ANALISIS KEPUTUSAN INDIA
UNTUK BERGABUNG DALAM KEANGGOTAAN
NUCLEAR SUPPLIERS GROUP TAHUN 2016
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
oleh:
Nur Aliyah
11141130000020
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
iv
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai keputusan India untuk bergabung dengan
rezim nonproliferasi nuklir yakni Nuclear Suppliers Group (NSG) pada tahun
2016. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mendorong
India berkeinginan untuk menjadi anggota dalam NSG. Dengan status sebagai
negara pemilik senjata nuklir dan telah lama berada di luar penandatangan
Perjanjian Nonproliferasi Nuklir, patut dikaji faktor yang melatarbelakangi India
membuat kebijakan untuk bergabung dengan NSG. Selain itu NSG juga terbentuk
dari tindakan nuklir India sendiri di tahun 1974. Untuk menganalisisnya maka
dalam penelitian yang bersifat deskriptif ini menggunakan kerangka pemikiran
yakni kebijakan luar negeri dari K.J. Holsti dan kepentingan nasional dari Hans J.
Morgenthau.
Dalam skripsi ini dapat ditemukan bahwa keputusan India untuk
mendapatkan keanggotaan di NSG dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menjadi pertimbangan India
tersebut adalah faktor keamanan yang disebabkan oleh kebutuhan energi nuklir
India untuk tahun-tahun mendatang, faktor politik yang didorong oleh kebijakan
pemerintah Narendra Modi tentang pengakuan India sebagai kekuatan global, dan
faktor ekonomi dalam hal perdagangan di industri nuklir. Sedangkan untuk faktor
eksternal yang memengaruhi dan menjadi pertimbangan India yaitu dorongan dan
dukungan yang kuat dari Amerika Serikat untuk keanggotaan India di NSG.
Kedekatan hubungan dan kerja sama nuklir antara Pakistan dan Tiongkok juga
menjadi faktor yang memengaruhi keputusan pengaplikasian India ke NSG.
Kemudian masalah hambatan yang didapatkan India terkait perdagangan nuklir
sipil dengan Namibia yang memengaruhi kebutuhan uranium India juga menjadi
aspek dalam faktor eksternal tersebut. Dari dua faktor tersebut dapat terlihat
beragam faktor-faktor yang memengaruhi India sehingga berupaya untuk menjadi
anggota NSG.
Kata Kunci: India, Nuclear Suppliers Group, Kebijakan Luar Negeri,
Kepentingan Nasional.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial di Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad
Shalallahu'alaihi wa Salam yang telah menuntun kita dengan ilmu dan suri
tauladannya. Penulis menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tentu tidak lepas
dari saran, bantuan, dan dukungan berbagai pihak yang telah memberikan
waktunya untuk memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis ingin memberikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Inggrid Galuh Mustikawati, MHSPS selaku dosen pembimbing penulis
yang dengan sabar menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
membimbing, memberi arahan, motivasi, dan nasihat selama penyusunan
skripsi ini.
2. Bapak Yahya dan Mama Rodiyah, selaku orang tua penulis yang dengan
cinta dan kasih selalu mendoakan, membimbing, membantu, dan
memotivasi sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini.
vi
3. Seluruh jajaran staf dan dosen pengajar di Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
banyak ilmu, wawasan, dan pengetahuan kepada penulis.
4. Sahabat-sahabat penulis yakni Noviyanti, Darma Yunita, Khaira Anisa,
Adinda Widya Astuti Nasution, Nunu Nurmasyita, Safira Nadwa Adauly,
Amelia Khairunnisaa, dan Dewi Maharani. Terima kasih karena telah
menjadi bagian berharga dari perjalanan hidup penulis dan selalu memberi
bantuan tanpa pamrih di saat penulis membutuhkan bantuan dan kritik yang
membangun selama penulisan skripsi ini.
5. Teman-teman seperjuangan HI-A 2014 yang telah mengisi hari-hari penulis
dengan canda, tawa, dan wawasan yang mereka miliki.
Penulis berharap semoga semua bentuk doa dan dukungan yang mereka
berikan dibalas kebaikan oleh Allah SWT. Penulis juga menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karenanya, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk bahan pertimbangan
perbaikan skripsi ini di masa mendatang. Semoga skripsi ini memberikan manfaat
bagi para pembaca dan perkembangan studi Ilmu Hubungan Internasional.
Jakarta, 03 Agustus 2019
Nur Aliyah
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ........................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ......................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ................................................................ 9
E. Kerangka Teoretis .............................................................. 15
1. Kebijakan Luar Negeri ............................................. 15
2. Kepentingan Nasional ............................................... 18
F. Metode Penelitian .............................................................. 20
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 22
BAB II PERKEMBANGAN NUKLIR INDIA
A. Awal Pembangunan Nuklir India ....................................... 24
B. Uji Coba Senjata Nuklir India ............................................ 28
1. Ledakan Bom Nuklir Pertama India (Pokhran-I) ..... 29
2. Ledakan Bom Nuklir Kedua India (Pokhran-II) ....... 32
C. Doktrin No First Use Nuklir India ..................................... 35
D. Kapabilitas Nuklir India ..................................................... 37
BAB III NUCLEAR SUPPLIERS GROUP DAN PENDEKATAN
KEANGGOTAAN INDIA
A. Nuclear Suppliers Group ................................................... 42
1. Latar Belakang .......................................................... 42
2. Tujuan dan Pedoman NSG ....................................... 45
3. Struktur dan Aktivitas NSG ...................................... 50
4. Keanggotaan NSG .................................................... 52
B. Interaksi India dengan NSG ............................................... 55
C. Hambatan India Menjadi Anggota NSG ............................ 58
viii
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI INDIA
UNTUK BERGABUNG MENJADI ANGGOTA NUCLEAR
SUPPLIERS GROUP
A. Faktor Internal .................................................................... 62
1. Faktor Keamanan ...................................................... 62
2. Faktor Politik ............................................................ 67
3. Faktor Ekonomi ........................................................ 71
B. Faktor Eksternal ................................................................. 77
1. Dukungan Amerika Serikat Terhadap Keanggotaan
India .......................................................................... 77
2. Kerja Sama Nuklir Pakistan Dengan Tiongkok ....... 82
3. Hambatan Akses Perdagangan Uranium .................. 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xi
ix
DAFTAR TABEL
Tabel II.D.1 Hulu Ledak Nuklir India 2010-2014 ................................................ 38
Tabel II.D.2 Anggaran Pertahanan dan Defence Research and Development
Organisation (DRDO) India 2012-2017 ................................................................ 38
Tabel II.D.3 Kekuatan Nuklir India, 2016 ............................................................ 40
Tabel III.A.4 Pengembangan Anggota NSG ......................................................... 53
Tabel IV.A.1 Emisi Karbon Dioksida India Tahun 2011-2016 ............................ 64
Tabel IV.A.3 Boiler Reaktor Nuklir dan Bagian Lainnya .................................... 73
Tabel IV.B.2 Perkiraan Kebutuhan Uranium India .............................................. 82
x
DAFTAR SINGKATAN
ANWFZT African Nuclear Weapon Free Zone Treaty
AS Amerika Serikat
BARC Bhabha Atomic Research Centre
BJP Bharatiya Janata Party
BRICS Brazil, Russia, India, China and South Africa
CG Consultative Group
CIRUS Canada-India Reactor, United State
DRDO Defence Research and Development Organisation
EIA Energy Information Administration
G-20 Group of Twenty
IAEA International Atomic Energy Agency
IEM Information Exchange Meeting
INDC Intended Nationally Determined Contribution
LEEM Licensing and Enforcement Experts Meeting
MTCR Missile Technology Control Regime
NAC New Agenda Coalition
NATO North Atlantic Treaty Organization
NFU No First Use
NNWS Non Nuclear Weapon State
NPT Non-Proliferation Treaty
NSG Nuclear Suppliers Group
NWS Nuclear Weapon States
PDB Produk Domestik Bruto
PNE Peaceful Nuclear Explosion
SBM Setara Barel Minyak
SIPRI Stockholm International Peace Research Institute
TEG Technical Experts Group
TIFR Tata Institute Of Fundamental Research
USD United State Dollar
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Dalam perkembangannya saat ini nuklir tidak hanya digunakan sebagai
pembuatan senjata tetapi juga dimanfaatkan sebagai sumber energi. Nuklir
menjadi suatu unsur terutama dalam senjata yang pendayagunaan dan
kepemilikannya seringkali menimbulkan perdebatan dalam isu internasional.
Perdebatan dan kecemasan terhadap nuklir timbul dikarenakan kemampuan nuklir
yang dapat dimanfaatkan menjadi senjata dengan hulu ledak yang sangat tinggi.
Dampak dari ledakan bom nuklir sendiri dalam berpuluh-puluh tahun tidak akan
hilang dan menimbulkan radiasi yang cukup parah. Meskipun begitu masih
banyak negara yang ingin memiliki akses terhadap kepemilikan nuklir. Dalam
konteks politik internasional, dengan memiliki akses terhadap senjata nuklir
membuat suatu negara memiliki pengaruh yang besar dalam kedudukan global.
Selain itu juga mencerminkan kekuatan yang dimiliki negara tersebut.1
Nuklir menjadi aspirasi sebagai sumber energi karena hampir tidak memiliki
dampak terhadap polusi udara dan tidak menimbulkan efek gas rumah kaca.
Sumber energi nuklir menjadi sarana utama dalam mencegah emisi karbon yang
1 Erik Gartzke dan Matthew Kroenig, “A Strategic Approach to Nuclear Proliferation,”
Journal of Conflict Resolution, Vol. 53, April 2009 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.researchgate.net/publication/253278103_A_Strategic_Approach_to_Nuclear_Prolifer
ation; Internet; diunduh pada 15 November 2018, 158.
2
terus meningkat dan memberikan pemenuhan terhadap kebutuhan energi global.2
Permintaan energi pada tahun 2030 secara global akan meningkat sekitar 55%.
Energi nuklir sendiri saat ini menyumbang 16% dari kebutuhan energi listrik
secara global. Di tahun 2030 energi nuklir akan berkontribusi pada kebutuhan
listrik dunia dan meningkat dari 16.930 terawatt menjadi 38.191 terawatt.3
India menjadi salah satu negara yang sejak lama telah mengembangkan
nuklir, bahkan sudah dimulai sejak akhir Perang Dunia II. Kepentingan negara-
negara pada Perang Dunia II untuk mengembangkan nuklir didasarkan pada tiga
faktor. Pertama, sebagai upaya untuk pertahanan negara. Kedua, menunjukkan
kemampuan dalam hal kecakapan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Ketiga, nuklir digunakan untuk menaikkan prestise negara. Bagi India, nuklir
dikembangkan dengan tujuan untuk kepentingan pertahanan dan kepentingan sipil
negaranya.4
Awal pengembangan nuklir di India dimaksudkan untuk keperluan ilmu
pengetahuan dan mencari energi alternatif bagi India di masa depan. India bahkan
sangat menekankan penggunaan nuklir untuk hal-hal damai. Di tahun 1954, India
menjadi negara yang terdepan dalam mengusulkan untuk menghapus dan
2 Nuclear Energy Agency, Nuclear Development: Nuclear Energy Today [buku on-line]
(Paris: OECD Publication, 2003, diunduh pada 16 November 2018); tersedia di https://www.oecd-
nea.org/pub/nuclearenergytoday/3595-nuclear-energy-today.pdf ; Internet, 77. 3 Moeed Yusuf, “Does Nuclear Energy Have a Future?,” Journal of The Frederick S.
Pardee Center for the Study of the Longer-Range Future, No. 3, November 2008 [jurnal on-line];
tersedia di http://www.bu.edu/pardee/files/documents/Pardee-Nuclear-Yusuf.pdf; Internet;
diunduh pada 16 November 2018, 5. 4 Chandreyee Chakraborty, India’s Nuclear Diplomacy and the Non-Proliferation Regime
[buku on-line] (India: KW Publishers Pvt Ltd, 2013, diunduh pada 16 November 2018); tersedia di
http://capsindia.org/files/documents/New-Delhi-Paper-6.pdf; Internet, 11.
3
menghentikan segala jenis uji coba senjata nuklir.5 Faktor lingkungan keamanan
pada pertengahan tahun 1960-an dan hubungan yang kurang baik dengan
Tiongkok dan Pakistan akhirnya mendorong India untuk berpikir serius tentang
opsi senjata nuklir. Keberadaan rivalitas tetangganya yaitu Pakistan pada masa
Perang Dingin yang begitu dekat dengan Amerika Serikat membuat dilematis
keamanan tersendiri bagi India.6
Keadaan semakin mendesak India untuk berpikir ulang tentang
keengganannya mengembangkan senjata nuklir ketika Tiongkok mulai menguji
senjata nuklirnya. Hubungan Tiongkok dan India pada tahun 1960-an tidak begitu
baik dikarenakan konflik perbatasan dan kekalahan India dalam konflik tersebut.
Perdana Menteri Lal Bahadur Shastri pada November 1964 mengesahkan sub-
terranean nuclear explosion project sebagai proyek pertama uji coba senjata
nuklir India. Pada 18 Mei 1974, India berhasil menunjukkan kemampuan untuk
pertama kalinya dengan uji coba senjata nuklir. Uji coba senjata nuklir pertama
India diberi nama Smiling Buddha dan dikatakan sebagai ledakan nuklir damai.7
Uji coba senjata nuklir India untuk pertama kalinya di tahun 1974
mendatangkan reaksi keras dari dunia internasional. Meskipun uji coba nuklir
tersebut dijelaskan sebagai uji coba yang bertujuan damai, hal tersebut
menimbulkan kecurigaan bahwa India akan secara berkelanjutan memproduksi
5
Rajesh Basrur, “India and Nuclear Disarmament,” Journal of Security Challenges,
Volume 6, No. 4, Summer 2010 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.regionalsecurity.org.au/Resources/Documents/vol6no4Basrur.pdf; Internet; diunduh
pada 16 November 2018, 69-70. 6 Volha Charnysh, “India‟s Nuclear Program,” Journal of Nuclear Age Peace Foundation,
Volume 5, 03 September 2009 [jurnal on-line]; tersedia di http://www.nuclearfiles.org/menu/key-
issues/nuclear-weapons/issues/proliferation/india/charnysh_india_analysis.pdf; Internet; diunduh
pada 19 November 2018, 1. 7 Volha Charnysh, “India‟s Nuclear Program”, 2.
4
senjata nuklir. Apalagi India tidak menjadi bagian negara yang meratifikasi Non-
Proliferation Treaty (NPT) yang dibuat untuk membatasi penyebaran senjata
nuklir. Di tahun yang sama Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Inggris, Jepang,
Kanada, dan Uni Soviet membentuk grup pengontrol ekspor nuklir yaitu Nuclear
Suppliers Group (NSG) sebagai reaksi terhadap tindakan India.8 Keberadaan NSG
sangat berguna bagi negara-negara yang berkepentingan terhadap nuklir dan
negara yang peduli terhadap upaya pencegahan nuklir yang digunakan sebagai
senjata pemusnah massal. Grup ini terdiri dari negara-negara yang melakukan
impor dan ekspor terhadap bahan nuklir, juga di dalamnya terdapat negara-negara
yang memiliki teknologi canggih dalam memproduksi nuklir.
Dari sejak NSG terbentuk hingga awal tahun 2000-an, India belum memiliki
ketertarikan untuk berada dalam rezim nonproliferasi nuklir seperti NSG. India
masih berusaha mengembangkan nuklir dari kemampuan dan sumber daya yang
dimilikinya. Ketidaktertarikannya terhadap rezim nuklir juga disebabkan oleh
anggapan tentang rezim nuklir yang menurut India dibentuk oleh ketidakadilan di
mana hanya negara-negara seperti Perancis, Tiongkok, Rusia, Inggris, dan
Amerika Serikat yang boleh mempertahankan senjata nuklirnya.9
Memasuki awal tahun 2000, India mulai melakukan pendekatan terhadap
rezim nonproliferasi nuklir dunia. Di tahun tersebut dalam Konferensi Tinjauan
8 Oliver Thränert, “The Nuclear Supplier Group at The Crossroads,” Journal of CSS
Analysis in Security Policy, No. 127, Februari 2013 [jurnal on-line]; tersedia di
http://www.css.ethz.ch/content/dam/ethz/special-interest/gess/cis/center-for-securities-
studies/pdfs/CSS-Analysis-127-EN.pdf; Internet; diunduh pada 20 November 2018, 1. 9
A. Vinod Kumar, “India's Role in Global Anti-Proliferation: Challenges and
Opportunities,” Strategic Analysis, dirilis 20 September 2008 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/09700160802309167; Internet; Diunduh pada 06
Oktober 2019.
5
NPT, Jaswant Singh sebagai Menteri Urusan Luar Negeri India pada saat itu
berbicara di depan Parlemen menyatakan dukungan terhadap NPT. Dia
menyatakan walaupun India tidak menjadi bagian dari perjanjian nonproliferasi
nuklir, itu tidak menjadi alasan bagi India untuk tidak mematuhi prinsip-prinsip
yang ada dalam perjanjian tersebut. India akan memberikan dukungan terhadap
NPT sejalan dengan tujuan dalam nonproliferasi nuklir.10
India yang sejak lama
berada di luar rezim yang mengontrol proliferasi nuklir pada akhirnya berpindah
haluan dan berupaya untuk menjadi bagian dari NSG. Pada 12 Mei 2016, India
mengajukan proposal dan mempresentasikan diri untuk dapat bergabung dengan
NSG.11
Pencalonan India untuk menjadi anggota NSG merupakan hal yang luar
biasa, mengingat grup tersebut dibangun atas reaksi terhadap uji coba nuklir India
di tahun 1974. Sebelum diadakan rapat pleno NSG untuk penentuan keanggotaan
India, pemerintah India intensif melakukan manuver diplomasi ke negara-negara
anggota NSG. Perdana Menteri India Narendra Modi melakukan kunjungan dari
bulan April hingga Juni 2016 ke beberapa negara NSG seperti Meksiko, Irlandia,
dan Swiss. Sementara Presiden India Pranab Mukherjee terbang ke Selandia Baru
dan Tiongkok dengan misi diplomasi yang sama. Kemudian, Menteri Urusan Luar
Negeri India Sushma Swaraj menghubungi 26 negara anggota NSG lainnya. Hal
itu dilakukan sebagai upaya perolehan dukungan agar India dapat diterima
10
Rajeswari Pillai Rajagopalan dan Arka Biswas, Locating India within the Global Non-
Proliferation Architecture: Prospects, Challenges and Opportunities, 21. 11
Abhijit Bhuyan, “Nuclear Supplier Group (NSG) and India: Prospects and Challenges,”
Journal of Krishna Kanta Handiqui State Open University, Januari 2018 [jurnal on-line]; tersedia
di http://dlkkhsou.inflibnet.ac.in/bitstream/123456789/175/1/wp_2018_2.pdf; Internet; diunduh
pada 20 November 2018, 5.
6
menjadi bagian dari anggota NSG. Oleh karenanya pemerintah India melakukan
dorongan diplomatik yang kuat untuk dapat meyakinkan mereka.12
Pengajuan aplikasi keanggotaan India ke NSG dibahas dalam pertemuan
tahunan anggota NSG. Rapat pleno diadakan di Seoul, Korea Selatan pada tanggal
23 dan 24 Juni 2016. Hasil dalam pertemuan tersebut ternyata tidak membuahkan
hasil yang baik bagi India karena keinginannya untuk bergabung ditolak oleh
beberapa negara anggota NSG. Negara-negara yang menolak masuknya India
terdiri dari Tiongkok, Turki, Austria, Irlandia, Brasil, Belanda, Selandia Baru,
Swiss, dan Afrika Selatan. Mereka menolak India bergabung dalam NSG
disebabkan oleh kedudukan India yang sampai saat ini belum menjadi bagian
negara penandatangan NPT.13
Pencalonan India untuk keanggotaan di NSG pada dasarnya sangat
didukung kuat oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Perancis,
Inggris, dan Rusia. Meskipun mendapatkan dukungan yang kuat dari negara-
negara tersebut, proses India untuk masuk ke dalam NSG tetap dalam kesulitan.
Grup tersebut menarik keputusan berdasarkan konsensus atau suara bulat. Jika ada
satu negara saja yang menolak maka suatu kesepakatan tidak dapat dikeluarkan.14
12
Ji Yeon-Jung, “A Path to NSG: India‟s Rise in the Global Nuclear Order,” Journal of
Observer Research Foundation, No. 129, Desember 2017 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.orfonline.org/wp-content/uploads/2017/12/ORF_Occasional_Paper_129_Nuclear.pdf;
Internet; diunduh pada 20 November 2018, 14. 13
Christi Thomas, “India‟s Failed NSG Bid : Unlearn, Learn, and Proceed,” Centre for
Public Policy Research, 3 Agustus 2016 [artikel on-line]; tersedia di
http://www.cppr.in/article/indias-failed-nsg-bid-unlearn-learn-and-proceed/; Internet; diakses pada
20 November 2018. 14
Rajeswari Pillai Rajagopalan dan Arka Biswas, “India's Membership to the Nuclear
Supplier Group,” Journal of Observer Research Foundation, No. 141, Mei 2016 [jurnal on-line];
tersedia di https://www.orfonline.org/wp-content/uploads/2016/05/ORF_Issue_Brief_141.pdf;
Internet; diunduh pada 23 November 2018, 5.
7
Dalam rapat yang diadakan di Seoul sendiri masih banyak negara yang
menolak India. Dari beberapa negara yang menolak aplikasi keanggotaan India,
Tiongkok menjadi salah satu rintangan tersendiri bagi India. Negara tersebut
menentang kuat akan upaya masuknya India ke dalam NSG. Wang Qun sebagai
Direktur Jenderal Departemen Pengendalian Senjata dari Kementerian Luar
Negeri Tiongkok beranggapan bahwa NPT harus menjadi keharusan dalam
aplikasi keanggotaan NSG. Jika hal itu diabaikan maka rezim nonproliferasi
internasional akan runtuh.15
India sendiri sebenarnya tanpa menjadi anggota NSG telah menerima hak
istimewa dari NSG. Sejak tahun 2008, NSG mengeluarkan keputusan bahwa
negara-negara NSG dapat melakukan kerja sama nuklir sipil dengan India. Hal ini
menjadikannya negara non-NPT pertama yang dapat melakukan kerja sama nuklir
dengan NSG. Keputusan ini didapat dari lobi dan negosiasi yang kuat oleh
Amerika Serikat yang memiliki kepentingan ekonomi terkait kerja sama nuklir
sipil dengan India.16
Pembebasan yang didapatkan India diputuskan berdasarkan
komitmen nonproliferasi yang telah tertuang dalam kerja sama Nuklir Sipil India-
Amerika Serikat. Komitmen tersebut mencakup beberapa hal, diantaranya
melakukan pemisahan fasilitas nuklir sipil dan militer milik India dan
15
Sutirtho Patranobis, “China Says World Nuke System Will Collapse If Non-NPT India
Gets NSG Berth,” Hindustan Times, 24 Juni 2016 [berita on-line]; tersedia di
https://www.hindustantimes.com/india-news/china-says-world-nuke-system-will-collapse-if-non-
npt-india-gets-nsg-berth/story-i05pxEmknURyx89WDfZbBO.html; Internet; diakses pada 23
November 2018. 16
Praful Bidwai, “US Arm Twisting Wins India a Nuclear Waiver: Blow to Non-
Proliferation,” The Asia-Pacific Journal, Volume 6, 01 September 2008 [jurnal on-line]; tersedia
di https://apjjf.org/-Praful-Bidwai/2886/article.pdf; Internet; diunduh pada 24 November 2018, 1-
2.
8
menempatkan fasilitas nuklir sipil di bawah pengawasan International Atomic
Energy Agency (IAEA).17
Meskipun India telah memiliki kebebasan untuk melakukan kerja sama
nuklir sipil dengan negara anggota NSG, India tetap mengejar posisi keanggotaan
dalam grup nuklir tersebut. Sebagaimana diketahui, setiap keputusan dan
kebijakan yang dijalankan oleh suatu negara memiliki kepentingan dan tujuan
yang ingin dicapai. Begitu juga dengan kebijakan yang diambil India untuk dapat
bergabung dengan NSG pastinya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang datang baik
dari internal maupun eksternal. Oleh karenanya menarik untuk diteliti tentang
faktor-faktor yang menjadi pengaruh dalam kepentingan dan keputusan India
mengeluarkan kebijakan untuk bergabung dengan Nuclear Suppliers Group.
B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang dirumuskan oleh penulis sebagai berikut:
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi keputusan India untuk menjadi anggota
dalam Nuclear Suppliers Group pada tahun 2016?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk lebih memahami tentang rezim pengontrol nuklir yaitu Nuclear
Suppliers Group.
17
Sario Bano, “India and the Nuclear Supplier Group (NSG) Membership,” Turkish
Journal Of International Relations, Volume 12, No. 2, Summer 2013 [jurnal on-line]; tersedia di
http://alternatives.yalova.edu.tr/article/view/5000150715/0; Internet; diunduh pada 25 November
2018, 59.
9
2. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi pengaruh dalam keputusan India
untuk bergabung menjadi anggota NSG tahun 2016.
Selain memiliki beberapa tujuan, sebuah penelitian juga diarahkan agar
berdaya guna dan memiliki manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini antara
lain:
1. Penelitian ini dapat dijadikan proyeksi dalam mengkaji faktor-faktor
yang menjadi latar belakang India ingin bergabung ke dalam NSG.
2. Memperkaya pengetahuan dan informasi terkait dengan organisasi yang
berhubungan dalam kerja sama dan perdagangan nuklir.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi bahan
kajian para mahasiswa/i, khususnya dalam studi hubungan internasional
terkait dengan kebijakan India dan rezim pengontrol nuklir.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pedoman
sekaligus rujukan untuk penelitian yang akan dilakukan. Telaah pustaka pertama
yaitu dari Jurnal karya Rajesh Rajagopalan yang berjudul Nuclear Non-
Proliferation: An Indian Perspective. Jurnal ini menjelaskan tentang sudut
pandang India mengenai rezim nonproliferasi nuklir. Sejak dahulu India memiliki
hubungan yang kurang kooperatif dengan rezim nonproliferasi nuklir global. India
menganggap bahwa rezim tersebut dibuat dengan ketidakadilan yang mana negara
bersenjata nuklir (Nuclear Weapon States/NWS) diperbolehkan mempertahankan
senjata nuklirnya. Adapun negara nonsenjata nuklir (non nuclear weapon
10
state/NNWS), seperti India dilarang untuk mengembangkan senjata nuklir. Oleh
karenanya India memilih untuk tidak menandatangani kesepakatan NPT.18
Jurnal ini juga menjelaskan, bahwa di sisi lain India memiliki kekhawatiran
tentang masa depan dunia terkait penyebaran nuklir. India memang bukan bagian
negara yang menandatangani perjanjian NPT, tetapi India juga tidak pernah setuju
bahwa proliferasi nuklir adalah tindakan yang sah. Oleh karenanya meskipun
India menolak NPT, ia juga menjalankan kepatuhan dengan tidak membantu
negara lain, contohnya Libya dalam hal teknologi senjata nuklir.19
Jurnal ini dapat menjadi bahan pustaka dalam penelitian penulis karena
memberikan penjelasan akan kebijakan India dalam menanggapi rezim
nonproliferasi nuklir. Kepatuhan dan kepedulian India terhadap penyebaran
senjata nuklir merupakan suatu hal yang unik ketika India sendiri tidak berada
dalam NPT. Kekurangan dalam jurnal ini, yaitu kurang dijelaskan secara terinci
garis waktu bagaimana awal kebijakan India terkait nuklir sampai sekarang.
Dengan begitu setidaknya dapat dilihat perkembangan kebijakan India terkait
pencegahan proliferasi nuklir dari waktu ke waktu.
Selanjutnya penelitian yang digunakan sebagai tinjauan pustaka adalah
jurnal berjudul India’s Membership of Missile Technology Control Regime:
Implications for South Asia karya Ghazala Yasmin Jalil. Secara keseluruhan
jurnal ini menjelaskan tentang keuntungan India masuk dalam Missile Technology
Control Regime (MTCR) dan dampaknya terhadap kawasan Asia Selatan. India
18
Rajesh Rajagopalan, "Nuclear Non-Proliferation: An Indian Perspective," Journal of
Friedrich Ebert Stiftung, No. 10, Oktober 2008 [jurnal on-line]; tersedia di
http://library.fes.de/pdf-files/iez/global/05793.pdf; Internet; diunduh pada 27 November 2018, 1-8. 19
Rajesh Rajagopalan, "Nuclear Non-Proliferation: An Indian Perspective", 1-8.
