1
ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH DALAM MENILAI
KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Program Study Akuntansi
Oleh :
Nama : LAZYRA KS
NPM : 1105170573
Program Studi : Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
2
ABSTRAK
LAZYRA KS. NPM. 1105170573. Analisis Rasio Keuangan Daerah Dalam Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan, Skripsi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan daerah dan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan naik turunnya rasio keuangan daerah Pemerintah Kota Medan.
Pendekatan penelitian ini berupa pendekatan deskriptif yakni penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan dan menyajikan data yang diterima dari Pemerintah Kota Medan Khususnya berupa data-data jumlah Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Medan sehingga memberikan gambaran yang cukup jelas untuk penulis menganalisis serta membandingkan dengan teori yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan kinerja pemerintah Daerah Kota Medan dengan menggunakan rasio keuangan daerah mengalami penurunan, hal ini terjadi dikarenakan kurang maksimalnya pendapatan daerah Pemerintah Daerah Kota Medan, dan meningkatnya belanja daerah, bahkan melebihi dari yang dianggarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Medan, rasio kemandirian yang masih dibawah standar keuangan daerah terjadi dikarenakan kurang mampunya pemerintah daerah Kota Medan dalam meningkatkan PAD, untuk rasio efektivitas yang masih dibawah standar terjadi dikarenakan pemerintah daerah tidak mampu dalam mencapai target untuk pendapatan daerah tersebut, untuk rasio efisiensi yang berada diatas standar terjadi dikarenakan besarnya belanja daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, bahkan realisasi belanja daerah melebihi dari target. Kata Kunci : Rasio Keuangan Daerah, Kinerja Keuangan
3
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan
dalam menyelesaikan skripsi ini, dimana skripsi ini sangat penulis butuhkan
dalam rangka sebagai kelengkapan penulis untuk memperoleh gelar sarjana
ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Dengan segala keterbatasan ilmu dan kemampuan yang dimiliki, penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan para pembaca
berkenan memberikan saran dan masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Selanjutnya, tak lupa penulis juga dengan rasa hormat
mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada :
1. Ayahanda M. Yusuf K.S dan Ibunda Nurlela yang telah banyak berkorban
dan membesarkan, mendidik serta memberikan dukungan baik moral dan
material, sehingga penulis dapat memperoleh keberhasilan.
2. Bapak Dr. Agussani, M.AP, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
3. Bapak Zulaspan Tupti, SE,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
4. Bapak Januri, SE,M.Si, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
5. Bapak Ade Gunawan, SE,M.Si, selaku Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
4
6. Ibu Elizar Sinambela, SE,M.Si, Selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
7. Ibu Fitriani Saragih, SE,M.Si, Selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
8. Ibu Hj.Hafsah, SE, M.Si, Selaku dosen pembimbing saya dalam
penyelesaian skripsi.
9. Bapak Pimpinan Pemerintah Kota Medan beserta seluruh pegawai yang
telah memberikan kesempatan riset kepada penulis, dan juga banyak
membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.
10. Kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan masukan
kepada penulis, semoga kita bisa sukses selalu.
Seiring doa dan semoga ALLAH SWT membalas segala kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis serta dengan menyerahkan diri kepada Nya, seraya
mengharapkan ridho Nya dan dengan segala kerendahan hati penulis
menyerahkan Tugas Akhir ini yang jauh dari kesempurnaan hanyalah milik
ALLAH SWT, dan penulis juga berharap masukan yang kontruktif guna
perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat mendatangkan
manfaat bagi kita semua, Aamiin... ya Rabbal Alaamiin...
Medan, Oktober 2016 Penulis
LAZYRA KS 1105170573
5
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah...................................................................... 5
C. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 8
A. Uraian Teoritis .............................................................................. 8
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ............................... 8
1.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. ...... 8
1.2 Proses Penyusunan APBD ................................................. 9
1.3 Prinsip dan Kebijakan Penyusunan APBD ......................... 11
2. Analisis Kinerja Keuangan Daerah ........................................... 17
3. Rasio Keuangan Daerah ........................................................... 18
3.1 Pengertian Kinerja Keuangan ............................................ 15
4. Penelitian Terdahulu ................................................................ 25
B. Kerangka Berpikir ........................................................................ 27
6
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 30
A. Pendekatan Penelitian ................................................................... 30
B. Definisi Operasional ..................................................................... 30
C. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ....................................... 32
D. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 33
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 33
F. Teknik Analisis Data .................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 35
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 35
1. Deskripsi Data .......................................................................... 35
2. Analisis Data ............................................................................ 36
B. Pembahasan .................................................................................. 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 52
A. Kesimpulan .................................................................................. 52
B. Saran ............................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
7
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pengukuran Keuangan .................................................................... 4
Tabel 2.1 Pola Hubungan Kemandirian Daerah .............................................. . 20
Tabel 2.2 Kriteria Pengukuran Efektivitas ...................................................... . 21
Tabel 2.3 Kriteria Pengukuran Efisien ............................................................ . 22
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 25
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ............................................................................ 32
Tabel 4.1 Rasio Kemandirian ........................................................................ 37
Tabel 4.2 Rasio Efektivitas ............................................................................ 40
Tabel 4.3 Rasio Efesiensi ............................................................................... 43
Tabel 4.4 Rasio Belanja Modal ...................................................................... 45
Tabel 4.5 Rasio Pertumbuhan LDR ................................................................ 47
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia
semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib
suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah yang kuat serta mampu
berkembang atau tidak, tergantung pada cara mengelola keuangannya.
Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan membuat aset daerah terjaga juga
keutuhannya.
Untuk mencapai suatu wilayah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
strategi dan kebijakan ekonomi pembangunan harus fokus pada sektor-sektor
strategis dan potensial pada wilayah tersebut baik sektor riil, finansial, maupun
9
infrastruktur agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
monitoring dan evaluasi terhadap hasil-hasil pembangunan juga sangat penting
dilakukan secara berkala melalui sajian data statistik yang berkualitas. Peran
pemerintah daerah dalam mengelola keuangan sangat menentukan keberhasilan
peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kinerja Pemerintah Daerah
dalam mengelola keuangannya secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan
peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, pasal 4).
Kemampuan keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan sangat
penting, karena pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan
efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan
pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk
mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Kemampuan keuangan daerah dalam era otonomi
daerah sering diukur dengan menggunakan kinerja keuangan daerah.
Kinerja keuangan daerah atau kemampuan daerah merupakan salah satu
ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam
menjalankan otonomi daerah. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa rasio
keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggung jawaban Kepala Daerah
berupa perhitungan APBD. Halim (2012 hal. 212)
10
Pengukuran Kinerja Keuangan sangat penting untuk menilai akuntabilitas
pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas
bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan,
akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukkan bahwa uang publik tersebut
telah dibelanjakan secara efisien, efektif, dan ekonomis. Efisien berarti
penggunaan dana masyarakat tersebut menghasilkan output yang maksimal,
efektif berarti penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau
tujuan untuk kepentingan publik, dan ekonomis berkaitan dengan pemilihan dan
penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada tingkat harga
yang paling murah (Mardiasmo, 2013:182).
Salah satu cara untuk menganalisa kinerja keuangan pemerintah daerah
dalam pengelolaan keuangannya adalah dengan melakukan analisis rasio
keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah
ditetapkan dan dilaksanakan. Penilaian kinerja pemerintah berdasarkan berbagai
rasio keuangan, diantaranya Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio
Efektivitas dan Efisiensi, Rasio Keserasian, dan Rasio Pertumbuhan. (Halim,
2012: 230).
Menurut Halim (2012:221-234) menyatakan bahwa Rasio Kemandirian
menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin
tinggi Rasio Kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah
terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi)
semakin rendah. Dan untuk Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana
pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan
Belanja Pembangunannya secara optimal.
