ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI TOES NONO MNAH BA’ PADA
SUKU SELE DE33SA LANU KECAMATAN AMANATUN SELATAN
KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH:
YEFRI TRADUS SELE31 07 0063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TIMOR
KEFAMENANU
2012
LEMBARAN PENGESAHAN
Propasal yang berjudul “ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI TOES NONO MNAH BA’ PADA SUKU SELE DESA LANU KECAMATAN AMANATUN SELATAN KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN” telah disahkan oleh pembimbing pada hari…….............., tanggal….., bulan……….……. Tahun 2012.
Pembimbing I Pembimbing II
Maria Prisila Oki, S.Pd., M.Hum. Maria M. N. Nahak, S.Pd., M.Hum. NIP 19760717200501 2 001 NIP 19690816200501200
Mengetahui
Ketua Program Studi
Maria M. N. Nahak, S.Pd., M.Hum. NIP 19690816200501200
KATA PENGANTAR
Dalam langkah yang tersendat-sendat, penulis hampir menyita waktu
dalam menyelesaikan proposal ini. Namun, sang aktor kehidupan tidak pernah
membiarkan anak bangsa untuk berhenti berkarya di bawah tenda langit yang
penuh misteri ini, sehingga penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan proposal yang berjudul “ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI
TOES NONO MNAH BA’ PADA SUKU SELE DESA LANU KECAMATAN
AMANATUN SELATAN KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN”
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini dapat diselesaikan atas
berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Yoseph Nahak Seran, S.Pd., M.Si. sebagai dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
menyelesaikan proposal ini.
2. Maria M. N. Nahak, S.Pd., M.Hum. sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah sekaligus sebagai pembimbing II yang
telah memberikan persetujuan kepada penulis dalam menyelesaikan proposal
ini.
3. Maria Prisila Oki, S.Pd., M.Hum. sebagai pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan proposal ini.
4. Para dosen program studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia serta
karyawan/i yang telah membantu penulis.
5. Kedua orang tuaku (Bapak Kain Sele dan Ibu Helena Banunaek) yang telah
membesarkan, memotivasi dan mempercayai penulis hingga saat ini.
6. Kekasih tercinta Yusmina Eliseba Hauoni, S.Pd yang selalu setia menemani
penulis dalam menyelesaikan proposal ini.
7. Teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang konstruktif penulis sangat mengharapkan demi
penyempurnaan proposal ini.
Kefamenanu, ................2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL...................................................................................................................i
PENGESAHAN....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................8
1.5 Batasan Konsep..........................................................................................9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Analisis Struktur........................................................................................12
2.2 Fungsi.........................................................................................................17
2.3 Sastra Lisan Toes.......................................................................................18
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian......................................................................................19
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................19
3.3 Data Dan Sumber Data.............................................................................20
3.4 Teknik Pengumpulan Data........................................................................20
3.5 Teknik Analisis Data.................................................................................21
3.6 Jadwal Penelitian......................................................................................22
3.7 Biaya Penelitian........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sastra berasal dari bahasa sansakerta ”shastra” yang artinya adalah
tulisan yang mengandung intruksi atau pedoman. Kata ini biasa digunakan
untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki
arti atau keindahan tertentu.
Berbicara mengenai sastra berarti kita sedang berbicara mengenai
keindahan berbahasa. Kesusastraan adalah sebuah unsur kebahasaan yang
mempunyai nilai-nilai estetik yang tinggi. Berbicara mengenai sastra berarti
kita mencoba untuk menggali nilai-nilai keindahan yang terkandung dalam
bahasa itu sendiri (struktur dan fungsinya).
Karya sastra merupakan sebuah struktur, sehingga karya sastra itu
merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem. Kalimat disamping
mengandung arti bahwa antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal
balik dan saling menentukan. Struktur memiliki tiga ide dasar, yaitu ide
kesatuan, ide transformasi dan ide pengaturan diri sendiri (Hawkes, 1978:
16). Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-
bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu.
Kedua, struktur itu berisi gagasan tranformasi dalam arti bahwa struktur itu
tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur transformasional, dalam
arti bahan-bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu.
Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak
memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur
transformasinya. Setiap unsur mempunyai fungsi tertentu berdasarkan aturan
dalam struktur itu.
