nomor satu sudah? halaman seratus sepuluh,
halaman, seratus sepuluh, sudah?”
10) Pembelajar Bianka : “Belum hehehe”
11) Pengajar : “Okee tidak apa-apa ya, we will check
together. Okee mungkin nomor satu mba Fanny dulu”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggris agar lawan tuturnya mudah memahami perintah dari penutur yaitu
pengajar. Pengajar mengerti bahwa lawan tuturnya tidak semuanya memahami
apa yang diucapkan saat pengajar memberikan instruksi kepada pembelajar. Oleh
karena itu, pengajar mengubah kode ke dalam bahasa Inggris dengan tegas
mengatakan “We will check together“ agar pembelajar mudah memahami
perintah pengajar.
Begitupun pada data berikut, data AK/22/260917 merupakan percakapan
pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada
pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di
samping merupakan percakapan ketika pengajar meminta pembelajar memberikan
pertanyaan kepada temannya di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Data AK/22/260917
1) Pengajar : “Sudah membuat semua pertanyaan,
mba Fanny sudah ya, mba Bianka sudah, sudah duaya, mas
Peter sudah?”
2) Pembelajar Peter : “Dua?”
3) Pengajar : “dua saja, dua saja, sudah, sudah,
sudah? oke. Nah, sekarang mba Fanny ask your question to
your friend”
4) Pembelajar Edith : “One friend?”
5) Pengajar : “One friend, satu pertanyaan satu
orang, one question one friend”
6) Pembelajar Fanny : “Mba Edith, Anda tinggal dengan
siapa? Kamu tinggal dengan siapa?”
7) Pembelajar Edith : “Saya tinggal dengan teman-teman
saya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Terdapat fenomena bahasa alih kode pada percakapan tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kalimat perintah pada ujaran 3) “Fanny ask your question to your
friend”.
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggris agar lawan tuturnya mudah memahami perintah dari penutur yaitu
pengajar. Pengajar mengerti bahwa lawan tuturnya yaitu mba Fanny tidak
memahami sepenuhnya perintah dari pengajar. jika pengajar memberikan perintah
menggunakan bahasa Indonesia karena pembelajar belum memiliki kosa kata
yang cukup banyak. Oleh karena itu, pengajar mengubah kode ke dalam bahasa
Inggris dengan mengatakan “Fanny ask your question to your friend“ agar
pembelajar dapat cepat dan mudah memahami perintah pengajar.
4.4 Wujud Campur Kode
Berikut adalah wujud-wujud alih kode yang diperoleh dari penelitian di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Wujud-wujud sesuai dengan teori
yang telah ditawarkan oleh Fasold terkait batasan campur kode. Wujud-wujud alih
kode yang diperoleh dari penelitian ini adalah berupa kata dan frasa. Berikut ini
adalah pembahasan dari data yang diperoleh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
4.4.1 Campur Kode Wujud Kata
Data CK/3/180917 merupakan percakapan antara pengajar dan pembelajar
asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB,
hari Senin, tanggal 18 September 2017.Percakapan di samping merupakan
percakapan ketika pembelajar Edith memberikan pertanyaan tentang arti kata pada
saat pembelajaran di kelas kepada pengajar. Berikut ini adalah percakapan
berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar dan pembelajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena
tersebut dapat dilihat pada percakapan di atas, pengajar dan pembelajar
mencampur bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dalam wujud kata pada ujaran 1)
dan ujaran 2) “sejak” dalam bahasa Indonesia. Sangat jelas, perubahan kode di
atas merupakan campur kode wujud kata karena tidak ada wujud-wujud klausa
maupun kalimat.
Data selanjutnya adalah data CK/8/180917. Data CK/8/180917 merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 18 September 2017.
Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pengajar memberikan
penjelasan jawaban yang benar dan pembelajar memberikan pertanyaan kepada
Data CK/3/180917
1) Pembelajar : “What is the meansejak ?”
2) Pengajar : “Since, sejak”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
pengajar ketika di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks
tersebut.
.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar dan pembelajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena
tersebut dapat dilihat pada percakapan di atas, pembelajar mencampur bahasa
Inggris ke bahasa Indonesia dalam wujud kata pada ujaran 2) “mahasiswa” dan
ujaran 3) pengajar mengubah dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan
mengatakan “up to date”.
Data yang sama dengan wujud data di atas selanjutnya adalah data
CK/9/180917. Data CK/9/180917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Senin, tanggal 18 September 2017.Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar meminta pengajar untuk menjawab
kalimat rumpang selanjutnya dan mengklarifikasikan jawaban yang sebenarnya
kepada pengajar ketika di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Data CK/8/180917
1) Pengajar : “Dia adalah murid, bisa atau bu guru bisa
karena tidak ada konteks dia belajar atau mengajar”
2) Pembelajar : “Why notmahasiswa?
3) Pengajar : “Oh bisa, oh maaf tidak bisa karena ada
SMU, SMU is senior high school. Dulu Indonesia pakai
SMU sekarang SMA, up to date SMA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Inggris ke bahasa Indonesia
dalam wujud kata pada ujaran 1) “lanjut”. Kata “lanjut” merupakan kata dasar
dan sebagai satuan gramatikal terbesar dalam lingkup morfologi.
Di topik lain terdapat wujud data yang sama dengan di atas yaitu data
CK/13/190917. Data CK/13/190917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19 September 2017.Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar memberikan pertanyaan dan menjawab
tentang arti kata pada saat pembelajaran di kelas kepadapembelajar. Berikut ini
adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/9/180917
1) Pengajar : “Next, lanjut”
2) Pembelajar A : “Dia suka menyanyi, di waktu
kosongnya dia pergi ke tempat….” (percakapan dipotong
pembelajar lain)
3) Pembelajar B : “Dia suka belajar”
4) Pengajar :“Oh iya, karena after sentence di
waktu kosongnya dia bercerita tentang karaoke”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 3) “village”, 5) “to see”, dan ujaran 9) “plant”.
Selanjutnya, wujud data yang sama dengan di atas yaitu data
CK/16/190917. Data CK/16/180917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19 September 2017.Percakapan di samping
merupakan percakapan ketika pengajar memberikan petunjuk tugas dan
memberikan pertanyaan kepada pembelajar di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/13/10917
1) Pengajar : “Apa arti desa-desa?”
2) Pembelajar : “Desa-desa”
3) Pengajar : “Village, desa-desa, village. Lalu, apa arti
melihat?”
4) Pembelajar : “To see”
5) Pengajar : “Ya to see ya, melihat. Lalu, apa arti
tanaman?”
6) Pembelajar : “Apa?”
7) Pengajar : “Apa arti tanaman?”
8) Pembelajar : “Plant”
9) Pengajar : “Betul, tanaman plant. Lalu, satu lagi apa
arti waktu kosong? apa arti waktu kosong?”
10) Pembelajar : “Freetime”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata hubung pada ujaran 3) “and”. Kata “and” merupakan kata
hubung sebagai satuan gramatikal terkecil dalam lingkup sintaksis.
Data CK/18/190917merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengejar memberikan pertanyaan tentang aktivitas
lari pembelajar Peter saat pembelajaran di kelas. Berikut ini adalah percakapan
berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/16/180917
1) Pengajar : “Lanjut latihan lima, di sini ada
tabel, lalu ada hobi, dan alasan. Apa arti alasan?”
2) Pembelajar : “Reason”
3) Pengajar : “Jadi nanti mendengar,
mendengar dialogandmonolog. Hobinya apa? lalu, alasan
suka hobi itu apa? Siap ya?” (Latihan mendengarkan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata. Itu terlihat
di ujaran 4) dan 7), pengajar dan pembelajar Peter mengatakan kata “the air”.
4.4.2 Campur Kode Wujud Frasa
Data CK/15/190917 merupakan data campur kode dengan wujud
frasa. Data tersebut diperoleh dari monolog pengajar di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal
19September 2017. Monolog di bawah merupakan monolog ketika pengajar
memberikan penjelasan tentang soal yang diberikan kepada pembelajar
asing.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/18/190917
1) Pengajar : “Di Indonesia , Anda berlari atau
tidak?”
2) Pembelajar Peter : “Tidak”
3) Pengajar : “Mengapa?”
4) Pembelajar Peter :“Karena aaaaa banyak aaaa motor
dan mobil aaaa dan the air”
5) Pengajar : “The air?”
6) Pembelajar Peter : “Iya”
7) Pengajar : “The air adalah udara”
Data CK/15/190917
1) Pengajar : “Lanjut latihan tiga, untuk latihan tiga Anda tidak
mendengarkan, tidak mendengarkan. Anda menjawab dari sini
ya, based on the paragraph the passage. Anda menjawab
dengan kalimat lengkap, full sentence, complete sentence.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Terdapat fenomena campur kode wujud frasa pada monolog. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud frasa. Itu terlihat
di ujaran 1) pengajar mengatakan frasa “full sentence, complete sentence”.
