Download - ANALISIS GENDER

Transcript
  • 337 Seminar Nasional Serealia 2011

    KAJIAN USAHATANI JAGUNG DI LAHAN SAWAH SETELAH PADI MELALUI PENDEKATAN PTT DI KABUPATEN BOLMONG SULAWESI UTARA

    Yenny Tamburian, W. Rembang dan Bahtiar

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara

    ABSTRAK

    Kajian usahatani jagung di lahan sawah setelah padi telah dilakukan di Desa Werdi Agung, Kecamatan Dumoga Barat, Kabupaten Bolmong, Sulawesi Utara, pada MT I 2010 dan MT II 2011. Kajian ini bertujuan untuk memacu peningkatan produktivitas dan pendapatan petani dalam usahatani jagung melalui pendekatan PTT. Pada MT I 2010 penanaman jagung seluas 2 ha melibatkan petani peserta PTT dan non PTT masing-masing pada lahan seluas 1 ha. Pada MT II 2011 penanaman jagung seluas 12 ha melibatkan 24 petani, masing-masing 12 petani koperator peserta PTT dan 12 petani nonkoperator orang. Metode yang digunakan adalah pendekatan PRA. Komponen teknologi PTT yang diterapkan terdiri dari varietas unggul, benih bermutu, jarak tanam 75 cm x 25 cm 1 biji/lubang, pemupukan berimbang dan pengedalian OPT dengan menerapkan konsep PHT. Hasil pengkajian pada MT I 2010 menunjukkan varietas unggul Srikandi Kuning dan Sukmaraga yang dikelola petani peserta PTT memberikan hasil masing-masing 7,0 t/ha dan 7,8 t/ha atau 54% lebih tinggi varietas Bisi 2 (4,50 t/ha) yang dikelola petani nonkoperator. Analisis usahatani menunjukkan varietas Srikandi kuning dan Sukmaraga memberikan nilai B/C ratio berturut-turut 1,29 dan 1,63 atau rata-rata 1,46 sedangkan varietas Bisi 2 hanya 0,84. Pendapatan Rp 8.687.500 lebih besar 1,97 kali lipat dibanding petani nonkoperator (Rp 4.390.000). Pada MT II 2011 varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga memberikan hasil masing-masing 7,45 t/ha dan 7,90 t/ha atau rata-rata 7,675 t/ha, meningkat 119% varietas Manado Kuning (3,50 t/ha). Usahatani varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga memberikan nilai B/C ratio 1,52 dan 1,67 atau rata-rata 1,60 sedangkan petani nonkoperator lebih rendah 0,79. Keuntungan petani koperator Rp 9.860.000 atau meningkat 3,05 kali lipat disbanding petani nonkoperator (Rp 3.425.000). Disarankan model PTT dapat diperluas implementasinya dalam usaha peningkatan produktivitas dan pendapatan petani jagung di lahan sawah di Bolmong. Kata kunci: Usahatani, jagung, lahan sawah, PTT, produktivitas, pendapatan.

    PENDAHULUAN

    Permintaan jagung di Indonesia terus meningkat, baik untuk pangan sebagai sumber karbohidrat juga merupakan bahan baku industri pakan. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih 50% kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan makin berkembangnya usaha peternakan, terutama unggas. Sementara itu produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi semua kebutuhan, sehingga kekurangannya dipenuhi dari jagung impor.

    Di Sulawesi Utara jagung merupakan komoditas unggulan sehingga pengembangannya terdapat

    pada semua kabupaten, namun yang sangat luas pengembangannya adalah kabupaten Bolmong. Di Kabupaten Bolmong hampir sepanjang tahun tanaman jagung diusahakan baik pada lahan kering maupun lahan sawah. Pada lahan sawah tanaman jagung ditanam setelah panen padi. Tahun 2008 Kabupaten Bolmong memiliki luas panen jagung 47.450 ha dengan produksi 168.292 ton berarti rata-rata produksi 3,54 t/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Bolmong 2009). Tingkat produktivitas tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan potensi hasil dari varietas unggul nasional. Potensi varietas jagung unggul komposit mencapai rata-rata 5,0-6,0 t/ha bahkan

  • 338 Yenny Tamburian, W.Rembang dan Bahtiar : Kajian Usahatani Jagung di Lahan Sawah setelah Padi Melalui Pendekatan PTT di Kabupaten Bolmong Sulawesi Utara

    mencapai 7,0 t.ha, sedangkan varietas unggul hibrida mencapai sekitar 9 - 13,3 t/ha bila pemeliharaannya intensif (Balitsereal 2007). Rendahnya tingkat produktivitas jagung tersebut disebabkan cara pengelolaannya belum intensif.

    Berdasarkan wawancara langsung dengan petani melalui pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) terdapat berbagai permasalahan teknis yang dapat menjadi hambatan untuk peningkatan produksi jagung di daerah ini antara lain: pola curah hujan yang tidak menentu sering mengakibatkam tanaman stres kekeringan; sumber air tergantung curah hujan dengan intensitas terbatas dan distribusi yang tidak merata, sehingga resiko kekeringan sangat tinggi; penggunaan varietas lokal Manado Kuning yang memiliki potensi hasil rendah atau varietas hibrida Bisi 2 yang ditanami berulang-ulang 2-3 kali menyebabkan produksi rendah; jarak tanam atau populasi tanaman yang terlalu rapat atau jarang, sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal; pengendalian hama dan penyakit yang kurang tepat, seperti hama peggerek batang dan penyakit bulai dapat mengurangi hasil dan bahkan puso sama sekali; pemupukan belum berimbang; panen dilakukan dengan membiarkan tongkol jagung sampai kering dilapang/alot, menyebabkan serangan hama tikus. Modal yang terbatas merupakan alasan pokok bagi petani sehingga tidak melakukan pemupukan dan pengendalian hama penyakit dengan tepat. Lembaga pelayanan sistem produksi seperti KUD, Balai Benih atau penangkar benih, dan sistem pelayanan sarana produksi termasuk penyuluhan, dinilai oleh petani belum berfungsi dengan optimal. Teknologi yang diterapkan oleh petani masih bertumpu pada cara tradisional yang turun temurun dari generasi sebelumnya. Secara sosiologis petani di daerah ini pada umumnya masih bersifat konservatif, sulit menerima teknologi baru yang belum dipercayai keunggulannya (BP4K Kabupaten

    Bolmong 2009 dan BP3K kecamatan Dumoga Bara 2009).