Dalam kemasyarakatan, sastra memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut.
1. Fungsi rekreatif
Sastra berfungsi sebagai sarana hiburan bagi masyarakat karena
mengandung unsur keindahan
2. Fungsi didaktis
Sastra memiliki fungsi pengajaran karena bersifat mendidik dan
mengandung unsur kebaikan dan kebenaran
3. Fungsi estetis
Sastra memiliki unsur dan nilai-nilai keindahan bagi para pembacanya.
4. Fungsi moralitas
Sastra mengandung nilai-nilai moral yang menjelaskan tentang yang baik
dan yang buruk serta yang benar dan yang salah.
5. Fungsi religius.
Sastra mampu memberikan pesan-pesan religius untuk para pembacanya.
Dalam kesusastraan, sastra dibagi menjadi dua, yaitu sastra tulis dan
sastra lisan. Sastra lisan merupakan karya sastra yang dapat kita temukan
dalam masyarakat atau diwariskan secara turun temurun dalam bentuk lisan.
Dalam hal ini, sastra lisan dapat disebut sebagai folklor. Folk merupakan
sebuah komunitas masyarakat tertentu yang memiliki ciri-ciri budaya yang
sama. Sedangkan lore merupakan sebagaian kebudayaan masyarakat yang
disampaikan secara turun temurun dalam bentuk lisan. Jadi, folklor atau
sastra lisan adalah suatu kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok
masyarakat tertentu yang diperoleh secara turun-temurun dari mulut ke mulut
secara lisan.
Bahasa Dawan merupakan salah satu bahasa daerah di pulau Timor
yang juga adalah bagian dari kesusastraan. Atoni Meto selalu menggunakan
bahasa Dawan dalam komunikasi sehari-hari. Bagi “Atoni Pah Meto” atau
orang-orang Timor (suku Dawan), selalu menyebut bahasanya dengan istilah
“lais Meto, uab Meto atau molok Meto”, yang berarti hal, masalah atau
sesuatu yang perlu dibicarakan, “uab” atau “molok”, artinya bahasa, ucapan
dan pembicaraan, “Meto” artinya kering, karena kata “Meto” berhubungan
langsung dengan masyarakatnya yang mendiami atau tinggal di daerah kering
dan mengolah lahan kering. Hal ini dapat dipahami bahwa suku “Atoni Pah
Meto” tidak mengenal budaya tulis, namun yang dikenal adalah budaya lisan.
Selain bahasa Meto merupakan alat komunikasi dalam keluarga dan
masyarakat, bahasa Meto juga merupakan lambang kebanggaan masyarakat
Timor, bahasa Meto juga menunjukkan identitas kedaerahan, yang mana
bahasa Meto juga digolongkan ke dalam sastra lisan.
Dalam khazanah kesusastraan suku Timor, tradisi sastra lisan, baik
yang berbentuk syair maupun prosa, merupakan corak kekhasan tersendiri
yang terbangun melalui sejarah yang panjang dari para leluhur. Di dalam
tradisi masyarakat Timor, secara simultan meniscayakan terjadinya dialektika
budaya yang saling mengisi dan melengkapi. Ekspresi estetik tradisi sastra
lisan Dawan dalam bentuk doa (onen atau toes), sumpah adat (tabison fanu),
ceritera-ceriteraa historis (nu’u), narasi adat (natoni atau takanab) dan
sebagainya. Meskipun demikian, karya sastra lisan daerah tersebut penulis
memfokuskan kajian pada “Toes Nono Mnah Ba”, termasuk salah satu tradisi
sastra lisan yang diucapkan atau dituturkan dalam tradisi bertani “Atoni Pah
Meto”, khususnya pada suku Sele, yang biasanya dilaksanakan pada
permulaan atau awal mnah ba’ (makan jagung muda).
Dalam upacara “Toes Nono Mnah Ba” biasanya dipimpin oleh
“A’ naet” atau anak Sulung untuk memberkati setiap kepala keluarga dan
seluruh anggota keluarga yang menghadiri upacara “Toes Nono Mnah Ba”,
sehingga “mnah ba” yang akan dinikmati dapat menjadi berkah. Ritus “mnah
ba” biasanya dilakukan di lopo mnasi (rumah adat) Suku Sele yang disebut
lopo mnasi Fatusene.