Perubahan bahasa tersebut merupakan satuan gramatikal yang tidak bersifat
predikatif.
Selanjutnya adalah data CK/50/270917. Data ini merupakan percakapan
antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017.
Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa
kata baru kepada pengajar di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode wujud frasa pada percakapan
tersebut. Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut
dapat dilihat pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke
bahasa Inggris dalam wujud frasa pada ujaran 3) “this one”. Kata “this one”
merupakan frasa sebagai satuan gramatikal non predikatif.
Data CK/50/270917
1) Pengajar : “Ada kata baru?” (pertanyaan
setelah pembelajar membaca bacaan rencana wisata)
2) Pembelajar Edith : “Iyaaa, apa artinya umum?”
3) Pengajar : “Umum itu artinya seperti ini,
transportasi umum, toilet umum, tempat umum”
4) Pembelajar Edith : “Apa artinya penuh?”
5) Pengajar : “Penuh, diisi penuh, ah ini
(mengambil botol) this one ini tidak penuh tidak ada air,
ini tidak penuh lalu ada air menjadi penuh”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
4.4.3 Campur Kode Wujud Kata dan Frasa
Data CK/19/190917 merupakan data campur kode dengan wujud kata dan
frasa. Data tersebut merupakan percakapan antara pengajar dan pembelajar asing
di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari
Selasa, tanggal 19 September 2017. Percakapan di bawah merupakan percakapan
ketika pengejar memberikan pertanyaan tentang aktivitas lari pembelajar Peter
saat pembelajaran di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks
tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode wujud kata dan frasa pada
percakapan tersebut. Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena
tersebut dapat dilihat pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris dalam wujud kata pada ujaran 3) “park” dan frasa
pada ujaran 7) “twice a week”.
Data CK/19/190917
1) Pengajar : “Di Hungaria , Anda berlari di
mana?”
2) Pembelajar Peter : “aaaaaa park”
3) Pengajar : “Di taman, park, okee. Satu minggu
berapa kali berlari?”
4) Pembelajar Peter : “aaaaa Saya berlari aaaaa duaa”
5) Pengajar : “Satu minggu dua kali?”
6) Pembelajar Peter : “Dua kali”
7) Pengajar : “Twice a week, satu minggu dua
kali ya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Data selanjutnya adalah data CK/34/250917. Data ini merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25 September 2017.
Percakapan di bawahmerupakan percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa
kata dan pengajar menjelaskan tentang kosa kata baru kepada pembelajar di
kelas.. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode wujud kata dan frasa pada
percakapan tersebut. Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena
tersebut dapat dilihat pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris dalam wujud kata pada ujaran 4) “tool, so, is, typing”
dan frasa pada ujaran 4) “for example”.
4.5 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Campur Kode
Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Faktor-faktor yang ditemukan
merupakan faktor campur kode yang telah dilakukan oleh pengajar dan
Data CK/34/250917
1) Fanny : (Pembelajar Fanny membaca
paragraf tentang alat tranportasi tradisional di Yogyakarta.
Setelah selesai membaca, pengajar menanyakan kata-kata
baru)
2) Pengajar : “Kalimat satu, oke?”
3) Pembelajar Fanny : “Apa artinya alat”
4) Pengajar : “Alat? okeee. Alat is like tool,
hmm tool. so, for example, computer, computer isalat
untuk typing.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
pembelajar asing dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Faktor-faktor campur
kode yang diperoleh dari penelitian ini adalah penutur dan lawan tutur. Berikut ini
adalah hasil pembahasan dari data yang diperoleh.
4.5.1 Penutur
Salah satu faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode adalah
faktor penutur. Penutur memiliki maksud tersendiri mengapa dirinya mengubah
bahasa dari bahasa satu ke bahasa lain dalam tuturannya. Berikut ini adalah
faktor-faktor yang dilatarbelakangi oleh penutur selama pembelajaran di Lembaga
Bahasa Universitas Sanata Dharma.
4.5.1.1 Keterbatasan Kode Pembelajar
Data CK/6/180917 adalah data campur kode yang dilatarbelakangi karena
keterbatasan kode penutur yaitu pembelajar. Data ini merupakan percakapan
antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 18 September 2017.
Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pembelajar Fanny
memberikan pertanyaan tentang banyaknya tugas pada saat pembelajaran di kelas
kepada pengajar. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/6/180917
1) Pembelajar : “Hanya satu tugas or more?”
2) Pengajar : “Ya”
3) Pembelajar : “Satu tugas?”
4) Pengajar : “Ya hanya satu tugas”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud frasa. Itu terlihat
di ujaran 1) “or more”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan di
atas adalah keterbatasan kode pembelajar. Pembelajar ingin bertanya terkait tugas
yang diberikan oleh pengajar. Namun, pembelajar tidak sepenuhnya bertanya
menggunakan bahasa Indonesia dan sebenarnya pembelajar ingin mengatakan
“atau lebih” pada ujaran 2) tetapi pembelajar tidak mengetahui banyak kosa kata
bahasa target sehingga pengajar mengubah kode ke bahasa Inggris dengan
mengatakan “or more”.
Data selanjutnya adalah data CK/14/190917. Data tersebut merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19 September
2017.Percakapan di bawahmerupakan percakapan ketika pengajar meminta
pembelajar menjawab soal kalimat rumpang di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud frasa. Itu terlihat
di ujaran 4) “something”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan di
atas adalah keterbatasan kode pembelajar. Pembelajar ingin menjawab soal terkait
tugas yang diberikan oleh pengajar. Namun, pembelajar tidak sepenuhnya
menjawab menggunakan bahasa Indonesia dan sebenarnya pembelajar ingin
mengatakan “sesuatu” pada ujaran 4) tetapi pembelajar tidak mengetahui kosa
kata bahasa target yang diperlukan sehingga pembelajar mengubah kode ke
bahasa Inggris dengan mengatakan “something”.
Adapun topik lain dengan wujud dan faktor yang sama seperti data di atas,
data tersebut adalah data CK/21/200917. Data ini merupakan percakapan antara
pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
pada pukul 10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 20 September 2017. Percakapan di
Data CK/14/190917
1) Pengajar : “Selanjutnya paragraf tiga silahkan
Edit memilih satu teman, mba Edit memilih satu teman.”
2) Pembelajar Edit : “Flora”
3) Pengajar : “Mba Flora silahkan paragraf tiga”
4) Pembelajar Flora : “Kakak kedua saya tidak suka
menyanyi. Dia suka sekali hmmm… something hahaha”
5) Pengajar : “Hahaha tidak apa-apa”
6) Pembejar Flora : “Masakannya selalu nomor satu.
Nama dia adaah Tina. Dia bekerja sebagai sekretaris di
Jogjakarta Plaza Hotel”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
bawah merupakan percakapan ketika pengajar memberikan pertanyaan tentang
pembelajaran sebelumnya kepada pembelajar di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata. Itu terlihat
di ujaran 2) “direction”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan di
atas adalah keterbatasan kode pembelajar. Pembelajar ingin menjawab soal terkait
tugas yang diberikan oleh pengajar. Namun, pembelajar tidak sepenuhnya
menjawab menggunakan bahasa Indonesia dan sebenarnya pembelajar ingin
mengatakan “arah” pada ujaran 2) tetapi pembelajar tidak mengetahui kosa kata
bahasa target yang diperlukan sehingga pembelajar mengubah kode ke bahasa
Inggris dengan mengatakan “direction”.
Data CK/21/200917
1) Pengajar : “Hari ini belajar apa?”
2) Pembelajar Edith : “Kami belajar tentang jalan,
hmmmm aaaaa direction?”
3) Pengajar : “Direksi”
4) Pembelajar Edith : “Direksi? okee”
5) Pengajar : “Dan ini di atas, di bawah, di
samping”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Selanjutnya, Data CK/38/260917 adalah merupakan percakapan antara
pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017. Percakapan di
bawah merupakan percakapan ketika pengajar menanyakan kebiasaan
menggunakan alat transportasi kepada pembelajar di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud frasa. Itu terlihat
di ujaran 4) “everywhere”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan di
atas adalah keterbatasan kode pembelajar. Pembelajar ingin menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh pengajar. Namun, pembelajar tidak sepenuhnya menjawab
menggunakan bahasa Indonesia dan sebenarnya pembelajar ingin mengatakan “ke
mana saja” pada ujaran 4) tetapi pembelajar tidak mengetahui kosa kata bahasa
Data CK/38/260917
1) Pengajar : “Mas Peter dan mba Bianka naik
transportasi apa?”
2) Pembelajar Bianka : “Saya suka naik hmmm motor”
3) Pengajar : “Naik motor, iya okee. Mengapa suka
naik motor?”