    Berbagai upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung diantaranya melalui terobosan teknologi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Jagung (Badan Litbang Pertanian 2000). Dalam pengembangannya PTT adalah memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal sehingga petani memperoleh keuntungan maksimal secara berkelanjutan dalam sistem produksi yang memadukan komponen teknologi sesuai kapasitas lahan. Setiap komponen teknologi sumberdaya alam, dan kondisi sosial ekonomi memiliki kemampuan untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian akan tercipta suatu keseimbangan dan keserasian antara aspek lingkungan dan aspek ekonomi untuk keberlanjutan sistem produksi. Indikator keberhasilan pengelolaan tanaman terpadu yang paling penting adalah rendahnya biaya produksi, penggunaan sumberdaya pertanian secara efisien dan pendapatan petani meningkat tanpa merusak lingkungan (Kartaatmadja et al. 2000).

    Pada prinsipnya model PTT adalah mengelola dan menyediakan lingkungan produksi yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman sesuai dengan kondisi sumberdaya yang tersedia di daerah setempat dan bersifat spesifik lokasi (Badan Litbang Pertanian 2008). Dengan pendekatan ini diupayakan menciptakan hubungan sinergisme antara komponen-komponen produksi dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya tersedia dengan memanfaatkan internal input tanpa merusak lingkungan sesuai dengan permasalahan spesifik dari sistem usahatani jqgung di lokasi tersebut.

    Model PTT memiliki potensi dan prospek cukup baik untuk meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan yang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pengkajian ini bertujuan: penerapan model PTT jagung dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.

  • 339 Seminar Nasional Serealia 2011

    METODOLOGI PENELITIAN

    Pengkajian dilakukan di lahan sawah setelah panen padi di Desa Werdi Agung Kecamatan Dumoga Barat Kabupaten Bolmong Provinsi Sulawesi Utara. Pengkajian berlangsung sejak April 2010 s/d Februari 2011, selama dua musim tanam (MT I 2010 dan MT II 2011). Penanaman jagung pertama pada MT I 2010 (April s/d Agustus) dilakukan pada lahan seluas 2 ha yang melibatkan kelompok tani Kembang Sari sebagai petani peserta PTT dan petani non PTT masing-masing 1 ha. Penanaman kedua pada MT II 2011 (Nopember s/d Maret) di lahan seluas 12 ha yang melibatkan 24 petani masing-masing 12 petani peserta PTT (petani koperator) dan 12 petani non PTT ( petani non kopertor).

    Metode yang digunakan adalah Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk mengetahui masalah utama spesifik lokasi, kemudian dipecahkan bersama dengan petani dan penyuluh. Model PTT yang dikaji berasal dari Balitsereal Maros, kemudian dimodifikasi sesuai dengan kondisi di lapangan. Kajian ini dititik beratkan pada aspek ekonomi dan persepsi petani terhadap teknologi.

    Data yang dikumpulkan meliputi sosial ekonomi (input, out put, harga saprodi dan harga jagung pipilan kering, upah tenaga kerja, dan persepsi petani) dan keragaan agronomi. Data ekonomi dikumpulkan dengan menggunakan Farm Record Keeping (FRK). Untuk mengetahui respon petani dilakukan wawancara secara semi struktural. Data agronomis yaitu umur panen, tinggi tanaman saat panen, tinggi tongkol, panjang tongkol, lingkar tongkol, jumlah baris, bobot 1000 butir dan hasil dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan. Kegiatan yang dilakukan di lokasi pengkajian adalah sebagai berikut: komponen teknologi yang diterapkan dalam model PTT disesuaikan dengan hasil yang dirumuskan bersama-sama dengan petani dan PPL pada saat PRA. Paket teknologi didasarkan pada ketersediaan sumberdaya, permasalahan yang dihadapi, dan kebiasaan petani. Komponen teknologi yang dianggap baru adalah Varietas, pemupukan berimbang (urea dengan menggunakan BWD) dan jarak tanam 75 cm x 25 cm dengan 1 biji/lubang. Komponen teknologi PTT dibandingkan dengan teknologi petani disajikan pada Tabel 1.

  • 340 Yenny Tamburian, W.Rembang dan Bahtiar : Kajian Usahatani Jagung di Lahan Sawah setelah Padi Melalui Pendekatan PTT di Kabupaten Bolmong Sulawesi Utara

    Tabel 1. Komponen Teknologi PTT vs.Teknologi petani jagung di lahan sawah setelah padi di Desa Werdi Agung Kecamatan Dumoga Barat, MT I 2010 dan MT II 2011

    Variabel MT I tahun 2010 MT II tahun 2011

    Teknologi PTT (Petani koperator)

    Teknologi petani (Nonkoperator)

    Teknologi PTT (Petani koperator)

    Teknologi petani

    (Nonkoperator) - Pengolahan tanah - Varietas - Mutu benih - Kebutuhan benih

    (kg/ha) - Jarak tanam - Pupuk (kg/ha) Phonska Urea Kandang - Pengendalian OPT

    Sempurna Sukmaraga Srikandi Kuning Berlabel/Sertifikat 20 75 cm x 20 cm, 300 150 (BWD) 1500 Menerapkan Konsep PHT

    Sempurna Bisi 2 Berlabel/Sertifikat 25 75 cm x 25 cm 100 300 Tanpa acuan

    Sempurna Sukmaraga Srikandi Kuning Berlabel/Sertifikat 20 75 cm x 20 cm 300 150 (BWD) 2000 Menerapkan Konsep PHT

