ANALISIS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH
PADA AKAD MURABAHAH DENGAN
FATWA DSN MUI
(Studi Kasus Bank Tabungan Negara Cabang Syariah Serang)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H)
Oleh
Melika Lulu Oktaviani
11140460000123
PROGAM STUDI MUAMALAT (HUKUM EKONOMI SYARIAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1440 H
ABSTRAK
Melika Lulu Oktaviani. NIM 11140460000123. ANALISIS
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA AKAD
MURABAHAH DENGAN FATWA DSN-MUI (Studi Kasus pada Bank
Tabungan Negara Syariah Cabang Serang). Skripsi. Progam Studi Muamalat
(Hukum Ekonomi Syariah), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2018 M.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep apa saja yang digunakan
oleh BTN Syariah Cabang Serang dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah
pada akad Murabahah. Serta bagaimana pengimplementasiannya dari awal
terjadinya pembiayaan bermasalah sampai tahapan akhir penyelesaian apakah
sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI.
Metode yang gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu
dengan melakukan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Pengelolahan data menggunakan cara deskriptif analisis, sedangkan
untuk jenis data yang dibutuhkan ialah data sekunder dan primer.
Dari hasil penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa dalam pemberian
pembiayaan BTN Syariah mempunyai penilaian khusus untuk para calon nasabah
yaitu dengan menggunakan prinsip 6c yaitu character, capacity, capital,
collateral, contion, and constrain. Sedangkan yang menjadi faktor penyebab
pembiayaan bermasalah di BTN Syariah ada 2 faktor yaitu faktor internal seperti
kesalahan pada bank itu sendiri dalam menganalisis data nasabah serta ketidak
cakapan pegawai bank, sedangkan faktor eksternal terjadi pada nasabah itu sendiri
seperti perubahan kondisi ekonomi, bencana alam, serta perceraian. Kemudian
dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada akad murabahah di BTN
Syariah Cabang Serang, menggunakan beberapa tahapan penyelesaian yaitu
Panggilan Intensif, pemberian surat peringatan, rescheduling, pengahapus bukuan
(write off), eksekusi jaminan. Dan implementasiannya masih ada yang tidak sesuai
syariah karena di dalam pengeksekusian jaminan masih ada yang tidak sesuai
dengan Fatwa DSN-MUI.
Kata kunci : penyelesaian, pembiayaan murabahah, pembiayaan murabahah.
Pembimbing : Drs. Hamid Farihi, M. A.
Daftar pustaka : 1998 s.d 2018
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya serta meberikan berkah, kasih sayang dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Penyelesaian
Pembiayaan Bermasalah pada Akad Murabahah dengan Fatwa DSN-MUI
(Studi Kasus Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Serang). Sholawat
serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan umatnya
dari kegelapan dunia ke zaman perdaban ilmu pengetahuan.
Penulis sangat bahagia serta bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas
akhir dalam jenjang Pendidikan Starta Satu (S1) yang penulis tempuh telah
selesai. Serta penulis tidak lupa meminta maaf apabila didalam penulisan skripsi
ini ada yang kurang berkenan dihati para pembaca karena penulis menyadari
penulis masih jauh dari kata sempurna.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
terseleisaikan tanpa adanya dukungan, bimbingan, dorongan dan arahan dari
berbagai pihak yang tentunya tidak dapat dinilai harganya. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimaksih kepada :
1. Dr.H. Asep Saepudin Jahar. Phd. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. A.M. Hasan Ali, M.A dan Abdurauf, M.A Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum
Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Pembimbing akademik dan seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum.
4. Drs. Hamid Farihi, M.A. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. BTN Syariah Cabang Serang yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian.
viii
6. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi,
ayahanda tercinta Udin S.H dan Ibunda tercinta Kholisoh terimakasih atas
perhatiannya, serta rasa cinta dan kasih sayang yang tidak pernah habis.
Terima kasih atas jasa yang tidak akan mungkin bisa terbayar sampi
kapanpun.
7. Teruntuk kakak-kakak dan adikku Syaugi Pratama, Nadia Kholisdiani dan
Muhammad Mujahid Biagi Usama yang turut memberikan doa serta
semangat dan motivasinya.
8. Teruntuk teman-teman seperjuangan dari maba hingga saat ini khususnya
Trisuci Puspito Nagri, Ayu Fauziah, dan Rita Nurjannah. Tanpa kalian ini
tidak berarti apa-apa.
Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT.
Sesungguhnya hanya Allah SWT yang membalas kebaiakan mereka dengan
kebaikan berlipat ganda.
Jakarta, 17 Oktober 2018
Melika Lulu Oktaviani
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ix
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... x
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ....................... 5
C. Tujuan dan Maanfaat penelitian ................................................................... 6
D. Metode Penelitian......................................................................................... 7
E. Sistematika Penelitian .................................................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 11
A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 11
B. Kajian Teoretis ........................................................................................... 18
1. Murabahah .............................................................................................. 18
2. Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah .............................................. 23
3. Perjanjian dalam Pembiayaan Murabahah ............................................. 29
4. Jaminan Dalam Pembiayaan Perbankan Syariah ................................... 32
5. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ................................................... 34
6. Penjelasan Mengenai Isi Fatwa DSN-MUI ............................................ 39
C. Tinjauan ( Review ) Kajian Terdahulu ....................................................... 42
BAB III GAMBARAB UMUM BANK BTN SYARIAH ................................. 12
A. Sejarah BTN Syariah.................................................................................. 12
B. Visi dan Misi BTN Syariah ........................................................................ 47
C. Stuktur Organisasi BTN Syariah ................................................................ 47
D. Produk-produk BTN Syariah ..................................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 56
x
A. Mekanisme Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di BTN Syariah Cabang
Serang ................................................................................................................ 56
B. Analisis Praktek Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada BTN Syariah
Cabang Serang ................................................................................................... 59
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 68
A. Kesimpulan ................................................................................................ 68
B. Rekomendasi .............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah keIslaman institusi keuangan belum cukup dikenal dengan
jelas, namun prinsip tukar menukar dan pinjam-meminjam sudah terjadi
pada saat zaman Nabi Muhammad SAW bahkan jauh sebelumnya prinsip
tersebut sudah terjadi. Kemajuan pembangunan perekonomian dan
perdagangan sangat berpengaruh terhadap lahirnya institusi keuangan,
sehingga para pedagang tidak lagi mengurusi keuangan sendiri.
Konsep organisasi atau lembaga keuangan sesungguhnya sudah
dikenal sejak sebelum zaman Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul.
Lembaga pertama yang didirikan sebagai lembaga bisnis dan sosial yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan ialah lembaga baitul mal (rumah
dana).1
Jelas bahwa terdapat individu-individu yang telah melaksanakan
fungsi perbankan di zaman Rasulullah SAW. Meskipun individu tersebut
tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang
melaksanakan fungsi menerima titipan, ada sahabat yang melaksanakan
fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman
uang, dana ada pula yang memberikan modal kerja.
Pengertian perbankan sendiri terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan memberikan pengertian
perbankan sebagai berikut : “Perbankan adalah segala sesuatu yang
1 Shobirin, “Penyelesaian Pembiayaan Murabahah Bermasalah di Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT)”, Iqtishadia Vol. 9, No 2, 2016.
2
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.
2
Kemudian pengertian bank syariah dalam pasal 2 mengartikan bank
syariah sebagai berikut: “Bank syariah adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat”.
Bank syariah beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Dalam peroperasiannya serta pengembangan pada produknya, bank
syariah berlandaskan Al- Quran dan hadist Nabi SAW. Dengan kata lain
bank syariah ialah sebuah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan
dengan prinsip syariah.3
Jenis produk bank syariah yang ditawarkan pada masyarakat ada tiga
produk yaitu di bidang penghimpun dana dari masyarakat (funding)
bentuknya hampir sama dengan produk penghimpun dana di konvensional
hanya saja yang membedakan ialah dari segi prinsip dan akad yang
digunakan sehingga jenis keuntungan pada masyarakat juga berbeda.4
Selanjutnya adalah produk pelayanan jasa, prinsip ini meliputi seluruh
layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuknya produk yang
bedasarkan prinsip wakalah, kafalh, sharf, hawalah dan rahn. Kemudian
adalah jenis produk penyaluran dana kepada masyarakat (Financing),
produk tersebut dibagi menjadi tiga macam yaitu berupa pembiayaan
berdasarkan jual beli, bagi hasil, dan pembiayaan berupa sewa menyewa.
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli merupakan sistem yang
2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan, Pasal ayat (8) dan ayat (9)
3 Setia Budhi Wilardjo “ Pengertian, Peranan dan Perkemabangan Bank Syariah Di
Indonesia”, Value Added, Vol 2, No 1,2005. 4 Nofinawanti “ Akad dan Produk Perbankan Syariah” Fitrah Vol. 8 No. 2 Juli-Desember
2014
3
menerapkan dengan tata cara jual beli, di mana bank akan membeli
terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai
agen bank pembelian barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual
beli ditambah keuntungan (margin).5 Aplikasinya melalui akad
murabahah, salam dan istishna. Kemudian pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil, sistem ini meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini
dapat terjadi antara bank dengan nasabah penyimpanan dana maupun
antara bank dengan nasabah penerima dana, aplikasinya dengan
menggunakan akad mudharabah dan musyarskah. Yang terakhir adalah
pembiayaan dengan prinsip pinjam meminjam yang bersifat sosial yang
aplikasinya menggunakan akad qard.
Murabahah secara umum diterapkan melalui mekanisme jual beli
barang secara cicilan dengan penambahan margin keuntungan bagi bank.
Porsi pembiayaan dengan akad murabahah saat ini berkontribusi 58% dari
total pembiayaan perbankan syariah Indonesia.6 Umumnya pembiayaan
murabahah dilakukan melalui angsuran yang dilakukan nasabah setiap
periode sesuai dengan kesepakatan di awal akad. Dari sistem angsuran
tersebut sering timbul masalah-masalah seperti keterlambatan nasabah
dalam pembayaran, ketidakmampuan nasabah dalam mengangsur, hingga
nasabah yang tidak mau mengangsur karena kurangnya kesadaran sebagai
nasabah. Dengan timbulnya masalah tersebut jelas pihak bank harus
mengambil sanksi tegas, namun selain memberikan sanksi tegas pihak
bank juga harus memberikan penjelasan sehingga masyarakat tidak
berasumsi dengan sanksi yang telah bank berikan. Pemberian sanksi
terhadap nasabah haruslah sesuai dengan peraturan dalam perbankan
syariah serta sesuai dengan prinsi-prinsip syariah.
Resiko yang berkaitan dengan pembayaran pada pembiayaan, yaitu
nasabah tidak melakukan pembayaran dengan baik sebagian atau
6 Diakses http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Buku-
Standar-Produk-Perbankan-Syariah-Murabahah.aspx, Pada 2 Mei 2018.
4
sepenuhnya sesuai dengan jadwal pembayaran. Pada jangka waktu
pembiayaan tidak mustahil terjadi suatu penyimpangan utama dalam hal
pembayaran yang menyebabkan keterlambatan dalam pembayaran, kondisi
ini yang disebut dengan pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah
merupakan salah satu resiko besar yang terdapat dalam perbankan.
Pembiayaan bermasalah memberikan dampak buruk terhadap
berkembangnya suatu bank. Semakin besar pembiayaan bermasalah maka
akan berdampak buruk terhadap kesehatan likuiditas bank, dan ini juga
berpengaruh pada menurunnya tingkat kepercayaan para nasabah yang
menitipkan uangnya.
Rasio pembiayaan bermasalah pada pada perbankan syariah semakin
menurun. Dilihat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam statistic
perbankan syariah mencatat posisi non performing financing (NPF) Bank
Umum Syariah (BUS) 3,82% per September 2018, padahal sebelumnya
sempat menembus 4,41% secara gross. Kemudian dari NPF net ada
perbaikan yang sebelumnya 2,74% per September 2017 menjadi 2,35%
per akhir September 2018. 7
Pencapaian tersebut dilakukan oleh Bank Syariah demi memperbaiki
kulitas pembiayaan, yaitu dengan cara penyelesaian pembiaayan
bermasalah.
Dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah
sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang sifatnya mengikat,
selain dalam Peraturan Bank Indonesia peraturan tentang penyelesaian
pembiayaan bermasalah juga di atur dalam fatwa DSN-MUI, dengan
begitu fatwa bisa dijadikan sebagai bahan rujukan maupun pedoman dalam
kegiatan transaksi di perbankan syariah, serta mengawasi pelaksanaan
serta implementasinya.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk
mengkaji lebih lanjut mengenai pembiayaan bermasalah supaya
7 Diakses : https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-perbankan-
syariah/default.aspx. Pada 19 Desember 2018.
5
memperolah gambaran ataupun penjelasan mengenai kesesuaian peraturan
dalam fatwa Dewan Syariah Nasional serta bagaimana Bank Tabungan
Negara Cabang Syariah Serang dalam pelaksanaan penyelesaian
pembiayaan bermasalah dan mengankat judul “ANALISIS
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA AKAD
MURABAHAH DENGAN FATWA DSN MUI (Studi Kasus Bank
Tabungan Negara Cabang Syariah Serang)”.
B. Identifikasi Masalah, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi masalah
Adapun identifikasi masalah yang timbul setelah pemaparan latar
belang diatas adalah :
a. Faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di Bank
Syariah.
b. Bentuk penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Syariah.
c. Alternative penyelesaian pembiayaan bermasalah Bank Syariah.
d. Kesesuaian fatwa dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah di
Bank Syariah.
e. Konsep dan Implementasi penyelesaian pembiayaan bermasalah
Bank Syariah.
2. Batasan dan Perumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan penulisan skripsi ini, penulis
membatasi yang akan dibahas sehingga pembahasahannya lebih jelas dan
terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Di sini penulis hanya
akan membahas kesesuaian konsep serta implementasi penyelesaian
pembiayaan bermasalah pada akad murabahah (studi kasus pada Bank
Tabungan Negara Cabang Syariah Serang).
a. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka
dapat dirumuskan permasalaham yang timbul adalah sebagai berikut:
6
1) Bagaimana kesesuaian tahapan dan implementasi penyelesaian
pembiayaan bermasalah pada Bank Tabungan Negara Cabang
Syariah Serang?
2) Apakah praktek dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah
pada Bank Tabungan Negara Cabang Syariah Serang sudah
sesuai dengan fatwa DSN-MUI?
C. Tujuan dan Maanfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui konsep penyelesaian pembiayaan bermasalah
yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara Cabang Syariah Serang.
b. Untuk mengetahuin kesesuaiaan Fatwa DSN-MUI dengan
implementasi penyelesaian pembiayaan bermasalah.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :
a. Manfaat teoritis.
Menambah khazanah pengentahuan, serta diharapkan dapat
memberikan kontibusi pemikiran dan dapat bermanfaat terhadap
bidang hukum ekonomi syariah.
b. Manfaat praktis.
Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat mengurangi tingkat
ke khawatiran masyarakat yang ini mengambil pembiayaan di bank
syariah serat memberikan kepercayaan pada masyarakat bahwa
penyelesaian pembiayaan bermasalah di BTN Syariah sesuai dengan
prosedur syariah yaitu dengan berpacu pada Fatwa DSN-MUI.
7
D. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau sistem untuk mengajarkan
sesuatu secara sistematis dan metodologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari proses berfikir, analisis berfikir serta mengambil kesimpulan
yang tepat dalam suatu penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah jenis
penelitian kualitatif. Jenis penelitian kualitatif adalah penelitian yang
mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat.