4) Pembelajar Bianka : “Karena saya harus pergi ke aaa
everywhere”
5) Pengajar : “Ke mana saja, everywhere, kemana
saja (menulis di papan tulis) kemana saja everywhere”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
target yang diperlukan sehingga pembelajar mengubah kode ke bahasa Inggris
dengan mengatakan “everywhere”.
Faktor yang sama pada data lainya adalah data CK/40/260917. Data ini
merupakan percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26
September 2017. Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pengajar
menanyakan sesuatu yang terkait dengan pembelajaran kepada pembelajar di
kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata hubung. Itu
terlihat di ujaran 4) “or”.
Data CK/40/260917
1) Pengajar : “Mas Aftah silahkan memilih satu
orang”
2) Pembelajar Aftah : “Mba Edith”
3) Pengajar : “Okee mba Edith silahkan”
4) Pembelajar Edith : “aaa tujuh or delapan ?
5) Pengajar : “Oh delapan ya”
6) Pembelajar Edith :“aaam ke mana mereka pergi?
Semarang?”
7) Pengajar :“What is Semarang? apa itu
Semarang?”
8) Pembelajar Edith : “Kota”
9) Pengajar : “Kota”
10) Pembelajar Edith : “Kota”
11) Pengajar : “Ke mana mereka karena di situ ada akan,
akan pergi, okee” (menulis di papan tulis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan di
atas adalah keterbatasan kode pembelajar. Pembelajar ingin bertanya kepada
pengajar. Namun, pembelajar tidak sepenuhnya bertanya menggunakan bahasa
Indonesia dan sebenarnya pembelajar ingin mengatakan “atau” pada ujaran 4)
tetapi pembelajar tidak mengetahui kosa kata bahasa target yang diperlukan
sehingga pembelajar mengubah kode ke bahasa Inggris dengan mengatakan “or”.
Begitupun faktor yang sama seperti data di atas terdapat pula pada data
Data CK/44/270917. Data tersebut merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017. Percakapan di bawah
merupakanpercakapan ketika pengajar menanyakan pembelajar tentang alat
transportasi di Jogja. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata hubung. Itu
terlihat di ujaran 4) “slow”.
Data CK/44/270917
1) Pengajar : “Andong sudah?”
2) Pembelajar Bianka : “Sudah”
3) Pengajar : “Bagaimana naik Andong? senang?
panas? Bagaimana Andong?”
4) Pembelajar Bianka : “Andong adalah sedikit aaaa slow”
5) Pengajar : “Haha, Andong sedikit lambat ya arena
Andong tidak mesin. Andong sedikit lambat (menulis di papan
tulis). Andong sedikit lambat”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan di
atas adalah keterbatasan kode pembelajar. Pembelajar ingin menjawab
pertanyaan dari pengajar. Namun, pembelajar tidak sepenuhnya menjawab
menggunakan bahasa Indonesia dan sebenarnya pembelajar ingin mengatakan
“lambat” pada ujaran 4) tetapi pembelajar tidak mengetahui kosa kata bahasa
target yang diperlukan sehingga pembelajar mengubah kode ke bahasa Inggris
dengan mengatakan “slow”.
4.5.1.2 Kebiasaan Pembelajar Menggunakan Bahasa Inggris
Data CK/22/200917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 20 September 2017.Percakapan di
bawahpercakapan ketika pembelajar memberikan intruksi kepada pembelajar lain
di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Data CK/22/200917
1) Pembelajar Aftah : “Mba Edith, di botol hmmm di
belakang, oh sorry, di dekat hmm buku”
2) Pengajar : “Di dekat buku, hanya satu di ya”
3) Pembelajar Edith : “Oke” (Sambil mempraktikan
untuk memindahkan botol di dekat buku)”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata hubung. Itu
terlihat di ujaran 4) “sorry”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan di
atas adalah faktor kebiasaan pembelajar menggunakan bahasa Inggris. Pembelajar
meminta maaf karena salah memberikan instruksi kepada pembelajar Edith. Lalu,
pembelajar secara spontanitas dan improv meminta maaf dengan cepat kepada
pembelajar Edith menggunakan bahasa Inggris karena kebiasaan pembelajar yang
selalu menggunakan bahasa Inggris sehari-harinya. Pembelajar Aftah merupakan
pembelajar yang berasal dari India selain terbiasa menggunakan bahasa India
pembelajar Aftah juga terbiasa menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
Internasional.Oleh karena itu, pembelajar Aftah terbiasa menggunakan bahasa
Inggris jika lawan tuturnya bisa menggunakan bahasa Inggris pula.
4.5.2 Lawan Tutur
Faktor lain selanjutnya adalah faktor yang disebabkan oleh lawan tutur.
Secara umum, penutur mengubah bahasa satu ke bahasa lain karena melihat lawan
tuturnya memiliki latar belakang bahasa yang berbeda dan untuk mempercepat
serta mempermudah lawan tuturnya memahami bahasa target yaitu bahasa
Indonesia. Namun, faktor secara khususnya sangat beragam. Berikut adalah
faktor-faktor khusus yang dilatarbelakangi oleh lawan tutur, mengapa peristiwa
campur kode kode itu dapat terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
4.5.2.1 Kemudahan Lawan Tutur Menjawab Pertanyaan Penutur
Data CK/1/180917 merupakan data dari percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Senin, tanggal 18 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar memberikan pertanyaan tentang hobi
kepada pembelajar Aftah. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks
tersebut.
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata. Itu terlihat
di ujaran 3) “football” dan “or”.
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan penutur. Oleh karena itu,
pengajar mengubah kode ke dalam bahasa Inggris dengan mengatakan
“football?,or?” agar pembelajar memahami apa yang ditanyakan olehpenutur.
Pengajar juga mempunyai alasan mengapa dirinya mengubah bahasa Indonesia ke
bahasa Inggris agar memancing pembelajar untuk menggunakan bahasa Inggris.
Data CK/1/180917
1) Pengajar : “Mas Aftah, apa hobi Anda?”
2) Pembelajar : “Hobi saya berolahraga.”
3) Pengajar : “Olahraga apa? berolahraga? football? or….”
4) Pembelajar : “Badminton”
5) Pengajar : “Badminton. apa? sudah?”
6) Pembelajar : “Iya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Pengajar mengerti lawan tuturnya belum memilik banyak kosa kata baru dalam
bidang olahraga.
Data selanjutnya adalah data CK/30/250917. Data ini merupakan data
yang memiliki faktor yang sama seperti data di atas. Data ini ditemukan dari
percakapan antara pengajar dan pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25 September 2017.
Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pengajarmeminta contoh
kalimat dengan preposisi lokasi kepada pembelajar di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata. Itu terlihat
di ujaran 1) “sentence”.
Data CK/30/250917
1) Pengajar : “Apakah bisa memberikan contoh
kalimat dengan preposisi lokasi, preposisi lokasi,
sentence, kalimat? Mungkin dari mba Fanny ya.”
2) Pembelajar Fanny : “Kami pergi ke Universitas Sanata
Dharma”
3) Pengajar : “Kami pergi ke Universitas Sanata
Dharma, so preposisi?”
4) Pembelajar Fanny : “Ke-“
5) Pengajar : “Oke, bagus”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan penutur. Oleh karena itu,
pengajar mengubah kode ke dalam bahasa Inggris dengan mengatakan “sentence”
agar pembelajar memahami apa yang ditanyakan oleh pengajar.
Adapun faktor campur kode yang sama seperti data di atas yaitu data
CK/36/250917. Data tersebut merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar asing di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pengajar menanyakan alat tradisional kepada
pembelajar di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/36/250917
1) Pengajar : “Paragraf satu berbicara tentang apa?”
2) Pembelajar Edith : “Ada banyak alat transportasi”
3) Pengajar : “Okee, alat transportasi di
Yogyakarta.Okee, apa alat transportasi tradisional di
Yogyakarta based on the paragraph?”
4) Pembelajar Aftah : “Sepeda”
5) Pengajar : “Sepeda”
6) Pembelajar Aftah : “Becak”
7) Pengajar : “Becak”
8) Pembelajar Aftah : “Andong”
9) Pengajar :“Andong, okee ya sepeda,becak, dan
andong, okee”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud frasa. Itu terlihat
di ujaran 3) “based on the paragraph?”.
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah menjawab pertanyaan pengajar. Jika pengajar
mengatakan “based on the paragraph?” tentu saja pembelajar akan kesulitan
memahami maksud pertanyaan pengajar karena pembelajar belum mengetahui
banyak kosa kata bahasa target. Oleh karena itu, pengajar mengubah kode ke
dalam bahasa Inggris dengan mengatakan “based on the paragraph?” agar
pembelajar cepat memahami apa yang ditanyakan oleh pengajar.