Toes merupakan salah satu bentuk tuturan adat yang ada dalam
masyarakat Meto dalam melakukan suatu kegiatan. “Toes Nono Mnah Ba”
sebagai salah satu sastra lisan yang dituturkan dalam bentuk jenis puisi
biasa, namun memiliki keunikan atau arti yang sangat mendalam. Masyarakat
Amanatun Selatan, khususnya Desa Lanu dan terlebih khusus lagi pada Suku
Sele selalu mengadakan upacara tersebut pada setiap tahun dengan penuturan
“Toes Nono Mnah Ba”. Upacara ini bertujuan untuk memohon kepada Tuhan,
Raja Alam Semesta, para leluhur, maupun dewa-dewa, (Uisneno, haote in
tuan ma in usin), yang dianggap mempunyai kekuatan untuk menjauhkan
malapetaka, terutama sakit-penyakit, kematian dan kelaparan. Selain itu juga,
upacara tersebut bertujuan untuk melakukan pemujaan atau penghormatan
kepada dewa dan roh nenek moyang.
Sesuai dengan informasi yang penulis peroleh dari beberapa informan,
maka “Toes Nono Mnah Ba” hanya dikusai oleh orang-orang tertentu saja
yang disebut mafefa (tua adat), Sedangkan mafefa menurut Tarno adalah
penyair lisan (lais tonis).
Penyair lisan (Lasi Tonis) dalam masyarakat Timor diyakini
merupakan orang yang diberkati dan memiliki kekuatan magis religius
(Tarno, 1993: 16). Dia dipercaya memegang peranan utama dalam
melaksanakan segala pelaksanaan upacara adat. Di desa-desa di seluruh NTT,
sastra lisan bukanlah hal yang asing. Mereka yang menguasai, mendengar,
memahami dan menghayati sastra, diaggap tinggi kedudukannya. Mafefa (tua
adat) sering dilukiskan sebagai orang berilmu “tinggi” dan memiliki
kedudukan tinggi dalam masyarakat karena menguasai “cipta sastra”.
Tuturan-tuturannya dianggap lebih berharga dari pada mutiara. Kata-katanya
dianggap menyampaikan dan menunjukkan kebenaran. Sastra lisan telah
menjadi perbendaharaan kehidupan rohani masyarakat, khususnya
masyarakat yang hidup di pedesaan.
Dilihat dari bentuknya, “Toes Nono Mnah Ba” merupakan puisi yang
sangat sederhana, yakni terdiri dari satu bait empat baris. Dalam
kesederhanaan bentuk toes, penulis melihat ada nilai yang sangat istimewa
yang memiliki struktur dan fungsi dalam upacara “Toes Nono Mnah Ba”.
Toes merupakan salah satu jenis puisi yang dituturkan pada saat
sebelum upacara pembukaan makan jagung muda. Toes ini biasanya dipimpin
oleh A’naet (anak Sulung), dimana telah dipersiapkan sesajian seperti jagung,
kacang-kacangan, sain (sesawi), serta hewan kurban (babi) yang sudah
diletakkan pada tikar besar yang sudah dibentangkan dalam rumah adat (nahe
naek). Dengan cara seperti ini, maka A’naet langsung mengungkapkan atau
menuturkan dalam wujud tindakan ritual adat. Pada hakekatnya, toes
merupakan doa (onen) yang artinya doa adat untuk melakukan komunikasi
intensif dengan arwah leluhur (haote in uisne ma in tuan).
Sesuai dengan penjelasan Toes Nono Mnah Ba’di atas maka upacara
yang dilakukan oleh Suku Sele sebagai bagian dari kebudayaan suku Timor,
isinya menunjukkan kekayaan rohani dalam bentuk nilai-nilai moral, gagasan,
cita-cita, dan pedoman hidup masyarakat Timor (Desa Lanu, Kabupaten
Timor Tengah Selatan) pada masa lampau baik tentang manusia secara
pribadi maupun manusia dalam hubungannya dengan alam dan lingkungan
hidupnya.
