Download - ANALISIS KEKUATAN TARIK HASIL PENGELASAN …
Badaruddin Anwar, Analisis Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG)
Kampuh V Ganda pada Baja Karbon Rendah ST 37 33
ANALISIS KEKUATAN TARIK HASIL
PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS (TIG)
KAMPUH V GANDA PADA
BAJA KARBON RENDAH ST 37
Badaruddin Anwar Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Makasar
Jl. Dg. Tata Raya, Kampus UNM Parangtambung Makassar 90224
e-mail: [email protected]
AbstrakTungsten Inert Gas (TIG) adalah suatu proses pengelasan dengan menggunakan gas
lindung untuk mencegah terjadinya oksidasi pada logam pada saat pengelasan. Penelitian ini
adalah penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik hasil pengelasan
tungsten inert gas (TIG) pada baja karbon rendah ST 37. Hasil pengujian uji tarik yang telah
dilakukan pada pengelasan dengan menggunakan kampuh V Ganda, yaitu nilai rata – rata
kekuatan tariknya sebesar 𝜎 maks = 552,62 (N/mm²).
Kata kunci : Tungsten Inert Gas, Baja Karbon Rendah, Kampuh V Ganda, kekuatan Tarik.
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini teknik penyambungan
logam di bidang pengelasan sudah
berkembang pesat. Pada konstruksi yang
menggunakan bahan baku logam, hampir
sebagian besar sambungannya dikerjakan
dengan cara pengelasan. Pengelasan juga
banyak digunakan untuk pengerjaan
konstruksi gedung, jembatan, perpipaan dan
otomotif. Selain untuk penyambungan,
proses las juga dapat digunakan untuk
reparasi, misalnya untuk mengisi lubang -
lubang pada coran, membuat lapisan pada
perkakas, mempertebal bagian yang sudah
aus dan reparasi lainnya. Seperti yang kita
ketahui, ada banyak jenis pengelasan yang
digunakan pada saat ini.
Salah satunya adalah Gas Tungsten
Arc Welding (GTAW) atau biasa yang
disebut Tungsten Inert Gas (TIG). Tungsten
Inert Gas (TIG)adalah suatu proses
pengelasan dengan menggunakan busur
nyala yang dihasilkan oleh elektroda tetap
yang terbuat dari tungsten. Sedangkan
bahan penambah terbuat dari bahan yang
sama atau sejenis dengan bahan yang akan
dilas dan terpisah dari pistol las. Gas
pelindung yang digunakan dalam
pengelasan biasanya berupa gas kekal (99%
Argon). Las TIG dapat menjangkau proses
pengelasan yang luas dan mempunyai
kemampuan yang tinggi untuk menyatukan
logam, serta dapat pula mengelas pada
segala posisi pengelasan dengan kepadatan
yang tinggi. Daya busurnya tidak
bergantung pada bahan tambah yang
diperlukan, sehingga las TIG dimungkinkan
dipakai untuk mengelas berbagai jenis
logam (Sriwidharto, 2006).
Dalam konstruksi pengelasan, ada
beberapa jenis sambungan yang digunakan
untuk menyambung antara logam satu
dengan logam yang lain. Sambungan ini
diperlukan untuk meneruskan beban atau
tegangan diantara bagian – bagian yang
disambung, agar hasil dari pengelasan
menjadi lebih kuat.Sambungan tumpul (butt
joint) merupakan sambungan yang paling
efisien.Pada sambungan tumpul terdapat
34 TEKNOLOGI VOLUME 17 NO. 3 APRIL 2018
alur yang digunakan dalam penyambungan
logam. Bentuk alur pada sambungan ini
sangat mempengaruhi efisiensi pengerjaan,
sambungan dan jaminan pengerjaan Pada
penelitian yang dilakukan oleh Sasi Kirono
dan Arief Sanjaya tentang pengaruh hasil
pengelasan GTAW dan SMAW pada pelat
baja SA 516 dengan kampuh V tunggal
terhadap kekuatan tarik, didapatkan hasil
bahwa hasil pengelasan GTAW lebih tinggi
dibandingkan pengelasan SMAW dengan
selisih tegangan tarik maksimum sebesar
6,62 N/mm2 (6,62MPa), selisih tegangan
yield adalah 17,83 N/mm2 (17,83MPa)
lebih tinggi pengelasan GTAW serta pada
elongasi pengelasan GTAW lebih tinggi
dengan selisih 2,09% dibandingkan
pengelasan SMAW. Telah dilakukan juga
penelitian mengenai pengaruh variasi sudut
kampuh dan kuat arus pada sambungan
logam aluminium – Mg 5083 terhadap
kekuatan tarik hasil pengelasan TIG. Dari
hasil penelitian yang dilakukan pada
pengelasan aluminium – magnesium 5083
dengan menggunakan variasi sudut kampuh
V tunggal 70o, 80o dan 90o dan variasi kuat
arus 100 A, 125 A dan 150 A, diperoleh
hasil kekuatan tarik tertinggi yaitu 135,04
MPa pada variasi sudut kampuh 90o dan
kuat arus 100 A (Aljufri, 2008).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
penelitian, maka permasalahan yang
rumuskan ialah: apakah Berapa besar
kekuatan tarik dari hasil pengelasan
tungsten inert gas (TIG) kampuh V ganda
pada baja karbon rendah ST 37 ?
