ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI
UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN
DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Derajat Sarjana S-1
Program Studi Geografi
Disusun Oleh :
Moh. Fadhih Al Wahidy
NIM : E100120001
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI
UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN
DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
MOH. FADHIH AL WAHIDY
NIM : E100120001
Telah dipertahankan dihadapan Penguji pada
Selasa, 26 Maret 2013
dan telah dinyatakan memenuhi syarat.
Tim Penguji:
Ketua : Dr. H. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si (……...…………………….)
Sekretaris : Jumadi, S.Si., M.Sc (……...…………………….)
Anggota : Drs. H. Suharjo, MS (……...…………………….)
Pembimbing I : Dr. H. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si (……...…………………….)
Pembimbing II : Jumadi, S.Si., M.Sc (……...…………………….)
Surakarta, 30 Maret 2013
Disahkan,
Dekan Fakultas Geografi
(Drs. Priyono, M.Si)
NIK. 331
SURAT PERNYATAAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Bismillahirrahmanirrahim
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya
Nama : Moh. Fadhih Al Wahidy
NIM/NIK/NIP : E 100120001
Fakultas/Jurusan : Geografi/Geografi
Jenis : Skripsi
Judul : Analisis Ekspresi Topografi untuk Pemetaan Longsorlahan
di Wilayah Kabupaten Kulonprogo
Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk:
1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan UMS atas penulisan karya ilmiah
saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya serta menampilkannya
dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMS tanpa
perlu meminta izin dari saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta.
3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak
Perpustakaan UMS dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran
hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Surakarta, 30 Maret 2013
Yang menyatakan
Moh. Fadhih Al Wahidy
ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI
UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN
DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO
Moh. Fadhih Al Wahidy
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Longsorlahan merupakan gejala fisik dari proses alam pada lereng perbukitan/
pegunungan, seperti halnya yang terjadi di Pegunungan Menoreh, Kabupaten Kulon Progo.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan longsorlahan melalui interpretasi peta topografi
berdasarkan ekspresi topografi dari garis kontur. Garis kontur menunjukkan suatu pernyataan
atau kesan morfologi bumi yaitu ekspresi topografi tentang konfigurasi kelerengan seperti
kemiringan lereng, bentuk lereng, panjang lereng dan ketinggian. Lereng menjadi variabel
utama terhadap kejadian longsorlahan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik sampling secara
purposive. Metode survei bersifat deskriptif karena kajian longsorlahan mendasarkan pada
interpretasi ekspresi topografi terhadap garis kontur divergen sebagai kunci pemetaan.
Analisis ekspresi topografi melalui anomali bentuk kontur “u”, bentuk “v”, dan bentuk “n”
dan pola kerapatan kontur sebagai indikator kejadian longsorlahan. Pola kontur yang rapat
menunjukkan kecuraman lereng. Kombinasi dari bentuk dan pola kontur digunakan untuk
mengidentifikasi longsorlahan karena dapat menunjukkan karakteristik lereng (cekung,
cembung, lurus, bentuk bukit, lembah, cekungan). Identifikasi longsorlahan dipertajam
dengan metode visualisasi topografi 3D berupa TIN (triangulated irregular network) dan
pengetahuan longsorlahan lokal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian longsorlahan di lapangan paling banyak
ditemukan di Kecamatan Kokap sebanyak 4 titik, yaitu di Desa Hargomulyo dengan
kemiringan lereng 65%, Desa Hargotirto dengan kemiringan lereng 90%, dan di Desa
Kalirejo dengan kemiringan lereng 65% dan kemiringan lereng 30%. Empat titik kejadian
longsorlahan tersebut merupakan bukti kebenaran dari analisis ekspresi topografi dan TIN.
Jenis longsorlahan dapat diketahui satu tipe longsornya berupa longsorlahan jenis rotational
slump di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh, dari ekspresi kontur divergen yang
ditunjukkan dengan kunci interpretasi ekspresi topografi yaitu daerah pelongsoran dicirikan
oleh bentuk kontur “n” dan rapat, sedangkan daerah timbunan material longsoran ditunjukkan
oleh bentuk kontur “u” dan renggang.
Katakunci: ekspresi topografi, interpretasi peta topografi, longsorlahan.
TOPOGRAPHIC EXPRESSION ANALYSIS
FOR LANDSLIDE MAPPING
AT REGENCY OF KULONPROGO
Moh. Fadhih Al Wahidy
University of Muhammadiyah Surakarta
ABSTRACT
Landslide is the physical phenomena of natural processes on the slope of the hills or
mountains, just as happened in the mountains of Menoreh, Kulon Progo regency. This
research aims to landslide mapping through the interpretation of topographic maps based on
topographic expression of contour lines. Contour lines indicate the morphology impression
that is topographic expression of the slope configuration, such as slope gradient, shape,
length, and elevation. The slope becomes the primary variable of the landslide occurrence.