11
Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan yang dicapai Pemerintah
Daerah dalam merealisasikan Pendapatan yang direncanakan, kemudian
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Dan
untuk rasio efisiensi menggambarkan tingkat kemampuan pemerintah dalam
mengefesiensikan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mardiasmo (2013 hal.
112).
Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah
daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode
anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan atau belanja
secara positif atau negatif. Mahmudi (2010 hal.138)
Pengukuran kinerja pemerintah Kota Medan yang diukur dengan
menggunakan rasio keuangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.1 Pengukuran Keuangan
Pemerintah Kota Medan
Sumber : Data diolah (2016)
Dapat dilihat dari tabel diatas untuk rasio kemandirian untuk tahun 2012
sampai tahun 2015 rasio kemandirian mengalami penurunan, sedangkan untuk
rasio efektivitas untuk tahun 2012 dan tahun 2015 mengalami penurunan, untuk
rasio efisiensi ditahun 2015 mengalami peningkatan, bahkan untuk tahun 2011,
tahun 2013 dan tahun 2015 rasio efisiensi lebih dari 100%, untuk rasio keserasian
Tahun Rasio Kemandirian
Rasio Efektivitas
Rasio Efisiensi
Rasio Keserasian
Modal
Rasio Pertumbuhan Pendapatan
2011 36,2% 89,1% 110,7% 22,4% - 2012 38,3% 74,3% 100,7% 18,5% 9,1% 2013 36,8% 79,8% 98,4% 19,6% 9,3% 2014 34,2% 88,6% 92,1% 21,1% 23,4% 2015 33,8% 82,8% 103,2% 21,2% 3,5%
12
modal pemerintah Kota Medan untuk tahun 2012 sampai tahun 2015 mengalami
peningkatan, dan untuk rasio pertumbuhan pendapatan untuk tahun 2013 dan
tahun 2015 mengalami penurunan.
Semakin tinggi Rasio Kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah.
Sedangkan untuk rasio keserasian menunjukkan bahwa dengan rasio belanja
modal yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan di daerah. Halim (2012:221-234)
Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang
semakin efektif. Semakin kecil rasio efisien berarti kinerja pemerintah daerah
semakin baik. (Mardiasmo, 2013 hal. 112).
Menurut Mahmudi (2010 hal.138) Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk
mengatahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau
selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan
pendapatan atau belanja secara positif atau negatif.
Penelitian ini juga pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Joko
Pramono (2014) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan
Pemkot Surakarta yang masih kurang adalah di aspek kemandirian dan aspek
keserasian. Tingkat efisiensi dan efektivitas Pemkot Surakarta dalam mengelola
dana sudah sangat efisien dan efektif, sedangkan untuk Pertumbuhan PAD cukup
tinggi dan Kemampuan melunasi pinjaman masih mencukupi.
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi
dan manajer dalam pelayanan publik yang lebih banyak, yaitu bukan sekedar
kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan, akan
13
tetapi meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah
dibelanjakan secara efisien dan efektif. (Mardiasmo, 2013 hal. 121).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan Daerah Dalam Menilai
Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi identifikasi
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Rasio kemandirian untuk tahun 2012 sampai tahun 2015 mengalami
penurunan.
2. Rasio efektivitas dan rasio keserasian modal untuk tahun 2012 dan tahun
2015 mengalami penurunan.
3. Rasio efisiensi untuk tahun 2015 mengalami peningkatan.
4. Rasio pertumbuhan untuk tahun 2013 dan tahun 2015 mengalami
penurunan
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka peneliti mencoba merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan yang diukur
dengan menggunakan rasio keuangan daerah?
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan naik turunnya rasio keuangan
daerah Pemerintah Kota Medan?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
14
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Kota
Medan yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan daerah.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan
naik turunnya rasio keuangan daerah Pemerintah Kota Medan.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan dalam bidang keuangan daerah serta
meningkatkan kemampuan analisis tentang kinerja keuangan anggaran
pendapatan dan belanja daerah selama periode yang ditentukan.
2. Bagi Pemerintah Kota Medan
Dapat memberikan sumbangan pikiran didalam menentukan kebijakan
pengelolaan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan refrensi dalam peneliti selanjutnya yang
ada keterkaitan dengan objek penelitian.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Uraian Teoritis
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Menurut Mahsun (2011:81) menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah adalah daftar yang memuat rincian penerimaan daerah dan
pengeluaran/ belanja daerah selama satu tahun. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah untuk masa satu tahun,
mulai dari 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2015 Pasal 1 Ayat 1, pengertian Anggaran Pendapatan
16
dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Menurut Halim (2012:87) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yaitu
rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu
jangka waktu tertentu, ketika badan legislatif (DPRD) memberikan kredit
kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan
kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar
(grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan
untuk menutup pengeluaran tadi.
APBD adalah suatu anggaran daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai
berikut:
1) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang
merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan.
3) Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
4) Periode anggaran, biasanya satu tahun.
1.2 Proses Penyusunan APBD
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015, proses penyusunan APBD adalah
sebagai berikut:
17
1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah,
sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD.
2) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,
Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas
prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap
Satuan Kerja Perangkat Daerah.
3) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah selaku pengguna anggaran menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
4) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah
disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai
dan prakiraan belanja.
5) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
7) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD, disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukung
kepada DPRD.
8) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai
dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
18
9) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD, sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
10) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPRD tidak
menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tersebut, untuk membiayai
keperluan setiap bulan, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran
sebelumnya.
1.3 Prinsip dan Kebijakan Penyusunan APBD
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015, prinsip dan kebijakan penyusunan
APBD antara lain:
1) Prinsip Penyusunan APBD
Penyusunan APBD didasarkan prinsip sebagai berikut:
a) Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan urusan dan kewenangannya.
b) Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
c) Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD.
19
d) Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat.
e) Memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.
f) Tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih
tinggi dan peraturan daerah lainnya.
2) Kebijakan Penyusunan APBD
Kebijakan penyusunan APBD terkait dengan Pendapatan Daerah, Belanja
Daerah dan Pembiayaan Daerah adalah sebagai berikut:
A) Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta
dasar hukum penerimaannya.
a) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penganggaran Pendapatan Daerah yang bersumber dari PAD
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penganggaran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2) Penganggaran Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah.
3) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah.
b) Dana Perimbangan
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana
perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH).
2) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU).
3) Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK).
c) Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
20
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penganggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
2) Penganggaran Tunjangan Profesi Guru (TPG).
3) Penganggaran Dana Otonomi Khusus.
4) Penganggaran Dana Insentif Daerah (DID).
5) Pendapatan yang diperuntukan bagi desa dan desa adat yang
bersumber dari APBN dalam rangka membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan serta pemberdayaan masyarakat, dan
kemasyarakatan.
6) Penganggaran Dana Transfer lainnya.
7) Penganggaran pendapatan kabupaten/ kota yang bersumber dari
Bagi Hasil Pajak Daerah yang diterima dari pemerintah provinsi
didasarkan pada alokasi belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dari
pemerintah provinsi.
8) Pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik
yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari
pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota lainnya
dianggarkan dalam APBD penerima bantuan, sepanjang sudah
dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan.
9) Penganggaran pendapatan hibah yang bersumber dari pemerintah,
Pemerintah Daerah lainnya atau pihak ketiga, baik dari badan,
lembaga, organisasi swasta dalam negeri/ luar negeri, kelompok
masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak
21
mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban
pihak ketiga atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah
adanya kepastian pendapatan dimaksud.
10) Penganggaran pendapatan yang bersumber dari sumbangan pihak
ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri,
kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan
tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan
kewajiban pihak ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan
dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud.
11) Dalam hal Pemerintah Daerah memperoleh dana darurat dari
pemerintah dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok Lain-
lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis,
Objek dan rincian Objek pendapatan Dana Darurat.
