ANALISIS KANDUNGAN ANGKA ASAM DAN BILANGAN
PEROKSIDA MINYAK GORENG PADA PENGULANGAN
PENGGORENGAN BAWANG MERAH
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada
Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
EVANA SHOLICHAH
J 310 150 069
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
ii
iii
ANALISIS KANDUNGAN ANGKA ASAM DAN BILANGAN
PEROKSIDA MINYAK GORENG PADA PENGULANGAN
PENGGORENGAN BAWANG MERAH
Abstrak
Minyak goreng yang dipanaskan akan mengalami oksidasi dan hidrolisis yang
menghasilkan senyawa kimia angka asam dan bilangan peroksida. Oksidasi pada
minyak dapat dihambat dengan adanya senyawa antioksidan. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui bilangan peroksida dan kandungan angka asam pada minyak
goreng selama pengulangan penggorengan bawang merah. Metode penelitian ini
adalah eksperimental dengan rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan sembilan taraf perlakuan penggorengan dan empat
kali pengulangan. Uji Anova dengan taraf signifikan 95% dan jika ada pengaruh
lanjutan dengan uji Duncan multiple range test (DMRT). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa angka asam dan bilangan peroksida dipengaruhi oleh
frekuensi penggorengan. Antioksidan pada bawang merah menghambat terjadinya
oksidasi dalam pembentukan bilangan peroksida. Terdapat pengaruh frekuensi
penggorengan terhadap angka asam dan bilangan peroksida minyak jelantah dari
bawang goreng. Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan
pengujian kualitas minyak yang lain.
Kata Kunci : Angka Asam, Angka Peroksida, Bawang Merah, Minyak Goreng
Abstract
The heated cooking oil will experience oxidation and hydrolysis which produce
the chemical compounds of acid numbers and the number of peroxide. Oxidation
in oil can be inhibited with the presence of antioxidant compounds. The purpose
of this research is to find out the number of peroxide and acid numeral content in
cooking oil during the repetition of onion frying. This research method is
experimental with the draft of this study using complete random draft (RAL) with
nine levels of frying and four times the repetition treatment. The test Anova has a
significant level of 95% and if there are further influences with the Duncan
multiple range test (DMRT) test. The results showed that the acid number and
number of peroxide were influenced by the frequency of frying pans. Antioxidants
in shallots inhibit oxidation in forming peroxide numbers. There is the influence
of frying the frequency to the acid number and the number of peroxide oil from
fried onions. Suggestions for further research are expected to perform other oil
quality tests.
Keywords: acid number, peroxide number, shallot, cooking oil
1
1. PENDAHULUAN
Minyak goreng merupakan salah satu dari kebutuhan pokok masyarakat
Indonesia, tidak heran bila minyak goreng pun selalu digunakan oleh
masyarakat apalagi masyarakat Indonesia yang lebih menyukai makanan
dengan metode penggorengan. Minyak goreng nabati yang berasal dari minyak
kelapa sawit merupakan minyak yang lebih sering digunakan masyarakat
untuk mengolah makanan atau sebagai bahan makanan, namun pada umumnya
minyak goreng lebih sering digunakan untuk menggoreng (Genisa, 2013).
Masyarakat lebih sering menggunakan bahan minyak goreng kelapa
sawit karena minyak goreng kelapa sawit yang lebih mudah didapatkan dan
harganya lebih terjangkau sehingga konsumen minyak kelapa sawit juga
tinggi. Pada tahun 2011 konsumsi minyak goreng di Indonesia mencapai 8,24
liter/kapita/tahun (Genisa, 2013).
Bawang merah merupakan bahan makanan yang sering digunakan
masyarakat Indonesia, diantara 2008 - 2014 bawang merah terus mengalami
peningkatan produksi dan juga peningkatan permintaan, surplus produksi
bawang merah paling besar terjadi pada saat tahun 2014, yaitu sebesar 602 834
ton. Produksi dan permintaan bawang merah yang tinggi dikarenakan
kebutuhan masyarakat akan bawang merah yang tinggi (Karneli, 2015).
Bawang merah segar yang sangat dibutuhkan masyarakat memiliki
sifat yang mudah rusak, kerusakan yang biasa di alami pada bawang merah
segar seperti tumbuhnya tunas pada bawang, busuk, tumbuhnya akar dan
penurunan kadar air (Asgar, 1992). Bawang merah segar yang tidak dapat
disimpan dalam waktu lama membuat masyarakat memanfaatkan bawang merah
tersebut dengan digoreng. Produk dari penggorengan bawang ini dapat
digunakan diberbagai olahan makanan yang membuat makanan lebih gurih dan
nikmat.