4.5.2.2 Kemudahan Lawan Tutur Untuk Mengerjakan tugas
Data berikut adalah data yang memiliki faktor campur kode berbeda
dengan data di atas. Data CK/2/180917 merupakan monolog pengajar di Lembaga
Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 18
September 2017. Monolog di bawah merupakanmonolog ketika pengajar
memberikan penjelasan tentang tugas yang diberikan kepada pembelajar asing.
Berikut ini adalah monolog berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/2/180917
1) Pengajar : “Saya mau teman-teman membuka halaman
tujuh puluh satu , tujuh puluh satu ya. Okee tujuh puluh satu,
di situ ada dialog ya. Tolong teman-teman complete these
followingdialogue menulis dialog ya, dialog, oh sorry. Ya
menulis, menjawab nomor satu sampai lima, nomor satu
sampai lima. Silakan complete, melengkapi, Complete this
dialogue”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Terdapat fenomena campur kode pada monolog tersebut. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata “sorry”,
“complete” dan frasa “complete these followingdialogue”, “complete this
dialogue”terlihat di ujaran 1).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Pengajar mengubah bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris dengan kata kunci “complete” dan frasa
“completethis dialogue” agar pembelajar dapat langsung menangkap maksud
petunjuk soal yang diberikan pengajar. Pengajar tidak perlu bertele-tele
menjelaskan petunjuk soal yang diberikan kepada pembelajar.
Data selanjutnya adalah data CK/4/180917. Data CK/4/180917 merupakan
monolog pengajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul
10.30 WIB, hari Senin, tanggal 18 September 2017. Monolog di bawah
merupakanmonolog ketika pengajar memberikan penjelasan tentang tugas yang
diberikan kepada pembelajar asing. Berikut ini adalah monolog berdasarkan
konteks tersebut.
Data CK/4/180917
1) Pengajar : “Sekarang teman-teman akan interview. Interview is
wawancara. teman-teman akan wawancara di depan kampus. So, kita
outdoor keluar kelas dan interview dengan orang lain tentang nama,
hobi, dan alasan. Alasan is reason. contoh ya, selamat pagi Ibu,
apakah saya boleh bertanya, lalu bisa berkata nama saya mba Elin,
saya belajar bahasa Indonesia, apa hobi Anda? Apa alasan Anda suka
hobi Anda? So, kalian praktek ya di luar ya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Terdapat fenomena campur kode pada monolog tersebut. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata “sorry”,
“complete”, “outdoor”, “so”, dan “interview”terlihat di ujaran 1).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Pengajar merasa pembelajar
merasa kesulitan memahami ketika pengajar mengatakan “wawancara”,
“lengkapi” dan “di luar ruangan” sehingga pengajar mengubah bahasa Indonesia
ke dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, pengajar mengubah bahasa Indonesia ke
bahasa Inggris dengan kata kunci “interview”, “complete” dan “outdoor” agar
pembelajar dapat langsung menangkap maksud petunjuk tugas yang diberikan
pengajar.
Masih dengan data dengan faktor campur kode yang sama seperti di atas,
data CK/5/180917 merupakan monolog pengajar di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 18 September 2017.
Monolog di bawah merupakanmonolog ketika pengajar memberikan penjelasan
tentang tugas yang diberikan kepada pembelajar asing. Berikut ini adalah
monolog berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/5/180917
1) Pengajar : “Sekarang kita akan coba latihan satu ya,
latihan-latihan, nomor satu picture, gambar, jurnalis ya,
tugas dia mencari berita, menulis berita. Berita isnews.
Teman-teman menjawab ya, tujuh gambar ya, tujuh picture
dan tugas dia apa, tugas is task.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Terdapat fenomena campur kode pada monolog tersebut. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata “picture“
terlihat di ujaran 1).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Pengajar merasa pembelajar
merasa kesulitan memahami petunjuk soal ketika pengajar mengatakan “gambar”.
Oleh karena itu, pengajar mengubah bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan
kata kunci “picture” agar pembelajar dapat langsung menangkap maksud
petunjuk soal yang diberikan pengajar.
Begitupun dengan data berikutnya yaitu data CK/7/180917. Data
CK/7/180917 ini merupakan monolog pengajar di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 18 September 2017.
Monolog di bawah merupakanmonolog ketika pengajar memberikan penjelasan
tentang tugas yang diberikan kepada pembelajar asing. Berikut ini adalah
monolog berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/7/180917
1) Pengajar : “Teman-teman bisa tau jawaban, after sentence
or before sentence” (pengajar memberikan petunjuk soal
tentang melengkapi kalimat rumpang).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Terdapat fenomena campur kode pada monolog tersebut. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud frasa “after
sentence or before sentence”terlihat di ujaran 1).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Pengajar merasa pembelajar
merasa agak akesulitan dan lama untuk memahami petunjuk soal jika pengajar
mengatakan “kalimat sesudahnya atau kalimat sebelumnya”. Oleh karena itu
pengajar mengubah bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan kata kunci “after
sentence” dan “before sentence” agar pembelajar dapat langsung menangkap
maksud petunjuk soal yang diberikan pengajar.
Masih dengan data campur kode yaitu data CK/20/190917. Data ini
diperoleh dari monolog pengajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 19 September 2017. Monolog di
bawah merupakanmonolog ketika pengajar memberikan penjelasan tentang tugas
yang diberikan kepada pembelajar asing. Berikut ini adalah monolog berdasarkan
konteks tersebut.
Data CK/20/190917
1) Pengajar : “Silahkan buka halaman depan puluh tiga,
halaman delapan puluh tiga, oke, delapan puluh tiga. Ada
latihan kosa kata, latihan vocabulary ya. silahkan
mengerjakan nomor satu sampai lima, nomor satu sampai
lima”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Terdapat fenomena campur kode pada monolog tersebut. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata
“vocabulary”terlihat di ujaran 1).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Pengajar merasa pembelajar
merasa agak kesulitan memahami petunjuk soal ketika pengajar mengatakan
“kosa kata”. Oleh karena itu, pengajar memberikan penegasan dengan mengubah
bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan kata kunci “vocabulary” agar
pembelajar dapat langsung menangkap maksud petunjuk soal yang diberikan
pengajar.
Data CK/39/260917 adalah data dengan wujud dan faktor yang sama
seperti data di atas. Data ini merupakan monolog pengajar di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26
September 2017. Monolog di bawah merupakan monolog ketika pengajar
memberikan penjelasan tentang rencana pembelajaran yang diberikan kepada
pembelajar asing di kelas. Berikut ini adalah monolog berdasarkan konteks
tersebut.
Data CK/39/260917
1) Pengajar : “Dengan saya hari ini akan cek ini, lalu latihan
vocabulary dan yesterday kemarin ada PR ya, belum cek PR?
belum cek PR belum ya? jadi latihan ini, cek PR lalu kita akan
role play naik transportasi”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Terdapat fenomena campur kode pada monolog tersebut. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata
“vocabulary”, “yesterday” dan frasa “role play”terlihat di ujaran 1).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Itu terlihat di ujaran 1),
penutur mengubah bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan
memberikan kata kunci seperti “vocabulary”, dan “role play”. Pengajar
memberikan langsung kata kunci menggunakan bahasa Inggris agar pembelajar
dengan cepat dan mudah memahami petunjuk soal yang diberikan pengajar.
Selanjutnya, data CK/41/260917 merupakan monolog pengajar di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa,
tanggal 26 September 2017. Monolog di bawah merupakan monolog ketika
pengajar memberikan penjelasan tentang rencana pembelajaran yang diberikan
kepada pembelajar asing di kelas. Berikut ini adalah monolog berdasarkan
konteks tersebut.
Data CK/41/260917
1) Pengajar : “Kita akan coba latihan tujuh, latihan tujuh. Nah,
di latihan tujuh. Anda mencari kata-kata look for the words
from the text, okee. Kita coba, lets try, number one, nomor
satu sampai lima saja, number one until five, ya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Terdapat fenomena campur kode pada monolog tersebut. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud frasa “look for
the words from the text”, “lets try”, “number one until five” dan frasa “number
one”terlihat di ujaran 1).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Itu terlihat di ujaran 1),
penutur mengubah bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan
memberikan penegasan-penegasan ke dalam bahasa Inggris agar pembelajar dapat
cepat dan mudah mengerjakan tugas tanpa kebingungan atau kesulitan sama sekali
memahami petunjuk soal.
