ANALISIS PERBANDINGAN METODE
INTERPOLASI UNTUK PEMETAAN pH AIR PADA
SUMUR BOR DI KABUPATEN ACEH BESAR
BERBASIS SIG
HALAMAN JUDUL
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar
Oleh:
ILHAM AL ASWANT
1208107010066
JURUSAN INFORMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
JULI, 2016
ii
PENGESAHAN TUGAS AKHIR
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim, Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan
ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Salawat
beriring salam penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS
PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI UNTUK PEMETAAN pH
AIR PADA SUMUR BOR DI KABUPATEN ACEH BESAR BERBASIS
SIG” guna memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Komputer di Jurusan Informatika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Syiah Kuala.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material.
Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Teuku Mohamad Iqbalsyah, S.Si, M.Sc selaku Dekan
Fakultas FMIPA Universitas Syiah Kuala.
2. Bapak Dr. Muhammad Subianto selaku ketua Jurusan Informatika
FMIPA yang telah memberi dukungan penulis dalam penyusunan
Tugas Akhir ini hingga selesai.
3. Bapak Rasudin Abubakar, M.InfoTech selaku dosen wali yang telah
mendidik, menginspirasi, dan terus memantau penulis dalam
penyusunan Tugas Akhir ini hingga selesai.
4. Bapak Dr. Nizamuddin, M.Info.Sc selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Marwan. S.Si, M.T selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
5. Ayahanda Aswan Tarmili ST yang telah mendidik dan mendukung
penulis dari awal masa studi hingga penulisan Tugas Akhir ini selesai.
6. Ibunda Amilah yang telah mendidik, memberi semangat dan
mendukung penulis hingga penulisan Tugas Akhir ini selesai.
iv
7. Seluruh Dosen Informatika yang telah membantu dan memberi ilmu
kepada penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini hingga selesai.
8. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh yang telah membantu
penulis dan mepersiapkan hingga menyelesaikan Tugas Akhir.
9. Teman seperjuangan yang sangat teristimewa Hilda Fadhilla, SE,
terima kasih atas segala dukungan, doa, dan semangat yang tidak
pernah henti diberikan.
10. Teman-teman seperjuangan jurusan informatika khususnya leting 2012
Sani, Furqan, Dede, Tri, Bang pon, Hendra, Rifka, Icut, Dara, Ayu, Zia
dan banyak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah menemani
penulis ketika senang maupun susah. Harapan penulis semoga tulisan
ini memberikan manfaat bagi Universitas Syiah Kuala juga bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Semoga pahala dan rahmat selalu menyertai pihak-pihak tersebut di
atas oleh Allah SWT. Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak akan
sangat membantu. Harapam penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan dan ilmu pengetahuan.
Banda Aceh, September 2016
(Ilham Al Aswant)
iv
v
ABSTRAK
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok kehidupan bagi mahkluk hidup yang
ada di bumi. Air yang digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari
khususnya untuk penyediaan air minum dan air bersih harus memenuhi
persyaratan. Kabupaten Aceh Besar memiliki jumlah penduduk pada tahun 2012
sebanyak 371.41 ribu/jiwa dan setiap tahunnya akan bertambah. Kebutuhan air
bersih sangat berpengaruh pada kehidupan sekarang di mana kualitas pada air
bersih jadi pertimbangan. Maka dari itu bagaimana mengetahui tingkat kualitas air
pada sumur bor di Kabupaten Aceh Besar. Luasnya Kabupaten Aceh Besar tidak
memungkinkan mengambil data satu persatu di seluruh lokasi. Oleh karena itu
untuk memperoleh data kualitas air di seluruh wilayah dapat dilakukan
menggunakan interpolasi. Interpolasi merupakan suatu metode atau fungsi
matematika untuk menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia.
Metode yang digunakan adalah metode Interpolasi Inverse Distance Weighted
(IDW) dan Kriging. Pendekatan yang berbeda dalam interpolasi dapat
menghasilkan hasil data yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis perbandingan metode dari interpolasi Inverse Distance Weight
(IDW) dan Kriging dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) di
Kabupaten Aceh Besar. Perbandingan dilakukan dengan menghitung nilai RSME
dari hasil interpolasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode
interpolasi IDW lebih akurat dalam mengestimasi nilai yang dekat dengan sampel
yang tersedia dibandingkan dengan Kriging. Walaupun demikian Kriging lebih
akurat dalam memprediksi nilai dari lokasi yang jauh dari titik sampel.
Kata Kunci: Kualitas Air, pH Air, Interpolasi, Inverse Distance Weighted (IDW),
Kriging
vi
ABSTRACT
Water is one of the basic necessities of life for living creatures on earth. Water
used for the needs of daily life, especially for the provision of drinking water and
clean water must meet the requirements. Aceh Besar district has a total population
in 2012 of 371.41 thousand / soul and every year will increase. The need for clean
water is influential in life now where the quality of the water so it consideration.
Therefore how to determine the level of water quality in wells drilled in the
district of Aceh Besar. The extent of Aceh Besar district does not allow the taking
of data one by one across locations. Therefore, to obtain water quality data
throughout the region can be done using interpolation. Interpolation is a method
or a mathematical function to estimate the value of the locations for which data
are available. The method used is the method of interpolation Inverse Distance
Weighted (IDW) and Kriging. Different approaches in the interpolation can yield
different data. The purpose of this study was to analyze the comparison method of
interpolation Inverse Distance Weight (IDW) and Kriging utilizing Geographic
Information Systems (GIS) in Aceh Besar district. Comparison is done by
calculating the value of the interpolation RSME. The results obtained showed that
the IDW interpolation method is more accurate in estimating a value close to the
sample provided in comparison with Kriging. However Kriging is more accurate
in predicting the value of the remote location of the sample points.
Keywords : Water Quality, pH Water, Interpolation, Inverse Distance Weighted
(IDW), Kriging
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .......................................................................................................... i Pengesahan Tugas Akhir ......................................................................................... ii Kata Pengantar ....................................................................................................... iii
Abstrak .................................................................................................................... v Daftar Isi................................................................................................................ vii Daftar Tabel ........................................................................................................... ix Daftar Gambar ......................................................................................................... x Daftar Lampiran ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 2 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Aceh Besar .......................... 4 2.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah ............................................. 4 2.1.2. Sumber Air Minum ............................................................... 4
2.2. Air Bersih ........................................................................................... 5
2.2.1. Pengertian Air Bersih ............................................................ 5 2.2.2. Macam – Macam Sumber Air ............................................... 6 2.2.3. Syarat Air Minum ................................................................. 7
2.3. Sumur Bor ........................................................................................ 11 2.4. Sistem Informasi Geografis (SIG) ................................................... 12
2.4.1. Pengolahan Sistem Informasi Geografis (SIG) ................... 13 2.4.2. ArcGIS ................................................................................ 15 2.4.3. Analisa Data Spasial ........................................................... 16 2.4.4. Fungsi Analisis Spasial ....................................................... 16
2.4.5. Sumber Data Spasial ........................................................... 18 2.5. Peta ................................................................................................... 20
2.6. Interpolasi ........................................................................................ 20 2.6.1. Invesrse Distance Weighted (IDW) .................................... 21 2.6.2. Kriging ................................................................................ 23 2.6.3. RMSE .................................................................................. 27
BAB III METODELOGI PENELITIAN .......................................................... 28
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 28 3.2. Alat dan Bahan ................................................................................. 28
3.3.1. Alat ...................................................................................... 28 3.3.2. Bahan ................................................................................... 28
3.3. Cara Kerja ........................................................................................ 30
3.4. Penjabaran Penelitian ....................................................................... 31 3.4.1. Survei Lapangan dan Pengumpulan Data ........................... 31
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 33
4.1. Inverse Distance Weighted (IDW) .................................................. 34 4.1.1. Parameter Power ................................................................. 34 4.1.2. Parameter Jumlah Sampel ................................................... 36
4.2. Kriging ............................................................................................. 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 53
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 53 5.2. Saran ................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54
LAMPIRAN ......................................................................................................... 56
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1. Rata – rata kebutuhan air perorangan per hari di daerah pedesaan ... 8
Tabel 2. 2. Rata – rata kebutuhan air perorangan per hari di daerah perkotaan .. 8
Tabel 2. 3. Kualitas air bersih berdasarkan parameter ......................................... 9
Tabel 4. 1. Statistik Metode IDW dengan perubahan Nilai power dan
Jumlah Sampel ................................................................................. 38
Tabel 4. 2. Perbandingan Nilai RMSE ................................................................ 39
Tabel 4. 3. Statistik Metode Kriging Menggunakan Model Spherical,
Eksponensial, Gaussian, Linier dan Circular dengan Perubahan
Jumlah Sampel. ................................................................................ 50
Tabel 4. 4. Perbandingan RMSE ......................................................................... 50
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2. 1. Konsumsi Air Minum di Aceh Besar (persen), 2014 ................. 5
Gambar 2. 2. Peta Sebaran Sumur Bor Di Kabupaten Aceh Besar ................ 12
Gambar 3. 1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar ................................. 28
Gambar 3. 2. Skema Kerja .............................................................................. 30
Gambar 4. 1. Peta sebaran kualitas (pH) sumur bor di Kabupaten Aceh Besar 33
Gambar 4. 2. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW dengan perubahan Nilai
Power .......................................................................................... 35
Gambar 4. 3. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW dengan perubahan Jumlah
Sampel ......................................................................................... 37
Gambar 4. 4. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Spherical dengan Perubahan Jumlah Sampel ............................. 41
Gambar 4. 5. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Exponential dengan Perubahan Jumlah Sampel ......................... 43
Gambar 4. 6. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Gaussian dengan Perubahan Jumlah Sampel .............................. 45
Gambar 4. 7. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Circular dengan Perubahan Jumlah Sampel ............................... 47
Gambar 4. 8. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Linear dengan Perubahan Jumlah Sampel .................................. 49
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar .............................................56
Lampiran 2. Peta Sebaran Sumur Bor Kabupaten Aceh Besar ..................................57
Lampiran 3. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variable Search
Radius dengan Nilai Power 3 ................................................................58
Lampiran 4. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variable Search
Radius dengan Nilai Sampel 24 ............................................................59
Lampiran 5. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Spherical
dengan Nilai Sampel 24 ........................................................................60
Lampiran 6. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model
Exponential dengan Nilai Sampel 24 ....................................................61
Lampiran 7. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Gaussian
dengan Nilai Sampel 24 ........................................................................62
Lampiran 8. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Ciucular
dengan Nilai Sampel 24 ........................................................................63
Lampiran 9. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Linear
dengan Nilai Sampel 24 ........................................................................64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan arah pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, salah satu upayanya adalah meningkatkan
kesehatan lingkungan, termasuk di dalamnya adalah program penyediaan air
bersih dan memenuhi syarat (Ind. DepKes 1982). Air yang bersih adalah air
yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.Agar dapat mencapai
persyaratan kesehatan haruslah dapat memenuhi kualitas dan kuantitas. Syarat
kualitas yang harus dimiliki adalah bebas dari mikroorganisme dan bebas dari
bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan (Indra, 2000).