Bawang merah varietas Lembah Palu merupakan bahan baku industri
pengolahan bawang goreng serta telah menjadi “brand lokal” Kota Palu. Salah
satu keunikan bawang ini yang membedakan dengan bawang merah lainnya
adalah umbinya mempunyai tekstur yang padat sehingga menghasilkan bawang
2
goreng yang renyah dan gurih serta aroma yang tidak berubah walaupun
disimpan lama dalam wadah yang tertutup (Limbongan dan Maskar, 2003).
Bawang merah yang membuat masakan menjadi lebih sedap juga
mengandung flavonoid berguna sebagai antioksidan alami yang dapat
menekan efek karsinogenik dari senyawa radikal bebas, bawang merah juga
dapat berguna sebagai penetral racun-racun yang ada pada tubuh (Karneli et
al., 2015).
Proses penggorengan yang dilakukan masyarakat yaitu dengan
menggunakan minyak hingga berulang kali membuat minyak menjadi mudah
rusak. Minyak goreng kelapa sawit yang teroksidasi sehingga kadar peroksida
meningkat menjadi tinggi yang mengakibatkan minyak menjadi tengik (Asri,
2013). Terjadinya oksidasi ini merupakan reaksi dimana
minyak mengalami kontak langsung dengan oksigen sehingga asam
lemak jenuh pada minyak goreng mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
sehingga terbentuklah bilangan peroksida (Sirajuddin dan Fauziah, 2013).
Angka asam yang tinggi juga mengindikasikan bahwa asam lemak bebas yang
ada di dalam minyak nabati juga tinggi sehingga kualitas minyak semakin
rendah (Winarno, 2004). Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak
goreng diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama prosess
penggorengan, ini biasanya disebabkan oleh pemanasan yang tinggi yaitu pada
suhu 160-200°C (Kalapathy dan Proctor, 2000). Menurut Kulkarni dan Dalai
(2006) uap air yang dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan
terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas,
digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam.
Minyak goreng yang berwarna kehitaman diakibatkan penggunaan
minyak goreng yang berulang ulang sehingga dapat mempengaruhi kesehatan
konsumen apabila dikonsumsi terus menerus (Alyas et al, 2009). Kualitas
minyak goreng yang baik dan tidaknya dapat dilihat dan diukur dari kadar
peroksida dan angka asam yang ada pada minyak goreng, karena bilangan
peroksida merupakan nilai terpenting yang menentukan kualitas minyak
goreng, apabila minyak goreng memiliki kadar peroksida yang tinggi maka
semakin buruk kualitas minyak goreng tersebut (Ketaren, 2008). Menurut
standar mutu minyak goreng SNI 01-3741-2013 kualitas minyak goreng yang
masih dalam batas aman untuk dikonsumsi yaitu memiliki kadar peroksida
maksimal 10 mek O2/ kg dan bilangan asam maksimal 0,60 mg KOH/g
2. METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan
penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat
taraf perlakuan penggorengan dan tiga kali pengulangan. Penelitian ini
dilaksanakan pada Bulan Oktober 2019 dengan lokasi penelitian dilakukan di
Laboratorium Ilmu Pangan dan Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sampel dalam penelitian ini adalah minyak bekas penggorengan bawang merah
dari pengulangan ke nol, ketiga, keenam, dan kesembilan. Data dalam penelitian
ini yaitu angka asam dan peroksida minyak bekas penggorengan dari
pengulangan nol, tiga, enam, dan sembilan yang diketahui dengan menggunakan
Uji Laboratorium. Pengolahan dan analisis data menggunakan uji anova dengan
taraf signifikan 95% dan kemudian diuji DMRT.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Angka Asam
Angka asam biasa digunakan sebagai pengukur jumlah asam lemak bebas (FFA)
pada minyak goreng. Terbentuknya angka asam diakibatkan reaksi hidrolisis
yang disebabkan adanya air lalu berubah menjadi gliserol dan asam lemak lalu
dipercepat oleh senyawa basa, asam dan enzim. Hidrolisis mengakibatkan angka
asam meningkat sehingga membuat kualitas minyak goreng menurun. Winarno,
2004
Tabel 1. Angka Asam Minyak Jelantah Penggorengan Bawang Merah
Minyak Jelantah Angka Asam (mg KOH/g)
Pengulangan 0 0,360 ± 0,000 a
Pengulangan I 1,250 ± 0,115 b
Pengulangan II 2,100 ± 0,105 c
Pengulangan III 2,650 ± 0,026 d
Nilai sig.(p) 0,000
3
Berdasarkan hasil yang didapat angka asam pada minyak bekas
penggorengan bawang merah pada Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata angka
asam yang di dapat yaitu berkisar 0,360 mg KOH/g sampai 2,650 mg KOH/g.