2. Jenis Data
Jenis data yang dipilih oleh penulis dalam menyusun penelitian ini
dengan menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:
a. Data primer
Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya
baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk
dokumen tidak resmi yang kemudian di olah oleh peneliti. Data ini
diperoleh langsung dari pihak Bank Tabungan Negara
CabangSyariah Serang dengan teknik wawancara.
b. Data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, yang berhubungan dengan
objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis,
disertasi dan peraturan perundang-undangan. Data ini diperoleh dari
Fatwa DSN-MUI No 46/ DSN-MUI/II/2005 Tentang Tagihan
Murabahah, Fatwa DSN-MUI No. 47/ DSN-MUI/II/2005/ tentang
Penyelesaian Piutang Bagi Nasabah tidak Mampu Bayar, Fatwa
DSN-MUI No 49/DSN-MUI/II/2005/tentang Konversi akad
Murabahah, Fatwa No. 48/DSN-MUI/II/2005/Tentang Penjadwalan
8
Kembali Tagihan Murabahah, Fatwa No. 19/DSN-
MUI/II/2001/Tentang Al-Qard.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian
dalam penelitian ini yaitu
a. Penelitian Lapangan (field research)
Penelitian lapangan (field research) adalah data lapangan yang
diperlukan sebagai data peninjau diperoleh melalui informasi dan
pendapat-pendapat dari responden, yang ditentukan secara purposive
sampling (ditentukan oleh peneliti bedasarkan kemauannya) dan atau
randam sampling (ditentukan oleh peneliti secara acak.
1) Penelitian Interview
Interview yaitu dengan melakukan wawancara dengan
pihak-pihak yang terpilih dalam permasalahan ini secara
langsung dengan terstuktur.
2) Penelitian Kepustakaan atau Dokumentasi
Penelitian kepustakaan (library research) atau Dokumentasi
yaitu data kepustakaan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan, ketepan fatwa, buku-buku, dokumen
resmi, publikasi dan hasil penelitian.
3) Teknik Menganalisis Data
Bedasarkan sifat penelitian yang dilakukan peneliti, metode
penelitian bersifat deskriptif analisis, analisis data yang
dipergunakan adalah dengan menggunakan pendekan kualitatif
terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut,
meliputi isi dan stuktur hukum, yaitu suatu kegiatan yang
dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan
9
hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan
permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.8
E. Sistematika Penelitian
Penulisan ini terdiri dari bab, dimana masing-masing bab memiliki
keterkaitan antara satu dengan yang lain. Gambaran yang lebih jelas
mengenai penulisan hukum ini akan diuraikan dalam sistematika berikut :
BAB I Merupakan BAB PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar
belakang masalah yang merupakan dasar dari penelitian ini,
identifikasi masalah, pembatasana masalah dan rumusan
masalah yang merupakan permasaahan-permasalahan yang
akan di bahas, kemudian tujuan penelitian dan manfaat
penelitian, serta metode penelitian dan yang terakhir
sistematika penulisan.
BAB II Merupakan BAB KAJIAN PUSTAKA, yang tediri dari 3
bab. Bab pertama mengenai Kerangka Teori, bab kedua
Kajian Teoritis yang ada 5 sub, pertama berisikan tentang
Tinjauan Umum Mengenai akad murabahah, sub kedua
membahas tentang Tinjauan Mengenai Pembiayaan Dalam
Perbankan, sub ketiga membahas tentang Tinjauan
Mengenai Perjanjian Pembiayaan di Perbankan, sub
keempat membahas Tinjauan Mengenai Jaminan dalam
Pembiayan di Perbankan, sub kelima membahas tentang
Tinajauan Umum Mengenai Pembiayaan Bermasalah serta
cara penyelesaiannya dan yang terakhir tentang Pebahasan
Isi fatwa. Bab ketiga berisikan tentang Tinjauan (Review)
Kajian Terdahulu.
BAB III Merupakan BAB GAMBARAN UMUM Bank Tabungan
Negara Cabang Syariah Serang, yang berisikan tentang
Sejarah berdirinya Bank Tabungan Negara Cabang Syariah,
8 Zainudi Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika , 2009) hal 106-109.
10
Profil Bank, Visi dan Misi, Stuktur Organisasi BTN Syariah
dan produk-produk pembiayaan BTN Syariah.
BAB IV Merupakan BAB HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN, yang berisikan hasil penelitian mengenai
Mekanisme Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di BTN
Syariah Cabang Serang dan Anlisis Praktek Penyelesaian
Pembiayaan Bermasalah di BTN Syariah Cabang Serang.
BAB V Merupakan BAB PENUTUP yang berisikan Kesimpulan
dan Rekomendasi temuan- temuan yang diperoleh dalam
penelitian.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konsep
1. Kerangka Teori
Bank adalah sebuah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut
financial intermediary. Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang
aktivitasnya berkaitan denangan masalah uang. Oleh karena itu, usaha
bank akan selalu dikaitkan dengan dengan masalah uang yang merupakan
alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama. Kegiatan dan usaha
bank akan selalu berkaitan dengan komoditas.
Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam
memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah Islam. Bank syariah lahir
solusi alternated terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank
dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat Islam Indonesia yang
ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapat jawaban dengan
lahirnya bank Islam. Bank Islam lahir di Indonesia sekitar tahun 90an
atau tepatnya setelah ada Undang-undang No. 7 tahun 1992, yang
direvisi dengan Undang-undang NO.10 tahun 1998 dan kemudian
Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah, dalam
bentuk sebuah bank yang beroperasinya dengan sistem bagi hasil atau
bank syariah.1
Sedangkan pengertian dari perbankan syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
1 Setia Budhi Wilardjo “ Pengertian, Peranan dan Perkembangan Bank Syariah Di
Indonesia”, Value Added, Vol 2, No 1,2005.
12
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya sesuai syariah.1
Bank syariah merupakan badan usaha yang fungsinya sebagai
penghimpun dana dari masyarakat dan penyaluran dana kepada
masyarakat, yang sistem dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan
hukum Islam sebagaimana diatur dalam Al-Quran dan Hadist.
Bank syariah juga merupakan sebuah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-
prinsip syariah Islam. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undnag-undang nomor
21 tahun 2008 tentang perbankan syariah “segala sesuatu yang
menyangkut tentang Bank syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS),
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.”2
Fiqih muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad .
wa’ad adalah janji antara satu pihak kepda pihak lainnya, sementara akad
adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu
pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan
kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul
kewajiban terhadap pihak lainnya. Dalam wa’ad terms and conditional-
nya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila pihak yang berjanji
tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih
merupakan sanksi moral.
Di lain pihak, akad mengikat kedua belah pihak yang saling
bersepakat, yakni masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu.
Dalam akad, terms and conditional-nya sudah ditetapkan secara rinci dan
spesifik. Bila salah satu atau kedua belah pihak yang terkait dalam
1 Zuabairi Hasan, undang-undang perbankan syariah, titik temu Hukum Islam dan Hukum
Nasional, (Jakarta : PT Rajawali Pers, 2009) hlm. 4. 2 Muhammad Sadi IS, SH.I, MH, Konsep Hukum Perbankan Syariah, Pola Relasi sebagai
Institusi Intermediasi dan Agen Investasi, (Malang: Setara Press,2015, hlm 38.
13
kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka akan
menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.3
Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi
ke dalam enam kelompok pola, yaitu:
a. Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad
dhamanah;
b. Pola pinjaman, seperti qard dan qardhul hasan;
c. Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah;
d. Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna;
e. pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
f. pola lainnya, seperti wakalah, kafakah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.
Akad pola jual beli, jual beli atau perdagangan atau perniagaan atau
trading secara terminology Fikih Islam berarti tukar menukar harta atas
dasar saling ridho (rela), atau memindahkan kepemilikan dengan imbalan
pada sesuatu yang diizinkan.
Murabahah adalah istilah dalam Fikih Islam yang berarti suatu
bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolah barang
meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang keluar untuk
memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang
diinginkan.
Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama
sekali tidak ada hubunannya dengan pembiayaan. Namun demikian,
bentuk jual beli ini kemudian digunakan oleh perbankan syariah dengan
menambahkan beberapa konsep lain sehingga menjadi benyak
pembiayaan. Akan tetapi, validitas transaski seperti ini tergantung pada
beberapa syarat yang benar-benar harus diperhatikan agar transaksi
tersebut diterima secara Syariah.4
3 Ir. Adiwarman A. Karim, bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Rajawali
Grafindo Persada, 2007,hlm, 65. 4 Ascarya, akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015, hlm
82.
14
Pembiayaan murabahah adalah akad jual beli dengan menyatukan
harga barang dengan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
telah disepakati oleh penjual dan pembeli ( bank dan nasabah).
Sedangkan pembiayaan murabahah yaitu suatu perjanjian dimana bank
membiayai barang yang diperlukan nasabah dengan sietem pembayan
yang ditangguhkan.
Dalam pembiayaan ini, bank sebagai pemilik dana memberikan
barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh nasabah yang
membutuhkan pembiayaan, kemudian menjualnya ke nasabah tersebut
dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan
mengembalikan utangnya di kemudian hari secara tunai maupun cicil.
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direnacanakan. Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998
disebutkan bahwa pembiayaan bedasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.5
Pembiayaan bermasalah adalah membayar cicilan sejumlah uang
tertentu dari harga yang disepakati dengan waktu yang melampaui batas
pembayaran atatau angsuran yang telah ditentukan. Kemungkinan
masalah keterlambatan peminjam melunasi cicilan serta berbagai
konseksuensinya yang membahayakan pemberi pinjaman termasuk
persoalan penting. Bila masih ada beberapa problematika yang
dikomentari yaitu barometer yang bersifat permanen, tidak bisa diubah.6
5 Rahmat Ilyas, konsep Pembiayaan Dalam Perbankan Syariah , Jurnal penelitian, Vol 9,
No. 1, Februari 2015. 6 Reza Yudistra, Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Bank Syariah
Mandiri, Skripsi, Univesitas Islam Negeri, Fakultas Syariah dan Hukum, 2011, hlm 16.
15
Jika dihubungkan dengan praktiknya di perbankan, penyelesaian
pembiayaan bermasalah pada umunya dilakukan dengan pola berikut:7
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Adalah upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan
melakaukan perubahan syarat-syarat perjanjian pembiayaan yang
berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali pembiayaan atau
jangka waktu, termasuk grace period baik besarnya jumlah angsuran
maupun tidak.
b. Persyaratan kembali ( reconditioning).
Adalah upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara
melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat perjanjian
pembiayaan yang tidak terbatas hanya pada perubahan jadwal
angsuran atau jangka waktu pembiayaan saja, namun perubahan
tersebut tanpa memberikan tambahan pembiayaan atau tanpa
melakukan konversi atas seluruh atau seluruh atau sebagian dari
pembiayaan menjadi equity.
c. Penataan kembali (restructuring).
Adalah upaya penyelesaian dengan melakukan perubahan syarat-
syarat pembiayaan berupa konversi atas seluruh atau sebagian dari
pembiayaan.
d. Eksekusi jaminan.
Jaminan menurut Dewan Syariah Nasional yaitu akad penyerahan
barang/harta sebagai jamninan atas hutang.
e. Tutup buku (write off).
Dalam konteks perbankan istilah ini biasanya ditujukan untuk
mengeluarkan rekening aset yang tidak produktif, namun demikian
bank tetap berhak melakukan penagihan.
7 Dr. H.R.M. Anton Suyanto,S.H., M.Hum. “Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit
Macet” (Jakarta : Prenadamedia Group, 2016, hlm 43.
16
Otoritas Syariah teringgi di Indonesia berada pada Dewan Syariah
Nasional- Majelis Ulama Indonesia ( DSN-MUI)., yang merupakan
lembaga independen dalam mengeluarkan fatwa yang berhubungan
dengan semua masalah Syariah agama Islam, baik masalah ibadah
mapun muamalah, termasuk masalah ekonomi, keuangan, dan
perbankan.
Tugas DSN-MUI di bidang keuangan dan perbankan pada
prinsipnya tidak berbeda dengan tugas NSAC Malaysia yang merupakan
satu-satunya badan otoritas yang memberikan saran kepada institusi
terkait (Bank Indonesia, Departemen Keuangan, atau Bapepam)
berkaitan dengan operasi perbankan syariah atau lembaga syariah
lainnya, mengoordinasi isu-isu syariah tentang keuangan dan perbankan
syariah, dan menganalisis dan mengevaluasi aspek-aspek syariah dari
skim atau produk baru yang diajukan oelh institusi pebankan dan
lembaga keuangan syariah laiinya.
Keberadaan DSN-MUI diluar stuktur bank sentral membuat otoritas
fatwa ini independen, lebih kredibel, dan diakui secara nasional dalam
mengeluarkan keputusan dan fatwa yang berkaitan dengan masalah-
masalah syariah yang dihadapi oleh perbankan dan lembaga keuangan
syariah laiinya.8
Untuk mempermudah dalam penelitian ini, peneliti membuat bagan
konsep penelitian dari awal hingga akhir terhadap masalah yang akan
diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dari hasil penelitian
yang disesuaikan dengan Fatwa DSN-MUI.
8 Ascarya, akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015, hlm
206-207.
17
Perbankan Syariah
Produk Perbankan
Syariah
Pembiayaan
Murabahah
Pembiayaan
Bermasalah
Penyelesaian
Pembiayaan
Bermasalah
Fatwa DSN-MUI
Fatwa DSN-MUI NO 48/DSN-MUI/II/2005/Tentang Penjadwalan Kembali.
Fatwa DSN-MUI No 46/DSN-MUI/II/2005/Tentatng Potongan Murabahah.
Fatwa DSN-MUI No 49/DSN-MUI/II/2005/Tentang Konversi akad Murabahah.
Fatwa DSN-MUI No 47/DSN-MUI/II/2005/ Tentang Penyelesaian Piutang Bagi Nasabah
Tidak Mampu Bayar.
Fatwa DSN-MUI No 19/DSN-MUI/II/2001/ Tentang Qard (aturan pertama poin 6b)
Sesuai
Tidak sesuai
Analisis
kesimpulan
18
B. Kajian Teoretis
1. Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Secara etimologi, dalam kamus Al-Muhith, Murabahah berarti
ribhu yang bermakna kelebihan dan tambahan ( keuntungan ), yang
berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah
keuntungan yang disepakati.9
Secara terminology, para ulama terdahulu mendefinisikan
murabahah dengan jual beli dengan modal yang tambah keuntungan
yang disepakati. Sedangkan murabahah dalam Peraturan Bank
Indonesia diartikan dengan “ Jual beli barang sebesar harga pokok
barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati”10
Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau
presentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakuan
secara spot (tunai) atau bisa dilakukan di kemudian hari yang
disepakati bersama. Oleh karena itu, murabahah tidak dengan
sendirinya mengandung konsep pembayaran tertunda (deferred
payment), seperti yang secara umum dipahami oleh sebagian orang
yang mengetahui murabahah hanya dalam hubungan transaski
pembiayaan di perbankan syariah, tetapi tidak memahami Fikih
Islam.11
b. Dasar Hukum Murabahah
1) Firman Allah Qs. Al- Nisa (4) 29 :
حجارة ع حزاض كى بانباطم إال أ حكو آيوا ال حأكهوا أيوانكى بي ال يا أيها انذي كى ي
بكى رحي للا كا ا حقخهوا أفسكى إ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
9 Dr. Hj. Isnawati Rais, MA dan Dr. H. Hasanudin,M. Ag., Fiqih Muamalah dan
Aplikasinya pada LKS, ( Ciputat, Lembaga Penelitian UIN Syarifhidayatullah,2011) hlm 87. 10
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Bank Islam No. 7/46/pbi/2005. 11
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2015) hlm
81
19
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu ”
2) Firman Allah QS. al - Baqarah (2): 275:
أحم با و انز حز انبيع للا
..... dan Allah telah menghalal kan jual beli dan
mengharamkan riba...."