    Sempurna Manado Kuning Tidak Berlabel 40 80 cm x 40 cm 100 300 _ Tanpa acuan

    Keragaan agronomis akan dilihat dengan analisis statistik uji t antar teknologi, sedangkan analisis ekonomis menggunakan anggaran keseluruhan usahatani (whole farm budget). Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani, maka digunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya atau B/C ratio, dengan rumus: B/C = Total Pendapatan/Total Biaya

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    I. Karakteristik Lokasi Pengkajian

    a. Keadaan umum

    Kabupaten Bolaang Mongondow merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Utara yang terletak dibagian Selatan dengan jarak 183,72 km dari kota Manado. Luas daerah ini sekitar 354.749 ha, dari luasan tersebut terdapat 6,47 % atau 22980 ha lahan sawah irigasi yang dapat ditanami jagung setelah panen padi. Jumlah penduduk 302.393 jiwa yang terdiri 159.184 laki-laki dan 143.209 perempuan (Sulut dalam Angka 2008). Penggunaan lahan di daerah ini disajikan dalam Tabel 2

    Tabel 2. Penggunaan Lahan di Kabupaten Bolaang Mongondow, 2008

    Jenis Penggunaan Luas

    (ha) Persentase

    (%) Sawah irigasi teknis Sawah irigasi teknis Sawah irigasi sederhana/desa Sawah tadah hujan Pekarangan Tegal Ladang Penggembalaan Rawa Tambak Kolam Lahan tidak diusahakan Hutan rakyat Hutan negara Perkebunan Lain-lain

    12.344

    6.807

    3.829

    3.556 7.610

    36.723 18.143

    627 139 129 465

    4.706

    35.626 75.793 21.854

    126.398

    3,48

    1,92

    1,079

    1,002 2,145 10,35 5,11 0,18

    0,039 0,036 0,13 1,32

    10,04 21,40 6,20

    35,63

    Jumlah

    354.749 100,00

    Sumber: Sulut dalam Angka 2008.

    Topografi Kabupaten Bolmong

    sangat bervariasi, dari dataran hingga berbukit sampai bergunung-gunung. Tinggi tempat 0 - 1000 m dpl, dataran tinggi terletak di bagian Timur dan Barat,

  • 341 Seminar Nasional Serealia 2011

    sedangkan bagian bagian Utara dan Selatan merupakan dataran rendah. Jenis tanah yang dominan adalah Aluvial, Latosol, dan Regosol (Sulut dalam Angka 2008).

    Kecamatan Dumoga Barat terletak di sebelah Barat Kabupaten Bolmong dan dalam pengembangan wilayah pertanian termasuk daerah Lahan Kering Dataran Rendah Iklim Kering. Daerah ini mempunyai topografi datar hingga agak miring dengan jenis tanah Aluvial dan Regosol. Kesuburan tanah tergolong sedang.

    Sumber air utama untuk pertanian di daerah ini adalah curah hujan dan bendungan Toraut sebagai sumber irigasi padi sawah. Selama tahun 2008, jumlah curah hujan dan hari hujan masing-masing 2630 mm dan 21,20 hari, yang tersebar pada musim hujan antara bulan Oktober sampai Maret , dengan 3-5 bulan basah 6-7 bulan kering. Sesuai kriteria Oldeman (1975), daerah ini termasuk tipe iklim kering (D) .

    b. Teknologi Usahatani

    Pola tanam yang diterapkan di lahan sawah adalah: Padi - Padi - Bero; Padi - Padi - Jagung dan Padi - Padi - Kedelai berdasarkan pembagian air pengairan. Pengaturan jadwal pembagian air digilir menurut kelompok. Kelompok bagian Barat meliputi desa Toraut, Matayangan, Uuwan, Ikhwan, Doloduo, Mekaruo dan Wangga Baru dan kelompok bagian Timur yaitu desa Kosio, Kinomaligan, Ibolian, Werdi Agung, Werdi Agung Selatan , Ibolian I dan Kosio Timur. Apabila kelompok Barat mendapat jadwal pengairan maka kelompok bagian Timur akan menanam palawija dan seterusnya bila kelompok Timur mendapat jadwal pengairan maka kelompok bagian Barat menanam palawija. Palawija yang dominan (sekitar 50 % dari luas areal) adalah jagung yang diusahakan secara monokultur, sehingga hampir sepanjang tahun terdapat penanaman jagung di lahan sawah. Penanaman jagung dilakukan setelah panen padi dengan

    memanfaatkan sisa air pengairan yang ada.

    Cara budidaya jagung didaerah pengkajian masih sederhana. Persiapan lahan di dilakukan sudah cukup baik. Di lahan sawah persiapan lahan dilakukan dengan cara olah tanah minimum (OTM) yaitu lahan dibajak satu kali kemudian disemprot herbisida atau olah tanah sempurna (OTS) yaitu lahan dibajak dua kali, kemudian diratakan. Pengolahan tanah umumnya dilakukan dengan menggunakan bajak yang ditarik oleh tenaga hewan sapi.

    Varietas jagung lokal Manado Kuning telah lama diusahakan petani, namun saat ini varietas tersebut perlahan-lahan sudah ditinggalkan oleh sebagian petani dengan menggantikan varietas hibrida Bisi 2 yang berpotensi hasil tinggi. Alasan petani meninggalkan varietas lokal Manado Kuning karena varietas tersebut selain berumur panjang juga produksinya rendah sekitar 1,5 3,0 t/ha. Hanya sebagian kecil petani yang masih menanam varietas lokal Manado Kuning karena benihnya mudah diperoleh/dapat diadakan sendiri. Sebagian petani sudah menggunakan varietas hibrida Bisi 2 karena memiliki potensi hasil tinggi, namun pengelolaannya belum intensif yakni pemupukan dilakukan seadanya sehingga hasil rendah 3,0 3,5 tha. Masalah lain yang penting adalah penanaman varietas lokal manado Kuning dilakukan berulang-ulang 5-6 kali dan Bisi 2 diulang sampai 2 kali, keadaan ini menyebabkan tingkat kemurnian varietas menurun menyebabkan hasil rendah. Demikian penggunaan benih bermutu masih kurang diperhatikan.