Hasil uji Annova One Way didapatkan nilai sig. = 0,000 (p<0,05) yang
menunjukkan bahwa diantara empat perlakuan minyak bekas penggorengan
bawang merah pada angka asam terdapat perbedaan yang nyata. Hasil penelitian
Duncan minyak goreng dari perlakuan pertama hingga perlakuan keempat saling
berbeda nyata. Angka asam minyak menurut SNI 01-3741-2013 memiliki batas
aman 0,600 mg KOH/g. Pada pelakuan pertama yaitu minyak goreng baru
diketahu angka asam 0,360 mg KOH/g yang menunjukkan minyak masih dalam
batas aman sesuai SNI 01-3741-2013. Minyak perlakuan kedua yaitu minyak yang
telah digunakan sebagai media menggoreng bawang hingga penggulangan ketiga
didapat angka asam dengan rata-rata 1,250 mg KOH/g yang menunjukkan
minyak sudah lempaui SNI 01-3741-2013, namun belum diketahui pasti untuk
pengulangan pertama dan kedua apakah masih layak sesuai SNI 01-3741-2013
atau tidak karena tidak dilakukan penelitian pada pengulangan tersebut. Minyak
perlakuan ketiga yaitu minyak yang telah digunakan sebagai media menggoreng
bawang hingga pengulangan ke enam didapatkan hasil angka asam dengan rata-
rata 2,100 mg KOH/g yang menunjukkan minyak tidak layak karena angka asam
pada minyak melebihi standar SNI 01-3741-2013, pada perlakuan kedua dan
ketiga selisih 0,85. Minyak goreng perlakuan ke empat yaitu minyak goreng yang
telah digunakan sebagai media menggoreng bawang merah hingga pengulangan
ke sembilan didapatkan hasil kandungan angka asam 2,650 mg KOH/g yang
menunjukkan minyak tidak layak konsumsi karena telah melebihi standat SNI,
selisih angka asam dari perlakuan ke empat dan perlakuan ke tiga yaitu 0,550 mg
KOH/g. Hasil yang didapatkan dari keempat perlakuan kadar angka asam yang
didapatkan terus meningkat seiring dengan semakin sering nya pengulangan untuk
menggoreng
4
5
Gambar 2. Grafik nilai rata-rata angka asam
Menurut Febriansyah (2007) menyatakan banyaknya makanan yang
digoreng dan seberapa seberapa sering minyak digunakan untuk menggoreng
mempengaruhi kerusakan minyak, semakin sering dan semakin banyak jumlah
makanan yang digoreng maka semakin rusak minyak tersebut, karena saat proses
pemanasan minyak mengalami berbagai reaksi seperti reaksi kimia hidrolisis yang
mengakibatkan terbentuknya asam lemak bebas (Kumala, 2003) besarnya asam
lemak bebas dalam minyak ditunjukkan dengan jumlah angka asam, semakin
tinggi angka asam maka semakin tinggi pula asam lemak bebas yang
mengakibatkan kerusakan pada minyak (Winarno, 2004).
3.2. Peroksida
Peroksida merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas minyak
goreng yaitu peroksida, karena bilangan peroksida dapat menunjukkan kualitas
minyak goreng yang telah teroksidasi. Peroksida dan hidroperoksida dapat
terbentuk pada awal oksidasi pada lemak, asam lemak jenuh yang mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya akan membentuk peroksida (Ketaren, 2012).
0.36
1.25
2.1
2.65
PENGULANGAN 0 PENGULANGAN 3 PENGULANGAN 6 PENGULANGAN 9
Angka Asam
Seri 1 Kolom2 Kolom1
2
Tabel 2. Angka Peroksida Minyak Jelantah Penggorengan Bawang Merah
Minyak Jelantah Angka Peroksida (mek O 2 /kg)
Pengulangan 0 0,340 ± 0,000 a
Pengulangan I 0,736 ± 0,098 b
Pengulangan II 0,963 ± 0,098 c
Pengulangan III 1,586 ± 0,196 d
Nilai sig.(p) 0,000
Berdasarkan uji angka peroksida pada minyak jelantah penggorengan
bawang merah pada Tabel 5 menunjukkan rata-rata yang di dapat berkisar 0,340
mek O 2 /kg sampai 1,586 mek O 2 /kg. . Hasil uji Annova One Way didapatkan
nilai sig. = 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa diantara empat perlakuan
minyak bekas penggorengan bawang merah pada bilangan peroksida terdapat
perbedaan yang nyata.