Data CK/45/270917 adalah data dengan wujud dan faktor yang sama
seperti data di atas. Data ini merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017. Percakapan di bawah merupakan
percakapan ketika pengajar memberikan penjelasan tentang rencana
pembelajaran yang diberikan kepada pembelajar asing di kelas. Berikut ini adalah
percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/45/260917
1) Pengajar :“Hari ini mendengarkan, listening ya halaman
seratus dua puluh tiga, seratus dua puluh tiga, sudah? ”
2) Pembelajar : “Eheem ”
3) Pengajar : “Ada dialog, satu,dua,tiga,empat,lima, lima part
ya, ada dialog. Kita membaca, membaca ini, seratus dua puluh
tiga mencari kata baru, kata baru atau new word.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Terdapat fenomena campur kode pada percakapan tersebut. Terdapat
percakapan dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud kata “listening,
“part” dan frasa “new word”terlihat di ujaran 1) dan 3).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Itu terlihat di ujaran 1) dan 3),
penutur mengubah bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan
memberikan penegasan-penegasan ke dalam bahasa Inggris agar pembelajar dapat
cepat dan mudah mengerjakan tugas tanpa kebingungan atau kesulitan sama sekali
memahami petunjuk soal.
Data terakhir dengan faktor campur kode yang sama seperti data di atas
adalah data CK/51/270917. Data CK/51/270917 merupakan monolog pengajar di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa,
tanggal 27 September 2017. Monolog di bawah merupakan monolog ketika
pengajar memberikan penjelasan tentang rencana pembelajaran yang diberikan
kepada pembelajar asing di kelas. Berikut ini adalah monolog berdasarkan
konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Terdapat fenomena campur kode pada monolog tersebut. Terdapat
monolog dengan perubahan dari bahasa satu ke bahasa lain yaitu dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris. Perubahan bahasa di atas berwujud frasa “flight
number”terlihat di ujaran 1).
Faktor pengajar beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggrisagar lawan tutur mudah mengerjakan tugas. Itu terlihat di ujaran 1),
penutur mengubah bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan
memberikan penegasan-penegasan ke dalam bahasa Inggris agar pembelajar dapat
cepat dan mudah mengerjakan tugas tanpa kebingungan atau kesulitan sama sekali
memahami petunjuk soal.
Data CK/51/270917
1) Pengajar : “Latihan empat ini ada nama pesawat, pesawat di
Indonesia, Garuda Indonesia, Air Asia, Citi link. Nomor
penerbangan, nomor penerbangan, area, tiket. Di sini ada nama
lalu alamat. Di sini ada nomor penerbangan nomor pesawat
contoh Garuda pakai BA dua dua lima flight number BA dua
dua lima flight number. Dari-tujuan destinasi sama, destinasi
tujuan. Sudah?” (Pengajar memberikan petunjuk soal nomor
pesawat untuk menjawab latihan mendengarkan, setelah
memberikan petunjuk pengejar memulai memutarkan
rekaman).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
4.5.2.3 Kemudahan Lawan Tutur Memahami Jawaban dari Penutur
Terdapat faktor campur kode yang berbeda di data lain yaitu pada data
CK/17/190917. Data CK/17/190917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Selasa, tanggal 19 September 2017. Percakapan di bawah merupakan
percakapan ketika pengajar memberikan petunjuk tugas dan memberikan
pertanyaan kepada pembelajar di kelas. Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 4) “friend” dan ujaran 6) “feeling”, “relax” dan
“calm” .
Data CK/17/190917
1) Pengajar : “Sudah? bagaimana? bisa? tidak sulit
ya? bisa cek sekarang? untuk nomor satu silahkan mba
Bianka.”
2) Pembelajar Bianka : “Senang mendengarkan musik, alasan
membuat dia tenang”
3) Pengajar : “Membuat dia apa? teman apa teman,
apa arti teman? teman friend tapi ini tenang” (menulis jawaban
di papan tulis)
4) Pembelajar Bianka : “Apa artinya tenang?”
5) Pengajar : “Tenang itu perasaan, feeling.
Anda(meragakan perasaan tenang) relax, calm, calm ya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 4) dan 6), ketika pengajar menanyakan beberapa arti kosa kata baru dalam
bahasa Inggris tidak ada satupun pembelajar yang menjawab sehingga pengajar
mengartikannya sendiri ke dalam bahasa Inggris. Penutur mengubah kode dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena penutur ingin pembelajar mudah
memahami jawaban penutur dari pertanyaan pembelajar terkait materi kosa kata
baru yang sedang dipelajari oleh pembelajar.
Selanjutnya, data CK/23/200917 adalah data dengan wujud dan campur
kode yang seperti data di atas. Data CK/23/200917 merupakan percakapan antara
pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada
pukul 10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 20 September 2017. Percakapan di bawah
merupakan percakapan ketika pembelajar memberikan pertanyaan tentang kosa
kata baru kepada pengajar di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Data CK/23/200917
Pembelajar Peter : (membaca cerita tentang Candi
Borobudur)
1) Pengajar : “ Iya yang ini banyak kata baru ”
2) Pembelajar Bianka : “aaaaa hal?”
3) Pengajar : “Hal, seperti ini benda dan hal,
sebentar ya (sambil menulis di kata benda dan hal di papan
tulis) benda versushal. Benda itu tidak abstrak ya, ini
benda, meja, kursi, televisi, ini kaca mata, hape benda
(sambil menunjukan benda-benda tersebut). Hal itu benda
tapi abstrak. contoh hal itu seperti goodness nah itu hal, hal
baik. Jadi selalu abstrak”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 3) “versus” dan “goodness” .
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 3), Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
karena penutur ingin pembelajar mudah memahami penjelasan penutur terkait
materi kosa kata baru yang ditanyakan oleh pembelajar. Penutur mengatakan kata
“versus” untuk memberikan perbandingan pengertian arti kata “hal” abstrak dan
tidak abstrak. Pengajar juga mengatakan kata “goodness” untuk memberikan
contoh kongkrit dari arti kata hal tidak abstrak agar jawaban dari penutur cepat
dimengerti oleh pembelajar tentang arti kata “hal”.
Data berikutnya adalah data CK/24/200917. Data CK/24/200917
merupakan merupakan percakapan antara pengajar dan pembelajar di Lembaga
Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 20
September 2017. Percakapan di bawah merupakan percakapan ketika pembelajar
memberikan pertanyaan tentang kosa kata baru kepada pengajar di kelas.Berikut
ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 4) “if”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 4), penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
karena penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur terkait
pertanyaan tentang materi kosa kata baru yang sedang ditanyakan oleh
pembelajar.
Data CK/25/200917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Rabu, tanggal 20 September 2017. Percakapan di bawah merupakan
percakapan ketika pembelajar memberikan pertanyaan tentang kosa kata baru
kepada pengajar di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks
tersebut.
Data CK/24/200917
1) Pembelajar Edith : “ Jika, jika?”
2) Pengajar : “Jika, jika kamu lapar, silahkan
makan.
3) Pembelajar Fanny : “If” (menyela penjelasan pengajar
dengan menggunakan Bahasa Inggris)
4) Pengajar : “Jika kamu sakit, kalau, jika, sama,
kalau, kalau, jika, ya if, kalau, jika, sama.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 2) “real”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 2), pengajar langsung menjelaskan arti kata “nyata’ dengan menggunakan
bahasa Inggris “real” karena pembelajar bisa menggunakan bahasa Inggris.
Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena
penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur terkait
pertanyaan dari pembelajar tentang materi kosa kata baru yang sedang ditanyakan
oleh pembelajar.
Selanjutnya, data CK/28/200917 merupakan percakapan antara pengajar
dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Rabu, tanggal 20 September 2017. Percakapan di bawah merupakan
percakapan ketika pembelajar memberikan pertanyaan tentang kosa kata baru
kepada pengajar di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks
tersebut.
Data CK/25/200917
1) Pembelajar Fanny : “Apa artinya nyata?”
2) Pengajar : “Nyata sama dengan real”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 2) “etcetra”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
ujaran 2), pengajar langsung menjelaskan arti kata “dan lain-lain” dengan
menggunakan bahasa Inggris “etcetra”. Pengajar tidak hanya menjelaskan secara
lisan saja tetapi pengajar juga menjelaskan dengan menulis di papan tulis.
Masih dengan faktor yang sama, data CK/35/250917 adalah data yang
ditemukan ketika terjadi percakapan antara pengajar dan pembelajar di Lembaga
Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25
September 2017. Ketika itu terjadi percakapan antar pengajar dan pembelajar
yang membicarakan tentang pembelajar menanyakan kosa kata baru pada bacaan
dan pengajar menjelaskan tentang kosa kata baru kepada pembelajar di kelas.
Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/28/200917
1) Pembelajar Fanny : “Apa artinya dan lain-lain?”
2) Pengajar : “Dan lain-lain, ini artinya sama dengan
bahasa Inggris seperti ini (menulis tulisan etcetra di papan
tulis) d-l-l, bahasa Inggris etcetra, dan lain-lain.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 5) “enough” dan “so”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 5), pengajar langsung menjelaskan arti kata “cukup” dengan menggunakan
bahasa Inggris “enough” karena pembelajar bisa menggunakan bahasa Inggris.
Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena
penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur terkait
pertanyaan dari pembelajar tentang materi kosa kata baru yang sedang ditanyakan
oleh pembelajar.