Terdapat dua macam metode yang sangat lazim digunakan untuk
mendapat air bersih yang cukup yaitu dengan menggunakan metode penyaluran
air dari Pemerintah/PAM dan dengan mengunakan metode Sumur Bor. Di zaman
modern yang penuh Polusi ini, sebagian besar sumber air yang berasal dari aliran
sungai dan danau sudah tidak steril lagi karena tercemar oleh limbah-limbah
industri. Karena kualitasnya kini kurang baik, penggunaan sumber air bawah
tanah atau sering disebut Aquifer bawah tanah sangat disarankan. Di Indonesia
istilah Aguifer bawah tanah lebih sering disebut sumur. Pembuatan sumur bor di
Indonesia sangat murah dibandingkan negara negara lain, dikarenakan tanah yang
berbeda.
Sistem informasi geografis merupakan sistem informasi berbasis
komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi
geografis (Aronoff, 1989). Pada dasarnya Sistem Informasi Geografis (SIG) ini
berintegrasi berdasarkan 4 komponen , yaitu: Hardware, Software, Manusia dan
Data. Data merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam Sistem
Informasi Geografi. Data SIG dapat berupa data spasial dan data atribut. Data
spasial atau keruangan merupakan data yang merepresentasikan kenampakan
nyata permukaan bumi.
Menurut Burrough dan McDonell (1998), interpolasi merupakan proses
memprediksi nilai pada suatu titik yang bukan merupakan titik sampel,
2
berdasarkan pada nilai-nilai dari titik-titik di sekitarnya yang berkedudukan
sebagai sampel. Dalam konteks pemetaan, interpolasi merupakan proses estimasi
nilai pada wilayah-wilayah yang tidak disampel atau diukur untuk keperluan
penyusunan peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah yang dipetakan.
Interpolasi spasial mempunyai dua asumsi yakni atribut data bersifat kontinyu di
dalam ruang (space) dan atribut tersebut saling berhubungan (dependence) secara
spasial (Anderson, 2001). Kedua asumsi tersebut berimplikasi pada logika bahwa
pendugaan atribut data dapat dilakukan berdasarkan data dari lokasi-lokasi di
sekitarnya dan nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip dari pada
nilai dari titik-titik yang berjauhan (Prasasti dkk, 2005). Hal ini sesuai pula
dengan hukum Tobler pertama yaitu segala sesuatu terkait dengan segala sesuatu
yang lain, tetapi segala sesuatu yang dekat akan lebih terkait dari pada yang jauh
(Longley dkk, 2005). Untuk melakukan interpolasi spasial diperlukan data titik –
titik sampel, sehingga nilai dari titik yang tidak diketahui nilainya dapat destinasi.
Ada beberapa metode intepolasi yang sering digunakan diantaranya
Inverse Distence Weighted (IDW), Kriging, Spline dan Natural Neighbor. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang : “ANALISIS
PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI UNTUK PEMETAAN pH AIR
PADA SUMUR BOR DI KABUPATEN ACEH BESAR BERBASIS SIG”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan di atas, dapat di identifikasi rumusan
masalah, yaitu bagaimana memetakan sebaran pH air pada sumur bor serta
membandingkan metode dari interpolasi Inverse Distance Weight (IDW) dan
Kriging dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten
Aceh Besar.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah memetakan sebaran pH air pada sumur bor di Kabupaten Aceh Besar. Dan
menganalisis perbandingan metode dari interpolasi Inverse Distance Weight
3
(IDW) dan Kriging dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) di
Kabupaten Aceh Besar.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat
memberikan informasi mengenai baik dan buruk air bersih pada sumur pada
setiap masing – masing Gampong di Kabupaten Aceh Besar. Dapat mengetahui
kondisi sebaran sumur dan kualitas air pada sumur bor dengan memanfaatkan
Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Aceh Besar. Manfaat penelitian
ini untuk penulis sendiri adalah menambah pemahaman tentang analisis
perbandingan menggunakan metode interpolasi berbasis SIG.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Aceh Besar
2.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah
Secara administrasi, Aceh Besar sebagai salah satu kabupaten di Provinsi
Aceh, merupakan satu – satunya kabupaten yang berbatasan langsung dengan
daratan ibukota Provinsi Aceh. Letak astronomisnya antara 5,20 – 5,8
0 LU dan
antara 95,00 – 95,8
0 BT. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Kota
Banda Aceh, dan Kota Sabang; sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Aceh Jaya; sebelah timur dengan Kabupaten Pidie; dan sebelah barat dengan
Samudera Indonesia. Kabupaten Aceh Besar (dengan ibukotanya yang bernama
Kota Jantho) terletak lebih kurang 50 km sebelah timur Kota Banda Aceh (BPS,
2014).
Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.903,50 km2 atau sebesar
5,11 % dari total luas wilayah Provinsi Aceh. Sebagian besar wilayahnya berada
di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Sebanyak 64 desa di
Kabupaten Aceh Besar (10 persen dari total desa) terletak di daerah pesisir pantai.
Jumlah penduduk Aceh Besar terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013,
jumlahnya mencapai 383.477 jiwa meningkat 3,25 persen dari tahun 2012.
Dengan luas wilayah sebesar 2.903,50 km2, setiap km
2 ditempati penduduk
sebanyak 132 orang pada tahun 2013 (BPS, 2014).
2.1.2. Sumber Air Minum
Sumber air minum pada Kabupaten Aceh Besar sudah relatif baik, hal ini
terlihat dari tingginya persentase jumlah penduduk yang mengakses sumber air
minum bersih seperti ledeng/kemasan dan sumur terlindungi. Sumber air minum
dari sumur terlindungi dikonsumsi oleh 28,51 persen rumah tangga. Konsumsi air
minum dari ledeng/kemasan juga menjadi pilihan oleh banyak rumah tangga yang
dikonsumsi mencapai 58,72 persen rumah tangga.
5
Sumber : Susenas, 2014
Gambar 2. 1. Konsumsi Air Minum di Aceh Besar (persen), 2014
2.2. Air Bersih
2.2.1. Pengertian Air Bersih
Air adalah merupakan salah satu kebutuhan pokok kehidupan bagi
mahkluk hidup yang ada di bumi untuk berlangsungnya proses metabolisme
tubuh, baik bagi manusia atau bagi mahkluk hidup lainnya. Secara teoritis di bumi
terdapat tiga jenis sumber air yaitu air hujan, air permukaan dan air tanah. Sumber
– sumber tersebut tidak selamanya cocok semua untuk kebutuhan manusia, karena
harus memenuhi syarat baik secara kimia, fisika, bakteriologi maupun radioaktif.
Yang dimaksud dengan air bersih menurut permenkes RI
No.416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat syarat dan pengawasan kualitas, air
bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat di minum apabila telah dimasak
(Permenkes RI, 1990).
Menurut (EG. Wagner dan J.N. Lanix 1959) dalam bukunya Water Suply
for Rural and Small Communication menyatakan bahwa air yang sehat adalah air
yang tidak merugikan bagi kesehatan pemakainya. Sedangkan menurut Fair dan
Geyer air yang sehat harus bebas dari pengotoran sehingga tidak sempat
30,14 persen
60,29 persen
9,19 persen
0,38 persen
Sumur terlindungi
Leding/ Kemasan
Lainnya
Sumur Bor/ Pompa
6
menyebabkan kerugian bagi pemakainya, bebas dari bahan – bahan yang beracun
yang tidak mengandung mineral dan bahan – bahan organik berbahaya. (EG.
Wagner, JN. Lonik, 1959).
Selama ribuan tahun manusia sudah menyadari secara samar – samar,
bahkan dengan jelas pentingnya peranan air. Begitu berlimpah dan begitu
pentingnya air sehingga zat ini selalu membangkitkan rasa heran dan kagum.
Manusia sendiri adalah kantong air yang berpori, hanya sepertiga bobot tubuh saja
yang terdiri dari unsur lain.
Air adalah zat utama pada setiap mahkluk hidup dibumi. Manusia
tergantung pada air bukan hanya memenuhi kebutuhan minumnya melainkan juga
untuk pembangkit tenaga, rekreasi, pengangkutan dan pengairan. Karena
teknologi modern menuntun makin banyak air, maka orang harus terus berusaha
merencanakan cara – cara baru untuk menyadap sumber – sumber dan
mengusahakan agai air yang sudah dicemarkan oleh manusia dapat dimanfaatkan
kembali. (Luna B, Leopold. 1980).
2.2.2. Macam – Macam Sumber Air
Dialam ini banyak sekali sumber air minum, sumber – sumber tersebut
dapat dibedakan dari macam, letaknya dan kemurniannya. Dari segi letaknya Sri
Soewasti membagi air minum menjadi 3 yaitu :
Air Hujan (Air Angkasa)
Air hujan adalah air angkasa sebelum jatuh ke permukaan tanah.
Air Permukaan.
Air permukaan meliputi air sungai, danau, telaga, waduk rawa dan lain –
lain.
Air Tanah.
Air tanah adalah air permukaan yang meresap kedalam tanah dan dapat
menjadi air tanah tertekan. Air tanah tertekan dan air tanah tidak tertekan.
Air tanah tertekan dalah lapisan air tanah yang dibatasi oleh dua lapisan
kedap air dan karenanya mempunyai tekanan seperti halnya air mengalir
melalui pipa yang penuh terletak miring. Sedangkan air tanah tidak
tertekan adalah air yang berasal dari rembesan melalui permukaan tanah
7
yang mengisi pori – pori tanah. Apabila digali atau dibor air tanah ini akan
menuju lobang – lobang pengeboran. (Sri Soewasti, 1981.)
Ada tiga macam sumber air yang dilihat dari sudut kualitasnya yaitu :
1. Air angkasa ; berupa embun, air hujan dan salju pada umumnya belum
terkontaminasi, hanya saja mudah merusak logam – logam.
2. Air permukaan tanah ; pada umunya telah terkontaminasi jadi bersifat
kotor, mengandung bakteri dan zat – zat kimia, kaya akan CO2 dan O
2
serta mengandung zat – zat lain yang bersifat merusak.
3. Air tanah ; pada umumnya jika mengalami penyaringan sempurna
maka bersifat bersih, bebas dari bakteri. Hanya saja kemungkinan
mengandung zat mineral cukup besar dan karena itu sering berwarna,
berbau dan mempunyai rasa yang tidak enak (Asrul Aswar, 1986).
Dari uraian diatas dikatakan bahwa hampir tidak mungkin ditemukan air
yang benar – benar murni di alam ini, karena air tersebut selalu ada kemungkinan
tercemar. Pencemaran air yang mengakibatkan kualitas (mutu) air tersebut
menurun, sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan masyarakat.
2.2.3. Syarat Air Minum
Rencana penyediaan air bersih sebagai air minum harus diperhatikan
syarat – syarat dari air tersebut, maka langkah yang perlu diperhatikan adalah
antara lain :
2.2.3.1. Syarat Kuantitas
Jumlah air minum untuk keperluan rumah tangga perorangan per hari
tidak sama pada setiap negara. Pada umumnya di negara – negara yang sudah
maju pemakaian air perorangan per hari akan lebih besar dari pada negara –
negara yang sedang berkembang. Hal ini disebabkan terutama sekali karena
kegiatan lebih komplek dan lebih rumit dibandingkan negara yang sedang
berkembang.
