ANALISIS DAN EVALUASI STRUKTUR ATAS GEDUNG
PUSAT INFORMASI KEHUTANAN IPB TERHADAP
KETAHANAN GEMPA BERDASARKAN PETA GEMPA 2010
IKHSAN SETIAWAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis dan Evaluasi
Struktur Atas Gedung Pusat Informasi Kehutanan IPB Terhadap Ketahanan
Gempa Berdasarkan Peta Gempa 2010 adalah benar karya saya dengan arahan
dari Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Ikhsan Setiawan
ABSTRAK
IKHSAN SETIAWAN. Analisis dan Evaluasi Struktur Atas Gedung Pusat
Informasi Kehutanan IPB Terhadap Ketahanan Gempa Berdasarkan Peta Gempa
2010. Dibimbing oleh MEISKE WIDYARTI dan MUHAMMAD FAUZAN.
Indonesia merupakan negara yang sangat rawan terhadap terjadinya gempa
karena letak wilayahnya di antara tiga lempeng bumi yang masih aktif, yaitu
Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Eurasia. Banyaknya
gunung berapi juga mengakibatkan Indonesia menjadi negara yang rawan
terhadap bencana gempa bumi. Gempa menghasilkan energi kuat yang dapat
menggoyangkan semua yang ada di permukaan bumi, termasuk struktur
bangunan. Tujuan diadakannya penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan
mengevaluasi ketahanan struktur atas Gedung Pusat Informasi Kehutanan
terhadap beban gempa berdasarkan Peta Gempa Indonesia 2010 menggunakan
metode statik ekivalen. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2014
menggunakan data sekunder berupa Shop drawing Gedung Pusat Informasi
Kehutanan, dan dianalisis dengan software ETABS 9.7.2, serta Microsoft Excell.
Dari hasil analisis statik ekivalen terdapat beberapa struktur yang tidak aman
dikarenakan tulang eksisting lebih kecil dibandingkan dengan tulangan hasil
analisis seperti tulangan lentur untuk balok tipe B2 (eksisting 3D 19 < analisis
statik 5D 19), B3 (eksisting 6D 19 < analisis statik 8D 19), dan B3A (eksisting 4D
19 < analisis statik 5D 19), dan untuk tulangan torsi pada balok B1, B1A, B2,
B2A (eksisting (tanpa tulangan) < analisis statik 2D 19), B3 dan B3A (eksisting
2D 19 < analisis statik 4D 19), serta kolom kolom K1-1(eksisting 12D 19 <
analisis statik 16D 19), K1-2 (eksisting 10D 19 < analisis statik 13D 19), K3-1
(eksisting 6D 19 < analisis statik 10D 19).
Kata kunci: evaluasi struktur atas, gempa, statik ekivalen, ETABS
ABSTRACT
IKHSAN SETIAWAN. Analysis and Evaluation Upper Structure of Foresty
Information Center Building to The Durability on Earthquake Based on Indonesia
Earthquake Hazard Map 2010. Supervised by MEISKE WIDYARTI and
MUHAMMAD FAUZAN.
Indonesia is a very vulnerable country against earthquakes because of it’s
located between three active earth slabs like Pacific, Indo-Australian, and Eurasia
and also a number of volcanoes. The occurrence of a strong earthquakes will
produce an energy that shake everything on the earth's surface, including building
structures. The purpose of this research is to analyze and evaluate the resistance of
Foresty Information Center Building structure against earthquake based on
Indonesian Earthquake Hazard Map 2010 using a static equivalent method. This
research was done in March-June 2014 used secondary data like shop drawing of
Foresty Information Center Building, then analyzed by ETABS 9.7.2, and
Microsoft Excell. The result of the analysis are: there are some componens which
still unsafe due to the reinforcement is smaller than analysis result such as
longitudinal reinforcement for beam-type B2 (existing 3D 19 < static analysis 5D
19), B3 (existing 6D 19 < static analysis 8D 19), and B3A (existing 4D 19 < static
analysis 5D 19), and torsion reinforcement for beam B1, B1A, B2, B2A (existing
(without reinforcement) < analisis statik 2D 19), B3 and B3A (existing 2D 19 <
static analysis 4D 19), and columns K1-1(existing 12D 19 < static analysis 16D
19), K1-2 (existing 10D 19 < static analysis 13D 19), K3-1 (existing 6D 19 <
static analysis 10D 19).
Keywords: upper structure evaluation, earthquake, static equivalent, ETABS
ANALISIS DAN EVALUASI STRUKTUR ATAS GEDUNG
PUSAT INFORMASI KEHUTANAN IPB TERHADAP
KETAHANAN GEMPA BERDASARKAN PETA GEMPA 2010
IKHSAN SETIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis dan Evaluasi Struktur Atas Gedung Pusat
Informasi Kehutanan IPB Terhadap Ketahanan Gempa
Berdasarkan Peta Gempa 2010 Nama : Ikhsan Setiawan
NIM : F44100057
Disetujui oleh
Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng Muhammad Fauzan,ST,MT
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ini yang berjudul “Analisis dan Evaluasi Struktur Atas Gedung Pusat Informasi
Kehutanan IPB Terhadap Ketahanan Gempa Berdasarkan Peta Gempa 2010”.
Karya tulis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada :
1. Dr.Ir.Meiske Widyawati, M.Eng. selaku pembimbing akademik pertama
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi
2. Muhammad Fauzan, ST. MT. selaku pembimbing akademik kedua yang
telah memberikan arahan dan bimbingannya selama melakukan penelitian.
3. Sutoyo, S.Tp, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak
saran dan masukan.
4. Orang tua, Kakak-adik, dan keluarga besar yang selalu memberikan doa
yang tulus untuk kelancaraan pelaksanaan rangkaian penelitian. .
5. Seluruh teman-teman SIL angkatan 47 atas keceriaannya selama tiga tahun
menjalani kuliah bersama.
Semoga upaya penulis dalam pembuatan skripsi ini bisa bermanfaat secara
pribadi penulis sendiri maupun bagi perkembangan ilmu Teknik Sipil di
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. Penulis memahami bahwa skripsi ini
jauh dari kata kesempurnaan dan untuk itu penulis mohon maaf bila ada kesalahan
yang tidak disengaja pada skripsi ini.
Bogor, Juni 2014
Ikhsan Setiawan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Pembebanan Struktur 3
Analisis Struktur 9
METODE 11
Waktu dan Tempat Penelitian 11
Bahan dan Peralatan 11
Prosedur Pelaksanaan Penelitian 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
RIWAYAT HIDUP 44
DAFTAR TABEL
1. Faktor keutamaan gempa, Ie 7
2. Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x 7
3. Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung 7
4. Perhitungan gaya geser horizontal perlantai gedung 18
5. Hasil analisis penulangan pelat lantai 18
6. Hasil perencanaan penulangan balok 19
7. Hasil perencanaan penulangan kolom 20
DAFTAR GAMBAR
1. Peta respons spektra percepatan 0,2 detik di batuan dasar untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun. 5
2. Peta respons spektra percepatan 1 detik di batuan dasar untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun. 6
3. Jenis-jenis tulangan geser 9
4. Lokasi pengambilan data 11
5. Potongan Gedung Pusat Informasi Kehutanan 12
6. Denah Gedung Pusat Informasi Kehutanan 12
7. Tahap Pelaksanaan Penelitian 13
8. Permodelan gedung 15
9. Peta Gempa wilayah Bogor untuk T= 1.0 detik 16
10. Peta Gempa wilayah Bogor untuk T= 0.2 detik 16
11. Spektrum gempa rencana 17
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Notasi 23
2. Beban Hidup Pada Bangunan 25
3. Denah Bangunan Lantai 2 26
4. Denah Bangunan Lantai 3 27
5. Denah Bangunan Lantai 4 28
6. Denah Bangunan Atap 29
7. Gaya Dalam Maksimum Balok 30
8. Gaya dalam pengecekan kolom 30
9. Contoh Perhitungan Penulangan Lentur Balok Tipe B1 31
10. Contoh Perhitungan Tulangan Geser Balok B1 34
11. Contoh Perhitungan Penulangan Torsi Balok B1 36
12. Contoh Perhitungan Penulangan Pelat Tipe S1 37
13. Contoh Perhitungan Tulangan Memanjang Kolom K1-1 40
14. Contoh Perhitungan Tulangan Geser Kolom K1-1 41
15. Diagram Interaksi Pengecekan Kolom 42
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ilmu rekayasa struktur di bidang teknik sipil yang begitu
pesat dalam beberapa tahun ini telah memunculkan beberapa standar perencanaan
dengan berbagai revisinya terhadap peraturan-peraturan yang telah ada
sebelumnya. SNI Gempa 2002 telah terevisi dengan terbentuknya SNI gempa
2012 yang mengacu kepada Peta Gempa Indonesia 2010.