Bertolak dari penjelasan di atas, secara terperinci alasan penulis
melakukan penelitian ini yaitu mengingat Toes Nono Mnah Ba’ ditengarai
terdapat nilai-nilai luhur bangsa, isinya menunjukkan kekayaan rohani dalam
bentuk nilai-nilai moral, gagasan, cita-cita, dan pedoman hidup masyarakat
Timor (Desa Lanu, Kabupaten Timor Tengah Selatan) pada masa lampau
maka Toes Nono Mnah Ba’ ini perlu dilestarikan atau diawetkan. Salah satu
cara melesatarikan sastra lisan Timor, yaitu dengan melakukan penelitian
melalui aspek perekaman dan pendokumentasian. Selain alasan di atas juga
penulis memiliki alasan yang berkaiatan dengan besik ilmu yang penulis
geluti saat ini. Dalam kaitannya dengan pengajaran sastra di Perguruan
Tinggi, lebih utamanya Mata Kuliah Sastra Daerah, antara lain terdapat
pokok bahasan tentang struktur dan fungsi sastra lisan.
Dengan mengacu pada kedua alasan di atas, maka penulis ingin
mengadakan penelitian dengan judul “ANALISIS STRUKTUR DAN
FUNGSI TOES NONO MNAH BA’ PADA SUKU SELE DESA LANU
KACAMATAN AMANATUN SELATAN KABUPATEN TIMOR
TENGAH SELATAN”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah struktur “Toes Nono Mnah Ba” pada suku Sele Desa Lanu
Kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten TTS?
2. Apasajakah fungsi “Toes Nono Mnah Ba” pada suku Sele Desa Lanu
Kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten TTS?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu:
a) untuk mengetahui dan mendeskripsikan Stuktur “Toes Nono Mnah Ba”
dan menerjemahkan.
b) untuk mengetahui fungsi dan menganalisis “Toes Nono Mnah Ba” agar
dimasukan kedalam jenis sastra, khususnya puisi.
2. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk melestarikan tuturan adat tradisional masyarakat “Atoni Pah
Meto” yang menjadi kekayaan budaya wilayah kabupaten Timor
Tengah Selatan.
2. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang perlu dilestarikan dalam
ungkapan sastra lisan suku “Atoni Pah Meto”.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat dari penelitian, yaitu:
a) untuk mempelajari makna budaya sastra lisan yang terkandung dalam
upacara “Toes Nono Mnah Ba”.
b) untuk mengkaji kembali ilmu sastra yang telah punah di tengah-tengah
kehidupan masyarakat bagi ilmu sejarah dan adat istiadat.
2. Manfaat Praktis
a) untuk memperkenalkan kekayaan budaya tradisional dan nilai-nilai
budaya pada generasi berikutnya.
b) untuk menjadi motivasi bagi masyarakat “Atoni Pah Meto”, untuk
mewariskan kebudayaan tradisional yang tidak mendapatkan
perhatian dan hampir punah.
1.5 Batasan Konsep
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah
yang berkaitan dengan judul penelitian ini, maka penulis perlu menjelaskan
tentang istilah-istilah yang diperlukan sebagai berikut.
a. Analisis
Analisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk
memecahkan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang saling berkaitan atau
berhubungan (Taum, 1992: 29).
b. Struktur
Struktur merupakan sesuatu yang disusun secara teratur, sacara
keseluruhan yang utuh dan bagian-bagian lainnya yang membentuk karya
sastra yang tidak dapat berdiri sendiri dengan unsur-unsur lainnya
(Dalnandjaya, 1984: 192).
c. Fungsi
Fungsi adalah suatu kegunaan atau faal yang diambil dalam
melakukan sesuatu.
d. Toes
Toes merupakan salah satu bentuk tuturan yang ada dalam
masyarakat “Atoni Pah Meto” dalam melakukan suatu kegiatan
(Wilhelmus, 2001: 122).
e. Sastra Lisan
Menurut Rafiek (2010: 53), menyatakan bahwa sastra lisan adalah
karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut kemulut seara turun
temurun.
f. Meto
Meto adalah sebutan bagi suku yang mendiami pulau Timor yang
kebanyakan orang menyebutnya Dawan. Namun dalam penelitian ini,
penulis lebih cenderung menyebutnya sebagai suku “Meto”, yang artinya
kering, karena orang-orangnya tinggal di daratan pedalaman lahan kering.