Di Indonesia diperlukan 40 – 60 liter perorang per hari pada daerah
pedesaan dan 100 liter perorang per hari pada daerah perkotaan. Menururt Dirjen
Pemberantasan Pencegahan Penyakit Menular (P2M) Departemen Kesehatan RI
8
kebutuhan air perorang per hari di daerah pedesaan antara 40 – 60 liter dengan
perincian sebagai berikut :
Tabel 2. 1. Rata – rata kebutuhan air perorangan per hari di daerah pedesaan
Kebutuhan Air Liter / Orang / Hari
- Minum dan masak 5 – 8
- Mandi 20 – 25
- Mencuci 10 – 15
- Kebersihan 1 – 3
- W.C 4 – 9
JUMLAH 40 – 60
Sumber : (DepKes RI, 1980)
Pada daerah perkotaan di Indonesia diperlukan 100 liter / orang / hari
dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 2. 2. Rata – rata kebutuhan air perorangan per hari di daerah perkotaan
Kebutuhan Air Liter / Orang / Hari
- Minum dan masak 5
- Mandi 5
- Mencuci 15
- Kebersihan 30
- W.C 45
JUMLAH 100
Sumber : (Indan Entjang, 1986)
9
2.2.3.2. Syarat Kualitas
Kualitas air yang digunakan untuk kebutuhan manusia haruslah air yang
tidak tercemar atau memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis diukur
dengan beberapa parameter.
Tabel 2. 3. Kualitas air bersih berdasarkan parameter
Golongan A = Air baku yang dapat digunakan untuk air bersih, tanpa
pengolahan
Golongan B = Air baku yang dapat digunakan untuk air bersih, dengan
pengolahan sederhana
Golongan C = Air baku yang dapat digunakan untuk air bersih,
memerlukan pengolahan yang intensif
10
2.2.4. pH
pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar
asam/basa dalam air. Penentuan pH merupakan tes yang paling penting dan paling
sering digunakan pada kimia air. pH digunakan pada penentuan alkalinitas, CO2,
serta dalam kesetimbangan asam basa. Pada temperatur yang diberikan, intensitas
asam atau karakter dasar suatu larutan diindikasikan oleh pH dan aktivitas ion
hidrogen. Perubahan pH air dapat menyebabkan berubahnya bau, rasa, dan warna.
Pada proses pengolahan air seperti koagulasi, desinfeksi, dan pelunakan air, nilai
pH harus dijaga sampai rentang dimana organisme partikulat terlibat.
Asam dan basa pada dasarnya dibedakan dari rasanya kemudian dari efek
yang ditimbulkan pada indikator. Reaksi netralisasi dari asam dan basa selalu
menghasilkan air. Ion H+ dan OH
- selalu berada pada keseimbangan kimiawi yang
dinamis dengan H2O berdasarkan reaksi
pH = 7 menunjukkan keadaan netral
0 < pH < 7 menunjukkan keadaan asam
7 < pH < 14 menunjukkan keadaan basa (alkalis)
Air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah terjadinya
pelarutan logam berat dan korosi. Air adalah bahan pelarut yang baik sekali, maka
dibantu dengan pH yang tidak netral, dapat melarutkan berbagai elemen kimia
yang dilaluinya. Berdasarkan SNI AMDK dan EC rules air yang baik ph-nya
antara 6 sampai 8, air mineral 6,5 sampai 8,5 dan air demineral 5,0 sampai 7,5.
Pengukuran pH dapat dilakukan menggunakan kertas lakmus, kertas pH
universal, larutan indikator universal (metode Colorimeter) dan pHmeter (metode
Elektroda Potensiometri). Pengukuran pH penting untuk mengetahui keadaan
larutan sehingga dapat diketahui kecenderungan reaksi kimia yang terjadi serta
pengendapan materi yang menyangkut reaksi asam basa.
11
2.3. Sumur Bor
Sumur bor adalah sebuah sumur yang metode pembuatannya
menggunakan alat, alat tersebut dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu :
Manual ( pantek )
Semi automatic
Full automatic
ketiga kategori di atas mempunyai definisi yang berbeda, mungkin saya
akan sedikit jelaskan definisi di atas berdasarkan pengalaman saya di bidang
pengeboran.
Manual (pantek) adalah suatu metode pengeboran yang dilakukan oleh 4
orang atau lebih dengan menggunakan tenaga dan alat yang digerakan secara
manual. biasanya sumur manual hanya mampu sampai kedalaman 0 - 40 m,
dengan diameter lubang 2". metode ini hanya mengambil air resapan dan bukan
akuifer. tapi metode ini lebih murah dan banyak digunakan pada daerah yang
sempit.
Semi automatic adalah suatu metode pengeboran dengan menggunakan
mesin yang digerakan oleh mesin dan manual, karena metode ini bekerja
menggunakan gearbox , tenaga diesel dan untuk turun naik menggunakan tekel.
metode ini juga banyak digunakan oleh masyarakat pada umumnya. karena
metode ini mampu mencapai kedalaman 0-80 mtr, dengan diameter 0-6", dengan
metode pengambilan akuifer lebih terjangkau . harganya pun relatif , tergantung
dari lokasi.
Full automatic adalah suatu metode pengeboran dengan menggunakan
system automatic, dari mulai mesin dan cara pengeborannya pun berbeda.
biasanya pengeboran ini hanya untuk artesis atau kedalaman 0 - 200mtr atau
lebih, dengan diameter 0-12". harganya pun begitu mahal. biasanya digunakan
oleh perusahaan – perusahaan atau apartemen – apartemen atau yang memerlukan
debit air yang sangat banyak.
2.3.1. Sumur Bor Kabupaten Aceh Besar
Sumur Bor di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2013 ada 264 titik sumur
bor terbagi dari kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Besar. Titik – titik sumur
bor tersebut tersebar dengan kondisi yang berbeda – beda ada kondisi yang baik,
12
rusak dan gagal dibangun. Kebutuhan air bersih di Kabupaten Aceh Besar sangat
besar dapat dilihat dari pembangunan sumur bor. Sumur Bor yang dibangun di
Kabupaten Aceh Besar sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan air bersih dan
sumur bor yang dibangun keseluruhannya pada tempat – tempat umum seperti
mesjid, meunasah, puskesmas, dan lainnya. Aspek yang mempengaruhi pada
kondisi sumur bor tersebut dikarenakan faktor kualitas dan dana pembangunan
sumur bor tersebut.
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Aceh Besar, 2013
Gambar 2. 2. Peta Sebaran Sumur Bor Di Kabupaten Aceh Besar
2.4. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Aronaff (1989), SIG adalah sistem informasi yang didasarkan pada kerja
computer yang memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisa
data serta memberi uraian. Sedangkan menurut Gistut (1994), SIG adalah sistem
yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu
mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik
fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup
metodologi dan teknologi yang diperlukan, yaitu data spasial perangkat keras,
perangkat lunak dan struktur organisasi.
Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris
Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi
khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
13
keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit adalah sistem komputer yang
memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan
menampilkan informasi bereferensi geografis atau data geospasial untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan suatu
wilayah, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah
database (Adam, 2012).
SIG Merupakan pengolahan data geografis yang didasarkan pada kerja
Komputer. Dalam analisis tingkat kerawanan banjir digunakan beberapa
parameter yang menggambarkan kondisi lahan. Gambaran mengenai kondisi
lahan tersebut pada yang dasarnya memiliki distribusi keruangan (spasial), atau
dengan kata lain kondisi lahan antara satu tempat tidak sama dengan tempat
yang lain. Media yang paling sesuai untuk menggambarkan distribusi spasial ini
adalah peta. Dengan demikian parameter tumpang tindih harus dipresentasikan
kedalam bentuk peta.
2.4.1. Pengolahan Sistem Informasi Geografis (SIG)
Menurut Adam (2012), Dalam pengolahan Sistem Informasi Geografi
(SIG) memiliki beberapa prosedur dalam penginput data SIG, yaitu :
1. Digitasi manual dengan digitizer (manual digitizing) proses input data
dilakukan menggunakan bantuan meja digitizer.
2. Digitasi di layar monitor ("heads-up" digitizing) Proses input data dilakukan
langsung pada layar monitor. Metode ini banyak dikembangkan karena
keterbatasan manual digitizing (harus menggunakan meja digitizer yang
harganya cukup mahal dan tidak semua instansi/kantor memilikinya)
3. Penyiaman (automatic scanning) – raster to vector (menggunakan
ArcScan) Proses ini digunakan untuk mempercepat proses input data dari data
raster, namun metode ini memiliki kelemahan semua kenampakan yang ada
dijadikan bentuk vektor.
4. Koordinat geometri (coordinate geometry keyboard entry) Metode ini
merupakan teknik input data yang memiliki akurasi sangat baik, di mana
pengguna dapat memperoleh posisi, panjang serta luas sesuai dengan
pengukuran di lapangan. Caranya dengan memasukan nilai- nilai koordinat
dari obyek sehingga menjadi data spasial.
14
5. Data langsung dari GPS ("live" digitizing with GPS) Metode ini dilakukan
dengan bantuan alat GPS, di mana pengguna yang sedang survey lapangan
dapat secara otomatis menentukan wilayah yang rawan banjir.
6. Hasil Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Digital (image processing),
yaitu:
a. Peta Digital
Data utama yang membedakan sistem informasi geografik dengan
sistem informasi lainnya adalah kemampuannya dalam menampilkan dan
menangani basis data spasial atau data bergeoreferensi. Dalam hal inilah
keberadaan peta digital menjadi sangat esensial bagi system ini.
b. Data Tabular
Yang dimaksud dengan data tabular adalah data-data yang berupa
teks, angka, ataupun biner yang disimpan dalam bentuk tabel- tabel.
Terdapat 2 (dua) jenis data tabular yang dimaksud, yaitu data tabular yang
terikat dengan objek dalam peta dan yang tidak terikat.
c. Data Image
Database GIS dapat menerima data masukan berupa foto digital,
gambar, dan objek grafis digital lainnya. Data-data tersebut dapat
ditampilkan sebagai data pelengkap, misalnya: foto Lokasi Bangunan
pelintas, pintu air, tapal batas, obyek vital, dan berbagai macam hal
lainnya.
d. Data Digital Lainnya
Secara umum, hampir semua jenis data dalam bentuk digital yang
ingin dicantumkan dan ditampilkan dapat diterima dan disimpan dengan
baik oleh basis data GIS dan dapat pula ditampilkan sesuai dengan
kebutuhan. Selain data peta digital, data image, dan data tabular, data-data
berbentuk digital lainnya juga dapat dengan mudah diikutkan dalam sistem
ini: musik, animasi, atau film misalnya.
1. Analisis data yang tersimpan dalam sistem basis data yang
bersangkutan kemudian dijadikan bahan untuk melakukan analisis
sehingga dapat ditarik sebuah informasi darinya sesuai dengan
kebutuhan pengguna dan pemilik sistem. Adapun analisis-analisis
15
yang dapat dilakukan dalam sistem ini adalah sebagai berikut: analisis
spasial, analisis tabular, analisis numeris, analisis statistik, analisis
tekstual.
2. Output keluaran dari proses analisis-analisis yang telah disebutkan
sebelumnya adalah berupa informasi- informasi yang diinginkan oleh
pengguna. Informasi tersebut disajikan dalam berbagai bentuk yaitu
peta tematik, tabel, dan grafik. Salah satu keunggulan GIS adalah
kemampuannya untuk menghasilkan sebuah peta tematik sebagai hasil
analisis nya. Peta tematik yang dihasilkan selaindapat ditampilkan
pada monitor komputer pada saat analisis selesai dilakukan, ia dapat
juga disimpan dan dipanggil lagi saat diperlukan, dan dicetak di atas
kertas setelah dilakukan penyesuaian terhadapnya.