    Cara tanam jagung biasanya dilakukan mengikuti alur bajak dengan jarak tanam untuk varietas lokal Manado Kuning bervariasi 80 cm x 50 cm, atau 80 cm x 40 cm dengan 5-6 biji/lubang, sedangkan varietas hibrida Bisi 2 petani melakukan jarak tanam 75 cm x 25 cm dengan 1 biji/lubang. Cara tanam dengan tugal jarang dilakukan. Penyiangan dilakukan 2 kali pada umur 2 dan 5 minggu setelah tanam sambil membumbun untuk menghindarkan

  • 342 Yenny Tamburian, W.Rembang dan Bahtiar : Kajian Usahatani Jagung di Lahan Sawah setelah Padi Melalui Pendekatan PTT di Kabupaten Bolmong Sulawesi Utara

    kerebahan pada saat ada hujan dan angin. Hal ini dapat merupakan salah satu penyebab rendahnya jagung di tingkat petani.

    Penggunaan pupuk masih bervariasi, tergantung pada kemampuan petani. Umumnya petani memberikan pupuk Urea 100-300 kg/ha, SP-36 seadanya, tanpa KCl. Terbatasnya modal merupakan salah satu alasan yang sering dikemukakan mengapa petani memupuk seadanya. Petani memupuk dua kali, masing-masing separuh urea dan seluruh SP-36 diberikan pada umur 15 hst dan separuh urea sisa pada umur 35 hst bersama penyiangan.

    Pengendalian hama penyakit belum intensif, walaupun sudah dilakukan usaha pengendalian hama, tetapi caranya belum tepat. Hama penggerek batang merupakan hama utama yang menyebabkan rendahnya hasil jagung di daerah ini. Hal ini disebabkan pertanaman jagung berada terus menerus sepanjang tahun dilapangan. Kerugian akibat hama penggerek batang bervariasi dari ringan hingga berat, tergantung pada tingkat serangan dan pengendaliannya.

    Panen belum segera dilakukan walau sudah mencapai matang fisiologi, tanaman jagung dibiarkan kering di pohon sampai alot. Petani melakukan demikian karena alasannya tidak mempunyai lantai jemur. Hasil panen langsung dijual kepada pedagang pengumpul di desa dan sebagian disisihkan untuk benih pada penanaman berikut (BP4K Kabupaten Bolmong 2009 dan BP3K Kecamatan Dumoga Barat 2009)

    c. Keadaan Sosial Ekonomi

    Jumlah penduduk kecamatan Dumoga Barat sebanyak 27.753 jiwa, sekitar 95 % mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Mereka memiliki lahan sawah rata-rata 0,50 ha. Ternak merupakan aset yang sangat berharga, karena disamping dimanfaatkan sebagai tenaga kerja juga sebagai tabungan kekayaan petani. Petani koperator hampir semuanya

    memiliki 2 ekor sapi, yang dipakai sebagai tenaga kerja pada kegiatan pengolahan tanah. Sebagian petani hanya memiliki ternak kecil (babi dan ayam) sehingga untuk mengolah tanah dapat menyewa ternak petani lain dengan upah Rp 20.000/jam. Tenaga kerja manusia cukup tersedia, sehingga umumnya dapat mencukupi untuk kegiatan usahatani.

    Sarana produksi pupuk dan obat-obatan cukup tersedia dengan mudah, transportasi lancar dan kios-kios sarana produksi juga mudah dijangkau. Mereka lebih senang membeli langsung di kios terdekat dengan alasan barang lebih mudah diperoleh, tersedia setiap saat dan pembayarannya dapat dilakukan setelah panen (yarnen). Modal petani memang terbatas, sehingga mereka membeli sarana produksi semampunya, akibatnya dosis pupuk dan obat-obatan tidak tepat. Kegiatan lain di luar usahatani pada umumnya sebagai buruh, tukang kayu, dagang, namun tidak semua petani mempunyai kegiatan off farm semacam itu.

    Wanita tani tidak hanya berperan dalam kegiatan menanam, memupuk, panen dan prosesing, tapi juga memberi sumbangan yang berarti dalam menambah penghasilan keluarga seperti berdagang, dan buruh. Kegiataan sosial bagi wanita tani ini adalah arisan.

    II. Keragaan Teknologi

    a.Teknologi PTT vs Teknologi petani MT I 2011

    Berdasarkan pada ketersediaan sumberdaya alam yang ada, sistem usahatani yang biasa dilakukan petani dan permasalahan peningkatan produksi jagung didaerah ini, maka pengkajian yang dilakukan pada MT I 2010 adalah mengkaji beberapa komponen teknologi budi daya jagung. Rincian teknologinya sesuai Panduan Umum (Badan Litbang Pertanian 2008). - Penyiapan lahan. Lahan disiapkan

    secepatnya setelah panen padi. Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna yaitu dua kali bajak

  • 343 Seminar Nasional Serealia 2011

    kemudian digaru satu kali, dengan menggunakan bajak yang ditarik oleh tenaga hewan sapi. Pengolahan tanah yang dilakukan petani sudah cukup baik.

    - Benih bermutu. Benih bermutu/bersertifikat daya kecambah > 95%), diberi perlakuan benih dengan metalaksil 2 gr/ 1 kg benih. Sebelum dicampur merata dengan metalaksil, benih dibasahi terlebih dahulu dengan air sebanyak 10 ml untuk setiap kg benih. Kebutuhan benih untuk 1 hektar lahan berkisar 20 kg.