g. Toes Nono Mnah Ba’
Toes merupakan salah satu jenis puisi yang dituturkan pada saat
upacara pembukaan makan jagung muda. Toes ini biasanya dipimpin oleh
A’naet (anak Sulung), dimana telah dipersiapkan sesajian seperti jagung,
kacang-kacangan, sain (sesawi), serta hewan kurban (babi) yang sudah
diletakkan pada tikar besar (nahe naek) yang sudah dibentangkan dalam
rumah adat (lopo naek). Dengan cara seperti ini, maka A’naet langsung
mengungkapkan atau menuturkan dalam wujud tindakan ritual adat. Pada
hakekatnya, toes merupakan doa (onen) yang artinya doa adat untuk
melakukan komunikasi intensif dengan arwah leluhur (haote in uisne ma
in tuan).
h. Folklore
Kata folklor berasal dari kata bahasa inggris folklore. Kata itu adalah
kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk yang sama
arti dengan kata kolektif (collectivity). Menurut Dundes (dalam Danandjaja,
2007 : 1) folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan
fisik sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-
kelompok lain.
Jadi Folk adalah sinonim dengan kolektif, yang juga memiliki cirri-
ciri pengenalan fisik atau kebudayaam yang sama, serta mempunyai
kesadaran kepribadian sebagai suatu kesatuan masyarakat. Sedangkan lore
adalah tradisi folk yaitu sebgian kebudayaannya, yang diwariskan secara
turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau pembantu pengingat (Memonic Device).
Jadi folklore adalah sebgain kebudayan suatu kolektif yang tersebar
dan diwariskan secara turun-temurun, diantara kolektif macam apasaja, secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh
yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (memonic
device)
.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Tulisan ini merupakan karya ilmiah yang membutuhkan
pertanggungjawaban sacara ilmiah. Oleh karena itu, harus dibangun atas
dasar karya sastra yang relevan dan dijadikan sebagai kerangka konseptual
dalam penelitian ini, sehingga teori yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai acuan, yaitu teori strukturalisme.
2.1 Teori Struktur
Menurut Abrams (Pradopo, 2002: 21), karya sastra itu adalah sesuatu
yang mandiri, bebas dari pengaruh sekitarnya, baik pengarang dan pembaca.
Dari pengertian ini konsep struktur dalam karya sastra mengutamakan
totalitas. Pengertian ini diperkuat oleh Teeuw (Pradopo, 2002: 72, 276)
bahwa struktur itu murni untuk membongkar apa yang membentuk karya
sastra. Hubungan pengertian para ahli ini dengan konsep struktur yang
diaplikasikan dalam penelitian Toes Nono Mnah Ba’ adalah bangun struktur
puisi.
Yang dimaksud dengan struktur adalah keseluruhan hubungan antara
berbagai unsur sebuah teks, sedangkan teori strukturalisme menekankan
fungsi karya sastra sebagai sebuah struktur yang otonom atau sebagai sebuah
kesatuan yang organik. Hal ini terlihat pada pendekatan struktural yang
dikemukakan oleh Teeuw (1984: 135) dan Pradopo (1993: 117) pada
prinsipnya melihat karya sastra secara otonom, sehingga dalam
pemahamannya harus secara keseluruhan.
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan sastra yang
cukup tua dalam perkembangan sastra dari segi analisis ciri-ciri intrinsik pada
pendekatan struktural.
Bagi peneliti sastra, analisis struktural merupakan tugas utama atau
pekerjaan pendahuluan, karena karya sastra merupakan dunia dalam kata
yang mempunyai kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat dipahami dan
dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam
keseluruhan karya sastra.
Teeuw (Sukada, 1987: 30-31), merumuskan kembali pandangannya
itu dalam kutipan berikut “strukturalisme membawa (kembali) perolehan
yang langgeng, dalam artian bahwa analisis struktur sebuah karya merupakan
prasarana bagi studi manapun juga yang lebih lanjut, pada esensi pendekatan
strukturalis terhadap karya sastra tak lain dan tak bukan usaha untuk
membaca dan memahami sebaik mungkin binaan kata itu”.
Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan,
gambaran, bagian yang menjadi satu komponen yang secara bersama-sama
membentuk kebulatan yang indah dalam memahami sastra lisan meto.