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang
dikemukakan, maka tujuan dari penelitian
ini ialah untuk mengetahui besar kekuatan
tarik dari hasil pengelasan tungsten inert
gas (TIG) kampuh V ganda pada baja
karbon rendah ST 37.
B. LANDASAN TEORI
1. Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan antara besi dan
karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S dan Cu.
Sifat baja karbon sangat tergantung pada
kadar karbon, oleh karena itu baja ini
dikelompokkan berdasarkan kadar
karbonnya. Baja karbon rendah adalah baja
dengan kadar karbon kurang dari 0,3%, baja
karbon sedang mengandung kadar karbon
0,3% - 0,6% dan baja karbon tinggi
mengandung kadar karbon 0,6% - 1,7%.
Bila kadar karbon naik, maka kekuatan dan
kekerasannya juga bertambah tinggi tetapi
perpanjangannya menurun (Wiryosumarto,
2000).
a. Baja Karbon Rendah
Baja karbon rendah memiliki kandungan
karbon dibawah 0,3%. Baja karbon rendah
sering disebut dengan baja ringan (mild
steel) atau baja perkakas. Jenis baja yang
umum dan banyak digunakan adalah jenis
cold roll steel dengan kandungan karbon
0,08% - 0,3% yang biasa digunakan untuk
body kendaraan (Sack, 1976)
a. Baja Karbon sedang
Baja karbon sedang merupakan
baja yang memiliki kandungan karbon 0,3%
- 0,6%. Baja karbon sedang memiliki
kekuatan yang lebih baik dari baja karbon
rendah dan memiliki kualitas perlakuan
panas yang tinggi, tidak mudah dibentuk
oleh mesin, lebih sulit dilakukan untuk
pengelasan dan dapat dikeraskan dengan
baik. (Sack, 1976).
2. Pengelasan
Berdasarkan definisi dari American
Welding Society (AWS) pengelasan adalah
proses penyambungan logam atau non
logam yang dilakukan dengan memanaskan
material yang akan disambung hingga
temperatur las, yang dilakukan dengan atau
tanpa menggunakan tekanan dan dengan
atau tanpa menggunakan logam pengisi.
Definisi tersebut dapat diartikan lebih lanjut
bahwa pengelasan adalah suatu aktifitas
menyambung dua bagian benda atau lebih
dengan atau tanpa bahan tambah (filler
Badaruddin Anwar, Analisis Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG)
Kampuh V Ganda pada Baja Karbon Rendah ST 37 35
metal) yang sama ataupun berbeda titik
maupun strukturnya (Alip, 1989).
Beberapa metode pengelasan telah
ditemukan untuk membuat proses
pengelasan dengan hasil sambungan yang
kuat dan efisien. Pengelasan juga
memberikan keuntungan, baik dalam aspek
komersil ataupun teknologi. Beberapa
keuntungan dari pengelasan adalah sebagai
berikut : (Groover, 1996)
a. Pengelasan memberikan sambungan
permanen. Kedua bagian yang
disambung menjadi satu kesatuan
setelah dilas.
b. Sambungan las dapat lebih kuat daripada
metal induknya, jika logam pengisi yang
digunakan memiliki sifat – sifat
kekuatan yang tinggi dari metal
induknya dan teknik pengelasan yang
digunakan harus tepat.
c. Pengelasan biasanya merupakan cara
yang paling ekonomis, jika ditinjau dari
harga pembuatannya dan segi
penggunaannya.