Karena informasi parameter tumpang tindih kegiatan dan lahan ini
disajikan dalam bentuk peta, maka diperlukan satuan pemetaan (mapp ing unit)
yang digunakan sebagai acuan keruangan (spasial reference). Manfaat dari satuan
pemetaan ini yang pertama adalah digunakan untuk mengaitkan parameter lahan
yang tidak memiliki acuan keruangan secara langsung, sehingga parameter
tersebut bisa dipetakan, sedangkan yang kedua adalah untuk memudahkan dalam
proses skoring karena skor parameter ini akan dilakukan ke dalam tiap satuan
pemetaan.
2.4.2. ArcGIS
Software ArcGIS pertama kali diperkenalkan kepada publik oleh ESRI
pada tahun 1999, yaitu dengan kode versi 8.0 (ArcGIS 8.0): ArcGIS merupakan
penggabungan, modifikasi dan peningkatan dari 2 software ESRI yang sudah
terkenal sebelumnya yaitu ArcView dan ArcINFO. Dalam kaitannya dengan
ArcGIS ini, secara umum ada dua versi yaitu ArcGIS desktop (untuk komputer
biasa/PC/Lsptop based) dan ArcGIS Server yaitu untuk GIS berbasis web dan
disebut ArcGis sebetulnya adalah ArcGIS desktop, berhubungan mungkin ArcGIS
server belum banyak yang memakainya.
Menurut prahasta (2011) ArcGIS adalah produk sistem software yang
merupakan kumpulan dari produk – produk software lainnya dengan tujuan untuk
membangun SIG yang lengkap.
16
2.4.3. Analisa Data Spasial
Data spasial merupakan dasar operasional pada sistem informasi geografis.
Hal ini terutama dalam sistem informasi geografis yang berbasiskan pada system
digital computer. Sedangkan dalam pengertiannya, data spasial adalah data yang
mengacu pada posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data
spasial merupakan salah satu item dari informasi, di mana di dalamnya terdapat
informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, di bawah permukaan bumi,
perairan, kelautan dan bawah atmosfir (Rajabidfard dan Williamson, 2000).
Analisa data spasial merupakan sekumpulan metode untuk menemukan
dan menggambarkan tingkatan/ pola dari sebuah fenomena spasial, sehingga dapat
dimengerti dengan lebih baik. Dengan melakukan analisis spasial, diharapkan
muncul infomasi baru yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan di bidang yang dikaji. Berdasarkan tujuannya, secara garis besar
metode dalam melakukan analisis spasial dapat dibedakan menjadi dua macam:
1. Analisis Spasial Exploratory
Digunakan untuk mendeteksi adanya pola khusus pada sebuah
fenomena spasial serta untuk menyusun sebuah hipotesa penelitian.
Metode ini sangat berguna ketika hal yang diteliti merupakan sesuatu hal
yang baru, di mana peneliti belum memiliki banyak pengetahuan tentang
fenomena spasial yang sedang diamati.
2. Analisis Spasial Confirmator
Dilakukan untuk mengonfirmasi hipotesis penelitian. Metode ini
sangat berguna ketika peneliti sudah memiliki cukup banyak informasi
tentang fenomena spasial yang sedang diamati, sehingga hipotesis yang
sudah ada dapat diuji keabsahannya.
2.4.4. Fungsi Analisis Spasial
Menurut Nurpilihan dkk, (2011), Fungsi analisis spasial terdiri :
1. Klasifikasi (reclassify): fungsi ini mengklasifikasikan kembali
suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru
dengan menggunakan kriteria tertentu. Misalnya dengan
menggunakan data spasial ketinggian permukaan bumi (topografi),
dapat diturunkan data spasial kemiringan atau gradien permukaan
17
bumi yang dinyatakan dalam persentase nilai- nilai kemiringan.
Nilai-nilai persentase kemiringan ini dapat diklasifikasikan hingga
menjadi data spasial baru yang dapat digunakan untuk merancang
perencanaan pengembangan suatu wilayah. Adapun contoh kriteria
yang digunakan adalah 0-14% untuk pemukiman; 15-29% untuk
pertanian dan perkebunan; 30-44% untuk hutan produksi, dan 45%
ke atas untuk hutan, lindung dan taman nasional. Contoh lain dan
manfaat analisis spasial kesuburan tanah dari data spasial
kesuburan tanah dari data spasial kadar air atau kedalaman air
tanah, kedalaman efektif, dan sebagainya.
2. NetWork (jaringan): fungsi ini merujuk data spasial titik-titik
(point) atau garis-garis (lines) sebagai suatu jaringan yang tidak
terpisahkan. Fungsi ini sering digunakan, di dalam bidang-bidang
transportasi dan utility (misalnya aplikasi jaringan kabel listrik,
komunikasi - telepon, pipa minyak dan gas, air minum, saluran
pembuangan). Sebagai contoh, dengan fungsi analisis spasial
network, untuk menghitung jarak terdekat antara dua titik tidak
menggunakan selisih absis dan koordinat titik awal dan titik
akhirnya. Tetapi menggunakan cara lain yang terdapat di dalam
lingkup network. Pertama, cari seluruh kombinasi jalan-jalan
(segmen- segmen) yang rnenghubungkan titik awal dan titik akhir
yang dimaksud. Pada setiap kornbinasi, hitung jarak titik awal dan
akhir dengan mengakumulasikan jarak-jarak segmen-segmen yang
membentuknya. Pilih jarak terpendek (terkecil) dari kombinasi –
kombinasi yang ada.
3. Overlay: fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal
dua data spasial yang rnenjadi masukannya. Sebagai contoh, bila
untuk rnenghasilkan wilayah-wilayah yang sesuai untuk budi daya
tanaman tertentu (misalnya padi) diperlukan data ketinggian
perrnukaan bumi, kadar air tanah, dan jenis tanah, maka fungsi
analisis spasial overlay akan dikenakan terhadap ketiga data spasial
(dan atribut) tersebut.
18
4. Buffering: fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang
berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial
yang menjadi masukannya. Data spasial titik akan menghasilkan
data spasial baru yang berupa lingkaran – lingkaran yang
mengelilingi titik – titik pusatnya. Untuk data spasial garis akan
menghasilkan data spasial baru yang berupa poligon-poligon yang
melingkupi garis-garis. Demikian pula untuk data spasial poligon
akan menghasilkan data spasial baru yang berupa poligon-poligon
yang lebih besar dan konsentris.
5. 3D analysis: fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang
berhubungan dengan presentasi data spasial dalam ruang 3 dimensi.
Fungsi analisis spasial ini banyak menggunakan fungsi interpolasi.
Sebagai contoh, untuk menampilkan data spasial ketinggian,
tataguna tanah, jaringan jalan dan utility dalam bentuk model 3
dimensi, fungsi analisis ini banyak digunakan.
6. Digital image processing: (pengolahan citra digital), fungsi ini
dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster. Karena data
spasial permukaan bumi (citra digital) banyak didapat dari
perekaman data satelit yang berformat raster, maka banyak SIG
raster yang juga dilengkapi dengan fungsi analisis ini. Fungsi
analisis spasial ini terdiri dari banyak sub-sub fungsi analisis
pengolahan citra digital. Sebagai contoh adalah sub fungsi untuk
koreksi radiometrik, geometrik, filtering, ciustering dan
sebagainya.
2.4.5. Sumber Data Spasial
Data spasial dapat dihasilkan dari berbagai macam sumber (Nurpilihan,
2011), diantaranya adalah:
1. Citra Satelit, data ini menggunakan satelit sebagai wahananya.
Satelit tersebut menggunakan sensor untuk dapat merekam kondisi
atau gambaran dari permukaan bumi. Umumnya diaplikasikan
dalam kegiatan yang berhubungan dengan pemantauan sumber
daya alam di permukaan bumi (bahkan ada beberapa satelit yang
19
sanggup merekam hingga dibawah permukaan bumi), studi
perubahan lahan dan lingkungan, dan aplikasi lain yang melibatkan
aktifitas manusia di permukaan bumi. Kelebihan dari teknologi
terutama dalam dekade ini adalah dalam kemampuan merekam
cakupan wilayah yang luas dan tingkat resolusi dalam merekam
obyek yang sangat tinggi. Data yang dihasilkan dari citra satelit
kemudian diturunkan menjadi data tematik dan disimpan dalam
bentuk basis data untuk digunakan dalam berbagai macam aplikasi.
2. Peta Analog, sebenarnya jenis data ini merupakan versi awal dari
data spasial, di mana yang membedakannya adalah hanya dalam
bentuk penyimpanannya saja. Peta analog merupakan bentuk
tradisional dari data spasial, di mana data ditampilkan dalam
bentuk kertas atau film. Oleh karena itu dengan perkembangan
teknologi saat ini peta analog tersebut dapat di scan menjadi format
digital untuk kemudian disimpan dalam basis data.
3. Foto Udara (Aerial Photographs), merupakan salah satu sumber
data yang banyak digunakan untuk menghasilkan data spasial
selain dari citra satelit. Perbedaan dengan citra satelit adalah hanya
pada wahana dan cakupan wilayahnya. Biasanya foto udara
menggunakan pesawat udara. Secara teknis proses pengambilan
atau perekaman datanya hampir sama dengan citra satelit. Sebelum
berkembangnya teknologi kamera digital, kamera yang digunakan
adalah menggunakan kamera konvensional menggunakan negatif
film, saat ini sudah menggunakan kamera digital, dimana data hasil
perekaman dapat langsung disimpan dalam basis data. Sedangkan
untuk data lama (format foto film) dapat disimpan dalam basis data
harus dilakukan konversi dahulu dengan mengunakan scanner,
sehingga dihasilkan foto udara dalam format digital.
4. Data Tabular, data ini berfungsi sebagai atribut bagi data spasial.
Data ini umumnya berbentuk tabel. Salah satu contoh data ini yang
umumnya digunakan adalah data sensus penduduk, data sosial, data
20
ekonomi. Data tabular ini kemudian di relasikan dengan data
spasial untuk menghasilkan tema data tertentu.
5. Data Survei (Pengamatan atau pengukuran dilapangan), data ini
dihasilkan dari hasil survei atau pengamatan dilapangan.
Contohnya adalah pengukuran persil lahan dengan menggunakan
metode survei terestris
2.5. Peta
Dalam kamus bahasa Indonesia pemetaan atau visualisasi adalah
pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan gambar, tulisan,
peta, dan grafik. Menurut ICA (International Cartography Association), Peta
adalah gambaran konvesional yang dibuat dengan menggambarkan elemen –
elemen yang ada dipermukaan bumi dan gejala yang ada hubungannya dengan
elemen – elemen. Peta dilukiskan dengan skala tertentu, dengan tulisan atau
simbol sebagai keterengan yang dapat dilihat dari atas. Peta dapat meliputi
wilayah yang luas, dapat juga hanya mencakup wilayah yang sempit. Peta dalam
Bahasa Inggris berarti Map dan dalam bahasa yunani berarti mappa. Ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang peta disebut kartografi (Prahasta, 2005).