3) Firman Allah QS. al-MAidah (5) : 1:
آيو فوا بانعقود يا أيها انذي ا أ
Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....
4) Hadist Nabi SAW :
انبزكت: انبيع إنى أج انبي ملسو هيلع هللا ىلص قال: ) ثلد فيه صهيب رضي هللا ع أ م، ع
قارضت، ان خ أ بإساد ضعيف هطا ياج ا اب نبز بانشعيز نهبيج ال نهبيع ( ر
Dari Shuhaib Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Tiga hal yang di dalamnya ada
berkah adalah jual-beli tidak tunai, Mudharabah ( bagi hasil ),
dan mencampur gandum dengan jawawut ( gandum kualitas
rendah ) untuk makanan di rumah, bukan untuk dijual." Riwayat
Ibnu Majah dengan sanad lemah. 12
5) Kaidah fiqih :
هاألصم ف ا يدل دنيم عهى ححزي عايلث اإلباحت إال أ ى ان
“ Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.13
12
Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 111/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Murabahah
20
c. Rukun dan Syarat Murabahah
1) Rukun
Rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam
transaksi ada beberapa, yaitu :
a) Pelaku akad
Yaitu ba’I ( penjual ) adalah pihak yang memiliki
barang untuk dijual, dan musytari ( pembeli ) adalah pihak
yang memerlukan dan akan membeli barang.
b) Objek akad
Yaitu mabi’ ( barang dagangan) dan tsaman ( harga) dan
c) Shighah, yaitu ijab dan qabul.14
2) Syarat
Dalam murabahah juga dibutuhkan beberapa syarat,
anatara lain:
a) Mengetahui harga pertama ( Harga Pembelian)
Pembelian kedua hendaknya mengetahui harga
pembelian karena hal itu adalah syarat sahnya transaksi jual
beli. Syarat ini meliputi semua transaksi yang berkaitan
dengan murabahah, seperti pelimpahan wewenang
(tauliyah), kerja sama (isyrak) dan kerugian (wadhi’ah),
karena semua transaski ini berdasarkan pada harga pertama
yang merupakan modal. Jika tidak mengetahuinya, maka
jual beli tersebut tidak sah hingga di tempat transaksi. Jika
tidak diketahui hingga keduanya meninggalkan tempat
tersebut, maka gugurlah transasksi itu.
14
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2015) hlm
82
21
b) Mengetahui besarnya keuntungan
Mengetahui jumlah keuntungan adalah keharusan,
karena ia merupakan bagian dari harga (tsaman), sedangkan
mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli.
c) Modal hendaklah berupa komoditas yang memiliki
kesamaan dan sejenis, seperti benda-benda yang ditakar,
ditimbang dan dihitung.
Seperti membeli barang yang ditakar atau ditimbang
dengan barang sejenis dengan takaran sama, maka tidak
boleh menjualnya dengan sistem murabahah. Hal ini
semacam tidak diperbolehkan dengan adanya tambahan,
sedangkan tambahan terhadap harta riba hukumnya adalah
riba bukan keuntungan.
d) Transaksi pertama haruslah sah secara syara’
Jika transaski pertama tidak sah, maka tidak boleh
dilakukan jual beli secara murabahah, karena murabahah
adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan
keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah
ditetapkan dengan nilai barang atau dnegan barang yang
semisal bukan dengan harga, karena tidak benarnya
penamaan.15
d. Prinsip-Prinsip dalam Murabahah
Secara konsep pada Lembaga Keuangan Syariah dapat
menjalankan usaha seperti supermarket atau perdagangan yang
dijalankan dengan menggunakan prinsip murabahah. Murabahah
mempunyai beberapa bentuk lainnya antara lain;
1) Murabahah Tanpa Pesanan.
Maksudnya adalah ada pesanan atau tidak, ada yang beli
atau tidak, Bank Syariah atau penjual tetap meyediakan barang
15
Wiroso, SE,MBA, Jual Beli Murabahah, ( Jakarta, UII Press,2005) hlm 19
22
dagangannya. Penyediaan barang dagang pada murabahah ini
tidak terpengaruh atau tidak terkait langsung dengan ada
tidaknya pesanan atau pembeli.
2) Murabahah Bedasarkan Pemesanan
Bedasarkan pesanan, maksudnya Bank Syariah atau
penjual baru akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli
apabila ada nasabah atau pembeli yang memesan barang
sehingga penyedian barang baru dilakukan jika ada pesanan
pada murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau
terkait langsung dengan pesanan atau pembelian barang
tersebut. 16
Bentuk murabahah ini melibatkan tiga pihak, yaitu
pemesan, pembeli dan penjual. Bentuk murabahah ini
melibatkan pembeli sebagai perantara karena keahliannya atau
karena kebutuhan pemesan akan pembiayaan. Bentuk
murabahah ini yang diterapkan perbankan syariah dan
pembiayaan.17
Sedangkan jika dilihat cara pembayarannya, maka
murabahah dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan
pembayaran tangguh atau angsuran. Yang banyak dijalakankan
oleh Bank Syariah saat ini adalah murabahah berdasarkan
pesanan dengan sifatnya yang mengikat dan cara pembayaran
tangguh atau angsuran.18
Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang
sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun
dengan bentuk jual beli ini kemudian digunakan oleh
perbanakan syariah denga menambah beberapa konsep lain
16
Ibid hlm 38 17
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2015) hlm
89
18
Wiroso, SE,MBA, Jual Beli Murabahah, ( Jakarta, UII Press,2005) hlm 38
23
sehingga menjadi bentuk pembiayaan. Akan tetapi, validitas
transaksi seperti ini tergantung pada beberapa syarat yang benar-
benar harus diperhatikan agar transaksi tersebut diterima secara
Syariah.19
2. Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah
a. Pengertian Pembiayaan
Pengertian pembiayaan menurut Undang-undang No. 10 Tahun
1998 pasal 1 ayat 12 pembiayaan berarti penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan sejumlah
uang atau tagihan tersebut setalah jangka waktu tertentu dengan
imbalan bagi hasil.20
Pengertian pembiayaan menurut M. Syafii’I Antonio adalah
pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan devisit unit.21
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan
oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang
direncanakan, baik sendiri maupun lembaga. Atau pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
berupa:
1) Transaksi dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
2) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
3) Transaksi kual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
dan istishna’.
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qard, dan
19
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2015) hlm
83 20
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta, PT RjaGrafindo Persada, 2008) hlm 102 21
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dan Teori Praktek, (Jakarta, Gema Insani, 2001) hlm
160
24
5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaski multijasa.22
b. Pengertian Pembiayaan Murabahah
Murabahah secara umum diterapkan melalui mekanisme jual
beli barang secara cicilan dengan penambahan margin keuntungan
bagi bank. Porsi pembiayaan dengan akad murabahah saat ini
berkontribusi 58% dari total pembiayaan perbankan syariah
Indonesia.23
Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan
menyatukan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang telah
disepakai oleh penjual dan pembeli (bank dan nasabah). Sedangkan
pembiayaan murabahah yaitu suatu perjanjian dimana bank
membiayai barang yang diperlukan nasabah dengan sistem
pembayaran yang ditangguhkan.24
Dalam pembiayaan murabahah , bank sebagai pemilik dana
membelikan barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh
nasabah yang membutuhkan pembiayaan, kemudian menjualnya ke
nasabah tersebut dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara
itu, nasabah akan mengembalikan utangnya di kemudian hari secara
tunai maupun cicil.
Dikarenakan transaksi murabahah masih mendominasi
penyaluran dana bank syariah, bahkan timbul kesan bahwa semua
transaksi penyaluran dana bank syariah “dimurabahahkan”. Sekilas
contoh beberpa transaski yang terjadi dalam praktik perbankan
syariah :
Pengadaan Barang, Transaksi ini dilakukan oleh bank syariah
dengan prinsip jual beli murabahah, seperti misalnya kebutuhan
22
Wangsawidjaja, pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama,
2010) hlm 78 23
Diakses http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Buku-
S tandar-Produk-Perbankan-Syariah-Murabahah.aspx 24
Adiwarman Karim, Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003, hlm
161.
25
sepeda motor untuk pegawai, kebutuhan barang investasi untuk
pabrik dan sejenisnya.
Gambar 2. 1: Bagan Proses Pembiayaan Murabahah25
Keterangan :
1) Nasabah bernegosiasi kepada bank untuk melakukan pembiayaan
murabahah.
2) Karena bank tidak memiliki stok barang yang yang dibutuhkan
nasabah, maka bank selanjutnya membutuhkan pembelian barang
kepada supplier/pemasok.
3) a. Nasabah melakukan akad murabahah.
b. bank melaksanakan serah terima barang.
c. barang yang diinginkan pembeli ( nasabah) selanjutnya diantar
oleh pemasok (supplier) kepada nasabah ( pembeli).
4) Setelah menerima barang, nasabah ( pembeli) selanjutnya
membayar kepada bank. Pembayaran kepada bank biasanya
25
Rizal yaya, Aji erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah:
Teori dan Praktek kontempore, (Jakarta, Salmeba Empat, 2009), hlm 180
26
dilakukan dengan cara mencicil sejumlah uang tertentu sela jangka
waktu yang disepakati.26
c. Ciri-ciri Pembiayaan Murabahah
Bentuk pembiayaan murabahah memiliki ciri atau elemen
dasar, yang paling utama adalah bahwa barang dagangan harus tetap
dalam tangguhan bank selama transaski antara bank dan nasabah
belum diselesaikan. Ciri pokok dalam pembiayaan murabahah ialah
sebagai berikut:
1) Pembiayaan murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan
bunga. Pembiayaan murabahah adalah jual beli komoditas
dengan harga tangguh yang termasuk margin keuntungan di atas
biaya perolehan yang disetujui bersama.
2) Sebagai bentuk jual beli, dan bukan bentuk pinjaman,
pembiayan murabahah harus memenuhi semua syarat.
3) Murabahah tidak dapat digunakan sebagai bentuk pembiayaan,
kecuali ketika nasabha memerlukan dan untuk memebeli sesuatu
komoditas/barang. Misalnya, jika nasabah menginginkan uang
untuk membelui kapas sebagi bahan baku pabrik pemisah biji
kapas ( ginning), bank dapat menjual kapas kepada nasabah
dalam bentuk pembiayaan murabahah. Akan tetapi, ketika dana
diperlukan untuk tujuan-tujuan lain, seperti membayar
komoditas yang sudah dibeli, membayar rekening listrik, atau
laiinya, atau untuk membayar gaji karyawan, maka murabahah
tidak dapat digunakan karena murabahah mensyaratkan jual beli
riil dari suatu komoditas, dan tidak hanya menyalurkan
pinjaman.
4) Pemberian pembiayaan harus memiliki komoditas/barang
sebelum dijual kepada nasabah.
26
Rizal yaya, Aji erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah:
Teori dan Praktek kontempore, (Jakarta, Salmeba Empat, 2009), hlm 180
27
5) Komoditas/barang harus sudah dalam penguasaan pemberi
pembiayaan secara fisik atau konstruksif, dalam arti bahwa
risiko yang mungkin terjadi pada komoditas tersebut berada di
tangan pemberi pembiayaan.
6) Cara terbaik untuk ber-murabahah , yang sesuai syariah adalah
bahwa pemberi pembiayaan membeli komoditas dan meyimpan
dahwa kekuasaanya atau membeli komditas melalui orang
ketiga segai agennya sebelum menjual kepada nasabah. Namun
pengucualian, ketika pembeli langsung ke supplier tidak praktis,
diperbolehkan bagi pemberi pembiayaan untuk memanfaatkan
nasabah sebagai agen untuk membeli komoditas atas nama
pemberi pembiayaan.
7) Jual beli tidak dapat berlangsung kecuali komoditas/baranf telah
dikuasi oleh penjual, tetapi penjual dapat berjanji untuk mejual
meskipun barang belum berada dalam kekuasaanya.27
d. Kelebihan Pembiayaan Murabahah
Dengan skema murabahah di bank syariah yang terus
menunjukan peningkatan, dan merupakan indicator yang terbesar
dibandingkan sumber pembiayaan lainnya seperti musyarakah,
mudharabah, piutang salam, piutang istishna dan pembiayaan
lainnya. Ada beberpa faktor yang menyebakan pembiyaan
murabahah ini begitu digemari oleh nasabah/kreditor yaitu :
1) Skema pembiayaan sedrhana dengan prinsip negosiasi.
Kuntungan yang didapatkan dalam perjanjian pembiayaan
murabahah didasari prinsip bagi hasil, di mana margin
penjualan yang termasuk harga jual. Dalam hal ini nasabah
sebagai pembeli dan bank syariah sebagai penjual, menurut
prinsip murabahah, keuntungan sistem bagi hasil tersebut dapat
dinegosiasikan sewajarnya pada saat melakukan transaksi.
27
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2015) hlm
85-87
28
2) Terhindar dari riba
Pada produk pembiayaan dengan skema murabahah,
pembeli suatu kebutuhan konsumtif diats namakan
nasabah/pembeli, dan bamk syariah hanya berperan sebagai
pembiayaannya. Dalam hal ini pemohonanan nasabah/pembeli
akan dikabulkan bank apabila nasabah/pembelu terlebih dahulu
melakukan pembelian dan melakukan pembayaran sebagian
nilai barang tersebut (uang muka).
3) Pembayaran secara angsuran kepada pihak bank syariah
Alasan lain yang membuat produk murabahah diminati
adalah karena pembayaran pembiayaan kepada bank syariah
tidak dibayar secara tunai, yang artinya nasabah/kreditur
membayar harga pembelian tersebut secara cicil yang skemanya
tetap hingga tempo waktu sesuai perjanjian akad.
Melihat asas dari murabahah adalah jual beli dimana harus
ada profit bagi pihak penjual. Dalam konteks pembiayaan
modal, nasabah meminjam uang untuk membeli kebutuhan
usaha yang kemudian dibayar secara berkala dengan tambahan
profit untuk bank yang disepakati di awal. Hal ini dinilai kurang
tepat, karena andaikan usaha nasabah rugi, maka ia tetap harus
membayar tambahan dari utangnya ke bank. Maka nasabah
mengalami kerugian berlipat-lipat. Sebaliknya, andaikan usaha
nasabah untung, maka bank akan rugi karena hanya mendapat
sebagian kecil dari profit nasabah. Yang tepat dari produk ini
adalah penggunaan asas profit and loss sharing yaang ada pada
akad musyarakah atau mudharabah. Jadi baik nasabah atau bank
akan sama-sama menerima keuntungan ketikan usaha berjalan
lancar, dan menderita kerugian ketika usaha bermasalah.
29
e. Kelemahan pada Pembiayaan Murabahah
Salah satu yang juga menjadi masalah dalam akad murabahah di
bank syariah yaitu terkait risiko penolakan nasabah. Pada teorinya,
nasabah berhak menolak barang yang akan dibeli jika terjadi
ketidaksesuaian. Namun, bank syariah menghindari risiko ini dengan
adanya uang muka atau jaminan. Sehingga nasabah mau tidak mau
harus membeli barang tersebut. Dapat dilihat bahwa ada
ketidaksesuaiaan antara teori yang ada dengan hal yang terjadi di
kenyataan.