Seperti faktor campur kode di atas, data CK/42/260917 merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Selasa, tanggal 26 September 2017.
Percakapan di bawahmerupakan percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa
kata baru kepada pengajar di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Data CK/35/250917
1) Pembelajar Bianka : “Apa artinya cukup?”
2) Pengajar : “Cukup?”
3) Pembelajar Bianka : “Iya”
4) Pembelajar Fanny : “Enough”
5) Pengajar : “Cukup, enough. okee so cukup enough”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 4) “company”
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 4), pengajar langsung menjelaskan arti kata “cukup” dengan menggunakan
bahasa Inggris “company” karena pembelajar bisa menggunakan bahasa Inggris.
Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena
penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur terkait
pertanyaan dari pembelajar tentang materi kosa kata baru yang sedang ditanyakan
oleh pembelajar.
Data CK/46/270917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017. Percakapan di bawahmerupakan
percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa kata baru kepada pengajar di
kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/42/260917
1) Pembelajar Bianka : “Apa artinya perusahaan?”
2) Pengajar : “Perusahaan?”
3) Pembelajar Edith : “Company”
4) Pengajar : “Nah, company ya, perusahaan company”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 6) dan 9) “get off” serta ujaran 11) “leszall”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 6) dan 9), pengajar menjelaskan arti kata “turun” dengan menggunakan
bahasa Inggris “get off” karena pembelajar bisa menggunakan bahasa Inggris.
Penutur tidak hanya mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggris saja, tetapi pengajar juga mengubah bahasa dari bahasa Indonesia ke
dalam bahasa Hungaria karena banyak lawan tutur yang berasal dari Hungaria.
Pengajar mengubah bahasa dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Hungaria agar
Data CK/46/270917
1) Pembelajar Bianka : “Turun?”
2) Pengajar :“Apa? ”
3) Pembelajar Bianka : “Turun”
4) Pengajar : “Oh turun, contoh mba Bianka naik
Trans Jogja, naik Trans Jogja lalu di sini tempat berhenti.
Saya turun di sini, naik sepeda motor kemudian turun, turun
dari Trans Jogja lalu sudah sampai, biasanya ada bell teeeet,
ayo turun”
5) Pembelajar Peter : “Get off?”
6) Pengajar : “Ya get off”
7) Pembelajar Bianka : “Apa?”
8) Pembelajar Peter : “Get off”
9) Pengajar : “Apa ya inbahasa Hungaria get off?”
10) Pembelajar Peter : “Leszall”
11) Pengajar : “Naik Andong juga, pak saya turun
di sini, Andong berhenti, Anda Leszall hahahaha”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
pembelajar dari Hungaria dengan mudah dapat memahami jawaban dari pengajar
tentang arti kata “turun”.
Berikutnya, data CK/47/270917 merupakan percakapan antara pengajar
dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017. Percakapan di bawahmerupakan
percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa kata baru kepada pengajar di
kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar dan pembelajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena
tersebut dapat dilihat pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris dalam wujud frasa pada ujaran 7) “one frase”, “like
fish” dan ujaran 9) “in the airport” serta kata “fly” .
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur yaitu pembelajar mudah memahami jawaban dari
Data CK/47/270917
1) Pengajar : “Turun sudah”
2) Pembelajar Edith : “Jauh?”
3) Pengajar :“Jauh? rumah mas Aftah dekat
universitas, rumah mba Edith”
4) Pembelajar Edith : “Aha far?”
5) Pengajar : “Ya”
6) Pembelajar Edith : “Pesawat terbang?”
7) Pengajar : “Oh pesawat terbang itu biasanya
ini, ini one frase ya, (menggambar pesawat terbang) seperti
ini pesawat terbang hahaha seperti ikan hahaha like fishini
bukan ikan”
8) Pembelajar Fanny : “Pesawat terbang in theairport?”
9) Pengajar : “Ya aeroplane tapi terbang saja itu
fly”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
penutur. Pada ujaran 7) dan ujaran 9), pengajar beberapa kali mengubah bahasa
dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris agar pembelajar dengan mudah dan cepat
memahami jawaban dari penutur terkait pertanyaan dari pembelajar mengenai
kosa kata baru. Pengajar juga tidak hanya memberikan jawaban secara lisan tetapi
pengajar juga memberikan contoh kongkritnya dengan menggambarkan bentuk
pesawat terbang.
Tidak jauh beda dengan data di atas, data berikutnya adalah data yang
memiliki faktor campur kode yang sama. Data CK/48/270917 merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017.
Percakapan di bawahmerupakan percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa
kata baru kepada pengajar di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 3) dan ujaran 5) “plan””.
Data CK/48/270917
1) Pengajar : “Kita lanjut ke rencana wisata, bisa
lihat halaman ini, ke rencana wisata”
2) Pembelajar Fanny : “Apa artinya rencana?
3) Pengajar : “Rencana, ini seperti ini hari ini hari
Jumat, hari ini Jumat besok libur ayo diskusi rencana buat
besok kita mau pergi kemana (diam sejenak) plan”
4) Pembelajar Fanny : “Aha”
5) Pengajar : “Plan”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 5), pengajar langsung menjelaskan arti kata “rencana” dengan
menggunakan bahasa Inggris “plan” karena pembelajar bisa menggunakan bahasa
Inggris. Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
karena penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur terkait
pertanyaan dari pembelajar tentang materi kosa kata baru yang sedang ditanyakan
oleh pembelajar.
Data selanjutnya adalah data CK/49/270917. Data ini merupakan
percakapan antara pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas
Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017.
Percakapan di bawahmerupakan percakapan ketika pembelajar menanyakan
kosakata baru kepada pengajar di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Data CK/49/270917
1) Pengajar : “ Lima, mas Aftah”
2) Pembelajar Aftah : “Berapa jarak Candi Borobudur Candi
Mendut, kira-kira 2 kilo meter”
3) Pengajar : “ Ya kira-kira dua kilo meter”
4) Pembelajar Edith : “Berapa jarak? jarak?”
5) Pengajar : “Jarak itu seperti ini, berapa jarak dari
universitas ke Kasongan? kira-kira lima belas kilo meter”
6) Pembelajar Edith : “Ah okeee”
7) Pengajar : “ Jadi dari sini ke sini (menunjuk jarak
pensil ke penghapus) , nah ini disebut jarak seperti distance”
8) Pembelajar Edith : “ Oh distance, ya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 7) “distance”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 7), pengajar langsung menjelaskan arti kata “jarak” dengan menggunakan
bahasa Inggris “distance” karena pembelajar bisa menggunakan bahasa Inggris.
Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena
penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur terkait
pertanyaan dari pembelajar tentang materi kosa kata baru yang sedang ditanyakan
oleh pembelajar.
Data CK/52/270917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017. Percakapan di bawahmerupakan
percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa kata baru kepada pengajar di
kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Data CK/52/270917
1) Pembelajar Fanny : “Kamar?”
2) Pengajar : “Kamar? kamar sama dengan ruang tapi
kamar lebih kecil ya untuk tidur kamar tidur ini ruang,
ruang,ruang (sambil menunjuk ruang-ruang) tidur, kamar tidur,
toilet ,kamar mandi, room, room for taking a bath, room for
sleeping, kamar tidur, kamar mandi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 2) “distance” dan frasa “room for taking a bath”
serta“room for sleeping”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 2), pengajar langsung menjelaskan arti kata “kamar” dengan menggunakan
bahasa Inggris “room” karena pembelajar bisa menggunakan bahasa Inggris.
Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena
penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur terkait
pertanyaan dari pembelajar tentang materi kosa kata baru yang sedang ditanyakan
oleh pembelajar.
Data selanjutnya dengan faktor campur kode yang sama adalah data
CK/53/270917. Data tersebut merupakan merupakan percakapan antara pengajar
dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017. Percakapan di bawahmerupakan
percakapan ketika pembelajar menanyakan kosa kata baru kepada pengajar di
kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 2) “souvenir”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 2), pengajar langsung menjelaskan arti kata “oleh-oleh” dengan
menggunakan bahasa Inggris “souvenir” karena pembelajar bisa menggunakan
bahasa Inggris. Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Inggris karena penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur
terkait pertanyaan dari pembelajar tentang materi kosa kata baru yang sedang
ditanyakan oleh pembelajar.
Data terakhir selanjutnya dengan faktor campur kode yang sama adalah
data CK/33/250917. Data tersebut merupakan merupakan percakapan antara
pengajar dan pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada
pukul 10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 27 September 2017. Percakapan di
bawahmerupakan percakapan ketika pengajar meminta tolong pembelajar untuk
Data CK/53/270917
1) Pembelajar Flora : “Oleh-oleh?”