Evaluasi struktur sesuai dengan peraturan terbaru perlu dilakukan
mengingat dalam perencanaan, struktur harus memikul beban rancang secara
aman tanpa kelebihan tegangan pada material dan mempunyai batas deformasi
yang masih dalam daerah yang diizinkan. Kemampuan suatu struktur untuk
memikul beban tanpa mengalami kelebihan tegangan ini diperoleh dengan
menggunakan faktor keamanan dalam mendesain elemen struktur. Selain harus
kuat dalam memikul beban rancang, struktur harus dirancang secara efisien agar
desain struktur yang dirancang relatif lebih ekonomis.
Indonesia termasuk daerah dengan tingkat risiko gempa yang cukup tinggi.
Hal ini disebabkan karena wilayah Indonesia berada di antara empat lempeng
tektonik yang aktif yaitu tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia,
lempeng Filipina, dan lempeng Pasifik. Dalam 10 tahun terakhir ini, beberapa
wilayah di Indonesia mengalami beberapa gempa bumi yang cukup besar,
beberapa di antaranya adalah gempa di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatra
Utara pada tanggal 26 Desember 2004 (9,3 SR), gempa di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Klaten pada tanggal 27 Mei 2006 (5,9 SR), gempa di
Tasikmalaya dan Cianjur pada tanggal 2 September 2009 (7,3 SR), gempa di
Padang pada tanggal 30 September 2009 (7,6 SR), dan gempa di Sumatra Barat
pada tanggal 25 Oktober 2010 (7,7 SR). Gempa-gempa tersebut telah
menyebabkan ribuan korban jiwa, keruntuhan dan kerusakan ribuan infrastruktur
dan bangunan, serta dana trilyunan rupiah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal
ini disebabkan karena banyak gedung yang tidak dapat mempertahankan
strukturnya ketika gempa terjadi.
Terjadinya gempa menghasilkan energi yang kuat yang menjalar di
permukaan bumi dengan gelombang vertikal dan horizontal. Energi gempa kuat
tersebut dapat merobohkan bangunan struktural seperti gedung. Gedung yang
tidak memiliki ketahanan yang kuat terhadap beban gempa dapat bergoyang
bahkan sampai roboh atau runtuh dan membahayakan nyawa para penggunanya.
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung di Indonesia
mengacu pada peraturan SNI 03-1726-2012 tentang “Tata Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung” sebagai salah satu penerapan
dari adanya Peta Gempa Indonesia 2010. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis dan mengevaluasi ketahanan gedung Pusat Informasi Kehutanan
kampus IPB Dramaga Bogor terhadap gempa dengan menggunakan peta gempa
2010. Gedung ini dibangun berdasarkan dari kebutuhan akan adanya ruangan
perkuliahan tambahan sehingga program dalam meningkatan mutu pendidikan di
Institut Pertanian Bogor dapat terlaksana dengan baik. Konstruksi gedung ini
menggunakan konstruksi beton bertulang. Penggunaan beton bertulang sebagai
2
konstruksi bangunan dilakukan mengingat fungsi bangunan yang didesain harus
memiliki kekuatan dan ketahanan yang tinggi terhadap berbagai pengaruh beban
luar yang mungkin terjadi.
Penelitian ini menggunakan program Extended Three Dimensional Analysis
of Building System (ETABS) versi 9.7.2 dalam menganalisis gaya-gaya dalam
ultimit akibat efek pembebanan yang bekerja pada elemen struktur. Program
ETABS versi 9.7.2 merupakan program analisis struktur yang dikembangkan oleh
perusahaan software Computers and Structures, Incorporated (CSI) yang
berlokasi di Barkeley, California, Amerika Serikat. Berawal dari penelitian dan
pengembangan riset oleh Edward L.Wilson pada tahun 1970 di University of
California, Berkeley, Amerika Serikat, maka pada tahun 1975 didirikan
perusahaan CSI oleh Ashraf Habibullah. Program ETABS digunakan secara
spesialis untuk analisis struktur high rise building seperti bangunan perkantoran,
bangunan apartemen, dan rumah sakit. Program ETAB versi 9.7.2 secara khusus
difungsikan untuk menganalisis lima perencanaan struktur, yaitu: analisis struktur
baja, analisis struktur beton, analisis balok komposit, analisis baja rangka batang
(cremona), dan analisis dinding geser. Penggunaan program ini untuk
menganalisis struktur, terutama untuk bangunan. Program ini sangat tepat bagi
perencana struktur karena ketepatan dari output yang dihasilkan dan efektifitas
waktu untuk menganalisisnya (Pamungkas 2009).
Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas permasalahan pokok yang ada
antara lain sebagai berikut :
1. Apakah jumlah tulangan hasil analisis statik ekivalen dengan mendesain
sebagai bangunan tahan gempa berdasarkan peta hazard gempa 2010 sama
dengan kondisi eksisting?
2. Bagaimana ketahanan gedung ini terhadap beban gempa berdasarkan peta
gempa 2010?
Tujuan Penelitian
Tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Membandingkan jumlah tulangan struktur yang diperlukan pada hasil desain
ulang yang sudah dianalisa dengan tulangan struktur yang terpasang
dilapangan (kondisi eksisting), sehingga dapat diketahui besar penyimpangan
desain struktur yang terjadi.
2. Mengetahui ketahanan struktur atas Gedung Pusat Informasi Kehutanan IPB
terhadap beban gempa berdasarkan Peta Gempa Indonesia 2010 dan peraturan-
peraturan terbaru menggunakan metode statik ekivalen.
Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah diketahui ketahanan struktur atas
Gedung Pusat Informasi Kehutanan IPB terhadap beban gempa 2010 dan
peraturan-peraturan terbaru menggunakan metode statik ekivalen.
3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Struktur gedung yang dianalisis hanya bangunan utamanya saja yang
merupakan struktur atas.
2. Analisis dan perhitungan struktur dilakukan dengan menggunakan variasi
beban sebagai berikut:
a. Beban Mati
b. Beban Hidup
c. Beban Angin
d. Beban Gempa
3. Gaya dalam dianalisa dengan menggunakan bantuan program komputer yaitu
ETABS.
4. Analisa beban gempa dilakukan dengan menggunakan analisa gempa statik
ekivalen.
5. Perencanaan beban gempa memakai Peta Gempa Indonesia 2010 dengan
berpedoman pada perencanaan gempa pada SNI-1726-2012.
6. Dimensi struktur dan jenis penulangan disesuaikan dengan desain perencana.
7. Desain penulangan lebih terfokus pada struktur balok, kolom, dan pelat .
8. Jumlah tulangan hasil desain yang dibandingkan dengan tulangan yang
dipakai di lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pembebanan Struktur
Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari
jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta faktor-
faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur.
A. Jenis - jenis beban
Jenis-jenis beban yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan struktur
bangunan gedung adalah sebagai berikut :
Beban mati (Dead Load)
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang
bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian,
mesin-mesin, dan peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari gedung itu (SKBI-1.3.53.1983). Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan
untuk Rumah dan Gedung tahun 1983 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2,
yaitu beban mati akibat material konstruksi dan beban mati akibat komponen
gedung. Beban mati akibat material konstruksi yang digunakan adalah beton
bertulang dengan berat material 2400 kg/m3 sedangkan beban mati akibat
komponen gedung yang digunakan meliputi dinding pasangan bata ringan
setengah batu dengan berat 150 kg/m2, berat langit-langit penggantung seesar 11
kg/m2, berat keramik sebesar 24 kg/m
2, dan berat spesi 2 cm sebesar 42 kg/m
2.
4
Beban hidup (Live load)
Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan barang-barang yang dapat berpindah, mesin dan
peralatan lain yang dapat digantikan selama umur gedung. Beban hidup yang
bekerja pada pelat lantai untuk penggunaan suatu gedung merupakan beban
merata ditunjukkan pada Lampiran 1.
Beban Angin
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung, beban
angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif
yang bekerja tegak lurus terhadap bangunan. Besar tekanan angin ditentukan
sebagai berikut:
1. Tekanan angin minimum 25 kg/m2.
2. Tekanan angin untuk daerah tepi pantai sampai sejauh 5 km dari pantai
nilai minimumnya 40 kg/m2.
3. Daerah tertentu lainnya dimana terdapat kecepatan angin yang
menghasilkan tekanan angin yang jauh lebih besar dari yang ditentukan
di atas, maka besarnya tekanan angin dihitung dengan menggunakan
persamaan:
(1)
dimana:
Pw = tekanan angin di atas permukaan bangunan (kg/m2)
Vw = kecepatan angin dalam km/jam
Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang meneruskan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa
itu. Gerakan yang terjadi yaitu gerakan vertikal dan horizontal akibat adanya gaya
vertikal dan horizontal. Gaya gempa, baik itu dalam arah vertikal maupun
horizontal akan timbul di nod-nod pada massa struktur. Kedua gaya ini
menyebabkan gaya dalam arah vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitasi
yang bekerja pada struktur, sedangkan struktur biasanya dirancang terhadap gaya
vertikal dengan faktor keamanan yang mencukupi. Kondisi tersebut
mengakibatkan struktur umumnya jarang sekali runtuh karena gaya gempa
vertikal.