B) Belanja Daerah
Pemerintah Daerah menetapkan target pencapaian kinerja setiap
belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah,
maupun program dan kegiatan. Tujuannya untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektivitas dan
efisiensi penggunaan anggaran.
a) Belanja Langsung
Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program
dan kegiatan Pemerintah Daerah memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Belanja Pegawai.
22
Belanja Pegawai merupakan belanja untuk honorarium/ upah dalam
melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah.
2) Belanja Barang dan Jasa.
Belanja Barang dan Jasa merupakan belanja untuk pembelian/
pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan dan/
atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan
Pemerintah Daerah, mencakup belanja barang habis pakai, bahan/
material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan
bermotor, cetak/ penggandaan, sewa rumah/ gedung/ gudang/
parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan
dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari
tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, dan
pemulangan pegawai.
3) Belanja Modal.
Belanja Modal merupakan belanja untuk pembelian/pengadaan atau
pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat
lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan,
seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
b) Belanja Tidak Langsung
Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Belanja Pegawai.
23
Belanja Pegawai merupakan belanja kompensasi dalam bentuk gaji
dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada
pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
perundangundangan.
2) Belanja Bunga.
Belanja Bunga merupakan belanja untuk pembayaran bunga utang
yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian
pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
3) Belanja Subsidi.
Belanja Subsidi merupakan belanja untuk bantuan biaya produksi
kepada perusahaan/ lembaga tertentu agar harga jual produksi/ jasa
yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.
4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial.
Belanja Hibah merupakan belanja untuk pemberian hibah dalam
bentuk uang, barang dan/ atau jasa kepada Pemerintah atau
Pemerintah Daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ perorangan
yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja
Bantuan Sosial merupakan belanja untuk pemberian bantuan dalam
bentuk uang dan/ atau barang kepada masyarakat yang bertujuan
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5) Belanja Bagi Hasil Pajak.
Belanja Bagi Hasil Pajak merupakan belanja untuk dana bagi hasil
yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/ kota
atau pendapatan kabupaten/ kota kepada Pemerintah Desa atau
24
pendapatan Pemerintah Daerah tertentu kepada Pemerintah Daerah
lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
6) Belanja Bantuan Keuangan.
Belanja Bantuan Keuangan merupakan belanja untuk bantuan
keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada
kabupaten/ kota, Pemerintah Desa, dan kepada Pemerintah Daerah
lainnya dalam rangka pemerataan dan/ atau peningkatan
kemampuan keuangan.
7) Belanja Tidak Terduga.
Belanja Tidak Terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak
diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan
penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.
C) Surplus/ Defisit APBD.
1) Penerimaan Pembiayaan, semua penerimaan yang ditujukan untuk
menutup defisit APBD:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggara sebelumnya
(SiLPA);
b. Pencairan dana cadangan;
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. Penerimaan pinjaman daerah;
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
f. Penerimaan piutang daerah.
25
2) Pengeluaran Pembiayaan, semua pengeluaran yang ditujukan untuk
memanfaatkan surplus APBD:
a. Pembentukan dana cadangan;
b. Penerimaan modal (investasi) Pemerintah Daerah;
c. Pembayaran pokok utang; dan
d. Pemberian pinjaman daerah.
2. Analisis Kinerja Keuangan Daerah
Menurut Bastian (2006:112), “Kinerja anggaran adalah gambaran
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi”. Indikator kinerja adalah ukuran
kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan
(input), keluaran (output), hasil, manfaat, dan dampak.
Menurut Mulyadi (2007), kinerja yang merupakan keberhasilan personel,
tim atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah
ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan. Istilah kinerja sering
digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun
kelompok individu tersebut dan mempunyai kriteria keberhasilan yang
ditetapkan. Kriteria tersebut berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang
hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan atau target, kinerja seseorang atau
organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.
Salah satu cara yang dilakukan dalam mengukur kinerja pemerintahan
daerah dalam mengelola keuangannya adalah menggunakan analisis rasio
26
keuangan terhadap APBD yang telah dilaksanakan dan ditetapkan oleh
pemerintah daerah (Abdul Halim, 2012).
3. Rasio Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah perlu diperhatikan penggunaanya. Menurut
Mohamad Mahsun (2011:135) Analisis Laporan Keuangan merupakan alat yang
digunakan dalam memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam laporan
keuangan. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap
APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan
secara bulat mengenai nama dan kiadah pengukurannya.
Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang
transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio
terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam
APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta
(Abdul Halim 2012:4).
Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil
yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya
sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu
dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang
dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain
yang terdekat ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat
bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap
pemerintah daerah lainnya.
Menurut Abdul Halim (2012: 4) adapun pihak-pihak yang memiliki
berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD ini yaitu: pihak DPRD,
27
pihak eksekutif, pihak pemerintah pusat ataupun provinsi, serta masyarkat dan
kreditor.
Ada beberapa cara untuk mengukur Kinerja Keuangan Daerah salah
satunya yaitu dengan menggunakan Rasio Kinerja Keuangan Daerah. Beberapa
rasio yang bisa digunakan adalah : Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah, Rasio Keserasian, Rasio Pertumbuhan, dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah.
a) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Halim (2012) menyatakan bahwa Rasio Kemandirian
menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal.
Semakin tinggi Rasio Kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama
pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah.
Demikian pula sebaliknya, semakin rendah Rasio Kemandirian,
semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan
retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat.
Rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Kemandirian adalah :
Rasio Kemandirian =
x 100%
Tabel II.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah
Kemampuan
Keuangan Kemandirian (%) Pola Hubungan
Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif Rendah 25% - 50% Konsultatif
28
Sedang 50% - 75% Partisipasif Tinggi 75% - 100% Delegatif
Sumber : Aulia Zhufinsa Nur Rahmatina,2011 a. Pola Hubungan Instruktif, peran pemerintah pusat lebih dominan
daripada kemandirian Pemerintah Daerah. (daerah yang tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah)
b. Pola Hubungan Konsultatif, dimana campur tangan pemerintah pusat
sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu,
melaksanakan otonomi.
c. Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin
berkurang, mengingat daerah bersangkutan tingkat kemandiriannya
mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi.
d. Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusatsudah tidak
ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam
melaksanakan urusan otonomi daerah.
b) Rasio Efektivitas
Menurut Halim (2012) menyatakan bahwa Rasio Efektivitas
menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan
Pendapatan yang direncanakan, kemudian dibandingkan dengan target yang
ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi Rasio Efektivitas
menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.
Rumus rasio efektivitas adalah sebagai berikut :
Rasio Efektivitas Pendapatan =
x 100%
Tabel II.2 Kriteria Pengukuran Efektivitas
29
Persentase Kriteria (x > 100%) Efektif (x = 100%) Efektivitas Berimbang ( x < 100%) Tidak Efektif
Sumber: Mahmudi, 2010
c) Rasio Efisiensi Keuangan Daerah
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja Keuangan
Pemerintahan Daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan
dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau di
bawah 100%. Semakin kecil Rasio Efisiensi Keuangan Daerah berarti Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah semakin baik.
Rasio efisiensi menggambarkan tingkat kemampuan pemerintah dalam
mengfesiensikan biaya yang dikerluarkan oleh pemerintah. Menurut
Mardiasmo (2013 hal. 112) yang menyatakan bahwa bila semakin kecil rasio
efisien berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. Rumus yang
digunakan untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut :
Rasio Efisiensi =
x 100%
Tabel II.3
Kriteria Pengukuran Efisien
Persentase Kriteria 100% Keatas Tidak Efisien
100% Efisien Berimbang Kurang dari 100% Efisien
Sumber: Mohammad Mahsun (2011:187)
d) Rasio Keserasian
30
Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan Belanja
Pembangunannya secara optimal. Menurut Halim (2012 hal.236) semakin
tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk Belanja Rutin berarti
persentase Belanja investasi (Belanja Pembangunan) yang digunakan untuk
menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin
kecil. Ada 2 perhitungan dalam Rasio Keserasian ini, yaitu : Rasio Belanja
Operasi dan Rasio Belanja Modal.