This research use survey method with a purposive sampling technique based on the
slopes. The survey method is descriptive because the study basing on the landslide
interpretation of topographic expression of contour lines diverging as the key mapping.
Analysis of topographic expression through the anomaly contour (divergent contours from
“n” shape to “u” shape or “v” shape) and density contour patterns as indicator of landslide
occurrences. Contour pattern of density shows the steepness of slope. The combination of
shapes and contour patterns are used to identification of landslide, because it can show the
feature of slope (concave, convex, gentle, hill, valley, depression). Identification of landslides
sharped by the 3D topography visualization (TIN) and local knowledge.
The results showed that a landslide occurrence in the field are mostly found in the
Kokap Subdistrict of as much as four points at Hargomulyo village with the gradient of the
slope of 65%, 90% of the slope gradient at Hargotirto village, 30% and 65% of the slopes
gradient at Kalirejo villages. Four-point of the landslide occurrence was truth evidence of
TIN and Topographic Expression Analysis. Landslide type was ascertainable of one type is a
rotational slump landslide at Pagerharjo village, Samigaluh subdistrict, from the expression
of divergent contours shown with key of topographic expression interpretation is a slide area
characterized by the shape of the contour of “n” and tightly, whereas a pik area of slide
materials are shown by the contour of “u” shape and tenuous contours.
Key word: topographic expression, topographic map interpretation, landslide.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Longsorlahan merupakan proses alam
yang biasa terjadi pada musim penghujan
di lereng-lereng pegunungan/perbukitan
sebagai perwujudan alam dalam mencari
keseimbangan. Peristiwa longsor atau
dikenal sebagai gerakan massa tanah,
batuan atau kombinasinya; sering terjadi
pada lereng-lereng alam dan/atau buatan
hasil aktivitas manusia. Longsorlahan
merupakan gerakan lereng yang tidak
stabil; dibedakan menjadi jatuhan,
runtuhan, longsoran, sebaran, dan aliran
(Varnes, 1978 dalam USGS, 2004).
Bencana longsorlahan sering terjadi di
Kabupaten Kulon Progo, terutama di
empat kecamatan, yaitu Samigaluh,
Kalibawang, Girimulyo, dan Kokap.
Berdasarkan data dari BNPB, pada tahun
2006 terjadi longsor yang mengakibatkan
500 rumah rusak ringan. Data dari
Kesbanglinmas dan BPBD Kabupaten
Kulon Progo, pada tahun 2007 terjadi
longsor di Kecamatan Kokap yang
mengakibatkan 6 rumah rusak ringan. Di
Kecamatan Girimulyo dan Kalibawang
juga terjadi longsor yang merusak 4
rumah. Pada tahun 2010 dari BNPB,
longsor terjadi di Kecamatan Samigaluh
yang menimbulkan 6 warga untuk
mengungsi karena rumah mengalami
kerusakan; 2 rumah rusak ringan, 1 rumah
rusak berat, juga material tanah menimbun
ruas jalan dan mengakibatkan beberapa
pohon terjatuh/roboh. Pada tahun 2011,
terdapat 1 orang yang meninggal dan 1
orang mengalami luka-luka akibat longsor.
Banyaknya kejadian longsorlahan di
Kabupaten Kulon Progo akan dikaji
menggunakan pendekatan ekspresi
topografi terhadap konfigurasi lereng yang
dicerminkan melalui garis kontur. Ekspresi
topografi akan digunakan sebagai
pendekatan untuk pemetaan longsorlahan
untuk membuktikan kebenaran di lapangan
tentang daerah yang rawan dan pernah
terjadi longsorlahan.
Menurut Rogers (2004), analisis
ekspresi topografi dari peta topografi dapat
dengan mudah dimanfaatkan untuk
pemetaan bahaya longsorlahan. Ekspresi
topografi menunjukkan konfigurasi lereng
melalui bentuk dan pola dari garis kontur,
yang digunakan sebagai indikator untuk
mengidentifikasi longsorlahan.
Peta topografi merupakan salah satu
jenis data sekunder yang sangat baik untuk
digunakan dalam studi kajian wilayah
karena menyajikan unsur-unsur alami
(natural features) dan unsur-unsur buatan
manusia (man made features) di atas muka
bumi. Unsur-unsur alami seperti kondisi
relief dan kelerengan daerah diperlihatkan
pada peta topografi melalui garis kontur.