2) Pengajar : “Oleh-oleh? nah ini, mba Flora pulang ke
Hungaria lau membawa oleh-oleh, souvenir, oleh-oleh bisa
makanan bisa souvenir nah itu oleh-oleh”
3) Pembelajar Flora : “Ah ya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
menjawab soal dari latihan di kelas dan pengajar menjelaskan kata baru dari
jawaban pembelajar.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 8) “in front of”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami jawaban dari penutur. Pada
ujaran 8), pengajar langsung menjelaskan arti kata “depan” dengan menggunakan
bahasa Inggris “in fron of” karena pembelajar bisa menggunakan bahasa Inggris.
Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris karena
penutur ingin pembelajar mudah memahami jawaban dari penutur terkait
pertanyaan dari pembelajar tentang materi kosa kata baru yang sedang ditanyakan
oleh pembelajar.
DataCK/33/250917
1) Pengajar : “Lanjut, mba Fanny ya”
2) Pembelajar Fanny : “Ada dua kuda di depan”
3) Pengajar : “Ada dua kuda di depan pak kusir, okee.
lanjut mas Aftah”
4) Pembelajar Aftah : “Pak kusir mengontrol kuda” (dipotong
pembelajar lain dengan pertanyaan)
5) Pembelajar Bianka : “What is the mean depan?”
6) Pengajar : “Di depan”
7) Pembelajar Bianka : “Apa artinya?”
8) Pengajar : “Depan, in front of”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
4.5.2.4 Kemudahan Lawan Tutur Memahami Penjelasan Penutur
Data CK/26/200917merupakan monolog pengajar di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Rabu, tanggal 20
September 2017. Percakapan di bawah merupakan monolog ketika pengajar
memberikan penegasan tentang aturan pakaian saat mengunjungi Candi
Borobudur di kelas. Berikut ini adalah monolog berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada monolog tersebut. Pengajar
mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat pada
monolog di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dalam
wujud kata pada ujaran 2) “polait”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada monolog
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
ujaran 2), pengajar langsung menjelaskan arti kata “sopan” dengan menggunakan
bahasa Inggris “polait” karena pengajar memahami ada salah satu kata yaitu kata
Data CK/26/200917
Pembelajar Aftah : (membaca aturan pakaian saat
mengunjungi Candi Borobudur)
1) Pengajar : “Untuk pergi ke Candi Borobudur,
pengunjung harus memakai pakaian, pakaian, baju sama ya,
pakaian yang sopan hehehehe. Sopan itu polait. Tidak boleh
memakai celana, ini celana ya, celana pendek (sambil
menunjuk celananya sendiri) ini celana pendek (sambil
menggambar celana).”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
“sopan” yang tidak dimengerti oleh semua pembelajar. Kata tersebut terdapat
pada aturan berpakaian saat mengunjungi Candi Borobudur.
Data CK/30/250917 merupakan percakapan antara pengajar dan
pembelajar di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30
WIB, hari Senin, tanggal 25 September 2017. Percakapan di bawah
merupakanpercakapan ketika pengajar memberikan penegasan dari apa yang
dikatakan pembelajar Aftah di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan
konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 3) “will”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
ujaran 3), pengajar langsung menjelaskan arti kata “akan” dengan menggunakan
Data CK/30/250917
Pembelajar Aftah : (pembelajar Aftah membaca jawaban dan
pengajar mengulang apa yang dikatakan pembelajar Aftah)
1) Pengajar : “Ya sesudah pergi ke Candi Borobudur
Diani, sesudah pergi ke Candi Borobudur Diani menulis,
menulis informasi tentang Borobudur.”
2) Pembelajar Fanny : “Diani akan?”
3) Pengajar : “Ya, akan bisa hilang ya, akan will di
sini”
4) Pembelajar Fanny : “Diani akan menulis informasi?”
5) Pengajar : “Ya, Diani akan menulis informasi”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
bahasa Inggris “will”. Penutur mengubah kode dari bahasa Indonesia ke dalam
bahasa Inggris karena penutur ingin pembelajar mudah memahami penjelasan
penutur terkait klarifikasi jawaban soal yang dibacakan oleh pembelajar Aftah
sebelumnya.
Berikutnya adalah data CK/32/250917. Data ini merupakan data yang
diperoleh dari lokasi yang sama yaitu di Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin, tanggal 25 September 2017. Ketika
itu terjadi percakapan antar pengajar dan pembelajar yang membicarakan tentang
pengajar yang meminta tolong pembelajar Bianka untuk menjawab soal dari
latihan di kelas dan pengajar menjelaskan kata baru dari jawaban pembelajar
Bianka.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 3) “driver”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
ujaran 3), pengajar langsung menjelaskan arti kata “kusir” dengan menggunakan
Data CK/32/250917
1) Pengajar : “Lanjut mba Bianka”
2) Pembelajar Bianka : “Mereka duduk di belakang pak kusir.”
3) Pengajar : “Okee maaf, mereka duduk di belakang
pak kusir. Pak kusir tau ya? kusir apa kusir? (pengajar menulis
di papan tulis) pak kusir driver untuk andong okee.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
bahasa Inggris “driver” karena pengajar memahami ada salah satu kata yaitu kata
“kusir” yang tidak dimengerti oleh semua pembelajar. Kata tersebut terdapat pada
jawaban soal yang dibacakan oleh pembelajar Bianka.
Masih dengan faktor campur kode yang sama seperti data di atas, data
CK/43/260917 merupakan data yang diperoleh dari lokasi yang sama yaitu di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari Senin,
tanggal 25 September 2017. Percakapan di bawah merupakanpercakapan ketika
pengajar menanyakan kosa kata baru kepada pembelajar di kelas. Berikut ini
adalah percakapan berdasarkan konteks tersebut.
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 3) “start” dan ujaran 6) “finish” .
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
CK/43/260917
1) Pembelajar Aftah : (pembelajar Aftah menyinggung
mulai dan selesai pembelajaran di Lembaga Bahasa)
2) Pengajar : “Mba Bianka apa arti mulai? arti
mulai? apa arti mulai”
3) Pembelajar Bianka : (pembelajar Bianka berpikir dan
diam tidak mengetahui jawaban)
4) Pengajar : “Startya mulai start, oke. selesai?”
5) Pembelajar Fanny : “Finish”
6) Pengajar : “Selesai, finish” (sembari menulis di
papan tulis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
ujaran 3) dan ujaran 6), pengajar langsung menjelaskan arti kata “mulai” dan
“selesai” dengan menggunakan bahasa Inggris “start” dan “finish” karena
pengajar memahami ada beberapa kata yaitu kata “mulai” dan “selesai” yang tidak
dimengerti oleh semua pembelajar. Kata tersebut terdapat pada perkataan yang
disinggung oleh pembelajar Aftah.
Data CK/31/250917 merupakan data yang diperoleh dari lokasi yang sama
yaitu di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma pada pukul 10.30 WIB, hari
Senin, tanggal 25 September 2017. Percakapan di bawah merupakan percakapan
ketika pengajarmeminta contoh kalimat dengan preposisi lokasi kepada
pembelajar dan menjelaskan tentang materi pelajaran kepada pembelajar yang
datang terlambat di kelas.Berikut ini adalah percakapan berdasarkan konteks
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Terdapat fenomena bahasa campur kode pada percakapan tersebut.
Pengajar mencampur bahasa satu ke bahasa lain. Fenomena tersebut dapat dilihat
pada percakapan di atas, pengajar mencampur bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
dalam wujud kata pada ujaran 12) “review”.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada percakapan
tersebut adalah agar lawan tutur mudah memahami penjelasan penutur. Pada
ujaran 3), pengajar langsung menjelaskan arti kata “meninjau” dengan
menggunakan bahasa Inggris “review” karena jika pengajar menjelaskan dengan
kata “meninjau” tentu saja pembelajar akan merasa kesulitan untuk memahami
Data CK/31/250917
Pembelajar Bianka: (Bianka memberikan contoh kalimat
dengan preposisi tanpa ada unsur campur kode dan alih kode,
lalu pengajar bertanya kepada pembelajar Peter)
1) Pengajar : “Mas Peter?” (Meminta tolong Peter
untuk memberikan kalimat dengan preposisi”
2) Pembelajar Peter : “Hmmmm” (Suara pintu terbuka,
pembelajar Edith datang terlambat)
3) Pengajar : “Hallo, selamat datang”
4) Pembelajar Edith : “Hallo, selamat dat”
5) Pembelajar lainya :“Hahahaha” (mertawa mendengar
pembelajar Edith mengucapkan selamat datang juga)
6) Pengajar : “Welcome”
7) Pembelajar Edith : “Ya” (menuju tempat duduk)
8) Pengajar : “Selamat datang”
9) Pembelajar Peter : “Saya tinggal di dekat jalan Bantul”
10) Pengajar : “Saya tinggal di dekat jalan?”