1. Rasio Belanja Operasi merupakan perbandingan antara total Belanja
Operasi dengan Total Belanja Daerah.
Rasio ini menginformasikan kepada pembaca laporan mengenai
porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk Belanja Operasi.
Belanja Operasi merupakan belanja yang manfaatnya habis
dikonsumsi dalam satu tahun anggaran, sehingga sifatnya jangka
pendek dan dalam hal tertentu sifatnya rutin atau berulang. Pada
umumya proporsi Belanja Operasi mendominasi total belanja daerah,
yaitu antara 60-90%.
Menurut Mahmudi (2010 hal.164) didalam pemerintah daerah
dengan tingkat pendapatan yang tinggi cenderung memiliki porsi
belanja operasi yang lebih tinggi dibandingkan pemerintah daerah
yang tingkat pendapatannya rendah. Rasio belanja operasi
dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Belanja Operasi =
x 100%
31
2. Rasio Belanja Modal merupakan perbandingan antara total realisasi
belanja modal dengan total belanja daerah.
Berdasarkan rasio ini, pembaca laporan dapat mengetahui porsi
belanja daerah yang dialokasikan untuk investasi dengan bentuk
belanja modal pada tahun anggaran bersangkutan. Belanja modal
memberikan manfaat jangka menegah dan panjang juga bersifat
rutin.
Menurut Mahmudi (2010 hal. 164) pada umumnya proporsi belanja
modal degan belanja daerah adalah antara 5-20%. Rasio belanja
modal ini dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Belanja Modal =
x 100%
Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya Rasio Belanja
Operasi maupun Modal terhadap APBD yang ideal, karena sangat
dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya
kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan
yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah di Negara
berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaan
pembangunan masih relatif besar. Oleh karena itu, rasio belanja
modal (pembangunan) yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan
sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah.
e) Rasio Pertumbuhan
Rasio Pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah
daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama periode anggaran,
Kinerja Keuangan APBD-nya mengalami pertumbuhan secara positif ataukah
32
negatif. Tentunya diharapkan pertumbuhan pendapatan secara positif dan
kecenderungannya (trend) meningkat. Sebaliknya jika terjadi pertumbuhan
yang negatif, maka hal itu akan menunjukkan terjadi penurunan Kinerja
Keuangan Pendapatan Daerah.
Rasio pertumbuhan berguna untuk melihat kemampuan atas
pengelolaan dimasa yang lalu. Menurut Mahmudi (2010 hal.138) Rasio
pertumbuhan bermanfaat untuk mengatahui apakah pemerintah daerah dalam
tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja
anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif
atau negatif. Rumus untuk menghitung Rasio Pertumbuhan adalah sebagai
berikut :
r = ( ) (
Rasio Pertumbuhan berfungsi untuk mengevaluasi potensi-potensi
daerah yang perlu mendapatkan perhatian. Menurut Halim (2008 hal. 241)
untuk rasio pertumbuhan yang semakin tinggi nilai Total Pendapatan Daerah,
PAD, dan Belanja Modal yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja
Operasi, maka pertumbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah yang
bersangkutan telah mampu mempertahankan dan meningkatkan
pertumbuhannya dari periode yang satu ke periode berikutnya.
4. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan pada Pemerintah Kota Medan pernah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya, dengan tempat dan waktu penelitian yang berbeda,
yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
33
Tabel II.4 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Heri Triyono
(2013) Analisis Rasio Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo APBD 2009-2011
Penelitian menganalisis Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo APBD 2009-2011 yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan daerah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio kemandirian rendah dengan tingkat ketergantungan dari pihak eksternal masih tinggi. Rasio efektivitas yang dicapai tinggi. Rasio efisiensi menunjukkan dalam memungut PAD sudah efisien. Rasio aktivitas pada belanja pembangunan masih rendah. Rasio pertumbuhan menunjukkan hasil yang positif. Rasio derajat desentralisasi rendah.
2 Wakhyudi (2013)
Mengukur Kinerja Pemerintah Daerah Melalui Rasio Keuangan Daerah
Penelitian ini menganalisis Kinerja Pemerintah Daerah Melalui Rasio Keuangan Daerah
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Kemampuan pemerintah Kabupaten Bogor didalam mengelola keuangan daerahnya sendiri masih rendah. Selain itu, dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah dihadapkan pada beberapa hambatan yaitu: Penetapan Perda APBD dan Perda Perubahan APBD hingga Perda Laporan Realisasi APBD setiap tahunnya belum tepat waktu dan penganggarannya belum sepenuhnya mengacu pada ketentuan yang berlaku.
34
3 Listiyani Natalia (2015)
Analisis Laporan Keuangan Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten Sleman
Penelitian ini menganalisis Laporan Keuangan Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Sleman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan di Pemerintah Kabupaten Sleman baik, dalam merealisasikan belanja daerahnya sudah efisien karena tidak melebihi anggaran. Namun ketergantungan pemerintah daerah terhadap Pemerintah Pusat masih tinggi.
4 Joko Pramono (2014)
Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta)
Penelitian ini menganalisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kinerja keuangan Pemerintah Kota Surakarta untuk tahun 2010 dan 2011 yang masih kurang atau perlu menjadi perhatian adalah pada aspek kemandirian dan aspek keserasian. Kemandirian Pemerintah Kota Surakarta dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat masih sangat rendah, karena rasionya hanya sebesar 15,83 % (2010) dan 24,44% (2011).
B. Kerangka Berpikir
Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kinerja Pemerintah Daerah
dalam mengelola keuangannya secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan dalam suatu sistem yang
35
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan
peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, pasal 4).
Salah satu aspek dari Pemerintah Daerah yang harus diatur secara hati-hati
adalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana
keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.
(Nordiawan, dkk, 2007: 39)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen
kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sebagai instrumen kebijakan,
APBD mendukung posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan
efektivitas Pemda. APBD dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan
besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan
pencapaian pembangunan, otoritas pengeluaran di masa-masa yang akan datang,
sumber pengernbangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk
memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai
unit kerja.
Kinerja keuangan daerah atau kemampuan daerah merupakan salah satu
ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam
menjalankan otonomi daerah. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa rasio
keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
berupa perhitungan APBD. (Halim, 2012 : 212)
Penilaian kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan sasaran yang diharapkan sebagai fungsi belanja, standar pelayanan
diharapakan dan diperkirakan biaya satuan komponen kegiatan yang
36
bersangkutan, bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi
umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal/pembangunan.
Salah satu cara untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam
pengelolaan keuangannya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan
dan dilaksanakan. Penilaian kinerja pemerintah berdasarkan berbagai rasio
keuangan, diantaranya Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas
dan Efisiensi, Rasio Keserasian, dan Rasio Pertumbuhan. (Halim, 2012: 230).
Penelitian ini pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, Addina Marizka
(2010) dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Medan dalam
merealisasikan pendapatan pada tahun 2003-2007 dapat dikatakan efektif dan
efisiensi, pertumbuhan pendapatan menunjukkan pertumbuhan positif.
Kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dilihat dari gambar II.1 sebagai
berikut :
Rasio Keuangan
Laporan Keuangan
Rasio Kemandirian
Rasio Efektivitas
Rasio Efisiensi
Rasio Keserasian
Rasio Pertumbuhan
Kinerja Keuangan
37
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.
“Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu
yang diperoleh oleh penelitian dan subjek beberapa individu, organisasional,
industri atau perspektif lain”. Selain itu Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau
38
lebih independen tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel
lain.
B. Defenisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah suatu usaha untuk melakukan pendeteksiaan
sejauh mana variabel berpengaruh terhadap variabel lainnya. Untuk
mempermudah dalam membahas penelitian ini, maka definisi dari penelitian
tersebut adalah :
1. Kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja di masa
lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi
keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang
akan berlanjut. Dimana kinerja keuangan daerah dapat diukur dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan daerah yaitu:
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah merupakan menunjukkan tingkat
kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Rumus Rasio Kemandirian Keuangan Daerah yaitu
sebagai berikut:
Rasio Kemandirian =
x 100%
b. Rasio Efektivitas
39
Rasio efektivitas merupakan rasio yang mengukur tingkat kemampuan
pemerintah dalam meningkatkan pendapatan. Rumus rasio efektivitas
adalah sebagai berikut :
Rasio Efektivitas Pendapatan =
x 100%
c. Rasio Efisiensi
Rasio Efisiensi merupakan menggambarkan perbandingan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan
realisasi pendapatan yang diterima. Rumus yang digunakan untuk
menghitung rasio ini adalah :
RasioE isiensi =푅푒푎푙푖푠푎푠푖퐵푒푙푎푛푗푎퐷푎푒푟푎ℎ
푅푒푎푙푖푠푎푠푖푃푒푛푑푎푝푎푡푎푛퐷푎푒푟푎ℎ x100%
d. Rasio Keserasian
Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan Belanja
Pembangunannya secara optimal. Rasio keserasian dapat diukur dengan
menggunakan rasio belanja modal maupun rasio belanja operasi. Rasio
Belanja Modal dapat dihitung dengan rumus:
Rasio Belanja Modal =
x 100%
e. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan merupakan mengukur seberapa besar kemampuan
Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilan yang telah dicapai dari periode satu ke periode berikutnya,
baik dilihat dari sumber pendapatan maupun pengeluaran. Rumus untuk
menghitung Rasio Pertumbuhan yaitu sebagai berikut :
40
PertumbuhanPADTahunt =
x100%
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Pemerintah Kota Medan di bagian
akuntansi, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Jln. Kapten Maulana Lubis
No. 02, Medan.
Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2016 sampai bulan
Oktober 2016. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III.4 sebagai
berikut :
Tabel III.1 Rincian Waktu Penelitian
No Kegiatan Mei Jun Jul Agust Sept Okt 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul 2 Pra Riset 3 Penyusunan Proposal 4 Seminar Proposal 5 Riset 6 Penulisan Skripsi 7 Bimbingan Skripsi 8 Sidang Meja Hijau
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif,
dimana data ini berupa data yang dihitung berupa data Anggaran dan Realisasi
Pendapatan Belanja Daerah Kota Medan.
2. Sumber Data
41
Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data, yaitu sumber data
primer dan sumber data skunder. Penelitian ini menggunakan dua sumber data
yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari Dinas
Pendapatan Daerah Kota Medan. Cara pengumpulan data ini diperoleh
dari wawancara langsung di tempat penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh berupa data dokumentasi
yaitu laporan anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja daerah
Pemerintah Kota Medan 2011-2015.
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan
mengadakan pencatatan yang bersumber dari dokumen, dan laporan hasil dari
anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja Daerah Kota Medan selama
Tahun 2011 sampai tahun 2015 yang diperlukan oleh peneliti.
2. Wawancara
Dalam hal ini penulis menanyakan secara langsung kepada bagian
yang terkait atau berhubungan dengan hasil dari anggaran dan realisasi
pendapatan dan belanja Daerah Kota Medan.
F. Teknik Analisis Data
42
Metode teknik analisis data menggunakan metode deskriptif pendekatan
kuantitatif yang merupakan metode yang digunakan untuk merumuskan perhatian
terhadap masalah yang dihadapi, dimana data yang dikumpulkan, disusun dan
dianalisis sehingga dapat memberikan informasi masalah yang ada. Adapun
teknik analisa data dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1. Mengumpulkan data penelitian yang dilakukan berupa Anggaran dan
Realisasi APBD Pemerintah Kota Medan tahun 2011 sampai tahun 2015.
2. Menghitung rasio keuangan daerah Pemerintah Kota Medan
3. Menghitung kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan dengan mengukur
rasio rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi
keuangan daerah, rasio keserasian, rasio pertumbuhan.
4. Menganalisis dan membahas kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan
dengan indikator yang sesuai dengan teori.
5. Menarik kesimpulan.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
43
Pemerintah Kota Medan yang merupakan salah satu bagian dari Provinsi
Sumetera Utara yang diberi kewenangan untuk mengatur dan mengelola sumber
pendapatan daerahnya sendiri. Untuk kelangsungan dan kemajuan dari Kota
Medan maka diharapkan Kota Medan mampu menggali, mengelola, dan
memaksimalkan potensi sumber daya yang ada di Kota Medan. Dengan terus
menggali, mengelola dan memaksimalkan potensi sumber daya yang ada di Kota
Medan, maka nantinya akan mampu meningkatkan pajak daerah, sehingga
mampu memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah.
Sesuai dengan instruksi Menteri Dalam Negeri KPUD No.7/12/41-10
tentang penyeragaman struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah di seluruh
Indonesia, maka Pemerintah Daerah Kota Medan berdasarkan PERDA No.12
Tahun 1978 menyesuaikan atau membentuk struktur organisasi Dinas
Pendapatan yang baru, yakni seksi-seksi administrasi Dinas Pendapatan serta
bagian tata usaha yang membawahi 3 (tiga) kepala sub-bagian yang merupakan
sub-sektor perpajakan, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya serta
kontribusi yang cukup penting bagi pemerintahan daerah dalam mendukung
serta memelihara hasil-hasil pembangunan dari peningkatan pendapatan daerah
Kota Medan.
2. Analisis Data
Analisis Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Kota Medan dalam
penelitian ini adalah suatu proses penilaian mengenai tingkat kemajuan
pencapaian pelaksanaan pekerjaan/kegiatan Pemerintah Kota Medan dalam
bidang keuangan untuk kurun waktu 2011-2015. Rasio yang digunakan oleh
44
peneliti dalam menganalisis kinerja keuangan daerah Pemerintah Kota Medan
pada penelitian ini adalah: Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio
Efektivitas, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio Keserasian dan Rasio
Pertumbuhan.
Data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Laporan
Realisasi Anggaran Pemerintah Pemerintah Kota Medan yang didapat dari Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemerintah
Kota Medan. Dari data tersebut nantinya dapat diketahui Kinerja Keuangan
Pemerintah Kota Medan. Adapun hasil dari Analisis Rasio tersebut adalah :
a) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan
suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Rasio Kemandirian =
x 100%
Tahun 2011 = . . . .. . . . .
x 100%
= 36,2%
Tahun 2012 = . . . . .. . . . .
x 100%
45
= 38,3%
Tahun 2013 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 36,8%
Tahun 2014 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 34,2%
Tahun 2015 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 33,8%
Tabel 4.1 Rasio Kemandirian Pemerintah
Kota Medan
Sumber : Data diolah (2016)
Dilihat dari tabel 4.1, maka untuk Rasio kemandirian Pemerintah Kota
Medan yang diukur dalam 5 tahun, dimana untuk tahun 2011 rasio
kemandirian sebesar 36,2%, yang termasuk dalam kategori rendah dan
termasuk dalam pola hubungan konsultatif karena berada diantara 25% dan
50%, untuk tahun 2012 rasio kemandirian mengalami peningkatan menjadi
38,2%, yang juga masih termasuk dalam kategori rendah dan termasuk dalam
pola hubungan konsultatif karena berada diantara 25% dan 50%, untuk tahun
Tahun PAD Total Pendapatan Rasio Ekonomis 2011 Rp. 995.072.572.141 Rp. 2.747.359.034.421 36,2% 2012 Rp. 1.147.901.461.607 Rp. 2.998.203.912.475 38,3% 2013 Rp. 1.206.169.709.147 Rp. 3.276.344.285.139 36,8% 2014 Rp. 1.384.246.114.729 Rp. 4.042.115.828.231 34,2% 2015 Rp. 1.413.442.053.247 Rp. 4.182.763.354.874 33,8%
46
2013 sampai tahun 2015 rasio kemandirian mengalami penurunan menjadi
36,8%, 34,2% dan 33,8%, dimana perhitungan ini juga masih termasuk dalam
kategori rendah dan termasuk dalam pola hubungan konsultatif karena
berada diantara 25% dan 50%.
