PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
659
ANALISIS DINAMIKA SEDIMENTASI DENGAN METODE LITOFASIES PADA FORMASI SONDE DI JALUR SUNGAI KEDAWUNG, KECAMATAN MONDOKAN,
KABUPATEN SRAGEN, PROVINSI JAWA TENGAH
Rizky Wahyu Utama*, Wartono Rahardjo , Moch. Indra Novian
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *corresponding author : [email protected]
ABSTRAK Formasi Sonde pada jalur Sungai Kedawung, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, Jawa
Tengah, tersusun atas batugamping klastik, napal, dan batulempung. Pengukuran stratigrafi dimulai
dari Formasi Kalibeng sebagai batas bawah Formasi Sonde, dan diakhiri oleh Formasi Pucangan
pada bagian atasnya. Pembagian fasies didasarkan pada pengamatan batuan secara megaskopis,
yang meliputi jenis litologi dan tumpukannya dengan batuan lain. Pengamatan petrografis batuan
pada 15 sampel dilakukan untuk membantu menentukan jenis komposisi tiap fasies, serta pengamatan
foraminifera kecil bentonik dilakukan untuk mengetahui paleobathimetri tiap lingkungan
pengendapannya. Daerah penelitian dapat dibagi menjadi 8 fasies, yaitu fasies grainstone dengan
struktur sedimen sejajar (fasies 1), napal (fasies 2), packstone (fasies 3), grainstone dengan struktur
sedimen silangsur (fasies 4), rudstone dengan struktur sedimen perlapisan sejajar (fasies 5),
batulempung (fasies 6), rudstone dengan struktur sedimen silangsur (fasies 7), dan wackstone (fasies
8). Daerah penelitian dapat dibagi menjadi 6 asosiasi fasies. Pengendapan Formasi Sonde dimulai
pada Pliosen Bawah (N19), berupa asosiasi fasies A, tersusun atas perselingan fasies 1 dan fasies 3,
dengan sisipan fasies 3 yang terendapkan pada deep shelf margin. Di atasnya terdapat asosiasi fasies
B, tersusun atas fasies 4, fasies 5, fasies 3, dengan sisipan fasies 6 yang terendapkan pada foreslope-
winnowed platform. Di atasnya terdapat asosiasi fasies C, tersusun atas perselingan fasies 1 dan
fasies 3, dengan sisipan fasies 6 yang terendapkan pada open platform. Asosiasi fasies C kembali
muncul di atas asosiasi fasies B yang tersusun oleh fasies 4, fasies 7, fasies 1, dan fasies 2. Di atasnya
terdapat asosiasi fasies D, tersusun atas fasies 6 yang terendapkan pada lacustrine. Pengendapan
Formasi Sonde diakhiri oleh asosiasi fasies C, tersusun oleh fasies 2, fasies 1, fasies 8, dan fasies 7
yang berumur Pliosen Tengah (N20).
I. PENDAHULUAN
Formasi Sonde merupakan suatu formasi yang
berada di Zona Kendeng. Formasi ini tersebar
pada jalur yang sempit dari desa
Sumberlawang dan Gundih di bagian barat
hingga daerah Mojokerto di bagian timur
(Harsono, 1982). Penelitian ini dilakukan pada
Formasi Sonde, di Sungai Kedawung,
Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen,
Provinsi Jawa Tengah (Gambar 1). Fokus
penelitian ini adalah pada penafsiran dinamika
sedimentasi batuan berdasar litofasiesnya.
Lokasi ini dipilih karena litologi pada Formasi
Sonde yang tersingkap dalam kondisi yang
baik, menerus, dan tidak terganggu oleh
struktur geologi regional. Selain itu, litologi
pada Formasi Sonde ini secara langsung
dibatasi oleh formasi-formasi lain d
i bagian bawah dan atasnya, sehingga mudah
untuk dilakukan pengukuran stratigrafi. Dalam
1 section yang lengkap Formasi Sonde di
daerah penelitian sangat bervariasi, seperti
adanya batugamping klastik (wackstone,
packstone, grainstone, dan rudstone), napal,
dan batulempung.