Menurut Prihandito (1989), peta berarti komunikasi, artinya suatu signal
atau saluran antara pengirim pesan (pembuat peta) dengan penerima pesan
(pembaca peta). Dengan demikian peta digunakan untuk mengirim pesan yang
berupa informasi tentang realita dalam wujud berupa yang sama antara pembuat
peta dan pembaca peta. Kartografer disini harus bisa memahami apa yang hendak
disampaikan pembuat peta kepada pembaca peta, dengan menerjemahkan dalam
bahasa simbol agar pembaca peta dapat mengerti.
2.6. Interpolasi
Menurut Anderson (2001), interpolasi adalah suatu motode atau fungi
matematika yang menduga nilai pada lokasi – lokasi yang datanya tidak tersedia.
Interpolasi spasial mengangsumsikan bahwa atribut data bersifat kontinyu di
dalam ruang (space) dan atribut ini saling berhubungan (dependence) secara
spasial. Logika dalam interpolasi spasial adalah bahwa nilai titik observasi yang
21
berdekatan akan memiliki nilai yang sama atau mendekati dibandingkan dengan
nilai di titik yang lebih jauh (Prasati dkk, 2005).
Interpolasi data spasial secara khusus bertujuan untuk interpolasi dari dua
titik. Interpolasi spasial adalah prosedur dalam memperkirakan nilai sebuah
variabel lapangan yang tidak termasuk dalam sampel penelitian dan berlokasi di
dalam area yang dicakup oleh lokasi sampel atau dalam kata – kata sederhana,
diberikan dalam rangka untuk menentukan nilai – nilai yang dihasilkan pada
bagian yang tidak di sampel. Tipe interpolasi terbagi dua:
a. Interpolasi diskret (Discrete Interpolasi) adalah interpolasi yang
menggunakan asumsi bahwa nilai diantara titik kontrol diketahui nilainya
bukan merupakan nilai yang kontinyu. Tipe interpolasi diskret antara lain:
Zero-order interpolation, thiessen polygons, voronoi polygons dan Dirichlet
cells.
b. Interpolasi kontinyu (Continues interpolation) adalah interpolasi dengan
menggunakan asumsi bahwa nilai di antara titik kontrol yang diketahui
nilainya adalah kontinyu. Tipe interpolasi kontinyu antara lain: Inverse
distance, kriging dan spline.
2.6.1. Invesrse Distance Weighted (IDW)
Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode
deterministik yang sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya
(NCGIA, 1997). Metode interpolasi IDW mengasumsikan bahwa semakin dekat
jarak suatu titik terhadap titik yang tidak diketahui nilainya, maka semakin besar
pengaruhnya. IDW menggunakan nilai yang terukur pada titik-tiik di sekitar
lokasi tersebut, untuk memperkirakan nilai variabel pada lokasi yang dimaksud.
Asumsi yang dipakai dalam metode IDW adalah titik yang lokasinya lebih dekat
dari lokasi yang diperkirakan akan lebih berpengaruh dari pada titik yang lebih
jauh jaraknya. Oleh karena itu, titik yang jaraknya lebih dekat diberi bobot yang
lebih besar. Karena itu jarak berbanding terbalik dengan nilai rata-rata tertimbang
(weighting average) dari titik data yang ada di sekitarnya. Efek penghalusan dapat
dilakukan dengan faktor pangkat (Johnston dkk, 2001).
22
Nilai power pada interpolasi IDW ini menentukan pengaruh terhadap titik
– titik masukan, dimana pengaruh akan lebih besar pada titik – titik yang lebih
dekat sehingga menghasilkan permukaan yang lebih bagus. Bobot yang digunakan
untuk rata-rata adalah turunan fungsi jarak antara titik sampel dan titik yang
diinterpolasi. Metode IDW menggunakan rata-rata dari data sampel sehingga
nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimal atau lebih besar dari data sampel. Jadi,
puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat ditampilkan. Untuk mendapatkan
hasil yang baik, sampel data yang digunakan harus rapat yang berhubungan
dengan variasi lokal. Jika sampelnya agak jarang dan tidak merata, hasilnya
kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang diinginkan (Philip dan Watson,
1985).
Fungsi umum pembobotan adalah inverse dari kuadrat jarak, dan
persamaan ini digunakan pada metode Inverse Distance Weighted (IDW) dalam
formula berikut ini (Azpurua dan Ramos, 2010).
𝑍 = ∑ 𝑤𝑖𝑁𝑖=1 𝑧𝑖 ................................................................................................ (2.1)
Dimana 𝑧𝑖 (i = 1,2,3, ... N) merupakan nilai ketinggian data yang ingin
diinterpolasi sejumlah N titik, dan bobot (weight) 𝑤𝑖 yang dirumuskan sebagai:
𝑤𝑖 =ℎ𝑖
−𝑝
∑ ℎ𝑗 −𝑝𝑛
𝑗
................................................................................................. (2.2)
p adalah nilai positif yang dapat diubah-ubah yang disebut dengan
parameter power (biasanya bernilai 2) dan ℎ𝑗 merupakan jarak dari sebaran titik
ke titik interpolasi yang dijabarkan sebagai:
ℎ𝑖 = √(𝑥 − 𝑥𝑖)2 + (𝑦 − 𝑦𝑖)2 ................................................................................... (2.3)
(x,y) adalah koordinat titik interpolasi dan (𝑥𝑖, 𝑦𝑖 ) adalah koordinat untuk
setiap sebaran titik. Fungsi peubah weight bervariasi untuk keseluruhan data
sebaran titik sampai pada nilai yang mendekati nol dimana jarak bertambah
terhadap sebaran titik.
Kelebihan dari metode interpolasi IDW adalah karakteristik interpolasi
dapat dikontrol dengan membatasi titik-titik masukkan yang digunakan dalam
proses interpolasi. Titik-titik yang terletak jauh dari sampel dan diperkirakan
memiliki korelasi spasial yang kecil atau bahkan tidak memiliki korelasi spasial
23
dapat dihapus dari perhitungan. Titik-titik yang digunakan dapat ditentukan secara
langsung, atau ditentukan berdasarkan jarak yang ingin diinterpolasi. Kelemahan
dari interpolasi IDW adalah tidak dapat mengestimasi nilai diatas nilai maksimum
dan di bawah minimum dari titik-titik sampel (Pramono, 2008).
2.6.2. Kriging
Metode Kriging ditemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai
dari bahan tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara
sampel data menunjukkan korelasi spasial yang penting dalam hasil interpolasi
(ESRI, 1996). Metode Kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960,
untuk menonjolkan metode khusus dalam moving average (weighted moving
average) yang meminimalkan variasi dari hasil estimasi. Metode Kriging adalah
estimasi stochastic yang mirip dengan IDW, di mana menggunakan kombinasi
linear dari weight untuk memperkirakan nilai di antara sampel data. Secara
umum, Kriging merupakan analisis data geostatistika untuk menginterpolasikan
suatu nilai kandungan mineral berdasarkan nilai-nilai yang diketahui.
Menurut Suprajitno (2005), metode ini merupakan metode khusus dalam
moving average terbobot (weighted moving average) yang meminimalkan variasi
dari hasil estimasi. Kriging menghasilkan taksiran yang akan tetap mendekati nilai
sampel data yang diinterpolasi, walaupun sampel diperbesar menuju tak
terhingga. Metode estimasi ini mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi akurasi estimasi, yaitu: banyaknya sampel, posisi sampel, jarak
antar sampel dengan titik yang akan diestimasi, kontinuitas spasial dari variabel –
variabel yang terlibat dll. Dengan kata lain metode ini digunakan untuk
mengestimasi besarnya nilai karakteristik dari estimator (Z ) pada titik tidak
tersampel berdasarkan informasi dari titik-titik tersampel yang berada
disekitarnya. Tujuan dari kriging adalah menentukan nilai koefisien pembobotan
𝜆𝑖 yang meminimalkan estimasi variansi.
Pada metode Kriging, bobot tidak hanya didasarkan pada jarak antara
ukuran dan lokasi titik prediksi tetapi juga pada keseluruhan letak titik-titik yang
diukur (ESRI, 2011). Kriging menimbang nilai yang terukur di sekitarnya untuk
memperoleh prediksi di lokasi yang tidak terukur. Point Kriging merupakan
24
metode mengestimasi suatu nilai dari sebuah titik pada tiap-tiap grid. Rumus
umum Kriging adalah sebagai berikut :
𝑍∗ = ∑ 𝑤𝑖𝑁𝑖=1 𝑧𝑖 ............................................................................................... (2.4)
Dimana :
𝑍∗ = Nilai prediksi
𝑧𝑖 = Nilai terukur pada lokasi pengamatan ke - i
𝑤𝑖 = bobot pada lokasi ke - i
Metode Kriging sangat banyak menggunakan sistem komputer dalam
perhitungan. Kecepatan perhitungan tergantung dari banyaknya sampel data yang
digunakan dan cakupan dari wilayah yang diperhitungkan. Tidak seperti metode
IDW, Kriging memberikan ukuran error dan confidence. Salah satu yang terdapat
dalam metode ini adalah Ordinary Kriging, yang didalamnya memiliki model
semivariogram yang merepresentasikan perbedaan spasial dan nilai diantara
semua pasangan sampel data. Semivariogram dipakai untuk menentukan jarak
dimana nilai-nilai data pengamatan menjadi saling tidak tergantung atau tidak ada
korelasinya. Semivariogram adalah perangkat dasar dari geostatistik untuk
visualisasi, pemodelan dan eksploitasi autokorelasi spasial dari variabel
teregionalisasi. Semivariogram juga menunjukkan bobot (weight) yang digunakan
dalam interpolasi. Semivariogram dihitung berdasarkan sampel semivariogram
dengan jarak h, beda nilai z dan jumlah sampel dan data n. Jenis kriging yang bisa
dilakukan adalah dengan cara spherical, circular, exponential, gaussian dan
linear (ESRI, 1999).
Menurut Largueche (2006), metode Kriging memiliki beberapa
keunggulan, antara lain sebagai interpolator, metode Kriging memadukan korelasi
spasial antara data, hal mana tidak di lakukan oleh prosedur statistik klasik.
Keunggulan Kriging dibandingkan teknik konturisasi lainnya adalah
kemampuannya untuk mengkuantifikasi variansi dari nilai yang diestimasi
sehingga dapat diketahui. Metode Kriging tetap dapat digunakan meskipun tidak
ditemukan korelasi spasial antar data. Pada pengamatan yang saling bebas, proses
25
estimasi Kriging akan mirip dengan estimasi menggunkan analisa regresi kuadrat
terkecil.
Kelemahan Kriging yaitu banyaknya metode yang membangun teknik ini,
sehingga menghendaki banyak asumsi yang jarang sekali dapat dipenuhi. Kriging
mengasumsikan data menyebar normal sementara kebanyakan data lapangan tidak
memenuhi kondisi tersebut. selain itu, semivariogram yang dihitung untuk suatu
himpunan data tidak berlaku untuk himpunan data lainnya. Dengan demikian
estimasi semivariogram akan sulit bila titik sampel yang digunakan tidak
mencukupi.
2.6.2.1. Ordinary kriging
Metode ordinary kriging dapat digunakan apabila data yang ada
merupakan data yang bersifat stasioner. Suatu data dikatakan memiliki sifat
stasioner apabila data tersebut tidak memiliki kecenderungan terhadap trend
tertentu. Atau dengan kata lain, apabila fluktuasi data berada disekitar suatu nilai
rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi
tersebut.