Pada produk murabahah yang ada di bank syariah, ada hal yang
disebut dengan mark up. Mark up ini merupakan kelebihan harga
dari harga kontan yang dianggap sebagai keuntungan untuk pihak
bank. Di bank konvensional, konsep mark up ini terkenal dengan
nama bunga. Yang membedakan keduanya adalah konsep di
konvensional dimana nasabah tidak mengetahui pasti jumlah yang
harus dibayar karena harus menyesuaikan dengan suku bunga.
Namun pada bank syariah, penambahan tersebut sudah disepakati
diawal. Beberapa pihak berpendapat bahwa konsep mark up pada
murabahah sangat mirip dengan riba karena bepegang pada
pendapat maliki yang tidak menyetujui jual beli yang harga
kreditnya lebih besar daripada harga kontan.28
3. Perjanjian dalam Pembiayaan Murabahah
a. Dasar Hukum Perjanjian
Jauh sebelum dikeluarkannya Undang-undang perbankan yang
menngandung aturan tentang aktivasi perbankan syariah, penerapan
syariah isalm dalam tata hukum positif di Indonesia sebenarnya telah
memperoleh tempat yang cukup signifikan. Hal ini setidaknya
terlihat pada dua hal, yaitu:
28
Siti Ainun Nisa F, mengenal Kelamahan Produk Murabahah pada Bank Syariah,
http://www.ibec-febui.com/mengenal-kelemahan-produk-murbahah-pada-bank-syariah/, diakses
pada hari kamis 26 juli 2018, pukul 10.18.
30
1) Konstitusi Indonesia telah memberikan jaminan kemerdekaan
bagi setiap penduduk untuk mememluk dan beribadah menurut
agamanya masing-masing sebagaimana termaktub dalam
Undang-Undnag Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 29
ayat 2. Pengertian beribadah dalam pasal ini, menurut
pandangan Islam, tidak hanya mencakup antara manusia dengan
Tuhannnya, tetapi mencakuo hubungan antara sesama manuasi,
termasuk aktivitas ekonomi.
2) KUH Perdata pasal 1338 menyatakan bahwa stiap perjanjian
yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku bagi
mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan
yang ditentukan oleh Undang-Undang serta harus dilaksanakan
dengan itikad baik.
Dengan kata lain, pada dasarnya, sistem hukum nasional
Indonesia telah memberikan jaminan kebebasan bagi setiap individu
untuk memnentukan sendiri hukum apa yang bisa diberlakukan bagi
dirinya, terutama yang berkaitan dengan aktivitas keperdataan.
Kebebasan tersebut meliputi kebebasan dalam menentukan isi (
materi) yang disepakati para pihak yang melakukan hubungan
hukum, cara-cara pelaksana, serta penyelesaian jika terjadi sengketa.
Oleh karena itu, tidak ada halangan sedikitpun jikan kaum muslimin
menghendaki pemberlakuan Syariah Islam dalam hubungan
keperdataan di antara sesam mereka.29
b. Perjanjian Menurut Hukum Islam
Penerapan hukum syariah dalam konteks hukum positif tersebut
juga dapat diwujudkan dalam kegiaatan perbankan syariah.
Sebagaimana umumnya, setiap transaksi antara bank syariah dengan
nasabah, terutama yang berbentuk pemberian fasilitas pembiayaan,
29
Hartono Mardjono, Petunjuk Praktis Menjalankan Syariat Isalm Dalam Bermuamalah
yang Sah Menurut Hukum Nasional, (Jakarta: Studia Press, 2000) hlm 77-78.
31
selalu dituangkan dalam suatu surat-surat perjanjian. Berkaitan
dengan hal ini, para pihak yang melakukan hubungan hukum, yaitu
bank syariah dengan nasabah, dapat memasukan aspek-aspek syariah
dalam konteks hukum positif Indonesia sesuai dengan keinginan
kedua belah pihak. Akan tetapi, kebebasan berkontrak ini harus
memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, baik menurut
syariah maupun KUH Perdata pasal 1320.
Jika suatu bank syariah dan nasabah membuat perjanjian yang
bentuk formalnya didasarkan pada Pasal 1320 KUH Perdata dan
Pasal 1338 KUH Perdata, tiap isi, materi, atau subtansinya
didasarkan atas ketentuan syaiah, maka perjanjian tersebut dapat
dikatakan sah, baik dilihat dari sisi hukum nasional maupun dari sisi
syariah.30
c. Perjanjian di Bank Syariah
Pada praktiknya, penyusunan sauatu perjanjian antara bank
syariah dengan nasabah, dan sisi hukum positif, selain mengacu
kepada KUH Perdata juga harus merujuk pada undang-undang
perbankan, sedangkan, dari sisi syariah, para pihak tersebut
berpedoman kepada fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia.
Bank syariah dalam konteks hukum positif Indonesia, akan terdapat
two level of playing fields; sharia level and legal level. Sebagai
konsekuensinya, suatu istilah hukum akan dapat menimbulkan dua arti
yang berbeda pada level yang berbeda.
Dalam prespektif hukum positif ( legal level) , akad sama dengan
perjanjian. Hal ini tentu berbeda dengan prespektif syariah . pada sharia
level, akad tidak selalu berarti perjanjian. Suatu akad dapat baru
dikatakan sebagai perjanjian jika dan hanya jika kesepakatan antara bank
syariah dengan nasabah terjadi ketika kualitas, kuantitas, dan harga objek
30
Ibid,, hlm 24
32
transaksi serta waktu penyerahan telah diketahui. Sementara itu, dalam
hal pembiayaan yang berbnetuk line facility, syariah memandang
perjanjian tersebut bukan termasuk akad, melaikan hanya bentuk wa’ad (
promise). Dalam konteks ini, akad baru akan terjadi pada setiap dropping
pembiayaan yang diwujudkan dalam bentuk SPRP ( Surat Permohonan
Realisasi Pembiayaan ) dari nasabah dan dijawab oleh bank dalam
bentuk Surat Persetujuan Pencairan Pembiayaan.
Dengan kata lain, dalam sharia level, akad tidak selalu berwujud
surat perjanjian, melainkan juga bisa berbentuk surat dokumen pencairan.
Begitu pula halnya dengan surat perjanjian, ia bisa mencerminkan suatu
akad, bisa pula mencerminkan sebuah wa’ad (promise). Istlah hukum
yang sama dapat mempunyai dua arti yang berbeda, tergantung dari
prespektif level apa yang digunkan.31
4. Jaminan Dalam Pembiayaan Perbankan Syariah
a. Dasar Hukum Jaminan
Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undnag-undang Nomor 7
Tahun 1992 sebagaiman diubah dengan Undang-undang Nomor
tahun 1998 tentang perbankan, dinyatakan bahwa “ Kredit atau
pembiayaan bedasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank
mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan bedasarkan
Prisip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut,
jaminan pemberian kredit atau pembiayaan bedasarkan Prinsip
Syariah dalam arti keyakinanan atas kemampuan dan kesanggupan
nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai denga yang
diperjanjiakan merupakan factor penting yang harus diperhatiakan
oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum
31
Adiwarman Karim, Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003, hlm
163
33
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,
modal aguanan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.32
b. Fungsi Jaminan di Bank
Jaminan secara umum berfungsi sebagai penjamin pelunasan
kredit/pembiayaan. Jaminanan kredit/pembiayaan berupa watak,
kemampuan, modal dan prospek usaha yang dimiliki debitur
merupakan jaminan immaterial yang berfungsi sebagai first way out.
Dengan jaminan immaterial tersebut diharapkan debitur dapat
mengelolah perusahaannya dengan baik sehingga memperoleh
pendapatan (revenue) bisnis guna melunasi kredit/pembiayaan sesuai
yang diperjanjikan. Jaminan pembiayaan berupa agunan bersifat
materiil/kebendaan berfungsi sebagai second way out, pelaksanaan
penjualan/eksekusi agunan baru dilakukam apabila debitur gagal
memenuhi kewajibannya melalui first way out.
c. Jaminan dalam Hukum Islam
Dalam Hukum Islam berkaitan dengan jaminan utang dikenal
dua istilah yaitu kafalah dan rahn.
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung ( makful’anhu, ashil). Menurut Bank Indonesia,
kafalah adalah akad pemberian jaminana (makful alaih) yang
diberikan satu pihak kepada pihak lain diman pemberi jaminan
(kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang
yang menjadi hak penerima jaminan (makful). Menurut Dewan
Syariah Nasional, Rahn yaitu menahan barang sebagai jaminan atas
hutang.33
d. Jaminan Menurut Hukum Indonesia
Dalam tata Hukum Indonesia, jaminan dapat digolongkan
sebagai berikut:
32
Pasal 8 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan. 33
Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, M.A., Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank
Syariah, (Jakarta; Sinar Grafika, 2014) hlm 44.
34
1) Dilihat dari kelahirannya, jaminan ada yang lahir karena
undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian;
2) Dilihat dari sifatnya, jaminan ada yang bersifat kebendaan dan
bersifat perorangan;
3) Dilihat dari wujud objeknya, jaminan ada yang berwujud
(materiil) dan ada yang berwujud (immaterial);
4) Dilihat dari jenis benda yang menjadi objek jaminan, jaminana
ada yang berupa benda bergerak dan jaminan berupa benda tidak
bergerak;
5) Dikaitkan dengan objek yang dibiayai fasilitas kredit, jaminan
dalam bentuk agunan ada yang berupa agunan pokok dan
aguanan tambahan.34
5. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
Dalam pengelolahannya, pembiayaan merupakan produk yang
memiliki tingkat risiko cukup tinggi akibat nasabah yang gagal
bayar. Pembiayaan bermasalah adalah keadaan dimana nasabah
dalam hal ini debitur tidak mampu membayar sebagian atau seluruh
jumlah uang dari harga yang disepakati dengan waktu melampaui
batas pembayaran atau angsuran yang telah disepakati.
Dalam praktik perbankan kualitas pembiayaan terbagi menjadi
lima kategoti, yaitu:
1) Lancar yaitu apabila memenuhi pembayaran angsuran sesuai
kesepakatan.
2) Dalam perhatian khusus yaitu apabila terdapat tunggakan belum
melampaui 90 hari;
3) Kurang lancer yaitu apabila terdapat tunggakan angsuran poko
dan/ atau bunga yang telah melampaui 90 hari;
4) Diragukan yaitu apabila terdapat tunggakan angsuran 180 hari;
34
Ibid hlm 45
35
5) Kredit macet yaitu apabila terdapat tunggakan angsuran pokok
dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari.35
Contoh kriteria penilaian kualitas pembiayaan dari segi
kemampuan bayar bedasarkan kelompok produk pembiayaan.36
Jenis
pembiaya
an
Lancar DPK Kurang
Lancar
Diraguka
n
Macet
Mudhara
bah dan
Musyarak
ah
Pembayar
an
angsuran
pokok
pembiyaa
n tepat
waktu;
dan atau
RP sama
atau lebih
dari 80%
PP
Terdapat
tunggaka
n
angsuran
pokok
pembiaya
an
sampai
dengan
90 hari
dan atau
lebih dari
80% PP
Terdapat
tunggaka
n
angsuran
pokok
pembiaya
an yang
melakapa
ui 90 hari
dan atau
RP diatas
30% PP
s.d 80%
PP
(30%PP<
RP
<80%PP)
Terdapat
tunggaka
n
angsuran
pokok
pembiaya
an yang
telah
melapaui
120 hari
s/d 180
hari dan
atau RP<
30% PP
lebih dari
3 periode
pembayar
an
Terdapat
tunggaka
n
angsuran
pembiaya
an yang
telah
melampa
ui 180
hari dan
atau
RP<30%
PP lebih
dari 3
periode
pembayar
an
Murabaha
h,
Pembayar
an
Terdapat
tunggaka
Terdapat
tunggaka
Terdapat
tunggaka
Terdapat
tunggaka
35
Peraturan Bank Indonesia Nomor; 7/2/PBI/2005 Pasal 12 ayat 3 36
Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, M.A., Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank
Syariah, (Jakarta; Sinar Grafika, 2014) hlm 74.
36
Istishna,
Qard,
Multijasa
angsuran
tepat
waktu
dan tidak
ada
tunggaka
n serta
sesuai
dengan
persyarat
an akad
n
pembayar
an
angsuran
pokok
dan atau
margin
s.d 90
hari
n
pembayar
an
angsuran
pokok
dan atau
margin
yang
telah
melewati
90 hari
s.d 180
hari
n
pembayar
an
angsuran
pokok
dan atau
margin
yang
telah
melewati
180 hari
s.d 270
hari
n
pembayar
an
angsuran
pokok
dan atau
margin
yang
telah
melewati
270 hari
Ijarah Pembayar
an sewa
waktu
tepat
waktu
Terdapat
tunggaka
n sewa
s.d 90
hari
Terdapat
tunggaka
n sewa
melewati
90 hari
s.d 180
hari
Terdapat
tunggaka
n sewa
yang
telah
melewati
180 hari
s.d 270
hari
Terdapat
tunggaka
n sewa
yang
telah
melampa
ui 270
hari
Salam Piutang
salam
belum
jatuh
tempo
Piutang
salam
telah
jatuh
tempo s.d
90 hari
Piutang
salam
telah
jatuh
tempo s.d
60 hari
Piutang
salam
telah
jatuh
tempo s.d
90 hari
Piutang
salam
telah
jatuh
tempo
melebihi
90 hari
Tabel 2.1 :Kelompok Produk Pembiayaan
37
b. Faktor – faktor yang Menyebabkan Adanya Pembiayaan Bermasalah
Secara umum pembiayaan bermasalah disebabkan oleh factor-
faktor intern dan factor-faktor ekstren. Factor intern adalah factor
yang ada di dalam perusahaan sendiri, dan factor utama paling
dominan adalah factor manajerial. Timbulnya kesulitan-kesulitan
keuangan perusahaan yang disebabkan oleh factor majerinal dapat
dilihat dari beberpa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan
pembialan dan penjualan, lemahnya pengawasana biaya dan
pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang
berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan tidak cukup. Factor
Ekstren adalah faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan
manjemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan
dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-
perubahan teknologi, dan lain-lain.
Secara garis besar, penanggulangan pembiayaan bermasalah
dapat dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan
upaya-upaya yang bersifat represif/kuarif.
c. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Upaya-upaya bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh
bank sejak pemohonan pembiayaan diajukan nasabah, pelaksanaan
analisa yang akurat terhadap data pembiayaan, pembuatan perjanjian
pembiayaan yang benar, pengikatan agunan yang menjamin
kepentingan bank, sampai dengan pemantauan yang menjamin
kepentingan bank, sampai dengan bermasalah.
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi bank
yang melaksanakan kegiatan bedasarkan prinsip syariah, terdapat
beberapa kententuan. Bank Indonesia yang memberikan pengertian
tentang restrukturisasi pembiayaan.
Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank
dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan
kewajibannya, sebagi berikut:
38
1) Penjadwalan kembali (rescheduling)
Yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau
jangka waktunya;
2) Persyaratan kembali (reconditioning)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan
pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah
angsuran, jangka waktu dan/ atau pemberian potongan
sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada bank;
3) Penataan kembali (restructuring),
Yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada
rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi:
a) Penambahan dana fasilitas dana pembiayaan bank;
b) Konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan menjadi
surat berharga syriah berjangkawaktu menengah
c) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara
pada perusahaan.37
4) Eksekusi jaminan
Jaminan diimpertasikan sebagi pemberi kepastian hukum
kepada banak atas pengembalian modal/pinjaman yang telah
diberikan kepada nasabah, dalam arti bahwa barang jaminan
setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu mudah
diuangkan untuk melunasi hutang nasabah.