II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL
Merujuk pada stratigrafi regional menurut
Harsono (1982), Formasi Sonde di lokasi
tipenya (Desa Sonde, barat Ngawi) tersusun
atas batugamping Klitik yang terdiri dari
batugamping klastik (grainstone dan
packstone), boundstone, dan batugamping
yang bersifat breksian. Di atas batugamping
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
660
tersebut, terdapat napal pasiran yang semakin
ke atas bersifat lempungan. Bagian teratas
ditempati oleh lempung berwarna hijau
kebiruan. Pada beberapa tempat, Forma-si
Sonde tersusun atas batugamping Klitik yang
berkembang menjadi perselingan napal
pasiran. Kemudian pada bagian paling atas
tersusun atas lempung hitam dengan sisipan
batupasir tufan.
III. SAMPEL DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan cara membuat
kolom stratigrafi terukur dengan skala 1:100.
Batas awal pengukuran stratigrafi dimulai
pada Formasi Sonde yang berbatasan langsung
dengan Formasi Kalibeng di bawahnya. Batas
teratas pengukuran stratigrafi dilakukan
hingga ditemukan-nya rudstone dengan
kandungan balanus, yang merupakan batas
tidak langsung dengan Formasi Pucangan di
atasnya. Formasi Pucangan ini dicirikan
dengan floatstone dengan fragmen tuf
karbonatan yang bergradasi menjadi
mudstone. Berdasarkan data paleontologi,
formasi tersebut berumur N21. Pengam-bilan
sampel dilakukan dengan metode semi-
kuantitatif, yang meliputi sampel petrografis
(15 sampel), sampel XRD batuan terpilih (2
sampel), dan sampel ayak foram kecil bentonik
(12 sampel).
IV. DATA DAN ANALISIS FASIES
Berdasarkan aspek jenis litologi dan struktur
sedimennya, daerah pene-litian dapat dibagi
menjadi 9 fasies, yaitu:
Fasies grainstone berlapis sejajar (Gm)
Fasies ini berwarna coklat, ukuran butir pasir
kasar, kemas grain supported, tersusun atas
foraminifera, fragmen cangkang moluska,
litoklas, dan alga, dengan struktur sedimen
berlapis sejajar (Gambar 2). Pada bagian
kontak dengan Formasi Kalibeng, fasies ini
memiliki komposisi berupa litoklas yang cukup
melimpah. Litoklas tersebut merupakan
fragmen napal dengan derajat kebun-daran
menyudut tanggung. Banyaknya litoklas napal
ini kemungkinan berasal dari hasil erosi
batuan Formasi Kalibeng di bawahnya.
Semakin ke atas komposisi litoklas di dalam
fasies grainstone ini semakin sedikit dan
berubah menjadi material bioclastic yang
dominan,
Fasies napal (Mm)
Fasies ini berwarna coklat kehijauan dalam
keadaan segar, ukuran butir matriks <0,02 mm,
butiran karbonat 0,02-2,0 mm, kemas terbuka,
komposisi matriks material kabonat berukuran
lanau, butiran karbonat berupa foraminifera,
cangkang moluska, dan litoklas, dengan
struktur sedimen berlapis sejajar (Gambar 3).
Fasies ini mengalami perkembangan ke atas di
dalam kolom stratigrafi. Pada bagian bawah,
fasies ini hanya berupa sisipan di antara
batugamping, kemudian berkem-bang menjadi
semakin tebal dan ditemukan berlapis dengan
batuan lain pada bagian atas.