2.6.2.2. Universal Kriging
Universal kriging adalah bentuk umum dari simple kriging sebagai salah
satu cara perluasan dari metode ordinary kriging. Universal kriging merupakan
kriging dari data yang mempunyai kecenderungan trend tertentu. Metode ini tepat
jika digunakan pada nilai-nilai di titik sampel yang memang mempunyai
kecenderungan tertentu. Misalnya tebal lapisan bertambah dengan berubahnya
arah atau nilai permeabilitas yang berkurang dengan menjauhnya lokasi dari
chanel sand.
2.6.2.3. Variogram dan Semivariogram
Pada geostatistika, terdapat suatu perangkat dasar dari geostatistika untuk
visualisasi, pemodelan dan eksploitasi autokorelasi spasial dari variabel
teregionaisasi yang biasa dikenal sebagai semivariogram, Sedangkan
semivariogram adalah setengah dari variogram, dengan simbol N. Sesuai dengan
namanya, Variogram adalah ukuran dari variansi. Variogram digunakan untuk
menentukan jarak dimana nilai-nilai data pengamatan menjadi tidak saling
tergantung atau tidak ada korelasinya. Simbol dari variogram adalah 2N.
26
Semivariogram ini digunakan untuk mengukur korelasi spasial berupa variansi
eror pada lokasi u dan lokasi u + h (Suprajitno, 2005).
1. Variogram dan Semivariogram Eksperimental
Variogram eksperimental adalah variogram yang diperoleh dari data yang
diamati atau data hasil pengukuran.
2. Varaiogram dan Semivariogram teoritis
Variogram teoritis mempunyai bentuk kurva yang paling mendekati
variogram eksperimental. Sehingga, untuk keperluan analisis lebih lanjut
variogram eksperimental harus diganti dengan variogram teoritis. Terdapat
beberapa jenis variogram teoritis yang sering digunakan, yaitu Spherical,
Ekponensial, Gaussian, Circular dan Linier.
A. Spherical
𝑦(ℎ) = 𝐶 [(3ℎ
2𝑎) − (
ℎ
2𝑎) 3] Untuk h ≤ a ................................................................ (2.5)
Untuk h > a
B. Eksponensial
Pada model eksponensial terjadi peningkatan dalam samivariogram yang
sangat curam dan mencapai nilai sill secara asimtotik, dirumuskan sebagai
berikut:
𝑦(ℎ) = 𝐶 [1 − 𝑒𝑥𝑝 (−ℎ
𝑎)] ....................................................................................... (2.6)
C. Gaussian
Model Gaussian merupakan bentuk kuadrat dari eksponensial sehingga
menghasilkan bentuk parabolik pada jarak yang dekat dan dirumuskan sebagai
berikut:
𝑦(ℎ) = 𝐶 [1 − 𝑒𝑥𝑝 (−ℎ
𝑎) 2] .................................................................................... (2.7)
D. Circular
𝑦(ℎ) = 𝐶 (1 −2
𝜋cos−1 (
ℎ
𝑎) + √1 −
ℎ2
𝑎2) ................................................................. (2.8)
E. Linear
𝑦(ℎ) = 𝐶 (ℎ
𝑎) ........................................................................................................... (2.9)
27
Dimana:
h adalah jarak lokasi antar sampel
C adalah sill, yaitu nilai variogram untuk jarak pada saat besarnya konstan (tetap).
Nilai ini sama dengan nilai variasi data
a adalah range, yaitu jarak pada nilai variogram mencapai sill
2.6.3. RMSE
RMSE (Root Mean Square Error) adalah suatu angka yang menunjukkan
akurasi suatu data dalam kaitannya dengan sistem koordinat. Semakin besar nilai
RMSE maka dipastikan semakin besar pula kesalahan letak (informasi posisi)
pada data tersebut (Indrabayu dkk, 2011). Rumus umum RMSE pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :
RMSE√∑ (𝑧𝑖−ẑ𝑖)2𝑛
𝑖=1
𝑛 .................................................................................... (2.10)
Dimana :
𝑧𝑖 = Nilai aktual pH ke - i
ẑ𝑖 = Nilai hasil prediksi pH ke – i
n = Banyak data
Bobot tidak hanya didasarkan pada jarak antara titik yang diukur dan
lokasi prediksi, tetapi juga penataan ruang keseluruhan di antara poin yang diukur
dan juga menggunakan pengaturan tata ruang dari berat. Untuk memberikan
prediksi akurat pada model, nilai dari Root Mean Square Error (RMSE) harus
mendekati 0, dan sebaran data yang diprediksi tidak bias. Jika standar
kesalahannya akurat dan nilai prediksi RMSE kecil, maka nilai yang diprediksi
harus dekat dengan nilai yang diukur (Chaidir, 2012). RMSE paling sering
digunakan untuk membandingkan akurasi antara 2 atau lebih model dalam analisis
spasial. Semakin kecil nilai RMSE suatu model menandakan semakin akurat
model tersebut (ESRI, 2011).
28
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Letak
astronomisnya antara 5,20 – 5,8
0 LU dan antara 95,0
0 – 95,8
0 BT. Analisa ini
dilaksanakan di Lab GIS. Lokasi penelitian disajikan pada gambar 4.1.
Gambar 3. 1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar
3.2. Alat dan Bahan
3.3.1. Alat
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Laptop Asus X550Z c. GPS
b. Printer
3.3.2. Bahan
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
29
a. ARCGIS
b. Microsoft Word dan Excel
c. Data Kualitas Air Sumur Bor di Kabupaten Aceh Besar
d. Peta Sebaran Sumur Bor Aceh Besar
30
3.3.Cara Kerja
Gambar 3. 2. Skema Kerja
31
3.4. Penjabaran Penelitian
Pada kerangka penelitian diatas penulis akan menjabarkan tahapan proses
penelitian sebagai berikut :
3.4.1. Survei Lapangan dan Pengumpulan Data
Survei lapangan dilakukan pada bulan oktober 2015 sampai dengan awal
bulan november 2015. Survei dilakukan ke semua titik sumur bor di kabupaten
Aceh Besar. Setelah melakukan survei penelitian dilanjutkan dengan
pengumpulan data pada pertengahan bulan november 2015 sampai dengan bulan
desember 2015. Survei yang dilakukan menentukan titik koordinat sumur bor
menggunakan GPS. Selanjutnya pengumpulan data mengenai kualitas sumur bor
di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Aceh Besar dan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Aceh Besar.
3.4.2. Interpolasi
Interpolasi merupakan salah satu menu yang disediakan ArcToolbox pada
software ArcGIS, yang memiliki kemampuan mencari nilai diantara beberapa titik
data yang telah diketahui. Metode Interpolasi yang digunakan yaitu metode
Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging. Pada Metode IDW dilakukan
variasi dua parameter dengan search radius optional nya variabel, yang berarti
radius akan berubah sesuai sebaran sampel agar dapat mencakup jumlah sampel
yang digunakan untuk interpolasi. Pertama adalah power dengan nilai power 0.5,
1, 2 dan 3. Adapun yang kedua adalah jumlah titik sampel terdekat yang akan
digunakan untuk melakukan interpolasi, variasi jumlah titik sampel yang
digunakan adalah 6, 12, 18 dan 24.
Pada metode Kriging terdapat variasi parameter semivariogram dengan
perubahan nilai sampel. Adapun variasi semivariogramnya yaitu Spherical,
Eksponensial, Gaussian, Circular dan Linier. Nilai sampel yang digunakan 6, 12,
18 dan 24.
32
3.4.3. Analisa dan Perbandingan
Analisa pada penelitian ini dilakukan dengan melihat perbandingan
metode Interpolasi IDW dan Kriging. Kedua metode ini nantinya akan
dibandingkan berdasarkan titik pH air. Dengan melihat perbedaan output peta
yang dihasilkan dan perbandingan nilai RMSE dari setiap metode. Kemudian
menyimpulkan metode mana yang baik digunakan dan lebih akurat dalam
pengukuran. Cara mencari nilai RMSE dengan Extract multi value by point yang
terdapat dalam ArcGIS, guna mengambil nilai yang telah diinterpolasi.
Kemudian selisih nilai pH dari data sampel yang digunakan untuk
interpolasi dikurangi dengan nilai pH hasil interpolasi dengan menggunakan field
calculator dan hasilnya dikuadratkan.
Hasil yang telah dikuadratkan kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan
rata-rata dari nilai error kuadrat, selanjutnya hasil rata-rata diakarkan secara
manual menggunakan alat calculator. Dalam mencari nilai RMSE pada 183 data
yang tergabung dalam satu tabel atribut digunakan selected by atribut, guna
mendapatkan data yang telah dipisahkan. Ilustrasi mendapatkan nilai RMSE dari
162 data yang digunakan untuk interpolasi dan 16 data yang digunakan untuk
pengujian akurasi.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses penelitian ini saya lakukan dengan cara menginterpolasi data
kualitas air (pH) pada sumur bor yang saya kumpulkan dari beberapa lokasi yang
tersebar di Kabupaten Aceh Besar. Dalam pengujian ini data sumur bor yang saya
dapatkan 183 titik sumur bor dimana 167 sumur dalam kondisi baik dan 16 sumur
dalam kondisi rusak. Semua sumur bor tersebut tersebar di Kabupaten Aceh
Besar. Daerah sebaran sumur bor yang akan diuji dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4. 1. Peta sebaran kualitas air (pH) sumur bor di Kabupaten Aceh Besar
Interpolasi dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu Inverse
Distance Weighted (IDW) dan Kriging, guna mendapatkan seluruh sebaran
kualitas air (pH) sumur bor di Kabupaten Aceh Besar. Kemudian dilakukan
perbandingan hasil dari kedua metode dengan melihat akurasi dari nilai RMSE
dan output peta yang dihasilkan.
34
4.1. Inverse Distance Weighted (IDW)
Dalam interpolasi dengan menggunakan metode Inverse Distance
Weighted (IDW), dilakukan variasi pada parameter power dan jumlah sampel.
Hasil yang diperoleh akan dijelaskan pada sub bab berikut.
4.1.1. Parameter Power
Power dapat digunakan untuk menentukan pentingnya nilai sampel data
pada perhitungan interpolasi. Interpolasi lokal bisa berubah menjadi interpolasi
global dengan merubah power. Nilai power yang digunakan pada perhitungan ini
adalah 0.5, 1, 2 dan 3, dengan parameter sampel tetap yaitu 12. Penentuan nilai
power harus bernilai positif dan beberapa nilai power yang digunakan ini adalah
untuk melihat perbedaan yang dihasilkan.
Pada Gambar 4.2. menunjukkan peta sebaran kualitas air (pH) sumur bor
di Kabupaten Aceh Besar menggunakan metode IDW dengan nilai power yang
berbeda. Pada gambar terlihat jelas bahwa semakin tinggi nilai power, maka
wilayah disekitar titik sampel tampak semakin terpusat dan membesar. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Philip dan Watson, 1985), bahwa nilai power pada
interpolasi IDW ini menentukan pengaruh terhadap titik-titik masukan, dimana
pengaruh akan lebih besar pada titik-titik yang lebih dekat sehingga menghasilkan
permukaan yang lebih bagus. Hasil perubahan nilai power dapat dilihat pada
Gambar 4.2.