5) Write off
Didefiniskan sebagai penghapus bukuan untuk
mengeluarkan rekening aset yang tidak produktif dari
pembukuan. Selain itu juga dilakukan terhadap pembiayaan
bermasalah yang diperkirakan tidak dapat ditagih lagi, walapun
pihak bank tetap dapat melakukan pengaihan atas pembiayaan
37
Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi bagi Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
39
macet tersebut. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kondisi
pembiayaan bermasalah.38
Tahapan-tahapan diatas merupakan bentuk penyelesaian
Bank syariah yang masih ingin mempertahankan hubungan
bisnis dengan nasabah dalam kontek waktu jangka panjang.
Namun apabila Bank syariah tidak ingin melanjutkan hubungan
bisnis lagi dengan nasabah dalam waktu panjang, berikut
penyelesaian Bank syariah yang tidak ingin meneruskan
hubungan bisnis dengan nasabah dalam waktu panjang :
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
Penyelesaian tersebut dilakukan melalui keadaan setelah
tidak tercapainya kesepakatan melalui musyawarah.
6. Penjelasan Mengenai Isi Fatwa DSN-MUI
Berikut merupakan penjelasan isi fatwa yang dijadikan sebagai rujukan
dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah:
a. Fatwa DSN-MUI No 48/DSN-MUI/II/2005/Tentang
Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah. Dalam fatwa ini
menjelaskan tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah
dengan cara rescheduling atau penjadwalan kembali, dengan
ketentuan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh melakukan
penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi
nasabah yang tidak bisa menyelesaikan atau melunasi
pembiayaan sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah
disepaktai, dengan ketentuan:
1) Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa,
2) Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali
adalah biaya riil,
38
Azharsyah Ibrahim dan Arinal Rahmawati, Analisis Solutif Penyelesaian Pembiayaan
Bermasalah di Bank Syariah : Kajian Pada Produk Murabahah di Bank Muamalat Indonesia
Banda Aceh,Iqtishadia jurnal kajian ekonomi dan hukum. Vol 10 No 1 tahun 2017.hlm 89
40
3) Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan
kesepakatan dua belah pihak.
b. Fatwa DSN-MUI No 46/DSN-MUI/II/2005/Tentang Tagihan
Murabahah. Dalam fatwa ini menjelasakan tentang potongan
yang diberikan LKS kepada nasabah yang merupakan sebuah
bentuk penghargaan bagi nasabah yang melalukan pembayaran
dengan tepat waktu karena pembiayaan murabaha sendiri
umumnya dilakukan secara cicil, sedangkan bagi nasabah yang
mengalami penurunan kemampuan dalam pembayaran LKS
dapat memberikan keringanan, pemberian penghargaan dan
intensif keringanan diberikan LKS dalam bentuk potongan dari
total kewajiban pembayaran, dengan ketentuan:
1) LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban
pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad)
murabahah yang telah melakukan kewajiban
pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan
nasabah yng mengalami penurunan kemampuan
pembayaran.
2) Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas
diserahkan pada kebijakan LKS.
3) Pemberian potongan tidak diperjanjikan dalam akad.
c. Fatwa DSN-MUI No 46/DSN-MUI/II/2005/Tentang Konversi
Akad Murabahah. Dalam fatwa ini menjalaskan tentang
pemberian keringanan yang diberikan LKS kepada nasabah
yang mengalami penurunan keampuan dalam pembayaran,
karenan umumnya pembiayaan murabahah dilakukan dengan
sistem cicil jadi hal tersebut bisa saja terjadi pada nasabah.
Pemberian keringan ini dilakukan dalam bentuk konversi
dengan membuat akad baru dalam penyelesaian pembayaran
kewajiban, dengan ketentuan :
41
1) LKS boleh melakukan konversi dengan membuat
akad baru bagi nasabah yang tidak bisa
menyelesaikan/melunasi kewajiban pembiayaan
murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, tetapi ia masih prospektik, dengan
ketentuan:
a) Akad murabahah dihentikan dengan cara :
(1) Obyek murabahah dijual oleh nasabah
kepada LKS dengan harga pasar.
(2) Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada
LKS dari hasil penjualan.
(3) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang
maka kelebihan itu dapt dijadikan uang muka
untuk akad ijarah atau bagian modal dari
mudharabah dan musyarakah.
(4) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa
hutang maka sisa hutang tetap menjadi
hutang.
b) LKS dan nasabah eks murabahah tersebut dapat
membuat akad baru dengan akad :
(1) Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atas barang
tersebut di atas dengan merujuk kepada fatwa
DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al
Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al- Tamlik.
(2) Mudharabah dapat merujuk kepada fatwa
DSN No. 7/DSN-MUI/IV/2000/ tentang
Mudharabah (Qiradh) atau
(3) Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa
DSN No.8/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Musyarakah.
42
d. Fatwa DSN-MUI No 49/DSN-MUI/II/2005/Tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu
Bayar. Dalam fatwa ini menjelaskan apabila nasabah tidak
mampu membayar, maka diselesaikan dengan prinsi-prinsip
syariah. LKS boleh melakukan penyelesaian murabahah bagi
nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaanya
sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan
ketentuan:
1) Obyek murabahah atau jaminan laiinnya dijual oleh
nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar
yang disepakati.
2) Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari
hasil penjualannya.
3) Apabila hasil melebihi sisa utang maka LKS
mengembalikan sisanya kepada nasabah.
4) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang
maka sisa utang tatp menjadi utang nasabah.
5) Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa
utangnnya, maka LKS dapat membebaskannya.
e. Fatwa DSN-MUI No 19/DSN-MUI/II/2001/Tentang Qard
(aturan pertama poin 6b). dalam fatwa ini menjalaskan jika
nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada saat yang telah telah disepakati dan LKS
telah memastikan tidak mampuannya, maka LKS dapat
menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajiban nasabah.
C. Tinjauan ( Review ) Kajian Terdahulu
Penulis menyadari penelitian ini bukanlah hal baru yang muncul,
sehingga untuk membedakan peneliti terdahulu dengan peneliti penulis, maka
penulis melakukan Review terdahulu yaitu antara lain:
43
1. Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Terhadap Akad
Murabahah dalam Prespektif ekonomi Islam (studi kasus pada
BPRS Bandar Lampung), Skripsi, Jurusan Perbankan Syariah,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri
Raden Inten Lampung, Laili Maulistina, 2017, dalam skripsi Laili
Maulistina menjelaskan mengenai strategi apasaja yang
digunakan dalam pembiayaan bermasalah akad murabahah
dilihat dari prespektif ekomoni islam. Yang membedakan dengan
penelitian Laili Maulistina ialah dalam dalam skripsinya ialah
dari studi kasus yang ia pilih adalah Bank Perkreditan Rakyat
Syariah, serta skripsi Lalili lebih membahas prsepektif ekonomi
islam dalam strategi penyelesaian pembiayaan bermasalah dan
tidak membahas tentang kesesuaian fatwa dsn dengan aplikasi
penyelesaian pembiayaan bermasalah.
2. Penyelesaian Pembiyaan Bermasalah Pada Koperasi BMT
Syariah Makmur Bandar Lampung, Skripsi, Fakultas Hukum,
Universiats Lampung, Devita Ayusafitri, 2017, dalam skripsi
Devita Ayusafitri membahas tentang penyelesaian pembiyaan
bermasalah di koperasi BMT Syariah Makmur, serta factor-faktor
yang menyebabkan terjadinya Pembiayaan bermasalah. Yang
membedakan dengan peneliti Devita Ayusafitri ialah, peneliti ia
meneliti penyelesaian pembiayaan bermasalah pada akad
musyarakah dan yang menjadi studi kasusnya ialah Koperasi
BMT Syariah Makmur.
3. Tinjauan Yuridis Rekontruksi Pembiayanaan murabahah
bermasalah pada Perbankan Syariah (studi kasus pada PT Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa), Skripsi ,
jurusan ilmu hukum, fakultas hukum, Universitas Indonesia,
Tazkya Putri Amelia, 2015, Dalam skripsi Tazkya Putri Amelia
membahas tentang restruktusi pembiayaan murabahah
bermasalah studi kasus pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor
44
Cabang Pondok Kelapa. Yang membedakan dengan penelitian
Tazkya Putri Amelia adalah dalam skripnya ia membahas tentang
restruktusi pembiayaan murabahah, sedangkan dalam skrispi
yang penulis bahas ialah mengenai seluruh penyelesaian
pembiayaan bermasalah dan disesuaikan dengan ketentuan Fatwa
DSN-MUI. Dan yang membedakan ialah pada skripsi penulis
studi kasusnya pada Bank Tabungan Negara Cabang Syariah
Serang.
4. Bentuk Penyelesaian Pembiayaan Macet di BNI Syariah Cabang
Yogyakarta, Skripsi, Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Sunan KalijagaYogyakarta, Yasinta, 2016, Dalam
skripsi milik Yasinta membahas tentang bentuk penyelesaian
pembiayaan macet dan disesuaikan dengan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2008, yang mebedakan ialah dalam penelitian
milik penulis penyelesesaiaanya pembiayaan pada akad
Imurabahah sedangkan penelitian milik Yasinta menjelaskannya
secara luas, selanjutnya penelitian milik penulis mengacu pada
kesesuain Fatwa DSN-MUI sedangkan penelitian milik Yasinta
disesuaikan atau berpacu dengan Undang-undang Nomor 21
tahun 2008 Tentang Perbankan syariah.
5. Manajemen Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Lembaga
Perbankan Syariah, Jurnal Li Falah Volume 1, Nomor 1, Dosen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Kendari, Muhammad
Turumudi, 2016, Dalam penelitian mili Muhammad Turumudi,
menjelaskan bagaimanakah manajemen lembaga keuangan
syariah dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah. Yang
mebedakan dengan penelitian penulis ialah, pada penelitian milik
Muhamammad Turumudi tidak menjelaskan pada akad apa
pembiyaan bermaslah tersebut, kemudian studi kasusnya pun
berbeda.
45
6. Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia Berdasrkan
Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/x/2013, Skripsi, Jurusan
Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Jakarta, Bayu Prasetyo, 2014, dalam penelitian
milik Bayu Prasetyo membahas mengenai masalah penyelesaian
pembiayaan bermasalah yang ada pada akad musyarakah
mutanaqisah yang berfokus di produk KPR Mualat iB dan di
kaitkan dengan Fatwa DSN-MUI No. 1/ DSN-MUI/X/2013 dan
studi kasus di Bank Muamalat Indonesia. Yang mebedakan
dengan penelitian penulis ialah penelitian milik Bayu Prasetyo
objeknya pada akad musyarakah mutanaqisah pada produk KPR
syariah di Bank Muamalat.
46
BAB III
GAMBARAN UMUM BANK BTN SYARIAH
A. Sejarah BTN Syariah
Bank Tabungan Negara Syariah merupakan Unit Usaha Syariah (UUS)
dari Bank Tabungan Negara Konvensional yang merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), yang menjalankan bisnis berdasarkan prinsip syariah.
BTN Syariah mulai beroperasi pada tanggal 14 Febuari 2005 dengan Kantor
Cabang Syariah yang pertama di Jakarta.
Pembukaan UUS ini guna melayani tingginya minat masyarakat dalam
memanfaatkan jasa keuangan Syariah dan memperhatikan keunggulan prinsip
Perbankan Syariah, adanya Fatwa MUI tentang bunga bank, serta
melaksanakan hasil RUPS 2004. Serta tujuan lainnya ialah untuk memenuhi
kebutuhan nasabah akan produk dan layanan perbankan yang sesuai dengan
prinsip syariah, dan memberikan manfaat yang setara, seimbang dalam
pemenuhan kebutuhan kepentingan nasabah dan Bank.
Pembukaan UUS ini juga untuk memperkokoh tekad ajaran BTN Syariah
untuk menjadikan kerja sebagai bagian dari ibadah yang tidak terpisah
dengan ibadah-ibadah laiinya, sebagai mana motto dari BTN Syariah “Maju
dan Sejahtera Bersama “.
BTN Syariah yang merupakan bagian dari Bank Tabungan Negara
Konvensional merupakan Bank BUMN, BTN Syariah menjalankan fungsi
intermeidasi dengan menghimpun dana dari masyarakat melalui produk-
produk giro, tabungan dan deposito serta menyalurkannya kembali melalui
sector Riil berabagai produk pembiaan KPR, multiguna, Investasi, dan modal
kerja. Dalam pelaksanaan kegiatannya, BTN Syariah didampingi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang bertindak sebagai pengawas, penasehat dan
pemberi saran kepada direksi, Pimpinan Devisi Syariah, dan Pimpinan Kantor
Cabang Syariah mengenai hal-hal terkait dengan prinsip syariah.
47
B. Visi dan Misi BTN Syariah
Visi dan Misi BTN Syariah sejalan dengan Visi BTN Konvensional yang
merupakan Strategic Business Unit dengan peran untuk meningkatkan
pelayanan dan pangsa pasar sehinggan BTN tumbuh dan berkembang di masa
yang akan datang. BTN Syariah juga sebagai pelengkap dari bisni perbankan
di mana secara konvensional tidak dapat terlayani.
Visi BTN Syariah yakni, menjadi Strategic Business Unit BTN yang
sehat, terkemuka dan menguntungkan dlam penyediaan jasa keunagan
Syariah dan mengutamakan kemaslahatan bersama.
Misi BTN Syariah yang menunjang misi BTN Konvesional yaitu :
1. Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan
industry terkait, pembiayaan konsumsi, usaha kecil menengah.
2. Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi pengembagan
produk, jasa dan jaringan strategi berbasis teknologi tertinggi.
3. Menyiapkan dan mengembangkan Human Capital yang berkualutas,
professional dan memiliki integritas tinggi.
4. Melaksanakan manjemen perbankan yang sesuai dengan prisip
kehati-hatian dan Good Coorporate Governance untuk
meningkatkan Shareholder Value.1
C. Stuktur Organisasi BTN Syariah
Konsep Dasar dan Metodelogi Stuktur Organisasi Kantor Cabang BTN
Syariah :
1. Susunan Core Unit di Stuktur Organisasi Kantor Cabang adalah suatu
unit kerja yang harus ada di kantor cabang adalah berikut :
f. Branch Manager ( Kepala Cabang)
g. Retail Service (Layanan Ritel)
h. Operation (operasional)
i. Accounting dan Control (Akuntansi dan Kontrol)
j. Financing Recovery (Pembinaan dan Penyelamatan Pembiayaan)
1 Diakses, https://www.btn.co.id/ visi dan misi/diakses pada 22 Agustus 2018 pukul 17.00.
48
2. Dibawah Core Unit Kerja Retail Service (teller service, customer service,
financing service) dan operation (transaction processing, financing
administration, general branch administration) maksimal dijabat oleh
oleh Assistant Manajer atau Supervisor (pengawas) yang akan
disesuaikan dengan jumlah rasio supervise terhadap jumlah staffing atau
atau cabang.
3. Branch Manager (Kepala Cabang), mempunyai tanggung jawab sebagai
berikut:
a. Bertanggung jawab atas pelaksanaan otoritas sesuai batas
kewenangan
b. Bertanggung jawab atas pengelolaan resiko bisnis, baik yang
dilakukan oleh cabag syariah kantor cabang pembantu syariah dan
kantor kas syariah
c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang
menyangkut operasional bank, baik ketentuan intern maupun
ekstern.
Misi yang hendak dicapai:
a. Memberikan konstribusi laba yang sesuai dengan target yang telah
ditetapkan divisi syariah
b. Menjaga tingkat efisiensi operasionalisasi Kantor Cabang BTN
Syariah
c. Memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah bank syariah.
4. Retail Service, misi yang hendak dicapai :
a. Mecapai standar pelayanan prima yang berbasis kepada customer
focus
b. Meningkatkan pangsa pasar baik dana, pembiayaan, feebased yang
berbasis kepada customer focus.
Tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai berikut :
a. Betanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah
b. Bertanggung jawab atas perencanaan dan penetapan strategi bisnis
unit kerja yang menjadi tanggung jawab nya kebijakan bank.
49
5. Operational, misi yang harus dicapai adalah sebagai berikut :
a. Memproses transaksi non tunai secara efisien dan akurat
b. Menyediakan pelayanan administrasi pembiayaan dan umum yang
tepat waktu dan efisien kepada cabang.
Tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai berikut :
a. Bertanggung jawab terhadap pengelolaan operasional harian canag
untuk menajmin efektivitas dan efisiensi
b. Bertanggung jawab terhadap standar kualitas yang tinggi dalam
bidang pemrosesan transaksi, adminitrasi pembiayaan dan
administrasi umum cabang.
D. Produk-produk BTN Syariah
1. Produk Dana:
a. Tabungan :
1) Tabungan BTN Batara IB : Produk tabungan dengan
menggunakan akad “wadi’ah” (titipan), yang merupakan titipan
dari satu pihak ke pihak lain baik individu maupun lembaga
yang harus dijaga dan dikebalikan setiap saat bila pemilik
menghendakinya.
2) Tabungan BTN Prima iB : Produk tabungan dengan
menggunkana akad Mudharabah Mutlqah (investasi), yang
merupkan kerja sama dua pihak. Pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan modal dan memberikan kewenangan penuh
kepada pihak lainnya (mudharib) dalam menentukan jenis dan
tempat investasi. Keuntungan dan kerugian dibagi menurut
nisbah yang disepakati.
3) Tabungan BTN Batara Haji dan Umrah iB : produk tabungan
untuk merencanakan ibadah haji dan umroh bedasarkan prinsip
syariah dengan menggunakan akad mudharabah mutlaqah
(investasi), yang merupakan kerja sama antara dua pihak dengan
keuntungan dan kerugian dibagi menuruit nisbah yang
disepakati dimuka.
50
4) Tabungan BTN Qurban iB : Produk tabungan untuk merencakan
pembelian dan penyaluran hewan qurban dengan hasil yang
menguntungkan dan kompetitif bedasarkan syariah dengan akan
mudharabah mutlaqah (investasi), yang merupakan kerja sama
antara dua pihak dengan keuntungan dan kerugian dibagi
menurut nisbah yang disepakati dimuka.
5) Tabungan BTN Tabunganku iB : tabungan bagi anak berusia
<17 tahun bedasarkan prinsip syariah dengan akad wadiah
(titipan), yang merupakan titipan dari satu pihak ke pihak lain
baik individu maupun lembaga yang harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat bila pemilik menghendakinya.
6) Tabungan BTN Simpanan Pelajar iB : Tabungan untuk
meningkatkan budaya menabung di kalangan siswa PAUD, TK,
SD, SMP, SMA< Madrasah atau sederajat dengan prinsip
syariah yaitu akad wadiah (titipan), diman merupakan titipan
dari pihak ke pihak lain baik individu maupun lembaga yang
harus dijaga dan dikembalikan setiap saat bila pemilik
menghendakinya.
7) Tabungan BTN Emas iB : Produk tabungan untuk
merencanakan pembelian emas yang merupakan salah satu
bentuk investasi terbaik guna memenuhi kebutuhan masa depan
dengan tetap mendapatkan bagi hasil yang menguntungkan serta
bedasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah mutlaqah
(investasi) , yaitu kerja sama antara dua pihak dengan
keuntungan dan kerugian dibagi menurut nisbah yang disepakati
dimuka.
b. Deposito
1) Deposito BTN iB : Investasi berjangka bagi perorangan atau
lembaga atau bagi hasil kompetitif yang menggunkan akad
mudharabah mutlaqah (investasi), yaitu kerja sama antara dua
51
pihak dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut nisbah
yang disepakati dimuka.
2) Deposito On Call BTN iB : investasi berjangka yang dapat
diberikan optimalisasi keuntungan bagi likuiditas perusahaan
dengan jangka waktu 1-28 hari dan dikelola melalui akad
mudharabah mutlaqah (investasi), yang merupakan kerja sama
antara dua pihak dengan keuntungan dan kerugian dibagi
menurut nisbah yang disepakati dimuka.
c. Giro
1) Giro BTN iB : Produk simpanan dana untuk kemudahan
transaksi usaha anda dengan menggunakan akad Wadiah
(titipan), yang merupakan titipan dari satu pihak ke pihak lain
baik individu maupun lembaga yang akan kami jaga dengan
baik dan dikembalikan setiap saat bila pemilik menghendakinya.
2) Giro BTN Prima iB : Produk simpanan dengan bagi hasil yang
kompetitif untuk perusahaan yang memiliki aktifitas transaksi
bisni yang tinggi dengan menggunakan akad Mudharabah
Mutlaqah (investasi), yang merupakan kerja sama antara dua
pihak dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut nisbah
yang disepakati dimuka.
2. Pembiayaan Konsumer
a. Pembiayaan Perumahan
1) KPR BTN Platinum iB : pembiayaan yang hadir sebagai solusi
bagi kepemilikan rumah, ruko, hingga apartemen yang
menjadi idaman, baik untuk pertama kali, yang kedua, atau
bahkan yang ketiga melalui proses yang cepat, uang muka
ringan dan angsuran tetap selama jangka waktu pembiayaan
melalui akad Murabahah (jual beli) yang memberikan berbagai
macam manfaat.
52
2) KPR BTN Indent iB : Fasilitas pembiayaan untuk memiliki
rumah, ruko, rukan, rusun atau apartemen bedasarkan
pemesanan melalui akad Istishna (jual beli bedasarkan pesanan).
3) Pembiayaan Bangun Rumah BTN iB : Pembayaan yang dapat
mewujudkan pembangunan rumah impian atau merenovasi
hunian diatas lahan milik sendiri sesuai rencana dan keinginan
nasabah melalui akad Murabahah (jual beli).
4) Pembiayaan Properti BTN iB : Pembiayaan untuk masyarakat
yang menginginkan kepemilikan atas property baru atau
memerlukan pembiayaan ulang (refinancing) untuk property
yang telah dimilik dengan menggunakan akad Musyarakah
Mutanaqisah (kepemilikan asset bersama).
5) KPR BTN Bersubsidi iB : Pembiayaan yang ditunjukan untuk
progam kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah yang
bekerjasama dengan kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dalam rangka kemudahan kepemilikan
rumah, dengan akad Murabahah (jual beli) yang memberikan
berbagai macam manfaat.
b. Pembiayaan Non Perumahan
1) Pembiayaan Kendaraan Bermotor BTN iB : Solusi kepemilikan
kendaraan roda dua atau roda empat dengan proses yang cepat,
administrasi yang mudah, harga dan angsuran yang tetap sampai
dengan akhir pembiayaan melalui akad Murabahah (jual beli).
2) Pembiayaan Tunai Emas BTN iB : Solusi atas kebutuhan dana
untuk keperluan mendadak dengan cara menggadaikan emas
yang dimiliki denga proses yang cepat dan aman serta angsuran
yang ringan menggunakan akad Qard (gadai) yang disertai
dengan surat gadai sebagai penerahan mrhun untuk jaminan
pengembalian seluruh atau sebagian hutang nasabah kepada
bank (murtahin).
53
3) Pembiayaan Emasku BTN iB : Pembiayaan Emasku BTN iB
hadir untuk memberikan solusi bagi nasabah yang ingin
memiliki investasi dengan kepemilikan emas lantakan
(batangan) bersertifikat Antam bedasarkan prinsip syariah
dengan menggunakan akad Murabahah (jual beli).
4) Pembiayaan Multimanfaat BTN iB : Solusi bagi pegawai dan
pensiunan untuk keperluan pembelian jenis barang elektronik,
furniture, dan kebutuhan lainnya tanpa uang muka, angsuran
ringan dan tetap sampai dengan lunas dan jangka waktu
pembiayaan sampai dengan 10 tahun melalui akad Murabahah
(jual beli).
5) Pembiayaan Multijasa BTN iB : Pembiayaan yang hadir untuk
keperluan mendanai kebutuhan layanan jasa seperti Pendidikan,
Kesehatan, Wisata, Umroh, dan Pernikahan dengan jangka
waktu pembiyaan samapi dengan 10 tahun serta menggunakan
akad Kafalah (Imbalan atas Jasa Penjaminan).
3. Pembiayaan Komersial
a. Pembiayan Usaha
1) Pembiayaan Kontruksi BTN iB : Pembiayaan Kontruksi iB
hadir untuk memberikan solusi bagi pebisnis guna membiayai
kontruksi proyrk property yang meliputi bangunan dan
infrastruktur yang terkait dengan menggunakan akad
Musyarakah (kerjasama).
2) Pembiayaan Investasi BTN iB : Pembiayaan Investasi iB hadir
untuk memberikan solusi bagi nasabah guna
pembelian/pengadaan barang investasi (capital expenditure)
dengan menggunakan akad Murabahah (akad penyedian dana
untuk kerjasama) atau Istishna (akad penyediaan dana atau
tagihan).
3) Pembiayaan Modal Kerja BTN iB : hadir untuk memberikan
solusi bagi nasabah guna membiayai keperluan modal kerja
54
nasabah (operational expenditure) dalam menjalankan bisnis
dengan menggunakan akad kerjasama Mudharabah atau
Musyarakah.
b. E- Channel
1) E- Bangking
a) Icash Management System (iCMS) : Layanan berbasis
internet dengan menggunkan aplikasi browser yang
berguna untuk membatu mengelola kegiatan perbankan
secara mandiri, efektif dan efisien.
b) Mobile Banking BTN Syariah : Aplikasi yang berfungsi
memberikan kemudahan transaksi layanan perbankan
melalui smartphone dengan cara mudah serta dapat
dilakukan kapan saja dan dimana saja sehingga tidak perlu
datang langsung ke bank.
c) Mobile Wakaf NU BTN Syariah : Layanan perbankan yang
memudahkan ibadah wakaf dengan cara yang praktis dan
aman melalui smartphone tanpa harus mengunjungi Bank.
c. Jasa Layanan
1) Layanan Tambahan
a) Progam Pengembangan Operasional (PPO) : layanan
perbankan untuk koroporasi dengan memfasilitasi
kebutuhna operasional berupa barang seperti (kendaraan,
peralatan kantor, dan lain-lain) ataupun dana operasional
dalam rangka mendukung kelnacraan operasional lembaga
dengan persyaratan tertentu yang disepakati bank dan
nasabah.
b) Penerimanaan Biaya Perjalanan Haji : Layanan untuk
mempermudah impian Ibadah Haji ke Tanah Suci yang
terintegrasi langsung dengan Sistem Komputerisasi Haji
Terpadu ( SISKOHAT) Online, mulai dari pembayaran
55
setoran awal untuk mendapatkan nomor porsi sampai
dengan pelunasan keberangkatan.
c) Payroll BTN iB : Layanan perbankan melalui Tabungan
BTN Batar iB untuk memfasilitasi jasa payroll dan
kebutuhan finansial karyawan korporasi yang dapat
dilakukan diseluruh outlet Bank BTN ataupun UUS Bank
BTN diseluruh Indonesia.
d) Spp Online : Layanan Jasa bagi lembaga pendidikan berupa
penerimaan setoran biaya pendidikan dan biaya lainnya
yang terkait dengan penyelenggraan pendidikan secara
online real time.
e) Payment Point BTN iB : Layanan perbankan untuk
kemudahan nasabah melakukan transaksi berulang dan ruti
seperti membayar tagihan telpon, telpon seluler, listrik, air,
dan pajak.
f) Kiriman Uang : Fasilitas kiriman uang yang dihadirkan
berupa layanan pengiriman uang secara real time kesesama
bank serta pengiriman uang ke Bank lain menggunkan
fasilitas , SKN, RTGS, Link, ATM bersama dan Prima.
d. Jasa Penyimpanan
Safe Deposit Box : Suatu wadah dalam bentuk box yang dirancang
khusus dengan ukuran tertentu dilengkapi dengan sistem pengamana
untuk menjamin keamanan barang-barang yang disimpan dari
bahaya kebakaran, perampokan dan lain-lainnya serta menggunakan
akad Ijarah (Sewa menyewa).2
2 Diakses, https://www.btn.co.id/ produk BTN Syariah , diakses pada tanggal 22 Agustus
pukul 17.00 WIB.
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Mekanisme Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di BTN Syariah
Cabang Serang
1. Prinsip Penilaian Pembiayaan BTN Syariah Cabang Serang
Dalam melakukan penilaian permohonan pemberian pembiayaan
bank syariah, bagian customer tentunya harus memperhatikan beberpa
prinsip yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah.
Agar bank dapat meminimalisir dan mengurangi resiko yang
kemungkinan dihdapi oleh pihak bank. Di dalam dunia perbankan prinsip
penilaian dikenal dengan 6 C yaitu :
a. Character
Adalah penilaian terhadap watak atau kepribadian calon penerima
pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan
bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajiabannya.
b. Capacity
Adalah penilaian secara subjektif tentang kemapuan nasabah untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan tersebut diukur dengan catatan
prestasi nasabah di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di
lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, administrasi,
alat-alat, pabrik serta metode kegiatan, bahkaan kemampuan untuk
merbut pasar.
c. Capital
Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki calon nasabah
yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang
ditujukan oleh rasio financial dan penekanan pada komposisi
modalnya. Penilaian capital tidak berbbentuk uang tunai saja, tetapi
57
bisa dalam bentuk barang modal seperti lahan, bangunan, mesin-
mesin.
d. Collateral
Adalah jaminan yang dimilik calon nasabah. Jaminan tersebut
biasanya berbentuk surat dan barang berharga.
e. Condition
Dimana bank melohat kondisi ekonomi sekitar yang terjadi di
masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis
usaha yang dilakukan oleh calon nasabah, hal tersebut karena
kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha
calon nasabah.
f. Constrains
Adalah penilaian faktor social dan psikologis dari masyarakat berupa
batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan jalannya suatu
usaha.
2. Proses Pemberian Pembiayaan BTN SYariah Cabang Serang
Kemudian proses pemberian pembiayaan di bank BTN Syariah
Cabang serang ada beberapa tahapan, yaitu :
a. Nasabah datang ke Bank untuk pengajuan permohonan pembiayaan.
b. Bank memberikan waktu kepada nasah untuk memilih lokasi dengan
keinginan nasabah ( khusus pembiayaan KPR).
c. Nasabah melengkapi berkas untuk proses pengajuan pembiayaan.
d. Jika nasabah telah sepakat dan setuju maka dilanjutkan dengan
proses akad Murabahah
3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah pada BTN
Syariah Cabang Serang.
Penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah adalah disebabkan
adanya kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapi oleh nasabah.
Penyebab ternyadinya ada 2 faktor yaitu, faktor eksternal dan faktor
internal.
58
a. Faktor Ekternal
Adalah faktor yang terjadi berada di luar kekuasaan manajemen
bank, seperti terjadinya bencana alam, konflik atau peperangan,
perubahan kondisi perekonomian pada nasabah dan perdagangan
atau perusahaan nasabah, perubahan teknologi, bahkan sampai
perceraian dapat menjadi salah satu faktor eksternal terjadinya
pembiayaan bermasalah.
b. Faktor Internal
Adalah faktor yang ada dalam bank itu sendiri, seperti ketidak
cakapan pegawai bank dalam menganalisis, ketidak patuhan
pegawai bank dalam prosedur pemberian pembiayaan.
4. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada BTN Syariah Cabang
Serang.