Pradopo (dalam Hawkes, 1995: 75) mengemukakan bahwa prinsip
strukturalisme ialah karya sastra itu merupakan struktur yang unsur-unsurnya
saling berkaitan erat dengan unsur lainnya atau secara keseluruhan.
Roman Ingarden menyatakan bahwa, “Puisi” (sajak) merupakan
sebuah struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya perlu dianalisis
sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata.
Bangun struktur puisi adalah unsur pembentuk puisi yang dapat
diamati secara visual (Danandjaya, 1984: 93). Unsur-unsur tersebut meliputi
diksi atau pilihan kata, bunyi (rima, irama), larik atau baris, bait, gaya bahasa
dan makna.
Karya sastra tidak hanya merupakan sebuah sistem norma karena
system ini terdiri dari beberapa strata atau lapis norma. Roman Ingarden
(dalam Pradopo, 1987: 14).
1. Diksi atau Pilihan Kata
Diksi puisi adalah kata-kata yang dipilih dan disusun dengan cara
sedemikian rupa, sehingga artinya dapat menimbulkan suatu maksud untuk
memahami imajinasi ekstrinsik, Barfield (dalam Pradopo, 2002: 54).
Diksi merupakan salah satu aspek penting yang dianalisis dalam
puisi. Diksi adalah pilihan kata penyair. Penyair hendak mencurahkan
perasaan dan isi pikirannya seperti apa yang ada di batinnya. Selain itu
tentunya penyair juga ingin mengekspresikan perasaannya dan
pengalaman jiwanya sehingga harus dipilih kata-kata yang tepat.
Barfield (dalam Pradopo, 1987: 54) mengemukakan bahwa bila
dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya
menimbulkan atau dimaksudkan menimbulkan imajinasi estetik, maka
hasilnya itu disebut ‘diksi puitis’.
Pada akhirnya penyair harus lebih cermat dalam memilih kata
untuk mengungkapkan atau mengekspresikan pengalaman jiwanya secara
padat dengan mempertimbangkan perbedaan arti yang sekecil-kecilnya
dengan cermat.
2. Bunyi
Bunyi adalah sesuatu yang didengar atau ditangkap oleh telinga.
Ada beberapa unsur bunyi, yaitu:
a. Rima
Rima adalah bunyi yang berselang dan berulang, baik di dalam
larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi. Bunyi dalam puisi
menghasilkan rima dan ritme. Rima merupakan pengulangan bunyi
yang ada dalam puisi untuk menghasilkan efek yang lebih merdu.
Pengulangan bunyi membentuk musikalitas atau orkestra. Khusus
berarti persamaan bunyi atau dalam istilah tradisional disebut sajak.
Secara luas rima menyangkut perpaduan bunyi konsonan dan vokal
untuk membangun orkestrasi atau musikalitas (Waluyo, 1987: 90).
Penciptaan rima dalam sebuah puisi bisanya juga memiliki tujuan
khusus yaitu menciptakan makna.
b. Irama
Irama adalah paduan bunyi yang menimbulkan unsur
musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, tinggi-rendah, panjang-
pendek dan kuat-lemah, yang keseluruhannya mampu menumbuhkan
kemerduan, kesan suasana serta makna tertentu (Amimuddin, 2000:
137).
c. Ragam bunyi
Ragam bunyi meliputi:
1. Euphony
Bunyi euphony adalah ragam bunyi yang mampu menuansakan
suasana keriangan, totalitas maupun gerak berupa bunyi vokal yang
mengandung unsur yang sangat menyenangkan (Aminuddin, 2000:
138).
2. Cocophony
Cocophony adalah ragam bunyi yang menuansakan suasana
ketertekanan batin, kebekuan, kesepian atau kepedihan. Bunyi
cocophony umumnya berupa bunyi-bunyi konsonan yang berada di
akhir kata.
3. Anomatope
Anomatope adalah sebagian bunyi dalam puisi yang
umumnya hanya memberikan sugesti suara yang sebenarnya.
3. Larik atau Baris
Larik atau baris puisi adalah satuan yang pada umumnya lebih
besar dari kata atau telah mendukung satuan makna tertentu,
(Aminuddin, 2000: 145)
4. Bait Puisi
Bait adalah kesatuan larik yang berada dalam satu kelompok,
dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran yang terpisah
dari kelompok larik.
5. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena
perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis atau penutur yang
akan menimbulkan sesuatu perasaan tertentu dalam hati para pembaca
atau pendengar (Sudjiman dalam Pradopo, 2000: 90).
6. Makna
Makna sebuah teks adalah hubungannya dengan konteks.
Strukturalisme memberikan suatu cara berdisiplin untuk memulai
dengan cara konteks suatu karya sastra sebagai langkah pertama dalam
menganalisis struktur itu, kita akan melangkah keluar dari teks ke
dunia alamiah atau dunia sosial budaya yang merupakan konteks yang
lebih luas (Sukada, 1985: 31).
2.2 Fungsi
Fungsi adalah suatu kegunaan atau faal yang dapat diambil dalam
melakukan sesuatu. Demikian juga dengan karya sastra, memiliki fungsi
dalam masyarakat, apakah itu fungsi langsung atau tidak langsung. Bila
dilihat secara langsung, fungsi karya sastra itu pada dasarnya adalah media
penyampaian isi hati pengarang atas apa yang dirasakan atau yang dialami
oleh pengarang itu sendiri atas apa yang terjadi pada masyarakat. Karya sastra
dapat dikatakan merupakan gambaran tentang apa yang terjadi dalam
masyarakat. Dengan kata lain, hal yang disampaikan dalam karya sastra
adalah cerminan masyarakat.
2.3 Sastra Lisan Toes
Sastra lisan “Toes Nono Mnah Ba” merupakan suatu ritus adat yang
dilakukan sebelum pembukaan makan jagung muda. Dalam ritus ini
dilaksanakan di lopo mnasi yang dipimpin oleh a”naet (anak Sulung) yang
memiliki otoritas.
Menurut Hutomo (1192: 2), menyatakan bahwa sastra lisan merupakan
kesusastraan yang mencakup ekspresi sastra warga suatu kebudayaan yang
disebarluaskan dan diturunkan sacara lisan dari mulut ke mulut.
Toes merupakan salah satu jenis puisi yang dituturkan pada saat
upacara pembukaan makan jagung muda. Toes ini biasanya dipimpin oleh
a’naet (anak Sulung), dimana telah dipersiapkan sesajian seperti jagung,
kacang-kacangan, sain (sesawi), serta hewan kurban (babi) yang sudah
diletakkan pada tikar besar yang sudah dibentangkan dalam rumah adat (nahe
naek). Dengan cara seperti ini, maka a’naet langsung mengungkapkan atau
menuturkan dalam wujud tindakan ritual adat. Pada hakekatnya, toes
merupakan doa (onen) yang artinya doa adat untuk melakukan komunikasi
intensif dengan arwah leluhur (haote in uisne ma in tuan).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin sedangkan methodos
itu sendiri berasal dari kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui,
mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan cara, arah. Dalam
pengertian yang lebih luas, metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk
memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan sebab
akibat berikutnya. (Nyoman, 2004: 34)
Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh dalam
usaha untuk menemukan atau menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan
dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan demikian, maka metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan
berpodoman pada analisis strukturalisme (Rafiek, 2010: 75).
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di desa Lanu Kecamatan
Amanatun Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama ± 2
bulan.
3.3 Data Dan Sumber Data
1. Data
Dalam penelitian ini, informasi serta data yang diperoleh adalah
tuturan “Toes Nono Mnah Ba” serta memperoleh informasi dari nara
sumber, yaitu penutur. Nara sumber dari penelitian ini adalah mafefa
(penyair lisan) di desa Lanu Kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten
TTS.
2. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah informan, mafefa (penyair
lisan) pada suku Sele di desa Lanu Kecamatan Amanatun Selatan
Kabupaten TTS.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data-data yang akurat dalam penelitian ini, maka
peneliti menggunakan tiga (3) cara atau teknik, yaitu:
1. Observasi atau pengamatan
Dalam tahap observasi ini, peneliti secara langsung mengamati
penuturan “Toes Nono Mnah Ba”.