Garis kontur menunjukkan suatu
pernyataan atau kesan morfologi bumi
yaitu ekspresi topografi tentang
konfigurasi kelerengan seperti kemiringan
lereng, bentuk lereng, panjang lereng dan
ketinggian. Berdasarkan ekspresi topografi
dilakukan identifikasi longsorlahan dengan
metode interpretasi terhadap
penyimpangan/perbedaan bentuk kontur
“n” menjadi bentuk “u” atau bentuk “v”,
dan melalui pola kontur yaitu rapat atau
renggang/jarang yang menunjukkan
tingkat kecuraman lereng berupa
konfigurasi daerah lembah atau
perbukitan/pegunungan. Bentuk dan pola
garis kontur menunjukkan bentuk lereng,
antara lain: landai seragam, cekung, dan
cembung digunakan sebagai indikator
untuk pemetaan longsorlahan. Metode
interpretasi dipertajam dengan metode
visualisasi topografi 3D menggunakan
TIN (Triangulated Irregular Network)
karena merepresentasikan permukaan
bumi secara akurat, tidak hanya ketinggian
lokasi, tetapi juga kenampakan alami yaitu
bentuk pada permukaan lereng/kelerengan
seperti punggung bukit, dan lembah aliran
sungai (Zeiler, 1999).
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
mengidentifikasi longsorlahan berdasarkan
ekspresi topografi di daerah penelitian; (2)
memetakan longsorlahan dengan
interpretasi ekspresi topografi di daerah
penelitian; (3) memetakan longsorlahan
dengan visualisasi topografi 3D dan
pengetahuan kebencanaan lokal; dan (4)
menguji tingkat ketelitian hasil pemetaan
dengan membandingkan kesesuaian secara
keseluruhan melalui survei lapangan.
2. DASAR TEORI
Interpretasi peta merupakan kegiatan
melihat dan mengamati sebuah peta dan
mencari penjelasan terhadap pola dari
objek tersebut (Muehrcke, 1978).
Interpretasi peta topografi lebih
menekankan pada pengamatan terhadap
garis kontur untuk menafsirkan medan
atau konfigurasi relief dan kelerengan
suatu daerah.
Interpretasi garis kontur pada peta
topografi juga dapat menunjukkan jenis
atau bentuk lereng, yaitu lereng landai
seragam (gentle), lereng curam (steep),
lereng cembung (convex), dan lereng
cekung (concave) (Aamli Kam, 2006;
Department of The Army, 2001). Lereng
landai dicirikan dengan garis kontur
berbentuk “u” yang seragam dan tampak
lembut serta pola kontur yang tidak rapat
(sedang). Lereng curam dicirikan oleh
garis kontur yang sangat rapat. Lereng
cembung dicirikan dengan pola yang
sangat rapat pada kaki lereng, dan pada
atas lereng memiliki pola renggang.
Sebaliknya pada lereng cekung sangat
rapat garis konturnya pada atas lereng dan
lebih renggang pada kaki lereng atau
lereng bawah (Department of The Army,
2001). Pola dan bentuk garis kontur pada
topografi yang mencerminkan konfigurasi
relief dan lereng menunjukkan kesan
kenampakan permukaan bumi yang
merupakan ekspresi topografi.
Berbagai kombinasi yang digunakan
sebagai indikator ekspresi topografi untuk
mengidentifikasi tipe atau jenis
longsorlahan (Rogers, 2004), sebagai
berikut.
1. Divergent contours, kontur dimana
terdapat kurva lereng atas dan kurva
lereng bawah (kontur berbentuk “n”
dan kontur berbentuk “u”) yang
menunjukkan anomali atau
penyimpangan garis kontur.
2. Crenulated contours, kontur yang
menunjukkan pola gelombang atau
lekukan pada kurva lereng atas
maupun kurva lereng bawah.
3. Arcuate headscarp evacuation areas,
kontur berbentuk kurva lengkung pada
batas bukit dari longsorlahan yang
dibentuk karena terjadi penghilangan
atau perpindahan material longsoran ke
lereng bawah.
4. Isolated topographic benches, kontur
dengan kurva lengkung atas (bentuk
kontur “n”) yang menunjukkan
rotasi/putaran bidang luncur (slump)
pada permukaan lereng atas.
5. Extended topographic ridges or
isolated topographic knobs, kontur
yang menunjukkan terjadi gerakan
perpindahan geser yang menarik massa
material punggung bukit ke lereng
bawah.
6. Sudden up- or down-slope turns in
hillside contours, kontur dimana lereng
bukit bergerak turun. Sering
disebabkan oleh gerakan lereng bawah
dari bagian yang terisolasi atau terjadi
pemisahan dari lereng bukit.
7. Stepped topography, kontur yang
menunjukkan penurunan lereng
(retrogressive slump) atau sebaran
lateral lereng (lateral spreading)
dengan periode yang berulang.
8. Fan profiles, kontur yang berbentuk
kipas, seperti kenampakan
geomorfologi berupa kipas aluvial,
yang kemungkinan besar adalah
endapan cuping (depositional lobes)
dapat berupa aliran runtuhan (debris
flows), aliran tanah (earth flows), atau
sebaran lateral (lateral spreads).