Gaya gempa horizontal bekerja pada nod-nod lemah pada struktur yang
kekuatannya tidak mencukupi dan akan menyebabkan keruntuhan (failure).
Disebabkan keadaan ini, prinsip utama dalam perancangan tahan gempa
(earthquake resistant design) adalah dengan meningkatkan kekuatan struktur
terhadap gaya horizontal yang umumnya tidak mencukupi.
Konsep Perencanaan Struktur tahan gempa Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa, diperlukan standar dan
peraturan perencanaan bangunan untuk menjamin keselamatan penghuni terhadap
gempa besar yang mungkin terjadi serta menghindari dan meminimalisasi
kerusakan struktur bangunan dan korban jiwa terhadap gempa bumi yang sering
terjadi. Oleh karena itu struktur bangunan tahan gempa harus memiliki kekuatan,
5
kekakuan, dan stabilitas yang cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan
bangunan. Tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah
terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa pada saat dilanda gempa
dan memastikan kerusakan yang terjadi berada pada batas yang masih dapat
diperbaiki kembali dengan standar kriteria sebagai berikut:
1. Ketika terjadi gempa kecil, struktur bangunan dan fungsi bangunan
harus dapat berjalan dan tidak terjadi kerusakan sama sekali.
2. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan
arsitektural tetapi bukan kerusakan struktural.
3. Ketika terjadi gempa kuat, diperbolehkan terjadinya kerusakan
struktural dan nonstruktural, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai
menyebabkan runtuhnya bangunan.
Untuk mencapai kriteria tersebut, perencanaan bangunan struktur tahan gempa
harus dapat memperhitungkan dampak gaya lateral yang sifat siklis (bolak-balik)
yang dialami oleh struktur selama terjadinya gempa bumi.
Wilayah Gempa
Berdasarkan SNI 03-1726-2012 wilayah gempa ditetapkan berdasarkan
parameter Ss (percepatan batuan dasar pada periode pendek 0.2 detik ) dan S1
(percepatan batuan dasar pada periode 1 detik). Hal ini dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 1 Peta respons spektra percepatan 0,2 detik di batuan dasar untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun.
6
Gambar 2 Peta respons spektra percepatan 1 detik di batuan dasar untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun.
Gaya Geser Dasar Seismik Besarnya gaya geser dasar seismik (V), dalam arah yang ditetapkan harus
ditentukan sesuai SNI-1726-2012 dengan persamaan berikut:
V = CsW (2)
Keterangan:
Cs =koefisien respons seismik
W =berat seismik efektif
Koefisien respons seismik, Cs , harus ditentukan sesuai dengan Persamaan
Cs =
(3)
Keterangan:
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda
pendek
R = faktor modifikasi respons
I e = faktor keutamaan gempa
7
Tabel 1 Faktor keutamaan gempa, Ie
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II
III
IV
1.0
1.25
1.50
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan Persamaan 3 tidak perlu melebihi berikut
ini:
Cs =
(
) (4)
Periode Alami Struktur
Berdasarkan SNI 03-1726-2012 terdapat dua nilai batas untuk periode
bangunan, yaitu nilai minimum periode bangunan (Ta min) dan nilai maksimum
periode bangunan (Ta maks). Nilai minimum periode bangunan (Ta min) ditentukan
oleh rumus :
Ta min = (5)
dimana:
Ta min = Nilai batas bawah periode bangunan
hn = Ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat
tertinggi struktur,
Ct = ditentukan dari Tabel 2
x = ditentukan dari Tabel 2
Tabel 2 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul
100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak
dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih
kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai
gaya gempa:
Rangka baja pemikul momen 0.0724 0.8
Rangka beton pemikul momen 0.0466 0.9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0.0731 0.75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0.0731 0.75
Semua sistem struktur lainnya 0.0488 0.75
Nilai maksimum periode bangunan (Ta maks) ditentukan oleh rumus :
Ta maks = Cu. Ta min (6) Tabel 3 Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung
8
Parameter percepatan respons spektral desain Koefisien Cu
≥ 0.4 1.4
0.3 1.4
0.2 1.5
0.15 1.6
≤ 0.1 1.7
Beban geser dasar horizontal harus dibagikan sepanjang tinggi struktur
bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen (Fi) yang
menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menggunakan persamaan berikut:
∑
(7)
dimana:
Fi = beban gempa nominal statik ekivalen
Wi = berat lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
n = nomor lantai tingkat paling atas
k = faktor mode tinggi
V = gaya geser dasar horizontal akibat gempa dalam KN
Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan persamaan-persamaan di atas, menurut SNI 03-1726-2012
pasal 7.4, faktor-faktor dan kombinasi beban untuk beban mati nominal, beban
hidup nominal, dan beban gempa nominal adalah:
1. 1.4 DL (8)
2. 1.2 DL + 1.6 LL (9)
3. 1.2 DL + 1 LL ± 0.3 (ρQE + 0.2 SDS DL) ± 1 (ρ QE + 0.2 SDS DL) (10)
4. 1.2 DL + 1 LL ± 1 (ρ QE + 0.2 SDS DL) ± 0.3 (ρ QE + 0.2 SDS DL) (11)
5. 0.9 DL ± 0.3 (ρ QE – 0.2 SDS DL) ± 1 (ρ QE – 0.2 SDS DL) (12)
6. 0.9 DL ± 1 (ρ QE – 0.2 SDS DL) ± 0.3 (ρ QE – 0.2 SDS DL) (13)
Beban angin yang ada diberikan pada struktur dapat dimasukkan pula dan
diperhitungkan dalam kombinasi pembebanan seperti berikut:
9. 1.2 DL + 1 LL ± 1.6 WL (14)
10. 0.9 DL ± 1.6 WL (15)
dimana:
DL = beban mati, termasuk SIDL
LL = beban hidup
WL = beban angin
EX = beban gempa arah x
EY = beban gempa arah y
ρ = faktor redudansi
9
SDS = parameter percepatan respon spektrum desain pada periode pendek
QE = pengaruh gaya seismik horizontal dari V, yaitu gaya geser desain total di
dasar struktur dalam arah yang ditinjau. Pengaruh tersebut harus dihasilkan
dari penerapan gaya horizontal secara serentak dalam dua arah tegak lurus
satu sama lain.
Analisis Struktur
Struktur Pelat
Pelat lantai selain berfungsi sebagai struktur sekunder juga dapat berfungsi
sebagai diafragma yang membantu menyalurkan gaya-gaya lateral akibat gempa
ke rangka struktur utama (Budiono dan Supriyatna 2011).
Analisis pelat sama seperti analisis pada balok. Pembebanan disesuaikan
dengan beban persatuan panjang dari lajur pelat sehingga gaya momen yang
timbul adalah gaya per lebar satuan pelat berdasarkan pola lendutan dan momen
tipikal dengan sistim balok. Pemasangan tulangan lentur akan membentang dari
kedua tumpuannya. Sedangkan pemasangan tulangan yang tegak lurus terhadap
tulangan lentur diperuntukkan guna mencakup efek struktur beton.
Beban-beban yang umum terjadi biasanya tidak menyebabkan pelat
membutuhkan penulangan geser. Penulangan melintang atau tulangan sekunder
(tulangan yang berarah tegak lurus terhadap arah lentur atau tegak lurus tulangan
utama) harus diberikan untuk menahan tegangan susut (shrinkage stress) dan
tegangan-tegangan akibat perubahan temperatur (Fauzan dan Riswan 2002).
Struktur Balok
Balok merupakan komponen pemikul momen yang akan menyalurkan
beban ke kolom. Balok dimodelkan sebagai frame yang memiliki joint yang kaku
sehingga momen-momen maksimum terjadi di ujung balok.
Struktur balok yang diberi beban lentur akan mengakibatkan terjadinya
momen lentur pada balok tersebut, sehingga akan terjadi deformasi (regangan)
lentur dalam balok tersebut. Regangan-regangan yang terjadi tersebut akan
menimbulkan tegangan pada balok.
Sifat utama beton yang kurang mampu menahan tarik, mengakibatkan
perlunya penahan tegangan tarik pada beton dengan cara memasang baja tulangan
pada daerah tarik sehingga terbentuk struktur beton bertulang yang dapat menahan
lenturan. Apabila gaya geser yang bekerja sangat besar maka perlu dipasang baja
tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut.
Gambar 3 Jenis-jenis tulangan geser
Jenis tulangan geser yang umum digunakan adalah sengkang vertikal
(vertical stirrup), yang dapat berupa baja berdiameter kecil ataupun kawat baja las
yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial penampang, dan sengkang
10
miring. Sengkang miring dapat juga berasal dari tulangan longitudinal yang
dibengkokkan.
Apabila komponen struktur memerlukan penulangan torsi maka harus
dipasang tulangan baja yang merupakan tambahan terhadap penulangan yang
sudah ada yakni penulangan untuk menahan gaya geser, lentur maupun aksial.