Dimana maksud dari pola konsultatif adalah pola hubungan antara
campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah
dianggap sedikit lebih mampu, melaksanakan otonomi.
rasio ekonomis mengalami peningkatan menjadi 76,1%, tetapi masih
termasuk dalam kategori kurang ekonomi karena diantara 60% sampai 80%.
Ditahun 2014 rasio ekonomis mengalami peningkatan menjadi 80,5%, yang
termasuk dalam kategori cukup ekonomi karena berada diantara 80% dan
90%,
Penurunan yang terjadi untuk tingkat rasio kemandirian pemerintah
daerah Kota Medan, hal ini terjadi dikarenakan meningkatnya pemberian
dana pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Kota Medan, yang artinya
Pemerintah Daerah Kota Medan dapat dikatakan belum mampu dalam
menggunakan dana dari Pendapatan Asli Daerah yang digunakan untuk
mengelola keuangan daerah tersebut. Dengan kata lain Pemerintah Daerah
Kota Medan masih bergantung dengan dana dari pemerintah pusat guna
menjalankan kegiatan daerah. Rasio Kemandirian yang masih rendah
menggambarkan kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan
dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah masih
sangat tergantung bantuan dari pemerintah pusat. Jadi Kemandirian Keuangan
Pemerintah Kota Medan secara keseluruhan dapat dikatakan masih rendah,
47
hal ini menggambarkan bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap
sumber dana ekstern masih sangat tinggi. Daerah belum mampu
mengoptimalkan PAD untuk membiayai pembangunan daerahnya.
b) Rasio Efektivitas
Efektivitas merupakan rasio yang menggambarkan akibat dari dampak
(outcome) dari output program dalam mencapai tujuan program. Semakin
besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau
sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit
organisasi.
Kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan dikatakan efektif apabila
rasio yang dihasilkan atau dicapai adalah lebih dari 100%. Semakin tinggi
nilai rasio efektivitas maka semakin baik kinerja Pemerintah Daerah Kota
Medan.
Dalam penelitian ini pengukuran efektivitas dilakukan dengan
perhitungan sebagai berikut:
Efektivitas =
x 100%
Tahun 2011 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 89,1%
Tahun 2012 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 74,3%
48
Tahun 2013 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 79,8%
Tahun 2014 = . . . . .. . . .
x 100%
= 88,6%
Tahun 2015 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 82,8%
Tabel 4.2 Efektivitas Pendapatan Pemerintah
Kota Medan
Sumber : Data diolah (2016)
Dapat dilihat dari tabel 4.2 rasio efektivitas atas pendapatan daerah
untuk tahun 2013 sampai tahun 2014 mengalami peningkatan, tetapi untuk
tahun 2012 dan tahun 2015 rasio efektivitas mengalam penurunan. Untuk
tahun 2011 rasio efektivitas sebesar 89,1%, yang termasuk dalam kategori
tidak efektif karena berada dibawah 100%. Sedangkan untuk tahun 2012
mengalami penurunanmenjadi 74,3% yang juga termasuk dalam kategori
tidak efektif karena berada dibawah 100%. Untuk tahun 2013 sampai tahun
2014 juga mengalami peningkatan menjadi 79,8% dan 88,6%, tetapi masih
termasuk dalam kategori tidak efektif karena berada dibawah 100%,
Tahun Realisasi Anggaran Efektivitas 2011 Rp. 2.747.359.034.421 Rp. 3.083.140.290.623 89,1% 2012 Rp. 2.998.203.912.475 Rp. 4.034.121.333.860 74,3% 2013 Rp. 3.276.344.285.159 Rp. 4.106.900.462.377 79,8% 2014 Rp. 4.042.115.828.231 Rp. 4.560.412.529.543 88,6% 2015 Rp. 4.182.763.354.874 Rp. 5.046.111.839.162 82,8%
49
sedangkan untuk tahun 2015 rasio efektivitas mengalami penurunan menjadi
82,8%, yang juga termasuk dalam kategori tidak efektif karena berada
dibawah 100%
Melalui analisis efektivitas dapat diketahui seberapa besar realisasi
pendapatan daerah terhadap target yang seharusnya dicapai pada periode
tertentu. Dengan adanya penargetan realisasi pendapatan daerah dimaksudkan
agar mendorong kinerja pemerintah daerah dalam mencapai penerimaan
daerah yang tinggi
Untuk target pendapatan daerah setiap tahunnya mengalami
peningkatan, sedangkan untuk tingkat realisasi atas pendapatan daerah
cenderung mengalami penurunan, hal ini dibuktikan dengan tingkat rasio
efektivitas atas pendapatan daerah yang mengalami penurunan. Dengan
menurunnya rasio efektivitas atas pendapatan daerah, menunjukkan bahwa
bahwa kinerja dari pendapatan daerah mengalami penurunan pada Pemerintah
Kota Medan.
3) Rasio Efisiensi
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan
antar output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Proses kegiatan
operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja
tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang
seminimum mungkin.
Kinerja pemerintah daerah Kota Medan dikatakan efisien apabila rasio
yang dihasilkan atau dicapai adalah < 1 atau tidak lebih dari 100%. Semakin
50
kecil nilai rasio efisiensi maka semakin baik kinerja pemerintah daerah Kota
Medan.
Dalam penelitian ini pengukuran efisien dilakukan dengan
perhitungan sebagai berikut:
Efisiensi =
푥100%
Tahun 2011 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 110,7%
Tahun 2012 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 100,7%
Tahun 2013 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 98,4%
Tahun 2014 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 92,1%
Tahun 2015 = . . . . .. . . . .
x 100%
= 103,2%
Tabel 4.3 Efisiensi Penerimaan Pemerintah
Kota Medan
Tahun Belanja Daerah Pendapatan Daerah Efisien 2011 Rp. 3.041.037.853.628 Rp. 2.747.359.034.421 110,7%
51
Sumber : Data diolah (2016)
Dapat dilihat dari tabel 4.3 untuk belanja Pemerintah Daerah Kota
Medan setiap tahunnya mengalami peningkatan, hanya ditahun 2012 belanja
daerah mengalami penurunan, dan untuk tingkat realisasi Pendapatan Daerah
mengalami peningkatan. Untuk tahun 2011 rasio efesiensi sebesar 110,7%
yang termasuk dalam kategori tidak efisien karena berada diatas 100%.
Sedangkan untuk tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 100,7%
tetapi masih termasuk dalam kategori tidak efisien karena berada diatas
100%. Untuk tahun 2013 dan tahun 2014 rasio efisiensi mengalami
penurunan menjadi 98,4% dan 92,1%, yang termasuk dalam kategori efisien
karena berada dibawah 100%. Sedangkan untuk tahun 2015 rasio efisiensi
mengalami peningkatan menjadi 103,2%, yang termasuk dalam kategori tidak
efisien karena berada diatas 100%.
Melalui analisis efisien dapat diketahui seberapa besar efisien dalam
belanja daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah Kota Medan. Dengan
perhitungan rasio efisiensi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
belanja daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan dalam
meingkatkan pendapatan daerah.