11
yang bukan penandatangan NPT ternyata tetap dapat diterima dalam rezim
nonproliferasi nuklir seperti MTCR. Keanggotaan India diterima pada Juni 2016
setelah sebelumnya pada tahun 2015 melakukan pengaplikasian anggota.20
Jurnal ini menemukan bahwa motif India tergabung dalam rezim
nonproliferasi nuklir seperti MTCR adalah sebagai upaya India dalam membantu
memperkuat tujuan nonproliferasi dunia. India juga sedang mencoba menjadikan
dirinya negara yang bertanggungjawab dalam komunitas internasional dengan
komitmen melawan penyebaran senjata pemusnah masal. Keanggotaan India
dalam MTCR memberikan keuntungan dalam program rudal dan keantariksaan
India serta hal ini menandakan kemajuan diplomatik India. Akan tetapi masuknya
India dalam MTCR ternyata memberikan dampak terhadap stabilitas kawasan
Asia Selatan. Pencapaian keanggotaan India dalam MTCR menjadi ancaman
keamanan bagi Pakistan yang telah lama menjadi negara yang sering berkonflik
dengan India. Hal ini akan memunculkan ketidakseimbangan kekuatan dalam
lingkup Asia Selatan.21
Jurnal di atas membantu penulis dalam memberikan gambaran akan
kepentingan nasional India masuk dalam rezim nonproliferasi nuklir. Kesamaan
penelitian penulis dengan jurnal ini adalah sama-sama menganalisis keikutsertaan
India dalam organisasi nonproliferasi nuklir. Hanya saja unit analisis penulis
fokus pada faktor pengaruh kebijakan India dalam kegigihannya memperoleh
20
Ghazala Yasmin Jalil, "India‟s Membership of Missile Technology Control Regime:
Implications for South Asia," Journal of Strategic Studies Islamabad, Volume 37, No. 3, 2017
[jurnal on-line]; tersedia di http://issi.org.pk/wp-content/uploads/2017/10/3-
SS_Ghazala_Yasmin_Jalil_No-3_2017.pdf; Internet; diunduh pada 28 November 2018, 41-54. 21
Ghazala Yasmin Jalil, "India‟s Membership of Missile Technology Control Regime:
Implications for South Asia”, 41-54.
12
keanggotaan dalam NSG. Jurnal tersebut ternyata memiliki keterkaitan akan
penelitian yang penulis buat di mana keanggotaan India di MTCR salah satunya
sebagai upaya memperkuat India untuk dapat diterima dalam NSG.
Penelitian selanjutnya yang menjadi telaah pustaka adalah jurnal yang
dibuat oleh Totok Sudjatmiko dengan judul Analisis Kepentingan Di balik
Kegigihan Cina Untuk Menjadi Anggota MTCR. Jurnal ini menjelaskan tentang
kepentingan Cina yang ingin menjadi bagian dari anggota Missile Technology
Control Regime. MTCR sendiri merupakan salah satu rezim nonproliferasi yang
bergerak dalam upaya mengawasi alih teknologi kendali jarak jauh yang dapat
mengangkut dan meluncurkan materi senjata pemusnah masal. Rezim ini juga
melakukan pengawasan dalam distribusi teknologi antariksa. Negara yang
tergabung dalam organisasi ini biasanya memiliki kepentingan yaitu ingin
memperoleh kemudahan dalam akses teknologi yang ada dalam anggota MTCR
yang mana tidak dapat diperoleh oleh negara non-MTCR.22
Cina merupakan negara yang sudah cukup maju dalam hal teknologi
peroketan dan keantariksaan. Sudjatmiko akhirnya merumuskan penelitian untuk
melihat kepentingan Cina yang begitu ingin dapat masuk dalam organisasi
tersebut sedangkan Cina sendiri sudah cukup mapan dalam teknologi. Dari hasil
penelitiannya didapatkan jawaban bahwa kepentingan Cina bersumber dalam hal
politik dan ekonomi. Dalam hal politik, dengan masuknya Cina dalam rezim
tersebut maka akan meningkatkan citra Cina dan membangun hubungan kerja
22
Totok Sudjatmiko, "Analisis Kepentingan Di balik Kegigihan Cina Untuk Menjadi
Anggota MTCR," Jurnal Analisis dan Informasi Kedirgantaraan, Volume 5, No. 1, Juni 2008
[jurnal on-line]; tersedia di http://jurnal.lapan.go.id/index.php/jurnal_ansis/article/view/2; Internet;
diunduh pada 30 November 2018, 15-31.
13
sama dengan Amerika Serikat serta anggota MTCR. Sedangkan dalam hal
ekonomi, memberikan peluang bagi Cina untuk ikut serta dalam perdagangan
terkait dengan teknologi misil dan keantariksaan.23
Penelitian dalam jurnal tersebut memiliki hubungan dengan penelitian
penulis di mana mengangkat isu tentang kepentingan suatu negara ingin
memperoleh status keanggotaan di sebuah kelompok atau organisasi. Perbedaan
antara penelitian penulis dengan jurnal tersebut ada pada subjek dan objek yang
diteliti yang mana jurnal tersebut menganalisa Cina dan MTCR, sedangkan
penulis meneliti India dan NSG. Secara teori, jurnal tersebut dianalisa
menggunakan kerangka teori realisme dan kebijakan luar negeri. Di penelitian
penulis tidak hanya menggunakan konsep kebijakan luar negeri tetapi juga
menggunakan kepentingan nasional sebagai kerangka teori dalam menemukan
jawaban pertanyaan penelitian.
Telaah pustaka yang terakhir yaitu diambil dari Jurnal karya Gopalan
Balachandran yang berjudul India and NSG: Approaches to Indian membership.
Jurnal ini menjelaskan hubungan antara India dan perdebatan mengenai
aplikasinya dalam NSG. Keanggotaan India menjadi perdebatan dalam tubuh
NSG sendiri yang mana terdapat beberapa anggota menolak akan masuknya India.
Keberatan terhadap India didasarkan akan dua hal yaitu pertama kubu
fundamentalis nonproliferasi sangat berpegang teguh akan perjanjian NPT
sehingga mereka menolak India yang belum menjadi bagian NPT untuk masuk
NSG. Kedua, hadangan dari Tiongkok yang menggunakan pendekatan admittance
23
Totok Sudjatmiko, "Analisis Kepentingan Di balik Kegigihan Cina Untuk Menjadi
Anggota MTCR”, 15-31.
14
atau persyaratan izin masuk di mana ia memiliki kandidat sendiri siapa yang ingin
mereka terima dalam NSG.24
Selanjutnya Balachandran juga memberikan pemaparan bahwa ada atau
tidak beradanya India dalam keanggotaan NSG, India tidak akan kehilangan apa
pun. Keberadaan NSG yang dibangun sebagai aksi untuk melumpuhkan program
nuklir India ternyata tidak menunjukan hasil. Oleh karenanya, meskipun India
berada di luar NSG ia masih tetap dapat menyesuaikan diri tanpa kensekuensi apa
pun. Dilematis tersendiri muncul pada NSG di mana kredibilitasnya akan menjadi
pertanyaan ketika nantinya India yang merupakan negara non-NPT dapat
bergabung ke dalam NSG.25
Jurnal ini memiliki keterkaitan dengan penelitian penulis yang mana
membahas hubungan antara India dan NSG. Hanya saja yang menjadi pembeda
adalah penelitian penulis lebih fokus dalam mencari faktor pengaruh kebijakan
dan kepentingan India yang ingin bergabung ke dalam forum nonproliferasi nuklir
tersebut. Tulisan karya Balachandran ini tidak memberikan penjelasan akan
kepentingan India dan hanya memberikan paparan akan perdebatan pencalonan
India serta hambatan yang diterima India. Meskipun begitu beberapa paparan
dalam jurnal tersebut sangat membantu penulis dalam menyusun kajian hubungan
India dengan NSG.
24
Gopalan Balachandran, "India and NSG: Approaches to Indian membership," Journal of
Institute for Defence Studies & Analyses, 23 Mei 2013 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.files.ethz.ch/isn/164927/IB_IndiaNSG.pdf; Internet; diunduh pada 30 November
2018, 1-6. 25
Gopalan Balachandran, “India and NSG: Approaches to Indian membership”, 1-6.
15
E. Kerangka Teoretis
Sebagai landasan teori dan kerangka berpikir, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan sebagai berikut:
1. Kebijakan Luar Negeri
Rosenau berpendapat bahwa kebijakan luar negeri adalah segala sikap dan
aktivitas negara dalam upayanya agar dapat menguasai dan memperoleh
keuntungan dari luar negaranya. Lebih lanjut, kebijakan luar negeri menjadi
pertimbangan suatu negara apakah kegiatannya di lingkungan luar sejalan dengan
kepentingan nasionalnya. Mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara menurut
Rosenau juga akan membawa pada suatu keadaan yang lebih kompleks. Hal itu
mencakup kebutuhan eksternal dan kehidupan internal suatu negara demi
mendapatkan dan menjaga identitas hukum, identitas sosial, dan identitas geografi
negaranya.26
Padelford dan Lincoln juga memberikan pandangan mengenai kebijakan
luar negeri yang mana menurut mereka merupakan elemen kunci setiap negara
dalam proses menafsirkan tujuan dan kepentingannya yang diimplementasikan
secara luas ke dalam tindakan-tindakan nyata dengan upaya untuk memperoleh
tujuan dan menjaga kepentingan nasional.27
Sejalan dengan pemikiran K.J. Holsti
menyebutkan bahwa kebijakan luar negeri sebagai tindakan suatu negara untuk
mempertahankan kepentingan, mencapai tujuan tertentu, atau mengubah suatu
hal. Menurut Holsti untuk dapat memahami mengapa suatu negara membuat
26
James N. Rosenau, Gavin Boyd, dan Kenneth W. Thompson, World Politics: An
Introduction (New York: The Free Press, 1976), 15-16. 27
Norman J. Padelford and George A. Lincoln, The Dynamics of International Politics
(New York: Macmillan, 1962), 223.
16
kebijakan luar negerinya, maka kita harus menempatkan posisi sebagai pembuat
kebijakan. Hal itu dilakukan dengan mencoba memahami mengapa suatu negara
membuat upaya dan strategi melalui kebijakan dengan tujuannya untuk
mempertahankan atau mengubah suatu keadaan.28
Untuk memahami mengenai kebijakan luar negeri maka Holsti membaginya
dalam dua hal yang memberikan pengaruh dalam suatu kebijakan, yaitu faktor
eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar
negeri suatu negara. Faktor pertama, struktur sistem internasional yaitu
dipengaruhi oleh keadaan tatanan dunia (bipolar, unipolar, atau multipolar).
Kedua, karakteristik ekonomi internasional yakni dipengaruhi oleh perkembangan
ekonomi dunia saat ini, institusi-istitusi ekonomi global, dan globalisasi. Ketiga,
kebijakan dan tindakan aktor lain di mana suatu kebijakan luar negeri dapat
dipengaruhi oleh tanggapan ataupun respon negara lain terhadap suatu
permasalahan. Keempat, masalah regional atau global adalah ketika masalah yang
dialami suatu negara dalam suatu kawasan akan memberi pengaruh juga terhadap
negara lain. Kelima, opini publik dan hukum internasional yaitu biasanya
kebijakan luar negeri yang dikeluarkan berkaitan dengan hukum internasional dan
pengaruh terhadap opini publik.29
Faktor selanjutnya, yaitu faktor internal kebijakan luar negeri dapat
dipengaruhi oleh situasi dalam negeri suatu negara. Pertama, kebutuhan sosial,
ekonomi, dan keamanan merupakan suatu pertimbangan dalam pembuatan
28
K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis (New Jersey: Prentice Hall,
1992), 269. 29
K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, 269-306.
17
kebijakan dengan melihat bagaimana kondisi di dalam negeri tersebut. Kedua,
karakteristik geografi dan topografi yakni lingkungan atau wilayah suatu negara
dapat menjadi faktor yang memengaruhi kebutuhan ekonomi dan keadaan
sosialnya dengan negara lain. Ketiga, atribut nasional di mana berkaitan dengan
karakteristik umum suatu negara seperti populasi, luas wilayah, sistem ekonomi,
tingkat pertumbuhan ekonomi, prestasi negara, dan kegiatan negara di dunia
internasional. Keempat, struktur pemerintah dan philosofi (ideologi negara) yang
juga menjadi faktor pengaruh dalam kebijakan luar negeri suatu negara. Kelima,
birokrasi yakni dilihat dari bagaimana sistem dan proses kebijakan yang
dijalankan suatu negara. Keenam, opini publik dan masyarakat yang juga dapat
menjadi salah satu faktor pertimbangan. Ketujuh, pertimbangan etis adalah
pertimbangan yang didasarkan pada tindakan negara untuk mencapai tujuan dan
kepentingannya. Hal ini dilihat dengan bagaimana suatu negara memikirkan cara
atau strategi yang harus dilakukan agar kepentingan nasionalnya tercapai.30
Terkait dengan masalah yang ada dalam penelitian ini maka konsep
kebijakan luar negeri menjadi salah satu kerangka konseptual yang digunakan
untuk menganalisa kebijakan yang dijalankan India. Penelitian ini merujuk pada
asumsi Holsti yang menekankan bahwa kebijakan luar negeri suatu negara dapat
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal negara tersebut. Dengan demikian,
analisa akan dikembangkan bahwa keputusan India untuk menjadi anggota NSG
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal India.
30
K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, 332-346.
18
2. Kepentingan Nasional
Konsep selanjutnya yang digunakan dalam skripsi ini yakni kepentingan
nasional yang mana mencoba untuk menjelaskan kepentingan yang mendorong
India untuk menjadi anggota NSG. Kepentingan nasional umumnya digunakan
dalam dua hal yang terkait, pertama untuk menggambarkan, membenarkan, atau
menjelaskan kebijakan luar negeri yang diterapkan suatu negara. Kedua, sebagai
alat analisis untuk menilai dan menjelaskan bagaimana perilaku eksternal suatu
negara.31
Donald E. Nuechterlein mendefinisikan kepentingan nasional sebagai suatu
keinginan dan kebutuhan dari setiap negara berkaitan dengan hubungannya
terhadap lingkungan luar dengan negara-negara lain.32
Sedangkan kepentingan
nasional menurut Morgenthau adalah segala hal yang harus dipertahankan dan
dilindungi setiap negara dari gangguan negara lain. Hal-hal tersebut mencakup
beragam aspek mulai dari identitas fisik atau aspek wilayah, identitas budaya, dan
politik atau kedaulatan negara.33
Morgenthau kemudian menjelaskan kepentingan nasional yang mana dibagi
dalam enam tipe. Pertama, primary interest yaitu kepentingan untuk melindungi
sistem politik, keamanan pertahanan negara, identitas bangsa, dan
31
Scott Burchill, The National Interest In International Relations Theory (New York:
Palgrave Macmillan, 2005), 26. 32
Donald E. Nuechterlein, “National interests and foreign policy: A conceptual framework
for analysis and decision-making,” British Journal of International Studies, Volume 2, No. 3,
Oktober 1976 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.jstor.org/stable/20096778; Internet; diunduh
pada 02 Desember 2018, 247. 33
Hans J. Morgenthau, “Another "Great Debate": The National Interest of the United
States,” The American Political Science Review, Volume 46, No. 4, Desember 1952 [jurnal on-
line]; tersedia di http://www.jstor.org/stable/1952108; Internet; diunduh pada 02 Desember 2018,
972.
19
keberlangsungan hidup negara dari ancaman negara luar. Kedua, secondary
interest merupakan kepentingan nasional yang ditujukan untuk memberikan
perlindungan bagi warga negaranya di negara lain. Ketiga, permanent interest
adalah kepentingan nasional yang dijalankan dengan tujuan mempertahankan
kepentingan nasional yang telah bertahan lama. Keempat, variable interest adalah
kepentingan nasional yang datang dari opini publik, arus pemerintahan, dan
situasi politik yang ada dalam negeri. Kelima, general interest yaitu kepentingan
nasional yang mengacu pada jumlah populasi, letak dan luas geografi, serta
beberapa aspek seperti perdagangan, ekonomi, hukum, dan diplomasi. Keenam,
specific interest adalah kepentingan nasional berdasarkan isu dan waktu tertentu
yang berkaitan dengan general interest.34
Morgenthau juga membangun sebuah konsep bahwa kekuasaan dan
kepentingan merupakan sarana dan tujuan dari tindakan politik internasional yang
dijalankan setiap negara dalam hubungannya dengan negara lain. Dengan begitu,
kepentingan nasional menjadi elemen yang penting dalam mendukung politik luar
negeri dan politik internasional suatu negara. Kekuasaan akan tercapai dengan
adanya kekuatan nasional dan kepentingan nasional suatu negara tidak lepas dari
politik luar negerinya, karena politik luar negeri memiliki tujuan untuk mencari,
mempertahankan, dan memperkuat kepentingan nasional. Setiap negara di dunia
menggunakan koneksi politik, hubungan ekonomi, kemampuan militer, dan
34
Thomas W. Robinson, “A National Interest Analysis of Sino-Soviet Relations,”
International Studies Quarterly, Volume 11, No. 2, Juni 1967 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.jstor.org/stable/3013925?seq=1#page_scan_tab_contents; Internet; diunduh pada 04
Desember 2018, 140-141.
20
sarana lainnya yang tersedia untuk memperkuat posisi negaranya di kancah
internasional.35
Untuk dapat memenuhi kepentingan nasionalnya maka India membutuhkan
sebuah strategi yang harus dilakukannya yaitu dengan cara berhubungan langsung
pada aktor internasional lain, seperti dalam kasus ini dengan NSG. Meskipun
NSG dengan sejarahnya dibangun dari tindakan India sendiri, hal ini tetap
mendorong India untuk dapat masuk dan bergabung dengan NSG. Dalam konteks
penelitian ini, kepentingan nasional dalam bidang keamanan, politik, dan ekonomi
akan digunakan sebagai faktor pendorong dalam keputusan India masuk ke dalam
NSG.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah pendekatan untuk memahami dan meneliti berdasarkan fenomena sosial
dan masalah individu ataupun kelompok. Penelitian jenis ini lebih memfokuskan
pada hal-hal seperti penalaran, makna, definisi suatu fenomena tertentu, dan
masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Temuan dalam penelitian kualitatif
dihasilkan tidak dengan cara statistik ataupun angka. Penelitian kualitatif akan
menghasilkan suatu data yang deskriptif dan lebih terjabarkan dalam tulisan atau
lisan dari sumber yang diamati.36
Dengan menggunakan metode ini maka penulis
35
Mochtar Mas'oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi (Jakarta:
Pustaka LP3ES, 1990), 163-164. 36
John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches (California: SAGE Publications, 2014), 32.
21
berharap dapat menjabarkan secara deskriptif tentang kepentingan nasional India
dalam upayanya memiliki keanggotaan NSG.
Jenis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah data
sekunder. Jenis data ini diperoleh dari hasil studi pustaka beberapa buku, jurnal,
surat kabar, artikel-artikel dari internet, dan situs-situs milik pemerintah yang
berkaitan dengan masalah penelitian yang akan dibahas. Hal lainnya yang
diperlukan dalam melakukan penelitian adalah subjek penelitian. Subjek
penelitian adalah orang yang dituju untuk diteliti dan mendapatkan informasi yang
dibutuhkan dalam menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian yang ada.37
Dikarenakan subjek penelitian dalam tulisan ini adalah suatu negara dan
organisasi, maka akan dicari informasi dari instasi pemerintah negara melalui
dokumen resmi yang dikeluarkan oleh India dan Nuclear Suppliers Group.
Sedangkan untuk teknik pengumpulan data, akan dilakukan melalui studi
kepustakaan dengan mencari data dari berbagai literatur yang relevan untuk
penelitian yang dibuat ini. Untuk teknik analisis data yang akan digunakan dalam
menganalisis data hasil penelitian adalah dengan teknik analisis kualitatif. Metode
kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang biasanya menekankan kata-kata
daripada kuantifikasi dalam pengumpulan dan analisis data, menekankan
pendekatan induktif untuk hubungan antara teori dan penelitian. Data yang telah
dikumpulkan akhirnya ditafsirkan dengan menyusun fakta-fakta yang ada,
37
Arikunto Suharsimi, Metode Penelitian: Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 145.
22
kemudian menghubungkan fakta tersebut dengan fakta lainnya sehingga
menghasilkan sebuah argumen yang tepat.38
G. Sistematika Penulisan
Secara umum, penulisan penelitian ini terbagi dalam beberapa bab yang
mana berguna untuk mendapatkan suatu gambaran yang lebih jelas dan terperinci
serta untuk mempermudah penjelasan isi dari penelitian ini. Pembahasan yang
terkandung dalam bab satu dengan bab-bab lainnya saling berkaitan satu dengan
yang lain sehingga pada akhirnya akan membentuk suatu karya tulis yang runut
dan sistematis. Dengan begitu maka sistematika penulisannya adalah sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini dibahas bagaimana penelitian ini akan
dilakukan yang meliputi pernyataan masalah, pertanyaan penelitian yang
kemudian akan dijelaskan jawabannya dalam bab analisis yakni di bab IV, tujuan
dan manfaat dari penelitian yang dibuat ini, tinjauan pustaka dari penelitian
sebelumnya, kerangka teoritis yang berisi teori-teori yang akan digunakan untuk
menganalisa penelitian ini, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Perkembangan Nuklir India. Dalam bab ini penulis akan menjelaskan
tentang perkembangan nuklir di India. Penulis akan memberikan paparan tentang
bagaimana India membangun kemampuan nuklirnya. Kemudian akan dijelaskan
juga tentang tindakan uji coba ledakan nuklir India dan kapabilitas nuklir yang
dimiliki India.
38
Conny R. Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2010), 76-77.
23
Bab III Nuclear Suppliers Group dan Pendekatan Keanggotaan India. Di
dalam bab ini akan dijelaskan sejarah perkembangan, fungsi dan tujuan, serta
bagaimana NSG menerapkan prosedur dalam sistem penerimaan keanggotaanya.
Selain itu penulis juga akan menjelaskan tentang upaya India serta hambatannya
dalam jalan menuju keanggotaan NSG.
Bab IV Faktor-faktor yang Melatarbelakangi India Untuk Bergabung
Menjadi Anggota Nuclear Suppliers Group. Uraian di bab ini merupakan jawaban
dari pertanyaan penelitian yang akan dianalisis menggunakan kerangka teori yang
terdiri dari kebijakan luar negeri dan kepentingan nasional. Penulis akan
mengidentifikasikan faktor-faktor yang melatarbelakangi India mengambil
keputusan untuk dapat menjadi anggota dalam NSG.
Bab V Penutup, dalam bab ini akan ditarik sebuah kesimpulan akhir
mengenai faktor-faktor pendorong dan kepentingan yang dimiliki India dalam
keinginannya tergabung di rezim pengontrol nuklir yaitu Nuclear Suppliers
Group.
24
BAB II
PERKEMBANGAN NUKLIR INDIA
Sebelum dijelaskan mengenai kepentingan nasional India dalam upayanya
menjadi anggota Nuclear Suppliers Group tahun 2016, maka terlebih dahulu akan
dipaparkan bagaimana perkembangan dan kapabilitas nuklir India. Oleh
karenanya, pertama-tama pada bab ini akan dijelaskan bagaimana sejarah nuklir
India. Selanjutnya juga akan dijelaskan tentang uji coba nuklir yang pernah
dilakukan India dan doktrin nuklir yang dijalankan India.
A. Awal Pembangunan Nuklir India
India menjadi salah satu negara berkembang yang mampu membuktikan
pengembangannya dalam bidang ilmu dan teknologi nuklir. Dr Homi Jehangir
Bhabha merupakan ilmuan India yang berhasil memperkenalkan dan
mengembangkan nuklir di India. Bhabha mempunyai motivasi yang besar bahwa
nuklir mempunyai manfaat bagi pemenuhan energi India di masa mendatang.
Bhabha dalam pernyataannya mengatakan bahwa: 39
“When nuclear energy would have been successfully applied for power
production, in say a couple of decade from now, India will not have to look
abroad for its experts but will find them ready at home”.
Terjemahan:
[Ketika energi nuklir telah berhasil diterapkan untuk produksi listrik,
katakanlah beberapa dekade dari sekarang, India tidak perlu mencari para
ahli di luar negeri, tetapi sudah siap menemukan mereka di negeri ini].
39
Ajay Kumar Chaturvedi, Nuclear Energy in India's Energy Security Matrix: An
Appraisal ( New Delhi: Vij Books India Pvt Ltd, 2014), 99.
25
Untuk memulai pengembangan nuklir di India, Bhabha pertama kali
mempunyai rencana untuk mendirikan sebuah lembaga penelitian fundamental
tentang nuklir di India. Bhabha mempunyai pemikiran bahwa India perlu
memiliki lembaga yang khusus dalam pengembangan ilmu fisika dan merupakan
suatu kewajiban bagi dirinya untuk berkontribusi bagi negaranya. Proposal untuk
mendirikan lembaga tersebut dikirimnya kepada Sir Dorabji Tata Trust yang
merupakan ketua Tata Trust pada saat itu.40
Tata Trust merupakan lembaga
filantropi yang sudah lama berdiri di India. Memiliki peran dan misi untuk
membantu pemberian dana kepada masyarakat dalam mengembangkan
pembangunan bangsa.41
Lembaga penelitian yang diusulkan oleh Bhabha akhirnya pada 1 Juni 1945
dibentuk dengan nama Tata Institute Of Fundamental Research (TIFR). TIFR
pertama kali beroperasi di Bengalore sampai pada akhirnya setelah enam bulan
berjalan dipindahkan ke Bombay. Pembiayaan lembaga tersebut tidak hanya
datang dari Tata Trust tetapi juga pemerintah India yang ikut berpartisipasi. Tata
Trust setiap tahunnya memberikan pendanaan 45.000 Rupee. Kemudian
pemerintah Bombay dan pemerintah India pada saat itu masing-masing
memberikan 25.000 Rupee dan 10.000 Rupee.42
Terbentuknya TIFR tersebut menjadi awal bagi pengembangan nuklir India
kedepannya. TIFR berkontribusi besar dan menjadi pionir dalam penelitian
tentang nuklir. Lembaga tersebut oleh Bhabha dianggap sebagai tempat yang
40
Ganesan Venkataraman, Bhabha and His Magnificent Obsessions (Hyderguda:
Universities Press (India) Limited, 1994), 113. 41
Tata Trusts, “About Tata Trusts,” [artikel on-line]; tersedia di
http://www.tatatrusts.org/article/inside/about-tata-trusts; Internet; diakses pada 08 Desember 2018. 42
Ganesan Venkataraman, Bhabha and His Magnificent Obsessions, 114.
26
melahirkan atom India dan memainkan peran yang penting dalam program energi
nuklir India.43
TIFR juga menjadi tempat yang melahirkan tenaga ahli terlatih
dalam pekerjaan energi atom dan ilmuan-ilmuan penting dalam pengembangan
nuklir. Ilmuan terkemuka yang berada di TIFR diantaranya seperti RR Daniel,
MGK Menon, Bernard Peters, dan Devendra Lal (ilmuan dalam partikel dasar dan
sinar kosmik), K. Chandrasekharan dan KG Ramanathan (ahli matematika), R.