2. Wawancara
Dalam pengumpulan data “Toes Nono Mnah Ba”, dilakukan
dengan cara mewawancarai penutur “Toes Nono Mnah Ba”. Wawancara
yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam melakukan
wawancara dengan masyarakat meto untuk memperoleh sesuatu secara
umum. Berdasarkan teknik pengumpulan data ini, maka perlengkapan
yang harus dipersiapkan adalah tape recorder, kaset, buku catatan dan
bulpen.
3. Perekaman
Pada tahap ini, peneliti merekam secara langsung “Toes Nono
Mnah Ba” yang dituturkan oleh penutur asli, yaitu mnais kuan atau tua
adat. Teknik perekaman ini dilakukan dengan maksud untuk menghimpun
informasi dalam upacara “Toes Nono Mnah Ba”.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisis
dengan teknik sebagai berikut:
1. Transkripsi
Setelah direkam tuturan “Toes Nono Mnah Ba”, dicatat, penulis
menerjemahkannya dalam bentuk teks tertulis sesuai aslinya. Untuk
kepentingan kearsipan teks lisan atau tuturan, maka dilengkapi dengan
identitas informan yang lengkap, yaitu nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan dan bahasa yang dikuasai.
2. Terjemahan
Teks tersebut menuliskan rumuskan “Toes Nono Mnah Ba” dalam
bentuk bahasa Meto dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia baku.
3. Analisis
Setelah data-data diterjemahkan, maka penulis menganalisis
struktur dan fungsi dari “Toes Nono Mnah Ba” dengan menggunakan teori
sastra lisan dan pendekatan strukturalisme analisis terhadap struktur toes.
4. Penyimpulan
Berdasarkan hasil analisis secara menyeluruh terhadap data yang
ada, maka diambil suatu kesimpulan tentang bangun struktur puisi dan
fungsi “Toes Nono Mnah Ba”.
3.6 Jadwal Penelitian
Tahap pelaksananakan penelitian akan dilaksanakan pada akhir bulan
Februari 2012 sampai akhir bulan Maret 2012. Adapun tahapan-tahapan
penelitiannya adalah sebagai berikut.
Tabel 1
Jadwal Penelitian
No Kegiatan BulanI II III IV V VI
1 Perencanaan √2 Pelaksanaan √3 Analisis data √4 Penyusunan laporan √5 Ujian Skripsi dan Perbaikan Skripsi √
3.7 Biaya Penelitian
Rincian biaya dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel II
Rincian Biaya Penelitian
No Rincian Biaya Penelitian Jumlah1 Persiapan proposal Rp. 750.0002 Seminar Rp. 50.0003 Revisi/perbaikan proposal Rp. 150.0004 Penelitian Rp. 500.0005 Penulisan skripsi Rp. 750.0006 Revisi/perbaikan skripsi Rp. 750.0007 Transportasi Rp. 250.0008 Jilid skripsi Rp. 250.000
Jumlah Rp. 2.750.000
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2000. proposal-skripsi. vatmy.files.wordpress.com/
Danandjaja James. 2007. Folklor Indonesia (Ilmu Gosip, Dongeng Dan Lain-Lain). Jakarta. Pustaka Utama Grafiti.
Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: PT. Pustaka Belajar
Hutomo. 1991. Mutiara Yang Tak Terlupakan (Pengantar Studi Sastra Lisan). Surabaya: HISKI Komisariat Jawa Timur.
http:// sheltercloud .blogspot.com/2009/11/pengertian-dan-fungsi-sastra.html b diakses tanggal 30 Juli 2011
http://aamovi. wordpress .com/2010/02/20/teori-analisis-struktur-naskah-sastra/ diakses tanggal 30 Juli 2011
http:// watuneso .blogspot.com/2010/04/sastra-lisan-adat-lio.html diakses tanggal 30 Juli 2011
M. Rafiek. 2010. Teori Sastra Kajian Teori dan Praktik. Bandung: PT. Refika Aditama
Nyoman R. K. 2004. Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Pudentia, MPSS (Editor). 1998. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: CV. Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan
repository.usu.ac.id/bitstream/ diakse tanggal 30 Juli 2011
Sukada, Made. 1993. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Bandung: Angkasa.
Tarno, dkk. 1993. Sastra Lisan Dawan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud
Taum Y. Yosep. 1992. Bahasa Merajut Sastra Menurut Budaya. Universitas Michigan: Sanata Darma.
Waluyo Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi http://books.google.co.id/