Untuk belanja daerah dalam memperoleh pendapatan daerah untuk
tahun 2011 sampai tahun 2014 mengalami penurunan, sedangkan ditahun
2015 mengalami peningkatan, hal ini tidak baik bagi Pemerintah Kota
Medan. Dengan meningkatnya rasio efisiensi atas Pendapatan Pemerintah
2012 Rp. 3.021.172.391.041 Rp. 2.998.203.912.475 100,7% 2013 Rp. 3.224.449.048.408 Rp. 3.276.344.285.159 98,4% 2014 Rp. 3.723.643.299.085 Rp. 4.042.115.828.231 92,1% 2015 Rp. 4.316.645.669.627 Rp. 4.182.763.354.874 103,2%
52
Daerah Kota Medan, menunjukkan bahwa kinerja dari pendapatan daerah
Kota Medan mengalami penurunan karena besarnya belanja yang dikeluarkan
Pemerintah Daerah Kota Medan, untuk meningkatkan Pendapatan Daerah
Kota Medan.
4) Rasio Belanja Modal
Rasio belanja modal merupakan perbandingan antara total realisasi
belanja modal dengan total belanja daerah. Belanja modal memberikan
manfaat jangka menegah dan panjang juga bersifat rutin. Pada umumnya
proporsi belanja modal dengan belanja daerah adalah antara 5-20%. Rasio
belanja modal ini dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Belanja Modal =
x 100%
Tahun 2011 = . . . .. . . . .
x 100%
= 22,4%
Tahun 2012 = . . . .. . . . .
x 100%
= 18,5%
Tahun 2013 = . . . .. . . . .
x 100%
= 19,6%
Tahun 2014 = . . . .. . . . .
x 100%
= 21,1%
53
Tahun 2015 = . . . .. . . . .
x 100%
= 21,2%
Tabel 4.4 Rasio Belanja Modal Penerimaan Pemerintah
Kota Medan
Sumber : Data diolah (2016)
Dapat dilihat dari tabel 4.4 untuk belanja modal yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 mengalami
peningkatan, hanya ditahun 2012 belanja modal mengalami penurunan.
Begitu juga untuk belanja daerah Pemerintah Daerah Kota Medan setiap
tahunnya mengalami peningkatan, hanya ditahun 2012 belanja daerah
mengalami penurunan. Untuk tahun 2011 rasio belanja modal sebesar 22,4%
dalam keadaan cukup baik dikarenakan proporsinya berada lebih besar dari
20%. Untuk tahun 2012 rasio belanja modal mengalami penurunan menjadi
18,5% yang juga dapat dikatakan cukup baik dikarenakan proporsinya masih
berada diantara 5-20%.
Untuk tahun 2013 sampai tahun 2015 rasio belanja modal mengalami
peningkatan menjadi 19,6%, 21,1% dan 21,2% yang juga dapat dikatakan
cukup baik dikarenakan proporsinya berada lebih besar dari 20%.
Melalui analisis rasio modal Pemerintah Kota Medan dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah Kota
Tahun Belanja Modal Belanja Daerah Rasio Belanja Modal
2011 Rp. 681.884.041.203 Rp. 3.041.037.853.628 22,4% 2012 Rp. 558.428.737.784 Rp. 3.021.172.391.041 18,5% 2013 Rp. 630.802.958.785 Rp. 3.224.449.048.408 19,6% 2014 Rp. 783.883.177.721 Rp. 3.723.643.299.085 21,1% 2015 Rp. 915.103.568.576 Rp. 4.316.645.669.627 21,2%
54
Medan guna untuk membiayai modal perusahaan dalam menjalankan
kegiatan pengelolaan di Kota Medan.
Untuk pengeluaran dana yang dilakukan oleh pemerintah Kota Medan
untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 masih dapat dikatakan cukup baik, hal
ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan dalam
pembelanjaan modal cukup mampu dalam menjalankan kegiatan untuk
kebutuhan pembangunan daerah tersebut.
5) Rasio Pertumbuhan
Rasio Pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah
daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama periode anggaran,
Kinerja Keuangan APBD-nya mengalami pertumbuhan secara positif ataukah
negatif. Tentunya diharapkan pertumbuhan pendapatan secara positif dan
kecenderungannya (trend) meningkat. Sebaliknya jika terjadi pertumbuhan
yang negatif, maka hal itu akan menunjukkan terjadi penurunan Kinerja
Keuangan Pendapatan Daerah.
Rumus untuk menghitung Rasio Pertumbuhan pendapatan adalah
sebagai berikut :
r = ( ) (
Tahun 2011 = . . . . . ..
x 100%
= 0%
55
Tahun 2012 = . . . . . . . . .. . . . .
x 100%
= 9,1%
Tahun 2013 = . . . . . . . . . ... . . . .
x 100%
= 9,3%
Tahun 2014 = . . . . . . . . .. . . . .
x 100%
= 23,4%
Tahun 2015 = . . . . . . . . .. . . . .
x 100%
= 3,5%
Tabel 4.5 Rasio Pertumbuhan Pendapatan Pemerintah
Kota Medan
Sumber : Data diolah (2016)
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat untuk tahun 2011 sampai
tahun 2014 tingkat pertumbuhan pendapatan daerah mengalami peningkatan,
tetapi untuk tahun 2015 tingkat pendapatan daerah mengalami penurunan
yang signifikan. Tahun 2012 tingkat pendapatan daerah sebesar 9,1%, ditahun
2013 mengalami pendapatan daerah mengalami peningkatan menjadi 9,3%,
Tahun Pendapatan Awal Pendapatan Akhir Pertumbuhan Pendapatan
2011 Rp. 0 Rp. 2.747.359.034.421 0% 2012 Rp. 2.747.359.034.421 Rp. 2.998.203.912.475 9,1% 2013 Rp. 2.998.203.912.475 Rp. 3.276.344.285.159 9,3% 2014 Rp. 3.276.344.285.159 Rp. 4.042.115.828.231 23,4% 2015 Rp. 4.042.115.828.231 Rp. 4.182.763.354.874 3,5%
56
dan untuk tahun 2014 pendapatan daerah mengalami peningkatan menjadi
23,4%, tetapi untuk tahun 2015 tingkat pertumbuhan pendapatan daerah
mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 3,5%
Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengatahui apakah pemerintah
daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode
anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan secara
positif atau negatif.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa pendapatan daerah yang terjadi pada
pemerintah Kota Medan untuk tahun 2015 mengalami penurunan yang
signifikan, hal ini terjadi dikarenakan kurang maksimalnya jumlah
pendapatan yang diterima Pemerintah Kota Medan.
B. Pembahasan
1. Kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan yang diukur dengan
menggunakan rasio keuangan daerah untuk tahun 2011 sampai tahun 2015
mengalami penurunan, hal ini terjadi dikarenakan tidak tercapainya target
atas penerimaan pendapatan daerah Pemerintah Daerah Kota Medan,
selain itu juga besarnya dana sumbangan yang diberikan Pemerintah Pusat
dalam pengelolaan keuangan daerah Kota Medan, dan juga besarnya
jumlah belanja daerah, bahkan belanja daerah lebih besar dibandingkan
dengan pendapatan yang diterima oleh daerah tersebut.
Hal ini tidak baik bagi kinerja pemerintah daerah, dimana pemerintah
daerah Kota Medan tidak mampu dalam meningkatkan pendapatan daerah
untuk membiayai belanja-belanja daerah, sehingga pemerintah daerah
Kota Medan mengalami defisit atau kerugian.