    - Varietas unggul. Varietas yang digunakan adalah Srikandi Kuning dan Sukmaraga yang memiliki potensi hasil tinggi digunakan untuk mengganti varietas lokal.

    - Cara tanam. Penanaman dilakukan dengan menggunakan bajak, jarak tanam 75 cm x 20 cm (jarak antar baris 75 cm dan dalam baris 20 cm), 1 biji/lubang dan kemudian benih ditutup dengan pupuk kandang. (Populasi tanaman menjadi sekitar 66.600 tanaman/ha).

    - Pengendalian gulma. Penyiangan sekaligus pembumbunan dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul sebanyak 1-2 kali tergantung pertumbuhan gulma.

    - Pemupukan berimbang. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan Urea 250 kg, SP-36 125 kg dan KCl 75 kg per hektar (300 kg Phonska, 150 kg Urea). Phonska 300 kg diberikan pada umur 7 hst menyusul urea 50 kg pada umur 30 hst kemudian pemberian selanjutnya berdasarkan BWD. Bahan organik/pupuk kandang 2000 kg/ha sebagai penutup benih pada lubang tanaman.

    - Pembuatan saluran drainase. Untuk pendistribusian atau pembuangan air maka dibuat saluran irigasi pada setiap 5 m.

    - Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menerapkan konsep PHT, apabila serangan diatas

    ambang kendali disarankan menggunakan insektisida.

    - Panen dan prosesing. Panen dilakukan pada saat sudah mencapai masak fisiologis atau kelobot mulai mengering dan berwarna coklat, kadar air biji sekitar 30 %, biji telah mengeras dan telah membentuk lapisan hitam (black layer) minimal 50 % disetiap barisan biji. Selanjutnya tongkol yang sudah dipanen segera dijemur. Jika kadar air biji selama pengeringan telah mencapai sekitar 20 %, jagung dipipil dengan alat pemipil. Biji yang telah dipipil dijemur kembali hingga kadar air 14 % dan siap untuk dipasarkan.

    Pada MT I saat pengkajian berlangsung curah hujan di lokasi pengkajian cukup tinggi dan cuaca sering berawan. Penerapan teknologi PTT yang menggunakan varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga dengan pengelolaan intensif, secara umum pertumbuhan kedua varietas tersebut cukup baik, tanaman muncul dipermukaan tanah pada hari keempat, seragam dan daya tumbuh benih di lapang 95-98%, hal ini disebabkan benih yang digunakan bermutu tinggi (Puslitbangtan 2010). Pada saat tanaman berumur 14 hst curah hujan sangat tinggi, sehingga pertanaman jagung tergenang. Upaya dilakukan dengan cara membuat saluran drainase sehingga pertumbuhan tanaman pulih menjadi normal.

    Perkembangan pertumbuhan varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga pada umur 35-40 hst setelah dilakukan penyiangan dan pemupukan susulan urea, tanaman tumbuh dengan cepat, dan pada umur 45 hst kanopi tanaman telah menutup permukaan lahan. Sampai pada fase generatif, pertumbuhan tanaman nampak subur hal ini tercermin dari tanaman tegap, daun berwarna hijau gelap, batang besar dan kuat, perakaran banyak dan tongkol yang besar. Hal ini menunjukkan dengan pemupukan berimbang Urea, Fosfat, KCl dan pupuk organik sangat efisien untuk menstimulir pertumbuhan dan produksi optimal.

  • 344 Yenny Tamburian, W.Rembang dan Bahtiar : Kajian Usahatani Jagung di Lahan Sawah setelah Padi Melalui Pendekatan PTT di Kabupaten Bolmong Sulawesi Utara

    Menurut Akil et al, (2003) bahwa unsur N P, dan K merupakan unsur hara makro yang sangat esensial dibutuhkan oleh tanaman jagung yang masing-masing berfungsi untuk merangsang pertumbuhan daun (unsur N), batang (K) dan buah (P). Pengendalian OPT dilakukan secara monitoring dan berdasarkan hasil pemantauan dilapang hama utama yang muncul adalah penggerek batang, namun serangannya ringan. Upaya pengendalian dilakukan dengan menggunakan insektisida.

    Panen terhadap varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga dilakukan pada umur 113 hari dan 110 hari, lebih cepat 2-5 hari dibandingkan teknolgi petani varietas Bisi 2 panen pada umur 115 hari. Varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga pada teknologi PTT menunjukkan sifat-sifat agronomis yang hampir sama, namun berbeda dibandingkan dengan Bisi 2 pada teknologi petani (Tabel 3). Kedua varietas tersebut memiliki tinggi tanaman rata-rata 326,05 cm; tinggi tongkol rata-rata 156,25 cm; panjang tongkol rata-rata 16,5 cm; jumlah baris rata-rata 14,40; lingkar tongkol rata-rata 14,60 cm; dan bobot 1000 butir rata-rata 263,0 gr.

    Penerapan teknologi petani yang menggunakan varietas Bisi 2 dengan pengelolaan seadanya, secara umum

    pertumbuhannya bervariasi dari kurang baik sampai sedang. Pada awal pertumbuhan tanaman, daya tumbuh varietas tersebut sekitar 80 % banyak yang tidak tumbuh sehingga petani melakukan penyulaman. Pada hal dalam budidaya jagung tidak dianjurkan dilakukan penyulaman karena pertumbuhan tanaman sulaman biasanya tidak normal karena adanya persaingan untuk tumbuh, dan biji yang tumbuh dalam tongkol tidak penuh akibat penyerbukan tidak sempurna, sehingga tidak mampu meningkatkan hasil (Badan Penelitin dan Pengembangan Pertanian, 2008). Sebagian petani sudah memupuk N dengan dosis yang tepat sedangkan pupuk P dan KCl dosisnya masih kurang, hal ini menyebabkan batang dan tongkolnya kecil, sehingga tanaman mudah rebah pada saat hujan dan angin. Penggunaan insektisida dilakukan tanpa melihat ada serangan hama atau tidak. Sejak tanam sampai panen penyemprotan dilakukan 5-6 kali. Varietas Bisi 2 yang digunakan dalam teknologi petani menunjukkan sifat-sifat agronomis yaitu tinggi tanaman rata-rata 163,50; tinggi tongkol rata-rata 104,50; panjang tongkol rata-rata 14,10 cm; jumlah baris rata-rata 14,00; lingkar tongkol 12,90 cm; dan bobot 1000 butir 223,00 gr.