35
Gambar 4. 2. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW dengan perubahan Nilai Power
36
4.1.2. Parameter Jumlah Sampel
Pada pengujian ini jumlah sampel data yang digunakan bervariasi, mulai
dari 6, 12, 18 hingga 24 dengan parameter power tetap yaitu 2. Sampel data disini
adalah titik-titik yang nilainya digunakan untuk memperkirakan nilai baru di suatu
lokasi menurut persamaan (2-1). Misal jumlah sampel yang diinputkan adalah 6,
maka 6 titik sampel terdekat dengan lokasi digunakan dalam perhitungan. Sesuai
dengan pernyataan (Watson dan Philip, 1985), bahwa metode IDW menggunakan
rata-rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimal
atau lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak
dapat ditampilkan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang
digunakan harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika sampelnya
agak jarang dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan
yang diinginkan.
Gambar 4.3. menunjukkan sebaran kualitas air (pH) sumur bor dengan
menggunakan metode IDW dengan jumlah sampel data yang berbeda-beda. Pada
gambar terlihat bentuk mirip lingkaran sama seperti parameter power karena
digunakan ketetapan power sama dengan 2. Namun pada perubahan sampel
masukkan lebih dari 12 sampel, tidak terlalu berpengaruh pada output peta karena
tidak ada perubahan bentuk yang penting dengan perubahan jumlah sampel. Hasil
perubahan nilai sampel dapat dilihat pada Gambar 4.3.
37
Gambar 4. 3. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW dengan perubahan Jumlah
Sampel
38
Ringkasan nilai tingkat (pH) sumur bor yang mencakup nilai maksimal
dan minimal dari sel raster yang dihasilkan menggunakan metode IDW dangan
variabel search radius dan perubahan nilai power serta jumlah sampel dapat
dilihat pada Tabel 4.1. Pada tabel terlihat bahwa nilai minimal dan maksimal dari
hasil interpolasi mendekati atau sama dengan nilai dari sampel data. Tidak ada
nilai interpolasi yang negatif atau terlalu besar. Nilai minimal pada power 2 dan 3
sama dengan nilai minimal pada sampel yang digunakan untuk interpolasi.
Sedangkan nilai maksimal pada kedua power tersebut berbeda tipis dari nilai
sampel. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa merubah nilai power tidak
merubah secara drastis hasil interpolasi. Nilai hasil interpolasi masih dalam
kisaran sampel data.
Pada parameter jumlah sampel, nilai minimal pada setiap jumlah sampel
masukkan sama dengan nilai minimal pada sampel yang digunakan untuk
interpolasi. Sedangkan nilai maksimal pada setiap sampel masukkan tersebut
berbeda tipis dari nilai sampel yang digunakan untuk interpolasi. Oleh karena itu
dapat dinyatakan bahwa dengan merubah jumlah nilai sampel data tidak memiliki
efek yang berarti dalam proses interpolasi.
Tabel 4. 1. Statistik Metode IDW dengan perubahan Nilai power dan Jumlah
Sampel
Inverse Distance Weighted (IDW)
Parameter Power Parameter Jumlah
Sampel
Power Max Min Jumlah
Max Min Sampel
0,5 8,082 3,164 6 9,498 0,036
1 8,902 0,979 12 9,497 0,044
2 9,497 0,044 18 9,496 0,05
3 9,544 0,001 24 9,495 0,055
Perbandingan nilai RMSE dari 167 data sumur bor yang baik digunakan
untuk interpolasi pH air dengan metode IDW dan nilai RMSE dari 16 data sumur
bor yang rusak digunakan untuk pengujian akurasi dapat dilihat pada Tabel 4.2.
39
Tabel 4. 2. Perbandingan Nilai RMSE
Perbandingan RMSE
Parameter Power Parameter Jumlah Sampel
Power Data Data Jumlah Data Data
Baik Rusak Sampel Baik Rusak
0,5 1,14069 5,17669 6 0,72834 2,18716
1 0,93976 3,6668 12 0,73101 2,23201
2 0,73101 2,23201 18 0,73149 2,24967
3 0,65645 1,96155 24 0,73187 2,26205
Pada tabel terlihat bahwa nilai RMSE terkecil yaitu 0.65645 diperoleh
pada interpolasi IDW dengan nilai power sama dengan 3. Namun demikian nilai
RMSE dari 16 data yang digunakan untuk pengujian akurasi tidak begitu kecil,
yaitu sebesar 1.96155 untuk nilai power sama dengan 3. Dilihat dari tingkat
akurasi pada 167 data yang diuji menggunakan metode IDW dengan perubahan
jumlah sampel, maka interpolasi IDW dengan menggunakan 6 sampel
memberikan RMSE yang paling kecil dibandingkan jika menggunakan jumlah
sampel lainnya yaitu 0.72834. Walaupun demikian nilai RMSE terkecil dari 16
data yang digunakan untuk pengujian akurasi yaitu 2.26205, yang diperoleh pada
jumlah sampel sama dengan 24.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa hasil interpolasi IDW pada lokasi
titik sampel mengikuti jumlah sampel. Akurasi meningkat dengan meningkatnya
nilai power. Hal ini sesuai dengan pendapat (Chaidir, 2012), untuk memberikan
prediksi akurat, nilai dari Root Mean Square Error (RMSE) mendekati 0.
Semakin besar nilai RMSE maka dipastikan semakin besar pula kesalahan letak
informasi posisi pada data tersebut. Metode IDW kurang baik dalam memprediksi
nilai selain sampel. Hal ini terlihat dari nilai RMSE yang cenderung besar yaitu
lebih dari 0.5.
Dari kedua variasi parameter power dan jumlah sampel diatas, dapat
dinyatakan bahwa parameter power lebih berpengaruh dalam ketepatan hasil
interpolasi data pH dengan menggunakan metode IDW dari pada parameter
jumlah sampel. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan Root Mean Square
Error (RMSE) yang terdapat dalam setiap variasi parameter. Oleh karena itu
untuk mengukur tingkat pH dengan menggunakan metode IDW, parameter power
40
dapat diterapkan karena parameter power memiliki kesalahan lebih kecil
dibandingkan parameter jumlah sampel.
4.2. Kriging
Pada interpolasi dengan menggunakan metode Kriging, dilakukan variasi
parameter semivariogram dengan perubahan jumlah sampel. Adapun variasi
semivariogramnya yaitu Spherical, Eksponensial, Gaussian, Circular dan Linier.
Hasil yang diperoleh akan dijelaskan pada sub bab berikut.
4.2.1. Parameter Model Semivariogram
Metode Kriging dapat dilakukan dengan 5 jenis tipe variogram yaitu:
Spherical, Eksponential, Gaussian, Circular dan Linear. Masing-masing model
diuji berdasarkan jumlah sampel, untuk menentukan nilai RMSE yang terkecil,
sehingga membentuk sebuah peta kontur. Setiap jumlah sampel yang diujikan
menghasilkan nilai yang berbeda-beda, nilai sampel yang diujikan yaitu 6, 12, 18
dan 24.
1. Spherical
Gambar 4.4 menunjukkan peta sebaran kualitas air (pH) sumur bor di
Kabupaten Aceh Besar menggunakan metode Kriging yang diuji berdasarkan tipe
Spherical dengan jumlah sampel 6, 12, 18 dan 24. Pada gambar terlihat bahwa
semakin besar masukkan jumlah sampel maka akan se makin rapi dan semakin
halus permukaan pada peta. Tidak ada nilai terpusat yang membentuk lingkaran-
lingkaran seperti pada IDW. Hasil perubahan jumlah sampel dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
41
Gambar 4. 4. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Spherical dengan Perubahan Jumlah Sampel
42
2. Eksponensial
Gambar 4.5 menunjukkan peta sebaran kualitas air (pH) sumur bor di
Kabupaten Aceh Besar menggunakan metode Kriging diuji tipe Eksponensial
dengan jumlah sampel 6, 12, 18 dan 24. Pada gambar terlihat bahwa semakin
besar jumlah sampel maka akan permukaan pada peta semakin rapi dan semakin
halus. Tidak ada nilai terpusat yang membentuk lingkaran-lingkaran seperti pada
IDW. Hasil perubahan jumlah sampel dapat dilihat pada Gambar 4.5.
43
Gambar 4. 5. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Exponential dengan Perubahan Jumlah Sampel
44
3. Gaussian
Gambar 4.6 menunjukkan peta sebaran kualitas air (pH) sumur bor di
Kabupaten Aceh Besar menggunakan metode Kriging diuji berdasarkan tipe
Gaussian dengan jumlah sampel 6, 12, 18 dan 24. Pada gambar terlihat bahwa
semakin besar nilai sampel maka akan semakin rapi dan semakin halus
permukaan pada pada peta. Namun bentuk kontur yang dihasilkan pada model
Gaussian sangat berbeda dengan bentuk kontur tiap model lainnya. Hasil metode
Kriging model Gaussian perubahan jumlah sampel dapat dilihat pada Gambar 4.6.
45
Gambar 4. 6. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Gaussian dengan Perubahan Jumlah Sampel
46
4. Circular
Gambar 4.7 menunjukkan peta sebaran kualitas air (pH) sumur bor di
Kabupaten Aceh Besar menggunakan metode Kriging diuji berdasarkan tipe
Circular dengan jumlah sampel 6, 12, 18 dan 24. Pada gambar terlihat bahwa
semakin besar nilai sampel maka akan semakin rapi dan semakin halus
permukaan pada pada peta. Hasil perubahan jumlah sampel dapat dilihat pada
Gambar 4.7.
47
Gambar 4. 7. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model
Circular dengan Perubahan Jumlah Sampel
48
5. Linier
Gambar 4.8 menunjukkan peta sebaran kualitas air (pH) sumur bor di
Kabupaten Aceh Besar menggunakan metode Kriging diuji berdasarkan tipe
Linier dengan jumlah sampel 6, 12, 18 dan 24. Pada gambar terlihat bahwa
semakin besar nilai sampel maka akan semakin rapi dan semakin halus
permukaan pada pada peta. Hasil perubahan jumlah sampel dapat dilihat pada
Gambar 4.8.
49
Gambar 4. 8. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging Menggunakan Model Linear
dengan Perubahan Jumlah Sampel
50
Ringkasan nilai tingkat (pH) sumur bor yang mencakup nilai maksimal
dan minimal dari sel raster yang dihasilkan menggunakan metode Kriging model
Spherical, Eksponensial, Gaussian, Circular dan Linier dengan perubahan jumlah
sampel dapat dilihat pada Tabel 4.3. Pada tabel terlihat bahwa nilai minimal dan
maksimal dari interpolasi mendekati dengan nilai dari sampel data, walaupun ada
nilai interpolasi minimal yang negatif pada model Gaussian.
Tabel 4. 3. Statistik Metode Kriging Menggunakan Model Spherical,
Eksponensial, Gaussian, Linier dan Circular dengan Perubahan Jumlah Sampel.