Lereng berbentuk cekung diperkirakan
rawan terjadi longsorlahan karena air
hujan mudah untuk jatuh/masuk ke dalam
tanah dengan bidang cekung yang lebih
cepat mengalami jenuh air dan
menimbulkan gerakan geser di sekitar
sumbu yang sejajar dengan permukaan
tanah. Gerakan geser pada lereng cekung
dapat tergolong jenis longsor rotasi
(rotational slide) atau slump karena
dicirikan dengan permukaan pecah dengan
bidang cekung melengkung ke atas
(Varnes, 1978 dalam USGS, 2004).
Lereng curam dapat diperkirakan rawan
terjadi debris flow karena aliran air
permukaan yang kuat oleh curah hujan
tinggi yang dapat mengikis dan
memindahkan material tanah yang gembur
atau batuan dengan cepat karena bidang
kecuraman lereng (Varnes, 1978 dalam
USGS, 2004). Bentuk lereng curam/terjal
juga dapat menunjukkan terjadinya
longsor jatuhan seperti tebing oleh adanya
gravitasi, pelapukan dapat melepaskan
gerakan material massa tanah dan
batu/batuan.
3. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei karena
kajian longsorlahan melalui interpretasi
berdasarkan ekspresi topografi divalidasi
dengan survei lapangan untuk pembuktian
hasil analisis dengan pengamatan terhadap
kejadian longsor sebelumnya, disertai
wawancara masyarakat setempat dengan
kriteria umur warga yang menghuni di
daerah penelitian berpuluhan tahun.
Teknik sampling penelitian secara purposif
(purposive sampling), berdasarkan pada
kondisi topografi berupa lereng daerah
penelitian. Metode survei bersifat
deskriptif karena kajian longsorlahan
dilakukan mendasarkan pada interpretasi
peta topografi berdasarkan ekspresi
topografi untuk mengetahui kondisi aktual
lereng mengalami longsorlahan.
Longsorlahan yang dikaji dari interpretasi
ekspresi topografi merupakan analisis data
secara kualitatif.
Metode penelitian diuraikan ke dalam
tahapan penelitian, meliputi: (1) tahap
persiapan, yaitu menyiapkan data peta
topografi untuk pemetaan longsorlahan,
data peta jaringan sungai sebagai
penunjang terhadap identifikasi
longsorlahan serta perangkat lunak
pendukung pengolah data tersebut.
Pengumpulan data-data dan informasi
literatur yang diperlukan dalam penelitian
serta studi kepustakaan terhadap kajian
penelitian. (2) tahap pengolahan data, peta
topografi dilakukan interpretasi
berdasarkan ekspresi topografi dari bentuk
dan pola garis kontur untuk
mengidentifikasi longsorlahan. Identifikasi
longsorlahan dipertajam dengan visualisasi
topografi 3D berupa TIN ditambah
pengetahuan lokal terhadap bencana
longsorlahan. Bentuk lereng cekung,
curam, dan tebing dapat diketahui secara
jelas melalui TIN untuk mendukung dalam
mengidentifikasi longsorlahan. (3) tahap
kegiatan lapangan, melakukan survei
lapangan untuk membuktikan kebenaran
hasil identifikasi longsorlahan dari
interpretasi ekspresi topografi dan TIN.
Lereng digunakan sebagai dasar atau
acuan penentuan sampel untuk survei di
lapangan. Validasi kebenaran hasil
pemetaan melalui pengamatan bekas
kejadian longsorlahan sebelumnya,
didukung dengan wawancara terhadap
warga setempat. (4) tahap analisis,
menganalisis ekspresi topografi sebagai
kunci pemetaan longsorlahan hasil
interpretasi. Pemetaan longsorlahan
dipertajam dengan pemodelan TIN secara
3D ditambah dengan pengetahuan lokal
dari aspek geomorfologi dan pedologi
(pedogeomorfik). Peta hasil interpretasi
dan pemodelan TIN dilakukan
reinterpretasi yang dilengkapi dengan data
titik-titik longsor penelitian peneliti
sebelumnya. Peta yang telah
direinterpretasi dilakukan uji
akurasi/ketelitian menggunakan matriks
kesalahan. (5) tahap penyelesaian, berupa
peta longsorlahan hasil interpretasi
ekspresi topografi dan hasil visualisasi
TIN. Peta hasil interpretasi ekspresi
topografi menunjukkan kunci pemetaan
jenis-jenis longsorlahan melalui ekspresi
topografi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara geomorfologis, Kabupaten
Kulonprogo yang memiliki topografi
perbukitan/pegunungan menjadi kajian
penelitian terhadap longsorlahan, seperti
perbukitan Menoreh meliputi Kecamatan
Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan
Samigaluh dengan ketinggian antara 500 -
1000 mdpal menunjukkan kawasan rawan
bencana longsorlahan.
Salah satu kunci interpretasi ekspresi
topografi yang menunjukkan kejadian
longsorlahan di daerah penelitian adalah
kontur divergen. Jenis longsorlahan di
daerah penelitian dapat diketahui berupa
longsorlahan jenis rotational slump dari
ekspresi kontur divergen yang ditunjukkan
dengan kunci interpretasi ekspresi
topografi yaitu daerah pelongsoran
dicirikan oleh bentuk kontur “n” dan rapat,
sedangkan daerah timbunan material
pelongsoran ditunjukkan oleh bentuk
kontur “u” dan renggang (Gambar 1.1.B).