    Tabel 3. Keragaan agronomis dan produktivitas Jagung Teknologi PTT vs Teknologi Petani

    di lahan sawah sesudah padi di Desa Werdi Agung Kecamatan Dumoga Barat, MT I 2010

    Variabel

    Teknologi PTT (Petani Koperator n= 12)

    Teknologi Petani (Non koperator

    n=12) Srikandi Kuning

    Sukmaraga Rata-rata Bisi 2

    Tinggi tanaman (cm) Tinggi tongkol (cm) Umur Panen (hari) Panjang tongkol (cm) Jumlah baris Lingkar tongkol Bobot 1000 butir (gr) Hasil pipilan kering

    ((t/ha)

    330,3 163,5 113,0 17,0 14,2 14,6

    260, 0 7,0

    321,8 111,5 112,0 16,0 14,6 14,6

    266,0 7,8

    326,5 156,25 112,5 16,5

    14,40 14,60 263,0 7,40

    163,50 104,50 115,00 14,10 14,00 12,90

    223,00 4,80

  • 345 Seminar Nasional Serealia 2011

    Tabel 4. Keragaan agronomis dan produktivitas Jagung Teknologi PTT vs Teknologi Petani di lahan sawah sesudah padi di Desa Werdi Agung Kecamatan Dumoga Barat, MT II 2011

    Variabel

    Teknologi PTT

    (Petani Koperator n= 12) Teknologi Petani

    (Non koperator n=12) Srikandi Kuning

    Sukmaraga Rata-rata Manado Kuning

    Tinggi tanaman (cm) Tinggi tongkol (cm) Umur Panen (hari) Panjang tongkol (cm) Jumlah baris Lingkar tongkol Bobot 1000 butir (gr) Hasil pipilan kering

    (t/ha)

    325,0 165,0 110,0 17,0 14,0 14,6

    260,0 7,45

    320,0 150,0 110,0 17,0 14,6 14,9

    267,0 7,90

    322,5 157,5 110,0 17,0 14,3

    14,75 263,50 7,675

    215,0 130,0 118,0 13,0 14,0 12,0

    225,0 3,50

    b. Teknologi PTT vs Teknologi Petani MT II 2011

    Pada MT II selama pengkajian berlangsung curah hujan normal. Penerapan komponen teknologi PTT secara sinergis diikuti dengan pengelolaan intensif menyebabkan penampilan varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga lebih baik dibandingkan Bisi 2 (Tabel 4). Keragaan agronomis kedua varietas tersebut hampir sama yakni memiliki tinggi tanaman rata-rata 322,5 cm lebih tinggi Manado Kuning (215,0 cm); tinggi tongkol rata-rata 157,5 cm lebih tinggi Manado Kuning (130 cm); umur tanaman rata-rata 110 hari lebih pendek Bmanado Kuning (118 hari); panjang tongkol rata-rata 17,0 cm lebih panjang Manado Kuning (13,0 cm); jumlah baris rata-rata 14,3 lebih banyak Manado Kuning (14,0); lingkar tongkol rata-rata 14,75 cm lebih panjang Manado Kuning (12,0); dan berat 1000 butir rata-rata 263,50 gr lebih berat Manado Kuning (225,0 gr).

    c. Hasil dan Potensi Hasil

    Produksi yang dicapai pada MT I dan MT II pada teknologi PTT (petani koperator) cukup berbeda, dimana MT II lebih tinggi dibandingkan dengan MT I (Tabel 3 dan 4). Hal ini disebabkan pada MT II keadaan iklim yaitu curah hujan berlangsung normal, suplai air hujan

    terjadi pada waktu yang tepat saat tanaman membutuhkan air. Selama pertumbuhan di lapang curah hujan terjadi dua hari sebelum tanam yaitu pada fase vegetatif umur 10-14 hst dan 30-35 hst, fase generatif 50-55 hst saat proses pembungaan (keluar bunga jantan dan bunga betina). Namun dibandingkan antara petani, terlihat bahwa hasil yang diperoleh dengan teknologi PTT (petani koperator) lebih tinggi dari teknologi petani (petani non koperator). Pada MT I teknologi PTT varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga memberikan hasil masing-masing 7,0 dan 7,8 t/ha atau rata-rata 7,40 t/ha lebih tinggi 54,16 % dibandingkan teknologi petani Bisi 2 (4,80 t/ha), sedangkan pada MT II kedua varietas tersebut memperoleh hasil berturut-turut 7,45 dan 7,90 t/ha atau rata-rata 7,675 t/ha lebih tinggi 119,28 % terhadap teknologi petani Manado Kuning (3,50 t/ha). Peningkatan produksi ini disebabkan varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga memiliki daya hasil atau potensi hasil yang lebih tinggi dari Manado Kuning (Balitsereal 2007). Selain itu komponen teknologi yaitu benih bermutu, jarak tanam yang tepat, pemupukan berimbang dan pengendalian hama terpadu dilakukan secara sinergis dengan tingkat pengelolaan lebih intensif dari teknologi petani.

  • 346 Yenny Tamburian, W.Rembang dan Bahtiar : Kajian Usahatani Jagung di Lahan Sawah setelah Padi Melalui Pendekatan PTT di Kabupaten Bolmong Sulawesi Utara

    d. Analisis Usahatani

    Tabel 5 dan 6 menyajikan hasil analisis usahatani jagung yang berkaitan dengan tingkat pengeluaran komponen biaya produksi, penerimaan dan keuntungan petani koperator (teknologi PTT) dibanding petani non koperator (teknologi petani) pada MT 2010 dan MT 2011.