Struktur Kolom Perencanaan kolom harus memperhitungkan semua beban vertikal yang
bekerja pada kolom. Pada suatu struktur, kolom menyalurkan beban yang berasal
dari berat struktur sendiri, beban hidup, dan beban SIDL yang berasal dari gedung
baik itu yang berada di atas pelat lantai maupun pada balok dan kolom ke kolom
di bawahnya, kemudian ke pondasi sehingga beban total yang diterima oleh suatu
kolom merupakan beban kumulatif dari beban kolom diatasnya. Pengaruh retak
beton akibat beban gempa dapat diperhitungkan dengan mereduksi momen inersia
penampang kolom sehingga momen inersia efektif yang digunakan hanya 75%
dari momen inersia penampang utuh.
SNI 03-2847-2002 menyatakan bahwa suatu kolom dapat dievaluasi
berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
1. Kekuatan unsur-unsur harus didasarkan pada perhitungan yang memenuhi
syarat keseimbangan dan kompatibilitas regangan.
2. Regangan di dalam beton dan baja tulangan dimisalkan berbanding lurus
dengan jarak terhadap garis netral.
3. Regangan maksimum yang dapat dipakai pada serat tekan ekstrim beton
adalah 0.003.
4. Kekuatan tarik beton diabaikan dalam perhitungan.
Tulangan geser suatu kolom yang ditentukan dalam SNI 03-2847-2002 adalah
sebagai berikut:
1. Untuk tulangan longitudinal yang lebih kecil dari D-32, maka diikat
dengan sengkang paling sedikit dengan ukuran D-10.
2. Spasi vertikal sengkang harus ≤ 16 kali diameter tulangan longitudinal
(Wulandari 2013).
11
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian “Analisis dan Evaluasi Gedung Pusat Informasi Kehutanan IPB
terhadap Ketahanan Gempa berdasarkan Peta Gempa Indonesia 2010”
dilaksanakan selama 3 bulan. Dimulai pada bulan Maret – Juni 2014. Lokasi
penelitian ini dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga dan perhitungan
serta analisis data akan dilakukan di Kampus Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Gambar 4 Lokasi pengambilan data
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu data sekunder
berupa Shop drawing gedung Pusat Informasi Kehutanan IPB, Peta Gempa
Indonesia 2010, SNI 03-1726-2012 tentang “Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung”, serta peraturan
tentang kekuatan bangunan gedung yaitu SNI 03-2847-2002 “Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung”, dan Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung 1983.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian antara lain Notebook,
Microsoft Office Excel, dan program Extended Three Dimensional Analysis of
Building System (ETABS), Program PCA Col.
12
Gambar 5 Potongan Gedung Pusat Informasi Kehutanan
Gambar 6 Denah Gedung Pusat Informasi Kehutanan
13
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Secara umum tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu
pengumpulan data, pemodelan struktur, analisa pembebanan, analisa struktur,
evaluasi struktur, dan penyusunan laporan akhir. Sedangkan detail tahapan
penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Tahap Pelaksanaan Penelitian
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data terdiri atas dua sumber yaitu data dari perencana dan data
dari peraturan. Data dari perencana meliputi gambar Shop Drawing dan data
Mulai
Pengumpulan Data
Pemodelan Struktur
Analisis Pembebanan
Beban hidup
Beban mati
Beban angin
Beban gempa
Analisis Struktur
Pembuatan Spektrum
Gempa
Perencanaan Struktur
Evaluasi Struktur
Selesai
Peraturan SNI dan
Peta Gempa 2010
Shop Drawing
14
dari peraturan berupa SK SNI 03-2847-2002, SK SNI 03-1726-2012, dan
Peta Gempa Indonesia 2010.
2. Pemodelan struktur
Pemodelan struktur dibuat dengan menggunakan program ETABS dengan
data utama yang digunakan yaitu Shop drawing. Hasil pemodelan yang
didapatkan yaitu bentuk model struktur secara tiga dimensi. Permodelan
struktur dikondisikan dengan keadaan struktur sebenarnya.
3. Pembuatan spektrum gempa
Pembuatan spektrum gempa bertujuan untuk mencari besarnya koefisien
dasar gempa (Sa) sebagai langkah awal dalam menganalisis beban gempa.
4. Analisa pembebanan
Model tiga dimensi yang telah siap di ETABS tersebut kemudian di analisis
pembebanannya dengan program ETABS. Analisa pembebanan dilakukan
dengan memberikan beban berupa gaya-gaya yang bekerja pada struktur.
Gaya-gaya yang dijadikan beban bagi struktur tersebut diantaranya beban
mati, beban hidup, beban angin, dan beban gempa. Untuk beban gempa, akan
dilakukan analisa statik ekivalen sesuai dengan SNI 03-1726-2012.
5. Analisis struktur
Hasil running dari pemodelan struktur oleh program ETABS yang berupa
gaya-gaya dalam dianalisis untuk merencanakan tulangan struktur pada balok,
kolom, pelat .
6. Perencanaan struktur
Hasil dari program ETABS berupa gaya dalam selanjutnya digunakan untuk
menghitung kebutuhan jumlah tulangan pada balok, kolom, dan pelat .
7. Evaluasi struktur
Hasil dari perhitungan struktur yang berupa jumlah tulangan dibandingkan
dengan jumlah tulangan struktur yang terpasang di lapangan (kondisi
eksisting) kemudian dievaluasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Permodelan
Dalam merencanakan sebuah bangunan tahan gempa terdapat berbagai
analisis dalam perhitungan beban gempa, yaitu analisis statik dan analisis
dinamik. Analisis statik yang sering dikenal dengan nama analisis statik ekivalen
dapat digunakan pada gedung yang beraturan. Statik ekivalen adalah suatu
representasi dari beban gempa setelah disederhanakan dan dimodifikasi, yang
mana gaya inersia yang bekerja pada suatu massa akibat gempa disederhanakan
menjadi gaya horizontal. Beban gempa nominal statik ekivalen yang bekerja
merupakan beban geser dasar nominal statik ekivalen yang terjadi di tingkat dasar
(Budiono dan Supriatna 2011).
Komponen struktur seperti balok, kolom, pelat lantai, pada gambar shop
drawing dimodelkan dengan menggunakan software ETABS 9.7.2. Material yang
15
digunakan untuk diinput pada software yaitu beton dengan mutu K-300 untuk
setiap komponen struktur. Sedangkan tulangan beton menggunakan baja dengan
mutu BJTD-39 untuk tulangan dengan diameter lebih besar dari D12, dan mutu
BJTP-24 untuk tulangan dengan diameter lebih kecil dari D12. Hasil pemodelan
berupa gambar tiga dimensi yang dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Permodelan gedung
Desain Spektrum Gempa
Pembuatan spektrum gempa menggunakan Peta Gempa Indonesia 2010
untuk periode ulang 2500 tahun. Pembuatan spektrum gempa disesuaikan dengan
letak geografis dan kelas tanah dari bangunan yang akan dibangun. Kota Bogor
memiliki koordinat 6o
35’ 20.01 “ LU dan 106o
47’ 33.55” BT, dari koordinat
tersebut dapat ditentukan nilai percepatan batuan dasar pada peta.
Pembuatan spektrum gempa mengacu pada peta percepatan batuan dasar
sebesar 1.0 detik (S1) dan 0.2 detik (Ss). Peta respon spektra percepatan 1.0 detik
untuk wilayah Bogor terlihat pada Gambar 9 dan peta respon spektra percepatan
0.2 detik terlihat pada Gambar 10. Data yang diperoleh dari peta gempa adalah
nilai S1 dan nilai Ss. Nilai S1 dan Ss dijadikan acuan dalam menentukan nilai
faktor amplifikasi terkait spektra percepatan berdasarkan jenis tanah, semakin
lunak jenis tanah, semakin tinggi nilai faktor amplifikasi terkait spektra
percepatan. Pada jenis tanah yang sama, semakin tinggi nilai S1 dan Ss, nilai
faktor amplifikasi terkait spektra percepatan semakin kecil (Sari 2013). Nilai S1
dijadikan acuan dalam menentukan faktor amplifikasi terkait spektra percepatan
untuk periode 1.0 detik (Fv) dan nilai Ss dijadikan acuan untuk menentukan nilai
periode pendek (Fa). Nilai-nilai tersebut dijadikan penentuan parameter respon
spektra percepatan di permukaan tanah.
Percepatan batuan dasar sebesar 1 detik (S1) pada Peta Gempa 2010 untuk
periode ulang 2500 tahun di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 9.