Gambar 1.1 A) Kunci interpretasi ekspresi topografi untuk rotational slumps (Rogers, 2004)
B) Kunci interpretasi ekspresi topografi rotational slumps daerah penelitian
A) Longsorlahan rotational slumps B) Longsorlahan rotational slumps di Desa
(Rogers, 2004) Pagerharjo Kec. Samigaluh
Gambar 1.2 Longsorlahan rotational slumps Rogers (kiri), Hasil Survei lapangan peneliti (kanan)
Morfometri dari longsorlahan
rotational slumps yang ditemukan di Desa
Pagerharjo Kecamatan Samigaluh
menujukkan dataran tinggi yang curam,
kemiringan lereng 72% dengan bentuk
lereng cekung dan ketinggian antara 440 –
540 mdpal. Daerah kejadian longsorlahan
tersebut menunjukkan morfografi
A. B.
perbukitan berupa perbukitan
Denudasional dan ditunjukkan dengan
penggunaan lahan kebun campuran berupa
tanaman perkayuan dengan kondisi
vegetasi yang cukup rapat.
Selain longsorlahan jenis slump, pada
saat survei di lapangan ditemukan
longsorlahan pada daerah perbukitan
dengan tebing yang tampak terjal dengan
kemiringan 90%. (Gambar 1.3.B). Jenis
longsorlahan diperkirakan berupa
longsorlahan jatuhan melihat kondisi
lereng tampak terjal, material yang jatuh
dapat diakibatkan oleh pengaruh gravitasi
atau pelapukan mekanis. Kondisi lereng
tersebut dilihat dari garis kontur bahwa
lereng atas memiliki pola kontur yang
rapat dengan ketinggian antara 750 mdpal
– 800 mdpal. Garis konturnya
menunjukkan ekspresi topografi berbentuk
“n” dengan garis membuka lebar yang
kemudian membentuk pola lurus yang
renggang dan sedikit berbentuk “u”.
Anomali atau kontur divergen tersebut
menjadi indikasi terhadap kejadian
longsorlahan.
Gambar 1.3 A) Kunci interpretasi ekspresi topografi daerah penelitian
B) Kondisi lereng dan longsorlahan di Desa Hargotirto Kec. Kokap
Pemetaan longsorlahan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan
terhadap garis kontur yang mencerminkan
konfigurasi lereng melalui interpretasi
ekspresi topografi. Lereng merupakan
unsur eksternal yang sangat berpengaruh/
signifikan terhadap kejadian longsorlahan
sehingga lereng menjadi pendekatan utama
dalam mengidentifikasi atau memetakan
longsorlahan. Lereng sebagai pendekatan
utama melalui ekspresi topografi ini untuk
pemetaan longsorlahan menunjukkan
lereng skala menengah hingga makro
karena data peta topografi yang digunakan
memiliki kontur interval 12,5 m dengan
skala 25.000. Dalam hal ini pemetaan
longsorlahan melalui interpretasi ekspresi
topografi tidak mampu untuk dilakukan
pada tingkat longsorlahan kecil. Pemetaan
longsorlahan melalui ekspresi topografi ini
menggunakan data peta topografi tahun
1999, sehingga pada saat survei di
lapangan peneliti mengalami kesulitan
dalam mengidentifikasi longsorlahan.
Bekas-bekas kejadian longsorlahan
terdahulu menjadi sulit untuk ditemukan
karena jarak waktu yang cukup lama dari
penggunaan data topografi tahun 1999,
sedangkan kajian longsorlahan melalui
interpretasi ekspresi topografi dilakukan
pada tahun 2013 tentunya membuat
kondisi lahan mengalami perubahan lahan
dari bekas terjadinya longsorlahan yang
telah dimanfaatkan oleh penduduk.
Hasil survei di lapangan menunjukkan
bahwa kejadian longsorlahan hasil
interpretasi ekspresi topografi daerah
penelitian hanya dapat ditemukan
sebanyak 7 titik (Gambar 1.4) yang
terdapat di Kecamatan Kokap sebanyak 3
titik, Kecamatan Samigaluh 2 titik,
Kecamatan Girimulyo 1 titik, dan
Kecamatan Kalibawang 1 titik.
Pemetaan longsorlahan melalui
ekspresi topografi yang dipertajam
menggunakan visualisasi topografi 3D
berupa TIN sangat membantu dalam
pengidentifikasian longsorlahan. TIN
merepresentasikan konfigurasi lereng
dengan baik. Konfigurasi lereng melalui
TIN dapat terlihat dengan jelas.
Gambar 1.4 Bekas-bekas kejadian longsorlahan yang ditemukan di lapangan.