    Ditinjau dari total biaya usahatani jagung yang dikeluarkan petani koperator dan non koperator cukup berbeda pada kedua musim tanam MT I 2010 dan MT II 2011. Pada MT I biaya yang digunakan petani koperator pada kedua varietas (Srikandi Kuning dan Sukmaraga) sama besar sekitar Rp 6.112.500 lebih tinggi 17,32 % dibanding petani non koperator (Rp 5.210.000) , demikian juga pada MT II biaya yang digunakaan Rp 6.212.500 lebih tinggi 51,33 % terhadap petani non koperator (Rp 4.105.000). Hal ini disebabkan pada petani koperator terdapat pengeluaran untuk komponen pupuk kandang dan

    obat-obatan, selain itu biaya panen dan prosesing meningkat sebagai akibat peningkatan produksi.

    Walaupun biaya produksi yang digunakan oleh petani koperator (Teknologi PTT) meningkat, namun dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan petani non koperator (teknologi petani) pada kedua musim tanam. Pada MT I dengan teknologi PTT, keuntungan yang diperoleh varietas Srikandi Kuning dan Sumaraga masing-masing Rp 7.887.500 dan Rp 9487.500 atau rata-rata Rp 8.687.500 meningkat 1,97 kali lipat terhadap teknologi petani Bisi 2 (Rp.4.390.000). Sedangkan pada MT II 2011 varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga meraih keuntungan berturut-turut Rp 9.342.500 dan Rp 10.377,500 atau rata-rata Rp 9.860.000 meningkat 3,05 kali lipat dibandingkan teknologi petani yang menggunakan varietas Manado kuning (Rp 3.245.000) .

  • 347 Seminar Nasional Serealia 2011

    Tabel 5. Analisis biaya dan pendapatan usahatani jagung Teknologi PTT vs Teknologi Petani pada lahan sawah di Desa Werdi Agung Kecamatan Dumoga Barat, MT I 2010

    Uraian

    Teknologi PTT (Petani Koperator n=12)

    Teknologi Petani (Non koperator n=

    12) Var.Srikandi Kuning

    Fisik Nilai (Rp)

    Var.Sukmaraga Fisik Nilai (Rp)

    Var.Bisi 2 Fisik Nilai

    (Rp) A.Sarana Produksi Benih (kg) Pupuk Phonska (kg) Pupuk Urea (kg) Pupuk kandang (kg) Decis (btl) Furadan 3 G (kg) Rhidomil (btl) Kalaris (btl) B.Tenaga Kerja (HOK) Pengolahan tanah (borong) Penanaman Pemupukan Pengendalian gulma Pengendalian OPT

    Panen & Prosesing (borong)

    20 150.000 300 720.000 150 247.500 2.000 400.000 1 65.000 5 100.000 3 255.000 5 425.000 - 800.000 14 560.000 6 240.000 8 320.000 2 80.000 - 1.750.000

    20 150.000 300 720.000 150 247.500 2000 400.000 1 65.000 5 100.000 3 255.000 5 425.000 - 800.000 14 560.000 6 240.000 8 320.000 2 80.000 - 1.750.000

    25 500.000 100 240.000

    300 495.000 - - 3 195.000 - - - - 4 340.000 - 800.000 14 560.000 4 160.000 9 360.000 4 160.000 - 1.400.000

    Jumlah (A+B) 6.112.500 6.112.500 5.210.000 Produksi (kg/ha) Harga (Rp/kg) Penerimaan (Rp/ha) Keuntungan (Rp/ha) R/C B/C

    7.000 2.000 14.000.000 7.887.500 2,29 1,29

    7.800 2.000 15.600.000 9.487.500 2,63 1,63

    4.800 2.000 9.600.000 4.390.000 1,84 0,84

    Keterangan: Upah Rp 40.000/HOK Harga Benih Tek.PTT Rp 7.500/kg Harga Pupuk Phonska Rp 2400/kg Benih Tek.petani Bisi 2 Rp 20.000/kg, Urea 1650/kg Decis Rp 65.000/ltr Kandang Rp 200/kg Rhidomil Rp 85.000/btl Furadan Rp 20.000/kg Kalaris Rp 85.000/btl

  • 348 Yenny Tamburian, W.Rembang dan Bahtiar : Kajian Usahatani Jagung di Lahan Sawah setelah Padi Melalui Pendekatan PTT di Kabupaten Bolmong Sulawesi Utara

    Tabel 6. Analisis biaya dan pendapatan usahatani jagung Teknologi PTT vs Teknologi Petani pada lahan sawah setelah padi di Desa Werdi Agung Kecamatan Dumoga Barat, MT II 2011

    Uraian

    Teknologi PTT (Koperator)

    Teknologi Petani (Non koperator)

    Var. Srikandi Kuning Fisik Nilai (Rp)

    Var.Sukmaraga Fisik Nilai (Rp)

    Var.Manado Kuning

    Fisik Nilai (Rp)

    A.Sarana Produksi Benih (kg) Pupuk Phonska(kg) Pupuk Urea (kg) Pupuk Kandang (kg) Decis (btl) Furadan Rhidomil (btl) Kalaris (btl) B.Tenaga Kerja (HOK) Pengolahan tanah (borong) Penanaman Pemupukan Pengendalian gulma Pengendalian OPT Panen & Prosesing (borong)

    20 150.000 300 720.000 150 247.500 2000 400.000 1 65.000 5 100.000 3 255.000 5 425.000 - 800.000 14 560.000 6 240.000 9 360.000 2 90.000 - 1.800.000

    20 150.000 300 720.000 150 247.500 2000 400.000 1 65.000 5 100.000 3 255.000 5 425.000 - 800.000 14 560.000 6 240.000 9 360.000 2 90.000 - 1.800.000