Narasimhan (ahli ilmu komputer), BM Udgaonkar (ahli nuklir dan teori fisika),
dan KS Singhvi (ahli fisika zat padat).44
Setelah pembentukan TIFR, Bhabha menginisiasikan pembentukan badan
yang melakukan penelitian dan survei terhadap energi atom. Bhabha menyarankan
kepada Perdana Menteri India pada saat itu yakni Jawaharlal Nehru untuk
membentuk badan tersebut. Menurut Bhabha dalam mengembangkan energi atom
perlu badan yang bertanggungjawab langsung kepada Perdana Menteri dan
dengan kekuasaan eksekutif yang dapat merumuskan kebijakan dan program
nuklir.45
Badan tersebut dibentuk pada 10 Agustus 1948 dengan nama Komisi
Energi Atom India. Bhabha ditunjuk sebagai ketua yang dibantu oleh dua orang
ilmuan yaitu Dr. S. S. Bhatnagar dan Dr. K. S. Krishnan.46
Ada tiga hal yang menurut Bhabha yang perlu dilakukan dalam
mewujudkan program nuklir India agar berada dalam pijakan yang kuat yaitu
43
George Perkovich, India's Nuclear Bomb: The Impact on Global Proliferation
(California: University of California Press, 1999), 17. 44
Spenta R. Wadia, “Homi Jehangir Bhabha and the Tata Institute of Fundamental
Research,” Journal of Current Science, Volume 96, No. 5, 10 Maret 2009 [jurnal on-line]; tersedia
di https://www.icts.res.in/sites/default/files/historical-notes-homi-jehangir-bhabha-2009-03-
10.pdf; Internet; diunduh pada 08 Desember 2018, 730. 45
Spenta R. Wadia, “Homi Jehangir Bhabha and the Tata Institute of Fundamental
Research”, 731. 46
Prashant Agarwal, India's Nuclear Development Plans and Policies: A Critical Analysis
(New Delhi: Northern Book Center, 1996), 18.
27
melakukan survei sumber daya alam khususnya materi untuk energi atom;
memelihara sekolah-sekolah penelitian dalam ilmu-ilmu seperti kimia, fisika, dan
biologi serta menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam melatih ilmuwan; dan
mengembangkan program untuk peralatan dalam hal elektronik.47
Dalam
mewujudkan upaya tersebut Bhabha telah melakukan hal-hal dengan membangun
TIFR yang menjadi lembaga penelitian energi atom dan nuklir India. Kemudian
Bhabha membentuk Komisi Energi Atom India sebagai badan pengembangan
atom dan melakukan survei terkait sumber daya yang diperlukan dalam
pembangunan energi atom nuklir.
India berhasil mewujudkan pembangunan nuklir dengan membuat reaktor
nuklir pertama bernama Apsara. Reaktor pertama India ini berhasil dibuat dengan
dukungan Bhabha dan TIFR. Unit produksi elektronik yang dibuat di TIFR
menjadi sistem kontrol utama bagi Apsara.48
Reaktor pertama yang dibuat India
menjadi kebanggaan bagi negara tersebut sebagaimana diketahui Apsara menjadi
reaktor pertama di Asia pada masa itu, di luar Uni Soviet. Apsara dibangun pada
pertengahan tahun 1950-an yang mana dibuat dan dihasilkan oleh India sendiri
tanpa meminta pembangunan reaktor oleh negara-negara maju. Untuk elemen
bahan bakar reaktor tersebut memang diimpor dari Inggris tetapi peralatan dan
47
Spenta R. Wadia, “Homi Jehangir Bhabha and the Tata Institute of Fundamental
Research”, 731. 48
Virendra Singh, “Homi Jehangir Bhabha: Architect of Modern Science and Technology
in India,” Journal of Tata Institute of Fundamental Research Homi Bhabha, 18 Juni 2009 [jurnal
on-line]; tersedia di https://arxiv.org/pdf/0906.3356.pdf; Internet; diunduh pada 10 Desember
2018, 6.
28
reaktor tersebut dibangun dan dirancang langsung oleh tenaga-tenaga ahli di
India.49
Pada tahun 1955, India membangun reaktor kedua yang lebih besar yang
merupakan hasil kerja sama dengan Kanada dan Amerika Serikat (AS). Reaktor
kedua yang dibuat ini memiliki kemampuan dalam memproduksi plutonium.
Reaktor ini dibangun di atas kerja sama yang dihasilkan dari program Atoms for
Peace oleh komite AS untuk energi atom ketika mengunjungi India pada awal
tahun 1955. Kontrak kerja sama tersebut ditandatangani oleh India dan AS yang
akan memasok 18,9 ton air berat untuk reaktor. Kanada sendiri setuju untuk
menyalurkan India sebuah reaktor riset dengan kekuatan 40 Megawatt. Selain itu
Kanada juga memberikan bantuan dalam pembiayaan pembangunan reaktor.
Kerja sama pembangunan reaktor tersebut diberi nama CIRUS (Canada-India
Reactor, United State). Dalam kerja sama tersebut dinyatakan bahwa air berat
yang dipasok hanya digunakan oleh India untuk penelitian dan penggunaan energi
atom tujuan damai.50
B. Uji Coba Senjata Nuklir India
Sejak awal Bhabha dan Nehru memang memiliki tujuan awal pembangunan
nuklir hanya untuk hal-hal damai seperti dimanfaatkan untuk energi negaranya.
Nehru pada saat peresmian reaktor nuklir pertama India Apsara di Trombay
membuat pernyataan bahwa bagaimanapun keadaan yang mungkin akan terjadi,
49
Homi Nusserwanji Sethna, “India's Atomic Energy Programme Past and Future,” Journal
of International Atomic Energy Agency, Volume 21, No. 5, [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.iaea.org/sites/default/files/publications/magazines/bulletin/bull21-
5/21505090211.pdf; Internet; diunduh pada 10 Desember 2018, 4. 50
Taraknath V.K. Woddi, William S. Charlton, dan Paul Nelson, India's Nuclear Fuel
Cycle: Unraveling the Impact of the U.S.-India Nuclear Accord (Texas: Morgan & Claypool
Publishers, 2009), 8-9.
29
India tidak akan pernah mengalihkan energi atomnya untuk tujuan selain damai.
Bahkan pada saat melakukan pembicaraan di Dewan Rakyat India pada 24 Juli
1957, Nehru mengulangi pernyataan tentang penggunaan energi nuklir damai.
Nehru berbicara bahwa India tidak akan tertarik dalam pembuatan bom meskipun
nantinya memiliki kapasitas untuk melakukannya. Nehru juga berharap bahwa
kedepannya pemerintah yang memimpin India tetap akan berpegang teguh pada
kebijakan nuklir yang damai.51
Meskipun sejak awal Perdana Menteri pertama India mempertegas bahwa
India kedepannya tidak akan menggunakan nuklir untuk pengembangan senjata.
Tetapi segala kemungkinan dan situasi yang berbeda dapat mengubah haluan
India dalam pemanfaatan nuklir. India pada akhirnya berhasil melakukan
beberapa kali uji coba ledakan bom nuklir yang mengejutkan dunia.
1. Ledakan Bom Nuklir Pertama India (Pokhran-I)
India pada 18 Mei 1974 melakukan uji coba ledakan nuklir pertamanya di
padang gurun daerah Pokhran, Rajasthan. Pemerintah India menyebut ledakan
tersebut sebagai ledakan nuklir yang damai. Ledakan nuklir tersebut diberi nama
Smiling Buddha ataupun dapat juga dikenal dengan nama kode ledakan sebagai
Pokhran I. Keberhasilan India menguji coba bom nuklir membuatnya masuk
dalam jajaran kekuatan nuklir keenam dunia setelah Amerika Serikat, Inggris, Uni
Soviet, Perancis, dan Tiongkok.52
51
Prashant Agarwal, India's Nuclear Development Plans and Policies: A Critical Analysis,
21. 52
IndiaToday.in, “Pokhran I: India's first nuclear bomb test was carried out underground
and code named 'Smiling Buddha,” IndiaToday.in News, 18 Mei 2016; tersedia di
https://www.indiatoday.in/education-today/gk-current-affairs/story/pokharan-i-first-nuclear-
atomic-bomb-test-of-india-324141-2016-05-18; diakses pada 15 Desember 2018.
30
Bom nuklir berhasil didapatkan India dari reaktor CIRUS yang dimilikinya.
Reaktor CIRUS memiliki kemampuan dalam melakukan pemrosesan ulang yang
dapat menghasilkan plutonium. Dengan plutonium tersebut India dapat
menggunakannya untuk membangun perangkat peledak nuklir yang mana
digunakan dalam ledakan Pokhran I.53
Plutonium yang dihasilkan CIRUS
kemudian diekstrak oleh pabrik di Trombay yang dibangun oleh Bhabha pada
tahun 1958. Pabrik tersebut dipasangkan dengan CIRUS yang diberi nama
Phoenix dan memberikan India plutonium senjata tingkat pertamanya.54
Berdasarkan laporan yang ditulis komunitas intelijen Amerika Serikat, uji
coba bom nuklir India 1974 menghasilkan sebuah kawah yang memiliki
kedalaman sekitar 10 meter dengan radius antara 47 dan 75 meter. Perangkat
nuklir tersebut diledakan di dataran Pokhran dengan cara dilemparkan dengan
poros vertikal.55
Uji coba senjata nuklir India dengan ledakan bom di Pokhran
tersebut berhasil menunjukkan kemampuan nuklir India. Senjata nuklir yang
digunakan dalam ledakan tersebut oleh pemerintah India dinyatakan bukan bom
yang dapat dikirimkan. Pemerintah India menyebut ledakan tersebut adalah uji
coba yang damai dan sengaja dirancang untuk belajar dalam penggunaan ledakan
nuklir yang damai.56
53
David Bodansky, Nuclear Energy: Principles, Practices, and Prospects (New York:
Springer-Verlag, 2004), 530. 54
George Perkovich, India's Nuclear Bomb: The Impact on Global Proliferation, 28. 55
FAS, “First Nuclear Test at Pokhran in 1974,” Federation of American Scientists, 04 Juli
2000; tersedia di https://fas.org/nuke/guide/india/nuke/first-pix.htm; diakses pada 17 Desember
2018. 56
Michael Kort, Weapons of Mass Destruction, (New York: Infobase Publishing, 2010),
99.
31
Ketetapan India meledakan bom nuklir salah satunya didorong oleh
keputusannya untuk menjadi independen dari campur tangan Barat. Seperti
keputusan India pada tahun 1968 untuk menolak penandatanganan NPT.57
Penolakan NPT tersebut memiliki hubungan dalam upaya India menguji coba
ledakan nuklir. NPT menurut Menteri Luar Negeri India pada saat itu, M.C.
Chagla, memiliki sifat yang diskriminatif. Negara non-nuklir harus tunduk
dibawah pengawasan dan inspeksi sedangkan negara-negara senjata nuklir
(Amerika Serikat, Cina, Prancis, Uni Soviet, dan Inggris) memiliki kelonggaran
dalam pengawasan. India juga bertanya-tanya mengapa negara senjata nuklir
dapat melakukan Peaceful Nuclear Explosion (PNE) atau ledakan nuklir damai
sedangkan India tidak. Oleh karenanya, hal ini mendorong India untuk melakukan
ledakan nuklir 1974 yang mana India menyatakan bahwa ia berhak untuk
melakukan ledakan nuklir damainya sendiri.58
Keputusan lain yang membuat India merancang senjata nuklir dan
melakukan uji coba bom nuklir yaitu dipengaruhi oleh Tiongkok. Hubungan India
dan Tiongkok memburuk disebabkan perang perbatasan pada Oktober 1962.
Ketegangan terus meningkat dengan manuver serangan Tiongkok sampai pada 22
November 1962 perang berakhir dengan kemenangan Tiongkok. Sejak saat itu
hubungan India dan Tiongkok tetap membeku sampai akhir 1970-an.59
57
Atomic Heritage Foundation, "Atomic Heritage Foundation," Article of Atomic Heritage
Foundation, 23 Agustus 2018 [artikel on-line]; tersedia di
https://www.atomicheritage.org/history/indian-nuclear-program; diakses pada 17 Desember 2018. 58
Duane Bratt, The Politics of CANDU Exports (Toronto: University of Toronto Press,
2006), 124. 59
Hongzhou Zhang dan Mingjiang Li, “Sino-Indian Border Disputes,” Journal of Istituto per gli
Studi di Politica Internazionale (ISPI), No. 181, Juni 2013 [jurnal on-line]; tersedia di
32
Dilematis India terhadap Tiongkok berlanjut di tahun 1964 yang mana
Tiongkok untuk pertama kalinya melakukan uji coba bom nuklir. Hal itu memicu
debat nuklir di lingkup domestik India seperti media India, berbagai partai politik
termasuk mayoritas anggota Komite Kongres India, dan banyak pembuat opini
publik berpengaruh bereaksi tajam menuntut pembuatan senjata nuklir oleh India.
Pada akhirnya di tahun 1965, Shastri Perdana Menteri India yang memimpin saat
itu mengesahkan untuk melakukan proyek ledakan nuklir bawah tanah India.
Proyek ledakan tersebut yang akhirnya dikenal sebagai ledakan nuklir damai
1974.60
2. Ledakan Bom Nuklir Kedua India (Pokhran-II)
Dua dekade setelah ledakan nuklir pertama India, di tahun 1998 India
melakukan ledakan bom nuklir yang kedua. India melakukan lima serangkaian
ledakan nuklir yang dilakukan pada 11 dan 13 Mei 1998 di daerah Pokhran,
Rajasthan India. Uji coba ledakan nuklir tersebut diberi nama Operation Shakti
yang mana Shakti memiliki arti sebagai kekuatan, dan diberi kode ledakan sebagai
Pokhran II. Berbeda dengan ledakan yang dilakukan tahun 1974 yang dijelaskan
sebagai ledakan damai, Pokhran II tidak diberi klaim sebagai uji ledakan damai
tetapi sebagai uji senjata. 61
https://www.ispionline.it/sites/default/files/pubblicazioni/analysis_181_2013.pdf; Internet;
diunduh pada 17 Desember 2018, 6. 60
Dipmala Roka, “India's Nuclearization Process: Pokhran I and II,” International Journal
of Current Research, Volume 6, No. 04, April 2014 [jurnal on-line]; tersedia di
http://www.journalcra.com/sites/default/files/5392.pdf; Internet; diunduh pada 25 Desember 2018,
6454-6455. 61
Nuclear Weapon Archive, “India's Nuclear Weapons Program Operation Shakti: 1998,”
Article of Nuclear Weapon Archive, 30 Maret 2001 [artikel on-line]; tersedia di
https://nuclearweaponarchive.org/India/IndiaShakti.html; diakses pada 25 Desember 2018.
33
Setelah melakukan uji coba ledakan nuklir Pokhran II, pemerintah India
dengan berani secara de facto menyatakan India sebagai negara bersenjata nuklir.
Hal ini disampaikan oleh Perdana Menteri India Atal Behari Vajpayee yang
mengatakan bahwa:62
“India is now a nuclear weapon state. This is a reality that cannot be
denied. It is not a conferment that we seek; nor is it a status for others
to grant. It is an endowment to the nation by our scientists and
engineers. It is India's due, the right of one-sixth of humankind. Our
strengthened capability adds to our sense of responsibility. We do not
intend to use these weapons for aggression or for mounting threats
against any country, these are weapons of self-defence, to ensure that
India is not subjected to nuclear threats or coercion. We do not intend
to engage in an arms race.”
Terjemahan:
[India sekarang menjadi negara senjata nuklir. Ini adalah kenyataan
yang tidak dapat disangkal. Ini bukan penganugerahan yang kita cari;
juga bukan status yang orang lain berikan. Ini adalah sumbangan bagi
bangsa oleh para ilmuwan dan insinyur kami. Ini adalah hak yang
dimiliki India, hak seperenam umat manusia. Kemampuan kami yang
diperkuat dengan menambah rasa tanggung jawab kami. Kami tidak
bermaksud menggunakan senjata-senjata ini untuk agresi atau untuk
meningkatkan ancaman terhadap negara manapun, ini adalah senjata
pertahanan diri, untuk memastikan bahwa India tidak menjadi sasaran
ancaman nuklir atau pun kekerasan. Kami juga tidak bermaksud untuk
terlibat dalam perlombaan senjata].
Kebijakan India untuk melakukan uji coba nuklirnya lagi di tahun 1998 dan
upayanya menjadi kekuatan nuklir sangat dipengaruhi oleh pemerintah dan partai
yang berkuasa pada masa itu. Bharatiya Janata Party atau BJP menjadi partai
yang berkuasa dengan kepemimpinan di tangan Atal Behari Vajpayee. Partai ini
telah lama menjadi pendukung utama India dalam memiliki senjata nuklir. BPJ
62 Parliament of India, Lok Sabha House of The People, “Made a statement on nuclear tests
in Pokhran,” Document of Indian Government; 27 Mei 1998 tesedia di
http://164.100.47.194/Loksabha/Debates/Result12.aspx?dbsl=248; diakses pada 25 Desember
2018.
34
juga memiliki niatan untuk membawa India dalam mencapai perannya sebagai
kekuatan utama dalam politik dunia dengan kemampuan nuklirnya.63
Pemilihan
dari bulan Februari-Maret 1998 menghasilkan kemenangan dengan pemerintahan
dikuasai oleh BJP. Partai ini selama masa kampanye mengeluarkan janji untuk
meninjau kembali segala opsi penggunaan nuklir. Pemerintahan BJP yang
dipimpin oleh Vajpayee selang beberapa bulan kepemimpinan merealisasikan
penggunaan nuklir dengan melakukan uji coba nuklir Pokhran II.64
Faktor yang mendorong BJP melakukan uji coba nuklir India di tahun 1998
salah satunya didorong oleh ketakutan akan eksistensi nuklir Pakistan. BJP
memiliki kekhawatiran dengan kolaborasi nuklir Pakistan-Tiongkok yang dapat
mengganggu keamanan India. Sejak tahun 1980-an Tiongkok terus membantu
Pakistan dalam membangun nuklir.65
Kekhawatiran semakin diperparah dengan
uji coba rudal balistik jarak menengah Pakistan pada tanggal 6 April 1998 yang
diberi nama Ghauri. Rudal tersebut memiliki jangkauan mencapai 1.500 kilometer
yang mana dapat menjangkau dua puluh enam kota yang ada di India. Ketakutan
tersebut pada akhirnya mendorong Perdana Menteri Atal Behari Vajpayee untuk
juga melakukan uji coba senjata nuklir India.66
63
Damodar R. SarDesai dan Raju G. C. Thomas, Nuclear India in the Twenty-First Century
(New York: Palgrave-Macmillan, 2002), 94. 64
Bhumitra Chakma, “Toward Pokhran II: Explaining India's Nuclearisation Process,”
Journal of Modern Asian Studies, Volume 39, No. 01, Februari 2005 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.jstor.org/stable/3876511; Internet; diunduh pada 28 Desember 2018, 232. 65
Damodar R. SarDesai dan Raju G. C. Thomas, Nuclear India in the Twenty-First
Century, 96. 66
Sumit Ganguly, “India's Pathway to Pokhran II: The Prospects and Sources of New
Delhi's Nuclear Weapons Program,” Journal of International Security, Volume 23, No. 4, 1999
[jurnal on-line]; tersedia di https://www.jstor.org/stable/2539297; Internet; diunduh pada 30
Desember 2018, 170-171.
35
C. Doktrin No First Use Nuklir India
Secara de facto, India masuk dalam kategori negara senjata nuklir. Dalam
kepemilikannya terhadap senjata nuklir tersebut, India menerapkan sebuah doktrin
yaitu No First Use dalam kebijakan nuklirnya. No First Use (NFU) adalah
kebijakan ataupun keputusan yang diumumkan oleh beberapa kekuatan nuklir
tentang penggunaan senjata nuklir. Saat ini negara senjata nuklir yang
menerapkan kebijakan tersebut yaitu India dan Tiongkok. Maksud dari kebijakan
NFU adalah bahwa suatu negara tidak akan menggunakan senjata nuklir apabila
terjadi suatu peperangan kecuali negara tersebut lebih dulu diserang atau diancam
dengan senjata nuklir. Negara-negara senjata nuklir lainnya ada juga yang tidak
menerapkan NFU dalam kebijakan nuklir mereka seperti Amerika Serikat,
Pakistan, dan anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang memiliki
senjata nuklir. Mereka secara eksplisit telah mengesampingkan NFU karena
mereka secara terbuka mengklaim bahwa mereka mungkin akan menggunakan
senjata nuklir meskipun diserang dengan menggunakan senjata konvensional.67
Kebijakan NFU India sudah direncanakan sejak masa pemerintahan Atal
Bihari Vajpayee yang mendeklarasikan NFU dan kebijakan untuk tidak melawan
negara-negara non senjata nuklir. NFU disuarakan India setelah uji coba nuklir
1998 dan pernyataan India sebagai negara senjata nuklir. Kebijakan ini akhirnya
diresmikan pada tahun 2003 sebagai doktrin nuklir India. Perdana Menteri
Narendra Modi pada tahun 2014 menegaskan kembali tentang doktrin ini yang
menyatakan bahwa kebijakan NFU adalah gagasan atau ide yang besar dari Atal
67
Rajesh Rajagopalan dan Atul Mishra, Nuclear South Asia: Keywords and Concepts (New
Delhi: Routledge, 2014), 199.
36
Bihari Vajpayee yang mana tidak harus dikompromikan lagi. Menurutnya NFU
menjadi sebuah cerminan dari warisan budaya India.68
Doktrin NFU India dijabarkan oleh pemerintah India dalam pokok-pokok
berikut ini: India akan mempertahankan dan membangun pencegahan minimum
yang kredibel, Tidak mengunakan senjata nuklir untuk melawan negara-negara
non-senjata nuklir, Menjalankan No First Use yang artinya senjata nuklir hanya
digunakan sebagai pembalasan atas serangan nuklir yang terjadi di wilayah India
dan pasukan India di mana saja, Jika India melakukan suatu pembalasan serangan
nuklir maka serangan pertama akan dilakukan sangat besar dan dirancang untuk
menimbulkan kerusakan yang cukup parah, dan Pembalasan serangan nuklir
hanya dilakukan atas izin kepemimpinan politik sipil melalui Nuclear Command
Authority atau Otoritas Komando Nuklir India.69
Kebijakan NFU yang dijalankan India juga memiliki tujuan lain yakni
memberikan gambaran India di mata dunia sebagai negara yang
bertanggungjawab meskipun sampai saat ini tidak menjadi penandatangan NPT.
NFU menjadi upaya yang dibangun India untuk membangun citra sebagai
kekuatan yang moderat dan negara yang bertanggungjawab terhadap senjata
nuklir. Selain itu penerapan kebijakan NFU terhadap senjata nuklir India juga
68
Rishi Paul, Foregrounding India’s Nuclear Responsibilities: Nuclear weapons
possession and disarmament in South Asia (London: BASIC, 2018), 14. 69
Ministry of External Affairs of the Government of India, “The Cabinet Committee on
Security Reviews Perationalization of India‟s Nuclear Doctrine,” Press Releases of Ministry of
External Affairs Government of India, 04 Januari 2003; tersedia di https://mea.gov.in/press-
releases.htm?dtl/20131/The_Cabinet_Committee_on_Security_Reviews_perationalization_of_Indi
as_Nuclear_Doctrine+Report+of+National+Security+Advisory+Board+on+Indian+Nuclear+Doctr
ine; diakses pada 30 Desember 2018.
37
memberikan ruang bagi India untuk terus maju dalam penempatan senjata
nuklirnya.70
D. Kapabilitas Nuklir India
Berdasarkan data dari Stockholm International Peace Research Institute
(SIPRI) mengenai kekuatan nuklir dunia terjadi tren penurunan keseluruhan
senjata nuklir dunia. Total keseluruhan senjata nuklir dunia di tahun 2016
sejumlah 15.395 senjata nuklir mengalami penurunan dari tahun 2015 yang
berjumlah sekitar 15.850 senjata nuklir. Hal ini disebabkan sebagian besar negara
senjata nuklir lebih memilih melakukan pertahanan dan memodernisasi
persenjataan nuklir mereka.71
Meskipun terjadi tren penurunan, India sebagai
negara senjata nuklir terus meningkatkan jumlah persenjataan nuklirnya sebagai
salah satu keamanan negara. Pada tahun 2016 berdasarkan laporan tahunan SIPRI,
diperkirakan India memiliki 110-120 hulu ledak nuklir. Jumlah tersebut
mengalami peningkatan yang mana di tahun 2015 jumlahnya mencapai 90-110
hulu ledak nuklir.72
70
Kumar Sundaram dan M. V. Ramana, “India and the Policy of No First Use of Nuclear
Weapons,” Journal for Peace and Nuclear Disarmament, 09 Februari 2018 [jurnal on-line];
tersedia di https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/25751654.2018.1438737; Internet;
diunduh pada 05 Januari 2019, 12. 71
Shannon Kile dan Hans Kristensen, “Trends in World Nuclear Forces, 2016,” Fact Sheet
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Juni 2016 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.sipri.org/sites/default/files/FS%201606%20WNF_Embargo_Final%20A.pdf;
Internet; diunduh pada 06 Januari 2019, 1. 72
Shannon Kile dan Hans Kristensen, “Trends in World Nuclear Forces, 2016”, 5.
38
Tabel II.D.1 Hulu Ledak Nuklir India 2010-2014
Tahun Perkiraan
Hulu Ledak
2010 60-80
2011 80-100
2012 80-100
2013 80-100
2014 90-100
Sumber: Preeti Panwar, 201573
Tabel di atas memberikan data mengenai peningkatan hulu ledak nuklir
India dari tahun 2010 sampai 2014. Berdasarkan tabel di atas, dari tahun 2011-
2013 tidak terjadi peningkatan dalam jumlah hulu ledak yang dimiliki India.
Peningkatan mulai terlihat memasuki tahun 2014, jumlahnya mulai ditingkatkan
menjadi sekitar 90 sampai 110 hulu ledak nuklir. Di tahun berikutnya sampai pada
2016, India terus berusaha meningkatkan lagi jumlah hulu ledak nuklir yang
dimiliknya seperti data yang disampaikan SIPRI pada paragraf sebelumnya.
Selain meningkatkan jumlah senjata nuklirnya, India juga terus menaikan
anggaran pengeluaran untuk pertahanan dan Defence Research and Development
Organisation (DRDO), seperti yang digambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel II.D.2 Anggaran Pertahanan dan Defence Research and Development
Organisation (DRDO) India 2012-2017
Tahun
Anggaran
Pertahanan (Rupee
in Crore*)
Anggaran DRDO
(Rupee in Crore*)
Sekian Persen dari
Anggaran Militer
2012-13 181766.00 9794.80 5,39 %
2013-14 203499.35 10868.88 5,34 %
73
Preeti Panwar, “Pakistan Has More Nuclear Warheads Than India: SIPRI Report,”
Oneindia News dirilis 30 Agustus 2015 [berita on-line]; tersedia di
https://www.oneindia.com/india/pakistan-has-more-nuclear-warheads-than-india-sipri-report-
1467622.html; Internet; diakses pada 07 Januari 2019.
39
2014-15 222370.00 13257.98 6,05 %
2015-16 224636.00 13277.27 5,91 %
2016-17 249099.00 13365.30 5,37 %
Sumber: Ministry of Defence74
*1 Crore Rupee = 10 juta Rupee
Dengan meningkatkan jumlah senjata nuklir India, pemerintah India juga
melakukan peningkatan anggaran negaranya dalam hal pertahanan. Selama lima
tahun terakhir dari tahun 2012 sampai 2017 seperti tabel di atas, pengeluaran
India dalam pertahanan meningkat secara signifikan. Dalam tahun 2016
pengeluaran pertahanan India menurut SIPRI sebesar 55,9 miliar USD. India
dilaporkan memasuki peringkat kelima terbesar di dunia tahun 2016 dalam
anggaran militer.75
Anggaran pertahanan India tersebut dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa
departemen yang ada di Kementerian Pertahanan India, salah satunya DRDO.
DRDO menjadi salah satu departemen yang penting dari Kementerian Pertahanan
India. Departemen ini memiliki tanggungjawab dalam melaksanakan
pengembangan dan racangan pada produksi sistem senjata India. Salah satunya
bertanggungjawab untuk mengembangkan program nuklir India seperti
pengembangan rudal berkemampuan nuklir dan rudal balistik.76
74
Ministry of Defence of the Government of India, “Forty-Third Report: Standing
Committee on Defence (2017-2018)” dirilis pada Maret 2018 [database on-line]; tersedia di
http://164.100.47.193/lsscommittee/Defence/16_Defence_43.pdf; Internet; diakses pada 07 Januari
2019; 33. 75
IndiaToday.in, “India World's Fifth Largest Military Spender in 2016, Says Report”
IndiaToday.in News, dirilis pada 26 April 2017 [berita on-line]; tersedia di
https://www.indiatoday.in/education-today/gk-current-affairs/story/india-worlds-fifth-largest-
military-spender-973637-2017-04-26; diakses pada 07 Januari 2019. 76
Shane Mason, Military Budgets in India and Pakistan: Trajectories, Priorities, and
Risks," Jurnal The Stimson Center (Washington D.C: Stimson Center, 2016), 32-33.