A) delineasi longsorlahan, B) hasil survei lapangan
A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Pendoworejo
Kec. Girimulyo). Kemiringan lereng 70%.
A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Banjaroyo
Kec. Kalibawang). Kemiringan lereng 60%.
A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Hargomulyo
Kec. Kokap). Kemiringan lereng 65%.
Kejadian longsorlahan yang berhasil
ditemukan dari hasil TIN ini hanya 3 titik
(Gambar 1.5) yang terdapat di Kecamatan
Kokap 1 titik, dan di Kecamatan
Samigaluh 2 titik, dimana 1 titik juga
menunjukkan titik yang sama pada hasil
interpretasi ekspresi topografi, yaitu di
Desa Pagerharjo (Gambar 1.2.B). Kondisi
lereng di lapangan yang pernah mengalami
longsorlahan sudah tidak nampak karena
tertutup vegetasi yang rapat dan lahan
tersebut dimanfaatkan penduduk menjadi
areal perkebunan tanaman perkayuan.
Delienasi area dari hasil analisis
ekspresi topografi dan visualisasi topografi
3D (TIN) secara keseluruhan disajikan
dalam Tabel 1.1. Hasil delineasi tersebut
merupakan area yang diperkirakan rawan
terjadi longsorlahan. Data kejadian
longsorlahan digunakan sebagai
pembanding untuk validasi kebenaran
terhadap hasil delineasi dari analisis
ekspresi topografi maupun TIN. Hasil
delineasi tersebut yang diperkirakan rawan
terjadi longsorlahan dengan data kejadian
longsorlahan relatif berbeda karena
longsorlahan yang dipetakan dalam
penelitian ini berbasis pada konfigurasi
lereng skala makro, sehingga longsorlahan
yang dikaji merupakan longsorlahan skala
besar. Sedangkan data kejadian
longsorlahan merupakan longsorlahan
dengan skala campuran dari makro hingga
mikro. Delineasi area hasil analisis
ekspresi topografi maupun TIN dibuktikan
kebenarannya di lapangan, namun kejadian
longsorlahan yang dapat ditemukan atau
diketahui di lapangan berjumlah sangat
sedikit yaitu 9 kejadian dari 42 titik
sampel.
Identifikasi longsorlahan melalui
analisis ekspresi topografi merupakan
longsorlahan eksisting yang sudah terjadi
pada masa lampau dari kondisi aktual
lereng mengalami longsor. Akan tetapi,
longsorlahan dari analisis ekspresi
topografi dapat menunjukkan akan
terjadinya longsorlahan di masa
mendatang. Hal ini dibuktikan pada saat
survei di lapangan ditemukan longsorlahan
yang terjadi dalam waktu yang belum lama
pada titik hasil delineasi ekspresi
topografi, yaitu di Desa Banjaroyo
Kecamatan Kalibawang. Sehingga
ekspresi topografi menunjukkan titik
daerah rawan kejadian longsorlahan.
Nilai ketelitian pemetaan pada matriks
kesalahan dari interpretasi ekspresi
topografi maupun TIN menunjukkan nilai
ketelitian yang rendah yaitu 33,33% dan
14,29% karena jumlah kesesuaian
longsorlahan yang ditemukan di lapangan
adalah sedikit melihat adanya banyak
perubahan pemanfaatan lahan di lapangan
berupa perkebunan tanaman perkayuan.
Kondisi lahan yang diamati di lapangan
sulit untuk ditemukan bekas kejadian
longsorlahan terdahulu karena lahan
tertutup vegetasi yang cukup rapat. Hal
tersebut karena jangka waktu yang lama
dari data yang digunakan peneliti dengan
kondisi di lapangan saat ini.
Peneliti melakukan interpretasi
ekspresi topografi dengan cara subjektif
yaitu mendelineasi sebanyak mungkin
ekspresi topografi dari garis kontur yang
diperkirakan rawan terjadi longsorlahan.
Sebaiknya interpetasi dilakukan secermat
mungkin untuk mendapatkan nilai
kebenaran yang sebenarnya (faktual) di
lapangan.
Pemetaan longsorlahan melalui
pendekatan analisis ekspresi topografi agar
mendapatkan nilai ketelitian yang tinggi
dari pembuktian kebenarannya di
lapangan, maka perlu dilakukan
interpretasi kembali (reinterpretasi)
terhadap peta topografi dengan memahami
secara benar karakteristik ekspresi
topografi (baca indikator ekspresi
topografi menurut Rogers, 2004) sebagai
kunci untuk mengenali dan
mengidentifikasi longsorlahan. Kontur
divergen merupakan salah satu kunci
ekspresi topografi yang paling
memudahkan untuk menunjukkan adanya
longsorlahan, sehingga pada saat
menginterpretasi ekspresi topografi
sebaiknya difokuskan saja pada kontur
divergen dengan mencermati kenampakan
anomali yang paling besar sebagai indikasi
bahwa di lapangan terjadi longsorlahan.
Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan
pengamatan dalam identifikasi
longsorlahan di lapangan karena
penggunaan data dari peta topografi adalah
skala 25.000 dengan Ci 12,5 meter, yang
menunjukkan bahwa longsorlahan yang
dikaji adalah longsorlahan besar.
Tabel 1.1 Perbandingan Delineasi Area yang diperkirakan Rawan Longsorlahan Hasil
Analisis Ekspresi Topografi dan Visualisasi Topografi 3D (TIN) dengan Data Kejadian
Longsorlahan di Daerah Penelitian
No.
Delineasi Longsorlahan Data
Kejadian Kecamatan Desa
Longsor yang
ditemukan Ekspresi
Topografi
Visualisasi
3D (TIN)
1. 1 - 1 Kalibawang Banjarharjo 0
2. 7 5 3 Banjaroyo 1
3. - - 2 Banjararum 0
4. 7 6 4 Banjarasri 0
5. 3 1 2 Samigaluh Banjarsari 0
6. 7 8 1 Gerbosari 0
7. 4 1 30 Kebonharjo 0
8. 10 12 3 Ngargosari 0
9. 16 7 1 Pagerharjo 2
10. 7 6 6 Purwoharjo 1
11. 9 2 1 Sidoharjo 0
12. 9 2 3 Girimulyo Giripurwo 0
13. 7 9 18 Jatimulyo 0
14. 6 3 7 Pendoworejo 1
15. 15 8 28 Purwosari 0
16. 2 1 1 Kokap Hargomulyo 1
17. 5 - 5 Hargorejo 0
18. 14 10 29 Hargotirto 1
19. 7 1 16 Hargowilis 0
20. 11 4 12 Kalirejo 2
21. 9 2 - Pengasih Sidomulyo 0
22. 1 - Tawangsari 0
23. - - 1 Nanggulan Tanjungharjo 0
24. 1 - - Temon Temon Wetan 0
159 88 166 Total 9 Sumber: Analisis Data Peta Topografi dan Data Kejadian Longsorlahan (2012)
Gambar 1.5 Bekas-bekas kejadian longsorlahan yang ditemukan di lapangan.
A) delineasi longsorlahan, B) hasil survei lapangan
Adanya penduduk sangat membantu
dalam memberikan informasi untuk
membuktikan kebenaran kejadian
longsorlahan di lapangan. Penduduk yang
bermukim di kawasan yang rawan
longsorlahan tentu memiliki cerita atau
informasi dari peristiwa yang terjadi di
daerahnya. Apabila hasil pemetaan yang
akan di survei berada pada kawasan yang
tidak ada permukiman penduduk, maka
A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Purwoharjo
Kec. Samigaluh). Kemiringan lereng 23%
A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Kalirejo
Kec. Kokap). Kemiringan lereng 30%.
A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Pagerharjo
Kec. Samigaluh). Kemiringan lereng 72%.
menimbulkan kesulitan untuk
pembuktiannya di lapangan. Penelitian
yang dilakukan ini terdapat beberapa titik
hasil pemetaan yang tidak berada pada
kawasan permukiman penduduk, sehingga
peneliti mengalami kesulitan untuk
mencari tahu kebenaran dari kejadian
longsorlahan. Tokoh masyarakat atau
Pamong Desa ternyata belum tentu
mengetahui informasi kejadian
longsorlahan karena peneliti pernah
menanyakan kejadian longsorlahan kepada
Pamong Desa, akan tetapi orang tersebut
tidak dapat memberikan penjelasan
informasi. Masyarakat biasa justru lebih
banyak mengetahui peristiwa yang terjadi
di sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa adanya penduduk pada objek
pengamatan cukup signifikan berpengaruh
terhadap tingkat kebenaran hasil pemetaan
karena kajian longsorlahan yang dilakukan
peneliti terbatas pada penggunaan data
yang tidak update. Sehingga seringnya
kejadian longsorlahan pada suatu daerah,
khususnya daerah rawan bencana
longsorlahan menjadikan peta topografi
harus selalu di up to date.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan dapat ditarik
dari penelitian ini:
(1) Kejadian longsorlahan di daerah
penelitian ditunjukkan dengan kunci
interpretasi kontur divergen, yaitu
daerah pelongsoran dicirikan oleh
kontur yang semula berbentuk
memanjang atau sedikit melintang “u”
menjadi bentuk “n” sebagai indikator
pergerakan/pergeseran bidang
permukaan tanah, sedangkan daerah
timbunan material pelongsoran
ditunjukkan oleh bentuk kontur “u”
dan renggang.
(2) Kecamatan Kokap merupakan daerah
yang rawan terjadi longsorlahan
dibuktikan dengan hasil survei di
lapangan dari delineasi ekspresi
topografi dan TIN terbanyak pada
daerah tersebut yaitu 4 titik dari 9 titik
yang ditemukan. Kejadian
longsorlahan juga terdapat di
Kecamatan Girimulyo, Kecamatan
Samigaluh, dan Kecamatan
Kalibawang.
(3) Kejadian longsorlahan di Kecamatan
Kokap yang ditemukan sebanyak 4
titik, yaitu di Desa Hargomulyo
dengan kemiringan lereng 65%, Desa
Hargotirto dengan kemiringan lereng
90%, dan di Desa Kalirejo dengan
kemiringan lereng 65% dan
kemiringan lereng 30%. Di
Kecamatan Samigaluh ditemukan 3
titik, yaitu di Desa Purwoharjo
dengan kemiringan lereng 23%, dan
di Desa Pagerharjo dengan
kemiringan lereng 72% dan
kemiringan lereng 64%. Pada
Kecamatan Girimulyo ditemukan 1
titik di Desa Pendoworejo dengan
kemiringan lereng 70%, dan 1 titik
pada Kecamatan Kalibawang di Desa
Banjaroyo dengan kemiringan lereng
60%.
(4) Hasil pemetaan longsorlahan dari
interpretasi ekspresi topografi
diperoleh nilai ketelitian dari
penghitungan matriks kesalahan
sebesar 33,33%, sedangkan hasil
pemetaan longsorlahan dari TIN
adalah 14,29%. Nilai ketelitian
tersebut kecil karena pembuktian
kebenaran longsorlahan hasil
pemetaan memiliki kendala pada saat
mengidentifikasi bekas kejadian
longsorlahan di lapangan oleh kondisi
lahan yang telah dimanfaatkan
penduduk menjadi areal perkebunan
yang tertutup vegetasi cukup rapat.
Hal tersebut menjadi keterbatasan
penelitian karena jangka waktu yang
lama dari data yang digunakan
peneliti dengan kondisi di lapangan
saat ini.
(5) Identifikasi longsorlahan melalui
analisis ekspresi topografi dapat
menunjukkan akan terjadinya
longsorlahan di masa mendatang. Hal
ini dibuktikan pada saat survei di
lapangan ditemukan longsorlahan
yang terjadi dalam waktu yang belum
lama pada titik hasil delineasi ekspresi
topografi, yaitu di Desa Banjaroyo
Kecamatan Kalibawang. Sehingga
ekspresi topografi menunjukkan titik
daerah rawan kejadian longsorlahan.
(6) Pemetaan longsorlahan melalui
analisis ekspresi topografi memiliki
keunggulan/keunikan: pertama, kajian
geomorfologi melalui pendekatan
lereng yang dicerminkan oleh garis
kontur; kedua, kajian kartografi
melalui interpretasi berdasarkan
ekspresi topografi dan pemodelan
TIN secara 3D.
5.2 Saran
Penelitian ini memiliki beberapa saran
untuk dikembangkan:
(1) Untuk mendapatkan hasil pemetaan
longsorlahan secara detil atau mikro,
dibutuhkan peta topografi skala besar
1 : 10.000 dengan interval kontur (Ci)
5 meter yang lebih detil dari 12,5
meter.
(2) Perlu studi pustaka lebih lanjut untuk
memetakan longsorlahan hingga pada
jenis-jenis longsorlahan yang spesifik
(lihat Rogers, 2004) disertai
penggunaan data topografi dengan
skala yang besar.
(3) Untuk mengetahui tingkat akurasi
hasil pemetaan longsorlahan,
diperlukan survei lapangan pada
kejadian longsor sebelumnya disertai
wawancara terhadap masyarakat
setempat, disertai pengukuran lereng
(kemiringan, panjang, ketinggian) dan
pengukuran ketebalan tanah, karena
tanah tebal rawan terjadi
longsorlahan.
(4) Pemetaan longsorlahan berdasarkan
ekspresi topografi yang dipertajam
menggunakan TIN perlu dikomparasi
dengan pemodelan 3D lainnya untuk
mengetahui tingkat ketelitian yang
lebih akurat.
6. DAFTAR PUSTAKA
Aamli Kam, J. M. 2006. Practical Work in Geography. India: NCERT.
BPS. 2011. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2010. Kulon Progo: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kulon Progo.
Department of The Army. 2001. Map Reading and Land Navigation. Washington DC: The
United States Army.
Highland, Lynn. 2004. Landslide Types and Processes. USGS Fact Sheet 2004-3072.
Virginia: USGS.
Muehrcke, P.C. 1978. Map Use: Reading, Analysis, and Interpretation. Madison: University
of Wisconsin.
Rogers, J. D. and B. C. Doyle. 2004. Mapping of Seismically-Induced Landslippage in the
Benton Hills and Crowley’s Ridge, New Madrid Seismic Zone, Missouri and Arkansas.
Department of Geological Sciences & Engineering. University of Missouri-Rolla.
Zeiler, Michael. 1999. Modeling our World. The ESRI Guide to Geodatabase Design. New
York: Environmetal Systems Research Institute.