ANALISIS MANAJEMEN RISIKO USAHATANI MANGGA DI
KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT (Kasus:Petani Buah Mangga Di Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang-Kabupaten
Indramayu)
SKRIPSI
YULIA ALVIANY
H34076156
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Skripsi : Manajemen Risiko Usahatani Mangga di Kabupaten Indramayu
JawaBarat (Kasus:Petani Mangga Di Desa Krasak, Kecamatan
Jatibarang-Kabupaten Indramayu)
Nama : Yulia Alviany
NIM : H34076156
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Harianto, MS
NIP . 19581021 19850 1 1001
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................ v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………. vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………. vii
I PENDAHULUAN…………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………….. 1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………….. 5
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………….. 6
1.4 Manfaat dan Batasan Penelitian………………………... 7
II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………... 8
2.1 Risiko…………………………………….…………….. 8
2.2 Manajemen Risiko……………………………………… 10
2.3 Risiko Produksi….……………………………………… 10
2.4 Risiko Usaha Perkebunan Mangga di
Kabupaten Indramayu………………………………… 10
2.5 Penelitian Terdahulu Yang Berkaitan Dengan
Penelitian………………………………………………. 11
III KERANGKA PEMIKIRAN……………………………….. 18
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis…………………………….. 18
3.1.1 Agribisnis Mangga di Kabupaten Indramayu…….. 18
3.2 Risiko…………………………………………………….. 19
3.2.1 Bentuk-Bentuk Risiko……………………………… 20
3.2.2 Sumber-Sumber Risiko……………………………. 21
1. Risiko Sosial……………………………………. 21
2. Risiko Fisik……………………………………... 21
3. Risiko Ekonomi………………………………… 21
3.2.3 Manajemen Risiko…………………………………. 23
3.2.4 Hubungan Risiko dengan Bagian Produksi……….. 25
3.2.5 Faktor-Faktor Produksi…………………………….. 26
1. Sumberdaya Alam………………………………. 26
2. Modal……………………………………………. 26
3. Tenaga Kerja……………………………………... 27
4. Kewirausahaan…………………………………… 27
3.2.6 Masalah dalam Risiko produksi……………………. 27
3.2.7 Upaya Meminimalkan Risiko produksi……………. 27
3.2.8 Penanggungan Risiko………………………………. 28
3.2.9 Mengelola Risiko…………………………………… 28
3.3 Dampak Risiko…………………………………………… 29
3.4 Sikap Dalam Menghadapi Risiko………………………… 29
3.5 Identifikasi Risiko………………………………………… 30
3.6 Ukuran Risiko…………………..………………………… 31
3.7 Kerangka Pemikiran Operasional………………………… 32
IV METODE PENELITIAN…………………………………… 34
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………….. 34
4.2 Metode Pengumpulan data Serta Jenis dan Sumber
Data……………………………………………………….. 34
4.3 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data…………….. 35
4.3.1 Analisis Deskriptif…………………………………. 36
4.3.2 Analisis Risiko……………………………………… 36
4.3.2.1 Analisis Risiko Pada Kegiatan Usaha
Spesialisasi………………………………… 36
4.3.3 Analisis Pendapatan……………………………….. 39
4.3.4 Analisis Usahatani………………………………… 39
4.4 Dfinisi Operasional……………………………………… 41
V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN….…….. 43
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………. 43
5.2 Perkembangan Komoditi Tanaman Pangan dan
Hortikultura……………………………………………… 44
5.2.1 Potensi Pengembangan Kawasan Sentra Produksi
Mangga di Kabupaten Indramayu ……………….... 45
5.2.2 Usahatani Mangga di Kabupaten Indramayu……… 46
5.3 Karakteristik Responden…………………………………. 49
5.3.1 Pengalaman Usahatani Mangga di Kabupaten
Indramayu…………………………………………. 51
5.3.2 Status Penguasaan Lahan………………………….. 52
5.3.3 Alasan Petani Responden Mengusahakan
Mangga……………………………………………… 52
5.4 Jumlah dan Laju Pertumbuhan penduduk………………. 53
VI HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………… 56
6.1 Sumber Risiko Pada Usahatani Buah Mangga
di Kabupaten Indramayu …………………………………. 56
6.1.1 Sumber-Sumber Risiko Produksi Yang
Disebabkan Oleh Alam…………………………….. 57
a. Curah Hujan……………………………………… 57
b. Hama……………………………………………… 58
c. Penyakit…………………………………………... 60
6.1.2 Kerugian Yang Disebabkan Oleh Faktor
Sumberdaya Manusia…............................................ 61
a. Kerusakan Pada Saat Pemanenan……………….. 61
b. Kerusakan Pada Saat Pengiriman Hasil…………. 62
6.2 Sumber-Sumber Risiko harga………………………….….. 62
a. Peningkatan Harga Obat-Obatan………………… 63
b. Peningkatan Harga Pupuk……………………….. 64
c. Peningkatan Harga Upah Kerja………………….. 65
6.3 Penilaian Risiko Pada Usahatani Buah Mangga
di Kabupaten Indramayu …………………………………. 66
6.4 Analisis pendapatan Usahatani Buah Mangga…………… 66
6.4.1 Pendapatan Usahatani Petani Mangga Gedong Gincu
dan Cengkir………………………………………….. 66
6.4.2 Pengeluaran Usahatani Buah Mangga……………… 67
1. Biaya pupuk dan Obat-obatan……...………….… 68
2. Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga………………. 69
6.4.3 Analisis Perbandingan Pendapatan dan R/C Rasio
Usahatani Buah Mangga........................................... 69
6.4.4 Analisis Risiko Produksi Buah Mangga.................... 70
6.4.4.1 Analisis Risiko Produksi Buah Mangga........ 72
VII KESIMPULAN DAN SARAN............................................... 74
7.1 Kesimpulan........................................................................ 74
7.2 Saran.................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 77
LAMPIRAN....................................................................................... 80
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Perkembangan Produksi Mangga di Wilayah Jawa
dan Luar Jawa Tahun 2009-2011…………………………... . 2
2. Luas Tanam, Luas Panen, dan Jumlah Produksi Mangga
di Indramayu Tahun 2006-2010…………………………….. 3
3. Fluktuasi Harga dan Produksi Buah Mangga
di Kabupaten Indramayu Tahun 2010 ………………………. 5
4. Studi Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Penelitian……….. 16
5. Tata Guna Lahan di Kabupaten Indramayu…………………. 44
6. Potensi Mangga di Kabupaten Indramayu…………………… 45
7. Pemberian Dosis Pupuk Mangga…………………………….. 47
8. Jumlah petani Responden Berdasarkan Umur………………. 49
9. Tingkat Pendidikan Petani Responden………………………. 50
10. Pengalaman Petani Responden Dalam Usahatani Mangga
di Kabupaten Indramayu…………………………………….. 51
11. Jumlah Penduduk Kabupaten Indramayu Berdasarkan
Jenis Kelamin………………………………………………… 54
12. Jumlah Penduduk Kabupaten Indramayu Berdasarkan
Matapencaharian……………………………………………… 55
13. Nilai Persentase Risiko Yang Disebabkan Oleh Faktor Alam.. 57
14. Nilai Persentase Risiko Yang Disebabkan Oleh Sumberdaya
Manusia………………………………………………………... 61
15. Nilai Persentase Risiko Yang Disebabkan Oleh Faktor
Harga…………………………………………………………... 63
16. Biaya Usahatani Musim panen 2010………………………… 68
17. Rata-rata Produktifitas Pendapatan Petani Dalam
Memperoleh Produktifitas Tertinggi Normal dan Terendah… 71
18. Penilaian Risiko ProduksiBuah Mangga tahun 2010………… 72
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Perkembangan Produksi Mangga Menurut Wilayah Pulau Jawa
dan Luar Pulau Jawa Tahun 2009-2011…………………………… 2
2. Sikap Dalam Pengambilan Keputusan…………………………….. 29
3. Kerangka pemikiran Operasional………………………………….. 33
4. Perbandingan Jumlah Penduduk Menurut Gender di
Kabupaten Indramayu Tahun 2010………………………………… 53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Metode Perhitungan Manual………………………………… 80
2. Metode Perhitungan Penilaian Risiko……………………….. 83
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi
perekonomian nasional, sektor ini juga mampu memperoleh keuntungan yang
menghasilkan devisa negara. Selain itu pertanian juga merupakan salah satu
sektor yang dipersiapkan untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan
nilai ekonomis.
Sektor pertanian di Indonesia, dewasa ini dan dimasa mendatang masih akan
menghadapi tantangan yang besar, terutama pada subsektor utama, seperti
hortikultura dan buah-buahan, perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan.
Persaingan yang ketat antar produsen komoditas komersial diduga akan semakin
terjadi. Pembangunan pertanian dibidang pangan khususnya hortikultura pada
saat ini ditujukan untuk mewujudkan swasembada pangan, meningkatkan
pendapatan masyarakat, dan memperbaiki keadaan gizi masyarakat melalui
penganekaragaman jenis bahan makanan. Indonesia sebagai negara tropis
mempunyai potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk
pertanian khususnya produk pangan, yang di dalamnya termasuk produk
hortikultura, yaitu buah-buahan dan sayuran.
Mangga (Mangifera indika spp) merupakan salah satu komoditi hortikultura.
Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2004), menginformasikan bahwa wilayah
utama pengembangan mangga Indonesia terutama diarahkan pada sentra produksi
yang sudah dikenal selama ini, yaitu Jawa Timur (Kabupaten Pasuruan dan
Situbondo), Jawa Barat (Kabupaten Cirebon, Indramayu, dan Majalengka), dan
Sulawesi Selatan (Kabupaten Takalar dan Jeneponto). Hingga tahun 2002,
varietas mangga yang sudah dilepas oleh menteri pertanian yaitu sebanyak 16
varietas (Rachmiyanti,2006). Produksi buah mangga di Indonesia selalu
berfluktuasi, ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Mangga Menurut Wilayah Pulau Jawa dan Luar
pulau Jawa dan Triwulan Pada Tahun 2009-2011
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS no.53/08/Th.XV.2011
Persentase produksi mangga tahun 2011 sebesar, 72,02 persen terjadi di
Pulau Jawa dan 27,98 persen di luar Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa
sejak tahun 2009-2011 Pulau Jawa masih menjadi sentra produksi mangga
Indonesia. Jika dikaji perkembangan produksi mangga pertriwulan pada tahun
2011, maka penurunan produksi terjadi pada triwulan II sedangkan pada triwulan
III dan IV produksi terus meningkat. Jika data produksi mangga pertriwulan
tahun 2011 dibanding dengan triwulan pada tahun 2010, maka terjadi peningkatan
terbesar pada triwulan ke III sebesar 385,554 ribu ton atau sebesar 102,98 persen.
Gambar 1. Perkembangan Produksi Mangga Wilayah Pulau Jawa dan Luar
Pulau Jawa Tahun 2009-2011
Sumber: berita resmi statistic BPS no.53/08/Th.XV
Gambar 1 menunjukan bahwa produksi mangga tahun 2011 sebesar 2,13
juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 0,84 juta ton (65,55 persen) dibandingkan
tahun 2010. Kenaikan produksi mangga dari tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi di
pulau Jawa sebesar 0,75 juta ton (94,55 persen).
Di Propinsi Jawa Barat sudah berkembang empat jenis mangga utama
yaitu harumanis, gedong, dermayu atau biasa disebut cengkir dan golek, yang
tersebar di tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Indramayu, Cirebon, dan Majalengka.
Indramayu secara geografis terletak pada posisi 107 51-108 36 BT dan 6 15-6 40
LS, dengan batas-batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Subang, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa, sedangkan sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Cirebon.
Di Indramayu sendiri buah mangga merupakan komoditas unggulan, dari
beberapa jenis buah mangga yang ada, mangga gedong gincu dan mangga cengkir
atau biasa disebut dengan mangga dermayu merupakan ciri khas Kabupaten
Indramayu sebagai kota mangga serta merupakan salah satu sentra produksi buah
mangga di Indonesia.
Tabel 2. Luas Tanam, Luas Panen, dan Jumlah Produksi Mangga di
Indramayu Tahun 2006-2010
Tahun Luas tanam (ha) Luas panen (ha) Jumlah produksi
(ton)
2006 1.391.926 840.113 169.409,83
2007 1.409.393 949.072 177.880,32
2008 1.413.123 1.040.452 160.599,24
2009 1.439.495 765.919 123.385.86
2010 1.010.905 594.693 374.458.26
Sumber: Dinas Pertanian Indramayu, (2011)
Menunjukan jumlah produksi mangga di Indramayu berfluktuasi dari
tahun ketahun ini dapat dilihat dari Tabel 2. pada tahun 2006 jumlah produksi
mangga di Indramayu sebesar 169.409.83 ton, dan mengalami kenaikan hingga
tahun 2007, yaitu sebesar 177.880,32 ton. Pada tahun 2008 dan tahun 2009,
jumlah produksi mangga di Indramayu mengalami penurunan yaitu masing-
masing sebesar 160.599,24 ton dan 123.385.86, sedangkan jumlah luas tanam dan
jumlah luas panen pada tahun 2008 mengalami peningkatan. Produksinya kembali
meningkat pada tahun 2010 yaitu sebesar 374.458.26 ton. Produksi mangga di
Indramayu berfluktuasi dari tahun ke tahun, diantaranya disebabkan belum
dilakukannya pengelolaan budidaya yang baik, maupun belum dilakukannya
penanganan yang baik setelah panen. (Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu,
2011).
Selain itu sebagian besar produksi dan mutu buah yang dihasilkan oleh
Kabupaten Indramayu masih tergolong rendah yaitu ukuran buah yang masih
kecil, warna, rasa, dan tingkat kematangan buah yang tidak seragam, serta
kurangnya penanganan risiko terhadap buah mangga masih rendah, hal ini jugalah
yang menyebabkan tingkat produksi buah mangga di Kabupaten Indramayu
berfluktuatif. Apalagi mengingat buah mangga termasuk komoditas pertanian
yang memiliki sifat mudah rusak atau tidak tahan lama disimpan, memerlukan
tempat atau ruangan yang luas, memiliki ukuran besar yang beragam, dan
dihasilkan secara musiman. (Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu, 2011).
Mengingat karakteristik tersebut, perlu penanganan ekstra terhadap buah
mangga ini, baik dari awal penanaman sampai penanganan pasca panen, karena
usaha ini memiliki risiko yang tinggi terkait dengan sifat alamiah dari buah
mangga itu sendiri, maupun faktor lainnya yang berisiko. Manajemen risiko
adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi, dan
pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan usaha. Penerapan
manajemen risiko dalam usaha ini perlu dilakukan untuk meminimalisasi risiko
yang dihadapi. Manajemen risiko yang diterapkan dengan baik, paling tidak
dapat membantu menghindari kejadian-kejadian yang tak terduga dan merugikan,
serta dapat membantu memperbaiki atau memperbesar kemungkinan keberhasilan
kegiatan usaha.
Berdasarkan topografinya, Kabupaten Indramayu sebagian besar
merupakan daerah dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-
rata 0-2 persen dan mempunyai ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut,
dan sangat cocok untuk budidaya mangga. (Broto, 2003), menyatakan bahwa
tanaman mangga hidup dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 500
meter dari permukaan laut. Kemiringan tanah tidak boleh lebih dari 15 , tipe
iklimnya kering, curah hujan 1000-2000 milimeter pertahun, dan tingkat
penyinaran sekitar 50-80.
1.2. Perumusan Masalah
Risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan,
kemungkinan akan terjadinya akibat buruk atau akibat yang merugikan, seperti
kemungkinan kehilangan, cedera, kebakaran, dan sebagainya. Agar risiko tidak
menghalangi kegiatan usaha, maka seharusnyalah dikelola dengan sebaik-
baiknya. Dilihat dari karakteristik buah mangga dan jumlah produksi buah
mangga yang berfluktuatif di Kabupaten Indramayu, seperti dijelaskan dalam latar
belakang, maka perlu adanya penanganan terhadap risiko produksi buah mangga
tersebut, perlu dilakukan sejak dari awal penanaman sampai penanganan risiko
pasca panen. Berikut data tentang fluktuasi harga serta fluktuasi produksi buah
mangga di Kabupaten Indramayu yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Fluktuasi Harga dedan Fluktuasi Produksi Mangga di Kabupaten
Indramayu Pada Tahun 2010
Komoditi Masa produksi
(Bulan)
Produksi
(Kg)/Pohon
Harga Jual
(Rp)
Mangga Gedong Mei -Juli 30 20000-25000
Agustus -Oktober 50 15000-20000
November-Desember 20 10000-17000
Mangga Cengkir Mei -Juli 30 10000-15000
Agustus -Oktober 50 8000-10000
November-Desember 20 10000-12000
Dari Tabel 3 di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa produksi dan harga
buah mangga di Kabupaten Indramayu sangat berfluktuasi, dan rata-rata pada
bulan Mei-Juli produksi panennya tidak terlalu melimpah sehingga
mengakibatkan harga per Kilogram pada masing-masing jenis mangga masih
relative mahal.
Pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober produksi mangga di
Kabupaten Indramayu berlimpah, karena pada bulan-bulan ini merupakan
musimnya. Oleh karena itu, harga buah mangga cenderung lebih murah
dibandingkan pada bulan-bulan sebelumnya, hal ini dikarenakan pada bulan-bulan
tersebut produksi yang dihasilkan cukup melimpah.
Harga buah mangga di Kabupaten Indramayu mulai melonjak tinggi lagi
pada bulan November sampai dengan bulan Desember, karena stok buah mangga
sudah mulai habis dan memasuki masa panen periode baru. Harga untuk mangga
Gedong gincu pada bulan-bulan ini berkisar antara Rp 10.000,- hingga Rp
17.000,- per Kilogramnya, sedangkan untuk mangga jenis Cengkir dihargai antara
Rp 10.000,- sampai Rp 12.000,- per Kilogramnya.
Mengingat produksi mangga masih sangat bergantung terhadap alam atau
musim, maka dampaknya sangat berpengaruh terhadap harga jual mangga itu
sendiri. Pada saat produksi melimpah harga mangga murah, sebaliknya memasuki
tidak musim mangga harganya mahal. Selain itu sering terjadi flukuasi harga yang
sangat mencolok,selain harga yang naik-turun dengan drastis, masyarakat tidak
bisa menikmati di luar musim mangga.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengidentfikasi sumber risiko yang dihadapi dan menganalisis tingkat
risiko produksi, risiko harga dan risiko sosial.
2. Menganalisis risiko produksi yang telah dilakukan untuk mitigasi risiko-
risiko tersebut.
3. Merumuskan alternatif solusi yang lebih baik untuk mitigasi risiko.
1.4. Manfaat dan Batasan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini diharapkan akan
memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:
1. Sebagai masukan bagi pemilik usaha untuk menjadi bahan pertimbangan
dalam menjalankan usahanya pada saat menghadapi risiko.
2. Menambah pengetahuan bagi penulis dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu
yang diperoleh selama kuliah serta melatih kemampuan penulis dalam
menganalisa masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang
disesuaikan dengan pengetahuan selama kuliah.
3. Sebagai tambahan referensi dan informasi untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
Penelitian ini memiliki berbagai batasan-batasan agar dapat lebih terarah dan
tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Untuk penelitian ini hanya
dibatasi pada analisis manajemen risiko produksinya saja (mulai dari penanaman
sampai penanganan pasca panen), atau manajemen risiko yang ditelaah adalah
risiko operasional, yaitu risiko yang mencangkup sumberdaya manusia, sistem
dan prosedur, proses dan tekhnologi serta faktor eksternal. Analisis manajemen
risiko yang berkaitan dengan keuangan atau finansial, tidak termasuk ke dalam
bahasan penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Risiko
Terminologi dalam kamus besar bahasa Indonesia, risiko didefinisikan
sebagai suatu kondisi yang mengandung ketidakpastian (Diknas,2003). Menurut
kamus bahasa Indonesia versi online risiko adalah akibat yang kurang
menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.
Dengan kata lain, risiko merupakan kemungkinan situasi keadaan yang dapat
mengancam pencapaian tujuan serta sasaran sebuah organisasi individu.
Risiko dapat dikatakan, merupakan atau penyimpangan realisasi dari
rencana yang mungkin terjadi secara tak terduga (Darmawi,1997). Disebutkan
juga di dalam bukunya bahwa Risk is Uncertainty (risiko adalah ketidakpastian),
risiko artinya sama dengan ketidakpastian, dan dapat juga disebut sebagai
penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Bisa juga dikatakan
bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang
sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Risiko dihubungkan juga
dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan,
atau tidak terduga. Dengan kata lain, “Kemungkinan” itu sudah menunjukan
adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan
tumbuhnya risiko. Kondisi yang tidak pasti itu timbul karena berbagai sebab,
antara lain:
1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir.
Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.
2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.
3. Keterbatasan pengetahuan, keterampilan, tekhnik pengambilan keputusan.
Risiko-risiko yang biasanya dihadapi dalam usaha agribisnis yaitu, risiko
produksi (seperti penurunan volume dan mutu produk), risiko pemilikan, risiko
keuangan dan pembiayaan, risiko kerugian karena kecelakaan, bencana alam, dan
faktor alam lainnya, kerugian karena perikatan, serta kerugian karena hubungan
tata kerja.
Risiko dalam agribisnis biasanya adalah risiko dalam hal produk, dimana
produk agribisnis tersebut gagal panen, rendahnya kualitas produk, dan produk
tersebut tidak dapat dijual, risiko karena kelangkaan bahan baku, risiko dalam hal
tekhnologi seperti rusaknya mesin dan alat-alat pertanian serta terjadinya
pencurian-pencurian. Disamping itu risiko perubahan harga merupakan risiko
yang sering kali menghantui pikiran para pelaku dalam sistem agribisnis
(Gumbira dan Intan, 2001).
Risiko juga dapat diartikan, kesempatan untuk terjadinya cedera/kerugian dari
suatu bahaya, atau kombinasi dari kemungkinan. (okleqs.wordpress.com) 1
Menurut Kontur (2006), risiko adalah kemungkinan kejadian yang
merugikan. Berdasarkan pemahaman tersebut, ada tiga unsur yang terkait dalam
sebuah risiko adalah : (1) kejadian, (2) kemungkinan, dan (3) akibat.
Masih menurut (Kontur, 2006). Berdasarkan akibat yang ditimbulkan dan
penyebab timbulnya risiko, berdasarkan akibat yang ditimbulkan risiko dapat
diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu (1) risiko spekulatif dan (2) risiko
murni. Risiko spekulatif adalah jenis risiko yang akibatnya selain merugikan
dapat pula mendatangkan keuntungan, sedangkan risiko yang hanya dapat
mengakibatkan kerugian dapat digolongkan kedalam risiko murni. Jika ditinjau
dari penyebabnya, maka risiko juga dibedakan menjadi risiko keuangan dan risiko
operasional. Risiko keuangan adalah jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-
faktor keuangan seperti perubahan harga, perubahan mata uang, dan perubahan
tingkat bunga. Adapun risiko operasional adalah jenis risiko yang disebabkan
oleh faktor-faktor operasional seperti manusia, tekhnologi, alam, dan aturan.
Secara spesifik Tjoekam (1993) mengemukakan beberapa risiko yang
biasanya melekat pada sebuah usaha, yaitu : (1) risiko alamiah, adalah risiko yang
timbul oleh keadaan alam seperti gempa bumi, perubahan iklim, atau musim dan
lain-lain yang akan mempengaruhi jalannya usaha. (2) risiko manusia, yaitu risiko
yang timbul karena perbuatan manusia seperti persaingan usaha, temuan
tekhnologi baru, politik, inflasi, dampak lingkungan, spekulasi, ekonomi,
moneter, keamanan, sosial budaya dan sebagainya yang dapat mempengaruhi
jalannya usaha yang dibiayai. (3) risiko ketidakpastian, yaitu risiko yang
ditimbulkan oleh ketidakpastian yang pada gilirannya menimbulkan spekulasi.
okleqs.wordpress.com1
2.2. Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup
identifikasi, evaluasi, dan pengendalian risiko yang dapat mengancam
kelangsungan usaha atau aktifitas perusahaan.(vibiznews.com) 2
. Pengertian yang
lain yaitu penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan
aktivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan
pemantauan serta review risiko.(okleqs.wordpress.com)
2.3. Risiko Produksi
Dalam agribisnis, para pelaku dapat menghadapi risiko-risiko, salah
satunya risiko produksi, risiko penurunan produksi pertanian dapat disebabkan
oleh bencana alam seperti banjir, topan, dan gempa bumi, serta bencana lainnya
seperti kebakaran, serangan hama dan penyakit tanaman, pencurian dan kesalahan
dalam menerapkan tekhnik budidaya. Risiko kemungkinan menurunnya kualitas
produksi dapat ditanggulangi dengan penerapan teknologi budidaya dan
tekhnologi pasca panen yang tepat (Gumbira dan Intan, 2001). Produksi
agribisnis dapat diartikan sebagai seperangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi
dalam penciptaan produk agribisnis.
2.4. Risiko Usaha Perkebunan Mangga
Terdapat keterkaitan yang erat antara risiko dengan karakteristik usaha,
adapun risiko yang sering dihadapi oleh para petani mangga di Indramayu adalah:
(1) risiko produksi yaitu terjadi penurunan volume dan mutu produk yang
biasanya disebabkan karena adanya pengaruh dalam kondisi alami seperti
perubahan iklim, musim, serangan hama dan lain sebagainya. (2) risiko yang
ditimbulkan oleh manusia dan lingkungan sekitar seperti organisasi petani belum
optimal dimana petani lebih banyak melaksanakan kegiatan secara perorangan,
penerapan teknologi pra panen belum sempurna, kepemilikan sarana dan alat
pasca panen masih terbatas sehingga menyebabkan perlakuan panen dan pasca
panen yang tidak sempurna, hingga terjadinya pencurian. (3) risiko keuangan
yaitu harga jatuh pada saat panen raya serta masih lemahnya akses terhadap
permodalan (Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu,2010).
vibiznews.com
2
2.5. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan konsep risiko
dan berkaitan dengan penelitian ini yaitu penelitian mengenai risiko portofolio,
manajemen risiko operasional dan mengenai risiko produksi. Penelitian mengenai
manajemen risiko operasional dilakukan oleh Trangjiwani (2008), Secara umum
penelitian ini bertujuan menganalisis risiko-risiko yang terdapat di CV Bina
Mandiri terhadap berbagai jenis sayuran, serta menganalisis alternatif penanganan
risiko di CV Bina Mandiri. Identifikasi risiko di CV Bina Mandiri menggunakan
analisis sekuen, dan hasil identifikasi risiko yang sudah terdaftar kemudian diukur
dengan menggunakan metode aproksimaksi dalam penilaian risiko. Dan
pemetaan risiko menggunakan matriks frekwensi dan signifikansi yang
memberikan alternatif penanganan risiko berdasarkan hasil pemetaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko operasional yang
teridentifikasi dapat dikelompokkan menjadi risiko sistem, proses, SDM, dan
risiko eksternal. Penanganan risiko berdasarkan nilai status risiko diutamakan
untuk komoditi tomat dibandingkan dengan keempat komoditi lainnya. Alternatif
penanganan risiko dengan mitigasi atau detect and monitor dilakukan untuk: a)
risiko sistem, SDM, proses dan eksternal pada tomat, b) risiko sistem dan
eksternal pada kol, c) risiko sistem, proses dan eksternal pada lettuce head dan d)
risiko sistem, proses, dan eksternal pada cabai merah. Penanganan risiko secara
low control dapat dilakukan untuk risiko yang memiliki nilai kemungkinan dan
dampak risiko yang rendah, yaitu a) risiko sistem dan SDM pada kentang, b)
risiko proses dan SDM pada kol, c) risiko SDM pada lettuce head dan d) risiko
SDM pada cabai merah.
Penelitian mengenai analisis risiko produksi dilakukan juga oleh Tarigan
(2008), yang bertujuan untuk menganalisis risiko produksi dalam pengolahan
sayur organik yang dilakukan permata organic farm, serta menganalisis alternatif
yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi permata hati organic farm dalam
menjalankan usahanya. Analisis yang dilakukan menggunakan analisis risiko
dengan menggunakan variance, standard deviation, coefficient variation pada
kegiatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi
adalah brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting, sedangkan kegiatan
portofolio adalah tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko
produksi berdasarkan produktifitas pada brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai
keriting diperoleh risiko yang paling tinggi dari ke empat komoditas adalah
bayam hijau yaitu 0.225 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka
risiko yang dihadapi akan sebesar 0.225. sedangkan yang paling rendah adalah
cabai keriting yakni 0.048 yang artinya setiap satu satuan yang yang dihasilkan
maka risiko yang akan dihadapi sebesar 0.048. hal ini dikarenakan bayam hijau
sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim penghujan.
Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang paling tinggi dari
keempat komoditi tersebut adalah cabai keriting yaitu 0.80 yang artinya setiap
satu satuan rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0.80.
sedangkan yang paling rendah adalah brokoli yakni 0.16 yang berarti setiap satu
rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0.16. hal ini
karena penerimaan yang diterima lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan
tinggi.
Analisis risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio
menunjukkan bahwa kegiatan diversivikasi dapat meminimalkan risiko.
Penanganan untuk mengatasi risiko produksi permata hati organic farm dapat
dilakukan dengan pengembangan difersifikasi pada lahan yang ada. Difersifikasi
menghindari kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi
dari kegiatan usahatani lainnya. Oleh karena itu, difersifikasi usaha tani
merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi
dari fluktuasi produksi. Selain itu, untuk penanganan risiko juga dapat dilakukan
kemitraan produksi dengan petani sekitar yang memproduksi sayuran organik
serta kemitraan dalam penggunaan input. Selain itu juga perlu adanya
peningkatan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsi-fungsi
manajemen yang terarah dengan baik
Abdul Aziz, (2009) meneliti tentang analisis risiko dalam usaha ternak
ayam broiler. Dimana risiko usaha peternakan ayam broiler yang dihadapi
peternak ayam broiler di peternakan X tersebut memiliki risiko tinggi, dalam hal
ini risiko harga, risiko produksi, dan risiko sosial. Risiko-risiko tersebut sangat
berpengaruh terhadap keuntungan atau pendapatan bersih yang diterima peternak,
kemampuan dalam meminimalkan risiko sangat dibutuhkan usaha peternakan X
dalam menjalankan produksinya. Manajemen risiko adalah alat bantu bagi
peternak untuk meminimalkan atau menghindari risiko yang dihadapinya.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh risiko terhadap
pendapatan usaha ternak, dan menganalisis alternatif manajemen risiko yang
diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X. data
yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, data
primer diperoleh melalui kuisioner, observasi, dan wawancara, sedangkan data
sekunder diperoleh melalui studi literatur dari instansi yang terkait dengan
penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis risiko
dan analisis deskriptif, analisis risiko digunakan untuk menganalisis tingkat risiko
yang dihadapi usaha peternakan X. Analisis risiko yang digunakan adalah dengan
menghitung expected return, ragam (variance), simpangan baku (standard
deviation), koevisien variasi (coefficient variation), dan batas bawah pendapatan.
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis manajemen risiko yang
diterapkan oleh usaha peternakan X.
Nilai expected return yang diterima usaha peternakan X adalah sebesar Rp
5.768.199. nilai ini menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang diharapkan
dapat diperoleh dari usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang
adalah sebesar Rp 5.768.199 (cateris paribus). Nilai standar deviasi yang
diperoleh usaha peternakan x adalah sebesar RP 10.095.088, nilai tersebut
menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi usaha peternakan X setiap periode
dimasa yang akan datang adalah sebesar Rp 10.095.088 (cateris paribus). Nilai
coefficient variation yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar 1,75. nilai
ini menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 175 persen
dari nilai return yang diperoleh peternak. Nilai coefficient variation yang lebih
besar dari 0,5 menunjukkan bahwa usaha peternakan X akan menghadapi peluang
merugi pada setiap periode di masa yang akan datang (cateris paribus). Nilai
batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp
14.421.977 (cateris paribus). Berdasarkan analisis, risiko yang dihadapi usaha
peternakan X yaitu risiko harga, risiko produksi, dan risiko sosisl sangat
berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternakan X. risiko-risiko tersebut
menyebabkan usaha pendapataan usaha peternakan X berfluktuasi tajam. Pada
periode ke –6 dan ke-12 usaha peternakan X mengalami kerugian masing-masing
sebesar Rp 3.326.570 dan Rp 21.213.029.
Hasil kuisionernya menunjukkan bahwa manajemen risiko yang
diterapkan diusaha peternakan X adalah manajemen risiko harga, manajemen
risiko produksi, dan manajemen risiko sosial. Alternatif manajemen risiko yang
diterapkan oleh usaha peternakan X, diantaranya adalah mendatangkan tim medis
yang dikepalai oleh seorang dokter hewan yang bertanggung jawab penuh
terhadap kesehatan ayam secara keseluruhan. Adanya tim medis, diharapkan
dapat meminimalkan tingkat mortalitas akibat penyakit yang mewabah diusaha
peternakan X. Alternativ lain yang diterapkan oleh usaha peternakan X adalah
memperbaiaki tekhnologi dalam hal pengaturan sirkulasi kandang.
Penelitian tentang manajemen risiko juga dilakukan oleh Lestari 2009,
studi kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang Provinsi Banten.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari manajemen risiko PT.
Suri Tani Pemuka dalam mengendalikan sumber-sumber risiko yang dihadapi
baik risiko operasional maupun pasar yang di dalamnya terdapat tujuan khusus
yaitu mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional dan pasar yang dihadapi
oleh PT. Suri Tani Pemuka dan menganalisis tingkat dan dampak risiko yang
disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan udang
vannamei terhadap PT. Suri tani Pemuka.
Sumber-sumber risiko yang ada di PT. Suri Tani Pemuka dalam kegiatan
pembenihan udang Vannamei dapat diklasifikasikan ke dalam empat kuadran
risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan
oleh risiko tersebut. Strategi yang dilakukan oleh PT Suri tani Pemuka untuk
mengurangi terjadinya risiko yaitu dengan melakukan persiapan bak
pemeliharaan, pemeliharan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air,
pengelolaan pakan, pengepakan dan pemanenan benur, serta pelatihan sumber
daya manusia. Hasil pemetaan menunjukan bahwa risiko penurunan derajat
ke;angsungan hidup berada pada kuadran 2. risiko produksi benur dan risiko
penerimaan terdapat pada kuadran 3 dan risiko produksi naupli berada pada
kuadran 4, sedangkan untuk kuadran 1 tidak terisi risiko.
Penelitian tentang analisis pemasaran mangga yang dilakukan oleh
Rachmiyanti (2006) diketahui bahwa mangga di Indonesia mempunyai peluang
untuk mengisi pasar luar negeri, karena mangga Indonesia memiliki kekhasan
tersendiri dapat disimpulkan bahwa dari penelitian yang dilakukan oleh
Rachmiyanti, bahwa usahatani mangga gedong gincu yang dilakukan oleh petani
di daerah Pasir Muncang Kecamatan Panyingkiran Kabupaten Majalengka secra
ekonomis menunjukkan kelayakan. Selama satu tahun produksi membutuhkan
pembiayaan sebanyak Rp 5.079.547,- dan total penerimaan yang didapat
mencapai Rp 36.000.000,- per hektar pertahun. Usahatani ini sangat layak secara
ekonomi karena memberikan nilai R/C rasio sebesar 7,1 yang artinya setiap satu
rupiah biaya usahatani akan memberikan penerimaan sebanyak Rp7,1,-
Penelitian ini bertujuan menggambarkan aspek ekonomi dari budidaya
mangga gedong gincu, tingkat produksi dan pendapatan usahataninya. Selain itu
untuk mengidentifikasi saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar serta
permasalahan yang terjadi disetiap pelaku pemasaran.
Selain Rachmiyanti, penelitian tentang analisis daya saing usahatani juga
dilakukan oleh Dhiany (2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa usahatani mangga gedong gincu di Desa Sliyeg Lor
Kabupaten Indramayu diindikasikan usahatani yang dilakukan perani mangga
tersebut menghasilkan keuntungan baik secara finansial , maupun secara ekonomi.
Nilai PCR dan DRCR kurang dari 1 yaitu masing-masing sebesar 0,55 dan 0,31,
dimana nilai tersebut mengindikasikan usahatani memiliki daya saing
(keunggulan komparatif dan kompetitif).
Tabel 4. Studi Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Penelitian
Nama
penulis
tahun judul Metode analisis
Wukir
Trangjiwani
2008 Manajemen risiko operasional CV
Bina Mandiri di lembang kabupaten
bandung
Analisis sekuen,metode
aproksimasi,pemetaan
risiko
Putri Eva Sari 2009 Analisis risiko produksi sayuran
organic pada permata hati organic
farm di bogor jawa barat
Analisis deskriptif,
analisis risiko
Abdul Aziz 2009 Analisis risiko dalam usaha ternak
ayam broiler studi kasus di usaha
peternakan X desa tapos,kecamatan
tenjo kabupaten bogor
Menghitung expected
return, variance, dan
standard deviation
Siti Robi‟ah 2006 Manajemen risiko usaha peternakan
broiler pada sunan kudus farm di
kecamatan ciampea kabupaten bogor
Analisis deskriptif,analisis
risiko
Sry Wisdya 2009 Analisis risiko produksi anggrek
phalaenopsis pada PT akakarya
graham flora di cikampek jawa barat
Menghitung expected
return,variance, standard
deviation, portofolio
Mira
Rachmiyanti
2006 Analisis Pemasaran Mangga Gedong
Gincu Di Kecamatan Panyingkiran
Kabupaten Majalengka JawaBarat
Menghiting margin
pemasaran, Nilai B/C
rasio
Shilvia Agung
Dhiany
2008 Analisis Daya Saing Usahatani
Mangga Gedong Gincu Di Desa
Sliyeg Lor Kecamatan Sliyeg
Kabupaten Indramayu JawaBarat
Menghitung nilai PCR
dan DRCR
Tabel 4. Di atas merupakan penelitian-penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan dan berkaitan dengan mangga serta risiko yang terjadi pada agribisnis,
dapat dipastikan beberapa penelitian tersebut mengolah data dengan berbagai
macam alat olah data, tetapi pada penelitian ini khususnya metode alat analisis
yang digunakan adalah dengan menghitung variation, coefficient variation dan
standard deviation, yang berdasarkan atas kegiatan usaha spesialisasi.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya, yang berkaitan
dengan risiko usahatani buah mangga yang telah dipaparkan di atas, dapat
diketahui bahwa perkembangan budidaya dan pemasaran mangga sangat
berpotensi untuk lebih dikembangkan menjadi komoditas ekspor, karena mangga
di Indonesia khususnya untuk wilayah Jawa Barat memiliki daya saing
(keunggulan komperatif dan kompetitif), di Kabupaten Indramayu sendiri
usahatani mangga merupakan usaha yang berpotensi untuk dapat dikembangkan
sebagai komoditi ekspor ke luar negeri. Begitu juga untuk saat ini produksi
mangga di kabupaten Indramayu masih sangat berpotensi untuk dikembangkan,
meskipun masih sering ditemui hasil produksi yang tidak masuk kedalam standar
SNI. Namun demikian dengan melakukan identifikasi dan mitigasi risiko
diharapkan produksi mangga di Kabupaten Indramayu dapat memenuhi standar-
standar ekspor yang telah ditentukan.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Agribisnis Mangga di Kabupaten Indramayu
Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem,
dari subsistem hulu hingga subsistem hilir, di dalamnya terdiri atas kegiatan
pengadaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan produksi primer (budidaya),
pengolahan, dan pemasaran. Dimana setiap subsistem tersebut terdapat
keselarasan dan keterpaduan, setiap subsistem dalam agribisnis mempunyai
keterikatan ke belakang dan ke depan. Sistem tersebut akan berfungsi baik
apabila tidak ada gangguan pada salah satu subsistemnya, pengembangan
subsistem agribisnis harus mengembangkan semua subsistem di dalamnya, karena
tidak ada satu subsistem yang lebih penting dari subsistem lainnya.
Dalam menghasilkan komoditas pertanian yang berkualitas dibutuhkan
tekhik budidaya dan penanganan pasca panen yang benar yang mengacu pada
anjuran Dinas Pertanian. Kegiatan budidaya tanaman mangga di Kabupaten
Indramayu ini tidak berbeda dengan budidaya pada daerah lainnya. Kegiatan
budidaya mangga ini meliputi penentuan lokasi penanaman, tekhnik penanaman,
kegiatan pemangkasan, pengairan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit
tanaman, pemeliharaan buah, dan kegiatan pemanenan. Setelah itu kegiatan
budidaya berlanjut pada kegiatan pasca panen yang meliputi pengangkutan,
sortasi, grading, pencucian buah, pengemasan dan penyimpanan (Ditjen Bina
Produksi Hortikultura 2004).
Setelah proses yang telah disebutkan di atas selesai, maka akan dilakukan
pemasaran buah mangga. Pemasaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
terjadi dalam proses mengalirkan barang dan jasa dari sentra produksi kesentra
konsumsi guna memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan bagi konsumen
serta memberikan keuntungan bagi produsen. Swstha dan Sukotjo (2000)
mendefinisikan pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang
ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan
mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli
yang ada maupun pembeli potensial.
Saluran pemasaran mangga di Kabupaten Indramayu hingga kekonsumen
melibatkan beberapa pelaku pemasaran diantaranya pedagang pengumpul,
pedagang besar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer lokal serta pedagang
pengecer antar kota.
3.2. Risiko
Definisi risiko sangat beragam, dimana masing-masing devinisi tersebut
memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga devinisi-devinisi tersebut dapat
saling mengisi satu sama lain. Tampak bahwa risiko merupakan hal yang tidak
akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
manusia karena dalam setiap kegiatan pasti ada berbagai ketidakpastian.
Ketidakpastian inilah yang akhirnya menimbulkan risiko pada suatu kegiatan,
dalam hal ini sejumlah mendevinisikan risiko sebagai berikut:
a) Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama
periode tertentu (Williams.CA, Jr. Heins. Richard. M, 1998)
b) Risiko adalah ketidaktentuan (uncertainty) yang mungkin melahirkan
peristiwa kerugian atau loss (A. Abas Salim, 1993)
c) Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama
periode tertentu dalam kondisi tertentu (,Williams.CA, Jr. Heins. Richard.
M, 1985)
d) Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William S, 1995)
e) Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi
atau akibatnya (Siahaan, 2007)
Menurut Darmawi (2007), risiko adalah penyebaran hasil aktual dari
hasil yang diharapkan. Sedangkan menurut Vaughan (1978) dalam Darmawi
(2007) mengemukakan beberapa devinisi risiko sebagai berikut:
a) Risiko adalah kans kerugian (risk is the chance of loss)
Kans kerugian menunjukan suatu kejadian dimana terdapat suatu
keterbukaan terhadap kerugian atau suatu kemungkinan akan terjadinya
kerugian.
b) Risiko adalah kemungkinan kerugian (risk is the possibility of loss)
Kemungkinan (possibility) berarti bahwa terdapat probabilitas dari suatu
kejadian. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa risiko
adalah probabilitas suatu hasil yang aktual akan berbeda dari hasil yang
diharapkan.
c) Risiko adalah ketidakpastian (risk is uncertainty)
Ketidakpastian (uncertainty) merupakan kondisi yang menyebabkan
tumbuhnya risiko. Ketidakpastian tersebut akan timbul karena berbagai
sebab antara lain: (1) jarak waktu dimulai perencanaan suatu kegiatan
sampai kegiatan itu berakhir, (2) Keterbatasan tersedianya informasi yang
diperlukan, (3) keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan tekhnik
pengambilan keputusan.
3.2.1. Bentuk- Bentuk Risiko
Disebutkan menurut (Darmawi,1997) bentuk- bentuk risiko adalah :
1. Risiko murni, adalah risiko yang akibatnya hanya ada dua macam yaitu rugi
atau break event. Contohnya pencurian, kecelakaan atau kebakaran.
2. Risiko spekulatif adalah risiko yang berakibat untung, rugi, atau break event,
contohnya judi.
3. Risiko particular, adalah risiko yang berasal dari individu dan dampaknya
lokal.
4. Risiko yang dapat dialihkan adalah risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai
obyek yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi atau sejenisnya, dengsn
membsysr sejumlah premi. Dengan demikian kerugian tersebut menjadi
tanggunagan (beban) perusahaan asuransi.
5. Risiko yang dapat dialihkan yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko
spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
6. Risiko internal adalah risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.
Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja pada proses budidaya karena
kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, dan sebagainya.
7. Risiko eksternal adalah risiko yang berasal dari luar perusahaan atau
lingkungan luar perusahaan, misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi
harga, perubahan politik, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Trieschman, Gustavon, dan Hoyt (2001) juga
mengemukakan beberapa jenis risiko yaitu 1. risiko statis, adalah risiko yang
berasal dari masyarakat yang tidak berubah yang berada dalam keseimbangan
stabil. Risiko statis dapat bersifat spekulatif ataupun murni. Contoh risiko
spekulatif statis adalah menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil, sedangkan
contoh risiko murni statis adalah ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir,
angin topan, dan kematian secara acak (random). 2. risiko dinamis ialah risiko
yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko dinamis juga
dapat bersifat murni maupun spekulatif contoh sumber risiko dinamis adalah
urbanisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan Undang-undang ataupun
perubahan Peraturan Pemerintah.
3.2.2. Sumber-Sumber Risiko
Darmawi (2006), menjelaskan bahwa sumber peyebab risiko dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Risiko Sosial
Risiko sosial berkaitan dengan lingkungan masyarakat sekitar. Sumber risiko
sosial misalnya karena adanya kecemburuan sosial yang bisa mengakibatkan
timbulnya kejahatan oleh lingkungan masyarakat sekitar. Citra yang buruk dari
masyarakat sekitar terhadap usaha yang dijalankan dapat mengakibatkan
hilangnya rasa aman, nyaman, dan ketenangan dalam menjalankan usaha.
2. Risiko Fisik
Sumber risiko fisik bisa disebabkan karena fenomena alam dan bisa karena
kesalahan manusia. Contoh sumber risiko fisik diantaranya adalah kebakaran,
baik yang disebabkan oleh alam seperti petir maupun kesalahan manusia. Cuaca
dan iklim yang tidak menentu juga merupakan sumber risiko fisik. Saat musim
hujan, suhu udara menjadi dingin, udara sangat lembab dan berpotensi
mendatangkan banjir serta tanah longsor. Sebaliknya dimusim kemarau, suhu
udara menjadi panas, penguapan meningkat dan kekeringan tidak bisa dihindari.
3. Risiko Ekonomi
Sumber risiko ekonomi contohnya adalah inflasi, adanya fluktuasi harga,
perubahan tingkat suku bunga, dan lain sebagainya. Adanya inflasi dapat
menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Hal ini tentu sangat merugikan
para produsen barang dan jasa sehingga output yang dihasilkan tidak bisa terserap
oleh pasar. Fluktuasi harga dan perubahan tingkat suku bunga juga dapat
mengakibatkan kerugian bagi para pelaku usaha. Sedangkan menurut Harwood et
al (1999) menyatakan terdapat beberapa sumber risiko yaitu meliputi:
1. Production or yield risk
Faktor risiko produksi dalam kegiatan agribisnis disebabkan adanya
beberapa hal yang tidak dapat dikontrol terkait dengan iklim, dan cuaca,
seperti curah hujan, temperatur udara, hama, dan penyakit. Penerapan
teknologi yang tepat merupakan salah satu tindakan yang tepat untuk
meminimalisir dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Contohnya adalah
pengenalan farietas baru dan teknik produksi akan memberikan peluang
bagi keberhasilan budidaya. Teknologi baru dalam penerapannya, akan
memberikan hasil yang kurang memuaskan, akan tetapi hal tersebut tidak
berlangsung lama.
2. Price or market risk
Risiko pasar dalam hal ini meliputi risiko harga output dan harga input.
Pada umumnya kegiatan produksi merupakan proses yang lama sementara
itu, pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu,
petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang
diharapkan pada saat panen. Begitu pula dengan harga input yang dapat
berfluktuasi sehingga mempengaruhi komponen biaya pada kegiatan
produksi, yang akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada
return yang diperoleh petani.
3. Institutional risk
Berhubungan dengan kebijakan dan program dari pemerintah yang
mempengaruhi sektor agribisnis, misalnya ada kebijakan dari pemerintah
untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input. Secara
umum institutional risk ini cenderung tidak dapat diantisipasi sebelumnya.
4. Financial risk
Financial risk atau risiko financial ini dapat dihadapi oleh pelaku bisnis
pada saat meminjam modal dari institusi seperti bank. Risiko ini berkaitan
dengan fluktuasi dari tingkat suku bunga pinjaman (interest rate).
Terdapat enam faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan bisnis
yaitu fluktuasi produksi, fluktuasi harga, penggunaan teknologi baru,
adanya program pemerintah, permasalahan legalitas, dan perubahan pada
selera konsumen. Menurut Bhowmick (2005) sumber-sumber risiko usaha
adalah ketidakpastian hasil produksi, ketidakpastian harga, dan
ketidakpastian keuntungan.
3.2.3 Manajemen Risiko
Hasil riset George Allayannis dan James Watson (1990-1995) dari
Universitas Virginia, AS ( dalam Zein, 2011) menyimpulkan bahwa manajemen
risiko akan meningkatkan nilai perusahaan sekaligus mendukung pertumbuhan
ekonomi dengan menurunkan biaya modal serta mengurangi ketidakpastian
aktivitas sosial. Penerapan manajemen risiko oleh perusahaan bertujuan
mengidentifikasi, mengukur, dan mengatasi risiko perusahaan pada level toleransi
tertentu.
Pengertian manajemen risiko sangat beragam, namun memiliki konsep
yang sama. Secara umum manajemen risiko merupakan suatu alat atau instrumen
yang digunakan untuk mengendalikan dan mengurangi risiko. Menurut
Australian Risk Management Standart (4360: 2004), manajemen risiko adalah
kultur, proses dan struktur yang diarahkan untuk merealisasikan peluang potensial
dan sekaligus mengelola dampak yang merugikan. Sedangkan devinisi lain
menyebutkan bahwa manajemen risiko merupakan suatu pendekatan terstruktur
atau metodelogi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman.
Ini merupakan suatu rangkaian aktivitas manusia yang meliputi penilaian risiko,
dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan atau pengelolaan sumber
daya.
Manajemen risiko juga merupakan suatu sistem pengawasan risiko,
bahkan perlindungan atas harta benda, keuntungan serta keuangan suatu badan
usaha atau perorangan atas kemungkinan timbulnya suatu kerugian karena adanya
risiko tersebut. Manajemen risiko dengan kata lain adalah penanganan sistematis
formal yang dikonsentrasikan pada pengidentifikasian dan pengontrolan peristiwa
atau kejadian yang memiliki kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.
Dalam konteks proyek manajemen risiko adalah seni dan pengetahuan dalam
mengidentifikasi, menganalisis, serta menjawab faktor-faktor risiko sepanjang
masa proyek.
Menurut Darmawi (1997), manajemen risiko merupakan suatu usaha
untuk mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan risiko dalam setiap
kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas
dan efisiensi yang lebih tinggi. Lebih lanjut Darmawi menyebutkan bahwa,
manajemen risiko berkaitan erat dengan fungsi perusahaan yaitu dengan fungsi
akunting, keuangan, marketing, produksi, personalia, engeinering, dan
maintenance, karena bagian-bagian tersebut dapat menciptakan risiko dan
sebagian dapat menjalankan fungsi manajemen risiko.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi
risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada
tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis
ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan
politik. Di sisi lain pelaksanaan risk manajemen melibatkan segala cara yang
tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staf,
dan organisasi).
Manajemen risiko berfungsi untuk mengenali risiko yang sering muncul,
memperkirakan probabilitas terjadinya risiko, menilai dampak yang ditimbulkan
risiko dan menyiapkan rencana penanggulangan dan respon terhadap risiko.
Menurut Darmawi, dalam bukunya yang berjudul manajemen risiko (1997),
manajemen risiko dapat memberikan lima manfaat terhadap perusahaan, yaitu:
1. Manajemen risiko dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
2. Manajemen risiko dapat menunjang terhadap peningkatan laba perusahaan dan
dapat mengurangi fluktuasi laba tahunan dan aliran kas.
3. Manajemen risiko dapat menunjang terhadap peningkatan kualitas seorang
pengambil keputusan dalam mengambil keputusan bisnis.
4. Manajemen risiko dapat memberikan ketenangan bagi para manajer dalam
mengendalikan risiko karena adanya perlindungan terhadap risiko yang
dihadapi.
5. Manajemen risiko dapat meningkatkan image perusahaan yang baik
dikalangan seluruh stikholders perusahaan.
Selain itu pentingnya menajemen risko diantaranya adalah untuk
menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi kondisi lingkungan usaha
yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis
serta untuk memaksimumkan laba. Proses manajemen risiko dimulai dengan
mengidentifikasi sumber risiko krusial apa saja yang terjadi di dalam sebuah
usaha. Sumber-sumber risiko terbagi menjadi tiga bagian yaitu risiko lingkungan,
yaitu kekuatan-kekuatan lingkungan yang menghalangi pelaksanaan strategi dan
tujuan perusahaan, risiko proses yaitu proses bisnis yang dapat menimbulkan
pemisah antara strategi dan tujuan bisnis, serta risiko informasi yaitu adanya
informasi yang tidak relevan dan tidak dapat diandalkan. Dalam
perkembangannya risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat
diklasifikasi menjadi risiko operasional, risiko hazard, risiko finansial, risiko
strategik.
Menurut Lam (2008), manajemen risiko dapat didefinisikan dalam
pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko adalah mengelola
keseluruhan risiko yang dihadapi perusahaan, dimana dapat mengurangi potensi
risiko yang bersifat merugikan dan terkait dengan upaya untuk meningkatkan
peluang keberhasilan, sehingga perusahaan dapat mengoptimalisasikan profit. Hal
penting untuk mengoptimalkan profit adalah dengan mengintegrasikan
manajemen risiko kedalam proses bisnis perusahaan.
Alternatif penanganan risiko pada produk pertanian ada beberapa cara
yaitu dengan diversifikasi, integrasi vertikal, kontrak produksi, kontrak
pemasaran, perlindungan nilai dan asuransi. Manfaat Manajemen Risiko yaitu
mengurangi kerugian, menjaga arus kas, mengurangi financial distress, dan
mengurangi penerbitan surat berharga.
3.2.4 Hubungan Risiko dengan Bagian Produksi
Kegiatan produksi pada dasarnya adalah proses transformasi atau
perubahan input menjadi output, dalam proses ini terdapat input, proses
perubahan, serta output. Kegiatan produksi banyak menimbulkan risiko, dalam
kegiatannya, sumberdaya manusia sering kali diekspos pada kecelakaan kerja
maupun adanya kesalahan penanganan pada produk yang diproduksi. Karena itu
bagian produksi harus mengidentifikasi dan mengevaluasi bahaya-bahaya yang
terkait dengan proses dan produk yang dihasilkan. Pengawasan produksi biasanya
dijalankan mulai dari desain, pengawasan operasi, pengujian mutu bahan dan hasil
akhir, pemakaian package yang tidak beracun dan sebagainya (Darmawi,1997).
Produksi adalah setiap kegiatan yang ditujukan untuk menghasilkan
barang dan jasa. Dalam pengertian yang lebih luas, produksi didefinisikan sebagai
setiap tindakan yang ditujukan untuk menciptakan atau menambah „nilai‟ guna
suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Barang-barang yang
dihasilkan dalam suatu proses produksi dapat dibedakan menjadi
Barang konsumsi, yakni barang-barang yang langsung dapat memuaskan
konsumen atau pemakai.
Barang produksi, yakni barang-barang yang sengaja diproduksi untuk
proses produksi selanjutnya.
Kegiatan produksi juga banyak menciptakan risiko dalam mendesain atau
membuat produk, juga memberikan pelayanan (service). Demikian pula produk
atau layanan yang dijualnya mungkin bisa menciptakan kerusakan atau
kecelakaan badan bagi pemakainya. Oleh karena itu perusahaan harus selalu siap
menghadapi tuntutan hukum dari pihak ketiga.
3.2.5 . Faktor- Faktor Produksi
Beberapa faktor produksi akan mempengaruhi hasil produksi buah
mangga dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Sumber-sumber produksi di
bawah inilah yang merupakan sebagian faktor pendukung usaha budidaya mangga
di Kabupaten Indramayu antara lain:
1. Sumber daya alam
Alam berkaitan dengan seluruh sumber daya yang bersifat alami, semua yang
sudah tersedia di bumi yang dapat digunakan dalam proses produksi. Tanah,
air, matahari, hutan, mineral, dan minyak bumi termasuk primary factor
(faktor utama) bagi produksi disamping tenaga kerja. Seluruh sumber daya
alam merupakan faktor produksi asli karena sudah tersedia dengan sendirinya
tanpa harus diminta oleh manusia.
2. Modal
Modal atau barang-barang investasi berkaitan dengan keseluruhan bahan dan
alat yang dilibatkan dalam proses produksi seperti alat (perkakas), mesin,
perlengkapan, pabrik, gudang, pengangkutan, dan fasilitas distribusi yang
digunakan memproduksi barang dan jasa bagi konsumen ahir. kapital
berhubungan dengan bangunan, peralatan, persediaan, dan sumber daya
produksi lainnya yang memberikan kontribusi pada aktivitas produksi,
pemasaran, dan pendistribusian barang-barang. Modal tidak hanya terbatas
pada uang tetapi lebih mengarah pada keseluruhan kolektivitas atau akumulasi
barang-barang modal.
3. Tenaga Kerja
Merupakan istilah yang luas yang digunakan para ahli ekonomi yang
menunjuk pada bakat mental yang dimiliki laki-laki maupun perempuan yang
dapat digunakan dalam memproduksi barang dan jasa, tenaga kerja dalam
proses produksi merupakan unsur yang paling mendasar. Pengetahuan yang
dimiliki seseorang akan banyak bergantung pada aktivitas yang dilakukan
orang tersebut dalam proses produksi. Singkatnya, keterlibatan dalam
produksi merupakan sumber utama pengetahuan seseorang.
4. Kewirausahaan
Wirausaha walaupun sama-sama merupakan human resources seperti labour,
namun dalam pembahasan faktor produksi dipisahkan karena dalam diri
seorang wirausaha terdapat seperangkat bakat.
3.2.6 Masalah dalam risiko produksi
Input, proses hingga penanganan output akan mempengaruhi produktifitas
dari kegiatan produksi, risiko produksi bisa disebabkan oleh: kualitas bahan yang
rendah, tidak terjaminnya ketersediaan bahan, lemahnya tenaga kerja di bagian
produksi, lemahnya mesin maupun peralatan pada bagian produksi, lemahnya
lokasi ataupun ketidakstrategisan lokasi, serta lemahnya tata letak dan desain
fasilitas.
3.2.7 Meminimalkan risiko produksi
Upaya untuk meminimalkan risiko produksi antara lain dengan melakukan
perencanaan dan pengendalian produksi yang baik, mulai dari input, proses
produksi, dan output produksi. Upaya-upaya tersebut adalah : pemilihan lokasi
usaha yang strategis, penyusunan tata letak yang tepat, desain fasilitas yang baik,
manajemen mutu, perencanaan dan pengendalian persediaan lahan dan barang
dalam proses dan produk jadi termasuk pergudangannya, penerapan metode kerja
yang baik, pemilihan teknologi dan peralatan atau mesin yang tepat.
3.2.8 Penanggungan Risiko
Penanggungan risiko merupakan salah satu unsur biaya atau penyedot
biaya yang sulit diperkirakan besarnya dalam setiap aktivitas bisnis, baik risiko
penurunan produksi maupun risiko penurunan dalam nilai produk atau pendapatan
bersih usaha bisnis. Risiko penurunan produksi pertanian dapat disebabkan oleh
bencana alam, dan bencana lainnya, seperti kesalahan dalam menerapkan tekhnik
budidaya. Risiko penurunan dalam nilai terjadi karena adanya penurunan mutu,
perubahan harga yang disebabkan oleh perubahan preferensi, cita rasa dan selera
konsumen, perubahan kondisi pasokan, atau perubahan kondisi perekonomian
secara umum.
Fungsi penanggungan risiko dilaksanakan oleh semua pelaku dalam setiap
tahapan proses usaha, para petani mangga harus menerapkan tekhnik dan
tekhnologi budidaya yang baik, untuk mengurangi risiko produksi dan
penanganan pasca panen yang tepat untuk mengurangi risiko penurunan mutu
buah mangga yang dihasilkan, proses-proses usaha tersebut dilakukan guna untuk
mengurangi risiko yang mungkin timbul.
3.2.9 Mengelola Risiko
Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pelaku dalam sistem agribisnis
untuk menanggulangi risiko dan mengurangi dampak dari risiko terhadap
kelangsungan usahanya. Risiko produksi secara fisik, kemungkinan terunnya
volume produksi secara drastis, yang mungkin disebabkan karena adanya bencana
alam, serangan hama dan penyakit, kebakaran maupun karena faktor-faktor
lainnya yang akibatnya dapat diperhitungkan secara fisik dapat ditanggulangi
dengan membeli polis asuransi pertanian. Penanggulangan risiko produksi
tersebut dialihkan kepada perusahaan jasa asuransi dengan membayar premi
asuransi.
Risiko kemungkinan menurunnya kualitas produksi dapat ditanggulangi
dengan penerapan tekhnologi budidaya dan tekhnologi pasca panen yang tepat.
Sedangkan risiko pasar dapat ditanggulangi dengan beberapa cara antara lain yaitu
diversivikasi, integrasi vertikal, kontrak dimuka, pasar masa depan, usaha
perlindungan, dan opsi pertanian.
3.3 Dampak Risiko
Menurut Fleisher (1990) dalam Gumbira dan Intan (1990), menyebutkan
bahwa dampak risiko dan variabilitas dalam agribisnis yang tidak diantisipasi
dengan baik dapat dikaji dari tiga sudut pandang yang saling berhubungan.
Sudut pandang masyarakat yang menyangkut dampak dan biaya sosial dari
risiko yang terjadi dan pengelolaannya.
Sudut pandang petani atau produsen produk agribisnis yang
menitikberatkan pada kelangsungan hidup usahanya.
Sudut pandang pembuat kebijakan yang harus mampu memprediksi
mengenai respon sektoral apa yang akan dilakukan untuk mengubah
kondisi tersebut dan dampak berikutnya atas kemungkinan kebijakan
pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut.
3.4 Sikap dalam Menghadapi Risiko
Terdapat tiga sikap manajemen atau pengambil keputusan daam
menghadapi risiko, yaitu: (1) Risk Averter, (2) Risk Netral atau Indifferent to risk,
dan (3) risk taker. Sikap manajemen atau pengambilan keputusan dalam
menghadapi risiko disajikan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Sikap Pengambilan Keputusan Sumber:Robinson dan Barry (1987)
Risk
Return Risk averter
Risk netral
Risk taker
Sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko menurut Robinson dan Barry
(1987), dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu:
1. Pembuat keputusan yang takut pada risiko (risk aversion). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan
yang diharapkan yang mrupakan ukuran tingkat kepuasan.
2. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini
menunjukkan bahwa, jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dan menurunkan keuntungan
yang diharapkan.
3. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan
maka, pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau
menaikkan keuntungan yang diharapkan.
3.5 Identifikasi Risiko
Pengertian identifikasi risiko secara singkat adalah suatu proses yang
dilakukan oleh perusahaan secara sistematis dan terus menerus dalam
mengidentifikasi properti dan liabilitas. Terdapat tiga unsur penting dalam proses
identifikasi risiko, yakni mengetahui keberadaan risiko, mengetahui penyebab
timbulnya risiko dan mengetahui metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
keberadaan dan penyebab risiko. Metode-metode pengidentifikasian risiko antara
lain:
a. Laporan keuangan, dengan menganalisis neraca, laporan laba rugi, dan
catatan-catatan lain yang mendukung, melalui penggabungan laporan
keuangan inilah akan menemukan risiko yang bakal dihadapi, karena transaksi
bisnis pada akhirnya akan menyangkut uang ataupun hak milik.
b. Kuesioner analisis risiko, semua harus mempertimbangkan sumber informasi
yang digunakan dalam kuesioner yang menjurus pada penyelidikan
sebelumnya.
c. Flow-chart aliran barang
d. Metode interaksi adalah metode yang digunakan dalam mengidentifikasi
keberadaan maupun penyebab risiko melalui: observasi, wawancara dan studi
dokumen.
e. Inspeksi langsung
f. Interaksi eksternal
g. Analisis lingkungan
h. Brainstorming
i. Pengalaman pribadi dan intuisi
Sedangkan langkah-langkah pengidentifikasian antara lain:
Pembentukan tim, Pengumpulan informasi, analisis sumber penyebab risiko,
analisis permasalahan dan skenario alternatif.
3.6 Ukuran Risiko
Risiko dapat ditunjukan dengan indikator adanya fluktuasi dari return atau
hasil yang diharapkan. Menurut Elton dan Gruber (1995) terdapat ukuran risiko
yang dapat dianalisis yaitu nilai ragam, simpangan baku, dan koefisien variasi.
Ketiga ukuran tersebut saling berkaitan satu sama lain. Semakin bervariasi hasil
(return) maka semakin besar risiko. Ukuran acak yang digunakan adalah ukuran
simpangan baku (standard deviation) yang menggambarkan rata-rata perbedaan
penyimpangan atau kecenderungan. Semakin bervariasi hasil (return) maka
semakin besar risiko. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat
bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari
beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari
setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Coefficient variation
merupakan ukuran risiko yang telah membandingkan alternatif dari beberapa
kegiatan usaha dengan satuan yang sama.
Menurut Batuparan (2001), pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar
tolak ukur untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan
ditimbulkan oleh terealisasinya suatu risiko, baik secara individual maupun
portofolio terhadap kesehatan dan kelangsungan usaha. Signifikasi suatu risiko
individu maupun portofolio dapat disimpulkan atau diketahui dalam melakukan
pengukuran terhadap dimensi risiko yaitu: (1) kuantitas risiko adalah jumlah
kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko, (2) kualitas risiko yaitu
probabilitas dar kualitas risiko yaitu probabilitas dari terjadinya risiko.
Yang akan diketahui dari pengukuran risiko adalah:1) nilai rata-rata dari
kerugian selama satu periode anggaran, 2) mengetahui variasi nilai kerugian satu
periode anggaran ke periode anggaran lain, 3) mengetahui dampak keseluruhan
dari kerugian-kerugian tersebut terutama kerugian yang ditanggung sendiri.
3.7 Kerangka Pemikiran Operasional
Mangga merupakan salah satu komoditi hortikultura penting yang
berperan sebagai sumber vitamin dan mineral, sumber pendapatan dan lapangan
pekerjaan serta salah satu penghasil devisa negara. Mangga di Indonesia
mempunyai peluang untuk mengisi pasar luar negeri karena mangga di Indonesia
memiliki kekhasan tersendiri, salah satu contohnya adalah mangga dermayu dan
mangga gedong gincu.
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu daerah sentra penghasil
mangga di Jawa Barat, usaha budidaya mangga di Indramayu sifatnya adalah
usaha rumahan oleh karena itu risiko yang dihadapi masih relatif tinggi karena
keterbatasan pengetahuan serta masih terbatasnya peralatan pendukung yang
dimiliki oleh petani tersebut. Mengingat produk-produk pertanian yang umumnya
memiliki sifat rawan terhadap kerusakan (perishable), memiliki ukuran yang
besar (bulky/ voluminous), dan beraneka ragam mutunya (quality variation), oleh
karena itu produk-produk pertanian memiliki tingkat risiko tinggi, oleh karena itu
diperlukan pengelolaan risiko yang baik untuk menanggulangi risiko yang
mungkin terjadi. Aspek yang perlu dianalisis antara lain adalah manajemen risiko
yang mencakup didalamnya identifikasi risiko dan pengelolaan risiko serta
dengan menggunakan portofolio, lalu akan diperoleh hasil analisis dari risiko
produksi yang ada, agar dapat merumuskan strategi penanganan terhadap risiko
yang dihadapi. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar
3.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
Pada Gambar 3. di atas dapat dijelaskan bahwa budidaya usahatani
mangga yang dilakukan di Kabupaten Indramayu memiliki beberapa risiko yaitu
diantaranya: risiko operasional yang penyebabnya berasal dari manusia,
tekhnologi, serta kondisi alam yang sulit diprediksi. Dan risiko keuangan yang
beberapa diantaranya disebabkan oleh fluktuasi harga output dan input, serta
perubahan suku bunga. Untuk besaran risiko dan dampak risikonya dapat
diketahui dengan cara menghitung coefficient variation, simpangan baku, dari hal
tersebut maka akan diperoleh seberapa besar peluang risiko yang didapat pada
budidaya mangga di Kabupaten Indramayu tersebut yang nantinya akan
menpengaruhi sikap petani dalam mengambil keputusan. Sedangkan identifikasi
risiko dilakukan untuk mengetahui solusi kemudahan apa saja yang diperoleh
untuk meminimalisir risiko pada budidaya buah mangga tersebut.
Usahatani Mangga di Kabupaten Indramayu
Pasar
Risiko Usahatani Mangga di Kabupaten Indramayu
Fluktuasi Produksi:
-Cuaca, Kerusakan mekanis
-Hama dan Penyakit Tanaman
-Kesalahan Sumberdaya Manusia
Spesialisasi Risiko
Tingkat dan Besaran
Risiko
Pendapatan Petani
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Angling Darma yang berada
di daerah atau di Desa Krasak Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu.
Responden merupakan petani yang tergabung dalam kelompok tani angling
darma, anggota kelompok tani ini rata-rata telah menjalankan usahatani mangga
lebih dari lima tahun, data-data responden dapat dilihat pada lampiran 2.
Penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive), dengan dasar pertimbangan
adalah bahwa Kabupaten Indramayu adalah salah satu sentra penghasil mangga di
Propinsi Jawa Barat, selain itu buah mangga memiliki potensi yang cukup tinggi
untuk dikembangkan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada
bulan September-November 2011.
4.2. Metode Pengumpulan Data Serta Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya
atau objek penelitian melalui:
1. Pengamatan langsung, dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik lingkungan,
proses penanganan buah mangga, serta pengidentifikasian risiko yang yang
terjadi dan risiko yang mungkin akan dihadapi.
2. Wawancara langsung serta pembagian kuisioner dengan pihak-pihak terkait,
seperti wawancara langsung dengan petani yang tergabung dalam kelompok
tani Angling Darma, serta penyuluh, untuk mengetahui usaha budidaya
mangga di Desa Krasak Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu.
3. Permasalahan dan risiko yang dapat terjadi, penyebab suatu risiko, atau
pengisian kuisioner yang dijawab oleh anggota yang tergabung dalam
kelompok tani budidaya mangga. Data sekunder merupakan data yang sudah
diterbitkan, dan dapat diperoleh dari: artikel, skripsi, dan publikasi lainnya.
Sumber data yang dipergunakan untuk membantu dalam perolehan data
baik data primer maupun data sekunder adalah:
1. Dinas pertanian, untuk beberapa data produksi dan luas lahan buah mangga.
2. Badan Pusat Statistik (BPS) yang banyak menerbitkan data, baik data bulanan
maupun data tahunan.
3. Dokumen-dokumen instansi lain yang memberikan data profil Kabupaten
Indramayu.
4.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data. Data dan
informasi yang telah terkumpul diolah dengan bantuan Excel windows, spss dan
kalkulator. Selain itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif, dan metode analisis risiko. Metode deskriptif ini digunakan untuk
menganalisis alternatif manajemen yang diterapkan, untuk meminimalkan risiko
dan ketidakpastian yang dihadapi. Analisis risiko digunakan untuk menjawab
tujuan penelitian, yaitu menganalisis risiko yang dihadapi, dengan cara
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi buah mangga
di Kabupaten Indramayu. Penilaian risiko dapat dilakukan dengan mengukur nilai
penyimpangan terhadap return dari suatu aset, terdapat beberapa ukuran risiko
diantaranya adalah ragam (variance), simpangan baku (standart deviation), dan
koefisien variasi (coefficient variation).
Nilai ragam (variance), merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari
return dengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian.
Nilai variance menunjukan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin
kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam
melakukan kegiatan usaha, dan semakin besar nilai variance maka semakin besar
penyimpangannya, sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam
melakukan kegiatan usaha. Nilai standar deviasi merupakan akar dari variance.
Nilai standard deviation menunjukan bahwa semakin kecil nilai standard
deviation maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha, semakin
besar nilai standard deviation maka semakin besar pula tingkat risiko yang
dihadapi dalam kegiatan usaha. Coefficient variation diukur dari rasio standard
deviasi dengan return yang diharapkan, semakin kecil nilai coefficient variation
maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, dan
semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi
dalam melakukan kegiatan usaha.
Ukuran risiko yang dapat dijadikan sebagai ukuran paling tepat dalam
memilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko
yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha tersebut untuk setiap return yang
diperoleh adalah koefisien fariasi (coefficient variation). Coefficient variation
merupakan ukuran risiko yang telah membandingkan alternatif dari beberapa
kegiatan usaha.
4.3.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam penelitian status,
kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu
peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan ke lapangan atau ke
tempat penelitian yaitu di desa Krasak Kecamatan Jatibarang Kabupaten
Indramayu, menemui 30 orang responden, yaitu dalam hal ini adalah petani yang
tergabung dalam kelompok tani, untuk mengetahui secara langsung tentang
budidaya usahatani mangga hingga mengamati tentang risiko-risiko yang dihadapi
petani budidaya buah mangga tersebut. Selain itu penulis melakukan pendekatan
terhadap para petani yang dibantu oleh anggota Dinas Pertanian Kabupaten
Indramayu untuk mengetahui seluruh proses budidaya hingga pemasaran buah
mangga di Kabupaten Indramayu. Yang pada akhirnya penulis dapat
menyimpulkan dan dapat mendeskripsikan tentang budidaya buah mangga di
Kabupaten Indramayu khususnya di Desa Krasak Kecamatan Jatibarang.
4.3.2. Analisis Risiko
4.3.2.1. Analisis Risiko Pada Kegiatan Usaha Spesialisasi
Penentuan peluang berdasarkan suatu kejadian pada kegiatan budidaya
yang dapat diukur dari satu titik waktu. Peluang dari masing-masing kegiatan
budidaya akan diperoleh pada setiap kondisi yakni tertinggi, normal dan
terendah. Pengukuran peluang (P) pada setiap kondisi diperoleh dari frekuensi
kejadian setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan
berlangsung, dan secara sistematis dapat dituliskan :
P= f / T
Keterangan : f : frekuensi produksi panen dari 30 orang petani (kondisi tertinggi,
normal, terendah)
T : periode waktu proses produksi
Peluang yang dihitung berdasarkan komoditas buah mangga jenis Gedong
gincu dan cengkir. Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu, dan
secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
n
pij = 1 i=1
Penelitian ini mengunakan peluang berdasarkan tiga kondisi yaitu kondisi
tertinggi, normal, dan kondisi terendah. Hal ini dilakukan berdasarkan acuan dari
penelitian sebelumnya yang dilakukan Fariyanti (2008) dan Putri (2009).
Penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dapat
dilakukan dengan menggunakan expected return. Expected return adalah jumlah
dari nilai-nilai yang diharapkan terjadi peluang masing-masing dari suatu kejadian
tidak pasti. Rumus expected return dituliskan sebagai berikut:
m
Ri = pijRij j = 1
Dimana :
pij = Peluang dari suatu kejadian (i=aset, j =kejadian)
Rij = Return
Ri = Expected return
Untuk mengukur sejauh mana risiko yang dihadapi dalam menjalankan
usaha terhadap hasil atau pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha
digunakan pendekatan sebagai berikut :
Variance
Ragam atau Variance (σ2), pengukuran ragam dari return merupakan
penjumlahan selisih kuadrat dari rerturn dan expected return dikalikan dengan
peluang dari setiap peluang. (Elton dan Gruber 1995)
m
σi2 = pij ( Rij – Rj)
j = 1 Dimana :
σi2
= Variance dari Return
pij = Peluang dari suatu kejadian
Rij = Return
Rj = Expected Return
Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai
variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko
yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.
Standard Deviation
Standard deviation dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai variance.
Semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi
dalam kegiatan usaha. Rumus standard deviation secara sistematis dapat
dituliskan sebagai berikut :
σ = σ2
Dimana :
σ = Simpangan baku atau Standard Deviation (Rp/Periode)
σ2
= Ragam atau Variance (Rp/Periode)
Coefficient Variation
Coefficient Variation dapat diukur dari rasio standard deviation dengan
return yang diharapkan (expected return). Semakin kecil nilai coefficient
variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi.
Rumus coefficient variation adalah :
CV =σi / Ri
Dimana :
CV = coefficient fariation
σi = standard deviation
Ri = expected return
Rumus-rumus di atas berfungsi untuk mengukur sejauh mana risiko yang
dihadapi petani buah mangga di Kabupaten Indramayu, dalam menjalankan usaha
terhadap hasil atau pendapatan yang diperoleh oleh petani buah mangga.
Misalnya dari pengukuran variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil
penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi petani dalam
melakukan usaha budidaya mangga tersebut. Untuk nlai standard deviation dapat
menentukan semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko
yang dihadapi petani buah mangga dalam menjalankan usahanya. Sedangkan
nilai coefficient variation dapat diartikan, semakin kecil nilai coefficient variation
maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi oleh petani buah mangga dalam
menjalankan usahanya.
4.3.3. Analisis pendapatan
Analisis pendapatan dapat diperoleh dari penerimaan (total return/ TR)
usaha dikurangi biaya-biaya (total cost / TC) (input, tenaga kerja, operasional,
pemasaran dan lain-lain) yang dikeluarkan selama masa periode usaha
berlangsung, secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut (Kadarsan, 1992) :
π TR TC
Dimana :
π = laba
TR = total return (total penerimaan)
TC = total cost (total biaya-biaya)
4.3.4. Analisis Usahatani
Pengolahan data secara kuantitatif silakukan dalam analisis usahatani ini.
Data yang diperlukan adalam analisis ini adalah data tentang penerimaan, biaya,
dan pengeluaran usaha tani. Analisis ini berguna untuk mengetahui tingkat
pendapatan yang diperoleh petani buah mangga. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui besarnya penerimaan yang didapat dalam usahatani. Menurut
Soekartawi (2002), penerimaan atau pendapatan kotor adalah seluruh pengeluaran
yang digunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih
antara penerimaan dan pengeluaran. Maka dapat disimpulkan penerimaan
usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.
Pernyataan tersebut secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:
π Y x Py
Dimana:
π = penerimaan total usahatani (Rp)
Y = Hasil produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg)
Py = Harga jual produk per unit (Rp/ Kg)
Selanjutnya analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam usahatani buah mangga. Dalam analisis ini dibedakan menjadi
dua yaitu biaya tunai dan biaya non tunai (diperhitungkan). Biaya tunai pada
usahatani buah mangga meliputi biaya pupuk dan obat-obatan, serta biaya tenaga
kerja luar keluarga (TKLK). Sedangkan biaya tidak tunai pada usahatani buah
mangga meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), biaya sewa lahan
dan biaya penyusutan alat.
Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus (straight
line) yang dapat diperoleh dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan
nilai yang ditafsirkan dibagi umur ekonomis dari alat tersebut. Adapun rumusan
matematisnya adalah sebagai berikut :
Biaya penyusutan = Nb – Ns
N
keterangan :
Nb = Nilai pembelian
Ns = Nilai sisa
N = Umur ekonomis alat
Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui seberapa
besar tingkat pendapatan pada usahatani buah mangga. Pendapatan usahatani
dapat diperoleh dari pengurangan antara biaya- biaya (cost) dari semua
penerimaan (revenue), biaya-biaya tersebut yang telah dikeluarkan selama periode
usahatani. Terdapat beberapa hal yang mungkin terjadi antara biaya dan
penerimaan yaitu: 1). Jika biaya usahatani lebih besar dari penerimaan maka
usahatani dikatakan rugi, 2). Jika biaya usahatani sama dengan penerimaan maka
usahatani berada pada titik impas dan 3). Jika biaya usahatani lebih kecil dari
penerimaan maka usahatani dikatakan untung. Selisih antara penerimaan
usahatani dan biaya usahatani merupakan biaya total usahatani yang secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
P = TP – (BT + BTt)
Keterangan :
P = pendapatan total usahatani (Rp)
TP = total penerimaan usahatani (nilai produksi (Rp))
BT = biaya tunai (Rp)
BTt= biaya tidak tunai (Rp)
4.4. Definisi operasional
Merupakan penjelasan maupun deskripsi dari istilah-istilah yang
dituliskan di dalam skripsi ini, berikut beberapa penjelasan devinisi yang
dituliskan dalam skripsi ini :
1. Pendapatan dapat diperoleh dari penerimaan petani dalam usahatani mangga
dalam satu periode panen pertahun dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan
petani selama masa periode panen (dalam waktu yang sama) berlangsung.
2. Peluang (P) merupakan frekuensi kejadian setiap kondisi panen yang dihadapi
petani (kondisi tetringgi, kondisi terendah, dan kondisi normal), dibagi dengan
periode waktu selama kegiatan usahatani berlangsung.
3. Expected return adalah jumlah dari produktivitas atau pendapatan petani buah
mangga yang diharapkan selama satu periode
4. Variance dan return merupakan penjumlahan selisis kuadrat dari return
dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian
5. Return yang digunakan berdasarkan produktivitas dan pendapatan bersih
petani buah mangga yang diterima dalam satu periode panen.
6. Standard deviation dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai variance
7. Coefficient variation dapat diukur dari rasio standard deiation dengan return
yang diharapkan (expected return)
8. Covariance merupakan hasil perkalian nilai korelasi antara dua aset dengan
standard deviation masing-masing asset
Devinisi-devinisi yang telah disebutkan di atas bersama dengan
penjelasannya merupakan istilah-istilah yang serimg disebutkan dalam sripsi ini,
dengan adanya devinisi operasional diatas diharapkan dapat membantu untuk
lebih jelas dan lebih dimengerti oleh setiap pembaca skripsi ini.
BAB V
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara pulau Jawa dengan panjang
garis pantai sepanjang 114.1 km dan memiliki letak geografis pada 107o52 -
108o36 bujur timur dan 6
o15 - 6
o40 lintang selatan dengan wilayah sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Subang, sebelah Utara berbatasan dengan Laut
Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa,
sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Sumedang, dan Kabupaten Cirebon. Cakupan wilayah administrasi pemerintahan
Kabupaten Indramayu saat ini terdiri atas 31 kecamatan, 313 desa dan kelurahan,
dengan total wilayah 204.011 Ha, dengan panjang pantai 114.1 km yang
membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang.
Berdasarkan topografinya, Kabupaten Indramayu mempunyai ketinggian 0-
100 meter di atas permukaan laut, dimana 98,70 persen berada pada ketinggian 0-
3 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran
atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0-2 persen. Keadaan ini
berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan cukup tinggi maka di daerah-
daerah tertentu akan terjadi genangan air. Letak Kabupaten Indramayu yang
membentang sepanjang pesisir pantai utara pulau jawa membuat suhu udara di
Kabupaten ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 18o
Celcius – 28o Celcius. Suhu
harian di Kabupaten Indramayu berkisar antara 25o -32
o Celcius, dengan suhu
harian tertinggi 30o
dan terendah 25o Celcius. Kelembaban udara berkisar antara
70-80 persen. Curah hujan rata-rata pertahun 2.290 mm pertahun, dengan jumlah
hujan 82 perhari.
Luas wilayah Kabupaten Indramayu 204.011 ha yang di dalamnya terdapat
areal sawah seluas 118.513Ha, areal tambak dan kolam seluas 16.239 Ha, areal
perkebunan seluas 6.058 Ha, serta areal hutan seluas 34.307 Ha. Kabupaten
Indramayu merupakan daerah hulu dari 14 aliran sungai yang potensial sebagai
sumber air bagi kebutuhan usaha pertanian, usaha industry maupun sebagai bahn
baku air bersih.
Tabel 5. Tata Guna Lahan di Kabupaten Indramayu tahun 2009
Tata guna lahan Luas (ha) Persentase (%)
Sawah beririgasi 92,370 45.28
Sawah tadah hujan 26,493 12.99
Hutan 40,653 19.76
Kebun 8,809 4.28
Permukiman 17,837 8.74
Empang 14,488 7.10
Lainnya 5,107 2.50
Total 204,011 100.00
Sumber: Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Indramayu 2009
5.2. Perkembangan Komoditi Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang merupakan daerah sentra pertanian. Sektor pertanian menyumbang
13,21 persen dari total produk domestik regional bruto Kabupaten Indramayu,
penyumbang kedua terbesar setelah sektor industri (migas).
Beberapa jenis tanaman yang diusahakan di Kabupaten Indramayu antara
lain padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Produksi
terbanyak adalah padi sebanyak 1.557.552.30 ton. Disamping tanaman padi,
Kabupaten Indramayu memiliki tanaman unggulan seperti mangga, pisang, cabai
merah, bawang merah, jagung dan kedelai. Tanaman perkebunan seperti kelapa,
kelapa hibrida, kapuk, cengkeh, jambu mete, kopi, tebu, dan melinjo diusahakan
pula di Kabupaten Indramayu. Produksi tanaman palawija sebanyak 10.153.36
ton, sayuran 186.284.85 ton dan buah-buahan sebanyak 717.942.98 ton. Selain
itu melalui upaya penerapan tekhnologi intensifikasi belakangan ini berkembang
budidaya bunga kol dan jamur merang yang sudah memperlihatkan produksi dan
produktivitas yang signifikan.
5.2.1. Potensi Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Mangga di
Kabupaten Indramayu
Pengembangan usaha mangga sudah dilakukan oleh masyarakat secara
swadaya di lahan sawah dan lahan pekarangan skala luas yang relativ kecil. Pada
tahun 2006 di Kabupaten Indramayu memiliki luas areal mangga 403.159 Ha.
Sejak tahun anggaran 1997/ 1998 sampai dengan tahun anggaran 2000/2001
pemerintah pusat (Ditjen Hortikultura) dengan dibantu oleh pemerintah daerah
Kabupaten Indramayu merancang proyek pengembangan usaha tani mangga.
Proyek pengembangan produksi agribisnis hortikultura (P2AH). Proyek ini
bertujuan menopang ketersediaan pangan, menunjang pembangunan wilayah
serta menumbuh kembangkan kelembagaan ditingkat petani dalam peningkatan
posisi tawar dan daya saing produk hortikultura.
Proyek P2AH ini dikelola oleh bagian proyek dinas pertanian Kabupaten
Indramayu. Kordinator pemandu lapangan selaku pelaksana teknis bertugas
sebagai pembimbing teknis, manajemen pelaksanaan, pemeliharaan perkebunan,
dan mendorong pengembangan kelompok tani. Adapun potensi mangga di
kabupaten Indramayu yaitu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Potensi Mangga di Kabupaten Indramayu 2009
No Jenis Mangga Jumlah Penanaman
per Pohon
Persentase Jumlah
Penanaman Pohon
1 Gedong gincu 152.362 11%
2 Cengkir 695.963 50%
3 Harumanis 250.450 18%
4 Lain-lain 293.151 21%
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu 2009
Pada tahun 2006 dan 2009 telah dilakukan usaha penggalangan SOP
(standard operating prosedur) kepada para petani mangga,dimana isi dari SOP
tersebut adalah menjelaskan mengenai tekhnologi ramah lingkungan,
pengendalian OPT, peremajaan tanaman, budidaya, hingga bagaimana cara
pemanenan buah mangga yang baik. Penggalangan SOP ini bertujuan untuk
melindungi petani, meningkatkan produksi, efisiensi,meningkatkan kesuburan
lingkungan serta sebagai alat kompetisi bagi petani mangga di Kabupaten
Indramayu. Sedangkan target dari SOP ini diharapkan mendapat mutu dan
kualitas mangga yang baik. Selain itu selalu diadakan peremajaan pohon tiap
tahunnya pada tahun 2009 APBD provinsi member bibit pohon mangga sebanyak
2000 batang dari jumlah 5000 yang direkomendasikan, pada tahun 2010 sebanyak
7000 batang pohon mangga dan diberikan ke desa Cikedung, Bongas, dan
Haurgeulis dengan jenis mangga Gedong gincu dan Lali jiwo.
Peremajaan dialokasikan di tempat atau di daerah yang terdapat kebun
mangga, pembagian pohon mangganya sendiri dilihat dari potensi daerah masing-
masing, dan untuk rencana kedepan akan ada perluasan area perkebunan mangga
± sekitar 50 hektar, dan selain itu untuk rencana ke depan akan diadakan program
pengelompokan sentra jenis mangga.
5.2.2. Usahatani Mangga di Kabupaten Indramayu
Mangga dominan yang diusahakan petani ada tiga jenis yaitu cengkir,
gedong gincu dan harumanis, sedangkan yang lainnya termasuk mangga runcah
yaitu jenis golek, bapang, gajah, manalagi, apel dan lain-lain. Banyak ditemukan
petani yang memiliki pohon mangga merupakan warisan dari orang tua sehingga
mereka tidak mengenal jelas umur pohon mangganya.
Usahatani mangga merupakan salah satu sumber mata pencaharian
penduduk di Kabupaten Indramayu. Disamping bertanam padi dan sayuran.
Usahatani di beberapa kecamatan di Kabupaten Indramayu Masih bersifat
tradisional mulai dari penanaman, perawatan, hingga panen dan pasca panen.
Kegiatan budidaya mangga terdiri atas penyiapan lahan, penanaman,
pemupukan, penyiangan, pengendalian HPT, pemanenan dan pemangkasan.
Kegiatan penyiangan dan pemupukan dilakukan ahir musim penghujan
(setelah panen) dan awal musim penghujan (buah muda). Pemupukan pada
tanaman mangga dibedakan menjadi dua yaitu
1. Pemupukan untuk tanaman yang belum menghasilkan
2. Pemupukan tanaman yang sudah menghasilkan
Adapun tujuan dari pemupukan ini adalah untuk mendapatkan pertumbuhan,
produksi tanaman optimal serta mempertahankan status hara tanah.
Secara bertahap, pemberian pupuk organik (pupuk kandang) akan ditingkatkan
untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik yang harganya terus melambung
tinggi, keuntungan yang akan diperoleh dari peningkatan penggunaan pupuk
organik tersebut adalah berkurangnya biaya produksi dan mencegah terjadinya
kejenuhan tanah akan zat organik.
Dosis pupuk yang diberikan tergantung dari diameter batang atau besar
tajuk pohonnya. Pedoman perkiraan dosis pemupukan mangga dapat dilihat pada
Table 7.
Tabel 7. Perkiraan Dosis Pemupukan Mangga Perpohon.
Umur
(tahun)
Pupuk organic
(liter)**
Urea (gram)* TSP
(gram)**
KCL, ZK
(gram)*
1 10 250 100 250
2 15 300 150 300
3 20 350 200 350
4 25 400 250 400
5 30 450 300 450
6-8 35 500 350 500
>8 40 >600 400 600 Ket : * = diberikan 1-2 kali setahun
: ** = diberikan 4kali setahun (masing-masing seperempat dosis) sampai umur 2
tahun, dan menjadi 2 kali setahun (masing-masing setengah dosis sesudahnya)
Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura,2004
Kegiatan pemangkasan dilakukan setelah berakhirnya masa panen,
pemangkasan dilakukan pada cabang dan ranting tua serta benalu yang menempel
di batang pohon, tujuannya untuk membentuk kerangka dasar tanaman agar
tumbuh baik, memudahkan pemeliharaan tanaman, mengurangi risiko serangan
OPT, serta untuk mengoptimalkan produktivitas buah dan kontinuitas pembuahan.
Penjarangan buah dilakukan pada saat buah berumur 2-3 minggu. Buah
yang dipetik adalah buah yang dinilai berada pada posisi kurang mendapat sinar
matahari dan bergerombol lebih dari tiga buah. Buah yang dipertahankan
maksimal tiga buah dalam satu tangkai dan dilakukan pembungkusan pada buah-
buah tersebut. Pembungkusan bertujuan untuk meningkatkan kualitas penampilan
buah, melindungi buah dari benturan, sengatan sinar matahari dan gesekan antar
buah, melindungi buah dari serangan hama dan penyakit, serta melindungi buah
dari kerusakan dan gesekan pada saat panen dan melindungi permukaan kulit
buah dari getah. Dengan cara-cara tersebut diatas diharapkan buah pilihan akan
tumbuh besar secara optimal dan dapat memenuhi standar mangga gedong gincu
berkualitas ekspor.
Penyakit yang kerap menyerang tanaman gedong gincu adalah rontoknya
bunga. Penyakit ini menyebabkan turunnya produksi buah mangga gedong gincu
hingga sekarang, petani belum menemukan penanggulangan yang tepat untuk
mengatasi penyakit tanaman ini sehingga langkah yang ditempuh hanya sebatas
memberikan obat-obatan dan zat perangsang tumbuhan. Sedangkan hama yang
sering menyerang tanaman mangga antara lain : kutu putih, ulat perusak daun,
wereng mangga, lalat buah dan penggerek buah. Sama halnya dengan di atas,
pengendalian terhadap hama ini hanya sebatas memberikan insektisida berbahan
kimia aktif serta pengendalian cara kultur teknis.
Buah mangga dapat dipanen setelah buah berumur 3-4 bulan. Buah dinilai
matang apabila lapisan lilin pada permukaan kulit buah sudah menebal dan bentuk
buah bulat berisi. Pemetikan buah dilakukan dengan menyisakan sebagian tangkai
dengan tujuan mengurangi getah yang keluar. Buah mangga yang telah dipanen
diletakkan pada posisi tangkai menghadap ke bawah agar getah pada tangkai buah
tidak mengotori permukaan kulit buah, serta alasi permukaan keranjang buah
dengan daun pisang kering atau dengan kertas Koran. Waktu pemetikan mangga
yang baik pada pukul 11.00 keatas karena pada pukul tersebut getah akan
berkurang.
Kegiatan selanjutnya adalah penanganan buah hasil panen, meliputi
sortasi, grading, pencucian, pengemasan, dan penyimpanan. Sortasi dilakukan
untuk memisahkan buah yang baik dan tidak baik kualitasnya, setelah itu adalah
melakukan grading, dengan ketentuan yang telah disebutkan yaitu grade A buah
yang memiliki bobot rata daiatas 250 gram, grade B bobot buah antara 200-250
gram, sedangjkan grade C memiliki bobot kurang dari 200 gram perbuah.
Setelah itu dilakukan pencucian yang bertujuan untuk membersihkan buah
dari kotoran seperti getah, tanah, cendawan dan sebagainya. Air yang digunakan
untuk mencuci buah ditambakan detergen atau klorin dengan takaran satu sendok
teh per satu liter air, lama perendaman kurang lebih tiga menit dan setelah itu
dibilas kembali dengan menggunakan air bersih dan buah digosok dengan
menggunakan spon atau kain yang lembut. Kegiatan pengepakan dilakukan
apabila buah telah kering yaitu dengan memasukkan buah kedalam wadah dengan
posisi punggung buah menghadap bawah dan wadah sudah dilengkapi dengan
lapisan kertas, penyimpanan buah dalam peti kardus harus disimpan pada gudang
yang bersih dengan temperatur 8-10 derajat celcius dengan kelembaban ruangan
lebih dari 90 persen.
Upaya pemasaran yang dilakukan diantaranya bekerjasama dengan
pedagang besar yang akan mendistribusikan hasil panen ke pedagang-pedagang
pengecer pasar tradisional di luar kota seperti Jakarta. Saat ini pun telah ada
eksportir yang berminat memasarkan mangga gedong gincu dengan tujuan pasar
singapura. Namun selain itu masih ada kendala yang dihadapi untuk memenuhi
permintaan ekspor diantaranya adalah: ukuran buah yang dihasilkan belum
memenuhi standar, standar bobot buah mangga gedong gincu berkualitas ekspor
adalah 250 gr untuk ukuran mangga gedong gincu dan 400 gr untuk mangga
cengkir.
5.3. Karakteristik Responden
Berdasarkan umurnya responden pada penelitian ini dikategorikan menjadi
3 kelompok yaitu responden usia 20-35 tahun, 35-50 tahun, dan 50-70 tahun.
Petani responden pada penelitian ini terbesar pada kisaran 30-60 tahun.
Tabel 8. Jumlah Petani Responden Usahatani Buah Mangga Berdasarkan
Umur di Kabupaten Indramayu
Umur Jumlah petani
responden (orang)
Persentase (%)
25-30 1 3,33
31-35 3 10,00
36-40 7 23,33
41-45 7 23,33
46-50 2 6,67
≥51 10 33,34
Total 30 100
Umur petani responden yang mengusahakan usahatani mangga ini pada
umumnya berdasarkan Tabel 8. di atas berkisar diatas 30 tahun, yang paling
mendominasi responden pada pnelitian ini berumur antara 36-45 yaitu sebesar
23,33 persen dan yang berumur diatas 51 tahun sebanyak 33,34 persen.
Responden dengan golongan umur diatas 51 tahun merupakan petani responden
yang telah berpengalaman menjalankan usaha budidaya mangga tersebut, adapun
petani responden yang termasuk usia produktif yaitu antara 25 tahun sampai
dengan 40 tahun terbagi dalam persentase-persentase kecil. Minimnya petani
responden pada usia produktif dikarenakan golongan usia produktif di Kabupaten
Indramayu lebih memilih mata pencaharian diluar bidang pertanian seperti
berdagang, serta menjadi karyawan swasta dan pegawai negeri.
Tingkat pendidikan formal petani mangga di Kabupaten Indramayu secara
umum masih dapat dikatakan rendah, karena hanya berpendidikan terakhir SD,
sedangkan selebihnya hanya berpendidikan terahir SMP dan SMA. Hal tersebut
sangat bertentangan dengan program pemerintah diperiode tahun 1990an, yang
mencanangkan wajib belajar 9 tahun dan pentingnya pendidikan serta wajib
belajar minimal hingga ke jenjang SMA.
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Petani Responden Pada Usahatani Buah
Mangga di Kabupaten Indramayu
Kelompok
pendidikan formal
Jumlah petani
responden (orang)
Persentase (%)
SD/ MI 14 46,67
SMP/MTS 7 23,33
SMA/MAN 9 30,00
Perguruan
Tinggi/Akademi
0 0
Total 30 100
Dari keseluruhan responden yang ada dapat dikatakan bahwa sebagian
besar dari mereka telah terlepas dari buta huruf dan hitung. Karena sebagian
besar responden pernah mengenyam pendidikan walaupun hanya pada tingkat
sekolah dasar yaitu sebanyak 46,67 persen, pendidikan SMP hanya 23,33 persen
dan yang berpendidikan hingga SMA sebanyak 30,00 persen.
5.3.1. Pengalaman Usahatani Mangga di Kabupaten Indramayu
Meskipun secara umum tingkat pendidikan petani mangga tergolong
relatif rendah, bukan berarti tingkat pengetahuan petani dalam hal budidaya
pertaniannya rendah khususnya budidaya mangga. Pengalaman petani sangat
mempengaruhi mereka dalam proses pengambilan keputusan dalam mengelola
usahatani mangga, selain itu peran serta anggota ppl pertanian sangat membantu
mereka dalam hal manajemen, pola tanam dan informasi mengenai
penanggulangan hama dan penyakit.
Tabel 10. Pengalaman Petani Responden Dalam Usahatani Mangga di
Kabupaten Indramayu
Kelompok Tahun Petani Responden (orang)
Jumlah Persentase (%)
1-5 − −
5-10 25 83,3
10-15 − −
≥ 15 5 16,6
Total 30 100
Pada Tabel 10. tersebut terlihat bahwa rata-rata petani responden telah
menjalankan usahatani mangga selama lebih dari 5 tahun, sebanyak 83,3 persen
responden petani mangga telah menjalankan usahatani mangga selama 5-10 tahun,
yakni sebanyak 25 orang, dan lebih dari 15 tahun sebanyak 5 orang atau sekitar
16,6 persen.
5.3.2. Status Penguasaan Lahan
Berdasarkan dari data yang diperoleh diketahui bahwa petani responden
pada penelitian ini sebagian besar mengembangkan usahatani mangga dilahan
milik sendiri, berdasarkan dari data yang diperoleh dari responden diketahui
bahwa lahan perkebunan tersebut rata-rata merupakan lahan warisan turun-
temurun dari keluarganya. Sementara jumlah pemilikan pohon berkisar antara 12-
55 buah pohon mangga, tetapi ada juga salah satu responden memiliki pohon
mangga mencapai 700 pohon. Luas lahan yang dimiliki petani responden rata-
rata berkisar antara 1000 hingga 10.000 meter persegi.
5.3.3. Alasan Petani Responden Mengusahakan Mangga
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, alasan petani responden dalam
berusahatani buah mangga sangat beragam, dari berbagai alasan responden
tersebut dikelompokkan dalam empat kelompok alasan yaitu : 1)sangat cocok
diusahakan didaerah ini, 2) keuntungan lebih tinggi, 3) pemasaran terjamin dan
yang ke 4) lain-lain. Alasan mengembangkan usaha tani mangga adalah karena
adanya pemasaran yang sudah terjamin, ini dikarenakan para petani responden
tersebut memang sudah menjadi anggota kelompok tani yang pemasarannya
terjamin. Ini dapat terlihat dari alur pemasaran buah mangga di bawah ini
Walaupun pemasarannya sudah terjamin tetap saja petani dibantu oleh pemeritah
dalam hal ini Departemen Pertanian selalu berusaha untuk lebih meningkatkan
kualitas produksi buah mangga tersebut dikarenakan sekarang ini konsumen
sudah paham betul akan keamanan pangan yang dikonsumsinya, menginginkan
kualitas yang baik serta dikelola secara ramah lingkungan. Selain itu alasan
selanjutnya adalah tanaman mangga sangat cocok dibudidayakan di Kabupaten
Indramayu sehingga dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan budidaya tanaman hortikultura lainnya.
5.4. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Kabupaten Indramayu tercatat sebanyak 1.744.897 jiwa.
Sedangkan pada akhir Tahun 2010 berdasarkan badan pusat statistik Kabupaten
Indramayu tercatat sebanyak 1.668.395 jiwa, terdiri dari 858.942 jiwa penduduk
laki-laki dan perempuan sebanyak 809.453 jiwa, keadaan ini menunjukkan
adanya kenaikan sebesar 24.526 jiwa. Dari 1.769.423 jiwa penduduk Kabupaten
Indramayu terdapat 514.964 KK yang tersebar di 315 Desa/Kelurahan. Adapun
jumlah penduduk yang terbanyak yaitu Kecamatan Indramayu dengan jumlah
penduduk 101.940 jiwa dan yang terendah Kecamatan Cantigi dengan jumlah
penduduk 24.636 jiwa. Komposisi penduduk antara pria dan wanita cukup
berimbang yakni terdiri dari 49 persen wanita dan 51 persen pria.
Gambar 5. Perbandingan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten
Indramayu Tahun 2010
Sumber: Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Indramayu 2011
Jumlah penduduk Kabupaten Indramayu berdasarkan umur dan jenis
kelamin tersaji pada Tabel 11. kelompok usia produktif merupakan jumlah
terbesar dari total penduduk Kabupaten Indramayu namun berada dikisaran usia
sekolah (6-9 tahun), sedangkan usia produktif lainnya berada dikelompok usia 35-
55 tahun dan pada usia 55-64 tahun.
Laki-laki
51%
Perempuan
49%
Tabel 11. Jumlah Penduduk Kabupaten Indramayu Berdasarkan Jenis
Kelamin
Usia(tahun) Laki-laki
(jiwa)
Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)
0-4 73.590 70.252 143.842
5-9 78.423 73.560 151.983
10-14 83.458 79.321 162.867
15-19 79.739 66.574 146.313
20-24 68.099 54.368 122.467
25-29 74.687 66.743 141.430
30-34 70.535 67.330 137.865
35-39 70.850 64.797 135.647
40-44 60.332 58.624 118.956
45-49 52.438 52.366 104.904
50-54 46.208 45.647 91.855
55-59 36.073 32.873 68.946
60-64 25.767 28.029 53.796
65-69 17.206 19.866 37.072
70-74 11.387 14.779 26.166
75+ 9.962 14.324 24.286
Jumlah 858.942 809.453 1.668.395
Dilihat dari mata pencahariannya, penduduk Kabupaten Indramayu
mempunyai matapencaharian yang beragam, kondisi penduduk berdasarkan
matapencaharian ataupun jenis pekerjaan menggambarkan kondisi perekonomian
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Demikian pada umunya
penduduk di Kabupaten Indramayu bekerja dibidang pertanian, penduduk yang
bermatapencaharian petani di Kabupaten Indramayu sebanyak 303.084 orang(39
persen), dibidang industri sebanyak 56.218 orang (7persen), dibidang
perdagangan sebanyak 200.868 orang (26persen), pada bidang jasa sebanyak
91.990 (12persen) serta pada matapencaharian lainnya sebanyak 127.149 atau
sebesar (16 persen). Berikut ini disajikan pada tabel jumlah penduduk
berdasarkan mata pencahariannya.
Table 12. Jumlah Penduduk Kabupaten Indramayu Berdasarkan Mata
Pencahariannya.
Jenis mata
pencaharian
Jumlah jiwa Persentase (%)
Pertanian 303.084 39
Industri 56.218 7
Perdagangan 200.868 26
Jasa 91.990 12
Lainnya 127.140 16
Jumlah 779.300 100
Dapat dipastikan dan dapat dilihat dari Tabel 12. Jumlah penduduk
berdasarkan mata pencaharian di Kabupaten Indramayu 39 persen
bermatapencaharian sebagai petani, sektor perdagangan sebanyak 26 persen, jasa,
industri, dan lainnya masing-masing 12 persen, 7 persen dan 16 persen.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Sumber-sumber Risiko Pada Usahatani Buah Mangga di Kabupaten
Indramayu
Risiko yang dihadapi oleh petani mangga akan mempengaruhi
produktivitas dan pendapatan usahatani buah mangga. Variasi yang terjadi dalam
jumlah produksi pada petani mangga di Kabupaten Indramayu menunjukan bahwa
petani mangga menghadapi adanya berbagai risiko dalam kegiatan produksi
usahatani mangga.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerugian pada usahatani mangga
yang mereka jalankan disebabkan oleh kondisi alam yang sulit diprediksi dan
tidak dapat dikontrol, antara lain curah hujan, hama penyakit yang sulit diprediksi
selain itu adanya faktor-faktor kesalahan dari sumberdaya manusia (SDM) pun
menjadi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya risiko. Antara lain
kesalahan dikarenakan pemberian pupuk yang tidak sesuai dengan takaran,
kerusakan fisik pada produk dikarenakan adanya kesalahan dalam proses
pemanenan, dan kerusakan fisik pada produk yang disebabkan adanya kesalahan
dalam proses pengepakan pada saat produk akan dipasarkan.
Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas tersebut, penyebab kerugian
pada usahatani buah mangga tidak terbatas pada faktor alam serta kerusakan yang
disebabkan karena kesalahan SDM saja, akan tetapi juga disebabkan oleh karena
adanya fluktuasi harga output maupun input. Peningkatan harga input pada
usahatani buah mangga berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden,
terjadi karena adanya peningkatan harga tenaga kerja, adanya peningkatan harga
pupuk, serta adanya peningkatan pada harga obat-obat pertanian. Pada penelitian
ini akan mengkaji mengenai besaran risiko berdasarkan persepsi petani terhadap
sumber-sumber risiko dan tingkat risiko, guna menekan risiko pada usahatani
buah mangga di Kabupaten Indramayu.
6.1.1. Sumber-sumber Risiko Produksi Yang Disebabkan Oleh Alam
Faktor alam merupakan salah satu sumber risiko atau faktor penyebab
kerugian yang sulit untuk diatasi oleh petani hal ini disebabkan karena pada
umumnya faktor alam ini tidak dapat dikendalikan, diprediksi maupun dikontrol
oleh petani, faktor risiko alam ini datang begitu saja dan tidak dapat dicegah. Di
Kabupaten Indramayu sendiri usaha budidaya mangga masih sangat tergantung
pada faktor alam seperti curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara, cahaya
matahari dan lain-lain. Kenyataannya bahwa usaha budidaya mangga yang
ditekuni petani sangat tergantung pada faktor alam membuat ketidakstabilan alam
menjadi sumber-sumber atau faktor yang dapat menimbulkan kerugian pada
budidaya mangga di Kabupaten Indramayu menurut hasil wawancara dengan
beberapa petani responden, dapat diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah
dapat dilihat dari Tabel 13.
Tabel 13. Persentase Risiko yang Disebabkan Oleh Faktor Alam
Sumber risiko yang
disebabkan alam
Jumlah petani
responden (orang)
Persentase (%)
Curah hujan 20 66
Hama 5 17
Penyakit 5 17
Total 30 100
a. Curah Hujan
Tabel di atas menjelaskan bahwa hasil wawancara bersama 30 responden
sebaran persepsi petani buah mangga di Kabupaten Indramayu berdasarkan faktor
alam sebesar 66 persen menyatakan bahwa curah hujan merupakan faktor alam
yang memberikan dampak kerugian paling tinggi. Kondisi cuaca dan iklim
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpastian dalam usaha
budidaya buah mangga. Perubahan cuaca yang drastis dan sulit diprediksi akan
sangat mempengaruhi secara langsung terhadap pertumbuhan buah yang
diusahakan.
Terkait dengan perubahan cuaca yang sulit diprediksi, kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa petani mangga mengalami kesulitan untuk
menanggulangi risiko yang satu ini, secara teknis tanaman mangga akan
berkembang baik disaat musim kemarau, karena kebutuhan air akan lebih
terkontrol. Curah hujan yang cocok bagi perkembangan buah mangga ini berkisar
antara 1000-2000 mm pertahun, karena kekurangan atau kelebihan air akan
berpengaruh terhadap produksi buah mangga. Dampak negatif yang dapat
dihasilkan karena curah hujan yang tinggi dan musim pancaroba antara lain
adalah bunga banyak berguguran terkena terpaan air hujan sehingga dapat
dipastikan jumlah produksi buah mangga akan berkurang. Timbulnya jamur pada
buah sehingga buah akan lebih cepat membusuk serta buah yang dihasilkan tidak
mulus, dan pada umumnya pada musim hujan serangan penyakit akan lebih
banyak.
Sampai saat ini cara yang digunakan oleh petani responden masih sangat
konvensional yaitu dengan cara membungkus buah mangga dengan pelastik, dan
penggunaan jerami untuk mencegah erosi tanah. Terbatasnya teknologi yang
digunakan petani responden untuk meminimalisir dampak kerugian yang
ditimbulkan oleh kondisi cuaca khususnya musim hujan kurang maksimal karena
mayoritas petani responden belum menemukan cara yang tepat untuk
meminimalisir dampak dari curah hujan yang tinggi tersebut.
b. Hama
Mangga merupakan buah yang sangat rawan terhadap serangan hama,
menurut hasil wawancara di lapangan, sebagaimana dapat dilihat pada tabel di
atas menunjukan nilai sebanyak 16 persen, nilai ini menunjukkan bahwa risiko
yang disebabkan oleh hama tidak terlalu besar dibandingkan dengan risiko yang
disebabkan oleh curah hujan. Ada beberapa jenis macam hama yang sering
menyerang tanaman mangga milik petani budidaya mangga di Kabupaten
Indramayu adalah:
1. Kutu putih (Rastrococcus Spinosus), hama ini menghisap cairan sel dan
umumnya menyerang pada musim penghujan, pengendalian yamg dilakukan oleh
para petani adalah dengan cara pengendalian kultur teknis yaitu memotong cabang
daun yang terserang dan membakarnya. Sedangkan pengendalian secara kimiawi
yang dilakukan oleh petani adalah dengan cara memberikan insektisida berbahan
aktif.
2. Ulat perusak daun (Ortega Melanopolaris Hamson) hama ini merusak
daun dan kadangkala pucuk muda, akibat serangan hama ini daun menjadi patah,
layu dan akhirnya mati, biasanya menyerang pada peralihan masim hujan dan
musim kemarau, yang dilakukan petani untuk meminimalisir hama ini adalah
dengan cara pengasapan dengan membakar sampah kering yang bagian atasnya
ditutupi dengan sampah basah agar dapat dihasilkan asap dan tidak sampai
terbakar. Selain itu cara meminimalisir hama ini adalah dengan melakukan
penyemprotan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif.
3. Lalat buah (Dacus Dorsalis), akibat dari serangan hama ini adalah
timbulnya titik hitam pada kulit buah, titik-titik hitam tersebut akibat tusukan lalat
buah, akibatnya daging buah menjadi busuk dan pada akhirnya buah tidak dapat
dipanen karena rusak atau gugur, untuk meminimalkan hama ini petani
melakukan pengendalian secara kultur teknis yaitu mengumpulkan buah-buah
yang terserang, baik yang sudah jatuh maupun yang masih berada di pohon lalu
ditimbun di dalam tanah, selain itu petani meminimalisir hama ini dengan cara
menanam tanaman perangkap, yaitu menanam tanaman selasih disekeliling kebun.
4. Penggerek buah (Noorda Albizonalis Hampson) dampak dari serangan
ini hampir mirip dengan hama lalat buah bedanya hama penggerek buah biasa
menyerang pada saat buah sebesar bola pingpong, cara pemberantasan yang
dilakukan oleh petani pun sama seperti apa yang dilakukan terhadap hama lalat
buah, selain yang disebutkan diatas, petani juga melakukan pemberantasan hama
dengan pengendalian fisik yaitu dengan cara membungkus buah setelah buah
mangga sebesar bola pingpong dan dilakukan dengan pengendalian secara biologi
yaitu dengan memanfaatkan predator larva Rhynchium attrisium.
Pengendalian hama yang dilakukan banyak petani responden selama ini
masih terbatas pada penggunaan insektisida, sebagai langkah pencegahan dan
penanggulangan hama tanaman buah mangga. Penggunaan insektisida sebagai
upaya pengendalian hama memang dibenarkan, akan tetapi menurut Samsu
(2011), pencegahan hama dengan penyemprotan insektisida sering kali
memboroskan biaya, terlebih harga insektisida yang semakin hari kian tinggi.
Disamping itu penggunaan insektisida maupun obat-obatan pembasmi hama yang
berlebihan akan merusak lingkungan dan tentu saja membuat hama menjadi
resisten terhadap insektisida tersebut. Pencegahan merupakan tindakan yang
paling efektif daripada mengobati, selain tidak menimbulkan efek samping,
tindakan pencegahan juga tidak memerlukan biaya yang terlalu besar.
Pencegahan sebaiknya dilakukan sebelum kegiatan pemeliharaan dimulai, oleh
karena itu para petani setidaknya harus memahami dan mengetahui daur hidup
hamanya.
c. Penyakit
Begitu juga dengan penyakit, dari hasil wawancara dengan petani
responden, factor risiko yang disebabkan oleh penyakit tidak terlalu besar dengan
risiko yang diakibatkan oleh curah hujan, dapat dilihat dari tabel bahwa risiko
yang disebabkan oleh penyakit menurut pendapat petani responden sebesar 16
persen. Sesuai dengan pernyataan sebelumnya bahwa, tanaman mangga sangat
rentan terhadap serangan hama dan penyakit pada setiap pertumbuhannya. Selain
hama penyakit tanaman juga merupakan salah satu sumber risiko dalam budidaya
mangga ini, sehingga hal tersebut merupakan penyebab tidak optimalnya produksi
buah mangga yang dihasilkan. Penyakit yang sering menyerang tanaman maupun
buah mangga menurut kebanyakan petani responden pada umumnya disebabkan
oleh bakteri, virus, dan cendawan. Penyakit yang biasa menyerang diungkapkan
oleh petani antara lain penyakit layu benih menyerang tanaman pada saat
pembibitan akibat dari serangan penyakit ini antara lain daun menjadi lemah, lalu
akan mengering dan setelah itu mati dengan akar yang membusuk, cara
pengendalian yang dilakukan biasanya dengan penyemprotan fungisida, selain itu
pengendalian yang biasa dilakukan oleh petani adalah menjaga jarak antar tanam
dalam polybag agar tidak terlalu rapat, sehingga benih mendapat sinar matahari.
Penyakit embun jelaga merupakan jenis penyakit berikutnya yang sering
menyerang tanaman mangga di Kabupaten Indramayu. Akibat dari penyakit ini
adalah timbulnya lapisan tipis berwarna hitam pada permukaan daun dan ranting,
selain dengan penyemprotan fungisida hal lain yang biasanya dilakukan oleh
petani untuk menanggulangi penyakit ini dengan cara memotong cabang yang
terinfeksi dan setelah itu dilakukan pembakaran.
Selain kedua penyakit diatas penyakit kudis buah sering dialami oleh para
petani akibat dari penyakit ini adalah pada permukaan buah timbul struktur yang
tidak beraturan berwarna coklat seperti yang dijelaskan petani, dan setelah buah
dipanen akan meninggalkan bercak coklat yang keras dan mengering sehingga
mengurangi tampilan buahnya. Selain upaya pencegahan yang telah dijelaskan
diatas, upaya lainnya yang dilakukan untuk meminimalisir dampak kerugian yang
disebabkan oleh infeksi penyakit antara lain dengan cara pengolahan lahan secara
baik dan benar, penyiangan, serta pemberian obat-obatan secara teratur upaya-
upaya tersebut merupakan upaya untuk mencegah dan meminimalisir penyebaran
penyakit.
6.1.2. Kerugian Yang Disebabkan Oleh Faktor Sumberdaya Manusia
Kerusakan produk dikarenakan kelalaian atau kesalahan SDM, merupakan
salah satu sumber risiko yang harus diperhatikan selain faktor alam.
Keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja akan mempengaruhi secara langsung
pada efektifitas dan efesiesi usaha tani. Faktor ini merupakan salah satu penyebab
yang mempengaruhi variasi produktifitas. Tidak adanya standart operasional
yang jelas dan baik dari penyuluh maupun petani membuat kemungkinan terjadi
penyimpangan yang semakin besar. Berdasarkan fakta di lapangan dan data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden dapat dilihat pada tabel .
Faktor kerugian yang disebabkan oleh kesalahan manusia terjadi pada kegiatan
pemanenan dan pengiriman hasil. Nilai persentasenya dapat dilihat pada Tabel 14.
di bawah ini.
Tabel 14. Persentase Risiko yang Disebabkan Oleh SDM
Risiko yang
disebabkan oleh SDM
Jumlah petani
responden (orang)
Persentase (%)
Kerusakan pada saat
pemanenan
17 57
Kerusakan pada saat
pengiriman hasil
13 43
Total 30 100
a. Kerusakan Pada Saat Pemanenan Buah
Dilihat dari tabel di atas persepsi petani terhadap risiko yang ditimbulkan
pada saat pemanenan buah sebesar 57 persen. Pemanenan merupakan tahapan
paling penting dalam seluruh kegiatan usahatani, kesalahan kecil yang dibiarkan
akan berdampak besar untuk kedepannya. Adapun upaya yang dilakukan oleh
petani untuk meminimalisir dampak kerugian yang diakibatkan kerusakan pada
saat pemanenan adalah dengan menggunakan tenaga kerja yang sudah sering
bekerja sama dengan mereka, sudah terpercaya dalam hasil kerjanya, dan
merupakan orang-orang terdekat mereka. Pada dasarnya tidak ada tekhnik khusus
dalam pemanenan buah mangga ini tetapi ada hal-hal yang harus diperhatikan
seperti tangkai buah yang diikutkan, usahakan getah tidak mengotori buah serta
peletakan buah setelah dipetik, ini banyak sedikitnya akan mempengaruhi kondisi
buah yang telah dipanen.
Risiko kerusakan yang dihasilkan pada saat panen tersebut dapat dikatakan
murni disebabkan karena kelalaian individu, dan untuk meminimalisir hal ini,
upaya petani buah mangga adalah dengan menggunakan tenaga kerja yang sudah
sering melakukan pemanenan.
b. Kerusakan Pada Saat Pengiriman Hasil
Kerusakan yang ditimbulkan pada saat pengiriman hasil sebesar 43 persen.
Kerusakan produk pada tahap ini juga memiliki tingkat risiko yang tinggi, ini
dikarenakan sebagian petani mengangkut hasil panennya hanya dengan keranjang
yang terbuat dari bambu yang kemudian akan diangkut ke pengepul dengan
menggunakan motor, pada tahap ini sering kali produk yang telah dipanen ini
mengalami berbagai benturan sehingga menyebabkan buah mangga yang telah
dipanen akan cepat mudah busuk, oleh karenanya proses ini harus benar-benar
diperhatikan, dan pada kenyataannya di lapangan proses ini masih jauh dari kata
baik, sedangkan para petani juga tidak dapat berbuat lebih. Upaya yang mereka
lakukan untuk meminimalisir terjadi kerusakan pada saat pengangkutan adalah
dengan memasang alas Koran debagian dasar keranjang bambu, pemasangan
koran sebagai alas ini adalah untuk meminimalisir benturan yang terjadi
diperjalanan, dikarenakan medan jalan yang dilalui menuju tempat pengepul tidak
seluruhnya bagus. Hal inilah yang menyebabkan tingginya kerusakan pada buah
mangga dan mengakibatkan tinggi juga risiko yang terjadi.
6.2. Sumber-sumber Risiko Harga
Berdasarkan survey yang dilakukan USDA (United State Department of
Agricultur) pada tahun 1996, risiko produksi dan risiko harga merupakan tipe
risiko yang sering dihadapi oleh petani. Risiko harga adalah jenis risiko yang
ditimbulkan karena adanya fluktuasi harga input dan harga output (Harwood,
1999). Pada kasus petani buah mangga sering ditemui risiko harga yang
disebabkan oleh fluktuasi harga output, ini terjadi karena para petani buah mangga
tidak membuat perjanjian dengan para pembeli mengenai harga yang akan
diterima untuk buah mangga yang mereka hasilkan, karena pada kenyataannya
setiap petani buah mangga akan langsung menjual produknya kepada pembeli,
dimana apabila buah mangga yang dihasilkan bagus maka tingkat penerimaan
petani akan naik, tetapi jika kondisi buah mangganya terdapat cacat kemungkinan
dipastikan harga yang diterima para petani akan mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil wawancara bersama pihak petani harga yang diterima
untuk buah mangga jenis gedong gincu dengan kondisi baik biasa dihargai oleh
pengepul Rp 15000,- /Kg, sedangkan buah mangga gedong gincu dengan kualitas
tidak terlalu baik dihargai Rp10.000,- /Kg. Hal ini sebenarnya harus dijadikan
sebagai acuan untuk para petani agar supaya meningkatkan kualitas produksi buah
mangga yang dihasilkan. Tabel menunjukkan berapa besar nilai persentase dari
faktor-faktor yang mempengaruhi harga dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Persentase yang Disebabkan Oleh Kenaikan Harga
Risiko yang
disebabkan oleh faktor
harga
Jumlah petani
responden (orang)
Persentase (%)
Peningkatan harga obat-
obatan
15 33
Peningkatan harga
pupuk
10 50
Peningkatan harga upah
kerja
5 17
Total 30 100
a. Peningkatan Harga Obat-obatan
Peranan para penyuluh pertanian sangat dibutuhkan dalam melakukan
pembinaan manajemen produksi, hal tersebut akan sangat berguna bagi tingkat
efisiensi penggunaan input produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani
di lapangan, peningkatan harga obat-obatan merupakan harga input yang cukup
tinggi, yaitu sebesar 33 persen. Petani menganggap bahwa peningkatan harga
obat-obatan ini banyak sedikitnya dapat mengakibatkan kerugian. Hal tersebut
dikarenakan upaya penanggulangan hama dan penyakit yang dilakukan oleh
petani buah mangga masih sangat bergantung kepada penggunaan obat-obatan.
Kenaikan harga obat-obatan sebesar 33 persen.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada pembahasan hama dan
penyakit, tanaman mangga merupakan tanaman yang rentan terhadap hama dan
penyakit setiap frase pertumbuhannya, kerugian yang diderita akan sangat tinggi
apabila obat-obatan hama dan penyakit tidak tersedia. Upaya petani untuk
meminimalisir dampak kerugian apabila terjadi peningkatan harga obat-obatan
yang terlalu tinggi adalah dengan cara mengurangi pengunaan obat-obatan dengan
risiko serangan hama dan penyakit akan lebih tinggi, dan tindakan pencegahan
adalah menjadi prioritas utama untuk meminimalisir dampak serangan hama dan
penyakit. Selain itu cara untuk meminimalisir pengunaan obat-obatan untuk
memberantas hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani adalah
pemberantasan hama dan penyakit dengan cara pengendalian secara fisik,
pengendalian secara kultur teknis, pengendalian secara biologi, serta pengolahan
lahan yang baik.
b. Peningkatan harga pupuk
Selain harga obat-obatan, harga pupuk merupakan komponen biaya yang
dapat memberikan dampak kerugian bagi pendapatan petani buah mangga. Pupuk
merupakan komponen input yang sangat penting dalam budidaya buah mangga,
tujuannya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Menurut hasil wawancara
dengan 30 orang petani responden nilai peningkatan harga pupuk sebesar 50
persen. Jenis pupuk yang biasa digunakan oleh para petani buah mangga adalah
pupuk urea, KCL, TSP, NPK, dan pupuk kandang atau kompos. Penggunaan
pupuk sendiri bertujuan untuk memperkaya unsur-unsur tanah yang berguna
untuk pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu penggunaan pupuk dalam
kelangsungan usahatani buah mangga sangatlah penting. Maka, kenaikan harga
pupuk ini akan berdampak kepada penerimaan petani buah mangga itu sendiri.
Peningkatan harga pupuk dan obat-obatan merupakan biaya terbesar pada
usahatani buah mangga sehingga peningkatan harga pupuk dan obat-obatan
dianggap berpotensi memberikan dampak kerugian. Peningkatan harga obat-
obatan merupakan faktor yang dianggap berpotensi tinggi untuk merugikan
petani, ini dikarenakan karena ketersedian obat-obatan merupakan salah satu input
yang sangat penting bagi kelangsungan pertumbuhan maupun produksi mangga.
c. Peningkatan Harga Upah Kerja
Tenaga kerja merupakan sumberdaya yang paling penting dalam usahatani
buah mangga, karena dapat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas, penggunaan
tenaga kerja yang terampil, berpendidikan serta berpengalaman sangat penting
bagi kelangsungan usahatani buah mangga guna mendukung kegiatan operasional
didalam budidaya tersebut. Pada kenyataannya yang terjadi di lapangan didapat
bahwa ketersediaan tenaga kerja yang terlatih, terdidik, dan berpengalaman
sangatlah kurang dan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayarnya tentunya
lebih mahal. Oleh karana itu petani buah mangga hanya mengguanakan buruh
tani yang ada disekitar lingkungan mereka atau bahkan tidak jarang anggota
keluarga yang dilibatkan dalam budidaya buah mangga, dengan alasan untuk
mengurangi pengeluaran. Sampai saat ini peran instansi yang terkait untuk
meningkatkan keterampilan sumberdaya sangatlah jarang dan hanya terbatas pada
petaninya saja, belum ada upaya pelatihan atau pendidikan yang dapat diikuti oleh
masyarakat umum.
Peningkatan upah tenaga kerja sangat jarang terjadi, dalam satu tahun
hanya satu kali terjadi kenaikan upah tenaga kerja, penentuan upah tenaga kerja
merupakan hasil negosiasi antara petani pemilik lahan dengan buruh tani.
Penentuannya didasarkan pada harga pasaran atau harga yang umumnya
dibayarkan petani pemilik lahan kepada buruh tani. Upah yang biasa dibayarkan
petani untuk tenaga kerja rata-rata sebesar Rp 50.000,- per hari atau 8 jam kerja,
tenaga kerja yang biasa dipekerjakan biasanya merupakan tenaga kerja pria, ini
dikarenakan jenis pekerjaan yang dikerjakan dianggap lebih banyak memerlukan
kemampuan fisik dan menguras tenaga.
Menurut hasil wawancara dengan responden, kenaikan upah tenaga kerja
ini menurut petani peningkatan upah tenaga kerja dianggap memberikan potensi
yang sedang, terbukti dari hasil wawancara menunjukkan persentase nilai sebesar
17 persen hal ini dikarenakan peningkatan upah tenaga kerja di Kabupaten
Indramayu jarang terjadi. Frekuensi kejadiannya hanya satu kali dalam setahun,
selain itu peningkatannya tidak terlalu tinggi.
6.3. Penilaian Risiko Pada Usahatani Buah Mangga di Kabupaten
Indramayu
Penilaian risiko yang dilakukan pada penelitian ini merupakan penilaian
terhadap kegiatan spesialisasi. Penilaian dilakukan hanya pada satu jenis tanaman
saja, karena mayoritas petani responden hanya mengusahakan budidaya buah
mangga saja pada setiap periode produksinya.
6.4. Analisis Pendapatan Usahatani Buah Mangga
Pendapatan yang diperoleh petani berasal dari penerimaan dikurangi biaya
produksi yang dikeluarkan selama periode produksi berlangsung. Penerimaan
dihitung dari total produksi dikalikan harga jual. Pengukuran keberhasilan
pengusahaan usahatani mangga dapat diukur dengan perolehan laba yang dihitung
dengan menggunakan analisis pendapatan. Pendapatan usahatani buah mangga
dibagi menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan usaha tani atas biaya
total. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai
untuk keperluan usahatani mangga dalam suatu periode. Sedangkan biaya total
adalah penjumlahan antara biaya tunai dan biaya yang tidak diperhitungkan atau
tidak tunai, biaya tidak tunai adalah biaya-biaya yang tidak dikeluarkan secara
tunai oleh petani sehingga masuk kedalam biaya yang diperhitungkan.
Pendapatan yang diperoleh petani berasal dari penerimaan dikurangi biaya
produksi yang dikeluarkan selama periode tertentu, penerimaan dihitung dari total
produksi dikalikan harga jual.
6.4.1. Pendapatan Usahatani Mangga Gedong Gincu Dan Mangga Cengkir
Penerimaan petani dari buah mangga jenis gedong gincu diperoleh dari
total produksi dikalikan dengan harga jual pada tingkat petani Rp15.000,00./Kg.
Pendapatan petani diperoleh berdasarkan atas jumlah produksi per 1000 m dengan
rata-rata jumlah pohon yang dimiliki yaitu sebanyak 20 pohon dikalikan dengan
rata-rata produksi buah perpohon kurang lebih sebanyak 50 kilogram dikalikan
dengan harga penerimaan petani, faktor yang mempengaruhi besarnya
penerimaan petani tersebut yaitu volume produksi. Menurut hasil wawancara
dengan petani responden rata-rata jumlah produksi petani responden sebanyak 50
kg per pohonnya. Jumlah penerimaan petani mangga responden per 1000m
adalah sebesar Rp 15.000.000,-. Sedangkan untuk jenis mangga cengkir sebesar
Rp 10.000,-/kg dikalikan dengan rata-rata produksi perpohon sebanyak 50
kilogram sehingga jumlah yang diperoleh mencapai Rp 10.000.000,- Jumlah
tersebut menjadi acuan bagi para penyuluh agar supaya tetap dapat memberikan
arahan-arahan dan masukan kepada para petani budidaya mangga supaya dapat
menambah hasil produksi serta mendapatkan produksi yang berkualitas.
6.4.2. Pengeluaran Usahatani Buah Mangga
Pengeluaran usaha tani terdiri dari biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan atau non tunai. Petani biasanya menganggap komponen-
komponen biaya tidak tunai tersebut bukanlah sebagai biaya atau pengeluaran,
petani tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja keluarga yang dikeluarkan
untuk melakukan kegiatan usaha tani. Oleh karena itu pada penelitian ini hanya
akan memperhitungkan biaya tunai untuk melihat tingkat variasi komponen biaya
secara langsung.
Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani selama kegiatan
usahatani berlangsung, mulai dari pengolahan lahan hingga pemasaran hasil.
Biaya tunai usahatani buah mangga terdiri dari biaya saprotan, dan tenaga kerja
luar keluarga. Rincian biaya yang dikeluarkan selama periode produksi budidaya
buah mangga dapat dilihat dibawah ini
Tabel 16. Biaya Usahatani Mangga Pada Musim Tanam Tahun 2010
Keterangan Nilai per 1000 meter Total biaya
A . biaya tunai
Obat-obatan dan
pestisida
7500 Rp 750.000
Pupuk anorganik:
- NPK
- Urea
- Tsp
- Kcl
3500
2500
2500
6500
Rp 350.000
Rp 250.000
Rp 250.000
Rp 650.000
Pupuk kandang 1000 Rp 1000.000
Tenaga kerja:
-pengolahan
-penanaman
-pemupukan
-pemberantasan
HPT
-pemangkasan
-panen serta pasca
panen
50.000 x 5
50.000 x 5
50.000 x 5
50.000 x 5
50.000 x 5
Rp 250.000
Rp 250.000
Rp 250.000
Rp 250.000
Rp 250.000
Bbm operasional 4500 Rp 450.000
Peralatan:
-pompa air
-kored
-galah
-gunting
-keranjang
10.000 x 10
Rp 2.500.000
Rp 20.000
Rp 20.000
Rp 10.000
Rp 100.000
Total biaya tunai Rp 6.950.000
B biaya yang
diperhitungkan
Penyusutan Rp 1000.000
Total biaya yang
diperhitungkan
Rp 1000.000
Total biaya
usahatani
Rp 7.950.000
1. Biaya Pupuk dan Obat-obatan
Biaya pupuk dan obat-obatan merupakan komponen biaya tunai dalam
struktur biaya yang dikeluarkan petani mangga. Keterbatasan modal
mempengaruhi masing-masing petani dalam penggunaan pupuk dan obat-obatan.
Petani dengan modal rendah akan menggunakan pupuk dan obat-obatan dengan
kualitas rendah dan jumlah yang sedikit.
Nilai biaya pupuk dan obat-obatan petani responden buah mangga sebesar
Rp 2.350.000,- pupuk dan obat-obatan tersebut terdiri dari pupuk kandang, pupuk
kimia, serta obat-obatan yang digunakan oleh petani buah mangga di Kabupaten
Indramayu. Tingkat variasi penggunaan pupuk dan obat-obatan yang digunakan
masih sangat tinggi, karena penggunaan pupuk dan obat-obatan setiap petani
berbeda-beda penggunaannya tergantug ketersediaan modal, sehingga sudah dapat
dipastikan tingkat variasi yang terjadi akan tinggi. Ditambah lagi dengan keadaan
musim yang tidak menentu, petani mengaku sulit untuk memprediksi biaya
penggunaan pupuk dan obat-obatan. Kendala utamanya adalah hujan, karena air
hujan dapat mencuci pupuk dan obat-obatan, sehingga intensitas penggunaan
pupuk dan obat-obatan lebih sering dilakukan, hal ini membuat efektifitas dan
efisiensi penggunaan pupuk dan obat-obatan sulit tercapai.
2. Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga
Penggunaan tenaga kerja petani responden terdiri dari tenaga kerja luar
keluarga (TKLK) atau buruh tani dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).
TKLK termasuk dalam komponen biaya tunai, sedangkan TKDK termasuk
kedalam komponen biaya yang diperhitungkan. Kebutuhan tenaga kerja usahatani
buah mangga cenderung besar tenaga kerja yang digunakan lebih banyak berasal
dari luar keluarga, hal ini disebabkan karena keterbatasan jumlah anggota
keluarga yang berpartisipasi dalam pengelolaan usahatani buah mangga.
Jumlah tenaga kerja yang biasa digunakan oleh petani mangga rata-rata
berkisar antara 25 orang dengan rincian 5 orang untuk pengolahan lahan, 5 orang
pemupukan, 5 orang untuk proses pengendalian HPT, dan masing-masing 5 orang
untuk pemangkasan dan panen. Jumlah biaya yang dikeluarkan petani responden
untuk upah tenaga kerja ini termasuk biaya yang cukup besar yaitu sebesar Rp
1.250.000,- namun biaya ini tidak terlalu menjadi risiko yang tinggi bagi para
petani dikarenakan kenaikan upah tenaga kerja yang tidak terlalu besar untuk
kenaikan upah setiap tahunnya.
6.4.3. Analisis Perbandingan Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Buah
Mangga
Berdasarkan hasil analisis usahatani yang telah dilakukan diperoleh
komponen penerimaan, biaya-biaya, pendapatan serta rasio R/C, nilai pendapatan
petani diperoleh dengan cara mengurangi penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan petani. Pendapatan rata-rata usahatani buah mangga per seribu meter
permusim panen yang dihitung adalah pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dengan cara
mengurangi penerimaan total dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan total
diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, diperoleh
penerimaan rata-rata petani buah mangga per seribu meter adalah Rp 15.000.000,-
dengan mengurai penerimaan tersebut dengan biaya tunai yang dikeluarkan
petani, maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 7.050.000,-. Dan
untuk jenis mangga cengkir diperoleh penerimaan rata-rata sebesar Rp 10.000.000
per seribu meter dikurangi biaya usahatani buah mangga sebesar Rp 7.950.000,-
maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 2.050.000,-. Biaya total
merupakan penjumlahan antara biaya tunai usahatani buah mangga dan biaya
yang diperhitungkan atau tidak tunai, sedangkan biaya yang diperhitungkan
adalah biaya-biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai oleh petani sehingga
masuk kedalam biaya yang diperhitungkan.
6.4.4 Analisis Risiko Produksi Buah Mangga
Risiko produksi akan mempengaruhi tingkat produktivitas yang
dihasilkan. Dengan demikian terjadinya fluktuasi dalam produktivitas yang
dihasilkan petani menunjukkan bahwa budidaya mangga yang diusahakan oleh
petani menghadapi adanya risiko dalam kegiatan produksi. Risiko yang terjadi
pada budidaya buah mangga ini disebabkan oleh kondisi alam yang tidak pasti
serta hama dan penyakit yang sulit diprediksi. Risiko produksi ini menyebabkan
produktivitas buah mangga menjadi rendah sehingga pendapatan petani akan
semakin kecil.
Produksi buah mangga di Kabupaten Indramayu pada setiap kondisi dapat
dilihat dari produktivitasnya yang diperoleh dari data primer. Produktivitas
tertinggi, normal, dan terendah diperoleh berdasarkan pengalaman selama masa
periode panen. Adanya kondisi risiko produksi tersebut menyebabkan
produktivitas buah mangga di Kabupaten Indramayu berfluktuasi. Dalam hal ini
akan dibahas risiko produksi buah mangga Gedong Gincu dan buah mangga
Cerngkir. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 17. Rata-rata Produktivitas dan Pendapatan Petani Dalam Memperoleh
Produktivitas Tertinggi, Normal, dan Terendah Tahun 2010
Komoditas Kondisi Peluang Produktivitas
Kg/m
Pendapatan
(Rp)
Mangga
Gedong Gincu
Tertinggi 0,3 50 7.050.000,-
Normal 0,5 30 1.050.000,-
Terendah 0,2 10 -4.950.000,-
Mangga
Cengkir
Tertinggi 0,4 50 2.050.000,-
Normal 0,4 45 1.050.000,-
Terendah 0,2 20 -3.950.000,-
Pada Tabel 17. menunjukkan kondisi produktivitas dan pendapatan
masing-masing komoditas pada kondisi tertinggi, normal dan, kondisi terendah.
Dengan adanya produktivitas dan pendapatan yang berubah-ubah maka peluang
para petani memperoleh produktivitas dan pendapatan tertinggi, terendah dan,
normal dapat diamati dengan mempertimbangkan periode waktu selama proses
produksi berlangsung. Yang dimaksud produktivitas dan pendapatan tertinggi
adalah tingkat produktivitas dan pendapatan yang paling tinggi yang pernah
diperoleh selama mengusahakan bududaya buah mangga tersebut. Sedangkan
yang dimaksud produktivitas dan pendapatan terendah adalah tingkat
produktivitas dan pendapatan yang paling rendah yang pernah diperoleh oleh
petani selama periode budidaya berlangsung. Sementara itu produktivitas dan
pendapatan normal dalam kajian ini adalah produktivitas dan pendapatan yang
sering diperoleh petani selama mengusahakan komoditas tersebut. Produktivitas
yang diharapkan oleh para petani yaitu produktivitas tinggi karena akan dapat
berimplikasi terhadap pendapatan yang akan diperoleh oleh para petani.
Selain tingkat produktivitas dan pendapatan, pembahasan risiko ini juga
berhubungan dengan adanya peluang terjadinya suatu kejadian dan peluang, hal
tersebut dapat diukur seperti yang tertera pada Tabel 14. Dalam kegiatan
usahatani, peluang terjadinya suatu kejadian yaitu kejadian produktivitas tinggi,
rendah, dan normal sangat menentukan prodoktivitas yang diharapkan. Peluang
ini diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali petani pernah mencapai
produktivitas tertinggi, terendah, dan normal selama periode siklus produksi
berlangsung. Tabel 17 menunjukkan bahwa angka peluang dari tingkat
produktivitas yang diperoleh petani dalam mengusahakan buah mangga ini sering
memperoleh produktivitas normal dibandingkan dengan produktivitas tinggi
ataupun rendah. Dalam hal ini terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab
munculnya risiko pada budidaya mangga, penyebab munculnya prodiktivitas
tertinggi dan terendah disebabkan karena adanya curah hujan, ketidakstabilan
cuaca serta serangan hama yang masih belum dapat diprediksi sebelumnya.
6.4.4.1. Penilaian Risiko Produksi Buah Mangga di Kabupaten Indramayu
Penilaian risiko produksi dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan
bersih yang diperoleh dari budidaya buah mangga tersebut. Penilaian risiko
produksi dapat dihitung dengan menggunakan Variance, Standard Deviation, dan
Coefficient Variation. Penilaian risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 18. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas Tertinggi,
Terendah dan, Normal Tahun 2010
Komoditas Variance Standar Deviation Coefficieny
Variation
Mangga Gedong
Gincu
2,95 1,7 1,3
Mangga Cengkir 2,84 1,6 3,5
Berdasarkan Tabel 18. terlihat bahwa penilaian risiko berdasarkan
produktivitas diperoleh nilai variance dan coefficient variation diukur dari rasio
standar deviasi dengan ekspected return. Koefisien variasi dari mangga jenis
Gedong Gincu sebesar 1,3 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka
risiko yang dihadapi akan sebesar 1,3 dan koevisien variasi untuk jenis mangga
cengkir sebesar 3,5 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko
yang akan dihadapi sebesar 3,5. Semakin besar nilai koefisien variasi maka
semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi. Maka tingkat risiko jenis mangga
cengkir lebih besar dibandingkan dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh jenis
mangga gedong gincu. Standar deviasi yang diperoleh dari jumlah produksi
adalah 42.62, dan standar deviasi dari jumlah kepemilikan pohon sebesar 14.2.
Korelasi antara jumlah kepemilikan pohon dengan jumlah produksi
sebesar 0.999 dengan P-Value 0.000 lebih kecil dari alpha 5 persen artinya ada
korelasi antara jumlah kepemilikan pohon dengan jumlah produksi. Maka tolak
H0 yang artinya jumlah kepemilikan pohon berpengaruh nyata terhadap jumlah
produksi. Dimana jumlah produksi -55.6 ditambah dengan jumlah kepemilikan
pohon sebanyak 29.94 yang artinya setiap peningkatan jumlah kepemilikan lahan
satu pohon mampu meningkatkan jumlah produksi sebanyak 29.945 kilogram.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilaian besaran risiko berdasarkan persepsi petani
terhadap sumber-sumber risiko yang diakibatkan faktor alam diketahui bahwa
curah hujan merupakan sumber risiko yang dianggap memiliki dampak risiko
yang tinggi. Wawancara bersama 30 responden sebaran persepsi petani buah
mangga di Kabupaten Indramayu berdasarkan faktor alam sebesar 66 persen
menyatakan bahwa curah hujan merupakan faktor alam yang memberikan dampak
kerugian paling tinggi. Hal ini disebabkan karena curah hujan merupakan kondisi
alam yang tidak dapat dikendalikan sama sekali, sehingga disimpulkan bahwa
peranan pihak terkaitpun belum dapat menanggulangi upaya penekanan sumber
risiko yang diakibatkan curah hujan.
Sumber risiko yang disebabkan penyakit dan hama, dampak kerugian
yang cukup tinggi disebabkan sulitnya mengidentifikasi infeksi penyakit pada
tanaman. Bantuan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari Dinas Pertanian
Kabupaten Indramayu yang telah disiapkan sebagai tenaga ahli untuk
mendampingi petani memberikan dampak positif dalam menekan penyebaran
penyakit pada pengusahaan budidaya buah mangga di Kabupaten Indramayu.
Selain itu risiko yang cukup tinggi menurut persepsi petani budidaya buah
mangga di Kabupaten Indramayu adalah kerusakan pada saat panen hingga
pascapanen dari mulai pemetikan buah hingga pengangkutan hasil panen, menurut
hasil wawancara risiko ini tinggi. Tentunya ini akan mempengaruhi penerimaan
mereka.
Sumber-sumber risiko yang menyebabkan timbulnya risiko harga karena
adanya kenaikan harga input, sedangkan harga output yang diterima petani
berdasarkan kualitas buah mangga yang dihasilkan, persepsi petani terhadap
sumber-sumber risiko ini adalah dikarenakan adanya peningkatan harga pupuk,
obat-obatan, hasil wawancara diperoleh persentase masing-masing sebesar 50 dan
30 persen. Sedangkan untuk kenaikan biaya tenaga kerja tidak terlalu signifikan
karena peningkatan biaya tenaga kerja ini tedak terlalu besar pertahunnya
sehingga tidak terlalu mempengaruhi pengeluaran petani. Hasil wawancara
menunjukkan persentase nilai peningkatan upah tenaga kerja sebesar 17 persen
hal ini dikarenakan peningkatan upah tenaga kerja di Kabupaten Indramayu
jarang terjadi. Frekuensi kejadiannya hanya satu kali dalam setahun, selain itu
peningkatannya tidak terlalu tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan risiko diketahui bahwa petani tidak terlalu
besar menghadapi risiko harga, akan tetapi petani mangga Indramayu
menghadapi risiko produksi hal ini dapat terlihat dari hasil yang berfluktuasi tiap
tahunnya. Ini berpengaruh karena penggunaan tekhnologi yang belum optimal.
Variasi penggunaan input secara keseluruhan dan variasi R/C rasio membuktikan
bahwa petani buah mangga di Indramayu sudah optimal dalam menjalankan usaha
budidaya buah mangga ini, hanya saja penggunaan teknologi dan pemberantasan
hama penyakit masih belum optimal, karena biasanya para petani hanya
mengandalkan pengalaman yang terjadi selama ini.
Koefisien variasi dari mangga jenis Gedong Gincu sebesar 1,3 yang
artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar
1,3 dan koevisien variasi untuk jenis mangga cengkir sebesar 3,5 yang artinya
setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang akan dihadapi sebesar 3,5.
Semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin tinggi tingkat risiko yang
dihadapi. Dengan demikian risiko yang lebih besar dihadapi petani adalah jenis
mangga cengkir.
7.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka rekomendasi yang dapat diberikan
penulis yaitu lebih dianjurkan kepada petani. Rekomendasi yang dilakukan
dengan mengacu keuntungan pada masing-masing petani dalam melaksanakan
budidaya buah mangga, petani lebih banyak menanam mangga jenis gedong gincu
karena memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis
mangga cengkir. Selain itu sebaiknya para petani yang tergabung dalam gapoktan
mengadakan pertemuan rutin dengan gapoktan tani lainnya yang ada di
Kabupaten Indramayu agar bisa bertukar saran dan pendapat untuk kemajuan
usaha budidaya mangga tersebut.
Selain itu peranan PPL dari Dinas Pertanian juga perlu secara rutin dan
terjadwal untuk melakukan penyuluhan-penyuluhan maupun mengadakan
pertemuan rutin dengan para petani budidaya buah mangga, ini berguna untuk
pembinaan dan pengawasan terhadap usahatani buah mangga di Kabupaten
Indramayu lebih optimal, lebih mempererat ikatan serta lebih meningkatkan rasa
kepercayaan petani terhadap pemerintah dalam hal ini melalui dinas pertanian
terkait, sehingga transfer teknologi dan informasi kepada petani berjalan optimal,
agar kualitas yang diharapkan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, AF. 2009. Analisis Risiko Dalam Usaha Ternak Ayam Broiler (Kasus Usaha
Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, kabupaten Bogor).
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Badan Pendapatan Daerah. 2009. Hasil Kegiatan Pendataan dan Laporan Hasil
Pembangunan Tahun 2009. Indramayu
Badan Pendapatan Daerah. 2011. Hasil Kegiatan Pendataan dan Laporan Hasil
Pembangunan Tahun 2011. Indramayu
Batuparan .2001. Dalam Tony, P. Manajemen Risiko Bisnis Cetakan Pertama
2011. Sinar Ilmu Publishing. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Laporan Tahunan Badan Pusat Statistik Kabupaten
Indramayu Propinsi JawaBarat Dalam Angka. Indramayu
Darmawi, H. 2007. Manajemen risiko. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Edisi Kedua. Balai Pustaka. Jakarta
Dhiany, SA. 2008. Analisis Daya Saing Usahatani Mangga Gedong Gincu (Kasus
di Desa Sliyeg Lor Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu
JawaBarat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten Indramayu. 2007. Laporan Tahunan
Departemen Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat. Indramayu.
Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten Indramayu. 2009. Laporan Tahunan
Departemen Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat. Indramayu.
Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten Indramayu. 2010. Laporan Tahunan
Departemen Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat. Indramayu.
Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten Indramayu. 2011. Laporan Tahunan
Departemen Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat. Indramayu.
Ditjen Bina Produksi Hortikultura. 2004. Pengembangan Mangga. Jakarta :
Direktorat Jendral Hortikultura. http:/www.hortikultura.deptan.go.id.
[9 Nopember 2010]
Elton, EJ. dan M.J. Gruber. 1995. Modern Portofolio Theory and Investement
Analysis. Fifth Edition. John Wiley and Sons Inc. New York.
Evasari, P. 2009. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik Pada Permata Hati
Organic Farm di Bogor Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Fariyanti, A . 2008. Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran dalam
Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan
pangalengan Kabupaten Bandung. [Disertasi]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fleisher, B. 1990. Agricultural Risk Manajemen. Colorado dan London: Lynne
Rienner pub. (dalam Gumbira, E. dan A. H. Intan. 2001. Manajemen
agribisnis. PT. Ghalia Indonesia. Jakarta).
Gumbira, E. dan A. H. Intan. 2001. Manajemen agribisnis. PT. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J,dan Somwaru G. 1999. Managing Risk in
Farming : Concept, Reaserch Service, U.S. Departement of
Agriculture No. 774.
Http : // id. Wikipedia. Org / wiki / Manajemen_ risiko (06 Agustus 2009)
Kontur, R. 2006. Manajemen Risiko Operasional Perusahaan. PPM. Jakarta.
Lam, J. 2007.Enterprise Risk Management. PT Ray Indonesia. JakartaPusat.
Lestari, A. 2009. Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei), (Kasus di PT. Suri Tani Pemuka, kabupaten
Serang, Propinsi banten). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pracaya. 2005. Bertanam Mangga. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rachmiyanti, M. 2006. Analisis Pemasaran Mangga Gedong gincu di kecamatan
Panyingkiran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Robinson, L.J. dan P.J. Barry. 1987. The Competitive firm’s Response to Risk.
Macmillan Publisher. New York.
Siahaan. 2007. Dalam Darmawi . Manajemen Risiko. PT. Bumi Aksara. Jakarta
Sutawi, M.P. 2000. Kemitraan Sebagai Strategi Manajemen Risiko. Poultry
Indonesia [edisi Juli 2000 halaman 40]
Soekartawi et all. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk pengembangan
Petani Kecil. UI Press. Jakarta.
Swastha, dan Sukotjo. 2000. Dalam E. Gumbira S. dan Intan AH. 2001.
Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Tjoekam. 1993. Dalam E. Gumbira S. dan Intan AH. 2001. Manajemen
Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Trangjiwani W. 2008. Manajemen Risiko Operasional CV. Bina Mandiri di
Lembang, kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Vaughan, E.J. 1987. Fundamentals of Risk and Insurance. 2nd
. John Willey. New
york.
Wisdya S. 2009. Analisis Risiko Produksi Anggrek Phalaenopsis pada PT Eka
Karya Graha Flora di Cikampek , Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor:
Program sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Zein H. 2011. Peranan Kemitraan Terhadap Pengelolaan Risiko Usaha Petani
Kedelai Edamame (Kasus: Petani Kedelai Edamame di Desa
Sukamanah Kecamatan Megamendung, Bogor). [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan manual
X Y X^2 Y^2 X*Y
1 12 360 144 129600 4320
2 22 660 484 435600 14520
3 54 1080 2916 1166400 58320
4 100 2000 10000 4000000 200000
5 20 600 400 360000 12000
6 52 1560 2704 2433600 81120
7 24 600 576 360000 14400
8 800 24000 640000 576000000 19200000
9 10 300 100 90000 3000
10 50 1500 2500 2250000 75000
11 22 660 484 435600 14520
12 20 600 400 360000 12000
13 24 720 576 518400 17280
14 22 660 484 435600 14520
15 30 900 900 810000 27000
16 120 3600 14400 12960000 432000
17 20 600 400 360000 12000
18 35 1050 1225 1102500 36750
19 21 525 441 275625 11025
20 25 750 625 562500 18750
21 42 1260 1764 1587600 52920
22 12 360 144 129600 4320
23 30 900 900 810000 27000
24 40 1200 1600 1440000 48000
25 15 450 225 202500 6750
26 22 660 484 435600 14520
27 25 750 625 562500 18750
28 20 600 400 360000 12000
29 32 960 1024 921600 30720
30 15 450 225 202500 6750
∑ 1736 50315 687150 611697325 20480255
Lampiran 2. Perhitungan Manual Penilaian Risiko
Perhitungan Jenis mangga gedong gincu
Kondisi Peluang Pendapatan ∑ (R) = ∑ Pi Ri σ2 σ=√ σ2 σ ∕∑ (R)
Tinggi 0,3 7.050.000 0.3 (7.050.000)+ 0.5
(1.050..000)+ 0.2 (-4.950.000)= 1.650.000
0.3 (7.050.000-
1.650.000) 2+ 0.5 (1.050.000-
1.650.000)2 + 0.2
(-4.950.000-1.650.000)2 =
0.3(2.91) + 0.5
(3.6)+ 0.2 (1.29) = 0.87 + 1.8+
0.25 = 2.92
√ 2.92= 1.7 1.7∕1.650.000 =
1.03 = 1.3% Normal 0,5 1.050.000
Rendah 0,2 -4.950.000
Perhitungan Jenis mangga cengkir
Kondisi Peluang Pendapatan ∑ (R) = ∑ Pi Ri σ2 σ=√ σ2 σ ∕∑ (R)
Tinggi 0.4 2.050.000 0.4 (- 2.050.000)+ 0.4
(1.050.000) + 0.2 (-3.950.000) = 450.000
0.4 (2.050.000-
450.000)2 + 0.4 (1.050.000-
450.000)2 + 0.2 (-
3.950.000- 450.000) = 0.4
(2.56)+ 0.4 (3.6)+
0.2 (1.93) = 1.02+1.44+0.38 =
2,84
√ = 2.84 =
1.6
1.6∕ 450.000
= 3.5 % Normal 0.4 1.050.000
Rendah 0.2 -3.950.000