    40 80.000 200 480.000 200 330.000 - -

    3 195.000 - - - -

    4 340.000 - 800.000 14 560.000 4 160.000 10 400.000 4 160.000 - 1.400.000

    Jumlah (A+B) 6.212.500 6.212.500 4.105.000 Produksi (kg/ha) Harga (Rp/kg) Penerimaan (Rp/ha) Keuntungan (Rp/ha) R/C B/C

    7.450 2.100 15.645.000 9.432.500 2,52 1,52

    7.900 2.100 16.590.000 10.377.500 2,67 1,67

    3.500 2.100 7.300.000 3.245.000 1,79 0,79

    Keterangan: Upah Rp 40.000/HOK Harga Benih Tek.PTT Rp 7.500/kg Harga Pupuk Phonska Rp 2400/kg Benih Tek.petani Rp 2.000/kg Urea Rp 1650/kg Decis Rp 65.000/ltr Kandang Rp 200/kg Rhidomil Rp 85.000/btl Furadan Rp 20.000/kg Kalaris Rp 85.000/btl

    III. Persepsi Petani

    Tanggapan dan penilaian petani terhadap penerapan komponen

    teknologi PTT Jagung di Desa Werdi Agung, Kecamatan Dumoga Barat disajikan pada Tabel 7.

  • 349 Seminar Nasional Serealia 2011

    Tabel 7. Tanggapan petani terhadap komponen teknologi PTT, Werdi Agung, Kecamatan Dumoga Barat

    Variabel

    Komentar petani

    Benih bermutu/berlabel 20 kg/ha

    Varietas Srikandi Kuning &

    Sukmaraga Jarak tanam 75 cm x 20 cm,

    1 biji/lubang Pemupukan berimbang Penggunaan BWD Pengendalian OPT

    Bisa menerima sebab lebih cepat tumbuh, daya tumbuh >95%, pertumbuhan seragam dan tidak ada penyulaman (80%); sedangkan lainnya 20% takut, karena mudah kena penyakit.

    Pertumbuha tanaman sangat baik, umur sedang, dan

    produksinya sangat tinggi (100 %). Lebih baik sebab hasil lebih tinggi dan tanaman lebih

    sehat. Kendalanya adalah tenaga kerja belum terampil dan tenaga kerja terbatas, sehingga biaya tanam lebih tinggi (100%).

    Harus diberikan agar tanaman lebih sehat dan tahan

    rebah (100%) Masih sulit diterapkan sebab penglihatan kurang bagus

    sehingga penilaian petani terhadap warna berbeda-beda. Dapat diterima dengan baik karena dapat menghemat

    biaya dan mencegah pencemaran lingkungan (80 %) dan lainnya (20 %) takut tidak ada hasil.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Penerapan model PTT Pada MT I 2010 varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga memberikan hasil masing-masing 7,00 t/ha dan 7,80 t/ha atau rata-rata 7,40 t/ha lebih tinggi 54,16 % dibandingkan teknologi petani varietas Bisi 2 (4,80 t/ha). Analisis usahatani terhadap varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga memberikan nilai B/C ratio berturut-turut 1,29 dan 1,63 atau rata-rata 1,46 sedangkan Bisi 2 lebih rendah 0,84. Dengan demikian dapat meningkatkan kesejahteraan petani dengan perolehan pendapatan atau keuntungan sebanyak Rp 8.687.500 meningkat 1,97 kali lipat terhadap teknologi petani Bisi 2 (Rp 4.390.000).

    Pada MT II 2011 varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga memperoleh hasil masing-masing 7,45 t/ha dan 7,90 t/ha atau rata-rata 7,675 t/ha lebih tinggi 119,28 % dibandingkan teknologi petani varietas Manado kuning (3,50 t/ha). Analisis usahatani

    terhadap petani koperator (teknologi PTT) Srikandi Kuning dan Sukmaraga memberikan nilai B/C ratio masing-masing 1,52 dan 1,76 atau rata-rata 1,60 sedangkn Manado Kuning 0,79. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh petani koperator sebanyak Rp 9.860.000 meningkat 3,05 kali lipat terhadap teknologi petani varietas Manado Kuning (Rp 3.245.000).

    Disarankan model teknologi PTT dapat diperluas implementasinya dalam usaha peningkatan produktivitas dan pendapatan petani padi sawah di Bolmong.

    DAFTAR PUSTAKA

    Akil, Muhamad., M. Pangan Rauf, A.F Fadly, I.U. Firmansyah, Syafruddin, Faesal, A. Dahlan., R. Efendi, A. Najamudin, R. Y. Arvan, A. Kamaruddin, dan E.Y. Hosang, 2003. Teknologi budidaya jagung untuk pangan dan pakan yang

  • 350 Yenny Tamburian, W.Rembang dan Bahtiar : Kajian Usahatani Jagung di Lahan Sawah setelah Padi Melalui Pendekatan PTT di Kabupaten Bolmong Sulawesi Utara

    efisien dan berkelanjutan pada lahan marginal. Laporan Akhir 2003 Balitsereal.

    BP4K, 2009. Programa Penyuluhan Pertanian Kabupaten Bolmong. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bolmong.

    BP3K, 2009. Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Dumoga Utara. Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Dumoga Barat.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta 2008. Panduan Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Jagung 27 hal.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta 2009. Panduan

    Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Jagung 20 hal.

    Balitseral, 2007. Deskripsi Jagung Nasional. Edisi ke Enam. Balai Penelitian Sereal Maros,

    Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Bolmong. 2008. Laporan Tahunan.

    Dinas Pertanian dan Peternakan Daerah Propinsi Sulawesi Utara.2008. Laporan Tahunan Kalasey.

    Kartaamadja, S., A.K. Makarim and Fagi. 2000. Integrated crop management : An approach for sustainable rice production . Balitpa Sukamandi.

    Sulawesi Utara dalam Angka. 2008. Biro Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara


Top Related