Pembiayaan bermasalah bukanlah hal yang asing bagi suatu bank ,
yakni bahwa semua bank mengalami hal tersebut. Oleh karena itu saat ini
adalah bagaimana cara bank dalam menyelesaikan pembiayaan
bermasalah ini.1
Usaha yang dilakukan oleh BTN Syariah Cabang Serang dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah menggunakan beberapa tahapan.
Bedasarkan yang peneliti jabarkan pada bab 2 mengenai restrukturisasi
pembiayaan dan terkait penelitian ini BTN Syariah Cabang Serang hanya
menggunakan beberapa tahapan, yaitu :
a. Penagihan intensif
Tahapan ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh BTN
Syariah Cabang Serang untuk penyelesaian pembiayaan bermasalah,
tahapan ini merupakan tahapan yang paling awal serta masih
dianggap sebagai itikad baik dari bank.
b. Pemberian surat peringatan
Tahapan ini jika nasabah sudah benar-benar tidak ada itikad baik
untuk menunaikan kewajibannya pada bank (wanprestasi).
1 Mahardika Putra, Interview pribadi, Serang, 2 Juli 2018.
59
Pemberian surat peringatan dari bank hanya sampai 3 kali
penyuratan jika nasabah sudah tidak menyegerakan pembayaran,
maka BTN Syariah akan segera melakukan tahapan selanjutnya.
c. Rescheduling
Tahapan ini merupakan upaya BTN Syariah Cabang Serang dengan
cara merubah seluruh atau sebagian persyaratan pembiayaan bagi
nasabah tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah kepada
bank.
d. Penghapusbukuan ( write off)
Tahapan ini merupakan tindakan BTN Syariah cabang Serang
dengan cara mengeluarkan rekening asset yang sudah tidak
produktif, namun deminian BTN Syariah cabang serang tetap dapat
menagih pada nasabah.
e. Eksekusi jaminan
Tahapan ini merupakan tindkan akhir dari BTN Syariah pada naabah
yang sudah dianalisis tidak kooperatif dalam penyelesaian
pembiayaan, serta nasabah tidak lagi mempunyai itikad baik untuk
penyelesaian pembiayaan.
Terhitung sejak tahun 2018 BTN Syariah Cabang Serang telah
melakuakan penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan menggunakan
tahapan penagihan intensif, pemberian surat peringatan dan rescheduling
kepada 64 nasabah, dan untuk write off terhitung ada 2 nasabah
sedangkan untuk eksekusi jaminan ada 3 nasabah.
B. Analisis Praktek Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada BTN
Syariah Cabang Serang
Dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah BTN Syariah Cabang
serang menggunakan beberapa tahapan yaitu panggilan intensif pada nasabah,
Pemberian surat peringatan, rescheduling, penghapusbukuan, dan yang
terakhir eksekusi jaminan.
1. Praktek Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada BTN Syariah
Cabang Serang Bedasarkan Fatwa DSN-MUI.
60
BTN Syariah cabang Serang menggunakan konsep restrukturisasi
dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah, dalam konsep tersebut ada
tahapan-tahapan yang sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI, berikut
adalah penjelasannya :
a. Tahapan yang pertama.
Jika terjadinya pembiayaan yang bermasalah BTN Syariah
cabang Serang akan menghubungi nasabah yang bersangkutan secara
berkelanjut. Tahapan ini dilakukan apabila nasabah sudah tidak
menunaikan kewajibannya melawati batas waktu 2 bulan. Panggilan
pertama menggunakan telpon atau by phone sampai adanya
tanggapan dari nasabah, jika nasabah masih punya itikad baik untuk
menunaikan kewajibannya pada BTN Syariah maka bank tidak akan
lanjut ketahap selanjutnya, akan tetapi jika nasabah tersebut tidak
menanggapi panggilan maka BTN Syariah menganggap nasabah
telah melakukan wanprestasi, sehingga BTN Syariah akan
mendatangi kediaman nasabah sesuai dengan alamat data nasabah
pada saat pengajuan pembiayaan.
Setelah penjabaran tahapan pertama penyelesaian pembiayaan
bermasalahn, bedasarkan analisis peneliti tahapan ini penting karena
merupakan langkah awal bank dalam mensupport nasabah dalam
menyelesaikan kewajibannya pada bank, selain itu metode ini juga
merupakan upaya pendekatan diri antara bank dengan nasabah,
sehingga bank tau penyebab nasabah tersebut lalai dalam
pembayaran, disini bank dapat mengingatkan dan memusyawarakan
pada nasabah perihal pembayaran pada nasabah. Meskipun metode
tersebut tidak mempunyai ketentuan khusus didalam Fatwa akan
tetapi menurut peneliti sudah bedarkan prinsip-prinsip syariah (al-
Sulh).
61
b. Tahapan yang kedua
Pemberian surat peringatan, hal ini dilakukan jika dalam
kurun waktu yang ditetapkan oleh pihak bank nasabah masih belum
bisa melunasi pembayaran maka pihak bank akan memberikan surat
peringatan. Pemberian surat peringatan dilakukan sampai 3 kali
penyuratan jika nasabah sudah tidak kooperatif.jangka waktu
pemberian surat yaitu 7 hari. Pemberian surat peringatan menurut
peneliti ialah sebagai salah satu bentuk pengasan dari pihak bank
pada nasabah. Tahapan ini dilakukan sebelum adanya tidakan
selanjutnya yaitu eksekusi jaminan.
c. Rescheduling
Pada tahapan ini BTN Syariah dapat merubah jadwal
pembayaran ataupun jumlah angsuran pada nasabah. Tahapan ini
lakukan tanpa adanya penambahan biaya pokok pembayaran serta
harus bedasarkan kesepakatan bersama dan dalam tahapan ini BTN
Syariah sama sekali tidak meminta biaya tambahan apapun pada
nasabah sehingga dapat meringankan beban nasabah. Rescheduling
merupakan salah satu tanggapan baik yang diberikan pada nasaba
jika adanya wanprestasi karena dalam tahapan ini BTN Syariah akan
mencari kecocokan jadwal angsuran maupun kemampuan usaha
nasabah.
Fatwa DSN-MUI nomor 48 tahun 2005 tentang Penjadwalan
kembali (rescheduling) terdapat beberapa point yaitu, rescheduling
dilakukan dengan tanpa adanya tambahan pada jumlah tagihan, ini
sesuai dengan apa yang sudah dilakukan oleh BTN Syariah cabang
Serang, karena adanya tahapan ini fungsinya untuk menyelesaiakan
suatu permasalahan sehingga BTN Syariah tidak akan membebani
nasabah lagi. Poin kedua ialah pembebanan biaya dalam proses ini
adalah biaya rill, sesuai dengan analisis diatas tahapan ini dilakukan
tanpa adanya pengeluaran biaya lain dari nasabah sehingga biaya
62
pada saat proses reschedulingpun sudah termasuk biaya riil BTN
Syariah.
Bedasarkan analisis diatas proses dalam tahapan rescheduling
yang dilakukan oleh BTN Syariah Cabang Serang sudah sesuai
dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 48/DSN-
MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah.
d. Pengahapus bukuan (write off)
Mekanisme tahapan ini dilakukan bagi nasabah yang sudah
dikategorikan macet oleh BTN Syariah cabang Serang bnamun
bedasarkan analisis nasabah tersebut masih memiliki sumber
pembayaran walaupun jumlahnya sangat sedikit untuk pembayaran.
Nasabah sudah dinyatakan terbebas dari pembayan jika nasabah
tersebut meninggal dunia dan ahli waris yang bersangkutan sudah
tidak memiliki sumber untuk pelunasan pembaran. Pengahapus
bukuan yang dilakukan oleh BTN Syariah tidak boleh di publish
pada nasabah.
Tahapan penghapus bukuan memang tidak memiliki aturan
khusus didalam fatwa, akan tetapi diatur dalam Fatwa DSN-MUI
tentang Qard pada aturan pertama poin b. dalam fatwa tersebut
dikatan bahwa apabila nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian
atau keseluruhan kewajibannya pada bak pada saat yang telah
disepakati dan bank telah memastikan tidakmampuannya, maka bank
dapat menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajiban
nasabah. BTN Syariah melakukan tahapan ini pada saat bank telah
menganalisis nasabah tersebut meiliki ketidak mampuan pada
pembayaran sehingga BTN Syariah pun melakukan write off,
pengahapusan yang dilakukan BTN SYariah hanya sebatas
penghapusan buku bukan pengahapusan tagihan sehingga bagaimana
pun bank masih bisa menagih pada nasabah, karena menuurt BTN
Syariah hutang nasabah tetaplah menjadi hutang yang harus dibayar.
Pengahapusan yang dilakukan oleh BTN Syariah tidak boleh
63
dipublish ke nasabah dan hal tersebut tidak diatur oleh fatwa
sehingga hal tersebut menurut peneliti sah-sah saja karena tidak
merugikan pihak nasabah. Tahapan ini menurut peneliti sudah sesuai
bedasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19/DSN-
MUI/IV/2001 Tentang Qardh.
e. Eksekusi Jaminan
Pada tahapan ini BTN Syariah akan menjual, melelang barang
agunan atau mencari debitor lain (untuk pembiaan non kpr). Tahapan
ini merupakan tahapan akhir yang dilakukan oleh bank karena
menurut BTN Syariah tahapan-tahapan sebelumnya hanya sekedar
penundaan pembayaran.
Mekanisme eksekusi jaminan yang dilakuan BTN Syariah bisa
dilakukan oleh nasabah ataupun nasabah bisa mempercayai bank
untuk eksekusi nantinya bank melalui pejabat Negara yang akan
melakukan eksekusi khususnya untuk pelelangan jaminan, eksekusi
dilakukan tanpa meminta persetujuan lagi dari nasabah karena
semuanya diatur pada saat akad, karena dalam akad disebutkan
apabila nasabah melakukan wanprestasi bank berhak melakukan
eksekusi jaminan, namun untuk ketentuan harga BTN Syariah dan
nasabah sudah sepakat satu sama lain. Sebelum dilakukan eksekusi
surat peringatan pada nasabah harus lengkap, yaitu terdiri dari SP 1,
SP 2, dan terakhir SP 3 bank baru boleh melakukan eksekusi
jaminan. Jika nantinya dari hasil eksekusi tedapat kelebihan hasil
maka nantinya BTN Syariah akan mengembalikan pada nasabah,
namun sebaliknya jika hasil ekseskusi jaminan kurang maka itu tetap
dianggap hutang oleh BTN Syariah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional NO. 47/DSN-MUI/II/2005
Tentang Penyelesaian piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak
mampu Bayar disebutkan bank dapat melakukan penyelesaian
pembiayaan murabahah bagi nasabah yang tidak lagi bisa
menyelesaikan/melunasi pembiyaanya sesuai jumlah waktu yang
64
disepakati dengan ketentuan, obyek atau jaminan yang dijual oleh
nasabah kepada atau melalui bank dengan harga yang disepakati,
BTN Syariah dalam hal ini melakukan eksekusi jaminan dengan
harga yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Poin kedua menyebutkan nasabah melunasi sisa utangnya
kepada bank dari hasil penjualan, BTN Syariah dalam hal ini tetap
mewajibkan nasabahnya melunasi hutangnya jika hasil eksekusi
jaminan tidak dapat melunasi utang nasabah. Selanjutnya
menyebutkan apabila hasil penjualan jaminan lebih maka bank wajib
mengamblikannnya, pengembalian hasil penjualan jaminan
dilakukan BTN Syariah juka adanya kelebihan sisa pada saat
penjualan, jika kurang maka tetap dianggap hutang oleh BTN
Syariah. Poin yang terakhir dalam fatwa menyebutkan apabila
nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka bank dapat
membebaskannya, dalam hal ini BTN Syariah tidak merapkannya
karena menurut BTN Syariah utang nasabah tetaplah menjadi utang
dan nasabah wajib melunasinya.
Analisis peneliti dalam hal ini BTN Syariah melakukan eksekusi
jaminan sudah bedasarkan sesuai fatwa, namun ada satu hal yang
masih belum bisa dijalaninya, yaitu pembebasan utang pada nasabah
yang tidak mampu bayar, BTN Syariah baru akan menganggap utang
nasabah lunas apabila nasabah sudah meninggal dunia dan ahli waris
tidak ada ataupun ahli waris tidak ada sumber lagi untuk
pembayaran. Hal ini mungkin merupakan sebuah bentuk penegasan
yang dilakukan oleh BTN Syariah agar nasabah lebih berhati-hati
sebelum mengajukan pembiayaan dan dari pihak bank untuk lebih
selektif dalam memberikan pembiayaan pada nasabah.
Dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah BTN Syariah
Cabang Serang tidak menggunakan metode yang peneliti jabarkan di
bab 2, yaitu metode Reconditioning, dan Restructuring berupa
konversi. Karena menurut BTN Syariah prosedur pembiayaan harus
65
sesuai dengan akad, jika dua metode tersebut dijalankan maka
perjanjiannya tidak sama lagi dnegan yang diakadkan.
2. Analisis Kesesuaian Tahapan dan Implementasi Penyelesaian
Pembiayaan Bermasalah pada BTN Syariah Cabang Serang.
Tahapan penyelesaian pembiayaan bermasalah pada BTN
Syariah Cabang Serang, yang pertama ialah Panggilan Intensif tidak
ada fatwa khusus yang mengatur tentang tahapan ini, implementasi
pada BTN Syariah Cabang Serang BTN Syariah akan menghubungi
nasabah terkait penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan secara
berkala, tujuannya ialah agar bank dan nasabah dapat menemukan
jalan keluar bersama melalui musyawarah, jika nasabah masih punya
itikad baik untuk melunasi, maka bank tidak akan melanjutkan
ketahap selanjutnya.
Tahapan penyelesaian yang kedua ialah dengan Pemberian Surat
Peringatan, dalam tahapan ini juga tidak ada fatwa khusus yang
mengatur, implementasi pada BTN Syariah pemberian surat
peringatan dilakukan apabila nasabah tidak punya itikad baik untuk
memenuhi kewajibannya terhadap bank, pemberian surat peringatan
sampai 3 kali, jika sudah sampai 3 kali bank dapat melakukan
tindakan.
Tahapan yang ketiga ialah Rescheduling, fatwa yang mengatur
tentang Rescheduling Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 48/DSN-
MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan Kembali, implementasi pada
BTN Sayriah bank akan merubah jadwal pembayaran dan tidak
menambah biaya apapun dan pembiayaan dalam proses initermasuk
dalam biaya riil. Analisis implemntasi dengan fatwa bahwa tahapan
Rescheduling di BTN Syariah Cabang Serang sudah sesuai dengan
fatwa yang berlaku.
66
Tahapan yang keempat ialah Penghapusbukuan (write off),
fatwa yang mengatur tentang penghapus bukuan ialah Fatwa Dewan
Syriah Nasional No. 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Al-Qard
ketentuan pertama poin 6b, menghapus (write off) sebagian atau
seluruh kewajibannya. Implementasi pada BTN Syariah oalah bank
akan melakukan penghapus bukuan bagi nasabah pada rekening
yang sudah tidak produktif, tapi bank masih tetap akan menagih pada
nasabah untuk pelunasan. Analisis implementasi dengan fatwa yang
terkait tahapan penghapus bukuan (write off) sudah sesuai dengan
fatwa yang berlaku.