16
Gambar 9 Peta Gempa wilayah Bogor untuk T= 1.0 detik
Percepatan batuan dasar sebesar 0.2 detik (Ss) pada Peta Gempa 2010 untuk
Periode Ulang 2500 tahun di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Peta Gempa wilayah Bogor untuk T= 0.2 detik
Kondisi tanah sedang
S1 = 0.353 g
SS = 0.867 g
Fa = 1.153
Fv = 1.693
SMS = Fa . SS = 0.999 g
SM1 = Fv . S1 = 0.598 g
SDS =
. SMS = 0.667
SD1 =
. SM1 = 0.399
T0 = 0.12
Ts = 0.598
Kondisi T < T0
Sa = SDS (0.4 + 0.6
)
Sa = 0.2668 g
Kondisi T0 < T < Ts
Sa = SDS
Sa = 0.667 g
Kondisi Ts < T < TL
Sa =
Hasil dari spektrum gempa pada lokasi Gedung Pusat Informasi Kehutanan
IPB dengan kelas situs tanah sedang dapat dilihat pada Gambar 11.
17
Gambar 11 Spektrum gempa rencana
Dari hasil pembuatan grafik respon gempa tersebut didapatkan nilai
Parameter respon spektra percepatan desain pada periode pendek (SDS) sebesar
0.667 g dan nilai Parameter respon spektra percepatan desain pada periode 1 detik
(SD1) sebesar 0.399 g.
Pada analisis dengan menggunakan metode statik ekivalen, terlebih dahulu
ditentukan nilai periode struktur. Nilai periode struktur diperoleh dari hasil
analisis program ETABS 9.7.2. Nilai periode struktur ini ditinjau dari dua arah
yaitu arah Y dan arah X. Perioda struktur yang didapat dipengaruhi oleh
ketinggian dan jenis rangka bahan pada struktur bangunan. Struktur Gedung Pusat
Informasi Kehutanan IPB dengan tinggi sepanjang 17 m dan berjenis konstruksi
penahan beton memiliki perioda utama struktur arah X (Tx) sebesar 0.802 detik
dan perioda utama struktur arah Y (Ty) 0.814 detik. Periode tersebut kemudian
dibandingkan dengan periode minimum dan periode maksimum yang diizinkan
berdasarkan Persamaan 5 dan 6. Nilai periode minimum yang dihasilkan yaitu
sebesar 0.6203 detik dan periode maksimum sebesar 0.8684 detik. Berdasarkan
nilai periode maksimum dan minimum tersebut dapat diketahui nilai yang didapat
dari program ETABS berada dalam interval dari nilai tersebut, sehingga nilai
periode yang digunakan adalah Tx sebesar 0.802 detik dan Ty sebesar 0.814
detik.
Gaya geser dasar horizontal akibat gempa (V) dapat dihitung dengan
ketentuan: nilai Parameter respon spektra percepatan desain pada periode pendek
(SDS) sebesar 0.667. Struktur Gedung Pusat Informasi Kehutanan termasuk ke
dalam kategori gedung fasilitas pendidikan dengan kategori resiko IV (I = 1.5),
dirancang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah Beton (R = 5) dan
memiliki berat total (Wi) sebesar 1410637 kg. Nilai koefisien seismik (Cs) yang
didapat menggunakan Persamaan 3 adalah sebesar 0.149 untuk arah x dan 0.147
untuk arah y. Sehingga besarnya gaya geser dasar horizontal akibat gempa (V)
yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 1 adalah sebesar 210184 kg untuk
arah x dan 207363 kg untuk arah y. Besarnya gaya geser ini harus disebar per
masing-masing lantai bangunan yang disesuaikan dengan berat struktur dan
ketinggian lantai. Adapun besarnya nilai distribusi vertikal gaya gempa pada
tinjauan arah x (Fx), dan arah y (Fy) yang disebar tiap lantai dapat dilihat pada
Tabel 4.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
0 1 2 3 4 5 Per
cep
atan
Res
po
n S
pek
tra
, SA
(g)
Periode, T (detik)
18
Tabel 4 Perhitungan gaya geser horizontal perlantai gedung
Tingkat Lantai Beban Total
(kg) W h (m) W x h
k(Kg) Fx (kg) Fy (kg)
STORY 1 528381 4.50 2991164.84 35030.82 34560.61
STORY 2 475041.23 9.00 5978486.02 70016.63 69076.80
STORY 3 276430.60 13.50 5551480.39 65015.78 64143.26
STORY 4 130783.85 17.00 3425859.34 40121.71 39583.17
∑ 1410637.18 17946990.60
Selanjutnya nilai distribusi vertikal gaya gempa tersebut tersebut
dimasukkan pada program ETABS sebagai pembebanan gempa statik ekivalen.
Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarangan terhadap
struktur gedung, pengaruh pembebananan gempa dalam arah utama yang
ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan
dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama
pembebanan tadi, tetapi dengan efektivitas 30% (Satyarno et al. 2012). Hasil dari
program tersebut berupa gaya dalam dari masing masing struktur seperti kolom
dan balok yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan tulangan.
Perencanaan penulangan struktur balok meliputi perencanaan tulangan
lentur, tulangan geser dan tulangan torsi. Tulangan lentur dan geser pada struktur
balok didesain dengan dua kondisi, yaitu kondisi tumpuan dan kondisi lapangan.
Sedangkan untuk kolom, perencanaan meliputi perencanaan tulangan lentur dan
tulangan geser. Sedangkan untuk perencanaan pelat meliputi perencanaan
tulangan lentur arah x dan arah y.
Evaluasi Pelat
Perencanan pelat direncanakan dengan metode koefisien momen dengan
analisis dua arah yaitu arah sumbu x dan arah sumbu y. Pada bangunan Gedung
Pusat Informasi Kehutanan ini terdapat dua jenis pelat yang digunakan yang
berbeda ketebalannnya. Perbedaan jenis pelat ini disesuaikan berdasarkan fungsi
dari lantai tersebut. Pada pelat tipe S1 tebal pelat adalah sebesar 120 mm dan pelat
tipe S2 memiliki tebal 100 mm. Hasil dari perencaan penulangan pelat dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil analisis penulangan pelat lantai
Pelat Tebal Kondisi Arah X Arah Y
S1 120 Desain D8-150 D8-150
Terpakai D8-150 D8-150
S2 100 Desain D6-150 D6-150
Terpakai D6-150 D6-150
Dari hasil perhitungan ulang menggunakan metoda koefisien momen, hasil
penulangan pelat yang dihasilkan menunjukkan hasil yang sama dengan tulangan
yang terdapat di kondisi eksiting yaitu dengan menggunakan tulangan diameter 8
19
dengan jarak 150 mm pada pelat tipe S1 dan tulangan diameter 6 dengan jarak
150 mm pada pelat tipe S2, sehingga dapat dikatakan pelat aman dalam menerima
beban.
Evaluasi Balok
Penulangan balok dilakukan dari perhitungan gaya-gaya dalam yang bekerja
pada balok. Penulangan yang dianalisis meliputi penulangan lentur, penulangan
geser, dan penulangan torsi balok. Besarnya kebutuhan tulangan lentur balok
ditentukan dengan besarnya momen yang menimpa pada suatu struktur. Semakin
besar momen yang menimpa struktur maka kebutuhan tulangan lentur semakin
besar. Tulangan lentur didesain dengan dua kondisi, yaitu kondisi lapangan dan
kondisi tumpuan (Surya 2012).
Pada analisis struktur dengan adanya pengaruh gempa masih terdapat tipe
balok yang dapat dikatakan tidak aman dalam menahan beban gempa. Tipe balok
tersebut dikatakan tidak aman terhadap beban gempa karena jumlah tulangan
eksisting kurang dari jumlah tulangan hasil analisis. Adapun tipe balok yang
memiliki perbedaan tulangan lentur yang dibutuhkan pada analisis gempa statik
ekivalen diantaranya adalah balok B2 di bagian tumpuan (3D 19) lebih kecil dari
hasil analisis (5D 19), balok B3 di bagian tumpuan (6D 19) lebih kecil dari hasil
analisis (8D 19) dan di bagian lapangan (3D 19) lebih kecil dari hasil analisis (4D
19). Perbedaan tulangan juga terdapat pada balok B3A di bagian tumpuan (4D
19 ) lebih kecil dari hasil analisis (5D 19) dan juga di bagian lapangan (3D 19)
lebih kecil dari analisis (4D 19).