Kriging
Jumlah Spherical Exponential Gaussian Circular Linear
Sampel Max Min Max Min Max Min Max Min Max Min
6 8,62 3,35 8,62 3,375 9,63 -0,11 8,62 3,35 8,625 3,356
12 8,039 4,852 8,03 3,94 9,81 -0,05 8,03 4,85 8,039 4,851
18 7,759 5,15 7,87 4,45 9,82 -0,13 7,75 5,15 7,75 5,15
24 7,749 5,64 7,78 4,35 9,87 -0,12 7,74 5,64 7,749 5,646
Perbandingan nilai RMSE dari 167 data sumur bor yang baik digunakan
untuk interpolasi pH air dengan metode Kriging model Spherical, Eksponensial,
Gaussian, Circular, Linier dan nilai RMSE dari 16 data sumur bor yang rusak
digunakan untuk pengujian akurasi dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4. 4. Perbandingan RMSE
Perbandingan RMSE
Jumlah Sampel
Spherical Exponential Gaussian Circular Linear
Sampel Baik
Sampel Rusak
Sampel Baik
Sampel Rusak
Sampel Baik
Sampel Rusak
Sampel Baik
Sampel Rusak
Sampel Baik
Sampel Rusak
6 1,362 5,8668 1,2248 5,1359 0,8172 2,2361 1,3619 5,8662 1,3629 5,8714
12 1,3237 6,2858 1,1838 5,4487 0,8128 2,2865 1,3236 6,2852 1,3246 6,2908
18 1,2676 6,485 1,1374 5,5821 0,8086 2,2988 1,2675 6,4844 1,2684 6,4901
24 1,2597 6,5109 1,1292 5,6055 0,8107 2,3005 1,2596 6,5102 1,2605 6,516
Pada tabel dapat dilihat bahwa nilai RMSE dari 167 data sumur yang baik
dan 16 data sumur yang rusak yang digunakan untuk pengujian akurasi tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Dilihat dari tingkat akurasi pada 167 data
51
yang diuji menggunakan metode Kriging model Spherical dengan perubahan
jumlah sampel, maka interpolasi Kriging dengan menggunakan 24 sampel
memberikan RMSE yang paling kecil dibandingkan menggunakan jumlah sampel
lainnya yaitu 1,2597.
Namun demikian nilai RMSE terkecil dari 16 data yang digunakan untuk
pengujian akurasi yaitu 5.8668, yang diperoleh pada jumlah sampel sama dengan
6. Pada model Eksponensial dengan perubahan jumlah sampel, maka interpolasi
Kriging dengan menggunakan 24 sampel memberikan RMSE yang paling kecil
dibandingkan jika menggunakan jumlah sampel lainnya yaitu 1.1292. Namun
nilai RMSE terkecil dari 16 data yang digunakan untuk pengujian akurasi yaitu
5.1359, yang diperoleh pada jumlah sampel sama dengan 6.
Pada model Gaussian dengan perubahan jumlah sampel, maka interpolasi
Kriging dengan menggunakan 18 sampel memberikan RMSE yang paling kecil
dibandingkan jika menggunakan jumlah sampel lainnya yaitu 0.8086, tetapi nilai
RMSE terkecil dari 16 data yang digunakan untuk pengujian akurasi yaitu 2.3005,
yang diperoleh pada jumlah sampel sama dengan 24. Pada model Circular dengan
perubahan jumlah sampel, maka interpolasi Kriging dengan menggunakan 24
sampel memberikan RMSE yang paling kecil dibandingkan jika menggunakan
jumlah sampel lainnya yaitu 1.2596. Namun nilai RMSE terkecil dari 16 data
yang digunakan untuk pengujian akurasi yaitu 5.8662, yang diperoleh pada
jumlah sampel sama dengan 12. Pada model Linier dengan perubahan jumlah
sampel, maka interpolasi Kriging dengan menggunakan 24 sampel memberikan
RMSE yang paling kecil dibandingkan jika menggunakan jumlah sampel lainnya
yaitu 1.2605. Namun nilai RMSE terkecil dari 16 data yang digunakan untuk
pengujian akurasi yaitu 5.8714, yang diperoleh pada jumlah sampel sama dengan
6.
Dari parameter model semivariogram Spherical, Eksponensial, Gaussian,
Circular dan Linier dengan perubahan nilai sampel diatas dapat dinyatakan bahwa
pengujian data sampel pH air, yang diuji menggunakan metode interpolasi
Kriging dengan model variogram dan perubahan nilai sampel. Bahwa dengan
melakukan percobaan menggunakan model variogram dan perubahan jumlah
sampel sangat berpengaruh pada output peta, dari percobaan yang telah dilakukan,
52
dengan bertambahnya jumlah sampel maka hasil permukaan pada peta akan lebih
rapi dan halus. Perubahan jumlah sampel pada setiap model variogram ini tidak
begitu berpengaruh pada nilai minimal dan maksimal yang dihasilkan dari sel
raster setiap variogram, kerena nilai minimal dan maksimal yang dihasilkan
mendekati nilai sampel data.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suprajitno (2005), bahwa metode Kriging
merupakan metode khusus dalam moving average terbobot (weighted moving
average) yang meminimalkan variasi dari hasil estimasi. Kriging menghasilkan
taksiran yang akan tetap mendekati nilai sampel data yang diinterpolasi, walaupun
sampel diperbesar menuju tak terhingga. Jika dilihat dari RMSE setiap model
variogram, model Gaussian baik digunakan dalam metode Kriging. Hal ini
dikarenakan model Gaussian lebih akurat dibandingakan dengan Spherical,
Eksponensial, Circular dan Linier. Model Gaussian dikatakan akurat karena
model ini memiliki nilai RMSE paling kecil dibandingkan dengan empat model
lainnya, yaitu Spherical, Gaussian, Circular dan Linier.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa perbandingan menggunakan metode interpolasi
Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging dalam ArcGIS untuk pemetaan
(pH) air sumur bor di Kabupaten Aceh Besar dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Dalam penelitian dengan menggunakan metode interpolasi IDW, parameter
power sangat berpengaruh dalam interpolasi ini. Semakin besar nilai power
maka permukaan peta yang dihasilkan akan semakin membesar, halus dan
terpusat. Begitu juga dengan Kriging yang diuji berdasarkan model variogram
dan perubahan nilai sampel, semakin besar sampel masukkan maka semakin
halus dan rapi permukaan yang dihasilkan.
2. Metode interpolasi IDW lebih akurat dalam mengestimasi nilai yang dekat
dengan sampel yang tersedia dibandingkan dengan Kriging.
3. Dalam memprediksi nilai yang baru IDW lebih lemah dibandingkan dengan
Kriging. Hal ini ditunjukkan IDW dengan menghasilkan nilai RMSE berkisar
hingga 4.0 ~ 5.2 sedangkan Kriging hanya berkisar 5.8 ~ 5.9. Maka dari itu
dalam memprediksi nilai Kriging lebih unggul dari IDW.
5.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dibandingkan juga dengan
menggunakan metode interpolasi yang lain, karena ada kemungkinan metode
interpolasi lain menghasilkan output dan nilai RMSE yang lebih baik.
54
DAFTAR PUSTAKA
Adam Suseno dan Ricky Agus T, 2012, Penggunaan Quantum GIS Dalam Sistem
Informasi Geografis, Quantum GIS, Bogor.
Anderson, S. 2001. An Evaluation of Spatial Interpotion Methods on Air
Temperature in Phonix. Department of Geography, Arizona State
UnArizona State University Tempe.
Arronof, S. 1993. Geographical Information Systems. WDL Publication, Ottawa.
Azpurua, M., and Ramos, K. D. 2010. A Comparizon of Spatial Interpolation
Methods for Estimation of Average Electromagnetic Field
Magnitude".
BPS. 2012. Aceh Besar Dalam Angka 2012. Biro Pusat Statistik Kabupaten Aceh
Besar. Aceh Besar.
BPS. 2012. Statistik Daerah Kabupaten Aceh Besar 2012. Biro Pusat Statistik
Kabupaten Aceh Besar. Aceh Besar.
BPS. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Aceh Besar 2013. Biro Pusat Statistik
Kabupaten Aceh Besar. Aceh Besar.
BPS. 2014. Statistik Daerah Kabupaten Aceh Besar 2014. Biro Pusat Statistik
Provinsi Aceh. Banda Aceh.
Chaidir, W. 2012. Analisis Sebaran Iklim Klasifikasi SCHMIDT-FERGUSON
Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Banteng
Sulawesi Selatan. Skripsi. Makassar. Tidak diterbitkan.
ESRI. 2011. How Kriging Works. http://webhelp.esri.com/arcgisdesktop/9.3/
Ginting, E. 2011. Analisis Intrusi Air laut Pada Sumur Gali dan Sumur Bor
Dengan Metode Konduktivitas Listrik Di Kecamatan Hamparan
Perak. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Johnston, K., Ver Hoef, J.M., Krivoruchko, K., and Lucas, N.. 2001. Using
ArcGIS Geostatistical Analyst. GIS by ESRI.
Keputusan Menteri. 2000. Pedoman Teknik Penentuan Nilai Perolehan Air Dari
Pemanfaatan Air Bawah Tanah Dalam Menentukan Pajak
Pemanfaatan Air Bawah Tanah. 1451 K/10/MEM/2000.
Largueche, F.Z.B. 2006. Estimating Soil Contamination with Kriging
Interpolation Method. American Journal of Applied Sciences: Vol.3,
No.6. Hal:1894-1898.
NCGIA. 2007. Interpolation Inverse Distance Weighting.
http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/spherekit/inverse.html/
55
Nurpilihan Bafdal, Kharista Amaru, Boy Macklin Pareira, 2011, Buku Ajar Sistem
Informasi Geografis, Jurusan Teknik Manajemen industry Pertanian
FTIP UNPAD, Bandung.
Permenkes RI No. 416/Menkes/PER/XI. 1990. Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air. Jakarta.
Prahasta, E. 2011. Tutorial ArcGIS Desktop Untuk Bidang Geodesi dan
Geomatika. Bandung: Informatika Bandung.
Pramono, G. H. 2008. Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi
Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan, Forum
Geografi, Vol. 22, No, 1, pp.145-158.
Prasati, I., wijayanto, H., Christianto, M. 2005. Analisis Penerapan Metode
Kriging dan Inverse Distanse Pada Interpolasi Data Dugaan Suhu,
Air Mampu Curah (AMC) Dan Indeks Stabilitas Atmosfer (ISA) Dari
Data NOAA-TOVS. Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Bangsa.
Prihandito, A. ir. M.Sc. 1989. Kartografi. Yogyakarta: PT. Mitra Gama Widya.
Rajabidfard, Abbas, and I.P. Williamson, 2000, Spatial Data Infrastructures:
Concept, SDI Hierarchy and Future Directions. Melbourne, Victoria:
Spatial Data Research Group, Department of Geomatics, The
University of Melbourne.
Sitorus, E. 2011. Analisis Intrusi Air laut Pada Sumur Gali dan Sumur Bor
Dengan Metode Konduktivitas Listrik Di Kecamatan Medan Belawan.
Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Suprajitno, M. 2005. Pengantar Geostatistik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Watson, D.F. dan Philip, G.M. 1985. A Refinement of Inverse Distance Weighted
Interpolation. Geo-Processing 2: 315-327
Wagner, EG., and Lanix, J.N. 1959. Water Suply For Rural and Small
Communication. Butterworth-Heinimann, London.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar
57
Lampiran 2. Peta Sebaran Sumur Bor Kabupaten Aceh Besar
58
Lampiran 3. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variable Search Radius dengan Nilai Power 3
59
Lampiran 4. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variable Search Radius dengan Nilai Sampel 24
60
Lampiran 5. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Spherical dengan Nilai Sampel 24
61
Lampiran 6. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Exponential dengan Nilai Sampel 24
62
Lampiran 7. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Gaussian dengan Nilai Sampel 24
63
Lampiran 8. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Ciucular dengan Nilai Sampel 24
64
Lampiran 9. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Linear dengan Nilai Sampel 24