Tahapan kelima ialah Eksekusi Jaminan, fatwa yang terkait
dengan tahapan ini ialah Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
47/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah
bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar, dengan ketentuan :
a. Obyek Murabahah atau jaminan laiinya dijual oleh nasabah
kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang
disepakati;, implementasi pada BTN Syariah bank menjual
atau melelang jaminan sesuai dengan kesepakatan bersama
dalam akad.
b. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil
penjualan, implementasi pada BTN Syariah nasabah
diwajibkan oleh bank untuk melunasi sisa utang yang ada jika
hasil penjualan tidak mencukupi jumlah pembiayaan.
c. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS
mengembalikan sisanya pada nasabah, impementasi pada
BTN Syariah bank berkewajiban untuk mengembalikan sisa
hasil dari penjualan maupun hasil lelang barang jaminan.
d. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa
utang tetap menjadi utang nasabah, implemnetasi pada BTN
67
Syariah nasabah masih dianggap berutang jika belum
melunasi pembayaran pembiayaan.
e. Apabila nasabah tidak mampu bayar sisa utangnya, maka
LKS dapat membebaskannya, implementasi pada BTN
Syariah bank tidak membebaskan nasabahnya meskipun ia
sudah tidak mampu lagi melunasi sisa pembayaran
pembiayaan.
Analisis implementasi keseuiannya dengan fatwa yang
berlaku, ketentuan nomer 1 sampai dengan nomer 4 semuanya
sudah sesuai dengan fatwa yang berlaku, kecuali ketentuan pada
nomor 5 mengenai pembebasan pada nasabah yang benar-benar
sudah tidak mampu lagi melunasi pembayaran pembiayaanya.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV,
maka dapat disimpulkan ha-hal sebagai berikut:
1. Pemberian pembiayaan pada nasabah oleh BTN Syariah cabang serang
memperhatikan beberpa prinsip yang beriktab dengan kondisi secara
keseleuruhan calon nasabah, yaitu dengan prinsip 6c yaitu : Character
(penilaian kepribadian calon nasabah, Capacity (penilaian subjektif
tentang kemampuan bayar nasabah), Capital (penialain kemampuan
modal yang dimiliki nasabah), Collateral (penilaian jaminan dari calon
nasabah), Condition (penilaian kondisi ekonomi sekitar calon nasabah),
Constrains (penilaian faktor social dan psikologis dari masyarakat).
Selain itu juga pemberian pembiayaan pada BTN Syariah, nasabah harus
memenuhi beberapa persyaratan penting, terutama persyaratan dokumen
pribadi.
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah ada 2, yaitu
faktor internal berupa kelalaian dari pihak bank dalam menganalisis serta
tidak cakapnya pegawai bank dalam menganalisis. Yang kedua faktor
eksternal yaitu faktor yang terjadi diluar manajemen bank, seperti
bencana alam, konflik/peperrangan, faktor ekonomi nasabah, serta faktor
perceraian.
3. Penyelesaian pembiayaan bermasalah pada BTN Syariah cabang Serang
melakukan konsep restrukturisasi, dimana dalam konsep tersebut
terdapat beberapa tahapan penyelesaian yaitu :
a. Panggilan intensif
Yaitu pihak BTN Syariah akan menghubungi nasabah yang
bersangkutan, kalau dari nasabah tersebut masih ada itikad baik
69
maka bank akan memusyawakan jalan keluar, jika sebaliknya maka
BTN Syariah akan lanjut ketahap selanjutnya.
b. Pemberian surat peringatan
Dilakukan pada nasabah yang dianalisis melakukan wanprestasi,
pemberian surat peringatan diberikan samapi 3 kali penyuratan, jika
nasabah masih tidak ada itikad baik maka bank akan
meindaklanjutinnya.
c. Rescheduling
Yaitu perubahan jadwal pembayaran maupun angusuran yang
diberikan BTN Syariah pada nasabah yang bersangkutan, dengan
tanpa adanya penambahan biaya pokok pembayaran, dan biaya pada
saat proses tersebut sudah merupakan biaya riil pembiayaan.
d. Pengahpus bukuan (write off)
Tahapan ini dilakukan bagi nasabah yang dianalisis oleh bank
sudah masuk kategori macet, dalam tahapan ini BTN Syariah masih
bisa menaggih pada nasabah karena BTN Syariah hanya melakukan
penghapus bukuan bukan penghapusan tagihan.
e. Eksekusi jaminan
Tahapan ini merupkan tahapan akhir dalam penyelesaian pada
BTN Syariah, pada tahapan ini bank akan melakukan eksekusi
berupa pelelangan, penjualan, dan pencarian debitur lain. Jika hasil
eksekusi lebih banyak dari jumlah utang maka BTN Syariah
berkewajiban mengembalikannya pada nasabah, namun jika
sebaliknya maka nasabah masih tetap dianggap berhutang, dan
dalam proses ini BTN Syariah tidak membebaskan nasabah dari
hutang jika masih ada sisa dan nasabah sudah tidak mampu bayar.
Adapun semua yang dilakukan pada tahapan ini haruslah sesuai
dengan kesepakatan.
70
B. Rekomendasi
1. Pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah pada BTN Syariah
Cabang Serang haruslah sesuai dengan analisis yang ada dan harus sesuai
dengan prosedur penyelesaian pembiyaan bermasalah.
2. Penyelesaian pembiayaan haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
yang tertera di Fatwa DSN-MUI.
3. Eksekusi Jamninan yang dilakukan oleh BTN Syariah Cabang serang
hampir semuanya sudah sesuai dengan prinsip syariah hanya saja BTN
Syariah tidak mengahpus utang nasabah yang sudah tidak mampu bayar,
ada baiknya BTN Syariah mencarikan jalan keluar terbaik atau ikut
ketetntuan pada fatwa.
4. Bagaimanapun proses penyelesaian pembiayaan pada BTN Syariah
haruslah bedasarkan kesepakatan baik yang tertera di dalam akad
maupun pada saat sebelum proses penyelesaian.
71
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adiwarman, A. K. (2007). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:
RajawaliGrafindo Persada.
Ali, Z. (2009). Metode Penelitian Hukum . Jakarta: Sinar Grafika.
Al-Qur'an. (n.d.).
Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah dan Teor Praktek . Jakarta: Gema Insani.
Asan, Z. (2009). Undang-Undang Perbankan Syariah Titik Temu Hukum Islam
dan Hukum Nasioanal. Jakarta: PT. Rajawali Press.
Ascarya. (2015). Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Djamil, F. (2014). Penyelesaian Pembiayan Bermasalh di Bank Syariah . Jakarta:
Sinar Grafika.
H. Salim dan Erlies Septiana. (2013). Penerapan Teori Hukum pada Penelitian
Tesis dan Disertasi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
H.R.M, A. S. (2016). Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Hasan, Z. (2009). Undang-undang Perbankan Syariah, Titik Temu Hukum Islam
dan Hukum Nasional. Jakarata: PT. Rajawali Pers.
Isnawati Rais dan Hasanudin. (2011). Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada
LKS. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Kasmir. (2008). Dasar- dasar Perbankan . Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Mardjono, H. (2000). Pentujuk Praktis Menjalankan Syariat Islam Dalam
Bermuamalah yang Sah Menurut Hukum Nasional. Jakarta: Studia Press.
72
Rizal Yaya, Aji Erlangga, dan Ahim Abdurahim. (2009). Akuntansi Perbankan
Syariah: Tepri dan Praktek Kontempore . Jakarta: Salemba Empat.
Sadi, M. (2015). Konsep Hukum Perbankan Syariah Pola Relasi Sebagai Intitusi
Intermediasi dan Agen Investasi. Malang: Setara Press.
Wangsawidjaja. (2010). Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Wiroso. (2005). Jual Beli Murabhah. Jakarta: UII Press.
Jurnal dan Artikel :
Azharsyah Ibrahim dan Arinal Rahmawati, (2017). Analisis Solutif Penyelesaian
Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah : Kajian Pada Produk
Murabahah di Bank Muamalat Indonesia Banda Aceh,Iqtishadia jurnal
kajian ekonomi dan hukum. Vol 10 No 1.hlm 89
BTN, B. (2017). Produk BTN Syariah. Retrieved Agustus 22, 2018, from Bank
BTN: https://www.btn.co.id/id/Syariah-Home
Ilyas, R. (2015). Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah. Jurnal
Penelitian, 186.
Masyrafina, idealisa dan Raharjo Budi, Aset Bank Syariah Meningkat Tajam,
diakses pada 3 Maret 2018 pukul 10.24 WIB, dari
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-
ekonomi/17/03/06/ome769415-aset-bank-syariah-meningkat-tajam.
Nofianawanti. (2014). Akad dan Produk Perbankan Syariah. Fitrah, Vol 8, No 2.
Reza Yudistra, 2011 ,Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Bank
Syariah Madiri,Jakarta, Skripsi, Univesitas Islam Negeri, Fakultas
Syariah dan Hukum
Shobirin. (2016). Penyelesaian Pembiayaan Murabahah Bermasalah di Baitul
Maal Wa Tamwil (BMT). Iqtishadia, 399.
Siti Ainun Nisa F, 2018, mengenal Kelamahan Produk Murabahah pada Bank
Syariah, http://www.ibec-febui.com/mengenal-kelemahan-produk-
murbahah-pada-bank-syariah/.
73
Wilarjo, S. B. (2005). Pengertian, Peranan dan Perkembangan Bank Syariah di
Indonesia. Value Added, Vol 2, No 1 .
(OJK), O. J. (2017). Buku Standart Produk Murabahah . Retrieved Juli 2018,
from Ojk.go.id: http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan-
kegiatan/publikasi/Pages/Buku-Standar-Produk-Perbankan-Syariah-
Murabahah.aspx.
(OJK), O. J. (2018, september 30). Statistik Perbankan Syariah. Retrieved
desember 19, 2018, from OJK:
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-
perbankan-syariah/default.aspx.
Peraturan dan Perundang-undangan:
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Pasal ayat (8)
dan ayat (9).
Peraturan Bank Islam No. 7/46/pbi/2005, Pasal 1 ayat (1).
Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 111/DSN-MUI/IX/2017 Tentang
Murabahah.
Undang-undang nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 8 ayat (1).
Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Website dan Interview:
BTN, B. (2017). Produk BTN Syariah. Retrieved Agustus 22, 2018, from Bank
BTN: https://www.btn.co.id/id/Syariah-Home
Serang, M. P. (2018, Juli 2). persyaratan Pengajuan Pembiayaan, Faktor Penyebab
Pembiayaan, dan Penyelesaian Pembiayaan. (M. L. Oktaviani,
Interviewer).
74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
75
76
77
Dokumen Persyaratan Pengajuan Pembiayan pada BTN Syariah
Cabang Serang
A. Pembiayaan Konsumer ( Pembiayaan Perumahan)
1. KPR BTN Platinum iB dan KPR BTN Bersubsidi iB
KELENGKAPAN KARYAWAN WIRASWASTA PROFESI
Formulir
Pengajuan
√ √ √
FC KTP/Kartu
Identitas
√
√
√
FC Kartu Keluarga √ √ √
FC Surat
Nikah/Cerai
√ √ √
FC SK Pegawai √ - -
FC Slip Gaji √ - -
Surat Keterangan
Penghasilan
-
√
√
Rek. Koran 3 bln
terakhir
√
√
√
Lap keuangan 3
bln terakhir
-
√
-
FC NPWP/PPh 21 √ √ √
FC Ijin Usaha,
SIUP, TDP, APP
-
√
-
FC Ijin Praktek - - √
78
2. Pembiayaan Bangun Rumah BTN iB
KELENGKAPAN KARYAWAN WIRASWASTA PROFESI
Formulir
Pengajuan
√ √ √
FC KTP/Kartu
Identitas
√
√
√
FC Kartu Keluarga √ √ √
FC Surat
Nikah/Cerai
√ √ √
FC SK Pegawai √ - -
FC Slip Gaji √ - -
Surat Keterangan
Penghasilan
-
√
√
Rek. Koran 3 bln
terakhir
√
√
√
Lap keuangan 3
bln terakhir
-
√
-
FC NPWP/PPh 21 √ √ √
FC Ijin Usaha,
SIUP, TDP, APP
-
√
-
FC Ijin Praktek - - √
FC Sertifikat dan
IMB
√
√
√
RAB Bangunan √ √ √
Gambaran Teknis
Rumah
√
√
√
79
B.Pembiayaan Non Perumahan
1. Pembiayaan kendaraan Bermotor
KELENGKAPAN KARYAWAN WIRASWASTA PROFESI
Formulir
Pengajuan
√ √ √
FC KTP/Kartu
Identitas
√
√
√
FC Kartu Keluarga √ √ √
FC Surat
Nikah/Cerai
√ √ √
FC SK Pegawai √ - -
FC Slip Gaji √ - -
Surat Keterangan
Penghasilan
-
√
√
Rek. Koran 3 bln
terakhir
√
√
√
Lap keuangan 3
bln terakhir
-
√
-
FC NPWP/SPT
PPh 21
√ √ √
FC Ijin Usaha,
SIUP, TDP, APP
-
√
-
FC Ijin Praktek - - √
80
2. Pembiayaan Emasku BTN iB
KELENGKAPAN KARYAWAN WIRASWASTA PROFESI
Formulir
Pengajuan
√ √ √
FC KTP/Kartu
Identitas
√
√
√
FC Kartu Keluarga √ √ √
FC Surat
Nikah/Cerai
√ √ √
FC SK Pegawai √ - -
FC Slip Gaji √ - -
Surat Keterangan
Penghasilan
-
√
√
Rek. Koran 3 bln
terakhir
√
√
√
Lap keuangan 3
bln terakhir
-
√
-
FC NPWP/SPT
PPh 21
√ √ √
FC Ijin Usaha,
SIUP, TDP, APP
-
√
-
FC Ijin Praktek - - √
81
3. Pembiayaan Multimanfaat BTN iB
KELENGKAPAN KARYAWAN
Formulir Pengajuan √
FC KTP/Kartu Identitas
√
FC Kartu Keluarga √
FC Surat Nikah/Cerai √
FC SK Pegawai √
FC Slip Gaji √
Surat Keterangan Penghasilan √
Rek. Koran 3 bln terakhir √
Lap keuangan 3 bln terakhir √
FC NPWP/SPT PPh 21 √
82
STUKTUR ORGANISASI
BTN SYARIAH CABANG SERANG
Branch Manager : Arif Hartono/4829
Secretary : Rahmania/9810
DBM Business : Yusuf Akhmad Ismail/5574
Mortgage & Consumer Financing Unit : Dede Rusli/4705
Consumer & Comercial Funding Unit : Afrina Anggraini Rizal/6837
DBM Supporting : Ahmad Zaki Mubarok/6188
Operation Unit : Much. Yunan Helmi D/4990
Service Quality : Misdarnita/7296
Accounting Report : Rian Ramadan Asyikarullah/10101
Verifying : Ema Oktavianty/11531
Restructuring Anlyst : M.Widiansyah/8857
Consumer Financing Service : Rifqi Sumardi/8792, Moch.Ardhan
Asagaf/15374, Electrine Bella Vista/14950
Syariah Funding Marketing : Yayat Hiayat/6186
Customer Service : Dewi Mayang Sari/15251, Wahyuni/9866
Teller : Atika Anggi Hafsara/8900200, Luciano Yudha Fiandy/89900279
Human Capital Support : Okta Pramana Nugraha/15784
Clearing : Rian Saputra/15373 (RANGKAP)
83
Cosnsumer Financing Analyst : Ardiansyah/6963, Kemas M Aditya
Gunawan/14951
Commercial Financing Analyst : Andhika Putra N/11594, Hary Nur Purwanto
Transaction Processing & IT Support : Ema Oktavianty/115131 (RANGKAP),
Rian Saputra/15373
Financing Document : Fachriaditya Dany BK/8132
Consumer Funding Marketing : Misdarnita/7296 (RANGKAP)1
1 Data Pribadi BTN Syariah Cabang Serang, didapatkan pada Tanggal 2 Juli 2018.