Tabel 6 Hasil perencanaan penulangan balok
Balok Dimensi Kondisi
Lentur Geser
Torsi Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas
Bawah Atas Bawah
B1 250 x 350 Statik 4D 19 4D 19 2D 19 2D 19 D10-100 D10-100 2D 12
Terpakai 5D 19 3D 19 3D 19 3D 19 D10-100 D10-100 -
B1A 250 x 350 Statik 3D 19 3D 19 2D 19 2D 19 D10-100 D10-100 2D 12
Terpakai 3D 19 2D 19 2D 19 3D 19 D10-100 D10-100 -
B2 300 x 450 Statik 5D 19 5D 19 3D 19 3D 19 D10-100 D10-150 2D 12
Terpakai 5D 19 3D 19 3D 19 3D 19 D10-100 D10-150 -
B2A 300 x 450 Statik 3D 19 2D 19 2D 19 2D 19 D10-100 D10-100 2D 12
Terpakai 4D 19 2D 19 2D 19 4D 19 D10-100 D10-100 -
B3 400 x 700 Statik 8D 19 4D 19 4D 19 5D 19 D10-100 D10-150 4D 12
Terpakai 6D19 4D 19 3D 19 8D 19 D10-100 D10-150 2D 12
B3A 400 x 700 Statik 5D 19 4D 19 4D 19 4D 19 D10-150 D10-200 4D 12
Terpakai 4D 19 3D 19 3D 19 4D 19 D10-150 D10-200 2D 12
Pemakainan tulangan geser diperlukan apabila kuat geser nominal yang
disediakan balok tidak dapat menahan besarnya tegangan geser ultimit pada
struktur. Tujuan dari pemasangan sengkang atau tulangan geser adalah untuk
meminimasi ukuran retak tarik diagonal atau untuk memikul tegangan tarik
diagonal dari satu sisi retak ke sisi retak lainnya (Wulandari 2013). Hasil
perencanaan tulangan geser pada struktur balok pada Gedung Pusat Informasi
20
Kehutanan ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan balok pada kondisi
eksisting telah memenuhi kebutuhan jumlah tulangan hasil perencanaan dengan
menggunakan gempa.
Batang beton bertulang yang menerima gaya torsi besar akan runtuh secara
mendadak jika tidak diberikan tulangan torsi. Tulangan torsi yang digunakan tidak
mengubah besar torsi yang akan menyebabkan retak tarik diagonal, melainkan
mencegah batang tersebut terpisah (McCormac 2004). Pada hasil perencanaan
tulangan torsi terdapat perbedaan tulangan torsi yang yang dibutuhkan. Adapun
balok yang memiliki perbedaan tulangan torsi adalah balok B1, B1A, B2A, dan
B2 pada kondisi eksisting tidak menggunakan tulangan torsi sedangkan hasil
analisis (2D 12), dan balok B3 dan B3A (2D 12) lebih kecil dari hasil analisis (4D
12).
Evaluasi Kolom
Kolom yang digunakan pada struktur gedung ini berbentuk persegi. Analisis
kolom dilakukan menggunakan program PCA Col untuk memeriksa kapasitas
tulangan eksisting terhadap beban yang bekerja pada struktur. Hasil diagram
interaksi kolom dari program ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Dari hasil
analisis struktur dapat diketahui bahwa, untuk analisis tulangan lentur beberapa
tipe kolom memiliki jumlah tulangan eksisting yang kurang dari hasil analisis.
Kolom tersebut diantaranya adalah kolom K1-1 yang memiliki perbedaan
sebanyak 4 tulangan dengan diameter 19 mm, selanjutnya adalah kolom K1-2
yang memiliki perbedaan sebanyak 3 tulangan diameter 19 mm, dan kolom K3-1
yang memiliki perbedaan 4 tulangan diameter 19 mm. Sedangkan untuk tipe
kolom lainnya jumlah tulangan lentur hasil analisis sama dengan tulangan lentur
eksisting. Pada tulangan geser kolom, hasil yang didapatkan menunjukkkan
bahwa perbedaan tulangan lentur tidak terjadi pada kolom tipe manapun. Adapun
hasil perencanaan tulangan kolom dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil perencanaan penulangan kolom
Kolom Kondisi Lentur Geser
K1-1 Statik 16D 19 3D10-150
Terpakai 12D 19 3D10-150
K1-2 Statik 13D 19 3D10-150
Terpakai 10D 19 3D10-150
K1-3 Statik 8D 19 D10-150
Terpakai 8D 19 D10-150
K2-1 Statik 10D 19 D10-150
Terpakai 10D 19 D10-150
K2-2 Statik 8D 19 D10-150
Terpakai 8D 19 D10-150
K2-3 Statik 6D 19 D10-150
Terpakai 6D 19 D10-150
K2-4 Statik 6D 19 D10-150
Terpakai 6D 19 D10-150
K3-1 Statik 10D 19 D10-150
Terpakai 6D 19 D10-150
21
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode statik ekivalen dapat
disimpulkan bahwa:
a) Jumlah tulangan pada pelat lantai yang dianalisis menunjukkan bahwa
stuktur aman terhadap beban.
b) Pada penulangan kolom, terdapat perbedaan penulangan kolom yaitu
terdapat pada tulangan lentur pada kolom K1-1(eksisting 12D 19 <
analisis statik 16D 19), K1-2 (eksisting 10D 19 < analisis statik 13D 19),
K3-1 (eksisting 6D 19 < analisis statik 10D 19).
c) Pada penulangan balok, perbedaan tulangan balok terdapat pada tulangan
lentur pada balok B2 bagian tumpuan (eksisting 3D 19 < analisis statik
5D 19), balok B3 di bagian tumpuan (eksisting 6D 19 < analisis statik 8D
19) dan di bagian lapangan (eksisting 3D 19 < analisis statik 4D 19),
balok B3A di bagian tumpuan (eksisting 4D 19 < analisis statik 5D 19)
dan di bagian lapangan (eksisting 3D 19 < analisis statik 4D 19),
Sedangkan pada tulangan torsi perbedaan terdapat pada balok B1, B1A,
B2, B2A (eksisting tanpa tulangan < analisis statik 2D 19), B3 dan B3A
(eksisting 2D 12 < analisis statik 4D 19).
2. Hasil analisis dan evaluasi struktur dengan adanya pengaruh gempa
menggunakan metode statik ekivalen menunjukkan terdapat beberapa
komponen struktur yang terpasang memiliki jumlah tulangan yang kurang
dari jumlah tulangan hasil permodelan, sehingga Gedung Pusat Informasi
Kehutanan belum aman terhadap beban gempa berdasarkan peta gempa 2010,
namun struktur gedung aman untuk menerima beban gempa kecil.
Saran
1. Dalam menganalisis beban gempa sebaiknya digunakan peraturan-peraturan
terbaru.
2. Untuk mengatasi struktur yang tidak kuat terhadap gempa dapat digunakan
teknologi yang dapat meminimalisir efek gempa seperti alat peredam getaran
(damper) dan sistem isolasi (base isolation system) yang berfungsi untuk
menyerap energi gempa yang dipikul oleh elemen-elemen struktur.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN]Badan Standarisasi Nasional. 2012. Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung SNI 03-1726-2012.
Jakarta(ID).BSN
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Bertulang untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002. Jakarta (ID): BSN
22
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia
untuk Rumah dan Gedung. Jakarta (ID): DPU.
Budiono B, Supriatna L. 2011. Studi Komparasi Desain Bangunan Tahan Gempa
dengan Menggunakan SNI 03-1726-2002 dan RSNI 03-1726-201X.
Bandung (ID): ITB Press.
Fauzan M, Riswan D. 2002. Analisa dan Perhitungan Konstruksi Gedung
Perkantoran Bidakara Pancoran [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas.
McCormac JC. 2004. Desain Beton Bertulang. Jilid ke-1. Sumargo, penerjemah;
Simarmata L, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:
Design of Reinforced Concrete Fifth Edition.
Pamungkas, Anugrah. 2009. Gedung Beton Bertulang Tahan Gempa. Surabaya
(ID): ITS Press
Surya, Martinus. 2012. Analisis dan Evaluasi Struktur Wing Fahutan IPB,Bogor
Terhadap Ketahanan Gempa Berdasarkan Peta Gempa 2010 [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Satyarno Iman, Nawangalam Purbolaras, Pratomo Indra. 2012. Belajar SAP2000.
Jilid ke 2. Yogyakarta (ID): Zamil Publishing
Wulandari, Septiana. 2013. Analisis dan Evaluasi struktur Atas Tower C Grand
Center point Apartement Terhadap Beban Gempa Berdasarkan Peta Gempa
2010[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Sari, Indah. 2013. Analisis Struktur Portal 3D simetris dan Tidak Simetris
Terhadap Beban Gempa Kuat[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
23
Lampiran 1 Daftar Notasi
Acp = luas penampang keseluruhan pada perencanaan tulangan torsi
Al = luas total minimum tulangan puntir longitudinal
At = luas tulangan longitudinal torsi
a = tinggi blok tegangan
b = lebar dari muka tekan suatu elemen lentur
DL = beban mati (Dead Load)
D = tinggi efektif balok
d’ = selimut beton
Ec = modulus elasitas beton
EL = beban gempa (Earthquake Load)
Fa = amplifikasi faktor pada periode pendek
Fi = beban gempa nominal statik ekivalen tingkat ke-i
Fv = amplifikasi faktor pada periode 1 detik
Fc’ = kuat tekan beton pada saat umur 28 hari
h = tinggi dari muka tekan suatu elemen lentur
hi = ketinggian lantai tingkat ke-i
I = faktor keutamaan.
k = faktor mode tinggi
LL = beban hidup (Life Load)
Mn = momen nominal
Mu = momen ultimit
n = jumlah tulangan yang dibutuhkan struktur
Pcp = keliling luas penampang keseluruhan perencanaan tulangan torsi
Ph = keliling dari pusat garis tulangan sengkang puntir terluar
Pu = beban aksial ultimit
Pw = tekanan angin pada permukaan bangunan (kg/m2)
R = faktor reduksi gempa
Rn = koefisien ketahanan
Sa = koefisien dasar gempa
S1 = percepatan batuan dasar periode 1 detik
Ss = percepatan batuan dasar periode pendek
SD1 = desain parameter akselerasi respon spektral gempa pada periode 1 detik
SDS = desain parameter akselerasi respon spektral gempa pada periode pendek
SM1 = akselerasi respon spektral puncak pada periode 1 detik
SMS = akselerasi respon spektral puncak pada periode pendek
s = spasi antar tulangan struktur
T = periode utama pada struktur
Ta = periode getar alami struktur
Tc = kuat puntir nominal yang disediakan oleh beton
Tn = kuat puntir nominal
Ts = kuat puntir nominal yang disediakan oleh tulangan
Tu = kuat puntir ultimet
V = gaya geser dasar horizontal akibat gempa
Vc = kuat geser nominal yang disediakan oleh beton
Vn = kuat geser nominal
Vs = kuat geser nominal yang disediakan oleh tulangan
24
Lampiran 1 lanjutan
Vu = kuat geser perlu
ɸ = faktor reduksi kekuatan
β = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
ρ = rasio tulangan nonprategang dalam suatu penampang
ρb = rasio tulangan tarik yang menghasilkan kondisi regangan seimbang
25
Lampiran 2 Beban Hidup Pada Bangunan
26
Lampiran 3 Denah Bangunan Lantai 2
27
Lampiran 4 Denah Bangunan Lantai 3
28
Lampiran 5 Denah Bangunan Lantai 4
29
Lampiran 6 Denah Bangunan Atap
30
Lampiran 7 Gaya Dalam Maksimum Balok
Lampiran 8 Gaya dalam pengecekan kolom
Kolom P (KN) M (KNm) Vmaks (KN)
K1-1
468.86 236.014
224000 1088.71 197.482
1164.11 163.459
K1-2
438.32 218.9
210000 727.35 182.222
760.76 127.536
K1-3
339.03 155.165
132870 251.18 106.368
375.74 105.639
K2-1
115.87 129.319
63680 492.69 159.421
585.42 1.862
K2-2
257.35 77.937
64280 233.22 133.955
353.21 73.603
K2-3
86.56 105.05
88110 72.13 100.876
176.4 25.133
K2-4
9.03 71.919
87650 136.82 101.516
176.4 25.133
K3-1
299 150.648
86350 105.78 145.591
299 150.648
Balok T (N.mm) V(N) Mtum - (N.mm)
Mlap- (N.mm)
Mtum+ (N.mm)
Mlap+ (N.mm)
B1 11688607.6 97698.4 94081939.4 44225878.4 88114882.53 46872532.62
B1A 5054609.7 57922.7 56044128.4 26340491.3 54300580.27 28831862.84
B2 31440953.3 130595.9 146326946.2 80007030.8 153473302.5 99873118.43
B2A 17250691.6 43189.1 77141846.7 53376794.6 53133318.14 44329579.05
B3 62273684.8 194830.1 396182561.0 187828235.9 42840472.83 270253983.7
B3A 42992537.2 101884.4 227944629.2 77362257.7 54079164.47 92109132.29
31
Lampiran 9 Contoh Perhitungan Penulangan Lentur Balok Tipe B1
Ukuran balok : 250 x 350 mm
Fy : 390 MPa
Fc’ : 24.9 MPa
β : 0.85
d’ : 40 mm
ɸ : 0.8
Mu Tumpuan : 94081939.4N.mm
Mn tumpuan : 94081939.4 N.mm / ɸ = 117602424.3 N.mm
Mu lapangan : 46872532.62 N.mm
Mn tumpuan : 46872532.62 N.mm / ɸ = 58590665.78 N.mm
A. Perencanaan tulangan lentur daerah tumpuan
Koefisien ketahanan Rn
Rn =
Rn =
= 4.895 N/mm
2
Rasio tulangan yang diperlukan ρ
ρ = 0.85 x
( √
)
ρ = 0.85 x
( √
) = 0.01447
Batasan nilai ρ
ρb = (
) (
)
ρb = (
) (
) = 0.02807
ρmax = 0.75 x ρb = 0.75 x 0.02807 = 0.0210
ρmin =
= 0.0035897
ρpakai = 0.01447
Periksa sebagai tulangan tunggal
As = ρ. b .d
As = 0.01480 x 250 mm x 350 mm = 1121.706 mm2
Tinggi blok tegangan:
a =
= 83.2909 mm
Kontrol Keamanan
Mn aktual = As . Fy.(
)
32
Mn aktual = 1121.706 mm2
x 390 Mpa (
)=118742290.1
N.mm
Mn aktual ≥ Mn perlu .........(Aman)
Digunakan tulangan diameter 19 mm (D19), dengan jumlah tulangan n :
n =
n =
= 3.958 ≈ 4 buah
B. Perencanaan tulangan lentur daerah lapangan
Koefisien ketahanan Rn
Rn =
Rn =
= 2.438 N/mm
2
Rasio tulangan yang diperlukan ρ
ρ = 0.85 x
( √
)
ρ = 0.85 x
( √
) = 0.0066
Batasan nilai ρ
ρb = (
) (
)
ρb = (
) (
) = 0.02807
ρmax = 0.75 x ρb = 0.75 x 0.02807 = 0.0211
ρmin =
= 0.0035897
ρpakai = 0.0066
Periksa sebagai tulangan tunggal
As = ρ. b .d
As = 0.0066 x 250 mm x 350 mm = 516.168 mm2
Tinggi blok tegangan:
a =
= 41.64 mm
Kontrol Keamanan
Mn aktual = As . Fy.(
)
Mn aktual = 614.647 mm2
x 390 Mpa (
)=63977993.94 N.mm
33
Mn aktual ≥ Mn perlu .........(Aman)
Digunakan tulangan diameter 19 mm (D19), dengan jumlah tulangan n :
n =
n =
= 2.16 ≈ 2 buah
34
Lampiran 10 Contoh Perhitungan Tulangan Geser Balok B1
Ukuran balok : 250 x 350 mm
Fy : 240 MPa
Fc’ : 24.9 MPa
β : 0.85
d’ : 40 mm
ɸ : 0.75
Vu : 97698 N
A. Tulangan geser daerah tumpuan
Vu terpakai =
x Vu
=
x 97698 N
= 91641.13 N
Kapasitas geser bagian badan balok
Vc = (√
) x b x d
Vc = (√
) x 250 mm x 310 mm = 64454.03 N
Cek Vu ≥ ɸ Vc = 91641.13 N ≥ 48340 N ........(OK)
Karena Vu ≥ ɸ Vc maka balok perlu sengkang.
Dengan syarat
Smax =
Smax =
= 155 mm
Av min =
Av min =
= 53.81 mm
2
Dipakai tulangan D10 dengan jarak 100 mm:
Av = 2 (78.5) =157 mm2
=
=
= 116808 N
= ( √
) x b x d
=( √
) x 250 mm x 310 mm = 800416.N
Kontrol Keamanan
Cek ɸ Vn ≥ Vu = 0.75 (Vc + Vs) ≥ Vu
= 0.75 (64454.03 N + 116808 N ) ≥ 93269.09 N
35
= 135946.52 ≥ 91641.13 N ..............(Aman)
Jadi digunakan tulangan sengkang D10-100 mm.
B. Tulangan daerah lapangan
Vu terpakai =
x
=
x 97698.44 N
= 84020.65 N
Kapasitas geser bagian badan balok
Vc = (√
) x b x d
Vc = (√
) x 250 mm x 310 mm = 64454.03 N
Cek Vu ≥ ɸ Vc = 84020.65 N ≥ 48340 N ........(OK)
Karena Vu ≥ ɸ Vc maka balok perlu sengkang.
Dengan syarat
Smax =
Smax =
= 155 mm
Av min =
Av min =
= 53.81 mm
2
Dipakai tulangan D10 dengan jarak sengkang 150 mm:
Av = 2 (78.5) =157 mm2
=
=
= 77872 N
= ( √
) x b x d
=( √
) x 250 mm x 310 mm = 800416.N
Kontrol Keamanan
Cek ɸ Vn ≥ Vu = 0.75 (Vc + Vs) ≥ Vu
= 0.75 (64454.03 N + 77872 N ) ≥ 93269.09 N
= 106744.5 ≥ 84020 N ..............(Aman)
Jadi digunakan tulangan sengkang D10-150 mm.
36
Lampiran 11 Contoh Perhitungan Penulangan Torsi Balok B1
Ukuran balok : 250 x 350 mm
Fy : 390 MPa
Fc’ : 24.9 MPa
β : 0.85
d’ : 40 mm
ɸ : 0.75
Tu : 11688607.6 N.mm
Persamaan umum untuk keseimbangan terhadap torsi adalah:
= (√
) (
)
= (√
) (
) = 2653097 N.mm
ɸ = (0.75) 2653097.6 N.mm = 1989823.47 N.mm
Cek Tu ≥ ɸ , maka diperlukan tulangan torsi
=
cot θ
2653097 N.mm =
cot 45
0
= 0.0871
min =
=
= 0.106
Dipakai
= 0.106
Luas tulangan torsi mnimum adalah
= x 2(250 – (2x40)) + 2(350- (2x40))
cot
2 45 = 94.01
Digunakan tulangan torsi dengan diameter 12 mm (D12) , maka jumlah tulangan
n adalah
n =
n =
= 0.83≈ 2 ( tulangan terpasang harus genap)
37
Lampiran 12 Contoh Perhitungan Penulangan Pelat Tipe S1
Tebal pelat = 120 mm
Fc’ = 24.9 Mpa
Fy = 500 Mpa
ɸ = 0.8
1. Analisa pembebanan
Beban Mati
- Pelat lantai : 0.12 m x 2400 kg/m3 = 288 kg/m
2
- Spesi : 2 cm x 21 kg/m2/cm = 42 kg/m
2
- Keramik : 1 cm x 24 kg/m2/cm = 24 kg/m
2
- Plafond : = 11 kg/m2
- Instalasi listrik : = 35 kg/m2
- Plumbing : = 10 kg/m2
qD = 400 kg/m2
Beban Hidup
Sesuai dengan fungsi lantai sebagai ruang perpustakaan maka digunakan
beban hidup sebesar
qL = 400 kg/m2
Beban terfaktor : qr = 1.2 qD + 1.6 qL
= (1.2 x 400 kg/m2) + (1.6 x 400 kg/m
2)
= 1120 kg/m2
Panjang plat arah x (Iy) = 5 m
Panjang plat arah y (Ix) = 4 m
Perbandingan panjang sisi , Iy/Ix = 1.2
Koefisien momen (Ci) dari tabel didapatkan
Arah x (Cx) = 64
Arah y (Cy) = 56
Mtx = -Mlx = 0.001. Ci .q. Ix 2
= 0.001. 64. 1120. 42
= 1146.88 kg.m
Mty = -Mly = 0.001. Ci .q. Ix 2
= 0.001. 56. 1120. 52
= 1003.52 kg.m
2. Perhitungan tulangan Mtx = -Mlx
Perhitungan tulangan dilakukan perlebar b = 1 m,dengan ketebalan pelat t
=12 cm dan d’ = 2 cm
Mu = 11468800 N.mm
Mn perlu =
n perlu = 14336000 N.mm
38
Koefisien ketahan Rn
Rn =
Rn =
= 1.556 N/mm
2
Rasio tulangan yang diperlukan ρ
ρ = 0.85 x
( √
)
ρ = 0.85 x
( √
) = 0.0032
Batasan nilai ρ
ρb = (
) (
)
ρb = (
) (
) = 0.0196
ρmax = 0.75 x ρb = 0.75 x 0.0196 = 0.0147
ρmin =
= 0.0028
ρpakai = 0.0032
Luas tulangan yang diperlukan
As = ρ. b .d
= 0.0032 x 1000 mm x 96 mm = 310.53 mm2
Digunakan tulangan D8-150 dengan luas tulangan 50.28 mm2
. Langkah
berikutnya adalah mengontrol tulangan.
Spakai ≤
= 161.9 .......(ok)
As terpakai =
= 334.93
As terpakai > As perlu .........(ok)
Cek kapasitas lentur arah x
a =
= 7.91 mm
Mn aktual = As . Fy.(
)
= 335.23 x 500 .(
)= 15414265 N.mm
Mn aktual ≥ Mn perlu .........( OK)
3. Perhitungan tulangan Mty = -Mly
Perhitungan tulangan dilakukan perlebar b = 1 m, dengan ketebalan pelat t =12 cm
dan d’ = 2 cm
39
Mu = 10035200 N.mm
Mn perlu =
n perlu = 12544000 N.mm
Koefisien ketahan Rn
Rn =
Rn =
= 1.389 N/mm
2
Rasio tulangan yang diperlukan ρ
ρ = 0.85 x
( √
)
ρ = 0.85 x
( √
) = 0.0029
Batasan nilai ρ
ρb = (
) (
)
ρb = (
) (
) = 0.0196
ρmax = 0.75 x ρb = 0.75 x 0.0196 = 0.0147
ρmin =
= 0.0028
ρpakai = 0.0029
Luas tulangan yang diperlukan
As = ρ. b .d
= 0.0029 x 1000 mm x 96 mm = 276.25 mm2
Digunakan tulangan D8-150 dengan luas tulangan 50.28 mm2
. Langkah
berikutnya adalah mengontrol tulangan.
Spakai ≤
= 181.86 .......(ok)
As terpakai =
= 334.93
As terpakai > As perlu .........(ok)
Cek kapasitas lentur arah x
a =
= 7.91 mm
Mn aktual = As . Fy.(
)
= 335.23 x 500 .(
)= 15414265 N.mm
Mn aktual ≥ Mn perlu .........( OK)
40
Lampiran 13 Contoh Perhitungan Tulangan Memanjang Kolom K1-1
Ukuran kolom : 400 x 400 mm
Fy : 390 MPa
Fc’ : 24.9 MPa
d’ : 40 mm
ɸ : 0.65
Mu : 236014012 Nmm
Pu : 1164110 N
e =
=
= 2027.2
=
= 0.1
=
= 5.068
Menentukan nilai pada sumbu vertikal pada grafik :
=
= 0.529
Menentukan nilai pada sumbu orizontal pada grafik :
x
=
x
= 2.681
Setelah diplotkan ke dalam grafik perencanaan, didapat hasil nilai r = 0.027 ,
untuk f’c = 24.9 maka nilai β = 1.
ρ = r x β
ρ = 0.027 x 1 = 0.027
Luas tulangan perlu
Ast = ρ x Agr
= 0.027 x 160000 mm2
= 4320 mm2
Digunakan tulang dengan diameter 19 mm (D19) dengan jumlah tulangan n :
n =
n =
= 15.24 ≈ 16 buah
41
Lampiran 14 Contoh Perhitungan Tulangan Geser Kolom K1-1
Ukuran kolom : 400 x 400 mm
Fy : 240 MPa
Fc’ : 24.9 MPa
d’ : 40 mm
ɸ : 0.75
Vu : 212926 N
Nu : 1164110 N
A. Tulangan geser daerah tumpuan
Kapasitas geser bagian badan kolom
Vc = (
) (
√
) x b x d
Vc = (
) (
√
) x 400 mm x 400 mm = 181997.9 N
Cek Vu ≥ ɸ Vc = 212926 N ≥ 136498.5 N ........(OK)
Karena Vu ≥ ɸ Vc maka balok perlu sengkang.
Dengan syarat
Smax =
Smax =
= 155 mm
Av min =
Av min =
= 53.81 mm
2
Dipakai tulangan D10 dengan 3 kaki sengkang jarak 150 mm:
Av = 3 (78.5) =235.5 mm2
=
=
= 135648 N
Cek ɸ Vn ≥ Vu = 0.75 (Vc + Vs) ≥ Vu
= 0.75 (181997.9 N + 135648 N ) ≥ 212926 N
= 238234.5 ≥ 91641.13 N ..............(OK)
Jadi digunakan tulangan sengkang D10-150 mm.
42
Lampiran 15 Diagram Interaksi Pengecekan Kolom
Diagram interaksi kolom K1-1 (16 D 19) Diagram interaksi kolom K2-1(10 D19)
Diagram interaksi kolom K1-2 (13 D19) Diagram interaksi kolom K2-2 (8 D19)
Diagram interaksi kolom K1-3 (8 D19) Diagram interaksi kolom K2-3 (6 D19)
43
Diagram interaksi kolom K2-4 (6 D 19) Diagram interaksi kolom K3-1 (10 D19)
44
RIWAYAT HIDUP
Ikhsan Setiawan lahir di Pekanbaru, 8 Januari 1992 ananda
dari ayah Zulkifli dan ibu Darmilis, sebagai anak kedua dari 5
bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 13
Siak dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur BUD dan
diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus di Departemen
Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan
Lingkungan (HIMATESIL). Penulis melaksanakan Praktik Lapang di PT. Adhi
Karya (Tbk) pada tahun 2013 dan berhasil menyelesaikan laporan praktik
lapangannya dengan judul “ Mempelajari Pengerjaan Struktur Atas Gedung 18
Office Park Jakarta Selatan ”. Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis dan Evaluasi Srtuktur Atas Gedung
Pusat Informasi Kehutanan IPB Terhadap Ketahanan gempa Berdasarkan Peta
Gempa 2010” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng dan
Muhammad Fauzan, ST, MT.