40
Tabel II.D.3 Kekuatan Nuklir India, 2016
Type Year First
Deployed
Range
(km)
Warhead x Yield
(Kilotons)
No. Of
Warheads
Aircraft:
Shamsher (Jaguar IS/IB) 1981 1.600 1 x bomb 32
Vajra (Mirage 2000H) 1985 1.850 1 x bomb 16
Land-Based Ballistic
Missiles:
Prithvi-2 2003 250 1 x 12 24
Agni-1 2007 > 700 1 x 40 20
Agni-2 2011 > 2.000 1 x 40 8
Agni-3 2014 > 3.200 1 x 40 4
Agni-4 (2016) > 3.500 1 x 40 n.a.
Agni-5 (2017) > 5.200 1 x 40 n.a.
Sea-Based Ballistic
Missiles:
Dhanush 2013 350 1 x 12 2
K-15 (2017) 700 1 x 12 (12)
K-4 n.a. > 3.000 1 x ? n.a.
Total 106 (118)
Sumber: SIPRI Year Book 201677
Tabel di atas menunjukkan tentang kekuatan nuklir India dengan daftar
persenjataan nuklir yang dimilikinya pada tahun 2016. Total dari semua senjata
nuklir India pada tahun 2016 diperkirakan berkisar antara 110-120 hulu ledak.
Berdasarkan data dari SIPRI Yearbook 2016 yang dimuat dalam tabel di atas
terlihat bahwa persenjataan nuklir India berjumlah sekitar 118 hulu ledak.
Sebagian besar senjata nuklir India diyakini berbahan Plutonium. Bhabha Atomic
77
SIPRI, SIPRI Yearbook 2016: Armaments, Disarmament and International Security
[buku on-line] (Oxford: Oxford University Press, 2016, diunduh pada 11 Januari 2019); tersedia di
https://www.sipri.org/sites/default/files/SIPRIYB16c16sVI.pdf; Internet; 642
41
Research Centre (BARC) menjadi tempat produksi Plutonium India dengan
bantuan reaktor CIRUS. Namun pada 2010 reaktor tersebut berhenti beroperasi,
tetapi India tetap memproduksi Plutonium dengan reaktor yang lain yaitu reaktor
Dhruva. Di tahun 2030, India berencana akan memiliki enam reaktor pembiak
cepat yang mana akan meningkatkan kapasitas India dalam memproduksi
Plutonium untuk senjata.78
Setelah di bab ini dijelaskan mengenai perkembangan
dan kapabilitas nuklir yang dimiliki India. Maka di bab selanjutnya akan
memasuki penjelasan mengenai Nuclear Suppliers Group yang mana India
berkeinginan menjadi anggotanya dan keterlibatan India dengan organisasi
tersebut.
78
SIPRI, SIPRI Yearbook 2016: Armaments, Disarmament and International Security, 641-
642.
42
BAB III
NUCLEAR SUPPLIERS GROUP DAN PENDEKATAN KEANGGOTAAN
INDIA
Di dalam bab ini akan dijelaskan sejarah perkembangan, tujuan dan
pedoman yang dimiliki Nuclear Suppliers Group (NSG), struktur dan aktivitas,
serta bagaimana NSG menerapkan kriteria dalam penerimaan keanggotaanya.
Selain itu penulis juga akan menjelaskan tentang interaksi India dalam NSG dan
pengajuan dirinya sebagai anggota di grup tersebut. Terakhir penulis akan
menjelaskan hambatan yang diterima India untuk menjadi anggota NSG.
A. Nuclear Suppliers Group
1. Latar Belakang
Perkembangan nuklir yang terus masif sejak masa Perang Dunia II
mendorong sejumlah negara membentuk kelompok, forum, dan perjanjian yang
mengatur tentang penggunaan dan kepemilikan nuklir. Di awal tahun 1970-an
muncul dua kelompok yang mengelola dan membuat penetapan tentang pedoman
dalam mengekspor nuklir yaitu Zangger Committee dan Nuclear Suppliers Group
(NSG). Kedua kelompok ini berkembang di tahun-tahun setelah Perang Dunia II
untuk melengkapi perjanjian perdagangan nuklir bilateral di dunia. Mereka telah
menjadi patokan dalam memberikan aturan di hampir semua perdagangan
teknologi dan bahan-bahan nuklir.79
79
Mark Hibbs, The Future of The Nuclear Suppliers Group (Washington DC: Carnegie
Endowment for International Peace, 2011) , 5.
43
Nuclear Nonproliferation Treaty (NPT) mengeluarkan sebuah aturan yang
disetujui negara-negara penandatangan dan disebutkan dalam artikel I NPT pasal
III.2 yaitu: 80
“Each State Party to the Treaty undertakes not to provide (a) source
or special fissionable material or (b) equipment or material especially
designed or prepared for the processing, use, or production of special
fissionable material, to any non-nuclear weapon State for peaceful
purposes, unless the source or special fissionable material shall be
subject to the safeguards required by this Article”.
Terjemahan:
[Setiap Negara Pihak pada Perjanjian berjanji untuk tidak
menyediakan (a) sumber atau materi yang dapat dipisahkan secara
khusus atau (b) peralatan atau material yang secara khusus dirancang
atau dipersiapkan untuk pemrosesan, penggunaan, atau produksi
bahan yang dapat dipisahkan secara khusus, untuk setiap negara
senjata non-nuklir dalam tujuan damai, kecuali sumber atau materi
khusus yang dapat dipisahkan tersebut harus tunduk pada
perlindungan yang disyaratkan oleh Pasal ini].
NPT yang dinegosiasikan pada tahun 1968 tersebut memberikan
kesempatan kepada negara-negara non senjata nuklir memiliki teknologi dan
bahan-bahan nuklir untuk tujuan damai dengan cara yang cukup ketat. Ketakutan
akan terjadi penyimpangan dalam menggunakannya dan memungkinkan
munculnya program senjata nuklir, beberapa negara pemasok nuklir yang berada
dalam NPT membentuk Zangger Committee di tahun 1971.81
Di tahun 1974, India yang bukan merupakan negara penandatangan NPT
berhasil merakit dan melakukan ledakan nuklir. Tindakan India tersebut
mengejutkan rezim non proliferasi nuklir dan NPT 1968 yang telah dibuat. Rezim
80
UNODA, “Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT),” United Nations
Office For Disarmament Affairs [artikel on-line]; tersedia di
https://www.un.org/disarmament/wmd/nuclear/npt/text; Internet; diakses pada 03 Februari 2019. 81
Daryl Kimball dan Kelsey Davenport, “The Nuclear Suppliers Group (NSG) at a
Glance,” Fact Sheets and Briefs of Arms Control Association, dirilis 16 Agustus 2017 [database
on-line]; tersedia di https://www.armscontrol.org/factsheets/NSG; Internet; diakses pada 04
Februari 2018.
44
non proliferasi nuklir dan ketetapan NPT 1968 dinilai gagal mencegah munculnya
ledakan nuklir yang datang dari negara-negara baru.82
Keberadaan Zangger Committee ternyata belum cukup mampu dalam
menghalang dan mencegah suatu negara merakit dan melakukan uji coba bom
nuklir. Tidak semua negara berada di bawah pengaturan NPT dan Zangger
Committee serta keberadaan NPT yang masih memiliki penandatangan terbatas.
Oleh karenanya beberapa pemasok utama mencoba untuk lebih fokus dalam
mengawasi dan memanajemen ekspor nuklir dengan membentuk kelompok baru
yang akan mencakup semua pedoman dan penetapan dalam memasok dan
mengontrol ekspor nuklir.83
Kelompok yang baru dibentuk ini disebut sebagai Klub London dengan
maksud bahwa ekspor teknologi dan bahan-bahan nuklir yang dilakukan untuk
tujuan damai tidak disalahgunakan untuk pembuatan senjata nuklir. Negara-
negara pendiri yaitu Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Perancis, Jerman
Barat, dan Uni Soviet rutin melakukan pertemuan dari tahun 1975-1978 di
London. Kelompok negara-negara ini sering disebut sebagai Klub London
dikarenakan seringnya anggota kelompok mengadakan pertemuan di London.
Pertemuan-pertemuan tersebut berhasil menyatukan negara-negara pemasok
utama bahan dan teknologi nuklir serta negara-negara yang tidak tergabung dalam
82
Jita Mishra, The NPT and the Developing Countries (New Delhi: Concept Publishing
Company, 2008), 41. 83
Tadeusz Strulak, “The Nuclear Suppliers Group,” The Nonproliferation Review, Agustus
1993; [jurnal on-line] tersedia di https://www.nonproliferation.org/wp-
content/uploads/npr/strula11.pdf; Internet; diakses pada 06 Februari 2019, 2.
45
NPT. Seiring berjalannya pertemuan, Klub London resmi membentuk diri dan
mengubah kelompok menjadi Nuclear Suppliers Group (NSG).84
Dalam waktu dua tahun, NSG yang semula beranggotakan tujuh negara
pemasok utama nuklir mulai berkembang menjadi kelompok yang cukup besar
dengan beberapa negara yang mulai bergabung. Dari tahun 1976-1977 bergabung
sejumlah negara lain yaitu Belgia, Cekoslowakia, Republik Demokratik Jerman,
Italia, Belanda, Polandia, Swedia, dan Swiss. Kelimabelas negara ini yang
nantinya akan merancang pedoman pertama yang akan dikeluarkan NSG dalam
mengatur transfer nuklir.85
2. Tujuan dan Pedoman NSG
Nuclear Suppliers Group (NSG) menjadi forum internasional yang penting
dari rezim nonproliferasi nuklir yang dibentuk atas dasar kepentingan Nuclear
Nonproliferation Treaty (NPT). NSG memiliki tugas dalam meningkatkan dan
menentukan aturan internasional terhadap ekspor teknologi dan bahan-bahan
pembuatan nuklir.86
Saat ini NSG berkembang dengan partisipasi 48 negara dan
semua anggotanya merupakan penandatangan Perjanjian Nonproliferasi Nuklir.
NSG memiliki tujuan utama yaitu memastikan bahwa negara-negara yang
melakukan perdagangan nuklir menyelaraskan aturan nasional mereka dalam
memasok teknologi dan bahan-bahan nuklir ke negara-negara senjata non-nuklir
84
IAEA, “The Nuclear Suppliers Group: Its Origins, Role and Activities,” International
Atomic Energy Agency, INFCIRC/539/Rev.6, 22 Januari 2015 [dokumen on-line]; tersedia di
https://www.iaea.org/sites/default/files/infcirc539r6.pdf; Internet; diunduh pada 07 Februari 2019,
3. 85
Tadeusz Strulak, “The Nuclear Suppliers Group”, 3. 86
Roland Timerbaev, The Nuclear Suppliers Group: Why and How It Was Created, 1974-
1978 [buku on-line] (Moscow: PIR Center, 2000, diunduh pada 11 Februari 2019); tersedia di
http://www.pircenter.org/media/content/files/9/13464056390.pdf; Internet; 5.
46
di bawah perjanjian NPT serta menjamin kegiatan ekspor maupun impor nuklir
digunakan untuk tujuan damai.87
Untuk mendukung dan mengimplementasikan tujuan NSG maka dibentuk
pedoman yang dapat diikuti negara anggota maupun negara yang memang ingin
menerapkan pedoman tersebut. Pedoman NSG dibuat untuk memfasilitasi kerja
sama nuklir yang dilakukan dengan tujuan damai dapat sejalan dengan aturan dan
norma nonproliferasi nuklir dunia. Selain itu juga untuk memastikan bahwa
negara-negara yang melakukan kerja sama nuklir damai tidak mendapatkan
halangan dan proses yang kurang adil.88
Saat ini teknologi berkembang dengan sangat mutakhir bahkan dalam hal
teknologi nuklir di mana dapat berkembang menjadi senjata nuklir. Untuk itu
pengaturan dalam mengawasi penyebaran teknologi nuklir merupakan bagian dan
tujuan penting untuk nonproliferasi nuklir. Oleh karenanya NSG muncul dengan
dua pedoman sebagai upaya dalam memperkuat rezim nonproliferasi nuklir
global.89
Negara-negara anggota NSG membuat komitmen bersama untuk
membentuk dua set pedoman yang mana dapat diterapkan menjadi sebuah
keputusan nasional masing-masing negara ketika ingin mengekspor barang-
barang yang dikendalikan. Dua pedoman yang dibentuk dan dikeluarkan NSG
yaitu pedoman untuk transfer nuklir atau trigger list dan pedoman untuk transfer
87
Rajesh Rajagopalan dan Atul Mishra, Nuclear South Asia: Keywords and Concepts (New
Delhi: Routledge, 2014), 212. 88
NSG, “Guidelines,” Nuclear Suppliers Group; tersedia di
http://www.nuclearsuppliersgroup.org/en/guidelines; Internet; diakses pada 13 Februari 2019. 89
Jinwon Lee, “Evaluating the Effectiveness of the Nuclear Suppliers Group: A
Functionalist Perspective on the Regime,” The Korean Journal of International Studies, Volume
16, No. 2, August 2018 [jurnal on-line]; tersedia di
http://www.kjis.org/journal/view.html?uid=217&&vmd=Full; Internet; diunduh pada 13 Februari
2019, 173.
47
peralatan, materi, perangkat lunak, dan teknologi yang berkaitan dengan nuklir
atau dual-use items.90
Pedoman pertama yang dikeluarkan oleh NSG pertama kali diliris tahun
1978 yang didiskusikan dengan 15 negara yang sudah bergabung sebelumnya.
Pedoman ini dikirim ke International Atomic Energy Agency (IAEA) dan
diterbitkan sebagai dokumen INFCIRC/254/Bagian 1. Pedoman ini dikeluarkan
sebagai tanggapan impor nuklir India tahun 1974 yang seharusnya bahan-bahan
dan teknologi nuklir yang didapatkannya untuk tujuan damai tetapi dialihkan
menjadi ledakan nuklir. Oleh karenanya daftar pemicu yang berada dalam
pedoman I secara langsung mencakup jenis barang yang digunakan untuk
pendirian dan pengoperasian kegiatan nuklir.91
Pedoman bagian I dari NSG secara khusus dirancang dan dipersiapkan
untuk mengatur ekspor barang yang digunakan sebagai pembuatan nuklir.
Klarifikasi barang-barang yang masuk dalam daftar pemicu (trigger list) adalah
bahan-bahan nuklir; bahan non-nuklir untuk reaktor; reaktor nuklir dan peralatan
yang terkait; instalasi dan peralatan lain yang digunakan sebagai pengayaan,
pemrosesan ulang, dan pengubahan elemen bahan nuklir dan untuk pembuatan
90
NSG, “Guidelines,” Nuclear Suppliers Group; tersedia di
http://www.nuclearsuppliersgroup.org/en/guidelines; Internet; diakses pada 16 Februari 2019. 91
Rajeswari Pillai Rajagopalan dan Arka Biswas, Locating India within the Global Non-
Proliferation Architecture: Prospects, Challenges and Opportunities [buku on-line] (New Delhi:
Observer Research Foundation, 2016, diunduh pada 16 Februari 2019); tersedia di
https://www.orfonline.org/wp-content/uploads/2016/08/ORF_Monograph_NonProliferation.pdf;
Internet; 7.
48
bahan bakar serta produksi air berat; dan segala teknologi yang berhubungan
dengan masing-masing item yang disebutkan sebelumnya.92
Pedoman pertama ini juga mengatur dan mengharuskan eksportir mendapat
jaminan dari pemerintah negara importir bahwa bahan-bahan nuklir yang dibeli
dan masuk daftar pemicu tidak akan dialihkan menjadi kegiatan ledakan nuklir.
Selain itu ditetapkan juga mengenai ketentuan transfer ulang dan menyarankan
negara anggota NSG berhati-hati dalam kegiatan transfer fasilitas, teknologi yang
sensitif, dan bahan yang dapat diubah menjadi senjata.93
Diatur juga bahwa negara
yang melakukan impor barang-barang yang tercantum dalam pedoman I harus
memiliki kepatuhan di bawah perlindungan IAEA yang mencakup segala fasilitas
dan kegiatan nuklir.94
Setelah mengeluarkan Pedoman NSG yang pertama tentang transfer nuklir,
negara-negara anggota tidak melakukan pertemuan secara rutin. Sampai pada
tahun 1991, dunia dikejutkan dengan program senjata nuklir Irak. NSG mulai
melakukan pertemuan membahas tindakan yang dilakukan Irak. Pedoman yang
pertama ternyata tidak cukup dalam mencegah suatu negara mengembangkan
senjata nuklir. NSG akhirnya membuat pedoman yang kedua, pedoman ini
diadopsi pada tahun 1992 setelah menemukan kenyataan bahwa Irak mampu
mewujudkan ambisinya dalam senjata nuklir. Dalam hal ini terungkap Irak secara
92
Ian Anthony, Christer Ahlström, dan Vitaly Fedchenko, Reforming Nuclear Export
Controls: The Future of the Nuclear Suppliers Group (New York: Oxford University Press, 2007),
19. 93
Ian Anthony, Christer Ahlström, dan Vitaly Fedchenko, Reforming Nuclear Export
Controls: The Future of the Nuclear Suppliers Group, 20. 94
Daryl Kimball dan Kelsey Davenport, “The Nuclear Suppliers Group (NSG) at a
Glance,” Fact Sheets and Briefs of Arms Control Association, 16 Agustus 2017; tersedia di
https://www.armscontrol.org/factsheets/NSG; Internet; diakses pada 18 Februari 2019.
49
rahasia menggunakan impor barang-barang yang tidak tercakup dalam daftar
pemicu yang ada.95
Irak yang merupakan penandatangan NPT secara mengejutkan telah
mengembangkan program senjata nuklir secara rahasia. Irak berhasil
mengembangkan senjata nuklir dari barang-barang penggunaan ganda yang tidak
tercantum dalam pedoman pertama NSG atau item-item yang tidak masuk trigger
list. Hal ini akhirnya mendorong NSG yang memiliki komitmen terhadap non
proliferasi nuklir untuk membentuk pedoman selanjutnya. Untuk memastikan juga
apa yang dilakukan Irak tidak terulang oleh negara lain dan juga membuat
pengendalian yang lebih ketat.96
Pedoman NSG yang kedua ini berisi pengaturan untuk transfer barang-
barang penggunaan ganda dan terdapat daftar sekitar 65 item yang terdiri dari
bahan, peralatan, dan teknologi. Pedoman NSG bagian kedua yang telah dibuat
tersebut dikirim ke IAEA dan diterbitkan pada bulan Juli 1992 sebagai
INFCIRC/254/Bagian 2. Pedoman ini memiliki prinsip dasar di mana mewajibkan
pemasok untuk tidak mentransfer barang-barang pengunaan ganda jika:97
“1) they are to be used in nuclear explosive activities or in an
unsafeguarded nuclear fuel cycle; 2) there is unacceptable risk of
their diversion to such activities; or 3) their transfer would be
contrary to the objective of averting the proliferation of nuclear
weapons.”
95
Jeffrey W. Knopf, International Cooperation on WMD Nonproliferation (Georgia:
University of Georgia Press, 2016), 27. 96
Berhanykun Andemicael dan John Mathiason, Eliminating Weapons of Mass
Destruction: Prospects for Effective International Verification (New York: Palgrave Macmillan,
2005), 89. 97
Tadeusz Strulak, “The Nuclear Suppliers Group”, 5.
50
Terjemahan:
[1) mereka akan digunakan dalam kegiatan ledakan nuklir atau pada
siklus bahan bakar nuklir yang tidak dijaga; 2) ada risiko yang tidak
dapat diterima dari pengalihan mereka ke aktivitas semacam itu; atau
3) pemindahan mereka akan bertentangan dengan tujuan mencegah
proliferasi senjata nuklir.]
Di dalam situs web resmi NSG juga disebutkan lampiran kategori dari
Pedoman NSG yang kedua. Lampiran tersebut mencantumkan barang-barang
dual-use yang terdiri dari: bahan; peralatan industri; peralatan yang berhubungan
dengan produksi air berat (selain yang ada dalam daftar pemicu); peralatan dan
komponen pemisah isotop uranium98
(selain yang ada dalam daftar pemicu);
peralatan uji dan pengukuran dalam pengembangan perangkat peledak nuklir; dan
komponen dalam perangkat peledak nuklir.99
3. Struktur dan Aktivitas NSG
Negara peserta NSG menerapkan Pedoman NSG melalui hukum nasional
dan prosedur administratif mereka. Biasanya mereka akan mengirim surat
kepatuhan yang menyatakan bahwa dari tanggal tertentu mereka akan menerapkan
langkah-langkah yang tercantum dalam INFCIRC/254 kepada Direktur Jenderal
IAEA. INFCIRC/254 adalah Pedoman pertama NSG terkait transfer nuklir.
Namun, masalah keanggotaan dan apa yang diperlukan muncul karena diawal-
awal grup ini terbentuk para peserta jarang mengadakan pertemuan. Setelah tahun
1991, negara-negara anggota NSG mulai rutin melakukan pertemuan. Mereka
98
Pemisahan isotop merupakan suatu cara meningkatkan konsentrasi isotop unsur kimia
dari isotop lainnya. Contohnya yaitu pemisahan uranium alam menjadi uranium yang diperkaya
dan uranium terdeplesi. Hal itu merupakan proses yang sangat penting dilakukan dalam pembuatan
senjata nuklir. 99
NSG, “Guidelines,” Nuclear Suppliers Group; tersedia di
http://www.nuclearsuppliersgroup.org/en/guidelines; Internet; diakses pada 19 Februari 2019.
51
merasa perlu adanya pertemuan rutin untuk membahas isu-isu yang ada, tentang
bagaimana negara-negara anggota menjalankan bisnis mereka, dan bagaimana
negara-negara baru dapat diizinkan dalam kegiatan NSG.100
NSG mengambil keputusan dan bekerja berdasarkan konsensus.
NSG
dipimpin oleh seorang ketua yang mana kursi ketua NSG setiap tahun berganti
secara ad hoc. Setiap anggota diberikan kebebasan untuk menunjuk diri menjadi
ketua NSG yang mana keputusannya akan dicapai secara konsensus.101
NSG
memiliki struktur organisasi dan aktivitas kerja yang dibagi dalam berbagai
kegiatan. Struktur organisasi NSG terdiri dari NSG Plenary, NSG Troika, NSG
Consultative Group, NSG Information Exchange Meeting, NSG Licensing and
Enforcement Experts Meeting, NSG Technical Experts Group, dan NSG Point of
Contact.102
Pertama, NSG Plenary merupakan pleno yang dilakukan setahun sekali
dengan fokus agenda pada laporan-laporan dari badan dan ketua NSG. Dilakukan
juga diskusi mengenai perkembangan nuklir dan tren proliferasi yang dibahas
pada pleno tahun sebelumnya untuk dapat direfleksikan bagi tahun mendatang.
Kedua, NSG Troika yang terdiri dari ketua NSG tahun sebelumnya, saat ini, dan
tahun berikutnya. Memiliki tugas dalam melakukan kegiatan penjangkauan
dengan negara non-anggota. Ketiga, NSG Consultative Group (CG) memiliki
100
Ian Anthony, Christer Ahlström, dan Vitaly Fedchenko, Reforming Nuclear Export
Controls: The Future of the Nuclear Suppliers Group, 24. 101
NSG, “FAQ NSG,” Nuclear Suppliers Group; tersedia di
http://www.nuclearsuppliersgroup.org/en/about-nsg/nsg-faq; Internet; diakses pada 23 Februari
2019. 102
IAEA, “The Nuclear Suppliers Group: Its Origins, Role and Activities,” International
Atomic Energy Agency, INFCIRC/539/Rev.6, 22 Januari 2015 [dokumen resmi on-line]; tersedia
di https://www.iaea.org/sites/default/files/infcirc539r6.pdf; Internet; diakses pada 25 Februari
2019, 6-7.
52
masa jabatan satu tahun dengan tugas mengadakan konsultasi terkait isu-isu yang
berhubungan dengan Pedoman tentang pasokan nuklir dan lampiran teknisnya.
Keempat, NSG Information Exchange Meeting (IEM) memiliki masa jabatan
setahun. IEM dilakukan selama minggu-minggu sebelum pleno tahunan NSG
dimulai. Dalam IEM akan dilakukan pertukaran informasi dan perkembangan
terkait isi dan tujuan Pedoman NSG oleh negara-negara anggota.103
Kelima, NSG Licensing and Enforcement Experts Meeting (LEEM) bertugas
membahas hal-hal terkait penengakan hukum yang efektif dan praktik perizinan.
LEEM berada di bawah mandat IEM. Hasil diskusi LEEM akan dilaporkan pada
Pleno melalui ketua IEM. Keenam, NSG Technical Experts Group (TEG)
melakukan pertemuan untuk membahas dan membuat saran kepada CG terkait
masalah teknis. Atas permintaan CG, TEG memiliki tugas untuk memastikan
daftar kontrol NSG lengkap dan sesuai dengan kemajuan teknik saat ini. Ketujuh,
NSG Point of Contact dipegang oleh Jepang dengan misi permanen dalam
organisasi internasional di Wina dan menjalankan fungsi dukungan praktis.
Tugasnya menerima dan menyebarkan dokumen NSG, menginformasikan jadwal
pertemuan, menyimpan catatan resmi, dan memberikan bantuan praktis serta
logistik kepada Pleno, ketua CG dan IEM, ketua LEEM dan TEG, serta ketua
setiap kelompok kerja yang ditetapkan Pleno.104
4. Keanggotaan NSG
NSG sampai pertengahan tahun 2018 saat ini telah memiliki 48 negara yang
berpartisipasi. Sebagian besar negara yang berada dalam NSG adalah negara
103
IAEA, “The Nuclear Suppliers Group: Its Origins, Role and Activities”, 6. 104
IAEA, “The Nuclear Suppliers Group: Its Origins, Role and Activities”, 6-7.
53
utama penyuplai nuklir dan negara yang ingin memiliki kepatuhan dalam menjaga
nonproliferasi nuklir. Berikut ini daftar perkembangan anggota NSG dari tahun
1977-2018 seperti yang dijabarkan dalam tabel III.A.4, sebagai berikut:
Tabel III.A.4 Pengembangan Anggota NSG
Tahun Negara Yang Berpartisipasi
1977 Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Uni Soviet,
Kanada, Perancis, Republik Federasi Jerman (7)
1982
Belgia, Republik Demokratik Jerman, Itali,
Polandia, Swiss, Australia, Cekoslowakia, Belanda,
Swedia, Finlandia (17)
1987 Denmark, Hungaria, Luksemburg, Bulgaria, Yunani,
Irlandia (23)
1992 Norwegia, Rumania, Austria, Portugal, Spanyol
(27)105
1997 Brazil, Selandia Baru, Ukraina, Argentina, Korea
Selatan, Afrika Selatan (34)106
2002 Siprus, Latvia, Turki, Belarus, Kazakhstan, Slovenia
(40)
2004 Estonia, Tiongkok, Malta, Lithuania (44)
2005 Kroasia (45)
2009 Islandia (46)
2013 Meksiko, Serbia (48)
Sumber: Oliver Meier, 2014107
dan Nuclear Suppliers Group108
Perluasan dan pembesaran keanggotaan dalam suatu rezim atau organisasi
contohnya seperti di NSG merupakan tujuan yang penting. Seperti yang terlihat
105
Seharusnya anggota ada 28 tetapi menjadi 27 karena pada tahun 1990 Republik Federasi
Jerman dan Republik Demokratik Jerman bersatu, dan Rusia di tahun 1991 menggantikan Uni
Soviet di NSG. 106
Pada tahun 1992 Cekoslowakia terpisah menjadi negara Ceko dan Republik Slovakia
dalam keanggotaan NSG. 107
Oliver Meier, Technology Transfers and Non-Proliferation: Between Control and
Cooperation (New York: Routledge, 2014), 124. 108
NSG, “Prague 2013 Plenary” [database on-line] tersedia di
http://www.nuclearsuppliersgroup.org/images/Files/Documents-page/Public_Statements/2013-06-
Prague-NSG_6_PUBLIC_STATEMENT_HOD_final.pdf; Internet; diunduh pada 10 Maret 2019
54
pada tabel di atas, partisipasi negara terus berkembang secara signifikan dalam
keanggotaan NSG. Ini merupakan hal yang penting apalagi NSG merupakan
organisasi yang menaungi ekspor nuklir. NSG membutuhkan banyak negara untuk
berpartisipasi menjadi anggotanya agar dapat sama-sama mematuhi pedoman dan
aturan sehingga ekspor nuklir yang dilakukan secara ilegal dapat dikendalikan
secara efektif.109
Dari faktor ekonomi dan keamanan, pembesaran keanggotaan dalam NSG
juga merupakan hal yang penting. Pertumbuhan perdagangan terkait nuklir di
masa depan masih akan terus tumbuh. Pasar nuklir yang menjanjikan ini dapat
dijaga dan dikontrol dengan mudah jika berada dalam suatu sistem. NSG menjadi
organisasi yang tepat karena menetapkan seperangkat pedoman dan aturan yang
komprehensif dan mencegah terjadinya penyimpangan perdagangan dalam pasar
nuklir. Secara keamanan, perluasan anggota dalam NSG menjadi masuk akal
karena mendorong semakin banyak negara untuk berada dalam koridor yang
benar terkait perdagangan nuklir. NSG juga menjadi kontrol keamanan di mana
memiliki seperangkat pedoman yang memenuhi syarat sebagai alat nonproliferasi
nuklir yang efektif saat ini dan telah bertahan sejak lama.110
NSG dalam memperluas keanggotaannya menetapkan beberapa aturan yang
harus dipenuhi jika suatu negara ingin menjadi anggota di NSG. Sesuai dengan
yang dirilis dalam situs web NSG terdapat beberapa persyaratan diantaranya:
109
Jinwon Lee, “Evaluating the Effectiveness of the Nuclear Suppliers Group: A
Functionalist Perspective on the Regime”, 190. 110
Thomas Berndorfer, Nuclear Commerce: Control Regime and the Non-Proliferation
Treaty (Hamburg: Diplomica Verlag Gmbh, 2008), 112.
55
1. Kemampuan dalam memasok barang sesuai yang di lampirkan dalam
Bagian 1 dan 2 Pedoman NSG;
2. Memiliki penegakan dalam sistem kontrol ekspor yang berbasis hukum
dan berjalan sesuai dengan Pedoman NSG;
3. Menjalankan kepatuhan terhadap Pedoman NSG;
4. Patuh terhadap satu atau lebih dari NPT seperti Traktat Pelindaba,
Tlatelolco, Rarotonga, Bangkok, Semipalatinsk, dan memiliki kepatuhan
yang penuh dengan perjanjian tersebut;
5. Mendukung upaya internasional untuk mencegah pengembangan senjata
pemusnah massal dan sarana pengiriman mereka.
Secara keseluruhan, dasar inti dari persyaratan menjadi anggota NSG seperti yang
disebutkan di atas adalah suatu negara harus tunduk dalam upaya nonproliferasi
nuklir sebagai senjata pemusnah massal. Kemudian, suatu negara juga harus
menjadi penandatangan NPT dan berada dalam kepatuhan perjanjian terkait
nonproliferasi nuklir. 111
B. Interaksi India dengan NSG
Hubungan India dengan NSG dimulai sejak 2003-2004 di mana waktu itu
India memutuskan mengirim perwakilannya dalam seminar NSG. Di tahun 2004
ketua NSG pada waktu itu yakni Chang-Beom Cho dari Korea Selatan melakukan
kunjungan ke India dan menjalin pembicaraan pertama antara India dengan
111
NSG, “Participants,” [database on-line] tersedia di
http://www.nuclearsuppliersgroup.org/en/about-nsg/participants1; Internet; diakses pada 10 Maret
2019.
56
NSG.112
Dalam pertemuan tersebut diputuskan bahwa akan dilakukan dialog
secara teratur antara NSG dan India. Pertemuan tersebut diinisiatifkan oleh NSG
dengan tujuan saling bertukar pandangan mengenai nonproliferasi nuklir dan
penggunaan nuklir damai untuk energi.113
Pertemuan tersebut menjadi bagian dari salah satu program NSG yaitu
Dialog NSG. Program tersebut menjadi upaya penjangkauan NSG terhadap
negara non-anggota untuk dapat terlibat dalam konsultasi. Kekhawatiran
proliferasi dan merasa perlu adanya jalinan komunikasi terhadap negara non-
anggota mendorong dibentuknya program tersebut. Dialog NSG dibentuk sejak
tahun 2001 yang mana ketua NSG akan diberi wewenang untuk membentuk
kelompok konsultatif yang akan terlibat dalam kegiatan Dialog NSG.114
Interaksi India dengan NSG bukan hanya sekedar melalui Dialog NSG, di
tahun 2008 India mendapatkan pengabaian khusus. Pengabaian khusus ini
membuat India dapat berpartisipasi dalam perdagangan nuklir dengan negara-
negara NSG.115
Pengabaian khusus atau India Waiver yang didapatkan India
112
Arun Vishwanathan, “India and the Nuclear Suppliers Group: From Estrangement to
Engagement?.” Bab Sembilan di India in a Changing Global Nuclear Order, ed. Arvind Gupta
(New Delhi: Academic Foundation, 2009, diunduh 13 Maret 2019) [buku on-line]; tersedia di
https://id.scribd.com/document/324402105/India-and-the-Nuclear-Suppliers-Group-From-
Estrangement-to-Engagement-Book-Chapter; Internet; 122. 113
Ministry of External Affairs of the Government of India, “On visit of a delegation of
Nuclear Suppliers Group (NSG) Troika,” dirilis 08 April 2004; tersedia di
https://www.mea.gov.in/press-
releases.htm?dtl/7650/On+visit+of+a+delegation+of+Nuclear+Suppliers+Group+NSG+Troika;
Internet; diakses pada 15 Maret 2019. 114
R. Ramachandran, "India and the Nuclear Suppliers Group," The Hindu Newspaper,
dirilis pada 25 April 2005; [berita on-line] tersedia di
https://www.thehindu.com/2005/04/25/stories/2005042505901100.htm; Internet; diakses pada 18
Maret 2019. 115
Rajeswari Pillai Rajagopalan dan Arka Biswas, “India's Membership to the Nuclear
Suppliers Group,” Journal of Observer Research Foundation, No. 141, Mei 2016 [jurnal online];
tersedia di https://www.orfonline.org/wp-content/uploads/2016/05/ORF_Issue_Brief_141.pdf;
Internet; diunduh pada 21 Maret 2019, 2-3.
57
merupakan hasil dari proses kerja sama nuklir India dengan Amerika Serikat.
Presiden Amerika Serikat (AS) dan Perdana Menteri India pada waktu itu yakni
George W. Bush dan Manmohan Singh di tahun 2005 mengumumkan kerja sama
nuklir. Hal itu juga menandakan berakhirnya isolasi India selama tiga dekade
terhadap sanksi yang di dapat India setelah uji coba nuklirnya di tahun 1974.116
NSG merilis dokumen yang berisi ketentuan dalam menjalin kerja sama
nuklir sipil dengan India. Terdapat beberapa ketentuan, untuk India ada beberapa
ketentuan yang diberikan diantaranya India harus memisahkan fasilitas nuklir
sipilnya dibawah kontrol IAEA dan berkewajiban mematuhi pedoman dan daftar
kontrol ekspor yang ada dalam NSG. Sedangkan untuk negara anggota NSG yang
ingin menjalin kerja sama dengan India memiliki beberapa ketentuan juga, salah
satu diantaranya pemerintah yang berpartisipasi harus melaporkan dan
memberitahu tentang transfer yang diberikan kepada India. Konsultasi dan
laporan tersebut dilakukan dalam setiap pertemuan Pleno NSG.117
Setelah mendapatkan perlakuan khusus dari NSG dibandingkan negara non-
NPT lainnya, India selanjutnya mencari status keanggotaan dalam NSG. Pada 12
Mei 2016 India mengajukan aplikasi keanggotaan ke dalam NSG. Pengajuan ini
juga dilakukan dengan pendekatan dan jangkauan diplomatik ke semua negara
anggota NSG dengan memberi pemahaman guna mendukung India menjadi
116
Sario Bano, “India and the Nuclear Supplier Group (NSG) Membership”, 61 117
OECD-NEA, “Statement on Civil Nuclear Cooperation with India,” Dokumen resmi
Nuclear Suppliers Group’s, [database on-line] 10 September 2008; tersedia di https://www.oecd-
nea.org/law/nlbfr/documents/083_085_NSG.pdf; Internet; diunduh pada 21 Maret 2019.
58
anggota dalam kelompok tersebut.118
Subrahmanyam Jaishankar, Menteri Luar
Negeri India menulis surat kepada ketua NSG menyatakan bahwa keputusan India
mencari status keanggotaan dalam NSG merupakan bentuk upaya India dalam
mendukung nonproliferasi nuklir dan partisipasinya dalam keanggotaan NSG
akan memperkuat dalam mencegah perkembangan senjata nuklir.119
Upaya India untuk menjadi anggota NSG juga didukung luar biasa oleh
negara-negara kunci dalam grup tersebut seperti Amerika Serikat, Perancis,
Inggris, Rusia, Kanada, Australia, dan Meksiko. Andrew Shearer, mantan
penasihat kebijakan luar negeri untuk Perdana Menteri Australia pada masa John
Howard dan Tony Abbott menyatakan bahwa inklusi India sangat diperlukan
apalagi India terlibat dalam perdagangan nuklir dan ekspor uranium maka perlu
berada di bawah lingkup NSG. Sebagai tambahan, meskipun India bukan negara
penandatangan NPT tetapi India memiliki kepatuhan dan catatan yang baik dalam
nonproliferasi.120
C. Hambatan India Menjadi Anggota NSG
Aplikasi keanggotaan India dibahas dalam rapat Pleno yang diadakan di
Seoul, Korea Selatan pada 23-24 Juni 2016 tidak menghasilkan keputusan
keanggotaan India. Keputusan yang diambil berdasarkan konsensus tidak
menghasilkan suara bulat terhadap aplikasi India. Ada beberapa negara yang
118
Ministry of External Affairs of the Goverment of India, “Nuclear Suppliers Group
Membership,” [database on-line] dirilis 20 Juli 2016; tersedia di
http://pib.nic.in/newsite/mbErel.aspx?relid=147375; Internet; diakses pada 24 Maret 2019. 119
Sitakanta Mishra, “NSG Timeline Needs Rewording,” IndraStra Global, Volume 04,
No. 07, 05 Juli 2018 [artikel on-line]; tersedia di https://www.indrastra.com/2018/07/NSG-
Timeline-Needs-Rewording-004-07-2018-0007.html; Internet; diakses pada 27 Maret 2019. 120
Tuneer Mukherjee, “India‟s NSG Membership & Nuclear Politics between India, US
and China,” Article of India China America Institute, 29 Juli 2016 [artikel on-line]; tersedia di
http://dga.kennesaw.edu/ica/icainitiatives/july-29-2016.php; Internet; diakses pada 27 Maret 2019.
59
keberatan jika India masuk dan menjadi anggota dalam NSG.121
Ini menjadi
hambatan dan halangan tersendiri bagi India untuk dapat maju menjadi bagian
dari anggota NSG.
Hambatan terbesar salah satunya datang dari Tiongkok yang
mempertahankan posisi oposisinya terhadap keanggotaan India. Tiongkok dalam
rapat Pleno di Seoul menolak aplikasi keanggotaan India yang berpendapat bahwa
menjadi bagian penandatangan NPT adalah keharusan bagi setiap anggota NSG.
India sebagaimana diketahui sampai saat ini belum menandatangani perjanjian
NPT. Melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hua Chunying
memberikan pernyataan bahwa masuknya India ke dalam NSG akan
menimbulkan masalah internal. Lebih lanjut Chunying berpendapat, diperlukan
kehati-hatian dalam mengambil tindakan untuk keanggotaan India dan hal itu
memerlukan diskusi yang menyeluruh kepada seluruh anggota. Selain itu,
Tiongkok juga beralasan bahwa jika menerima India masuk maka NSG harus
mempertimbangkan juga bagi negara non-NPT lainnya. Dalam hal ini Tiongkok
juga berusaha mendorong negara sekutunya yaitu Pakistan untuk dapat menjadi
anggota dalam NSG.122
Selain Tiongkok ada beberapa negara yang juga menolak keanggotaan
India yaitu Irlandia, Turki, Selandia Baru, Afrika Selatan, dan Austria. Menurut
mereka pemberian status keanggotaan pada India akan merusak upaya global
121
Ministry of External Affairs of the Government of India, “Question No. 423 Opposition
For India's Entry in NSG,” dirilis 21 Juli 2016; [database on-line] tersedia di
https://mea.gov.in/rajya-
sabha.htm?dtl/27090/question+no423+opposition+for+indias+entry+in+nsg; Internet; diakses
pada 28 Maret 2019. 122
Rajeswari Pillai Rajagopalan dan Arka Biswas, “India's Membership to the Nuclear
Supplier Group”, 5-6.
60
dalam mencegah pengembangan nuklir yang menyimpang. Membawa India
masuk dalam NSG juga akan menjadi pukulan besar bagi rezim nonproliferasi
dunia.123
Negara-negara di atas selain menjadi anggota NSG, mereka juga
merupakan negara anggota dalam New Agenda Coalition (NAC). NAC adalah
kelompok dalam tingkat menteri negara-negara yang juga peduli dalam kemajuan
NPT dan berfokus pada pembangunan konsensus internasional terkait proliferasi
nuklir.124
Oleh karenanya mereka sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan
terkait aplikasi India di NSG karena mereka memiliki dukungan yang kuat
terhadap NPT. Dengan begitu maka di bab selanjutnya akan dipaparkan mengenai
faktor-faktor kepentingan yang mendorong India mengajukan aplikasi untuk
menjadi anggota NSG.
123
Abdul Ruff, “China and Others Oppose India‟s Bid for NSG,” Foreign Policy News,
[berita on-line] 10 Juni 2016; tersedia di http://foreignpolicynews.org/2016/06/10/China-others-
oppose-indias-bid-nsg/; Internet; diakses pada 29 Maret 2019. 124
NTI, “New Agenda Coalition,” Article of Nuclear Threat Initiative, [artikel on-line]
dirilis 31 Mei 2018; tersedia di https://www.nti.org/learn/treaties-and-regimes/new-agenda-
coalition/; Internet; diakses pada 03 April 2019.
61
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI INDIA UNTUK
BERGABUNG MENJADI ANGGOTA NUCLEAR SUPPLIERS GROUP
Bab ini akan menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi keputusan
India mengajukan diri untuk menjadi anggota Nuclear Suppliers Group (NSG).
Tindakan yang dilakukan India dengan upayanya untuk menjadi anggota NSG
merupakan bagian dari kebijakan luar negeri negaranya. Kepentingan nasional
menurut Morgenthau biasanya menjadi pertimbangan utama bagi setiap negara
dalam menjalankan kebijakan luar negerinya.125
Untuk menganalisis faktor-faktor
pengaruh tindakan yang dijalankan India maka digunakan kerangka pemikiran
K.J. Holsti tentang kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri dirumuskan dari
analisis negara terhadap keadaan eksternal dan biasanya suatu negara terlebih
dahulu akan melihat keadaan di dalam negerinya sebelum bertindak dan
mengeluarkan kebijakan politik luar negerinya.
Holsti dalam bukunya yang berjudul International Politics: A Framework
for Analysis (1992) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang menjadi
pertimbangan suatu negara dalam mengeluarkan suatu kebijakan yakni faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari situasi
domestik yang mana kebijakan suatu negara akan dipengaruhi oleh keadaan dan
kepentingan dalam negeri. Hal yang menjadi pertimbangan dapat mengacu pada
kondisi politik, ekonomi, keamanan, sosial, dan geografi yang dimiliki suatu
125
Theodore A. Coulumbis dan James H. Walfe, Introduction to International Relations:
Power and Justice (New Jersey: Prentice-Hall, 1986), 113.
62
negara. Dalam bab ini, faktor internal India memutuskan untuk bergabung dengan
NSG akan dianalisa dari kondisi politik, keamanan, serta kepentingan ekonomi
yang dimiliki India.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar suatu negara yang
memengaruhi kepentingan negara sehingga dikeluarkan lah suatu kebijakan. Hal-
hal yang menjadi bagian dari faktor eksternal yakni dapat berupa tindakan atau
kebijakan aktor lain, masalah dengan negara luar baik bilateral, regional, atau
global. Di sini akan dijelaskan dan dianalisis juga keputusan yang dikeluarkan
India dari segi eksternal. Faktor eksternal dalam bab ini akan dijelaskan dari segi
dukungan yang kuat dari Amerika Serikat terhadap keanggotaan India yang mana
memengaruhi kebijakan luar negeri India sehingga memutuskan bergabung
dengan NSG. Kerja sama nuklir antara Pakistan dan Tiongkok yang terus
berlanjut dan dukungan Tiongkok untuk Pakistan menjadi anggota NSG juga
menjadi faktor eksternal keputusan India ingin bergabung ke dalam NSG.
Kemudian, masalah hambatan perdagangan uranium dengan Namibia yang
memengaruhi kepentingan kebutuhan uranium India.
A. Faktor Internal
1. Faktor Keamanan
Aspek keamanan suatu negara bukan hanya tentang terbebas dari ancaman
teroris ataupun negara lain, tetapi memiliki sumber energi yang tercukupi juga
menjadi kepentingan keamanan negara. Energi menjadi salah satu kebutuhan
primer yang setiap negara butuhkan. Ketersediaan energi yang mencukupi akan
memberikan rasa aman dan membantu keberlangsungan jalannya perekonomian
63
negara. Pengelolaan energi harus ditujukan untuk kemakmuran masyarakat dan
pemanfaatannya mesti berjalan sesuai pembangunan yang berkelanjutan. Oleh
karenanya setiap negara membuat kebijakan tersendiri yang mengatur tentang
energi.
Berdasarkan data dari Energy Information Administration (EIA), India pada
tahun 2016 menjadi salah satu konsumen energi terbesar di dunia dengan urutan
ketiga setelah Tiongkok dan Amerika Serikat.126
Konsumsi energi India dari tahun
ke tahun terus mengalami peningkatan. Konsumsi energi India naik 7,9% pada
tahun 2018, mengalami tingkat pertumbuhan tertingginya sejak tahun 2007.
Selama periode 2008-2018, konsumsi energi India mengalami peningkatan dari
478 juta Setara Barel Minyak (SBM) mencapai 809 juta SBM. Menurut jenis
energi yang digunakan, batu bara menjadi konsumsi energi yang paling banyak
digunakan menyusul minyak, gas alam, dan lainnya.127
Pasokan kebutuhan energi India sebagian besar masih mengandalkan pada
unrenewable energy (energi tak terbarukan). Batu bara menjadi salah satu energi
tak terbarukan yang banyak digunakan oleh India. Bahkan di tahun 2016 India
menjadi urutan kedua di dunia setelah Tiongkok dalam mengkonsumsi batu bara.
126
Energy Information Administration, “IEA Atlas of Energy”, [database on-line]; tersedia
di http://energyatlas.iea.org/#!/tellmap/-1002896040/1; Internet; diakses pada 15 April 2019. 127
BP, “India‟s Energy Market in 2018” [database on-line]; tersedia di
https://www.bp.com/content/dam/bp/business-sites/en/global/corporate/pdfs/energy-
economics/statistical-review/bp-stats-review-2019-india-insights.pdf; Internet; diakses pada 19
April 2019.
64
Total penggunaan batu bara oleh India di tahun tersebut mencapai 966 ribu ton
batu bara.128
Batu bara menjadi salah satu energi tak terbarukan yang keberadaannya
semakin menipis sedangkan pengunaannya terus mengalami peningkatan.
Penggunaan batu bara yang begitu masif oleh beberapa negara ternyata
memberikan dampak yang besar juga terhadap lingkungan. Batu bara menjadi
sumber energi yang paling berpolusi dan memancarkan karbon dioksida dua kali
lebih banyak daripada gas alam. Hal ini memberikan ancaman yang besar
terhadap bumi dan berkontribusi dalam meningkatnya pemanasan global.129
Tabel IV.A.1 Emisi Karbon Dioksida India Tahun 2011-2016
Sumber: Our World in Data
130
128
The Global Economy, “Coal consumption - Country rankings” [database on-line];
tersedia di https://www.theglobaleconomy.com/rankings/coal_consumption/; Internet; diakses
pada 23 April 2019. 129
Carine Sebi, “Explaining the increase in coal consumption worldwide” diterbitkan oleh
The Conversation dirilis 25 Februari 2019; [artikel on-line]; tersedia di
https://theconversation.com/explaining-the-increase-in-coal-consumption-worldwide-111045;
Internet; diakses pada 24 April 2019. 130
Our World in Data, “Annual CO₂ emissions” [database on-line]; tersedia di
https://ourworldindata.org/grapher/annual-co2-emissions-per-
country?tab=chart&time=2001..2017&country=IND; Internet; diakses pada 28 April 2019.
1.82 1.98 2
2.21 2.28 2.38
0
0.5
1
1.5
2
2.5
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Juta ton CO2
65
Emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan oleh India dari tahun 2011
terus naik jumlahnya sampai tahun 2016. Hal ini dapat dilihat dari tabel data di
atas, pada tahun 2016 CO2 yang dihasilkan dari energi yang digunakan India
mencapai 2,38 juta ton naik hampir dua kali lipat dari tahun 2011 yang mencapai
1,82 juta ton. Emisi CO2 yang terus mengalami peningkatan menjadikan India
berada diposisi ketiga sebagai jajaran negara-negara penghasil emisi tertinggi di
dunia pada tahun 2016.131
India merupakan salah satu negara penandatangan Perjanjian Paris tentang
perubahan iklim dan di tahun 2015 telah mengeluarkan Intended Nationally
Determined Contribution (INDC) atau Kontribusi yang Ditentukan Secara
Nasional. Sesuai dengan INDC yang dikeluarkannya, India berjanji akan
mengurangi intensitas emisinya sebesar 33% hingga 35% pada tahun 2030 dari
hitungan emisi karbon di tahun 2005 yang berjumlah 1,21 juta kiloton emisi
karbon dioksida.132
Untuk merealisasikan hal tersebut, India berupaya untuk
meningkatkan penggunaan energi yang berasal dari bahan bakar non-fosil
mencapai 40% di tahun 2030 mendatang. Upaya tersebut merupakan bagian dari
kebijakan energi India untuk memaksimalkan sumber energi terbarukan dan
ramah terhadap lingkungan.133
131
Global Carbon Atlas, “CO2 Emissions” [database on-line]; tersedia di
http://www.globalcarbonatlas.org/en/CO2-emissions; Internet; diakses pada 03 Mei 2019. 132
UNFCCC, “India‟s Intended Nationally Determined Contribution: Working Towards
Climate Justice” dokumen UNFCCC dirilis pada 01 Oktober 2015; [dokumen on-line]; tersedia di
https://www4.unfccc.int/sites/submissions/INDC/Published%20Documents/India/1/INDIA%20IN
DC%20TO%20UNFCCC.pdf; Internet; diakses pada 05 Mei 2019, 29. 133
NITI Aayog of the Government of India, “Draft National Energy Policy” [dokumen on-
line]; tersedia di https://niti.gov.in/writereaddata/files/new_initiatives/NEP-ID_27.06.2017.pdf;
Internet; diakses pada 07 Mei 2019, 1.
66
Nuklir menjadi salah satu bahan bakar non-fosil yang terus dikembangkan
India sebagai pemenuhan kebutuhan energi negaranya sekaligus mengoptimalkan
pengunaan energi yang menghasilkan minim emisi. Negara ini berusaha untuk
mencapai kapasitas energi 63.000 Megawatt yang berasal dari pembangkit
nuklirnya di tahun 2032.134
Untuk mencapai usahanya itu, India akan membangun
21 reaktor nuklir yang mana sembilan reaktor sudah dalam masa kontruksi dan
akan selesai pada tahun 2024-2025. Targetnya di tahun 2031, 21 reaktor nuklir
akan beroperasi dan menyalurkan kebutuhan energi India.135
Dengan begitu, keputusan yang diambil India untuk bergabung dengan NSG
merupakan langkah responsif pemerintah India dalam memperhatikan keamanan
energi negaranya tetapi tetap mementingkan upayanya melawan pemanasan
global. Hal ini diungkapkan oleh Vijay Kumar Singh Menteri Negara Urusan Luar
Negeri India dalam tanya jawab yang dirilis situs web Kementerian Luar Negeri
India. Vijay mengatakan bahwa partisipasi India dalam NSG adalah salah satu
kepentingan dalam memfasilitasi pertempuran melawan perubahan iklim dan
menjaga keamanan energi India.136
Lebih lanjut Vijay juga menjelaskan bahwa
keanggotaan NSG akan memungkinkan India memiliki akses yang lebih baik
untuk bahan bakar dan bahan-bahan yang diperlukan dalam memperluas program
134
NITI Aayog, Government of India, “Draft National Energy Policy”, 47. 135
World Nuclear News, “India to Bring 21 More Reactors Online by 2031” [berita on-
line] dirilis pada 04 Januari 2019 tersedia di http://world-nuclear-news.org/Articles/India-to-bring-
21-more-reactors-online-by-2031; Internet; diakses pada 07 Mei 2019. 136
Ministry of External Affairs of the Government of India, “Question No. 413 Steps
Taken For Membership in NSG” dirilis 21 Juli 2016; [dokumen on-line] tersedia di
https://mea.gov.in/rajya-
sabha.htm?dtl/27116/question+no413+steps+taken+for+membership+in+nsg; Internet; diakses
pada 08 Mei 2019.
67
nuklirnya dan untuk memenuhi janji INDC sebesar 40% kapasitas energi yang
berasal dari sumber non-fosil pada tahun 2030.137
2. Faktor Politik
Keinginan India menjadi anggota dalam NSG merupakan suatu agenda
politiknya untuk mendapatkan tempat di komunitas internasional dengan menjadi
bagian penting dalam lingkup yang mengatur perdagangan nuklir dan
meningkatkan statusnya dalam arena internasional. Hal ini sejalan dengan apa
yang dikatakan oleh Kementerian Luar Negeri India pada 23 November 2016,
enam bulan setelah India mengajukan permohonan keanggotaan NSG.
Kementerian Luar Negeri India menyampaikan pernyataan publik kepada Lok
Shabha (Parlemen India) bahwa dengan masuknya India dalam kelompok nuklir
tersebut maka India akan menjadi bagian penting dalam proses pembuatan aturan
perdagangan nuklir dan mendorong India berada dalam posisi yang berkontribusi
lebih lanjut pada tujuan nonproliferasi nuklir global.138
Sesuai dengan pernyataan tersebut, India beranggapan bahwa untuk menjadi
bagian penting dalam kancah internasional dan memperoleh tempat di komunitas
internasional yaitu dengan berintegrasi politik ke dalam lembaga ekonomi dan
keamanan. Keadaan dunia saat ini begitu peduli dalam melawan dan menentang
proliferasi nuklir sebagai senjata pemusnah masal dengan membangun suatu
137
Ministry of External Affairs of the Government of India, “Question No. 438 Chinese
Objections for India's Membership of NSG” dirilis 21 Juli 2016; [dokumen on-line] tersedia di
https://mea.gov.in/rajya-
sabha.htm?dtl/27105/question+no438+chinese+objections+for+indias+membership+of+nsg;
Internet; diakses pada 15 Mei 2019. 138
Ministry of External Affairs of the Goverment of India, “Question No. 1272 NSG
Membership” rilis 23 November 2016; [dokumen on-line] tersedia di https://www.mea.gov.in/lok-
sabha.htm?dtl/27665/QUESTION_NO1272_NSG_MEMBERSHIP; Internet; diakses pada 17 Mei
2019.
68
lembaga nonproliferasi seperti NSG. Dengan masuknya India ke dalam NSG
maka akan membawa India dalam tingkat hubungan saling kepercayaan yang
baru. Pada tingkatan lebih lanjut juga akan menciptakan kerja sama yang lebih
kuat dengan negara-negara anggota NSG.
India selama ini dikenal sebagai salah satu negara yang memanfaatkan
nuklir. Berbagai kerja sama nuklir telah dilakukan India dengan beberapa negara.
Meskipun begitu, India masih berada di luar tatanan nuklir global. India belum
banyak berperan dalam menciptakan norma atau pun menjadi bagian dalam
pembuatan aturan tentang jalannya perdagangan nuklir. Berkecimpung dan
menjadi bagian penting dalam berbagai aspek termasuk tentang nuklir merupakan
hal penting bagi negara kekuatan baru. Hal ini untuk menunjukkan citra dan
seberapa penting peran negara tersebut di dunia ini.
Sejak tahun 2008 India memiliki kemudahan untuk bekerja sama dengan
negara-negara NSG melalui India Waiver atau pengabaian khusus. India menjadi
negara di luar NSG yang dapat melakukan perdagangan nuklir sipil dengan negara
anggota NSG.139
Meskipun sudah memiliki hubungan dengan NSG, India tetap
berada di luar NSG dan tidak memiliki peran dalam lembaga tersebut. India tetap
tidak memiliki kewenangan untuk ikut berdiskusi ataupun menjadi bagian dalam
menciptakan norma dan aturan dalam setiap kegiatan di NSG.
139
Siddharth Ramana, “The Nuclear Suppliers Group Waiver” BASIC (British American
Security Information Council) papers no. 8; [jurnal on-line]; dirillis 30 September 2008 tersedia di
https://www.files.ethz.ch/isn/92364/gtz08.pdf ; Internet; diunduh pada 24 Mei 2019.
69
Menteri Luar Negeri India, Sushma Swaraj pada konferensi pers 19 Juni
2016 mengatakan bahwa:140
“We got waiver in 2008 but we are pursuing to become a member of
NSG because it is the difference between sitting inside the room and
sitting outside it. We are outside the room despite the waiver we got.
When you are in, you are a part of the decision making process.”
Terjemahan:
[Kami mendapat pengabaian pada tahun 2008 tetapi kami mengejar
untuk menjadi anggota NSG karena adanya perbedaan antara duduk di
dalam ruangan dan duduk di luar. Kami berada di luar ruangan
meskipun pengabaian yang kami dapatkan. Ketika anda berada di
dalam maka anda adalah bagian dari proses pengambilan keputusan.]
Apa yang dikatakan Swaraj tersebut menunjukkan bahwa penting bagi India
untuk memiliki kursi dan terintegrasi dalam lembaga utama internasional seperti
NSG. Hal ini menunjukan kepentingan India bukan hanya tentang perdagangan
dengan NSG tetapi juga kepentingan status dan peran yang harus dimiliki dalam
lembaga tersebut. India ingin berada di kategori negara-negara yang menciptakan
aturan dibandingkan hanya berada di luar dan menerima aturan. Apalagi NSG
menjadi salah satu lembaga yang memperhatikan masalah proliferasi nuklir. Hal
yang menjadi perhatian masyarakat dunia sejak Perang Dunia II. Jika India berada
dalam lembaga tersebut maka akan terlihat citra India sebagai negara
bertanggungjawab terhadap nuklir.
Apa yang dilakukan India dengan pengejaran keanggotan di NSG juga
menjadi bagian dari fokus kebijakan luar negeri India. Di masa kepemimpinan
Narendra Modi, India memfokuskan kebijakannya dalam hubungan dengan
140
Ministry of External Affairs, Goverment of India, “English Rendering of Annual Press
Conference by External Affairs Minister (June 19, 2016)” dirilis 19 Juni 2016; [dokumen on-line]
tersedia di https://www.mea.gov.in/media-
briefings.htm?dtl/26955/English_Rendering_of_Annual_Press_Conference_by_External_Affairs_
Minister_June_19_2016; Internet;diakses pada 25 Mei 2019.
70
negara luar berpatokan pada tiga hal utama yakni kemakmuran, kepentingan
nasional, dan pengakuan sebagai kekuatan global.141
Mengejar upaya untuk
pengakuan dan penerimaan sebagai kekuatan utama bertujuan untuk
meningkatkan kedudukan sosial India di antara negara-negara dalam sistem
internasional. Upaya tersebut menjadi fitur utama kebijakan luar negeri Modi.
Status atau pangkat dalam masyarakat internasional adalah sesuatu yang sangat
disadari oleh banyak negara.142
India saat ini mencoba untuk menunjukkan diri sebagai salah satu negara
kekuatan baru dunia yang muncul dari Asia sejajar dengan Jepang dan Tiongkok.
Status yang disandang negara kekuatan baru biasanya menunjukkan dua hal yaitu
kepemilikan kekuatan (ekonomi dan militer) dan keanggotaan dalam lembaga elit
yang mengatur sistem. Mengejar keanggotaan dalam NSG merupakan tujuan
penting India untuk menunjukkan status sebagai negara kekuatan baru yang peduli
terhadap proliferasi nuklir di dunia. Apalagi NSG merupakan salah satu organisasi
elit dalam bidang nuklir.143
Selain keanggotaan klub elit, posisi kepemimpinan dalam organisasi
internasional dan sering berinteraksi dengan negara-negara berstatus tinggi juga
penting untuk menunjukkan sebagai penanda status. Status didapatkan agar suatu
141
Michael Kugelman, “Modi‟s Bold New World” Journal The Cairo Review Of Global
Affairs dirilis 2017; [jurnal on-line]; tersedia di https://cdn.thecairoreview.com/wp-
content/uploads/2017/05/cr25-kugelman.pdf; Internet; diunduh pada 28 Mei 2019, 74. 142
Rajesh Basrur, “Modi‟s Foreign Policy Fundamentals: A Trajectory Unchanged”
International Affairs, Vol. 93, No. 1, dirilis 1 Januari 2017 [jurnal on-line]; tersedia di
https://academic.oup.com/ia/article/93/1/7/2731383#63584265; Internet; diunduh pada 29 Mei
2019, 20-21. 143
Rajesh Basrur, “Status Politics: India, China and the Nuclear Suppliers Group” Journal
of RSIS Commentary No. 171/2016 dirilis 8 Juli 2016 [jurnal on-line] tersedia di
https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/2016/07/CO16171.pdf; Internet; diunduh pada 29 Mei
2019.
71
negara diperlakukan dengan hormat oleh negara lain.144
Oleh karenanya di masa
pemerintahan Modi, India didorong untuk masuk dan terlibat dalam organisasi
elit. India berhasil bergabung dalam organisasi Shanghai Cooperation
Organization. India juga mencoba untuk mendapatkan kursi permanen dalam
Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa.145
Kemudian, keanggotaan NSG
juga menjadi agenda yang penting dalam menunjukkan status India dalam
pergaulan di dunia internasional.
3. Faktor Ekonomi
India menjadi salah satu dari kekuatan utama ekonomi dunia yang berada
dalam Group of Twenty (G-20) dan organisasi Brazil, Russia, India, China and
South Africa (BRICS). Ekonomi negara ini berkembang dengan tingkat
pertumbuhan rata-rata sekitar 7% selama dekade terakhir. Tingkat pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan India adalah 3,9%; 8,5%; 10,3%; 6,6%;
5,5%; 6,4%; 7,4%; 8%; 8,2%; dan 7,2% pada 2008-2017.146
Perkembangan
ekonomi yang pesat menjadikan India sebagai negara dengan pertumbuhan
ekonomi tercepat di dunia. Bahkan di tahun 2015, India berhasil menggeser
Tiongkok sebagai ekonomi utama dengan pertumbuhan tercepat di dunia.147
144
Rajesh Basrur, “Modi‟s Foreign Policy Fundamentals: A Trajectory Unchanged”, 21. 145
lyssa Ayres, “Will India Start Acting Like a Global Power?: New Delhi‟s New Role”
Foreign Affairs dirilis 16 Oktober 2017 [artikel on-line]; tersedia di
https://www.foreignaffairs.com/articles/india/2017-10-16/will-india-start-acting-global-
power?cid=int-lea&pgtype=hpg; Internet; diakses pada 30 Mei 2019. 146
World Bank Group, “GDP growth (annual %)” [database on-line] tersedia di
https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?end=2017&locations=IN&start=20
07; Internet; diakses pada 01 Juni 2019. 147
International Business Times, “India surpasses China to become fastest growing
economy in the world” dirilis 9 Februari 2016 [berita on-line]; tersedia di
https://www.ibtimes.co.uk/india-surpasses-china-become-fastest-growing-economy-world-
1542725; Internet; diakses pada 01 Juni 2019.
72
Sumber ekonomi India didistribusikan dalam tiga bidang utama yakni
pertanian, industri, dan jasa. Sektor jasa merupakan sektor terbesar di India. Pada
tahun 2012-2013, pertanian melingkupi 13,2% PDB India dan Industri
berkontribusi 27,2% (dari manufaktur sebesar 15%). Kemudian, sektor jasa
menjadi yang paling besar dalam berkontribusi pada PDB India sebesar 59,6%.148
India saat ini sedang bergerak menuju status sebagai negara industri baru
dengan mencoba meningkatkan pangsa industri manufaktur. Di bawah
pemerintahan Narendra Modi dibuat kebijakan untuk menciptakan lingkungan
bisnis yang kondusif dan meningkatkan jaringan infrastruktur. Pemerintah
berfokus pada pengembangan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan
mendorong inovasi di sektor manufaktur. Mempromosikan pertumbuhan sektor
manufaktur dan meningkatkan kontribusinya terhadap ekonomi menjadi salah satu
prioritas utama pemerintahan Modi.149
Pada bulan September 2014 Modi mengusulkan kampanye Make in India
yang bertujuan untuk meningkatkan pangsa industri manufaktur ke PDB dari 15%
menjadi 25%. Hal itu sebagai tujuan untuk membangun India sebagai pusat
manufaktur global dengan mendorong perusahaan multinasional maupun
domestik untuk memproduksi produk mereka di dalam negeri dan meningkatkan
teknologi India. Selain itu juga berusaha untuk menciptakan hampir 12 juta
pekerjaan setiap tahun. Program Make in India akan menjadi ciri khas
148
Ministry of Finance of the Government of India, “Mid-Year Economic Analysis 2012-
2013” [dokumen on-line] tersedia di https://dea.gov.in/sites/default/files/MYR201213English.pdf;
Internet; diakses 02 Juni 2019; 3. 149
India Brand Equity Foundation, “Manufacturing Sector in India” [artikel on-line];
tersedia di https://www.ibef.org/industry/manufacturing-sector-india.aspx; Internet; diakses pada
02 Juni 2019.
73
pembangunan ekonomi India di masa depan dengan menjadikan India sebagai
tempat yang tepat bagi investasi dari negara luar.150
Kampenye Make in India yang dikeluarkan pemerintah India juga
memberikan fokus terhadap manufaktur yang terkait dengan nuklir. Dalam
penerapannya, pemerintah India berbicara tentang industri nuklir dapat menjadi
mesin utama pertumbuhan ekonomi. Keanggotaan India di NSG sangat penting
untuk mempertahankan tren manufaktur dan ekspor ataupun impor barang-barang
berteknologi tinggi yang juga bersama dengan pasokan energi bersih. Selain itu,
penting juga untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi
kaum muda India.
Tabel IV.A.3 Boiler Reaktor Nuklir dan Bagian Lainnya
Sumber: Trading Economics
151
150
Rong Wang dan Cuiping Zhu, Annual Report on the Development of the Indian Ocean
Region (2016): Modi’s India, (Beijing: Sosial Sciences Academic Press and Springer, 2017), 98-
99. 151
Trading Economics, “India Exports of Nuclear Reactors Boilers & Parts Ther” [data
base on-line]; tersedia di https://tradingeconomics.com/india/exports-of-nuclear-reactors-boilers-
parts-ther; Internet; diakses pada 10 Juni 2019.
8,972.18
10,846.44 11,549.63
12,077.17
8,119.08
6,568.76
0.00
2,000.00
4,000.00
6,000.00
8,000.00
10,000.00
12,000.00
14,000.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Dalam Mata Uang USD
74
India merupakan salah satu negara yang memproduksi komponen
pendukung dalam reaktor nuklir. Tabel IV.A.3 menunjukkan tentang ekspor India
terhadap produksi boiler reaktor nuklir dan bagian lainnya dari tahun 2010-2015.
Dari tahun 2010 sampai 2013 terlihat peningkatan yang signifikan terhadap nilai
ekspor boiler reaktor nuklir India. Kemudian di tahun 2014 sampai 2015
mengalami penurunan yang cukup drastis jika dilihat dari nilai ekspor tahun 2013.
Hal ini tentu akan mendorong pemerintah India untuk mencari cara meningkatkan
volume perdagangan boiler reaktor nuklir negaranya.
Untuk itu, kepentingan India dalam mencapai keanggotaan NSG dapat
dilihat sebagai usaha dalam memenuhi kepentingan ekonominya yang berasal dari
kegiatan perdagangan internasionalnya. NSG dapat digunakan oleh India sebagai
tempat untuk memperluas dan melebarkan pasar boiler reaktor nuklirnya. Dengan
berada di NSG, nantinya diharapkan volume perdagangan internasional
khususnya terkait komponen reaktor nuklir dapat ditingkatkan di negara-negara
anggota NSG. Apalagi NSG memiliki potensi yang besar sebagai pasar mengingat
semua anggotanya merupakan negara yang memanfaatkan nuklir.
Selain itu, sesuai dengan semangat Make in India yang disampaikan
Perdana Menteri Modi yakni Come make in India, Sell anywhere but make in
India (Ayo buat di India, jual di mana saja tapi buat di India). Salah satu
tujuannya juga adalah menjadikan India nomor satu tujuan untuk investasi dan
untuk meningkatkan kemudahan berbisnis di India.152
Perdana Menteri Modi
152
Dolly dan Jagvinder Kaur, “Make In India: A Global Manufacturing Hub” International
Journal of Scientific Research and Review Vol. 07, No. 03, dirilis Maret 2019 [jurnal on-line]
tersedia di http://ijsrr.co.in/images/full_pdf/1553942023_192.pdf; Internet; diunduh pada 10 Juni
2019.
75
berusaha untuk mendorong investasi manufaktur khususnya terkait bidang nuklir
meningkat di India. Selama ini India terisolasi dari teknologi nuklir yang tinggi
dan canggih negara-negara NSG dikarenakan India bukan anggota NGS. Maka
masuknya India sebagai anggota NSG nantinya akan memudahkan India dalam
mengakses teknologi nuklir yang canggih baik melalui investasi maupun kerja
sama. Dengan begitu iklim perekonomian India dapat terus berkembang dan
memenuhi kebutuhan lapangan kerja bagi warga India.
Berdasarkan penjabaran-penjabaran di atas faktor keamanan, politik, dan
ekonomi menjadi bagian kepentingan nasional yang dilihat dari sisi dalam negeri
India untuk masuk ke dalam NSG. Morgenthau membagi kepentingan nasional
dalam enam kategori yakni primary interest, secondary interest, permanent
interest, variable interest, general interest, dan specific interest.153
Faktor
keamanan dan ekonomi menjadi kepentingan yang utama bagi India atau masuk
dalam kategori primary interest. Faktor keamanan masuk dalam kategori primary
interest dikarenakan kepentingan keamanan energi menjadi hal yang utama bagi
India demi menjaga ketahanan dan kelangsungan hidup negara kedepannya.
Apalagi India merupakan negara yang besar dengan kebutuhan energi yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Penggunaan batu bara tidak selamanya dapat
diandalkan India dengan pengunaannya yang menghasilkan polusi udara buruk
bagi bumi. Hal tersebut tentunya akan memberi dampak juga terhadap lingkungan
India di masa sekarang dan mendatang.
153
Thomas W. Robinson, “A National Interest Analysis of Sino-Soviet Relations,” 140-
141.
76
Selanjutnya masalah energi dan lingkungan juga masuk dalam kategori
permanent interest bagi India. Berdasarkan Konstitusi India tahun 1949, negara
diharuskan untuk berusaha dalam melindungi dan meningkatkan lingkungan. Hal
itu merupakan bagian dari cita-cita India untuk menjadi negara yang sejahtera
karena lingkungan yang sehat juga merupakan salah satu unsur kesejahteraan
suatu negara.154
Dengan masuknya India ke NSG maka India dapat lebih baik
dalam meningkatkan upayanya menggunakan energi nuklir. Sehingga India dapat
tetap memenuhi kebutuhan energi dan memperhatikan lingkungan, seperti yang
dikatakan juga oleh Vijay sebelumnya.
Selain faktor keamanan, faktor ekonomi juga menjadi bagian dari primary
interest yang dimiliki India. Ekonomi bagi setiap negara merupakan prioritas dan
tumpuan utama untuk pembangunan negara begitu pula bagi India sendiri.
Keinginan India untuk menjadi bagian dari NSG tidak terlepas dari kepentingan
ekonominya. NSG dapat menjadi tempat dan pasar dalam pengembangan industri
nuklir di India. Apalagi seperti yang dijelaskan sebelumnya, India
mengembangkan program Make in India dalam meningkatkan sektor ekonomi
termasuk didalamnya terkait industri nuklir. Oleh karenanya, keanggotaan dalam
NSG menjadi suatu upaya yang sangat dikejar India dalam mendukung
peningkatan dan pengembangan industri nuklir India dan membuka kerja sama
perdagangan nuklir sipil yang lebih luas.
154
Pooja P. Vardhan, “Environment Protection under Constitutional Framework of India”
Press Information Bureau, Government of India, Special Service and Features dirilis 04 Juni 2014
[artikel on-line] tersedia di http://pib.nic.in/newsite/PrintRelease.aspx?relid=105411; Internet;
diakses pada 18 Juni 2019.
77
Sedangkan faktor politik yang mendorong India berkeinginan memiliki
status dan peran dalam lembaga nuklir NSG merupakan bagian dari variable
interest dan specific interest India. Variable interest dikarenakan kepentingannya
berasal dari arus pemerintah di mana seperti yang dijelaskan sebelumnya, Modi
menjadikan keanggotaan NSG sebagai prioritas kebijakan luar negeri India yang
paling utama. Bahkan hal ini dapat dilihat dari tindakan Modi selama kunjungan
ke Amerika Serikat yang mana sebelum rapat NSG di Seoul pada 23-24 Juni ia
buru-buru menjadwalkan kunjungan ke Meksiko, Swiss, dan Uzbekistan untuk
meminta dukungan keanggotaan India di NSG.155
Lebih lanjut faktor politik juga
menjadi bagian dari specific interest India di NSG untuk memperoleh kedudukan
dan peran yang lebih di lembaga internasional.
B. Faktor Eksternal
1. Dukungan Amerika Serikat Terhadap Keanggotaan India
India memiliki kedekatan hubungan dengan Amerika Serikat (AS) dan
menjalin berbagai kerja sama. India menjadi mitra dagang serta pasar terbesar
bagi komoditi AS. Hubungan perdagangan kedua negara ini terus mengalami
peningkatan. Perdagangan bilateral dalam barang dan jasa antara India dan AS
meningkat dari 104 miliar USD pada tahun 2014 menjadi 114 miliar USD pada
155
John Cherian, “Diplomatic fiasco” Frontline India's National Magazine dirilis 22 Juli
2016 tersedia di https://frontline.thehindu.com/the-nation/diplomatic-fiasco/article8811032.ece;
Internet; diakses pada 30 Juli 2019.
78
2016.156
Teruntuk India sendiri, AS merupakan destinasi ekspor nomor satu dalam
perdagangan baik barang maupun jasa.157
Hubungan yang kuat antara dua negara ini bukan hanya dalam hal ekonomi
atau pedagangan. Kedua negara ini juga menjalin kerja sama dalam bidang nuklir.
Sebelum mencapai pada tahap kerja sama, hubungan keduanya sempat mengalami
krisis di tahun 1998 terkait uji coba nuklir India di tahun tersebut. AS
mengeluarkan sejumlah sanksi terhadap India termasuk blokade dalam hal
ekonomi.158
Berkat diplomasi dan negosiasi yang kuat dijalankan oleh Perdana
Menteri dan Menteri Luar Negeri India waktu itu yakni Atal Bihari Vajpayee dan
Jaswant Singh, maka hubungan India kembali membaik dengan dihapusnya sanksi
yang diberikan pada tahun 2001. Selepas kejadian tersebut hubungan kedua
negara ini terus mengalami peningkatan. Dalam beberapa tahun berikutnya,
Amerika Serikat dan India terus meningkatkan hubungannya bahkan dalam
bidang nuklir. 159
Di masa kepresidenan George Walker Bush, AS membuka kerja sama nuklir
dengan India yang mana sebelumnya AS memberikan sanksi terhadap negara
tersebut terkait nuklir. Perjanjian Nuklir Sipil AS-India atau 123 Agreement
156
Ministry of External Affairs of the Government of India, “Brief on India-U.S. Relations”
[dokumen on-line] tersedia di https://mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/India_US_brief.pdf ;
Internet; diunduh pada 12 Juni 2019. 157
Ministry of Commerce and Industry of the Government of India, “India's Top 25 Export
Destinations” [database on-line] tersedia di
http://indiantradeportal.in/vs.jsp?lang=0&id=0,25,45,858,859; Internet; diakses pada 14 Juni 2019. 158
Daniel Morrow and Michael Carriere, “The Economic Impacts of the 1998 Sanctions on
India and Pakistan” The Nonproliferation Review diliris 1999 [jurnal on-line] tersedia di
https://www.nonproliferation.org/wp-content/uploads/npr/morrow64.pdf; Internet; diunduh pada
15 Juni 2019, 1. 159
K. Alan Kronstadt, “India-U.S. Relations” Journal of Congressional Research Service
dirilis 23 Februari 2005; [Jurnal on-line] tersedia di
https://fas.org/asmp/resources/govern/109th/CRSIB93097.pdf; Internet; diunduh pada 17 Juni
2019.
79
dikeluarkan pada 18 Juli 2005 yang disepakati bersama oleh Presiden AS George
Walker Bush dan Perdana Menteri India Manmohan Singh. Dalam perjanjian
tersebut disepakati tentang pemisahan instalasi nuklir sipil dan militer India di
bawah perlindungan International Atomic Energy Agency (IAEA).160
Terdapat tujuh kondisi yang harus dipenuhi pemerintah AS yang disarankan
oleh Kongres AS sebelum melaksanakan kerja sama dengan India. Persyaratan-
persyaratan tersebut antara lain: pemisahan fasilitas nuklir India; persetujuan
perlindungan nuklir oleh IAEA; dukungan aktif India dalam melarang produksi
senjata nuklir dan bahan fisil; dukungan India untuk AS dan upaya internasional
dalam menghentikan penyebaran teknologi bahan bakar nuklir yang sensitif; India
harus mematuhi rezim kontrol multilateral (seperti NSG); dan keputusan NSG
untuk membuat pengecualian bagi India.161
Perjanjian Nuklir Sipil AS-India tersebut menjadi titik balik hubungan yang
sempat renggang akibat tindakan nuklir India. Dari perjanjian nuklir tersebut, AS
juga mendorong India mendapatkan pengabaian khusus di NSG. Pengabaian
khusus untuk India berlaku sejak 06 September 2008. AS mengajukan proposal
untuk mencabut larangan perdagangan anggota-anggota NSG dengan India.
160
Leonard Weiss, “U.S.-India Nuclear Cooperation” Journal of Nonproliferation Review,
Vol. 14, No. 3, dirilis November 2007 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/10736700701611738; Internet; diunduh pada 20
Juni 2019, 436-437. 161
Paul K. Ker, “U.S. Nuclear Cooperation with India: Issues for Congress,” Journal of
Congressional Research Service, 20 Mei 2008 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.everycrsreport.com/files/20080520_RL33016_046cf5f628d37a001cbad30ed9f129eb8
2eb94e2.pdf; Internet; diunduh pada 25 Juni 2019, 1-2.
80
Dukungan dan diplomasi yang kuat dari AS terhadap negara-negara NSG
membantu India mendapatkan status pengabaian khusus.162
Usaha yang dilakukan AS dan mengeratkan hubungan kerja sama dengan
India khususnya di bidang nuklir merupakan bagian dari kepentingan nasional
AS. Melalui House of Representatives AS menyatakan bahwa hal itu sebagai
bagian untuk memastikan bahwa negara-negara bukan penandatangan NPT dapat
bertanggung jawab atas disposisi teknologi nuklir apa pun yang mereka
kembangkan.163
Selain itu juga sebagai usaha membantu India menjadi kekuatan
dunia seperti yang dikatakan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice pada
masa kepemimpinan Bush.164
Di masa kepresidenan Barack Obama, AS lebih lanjut berupaya untuk
membawa India masuk menjadi bagian dari NSG. Hal ini terlihat dari pernyataan
yang disampaikan oleh Obama. Selama kunjungan Barack Obama ke India pada
November 2010, Obama mengeluarkan penyataan yang menyatakan bahwa: 165
“The United States intends to support India’s full membership in the
four multilateral export control regimes (Nuclear Suppliers Group,
Missile Technology Control Regime, Australia Group, and Wassenaar
Arrangement) in a phased manner, and to consult with regime
members to encourage the evolution of regime membership criteria,
consistent with maintaining the core principles of these regimes, as
the Government of India takes steps towards the full adoption of the
162
Dinshaw Mistry, The US–India Nuclear Agreement (Delhi: Cambridge University Press,
2014), 183-185 163
House of Representatives, Government of U.S., “One Hundred Ninth Congress of the
United States of America” H. R. 5682 [dokumen on-line] tersedia di
https://www.govinfo.gov/content/pkg/BILLS-109hr5682enr/pdf/BILLS-109hr5682enr.pdf;
Internet; diunduh pada 27 Juni 2019. 164
David Brewster, India as an Asia Pacific Power (New York: Routledge, 2012), 50. 165
The White House, Office of the Press Secretary, “Joint Statement by President Obama
and Prime Minister Singh of India,” Statements & Releases of The White House, dirilis 08
November 2010 [dokumen on-line]; tersedia di https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press-
office/2010/11/08/joint-statement-president-obama-and-prime-minister-singh-india; Internet;
diakses pada 03 Juli 2019.
81
regimes’ export control requirements to reflect its prospective
membership, with both processes moving forward together”.
Terjemahan:
[Amerika Serikat bermaksud untuk mendukung keanggotaan penuh
India di empat rezim kontrol ekspor multilateral (Nuclear Suppliers
Group, Missile Technology Control Regime, Australia Group, and
Wassenaar Arrangement) secara bertahap, dan untuk berkonsultasi
dengan anggota rezim untuk mendorong evolusi kriteria keanggotaan,
konsisten dengan menjaga prinsip-prinsip inti dari rezim-rezim ini,
karena Pemerintah India mengambil langkah-langkah menuju
penerapan penuh persyaratan rezim kontrol ekspor untuk
mencerminkan prospektif keanggotaannya, dengan kedua proses
bergerak maju bersama.]
Masalah keanggotaan India di NSG telah dibahas secara informal di dalam
grup sejak 2011. Hal ini di mulai sejak dukungan AS di tahun 2010 untuk
keanggotaan India di NSG. AS menjadi perintis dalam mendukung dan
memberikan suara di setiap kesempatan pertemuan NSG dengan membawa
agenda pembicaraan keanggotaan India di NSG. Sedangkan sejumlah peserta
NSG pada 2011 mendesak AS untuk tidak mengulangi upayanya yang sama
seperti tahun 2007-2008 yang menggunakan tekanan diplomatik untuk
membentuk konsensus mendukung pengecualian perdagangan nuklir sipil dengan
India.166
Setiap tahunnya pada saat pertemuan rutin NSG, AS mengeluarkan upaya
diplomatik dengan mendekati negara-negara anggota NSG untuk memberikan
dukungan keanggotan India di NSG. Di tahun 2016, AS semakin berupaya kepada
para peserta NSG untuk memberikan keanggotaan India dengan menuliskan surat
yang dikirim ke beberapa negara NSG. Menteri Luar Negeri AS John Kerry pada
3 Juni 2016 mengirim surat dua halaman ke beberapa negara yang skeptis
166
Mark Hibbs, “A More Geopoliticized Nuclear Suppliers Group,” Strategic Trade
Review, dirilis 14 Desember 2017 tersedia di https://carnegieendowment.org/2017/12/14/more-
geopoliticized-nuclear-suppliers-group-pub-75027; Internet; diakses pada 06 Oktober 2019.
82
terhadap tawaran keanggotaan India. Surat itu ditulis dengan maksud meminta
mereka untuk setuju tidak memblokir konsensus tentang penerimaan India ke
NSG. Menurut Kerry dalam suratnya, India telah menunjukkan dukungan kuat
terhadap tujuan NSG serta rezim nonproliferasi nuklir global dan hal itu
menunjukkan India sebagai negara yang layak menerima keanggotaan NSG.167
Dukungan kuat AS dengan memberikan peluang India menjadi anggota
NSG menjadi salah satu faktor pendukung yang mendorong India berupaya
menjadi anggota NSG. Keputusan yang diambil suatu negara dalam hubungannya
dengan lingkungan eksternal dapat dipengaruhi juga oleh tindakan negara lain.
Sama halnya seperti keputusan yang dikeluarkan India untuk menjadi anggota
NSG, salah satunya didorong oleh dukungan negara sekutunya. Hal itu menjadi
bagian dari politik internasional yang mana menurut Holsti hubungan suatu
negara ke negara lain atau ke suatu lembaga akan menimbulkan interaksi berupa
tanggapan atau reaksi dari tindakan yang dijalankannya.168
2. Kerja Sama Nuklir Pakistan Dengan Tiongkok
Kebijakan yang dilakukan India dengan memutuskan untuk bergabung ke
dalam NSG juga merupakan tanggapan atas tindakan dan kebijakan yang
dilakukan oleh Tiongkok. Tiongkok memiliki hubungan yang cukup dekat dan
telah berlangsung lama dengan Pakistan. Negara itu menjadi satu-satunya sekutu
Tiongkok di kawasan Asia Selatan. Bahkan selama beberapa tahun terakhir,
media pemerintah Tiongkok telah menyebut Pakistan sebagai Ba Tie atau saudara
167
Daryl G. Kimball, “Nuclear Suppliers Divided on Indian Bid,” Arms Control
Association, dirilis Juli 2016 tersedia di https://www.armscontrol.org/act/2016-07/news/nuclear-
suppliers-divided-indian-bid; Internet; diakses pada 06 Oktober 2019. 168
K.J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis (Bandung: Bina Cipta,
1992), 58.
83
besi. 169
Sedangkan di dalam lingkup kawasan Asia Selatan, hubungan antara
India dan Pakistan tidak selalu dalam hubungan yang baik. Kedekatan hubungan
antara Pakistan dengan Tiongkok memberi ancaman tersendiri bagi India di
wilayah regionalnya.
Tiongkok memiliki sejarah yang panjang terkait kerja sama dengan Pakistan
dalam hal teknologi nuklir. Negara tersebut menjadikan Pakistan sebagai
penyeimbang kekuatan nuklir India di kawasan tersebut. Sebelum bergabung
dengan NSG di tahun 2004, Tiongkok telah memiliki kerja sama nuklir dengan
Pakistan untuk pembangunan dua reaktor yakni Chashma-1 dan Chashma-2. Di
tahun 2010, Tiongkok mengumumkan akan mengekspor dua reaktor baru yaitu
Chashma-3 dan Chashma-4. Padahal perlu diketahui bahwa setiap negara anggota
NSG dilarang untuk memasok teknologi nuklir ke negara-negara yang belum
menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir. Pakistan tidak memiliki
perjanjian perlindungan komprehensif dengan Badan Energi Atom Internasional
(IAEA), salah satu persyaratan pedoman NSG untuk ekspor nuklir. Tetapi hal itu
tetap diabaikan Tiongkok dengan alasan bahwa proyek-proyek itu sudah ada
dalam perjanjian sebelumnya. Bahkan tindakannya terus berlanjut di mana pada
November 2013, Tiongkok mencanangkan akan membantu pembangunan dua
reaktor lanjutan untuk Pakistan di Karachi.170
169
Raj Chengappa, “NSG: The Great Wall of Xi,” Indiatoday.in Magazine, dirilis 30 Juni
2016 tersedia di https://www.indiatoday.in/magazine/the-big-story/story/20160711-nsg-
membership-india-china-829187-2016-06-30; Internet; diakses pada 06 Oktober 2019. 170
Ananth Krishnan, “China involved in six nuclear projects in Pakistan, reveals official,”
Indiatoday.in News dirilis 08 Februari 2015, tersedia di
https://www.indiatoday.in/world/neighbours/story/china-pakistan-nuclear-projects-beijing-
chashma-atomic-energy-239251-2015-02-08; Internet; Diakses pada 07 Oktober 2019.
84
Pemerintah India menyadari bahwa bantuan Tiongkok kepada Pakistan
dalam mengembangkan reaktor nuklir akan mampu menghasilkan plutonium yang
dapat digunakan dalam pembuatan senjata nuklir Pakistan. Dengan begitu, India
melalui Kementerian Luar Negerinya memberikan penyataan bahwa pemerintah
India akan terus mengawasi semua perkembangan yang mempengaruhi
kepentingan nasional India dan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk
melindungi India.171
Tindakan yang dilakukan Tiongkok tersebut menjadi alasan
India untuk masuk ke dalam keanggotaan NSG dengan berupaya mengumpulkan
dukungan dan aksi dari negara-negara NSG untuk mencegah Tiongkok yang terus
menerus menyuplai kebutuhan nuklir Pakistan. Masuknya India ke dalam NSG
juga akan membantu India untuk memengaruhi negara-negara NSG bertindak
lebih keras atas perbuatan Tiongkok yang melakukan salah satu pelanggaran
dalam pedoman NSG.
Upaya India untuk berada dalam NSG juga sebagai tindakan untuk
mencegah Pakistan berada dalam rezim nuklir tersebut dan meminimalisir
peningkatan kapabilitas senjata nuklir Pakistan. Tiongkok di tahun 2015
mengeluarkan sebuah keputusan untuk memberikan dukungan dan dorongan agar
Pakistan bisa menjadi anggota NSG. Tiongkok memiliki harapan bahwa upayanya
itu dapat memberikan kondusifitas bagi otoritas dan efektivitas rezim
171
Ministry of External Affairs of the Goverment of India, “Question No. 147 Nuclear
Reactors In Pakistan,” rilis 16 November 2016; [dokumen on-line] tersedia di
https://www.mea.gov.in/lok-
sabha.htm?dtl/27619/QUESTION_NO147_NUCLEAR_REACTORS_IN_PAKISTAN; Internet;
diakses pada 09 Oktober 2019.
85
nonproliferasi internasional. Tiongkok juga beralasan bahwa itu sebagai upaya
untuk memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan Pakistan.172
Keputusan Tiongkok tersebut ternyata menimbulkan pertentangan bagi
India karena apa yang dilakukan Tiongkok akan membuat kapabilitas nuklir
Pakistan semakin meningkat. Hal tersebut tentunya menjadi ancaman keamanan
bagi India yang memiliki konflik dan hubungan kurang harmonis dengan
Pakistan. Ditambah Pakistan memiliki sejarah yang buruk terhadap nuklir di mana
hingga hari ini Pakistan masih menolak untuk melakukan penyelidikan penuh dan
terbuka terhadap kasus-kasus seperti proliferasi jaringan A.Q. Khan yang menjual
teknologi pengayaan uranium dan hulu ledak nuklir ke Iran, Libya, dan Korea
Utara.173
Oleh karenanya kebijakan dan tindakan yang dilakukan Tiongkok
terhadap Pakistan menimbulkan reaksi India untuk segera bisa menjadi bagian
dari NSG.
3. Hambatan Akses Perdagangan Uranium
India banyak melakukan kerja sama perdagangan dengan beberapa negara
pemasok bahan bakar nuklir. Sebagai negara yang berupaya untuk
memaksimalkan pengunaan energi ramah lingkungan, India membutuhkan banyak
uranium untuk bahan bakar reaktor nuklirnya. India menjadi negara yang kurang
beruntung dalam kepemilikan uranium, negara ini hanya memiliki cadangan
172
The Economis Times, “China backs Pakistan membership of Nuclear Suppliers Group,”
The Economis Times World News dirilis 03 Juni 2015, tersedia di
https://economictimes.indiatimes.com/news/international/world-news/china-backs-pakistan-
membership-of-nuclear-suppliers-group/articleshow/47533642.cms; Internet; diakses pada 07
Oktober 2019. 173
Jonas Schneider, “A Nuclear Deal for Pakistan?,” CSS Analyses in Security Policy, No.
187, dirilis Maret 2016; Tersedia di https://css.ethz.ch/content/dam/ethz/special-
interest/gess/cis/center-for-securities-studies/pdfs/CSSAnalyse-187-EN.pdf; Internet; Diunduh
pada 08 Oktober 2019; 3.
86
uranium yang sedikit. Oleh karenanya untuk memenuhi kebutuhan uranium
negaranya, India melakukan banyak impor dari beberapa negara.
Tabel IV.B.2 Perkiraan Kebutuhan Uranium India
2020 2025 2030 2035
Estimasi Estimasi Estimasi Estimasi
Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi
1.800 ton 2.050 ton 1.790 ton 4.400 ton 2.625 ton 4.410 ton 2.915 ton 5.875 ton
Sumber: OECD Nuclear Energy Agency174
Jika melihat tabel di atas, kebutuhan uranium India dari tahun ke tahun akan
terus mengalami peningkatan. Estimasi tertinggi di tahun 2035 bahkan
diperkirakan India akan membutuhkan 5.875 ton Uranium. Berdasarkan data dari
World Nuclear Association, produksi uranium yang dihasilkan India pada tahun
2012 berjumlah 385 ton uranium dan di tahun 2017 meningkat menjadi 412 ton
uranium.175
Peningkatan produksi uranium India kurang signifikan sedangkan
jumlah tersebut tentu kurang jika melihat kebutuhan Uranium India di tahun-tahun
mendatang. Untuk memenuhi kebutuhan uraniumnya maka India membeli dari
beberapa negara importir Uranium.
Namibia menjadi salah satu negara tujuan India untuk memenuhi pasokan
uranium. Namibia memiliki tambang uranium signifikan yang mampu
menyediakan 10% dari hasil penambangan uranium dunia. Bahkan negara
174
OECD, “Uranium 2016: Resources, Production and Demand” [dokumen on-line]
tersedia di http://www.oecd-nea.org/ndd/pubs/2016/7301-uranium-2016.pdf; Internet; diunduh
pada 03 Juli 2019. 175
World Nuclear Association, “World Uranium Mining Production” [dokumen on-line]
tersedia di https://www.world-nuclear.org/information-library/nuclear-fuel-cycle/mining-of-
uranium/world-uranium-mining-production.aspx; Internet; diakses pada 05 Juli 2019.
87
tersebut berada di urutan ke empat sebagai penghasil terbesar uranium di dunia.176
Antara 2005 dan 2012 produksi uranium negara tersebut meningkat hampir 50
persen menjadi 4.500 ton setiap tahunnya.177
Sehingga banyak negara yang
melakukan kerja sama perdagangan uranium dengan Namibia.
Pada tahun 02 September 2009, India dan Namibia telah menandatangani
dua Nota Kesepahaman (Memorandums of Understanding atau MoU) selama
kunjungan Hifikepunye Lucas Pohamba ke India. Dua MoU tersebut yakni kerja
sama di bidang geologi serta sumber daya mineral dan kerja sama dalam
penggunaan energi nuklir secara damai. Dalam perjanjian tentang kerja sama
penggunaan energi nuklir secara damai disepakati mengenai pasokan uranium dari
Namibia ke India.178
Kerja sama tersebut nantinya akan memberi keuntungan bagi
India yang mana membutuhkan banyak uranium untuk bahan bakar reaktornya.
Selain itu juga akan mempererat hubunan India – Namibia dan ekonomi bagi
kedua negara.
Dalam perjalanannya, kerja sama perdagangan uranium Namibia dengan
India ternyata mengalami hambatan. Namibia dilarang melakukan perdagangan
yang berhubungan nuklir dengan India. Pakta Uni Afrika tentang African Nuclear
Weapon Free Zone Treaty (ANWFZT) atau yang dikenal sebagai perjanjian
176
GlobalSecurity.org, “Namibia-Economy Sectors” [artikel on-line] tersedia di
https://www.globalsecurity.org/military/world/africa/na-economy-sectors.htm; diakses pada 04
Juli 2019. 177
Ian Anthony dan Lina Grip, “Africa and the Global Market in Natural Uranium From
Proliferation Risk to Non-proliferation Opportunity” SIPRI Policy Paper No. 39, dirilis November
2013 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.sipri.org/sites/default/files/files/PP/SIPRIPP39.pdf;
Internet; diunduh pada 04 Juli 2019; 21. 178
Maj Gen Ajay Kumar Chaturvedi, Nuclear Energy in India's Energy Security Matrix: An
Appraisal (Delhi: Vij Books India Pvt Ltd, 2014), 126.
88
Pelindaba menjadi faktor yang menghambat kerja sama kedua negara tersebut.179
Namibia merupakan negara penandatangan perjanjian Pelindaba dan sebagai
bagian dari perjanjian tersebut maka Namibia harus mematuhi setiap peraturan
yang ada. Salah satu isi dari perjanjian Pelindaba yakni melarang negara
penandatangan perjanjian tersebut untuk melakukan pemberian bantuan ataupun
kerja sama nuklir dengan negara yang tidak menjadi bagian dari penandatangan
NPT. Setidaknya negara tersebut harus menjadi bagian dari perjanjian NPT
ataupun berada dalam lembaga yang fokus terhadap pencegahan proliferasi
nuklir.180
Oleh karenanya Namibia dilarang melakukan kerja sama nuklir
dikarenakan status India yang masih berada di luar negara NPT.
Hambatan yang diterima India dalam perdagangan nuklir akhirnya
mendorong India untuk segera mungkin dapat menjadi anggota dari NSG.
Meskipun India telah memiliki hak khusus dari NSG, hambatan kerja sama nuklir
tetap didapatkan India. Jika India berada di NSG setidaknya India akan memiliki
status yang lebih baik karena menjadi bagian dari rezim elit nuklir meskipun India
belum menjadi penandatangan NPT. Sehingga hambatan seperti yang terjadi
dengan Namibia setidaknya dapat terminimalisir dan membangun kepercayaan
terhadap India.
179
B. Muralidhar Reddy, “Namibia decries „nuclear apartheid‟” The Hindu News dirilis 18
Oktober 2016 [berita on-line]; tersedia di https://www.thehindu.com/news/Namibia-decries-
%E2%80%98nuclear-apartheid%E2%80%99/article14428155.ece; Internet; diakses pada 06 Juli
2019. 180
International Atomic Energy Agency, “African Nuclear Weapon-Free-Zone Treaty
(Pelindaba Treaty)” [database on-line] tersedia di
https://www.iaea.org/publications/documents/treaties/african-nuclear-weapon-free-zone-treaty-
pelindaba-treaty; Internet; diakses pada 08 Juli 2019.
89
Dengan begitu dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang mendorong kebijakan
suatu negara tidak hanya datang dari dalam negara tetapi juga dipengaruhi oleh
lingkungan eksternalnya. Pertimbangan India untuk menjadi anggota NSG
dipengaruhi juga oleh hubungan dan masalah yang berada dari luar negaranya.
Hambatan perdagangan menjadi masalah yang muncul dari luar dan menjadi salah
satu hal yang dipikirkan utama bagi India atau dengan kata lain sebagai primary
interest. Memudahkan hubungan dan kerja sama nuklir dengan negara lain
menjadi salah satu tujuan India untuk masuk ke dalam NSG. Keanggotaan NSG
akan memberi India akses mudah ke pasar global terutama untuk reaktor yang
sedang dibangun atau sedang direncanakan di India. Selain itu, keanggotaan akan
memberikan kemitraan yang setara bagi lndia dan akses mudah ke pasar serta
teknologi yang sedang dikembangkan dengan persyaratan perizinan dan verifikasi
yang mininum.181
Berada di luar keanggotaan NSG tertunya akan menimbulkan
hambatan-hambatan kerja sama nuklir di waktu berikutnya. Sehingga, masalah
tersebut menjadi kepentingan utama yang mendorong India untuk memiliki
keanggotaan di NSG.
Selain primary interest, keputusan India untuk dapat menjadi anggota NSG
juga merupakan hasil dari permanent interest yang terjalin antara India dan AS.
Permanent interest menurut Morgenthau terbentuk dari hubungan dalam jangka
waktu yang lama dan biasanya bersifat konsisten seperti hubungan perseketuan
antar negara yang memiliki kepentingan politik, ekonomi, dan lainnya. AS
memberikan dukungan yang kuat terhadap India untuk berada di NSG mulai dari
181
Rajiv Mehrishi, India 2017 Yearbook (Tamil Nadu: McGraw Hill Education (India)
Private Limited, 2017).
90
NSG Waiver sampai upaya India untuk masuk ke NSG. Dukungan dan hubungan
yang erat dengan India menandakan keinginan dan ambisi AS untuk menjadi
sekutu yang andal dan dapat dipercaya demi mencapai kepentingan geo-politik
dan strategisnya di Samudera Hindia juga menyeimbangkan pengaruh Tiongkok
di wilayah Asia.182
Oleh karenanya, tindakan yang diambil India dengan mencoba
untuk menjadi bagian dari NSG salah satunya merupakan hasil dari permanent
interest dan dorongan yang kuat dari negara sekutunya yakni AS.
182
Zahid Ali Khan, “Indo-US Civilian Nuclear Deal: The Gainer and the Loser” Journal of
South Asian Studies Vol. 28, No. 1, dirilis Januari – Juni 2013 [jurnal on-line] tersedia di
http://pu.edu.pk/images/journal/csas/PDF/17_V28_1_2013.pdf; Internet; diunduh pada 20 Juli
2019; 242.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skripsi ini membahas mengenai faktor-faktor yang mendorong keputusan
India berkeinginan untuk menjadi anggota dalam organisasi elit nuklir yakni
Nuclear Suppliers Group (NSG). Mendapatkan kemudahan untuk melakukan
kerja sama nuklir sipil dengan anggota NSG ternyata tidak menimbulkan
kepuasan bagi India. Negara tersebut pada tahun 2016 mengajukan proposal untuk
menjadi bagian dari keanggotaan NSG. Keputusan India untuk menjadi anggota
NSG dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal sesuai
dengan konsep kebijakan luar negeri yang dijelaskan oleh K.J. Holsti.
Faktor internal yang mendorong kebijakan India yakni dilihat dari sisi
keamanan, politik, dan ekonomi. Keamanan bagi India bukan hanya tentang
keutuhan negara atau pun terbebas dari ancaman luar tetapi keamanan dari
pasokan energi juga menjadi hal yang penting. India merupakan negara yang
besar dengan jumlah populasi yang banyak, tentu membutuhkan energi yang
mencukupi bagi kelangsungan negara. Energi juga sangat penting sebagai roda
perekonomian India dalam mengembangkan industrinya. Selama ini sektor energi
India ditopang oleh batu baru dan menjadi negara konsumsi terbesar.
India mencoba mengurangi penggunaan batu bara dan memaksimalkan
energi terbarukan seperti nuklir. Batu bara diketahui sebagai salah satu
penyumbang terbesar emisi karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan
92
global. Sedangkan kebijakan energi India saat ini mengharuskan untuk
memaksimalkan penggunaan energi ramah lingkungan demi mencapai Intended
Nationally Determined Contribution dalam perjanjian Paris dengan mengurangi
emisi karbon di tahun 2030 sebanyak 30%. Kementerian luar negeri India
menyatakan bahwa keanggotaan India di NSG sangat penting untuk pemenuhan
bahan bakar dan teknologi canggih yang diperlukan dalam memperluas program
nuklirnya sebagai sumber energi.
Selanjutnya faktor politik juga memberi pengaruh dalam keputusan India.
India mencoba untuk memiliki status sebagai kekuatan global dan peran yang
lebih dalam lembaga nuklir. Salah satu penanda status kekuatan global adalah
keanggotaan dalam banyak organisasi elit global. Pengejaran keanggotaan dalam
NSG menjadi bagian dari kebijakan luar negeri Narendra Modi yang berfokus
membawa India untuk mendapat pengakuan sebagai kekuatan global. Selain itu,
India juga ingin memiliki peran dalam lembaga nuklir dengan erintegrasi dalam
lembaga utama internasional seperti NSG.
Faktor internal yang ketiga yaitu dari segi ekonomi. Kepentingan India
untuk masuk menjadi anggota NSG ternyata berhubungan dengan kebijakan
ekonomi India yakni Make In India. India memiliki misi untuk menjadi pusat
manufaktur global, salah satu sektor yang ditingkatkan yaitu sektor yang
berhubungan dengan nuklir. India menjadi salah satu negara yang memproduksi
boiler reaktor nuklir. Keanggotaan India di NSG nantinya akan membuka pasar
yang besar bagi industri boiler reaktor nuklir dan mendorong investasi sesuai
dengan semangat kebijakan Make In India.
93
Selain faktor internal, terdapat juga faktor eksternal dalam keputusan India
menjadi anggota NSG. Pertama, didorong oleh hubungan yang kuat India dengan
negara sekutunya yakni Amerika Serikat (AS). India merupakan mitra yang
penting bagi AS, begitu juga sebaliknya. AS menjadi salah satu negara yang
berpengaruh besar di dalam NSG, bahkan hak istimewa India di NSG berhasil
didapatkan dari hasil kerja keras diplomatik AS. Keputusan India untuk segera
menjadi anggota NSG ternyata salah satunya juga didasari oleh dukungan dan
dorongan AS yang ingin membawa India masuk juga dalam lembaga-lembaga
nuklir dunia.
Faktor lainnya yang memengaruhi keputusan aplikasi keanggotaan India di
NSG adalah muncul sebagai reaksi atas tindakan negara lain. Dalam hal ini
mengenai hubungan kerja sama nuklir Pakistan dan Tiongkok yang terus berlanjut
meskipun Tiongkok berada dalam keanggotaan NSG yang memiliki pedoman
larangan untuk melakukan kerja sama dengan negara di luar NSG. Selain itu juga
tanggapan atas keputusan Tiongkok yang memberikan dorongan dan dukungan
untuk Pakistan berada dalam keanggotaan NSG. Kebijakan dan tindakan
Tiongkok tersebut pada akhirnya menimbulkan keputusan India untuk bisa segera
berada dalam keanggotaan NSG.
Faktor eksternal selajutnya adalah hambatan perdagangan yang masih
diterima India. Uranium menjadi kebutuhan yang pokok bagi reaktor-reaktor yang
dioperasikan India. Untuk memenuhi pasokan uranium, India mesti melakukan
impor dari negara-negara penghasil uranium. Namibia sebagai negara penghasil
uranium yang cukup banyak menjadi salah satu tujuan India. Kedua negara ini
94
melakukan kerja sama pada tahun 2009 tetapi dalam pengimplementasiannya
dihalangi oleh pakta Pelindaba di mana Namibia sebagai penandatangan pakta
tersebut harus berkewajiban mematuhinya. Tindakan ini akhirnya mendorong
India untuk meningkatkan hubungannya bersama NSG dengan menjadi anggota
organisasi tersebut. Dengan berada di dalam NSG, maka India dapat
mengamankan kerja sama nuklirnya dan menciptakan kepercayaan lebih untuk
negara-negara yang melakukan kerja sama nuklir bersama India.
xi
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Agarwal, Prashant. 1996. India's Nuclear Development Plans and Policies: A
Critical Analysis. New Delhi: Northern Book Center.
Andemicael, Berhanykun dan John Mathiason. 2005. Eliminating Weapons of
Mass Destruction: Prospects for Effective International Verification. New
York: Palgrave Macmillan.
Anthony, Ian, Christer Ahlström, dan Vitaly Fedchenko. 2007. Reforming Nuclear
Export Controls: The Future of the Nuclear Suppliers Group. New York:
Oxford University Press.
Berndorfer, Thomas. 2008. Nuclear Commerce: Control Regime and the Non-
Proliferation Treaty. Hamburg: Diplomica Verlag Gmbh.
Bodansky, David. 2004. Nuclear Energy: Principles, Practices, and Prospects.
New York: Springer-Verlag.
Bratt, Duane. 2006. The Politics of CANDU Exports. Toronto: University of
Toronto Press.
Brewster, David. 2012. India as an Asia Pacific Power. New York: Routledge.
Burchill, Scott. 2005. The National Interest In International Relations Theory.
New York: Palgrave Macmillan.
Chakraborty, Chandreyee. 2013. India’s Nuclear Diplomacy and the Non-
Proliferation Regime. India: KW Publishers Pvt Ltd. Diunduh pada 16
November 2018 (http://capsindia.org/files/documents/New-Delhi-Paper-
6.pdf).
Chaturvedi, Ajay Kumar. 2014. Nuclear Energy in India's Energy Security
Matrix: An Appraisal. New Delhi: Vij Books India Pvt Ltd.
Coulumbis, Theodore A. dan James H. Walfe. 1986. Introduction to International
Relations: Power and Justice. New Jersey: Prentice-Hall.
xii
Creswell, John W. 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches. California: SAGE Publications.
Hibbs, Mark. 2011. The Future of The Nuclear Suppliers Group. Washington DC:
Carnegie Endowment for International Peace.
Holsti, K.J. 1992. International Politics: A Framework for Analysis. New Jersey:
Prentice Hall.
Knopf, Jeffrey W. 2016. International Cooperation on WMD Nonproliferation.
Georgia: University of Georgia Press.
Kort, Michael. 2010. Weapons of Mass Destruction. New York: Infobase
Publishing.
Mas'oed, Mochtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.
Jakarta: Pustaka LP3ES.
Mehrishi, Rajiv. 2017. India 2017 Yearbook. Tamil Nadu: McGraw Hill
Education (India) Private Limited.
Meier, Oliver. 2014. Technology Transfers and Non-Proliferation: Between
Control and Cooperation. New York: Routledge.
Mishra, Jita. 2008. The NPT and the Developing Countries. New Delhi: Concept
Publishing Company.
Mistry, Dinshaw. 2014. The US–India Nuclear Agreement. Delhi: Cambridge
University Press.
Nuclear Energy Agency. 2003. Nuclear Development: Nuclear Energy Today.
Paris: OECD Publication. Diunduh pada 16 November 2018.
(https://www.oecd-nea.org/pub/nuclearenergytoday/3595-nuclear-energy-
today.pdf).
Padelford, Norman J. dan George A. Lincoln. 1962. The Dynamics of
International Politics. New York: Macmillan.
Paul, Rishi. 2018. Foregrounding India’s Nuclear Responsibilities: Nuclear
weapons possession and disarmament in South Asia. London: BASIC.
xiii
Perkovich, George. 1999. India's Nuclear Bomb: The Impact on Global
Proliferation. California: University of California Press.
Rajagopalan, Rajesh dan Atul Mishra. 2014. Nuclear South Asia: Keywords and
Concepts. New Delhi: Routledge.
Rajagopalan, Rajeswari Pillai dan Arka Biswas. 2016. Locating India within the
Global Non-Proliferation Architecture: Prospects, Challenges and
Opportunities. New Delhi: Observer Research Foundation. Diunduh pada
16 Februari 2019 (https://www.orfonline.org/wp-
content/uploads/2016/08/ORF_Monograph_NonProliferation.pdf).
Rosenau, James N., Gavin Boyd, dan Kenneth W. Thompson. 1976. World
Politics: An Introduction. New York: The Free Press.
SarDesai, Damodar R. dan Raju G. C. Thomas. 2002. Nuclear India in the
Twenty-First Century . New York: Palgrave-Macmillan.
Semiawan, Conny R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
SIPRI. 2016. SIPRI Yearbook 2016: Armaments, Disarmament and International
Security. Oxford: Oxford University Press. Diunduh pada 11 Januari 2019
(https://www.sipri.org/sites/default/files/SIPRIYB16c16sVI.pdf).
Suharsimi, Arikunto. 2006. Metode Penelitian: Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Timerbaev, Roland. 2000. The Nuclear Suppliers Group: Why and How It Was
Created, 1974-1978. Moscow: PIR Center. Diunduh pada 11 Februari 2019
(http://www.pircenter.org/media/content/files/9/13464056390.pdf).
Venkataraman, Ganesan. 1994. Bhabha and His Magnificent Obsessions.
Hyderguda: Universities Press (India) Limited.
Vishwanathan, Arun. 2009. “India and the Nuclear Suppliers Group: From
Estrangement to Engagement?.” Bab Sembilan di India in a Changing
Global Nuclear Order, ed. Arvind Gupta. New Delhi: Academic
Foundation. Diunduh 13 Maret 2019
(https://id.scribd.com/document/324402105/India-and-the-Nuclear-
Suppliers-Group-From-Estrangement-to-Engagement-Book-Chapter).
xiv
Wang, Rong dan Cuiping Zhu. 2017. Annual Report on the Development of the
Indian Ocean Region (2016): Modi’s India. Beijing: Sosial Sciences
Academic Press and Springer.
Woddi, Taraknath V.K., William S. Charlton, dan Paul Nelson. 2009. India's
Nuclear Fuel Cycle: Unraveling the Impact of the U.S.-India Nuclear
Accord. Texas: Morgan & Claypool Publishers.
B. Jurnal
Anthony, Ian dan Lina Grip. 2013. “Africa and the Global Market in Natural
Uranium From Proliferation Risk to Non-proliferation Opportunity.” SIPRI
Policy Paper No. 39. Diunduh pada 04 Juli 2019
(https://www.sipri.org/sites/default/files/files/PP/SIPRIPP39.pdf).
Balachandran, Gopalan. 2013. "India and NSG: Approaches to Indian
membership." Journal of Institute for Defence Studies & Analyses. Diunduh
pada 30 November 2018
(https://www.files.ethz.ch/isn/164927/IB_IndiaNSG.pdf).
Bano, Sario. 2013. “India and the Nuclear Supplier Group (NSG) Membership.”
Turkish Journal Of International Relations. Diunduh pada 25 November
2018 (http://alternatives.yalova.edu.tr/article/view/5000150715/0).
Basrur, Rajesh. 2010. “India and Nuclear Disarmament.” Journal of Security
Challenges, Volume 6, No. 4. Diunduh pada 16 November 2018
(https://www.regionalsecurity.org.au/Resources/Documents/vol6no4Basrur.
pdf).
_____, 2016. “Status Politics: India, China and the Nuclear Suppliers Group”
Journal of RSIS Commentary No. 171/2016. Diunduh pada 29 Mei 2019
(https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/2016/07/CO16171.pdf).
_____, 2017. “Modi‟s Foreign Policy Fundamentals: A Trajectory Unchanged”
International Affairs, Vol. 93, No. 1. Diunduh pada 29 Mei 2019
(https://academic.oup.com/ia/article/93/1/7/2731383#63584265).
Bhuyan, Abhijit. 2018. “Nuclear Supplier Group (NSG) and India: Prospects and
Challenges.” Journal of Krishna Kanta Handiqui State Open University.
Diunduh pada 20 November 2018
(http://dlkkhsou.inflibnet.ac.in/bitstream/123456789/175/1/wp_2018_2.pdf).
xv
Bidwai, Praful. 2008. “US Arm Twisting Wins India a Nuclear Waiver: Blow to
Non-Proliferation.” The Asia-Pacific Journal, Volume 6. Diunduh pada 24
November 2018 (https://apjjf.org/-Praful-Bidwai/2886/article.pdf).
Chakma, Bhumitra. 2005. “Toward Pokhran II: Explaining India's Nuclearisation
Process.” Journal of Modern Asian Studies, Volume 39, No. 01. Diunduh
pada 28 Desember 2018 (https://www.jstor.org/stable/3876511).
Charnysh, Volha. 2009. “India‟s Nuclear Program.” Journal of Nuclear Age
Peace Foundation, Volume 5. Diunduh pada 19 November 2018
(http://www.nuclearfiles.org/menu/key-issues/nuclear-
weapons/issues/proliferation/india/charnysh_india_analysis.pdf).
Dolly dan Jagvinder Kaur. 2019. “Make In India: A Global Manufacturing Hub.”
International Journal of Scientific Research and Review Vol. 07, No. 03.
Diunduh pada 10 Juni 2019
(http://ijsrr.co.in/images/full_pdf/1553942023_192.pdf).
Ganguly, Sumit. 1999. “India's Pathway to Pokhran II: The Prospects and Sources
of New Delhi's Nuclear Weapons Program.” Journal of International
Security, Volume 23, No. 4. Diunduh pada 30 Desember 2018
(https://www.jstor.org/stable/2539297).
Gartzke, Erik dan Matthew Kroenig. 2009. “A Strategic Approach to Nuclear
Proliferation.” Journal of Conflict Resolution, Vol. 53. Diunduh pada 15
November 2018
(https://www.researchgate.net/publication/253278103_A_Strategic_Approa
ch_to_Nuclear_Proliferation).
Jalil, Ghazala Yasmin. 2017. "India‟s Membership of Missile Technology Control
Regime: Implications for South Asia." Journal of Strategic Studies
Islamabad. Diunduh pada 28 November 2018 (http://issi.org.pk/wp-
content/uploads/2017/10/3-SS_Ghazala_Yasmin_Jalil_No-3_2017.pdf).
Jung, Ji Yeon. 2017. “A Path to NSG: India‟s Rise in the Global Nuclear Order.”
Journal of Observer Research Foundation. Diunduh pada 20 November
2018 (https://www.orfonline.org/wp-
content/uploads/2017/12/ORF_Occasional_Paper_129_Nuclear.pdf).
Ker, Paul K. 2008. “U.S. Nuclear Cooperation with India: Issues for Congress.”
Journal of Congressional Research Service. Diunduh pada 25 Juni 2019
(https://www.everycrsreport.com/files/20080520_RL33016_046cf5f628d37
a001cbad30ed9f129eb82eb94e2.pdf).
xvi
Khan, Zahid Ali. 2013. “Indo-US Civilian Nuclear Deal: The Gainer and the
Loser.” Journal of South Asian Studies Vol. 28, No. 1. Diunduh pada 20 Juli
2019 (http://pu.edu.pk/images/journal/csas/PDF/17_V28_1_2013.pdf).
Kile, Shannon dan Hans Kristensen. 2016. “Trends in World Nuclear Forces,
2016.” Fact Sheet Stockholm International Peace Research Institute
(SIPRI). Diunduh pada 06 Januari 2019
(https://www.sipri.org/sites/default/files/FS%201606%20WNF_Embargo_F
inal%20A.pdf).
Kronstadt, K. Alan. 2005. “India-U.S. Relations.” Journal of Congressional
Research Service. Diunduh pada 17 Juni 2019
(https://fas.org/asmp/resources/govern/109th/CRSIB93097.pdf).
Kugelman, Michael. 2017. “Modi‟s Bold New World” Journal The Cairo Review
Of Global Affairs. Diunduh pada 28 Mei 2019
(https://cdn.thecairoreview.com/wp-content/uploads/2017/05/cr25-
kugelman.pdf).
Kumar, A. Vinod. 2008. “India's Role in Global Anti-Proliferation: Challenges
and Opportunities,” Strategic Analysis. Diunduh pada 06 Oktober 2019
(https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/09700160802309167).
Lee, Jinwon. 2018. “Evaluating the Effectiveness of the Nuclear Suppliers Group:
A Functionalist Perspective on the Regime.” The Korean Journal of
International Studies, Volume 16, No. 2. Diunduh pada 13 Februari 2019
(http://www.kjis.org/journal/view.html?uid=217&&vmd=Full).
Mason, Shane. 2016. “Military Budgets in India and Pakistan: Trajectories,
Priorities, and Risks.” Jurnal The Stimson Center. Washington D.C:
Stimson Center.
Morgenthau, Hans J. 1952. “Another "Great Debate": The National Interest of the
United States.” The American Political Science Review, Volume 46, No. 4.
Diunduh pada 02 Desember 2018 (http://www.jstor.org/stable/1952108).
Morrow, Daniel dan Michael Carriere. 1999. “The Economic Impacts of the 1998
Sanctions on India and Pakistan.” The Nonproliferation Review. Diunduh
pada 15 Juni 2019 (https://www.nonproliferation.org/wp-
content/uploads/npr/morrow64.pdf).
Nuechterlein, Donald E. 1976. “National interests and foreign policy: A
conceptual framework for analysis and decision-making.” British Journal of
xvii
International Studies, Volume 2, No. 3. Diunduh pada 02 Desember 2018
(https://www.jstor.org/stable/20096778).
Rajagopalan, Rajesh. 2008. "Nuclear Non-Proliferation: An Indian Perspective."
Journal of Friedrich Ebert Stiftung, No. 10. Diunduh pada 27 November
2018 (http://library.fes.de/pdf-files/iez/global/05793.pdf).
Rajagopalan, Rajeswari Pillai dan Arka Biswas. 2016. “India's Membership to the
Nuclear Supplier Group.” Journal of Observer Research Foundation, No.
141. Diunduh pada 23 November 2018 (https://www.orfonline.org/wp-
content/uploads/2016/05/ORF_Issue_Brief_141.pdf).
Ramana, Siddharth. 2008. “The Nuclear Suppliers Group Waiver.” BASIC
(British American Security Information Council) papers no. 8. Diunduh
pada 24 Mei 2019 (https://www.files.ethz.ch/isn/92364/gtz08.pdf).
Robinson, Thomas W. 1967. “A National Interest Analysis of Sino-Soviet
Relations.” International Studies Quarterly, Volume 11, No. 2. Diunduh
pada 04 Desember 2018
(https://www.jstor.org/stable/3013925?seq=1#page_scan_tab_contents).
Roka, Dipmala. 2014. “India's Nuclearization Process: Pokhran I and II.”
International Journal of Current Research, Volume 6. Diunduh pada 25
Desember 2018 (http://www.journalcra.com/sites/default/files/5392.pdf).
Sethna, Homi Nusserwanji. “India's Atomic Energy Programme Past and Future.”
Journal of International Atomic Energy Agency, Volume 21, No. 5.
Diunduh pada 10 Desember 2018
(https://www.iaea.org/sites/default/files/publications/magazines/bulletin/bull
21-5/21505090211.pdf).
Schneider, Jonas. 2016. “A Nuclear Deal for Pakistan?,” CSS Analyses in Security
Policy, No. 187. Diunduh pada 08 Oktober 2019
(https://css.ethz.ch/content/dam/ethz/special-interest/gess/cis/center-for-
securities-studies/pdfs/CSSAnalyse-187-EN.pdf).
Singh, Virendra. 2009. “Homi Jehangir Bhabha: Architect of Modern Science and
Technology in India.” Journal of Tata Institute of Fundamental Research
Homi Bhabha. Diunduh pada 10 Desember 2018
(https://arxiv.org/pdf/0906.3356.pdf).
Strulak, Tadeusz. 1993. “The Nuclear Suppliers Group.” The Nonproliferation
Review. Diakses pada 06 Februari 2019
(https://www.nonproliferation.org/wp-content/uploads/npr/strula11.pdf).
xviii
Sudjatmiko, Totok. 2008. "Analisis Kepentingan Dibalik Kegigihan Cina Untuk
Menjadi Anggota MTCR." Jurnal Analisis dan Informasi Kedirgantaraan,
Volume 5, No. 1. Diunduh pada 30 November 2018
(http://jurnal.lapan.go.id/index.php/jurnal_ansis/article/view/2).
Sundaram, Kumar dan M. V. Ramana. 2018. “India and the Policy of No First
Use of Nuclear Weapons.” Journal for Peace and Nuclear Disarmament.
Diunduh pada 05 Januari 2019
(https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/25751654.2018.1438737).
Thränert, Oliver. 2013. “The Nuclear Supplier Group at The Crossroads.” Journal
of CSS Analysis in Security Policy. Diunduh pada 20 November 2018
(http://www.css.ethz.ch/content/dam/ethz/special-interest/gess/cis/center-
for-securities-studies/pdfs/CSS-Analysis-127-EN.pdf).
Wadia, Spenta R. 2009. “Homi Jehangir Bhabha and the Tata Institute of
Fundamental Research.” Journal of Current Science, Volume 96, No. 5.
Diunduh pada 08 Desember 2018
(https://www.icts.res.in/sites/default/files/historical-notes-homi-jehangir-
bhabha-2009-03-10.pdf).
Weiss, Leonard. 2007. “U.S.-India Nuclear Cooperation” Journal of
Nonproliferation Review, Vol. 14, No. 3. Diunduh pada 20 Juni 2019
(https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/10736700701611738).
Yusuf, Moeed. 2008. “Does Nuclear Energy Have a Future?.” Journal of The
Frederick S. Pardee Center for the Study of the Longer-Range Future.
diunduh pada 16 November 2018
(http://www.bu.edu/pardee/files/documents/Pardee-Nuclear-Yusuf.pdf).
Zhang, Hongzhou dan Mingjiang Li. 2013. “Sino-Indian Border Disputes.”
Journal of Istituto per gli Studi di Politica Internazionale (ISPI), No. 181.
Diunduh pada 17 Desember 2018
(https://www.ispionline.it/sites/default/files/pubblicazioni/analysis_181_201
3.pdf).
C. Database
BP. “India‟s Energy Market in 2018.” Diakses pada 19 April 2019
(https://www.bp.com/content/dam/bp/business-
sites/en/global/corporate/pdfs/energy-economics/statistical-review/bp-stats-
review-2019-india-insights.pdf).
Energy Information Administration. “IEA Atlas of Energy.” Diakses pada 15
April 2019 (http://energyatlas.iea.org/#!/tellmap/-1002896040/1).
xix
Global Carbon Atlas. “CO2 Emissions.” Diakses pada 03 Mei 2019
(http://www.globalcarbonatlas.org/en/CO2-emissions).
House of Representatives. “One Hundred Ninth Congress of the United States of
America.” Government Publishing Office of US. Diunduh pada 27 Juni 2019
(https://www.govinfo.gov/content/pkg/BILLS-109hr5682enr/pdf/BILLS-
109hr5682enr.pdf).
International Atomic Energy Agency. “African Nuclear Weapon-Free-Zone
Treaty (Pelindaba Treaty).” Diakses pada 08 Juli 2019
(https://www.iaea.org/publications/documents/treaties/african-nuclear-
weapon-free-zone-treaty-pelindaba-treaty).
International Atomic Energy Agency. 2015. “The Nuclear Suppliers Group: Its
Origins, Role and Activities.” International Atomic Energy Agency,
INFCIRC/539/Rev.6. Diunduh pada 07 Februari 2019
(https://www.iaea.org/sites/default/files/infcirc539r6.pdf).
Kimball, Daryl dan Kelsey Davenport. 2017. “The Nuclear Suppliers Group
(NSG) at a Glance,” Fact Sheets and Briefs of Arms Control Association.
Diakses pada 04 Februari 2018
(https://www.armscontrol.org/factsheets/NSG).
Ministry of Commerce and Industry of the Government of India. “India's Top 25
Export Destinations.” Diakses pada 14 Juni 2019
(http://indiantradeportal.in/vs.jsp?lang=0&id=0,25,45,858,859).
Ministry of Defence of the Government of India. 2018. “Forty-Third Report:
Standing Committee on Defence (2017-2018).” Diakses pada 07 Januari
2019 http://164.100.47.193/lsscommittee/Defence/16_Defence_43.pdf).
Ministry of External Affairs of the Goverment of India, “Question No. 1272 NSG
Membership.” Diakses pada 17 Mei 2019 (https://www.mea.gov.in/lok-
sabha.htm?dtl/27665/QUESTION_NO1272_NSG_MEMBERSHIP).
Ministry of External Affairs of the Goverment of India. 2016. “English Rendering
of Annual Press Conference by External Affairs Minister (June 19, 2016).”
Diakses pada 25 Mei 2019 (https://www.mea.gov.in/media-
briefings.htm?dtl/26955/English_Rendering_of_Annual_Press_Conference_
by_External_Affairs_Minister_June_19_2016).
xx
Ministry of External Affairs of the Goverment of India. 2016. “Nuclear Suppliers
Group Membership.” diakses pada 24 Maret 2019
(http://pib.nic.in/newsite/mbErel.aspx?relid=147375).
Ministry of External Affairs of the Goverment of India. 2016. “Question No. 147
Nuclear Reactors In Pakistan,” Diakses pada 09 Oktober 2019
(https://www.mea.gov.in/lok-
sabha.htm?dtl/27619/QUESTION_NO147_NUCLEAR_REACTORS_IN_P
AKISTAN).
Ministry of External Affairs of the Government of India, “Question No. 438
Chinese Objections for India's Membership of NSG.” Diakses pada 15 Mei
2019 (https://mea.gov.in/rajya-
sabha.htm?dtl/27105/question+no438+chinese+objections+for+indias+mem
bership+of+nsg).
Ministry of External Affairs of the Government of India. “Brief on India-U.S.
Relations.” Government of India. Diunduh pada 12 Juni 2019
(https://mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/India_US_brief.pdf).
Ministry of External Affairs of the Government of India. 2003. “The Cabinet
Committee on Security Reviews Perationalization of India‟s Nuclear
Doctrine.” Press Releases of Ministry of External Affairs Government of
India. Diakses pada 30 Desember 2018 (https://mea.gov.in/press-
releases.htm?dtl/20131/The_Cabinet_Committee_on_Security_Reviews_per
ationalization_of_Indias_Nuclear_Doctrine+Report+of+National+Security+
Advisory+Board+on+Indian+Nuclear+Doctrine).
Ministry of External Affairs of the Government of India. 2004. “On visit of a
delegation of Nuclear Suppliers Group (NSG) Troika.” Diakses pada 15
Maret 2019 (https://www.mea.gov.in/press-
releases.htm?dtl/7650/On+visit+of+a+delegation+of+Nuclear+Suppliers+G
roup+NSG+Troika).
Ministry of External Affairs of the Government of India. 2016. “Question No. 413
Steps Taken For Membership in NSG.” Diakses pada 08 Mei 2019
(https://mea.gov.in/rajya-
sabha.htm?dtl/27116/question+no413+steps+taken+for+membership+in+ns
g).
Ministry of External Affairs of the Government of India. 2016. “Question No. 423
Opposition For India's Entry in NSG.” Diakses pada 28 Maret 2019
xxi
(https://mea.gov.in/rajya-
sabha.htm?dtl/27090/question+no423+opposition+for+indias+entry+in+nsg
).
Ministry of Finance of the Government of India. “Mid-Year Economic Analysis
2012-2013.” Diakses pada 02 Juni 2019
(https://dea.gov.in/sites/default/files/MYR201213English.pdf).
NITI Aayog of the Government of India. “Draft National Energy Policy.” Diakses
pada 07 Mei 2019
(https://niti.gov.in/writereaddata/files/new_initiatives/NEP-
ID_27.06.2017.pdf).
NSG. “Participants.” Diakses pada 10 Maret 2019
(http://www.nuclearsuppliersgroup.org/en/about-nsg/participants1).
NSG. “Prague 2013 Plenary.” diunduh pada 10 Maret 2019
(http://www.nuclearsuppliersgroup.org/images/Files/Documents-
page/Public_Statements/2013-06-Prague-
NSG_6_PUBLIC_STATEMENT_HOD_final.pdf).
OECD. 2016. “Uranium 2016: Resources, Production and Demand.” Diunduh
pada 03 Juli 2019 (http://www.oecd-nea.org/ndd/pubs/2016/7301-uranium-
2016.pdf).
OECD-NEA. 2008. “Statement on Civil Nuclear Cooperation with India.”
Dokumen resmi Nuclear Suppliers Group’s. Diunduh pada 21 Maret 2019
(https://www.oecd-nea.org/law/nlbfr/documents/083_085_NSG.pdf).
Our World in Data. “Annual CO₂ emissions.” Diakses pada 28 April 2019
(https://ourworldindata.org/grapher/annual-co2-emissions-per-
country?tab=chart&time=2001..2017&country=IND).
Parliament of India, Lok Sabha House of The People. 1998. “Made a statement on
nuclear tests in Pokhran.” Document of Indian Government. Diakses pada
25 Desember 2018
(http://164.100.47.194/Loksabha/Debates/Result12.aspx?dbsl=248).
Sebi, Carine. 2019. “Explaining the increase in coal consumption worldwide.”
diterbitkan oleh The Conversation. Diakses pada 24 April 2019
(https://theconversation.com/explaining-the-increase-in-coal-consumption-
worldwide-111045).
xxii
The Global Economy. “Coal consumption - Country rankings.” Diakses pada 23
April 2019
(https://www.theglobaleconomy.com/rankings/coal_consumption/).
The White House. 2010. “Joint Statement by President Obama and Prime Minister
Singh of India.” Statements & Releases of The White House, Office of the
Press Secretary. Diakses pada 03 Juli 2019
(https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press-office/2010/11/08/joint-
statement-president-obama-and-prime-minister-singh-india).
Trading Economics. “India Exports of Nuclear Reactors Boilers & Parts Ther.”
Diakses pada 10 Juni 2019 (https://tradingeconomics.com/india/exports-of-
nuclear-reactors-boilers-parts-ther).
UNFCCC. 2015. “India‟s Intended Nationally Determined Contribution: Working
Towards Climate Justice.” dokumen UNFCCC. Diakses pada 05 Mei 2019
(https://www4.unfccc.int/sites/submissions/INDC/Published%20Documents
/India/1/INDIA%20INDC%20TO%20UNFCCC.pdf).
Vardhan, Pooja P. 2014. “Environment Protection under Constitutional
Framework of India.” Press Information Bureau, Government of India,
Special Service and Features. Diakses pada 18 Juni 2019
(http://pib.nic.in/newsite/PrintRelease.aspx?relid=105411).
World Bank Group. “GDP growth (annual %).” Diakses pada 01 Juni 2019
(https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?end=2017&l
ocations=IN&start=2007).
World Nuclear Association. 2019. “World Uranium Mining Production.” Diakses
pada 05 Juli 2019 (https://www.world-nuclear.org/information-
library/nuclear-fuel-cycle/mining-of-uranium/world-uranium-mining-
production.aspx).
D. Artikel dan Berita
Atomic Heritage Foundation. 2018. "Atomic Heritage Foundation," Article of
Atomic Heritage Foundation. Diakses pada 17 Desember 2018
(https://www.atomicheritage.org/history/indian-nuclear-program).
Ayres, lyssa. 2017. “Will India Start Acting Like a Global Power?: New Delhi‟s
New Role.” Foreign Affairs. Diakses pada 30 Mei 2019
(https://www.foreignaffairs.com/articles/india/2017-10-16/will-india-start-
acting-global-power?cid=int-lea&pgtype=hpg).
xxiii
Chengappa, Raj. 2016. “NSG: The Great Wall of Xi,” Indiatoday.in Magazine.
Diakses pada 06 Oktober 2019 (https://www.indiatoday.in/magazine/the-
big-story/story/20160711-nsg-membership-india-china-829187-2016-06-
30).
Cherian, John. 2016. “Diplomatic fiasco.” Frontline India's National Magazine.
Diakses pada 30 Juli 2019 (https://frontline.thehindu.com/the-
nation/diplomatic-fiasco/article8811032.ece).
FAS. 2000. “First Nuclear Test at Pokhran in 1974,” Federation of American
Scientists. Diakses pada 17 Desember 2018
(https://fas.org/nuke/guide/india/nuke/first-pix.htm).
GlobalSecurity.org. “Namibia-Economy Sectors.” Diakses pada 04 Juli 2019
(https://www.globalsecurity.org/military/world/africa/na-economy-
sectors.htm).
India Brand Equity Foundation, “Manufacturing Sector in India”. Diakses pada 02
Juni 2019 (https://www.ibef.org/industry/manufacturing-sector-india.aspx).
IndiaToday.in. 2016. “Pokhran I: India's first nuclear bomb test was carried out
underground and code named 'Smiling Buddha,” IndiaToday.in News.
Diakses pada 15 Desember 2018 (https://www.indiatoday.in/education-
today/gk-current-affairs/story/pokharan-i-first-nuclear-atomic-bomb-test-of-
india-324141-2016-05-18).
_____, 2017. “India World's Fifth Largest Military Spender in 2016, Says
Report.” IndiaToday.in News. Diakses pada 07 Januari 2019
(https://www.indiatoday.in/education-today/gk-current-affairs/story/india-
worlds-fifth-largest-military-spender-973637-2017-04-26).
Hibbs, Mark. 2017. “A More Geopoliticized Nuclear Suppliers Group,” Strategic
Trade Review. Diakses pada 06 Oktober 2019
(https://carnegieendowment.org/2017/12/14/more-geopoliticized-nuclear-
suppliers-group-pub-75027).
International Business Times. 2016. “India surpasses China to become fastest
growing economy in the world.” Diakses pada 01 Juni 2019
(https://www.ibtimes.co.uk/india-surpasses-china-become-fastest-growing-
economy-world-1542725).
xxiv
Kimball, Daryl G. 2016. “Nuclear Suppliers Divided on Indian Bid,” Arms
Control Association. Diakses pada 06 Oktober 2019
(https://www.armscontrol.org/act/2016-07/news/nuclear-suppliers-divided-
indian-bid).
Krishnan, Ananth. 2015. “China involved in six nuclear projects in Pakistan,
reveals official,” Indiatoday.in News. Diakses pada 07 Oktober 2019
(https://www.indiatoday.in/world/neighbours/story/china-pakistan-nuclear-
projects-beijing-chashma-atomic-energy-239251-2015-02-08).
Mishra, Sitakanta. 2018. “NSG Timeline Needs Rewording.” IndraStra Global,
Volume 04, No. 07. Diakses pada 27 Maret 2019
(https://www.indrastra.com/2018/07/NSG-Timeline-Needs-Rewording-004-
07-2018-0007.html).
Mukherjee, Tuneer. 2016. “India‟s NSG Membership & Nuclear Politics between
India, US and China,” Article of India China America Institute. Diakses
pada 27 Maret 2019 (http://dga.kennesaw.edu/ica/icainitiatives/july-29-
2016.php).
NSG. “FAQ NSG.” Nuclear Suppliers Group. Diakses pada 23 Februari 2019
(http://www.nuclearsuppliersgroup.org/en/about-nsg/nsg-faq).
NSG. “Guidelines.” Nuclear Suppliers Group. Diakses pada 13 Februari 2019
(http://www.nuclearsuppliersgroup.org/en/guidelines).
NTI. 2018. “New Agenda Coalition,” Article of Nuclear Threat Initiative. Diakses
pada 03 April 2019 (https://www.nti.org/learn/treaties-and-regimes/new-
agenda-coalition/).
Nuclear Weapon Archive. 2001. “India's Nuclear Weapons Program Operation
Shakti: 1998,” Article of Nuclear Weapon Archive. Diakses pada 25
Desember 2018 (https://nuclearweaponarchive.org/India/IndiaShakti.html).
Panwar, Preeti. 2015. “Pakistan Has More Nuclear Warheads Than India: SIPRI
Report,” Oneindia News. Diakses pada 07 Januari 2019
(https://www.oneindia.com/india/pakistan-has-more-nuclear-warheads-than-
india-sipri-report-1467622.html).
Patranobis, Sutirtho. 2016. “China Says World Nuke System Will Collapse If
Non-NPT India Gets NSG Berth.” Hindustan Times. Diakses pada 23
xxv
November 2018 (https://www.hindustantimes.com/india-news/china-says-
world-nuke-system-will-collapse-if-non-npt-india-gets-nsg-berth/story-
i05pxEmknURyx89WDfZbBO.html).
Ramachandran, R. 2005. "India and the Nuclear Suppliers Group," The Hindu
Newspaper. Diakses pada 18 Maret 2019
(https://www.thehindu.com/2005/04/25/stories/2005042505901100.htm).
Reddy, B. Muralidhar. 2016. “Namibia decries „nuclear apartheid‟” The Hindu
News. Diakses pada 06 Juli 2019
(https://www.thehindu.com/news/Namibia-decries-%E2%80%98nuclear-
apartheid%E2%80%99/article14428155.ece).
Ruff, Abdul. 2016. “China and Others Oppose India‟s Bid for NSG,” Foreign
Policy News. Diakses pada 29 Maret 2019
(http://foreignpolicynews.org/2016/06/10/China-others-oppose-indias-bid-
nsg/).
The Economis Times. 2015. “China backs Pakistan membership of Nuclear
Suppliers Group,” The Economis Times World News. Diakses pada 07
Oktober 2019
(https://economictimes.indiatimes.com/news/international/world-
news/china-backs-pakistan-membership-of-nuclear-suppliers-
group/articleshow/47533642.cms).
Thomas, Christi. 2016. “India‟s Failed NSG Bid : Unlearn, Learn, and Proceed.”
Centre for Public Policy Research. Diakses pada 20 November 2018
(http://www.cppr.in/article/indias-failed-nsg-bid-unlearn-learn-and-
proceed/).
Trusts, Tata. “About Tata Trusts.” diakses pada 08 Desember 2018
(http://www.tatatrusts.org/article/inside/about-tata-trusts).
UNODA. “Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT).” United
Nations Office For Disarmament Affairs. Diakses pada 03 Februari 2019
(https://www.un.org/disarmament/wmd/nuclear/npt/text).
World Nuclear News. 2019. “India to Bring 21 More Reactors Online by 2031.”
Diakses pada 07 Mei 2019 (http://world-nuclear-news.org/Articles/India-to-
bring-21-more-reactors-online-by-2031).