Fasies packstone (Pm)
Fasies ini berwarna putih kecoklatan, ukuran
butir pasir sedang, kemas grain supported,
mengandung micrite, ter-susun atas
foraminifera, cangkang moluska, dan litoklas,
dengan struktur sedimen berlapis sejajar
(Gambar 2). Pada ketebalan 16 meter, pada
bagian atas dari fasies ini terdapat fosil jejak
berupa Planolites (kumpulan fosil jejak
Cruziana), yang memiliki kenampakan lurus,
tanpa lobus, dan horisontal.
Fasies grainstone silangsiur palung (Gt)
Fasies ini berwarna coklat, ukuran butir pasir
kasar, kemas grain supported, tersusun atas
foraminifera, oolite, fragmen cangkang
moluska, alga, dan litoklas, dengan struktur
sedimen silangsiur palung (Gambar 4).
Struktur sedimen tersebut dapat terbentuk
akibat adanya rip current (Tucker and Maurice,
1990). Pada interval ketebalan 13,1 meter dan
37,1 meter, pada bagian atas lapisan
grainstone ini terdapat fosil jejak dari
golongan Skolitos, yang memiliki kenampakan
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
661
berupa galian vertikal dengan bentuk lurus,
tidak bercabang, dan berukuran sekitar 10 cm.
Fasies rudstone berlapis sejajar (Rm).
Fasies ini berwarna putih kecoklatan, ukuran
butir matriks pasir kasar dan fragmen <7 cm,
kemas grain supported, dan tersusun atas
foraminifera, fragmen cangkang moluska,
balanus, litoklas, dan alga, dengan struktur
sedimen berlapis sejajar (Gambar 5).
Fasies batulempung berlapis sejajar (Cm)
Fasies ini berwarna coklat, dan tersusun atas
material silisiklastik berukuran lempung,
dengan struktur sedimen berlapis sejajar
(Gambar 5). Dilihat dari dari warna dan
kilapnya, kemungkinan mineral yang
menyusun fasies ini adalah limonit dan
hematit. Di lapangan, fasies ini hanya berupa
sisipan yang berada di antara batugamping
klastik.
Fasies rudstone silangsiur sejajar (Rp)
Fasies ini berwarna putih kecoklatan, ukuran
butir fragmen 2-10 cm dan matriks pasir kasar,
kemas grain supported, dan tersusun atas alga,
fragmen cangkang moluska, koral, balanus,
foraminifera, dan litoklas, dengan struktur
sedimen silangsiur sejajar (Gambar 6). Struktur
sedimen tersebut dapat terbentuk karena
adanya migrasi dari sand-waves (bars) yang
berbentuk linier (Tucker, 2003).
Fasies ini mengalami perkembangan komposisi
penyusun di dalam batuan semakin ke atas.
Pada interval ketebalan 101,6-102,5 meter
fasies ini memiliki kandungan fragmen balanus
yang melimpah. Hal tersebut menunjukkan
bahwa semakin ke atas, koloni-koloni balanus
semakin berkembang di lingkungan tempatnya
hidup (rocky coast)
Fasies batulempung masif (Cms)
Fasies ini berwarna abu-abu cerah dan abu-
abu gelap, beberapa bagian pada fasies ini
terlihat nodul-nodul berwarna biru, ukuran
butir lempung, bedding fissility sedang-rendah,
dan tersusun atas material silisiklastik
berukuran lempung dan foraminifera kecil,
dengan struktur sedimen masif (Gambar 7).
Ciri lain dari fasies ini adalah adanya nodul-
nodul berwarna kebiruan yang disebabkan
oleh kehadiran mineral anhidrit di dalam
batuan (Tabel 1).
Fasies wackstone (Wm)
Fasies ini berwarna coklat, ukuran butir lanau,
kemas mud supported, tersusun atas
foraminifera, fragmen cangkang moluska, dan
litoklas, dengan struktur sedimen berlapis
sejajar.