11) Pembelajar Peter : “Bantul”
12) Pengajar : “Bantul, okee. So kami, review tentang
preposisi, lalu tadi mba Fanny, mba Bianka, dan mas Peter
membuat kalimat dengan preposisi lokasi.” (memberitahu
kepada Edith karena datang terlambat)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
maksud penjelasan yang dilontarkan oleh pengajar karena pembelajar sendiri
belum memahami kosa kata tersebut. Oleh karena itu, pengajar mengubahnya ke
bahasa Inggris agar pembelajar cepat memahami penjelasan pengajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Ditinjau dari bentuk komunikasi, yaitu komunikasi monolog maupun
dialog antara pengajar dan pembelajar asing dalam pembelajaran BIPA di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pengajar sudah
berusaha untuk menggunakan bahasa Indonesia lebih banyak. Selain itu, pengajar
masih pula menggunakan bahasa Inggris di situasi tertentu. Pembelajar pula tidak
begitu banyak menggunakan bahasa Inggris. Pembelajar menggunakan bahasa
Inggris ketika di situasi yang tidak mendukung, ketika pembelajar mengalami
keterbatasan kode saat menyampaikan hal-hal tertentu. Pengajar selalu berusaha
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia karena untuk kepentingan
pengajar dan pembelajar agar komunikasi di kelas lebih dominan menggunakan
bahasa Indonesia dan pembelajar terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.
Sejalan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian pada bab
pendahuluan serta berdasarkan hasil penelitian maupun analisis data alih kode dan
campur kode yang diperoleh di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Di dua rumusan masalah di atas, peneliti menemukan wujud-wujud alih
kode dan campur kode. Setelah melakukan penelitian, peneliti menemukan dua
wujud alih kode yaitu: wujud klausa sebanyak 6 data (8%) dan kalimat 23 data
(30%) dan jumlah total keseluruhan data alih kode yaitu 29 data (38%). Untuk
campur kode, peneliti menemukan dua wujud campur kode yaitu: wujud kata
sebanyak 30 data (29%), frasa 8 data (10%) serta kata dan frasa sebanyak 10 data
(13%) dan jumlah total keseluruhan data campur kode yaitu 48 data (62%).
Di dua rumusan masalah berikutnya, peneliti menemukan pula faktor-
faktor alih kode dan campur kode. Setelah melakukan penelitian, peneliti
menemukanfaktor-faktor alih kode dalam pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dilatarbelakangi karena faktor
penutur yaitu: (1) untuk profesionalitas karir pengajar, (2) kemudahan pembelajar
memahami bahasa target, dan (3) keterbatasan kode pembelajar. Adapun faktor
alih kode yang dilatarbelakangi oleh lawan tutur yaitu:(1) kemudahan lawan tutur
untuk menjawab pertanyaan pengajar, (2) kemudahan lawan tutur memahami
penjelasan pengajar, (3) kemudahan lawan tutur mengerjakan tugas, (4)
pembiasaan lawan tutur menggunakan bahasa target, dan (5) kemudahan lawan
tutur memahami perintah pengajar. Selain itu, peneliti menemukan faktor campur
kode yang dilatarbelakangi oleh faktor penutur yaitu: (1) keterbatasan kode
pembelajar dan (2) kebiasaan pembelajar menggunakan bahasa Inggris. Selain itu,
peneliti menemukanpula faktor campur kode yang dilatarbelakangi oleh lawan
tutur yaitu: (1) kemudahan lawan tutur untuk menjawab pertanyaan pengajar, (2)
kemudahan lawan tutur mengerjakan tugas, (3) kemudahan lawan tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
memahami jawaban pengajar, (4) kemudahan lawan tutur memahami penjelasan
pengajar, dan (5) kemudahan lawan tutur memahami perintah pengajar. Dari
kedua subjek penelitian ini yaitu pengajar dan pembelajar, pengajar lebih
dominan menjadi faktor penyebab alih kode yaitu dengan data sebanyak 25 data
dan sisanya disebabkan oleh pembelajar dengan data sebanyak 4 data. Lalu,
pengajar lebih dominan pula menjadi faktor penyebab campur kode yaitu dengan
data sebanyak 37 data dan sisanya disebabkan oleh pembelajar dengan data
sebanyak 11 data.
5.2 Saran
Terkait pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta terutama pada tingkat pemula, pengajar disarankan untuk
sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia pada saat pembelajaran BIPA.
Langkah pengajar untuk terus sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia agar
pembelajar terbiasa menerima dan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia
dalam bentuk lisan maupun tulisan. Penggunaan bahasa Indonesia yang
sepenuhnya baik dengan bantuan media maupun motede BIPA dalam
pembelajaran BIPA dapat menjadi tolak ukur keprofesionalitasan karir pengajar
BIPA itu sendiri. Pengajar dapat menggunakan bahasa asing ketika pembelajaran
dalam keadaan sulit, jika benar-benar tidak bisa menjelaskan bahasa target dengan
bantuan media maupun metode pembelajaran BIPA. Penggunaan bahasa asing
dimaklumkan untuk mempermudah dan mempercepat pemahaman bahasa target
demi tercapainya tujuan dan maksud dari pembelajaran BIPA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Lalu, penelitian ini merupakan penelitian tentang alih kode dan campur
kode yang terjadi di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini mengacu pada teori Fasold yang melihat batasan alih kode dan
campur kode dari segi gramatika. Penelitian ini dilakukan pada situasi formal
yang mana komunikasi pada monolog dan dialog selalu menggunakan bahasa
dengan ragam baku. Peneliti menyarankan kiranya perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut di tempat-tempat dan subjek-subjek yang berbeda sehingga dapat
menjawab semua teori-teori yang terdapat dalam kajian sosiolinguistik tentang
fenomena bahasa alih kode dan campur kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal dan Junaiyah. (2008). Sintaksis. Jakarta: PT Grasindo.
Chaer, Abdul. (2009). Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. (2004). Sosiolinguistik Perkenalan
Awal.Jakarta: Rineka Cipta.
Kamaruddin. (1989). Panduan Pengajar Buku Kedwibahasaan dan Pendidikan
Dwibahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Khairah, Miftahul dan Ridwan, Sakura. (2014). Sintaksis Memahami Satuan
Kalimat Perspektif Fungsi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mahsun. (2005). Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Moleong, Lexy J. (1988). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
Muhammad. (2014). Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nababan, P.W.J. (1984). Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Nugroho, Adi. (2011). Alih Kode dan Campur Kode Pada Komunikasi Guru-
Siswa Di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten. Skripsi Sarjana pada Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta: Diterbitkan.
Padmadewi, Ni Nyoman, dkk. (2014). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi, Kunjana. (2001). Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Vinansis, Mundianita Rosita. (2011). Alih kode dan Campur Kode Bahasa Jawa
Dalam Rapat Ibu-ibu PKK Di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta.
Skripsi Sarjana pada Fakultas dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta: Diterbitkan.
Soewandi, A.M. Slamet. (1995). Kedwibahasaan: Pengertian, Implikasi, dan
Kenyataan Empirisnya dalam Pendidikan Bahasa. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Suandi, I Nengah. (2014). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudaryanto. (1995). Linguistik: Indentitasnya, Cara Penanganan Objeknya, dan
Hasil Kajianya.Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sudaryanto. (1998) .Metode Linguistik: Bagian Kedua, Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Sanata Dharma University Press.
Suhardi. (2013). Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Jogjakarta: AR-
RUZZ MEDIA.
Sukini. (2010). Sintaksis Sebuah Panduan Praktis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sumarsono dan Partana, Paina.(2002). Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA.
Sutrisini, Sri. (2005). Alih Kode dan Campur Kode Dalam Wacana Interaksi Jual
Beli Di Pasar Johar Semarang. Tesis Magister pada Pendidikan Bahasa
Indonesia Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang: Diterbitkan.
Thomas, Linda dan Wareing, Shan. (2007) .Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Putu Wijana, I Dewa dan Rohmandi, Muhammad. (2006). Sosiolinguistik: Kajian
Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
BIODATA PENULIS
Fransiskus Xaverius Dwi Pamungkas lahir pada tanggal 3
Mei 1995 di Kota Cirebon, Jawa Barat. Ia Menamatkan
studi mulai TK, SD, SMP, dan SMA di tanah kelahirannya.
Pendidikan taman kanak-kanak ditempuh pada tahun 2000
di TK Putra Nirmala. Pada tahun 2001, ia melanjutkan
pendidikan sekolah dasar di SD Putra Nirmala. lalu, ia melanjutkan sekolah
menengah pertama di SMP Negeri 4 pada tahun 2007. Ia pula melanjutkan
sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 pada tahun 2010. Selanjutnya, ia
melanjutkan ke Program Sarjana (S-1) pada Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan,
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia pada tahun 2013 di
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Masa pendidikan di Universitas Sanata
Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul.
Analisis Alih Kode dan Campur Kode Dalam Pembelajaran BIPA di Lembaga
Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI