ANALISIS MISKONSEPSI GERAK PADA SISWA KELAS X
SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011
Skripsi
Skripsi
Oleh :
Ika Pratiwi Puspitasari
K 2307030
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS MISKONSEPSI GERAK PADA SISWA KELAS X
SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh :
Ika Pratiwi Puspitasari
K 2307030
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Ika Pratiwi Puspitasari
NIM : K2307030
Jurusan/Program Studi : PMIPA/Pendidika Fisika
Analisis Miskonsepsi Gerak Pada
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011 -
benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang
dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Hari : Selasa
Tanggal : 18 September 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Senin
Tanggal : 22 Oktober 2012
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Supurwoko, M.Si
NIP. 19630409 199802 1 001
Sekretaris : Drs. Trustho Raharjo, M.Pd.
NIP. 19510823 198103 1 001
Anggota I : Drs. Pujayanto, M.Si.
NIP. 19650614 199203 1 003
Anggota II : Dyah Fitriana M, M.Sc
NIP. 19770926 200212 2 001
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Pambantu Dekan I
Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si.
NIP. 19660415 199103 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Ika Pratiwi Puspitasari. ANALISIS MISKONSEPSI GERAK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak pada siswa, dan menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan Gerak.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif. Populasi dalam penelitian yaitu seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian terdiri dari 66 siswa. Data penelitian tentang miskonsepsi siswa diperoleh dari instrumen penelitian berupa perangkat tes identifikasi miskonsepsi berbentuk tes objektif dengan alasan yang sudah ditentukan. Teknik analisis data yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif.
Dari hasil tes identifikasi miskonsepsi dapat disimpulkan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi. Profil miskonsepsi yang dimiliki siswa dengan prosentase lebih dari 30% adalah sebagai berikut: 1) Kelajuan sama dengan besarnya kecepatan; 2) Gradien yang bernilai positif dari suatu grafik kecepatan selalu menunjukkan benda dipercepat; 3) Kecepatan dan percepatan selalu memiliki arah yang sama; 4) Jika kecepatan sesaat benda nol, maka percepatan benda tersebut juga nol; 5) Jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan) maka percepatan benda tersebut adalah nol; 6) Jika besar kecepatan sebuah benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol; 7) Percepatan selalu memiliki arah yang sama dengan arah pergerakan benda; 8) Pada peristiwa gerak jatuh bebas, benda yang massanya lebih besar akan jatuh lebih cepat daripada benda yang massanya lebih ringan; 9) Pada gerak jatuh bebas, benda jatuh dengan kelajuan tetap; 10) Pada peristiwa dua buah benda yang berada pada ketinggian yang sama, benda pertama jatuh bebas dengan lintasan lurus sedangkan benda kedua didorong horizontal sehingga jatuh dengan lintasan lengkung, lintasan yang ditempuh bola kedua lebih panjang daripada lintasan bola pertama, sehingga semakin panjang lintasan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lantai; 11) Kelajuan sama dengan besarnya percepatan. Kata kunci: Miskonsepsi, Gerak, Metode Deskriptif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Ika Pratiwi Puspitasari. MISCONCEPTIONS ANALYSIS ABOUT MOTIONS ON 10th CLASS SMA NEGERI 1 SURAKARTA IN ACADEMIC YEAR 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education of Sebelas Maret Surakarta University. September 2012.
Research purposes to identify the ownership of student s misconceptions in Motion, and to describe the misconception s profiles of them.
Descriptive method is used on this research. The research population is all students on 10th class SMA Negeri 1 Surakarta in academic year 2010/2011. The sample technique used is purposive sampling technique. The research sample consisted of 66 students. misconceptions data obtained from the research instrument. The research instruments form are objective tests with the reasons that have been determined. Data analysis technique used is quantitative-descriptive.
Based on the results on this research, it can be concluded that many students have misconceptions. Profile of the student s misconceptions with a percentage more than 30% are as follows: 1) Speed as same as the magnitude of velocity, 2) The positive gradient from velocity graph of an objects always shows that the object is accelerated; 3) Velocity and acceleration always have the same direction; 4) If the instantaneous velocity of the object is zero, then its acceleration is also zero; 5) If the speed of an object is constant then its acceleration is zero; 6) If the velocity of an object is constant, then its acceleration is zero; 7) Acceleration always has the same direction as the movement direction of objects; 8) In free fall motion, the objects with larger mass will fall faster than the lighter objects; 9) In free fall, objects fall with same speed; 10) In the event that two objects are at the same height, the first object that free fall in a straight line while the second object is driven down to the horizontal so fall at the curved trajectory, the trajectory taken by the second ball is longer than the trajectory of the first ball, so the longer the trajectory of the longer time required to reach the floor; 11) Speed as same as the magnitude of acceleration. Key words: Misconceptions, Motion, Descriptive Method.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTO
selesai dari satu urusan, kerjakan dengan sungguh-
(Q.S. Al Insyirah: 5-7)
dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Keluarga besar M. Toha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
Penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun
Skripsi.
3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si., Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
ijin menyusun skripsi.
4. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd., Koordinator Skripsi Program Studi Pendidikan
Fisika Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
menyusun skripsi.
5. Bapak Drs. Pujayanto, M.Si., Pembimbing I atas kesabaran dalam
memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan yang luar biasa sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Ibu Dyah Fitriana M, M.Sc, Pembimbing II atas kesabaran dalam memberikan
bimbingan dan pengarahan dan dorongan yang luar biasa sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
7. Bapak Drs. H. M. Thoyibun, S.H, M.M., Kepala Sekolah SMA Negeri 1
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di SMA
Negeri 1 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Bapak Drs. Bambang Budi H, guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri 1
Surakarta yang telah banyak memberikan data dan informasi yang diperlukan
penulis selama penelitian.
9. Teman-teman P. Fisika yang selalu mendukung dalam doa dan membantu
dalam menyelesaikan Skripsi ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Surakarta, September 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................ ii
HAAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
MOTO .......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 5
D. Perumusan Masalah.................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian........................................................................ 5
F. Manfaat Penelitian...................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 7
1. Pengertian Belajar ................................................................. 7
a. Belajar ............................................................................... 7
b. Konsep .............................................................................. 8
c. Belajar Konsep ................................................................. 10
2. Miskonsepsi ........................................................................... 11
a. Konsepsi ........................................................................... 11
b. Prakonsep.......................................................................... 11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Miskonsepsi ...................................................................... 11
3. Identifikasi Miskonsepsi ........................................................ 14
4. Miskonsepsi yang Diidentifikasi dalam Penelitian Ini .......... 15
5. Kinematika dalam Satu Dimensi ........................................... 17
a. Kerangka Acuan, Perpindahan, dan Jarak ........................ 17
b. Laju Rata-rata dan Kecepatan Rata-rata ........................... 19
c. Kecepatan Sesaat .............................................................. 20
d. Percepatan ......................................................................... 22
e. Gerak Satu Dimensi dengan Kecepatan Konstan ............. 23
f. Gerak Satu Dimensi dengan Percepatan Konstan ............ 24
g. Gerak-gerak Vertikal ........................................................ 28
6. Kinematika dalam Dua Dimensi ........................................... 30
a. Vektor Posisi, Kecepatan, dan Percepatan ....................... 30
b. Gerak Dua Dimensi dengan Percepatan Konstan ............. 32
c. Gerak Peluru ..................................................................... 34
d. Gerak Melingkar Beraturan .............................................. 38
e. Percepatan Tangensial dan Percepatan Radial ................. 42
B. Penelitian yang Relevan ............................................................. 43
C. Kerangka Pemikiran ................................................................... 45
D. Hipotesis ..................................................................................... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 48
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 48
1. Tempat Penelitian .................................................................. 48
2. Waktu Penelitian ................................................................... 48
B. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................ 48
C. Teknik Sampling ........................................................................ 48
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 49
E. Validitas Instrumen .................................................................... 49
F. Analisis Data .............................................................................. 49
1. Tahap Persiapan..................................................................... 50
2. Tahap Tabulasi Data .............................................................. 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian ......... 51
G. Prosedur Penelitian ..................................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................. 53
A. Hasil Analisis Data Penelitian .................................................... 53
1. Distribusi Jawaban Tiap Item Soal ........................................ 53
2. Rata-rata Persentase Miskonsepsi Siswa ............................... 54
B. Pembahasan Hasil Analisis Data ................................................ 56
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ............................ 80
A. Kesimpulan................................................................................. 80
B. Implikasi ..................................................................................... 81
C. Saran ........................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 82
LAMPIRAN ................................................................................................. 84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep ........................ 13
Tabel 2.2 Posisi Partikel pada Waktu yang Berbeda ................................ 21
Tabel 3.1 Contoh Tabel Distribusi Jawaban Tiap Item Soal .................... 51
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Rata-rata Tiap Miskonsepsi ............. 52
Tabel 4.1 Distribusi Jawaban Tiap Item Soal ........................................... 53
Tabel 4.2 Persentase Rata-rata Miskonsepsi Siswa .................................. 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perpindahan Partikel dari A ke C ke B ..................................... 18
Gambar 2.2 Grafik x Terhadap t pada Gerak Partikel .................................. 21
Gambar 2.3 Grafik pada GLB: (a) Kecepatan Terhadap Waktu, (b) Posisi
Terhadap Waktu ....................................................................... 24
Gambar 2.4 Grafik pada GLBB: (a) Percepatan Terhadap Waktu; (b)
Kecepatan Terhadap Waktu; (c) Posisi Terhadap Waktu ......... 27
Gambar 2.5 Arah Kecepatan dan Percepatan Saling Mempengaruhi Arah
Gerak Partikel: (a) GLB; (b) GLBB Diperlambat; (c) GLBB
Dipercepat................................................................................. 27
Gambar 2.6 Sebuah Partikel Bergerak pada Bidang xy dengan Vektor r
Digambarkan dari Pusat Koordinat ke Partikel ........................ 31
Gambar 2.7 Vektor dan Komponen-komponennya: (a) Vektor Kecepatan;
(b) Vektor Posisi pada Partikel yang Bergerak dengan
Percepatan Konstan .................................................................. 34
Gambar 2.8 Lintasan Parabola pada Gerak Peluru ....................................... 34
Gambar 2.9 Gerak Peluru Beberapa Partikel dengan Sudut 0 Berbeda-
beda........................................................................................... 37
Gambar 2.11 Partikel Bergerak Melingkar Beraturan .................................... 38
Gambar 2.12 Hubungan Roda-Roda: (a) Sepusat, (b) Bersinggungan,
(c) Dihubungkan dengan Tali ................................................... 40
Gambar 2.13 Partikel Bergerak dari A ke B pada GMB (a) Vektor
Kecepatannya Berubah dari 0v ke v ; (b) Perubahan
Kecepatan v .......................................................................... 41
Gambar 2.14 Total Percepatan a pada Partikel yang Bergerak Melingkar ... 43
Gambar 2.15 Paradigma Penelitian ................................................................ 46
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data ............................................... 50
Gambar 4.1 Dua Buah Bola yang Menggelinding (pada Soal No.1) ........... 56
Gambar 4.2 Dua Buah Bola yang Menggelinding: (a) pada Soal No.2;
(b) pada Soal No.6 .................................................................... 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.3 Pada Soal No. 4: (a) Sebuah Balok yang Bergerak pada
Bidang Licin; (b) Grafik Kecepatan Terhadap Waktu ............. 59
Gambar 4.4 Grafik Kecepatan Terhadap Waktu (pada Soal No.4): (a)
Kecepatan Selalu Bernilai Positif; (b) Grafik Kecepatan
Terhadap Waktu Sama dengan Bentuk Lintasan yang Dilalui . 60
Gambar 4.5 Pada Soal No.7: (a) Sebuah Balok yang Bergerak pada
Bidang Licin; (b) Grafik Posisi Terhadap Waktu ..................... 62
Gambar 4.6 Grafik Posisi Terhadap Waktu Sama dengan Bentuk Lintasan
yang Dilalui (pada Soal No.7) .................................................. 63
Gambar 4.7 Bola Billiard (pada Soal No.17) ............................................... 64
Gambar 4.8 Grafik Kecepatan Terhadap Waktu (pada Soal No.12) ............ 67
Gambar 4.9 Hendra Berjalan pada Sebuah Jembatan (pada Soal No.13) .... 68
Gambar 4.10 Dua Buah Balok yang Dijatuhkan (pada Soal No.15) .............. 69
Gambar 4.11 Dua Buah Bola yang Dijatuhkan (pada Soal No.16) ................ 71
Gambar 4.12 Vektor vx dan vy pada bola merah (pada Soal No.16) ............... 71
Gambar 4.13 Posisi (pada Soal No.21) .......................................................... 75
Gambar 4.14 Pendulum yang Bergerak Melingkar (pada Soal No.24):
(a) Arah Gerak Pendulum; (b) Arah Percepatan Pendulum
Menuju ke Pusat; (c) Arah Percepatan Pendulum Searah
dengan Gerak Pendulum........................................................... 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Penelitian ................................................................. 84
Lampiran 2 Soal Penelitian ..................................................................... 85
Lampiran 3 Pernyataan Validasi Instrumen ............................................ 98
Lampiran 4 Kunci Jawaban..................................................................... 99
Lampiran 5 Lembar Jawab ...................................................................... 100
Lampiran 6 Tabel Jumlah dan Persentase Pemahaman Siswa ................ 101
Lampiran 7 Tabel Kategori Miskonsepsi Instrumen Tes ........................ 102
Lampiran 8 Foto-foto Pelaksanaan Penelitian ........................................ 104
Lampiran 9 Surat Pengajuan Judul Skripsi ............................................. 106
Lampiran 10 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ........................... 107
Lampiran 11 Surat Ijin Menyusun Skripsi ................................................ 108
Lampiran 12 Surat Ijin Research .............................................................. 109
Lampiran 13 Surat Keterangan dari SMA Negeri 1 Surakarta ................. 110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap siswa memiliki pengalaman dan pengetahuan sendiri mengenai
alam yang berkaitan dengan fisika. Pengalaman dan pengetahuan tersebut
membentuk suatu konsepsi atau teori mengenai alam yang secara konsisten
digunakan oleh siswa untuk menafsirkan peristiwa alam di sekitarnya. Maka dari
itu, siswa tidak mengikuti pelajaran fisika dengan kepala kosong.
Dari buku Miskonsepsi Fisika dan Remediasi dapat dikatakan bahwa
konsep yang dimiliki siswa dapat dihubungkan dengan konsep-konsep lain
membentuk semacam jaringan pengetahuan di dalam kepala siswa (Berg, 1991:
8). Konsep-konsep itu bukan sekedar hasil hafalan melainkan hasil pengalaman
dengan alam sepanjang hidup. Misalnya, seorang siswa berumur 12 tahun sudah
berpengalaman dengan peristiwa-peristiwa alam di sekitarnya selama usianya
tersebut. Dalam jangka waktu itu anak sudah membangun konsep-konsep di
dalam kepalanya mengenai kecepatan, gaya, dan sebagainya, walaupun anak
tersebut mungkin tidak menggunakan istilah-istilah itu dan tidak menyadari apa
yang sedang dibangun dalam kepalanya. Oleh sebab itu, konsepsi siswa sulit
untuk diubah karena konsepsi tersebut merupakan hasil dari sekian tahun
perkembangan dan pengalaman. Konsep awal yang dimiliki siswa ada yang benar
dan ada juga yang salah. Setelah menerima pendidikan di sekolah, seringkali
konsep yang telah dibangun oleh siswa tersebut menyimpang dari konsep yang
benar. Kerangka konsep siswa yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh
para ahli disebut sebagai miskonsepsi.
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor baik yang berasal dari guru maupun siswa itu sendiri. Dirangkum dari
Suparno (2005: 44), penyebab miskonsepsi dari guru yaitu, guru tidak menguasai
bahan yang akan diajarkan, jarang melakukan eksperimen agar siswa dapat
mengalami secara langsung materi yang sedang mereka pelajari, serta jarang
melakukan diskusi dengan siswa. Sedangkan penyebab dari siswa antara lain,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
rendahnya motivasi belajar, konsep awal yang sering kali mengandung
miskonsepsi, asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari, pemikiran
humanistik siswa, penalaran siswa yang tidak lengkap, intuisi yang salah,
kemampuan dan perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan
yang digeluti (Suparno, 2005:34). Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada diri
siswa juga dapat disebabkan oleh buku atau bahan ajar. Karena tidak semua bahan
ajar yang digunakan oleh siswa bebas dari miskonsepsi.
Penelitian mengenai miskonsepsi siswa pada konsep fisika sudah
dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu oleh para peneliti fisika. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami miskonsepsi pada konsep fisika
meliputi konsep kelistrikan, mekanika, optik geometri, suhu dan kalor,
kinematika, dan sebagainya. Misalnya dalam konsep kelistrikan, pada tahun 1982
Osborne (Berg, 1991: 63) mewawancarai siswa SD di Amerika Serikat yang
belum pernah mendapat pelajaran mengenai kelistrikan. Ternyata mereka sudah
memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne menemukan empat model
mengenai arus listrik, yaitu arus dari satu kutub saja sudah cukup untuk
menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub bertabrakan dan
menyalakan lampu, arus semakin berkurang karena digunakan oleh lampu dan alat
listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap. Penelitian dalam konsep
kelistrikan juga pernah dilakukan oleh Janulis P. Purba dan Ganti Depari pada
sejumlah mahasiswa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat beberapa
mahasiswa yang menganggap bahwa semakin jauh lampu dari sumber tegangan
positif, maka cahaya lampu tersebut makin redup (Purba dan Depari, 2008:28-29).
Penelitian mengenai miskonsepsi pada cahaya dilakukan oleh Stead dan
Osborne pada tahun 1980 serta Anderson dan Karrqvist pada tahun 1981 yang
kemudian dituliskan oleh Berg. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa
banyak siswa yang menganggap
(Berg, 1991: 93). Kebanyakan buku teks dan
guru tidak sadar akan konsepsi ini. Bahwa cahaya merambat dan kecepatan
cahaya hanya bergantung pada medium serta tidak bergantung pada sumber
cahaya, jarang dinyatakan secara eksplisit baik oleh guru maupun pada buku teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Demikian juga dengan proses penglihatan. Guru dan buku menganggap bahwa
siswa sudah tahu bahwa manusia dapat melihat benda karena menerima sinar-
sinar pantul dari benda tersebut atau karena benda tersebut merupakan sumber
cahaya sehingga mata menerima sinar-sinar asli dari benda tersebut. Sebagian
siswa ada yang menganggap bahwa manusia dapat melihat karena mata
memancarkan sinar yang meraba-raba lingkungan.
Beberapa contoh miskonsepsi dalam bidang mekanika adalah siswa
menganggap bahwa sebuah benda hanya bisa diam jika sama sekali tidak ada gaya
yang bekerja padanya. Banyak siswa sekolah menengah yang beranggapan bahwa
Padahal tidak hanya dipengaruhi oleh kekasaran permukaan, tetapi massa benda
dan gaya yang bekerja pada benda juga ikut mempengaruhi.
Dalam materi suhu dan kalor, siswa juga mengalami beberapa
miskonsepsi. Berdasarkan hasil penelitian Maharta (2008: 13), dikatakan bahwa
siswa selalu berpikir suatu benda yang diberikan sejumlah kalor akan mengalami
kenaikan suhu, padahal ada yang namanya kalor laten, dimana benda hanya
mengalami perubahan wujud tanpa mengalami kenaikan suhu. Hapkiewicz
(1992) mengungkapkan beberapa miskonsepsi mengenai suhu dan kalor.
Bebera The temperature of an object depends on its size.
Heat is not energy. All solids expand at the same rate.
Miskonsepsi juga terjadi pada konsep Kinematika. Suparno (2005: 12)
menuliskan dalam bukunya bahwa beberapa siswa yang mengalami miskonsepsi
menganggap bahwa benda yang massanya lebih besar akan jatuh lebih cepat.
Suparno juga mengungkapkan bahwa siswa beranggapan percepatan dan
kecepatan selalu memiliki arah yang sama. Hal serupa dinyatakan oleh Giancoli
(2001: 42), miskonsepsi tentang percepatan dan kecepatan, yaitu: (1) percepatan
dan kecepatan selalu memiliki arah yang sama, (2) sebuah benda yang dilempar
ke atas mempunyai percepatan nol pada titik tertinggi. Hapkiewicz (1992)
mengungkapkan beberapa miskonsepsi mengenai kinematika. Beberapa
When dropped in a vacuum, objects of different masses fall
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
at different speeds. If an object has a speed of zero (even instantaneously), it has
no acceleration.
Brown dan Crowder (2000) juga menuliskan beberapa miskonsepsi
mengenai kinematika. Dalam website Universitas Montana, mereka menuliskan
Same position
means same
observer (i.e. the ground is a preferred observer). Velocity must be positive.
Senada dengan kalimat terakhir, diungkapkan dalam penelitian Maharta (2008:
10) beberapa siswa di Bandar Lampung mengalami miskonsepsi bahwa kecepatan
selalu bernilai positif.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa contoh hasil penelitian
miskonsepsi pada beberapa konsep fisika yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa ada kemungkinan miskonsepsi terjadi pada siswa kelas X SMA Negeri 1
Surakarta. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak pada Siswa Kelas X
SMA Negeri 1 Surakarta Analisis
Miskonsepsi Gerak pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun
Ajaran 2010/2011
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Adanya kemungkinan konsepsi yang telah dibangun oleh siswa menyimpang
dari konsep yang benar.
2. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat dimungkinkan disebabkan oleh
guru maupun oleh siswa itu sendiri.
3. Adanya kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi pada beberapa konsep
fisika, diantaranya pada konsep Gerak.
4. Miskonsepsi dapat terjadi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta pada
Tahun Ajaran 2010/2011.
C. Pembatasan Masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di
atas, maka dalam penelitian ini dibatasi masalah agar tercapai tujuan, ruang
lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah:
1. Objek penelitian dikhususkan pada Siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta
pada Tahun Ajaran 2010/2011 yang telah mendapatkan atau telah mempelajari
materi Gerak.
2. Materi yang diteliti adalah pokok bahasan Gerak, dengan sub pokok bahasan
jarak dan perpindahan, kelajuan dan kecepatan, percepatan, GLB (gerak lurus
beraturan), GLBB (gerak lurus berubah beraturan), gerak vertikal, dan gerak
melingkar.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta pada Tahun Ajaran 2010/2011
memiliki miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak?
2. Bagaimanakah profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada pokok
bahasan Gerak?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui ada atau tidak adanya miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak
pada siswa.
2. Menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan
Gerak.
F. Manfaat Penelitian
Sebagai studi ilmiah, studi ini memberi sumbangan konseptual terutama
kepada pendidikan Fisika, di samping juga kepada studi pembelajaran Fisika.
Sebagai studi pendidikan Fisika yang aplikatif, studi ini memberikan sumbangan
substansial kepada lembaga pendidikan formal maupun para guru/ siswa yang
bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang
Fisika terutama pada layanan perencanaan pembelajaran Fisika. Perencanaan
pembelajaran Fisika yang akan dibuat diharapkan sesuai dengan teori yang benar
dan dapat digunakan untuk mereduksi miskonsepsi yang terjadi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini memberikan sumbangan kepada lembaga pendidikan
maupun sekolah dan memberi masukan pada guru dan calon guru Fisika agar
memperhatikan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelum memberikan
konsep baru agar tidak terjadi miskonsepsi.
Selain itu, penulisan makalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan
sumbangan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya Fisika.
BAB II
LANDASAN TEORI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Belajar
a. Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan
sikap dan tingkah laku pada diri seseorang. Beberapa ahli dalam ilmu
pendidikan telah mendefinisikan arti belajar. Salah satunya adalah Prayitno
(2009: 203), yang upakan suatu upaya
belajar dari beberapa ahli yang dikutip oleh Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI (2007: 328) dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,
yaitu: Whiterington berpend
perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam
perubahan penguasaan pola-pola respon tingkah laku yang baru nyata dalam
memiliki pendapat yang hampir mirip, yaitu learning is the process of
knowledge and a relatively permanent change in respons potentiality which
occurs as result of rerinforced practise
a hakekatnya
merupakan suatu usaha, suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi
pada diri individu sebagai hasil pengalaman atau hasil interaksinya dengan
menyebabkan adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa, secara konkrit
dapat dirumuskan sebagai perubahan dari tidak tahu, tidak bisa, tidak mau,
tidak biasa, dan tidak ikhlas menjadi tahu, bisa, mau, biasa, dan ikhlas.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu pengalaman atau interaksi dengan lingkungan untuk
menguasai sesuatu sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku atau
kepribadian. Belajar akan lebih baik, jika subjek belajar mengalami atau
melakukan proses belajar sendiri dengan didampingi oleh tim ahli atau guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang kompeten dalam bidang yang sedang dipelajari, jadi tidak bersifat
verbalistik.
Banyak faktor yang mempengaruhi selama melakukan proses
belajar. Herijulianti (2001: 19-23) dan Tim Pengembang Ilmu Pendidikan
FIP-UPI (2007: 329) mengungkapkan beberapa faktor tersebut, yaitu:
1) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari individu. Faktor ini
meliputi:
a) Faktor Jasmaniah
Meliputi dua hal yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor Psikologi
Meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan
kesiapan.
2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor ini
berupa:
a) Faktor Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa:
perhatian dan respon orang tua terhadap anak, sikap orang tua yang
demokratis dalam mendidik anak, hubungan antara anggota keluarga,
suasana rumah tangga, dan kondisi ekonomi keluarga.
b) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar itu mencakup kurikulum,
metode mengajar, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa
dengan siswa, keadaan sekolah, serta kedisiplin sekolah.
c) Faktor Masyarakat
Masyarakat serta lingkungan di sekitar siswa merupakan faktor
eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Lingkungan
akan sangat mempengaruhi perilaku dan sikap siswa.
b. Konsep
-benda,
kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sedangkan Sudarm
umum dapat dirumuskan pengertiannya sebagai suatu representasi abstrak
Senada dengan kedua pendapat di atas, menurut Rosser dalam
Dahar (1989: 88- yang mewakili satu
kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-
hubungan yang mempunyai atribut-
dikatakan untuk membentuk suatu konsep diperlukan suatu pengalaman dan
generalisasi serta abstraksi atau simbol dari ciri-ciri suatu objek untuk
mempermudah komunikasi manusia.
Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya.
Menurut Dahar (1989: 88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep
dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseoerang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.
2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.
3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non contoh-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.
4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Agak berbeda dengan pendapat Dahar di atas, Vygotsky dalam
Suparno (2005: 94), membedakan konsep menjadi konsep spontan dan
konsep sainstifik. Konsep spontan merupakan konsep yang dimiliki siswa
karena pengalaman atau pergaulannya sehari-hari tanpa struktur yang
sistematik. Sedangkan konsep sainstifik merpakan konsep yang didapat
siswa di bangku sekolah secara sistematik struktural.
c. Belajar Konsep
Dasar dari belajar konsep adalah seperti halnya bentuk belajar yang
lain yaitu suatu hubungan dari adanya stimulus dan respon. Namun ada
perbedaan antara belajar dasar dengan belajar konsep. Seperti yang
belajar dasar), belajar kons -hal
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belajar konsep.
Seperti yang dituliskan oleh Dahar (1989: 84), ada tiga faktor yang
mempengaruhinya, yaitu: pola reinforsemen dan umpan balik, jumlah
contoh-contoh positif dan negatif, serta jumlah atribut-atribut yang dimiliki
suatu konsep.
Sementara itu dalam buku Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi
(Berg, 1991: 11) dijelaskan bahwa mengajar konsep bertujuan agar siswa
dapat :
1) Mendefinisikan kosep yang bersangkutan. 2) Menjelaskan perbedaan konsep yang bersangkutan. 3) Menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep lain. 4) Menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan
menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep
bukanlah menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal
(pengetahuan awal) yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-
konsep lain sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri
sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.
2. Miskonsepsi
a. Konsepsi
perorangan dari suatu konsep ilmu
tersendiri, sehingga tafsiran antara siswa yang satu dengan siswa yang lain
tentang suatu kejadian alam dapat berbeda-beda. Misal, terdapat dua buah
balok dengan ukuran yang sama. Balok 1 terbuat dari besi, balok 2 terbuat
dari aluminium. Jika kedua balok dijatuhkan ke tanah pada saat yang sama
dari ketinggian yang sama dan gaya gesekan udara diabaikan, maka kedua
balok akan sampai ke tanah pada saat yang sama pula. Namun, beberapa
siswa beranggapan bahwa balok besi akan sampai ke tanah lebih awal
karena balok besi lebih berat daripada balok aluminium.
b. Prakonsep
yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah
siswa memasuki kelas untuk belajar
Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang fisika yang
disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman
dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan konsep kinematika oleh
karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu
sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa belum
tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh guru dalam
proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar
mengajar. Konsep awal atau prakonsep yang tidak sesuai dengan konsep
ilmiah biasanya disebut miskonsepsi (Suparno, 2005: 2).
c. Miskonsepsi
1) Miskonsepsi dan Sebab-sebabnya
Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak
sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal,
kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan
intuitif atau pandangan yang naif (Suparno, 2005: 4).
Beberapa definisi tentang miskonsepsi diungkapkan oleh para ahli.
Fowler dalam
merupakan pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan
konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan
konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang
menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman antar konse
Kesalahan pemahaman konsep (miskonsepsi) terjadi bila dalam otak
siswa salah satu atau lebih dari hubungan tersebut sering salah dan
menyebabkan respon yang salah terhadap soal-soal yang menyangkut
hubungan tersebut. Menurut Clement dalam Suparno (2005: 6-
miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pengertian yang
salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep awal
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep awal ataupun hubungan
yang tidak benar antara konsep-konsep. Kesalahan dalam
menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, misalkan
antara konsep yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah
dimiliki oleh siswa, menyebabkan terbentuk konsep yang salah.
Pemahaman konsep dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu derajat
tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan derajat memahami konsep.
Pengelompokan ini didasarkan pada pengelompokan derajat pemahaman
yang dilakukan oleh Abraham, Williamson dan Westbrook (1994: 152),
seperti terlihat pada Tabel 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.1 Pengelompokan Derajat Pemahaman Konsep
Kategori Derajat Pemahaman Kriteria 1. Tidak
memahami - Tidak ada respon - Tidak memahami
a. Tidak ada jawaban / kosong. b. c. Mengulang pertanyaan. d. Menjawab tetapi tidak berhubungan
dengan pertanyaan dan tidak jelas.
2. Miskonsepsi
- Miskonsepsi - Memahami
sebagian dengan miskonsepsi
a. Menjawab dengan penjelasan tidak benar.
b. Jawaban menunjukkan adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pernyataan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi.
3. Memahami - Memahami sebagian
- Memahami konsep
a. Jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi.
b. Jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penejalasan benar.
2) Beberapa Fakta Mengenai Miskonsepsi dan Saran untuk Mengatasinya
Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat
beberapa fakta mengenai miskonsepsi, dirangkum dari Berg (1991: 17)
dan Suparno (2005), yaitu :
a) Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal.
b) Miskonsepsi terjadi di semua jenjang pendidikan.
c) Miskonsepsi ada yang mudah dibetulkan, tetapi ada yang sangat sulit
untuk dibetulkan.
d) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal
yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih
sulit miskonsepsi akan muncul kembali.
e) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi
miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi.
f) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan
atau dihindari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
g) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena
miskonsepsi.
h) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena
miskonsepsi.
Berdasarkan fakta tersebut, terdapat beberapa saran untuk
mengatasi miskonsepsi. Berikut ini saran untuk mengatasi miskonsepsi
dirangkum dari Berg (1991: 22), Suparno (2005: 55) dan Kortz (2007):
a) Mencari dan mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa.
b) Menyadari dalam diri ada miskonsepsi atau tidak.
c) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut.
d) Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.
e) Mencoba menggunakan demonstrasi.
f) Mencoba menggunakan metode diskusi.
g) Menentukan prioritas dan pengajaran remidial khusus untuk materi
dasar dan prasyarat untuk materi lain.
h) Mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan.
3. Identifikasi Miskonsepsi
Identifikasi miskonsepsi adalah suatu cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi belajar siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami
konsep, yang dalam hal ini adalah konsep siswa yang berbeda dengan konsep
para ahli. Identifikasi diberikan dengan cara memberikan tes diagnostik.
Djiwandono
memastikan kesulitan belajar yang dialami siswa
yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil
tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa
perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa
(Depdiknas, 2007:2). Penekanan tes diagnostik adalah pada proses belajar dan
bukan pada hasil belajar. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang
konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami oleh peserta
didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan menggunakan
soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat),
sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu
sehingga mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan
ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu
sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe
kesalahan atau masalahnya (Depdiknas, 2007: 3). Tes objektif beralasan
termasuk dalam bentuk selected response. Dalam tes objektif beralasan suatu
item dikontrol menggunakan item lain dimana kedua item tersebut
mempersoalkan hal yang sama atau mengontrol melalui pilihan beralasan.
Dengan cara ini siswa dianggap benar atau bisa mengerjakan soal jika pilihan
dan alasannya benar. Dasar untuk memilih jawaban yang benar adalah dengan
memperhatikan alasan yang dipilih, sehingga apabila siswa belum betul-betul
menguasai materi yang diujikan maka siswa tersebut tidak mempunyai
kemungkinan untuk menjawab benar.
4. Miskonsepsi yang Diidentifikasi dalam Penelitian Ini
Dalam penelitian ini, digunakan tes objektif beralasan untuk
mengidentifikasi beberapa miskonsepsi dalam materi kinematika. Dari
berbagai literatur seperti buku-buku, artikel-artikel dan jurnal-jurnal penelitian,
didapatkan pengetahuan mengenai miskonsepsi yang sering dialami siswa
dalam materi Gerak. Berikut ini adalah daftar miskonsepsi yang diteliti:
a. Waktu tempuh dapat diukur tanpa menetapkan waktu awal. (Hapkiewicz,
1992)
b. Jarak sama dengan perpindahan. (Hapkiewicz, 1992; Weiler, 1998)
c. Grafik posisi terhadap waktu sama seperti lintasan yang ditempuh benda.
(Brown dan Jeff Crowder, 2000)
d. Kelajuan sama dengan besarnya kecepatan. (Hapkiewicz, 1992; Weiler,
1998)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Kecepatan hanya bergantung pada benda yang memiliki kecepatan tersebut
dan tidak bergantung pada pengamat (bumi selalu menjadi titik acuan).
(Brown dan Jeff Crowder, 2000)
f. Kelajuan sama dengan besarnya percepatan. (Heckathorn, 2008; Weiler,
1998)
g. Benda pada posisi yang sama memiliki kelajuan yang sama. (Brown dan
Jeff Crowder, 2000)
h. Benda yang berada di depan benda lain bergerak dengan kelajuan lebih
besar. (Brown dan Jeff Crowder, 2000)
i. Grafik kecepatan terhadap waktu dari suatu benda yang bergerak sama
seperti lintasan yang ditempuh benda tersebut dan kecepatan selalu bernilai
positif (Maharta, 2008; Brown dan Jeff Crowder, 2000)
j. Benda yang memiliki percepatan nol maka kecepatannya juga nol.
(Giancoli, 2001)
k. Percepatan hanya terjadi pada lintasan lurus dan jika besar kecepatan sebuah
benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol.
(Heckathorn, 2008)
l. Percepatan tidak dapat merubah arah gerak benda. (Hapkiewicz, 1992)
m. Pada saat kecepatan dua benda sama, percepatan kedua benda tersebut juga
sama. (Brown dan Jeff Crowder, 2000)
n. Percepatan selalu memiliki arah yang sama dengan arah pergerakan benda.
(Heckathorn, 2008; Hapkiewicz, 1992)
o. Kecepatan dan percepatan selalu memiliki arah yang sama. (Giancoli, 2001;
Suparno, 2005; Hapkiewicz, 1992)
p. Jika kecepatan benda nol, maka percepatan benda tersebut juga nol.
(Giancoli, 2001; Suparno, 2005; Hapkiewicz, 1992; Weiler, 1998; Brown
dan Jeff Crowder, 2000)
q. Kecepatan yang lebih besar menunjukkan percepatan yang lebih besar pula.
(Brown dan Jeff Crowder, 2000)
r. Jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda
tersebut adalah nol. (Heckathorn, 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
s. Gradien yang bernilai positif dari suatu grafik kecepatan selalu
menunjukkan benda dipercepat. (Brown dan Jeff Crowder, 2000)
t. Sebuah benda yang dilempar ke atas mempunyai percepatan nol pada titik
tertinggi (Giancoli, 2001)
u. Benda yang massanya lebih besar akan jatuh lebih cepat daripada benda
yang massanya lebih ringan. (Berg, 1991; Suparno, 2005; Brown dan Jeff
Crowder, 2000)
v. Semakin besar panjang lintasan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai lantai. (Berg, 1991; Giancoli, 2001)
w. Pada gerak jatuh bebas, benda jatuh dengan kelajuan tetap. (Hapkiewicz,
1992)
5. Kinematika dalam Satu Dimensi
a. Kerangka Acuan, Perpindahan, dan Jarak
Pengukuran posisi, jarak, atau laju harus dibuat dengan mengacu
pada suatu kerangka acuan. Dalam fisika, kerangka acuan digambarkan
dalam sistem koordinat. Untuk menggambar sistem koordinat beberapa
kriteria berikut harus terpenuhi: adanya sumbu koordinat, label koordinat,
dan skala. Pada sistem koordinat, titik asal atau titik origin (O) digunakan
sebagai titik acuan.
Pada gerak satu dimensi, posisi dapat digambarkan pada garis
lurus. Untuk gerak horisontal digambarkan pada sumbu x, dan untuk gerak
vertikal digambarkan pada sumbu y. Pada sumbu x, benda-benda yang
diletakkan di kanan titik asal (x = 0) memiliki koordinat positif, sedangkan
titik-titik di sebelah kiri (x = 0) memiliki koordinat negatif.
Dalam pembahasan selanjutnya, benda yang dituju dimodelkan
sebagai partikel. Partikel diartikan sebagai sebuah objek yang memiliki
massa namun ukurannya sangat kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.1 Perpindahan Partikel dari A ke C ke B
Posisi suatu partikel didefinisikan sebagai letak pertikel terhadap
titik acuan (x = 0). Pada Gambar 2.1 posisi A ditulis sebagai x = 2 m, posisi
B ditulis x = 5 m, dan posisi C ditulis x = -2 m.
Perlu dibedakan antara jarak yang ditempuh sebuah partikel dan
perpindahannya. Perpindahan didefinisikan sebagai perubahan posisi
partikel tersebut. Dengan demikian, perpindahan adalah seberapa jauh jarak
partikel dari posisi awalnya. Perpindahan merupakan besaran vektor, yaitu
besaran yang memiliki besar dan arah. Dalam gerak satu dimensi, vektor-
vektor yang menunjuk ke satu arah (biasanya kanan) akan mempunyai tanda
positif, sedangkan yang menunjuk ke arah yang berlawanan (kiri) memiliki
tanda negatif.
Misalkan pada waktu awal tA, partikel berada pada sumbu x di titik
xA = 2 m pada sistem koordinat yang ditunjukkan Gambar 2.1. Partikel
tersebut bergerak dari A ke C kemudian ke B, sehingga pada waktu tB,
partikel tersebut berada pada titik xB = 5 m. Perpindahan partikel ini adalah
xB xA, dan ditunjukkan oleh tanda panah yang menuju ke kanan pada
Gambar 2.1. Secara matematis dapat dituliskan,
ABAB xxx
= 5 m 2 m = 3 m
Secara umum, untuk posisi awal x1 dan posisi akhir x2, menjadi
12 xxx ............. (2.1)
x (m) 0 4 - 2 2 6
Perpindahan
A B C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x x
pada besaran apapun berarti nilai akhir besaran tersebut dikurangi nilai
awalnya.
Misal, sebuah partikel mulai dari xA = 2 m dan bergerak ke kiri
sampai titik xC = -2 m, maka
xAC = xC xA = -2 m 2 m = -4 m
Berbeda dengan perpindahan, jarak merupakan besaran skalar, dan
didefinisikan sebagai panjang lintasan yang ditempuh oleh partikel tanpa
memandang arah gerak partikel tersebut. Pada Gambar 2.1, jarak yang
ditempuh partikel ditunjukkan oleh garis putus-putus. Jarak dari titik A ke C
kemudian ke B dapat dituliskan
dAB = dAC + dCB ............. (2.2)
= 4 m + 7 m = 11 m
b. Laju Rata-rata dan Kecepatan Rata-rata
dalam suatu selang waktu tertentu. Jika sebuah mobil menempuh 240 km
dalam 3 jam, dikatakan bahwa laju rata-ratanya adalah 80 km/jam. Secara
umum, laju rata-rata sebuah partikel didefinisikan sebagai jarak yang
ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk
menempuh jarak tersebut.
Laju rata-rata = ............. (2.3)
Istilah kecepatan dan laju sering dipertukarkan dalam bahasa
sehari-hari. Tetapi dalam fisika, terdapat perbedaan di antara keduanya. Laju
adalah sebuah bilangan yang positif, dengan satuan. Sedangkan kecepatan,
digunakan untuk menyatakan baik besar (nilai numerik) mengenai seberapa
cepat sebuah partikel bergerak maupun arah geraknya. Dengan demikian
kecepatan merupakan besaran vektor. Kecepatan rata-rata didefinisikan
Jarak total yang ditempuh
Waktu yang diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagai perpindahan partikel dibagi waktu yang diperlukan. Laju rata-rata
tidak sama dengan besarnya kecepatan rata-rata.
Kecepatan rata-rata = ............. (2.4)
Dalam gerak satu dimensi, misalkan sebuah partikel pada suatu
waktu t1, berada pada sumbu x di titik x1 pada sistem koordinat, dan
beberapa waktu kemudian, pada waktu t2, partikel tersebut berada pada titik
x2. Waktu yang diperlukan adalah t2 t1 dan selama selang waktu ini
x = x2 x1. Dengan demikian, kecepatan
rata-rata dapat dituliskan
tx
ttxx
vx12
12 ............. (2.5)
Jika x2 lebih kecil dari x1 x = x2
x1 lebih kecil dari nol. Kecepatan rata-rata positif untuk partikel yang
bergerak ke kanan sepanjang sumbu x dan negatif jika partikel tersebut
bergerak ke kiri. Arah kecepatan selalu sama dengan arah perpindahan.
c. Kecepatan Sesaat
Dengan hanya mengetahui kecepatan rata-rata tidak menjamin akan
mengetahui kecepatan benda pada saat tertentu dalam perjalanan. Kecepatan
sesaat bisa saja sama dengan kecepatan rata-rata, lebih kecil, atau lebih
besar daripada kecepatan rata-rata. Jika sebuah benda bergerak dengan
kecepatan beraturan (konstan) selama selang waktu tertentu, maka
kecepatan sesaatnya pada tiap waktu sama dengan kecepatan rata-ratanya.
Misalkan sebuah partikel berada pada posisi x = 30 m pada waktu t
= 0 s, ditandai dengan poin (A). Kemudian partikel tersebut bergerak ke
kanan dan kembali ke kiri. Data yang diambil pada poin (B), t = 10 s, posisi
mobil adalah x = 52 m. Pada poin (C), t = 20 s posisinya adalah x = 38 m.
Perpindahan
Waktu yang diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.2 Posisi Partikel pada Waktu yang Berbeda
Posisi t (s) x (m)
(A) 0 30
(B) 10 52
(C) 20 38
Kecepatan rata-rata selama selang waktu 10 s dari (A) ke (B)
adalah 2,2 m/s. Namun kecepatan sesaat selama selang waktu tersebut
tidak tepat 2,2 m/s. Gambar 2.4 menunjukkan grafik dari gerak yang
dilakukan partikel tersebut.
Gambar 2.2 Grafik Antara x Terhadap t pada Gerak Partikel
Gradien garis merah menunjukkan kecepatan yang dialami partikel
pada selang waktu yang lebih kecil dari 10 s. Pada Gambar 2.4, semakin
kecil selang waktu maka garis tersebut semakin miring dan menjadi garis
tangent dari kurva, ditunjukkan oleh garis berwarna biru. Gradien dari garis
tangen ini menunjukkan kecepatan partikel pada saat dimulai pengambilan
data, pada poin (A). Kecepatan sesaat vx sama dengan nilai limit dari
x t t mendekati nol.
tx
vtx 0
lim ............. (2.6)
Dalam notasi kalkulus, limit ini disebut sebagai turunan x terhadap t, ditulis
dx/dt. Sehingga persamaan (2.6) menjadi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dtdx
tx
vtx 0
lim ............. (2.7)
Kecepatan sesaat bisa bernilai positif, negatif, ataupun nol. Ketika
gradien dari grafik posisi terhadap waktu bernilai positif, pada contoh di
atas dari poin (A) ke poin (B), maka vx bernilai positif. Jika gradiennya
bernilai negatif, pada contoh di atas dari poin (B) ke poin (C), maka vx
bernilai negatif. Pada poin (B), gradien dan kecepatan sesaatnya bernilai
nol.
menunjukkan kecepatan sesaat. Sedangkan untuk menunjukkan kecepatan
rata- -
Laju sesaat sebuah partikel didefinisikan sebagai besar dari
kecepatan sesaat. Seperti laju rata-rata, laju sesaat juga merupakan besaran
skalar. Misalkan, sebuah partikel memiliki kecepatan sesaat +25 m/s pada
sebuah garis, dan partikel lain memiliki kecepatan sesaat -25 m/s pada garis
yang sama, kedua partikel tersebut memiliki laju sesaat yang sama yaitu 25
m/s.
d. Percepatan
Suatu partikel yang kecepatannya berubah dikatakan mengalami
percepatan. Sebuah mobil yang besar kecepatannya naik dari nol sampai
80 km/jam berarti dipercepat. Jika satu mobil dapat mengalami perubahan
kecepatan seperti ini dalam waktu yang lebih cepat dari mobil lainnya,
dikatakan bahwa mobil tersebut mendapat percepatan yang lebih besar.
Dengan demikian, percepatan menyatakan seberapa cepat kecepatan sebuah
benda berubah. Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan
kecepatan dibagi waktu yang diperlukan untuk perubahan ini:
Percepatan rata-rata = ............. (2.8)
Perubahan kecepatan
Waktu yang diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam simbol-simbol, percepatan rata-rata xa selama selang waktu
12 ttt ketika kecepatan berubah sebesar 12 xxx vvv , dapat
dituliskan sebagai berikut,
tv
ttvv
a xxxx
12
12 ............. (2.9)
Percepatan juga merupakan vektor, namun untuk gerak satu
dimensi, hanya digunakan tanda positif dan negatif untuk menunjukkan arah
relatif terhadap koordinat yang dipakai.
Pada beberapa situasi, nilai percepatan rata-rata mungkin berbeda
selama selang waktu tertentu. Oleh karena itu didefinisikan percepatan
sesaat sebagai limit dari percepatan rata- t mendekati nol.
dtdv
tv
a xx
tx 0lim ............. (2.10)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan
(2.10) maka diperoleh,
2
2
dtxd
dtdx
dtd
dt
dva x
x ............. (2.11)
e. Gerak Satu Dimensi dengan Kecepatan Konstan
Gerak partikel dengan kecepatan konstan biasanya disebut sebagai
gerak lurus beraturan (GLB). Karena pertikel bergerak dengan kecepatan
konstan, maka kecepatan yang dialami partikel tersebut selalu sama pada
setiap detiknya, secara matematis dapat dituliskan
vx1 = vx2 = vx = konstan ............. (2.12)
Kecepatannya konstan, sehingga kecepatan rata-rata dan kecepatan
sesaatnya selalu sama. Persamaan (2.11) akan menjadi
0dt
dva x
x ............. (2.13)
Persamaan (2.13) menunjukkan bahwa pada GLBB percepatan partikel
adalah nol.
Berdasarkan persamaan (2.7), jika pada t = 0 partikel berada pada
posisi x = x0 maka pada waktu t posisi partikel adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dtdx
vx
dtvdx x
t
x
x
x
dtvx00
00 tvxx x
tvxx x0 ............. (2.14)
Jika partikel bergerak dari posisi 00x maka persamaan (2.14) menjadi
tvx x ............. (2.15)
Jika dimisalkan sebuah partikel bergerak dari titik 00x m dengan
kecepatan tetap vx sebesar 5 m/s. Maka grafik kecepatan terhadap waktu dan
posisi terhadap waktu dari partikel tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3 Grafik pada GLB: (a) Kecepatan Terhadap Waktu, (b) Posisi Terhadap Waktu
f. Gerak Satu Dimensi dengan Percepatan Konstan
Jika percepatan suatu partikel berbeda-beda pada tiap waktu, maka
geraknya akan sangat kompleks dan sulit untuk dianalisis. Akan tetapi, pada
gerak sederhana pada satu dimensi biasanya percepatan bernilai konstan.
Pada gerak dengan percepatan konstan, percepatan rata-rata selama selang
waktu yang ditentukan memiliki nilai yang sama dengan percepatan
sesaatnya, dan kecepatan berubah dengan besar yang sama selama partikel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bergerak. Gerak partikel dengan percepatan konstan biasanya disebut
sebagai gerak lurus berubah beraturan (GLBB).
Karena pertikel bergerak dengan percepatan konstan, maka
percepatan yang dialami partikel tersebut selalu sama pada setiap detiknya,
secara matematis dapat dituliskan
ax1 = ax2 = ax = konstan ............. (2.16)
Dari persamaan (2.10) dapat diperoleh nila vx sebagai berikut
dtdv
a xx
dtadv xx
t
x
v
v
x dtadvx
00
00 tavv xx
tavv xx 0 ............. (2.17)
Partikel yang pada waktu t0 = 0 memiliki kecepatan awal v0
bergerak lurus berubah beraturan dengan percepatan ax. Pada waktu t
kecepatan partikel vx sebanding dengan kecepatan awal ditambah percepatan
dikalikan waktu.
Untuk mencari posisi akhir partikel yang bergerak GLBB, dapat
diperoleh dengan mengintegralkan dx dari persamaan (2.7),
dtdx
vx
dtvdx x
t
x
x
x
dtvdx00
t
x dttavxx0
00
200 2
1tatvxx x
200 2
1tatvxx x ............. (2.18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari persamaan (2.18) diketahui bahwa posisi akhir x partikel yang
bergerak GLBB sama dengan posisi awal x0 ditambah kecepatan awal
dikalikan waktu ditambah setengah percepatan dikali waktu.
Dari persamaan (2.17), diperoleh
x
x
avv
t 0 ............. (2.19)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.19) ke persamaan (2.18),
diperoleh
200 2
1tatvxx x
2
0000 2
1
x
xx
x
x
avv
aa
vvvxx
x
xx
x
x
avvvv
avvv
xx2
0022
000
221
x
x
xx av
av
av
xx22
220
20
0
220
200 22 xx vvvxxa
22002 xx vvxxa
020
2 2 xxavv xx ............ (2.20)
Persamaan (2.17) dan (2.18) dapat digunakan untuk menyelesaikan
contoh berikut. Misalkan, sebuah partikel bergerak dari titik 00x m
dengan kecepatan awal 0xv sebesar 5 m/s. Jika partikel tersebut bergerak
dengan percepatan konstan sebersar 5 m/s2, maka grafik posisi terhadap
waktu, kecepatan terhadap waktu, dan percepatan terhadap waktu dari
partikel tersebut setelah 4 s ditunjukkan oleh Gambar 2.4:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.4 Grafik pada GLBB: (a) Percepatan Terhadap Waktu; (b) Kecepatan Terhadap Waktu; (c) Posisi Terhadap Waktu
Sebuah partikel yang bergerak pada lintasan lurus, arah kecepatan
dan percepatannya saling mempengaruhi. Ketika kecepatan dan
percepatannya memiliki arah yang sama, maka partikel akan bergerak
dipercepat. Namun ketika arah kecepatan dan percepatannya saling
berlawanan, partikel akan bergerak diperlambat.
Gambar 2.5 Arah Kecepatan dan Percepatan Saling Mempengaruhi Arah Gerak Partikel: (a) GLB; (b) GLBB Diperlambat; (c) GLBB Dipercepat.
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4 5
0
5
10
15
20
25
30
0 1 2 3 4 5
010
20
30
4050
60
70
0 1 2 3 4 5
v v a v a
(a) (c) (b)
vx (m/s)
t (s)
ax (m/s2)
(a)
t (s)
(b)
t (s)
x (m)
(c)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
g. Gerak-gerak Vertikal
Satu dari contoh yang paling umum mengenai gerak lurus berubah
beraturan adalah benda yang dibiarkan jatuh bebas dengan jarak yang tidak
jauh dari permukaan tanah.
Analisis Galileo menggunakan tekniknya yang baru dan kreatif
dalam membayangkan apa yang akan terjadi dalam kasus-kasus ideal
(sederhana). Untuk jatuh bebas, ia mendalilkan bahwa semua benda akan
jatuh dengan percepatan konstan yang sama jika tidak ada udara atau
hambatan lainnya. Jarak yang ditempuh akan sebanding dengan kuadrat
waktu, yaitu .
Galileo juga menegaskan bahwa semua benda, berat atau ringan,
jatuh dengan percepatan yang sama, paling tidak jika udara diabaikan. Jika
sebuah koin dan kertas yang dibentuk menjadi gumpalan kecil dijatuhkan
dari ketinggian yang sama, maka kedua benda tersebut akan mencapai tanah
pada saat yang hampir sama.
Galileo yakin bahwa udara berperan untuk hambatan bagi benda-
benda yang sangat ringan yang memiliki permukaan yang luas. Tetapi pada
banyak keadaan biasa, hambatan udara ini bisa diabaikan. Pada suatu ruang
hampa udara, maka benda ringan seperti bulu atau selembar kertas yang
dipegang horisontal pun akan jatuh dengan percepatan yang sama seperti
benda yang lain.
Sumbangan Galileo yang spesifik terhadap pemahaman mengenai
gerak benda jatuh dapat dirangkum sebagai berikut: pada suatu lokasi
tertentu di Bumi dan dengan tidak adanya hambatan udara, semua benda
jatuh dengan percepatan konstan yang sama.
Percepatan konstan ini disebut sebagai percepatan gravitasi, dan
diberi simbol g. Besarnya kira-kira g = 9,8 m/s2. Sebenarnya, g sedikit
bervariasi menurut garis lintang dan ketinggian, tetapi variasi ini begitu
kecil sehingga kita bisa mengabaikannya untuk sebagian besar kasus.
Gerak jatuh bebas adalah gerak sebuah benda pada arah vertikal
yang hanya dipengaruhi oleh percepatan gravitasi, tanpa menghiraukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
gerakan awal benda. Benda yang dilempar ke atas atau ke bawah dan
dilepaskan dari keadaan diam merupakan benda yang jatuh bebas segera
setelah dilepaskan. Sebuah benda yang bergerak jatuh bebas mengalami
percepatan dengan arah ke bawah, tanpa menghiraukan gerakan awal benda.
Dalam bahasan benda-
berarti menunjukkan arah y positif. Persamaan (2.17), (2.18), dan (2.20)
digunakan pula dalam benda jatuh bebas dengan beberapa penyesuaian.
Karena gerak tersebut vertikal, x akan diganti dengan y, di mana
ay = -g = -9,8 m/s2 ............. (2.21)
tanda negatif menunjukkan bahwa percepatan benda yang jatuh bebas
menuju ke bawah. Kemudian y0 digunakan untuk menggantikan x0.
Biasanya diambil y0 = 0 kecuali jika ditentukan lain.
Pada benda yang dilempar ke bawah, arah kecepatan dan
percepatan yang dialami benda menuju ke bawah. Sehingga berlaku
persamaan berikut
gtvv yy 0 ............. (2.22)
200 2
1gttvyy y ............. (2.23)
Benda di lempar ke bawah, nilai y akan lebih kecil dari y0, maka y y0
bernilai negatif. Sehingga diperoleh
20 2
1gttvy y ............. (2.24)
Persamaan (2.20) menjadi
gyvv yy 220
2 ............. (2.25)
Untuk benda jatuh bebas dengan kecepatan awal nol, vy0 = 0, maka
persamaan (2.22), (2.24), dan (2.25) menjadi
gtvy ............. (2.26)
2
21
gty ............. (2.27)
gyvy 22 ............. (2.28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada benda yang dilempar ke atas, arah kecepatan dan percepatan
yang dialami benda berlawanan. Kecepatan benda menuju ke atas,
sedangkan percepatannya menuju ke bawah. Sehingga persamaan (2.22),
(2.24), dan (2.25) menjadi
gtvv yy 0 ............. (2.29)
20 2
1gttvy y ............. (2.30)
gyvv yy 220
2 ............. (2.31)
6. Kinematika dalam Dua Dimensi
a. Vektor Posisi, Kecepatan, dan Percepatan
Pada kinematika dalam dua dimensi, tidak hanya digunakan tanda
positif dan negatif, seperti pada kinematika dalam satu dimensi. Dalam
pembahasan dua dimensi, sangat perlu digunakan notasi vektor untuk
menunjukkan arah atau gerakan. Oleh karena itu beberapa persamaan yang
muncul pada pembahasan kinematika dalam satu dimensi akan mengalami
beberapa penyesuaian pada pembahasan kinematika dalam dua dimensi.
Jika sebuah partikel bergerak pada bidang xy seperti yang
digambarkan pada Gambar 2.6, maka vektor posisi partikel r digambarkan
pangkalnya berada di titik pusat koordinat dan ujungya berada di posisi
partikel pada bidang xy. Pada waktu t1 partikel berada pada titik (A1),
ditunjukkan dengan vektor posisi 1r , Sehingga
jiOA 6211r
Pada waktu t2 partikel berada pada titik (A2), ditunjukkan dengan vektor
posisi 2r .
jiOA 6422r
secara umum, vektor posisi dituliskan
ji yxr ............. (2.32)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i adalah vektor satuan pada sumbu x sedangkan j adalah vektor satuan
pada sumbu y. Vektor satuan merupakan satuan dari vektor yang tidak
bergantung pada dimensi besarannya.
Gambar 2.6 Sebuah Partikel Bergerak pada Bidang xy dengan Vektor r Digambarkan dari Pusat
Koordinat ke Partikel.
Ketika partikel bergerak dari (A1) ke (A2 t =
t2 - t1, vektor posisinya berubah dari 1r ke 2r . Maka vektor perpindahan r
adalah selisih antara vektor posisi akhir dan vektor posisi awalnya.
12 rrr ............. (2.33)
ijiji 26264r
Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6, besar r lebih kecil
dibandingkan jarak yang dilalui partikel sepanjang kurva.
Vektor kecepatan rata-rata merupakan vektor perpindahan dibagi
waktu yang dibutuhkan,
tr
v ............. (2.34)
Karena t merupakan besaran skalar, sehingga arah v sama dengan arah
r .
Jika partikel pada Gambar 2.6 bergerak dari A1 ke A2 selama 2 sekon, maka
kecepatan rata-ratanya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
122
tr
v
Vektor kecepatan sesaat sama dengan nilai limit dari perbandingan tr
untuk t mendekati nol,
dtrd
tr
vt 0
lim ................. (2.35)
Jika vektor posisi sebagai fungsi waktu diketahui, maka kecepatan
partikel dapat dicari dengan menggabungakan persamaan (2.32) dan (2.35),
sehingga diperoleh
jiji yx vvdtdy
dtdx
dtrd
v ............. (2.36)
Misalkan sebuah partikel bergerak dari satu titik ke titik lain dalam
lintasan yang sama, vektor kecepatan sesaatnya berubah dari 1v pada waktu
t1 menjadi 2v pada waktu t2. Dengan mengetahui vektor kecepatan pada
titik ini dapat digunakan untuk menentukan vektor percepatan rata-rata
partikel, yaitu perubahan vektor kecepatan sesaat v dibagi selang waktu
tv
ttvv
a12
12 ............. (2.37)
Vektor percepatan sesaat didefinisikan sebagai limit dari
percepatan rata- t mendekati nol.
dtvd
tv
at 0
lim ............. (2.38)
b. Gerak Dua Dimensi dengan Percepatan Konstan
Karena a dianggap konstan, maka komponen ax dan ay juga
konstan. Dengan mensubstitusikan persamaan (2.17) dan tavv yyy 0 ke
persamaan (2.36) untuk menentukan kecepatan akhir pada waktu t,
diperoleh
ji 00 tavtavv yyxx
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
taavv yxyx jiji 00
tavv 0 ............. (2.39)
dari persamaan (2.39), maka komponen dari vektor v adalah
tavv
tavvtavv
yyy
xxx
0
00 ............. (2.39a)
Persamaan (2.18), jika di substitusikan dengan 200 2
1tatvyy yy dan
persamaan (2.32) akan diperoleh:
ji21
21 2
002
00 tatvytatvxr yyxx
20000 2
1taatvvyx yxyx jijiji
200 2
1tatvrr ............. (2.40)
maka komponen dari vektor r adalah
200
200
200
2121
21
tatvyy
tatvxxtatvrr
yy
xx
............. (2.40a)
Komponen-komponen pada persamaan (2.39a) dan (2.40a)
dilukiskan pada Gambar 2.7. Pada Gambar 2.7a, terlihat bahwa v memiliki
arah yang berbeda dengan 0v dan a . Hal ini terjadi karena hubungan antara
0v dan a adalah hubungan vektor. Untuk alasan yang sama, dari Gambar
2.7b dapat dilihat bahwa r memiliki arah yang berbeda dengan 0v ataupun
a . Arah r berbeda dengan arah v .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.7 Vektor dan Komponen-komponennya: (a) Vektor Kecepatan; (b) Vektor Posisi pada Partikel yang Bergerak dengan Percepatan Konstan.
c. Gerak Peluru
1) Bentuk Lintasan Gerak Peluru
Sebuah bola yang ditendang oleh kiper menuju ke tengah lapangan
memiliki lintasan melengkung. Gerak tersebut akan mudah untuk
dianalisis jika diasumsikan dua hal berikut: (1) benda mendapatkan
percepatan jatuh bebas g yang selalu konstan dan mengarah ke bawah
selama gerak tersebut terjadi, (2) gesekan udara diabaikan. Dengan
menggunakan kedua asumsi tersebut, maka bentuk lintasan dari gerak
peluru selalu berupa parabola.
Gambar 2.8 Lintasan Parabola pada Gerak Peluru
0 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Karena gesekan udara diabaikan, maka ay = -g dan ax = 0. Misalkan
pada t = 0 sebuah partikel bergerak dengan kecepatan v0 dari titik (0,0),
Gambar 2.8. Vektor v0 membentuk sudut 0 terhadap sumbu x. Dengan
menggunakan fungsi sin dan cos, maka
000 /cos vvx 000 /sin vvy
oleh karena itu, komponen x dan y dari kecepatan adalah,
000 cosvvx 000 sinvvy ............. (2.41)
Dengan mensubstitusikan komponen x ke dalam persamaan (2.40a) untuk
x0 = 0 dan ax = 0, diperoleh
tvtvx x 000 cos ............. (2.42)
Dengan cara yang sama, komponen y disubstitusikan ke persamaan
(2.40a) untuk y1 = 0 dan ay = -g, diperoleh
200
20 2
1sin
21
gttvtatvy yy ............. (2.43)
Dari persamaan (2.42) didapatkan 00 cos/ vxt , disubstitusikan ke
persamaan (2.43), maka
2
022
00 cos2
tan xv
gxy ............. (2.44)
Persamaan (2.44) berlaku untuk 0 < 0
Secara umum, persamaan untuk kurva yang berbentuk parabola
adalah y = ax2 + bx + c. Terlihat bahwa persamaan (2.44) memiliki
bentuk yang sama dengan persamaan umum tersebut dengan a =
022
0 cos2vg
, b = 0tan , dan c = 0. Maka dapat dikatakan bahwa
bentuk lintasan dari gerak peluru berupa parabola.
2) Jangkauan Maksimum (R) dan Tinggi Maksimum (h) pada Gerak Peluru
Jika dimisalkan sebuah partikel yang melakukan gerak peluru mulai
bergerak dari titik pusat pada t0 = 0 dengan komponen vy0 bernilai positif,
seperti yang ditunjukan Gambar 2.8. Titik puncak lintasan (A3) berada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada koordinat (R/2, h) dan titik (A5) berada pada koordinat (R, 0). Jarak
R disebut jangkauan maksimum gerak peluru, dan jarak h disebut tinggi
maksimum.
Besarnya h dan R dapat ditentukan dengan mengasumsikan pada
titik puncak, nilai vy = 0 . Sehingga nilai th dapat ditentukan dengan,
tavv yyy 0
hgtv 00 s in0
gv
th00 sin
......... (2.45)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.45) ke dalam persamaan
(2.43), dan y diganti dengan h maka diperoleh
2
000000
sin21sin
sing
vg
gv
vh
g
vh
2sin 0
220 ......... (2.46)
Rentang maksimum R adalah posisi partikel pada garis horisontal.
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai R adalah dua kali waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai puncak h, sehingga tR = 2th. Dengan
menggunakan persamaan (2.42) untuk x = R dan t = 2th, maka diperoleh
hx tvtvR 2cos 000
gv
gv
vR 002
00000
cossin2sin2cos
Dengan sin sin cos , maka R menjadi
gv
R 02
0 2sin ......... (2.47)
Nilai maksimum untuk R dari persamaan (2.47) adalah
gv
Rmaks
20 ......... (2.48)
terjadi ketika sin 0 = 1 atau 2 0 = 90o, sehingga R bernilai maksimum
saat 0 = 45o.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Persamaan (2.45), (2.46), (2.47), dan (2.48) hanya berlaku jika
lintasan gerak peluru berupa parabola yang simetris.
Gambar 2.9 menunjukkan lintasan partikel yang melakukan gerak
peluru dengan kelajuan yang sama namun meluncur dengan sudut
berbeda. Seperti yang terlihat, rentang maksimum terjadi ketika partikel
bergerak dengan vektor v0 membentuk sudut 45o terhadap sumbu x.
Untuk sudut selain 45o, titik (R,0) pada koordinat kartesius dapat
diperoleh dengan menggunakan salah satu dari dua sudut yang jika
dijumlahkan bernilai 90o. Misalnya sudut 15o dan 75o, sudut 30o dan 60o.
Tentu saja tinggi maksimum dan waktu yang dibutuhkan dari tiap nilai 0
ini berbeda.
Gambar 2.9 Gerak Peluru Beberapa Partikel dengan Sudut 0
Berbeda-beda Dari Gambar 2.9, terlihat bahwa R(15o) = R(75o), maka
R(15o) = R(75o)
gv
gv )75.2sin()15.2sin( 2
02
0
)75.2sin()15.2sin(
Diketahui cossin2.2sin , maka
)75.2sin()15.2sin(
75cos75sin215cos15sin2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75cos75sin15cos15sin
1590cos1590sin
15sin90sin15cos90cos15sin90cos15cos90sin
15sin0015cos
0015cos15sin0
15cos15sin
Sehingga secara umum dapat dituliskan
11 90.2sin.2sin ............. (2.49)
d. Gerak Melingkar Beraturan
Gerak melingkar beraturan (GMB) adalah gerak partikel dalam
lintasan melingkar dengan kelajuan tetap. Meskipun demikian, benda yang
bergerak melingkar beraturan tetap memiliki percepatan, berdasarkan
pengertian percepatan rata-rata yang ditunjukkan pada persamaan (2.38).
Percepatan dapat terjadi karena adanya perubahan kecepatan, baik besar
maupun arah kecepatan.
Gambar 2.11 Partikel Bergerak Melingkar Beraturan
Besaran-besaran fisika dalam gerak melingkar antara lain:
1) Periode dan frekuensi
Dari Gambar 2.11, jika partikel bergerak melingkar dari titik P kembali
ke titik P lagi, maka partikel tersebut melakukan satu putaran, sedangkan
waktu periodik yang dibutuhkan untuk melakukan satu putaran disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
periode, periode dilambangkan dengan T, sedangkan banyaknya putaran
yang mampu dilakukan benda tiap sekon disebut frekuensi (f). Maka
berlaku hubungan:
Tf
1 atau
fT
1 ............. (2.50)
2) Perpindahan sudut dan jarak tempuh
Jarak tempuh adalah jarak linier yang di tempuh partikel selama bergerak
melingkar. Jika partikel bergerak dari titik P kembali lagi ke titik P
berarti partikel telah menenmpuh satu keliling lingkaran, sehingga jarak
tempuh d dirumuskan
d r ............. (2.51)
dengan r adalah jari-jari lingkaran.
Perpindahan sudut adalah sudut yang telah ditempuh selama
partikel bergerak melingkar dilambangkan dengan dan satuannya
adalah radian (rad). Dalam satu lingkaran, besar sudutnya adalah 360 =
sebesar
(2.51) untuk
d = ............. (2.52)
rd
............. (2.53)
3) Kecepatan sudut dan kelajuan linier
Dalam gerak melingkar, selain partikel menempuh jarak liner, partikel
juga menempuh sudut tertentu sehingga dalam gerak melingkar terdapat
kelajuan linier dan juga kecepatan sudut.
Dalam melakukkan satu putaran, waktu yang diperlukan partikel
akan sama dengan satu periode t = T, sehingga kelajuan liniernya adalah
Tr
Tr
td
v2
............. (2.54)
Besarnya kecepatan sudut adalah perbandingan antara sudut yang
ditempuh partikel dengan periode tempuh dilambangkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(rad/s). Jika dalam melakukan satu putaran waktu yang dibutuhkan t = T
dan sudut yang tempuh , maka
TT2
............. (2.55)
dengan mensubstitusikan persamaan (2.54) dan (2.55), diperoleh
rv ............. (2.56)
Gambar 2.12 Hubungan Roda-Roda: (a) Sepusat, (b) Bersinggungan, (c) Dihubungkan
dengan Tali
Hubungan antara dan v untuk dua roda yang dihubungkan
sepusat (satu poros), arah putaran dan kecepatan sudutnya adalah sama
(Gambar 2.12a).
21 atau 2
2
1
1
rv
rv
............. (2.57)
Untuk dua roda gigi yang dihubungkan bersinggungan, arah putaran
keduanya berlawanan dan kelajuan linear keduanya sama (Gambar
2.12b).
21 vv atau 2211 rr ............. (2.58)
Untuk dua roda yang dihubungkan dengan tali, sabuk, atau rantai, arah
putaran dan kelajuan linear kedua roda adalah sama (Gambar 2.12c).
21 vv atau 2211 rr ............. (2.59)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Percepatan sentripetal
Arah kecepatan linier benda pada suatu titik adalah searah dengan arah
garis singgung lingkaran pada titik tersebut. Pada gerak melingkar
beraturan, vektor kecepatan linear adalah tidak tetap karena arahnya
selalu berubah, sedangkan kelajuan linear (besar kecepatan linear) adalah
konstan.
Gambar 2.13 Partikel Bergerak dari A ke B pada GMB (a) Vektor Kecepatannya Berubah dari 0v ke
v ; (b) Perubahan Kecepatan v
Sebuah benda yang bergerak melingkar beraturan mempunyai
percepatan yang selalu tegak lurus lintasan dan arahnya menuju pusat
lingkaran. Percepatan tersebut dinamakan percepatan sentripetal. Gambar 2.13a menunjukkan perubahan vektor posisi r . Pada
waktu t0, partikel yang bergerak melingkar beraturan berada pada posisi
A dengan kecepatan 0v . Setelah waktu t, partikel tersebut berada pada
posisi B dengan kecepatan v . Gambar 2.13a sebangun dengan Gambar
2.13b sehingga dari komponen-komponen yang menyusunnya diperoleh
persamaan berikut,
v
v
r
r
vr
vr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
t
v
t
r
rv
at
r
rv
merupakan nol, mendekati Untuk .dan dengan 10 t
rtrrrvvv
kelajuan v, maka besarnya percepatan sentripetal adalah
r
vas
2
............. (2.60)
e. Percepatan Tangensial dan Percepatan Radial
Sebuah partikel yang bergerak pada lintasan lengkung memiliki
total vektor percepatan yang berbeda-beda pada tiap posisinya. Vektor ini
terdiri dari dua komponen yaitu: komponen radial ar sepanjang jari-jari, dan
komponen tangensial at yang tegak lurus dengan jari-jari. Total vektor
percepatan a merupakan penjumlahan vektor percepatan radial ra dan
vektor percepatan tangensial ta .
tr aaa ............. (2.61)
Komponen percepatan tangensial disebabkan oleh perubahan
kelajuan yang dialami partikel. Komponen ini sebanding dengan kecepatan
sesaat, dirumuskan sebagai berikut,
dt
vdat ............. (2.62)
Komponen percepatan radial tibul karena adanya perubahan arah
kecepatan, dan dirumuskan sebagai,
rv
aa cr
2
............. (2.63)
dimana r adalah jari-jari lintasan. Diketahui bahwa komponen percepatan
radial sama dengan percepatan sentripetal. Tanda negatif menunjukkan arah
percepatan sentripetal menuju ke pusat lingkaran sebesar r, namun arahnya
berlawana dengan arah vektor r .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.14 Total Percepatan a pada Partikel yang Bergerak Melingkar
Karena ra tegak lurus dengan ta , maka besarnya a sama dengan
22tr aaa . Pada kelajuan yang sama, ar akan bernilai lebih besar jika
jari-jari lintasan kecil, dan akan bernilai kecil jika jar-jari lingkaran besar.
ta akan searah dengan v jika v semakin besar, dan akan berlawanan arah
jika v semakin kecil.
Pada gerak melingkar beraturan, v bernilai konstan sehingga at = 0
dan percepatan yang terjadi hanya percepatan radial. Namun jika arah v
tidak berubah, maka tidak ada percepatan radial dan partikel bergerak pada
satu dimensi, ar =0 tetapi at tidak mungkin nol.
Dari persamaan (2.62) dan (2.63), maka didapatkan
rr
vdt
vdaaa tr
2
............. (2.64)
B. Penelitian yang Relevan
Sebelum penelitian ini dilakukan, sudah ada beberapa penelitian lain
yang dilakukan mengenai miskonsepsi siswa dalam fisika. Penelitian-penelitian
berikut ini dijadikan referensi dalam penelitian mengenai miskonsepsi dalam
materi Gerak pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta. Setiap penelitian yang
dicantumkan berikut ini saling melengkapi dan memperbanyak pengetahuan
tentang miskonsepsi yang mungkin terjadi pada materi Gerak. Seringkali salah
satu hasil penelitian mengungkapkan miskonsepsi yang tidak diungkapkan oleh
peneliti lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berg (1991) melakukan penelitian mengenai miskonsepsi siswa dari
tingkat SMP hingga universitas pada beberapa materi Fisika, yang kemudian hasil
penelitian tersebut dibukukan. Dalam buku tersebut diungkap beberapa
miskonsepsi yang sering dialami siswa pada pokok bahasan mekanika, kelistrikan,
suhu dan kalor, serta optik geometri. Salah satu kesimpulan yang diambil
mengenai miskonsepsi pada optik geometri adalah, mahasiswa dan guru
berpendapat kecepatan cahaya bergantung pada sumbernya dan beberapa variabel
lainnya sedangkan sebenarnya kecepatan cahaya hanya tergantung pada ciri-ciri
medium perambatan. Pada materi suhu dan kalor, siswa SMP dan SMA memiliki
miskonsepsi menyangkut kesetimbangan termal, suhu sebagai variabel intensif,
serta perbedaan suhu dan kalor. Dalam salah satu bab di buku tersebut diulas
miskonsepsi yang sering terjadi pada pokok bahasan Gerak. Diungkapkan bahwa
banyak sekali jumlah dan tipe miskonsepsi gerak yang terdapat pada siswa SMP
dan SMA. Antara lain miskonsepsi mengenai dua benda yang jatuh, gerak vertikal
dan gerak horizontal, kedudukan, kecepatan, dan percepatan.
Suparno (2005: 9-28) dalam bukunya yang berjudul Miskonsepsi dan
Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, menyebutkan beberapa miskonsepsi dalam
fisika yang sering terjadi pada diri siswa yang meliputi semua subbidang yang
ada, seperti mekanika; optika dan gelombang; panas dan termodinamika; listrik
dan magnet; fisika modern; dan tata surya. Dari beberapa miskonsepsi pada
subbidang tersebut, miskonsepsi dalam bidang mekanika adalah yang terbanyak.
Penelitian mengenai miskonsepsi fisika pada jenjang SMA juga
dilakukan oleh Maharta (2008). Dalam laporannya, disimpulkan bahwa rata-rata
siswa yang mengalami miskonsepsi terhadap konsep-konsep fisika sangat tinggi,
yaitu 65%. Penelitian miskonsepsi yang dilakukan mencakup beberapa materi
pokok dalam Fisika. Seperti kinematika, dinamika, suhu dan kalor, serta
kelistrikan. Pada salah satu soal yang mengukur pemahaman siswa mengenai
konsep gaya yang bekerja pada benda yang dilempar vertikal ke atas, sebanyak
85% siswa mengalami miskonsepsi. Mereka tidak memahami bahwa benda yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bergerak tidak selalu disebabkan oleh gaya konstan melainkan dapat disebabkan
oleh gaya sesaat yang memberikan kecepatan awal pada benda.
Pada pokok bahasan Kinematika, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Maharta (2008) menunjukkan masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi.
59% siswa tidak memahami konsep vektor kecepatan dimana kecepatan dapat
bernilai negatif pada saat benda bergerak berlawanan arah dengan semula. 79%
siswa yang mengalami miskonsepsi beranggapan bahwa kecepatan di titik
tertinggi pada gerak parabola sama dengan pada gerak vertikal keatas yaitu nol
padahal pada gerak parabola ada komponen gaya mendatar yang besarnya konstan
sehingga pada gerak parabola kecepatannya tidak nol di titik tertinggi melainkan
tanpa gesekan tidak dipengaruhi oleh massa benda namun hanya dipengaruhi oleh
percepatan gravitasi bumi.
Penelitian miskonsepsi dalam Kinematika juga telah dilakukan dan
dituliskan dalam website Universitas Montana oleh Brown dan Crowder (2000).
Dalam website tersebut diungkapkan miskonsepsi pada sub bab posisi, kecepatan,
percepatan dan pembuatan grafik hubungan antara besaran-besaran tersebut.
Dalam pokok bahasan percepatan, miskonsepsi yang dibahas antara lain: kelajuan
yang sama menunjukkan percepatan yang sama pula pada dua buah objek,
semakin besar kelajuan maka makin besar pula percepatannya, benda yang
memiliki kelajuan nol maka percepatannya juga nol. Miskonsepsi yang dibahas
dalam sub bab posisi, antara lain: benda yang berada di depan benda lain bergerak
dengan kelajuan yang lebih besar, benda pada posisi yang sama memiliki kelajuan
yang sama. Pada sub bab kecepatan, miskonsepsi yang dibahas antara lain:
kecepatan selalu bernilai positif, posisi yang sama menunjukkan kecepatan yang
sama, grafik kecepatan terhadap waktu sama seperti lintasan yang ditempuh
benda.
C. Kerangka Pemikiran
Dalam pendidikan fisika, siswa akan banyak belajar tentang kejadian
alam. Berinteraksi denga lingkungan untuk menguasai sesuatu sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menimbulkan perubahan tingkah laku atau kepribadian. Pengetahuan awal yang
dimiliki siswa mengenai fisika bersifat individu.
Pemahaman siswa mengenai suatu materi atau pokok bahasan berbeda-
beda. Siswa dapat memahami pokok bahasan tersebut atau mengalami
miskonsepsi, dan bisa juga siswa tidak memahami sama sekali. Siswa dikatakan
tidak memahami suatu pokok bahasan jika tidak ada respon dari siswa ketika
ditanyai pokok bahasan tersebut. Siswa cenderung tidak menjawab atau jawaban
siswa tidak jelas dan tidak berhubungan dengan pokok bahasan. Siswa dikatakan
mengalami miskonsepsi jika pengetahuan yang dimiliki siswa tidak akurat dan
terdapat kesalahan hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lain. Siswa
dikatakan memahami pokok bahasan jika pengetahuan yang dimiliki siswa tidak
mengandung miskonsepsi dan satu konsep dengan konsep yang lainnya memiliki
keterkaitan atau hubungan yang benar.
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik yang berasal dari guru, buku teks, maupun dari siswa itu sendiri. Jika
siswa mengalami miskonsepsi pada suatu pokok bahasan, maka hal tersebut dapat
mempengaruhi pemahaman siswa mengenai pokok bahasan yang lain karena
konsep-konsep yang dipelajari saling berhubungan.
Berdasarkan pemikiran di atas dapat dimungkinkan setiap siswa kelas X
SMA Negeri 1 Surakarta memiki miskonsepsi pada konsep Gerak. Oleh karena itu
dirancanglah sebuah penelitian mengenai miskonsepsi pada konsep Gerak.
Kerangka penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Paradigma Penelitian
Pembuatan instrumen Miskonsepsi
Gerak pada siswa kelas X SMA
Negeri 1 Surakarta
Miskonsepsi pada konsep
fisika
Tes objektif beralasan
(pada siswa)
Analisis data
Kesimpulan
Konsultasi dengan ahli
Kajian literatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dituliskan rumusan
hipotesis penelitian, sebagai berikut :
Siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011
memiliki miskonsepsi pada setiap konsep Kinematika, dan profil miskonsepsi
yang terjadi di setiap konsep berbeda-beda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1
Surakarta. Tempat ini dipilih karena selama masa praktek mengajar (PPL) di
sekolah tersebut, ditemukan kesalah pahaman siswa tentang konsep Gerak.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian di SMA Negeri 1 Surakarta untuk
mengetahui sebanyak apa miskonsepsi Gerak yang terjadi dan bagaimana
profil miskonsepsi tersebut.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran
2010/2011. Dimulai pada bulan Januari 2011 sampai bulan September 2012.
Adapun jadwal penelitian dapat dilihat dalam Lampiran 1.
B. Jenis dan Desain Penelitian
Bentuk penelitian ini mengikuti paradigma penelitian kuantitatif yang
bersifat noneksperimental. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif.
Penelitian miskonsepsi ini menggunakan desain penelitian studi kasus
yang hanya difokuskan pada fenomena miskonsepsi Gerak. Penelitian ini akan
menghasilkan deskripsi tentang fenomena miskonsepsi Gerak yang terjadi pada
siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.
C. Teknik Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun
Pelajaran 2010/2011. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-8 dan X-
10 SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011 yang pernah mempelajari
konsep Gerak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
teknik tes. Penyusunan instrumen tes didahului dengan konsultasi kepada dosen
pembimbing dan dilengkapi dengan kajian literatur untuk mengetahui konsep
mana saja yang sering salah dipahami dalam materi Gerak. Literatur yang
digunakan adalah jurnal-jurnal penelitian dan artikel-artikel yang berkaitan
dengan miskonsepsi Gerak.
Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif
beralasan yang terdiri dari 25 item. Materi tes mencakup konsep tentang jarak dan
perpindahan, kelajuan dan kecepatan, percepatan, GLB (gerak lurus beraturan),
GLBB (gerak lurus berubah beraturan), gerak vertikal, gerak parabola, dan gerak
melingkar.
E. Validitas Instrumen
Validitas instrumen tes yang digunakan adalah validitas isi. Kemudian
untuk menguji validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen
dengan materi yang diteskan. Pada penelitian ini, sebelum pengambilan data,
dilakukan pengujian terhadap validitas tes Gerak yang sudah dibuat. Pengujian
validitas isi instrumen tes dilakukan dengan cara konsultasi kepada dosen
pembimbing yang ahli mengenai konsep Gerak.
F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik
deskriptif. Langkah-langkah analisis secara garis besar ditunjukkan pada Gambar
3.1 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data
1. Tahap Persiapan
Pengumpulan data atau informasi tentang kepemilikan miskonsepsi
dilaksanakan melalui hasil tes identifikasi miskonsepsi yang berbentuk tes
objektif beralasan. Data yang diperoleh melalui tes inilah yang kemudian
diolah untuk mengetahui kepemilikan miskonsepsi dalam diri siswa pada
pokok bahasan Gerak. Kegiatan dalam tahap persiapan antara lain:
a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi untuk pengolahan data
lebih lanjut.
b. Mengecek kelengkapan data.
2. Tahap Tabulasi Data
Pada tahap ini, data hasil tes identifikasi miskonsepsi diolah. Jawaban
siswa dikelompokkan menurut klasifikasi derajat pemahaman siswa. Berikut
ini adalah pengkategorian jawaban siswa menurut Abraham et al(1994):
a. Jawaban siswa termasuk kategori tidak memahami bila:
1) Jawaban benar, namun tidak memberikan penjelasan atas jawaban
tersebut.
2) Jawaban salah, demikian juga penjelasannya.
3) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan
dengan pertanyaan.
Persiapan
Tabulasi Data
Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Jawaban siswa termasuk kategori miskonsepsi bila:
1) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan jawaban yang tidak logis.
2) Jawaban dan penjelasan menunjukkan adanya miskonsepsi.
c. Jawaban siswa termasuk kategori memahami bila:
1) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami
sudah benar.
2) Jawaban benar, namun penjelasan jawaban menunjukkan hanya sebagian
konsep yang dipahami dan tidak menunjukkan adanya miskonsepsi.
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian
Data-data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus-rumus
atau aturan-aturan yang sesuai dengan desain penelitian. Langkah yang
dilakukan adalah menganalisis per item soal untuk diambil kesimpulan berupa
data kuantitatif persentase miskonsepsi yang didukung deskripsi profil
miskonsepsi siswa.
Untuk analisis deskriptif ini, dilakukan langkah-langkah berikut:
a. Menghitung persentase jawaban tiap item soal
1) Kategori memahami
Persentase memahami :
2) Kategori miskonsepsi
Persentase miskonsepsi :
3) Kategori tidak memahami
Persentase tidak memahami :
b. Membuat tabel distribusi jawaban tiap item soal yang berisi jumlah dan
persentase hasil jawaban tes miskonsepsi
Tabel 3.1 Contoh Tabel Distribusi Jawaban Tiap Item Soal
No.
Item
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah Persentase(%) Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1 2 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Membuat tabel persentase rata-rata tiap miskonsepsi secara keseluruhan.
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Rata-rata Tiap Miskonsepsi
No. Kategori miskonsepsi
No. Soal Presentase rata-rata
1. Miskonsepsi 1
2 Miskonsepsi 2
d. Pembahasan soal miskonsepsi tiap soal dan profil miskonsepsi berdasarkan
data hasil jawaban tes miskonsepsi.
G. Prosedur Penelitian
Secara operasional penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Meliputi: pengajuan judul skripsi, permohonan pembimbing, pembuatan
proposal, permohonan ijin, dan pembuatan instrumen.
2. Tahap Pelaksanaan
Meliputi: pelaksanaan pengambilan data di lapangan yang ditunjuk sebagai
tempat penelitian.
3. Tahap Penyelesaian
Meliputi : analisis data dan penyusunan laporan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisis Data Penelitian
Data yang dideskripsikan berupa hasil tes miskonsepsi dan distribusi
jawaban siswa sebagai subjek penelitian untuk setiap item soal tes miskonsepsi
tersebut. Dalam penelitian ini, sampel diambil dari dua kelas, dengan jumlah total
sampel 66 siswa. Instrumen miskonsepsi berupa soal obyektif beralasan sebanyak
25 butir.
1. Distribusi Jawaban Tiap Item Soal
Sebagai langkah awal yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini
adalah pemeriksaan dan pengelompokan jawaban siswa dalam tiga kategori
yaitu memahami, tidak memahami, dan miskonsepsi. Tabel 4.1 berikut ini
adalah hasil pendistribusian kategori untuk tiap item soal.
Tabel 4.1 Distribusi Jawaban Tiap Item Soal
No. Item
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami Jumlah Persentase(%) Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1. 33 50,00 3 4,55 30 45,45 2. 51 77,27 6 9,09 9 13,64 3. 55 83,33 4 6,06 7 10,61 4. 20 30,30 20 30,30 26 39,40 5. 4 6,06 43 65,15 19 28,79 6. 41 62,12 14 21,21 11 16,67 7. 35 53,03 12 18,18 19 28,79 8. 50 75,76 7 10,61 9 13,64 9. 25 37,88 31 46,97 10 15,15
10. 56 84,85 4 6,06 6 9,09 11. 2 3,03 60 90,91 4 6,06 12. 1 1,52 41 62,12 24 36,36 13. 15 22,72 7 10,61 44 66,67 14. 1 1,52 14 21,21 51 77,27 15. 12 18,18 52 78,79 2 3,03 16. 6 9,09 55 83,33 5 7,58 17. 31 46,97 26 39,39 9 13,64 18. 37 56,06 13 19,70 16 24,24 19. 48 72,73 10 15,15 8 12,12 20. 34 51,52 20 30,30 12 18,18 21. 43 65,15 5 7,58 18 27,27 22. 13 19,70 28 42,42 25 37,88 23. 8 12,12 30 45,45 28 42,42 24. 13 19,70 29 43,94 24 36,36 25. 49 74,24 5 7,58 12 18,18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari Tabel 4.1, item soal yang paling banyak menghasilkan jawaban
memahami adalah item no. 10, sebanyak 56 siswa (84,85%) memahami konsep
pada item tersebut. Item soal yang paling banyak menghasilkan jawaban
miskonsepsi adalah item no. 11, sebanyak 60 siswa (90,91%) mengalami
miskonsepsi pada item tersebut. Item soal yang paling banyak menghasilkan
jawaban tidak memahami adalah item no. 14, sebanyak 51 siswa (77,27%)
tidak memahami konsep pada item tersebut. Dari 66 data jawaban siswa yang
diperoleh, tidak ada satu pun siswa yang menjawab benar di semua soal yang
diujikan.
2. Rata-rata Persentase Miskonsepsi Siswa
Setelah dilakukan pengolahan data pemahaman siswa pada tiap item
soal, langkah selanjutnya adalah pengolahan data untuk mengetahui besarnya
persentase rata-rata pada tiap kategori miskonsepsi. Berikut ini adalah data
persentese rata-rata pada tiap kategori miskonsepsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata Miskonsepsi Siswa
Kategori Miskonsepsi
Miskonsepsi No. Soal
Persentase Rata-rata
Miskonsepsi
Miskonsepsi 10 Jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol.
11 90,91 %
Miskonsepsi 15 Pada peristiwa gerak jatuh bebas, semakin besar panjang lintasan maka semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lantai.
16 83,33 %
Miskonsepsi 14 Pada peristiwa gerak jatuh bebas, benda yang massanya lebih besar akan jatuh lebih cepat daripada benda yang massanya lebih ringan.
15 78,79 %
Miskonsepsi 5 Jika besar kecepatan sebuah benda adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol.
5 65,15 %
Miskonsepsi 11 Gradien yang bernilai positif dari suatu grafik kecepatan selalu menunjukkan benda dipercepat.
12 62,12 %
Miskonsepsi 8 Jika kecepatan sesaat benda nol, maka percepatan benda tersebut juga nol.
9 46,97 %
Miskonsepsi 21 Kelajuan sama dengan besarnya percepatan. 23 45,45 %
Miskonsepsi 22 Percepatan selalu memiliki arah yang sama dengan arah pergerakan benda.
24 43,94 %
Miskonsepsi 20 Pada gerak jatuh bebas, benda jatuh dengan kelajuan tetap. 22 42,42 %
Miskonsepsi 7 Kecepatan dan percepatan selalu memiliki arah yang sama. 8, 17 39,39 %
Miskonsepsi 18 Kelajuan sama dengan besarnya kecepatan. 20 30,30 %
Miskonsepsi 4 Kecepatan selalu bernilai positif. 4 27,27 %
Miskonsepsi 13 Sebuah benda yang dilempar ke atas mempunyai percepatan nol pada titik tertinggi.
14 21,21 %
Miskonsepsi 16 Percepatan tidak dapat merubah arah gerak benda. 18 19,70 %
Miskonsepsi 6 Grafik posisi terhadap waktu suatu benda, sama seperti lintasan yang ditempuh benda tersebut.
7 18,18 %
Miskonsepsi 2 Benda yang berada di depan benda lain, bergerak dengan kelajuan lebih besar.
2, 6 15,15 %
Miskonsepsi 17 Pada saat kecepatan dua benda sama, percepatan kedua benda tersebut juga sama.
19 15,15 %
Miskonsepsi 19 Jarak sama dengan perpindahan. 21 7,58 %
Miskonsepsi 23 Waktu tempuh dapat diukur tanpa menetapkan waktu awal. 25 7,58 %
Miskonsepsi 25 Kecepatan hanya bergantung pada benda yang memiliki kecepatan tersebut dan tidak bergantung pada pengamat.
13 7,58 %
Miskonsepsi 3 Benda yang memiliki percepatan nol maka kecepatannya juga nol. 3 6,06 %
Miskonsepsi 9 Kecepatan yang lebih besar menunjukkan percepatan yang lebih besar pula.
10 6,06 %
Miskonsepsi 1 Dua benda bergerak yang berada pada posisi yang sama memiliki kelajuan yang sama
1 4,55 %
Miskonsepsi 24 Grafik kecepatan terhadap waktu dari suatu benda sama seperti lintasan yang ditempuh benda tersebut.
4 3,03 %
Miskonsepsi 12 Bumi selalu menjadi titik acuan benda yang bergerak. 13 3,03 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Pembahasan Hasil Analisis Data
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 1
Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011 mengalami miskonsepsi pada konsep
Gerak. Analisis yang dilakukan didasari penjelasan mengenai konsep yang benar
mengenai Gerak dari dosen, guru, buku-buku, jurnal-jurnal, dan artikel yang
digunakan sebagai sumber informasi. Berikut ini merupakan uraian miskonsepsi
yang dialami siswa.
Analisis miskonsepsi 1:
Pada soal no.1, siswa disajikan gambar berupa dua buah bola yang
menggelinding, seperti Gambar 4.1. Kedua bola memiliki posisi yang berbeda
pada saat-saat tertentu.
Gambar 4.1 Dua Buah Bola yang Menggelinding (pada Soal No.1)
Dari Gambar 4.1, siswa diminta untuk menentukan pada posisi mana saat
kedua bola memiliki kelajuan yang sama. Soal ini mengukur pemahaman siswa
mengenai konsep posisi dan kelajuan. Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi
pada konsep ini diharapkan menjawab kedua bola memiliki kelajuan yang sama
saat berada di antara posisi ke-2 dan ke-3, dengan alasan dua benda memiliki
kelajuan yang sama apabila mengalami perubahan posisi yang sama pada selang
waktu yang sama.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa kedua bola
memiliki kelajuan yang sama pada posisi 4, dengan alasan dua benda pada posisi
yang sama memiliki kelajuan yang sama. Dari 66 siswa yang menjadi sampel,
siswa yang mengalami miskonsepsi sebanyak 4,55%. Mereka berasumsi, benda
pada posisi yang sama memiliki kelajuan yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Analisis miskonsepsi 2:
Analisis miskonsepsi yang kedua diperoleh dengan mengamati jawaban
siswa pada item soal no. 2 dan no. 6. Pada soal no.2 dan no. 6, siswa disajikan
gambar berupa dua buah bola yang menggelinding, seperti Gambar 4.2. Kedua
bola memiliki posisi yang berbeda pada saat-saat tertentu.
(a)
(b)
Gambar 4.2 Dua Buah Bola yang Menggelinding: (a) pada Soal No.2; (b) pada Soal No.6
Dari kedua gambar di atas, siswa diminta untuk menentukan bola yang
bergerak lebih cepat. Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep
posisi dan kelajuan. Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini
diharapkan menjawab: pada soal no.2, bola biru dan bola merah bergerak dengan
kelajuan yang sama, dengan alasan dua benda memiliki kalajuan yang sama
apabila mengalami perubahan posisi yang sama pada selang waktu yang sama;
pada soal no.6, bola biru bergerak lebih cepat daripada bola merah, dengan alasan
dua benda memiliki kelajuan yang sama apabila mengalami perubahan posisi
yang sama pada selang waktu yang sama atau jarak antara dua posisi bola biru
lebih besar daripada jarak antara dua posisi bola merah untuk selang waktu yang
sama.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa bola yang
berada di depan bola lain bergerak dengan kelajuan yang lebih besar. Dari 66
siswa yang menjadi sampel, sebanyak 9,09% siswa mempunyai miskonsepsi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada no.2. Meskipun model soal ini diulangi pada no.6, ada siswa yang
mengalami miskonsepsi, yaitu sebanyak 21,21%.
Berdasarkan soal no. 2 dan no. 6, rata-rata siswa yang masih mengalami
miskonsepsi mengenai posisi dan kelajuan adalah 15,15%. Mereka beranggapan
bahwa jika terdapat dua buah benda yang bergerak, maka benda yang berada di
depan benda lain bergerak dengan kelajuan yang lebih besar.
Analisis miskonsepsi 3:
Analisis miskonsepsi yang ketiga diperoleh dengan mengamati jawaban
siswa pada item soal no.3. Pada soal ini, siswa diberi pertanyaan mengenai konsep
percepatan dan kecepatan. Ditanyakan kepada siswa, bagaimana kecepatan benda
jika percepatan benda tersebut nol.
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab kecepatan benda tidak selalu nol, dengan alasan sebuah mobil yang
bergerak dengan kecepatan tetap memiliki percepatan nol. Percepatan rata-rata
didefinisikan sebagai perubahan kecepatan dibagi waktu yang diperlukan untuk
perubahan tersebut. Sehingga sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan
konstan pada lintasan lurus memiliki percepatan sama dengan nol karena tidak ada
perubahan kecepatan.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa ketika
percepatan benda adalah nol maka benda diam sehingga kecepatan benda tersebut
selalu nol. Dari 66 siswa yang menjadi sampel, siswa yang mengalami
miskonsepsi sebanyak 6,06%.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah, siswa
beranggapan jika percepatan sebuah benda adalah nol, maka kecepatan benda
tersebut juga nol.
Analisis miskonsepsi 4:
Analisis miskonsepsi yang keempat diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no.4. Pada soal ini, siswa disajikan gambar berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebuah balok yang bergerak ke kanan pada bidang licin, Gambar 4.3a. Balok
tersebut bergerak dan kemudian berbalik ke posisi awal.
(a)
(b)
Gambar 4.3 Pada Soal No. 4: (a) Sebuah Balok yang Bergerak pada Bidang Licin; (b) Grafik Kecepatan Terhadap Waktu
Dari Gambar 4.3a, siswa diminta untuk memilih gambar grafik kecepatan
terhadap waktu dari pergerakan balok tersebut. Soal ini mengukur pemahaman
siswa mengenai konsep kecepatan. Siswa diharapkan tidak mengalami
miskonsepsi pada konsep ini dengan memilih Gambar 4.3b, dengan alasan
kecepatan merupakan besaran vektor sehingga arah mempengaruhi nilai
kecepatan. Balok mula-mula bergerak dipercepat pada lintasan yang menurun,
kemudian pada lintasan datar balok bergerak dengan kecepatan tetap. Pada
lintasan menanjak, balok bergerak diperlambat. Saat balok berjalan menuju posisi
awal, balok bergerak berlawanan arah dengan arah awal gerakan balok. Balok
bergerak dipercepat pada lintasan menurun, kemudian pada lintasan datar balok
bergerak dengan kecepatan tetap. Pada lintasan menanjak menuju posisi awal,
balok bergerak diperlambat. Kecepatan merupakan besaran vektor, sehingga nilai
positif atau negatif menunjukkan arah kecepatan.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Ada 18 siswa yang mengalami miskonsepsi memilih Gambar 4.4a,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan alasan kecepatan sebuah benda selalu bernilai positif. Sedangkan 2 siswa
lain yang mengalami miskonsepsi memilih Gambar 4.4b, dengan alasan grafik
kecepatan terhadap waktu sama dengan bentuk lintasan yang dilalui oleh balok.
(a)
(b)
Gambar 4.4 Grafik Kecepatan Terhadap Waktu (pada Soal No.4): (a) Kecepatan Selalu Bernilai Positif; (b) Grafik Kecepatan Terhadap Waktu Sama dengan Bentuk Lintasan yang Dilalui
Dari 66 siswa yang menjadi sampel, secara keseluruhan, sebanyak
30,30% siswa mengalami miskonsepsi. Dengan demikian, miskonsepsi yang
dialami siswa adalah siswa beranggapan bahwa:
Kecepatan selalu bernilai positif (27,27%).
Grafik kecepatan terhadap waktu sama seperti lintasan yang ditempuh benda
(3,03%).
Analisis miskonsepsi 5:
Analisis miskonsepsi yang kelima diperoleh dengan mengamati jawaban
siswa pada item soal no.5. Pada soal ini, siswa diberi pertanyaan mengenai konsep
percepatan dan kecepatan pada gerak melingkar. Ditanyakan kepada siswa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bagaimana besarnya percepatan jika sebuah mobil berjalan melewati suatu
tikungan dengan besar kecepatan tetap.
Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini diharapkan
menjawab besarnya percepatan mobil tidak nol, dengan alasan percepatan
merupakan besarnya perubahan kecepatan dan merupakan besaran vektor. Pada
gerak melingkar, besarnya kecepatan benda adalah tetap namun arah
kecepatannya berubah-ubah. Perubahan arah kecepatan ini menyebabkan adanya
percepatan yang disebut percepatan sentripetal.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa jika
besarnya kecepatan mobil adalah tetap, maka besar percepatan mobil tersebut nol.
Percepatan dinyatakan sebagai seberapa cepat kecepatan sebuah benda berubah.
Pada pengertian ini, siswa seringkali tidak memahami bahwa perubahan
kecepatan yang dimaksud adalah perubahan dalam arah maupun besarnya
kecepatan karena kecepatan merupakan besaran vektor. Mereka terpancang pada
gerakan benda dalam lintasan lurus, yaitu arah kecepatan selalu tetap. Dari 66
siswa yang menjadi sampel, sebanyak 65,15 % siswa mengalami miskonsepsi.
Mereka beranggapan, jika besar kecepatan sebuah benda adalah tetap (konstan)
maka percepatan benda tersebut adalah nol.
Analisis miskonsepsi 6:
Analisis miskonsepsi yang keenam diperoleh dengan mengamati jawaban
siswa pada item soal no.7. Pada soal ini, siswa disajikan gambar berupa sebuah
balok yang bergerak ke kanan pada bidang licin, Gambar 4.5a. Balok tersebut
bergerak dan kemudian berbalik ke posisi awal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(a)
(b)
Gambar 4.5 Pada Soal No.7: (a) Sebuah Balok yang Bergerak pada Bidang Licin; (b) Grafik Posisi Terhadap Waktu
Dari Gambar 4.5a, siswa diminta untuk memilih gambar grafik posisi
terhadap waktu dari pergerakan balok tersebut. Soal ini mengukur pemahaman
siswa mengenai konsep posisi. Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi
pada konsep ini dengan memilih Gambar 4.5b, dengan alasan sepanjang lintasan,
balok melakukan gerak lurus dengan kecepatan tetap (GLB), gerak lurus berubah
beraturan dipercepat (GLBB dipercepat), dan GLBB diperlambat. Perbedaan
grafik posisi terhadap waktu dari GLB, GLBB dipercepat, dan GLBB diperlambat
ditunjukan dengan perbedaan ketebalan garis pada Gambar 4.5b. Balok mula-
mula bergerak dipercepat pada lintasan yang menurun (garis agak tebal),
kemudian pada lintasan datar balok bergerak dengan kecepatan tetap (garis tebal).
Pada lintasan menanjak, balok bergerak diperlambat (garis tipis). Saat balok
berjalan menuju posisi awal, balok bergerak berlawanan arah dengan arah awal
gerakan balok. Balok bergerak dipercepat pada lintasan menurun (garis agak
tebal), kemudian pada lintasan datar balok bergerak dengan kecepatan tetap (garis
tebal). Pada lintasan menanjak menuju posisi awal, balok bergerak diperlambat
(garis tipis).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Sebanyak 18,18% siswa memilih Gambar 4.6, dengan alasan grafik
posisi terhadap waktu sama dengan bentuk lintasan yang dilalui oleh balok.
Gambar 4.6 Grafik Posisi Terhadap Waktu Sama dengan Bentuk Lintasan yang Dilalui (pada Soal No.7)
Analisis miskonsepsi 7:
Analisis miskonsepsi yang ketujuh diperoleh dengan mengamati jawaban
siswa pada item soal no.8 dan no. 17. Kedua soal ini mengukur pemahaman siswa
mengenai konsep percepatan dan kecepatan. Pada soal no.8, siswa diberi
pertanyaan apakah kecepatan dan percepatan selalu memiliki arah yang sama.
Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini diharapkan menjawab
kecepatan tidak selalu memiliki arah yang sama dengan percepatan. Contohnya,
pada gerak vertikal ke atas, kecepatan benda menuju ke atas sementara
percepatannya menuju ke bawah (percepatan gravitasi). Percepatan merupakan
besaran vektor. Percepatan dapat bernilai positif dan juga dapat bernilai negatif.
Benda akan bergerak dipercepat jika kecepatan dan percepatan memiliki arah
yang sama. Namun benda akan bergerak diperlambat jika percepatan dan
kecepatan memiliki arah yang berbeda.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi memilih kecepatan selalu
memiliki arah yang sama dengan percepatan. Mereka memilih alasan yang berupa
contoh, jika mobil bergerak ke depan maka kecepatannya menuju ke depan dan
percepatannya selalu menuju ke depan pula. Dari 66 siswa yang menjadi sampel,
sebanyak 10,61% siswa mengalami miskonsepsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada soal no. 17, siswa disajikan gambar berupa bola billiard yang
bergerak pada meja billiard kasar menuju ke tepi meja, Gambar 4.7. Arah
kecepatan bola ditunjukkan oleh tanda panah.
Gambar 4.7 Bola Billiard (pada Soal No.17)
Dari Gambar 4.7, siswa diminta untuk memilih gambar arah percepatan
bola. Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini diharapkan
memilih gambar , dengan alasan bola bergerak diperlambat. Pada soal
diberitahukan bahwa bola bergerak pada lintasan kasar. Jika benda bergerak pada
lintasan kasar, maka benda tersebut tidak akan bergerak terus menerus tetapi
benda akan berhenti pada suatu saat karena adanya gaya gesek yang menghambat
gerakan benda.
Dari jawaban siswa, ternyata ada miskonsepsi yang terdeteksi. Siswa
yang mengalami miskonsepsi memilih gambar , dengan alasan
percepatan selalu searah dengan kecepatan. Dari 66 siswa yang menjadi sampel,
sebanyak 39,39% siswa mempunyai miskonsepsi.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: siswa
beranggapan kecepatan dan percepatan selalu memiliki arah yang sama.
Analisis miskonsepsi 8:
Analisis miskonsepsi yang kedelapan diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 9. Soal ini mengukur tingkat pemahaman siswa
mengenai konsep percepatan dan kecepatan. Siswa diberi pertanyaan
bagaimanakah percepatan benda jika kecepatan sesaat benda tersebut adalah nol.
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab jika kecepatan sesaat suatu benda yang bergerak adalah nol maka
percepatan benda tersebut tidak selalu nol. Contohnya, mangga yang jatuh dari
pohonnya memiliki kecepatan awal nol dan percepatan mangga tersebut tidak nol,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
namun sebesar percepatan gravitasi. Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai
perubahan kecepatan dibagi waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa ketika
kecepatan nol, maka benda diam sehingga percepatan juga nol. Dari 66 siswa
yang menjadi sampel, sebanyak 46,97% siswa mengalami miskonsepsi.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: jika
kecepatan sesaat benda nol, maka percepatan benda tersebut juga nol.
Analisis miskonsepsi 9:
Analisis miskonsepsi yang kesembilan diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 10. Pada soal ini siswa diberi pertanyaan berupa
kasus atau suatu kejadian. Dua buah sepeda motor pada saat yang sama memiliki
kecepatan yang berbeda, yaitu pengendara satu berkecepatan 40 km/jam dan
pengendara dua berkecepatan 60 km/jam. Ditanyakan kepada siswa mengenai
besarnya percepatan rata-rata kedua sepeda motor tersebut. Soal ini mengukur
pemahaman siswa mengenai konsep percepatan dan kecepatan.
Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini diharapkan
menjawab percepatan rata-rata pengendara dua tidak selalu lebih besar daripada
pengendara satu, dengan alasan besarnya percepatan rata-rata dipengaruhi oleh
kecepatan awal dan kecepatan akhir, dalam soal tidak diketahui apakah mereka
bergerak dipercepat atau diperlambat. Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai
perubahan kecepatan dibagi waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa pengendara
dua memiliki kecepatan yang selalu lebih besar daripada pengendara satu, dengan
alasan besarnya kecepatan menunjukkan besarnya percepatan. Dari 66 siswa yang
menjadi sampel, sebanyak 6,06% siswa mengalami miskonsepsi.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah:
kecepatan yang lebih besar menunjukan percepatan yang lebih besar pula.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Analisis miskonsepsi 10:
Analisis miskonsepsi yang kesepuluh diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 11. Pada soal ini siswa diberi pertanyaan
bagaimana percepatan sebuah benda bila kelajuannya tetap. Soal ini mengukur
pemahaman siswa mengenai konsep percepatan, kecepatan, dan kelajuan.
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab percepatan benda tidak selalu nol karena benda yang mengelilingi
sebuah lingkaran akan selalu dipercepat. Pada gerak melingkar, besarnya
kecepatan (kelajuan) benda adalah tetap namun arah kecepatannya berubah-ubah.
Perubahan arah kecepatan ini menyebabkan adanya percepatan yang disebut
percepatan sentripetal.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa percepatan
benda selalu nol, dengan alasan sebuah mobil yang bergerak dengan kelajuan
tetap memiliki percepatan nol dan anggapan bahwa kecepatan sama dengan
kelajuan. Dari 66 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 90,91% atau 60 siswa
mengalami miskonsepsi. Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa
adalah: siswa beranggapan jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan)
maka percepatan benda tersebut adalah nol.
Analisis miskonsepsi 11:
Analisis miskonsepsi yang kesebelas diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 12. Pada soal ini, siswa disajikan grafik
kecepatan terhadap waktu dari sebuah mobil yang bergerak, Gambar 4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Kecepatan Terhadap Waktu (pada Soal No.12)
Dari Gambar 4.8, siswa diminta untuk menentukan pergerakan mobil
selama interval waktu yang ditunjukkan. Soal ini mengukur pemahaman siswa
mengenai konsep kecepatan. Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada
konsep ini dengan menjawab mobil bergerak diperlambat, dengan alasan
kecepatan merupakan besaran vektor. Dalam grafik tersebut terlihat pada waktu
0 s kecepatan mobil 10 m/s, dan pada waktu 10 s kecepatan mobil 0 m/s. Tanda
positif dan negatif pada kecepatan menunjukan arah dari kecepatan tersebut.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menjawab mobil dipercepat,
dengan alasan gradien grafik bernilai positif sehingga kecepatan benda bertambah.
Dari 66 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 62,12% siswa mempunyai
miskonsepsi ini. Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah:
gradient yang bernilai positif dari suatu grafik kecepatan selalu menunjukkan
benda dipercepat.
Analisis miskonsepsi 12:
Analisis miskonsepsi yang keduabelas diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 13. Pada soal ini, siswa disajikan Gambar 4.9
sebagai berikut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.9 Hendra Berjalan pada Sebuah Jembatan (pada Soal No.13)
Pada Gambar 4.9, Hendra berjalan ke arah Utara pada sebuah jembatan.
Sebuah mobil berjalan di bawah jembatan kearah Barat. Kemudian siswa diminta
untuk memilih gambar arah vektor kecepatan mobil yang dilihat oleh Hendra.
Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini
diharapkan memilih gambar , dengan alasan vektor kecepatan mobil
bergantung pada titik acuannya. Titik acuan dalam soal ini adalah Hendra. Dari
jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami miskonsepsi. 2
orang siswa (3,03%) yang mengalami miskonsepsi memilih gambar ,
dengan alasan bumi merupakan titik acuan vektor kecepatan mobil. Dan 5 orang
siswa (7,58%) memilih gambar yang sama dengan alasan vektor kecepatan mobil
hanya bergantung pada mobil itu sendiri. Secara keseluruhan, sebanyak 10,61%
siswa mengalami miskonsepsi.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah:
Bumi selalu menjadi titik acuan.
Kecepatan hanya bergantung pada benda yang memiliki kecepatan tersebut dan
tidak bergantung pada pengamat.
Analisis miskonsepsi 13:
Analisis miskonsepsi yang ketigabelas diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 14. Pada soal ini siswa diberi pertanyaan
mengenai konsep percepatan pada gerak vertikal. Ditanyakan kepada siswa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bagaimana percepatan benda pada titik tertinggi bila benda tersebut dilempar ke
atas.
Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini diharapkan
menjawab percepatan benda tidak selalu nol karena pada gerak vertikal ke atas
percepatan benda selalu tetap. Pada gerak vertikal ke atas, kecepatan benda
menuju ke atas sementara percepatannya menuju ke bawah. Percepatan yang
terjadi pada gerak vertikal ke atas adalah percepatan gravitasi. Percepatan
gravitasi selalu bernilai tetap (konstan). Percepatan merupakan besaran vektor.
Percepatan dapat bernilai positif dan juga dapat bernilai negatif.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa percepatan
benda selalu nol, dengan alasan pada titik tertinggi kecepatan benda nol sehingga
percepatan benda juga nol. Dari 66 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 21,21%
siswa mengalami miskonsepsi.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: siswa
beranggapan bahwa benda yang dilempar ke atas mempunyai percepatan nol pada
titik tertinggi.
Analisis miskonsepsi 14:
Analisis miskonsepsi yang keempatbelas diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 15. Pada soal ini, siswa disajikan Gambar 4.10,
berupa dua buah balok yang berukuran sama, yang satu terbuat dari besi, yang
lainnya terbuat dari styrofoam. Kedua balok tersebut dijatuhkan pada saat yang
sama dari ketinggian yang sama.
Gambar 4.10 Dua Buah Balok yang Dijatuhkan (pada Soal No.15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari Gambar 4.10, siswa diminta untuk menentukan balok mana yang
menyentuh lantai lebih dulu jika gaya gesek udara diabaikan. Soal ini mengukur
pemahaman siswa mengenai konsep gerak jatuh bebas dengan gaya gesek udara
diabaikan. Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini
dengan menjawab kedua balok menyentuh lantai pada saat yang bersamaan,
karena waktu jatuh tidak tergantung pada massa benda dan percepatan benda jatuh
bebas selalu tetap (percepatan gravitasi) dan sama (untuk kedua balok).
Jika gesekan udara dapat diabaikan dibandingkan dengan berat benda,
massanya atau beratnya justru tidak mempengaruhi sama sekali. Siswa sudah
mendapatkan materi mengenai gerak jatuh bebas, salah satunya rumus 2
21
gts
mengenai hubungan antara jarak ( s ) yang ditempuh dalam gerak jatuh bebas
dengan percepatan gravitasi ( g ) dan waktu ( t ). Rumus tersebut dapat diolah
kembali dalam bentuk gs
t2
. Jadi jelas bahwa waktu jatuh hanya ditentukan
oleh s dan g saja, massa benda tidak berpengaruh (asal gesekan dapat diabaikan)
(Berg, 1991: 34-35).
Pada suatu lokasi tertentu di Bumi dan dengan tidak adanya hambatan
udara, semua benda jatuh dengan percepatan konstan yang sama (Giancoli, 2001:
39). Percepatan ini disebabkan oleh gravitasi Bumi, sehingga disebut percepatan
gravitasi (g = 9,8 m/s2). Sebenarnya g sedikit bervariasi menurut garis lintang dan
ketinggian, tetapi variasi ini begitu kecil sehingga kita bisa mengabaikannya untuk
sebagian besar kasus. Gerak jatuh bebas adalah gerak bebas suatu benda yang
hanya dipengaruhi oleh percepatan gravitasi, tanpa memperhatikan gerakan awal
benda (Serway dan Jewett, 2004: 40).
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menjawab balok besi akan
menyentuh lantai lebih dulu, dengan alasan massa balok besi lebih besar daripada
massa balok styrofoam. Dari 66 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 78,79 %
siswa mempunyai miskonsepsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: pada
peristiwa gerak jatuh bebas, benda yang massanya lebih besar akan jatuh lebih
cepat daripada benda yang massanya lebih ringan.
Analisis miskonsepsi 15:
Analisis miskonsepsi yang kelimabelas diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 16. Pada soal ini, siswa disajikan gambar berupa
dua buah bola yang berada pada ketinggian yang sama, Gambar 4.11. Bola biru
dijatuhkan, sedangkan bola merah didorong kearah horizontal.
Gambar 4.11 Dua Buah Bola yang Dijatuhkan (pada Soal No.16)
Dari Gambar 4.11, siswa diminta untuk menentukan bola mana yang
sampai ke lantai lebih dulu jika gaya gesek udara diabaikan. Soal ini mengukur
pemahaman siswa mengenai konsep gerak jatuh bebas dengan gaya gesek udara
diabaikan. Diharapkan siswa tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini
dengan menjawab kedua bola sampai ke lantai pada saat yang bersamaan, karena
waktu jatuh dipengaruhi oleh percepatan gravitasi dan panjang lintasan tidak
mempengaruhi gerak vertikal kedua benda.
Gambar 4.12 Vektor dan pada bola merah (pada Soal No.16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada komponen vertikal (y) dari gerak bola merah, ketika t = 0 bola
mengalami percepatan vertikal ke bawah, g, percepatan yang disebabkan oleh
gravitasi. Dengan demikian pada awalnya nol tetapi terus bertambah dengan
arah ke bawah (sampai bola mengenai lantai). Bila arah y positif ke bawah, maka
y = , sehingga y = t karena percepatan awal pada arah vertikal adalah nol.
Jika ditentukan yo = 0, maka perpindahan vertikal y dinyatakan dengan .
Sebuah benda yang dilepaskan dengan arah horizontal akan mencapai lantai pada
saat yang sama dengan sebuah benda yang dijatuhkan secara vertikal. Hal ini
disebabkan karena gerak vertikal sama pada kedua kasus. (Giancoli, 2001: 69).
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menjawab bola biru sampai ke
lantai lebih dulu, dengan alasan lintasan bola biru lebih pendek daripada lintasan
bola merah. Dari 66 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 83,33% siswa
mempunyai miskonsepsi ini. Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami
siswa adalah: pada peristiwa seperti Gambar 4.11, semakin besar panjang lintasan
maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lantai.
Analisis miskonsepsi 16:
Analisis miskonsepsi yang keenambelas diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 18. Pada soal ini siswa diberi pertanyaan
mengenai konsep percepatan pada gerak melingkar. Ditanyakan kepada siswa,
jika sebuah motor bergerak dan mengalami percepatan, bagaimana arah
pergerakan motor tersebut.
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab motor tidak selalu bergerak lurus, dengan alasan percepatan
mempengaruhi arah gerak dan benda yang bergerak melingkar selalu mengalami
percepatan. Percepatan didefinisikan sebagai perubahan kecepatan, bukan
perubahan kelajuan. Pada gerak melingkar, meskipun besarnya kecepatan tetap,
namun arah kecepatan selalu berubah sehingga tetap ada percepatan pada gerak
melingkar beraturan. Percepatan tidak hanya terjadi pada lintasan lurus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap bahwa motor
selalu bergerak lurus, dengan alasan percepatan tidak dapat merubah arah gerak.
Dari 66 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 19,70% siswa mengalami
miskonsepsi. Profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: percepatan tidak
dapat merubah arah gerak benda, dengan kata lain, percepatan hanya terjadi pada
lintasan lurus.
Analisis miskonsepsi 17:
Analisis miskonsepsi yang ketujuh belas diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 19. Pada soal ini siswa diberi pertanyaan
mengenai konsep percepatan dan kecepatan. Ditanyakan kepada siswa sebuah soal
cerita tentang dua orang yang sedang balapan mobil. Keduanya memiliki
kecepatan yang sama pada detik keempat, padahal Adi (pengendara 1) bergerak
pada t=0s, sedangkan Billy (pengendara 2) bergerak sedetik kemudian. Siswa
diminta untuk membandingkan percepatan kedua pembalap pada detik keempat
tersebut.
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab percepatan mobil Billy > percepatan mobil Adi, dengan alasan
besarnya percepatan dipengaruhi oleh kecepatan awal dan kecepatan akhir. Atau
dengan memilih alasan waktu yang dibutuhkan Billy lebih sedikit daripada waktu
yang dibutuhkan Adi. Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan
kecepatan dibagi waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menjawab percepatan mobil
Adi = percepatan mobil Billy, dengan alasan Adi dan Billy memiliki kecepatan
yang sama pada t = 4s sehingga percepatan keduanya juga sama. Dari 66 siswa
yang menjadi sampel, sebanyak 15,15% siswa mengalami miskonsepsi.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: pada
saat kecepatan dua benda sama, percepatan kedua benda tersebut juga sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Analisis miskonsepsi 18:
Analisis miskonsepsi yang kedelapan belas diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 20. Pada soal ini siswa diberi pertanyaan
mengenai konsep kelajuan dan kecepatan. Ditanyakan kepada siswa sebuah soal
cerita tentang Dinda yang bergerak mengelilingi perumahan dan kembali ke posisi
awal. Jarak yang ditempuh 2 km dalam waktu 10 menit. Siswa diminta untuk
menentukan besarnya kecepatan rata-rata dan kelajuan rata-rata Dinda.
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab besarnya kecepatan rata-rata Dinda = 0, kelajuan rata-rata Dinda = 12
km/jam. Dengan alasan alasan yang dipilih, kecepatan merupakan besaran vector,
kelajuan merupakan besaran skalar.
Secara umum, laju rata-rata sebuah benda didefinisikan sebagai jarak
yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk
menempuh jarak tersebut. Bila suatu benda memerlukan waktu (t) untuk
menempuh jarak (s), maka:
Laju rata-rata =
Kecepatan digunakan untuk menyatakan besar (nilai numerik) mengenai
seberapa cepat suatu benda bergerak dan arah geraknya. Kecepatan adalah besaran
vektor. Satuan kecepatan dan kelajuan yang sering digunakan adalah satuan m/s
atau km/jam. Ada perbedaan antara laju dan kecepatan, yaitu: kecepatan rata-rata
didefinisikan dalam hubungannya dengan perpindahan, dan bukan dalam jarak
total yang ditempuh. Bila benda memerlukan waktu )( t untuk mengalami
perpindahan )( s , maka:
Kecepatan rata-rata =
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menjawab besarnya kecepatan
Jarak total yang ditempuh
Waktu yang diperlukan
Perpindahan
Waktu yang diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
rata-rata Dinda = kelajuan rata-rata Dinda = 12 km/jam, dengan alasan besarnya
kecepatan rata-rata dan kelajuan rata-rata dipengaruhi oleh jarak tempuh. Dari 66
siswa yang menjadi sampel, sebanyak 30,30% siswa mengalami miskonsepsi.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: siswa
beranggapan kelajuan sama dengan besarnya kecepatan.
Analisis miskonsepsi 19:
Analisis miskonsepsi yang kesembilan belas diperoleh dengan
mengamati jawaban siswa pada item soal no. 21. Pada soal ini siswa diberi
pertanyaan mengenai konsep jarak dan perpindahan. Siswa disajikan Gambar 4.13
yang posisi seekor semut. Semut berjalan dari D ke B kemudian ke C. Siswa
diminta untuk menentukan jarak dan perpindahan semut.
Gambar 4.13 Posisi (pada Soal No.21)
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab jarak = 7 cm, besarnya perpindahan = 3 cm. Dengan alasan yang
dipilih, perpindahan merupakan besaran vector, jarak merupakan besaran skalar.
Perpindahan adalah perubahan kedudukan ditinjau dari kedudukan awal dan
kedudukan akhir dengan memperhatikan arah gerak benda pada suatu interval
waktu. Jarak merupakan besaran skalar, dan didefinisikan sebagai panjang
lintasan sesungguhnya yang ditempuh oleh benda tanpa memandang arah gerak
benda.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. 4 orang siswa yang mengalami miskonsepsi menjawab jarak = 7 cm,
besarnya perpindahan = 7 cm, dengan alasan jarak dan besarnya perpindahan
bergantung pada panjang lintasan yang ditempuh. Dan 1 siswa memilih jawaban
yang sama dengan alasan jarak selalu sama dengan besarnya perpindahan. Secara
keseluruhan, sebanyak 7,58% siswa mengalami miskonsepsi. Dengan demikian,
profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: jarak selalu sama dengan
perpindahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Analisis miskonsepsi 20:
Analisis miskonsepsi yang kedua puluh diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 22. Pada soal ini siswa diberi pertanyaan
mengenai konsep gerak vertikal. Ditanyakan kepada siswa jika gesekan udara
diabaikan, bagaimanakah kelajuan buah kelapa yang jatuh dari pohonnya.
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab kelajuan buah kelapa semakin besar, dengan alasan percepatan benda
jatuh bebas selalu tetap.
adanya hambatan udara, semua benda jatuh dengan percepatan konstan yang
sehingga disebut percepatan gravitasi (g = 9,8 m/s2). Sebenarnya g sedikit
bervariasi menurut garis lintang dan ketinggian, tetapi variasi ini begitu kecil
Gerak jatuh
bebas adalah gerak bebas suatu benda yang hanya dipengaruhi oleh percepatan
grav
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menjawab kelajuan buah kelapa
tetap, dengan alasan kelajuan hanya dipengaruhi oleh jarak tempuh dan waktu
tempuh, atau dengan memilih alasan percepatan benda jatuh bebas selalu tetap.
Dari 66 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 42,42% siswa mengalami
miskonsepsi. Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah:
pada gerak jatuh bebas, benda jatuh dengan kelajuan tetap.
Analisis miskonsepsi 21:
Analisis miskonsepsi yang kedua puluh satu diperoleh dengan
mengamati jawaban siswa pada item soal no. 23. Pada soal ini siswa diberi
pertanyaan mengenai konsep percepatan dan kelajuan. Ditanyakan kepada siswa
sebuah soal cerita. Seorang anak bergerak meninggalkan sebuah kursi taman.
Pada detik pertama, dia berjalan sepanjang 1 m. Pada detik kedua, dia berjalan
sepanjang 2 m. Dan pada detik ketiga, dia berjalan sepanjang 3 m. Ditanyakan
kepada siswa kelajuan rata-rata dan besarnya percepatan anak tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab kelajuan rata-rata = 2 dan besarnya percepatan = 1, dengan alasan
percepatan dipengaruhi oleh kecepatan awal dan kecepatan akhir. Secara umum,
laju rata-rata sebuah benda didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh sepanjang
lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut. Bila
suatu benda memerlukan waktu ( t ) untuk menempuh jarak ( s ), maka:
Laju rata-rata =
Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan kecepatan dibagi
waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. 25 siswa (37,88%) yang mengalami miskonsepsi menjawab kelajuan
rata-rata = besarnya percepatan = 1, dengan alasan kelajuan dan besarnya
percepatan dipengaruhi oleh jarak tempuh. Dan 5 siswa (7,58%) memilih jawaban
yang sama dengan alasan jarak tempuh selalu sama dengan perpindahan. Secara
keseluruhan, sebanyak 45,45% siswa mengalami miskonsepsi. Dengan demikian,
profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: kelajuan sama dengan besarnya
percepatan.
Analisis miskonsepsi 22:
Analisis miskonsepsi yang kedua puluh dua diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 24. Soal ini mengukur pemahaman siswa
mengenai konsep percepatan pada gerak melingkar. Pada soal ini siswa disajikan
sebuah gambar pendulum (Gambar 4.14a) yang bergerak melingkar. Ditanyakan
kepada siswa arak percepatan pendulum tersebut.
Jarak total yang ditempuh
Waktu yang diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(a) (b)
(c)
Gambar 4.14 Pendulum yang Bergerak Melingkar (pada Soal No.24): (a) Arah Gerak Pendulum; (b) Arah Percepatan Pendulum Menuju ke Pusat; (c) Arah Percepatan Pendulum Searah dengan Gerak Pendulum
Siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini diharapkan
memilih Gambar 4.14b, dengan alasan percepatan mempengaruhi perubahan
kecepatan. Pada gerak melingkar beraturan, arah kecepatan linier benda pada
suatu titik adalah searah dengan arah garis singgung lingkaran pada titik tersebut.
Jadi, pada gerak melingkar beraturan, vektor kecepatan linier adalah tidak tetap
karena arahnya selalu berubah, sedangkan kelajuan linier (besar kecepatan linier)
adalah tetap. Pada gerak melingkar beraturan, percepatan yang timbul adalah
percepatan sentripetal yang arahnya menuju ke pusat lingkaran.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi memilih Gambar 4.14c, dengan
alasan percepatan selalu memiliki arah yang sama dengan arah pergerakan benda.
Dari 66 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 43,94% siswa mengalami
miskonsepsi. Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah:
percepatan selalu memiliki arah yang sama dengan arah pergerakan benda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Analisis miskonsepsi 23:
Analisis miskonsepsi yang kedua puluh tiga diperoleh dengan mengamati
jawaban siswa pada item soal no. 25. Pada soal ini siswa diberi pertanyaan
mengenai konsep waktu tempuh. Ditanyakan kepada siswa sebuah soal cerita.
Dua buah bus berangkat dari Surabaya menuju terminal Solo. Bus Sumber
Kencono tiba di terminal pada pukul 11.00. Bus Eka tiba di terminal pada pukul
11.30. siswa diminta untuk membandingkan waktu tempuh kedua bus tersebut.
Siswa diharapkan tidak mengalami miskonsepsi pada konsep ini dengan
menjawab waktu tempuh kedua bus tidak dapat ditentukan, dengan alasan waktu
tempuh bergantung pada jarak dan kecepatan, atau dengan memilih alasan waktu
tempuh juga ditentukan oleh waktu keberangkatan.
Dari jawaban siswa, ternyata ada beberapa siswa yang mengalami
miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi menjawab waktu tempuh bus
Eka lebih lama, dengan alasan bus Eka tiba di terminal Solo lebih akhir. Dari 66
siswa yang menjadi sampel, sebanyak 7,58% siswa mengalami miskonsepsi.
Dengan demikian, profil miskonsepsi yang dialami siswa adalah: waktu tempuh
dapat diukur tanpa menetapkan waktu awal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data kepemilikan miskonsepsi pada pokok bahasan
Gerak, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terbukti bahwa sebagian siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun
Pelajaran 2010/2011 memiliki miskonsepsi pada pokok bahasan Gerak.
Miskonsepsi terjadi pada beberapa sub materi dengan tingkatan yang
berbeda-beda, yaitu antara 4,55% sampai dengan 90,91%.
2. Adapun profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa dengan prosentase lebih
dari 30% adalah sebagai berikut: 1) Kelajuan sama dengan besarnya
kecepatan; 2) Gradien yang bernilai positif dari suatu grafik kecepatan selalu
menunjukan benda dipercepat; 3) Kecepatan dan percepatan selalu memiliki
arah yang sama; 4) Jika kecepatan sesaat benda nol, maka percepatan benda
tersebut juga nol; 5) Jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan) maka
percepatan benda tersebut adalah nol; 6) Jika besar kecepatan sebuah benda
adalah tetap (konstan), maka percepatan benda tersebut adalah nol;
7) Percepatan selalu memiliki arah yang sama dengan arah pergerakan benda;
8) Pada peristiwa gerak jatuh bebas, benda yang massanya lebih besar akan
jatuh lebih cepat daripada benda yang massanya lebih ringan; 9) Pada gerak
jatuh bebas, benda jatuh dengan kelajuan tetap; 10) Pada peristiwa dua buah
benda yang berada pada ketinggian yang sama, benda pertama jatuh bebas
dengan lintasan lurus sedangkan benda kedua didorong horizontal sehingga
jatuh dengan lintasan lengkung, lintasan yang ditempuh bola kedua lebih
panjang daripada lintasan bola pertama, semakin panjang lintasan maka
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lantai; 11) Kelajuan
sama dengan besarnya percepatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Implikasi
Setelah dilakukan penelitian tentang miskonsepsi pada pokok bahasan
Gerak, maka implikasi dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran yang jelas tentang adanya miskonsepsi pada diri
siswa.
2. Prakonsepsi yang dimiliki siswa berpengaruh besar dalam pemahaman siswa
pada konsep selanjutnya. Sehingga penting bagi seorang guru untuk lebih
memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan konsep baru
kepada siswa.
3. Untuk mengurangi miskonsepsi siswa pada konsep-konsep Fisika dapat
dilakukan beberapa cara berikut:
a. Mendeteksi dan memperbaiki konsepsi siswa.
b. Membantu siswa dalam menghubungkan antar konsep.
c. Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi pada penelitian ini dapat
disarankan sebagai berikut:
1. Perlunya proses belajar mengajar yang mampu mengembangkan penguasaan
konsep secara mendalam.
2. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengkaitkan aspek-
aspek yang belum diungkap antara lain: metode guru mengajar, buku bahan
ajar yang digunakan, prakonsepsi siswa dan lain sebagainya agar lebih
bermanfaat bagi dunia pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user