57
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan rasio keuangan daerah yang
mengalami penurunan maupun yang mengalami peningkatan, hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Untuk tingkat kemandirian Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011
sampai tahun 2015 mengalami penurunan, hanya ditahun 2012 rasio
kemandirian Pemerintah Kota Medan mengalami penurunan. Untuk
rasio kemandirian Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011 sampai
tahun 2015 masih termasuk dalam kategori rendah dan termasuk
dalam pola hubungan konsultatif yaitu peranan pemerintah pusat
masih sangat dominan dibandingkan pemerintah daerah, ini dapat
dilihat dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah masih tergolong
dalam diantara 25% dan 50%,
Rasio Kemandirian yang masih rendah menggambarkan kemampuan
keuangan daerah Pemerintah Kota Medan dalam membiayai
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah masih sangat
tergantung bantuan dari pemerintah pusat. Jadi Kemandirian
Keuangan Pemerintah Kota Medan secara keseluruhan dapat
dikatakan masih rendah, hal ini menggambarkan bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern masih sangat
tinggi. Daerah belum mampu mengoptimalkan PAD untuk membiayai
pembangunan daerahnya.
Kesadaran dan partisipasi masyarakat akan pembayaran pajak dan
retribusi juga salah satu hal yang menyebabkan PAD yang dihasilkan
Pemerintah Kota Medan sedikit dan belum bisa dapat diandalkan
58
untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.
Selain itu, juga dikarenakan adanya perbedaan besarnya pinjaman
serta bantuan dari pusat dan total pendapatan pada masing-masing
daerah dan realisasi belanja pada masing-masing daerah.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah daerah harus mampu
mengoptimalkan penerimaan dari potensi pendapatannya yang telah
ada. Inisiatif dan kemauan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam
upaya meningkatkan PAD, misalnya pendirian BUMD sektor
potensial.
b. Untuk tingkat efektivitas Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011
sampai tahun 2014 mengalami peningkatan, hanya ditahun 2015 rasio
efektivitas mengalami penurunan. Walaupun rasio efektivitas
mengalami peningkatan, tetapi rasio efektivitas untuk tahun 2011
sampai tahun 2015 masih termasuk dalam kategori tidak efektif
karena berada dibawah 100%.
Penurunan rasio efektivitas terjadi disebabkan karena pendapatan
daerah masih dibawah dari yang dianggarkan sebelumnya. Dengan
menurunnya rasio ini juga menunjukkan Pemerintah Kota Medan
dapat dikatakan memiliki kinerja yang kurang baik dalam
meningkatkan pendapatan daerah.
c. Untuk tingkat efisiensi Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011
sampai tahun 2014 mengalami penurunan, tetapi untuk tahun 2015
rasio efisiensi mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan untuk
belanja daerah dalam memperoleh pendapatan daerah untuk tahun
59
2015 dalam kategori tidak efisien, hal ini tidak baik bagi Pemerintah
Daerah Kota Medan.
Dengan meningkatnya rasio efisiensi ata pendapatan daerah,
menunjukkan bahwa kinerja Pemerintah Daerah mengalami
penurunan karena Pemerintah tidak mampu dalam meminimalkan
belanja daerah yang dikeluarkan Pemerintah Kota Medan.
d. Untuk tingkat rasio keserasian yang diukur dari rasio belanja modal
untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 mengalami peningkatan. Untuk
pengeluaran dana yang dilakukan oleh pemerintah Kota Medan untuk
tahun 2011 sampai tahun 2015 masih dapat dikatakan cukup baik, hal
ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan
dalam pembelanjaan modal cukup mampu dalam menjalankan
kegiatan untuk kebutuhan pembangunan daerah tersebut.
e. Untuk tingkat rasio pertumbuhan pendapatan yang diukur untuk tahun
2011 sampai tahun 2014, tetapi untuk tahun 2015 rasio pertumbuhan
pendapatan mengalami penurunan yang signifikan, hal ini terjadi
dikarenakan kurang maksimalnya jumlah pendapatan yang diterima
Pemerintah Kota Medan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
60
Berdasarkan dari analisis kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan
berdasarkan penelitian yang di ukur melalui rasio keuangan daerah adalah sebagai
berikut :
1. Kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan dengan menggunakan rasio
keuangan daerah mengalami penurunan, hal ini terjadi dikarenakan kurang
maksimalnya pendapatan daerah Pemerintah Daerah Kota Medan, dan
meningkatnya belanja daerah, bahkan melebihi dari yang dianggarkan oleh
Pemerintah Daerah Kota Medan, selain itu juga pemerintah daerah Kota
Medan tidak mampu meningkatkan dan mengelola hasil pendapatan asli
daerah, sehingga Pemerintah Daerah Kota Medan masih harus bergantung
dengan dana pemerintah pusat .
2. Rasio kemandirian yang masih dibawah standar keuangan daerah terjadi
dikarenakan kurang mampunya pemerintah daerah Kota Medan dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga menyebabkan pemerintah
daerah Kota Medan bergantung dengan pemerintah pusat. Sedangkan
untuk rasio efektivitas yang masih dibawah standar keuangan daerah
terjadi dikarenakan pemerintah daerah Kota Medan tidak mampu dalam
mencapai target untuk pendapatan daerah tersebut. Dan untuk rasio
efisiensi yang berada diatas standar keuangan daerah terjadi dikarenakan
besarnya belanja daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Kota
Medan, bahkan realisasi belanja daerah melebihi dari target yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah Kota Medan. Untuk pengeluaran dana
yang dilakukan oleh pemerintah Kota Medan untuk belanja modal cukup
baik, hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota
61
Medan dalam pembelanjaan modal cukup mampu dalam menjalankan
kegiatan untuk kebutuhan pembangunan daerah tersebut. Dan untuk
tingkat rasio pertumbuhan pendapatan yang mengalami penurunan terjadi
dikarenakan kurang maksimalnya jumlah pendapatan yang diterima
Pemerintah Kota Medan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya Pemerintah Kota Medan lebih mengoptimalkan sumber-sumber
PAD yang ada maupun yang belum diolah agar dapat meningkatkan PAD
sehingga ketergantungan terhadap sumber dana ekstern dapat
diminimalisir.
2. Pemerintah Kota Medan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan, baik itu
dengan memberikan bimbingan teknis dan pelatihan mengenai
pengelolaan keuangan daerah ataupun dengan melakukan perekrutan
pegawai yang ahli dalam bidang keuangan. Dengan begitu diharapkan
penyusunan laporan keuangan dapat berjalan dengan lancar dan tepat
waktu sehingga memudahkan penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. (APBD).
3. Bagi peniliti selanjutnya diharapkan untuk lebih rinci lagi dalam
menganalisa kinerja keuangan pemerintah daerah. Dengan melakukan
penambahan waktu dalam penelitian.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim. (2012). Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat : Jakarta. Aulia Zhufinsa Nur Rahmatina. (2011). Analisis Rasio Keuangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung Tahun Anggaran 2005- 2009. Skripsi. Institut Manajemen Telkom Bandung.
Dedi Nordiawan. (2007). Akuntansi Pemerintahan. Salemba Empat: Jakarta. Heri Triyono. (2013). Analisis Rasio Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Daerah
Kabupaten Sukoharjo APBD 2009-2011. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Indra Bastian. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga:
Jakarta. Joko Pramono. (2014).Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta). Vol.7 No.13, Juli 2014
Listiyani Natalia. (2015). Analisis Laporan Keuangan Dalam Mengukur Kinerja
Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten Sleman. Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 6 No. 1 Mei 2015.
Mahmudi. (2010). Manajemen Keuangan Daerah. PT. Erlangga: Jakarta. Mardiasmo. (2013). Perpajakan: Edisi Revisi. Andi : Yogyakarta. Mohamad Mahsun. (2011). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. BPFE:
Yogyakarta. Moh. Nazir. (2009). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta. Mulyadi. (2007). Sistem Akuntansi. Selemba Empat: Jakarta. Nirzawan. (2011). Tinjauan umum terhadap sistem pengelolaan Keuangan
Daerah di Bengkulu Utara, Manajemen Keuangan Daerah. UPP YKPN: Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana
Perimbangan: Jakarta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggran 2015: Jakarta.