3. Jenis – Jenis Pengelasan
Pengelasan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Tungsten Inert gas
(TIG). Tungsten Inert gas (TIG) adalah
suatu proses pengelasan dengan
menggunakan busur nyala yang dihasilkan
oleh elektroda tetap yang terbuat dari
tungsten.
Elektroda ini digunakan hanya
untuk menghasilkan busur nyala listrik,
sedangkan bahan penambah terbuat dari
bahan yang sama atau sejenis dengan bahan
yang akan dilas dan terpisah dari pistol las.
Bahan penambah pada las TIG, berupa
batang las (rod) yang dicairkan oleh busur
nyala tersebut dan mengisi kampuh bahan
induk. Gas pelindung yang digunakan
dalam pengelasan biasanya berupa gas
kekal (99% Argon). Las TIG dapat
menjangkau proses pengelasan yang luas
dan mempunyai kemampuan yang tinggi
untuk menyatukan logam, serta dapat pula
mengelas pada segala posisi pengelasan
dengan kepadatan yang tinggi. Daya
busurnya tidak bergantung pada bahan
tambah yang diperlukan, sehingga las TIG
dimungkinkan dipakai untuk mengelas
berbagai jenis logam.Las TIG dapat
digunakan dengan atau tanpa bahan
penambah. Jenis las ini menghasilkan
sambungan yang bermutu tinggi dengan
peralatan yang relatif lebih murah
(Sriwidharto, 2006)
Gambar .2.1
Skema pengelasan Tungsten Inert Gas
(Tim Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013)
Prinsip kerja las TIG/GTAW adalah
dengan menggunakan gas lindung untuk
mencegah terjadinya oksidasi pada bahan
las yang panas.Untuk menghasilkan busur
nyala, digunakan elektroda yang tidak
terkonsumsi terbuat dari logam tungsten
atau paduannya yang memiliki titik lebur
sangat tinggi (Sriwidharto, 2006).
Ada empat komponen utama dari las
TIG, yaitu : obor (torch), elektroda tidak
terkonsumsi (tungsten), sumber arus las dan
gas pelindung. Jika dibandingkan dengan
pengelasan yang lain, las Tungsten Inert
Gas (TIG) atau Gas Tungsten Arc Welding
(GTAW) memiliki kelebihan dan
kekurangan. Adapun kelebihan dari las TIG
ini adalah sebagai berikut : (Sriwidharto,
2006)
a. Menghasilkan sambungan bermutu
tinggi, biasanya bebas cacat
b. Bebas dari terbentuknya percikan las
(spatter)
c. Dapat digunakan dengan atau bahan
tambahan (filler metal)
d. Penetrasi (penembusan) pengelasan akan
dapat dikendalikan dengan baik
36 TEKNOLOGI VOLUME 17 NO. 3 APRIL 2018
e. Produksi pengelasan autogenous tinggi
dan murah
f. Dapat menggunakan sumber tenaga
yang relatif murah
g. Memungkinkan untuk mengendalikan
variabel atau parameter las secara akurat
h. Dapat digunakan hampir pada semua
jenis metal, termasuk pengelasan dengan
metal yang berbeda
i. Memungkinkan pengendalian mandiri
sumber panas maupun penambahan filler
metal
Adapun kekurangan dari las TIG adalah
sebagai berikut : (Sriwidharto, 2006)
a. Laju deposisi material lebih rendah
dibandingkan pengelasan dengan
elektroda terkonsumsi
b. Memerlukan ketrampilan tangan dan
koordinasi juru las yang lebih tinggi
dibandingkan dengan las GMAW
ataupun SMAW
c. Untuk penyambungan bahan > 3/8 (10
mm), GTAW lebih mahal
dibandingkan dengan las dengan
elektroda terkonsumsi
d. Jika kondisi lingkungan terdapat angin
yang cukup kencang, fungsi gas
pelindung akan berkurang karena
terhembus angin.
4. Parameter Pengelasan Tungsten
Inert Gas (TIG) Parameter utama pada pengelasan
TIG adalah tegangan busur (arc length),
arus pengelasan, kecepatan gerak
pengelasan (travel speed) dan gas
lindung.Jumlah energi yang dihasilkan oleh
busur sebanding dengan arus dan tegangan,
sedangkan jumlah bahan las yang
dideposisikan per satuan panjang
berbanding terbalik dengan kecepatan gerak
pengelasan.Busur yang dihasilkan dengan
gas pelindung helium lebih dalam
dibandingkan dengan gas argon.
a. Pengumpan Kawat Las
Cara pengumpanan kawat las ke dalam
kolam las, menentukan jumlah lajur yang
terproduksi dan tampak luarnya.Pada mesin
las TIG/GTAW yang otomatis, kecepatan
pengumpanan kawat las menentukan bahan
tambahan las yang terdeposisi per satuan
panjang sambungan las. Mengurangi
kecepatan pengumpanan akan
memperdalam penetrasi dan meratakan
bentuk permukaan lajur las. Pengumpanan
yang cepat akan menghasilkan penetrasi
yang dangkal dan menyebabkan bentuk
lajur cembung (convex) (Sriwidharto,
2006).
b. Kecepatan Pengelasan (Travel Speed)
Kecepatan pengelasan
mempengaruhi lebar lajur las dan
kedalaman penetrasi pada pengelasan TIG,
hal ini juga berpengaruh terhadap biaya.
Pada beberapa aplikasi, kecepatan
pengelasan dipandang sebagai obyektif
bersama dengan variabel lainnya, dipilih
untuk mendapatkan konfigurasi las yang
dikehendaki pada kecepatan tertentu. Pada
kasus lain, kecepatan pengelasan mungkin
merupakan variabel yang tidak bebas yang
dipilih dengan variabel lain untuk
mendapatkan mutu dan keseragaman las
yang diperlukan.
c. Tegangan Busur
Tegangan yang diukur antara
elektroda dengan bahan induknya biasanya
disebut tegangan busur. Tegangan busur ini
sangat tergantung pada beberapa hal,
diantaranya : arus busur, bentuk ujung
elektroda tungsten, jarak antara elektroda
tungsten dengan bahan induk dan jenis gas
pelindung. Dalam pengujian, spesimen uji
diberi beban dengan kenaikan beban sedikit
demi sedikit hingga spesimen uji tersebut
patah, kemudian sifat – sifat tariknya dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut
: (Wiryosumarto, 2000)
Tegangan :
𝜎 =𝐹
𝐴 N/𝑚2........................(1)
Dimana F = Beban
A = Luas Penampang
Regangan :
Badaruddin Anwar, Analisis Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG)
Kampuh V Ganda pada Baja Karbon Rendah ST 37 37
𝜀 =∆𝑙
𝑙0 ...................................(2)
Dimana :
𝑙0 = Panjang mula dari batang
uji (mm)
𝑙 = Panjang batang uji yang
telah diberi beban (mm)
Hubungan antara tegangan dan
regangan dapat dilihat pada gambar. Titik P
menunjukkan batas dimana hukum Hooke
masih berlaku dan disebut batasproporsi
dan titik E menunjukkan batas dimana bila
beban diturunkan ke titik awal, maka tidak
akan terjadi perpanjangan tetap pada batang
uji. Kondisi ini disebut batas elastis. Titik E
sukar ditentukan dengan tepat, oleh karena
itu biasanya ditentukan batas elastis dengan
perpanjangan tetap sebesar 0,005% sampai
0,01%. Titik S1 disebut titik luluh atas dan
titik S2 disebut titik luluh bawah. Pada
beberapa logam, batas luluh ini tidak
terlihat dalam diagram tegangan – regangan
dan dalam hal ini tegangan luluhnya
ditentukan sebagai tegangan dan regangan
sebesar 0,2%. Seperti ditunjukkan pada
gambar berikut :
Gambar 2.5
Kurva Tegangan – Regangan
(Wiryosumarto, 2000).
C. METODE PENELITIAN
Uji tarik suatu material dapat
dilakukan dengan menggunakan universal
testing machine .
Benda uji dipasang dengan cara
dijepit pada mesin uji tarik, kemudian beban
statik dinaikkan secara bertahap sampai
spesimen putus. Besarnya beban dan
pertambahan panjang dihubungkan
langsung dengan plotter, sehingga
diperoleh grafik tegangan (Mpa) dan
regangan (%) yang memberikan data
berupa tegangan luluh ( ), tegangan
ultimate ( , modulus elastisitas beban
(E) dan keuletan sambungan las yang telah
dilakukan pengujian tarik (Dowling, 1999).
Data yang diperoleh dari hasil
penelitian adalah merupakan hasil
eksprimen. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pelat baja ST 37
ukuran 200 mm x 12,5 mm x 12 mm.
Sebelum pengujian dilakukan untuk
mengetahui kekuatan tarik, sampel hasil
pengelasan las asetilen masing-masing
dibuat sesuai dengan standar ASTM E-8
yang telah di tentukan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan
beberapa prosedur. Prosedur Pertama,
adalah menyiapkan dan membentuk sampel
(bahan uji) baja sesuai dengan dimensi yang
telah ditentukan masing-masing sebanyak 3
potong, kemudian diberi perlakuan
pembentukan kampuh, yakni 3 sampel
untuk kampuh V Ganda dari hasil
(penyambungan) dengan las TIG.
Sampel benda kerja yang telah dilas dan
dibentuk kemudian diuji kekuatan tariknya
dengan menggunakan mesin uji tarik
Universal Testing Machine. uji tarik
penarikan sampel benda kerja dilakukan
sebanyak 3 kali penarikan pada kampuh V
Ganda. Besarnya nilai kekuatan tarik
kampuh V Ganda adalah X1, X2 dan X3 yang
diuji tarik dengan Universal Testing
Machine.
D. HASIL PENILITIAN
Hasil Pengujian Tarik
Dari hasil pengujian tarik pelat baja
ST 37 yang dilaksanakan diperoleh data-
data sebagai berikut :
38 TEKNOLOGI VOLUME 17 NO. 3 APRIL 2018
Tabel 4.1.
Tabel Hasil Uji Tarik Sambungan Las TIG
No.
Hasil uji kekuatan tarik
sambungan las TIG
kampuh V Ganda
Fm (kN 𝝈 maks (𝑵 𝒎𝒎𝟐⁄ )
1.00 75.52 503.47
2.00 84.77 565.2
3.00 88.38 589.2
Jumlah 248.67 1657.87
Rata-
rata
82.89 552.62
Keterangan:
Fm = Gaya maksimum
𝜎 maks = Tegangan maksimum
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
kekuatan tarik pengelasan TIG kampuh V
ganda pada baja karbon rendah ST 37 dapat
diambil kesimpulan: Kekuatan tarik yang
dihasilkan oleh jenis kampuh V Ganda
dengan rata-rata beban tarik maksimum
82,89 kN dan rata-rata tegangan tarik
maksimum 552.62 N/mm2.
DAFTAR PUSTAKA
Alip, M. 1989. Teori Dan Praktik Las.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Aljufri. 2008.Pengaruh Variasi Sudut
Kampuh V Tunggal Dan Kuat Arus Pada
Sambungan Logam Aluminium – Mg 5083
Terhadap Kekuatan Tarik Hasil
Pengelasan Tig.
Althouse, dkk. 1984. Modern Welding.The
Goodheart-Willcox Company.Inc.
Illinois.
Bintoro, G.A. 2000. Dasar-Dasar
Pekerjaan Las. Kanisius. Yogyakarta.
Dowling E, Norman. 1999. Mechanical
Behavior Of Materials. 2nd adition.Printed
in the united states of America.
Groover, Mikell P. 1996. Fundamental Of
Modern Manufacturing, Material, Proses
And System. Penerbit Prentice-Hall Inc.
USA.
Kirono,S Dan Sanjaya, A. 2013. Pengaruh
Hasil Pengelasan GTAW dan SMAW Pada
Pelat Baja SA 516 Dengan Kampuh V
Tunggal Terhadap Kekuatan Tarik,
Kekerasan dan Struktur Mikro
Nashuhin Ulwan, M. 2014.
http://www.portal-statistik.com/2014
/02/uji-anova-analisys-of-variance-dan-
uji.html. internet. Penerbit Tidak
Duplikasikan.
Sack, Raymond J. 1976. ”Welding:
Principles and Practices”. Mc Graw
Hill.USA.
Salmon Charles G. 1991. Disain dan
Perilaku Struktur Baja. Penerbit Erlangga
Sonawan H, 2003. Pengelasan Logam.
Penerbit Alfabeta, Bandung
Suratman, R. 1994. Panduan Proses
Perlakuan Panas. Penerbit Lembaga
Penelitian ITB, Bandung
0
200
400
600
800
75,52 84,77 88,38
Tega
nga
n M
aksi
mu
m (
N/m
m2)
Gaya Maksimum (kN)
Hubungan Antara Gaya Dengan Tegangan Maksimum