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Di lihat dari jenis litologi, struktur sedimen,
komposisi batuan, paleo-bathimetri, dan pola
tumpukan sedimen-nya, fasies-fasies tersebut
terendapkan pada lingkungan pengendapan
pantai (high energy). Pratt et al, in Walker and
James (ed) (1992) membagi lingkungan
pengendapan ini menjadi 3 zona berdasarkan
paleobathimetrinya, yaitu Zona Subtidal,
Intertidal, dan Supratidal.
Lingkungan pengendapan pantai zona subtidal
merupakan lingkungan yang selalu di bawah
permukaan air laut. Zona ini dibagi menjadi 2
subzona, yaitu subtidal bawah dan subtidal
atas. Zona subtidal bawah merupakan
lingkungan yang tenang dan tidak terganggu
oleh gelombang harian. Fasies yang
terendapkan pada lingkungan ini antara lain
fasies grainstone berlapis sejajar (Gm), fasies
napal (Mm), fasies packstone (Pm), fasies
rudstone berlapis sejajar (Rm), fasies
batulempung berlapis sejajar (Cm), dan fasies
wackstone (Wm). Sedangkan zona subtidal
atas merupakan lingkungan yang masih
dipengaruhi oleh gelombang harian. Fasies
yang terendapkan pada lingkungan ini adalah
fasies grainstone silangsiur palung (Gt).
Lingkungan ini pada umumnya berada pada
laut dangkal dengan kedalaman + 20-0 meter.
Lingkungan pengendapan pantai zona
intertidal merupakan lingkungan yang dapat
berada di bawah maupun atas gelombang
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
662
harian. Lingkungan ini memiliki beberapa
sublingkungan, seperti tidal creek, channel,
pond, dan lingkungan pantai itu sendiri. Pada
daerah pantai, lingkungan sangat dipengaruhi
oleh wave swash, tidal current, maupun
longshore current. Faktor tersebut yang
menyebabkan fasies pada lingkungan ini
adalah fasies rudstone silangsiur sejajar (Rp).
Oleh karena lingkungan ini yang sangat
dangkal (20-0 meter), beberapa lapisan dari
fasies ini menunjukkan adanya proses
karstitikasi (Gambar 8).
Fasies batulempung masif (Cms) juga
terendapkan pada lingkungan intertidal,
namun pada bagian pond yang cenderung
tertutup dan tenang (Gambar 9). Lingkungan
ini merupakan hasil limpahan banjir dari suatu
channel yang menuju ke arah laut. Minimnya
karbonat pada fasies batulempung ini menun-
jukkan bahwa lingkungan laut menjadi keruh
dan dingin akibat sedimen silisiklastik yang
masuk ke laut cenderung banyak. Hal tersebut
menye-babkan pasokan material karbonat
menjadi sedikit akibat terumbu sebagai
pengahasil karbonat tidak dapat tumbuh.
Berdasarkan interpretasi lingkung-an
pengendapannya, dinamika sedimen-tasi
daerah penelitian sangat dinamis.
Pengendapan Formasi Sonde diawali dengan
pengendapan perselingan fasies grainstone
(Gm), fasies packstone (Pm), dengan sisipan
napal (Mm), yang menumpang secara tidak
selaras di atas napal Formasi Kalibeng. Urutan
ini terendapkan pada lingkungan pantai zona
subtidal bawah, di open marine. Urutan
menunjukkan pola mendangkal ke atas yang
ditunjukkan oleh data paleobathimetrinya.
Di atas urutan ini, terendapkan fasies
packstone (Pm), rudstone (Rm), dengan sisipan
batulempung yang berkembang menjadi
graintone silangsiur palung (Gt). Pada satuan
ini terjadi perulangan urutan yang
menunjukkan pola mendangkal ke atas (zona
subtidal bawah hingga subtidal atas).
Akibat muka air laut relatif yang turun,
terendapkan perselingan fasies grainstone
(Gm) dan fasies packstone (Pm) dengan sisipan
fasies batulempung (Cm) yang terendapkan
pada lingkungan pantai zona subtidal bawah,
di open platform (Gambar 10). Lingkungan
open platform ini ditunjukkan dengan adanya
penipisan batuan ke arah tepi (pinch out),
jumlah genus globigerinoides yang lebih
melimpah dibanding globorotalia, dan
bervariasinya kandungan butiran karbonatnya
(Flugel, 1982).
Muka air laut relatif kembali naik sehingga
lingkungan pengendapan kembali ke open
marine. Pada lingkung-an ini terendapkan
fasies grainstone (Gm) dan fasies rudstone
(Rm) yang berkembang menjadi fasies
grainstone silngsiur palung (Gt). Urutan
tersebut menunjukkan pola mendangkal ke
atas (subtidal bawah-subtidal atas).
Di atas urutan tersebut terendap-kan fasies
napal (Mm), fasies grainstone (Gm), dan
rudstone (Rm) yang berkem-bang menjadi
fasies rudstone dengan struktur sedimen
silangsiur sejajar (Rp). Pada satuan ini terjadi
perulangan urutan yang menunjukkan pola
mendangkal ke atas (zona subtidal bawah
hingga intertidal). Pendangkalan ke atas dipicu
oleh semakin banyaknya sedimen yang masuk
ke dalam cekungan dan kondisi muka air laut
global yang terus turun. Akibat muka air laut
relatif yang terus turun, suatu ketika sebagian
batuan akan terekspos ke permukaan. Oleh
sebab itu, beberapa batuan menunjukkan
lubang-lubang hasil pelarutan (karstifikasi).
Pengendapan sedimen kembali terjadi ketika
cekungan mengalami penurunan, sehingga
urutan mendangkal ke atas ini kembali
terbentuk di atas bidang ketidakselarasan.
Di atas satuan ini terendapkan batulempung
masif (Cms) yang ter-endapkan pada
lingkungan pond. Tebalnya fasies batulempung
masif (Cms) ini disebabkan oleh cekungan
yang mendapat pasokan sedimen silisiklastik
yang melimpah dari darat (Kusumastuti et al,
1999).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
663
Kemudian, di atas urutan batulempung masif
ini, secara tidak langsung terendapkan urutan
yang tidak lengkap dari lingkungan pantai zona
subtidal bawah hingga intertidal. Hal tersebut
disebabkan oleh sebagian batuan yang
tertutup oleh endapan sungai recent. Urutan
ini berada pada interval ketebalan 83,2-102,5
meter.
V. KESIMPULAN
Litologi yang berada di daerah penelitian
terendapkan pada lingkungan pengendapan
pantai dengan kedalaman +20-0 meter. Pola
sedimentasi yang ditunjukkan oleh tumpukan
fasies-fasiesnya menunjukkan pola yang
bervariasi, yaitu terlihat dari adanya
perulangan urutan yang mendangkal ke atas.
VI. ACKNOWLEDGEMENT
Penulis sangat berterimakasih kepada Jurusan
Teknik Geologi FT Universitas Gadjah Mada
dan jajaran komite beasiswa 2000 yang telah
membantu dalam pendanaan ketika
pengolahan data dilakukan
.
DAFTAR PUSTAKA Flugel, E., 1982, Microfacies Analysis of Limestone, Springer-Verlag, Berlin, 633 p.
Harsono, P., 1982, Biostratigrafi and Paleogeografi Cekungan Jawa Timur Utara, Suatu Pendekatan Baru, Disertasi Doktor, Institut Teknologi Bandung, 183 p.
Gibert, J. M. and Martinell, J., 1996, Trace Fossil Assemblages and Their Paleoenvironmental Significance in the Pliocene Marine Deposites of Baix Ebre (Catalonia, NE Spain), Journal of Geologie Mediterraneenne, p. 211-225.
Jones, B., 1992, Shallow Platform Carbonates, in Walker and James (ed), Facies Models “Response to Sea Level Change”, Geological Association of Canada, Ontario, p. 277-301.
Koesoemo, Y. P., Yuwono, N. T., and Musliki, S., 2006, Sequence Stratigraphy Concept Applied to the Middle Miocene to Pliocene Outcrops in the Northeast Java Basin, Indonesia, Proceeding of the
International Symposium on Sequence Stratigraphy in S.E. Asia, 1996, p. 329-344.
Kusumastuti, A., Darmoyo, A. B., Suwarlan, W., and , Sosromihardjo, S. P. C., 1999, The Wunut Field: Pleistocen Volcaniclastic Gas Sands in East Java, Proceedings of Indonesian Petroleum Association, Seventieth Annual Convention & Exhibition, p. 195-216
Musliki, S., 1997, Hydrocarbon Prospects of the Pliocene Carbonate Deposites in the Northeast Java Basin, Proceeding of National Seminar of Human Resources of Indonesian Geologist, p. 16-32.
Pratama, G. A. P., 2015, Skripsi: Biostratigrafi Foraminifera Plangtonik Formasi Kalibeng Atas dan Sonde, Jalur Sungai Kedawung, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah, Universitas Gadjah Mada, 135 p.
Pratt, B. R., James, N. P., Cowan, C. A., 1992, Peritidal Carbonate, in James and Walker (ed), Facies Models “Response to Sea Level Change”, Geological Association of Canada, Ontario, p. 303-322.
Tucker, M. E. and Wright, V.P., 1990, Carbonate Sedimentology, Blackwell Science, Oxford, 482 p.
Scholle, P. A. and Scholle, D. S. U., 2003, A Color Guide to the Petrography of Carbonate Rocks: Grains, textures, porosity, diagenesis, Tulsa, The American Association of Petroleum Geologist, 459 p.
Smyth, H., Hall, R., Hamilton, J., and Kinny, P., 2005, East Java: Cenozoic Basins, Volcanoes, and Ancient Basement, Proceedings of Indonesian Petroleum Association, Thirty-Fifth Annual Convention & Exhibition, p. 251-266.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
664
Walker, R.G., 1992, Facies, Facies Models, and Modern Stratigraphic Concepts, in Walker and James (ed), Facies Models “Response to Sea Level Change”, Geological Association of Canada, Ontario, p. 1-14.
TABEL Tabel 1. Komposisi mineral pada fasies batulempung (Cms) dari data XRD
Sampel 13A Sampel 13B
No Jenis Mineral No Jenis Mineral
1 Kuarsa 1 Kuarsa
2 Kaolinit 2 Kaolinit
3 Montmorilonit 3 Montmorilonit
4 Illit 4 Illit
5 Anhidrit 5 Anhidrit
6 Gipsum 6 Gipsum
7 Pirit
8 Hornblenda
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
665
Tabel 2. Ringkasan analisa petrografi batuan-batuan yang berada di daerah penelitian
Nomor Sampel 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 PENJELASAN
DESKRIPSI
Kemas O o c c - c c c c c o o - o o
Kemas
Ukuran butir (mm)
0,6-0,02
0,8-0,1
0,7-0,02
1,1-0,1
0,004 1,1-0,02
2,0-0,1
3,0-0,1
2,0-0,2
4,0-0,1
1,6-0,2
1,1-0,02
0,004 1,3-0,1
<0,6
o = terbuka
Persentase
c = tertutup
Micrite 58 30,5 37 7 - - 35 25 - 3 63,7 55 100 69 98
Mud - - - - 100 - - - - - 17,2 37,9 - - -
Nama Batuan
Semen - 9 10 17 - 30 10 5 13,5 20 - - - 1,5 -
M = Mudstone
Butiran karbonat W = Wackstone
Alga hijau - - - - - 6,5 1 16,7 2,3 34,5 - - - - -
P = Packstone
Alga merah - - - 0,5 - 0,8 2 - 28 14,5 - - - - -
G = Grainstone
Briozoa 0,5 - - - 13,1 - - - - - - - - -
R = Rudstone
Echinodermata - - - 0,5 - 0,8 1 - - - - - - - -
MM = Muddy micrite
Foram besar 4 3 2 11 - 16,2 7,3 23 15,3 10,4 1 - - 11,5 -
BL = Batulempung
Foram kecil 36 55 48 34 - 23,2 31,5 18,3 7,3 4,3 13,1 4 - 6 2
Moluska - 3 8 - 2,4 7,6 6 4,7 10 0,4 - - 7 -
= Bioklas
Sponge - - - - - - - 2 - - - - - - -
dominan
Litoklas 2 2 - 12 - 7 4,6 4 3,8 3,3 1,6 - - 0,5 -
Oolite - - - - - - - - 16,7 - - - - - -
Oncolite - - - - - - - - 4,4 - - - - - -
Tidak teridentifikasi - - - 10 - - - - - - - - - 2 -
Butiran non-karbonat - - - - - - - - 4 - 3 3,1 - 2,5 -
Nama Batuan W P P G BL G P R G R MM MM BL W M
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
666
GAMBAR
Gambar 1. Posisi relatif daerah penelitian terhadap kota-kota di sekitarnya.
Gambar 2. Kenampakan fasies grainstone berlapis sejajar (Gm) dengan fasies packstone (Pm) pada interval ketebalan 7,9-8,3 meter.
Gambar 3. Kenampakan fasies napal (Mm) pada interval ketebalan 61,6-63,4 meter.
Gambar 4. Kenampakan fasies grainstone silangsiur palung (Gt) pada interval ketebalan
Gambar 5. Kenampakan fasies rudstone (Rm) dengan fasies betulempung (Cm) pada interval
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
667
13,5-14,75 meter. ketebalan 16-16,9 meter.
Gambar 6. Kenampakan fasies rudstone silangsiur sejajar (Rp) pada interval ketebalan 48,5-52,4 meter.
Gambar 7. Kenampakan fasies batulempung masif (Cms) pada interval ketebalan 48,5-52,4 meter.
Gambar 8. Kenampakan karstifikasi pada fasies rudstone (Rp) interval ketebalan 99,5-100,7 meter.
Gambar 9. Lingkungan pengendapan pantai zona intertidal, bagian pond pada daerah penelitian (model menurut Pratt et al, 1992, dengan modifikasi).
Gambar 10. Lingkungan pengendapan pantai zona subtidal bawah, bagian open platform pada daerah penelitian (model menurut Pratt et al, 1992, dengan modifikasi).
Gambar 11. Kenampakan sayatan tipis fasies grainstone berlapis sejajar (Gm) sampel nomor 06 pada sayatan tipis.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
668
Gambar 12. Kenampakan sayatan tipis fasies packstone berlapis sejajar (Pm) sampel nomor 02 pada sayatan tipis
Gambar 13. Kenampakan sayatan tipis fasies grainstone silangsiur palung (Gt) sampel nomor 04 pada sayatan tipis
Gambar 14. Kenampakan sayatan tipis fasies rudstone berlapis sejajar (Rm) sampel nomor 08 pada sayatan tipis
Gambar 15. Kenampakan sayatan tipis fasies rudstone silangsiur sejajar (Rp) sampel nomor 10 pada sayatan tipis
Gambar 16. Kenampakan sayatan tipis fasies batulempung masif (Cms) sampel nomor 13 pada sayatan tipis
Gambar 17. Kenampakan sayatan tipis fasies wackstone (Wm) sampel nomor 14 pada sayatan tipis
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
669
Gambar 18. Kolom stratigrafi Formasi Sonde Jalur Sungai Kedawung (Utama, 2015)