Hasil penelitian Duncan minyak goreng dari perlakuan pertama hingga
perlakuan keempat saling berbeda nyata. Angka peroksida minyak menurut SNI
01-3741-2013 memiliki batas aman maksimal 10 mek O 2 /kg. Pada perlakuan
pertama yaitu minyak baru didapat hasil dengan rata-rata angka peroksida 0,34
mek O 2 /kg yang menunjukkan minyak masih dalam batas aman karena tidak
melebihi batas SNI 01-3741-2013. Pada perakuan kedua yaitu minyak yang telah
digunakan sebagai media menggoreng bawang merah hingga pengulangan ke 3
didapatkan hasil dengan rata-rata angka peroksida sebesar 0,376 mek O 2 /kg.
Pada perlakuan ke tiga yaitu minyak yang telah digunakan sebagai media
menggoreng bawang merah hingga pengulangan ke enam didapatkan hasil dengan
rata-rata angka peroksida sebesar 0,963 yang menunjukkan minyak diperlakuan
ke tiga masih dalam batas aman sesuai SNI 01-3741-2013. Pada perlakuan ke
empat yaitu minyak yang digunakan sebagai media menggoreng bawang merah
hingga pengulangan ke sembilan didapatkan hasil dengan rata-rata angka
peroksida sebesar 1,586 mek O 2 /kg yang menunjukkan minyak pada perlakuan
keempat ini minyak masih dalam batas aman menurut SNI 01-3741-2013.
Perlakuan minyak dari yang pertama hingga keempat selalu mengalami kenaikan
6
angka peroksida seiring dengan semakin sering nya minyak digunakan untuk
menggoreng
Gambar 2. Grafik nilai rata-rata bilangan peroksida
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu frekuensi
penggorengan yang semakin sering maka bilangan peroksida pada minyak juga
akan meningkat. Tingginya angka peroksida menandakan lemak telah mengalami
oksidasi. Kadar peroksida yang tinggi bisa dikarenakan terjadinya pembentukan
peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi
senyawa lain, hal ini dikarenakan kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan
bereaksi dengan zat lain (Raharjo, 2006).
4. PENUTUP
1. Terdapat hubungan antara frekuensi penggorengan dengan angka asam
minyak bekas penggorengan bawang merah. Angka asam pada minyak bekas
penggorengan bawang merah didapatkan hasil pada pengulangan ke-3, ke-6, ke-9
minyak telah melewati batas aman menurut SNI 01-3741-2013.
2. Terdapat hubungan antara frekuensi penggorengan dengan angka peroksida
bekas penggorengan bawang merah. Angka peroksida pada minyak bekas
penggorengan bawang merah didapatkan hasil pada pengulangan ke-3, ke-6, ke-9
masih dalam batas aman SNI 01-3741-2013
0.34
0.736
0.963
1.586
PENGULANGAN 0 PENGULANGAN 3 PENGULANGAN 6 PENGULANGAN 9
Peroksida
Seri 1 Kolom1 Kolom2
7
PERSANTUNAN
Terimakasih saya ucapkan kepada Program Studi Ilmu Gizi dan dosen
pembimbing Bapak Agung Setya Wardana, STP.,M.Si., dan semua pihak yang
telah membantu dalam penelitian ini.
8
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2013 SNI No 3741:2013. Minyak
Goreng. Badan Standarrisasi Nasional. Jakarta
Alyas, S. A., Abdullah, A., and Idris, N. A., 2006, Change of β-Charotene
Content During Heating of Red Palm Olein, Journal of Oil Research (
Special Issu April 2009): 99-120
Asgar, A. 1992. Pengeringan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan
menggunakan Ruang Berpembangkit Vortex. Bandung: Balai Penelitian
Tanaman Sayuran.
Asri, S. S., 2013, Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau Dari
Bilangan Peroksida, Bilangan Asam dan Kadar Air, Pusat
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balai Litbangkes.
Kemenkes RI.
Febriansyah, R. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan
Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan
Minyak pada Kacang Sulut. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Genisa, J. 2013. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Makasar:
Masagena Press.
Kalapathy, U. and Proctor, A. 2000. A New Method for Free Fatty Acid
Reduction in Frying Oil Using Silicate Films Produced from Rice
Hull Ash, JAOCS,
Karneli, et al. 2015.”Pengaruh Ekstrak Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus” (Online)
http://jurnal.poltekkespalembang.ac.id
Ketaren, S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press dellet
Kumala, 2003. Peran Asam Lemak Tak Jenuh Jamak Dalam Respon Imun. Jurnal
Indonesia Media Assosias
Kulkarni, M. G. and Dalai, A. K., 2006, Waste Cooking Oil-An Economical
Source for Biodiesel: A Review, Ind. Eng. Chem. Res.
Limbongan dan Maskar, 2003. Potensi Pengembangan dan Ketersediaan
Teknologi Bawang Merah Palu di Sulawesi Tengah. Jurnal
Litbang Pertanian, 22(3): 103-108
9
Raharjo, S., 2006. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama