ANALISIS WACANA KRITIS KASUS REKLAMASI PADA MAJALAH
TEMPO EDISI APRIL-JUNI 2016
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Nurlaillah Sari Amallah
NIM: 1111051100057
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H/2018M
iv
ABSTRAK
Nurlaillah Sari Amallah
1111051100057
Analisis Wacana Kritis Kasus Reklamasi Pada Majalah Tempo Edisi April-Juni
2016
Sesuai dengan definisi reklamasi tujuan utamanya ialah menjadikan kawasan
berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Reklamasi
dilakukan untuk perbaikan atau pemulihan suatu lahan. Reklamasi Teluk Jakarta ini
tak terlepas dari pro dan kontra dalam bingkai media.
Yang menjadi masalah paling krusial dan kontroversi lain saat ini adalah
masalah relasi kuasa pemerintah dan belum adanya regulasi yang jelas dalam kasus
reklamasi ini. Sejak tahun 2014 di mana Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.
2238 Tahun 2014 yang memberi izin reklamasi pada anak usaha Agung Podomoro
PT. Muara Wisesa Samudra sudah dianggap banyak pihak sebagai pelanggaran
terhadap peraturan yang berlaku.
Ahok selalu berpledoi dengan memberi izin reklamasi Pulau G adalah
keputusan gubernur terdahulu yakni Fauzi Bowo. Pria yang akrab disapa Foke itu
mengeluarkan keputusan gubernur nomor 121 tahun 2012 serta empat surat
persetujuan prinsip reklamasi tahun 2012. Ahok juga memakai Keppres nomor 52
tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam Keppres itu memang
disebutkan gubernur DKI punya wewenang utama dalam reklamasi di Teluk Jakarta.
Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah Konstruksi Sosial Media
Massa. Surat kabar maupun majalah bahasa tak hanya berfungsi sebagai penjelas
suatu makna tetapi juga sebagai faktor penentu makna realitas yang akan muncul di
benak publik, hingga akhirnya mereka melegitimasi itu sebagai sebuah pembenaran.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang peneliti lakukan focus
terhadap analisis wacana yang mengacu pada model Teun A. Van Dijk. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen,
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Berdasarkan tema yang diangkat peneliti tendensi ingin membongkar wacana
adanya praktik permainan kotor berupa suap menyuap “jual beli” politik dalam proses
pengesahan pelaksanaan reklamasi. Tempo mengemas berita dengan skema
menarasikan situasi bagaimana KPK membongkar jaringan suap di balik pembahasan
aturan reklamasi.
Kata kunci: Reklamasi, konstruksi sosial media massa, wacana, dan suap
v
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Puji syukur peneliti haturkan hanya kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, kebarakahan, dan juga nikmat-Nya sehingga sesuai
dengan ketentuan-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam
juga senantiasa tercurag kepada uswah terhebat sepanjang masa, Nabi Muhammad
SAW dan seluruh keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.Dalam kesempatan
ini peneliti ingin melisankan terima kasih yang kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief
Subhan, MA,
2. Ketua Jurusan Konsentrasi Jurnalistik, Bapak Kholis Ridho M.Si dan
Seketaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik Ibu Dra. Hj. Musfirah Nurlaily,
MA.
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Rachmat Baihaky, MA yang
senantiasa sabar, menasihati, teladan terbaik, dan berupaya menyediakan
waktunya ditengah rutinitasnya yang padat untuk membimbing peneliti
sehingga skripsi ini selesai dengan baik dan lancar.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas ilmu
yang telah diberikan kepada Peneliti.
vi
5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
6. Redaktur Utama Majalah Tempo bidang Nasional dan Hukum, mas Anton
Aprianto yang bersediamenjadi narasumber dalam penelian ini dan
memberikan pemaparan terkait kebijakan redaksi Tempo dan perannya
sebagai majalah politik terbesar di Indonesia dalam mengcounter isu
reklamasi Teluk Jakarta.
7. Pengamat Tata Kota, bapak Yayat Supriatna dan Nirwono Joga atas
keluangan waktunya dan argument kritisnya dalam menyoroti kasus
reklamasi ini
8. Redaktur Media Online Teropong Senayan sekaligus teman diskusi
peneliti mas Faisal Fadly Bachtiar atas kesediaan waktunya, diskusi, dan
opini cerdasnya serta memudahkan penulis dalam memahami terkait
eksternalisasi dan internalisasi reklamasi Teluk Jakarta.
9. Kedua orangtua tercinta. Ummi Andriani Dhama Yanthi yang telah
menjadi sosok mulia penuh cinta, yang menjadi tumpuan utama dalam
mencetak generasi tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia. Sebagai
madrasah yang tentunya akan banyak ilmu yang akan disampaikan dan
diajarkan, maka harus memiliki wawasan keilmuan yang luas. Lelaki yang
paling luar biasa dalam hidup peneliti; abi Darnoto yang tak kenal henti,
berbagi tak kenal rugi, dan bekerja tak kenal lelah. Pemimpin terbaik
vii
dalam keluarga yang senantiasa berupaya sekuat tenaga dalam setiap kerja
yang dilakukannya. Sayang dan cintanya yang membalut dalam setiap
rangkaian do’a.
10. Rizqia Muharramah, adik peneliti yang berperan sejatinya sebagai seorang
adik yang senantiasa menyemangati selama proses penyusunan skripsi ini
berlangsung.
11. Semua politisi Masyumi dan khususnya aba Mohammad Natsir yang
peneliti takkan pernah cukup waktu untuk menarasikan beliau, sosok
artikulatif yang selalu memelihara kehalusan tutur katanya dalam
berpolitik. Aspek ruhiyah selalu menjadi potensi andalan bagi para
pemimpin da’wah yang telah menoreh tinta emas dalam sejarah da’wah
ini. Sekali lagi nama itu, aba Mohammad Natsir yang nama dan pesan
perjuangannya senatiasa mengiringi desah nafas ini. Warisan pemikiran
beliau sampai kapan pun tetap akan menjadi parade yang takkan pernah
usai.
12. Kakak, dosen, advokat, sekaligus teman diskusi, ngopi, dan teman nasihat
terbaik peneliti, Devica Rully, SH., MH
13. Jurnalis media Islam online Hidayatullah, mas Yahya Ghulam Nasrullah
atas curahan waktu dan kognisinya untuk peneliti selama penyusunan
skripsi ini
viii
14. Guru peneliti saat menempuh pendidikan di bangku SMA, Yuyum Fahriah
Elviyati, S.Pd, M.Hum dan Abdah, S.Hum yang senantiasa menjadi spirit
peneliti untuk meneruskan pendidikan hingga ke UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
15. Sahabat Peneliti di SMAN 23 Kabupaten Tangerang Jessita Putri Dhiary
dan Mega Puspita Syamhadi. Kemudian Putri Dwi Kartika, Marini,
Imro’atus Syaripah, dan Lailatus Syifa yang selalu memberi motivasi
bantuannya, dan membersamai juga menikmati perjuangan suka duka
selama perkuliahan ini. Semoga persaudaraan kita akan terus terjalin dan
terikat hingga jannah-Nya.
16. Para kakak LDK Syahid terutama kak Deddy Sussantho, Eli Alawiyah,
Muhammad Anwar, Yuli Patilata, Istiana, Upik Sayyidah, teman-teman
seperjuangan Forum Angkatan Al-Qolam, dan adik Komisariat Dakwah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Siti Utami Prismamudti.
Qurrotul’ain Nurul Ulfah, Icha, Ira Nur Azizah, Evi Nurdiana, Dede Ela
Triana) atas dorongan semangatnya, limpahan do’a, dan bantuannya untuk
peneliti
17. Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada kawan-kawan ideologis bidang
Humas dan Media: Bagja. Naufal, Eva, Ana dan Fathia yang memotivasi
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan menikmati perjuangan
dakwah kampus yang sebenarnya.
ix
18. Teman-teman KKN MentariFerdi, Bagja, Luhur, Oci, Rodiah, Aat, Novia,
Fathia, dan lain-lain
19. Semua ummahat dan teman-teman da’wah di DPP dan DPC Partai
Keadilan Sejahtera
20. Semua tutor di LBPP LIA Cikokol
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6
D. Metodologi Penelitian ......................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Konstruksi Sosial Media Massa ................................................ 11
B. Analisis Wacana .................................................................................. 27
a. Definisi Analisis Wacana ............................................................... 27
b. Analisis Wacana Kritis ................................................................... 29
c. Analisis Wacana Teun Van Dijk .................................................... 32
C. Definisi Reklamasi .............................................................................. 49
xi
a. Menurut KBBI ................................................................................ 49
b. Menurut Pakar Tata Kota Yayat .................................................... 49
c. Menurut Nirwono Joga ................................................................... 52
D. Majalah Tempo ................................................................................... 53
a. Media Cetak ................................................................................... 53
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Kriteria Kota yang Baik Menurut Pakar Tata Kota............................. 56
B. Majalah Tempo Sebagai Majalah Politik Terbesar di Indonesia
Termasuk dalam Urusan Tata Kota ................................................... 59
C. Headline di Media Nasional Terkait Isu Reklamasi ............................ 67
D. Sejarah Majalah Tempo ...................................................................... 78
E. Afiliasi Politik Majalah Tempo ........................................................... 87
BAB IV ANALISIS TEMUAN DAN PENELITIAN
A. Analisis Struktur Teks Majalah Tempo Edisi Bulan April 2016 ....... 89
a. Analisis Laporan Utama 1 Tiga Relasi Suap Reklamasi ................ 89
b. Analisis Laporan Utama 2 Petunjuk Baru Dari Jalan S. Parman ... 104
B. Analisis Kognisi Laporan Utama Majalah Tempo Tiga Relasi Suap
Reklamasi ............................................................................................ 117
C. Analisis Konteks Sosial Laporan Utama Majalah Tempo Tiga
Relasi Suap Reklamasi ....................................................................... 122
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 135
xii
B. Saran .................................................................................................... 136
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 137
LAMPIRAN .............................................................................................................. 33
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Elemen Analisis Wacana Van Dijk ............................................................ 35
Tabel 2.2 Contoh Kalimat Aktif dan Pasif ................................................................. 41
Tabel 2.3 Contoh Kalimat Kata Ganti ....................................................................... 42
Tabel 2.4 Contoh Kalimat Leksikon .......................................................................... 43
Tabel 2.5 Contoh Kalimat Praanggapan .................................................................... 44
Tabel 2.6 Contoh Kalimat Metafora .......................................................................... 45
Tabel 4.1 Contoh Kalimat Koherensi…………................... ..................................... 98
Tabel 4.2 Contoh Kalimat Leksikon .......................................................................... 100
Tabel 4.3 Kerangka Analisis Data Laporan Utama 1 “Tiga Relasi Suap
Reklamasi” ................................................................................................. 102
Tabel 4.4 Contoh Kalimat Koherensi ........................................................................ 113
Tabel 4.5 Contoh Kalimat Leksikon .......................................................................... 116
Tabel 4.6 Skema Kognisi Sosial Majalah Tempo ...................................................... 122
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan definisi reklamasi tujuan utamanya ialah menjadikan kawasan
berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Reklamasi
dilakukan untuk perbaikan atau pemulihan suatu lahan. Di Indonesia, reklamasi saat
ini sering terkesan sebagai suatu masalah besar yang harus dihindari. Tidak bisa
dipungkiri bahwa terdapat beberapa dampak buruk reklamasi jika proses tersebut
dilakukan dengan cara yang kurang hati-hati. Reklamasi Pantai Utara ini tak terlepas
dari pro dan kontra dalam bingkai media. Kubu pro beranggapan bahwa Jakarta butuh
reklamasi karena berbagai alasan mendesak antara lain Jakarta harus membangun
tanggul raksasa (Giant Sea Wall) guna mencegah banjir, selian itu seperti yang kita
ketahui saat ini Ibukota Jakarta selalu digemparkan dengan bencana banjir di kala
hujan melanda Jakarta. Laut Jakarta sudah terlalu kotor dan pembangunan hunian-
hunian mewah harus tetap dilakukan untuk meningkatkan perekonomian kota.
Sedangkan dari kubu kontra memandang proyek reklamasi hanya
menguntungkan pengembang properti dan kaum borjuis saja, sementara para nelayan
semakin sengsara dan hanya diberi janji-janji manis, bias dilihat bahwa reklamasi
sendiri diadakan untuk membangun gedung-gedung yang tinggi untuk kegiatan bisnis
atau pemukiman yang sangat mewah. Yang menjadi masalah paling krusial dan
2
kontroversi lain saat ini ialah masalah relasi kuasa pemerintah dan belum adanya
regulasi yang jelas dalam kasus reklamasi ini. Sejak tahun 2014 di mana Surat
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2238 Tahun 2014 yang memberi izin
Reklamasi kepada anak usaha Agung Podomoro PT. Muara Wisesa Samudra sudah
dianggap banyak pihak sebagai pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. SK
Gubernur tersebut digugat ke PTUN oleh Jakarta Monitoring Network pada bulan
Maret 2015. Tanggal 12 April 2015 PTUN sudah memanggil Ahok untuk menghadiri
sidang Gugatan Izin Reklamasi terseut tetapi Ahok dan Kuasa Hukumnya malah
mangkir. Disinyalir diskresi menjadi tempat berlindung Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dalam menjawab tudingan adanya penyimpangan
di balik kebijakan menerima di muka kontribusi tambahan pengembang Teluk
Jakarta. Salah satu argumen yang memberatkannya ialah kebijakan itu dibuat ketika
payung hukum diskresi yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan belum disahkan. Dalam Undang-Undang tersebut
dikatakan bahwa diskresi sebagai keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau
dilakukan pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pemerintah. Pejabat bisa mengambil diskresi dalam hal
pengaturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak
lengkap, atau tidak jelas atau ada stagnasi pemerintah.
Namun, penggunaan diskresi mesti didasari tujuan yang jelas dan terbatas.
Pasal 22 ayat 2 menyatakan tujuan diskresi adalah melancarkan penyelenggaraan
3
pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberi kepastian hukum, serta
mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan
kepetingan umum. Ahok pun menegaskan pengembang pulau Reklamasi Teluk
Jakarta harus memberikan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dari keuntungan
yang mereka peroleh. Menurut dia besaran angka 15 persen adalah diksresi yang
dibuatnya. Bahkan Ahok membuktikan kesaktiannya ketika DPRD DKI Jakarta
sudah membentuk Pansus Reklamasi untuk menyelidiki ada apa di belakang Surat
Izin Reklamasi yang dikeluarkan Ahok tersebut. Faktanya kembali datang bala
bantuan yang mampu membungkam suara-suara para anggota Dewan untuk tak
meneruskan Pansus tersebut. Pansus itu hilang tak berbekas.
KKP mempertanyakan sikap Ahok begitu ngotot memberi izin soal reklamasi.
Padahal dalam undang-undang disebut dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN).
Dengan segala keanehan yang ada, sang gubernur masih bergeming pada sikap
kukuhnya yang ingin melanjutkan proyek reklamasi. Sebuah proyek yang jelas
berharga super mahal dan hanya bisa dinikmati orang kaya ibu kota. Sedangkan
rakyat kecil harus terus menderita, digusur pemerintah kota dengan alasan perbaikan
lingkungan. Ironisnya air, ikan, dan segala biota laut pun kini ikut jadi korban
gusuran Pemprov DKI akibat reklamasi.
Yang selalu jadi pledoi Ahok memberi izin reklamasi Pulau G adalah
keputusan gubernur terdahulu yakni Fauzi Bowo. Pria yang akrab disapa Foke itu
4
mengeluarkan keputusan gubernur nomor 121 tahun 2012 serta empat surat
persetujuan prinsip reklamasi tahun 2012. Ahok juga memakai Keppres nomor 52
tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam Keppres itu memang
disebutkan gubernur DKI punya wewenang utama dalam reklamasi di Teluk Jakarta.
Keputusan yang dikeluarkan Foke tahun 2012 itu berisi penataan ruang kawasan
reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam izin prinsipnya, Foke mengeluarkan empat
surat terkait lokasi reklamasi pulau F, G, I, dan K. PT Muara Wisesa Samudra disebut
dalam izin prinsip lokasi reklamasi Pulau G. Foke bisa leluasa mengeluarkan
keputusan ini dikarenakan dia masih memegang payung hukum Keppres 1995
tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
Itu berarti wewenang Gubernur Ahok tak lagi sama dengan wewenang yang
dimiliki Foke saat masih menjabat. Sebab dengan Perpres yang keluar pada
Desember 2012, wewenang bukan ada di DKI melainkan Menteri KKP yang hingga
detik ini kukuh menolak reklamasi Pulau G. Otomatis aturan Keppres tahun 1995
yang menyatakan Gubernur DKI punya wewenang utama tentang reklamasi Teluk
Jakarta otomatis tak berlaku. Sebab hal itu bertentangan dengan Perpres 122 yang
memuat wewenang menteri KKP. Surat Ahok itu menegaskan bahwa permohohan
izin pelaksanaan reklamasi terjadi 6 Oktober 2014 yang berarti setelah Perpres. Ini
berarti Perpres nomor 122 tahun 2012 wajib diberlakukan pemerintah DKI dalam
proses izin perencanaan reklamasi. Semasa menjadi Gubernur DKI, Jokowi
menyadari kewajiban menaati perpres ini. Sehingga dalam membuat Peraturan
5
Gubernur nomor 146 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Perizinan
Reklamasi, Jokowi mencantumkan Perpres nomor 122 tahun 2012. Eksistensi Perpres
nomor 122 tahun 2012 yang tak mengakui wewenang Ahok soal izin reklamasi juga
diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. UU ini kembali menegaskan
wewenang menteri KKP dalam memberi izin pengelolaan pesisir dan pulau di Teluk
Jakarta.1
Dalam hirarki peraturan hukum di Indonesia, UU lebih tinggi dari Perpres
atau Keppres. Walhasil jadi sesuatu yang amat aneh bagi seorang pejabat apabila
memakai landasan Keppres yang bertentangan dengan UU. Dalam kasus Reklamasi
Jakarta ini ada perilaku ganjil media khususunya Tempo yang tercermin dari
perubahan angle berita-beritanya yang diturunkannya seiring dengan perubahan sikap
politik media tersebut. Belakangan ini Tempo berubah 180 derajat. Tiba-tiba media
ini berbalik menyerang Ahok. Suasana semakin memanas dan perseteruan meledak
ketika Koran Tempo edisi Rabu 11 Mei dalam laporan utamanya menulis tajuk
“Kasus Raperda Reklamasi: Agung Podomoro Seret Ahok.” Judul itu dinilai
menyudutkan dunia usaha dan mempolitisasi reklamasi. Di dalam edisi tersebut
Tempo mulai menggulirkan istilah “barter” yakni satu istilah yang menjadi hulu
ledak politisasi reklamasi ala Tempo.
1 Majalah Tempo, Reklamasi Tujuh Keliling, (Jakarta: PT Tempo Inti Media, 2016). h. 1-7.
6
Dari latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas, maka peneliti
tertarik meneliti dengan judul “Analisis Wacana Kritis Kasus Reklamasi Pada
Majalah Tempo Edisi April-Juni 2016” dengan alasan ingin membongkar wacana
yang ada di balik pemberitaan tersebut.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berita kasus reklamasi edisi April-Juni 2016 di majalah Tempo dengan judul,
“Reklamasi Tujuh Keliling, Amuk Reklamasi, dan Duit Reklamasi untuk Teman-
Teman Ahok.”
Sedangkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana majalah Tempo dalam membongkar wacana kasus reklamasi teluk
Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah pertanyaan penelitian di atas, secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara kerja media massa dalam
membongkar dan menentukan analisis sebuah wacana berita.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Akademis
Penelitian diharapkan dapat menambah dan memberikan kontribusi teoritis
yang berkaitan dengan ilmu pada jurusan Jurnalistik.
7
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi praktisi dan
berbagai pihak yang terlibat dalam pers agar lebih kritis menganalisis konten
wacana yang dikonstruk oleh media.
D. Metodologi Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.2
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam,
suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya,
data yang pasti merupakan suatu nilai di balik data yang tampak.3
kualitatif yang penulis lakukan berfokus terhadap analisis wacana yang
mengacu pada model Teun A. Van Dijk. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini ialah instrumen, wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Analisis wacana berfokus pada penelitian Teun A. Van Dijk ini
tidak terbatas pada analisis teks semata melainkan juga struktur sosial,
hegemoni, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan
2 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h.
4 3 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 3.
8
bagaimana kognisi atau pikiran serta kesadaran yang membentuk dan
berpengaruh terhadap teks tertentu.
b. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah majalah Tempo. Sedangkan obyek penelitian ini
adalah Kasus reklamasi Teluk Jakarta pada majalah Tempo edisi April-juni
2016.
c. Teknik Sampling Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan Nonprobability
sampling dan Purposive sampling.
d. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang digunakan
periset untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data dibedakan
menjadi dua, yakni riset kualitatif dan kuantitatif. Pada riset kualitatif yang
peneliti pakai pada riset ini adalah observasi, wawancara, dan juga
dokumentasi. Ide penelitian kualitatif adalah dengan sengaja memilih
informan atau dokumen atau bahan-bahan visual lain) yang dapat memberikan
jawaban terbaik pertanyaan penelitian.4
4 John W. Creswell, Desain penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: KIK
Press, 2003), h. 143.
9
1. Observasi
Merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sering
digunakan untuk penelitian kualitatif.5 Pada metode observasi periset
biasanya menggunakan instrumen observasi antara lain: sistem
kategori, sistem skala, sistem tanda, diary keeping, analisis dokumen,
lembar pengamatan, dan panduan pengamatan. Pada riset ini peneliti
hanya menggunakan analisis dokumen sebagai sumber informasi dan
meginterpretasikannya ke dalam hasil penelitian. Dokumen yang
digunakan bisa berupa dokumen publik atau dokumentasi privat serta
sumber yang berkaitan dengan wacana dan objek penelitian.6 Dalam
penelitian ini peneliti mengamati objek penelitian yakni dengan cara
mengumpulkan artikel yang memberitakan khusus reklamasi edisi
April-Juni 2016 pada majalah Tempo.
2. Dokumentasi
Dengan cara penelahaan khusus reklamasi edisi April-Juni 2016 pada
majalah Tempo dan data-data yang diperlukan.
3. Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
5 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:
Gitanyali, 2004), h. 186. 6 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana 2007), Cet-2, h.
111-114.
10
antara pewawancara dengan informan terkait.7 Cara paling penting
dan lazim untuk mendapatkan sebuah informasi yang valid adalah
wawancara dengan seseorang yang disebut sebagai narasumber.8
Pada penelitian ini peneliti mengadakan wawancara langsung ke
Redaktur Majalah Tempo.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti terlebih dahulu membaca dan
menelaah berbagai skripsi di Perpustakaan Fakultas Ilmu dan Ilmu Komunikasi juga
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menemukan skripsi
Fauziah Mursid yang juga meneliti tentang “Analisis Wacana Teun A Van Dijk
dalam Pemberitaan Laporan Utama Majalah Gatra Tentang Seruan Boikot Israel dari
New York.” Jika dikomparasikan, letak perbedaan antara skripsi Fauziah dengan
skripsi peneliti ialah pada isu pemberitaan yang diangkat dan objek penelitiannya.
7 M. Nadzir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h. 193.
8 Tom E. Rolnicki, dkk, Pengantar Dasar Jurnalisme, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008), h. 24.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
Di dalam bab dua ini akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan
dari analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Teori utama yang akan
digunakan adalah konstruksi sosial dari Peter L. Berger dan Thomas Luckmann
dengan ditambah teori Ideologi dari Althusser, Hegemoni dari Antonio Gramsci
sebagai teori penjelas. Selain itu penulis juga akan digunakan teori analisis
wacana kritis (Critical Discourse Analysis) menurut Teun Van Dijk.
A. Teori Konstruksi Sosial Media Massa
Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality)
menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann
melalui bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality,” proses
terciptanya suatu masyarakat ditandai dengan tindakan dan interaksi sesama
mereka secara berkesinambungan hingga lahirlah suatu realitas yang mereka
jalani bersama. Dalam media massa, surat kabar maupun majalah bahasa tak
hanya berfungsi sebagai penjelas suatu makna tetapi juga sebagai faktor penentu
makna realitas yang akan muncul di benak publik, hingga akhirnya mereka
melegitimasi itu sebagai sebuah pembenaran. Karena berpengaruh terhadap
makna atau citra yang akan muncul di benak khalayak, maka penggunaan bahasa
menjadi sebagai sesuatu hal yang amat vital terhadap konstruksi sosial.
Berger dan Luckmann memaparkan bahwa fakta sosial hanya bisa
difahami dengan memisahkan antara pemahaman kenyataan dan pengetahuan.
12
Realitas atau fakta dapat diartikan sebagai kualitas yang terjadi pada suatu fakta
dan kelak itulah yang diakui sebagai suatu eksistensi masyarakat karena itu terjadi
bukan berdasarkan pada keinginan diri sendiri. Sedangkan pengetahuan diartikan
yang khas.
Pemakaian bahasa dan diksi yang tertentu akan berdampak pada fakta dan
citra yang dibangun di dalam suatu teks. Kemudian bagaimana diksi tersebut dan
seperti apa cara menyajikannya itulah yang menentukan bagaimana fakta-fakta
sosial tersebut diciptakan pada publik. Bahasa di sini tidak hanya merefleksikan
realitas seperti apa yang terjadi tetapi juga menciptakan realitas tersebut yang
terjadi di masyarakat. Karena esensinya kehidupan masyarakat itu dikonstruk
secara terus menerus. Menurut Berger dan Luckmann, terdapat dua obyek pokok
suatu realitas atau fakta yang berkaitan dengan suatu pengetahuan yang terjadi di
dalam masyarakat. Pengetahuan di sini didefinisikan bahwa realitas yang terjadi
merupakan sesuatu yang nyata dan benar-benar terjadi.
Pertama kenyataan subjektif, bahwa kenyataan yang berasal dari dalam
diri individu itu sendiri. Individu merupakan faktor cikal bakal terbentuknya suatu
masyarakat. Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh individu tersebut itulah yang
menjadi tonggak utama individu tersebut melibatkan diri dalam proses
ekternalisasi atau interaksi dengan individu lainnya. Kemudian kenyataan objektif
yang berupa legitimasi. Bagaimana sebuah ideologi berupa tingkah laku yang
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan apa yang mereka hadapi itulah yang
13
dinamakan sebagai kenyataan atau fakta.1 Berdasakan kenyataan sosial, unsur
terpenting dalam konstruksi sosial adalah masyarakat yang di dalamnya terdapat
aturan-aturan atau norma, baik itu norma adat, agama, moral, dan lain-lain. Semua
itu nantinya akan terbentuk dalam sebuah struktur sosial yang besar atau institusi.
Dengan demikian bahwa realitas sosial merupakan hasil dari sebuah
konstruksi sosial karena diciptakan oleh manusia itu sendiri. Masyarakat yang
hidup dalam konteks sosial tertentu melakukan proses interaksi secara simultan
dengan lingkungannya. Berger dan Luckmann menuturkan terjadi dialektika
antara indivdu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu.
Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan; Berger menyebutnya sebagai
momen. Ada tiga tahap peristiwa:
1. Eksternalisasi
Merupakan usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam
dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat
dasar manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat di mana ia
berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas
dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya atau dengan kata
lain manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.. Termasuk
adaptasi diri dengan produk-produk sosial yang telah dikenalkan
kepadanya. Karena pada dasarnya sejak lahir individu akan mengenal dan
1 Berger dan Luckmann, The Social Construction of Reality, (United States: Anchor Books,
1966), h. 189.
14
berinteraksi dengan produk-produk sosial. Sedangkan produk sosial itu
sendiri adalah segala sesuatu yang merupakan hasil sosialisasi dan
interaksi di dalam masyarakat.2 Manusia merupakan sosok makhluk hidup
yang senantiasa berdialog dengan lingkungan sosialnya secara simultan.
Eksternalisasi merupakan momen di mana seseorang melakukan
adaptasi diri terhadap lingkungan sosialnya. Dunia sosial merupakan hasil
dari aktivitas manusia, namun ia sebagai sesuatu yang bersifat eksternal
bagi manusia, sesuatu yang berada di luar diri manusia. Realitas sosial
merupakan pengalaman hidup yang bisa dijadikan sebagai dasar seseorang
untuk mengonstruksi sesuatu. Realitas sosial juga mengharuskan
seseorang untuk memberikan responnya. Respon seseorang terhadap bisa
berupa penerimaan, penyesuaian maupun penolakan. Bahasa dan tindakan
merupakan sarana bagi seseorang untuk mengonstruksi dunia sosialnya
melalui eksternalisasi ini.
Manusia merupakan instrumen yang menciptakan realitas sosial yang
„objektif‟ melalui proses eksternalisasi. Secara sederhana eksternalisasi
dapat difahami sebagai proses ungkapan pikiran dari batin ke tindakan.
Eksternalisasi merupakan output gagasan dari ide ke tindakan nyata.
Dalam tahap ini realitas sosial ditarik keluar individu. Realitas sosial
berupa proses adaptasi dengan teks-teks suci, kesepakatan ulama, hukum,
norma, nilai, dan sebagainya yang hal itu berada di luar diri manusia.
2 Berger dan Luckmann, The Social Construction of Reality, h. 192.
15
Sehingga dalam proses konstruksi sosial melibatkan momen adaptasi diri
atau diadaptasikan antara teks tersebut dengan dunia sosial.
Adaptasi tersebut dapat melalui bahasa, tindakan, dan tradisi yang
disebut interpretasi atas teks atau dogma. Karena adaptasi merupakan
proses penyesuaian diri atas dasar penafsiran, maka sangat dimungkinkan
terjadinya variasi-variasi adaptasi dan hasil adaptasi atau tindakan pada
masing-masing individu.
2. Objektivasi
Merupakan hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari
kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas
objektif yang bisa jadi akan berhadapan dengan individu itu sendiri
sebagai suatu fakta yang berada di luar dan kontradiktif dengan manusia
yang menghasilkannya. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya
manusia menciptakan suatu alat demi kemudahan hidupnya. Alat tadi
sebagai kegiatan ekternalisasi manusia ketika berhadapan dengan
lingkungannya itu adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan
alat tersebut sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang
objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari
produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas
objektif, ada di luar kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setiap orang.
Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif tiap individu.
Pada momen ini juga ada perbedaan antara dua realitas sosial, yaitu
realitas individu dan realitas sosial lain yang berada di luarnya, sehingga
16
realitas sosial itu menjadi sesuatu yang objektif. Dalam konstruksi sosial
ini disebut sebagai interaksi sosial melalui lembaga dan legitimasi. Berger
dan Luckmann menuturkan dalam bukunya bahwa legitimasi tidak hanya
menjelaskan mengapa ia melakukan tindakan itu tetapi tidak melakukan
tindakan yang lain.
3. Internalisasi
Merupakan proses dialog dari pembentukan realitas di mana sosialisasi
terjadi. Atau individu meresapi kembali dan mentransfernya dari struktur-
struktur dunia obyektif ke dalam dunia subyektif. Pada tahap ini individu
akan menyerap segala hal yang bersifat obyektif dan kemudian akan
direalisasikan secara subyektif. Internalisasi ini berlangsung seumur hidup
saat seorang individu melakukan sosialisasi. Pada proses internalisasi,
setiap indvidu berbeda-beda dalam dimensi penyerapan. Ada yang lebih
menyerap aspek ekstern, ada juga juga yang lebih menyerap bagian intern.
Selain itu, selain itu proses internalisasi dapat diperoleh individu melalui
proses sosialisasi primer dan sekunder.
Sosialisasi primer merupakan sosialisasi awal yang dialami individu di
masa kecil, di saat ia diperkenalkan dengan dunia sosial pada individu.
Sosialisasi sekunder dialami individu pada usia dewasa dan memasuki
dunia publik, dunia pekerjaan dalam lingkungan yang lebih luas. Dalam
proses sosialisasi, terdapat adanya significant others dan juga generalized
others. Significant others begitu significant perannya dalam
mentransformasi pengetahuan dan kenyataan obyektif pada individu.
17
Orang-orang yang berpengaruh bagi individu merupakan agen utama
untuk memertahankan kenyataan subyektifnya.3 Orang-orang yang
berpengaruh itu menduduki tempat yang sentral dalam mempertahankan
kenyataaan. Selain itu proses internalisasi yang disampaikan Berger juga
menyatakan identifikasi. Internalisasi berlangsung dengan berlangsungnya
identifikasi. Si anak mengoper peranan dan sikap orang-orang yang
memengaruhinya. Artinya ia menginternalisasi dan menjadikannya
peranan atas sikapnya sendiri. Dalam akumulasi proses pengenalan
dunianya, si anak akan menemukan akumulasi respon orang lain terhadap
tindakannya. Di mana si anak mulai menggeneralisasi nilai dan norma atas
akumulasi respon dari orang lain. Abstraksi dari berbagai peranan dan
sikap orang-orang yang secara konkrit berpengaruh dinamakan orang lain
pada umumnya (generalized others).4
Adapun fase terakhir dari proses internalisasi ini adalah terbentuknya
identitas. Identitas dianggap sebagai unsur kunci dari kenyataan subyektif
yang juga berhubungan secara dialektis dengan masyarakat. Identitas
dibentuk oleh proses-proses sosial. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk
secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi
sebaliknya ia dibentuk dan dikonstruksi. Setiap orang bisa mempunyai
konstruksi yang berbeda-beda terhadap suatu realitas. Setiap orang yang
mempunyai pengalaman, pendidikan, dan lingkungan pergaulan tertentu
akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.
3 Berger dan Luckmann, The Social Construction of Reality, h. 194-195.
4 Berger dan Luckmann, The Social Construction of Reality, h. 196.
18
Sifat dan pekerjaan media massa khususnya dalam surat kabar ataupun
majalah ialah menginformasikan berbagai peristiwa dan prioritasnya ialah
mengonstruksikan berbagai realitas yang diberitakan. Surat kabar ataupun
majalah di sini menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi
hingga menjadi suatu wacana yang bermakna. Bahasa merupakan unsur
paling utama dalam proses realitas. Teori dan pendekatan konstruksi sosial
atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann telah direvisi dengan melihat
variabel atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam
proses eksternalisasi, subyektivasi, dan internalisasi inilah yang kemudian
dikenal sebagai “konstruksi sosial media massa.” Substansi dari konstruksi
sosial media massa ini adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas
sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan merata.
Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa yang
cenderung sinis.5
Ada beberapa tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa di
antaranya sebagai berikut:
1. Tahap menyiapkan materi konstruksi media
a. Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui
saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh
kapitalis. Dalam arti media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan
kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan
pelipatgandaan modal. Semua elemen media massa termasuk orang-orang
5 Berger dan Luckmann, The Social Construction of Reality, h. 197.
19
media massa berpikir untuk melayani kepentingan kapitalisnya, ideologi
mereka adalah membuat media massa yang laku di masyarakat.
b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakn ini
adalah dalam bentuk empati, simpati, dan bebrbagai simpati masyarakat.
Namun, ujung-ujungnya adalah untuk menjual berita dan menaikkan rating
untuk kepentingan kapitalis.
c. Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan ini dalam
arti sesungguhnya ialah visi setiap media massa. Namun, akhir-akhir ini
visi tersebut tak pernah menunjukkan jati dirinya, namun slogan-slogan
tentang visi ini tetap terdengar.
2. Tahap sebaran konstruksi
Pada tahap ini ialah dengan menitikberatkan strategi penyebaran media
massa. Tiap media tentu memiliki strategi penyebaran yang berbeda.
Media cetak memiliki konsep waktu nyata dalam menerbitkan beritanya
yang terdiri dari harian, mingguan atau bulanan. Meskipun media cetak
memiliki strategi waktu dalam menyebarkan beritanya kepada publik,
namun konsep aktual tetap menjadi prioritas utama sehingga pembaca
merasa selalu mendapatkan berita yang up to date. Lazimnya strategi
penyebaran konstruksi suatu media hanya menggunakan model satu arah
saja, di mana publik dihadapkan tidak ada pilihan lain selain mengonsumsi
berita dari media tersebut. Dalam prinsip ini lebih menekankan bagaimana
berita tersebut secepatnya harus sampai kepada khalayak dan mereka
20
mengonsumsinya. Apa yang media anggap penting hal itu pula yang
dianggap penting oleh khalayak.6
3. Tahap pembentukan konstruksi realitas
a. Tahap pembentukan konstruksi realitas
Tahap berikutnya usai masyarakat mengonsumsi berita hasil
konstruksi media tersebut, hingga terjadilah pembentukan
konstruksi di masyarakat melalui tiga fase. Pertama dengan fase
konstruksi realitas pembenaran. Penulis sudah menjelaskan di
tahap penyebaran konstruksi media massa sebelumnya, bahwa apa
yang media anggap penting kemudian hal itulah yang juga
dianggap penting oleh publik. Publik meyakini berita atau teks
yang telah dikonstruk oleh media merupaka suatu fakta yang
benar-benar terjadi atau dengan nama lain common sense. Setelah
melewati fase realitas pembenaran tadi, fase selanjutnya ialah
bagaimana publik telah memutuskan untuk menjadi pembaca setia
media tersebut dan kognisi mereka sesuai dengan apa yang menjadi
konstruksi media. Hingga fase terakhir muncullah perilaku
konsumtif di mana khalayak memiliki ketergantungan yang tinggi
terhadap media tersebut. Mereka merasa tak mampu beraktivitas
jika belum membaca berita tiap harinya.
b. Pembentukan konstruksi citra media
6 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 209.
21
Dalam sebuah media massa bagaimana citra tersebut dikonstruk
dengan dua pola, good news dan bad news. Good news merupakan
suatu pemberitaan yang cenderung dikonstruk sebagai pemberitaan
yang baik. Pada pola ini objek suatu berita dikonstruksi sebagai
sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan terlalu
berlebihan dari fakta yang ada. Sementara bad news merupakan
suatu berita yang dikonstruksi cenderung menjelekkan atau justru
tendensius lebih buruk dari fakta yang ada.
4. Tahap konfirmasi
Merupakan tahap ketika media massa maupun pembaca memberi
pandangan terhadap pilihannya dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi
media tahapan ini perlu sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia
terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi. Sedangkan bagi
pemirsa dan pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan
mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.
Alasan-alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini
umpamanya; (a) kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu dan
menjadi bagian dari produksi media massa. Pribadi yang jauh dari media
massa akan menjadi pribadi yang selalu kehilangan informasi. (b)
Kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern, di mana
orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai subjek media
22
massa itu sendiri. (c) Media massa walaupun memiliki kemampuan
mengonstruksi realitas media berdasarkan subjektivitas media, namun
kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber
pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses.7
Media adalah agen konstruksi. Media bukan hanya sekadar saluran
yang netral, tetapi ia juga subjek yang mengonstruksi realitas termasuk
dalam hal perspektif dan keberpihakannya. Di sini media dianggap sebagai
agen konstruksi sosial yang menjabarkan realitas. Berita yang kita baca
atau informasi yang kita konsumsi selama ini bukan hanya menarasikan
realitas yang ada di lapangan juga bukan bagaimana pandangan sumber
beritanya, melainkan itu merupakan hasil konstruksi dari media itu sendiri.
Media pun yang menentukan sendiri mana realitas yang harus ambil dan
mana yang tidak. Media tidak hanya memilih peristiwa tetapi juga
menentukan sumber berita. Media pula yang menjabarkan pelaku dan jenis
peristiwanya. Lewat bahasa yang dipakai lagi-lagi khalayak sering
menyoroti hal-hal yang penting dari sebuah peristiwa. Dengan
pemberitaan media dapat membingkai suatu peristiwa dengan bingkai
tertentu yang pada akhirnya menentukan khalayak menyikapi pemberitaan
dengan perspektifnya masing-masing.
Banyak faktor yang menentukan bagaimana struktur dan penampilan
dari suatu media. Pada faktor eksternal sistem politik sangat memengaruhi
terhadap kinerja suatu media. Sistem politik yang diterapkan di sebuah
7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, h. 210-211.
23
negara juga ikut menentukan terhadap kinerja media massa di negara
tersebut. Misalnya negara yang menganut sistem pemerintahan otoriter,
selera penguasa menjadi acuan utama dalam mengonstruksi realitas suatu
berita. Seperti yang dipaparkan Louis Althusser dalam teori ideologinya,
“bahwa media hubungannya dengan kekuasaan berada dalam posisi yang
amat vital dan saling berkaitan satu sama lain terutama karena
pandangannya yang dijadikan sebagai sarana legitimasi. Media massa
merupakan bagian dari alat kekuasaan yang bekerja secara ideologis untuk
menciptakan khalayak yang patuh kepada para penguasa.
Ideologi bersifat memanggil individu untuk menjadi subjek nyata
dalam kesehariannya. Karena pengaruh ideologinya sehingga individu
memosisikan dirinya sebagai subjek nyata dengan mengikuti apa yang
diinginkan oleh ideologi. Althusser menyebutkan dua elemen utama
penguasa untuk menguasai dan memungkinkan sebuah warga negara patuh
dengan aturan-aturan yang berlaku, yakni represif yang sifatnya memaksa
seperti penjara, pengadilan, dan militer. Kemudian ideologis yang sistem
kerjanya halus seperti parpol, media, pendidikan, dan lain sebagainya.
Kedua perangkat ini erat dengan eksistensi negara sebagai alat menguasai.
Menurut Althusser ideologi tidak mencerminkan dunia nyata. Manusia
menyembunyikan ideologi sebagai elemen dan atmosfer yang sangat
diperlukan bagi nafas dan kehidupan sejarah mereka. Setiap orang
berperan dalam menyebarkan ideologi dan menjadikan masyarakat
ideologis. Ideologi-ideologi itu tercipta lewat banyak hal seperti, mitos,
24
agama, interaksi sosial. Ideologi pun semacam perekat bagi bersatunya
anggota-anggota masyarakat. Di samping itu ideologi juga merupakan
reaksi terhadap suatu dominasi.9
Kata hegemoni berasal dari akar kata hegeisthai (Yunani) yang berarti
memimpin, kepemimpinan, kekuasaan yang melebihi kekuasan yang
lain. Teori ini dikembangkan oleh filsuf Marxis Italia Antonio Gramsci
pada tahun 1891-1937. Kelompok yang didominasi oleh kelompok lain
(penguasa) tidak merasa ditindas dan merasa itu sebagai hal yang
semestinya terjadi. Menurut Gramsci ada dua elemen yang digunakan
untuk menaklukkan orang yang berada di luar kekuasaan. Pertama melalui
dominasi dengan menggunakan alat-alat yang dikuasai oleh penguasa
misalnya penjara bahkan itu terjadi di zaman Orde Baru atau era yang
otoriter. Kemudian hukum dan Undang-Undang dijadikan sebagai alat
represi oleh para penguasa tersebut, sebab instrument hukum memang
sengaja disediakan untuk mereka guna mengontrol publik.
Jika dominasi digunakan dengan alat hukum tadi, maka hegemoni
adalah dengan penaklukkan secara lunak. Publik akan meyakini dan
menerima itu sebagai sebuah kebenaran. Kadang-kadang Gramsci
mengidentifikasi hegemoni dengan kekuatan politik yang dijalankan
dengan paksaan, tetapi pada umumnya ia menunjuk kepada kontrol
tentang kehidupan intelektual masyarakat melalui sarana-sarana
9 John B. Thompson, Analisis Ideologi, (Yogyakarta: IRCISOD, 2003), h. 160-172.
25
kebudayaan.10
Gramsci juga menuturkan bahwa media sebagai tempat atau
wadah berbagai ideologi bisa disajikan kepada khalayak.11
Pada tahun
1950-1965 di mana setiap partai politik memiliki pers masing-masing.
Pers tersebut sebagai corong dan digunakan untuk merebut wacana publik
dengan bertarung yang menjadi lawan ideologisnya. Misalnya adalah surat
kabar Suluh Indonesia milik PNI, Harian Abadi milik Masyumi, Duta
Masjarakat milik NU, Harian Rakjat dan Warta Bhakti milik PKI. Dengan
demikian media massa bisa menjadi sarana penyebaran ideologi para
penguasa, alat legitimasi, dan kontrol wacana publik. Namun, di sisi lain
media juga bisa sebagai alat ketahanan terhadap rezim yang berkuasa.
Untuk kepentingan pencitraan itu, media massa sering terlibat dengan
pemberian label kepada para aktor dan atau kekuatan politik. Dalam
konteks ini, para komunikator massa dalam rutinitasnya serupa dengan
lembaga stempel yang memberi pembenaran dan penyangkalan terhadap
tindakan-tindakan politik.12
Sebagaimana telah disinggung, banyak faktor yang memengaruhi
sebuah media membuat gambaran seorang aktor atau sebuah kekuatan
politik; dan yang jelas setiap penyajian sebuah berita politik senantiasa
memengaruhi citra suatu objek berita. Di sini media massa bukan lagi
sebagai saluran politik yang netral melainkan sebagai pihak yang
menentukan format pesan politik untuk selanjutnya menentukan image
10
Mansour Fakih, Jalan Lain; Manifesto Intelektual Organik, (Yogyakarta: Insist, 2002), h.
24. 11
Antonio Gramsci. Negara dan Hegemoni. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). h. 147. 12
Herman, Edward S, dan Noam Chomsky dalam artikelnya “Legitimizing versus
Meaningless Third World Election: El Salvador, Guatemala, dan Nicaragua,” untuk buku mereka
26
para aktor atau berbagai issue politik dan berpotensi memengaruhi
perilaku politik para elite politik khususnya dan massa pada umumnya.13
Eksistensi media menjadi lebih kuat oleh menghegemoninya
kapitalisme monolitik melalui berbagai penguasaan struktur dan modal
dalam industri media yang berkembang sedemikian cepat, sehingga
seluruh ekspresi kebebasan media tidak lagi dapat dilihat sebagai oeristiwa
yang mengacu atau merepresentasikan realitas sosial, melainkan lebih
daripada itu.14
Media bisa menciptakan lingkungan dan ideologi yang menghegemoni
bagi kepentingan kelompok dominan sekaligus juga bisa menjadi alat
perjuangan bagi kaum yang tertindas. Seperti pemberitaan mengenai kaum
buruh justru citra yang digambarkan oleh media serba buruk dan ironis.
Hal lain yang berpengaruh bahkan mengancam konstruksi realitas secara
objektif dalam sistem libertarian adalah kongsi antara penguasa dan
pengusaha. Ini biasa terjadi dalam negara-negara demokrasi yang
berkategori gurem. Karena keterbatasan keuangan, pemerintah
mengizinkan swasta membuka usaha media dengan kesepakatan tertentu.
Di satu pihak pemerintah tidak akan mengganggu kehidupan media sambil
mengembangkan ideologi mereka melalui media, di pihak lain media
dilarang menyerang penguasa atau kelompok-kelompok tertentu melalui
13
Dan Nimmo, Komunikasi Politik; Khalayak dan Efek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 187. 14
Iswandi Syahputra, Rezim Media; Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan Infotainment
dalam Industri Televisi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 14.
27
pemberitaannya.15
Atau bisa kita katakan mereka adalah pelaku
konglomerasi media.
B. Analisis Wacana
a. Definisi Analisis Wacana
Sebelum membahas metode Analisis Wacana Kritis (AWK), maka akan
dipaparkan terlebih dahulu kata wacana terlebih dahulu. Sering kali kita
mendengar kata wacana baik lewat lisan maupun tulisan. Penggunaan kata wacana
dipakai oleh berbagai disiplin ilmu mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi,
komunikasi, politik, dan lain sebagainya. Setiap disiplin ilmu tersebut memiliki
makna dan batasan tersendiri dalam mendefinisikan istilah wacana. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia “wacana diartikan sebagai percakapan; keseluruhan tutur
yang merupakan suatu kesatuan; satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan
dalam bentuk karangan atau laporan utuh seperti novel, buku, artikel, pidato, atau
khotbah; kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis. Namun, sering kali
penggunaan kata ini menjadi luas dan ambigu.”16
Sedangkan dalam ilmu
Sosiologi wacana merujuk pada hubungan antara konteks sosial dan pemakaian
bahasa. Analisis wacana selalu berkaitan dengan studi pemakaian bahasa. Ada
tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pertama diwakili oleh
kaum positivisme-empiris. Penganut aliran ini memisahkan antara paradigma dan
realitas. Orang tidak perlu dengan nilai yang menjadi dasar pertanyaannya.
15
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa; Sebuah Studi Critical
Discourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), h. 27. 16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat, h. 2235.
28
Analisis wacana di sini dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat
dan bahasa. Wacana di sini diukur dengan pertimbangan benar atau tidak benar.
Ismail Marahimin mengartikan wacana sebagai kemampuan untuk maju
(dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya, dan
komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur.17
Sedangkan dalam lapagan sosiologi wacana menunjuk terutama pada hubungan
antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistic wacana
adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam studi
linguistic ini merupakan reaksi dari bentuk lingusitik formal yang lebih
memerhatikan pada unit kata, frase atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan
di antara unsur tersebut. Analisis wacana kebalikan dari linguistik formal justru
memusatkan perhatian pada level di atas kalimat seperti hubungan gramatikal
yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat.18
Dari semua keseluruhan
disiplin ilmu yang disebutkan di atas, analisis wacana selalu berhubungan dengan
studi pemakaian bahasa.
Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan
pertama diwakili oleh kaum positivisme-empiris. Oleh penganut aliran ini
memisahkan antara pemikiran dan realitas. Orang tidak perlu mengetahui makna
subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya. Analisis wacana di sini
dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian
17
Ismail Muhaimin, Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), h. 26. 18
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
h. 3.
29
bersama. Jadi, wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidak
benaran.
Pandangan kedua, yakni kaum konstruktivisme. Aliran ini menolak
pandangan kaum empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek
bahasa. Dalam pandangan kaum ini, bahasa diatur dan dihidupkan oleh
pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah
tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan
jati diri dari sang pembicara.
Pandangan dari kaum kritis sebagai kelompok ketiga ingin mengoreksi
pandangan kaum konstruktivisme. Analisis wacana dalam paradigma ini
menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan
reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa
menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan
dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.19
b. Analisis Wacana Kritis
Bahasa bukan hanya digunakan untuk menyebarkan ideologi tetapi juga
bagaimana memertahankan eksistensi ideologi atau justru menciptakan sebuah
ideologi baru. Dalam analisis wacana kritis bahasa tidak hanya menggambarkan
sebuah bahasa saja tetapi juga memiliki makna dan praktik tertentu termasuk
praktik kekuasaan di dalamnya. Teks bukan sebagai sesuatu yang datang atau
muncul tiba-tiba melainkan teks dibentuk melalui wacana yang dihasilkan. AWK
19
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 6.
30
juga melihat wacana sebagai suatu interaksi antara penulis dan pembaca, hal ini
disebabkan pada kenyataan bahwa terdapat usaha untuk menyebarkan ideologi
tersebut secara samar kepada pembaca. Berikut ini karakteristik penting dalam
analisis wacana kritis:
1. Tindakan
Pada prinsip pertama ini wacana difahami sebagai suatu tindakan yang
memiliki maksu tertentu. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan
apakah untuk memengaruhi, berdebat, mengajak, merayu, menolak, menerima,
dan lain sebagainya. Setiap orang melakukan sesuatu pasti punya maksud dan
tujuannya. Dia menulis pasti dia punya maksud dan tujuannya baik besar maupun
kecil. Dia berbicara pasti dia punya maksud dari apa yang ia sampaikan.
Kemudian wacana difahami sebagai sesuatu yang diekspresikan di bawah alam
sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang disampaikan tanpa kesadaran dan tidak
terkontrol.
2. Konteks
Bahasa di sini tidak hanya difahami dari sebagian sisi saja, entah dari
linguistiknya, atau objeknya saja tapi bagaimana bahasa di sini difahami dalam
konteks secara integral. Ada tiga hal vital yang dipaparkan oleh Guy Cook dalam
mendefinisikan wacana yaitu teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua
bentuk bahasa yang tidak hanya dimanifestasikan lewat tulisan semata tetapi
termasuk seluruh jenis ekspresi komunikasi manusia, ucapan, musik, gambar,
suara, dan sebagainya. Kemudian konteks ialah mengakumulasikan semua situasi
dan hal yang berbeda di luar unsur teks dan memengaruhi pemakaian bahasa,
31
menitikberatkan bagaimana situasi dalam teks tersebut dibentuk. Dalam wacana,
teks dan konteks di sini berjalan secara beriringan dalam suatu proses komunikasi.
Selanjutnya ada beberapa konteks penting yang berpengaruh terhadap produksi
suatu wacana.
Pertama ialah partisipan wacana, latar siapa sosok yang memproduksi
wacana. Jenis kelamin, usia, pendidikan, etnis, agama, dan berbagai unsur yang
menciptakan wacana. Selanjutnya setting sosial tertentu seperti tempat, posisi,
siapa komunikatornya dan komunikannya yang berguna untuk memahami
bagaimana wacana itu dibentuk. Misalnya konteks pembicaraan seseorang pasti
akan berbeda-beda tidak sama konteks pembicaraan orang yang ada di pasar
dengan orang yang ada di tempat kuliah ataupun kantor. Termasuk juga situasi,
baik itu dalam situasi formal atau non formal. Dengan demikian wacana difahami
sesuai dengan lingkungan sosial yang membentuknya.20
3. Historis
Wacana difahami dalam konteks historis tertentu. Kita bisa memahami
suatu wacana sesuai dengan bagaimana situasi politik atau suasana yang terjadi
pada saat itu. Misalnya kita melakukan analisis wacana di awal tahun 1960 Rezim
Soekarno yang mulai mabuk kekuasaan dengan menjadikan alat penindas oposisi
bernama ideologi Nasakom yang menjadi palu godam kekuasaan dan
membubarkan Masjumi. Oleh karena itu penting melakukan analisis untuk
memahami mengapa wacana tersebut diproduksi dan dikembangkan seperti itu
dan mengapa bahasa yang digunakan seperti itu.
20
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 7-15.
32
4. Kekuasaan
Analisis wacana kritis juga menitikberatkan unsur kekuasaan di dalamnya.
Di sini setiap wacana yang muncul entah dalam bentuk teks, dialog, atau apa pun
tercipta bukan semata-mata secara langsung dan netral tetapi justru sebagai tempat
pertarungan kekuasaan. Kekuasaan itu berkaitan dengan wacana guna sebagai
kontrol. Satu orang dengan yang lainnya saling mengontrol lewat wacana.
Kelompok dominan membuat kelompok lainnya menjadi sesuai apa yang
dikendakinya.
5. Ideologi
Ideologi dalam bentuk teks, dialog, dan lainnya merupakan manifestasi
dari praktik ideologi atau cerminan dari ideologi tersebut.21
c. Analisis Wacana Teun Van Dijk
Van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, hegemoni, dan kelompok
yang berkuasa ada dalam masyarakat serta bagaimana pikiran juga kesadaran
yang membentuk sekaligus memengaruhi teks tertentu. Wacana digambarkan Van
Dijk memiliki tiga dimensi, teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Esensi dari
model ini ialah mengakumulasikan seluruh dimensi wacana tersebut ke dalam
suatu analisis yang utuh. Dalam analisis ini wacana tidak hanya cukup sebagai
analisis teks saja tetapi teks juga merupakan hasil dari suatu produksi yang harus
dianalisis. Menurut Van Dijk wacana tidak cukup hanya sebagai teks saja tetapi
juga harus diperhatikan bagaimana teks tersebut diproduksi. Makna atau konteks
merupakan elemen penting, karena dari konteks tersebut kita bisa melihat sesatu
21
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 9-13.
33
yang terselubung di dalamnya. Hal itu pun sebagai edukasi bagi kita agar tahu
kenapa bisa teks yang dihasilkan demikian. Jika ada teks yang memarginalkan
nasib buruh, maka kita patut untuk mengetahui mengapa teks tersebut
memarginalkan kaum buruh.
Proses pendekatan ini yang melibatkan suatu fase yang dinamakan kognisi
sosial. Misalnya suatu teks yang tendensius memarginalkan kaum buruh karena
lahir dari pikiran wartawan yang memandang kaum buruh itu rendah. Sehingga
teks yang digambarkan hanyalah sebagian dari praktik pemarginalan kaum buruh.
Dengan begitu pembaca akan mengikuti pandangan yang dibentuk oleh kaum
mayoritas. Sebab kaum mayoritaslah yang memiliki kuasa dan kemudahan akses
untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. Model dari analisis Van Dijk
dapat digambarkan sebagai berikut22
:
Gambar 2.1 Model Analisis Wacana Van Dijk
1. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa unsur yang masing-
masing bagiannya saling mendukung. Ia menglasifikasikan ke dalam tiga
22
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 225.
Konteks
Kognisi Sosial
Teks
34
tingkatan. Struktur pertama ialah makro, suatu teks dapat langsung dianalisis
dengan hanya menggeneralisasi atau melihat tema yang diusung dalam berita
tersebut. Kemudian suprastruktur, ini adalah susunan wacana yang berkaitan
dengan kerangka suatu teks yang mana teks-teks tersebut menjadi cikal bakal
tersusun sebuah berita yang utuh. Yang terakhir ialah struktur mikro, di sini suatu
makna dari wacana dapat dianalisis dengan melihat dari unsur kecil yang tersemat
dalam suatu teks seperti diksi, kalimat, anak kalimat, gambar, dan sebagainya.
Diksi tertentu, kalimat, retorika tertentu adalah bagian dari strategi
wartawan. Gaya, alur, kalimat, dan diksi tertentu yang dipakai bukanlah hanya
sebagai cara komunikasi saja melainkan punya misi lain untuk memengaruhi opini
khalayak, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan
lawan. Van Dijk menggambarkan struktur wacana sebagai berikut23
:
Struktur
Wacana
Hal yang Diamati Elemen
Struktur Makro Tematik (apa yang
dikatakan)
Topik
Superstruktur Skematik (bagaimana
opini disusun)
Skema
Struktur Mikro Semantik (makna
yang ingin
ditekankan dalam
berita)
Latar, detil, maksud,
pra anggapan
Struktur Mikro Sintaksis (bagaimana
kalimat dilipih)
Bentuk kalimat,
koherensi, kata
ganti
Struktur Mikro Stilistik (bagaima
diksi yang dipakai
dalam berita)
Leksikon
23
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 74.
35
Struktur Mikro Retoris (bagaimana
dan dengan cara apa
penekanan dilakukan)
Grafis, metafora,
ekspresi
Tabel 2.1 Elemen Analisis Wacana Van Dijk
1. Tematik
Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Sering
disebut juga dengan gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks.
Dalam bukunya Van Dijk menyebut topik sebagai properti dari arti atau isi teks.
Topik sangat penting dalam pemahaman keseluruhan teks, misalnya dalam
pembentukan koherensi global dan mereka bertindak sebagai semantic, kontrol
top-down pada pemahaman lokal di tingkat mikro. Topik dalam teks memang
memainkan peran sentral. Tanpa mereka tidak mungkin untuk memahami apa teks
tentang global, kita hanya akan dapat memahami fragmen lokal teks tanpa
pemahaman tentang hubungan mereka secara keseluruhan, hierarki, dan
organisasi.24
2. Skematik
Teks lazimnya memiliki alur dari pendahuluan hingga akhir. Alur tersebut
menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks tersebut disusun hingga
membentuk kesatuan yang utuh. Meskipun berita memiliki bentuk dan skema
yang berbeda, namun lazimnya berita memiliki dua kategori skema besar.
Ringkasan yang umumnya terdiri dari dua elemen, judul dan lead berita. Dua
elemen pokok ini menunjukkan tema yang ingin diangkat oleh seorang wartawan
dalam berita. Lead secara umumnya sebagai prolog dari ringkasan apa yang ingin
24
Teun A Van Dijk, News as Discourse, (Amsterdam: University of Amsterdam, 1988),
h.31.
36
dikemukakan sebelum diproduksi menjadi suatu berita yang lengkap dan utuh.
Kemudian cerita adalah isi berita seluruhnya. Isi berita secara umum terdiri dari
dua subkategori.25
Pertama ialah berupa jalannya suatu peristiwa yang akan disusun dalam
berita dan kedua komentar yang diperlihatkan dalam berita. Subkategori situasi
suatu peristiwa secara umum terdiri atas dua bagian. Yang pertama terkait
peristiwa tersebut dan kemudian latar untuk memperkuat peristiwa yang disajikan
kepada khalayak agar suatu peristiwa lebih rinci dijelaskan dalam suatu berita.
Menurut Van Dijk arti penting dari skematik ialah strategi wartawan untuk
memperkuat tema tertentu yang ingin disampaikan kepada khalayak dengan
menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.
3. Latar
Merupakan bagian berita yang dapat memengaruhi makna yang ingin
disajikan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya memaparkan latar
belakang peristiwa yang ia tulis. Latar yang dipilih wartawan tersebut menentukan
ke arah mana pandangan khalayak dibentuk. Latar juga dapat menjadi alasan yang
membenarkan suatu gagasan atau ide dalam suatu teks. Dengan demikian, latar
dalam suatu teks berguna karena dapat membongkar apa maksud yang ingin
disampaikan oleh wartawan.
Terkadang maksud tersebut tidak disampaikan secara eksplisit, maksudnya
makna yang tersemat dalam berita tersebut tidak disampaikan secara blak-blakan.
Tetapi hanya dengan melihat latar apa yang hendak ditampilkan kemudian
25
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 232.
37
bagaimana latar tersebut disajikan. Dari sana kita bisa menganalisis maksud
tersembunyi yang ingin dipaparkan wartawan sesungguhnya. Latar peristiwa
dijadikan dasar akan ke arah mana teks tersebut disajikan. Ini merupakan
cerminan ideologis, di mana seorang wartawan bisa menyajikan suatu latar
belakang bahkan bisa juga tidak tergantung pada kepentingan mereka.26
4. Detil
Elemen ini berkaitan dengan kontrol informasi yang hendak ditampilkan
oleh seseorang. Informasi yang dinilai menguntungkan atau yang memiliki citra
baik maka porsi yang akan ditampilkan banyak oleh komunikator. Justru
sebaliknya komunikator akan menampilkan informasi yang sedikit jika itu
merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan komunikator tidak
hanya disampaikan dalam porsi yang banyak oleh komunikator tetapi juga secara
detil, jika perlu juga akan dibubuhi data-data yang lengkap. Hal ini dilakukan
secara sengaja guna membentuk citra tertentu kepada khalayak. Detil yang
lengkap itu akan dihilangkan jika informasi itu berkaitan dengan kelemahan yang
dimiliki komunikator yang akan membahayakan posisi dirinya.
Elemen ini merupakan strategi bagaimana seorang wartawan
mengekspresikan sikapnya dengan cara implisit. Sikap dan kognitif wartawan
berupa wacana adakalanya tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi itu bisa
dianalisis dari bagaimana detil tersebut dikembangkan. Mana berita yang
26
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 74.
38
dikembangkan dengan porsi detil yang banyak itulah yang akan menjadi cerminan
bagaimana wacana tersebut diciptakan oleh media.27
5. Maksud
Elemen ini hampir serupa dengan detil. Jika dalam detil informasi yang
akan menguntungkan komunikator akan ditampilkan dalam porsi yang banyak,
namun dalam maksud melihat informasi yang akan menguntungkan komunikator
akan dipaparkan secara eksplisit. Sebaliknya informasi yang merugikan
komunikator akan disampaikan secara implisit. Esensinya ialah publik hanya akan
disajikan informasi yang hanya menguntungkan pihak komunikator saja.
Informasi yang menguntungkan akan disampaikan secara gamblang dengan kata-
kata maupun kalimat yang tegas dan langsung merujuk pada fakta. Dalam konteks
suatu media, maksud menunjukkan bagaimana seorang wartawan secara diam-
diam atau implisit menggunakan bahasa tertentu untuk menguatkan kebenarannya
versi wartawan tersebut dengan menyingkirkan kebenaran yang lain.28
6. Koherensi
Merupakan gabungan antarkata dalam suatu teks. Dua buah kalimat yang
menjelaskan fakta yang berbeda dapat digabungkan sehingga menjadi sebuah
kalimat yang padu. Sehingga fakta yang tidak berkaitan sekalipun dapat menjadi
berkaitan jika seseorang menggabungkannya. Koherensi ialah elemen wacana
untuk melihat seseorang secara berhubungan menggunakan wacana untuk
menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah suatu peristiwa itu dilihat saling
terpisah, berkaitan atau malah sebab akibat. Koherensi ini secara mudah dapat
27
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 235. 28
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 240.
39
dianalisis dari konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan fakta. Apakah
kalimat tersebut dipandang sebagai hubungan sebab akibat, kondisi, waktu, dan
sebagainya.29
7. Koherensi kondisional
Koherensi ini di antaranya ditandai dengan pemakaian anak kalimat
sebagai penjelas dalam suatu berita. Di sini ada dua kalimat, kalimat kedua dalah
penjelas dari keterangan kalimat pertama yang dihubungkan dengan kata
konjungsi seperti “yang” atau “ di mana.” Sedangkan kalimat kedua fungsinya
dalam sebuah kalimat fungsinya hanya sebagai kalimat penjelas. Sehingga ada
atau tidaknya kandungan anak kalimat tersebut tidak mengurangi arti dari suatu
kalimat. Anak kalimat menjadi cerminan dari kepentingan komunikator karena ia
dapat memberikan keterangan baik atau buruknya suatu pernyataan dalam berita.
Koherensi ini seringkali menjelaskan kepada kita bagaimana sikap seorang
wartawan terhadap suatu peristiwa, kelompok atau bahkan seseorang yang ia tulis.
Bagaimana afektif tersebut hingga akhirnya dituangkan pada isi berita yang ia
tulis dan tanpa disadari mengarahkan pembaca pada pemahaman tertentu. Jika
dikatakan kita bisa membongkar makna apa yang disembunyikan oleh seorang
wartawan dalam pemberitannya, sebab kita harus melihat apa yang dipaparkan
wartawan dalam kalimat yang termaktub di berita tersebut.
8. Koherensi pembeda
Koherensi ini berkaitan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa itu
akan diklasifikasikan. Dua peristiwa tersebut dapat disajikan seolah-olah saling
29
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 256.
40
kontradiktif dengan menggunakan koherensi ini. Koherensi ini memiliki efek
yang beragam. Tetapi yang terlihat konkrit adalah bagaimana suatu citra dapat
diterima oleh khalayak yang berbeda. Sebab satu fakta dikomparasikan dengan
fakta yang lainnya. Di sini yang harus dikritisi ialah bagian mana yang akan
dikomparasikan dan dengan cara apa itu dilakukan.30
Apa efek dari perbadingan
tersebut, apa fakta tersebut akan semakin buruk atau malah sebaliknya membuat
sisi suatu fakta akan menjadi lebih baik.
9. Pengingkaran
Elemen ini ialah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagaiman
wartawan menyembunyikan apa yang ingin ia sampaikan dalam berita secara
implisit. Secara generalisasi pengingkaran menunjuk seorang wartawan untuk
menyetujui sesuatu padahal ia sendiri tidak setuju dengan memberikan
argumentasi yang menyangkal fakta atau realitas tersebut. Esensinya merupakan
salah satu bentuk strategi wacana di mana wartawan ketika menyampaikan
gagasannya kepada publik tidak secara tegas atau implisit.
Pengingkaran merupakan elemen di mana kita bisa membongkar sikap
seorang wartawan yang disampaikan secara implisit. Hal tersebut dilakukan
wartawan seolah ia setuju dan mengiyakan suatu opini, padahal di satu sisi yang ia
inginkan adalah kebalikannya. Dengan demikian ini patut untuk dianalisi apa
maksud sebenarnya dari seorang wartawan dan bagaiman upaya-upaya
pengingkaran tersebut dilakukan. Lazimnya upaya pengingkaran tersebut dalam
suatu wacana diletakkan di akhir, wartawan awalnya menampilkan pandangan
30
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 237.
41
umum terlebih dahulu baru setelah itu pandangan pribadinya disajikan
sesudahnya.
10. Bentuk kalimat
Ini adalah prinsip sebab akibat. Bnetuk kalimat ini buakn hanya masalah
kebenaran tata bahasa tetapi menjadi penentu makna yang disusun oleh suatu
kalimat. Dalam kalimat aktif seseorang menjadi subjek atau pelaku dari
pernyatannya sedangkan sebaliknya dalam kalimat pasif seseotang menjadi objek
dari pernyatannya.
Aktif Basuki Tjahja Purnama memerintahkan Dinas Penataan Kota
DKI menghentikan segala kegiatan di Pulau D.
Pasif Dinas Penataan Kota DKI diperintahkan Basuki Tjahja
Purnama menghentikan segala kegiatan di Pulau D.
Tabel 2.2 Contoh Kalimat Aktif dan Pasif
Ahok diposisikan secara implisit. Makna yang muncul dari dari susunan
kalimat ini berbeda karena posisi utama dalam kalimat ini adalah Dinas Penataan
Kota DKI. Struktur kalimat bisa dibuat aktif maupun pasif tetapi lazimnya pokok
yang dilihat penting selalu diletakkan di awal kalimat.
11. Kata ganti
Merupakan untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu
kelompok imajinasi. Kata ganti ialah alat yang dipakai oleh komunikator untuk
mengarahkan di mana posisi seseorang dalam wacana tersebut. Penggunaan kata
ganti yang jamak seperti kita berimplikasi akan menumbuhkan kekerabatan dan
mengurangi kritik yang ditujukan kepada diri sendiri. Prinsipnya adalah meminta
42
dukungan dan menghilangkan pertentangan yang ada. Atau sebaliknya kata kita
digunakan untuk membangun kedekatan antara wartawan dengan para
pembacanya. Apa yang menjadi pandangan wartawan seolah-olah juga menjadi
pandangan khalayak. Kata ganti “kami” digunakan untuk kelompok yang
sependapat dengan pandangan wartawan dan sebaliknya kata “mereka” digunakan
untuk kelompok yang bertentangan atau kontradiktif dengan pandangan
wartawan.31
Tabel 2.3 Contoh Kalimat Kata Ganti
12. Leksikon
Pada dasarnya elemen ini esensinya memaparkan bahwa seseorang
memilih diksi atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Oleh karena itu diksi
yang dipakai tidak semata-mata hanya kebetulan saja, tetapi menunjukkan
bagaimana pemahaman seseorang dalam menyikapi suatu fakta atau realitas yang
31
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 238.
Kata ganti
“saya”
Saya tidak ingin membuat pulau tapi membebani
anggaran daerah.
Kata ganti
“kita”
Kita tidak ingin membuat pulau tapi membebani
anggaran daerah.
Kata ganti
“kami”
Kami tidak ingin membuat pulau tapi membebani
anggaran daerah.
Kata ganti
“mereka”
Mereka tidak ingin membuat pulau tapi membebani
anggaran daerah.
43
ada. Diksi yang dipakai menggambarkan sikap dari ideologi tertentu. Fakta yang
sama dapat dinarasikan dengan diksi yang beragam.
Basuki Tjahja Purnama terseret pusaran perkara dugaan suap
pengembang reklamasi
Basuki Tjahja Purnama tersangkut pusaran perkara dugaan suap
pengembang reklamasi
Basuki Tjahja Purnama terpaksa ikut pusaran perkara dugaan suap
pengembang reklamasi
Tabel 2.4 Contoh Kalimat Leksikon
13. Praanggapan
Merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna dari
suatu teks maupun berita. Praanggapan ada dengan pernyataan yang dipandangan
paling benar dan terpercaya sehingga tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.
Teks berita lazimnya banyak terkandung teks praanggapan di dalamnya.32
Padahal
fakta atau realitas ini belum terbukti kebenarannya tetapi sudah dijadikan dasar
untuk mendukung ide tertentu.
Tanpa
Praanggapan
Semula pentolan Badan Legislatif DPRD merancang
skema agar kontribusi 15 persen diatur dalam
peraturan Gubernur saja.
32
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 237..
44
Praanggapan Semula pentolan Badan Legislatif DPRD merancang
skema agar kontribusi 15 persen diatur dalam
Peraturan Gubernur saja. Ternyata Basuki
menyambut baik pengalihan ketentuan kontribusi
tambahan ke Peraturan Gubernur. Ia malah
menganggap hal itu sebagai kesempatan untuk
menetapkan kontribusi 15 persen tanpa campur
tangan DPRD.
Tabel 2.5 Contoh Kalimat Praanggapan
14. Grafis
Merupakan bagian untuk mengevaluasi apa yang lebih ditonjolkan oleh
komunikator dari teks atau berita dari teks yang ditulisnya. Dalam suatu berita
grafis biasanya dilihat dari bagian yang dibuat lain dan menjadi ciri khas jika
dibandingkan dengan tulisan yang lain. Penggunaan huruf tebal, miring, garis
bawah atau dengan ukuran yang lebih besar temasuk di dalamnya ada caption,
gambar atau tabel guna memperkuat pesan penting yang ingin ditonjolkan dalam
sebuah teks maupun berita. Bagian-bagian yang ditampilkan ini justru
menekankan pentingnya bagian tersebut. Bagian yang dicetak secara berbeda
sengaja ingin ditampilkan oleh penulis ataupun wartawan agar menyita perhatian
dan memengaruhi khalayak pada bagian tersebut. Grafis ini juga berfungsi sebagai
pendukung dari bagian lain yang tidak ingkin ditonjolkan dalam suatu teks
ataupun berita yang diproduksi oleh wartawan. Dalam wacana dialog yang ingin
45
disampaikan berupa intonasi yang tersemat dalam teks untuk memengaruhi
khalayak mana bagian yang dianggap penting untuk disimak dan mana yang tidak.
15. Metafora
Dalam suatu wacana seorang komunikator atau wartawan tidak hanya
menampilkan pesan utama saja tetapi juga disertai dengan kiasan, ungkapan,
analogi sebagai warna warni dalam pemberitannya. Wartawan memakai ungkapan
sehari-hari, pepatah, mitos, kata-kata kuno dan sebagainya yang semua dipakai
untuk memperkuat pesan pokok yang disampaikannya dalam berita.33
Tabel 2.6 Contoh Kalimat Metafora
2. Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya terpaku pada struktur suatu berita tetapi
bagaimana berita tersebut diproduksi. Kognisi sosial di sini menekankan
kesadaran pikiran wartawan yang menciptakan berita tersebut. Kognisi sosial ini
merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk menganalisis teks berita. Untuk
membongkar makna apa yang disembunyikan oleh wartawan dalam berita, maka
diperlukan analisis terhadap kognisi dan konteks. Dalam kognisi dipaparkan
33
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 239-243.
Metafora
1. Gagal melunakkan Agus Bambang, Taufik mengontak
Prasetyo dan melaporkan misi telah gagal.
2. Reklamasi Teluk Jakarta juga menyeret raksasa properti
lain yaitu Agung Sedayu Group.
46
bahwa sebenarnya teks berita tidak punya makna, tetapi makna itu dikonstruk di
bawah proses kesadaran pikiran dari si pemakai bahasa tersebut atau wartawan.
Bagaimana peristiwa tersebut dimengerti dengan suatu skema. Skema di
sini berarti wartawan menggunakan susunan pikirannya untuk memilih informasi
yang ada. Penilaian itu berdampak besar pada teks yang kita amati ketika
menjelaskan seperti apa model wartawan tersebut. Jika suatu pemberitaan
memiliki kecenderungan tertentu terhadap suatu realitas itu lantaran struktur
pikiran wartawan tersebut memiliki kecenderungan tertentu terhadap suatu
peristiwa atau realitas. Seorang wartawan hidup di antara suatu pandangan dan
keyakinan masyarakat tersebut yang mana itu menjadi penentu pada pengalaman,
memori, dan interpretasi wartawan tersebut.
Analisis kognisi sosial berpengaruh terhadap hasil berita yang diproduksi.
Di sini wartawan menggunakan bagaimana tahap-tahap memahami terhadap suatu
realitas. Tahap pertama ialah bagaimana realitas tersebut dilihat dan difahami.
Seorang wartawan akan menyeleksi sumber, realitas, informasi yang akan
diangkat ke dalam berita. Apakah ia mengambil cukup dari satu sumber yang
sama atau mengambil dari berbagai sumber yang berbeda termasuk juga memilih
strateginya. Wartawan yang berada di tengah kumpulan buruh tentu akan
memiliki perspektif yang berbeda dengan wartawan yang berada di lingkungan
para pengusaha. Tahap kedua adalah reproduksi, ini berkaitan dengan apakah
informasi dalam berita tersebut dikopi atau dihilangkan. Ketiga ialah konklusi, ini
47
berkaitan dengan bagaimana realitas difahami dan ditampilkan dengan diringkas.
Yang terakhir ialah bagaimana realitas dalam berita tersebut akan ditampilkan.34
3. Analisis Sosial
Dimensi ini melihat bagaimana wacana terhadap suatu realitas diproduksi
dan dikonstruk dalam khalayak. Misalnya kita ingin mengangkat suatu wacana
tentang reklamasi. Bagaimana wacana tentang reklamasi tersebut diproduksi
dalam berita pada khalayak. Menurut Van Dijk ada dua faktor penting:
a. Praktik kekuasaan
Bahwa kekuasaan dimiliki oleh suatu kelompok yang dominan yang
digunakan untuk mengontrol kelompok yang lainnya. Kekuasaan ini sumbernya
berasal dari sesuatu yang bernilai seperti uang, kasta, dan sebagainya. Kontrol ini
tidak hanya berupa tindakan langsung saja tetapi juga berupa persuasif yakni
tindakan seseorang secara tidak langsung untuk memengaruhi mental dengan
bagaimana sikapnya.
b. Akses memengaruhi wacana
Ini lebih menitikberatkan pada kelompok mana yang memiliki akses lebih
besar. Pada kelompok dominan umumnya memiliki akses yang lebih mudah dan
besar jika dibandingkan dengan kelompok yang minoritas. Kelompok dominan
memiliki peluang akses lebih besar terhadap media guna untuk memengaruhi
kesadaran masyarakat. Akses yang lebih besar tidak hanya mampu mengontrol
34
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 259.
48
kesadaran masyarakat tetapi juga menentukan tema wacana seperti apa yang akan
difahamkan kepada masyarakat.35
d. Berita dan Media Massa dalam Paradigma Kritis
Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,
menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala
seperti surat kabar, radio, televisi atau media online internet.36
News yang berarti
baru. Secara singkat sebuah berita adalah sesuatu yang baru yang diketengahkan
bagi khalayak pembaca atau pendengar.
Ada berbagai gaya dalam penulisan berita misalnya dengan gaya to the
point, langsung pada pokok persoalan yakni straight news, sedangkan berita yang
disampaikan tidak langsung arti dan dibumbui agar menarik untuk dinikmati
termasuk jenis feature news. Membumbui kata-kata bukan dengan menghilangkan
faktanya, tetapi fakta adalah landasan untuk berkisah. Wartawan memang harus
membuat tulisannya menarik, tetapi dengan tidak menjuruskan, mewarnai atau
memainkan kata-kata. Berita itu sendiri sebenarnya sudah mempunyai warna.37
Perkembangan selanjutnya, berita dalam konsep paradigm kritis dipahami
bahwa berita tidak hanya sampai pada pengertiannya saja. Namun, sebagai hasil
dari pertarungan wacana antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu
melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau media. Berita di sini tidak
35
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 273. 36
AS. Haris Summandiria, Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 65. 37
Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: Rajagrafindo, 2012), h. 136.
49
berdiri sendiri sesuai realitas yang sebenarnya di lapangan. Tetapi terdapat
berbagai konteks sosial yang menyertainya.
C. Definisi Reklamasi
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Secara etimologi istilah reklamasi menurut KBBI ialah usaha memperluas
tanah dengan memanfaatkan daerah yang semula tidak berguna; pengurukan
tanah.38
b. Menurut Pengamat Tata Kota (Yayat Supriatna)
Reklamasi berasal dari kata reclaime yang berarti membangun pulau,
menambah wilayah daratan yang kurang dengan konteks untuk tujuan tertentu.
Reklamasi sebetulnya tidak diharamkan karena di negara-negara lain pun ada
yang melakukan reklamasi. Seperti Hongkong yang membuat bandara baru karena
tidak punya lahan maka mereka mengadakan reklamasi dengan tujuan untuk
pembangunan. Reklamasi juga bisa berfungsi untuk pelabuhan namun yang paling
penting ialah tujuan pelaksaan reklamasi tersebut dan bagaimana cara reklamasi
itu dilaksanakan, pun di Qatar dan Abu Dhabi ada reklamasi dengan tujuan untuk
bisnis di bidang pariwisata. Yang menjadi perdebatan pada masalah reklamasi di
Teluk Jakarta ialah pihak penyelenggaranya dilakukan oleh swasta. Reklamasi
dilakukan untuk pembangunan, jika pihak swasta yang melakukan pembangunan
tujuannya sudah jelas untuk investasi keuntungan.
38
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008). h. 1158.
50
Tetapi itu akan menjadi berbeda koteksnya jika pihak penyelenggara
reklamasi oleh Pemerintah, misalnya untuk pelayanan, pemerataan pembangunan.
Seperti pembangunan pelabuhan untuk kesejahteraan dengan menambah areal
dermaga dan bandara yang esensinya demi kepentingan publik. Pengalaman pada
kita menunjukkan bahwa reklamasi yang ada di berbagai negara itu pihak
penyelenggaranya dari negara itu sendiri. Negara melakukan reklamasi menurut
tata cara aturan yang telah diatur oleh negara. Jadi ketika reklamasi itu dilakukan
harus ada tujuan-tujuan, tata cara, dan aturan-aturannya. Kita ini ketika membuat
reklamasi aturannya belum ada, kewenangannya belum jelas, kepentingannya
untuk siapa.
Jadi waktu reklamasi yang terjadi di Teluk Jakarta ini pertanyaannya ialah
siapa yang menjadi pencetus idenya, siapa penggagasnya hingga itu menjadi
kebijakan publik yang diatur dalam tata ruang, berbagai kebijakan kewenangan
Presiden di dalamnya yang memberikan mandat kepada Gubernur. Ketika
reklamasi ditujukan untuk kepentingan pribadi itulah yang menjadi perdebatan.
Kalau reklamasi yang jelas terjadi saat ini lebih cenderung pada pengkavling-
kavlingan, zona pantai yang sebetulnya hak pengelolanya di atas areal negara
yang diberikan kepada pihak swasta. Kemudian cara pembangunannya pun
sampai sekarang belum ada pedoman-pedoman yang jelas, sehingga saat ada yang
menggugat pro dan kontra pun jelas dibatalkan izinnya karena ada prosedural
yang tidak dipenuhi. Jadi yang paling penting itu reclaime untuk menambah
wilayah daratan atau membangun pulau wujud kegiatan untuk membentuk suatu
benda baru tetapi tujuan membangun, mewujudkan, menciptakan harus jelas
51
tujuannya untuk apa dan bagaimana cara membangun yang benar sehingga jangan
sampai semua orang seakan-akan boleh membangun dengan sesuka hati.
Karena yang menjadi pertimbangan sederhananya adalah profit, pihak
swasta mengambil keuntungannya berapa dan Pemerintah pun ikut andil melalui
kontribusinya mengambil keuntungannya apa, dan pihak yang tidak memiliki
bagian dalam reklamasi ini akhirnya “teriak-teriak.” Mereka dianggap tidak ada
dan diakui sehingga berpengaruh terkait kesejahteraan dan keberlangsungan nasib
mereka selanjutnya yaitu para nelayan. Mengacu pada konsep pembangunan,
semua boleh memberikan tafsirnya tetapi hakikat dari pembangunan itu ialah
bagaimana membangun sesuatu dengan tujuan yang lebih mengedepankan sisi
pembangunan manusia. Jadi reklamasi bisa dilakukan dengan berbagai
persyaratan, ketentuan yang harus dicermati dan diikuti. Reklamasi yang terjadi di
Teluk Jakarta ketika membangun kita belum punya aturannya sehingga
pembangunannya mengabaikan aspek-aspek lingkungan karena aturan tidak
diikuti.
Selama aturan tidak ada orang akan merasa bebas dan merdeka. Itu bisa
terjadi karena investasi tidak mengenal tentang external cost berupa biaya-biaya
lingkungan yang seakan-akan itu menjadi urusan dari investasi. Saat terjadi
kerusakan, pemarginalan masyarakat di luar itu bukan tanggung jawab dari para
pengembang. Harus ada kelengkapan prosedural secara aturan hukum dan
dibangun dengan panduan mengingat adanya kehidupan di sana termasuk biota
laut. Kesalahan terbesar dari reklamasi ialah ketika dibangun, dibuat, dan
direncanakan tidak diiringi dengan kaidah aturan yang harus dijadikan sebagai
52
pedoman. Di Indonesia sebenarnya banyak pelabuhan yang direklamasi, tetapi
ketika itu dilakukan kepentingan terbesar adalah degradasi lingkungan jangan
terjadi dalam kondisi yang lebih parah lagi. Yang terjadi sekarang adalah “orang
membangun lingkungan ditinggalkan, orang membangun nelayan dilupakan.”
Reklamasi boleh dibangun jika keadilan ruang itu betul-betul ditegakkan. Yang
membangun mendapatkan manfaat dan masyarakat di dalamnya juga menerima
manfaatnya. Bukan yang satu untung dan lainnya buntung.39
c. Menurut Pengamat Tata Kota (Nirwono Yoga)
Reklamasi merupakan penambahan lahan baru (pengurukan) lautan untuk
menambah luasan daratan bagi kegiatan pembangunan atau pengembangan kota.
Reklamasi bukanlah suatu hal yang tabu dalam pengembangan kota-kota di dunia.
Tetapi untuk saat ini reklamasi Teluk Jakarta belum diperlukan mendesak, karena
masih banyak yang harus dilakukan Pemda seperti penanggulangan banjir,
ketersediaan air baku, mengurangi kemacetan, dan menekan polusi udara. Proses
penyelamatan lingkungan membutuhkan lebih banyak pekerjaan yang harus
dilakukan secara serius. Mulai dari pendalaman waduk-waduk di kawasan Pantai
Utara Jakarta dan sungai ataupun kali yang mengalir ke laut tersebut.
Dengan demikian reklamasi Teluk Jakarta harus dihentikan pembangunan
pulau-pulaunya dan membatalkan semua perizinan barunya. Juga perlu ada
payung hukum yang jelas untuk menangani kasus reklamasi baik di Jakarta
maupun kota-kota lain, seperti Amdal dan kajian lingkungan hidup strategis,
peraturan zonasi, peraturan pengambilan pasir untuk pengerukan atau pembuatan
39
Hasil wawancara peneliti dengan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna.
53
pulau dan lain sebagainya. "Ini seperti bunuh diri ekologis ya karena Pemprov
DKI sudah mengabaikan upaya penyelamatan Teluk Jakarta yang kondisinya
kritis trus justru langsung loncat ke reklamasi seakan-akan tidak ingin pusing dan
pasrah," tuturnya. Sejauh ini belum ada urgensi mendesak terhadap pembangunan
reklamasi, semestinya Pemda lebih baik membenahi kota dengan yang lebih
berwawasan lingkungan, pengembang harus taat hukum sebagai contoh Pemda
dapat mengajak pengembang untuk mengembangkan Kepulauan Seribu tanpa
harus mengadakan reklamasi.40
D. Majalah Tempo
a. Media Cetak
Manusia sebagai makhluk sosial tak pernah luput dari proses komunikasi.
Banyak cara yang dilakukan oleh manusia dalam proses komunikasi. Mereka
menggunakan kata maupun lambang dan kemudian diinterpretasikan sesuai
makna yang disepakati bersama. Komunikasi telah lama ada bahkan saat
dimulainya peradaban manusia. Manusia purba menggunakan isyarat tubuh dan
gambar-gambar di dinding gua untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Fase
perkembangan komunikasi manusia mulai mencapai titik terang saat bangsa Cina
berhasil menemukan kertas sebagai media komunikasi pada tahun 105 M.
Perkembangan signifikan terjadi saat manusia menemukan media cetak
sebagai sarana berkomunikasi. Media cetak memiliki peran yang vital dalam
peradaban manusia. Berbagai peristiwa bersejarah tak lepas dari pengaruh media
40
Hasil wawancara penulis dengan Pengamat Tata Kota, Nirwono Yoga
54
cetak. Perang Dunia II pada tahun 1939 banyak mengikutsertakan media cetak di
dalamnya. Media cetak digunakan sebagai sarana propaganda. Banyak negara
yang terlibat perang menggunakan media cetak berupa koran dan selembaran
untuk memengaruhi pihak kawan maupun lawan. Indonesia turut merasakan
pengaruh luar biasa dari adanya media cetak.
Zaman penjajahan yang keras dan ganas dapat dikalahkan dengan „peluru‟
kata-kata yang terdapat dalam media cetak. Para elite politik dan pemimpin
menyuarakan semangat mereka dan mengajak seluruh rakyat melawan penjajah
yang disebarkan melalui media cetak. Hasilnya Indonesia bangkit dan mampu
melawan para penjajah serta mengusir mereka dari negeri tercinta. Media cetak
juga turut menyumbangkan perannya dalam reformasi. Tahun 1931 seorang pastur
Katolik Ordo Jesuit, J.J Ten Berge menulis artikel berisi penghinaan Al-Qur‟an
dan tulisan tersebut dimuat di Jurnal Studien, dengan bahasa yang sangat
provokatif ia mengatakan bahwa Al-Qur‟an merupakan koleksi dongeng-dongeng,
cerita buatan, dan cerita-cerita yang disalahfahami. Mohammad Natsir dan aktivis
Komite Pembela Islam langsung tergerak melakukan pledoi dengan membuat
artikel yang berjudul Qur‟an an Evangelie yang dimuat di majalah Pembela Islam,
No. 33 Tahun 1931.
Selain itu kasus turunnya presiden Soeharto dari kursi kepemimpinannya
tak lepas dari pengaruh media cetak. Para wartawan gencar „menyerang‟
Pemerintah lewat koran pagi dan sore. Mahasiswa melontarkan kata-kata
perjuangan yang disuarakan lewat media cetak. Rakyat Indonesia membaca.
Semua sadar dan terhentak, dan ajakan lewat media cetak itu membawa Indonesia
55
pada gerbang reformasi. Media cetak kian menunjukkan eksistensinya di dua
dekade terakhir. Tidak ada peristiwa penting yang terlewatkan oleh media cetak.
Media cetak menjadi saksi bisu atas peradaban manusia juga atas perkembangan
Indonesia.
Media cetak dapat membentuk karakter seseorang melalui pesan-pesan
yang disampaikan. Terlepas dari pengaruh baik dan buruknya, media cetak tak
ubahnya seperti sebilah pisau yang dapat digunakan sesuai niat si pemegangnya.
Salah satu produk media cetak yang masih eksis sampai saat ini ialah majalah.
Majalah merupakan kumpulan artikel yang diterbitkan teratur secara berkala.
Mereka menampilkan beragam informasi, opini, dan hiburan yang menjadi
konsumsi publik. Jika dibandingkan dengan media lain seperti Gatra yang dalam
memberitakan masalah reklamasi Teluk Jakarta, satu-satunya majalah yang
konsisten dan memiliki frekuensi yang banyak ialah majalah Tempo. Dengan
angle-angle beritanya yang secara kontradiktif menyerang Ahok. Dalam kurun
waktu 2016 majalah Tempo menerbitkan empat edisi khusus reklamasi yang
berjudul di antaranya, “Reklamasi Tujuh Keliling” pada edisi 11-17 April,
“Amuk Reklamasi” pada edisi 23-29 Mei, “Duit Reklamasi untuk Teman-
teman Ahok” pada edisi 20-26 Juni, dan “Kring-Kring Reklamasi” pada edisi
3-9 Oktober. Sedangkan majalah Gatra dalam kurun waktu 2016 hanya
memberitakan satu edisi khusus reklamasi yang berjudul “Skandal Suap
Reklamasi Teluk Jakarta Apa Peran Aguan” pada edisi 7-13 April 2016.
56
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Kriteria Kota yang Baik Menurut Pakar Tata Kota
a. Nirwono Joga
Pemerintah harus membangun kemitraan dengan semua pihak terkait.
Hadirnya kepemimpinan daerah menjadi syarat agar kota dapat dikelola
dengan baik. Di antaranya perkembangan perkotaan dan wilayah; pelibatan
akademisi dan pengembangan sistem kelembagaan yang inklusif; privatisasi
pengembangan perkotaan karena peran swasta yangberlebihan. Swasta
memang diperlukan, tetapi seringkali peran swasta lebih mendominasi. Ada
beberapa hal yang dapat dilaksanakan. Pertama penguatan power pemerintah
pusat maupun daerah untuk mengarahkan serta mengendalikan
keberlangsungan kemitraan dalam pembangunan. Kemitraan belum tentu
dapat menyelesaikan permasalahan pembangunan bila sumber persoalan
terdapat pada tataran kebijakan.
Kedua, pengembangan skema kemitraan antara pemerintah dan dunia
usaha serta antarpemerintah dalam konteks pengembangan perkotaan dan
wilayah. Ketiga, pelestarian kearifan lokal untuk memperkuat kemitraan
dengan masyarakat lokal. Keempat, pelibatan akademisi atau perguruan tinggi
lokal untuk mendorong dan menjembatani kemitraan di tingkat daerah.
57
Keberlanjutan takkan mungkin dapat dicapai jika perspektif pembangunan
hanya berorientasi fisik. Konteks pembangunan teknis harus memerhatikan
dimensi sosial. Perubahan tidak dapat terjadi dalam waktu singkat dan
membutuhkan internalisasi. Masalah pembanguna pelayanan publik, perlu
adanya edukasi publik. Kota yang berkelanjutan, nyaman, menyejahterakan di
masa depan. Kondisi ini kemudian ditransformasikan oleh kepemimpinan
yang baik dan partispasi aktif dari masyarakat.
Kemitraan berfokus pada bagaimana memosisikan masing-masing
pihak dalam pembangunan perkotaan. Tugasnya ialah mengawal perumusan
kebijakan yang baik. Karakteristik kota yang baik dan layak huni merupakan
kota yang terdiri atas banyak kawasan terpadu. Setiap kawasan itu memiliki
fasilitas yang lengkap mulai dari hunian seperti rumah tapak, rumah susun
(rusun), apartemen, sekolah, pasar rakyat maupun modern, dan perkantoran
serta Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mencakup taman, lapangan olahraga,
pemakaman, hutan kota, kebun yang memadai.
Warga cukup berjalan kaki maupun bersepeda di dalam kawasan
menuju tempat aktivitas sehari-hari. Di sana tidak ada pencemaran tetapi
hanya berupa udara segar. Jika kita ingin keluar kawasan tersebut, kita bisa
menggunakan alternatif transportasi publik.1 Kemudian salah satu pekerjaan
1 Nirwono Joga. Mewariskan Kota Layak Huni. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017).
h. 175-178.
58
rumah utama pemerintah ialah kemacetan, maka memersempit ruang
penggunaan kendaraan pribadi dapat menjadi solusi guna mengurangi
pencemaran udara dan mengurai volume kemacetan. Kemudian kota tersebut
bisa dikatakan kota yang baik jika kota yang menerapkan 8+2 atribut kota
layak huni yaitu berupa perencanaan dan perancangan kota berwawasan
lingkungan. Yang menyediakan RTH 30%; untuk mengolah sampah dan
limbah yang ramah lingkungan.
Selain itu mengelola air dengan lestari. Lalu mengembangkan
transportasi berkelanjutan, menerapkan prinsip-prinsip bangun hijau.
Selanjutnya memanfaatkan energi alternatif terbarukan, membudidayakan
komunitas, hingga membangun ekonomi hijau berkelanjutan, dan
pemerintahan yang pro lingkungan. Kota yang diharapkan di masa depan
adalah kota yang nyaman, tempat anak-anak, orangtua, dan penyandang
disabilitas dapat berjalan dengan aman dan nyaman. Kota yang
masyarakatnya memiliki kebersamaan di ruang-ruang publik, saling bercanda
dan berdiskusi dalam memecahkan masalah di lingkungan. Kota, tempat yang
masyarakatnya dapat menghabiskan waktu untuk keluarga, buka terjebak
dalam kemacetan. Tempat dengan RTH yang dapat memberikan nilai tambah
untuk kenyamanan kota. Tidak hanya melindungi warisan budaya tapi juga
RTH untuk menyeimbangkan kehidupan. Kota, tempat seluruh masyarakat
dapat menyelenggarakan aktivitas sehari-hari tanpa ancaman kriminalitas dan
59
teror. Dengan kata lain, kota yang diharapkan adalah kota yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan.2
B. Majalah Tempo Sebagai Majalah Politik Terbesar di Indonesia
Termasuk dalam Urusan Tata Kota
Tempo telah lama berkiprah dalam pentas politik Indonesia. Sejarah
mencatat, pada tahun 1982 dan 1994 Tempo sempat melewati dua fase
pembredelan karena dianggap terlalu tajam mengritik rezim pemerintahan Orde
Baru. Pada 12 Oktober 1998 Goenawan cs memutuskan Tempo untuk terbit kembali
hingga saat ini. Bahkan di beberapa media, Majalah Tempo dijadikan sebagai
acuan. Terkait kasus reklamasi yang terjadi di Teluk Jakarta, Majalah Tempo
mengangkat isu tersebut lantaran memang ada faktor peristiwa dan tokohnya.
Sebelum terjadi penangkapan di KPK, Majalah Tempo sebenarnya sudah
melihat ada kejanggalan pada kasus reklamasi ini. Dugaan ini semakin kuat
dipicu setelah KPK menangkap mantan Ketua Komisi D DPRD DKI,
Mohamad Sanusi. Tahap berikutnya ialah kami melakukan mitigasi kasus
dengan mencari bahan-bahan dan berbagai sumber seputar kejanggalan
reklamasi lalu kemudian mengadakan riset untuk melihat siapa tokoh-tokoh
yang terlibat dalam kasus ini.
Dalam kasus reklamasi tokoh-tokoh yang terlibat ialah tokoh-tokoh
besar dalam kacamata politik seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok),
2 Nirwono Joga. Mewariskan Kota Layak Huni, h. 180-183.
60
Sugianto Kusuma (Aguan). Figur-figur itu penting dalam perspektif politik
dan menarik untuk dijadikan sebagai sebuah isu berita. Akhirnya tendensi
Majalah Tempo pada tata kota dengan dalam Reklamasi ini besar karena ada
kombinasi antara tokoh-tokoh yang terlibat, peristiwa besar, dan fakta yang
memang harus diungkap.
Kemudian kami investigasi lebih dalam temuan birokrat di sana
ternyata banyak kejanggalan yang mengikuti dalam kasus reklamasi Teluk
Jakarta ini. Sehingga ini menarik untuk diangkat misalnya orang tidak faham
apa itu kontribusi tambahan, cara politik Ahok dalam reklamasi ini ia ingin
aman tapi dengan meminjam tangan orang lain dengan menempatkan
kontribusi tambahan ini. Adapun itu namanya kebijakan terlebih yang terkait
dengan utang, seperti dalam hal kontribusi tambahan ini yang dikatakan
sebagai utang pengembang maka itu harus dibuat aturannya. Ahok di sini
mencoba menyamarkan agar reklamasi dan kontribusi tambahan ini legal.
Dalam aturan Perda yang dibahas yang kemudian berujung penyuapan,
disebutkan pengembang itu memiliki kewajiban kontribusi tambahan 2,5%.
Perda belum disahkan sementara Ahok sudah menagih kontribusi
tambahan. Kami concern lebih kepada kebijakan publik bukan pada
kepentingan atau figurnya. Ini menurut kami ini sudah merugikan negara.
Ahok sebagai pejabat negara harus benar-benar lurus. Tugas kami hanya
mengritik, ini salah dan sudah dipungut dari awal. Termasuk juga terkait
diskresi yang dinilai sebagai pledoi Ahok. Di sini ada beberapa kebijakan
61
Ahok terkait diskresi ini yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Setiap gubernur ketika kita
ingin membuat kebijakan yang tidak tercantum dalam UU maka harus dibuat
aturan kebijakan yang selevel aturan gubernur. Untuk kasus misalnya
Bundaran Senayan, para pengusaha cina kelebihan apartemen maka
dikenakan koefisien lantai bangunan. Karena mereka kelebihan lantai
bangunan maka mereka dikenakan kewajiban membayar koefisien lantai
bangunan. Biaya yang dikenakan mereka jatuhnya miliaran, tetapi itu tidak
dibayar dalam bentuk uang melainkan diubah dalam infrastruktur seharga
dengan Bundaran Semanggi. Ini yang dinamakan diskresi dan Ahok
membuat Pergubnya.
Kemudian dalam kasus reklamasi sama sekali tidak ada Pergubnya.
Diskresi harus ada payung hukum atau regulasinya dalam bentuk Pergub.
Kontribusi tambahan juga tergolong ke dalam diskresi sebab belum ada
aturannya. Afiliasi Tempo Media Grup lebih berfokus pada bisnis jasa
informasi yaitu berupa penerbitan majalah, koran, portal berita, juga televisi.
Untuk kebutuhan internal Tempo, awalnya Tempo juga mengembangkan
percetakan, distribusi kertas, riset, pelatihan, kini sayap usaha itu berkembang
makin mandiri, termasuk penerbitan buku-buku, toko online serta jasa event
organizer.
Produk TEMPO Media Grup meliputi Majalah Berita Mingguan
TEMPO, TEMPO edisi Bahasa Inggris, Koran TEMPO, Portal
62
Berita http://www.tempo.co , Majalah Travelounge, Majalah KOMUNIKA,
Majalah Anak-anak AHA, Tabloid mingguan Bintang Indonesia, majalah
Homeliving, Tabloid Bintang Home, Aura online, Teenonline dan
situs www.tabloidbintang.com serta penerbitan buku-buku cetak maupun
digital dan TEMPO Channel. Sektor jasa meliputi percetakan dan distributor
kertas TEMPRINT, penerbitan buku, riset marketing dan data, pelatihan
jurnalistik, Toko Online TEMPO Store http://store.tempo.co serta Event
Organizer TEMPO Impressario.3
Kebijakan wacana Majalah Tempo dalam kasus reklamasi Teluk
Jakarta ini ialah sangat menarik, Goenawan Mohamad seolah-seolah berposisi
membela Ahok. Sementara kebijakan redaksi kami tidak melihat orangnya,
kalau dia salah ya kita hajar. Kebetulan ini Ahok dan sayalah orang yang
selalu berada di depan. Saya dihubungi oleh Pimred selama kami benar dan
bisa memertanggung jawabkannya. Motifnya murni, kita punya bahan dan
menganggap bahan ini adalah bahan yang kuat dan memang yang bisa
menunjukkan bahwa Ahok salah. Waktu pertama saya sebenarnya orang yang
mengubah kultur itu.
Ahok ini agak berat, karena di mata sebagian masyarakat di media
sosial Ahok dikategorikan sebagai orang baik. Walaupun perkataannya begitu,
seakan dia jauh dari korupsi. Kemudian di dalam pun sendiri seperti itu,
karena semua orang sebenarnya berteman lama dengan Ahok bukan
3 http://store.tempo.co
63
mendukung Ahok. Karena dia sering datang ke Tempo saat-saat menuju
pemilihan gubernur (Pilgub), sebelum bergabung dengan Jokowi. Ketika
Ahok mencalonkan dalam Pilgub dengan Jokowi, Ahok sering telpon ke
kantor kami selama seminggu atau sebulan sekali juga bertemu, jadi bisa
dikatakan dekat. Sehingga otomatis orang di sini memandang dengan citra
yang di luar seperti itu makin kuat bahwa Ahok dari perkataan, tindakannya
yang selama ini berbenturan dengan DPR, dia sebetulnya orang yang bersih
dan jauh dari korupsi.
Kemudian saya mendapat kata dan informasi bahwa Ahok telah
melakukan hal yang curang. Saya menghadapi orang-orang di sini (red:
redaksi) bahwa tidak semuanya punya frame Ahok itu benar. Artinya saya
harus menjelaskan ke mereka dengan lebih sabar dan teliti bahwa Ahok keliru
dalam reklamasi ini. Akhirnya semua mulai sadar, maksud saya berarti
mengubah mindset orang bahwa Ahok itu lebih sulit. Saya pernah berada di
posisi Tempo. Saya pernah menulis soal Audit Sumber Waras, dan di sini
Ahok tidak bersalah. Tapi orang menilai Tempo memihak Ahok. Ketika ada
momentum seperti ini saya ingin tunjukkan bahwa kami tidak pernah melihat
orang.
Kami melihat berdasarkan fakta yang ada di lapangan seperti apa. Jika
dalam fakta Sumber Waras Ahok tidak bersalah ya memang tidak bersalah,
pun dalam fakta reklamasi Ahok bersalah ya beritakan jangan ditutupi. Kultur
di sini mulai berubah. Rapat redaksi yang biasanya satu jam jadi dua jam
64
untuk menanyakan lebih lanjut bagaimana kami bisa membuktikan bahwa
Ahok itu memang bersalah. Di mana keterlibatannya dan apa motifnya. Empat
edisi Tempo terkait reklamasi terutama yang terakhir memuat semuanya
tulisan saya. Yang termasuk kasus Teman Ahok basis saya hanya fakta.
Kemudian dalam kasus penistaan agama, saya katakan polisi tidak boleh
menetapkan Ahok sebagai penista agama. Cara polisi itu salah karena
berdasarkan pada tekanan massa. Perspektif kita ya hukum, saya juga sudah
menanyakan saksinya langsung seperti saksi bahasa. Mayoritas mereka
mengatakan bahwa Ahok tidak mencemarkan nama baik (agama) berdasarkan
hukum. Sikap Tempo bahwa kasus itu tidak bisa dimasukkan ke ranah hukum.
Demikian terhadap sikap Buni Yani, ini politik dan kita hanya menyampaikan
kritik. Polisi juga sama, memosisikan Ahok dan Buni Yani setara, tidak boleh
seperti ini. Orang-orang seperti mereka tidak layak dipidana. Termasuk pula
kasus pornografi yang menyeret nama Habib Rizieq, polisi tidak boleh
bertindak demikian karena ini menyangkut privasi orang. Terserah dia mau
ngapain aja. Polisi memainkan hukum di ranah pribadi.
Semua orang bisa diperlakukan demikian, chat dan handphonenya
disadap, kemudian dijadikan perkara hukum. Pada kasus Ahok dan
keterlibatannya dalam reklamasi, kami hanya membela nilainya. Kami sangat
dekat dengan Ahok. Termasuk juga dengan Anies, kami sudah siap dan harus
mau ketika bermusuhan dengan Anies. Kami juga sangat dekat dengan Anies,
tetapi kalau dia memang bersalah ya kita sikat. Kami ga punya pemilik yang
65
mayoritas di sini, selayaknya perusahaan pada umumnya ada di karyawan,
penentuan jumlah seterbuka mungkin, dan sampai di tingkat Pimred pun harus
memertanggung jawabkan usulan apa lalu alasannya apa. Semuanya diuji di
dalam rapat, ada rapat Rabu, rapat Jum,at, dan opini.
Tema yang paling sering Tempo angkat dalam beritanya dari empat
edisi khusus majalahnya ialah terkait kontribusi tambahan, lebih pada
sistemnya. Kita lebih mengacu pada politik dan korupsinya, itu menarik.
Standar penyajian berita ala Tempo basisnya mengacu pada fakta. Kami cek
di lapangan, misalnya dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta Perdanya belum
turun tetapi sudah banyak yang menjual. Sementara dari aspek legalitas belum
ada. Kami lebih banyak menonjolkan dari sepak terjang Ahok dan Aguan
serta praktik korupsinya. Mereka adalah tokoh tunggalnya, kami ingin
menunjukkan ke publik Ahok sudah melanggar prosedur.
Terkait dengan Teman Ahok kami meyakini bahwa temuan-temuan itu
memang terbukti. Teman-teman harus meyakini, membaca, kami menulis
Teman Ahok itu dengan fenomena dan rasa greget. Teman-teman ini
mengumpulkan KTP melalui Teman Ahok, jadi dia buat skenario mereka
akan ditinggalkan bahwa sebenarnya Ahok akan ke partai. Kami sudah baca
itu dari semenjak temuan dokumen-dokumen itu. Teman-teman pun kami
tidak mengenal Ahok, dia pernah dicalonkan lewat independen. Kemudian
direkrut oleh Jokowi dan Prabowo. Dalam Teman Ahok lewat tangan Sunu,
ini settingannya dengan menjadikan momentum bahwa Ahok ingin jadi
66
gubernur lagi tetapi belum ada partai yang mendekatinya. Ahok punya nilai
jual, sehingga dibentuklah Teman Ahok itu sendiri.
Ketika kami wawancara, Ahok pun membenarkan sendiri bahwa dia
dekat dengan pengembang. Lalu kami analisis, konfirmasi, dan kroscek
intinya Ahok memang ingin menjadikan Teman Ahok hanya sebagai
kendaraan politik saja agar nanti dia dilirik oleh partai. Kebenaran itu selalu
datang terlambat. Tempo sering dicap sebagai temannya Ahok atau sohibnya
Ahok. Mau dikasih dokumen yang menyudutkan Ahok pun ke Tempo bakal
percuma, pasti tidak akan didukung. Inilah persepsi yang keliru. Kalau bisa
saya pertanggung jawabkan, ini sebagai ajang pembuktian, faktanya ada, kuat,
shahih, dan Ahok terbukti bersalah saya tidak akan tutupi. Saya usulkan ini
pada Pimred dalam redaksi dan diterima.
Kami tidak dapat proyek apa pun dari Ahok. Yang jelas kalau siapa
pun mau proyekkan Ahok kami ga akan menembak Ahok. Saya sebagai
Muslim bisa memertanggung jawabkan itu semuanya. Karena di kantor ini
yang sangat faham dengan kasus Ahok dan reklamasi ini hanya saya.
Sebagaimana saya mendapatkan data, hanya saya dan orang-orang terbatas
yang bisa mengakses itu. Saya ga menulis itu justru saya salah. Tetapi
kewajiban di atas itu saat rapat menjaring saya untuk memastikan bahwa saya
netral, semua itu dapat dilihat dari verifikasi, datanya dari mana, dan
bagaimana saya menjelaskan struktur dan duduk perkaranya.
67
Jadi semenjak saat itu orang-orangnya Ahok membulirkan isu dengan
menggerogoti kami bangkrut. Dari situlah kami menilai bahwa Ahok itu
hancur karena adanya Teman Ahok. Mereka itu dangkal pemahamannya
terhadap media. Merujuk pada kasus reklamasi, yang terjadi selama ini orang
seperti Ahok punya kelemahannya mau gampang aja, birokrasi ditantangin,
tabrak sana sini, kemudain banyak orang yang ga senang dengan Ahok
dipersoalkan seperti ini. Menurut saya karena proses reklamasi ini tidak benar
dan saya mendukung kalau proyek reklamasi itu ditutup. Ditinjau dari proses
AMDAL, banyak korban yang mengalir, tidak jelas pemetaan nelayan,
izinnya belum ada tapi sudah dijual, termasuk pasirnya juga dibeli dari hasil
korupsi dan dari Serang juga bermasalah. Proses yang dibangun dengan cara
yang tidak benar hasilnya juga tidak benar.4
C. Headline di Media Nasional Terkait Isu Reklamasi
a. Majalah Tempo
1. ―Reklamasi Tujuh Keliling,‖ edisi 11-17 April 2016.
2. ―Amuk Reklamasi,‖ edisi 23-29 Mei 2016.
3. ―Duit Reklamasi untuk Teman-Teman Ahok,‖ edisi 20-26 Juni.
b. Koran Tempo Edisi Reklamasi
1. ―Bos Podomoro Tersangka Suap Reklamasi Jakarta,‖ edisi Sabtu 2
April 2016.
4 Wawancara dengan Redaktur bidang Nasional dan Hukum Majalah Tempo, Anton Aprianto.
68
2. ―Skandal Reklamasi Pantai KPK Bidik Bos Properti,‖ edisi Senin 4
April 2016.
3. ―Aguan Terseret Kasus Suap Reklamasi,‖ edisi Selasa 5 April 2016.
4. ―Suap Reklamasi Diduga Terkait Pilkada,‖ edisi Senin 11 April 2016.
5. ―Suap Raperda Reklamasi; KPK Telisik Aliran Dana ke Petinggi
DPRD,‖ edisi Selasa 12 April 2016.
6. ―Aguan Diduga Rancang Suap Reklamasi,‖ edisi Kamis 14 April
2016.
7. ―Suap Reklamasi Membelah DPRD,‖ edisi 15 April 2016.
8. ―Saling Lempar Stop Reklamasi,‖ edisi Senin 18 April 2016.
9. ―Reklamasi Jakarta Melanggar Aturan,‖ edisi Rabu 4 Mei 2016.
10. ―Kasus Raperda Reklamasi Agung Podomoro Seret Ahok,‖ edisi Rabu
11 Mei 2016.
11. ―KPK Dalami Imbalan Pengembang Reklamasi,‖ edisi Kamis 19 Mei
2016.
12. ―Reklamasi Terlarang,‖ edisi Rabu 1 Juni 2016.
13. ―Gugatan Reklamasi Berlanjut,‖ edisi Kamis 2 Juni 2016.
14. ―KPK Usut Rp 30 Miliar ke Teman Ahok,‖ edisi Kamis 16 Juni 2016.
15. ―Sumber Dana Teman Ahok Ditelusuri,‖ edisi Jumat 17 Juni 2016.
16. ―Ahok: Periksa Aliran Duit Pengembang,‖ edisi Senin 20 Juni 2016.5
c. Tempo Online
5 https://koran.tempo.co
69
1. Diduga Terkait Suap Reklamasi, Sunny Hadiri Pemeriksaan KPK,
Rabu 13 April 2016.
2. TERKUAK: Aguan Diduga Dalang Suap Reklamasi Ini Buktinya,
Kamis, 14 April 2016.
3. Menteri Susi Hentikan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta, Jumat 15
April 2016.
4. Pengamat: Aneh, Kok Ahok Takut Sama Pengembang Reklamasi,
Sabtu 16 April 2016.
5. Kementerian Lingkungan Hidup Tinjau Izin Reklamasi Teluk Jakarta,
Minggu 17 April 2016.
6. Menteri Lingkungan: Amdal Pulau Reklamasi Belum Cukup, Senin 18
April 2016.
7. Moratorium Reklamasi Jakarta Abaikan Efek Buruk L.ingkungan,
Selasa 19 April 2016.
8. Relawan Jokowi Dukung Reklamasi Teluk Jakarta, Asal…, Rabu 20
April 2016.
9. Reklamasi Jakarta, Deddy Mizwar Siap Dirisak Teman Ahok, Kamis
21 April 2016.
10. Jokowi Putuskan Lanjutkan Reklamasi Jakarta, tapi…, Rabu 27 April
2016.
11. Reklamasi Teluk Jakarta, DPR Minta Pemerintah Tegas, Minggu 24
April 2016.
70
12. Ahok: Kata Jokowi, Reklamasi Kacau Karena Dikendalikan Swasta,
Rabu 27 April 2016.
13. Izin Reklamasi Tiga Pulau Ternyata Diteken Foke, Jumat 29 April
2016.
14. Nur Hidayati PimpinWalhi, Fokus Garap Isu Reklamasi, Sabtu 30
April 2016.
15. Menteri Siti: Reklamasi Hancurkan Ekosistem Muara Angke, Rabu 4
Mei 2016.
16. Hasil Survei Reklamasi: Jakarta Bisa Rugi Rp 1,3 Triliun, Kamis 5
Mei 2016.
17. Menteri Siti: Pengerjaan Reklamasi Pulau C dan D Acak-acakan,
Selasa 10 Mei 2016.
18. Podomoro Klaim Biaya Penggusuran Kalijodo Barter Reklamasi,
Rabu 11 Mei 2016.
19. Ahok Akui Teknik Reklamasi Menyimpang dari Amdal, Kamis 12
Mei 2016.
20. Begini Kemarahan Ahok Soal BAP Suap Reklamasi yang Bocor,
Jumat 13 Mei 2016.
21. Kalau Amdal Beres, Ahok: Reklamasi Boleh Lanjut, Sabtu 14 Mei
2016.
22. KPK Kembali Periksa Aguan Hari Ini, Selasa 17 Mei 2016.
71
23. Dalami Suap Reklamasi, KPK Korek Peranan Sanusi, Rabu 18 Mei
2016.
24. Amdal Pembangunan Tanggul Raksasa Dinilai Cacat Hukum, Jumat
20 Mei 2016.
25. Dampak Reklamasi Rampas Kehidupan Perempuan Pesisir, Minggu
22 Mei 2016.
26. Pemerintah Tagih Progres Sanksi Pengembang Reklamasi, Kamis 26
Mei 2016.
27. Menteri Tjahjo Soal Diskresi Ahok: The dan Kopi, Senin 30 Mei
2016.
28. TERUNGKAP: Memo Ahok ke Bos Podomoro Soal Barter
Reklamasi, Selasa 24 Mei 2016.
29. Ditanya Soal Barter Reklamasi, Sanusi: Saya Enggak Tahu, Senin 30
Mei 2016.
30. Sidang Putusan Gugatan Reklamasi Pulau G Diwarnai Unjuk Rasa,
Selasa 31 Mei 2016.
31. Kalah di PTUN, Ahok Ngotot Lanjutkan Reklamasi Pulau G, Rabu 1
Juni 2016.
32. Soal Pemeriksaan Sunny di Kasus Reklamasi, Ini Tanggapan KPK,
Kamis 2 Juni 2016.
33. Dicecar Najwa Soal Barter Reklamasi, Ahok: Anda Mesti Buka…,
Minggu 5 Juni 2016.
72
34. Kasus Suap Reklamasi, KPK Periksa Empat Anggota DPRD DKI,
Rabu 15 Juni 2016.
35. Sunny Tanuwidjaja Disebut Perantara Rp 30 M ke Teman Ahok,
Kamis 16 Juni 2016.
36. Skandal Rp 30 Miliar, Bisakah Teman Ahok Dijerat Penjara, Jumat 17
Juni 2016.
37. Kasus Suap Reklamasi, Anak Aguan Kembali Diperiksa KPK, Selasa
21 Juni 2016.
38. Sidang Suap Reklamasi, Ariesman Widjaja Tak Ajukan Eksespsi,
Kamis 23 Juni 2016.
39. KPK Periksa 6 Saksi Kasus Suap Reklamasi Teluk Jakarta, Jumat 24
Juni 2016.
40. Diperiksa KPK 2 Jam, Begini Tanggapan Aguan, Senin 27 Juni 2016.
41. Telusuri Aliran Suap, KPK Periksa Anggota DPRD DKI, Selasa 28
Juni 2016.
42. Proyek Pulau G Distop, Agung Podomoro: Rugi Ratusan Miliar,
Kamis 30 Juni 2016.
d. Majalah Gatra Edisi Reklamasi.
1. Skandal Suap Reklamasi Teluk Jakarta Apa Peran Aguan,‖ edisi 7-13
April 2016.6
e. Republika Online
6 http://arsip.gatra.com/majalah/arsip.php
73
1. Reklamasi Rentan Korupsi, Senin 4 April 2016.
2. Istana: Reklamasi Kewenangan Pusat, Selasa 5 April 2016.
3. Walhi Minta Izin Reklamasi Jakarta Dicabut, Kamis 7 April 2016.
4. Reklamasi Di Tangan Ahok, Senin 11 April 2016.
5. Pemerintah Segel Pulau Reklamasi, Kamis 12 Mei 2016.
6. Reklamasi Perparah Kondisi Teluk Jakarta, Jumat 15 April 2016.
7. Menteri Susi Setop Reklamasi, Sabtu 16 April 2016.
8. Rehabilitasi laut, Bukan Reklamasi, Senin 18 April 2016.
9. Reklamasi Dihentikan, Selasa 19 April 2016.
10. Reklamasi Dihentikan, KPK: Kasus Suap Reklamasi Tetap Berjalan,
Rabu 20 April 2016.
11. KPK Mulai Rekonstruksi Kasus Reklamasi, Jumat 22 April 2016.
12. Walhi Sebut Reklamasi Masih Berlangsung, Sabtu 23 April 2016.
13. Reklamasi Harus Pikirkan Nasib Nelayan, Senin 25 April 2016.
14. Tiga Menteri Tinjau Pulau Reklamasi Jakarta, Rabu 4 Mei 2016.
15. Reklamasi Pantai Utara Menjadi 'Buah Simalakama' Pemerintah,
Sabtu 7 Mei 2016.
16. Indonesia Tak Perlu Reklamasi, Senin 16 Mei 2016.
17. Kota, Makin Banyak Reklamasi, Rabu 18 Mei 2016.
18. Putusan Hakim Soal Izin Cermin Keberlanjutan Reklamasi, Minggu
22 Mei 2016.
19. PTUN Didesak Batalkan Izin Reklamasi Pulau G, Senin 23 Mei 2016.
74
20. Proyek Reklamasi Ancam Aliran Listrik Ibu Kota, Sabtu 28 Mei 2016.
21. LBH: Ahok Tidak Bisa Lanjutkan Reklamasi, Rabu 1 Juni 2016.
22. Ahok Minta Walhi Gugat Kepres dan Pergub Tentang Reklamasi,
Kamis 2 Juni 2016.
23. Reklamasi Perparah Banjir Rob, Jumat 11 Juni 2016.
24. Rizal Ramli: Reklamasi Dihentikan, Risiko Pengembang, Kamis 30
Juni 2016.7
f. Koran Republika
1. ―KPK Incar Tersangka Baru,‖ edisi Minggu 3 April 2016.
2. ―KPK Cegah Taipan Aguan,‖ edisi Senin 4 April 2016.
3. ―Kementerian Pertanyakan Reklamasi,‖ edisi Kamis 7 April 2016.
4. ―KLHK Bisa Setop Reklamasi,‖ edisi Jumat 8 April 2016.
5. ―Ahok Lapor Presiden Soal Reklamasi,‖ edisi Sabtu 9 April 2016.
6. ―Nelayan Segel Pulau G,‖ edisi Senin 18 April 2016.
7. ―Reklamasi Dihentikan,‖ edisi Selasa 19 April 2016.
8. ―Pusat Kendalikan Reklamasi,‖ edisi Kamis 28 April 2016.
9. ―Ahok Teruskan Reklamasi Pulau Podomoro,‖ edisi Rabu 1 Juni 2016.
g. Kompas
1. ―Ahok: Pulau Reklamasi Jangan Cuma Diisi Orang Kaya,‖ 2 April
2016
7 https://m.republika.co.id
75
2. ―Wapres: Harus Terbuka Moratorium Reklamasi Diharapkan Beri
Kepastian,‖ edisi Rabu 20 April 2016.
h. Media Indonesia
1. ―KPK Bidik Kolega Sanusi,‖ edisi Minggu 3 April 2016.
2. ―DPRD DKI Hambat Kewajiban Pengembang,‖ edisi Rabu 13 April
2016.
3. ―Penghentian Izin Reklamasi tidak Bisa Semena-mena,‖ edisi Jumat
15 April 2016.
4. ―Jokowi Dukung Proyek Reklamasi,‖ edisi Sabtu 16 April 2016.
5. ―Ahok Minta Pusat Resmi Setop Reklamasi,‖ edisi Senin 18 April
2016.
6. ―Penghentian Reklamasi hanya Sementara,‖ edisi Selasa 19 April
2016.
i. Rakyat Merdeka
1. Presdirnya Serahkan Diri Karena Menyuap; Agung Podomoro Mau
Diserimpung,‖ edisi Minggu 3 April 2016.
2. ―Sudah Keluarkan Izin Sebelum Ada Perda; Awas, Ahok Jangan
Ngeles,‖ edisi Senin 4 April 2016.
3. ―Kasih Izin Reklamasi Ke Konglomerat; Ahok Sama Sekali Tidak
Merasa Salah,‖ edisi Selasa 5 April 2016.
4. ―Pelototi Ahok, Jangan Sampai; Yang Atas Diangkat Yang Bawah
Diinjek,‖ edisi Rabu 6 April 2016.
76
5. ―Kasus Suap Reklamasi; Tersangkakan Aguan, Memang KPK
Berani?‖, edisi Kamis 7 April 2016.
6. ―Cekal Anak Aguan & Status Gubernur DKI; Tinggal Ahok yang
Belum Disentuh KPK,‖ edisi Jum’at 8 April 2016.
7. ―Gaduh Reklamasi; Saatnya Jokowi Turun Tangan,‖ edisi Sabtu 9
April 2016.
8. ―Ahok Diserang Kasus Reklamasi; Paloh Pasang Badan,‖ edisi
Minggu 10 April 2016.
9. ―Sunny Nyanyi di Balaikota; Ahok & Aguan Sebulan Sekali Makan-
Makan,‖ edisi Selasa 12 April 2016.
10. ―Reklamasi Pantai Jakarta DPR Tolak Ahok; Lanjut…,‖ edisi Jum’at
15 April 2016.
11. ―Masih Soal Reklamasi Pantai Jakarta; Pemerintah Amburadul,‖ edisi
Sabtu 16 April 2016.
12. ―JK: Stop Reklamasi, Jokowi Kenapa Masih Membisu?‖ edisi Senin
18 April 2016.
13. ―Dilunakkan RR, Hentikan Reklamasi; Gitu Dong Hok,‖ edisi Selasa
19 April 2016.
14. ―Diperiksa KPK 5 Jam; Aguan Sulit Ditaklukkan,‖ edisi Rabu 20
April 2016.
15. ―Ahok Jawab Isu Barter Kalijodo; Bajingannya Luar Biasa,‖ edisi
Sabtu 14 Mei 2016.
77
j. Jawa Pos
1. ―Reklamasi Teluk Jakarta Distop,‖ edisi 19 April 2016.
2. ―Moratorium Bisa Permanen,‖ edisi Rabu 20 April 2016.
k. The Jakarta Post
1. ―Government Puts Brakes on Reclamation Projects,‖ Friday April 15th
2016.
l. Warta Kota
1. ―Konsumen Pulau Reklamasi Cemas,‖ edisi Sabtu 16 April 2016.
2. ―Ahok; Nelayannya Mana?‖ edisi Senin 18 April 2016.
3. ―Sanusi Memang Terima Suap,‖ edisi Minggu 3 April 2016.
4. ―Bos Agung Sedayu Kaget,‖ edisi Senin 4 April 2016.
5. ―Ahok Terjebak Macet,‖ edisi Rabu 6 April 2016.
6. ―Ahok Jamin Stafnya Tak Kabur,‖ edisi Jumat 8 April 2016.
7. ―Nelayan Marsan Nangis,‖ edisi Minggu 10 April 2016.
m. Sindo
1. ―Status Ahok Sering Disebut Para Tersangka,‖ edisi Sabtu 9 April
2016.
2. ―Bos Agung Sedayu Grup Dicekal,‖ edisi Senin 4 April 2016.
3. ―Reklamasi Teluk Jakarta Dihentikan,‖ edisi Selasa 19 April 2016.
4. ―KPK Cegah Stafsus Gubernur Ahok,‖ edisi Jumat 8 April 2016.8
8 Arsip surat kabar diperoleh dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
78
D. Sejarah Majalah Tempo
Suatu hari di tahun 1969, sekumpulan anak muda berangan-angan
membuat sebuah majalah berita mingguan. Alhasil, terbitlah majalah berita
mingguan bernama Ekspres. Di antara para pendiri dan pengelola awal,
terdapat nama seperti Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Christianto Wibisono,
dan Usamah. Namun, akibat perbedaan prinsip antara jajaran redaksi dan
pihak pemilik modal utama, terjadilah perpecahan. Goenawan cs keluar dari
Ekspres pada 1970. Di sudut Jakarta yang lain, seorang Harjoko Trisnadi
sedang mengalami masalah. Majalah Djaja milik Pemerintah Daerah Khusus
Ibu Kota (DKI Jakarta) yang dikelolanya sejak 1962 macet terbit.
Menghadapi kondisi tersebut karyawan Djaja menulis surat kepada
Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin, minta agar Djaja diswastakan dan
dikelola Yayasan Jaya Raya-sebuah yayasan yang berada di bawah
Pemerintah DKI. Lalu terjadi rembugan tripartite antara Yayasan Jaya Raya-
yang dipimpin Ir. Ciputra-orang-orang bekas majalah Ekspres, dan orang-
orang bekas majalah Djaja. Disepakatilah berdirinya majalah Tempo di bawah
PT. Grafiti Pers sebagai penerbitnya. Kenapa nama Tempo? Menurut
Goenawan Pemimpin Redaksi saat itu- karena kata ini mudah diucapkan,
terutama oleh para pengecer. Cocok pula dengan sifatsebuah media berkala
yang jarak terbitnya longgar, yakni mingguan. Mungkin juga karena dekat
dengan nama majalah berita terbitan Amerika Serikat, Time-sekaligus sambil
79
berolok-olok-yang sudah terkenal. Edisi perdana majalah Tempo terbit pada 6
Maret 1971.
Dengan rata-rata umur pengelola yang masih 20-an, Tempo tampil
beda dan diterima masyarakat. Dengan mengedepakan peliputan berita yang
jujur dan berimbang, serta tulisan yang disajikan dalam prosa yang menarik
dan jenaka, Tempo diterima masyarakat. Pada tahun 1982, untuk pertama
kalinya Tempo dibredel. Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim
Orde Baru dan kendaraan politiknya, Golkar. Saat itu tengah dilangsungkan
kampanye dan prosesi Pemilihan Umum. Tapi akhirnya Tempo diperbolehkan
terbit kembali setelah menandatangani semacam "janji" di atas kertas segel
dengan Ali Moertopo, Menteri Penerangan saat itu (zaman Soeharto ada
Departemen Penerangan yang fungsinya, antara lain mengontrol pers).
Makin sempurna mekanisme internal keredaksian Tempo, makin
mengental semangat jurnalisme investigasinya. Maka makin tajam pula daya
kritik Tempo terhadap pemerintahan Soeharto yang sudah sedemikian
melumut. Puncaknya, pada 21 Juni 1994. Untuk kedua kalinya Tempo
dibredel oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan Harmoko. Tempo
dinilai terlalu keras mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal
kapal bekas dari Jerman Timur. Selepas Soeharto lengser pada Mei 1998,
mereka yang pernah bekerja di Tempo dan tercerai berai akibat bredel-
80
berembuk ulang. Mereka bicara ihwal perlu-tidaknya majalah Tempo terbit
kembali.
Hasilnya Tempo harus terbit kembali. Maka, sejak 12 Oktober 1998,
majalah Tempo hadir kembali. Untuk meningkatkan skala dan kemampuan
penetrasi ke bisnis dunia media, maka pada tahun 2001, PT. Arsa Raya
Perdana go public dan mengubah namanya menjadi PT Tempo Inti Media
Tbk. (Perseroan) sebagai penerbit majalah Tempo yang baru. Dana dari hasil
go public dipakai untuk menerbitkan Koran Tempo yang berkompetisi di
media harian. Saat ini, produk-produk Tempo terus muncul dan memperkaya
industri informasi korporat dari berbagai bidang, yaitu penerbitan (majalah
Tempo, Koran Tempo, Koran Tempo Makassar, Tempo English,
Travelounge, Komunika, dan Aha! Aku Tahu), Digital (Tempo.co, Data dan
Riset (Pusat Data dan Analisa Tempo), Percetakan (Temprint), Penyiaran
(Tempo TV dan Tempo Channel), Industri Kreatif (Matair Rumah Kreatif),
Event Organizer (Impressario dan Tempo Komunitas), Perdagangan
(Temprint Inti Niaga), dan Building Management (Temprint Graha Delapan).9
a. Visi dan Misi Majalah Tempo
Visi
9 https://korporat.tempo.co
81
Menjadi acuan dalam usaha meningkatkan kebebasan publik untuk berpikir
dan berpendapat serta membangun peradaban yang menghargai kecerdasan dan
perbedaan.
Misi
1. Menghasilkan produk multimedia yang independen dan bebas dari segala
tekanan dengan menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-
beda.
2. Menghasilkan produk multimedia bermutu tinggi dan berpegang pada kode
etik.
3. Menjadi tempat kerja yang sehat dan menyejahterakan serta mencerminkan
keragaman Indonesia.
4. Memiliki proses kerja yang menghargai dan memberi nilai tambah kepada
semua pemangku kepentingan.
5. Menjadi lahan kegiatan yang memperkaya khazanah artistik, intelektual, dan
dunia bisnis melalui pengingkatan ide-ide baru, bahasa, dan tampilan visual
yang baik.
6. Menjadi pemimpin pasar dalam bisnis multimedia dan pendukungnya.10
b. Tujuan Majalah Tempo
1. Meningkatkan kualitas produk melalui peningkatan kualitas berita, tulisan,
foto, desain, dan hasil cetak Majalah Tempo.
10
https://korporat.tempo.co/tentang/visi
82
2. Meningkatkan kesejahteraan karyawan salah satunya adalah mampu
membayar gaji karyawan 18–20 kali setahun.
3. Pada tahun 2018 mencapai laba setelah pajak Rp. 100 Miliar.
4. Mengembangkan Majalah Tempo dalam versi digital untuk mengantisipasi
perkembangan penggunaan internet dan smartphone.
5. Mengembangkan konvergensi media yang menggabungkan peliputan Majalah
Tempo, Koran Tempo dan Tempo.co dalam satu organisasi besar yakni
Tempo News Room.
6. Terus meningkatkan kemampuan karyawan melalui pelatihan internal maupun
eksternal.
c. Perkembangan Majalah Tempo
Menapaki tahun 2015, PT. Tempo Inti Media Tbk, memasuki usia yang ke
empat belas. Itu jika dihitung ketika pada tahun 2001, perseroan masuk ke bursa
saham, menjadi perusahaan publik. Saat go public itu, sebanyak 725 juta lembar
saham ditawarkan ke masyarakat. Dari aksi korporat tersebut, komposisi kepemilikan
saham perusahaan yang sebelumnya bernama PT. Arsa Raya Perdana lalu menjadi
PT. Tempo Inti Media Tbk., sebagai berikut: PT.Grafiti Pers memiliki 21,02%, PT.
Jaya Raya Utama (16,28%), Yayasan Jaya Raya (8,54%), Yayasan Tempo 21 Juni
1994 (25,01%), Yayasan Karyawan Tempo (12,09%) dan masyarakat
17,24%. Namun, sejatinya sejarah perusahan ini sudah dimulai sejak 1971, ketika
83
majalah berita mingguan Tempo dengan PT. Grafiti Pers sebagai penerbitnya, terbit
perdana pada 6 Maret 1971. Di tahun 1994-1998, penerbitan majalah ini sempat
terhenti selama 4 tahun karena dibredel.
Guna menjamin kelancaran penerbitan majalah Tempo, pada 1978 hadir
percetakan PT. Temprint. Kini, dengan mesin hibrida asal Amerika Serikat (web dan
web commercial) mampu menggabungkan pencetakan format koran dan majalah
secara bersamaan, PT. Temprint masuk katagori B (besar). Ia meraih rating bintang
empat (rating tertinggi) dalam klasifikasi versi Persatuan Pengusaha Grafika
Indonesia. Percetakan ini, juga siap mencetak produk dari luar. Bersamaan dengan
lahirnya PT. Tempo Inti Media Tbk., pada tahun yang sama (2001), lahirlah Koran
Tempo yang diterbitkan perseroan untuk berkompetisi di ―lapak ― media harian.
Koran Tempo yang menjadi pionir sebagai koran dalam format compact di Indonesia
ini unggul dalam liputan pemberantasan korupsi, politik dan ekonomi.
Sebaran informasi di bawah bendera PT Tempo Inti Media Tbk. yang
berdomisili di Jl. Palmerah Barat no. 8, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, itu terus berbiak dengan munculnya produk-
produk baru. Kini majalah Tempo English, majalah Travelounge dan media digital
tempo.co serta Tempo News Room (TNR), kantor berita yang berfungsi sebagai
pusat berita memperkuat Tempo Media Group. Tempo juga memasuki bisnis televisi
dengan mendirikan Tempo TV, bekerja sama dengan kantor berita radio KBR 68H.
Selain itu ada Pusat Data dan Analisa Tempo (PDAT), yang hadir dengan sediaan
84
data teks, foto, infografis dan video guna mendukung produk-produk grup, maupun
kebutuhan pihak luar.
Di awal 2013, lahir pula PT. Tempo Inti Media Impresario (PT. TIMI),
sebuah perusahaan yang mengelola kegiatan-kegiatan (event) yang diselenggarakan
atas kerjasama antara Tempo dengan pihak luar. Meskipun sebetulnya event semacam
itu sudah sering diselenggarakan Tempo Media Group dalam bendera penyelenggara
yang berbeda.
Bersama nahkoda Bambang Harymurti sebagai Direktur Utama dan empat
anggota dewan direksi yang lain, Herry Hernawan, Toriq Hadad, Gabriel Sugrahetty
Dian K dan Sri Malela Mahargasarie, Tempo Media Group siap mengarungi birunya
usaha penyedia jasa informasi. Pada tahun 2014, yang diwarnai oleh menghangatnya
suhu politik dengan adanya pemilihan Presiden RI, menjadi tahun yang kurang
menggembirakan bagi perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah sempat merosot
tajam disertai penurunan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia. Namun, di
tengah kondisi ekonomi yang kurang mendukung dunia usaha, Tempo Media Group
berhasil membukukan laba bersih Rp 15 miliar. Dengan bekal kinerja positif tersebut,
pembangunan Gedung Tempo, yang terletak di Jalan Palmerah Barat Nomor 8,
Jakarta Selatan, tetap berlanjut. Kehadiran gedung baru sangat penting bagi
Perseroan, yang selama ini kegiatan kerjanya terpisah di banyak lokasi.
85
Kegiatan redaksi dipusatkan di kantor Koran Tempo di Kebayoran Centre.
Sedangkan kegiatan usaha—marketing, sirkulasi, keuangan, serta sumber daya
manusia dan umum--beroperasi di dua gedung di sekitar Palmerah Utara dan
percetakan Temprint berada di kawasan Palmerah Barat. Kondisi seperti itu kadang
membuat koordinasi di antara strategic business unit kurang efisien. Pada 2014,
pembangunan Gedung Tempo mendekati tahap akhir, sehingga sejumlah unit bisnis
sudah mulai dipindahkan ke gedung baru. Keberadaan semua unit bisnis di bawah
satu atap penting untuk meningkatkan kinerja Perseroan. Apalagi berdirinya Gedung
Tempo juga membuka peluang bisnis baru bagi Perseroan, yakni penyewaan ruang
kantor. Selain membangun Gedung Tempo, Perseroan melakukan sejumlah investasi
strategis di sektor produk digital, di antaranya dengan penambahan jumlah berita
yang ditayangkan setiap hari, penambahan server, dan peningkatan frekuensi update
berita. Langkah ini dilakukan sebagai respons atas terjadinya peningkatan
kepercayaan publik terhadap portal berita Tempo.co, yang jumlah pengunjungnya
pada 2014 naik 62,5 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2014,
Perseroan juga mengembangkan kualitas dan kuantitas penyiaran TV Tempo serta
bersiap menyambut siaran free to air.
d. Struktur Organisasi Majalah Tempo
Struktur organisasi di bidang redaksional majalah Tempo meliputi, Pemimpin
Redaksi, Redaktur Pelaksana, Redaktur Utama, Redaktur, Kepala Pemberitaan
Korporat, Wakil Direktur Pemasaran dan Pengembangan Bisnis, Koordinator Pusat
86
Data dan Analisis Tempo, Produksi, Staf Redaksi, Fotografer, Reporter, Redaktur
Bahasa, Redaktur Foto, dan Periset Foto.11
e. Segmentasi Pemasaran Majalah Tempo
Majalah Tempo selalu menerbitkan majalahnya di hari Senin, fresh di pagi
hari ketika populasi masyarakat sedang haus akan berita dan informasi. Majalah
Tempo menjamin proses pengiriman majalah tepat waktu ke konsumen pada hari Senin
dengan menggunakan perantara (Agen), pelayanan customer service yang profesional,
konsumen mendapatkan harga khusus apabila berlangganan minimal satu tahun. Segmentasi
para pembaca majalah Tempo merupakan orang-orang yang berumur 20 – 50 tahun
dengan status sosial ekonomi A, B, dan C. Yaitu dengan kelas menengah ke atas dan
sedikit mengambil segmentasi kelas menengah bawah. Dengan oplah cetak 200.000
eksemplar Majalah TEMPO kini menguasai 61% pasar majalah berita mingguan.
Majalah Tempo memiliki cakupan wilayah distribusi yang tersebar di wilayah yang
terdiri dari:
Jabodetabek 67,7%
Jawa Barat + Banten 6,1%
Jawa Tengah + Yogyakarta 4,8%
Jawa Timur 5,5%
Bali 0,9%
Kalimantan 3,2%
Sulawesi 1,6%
11
https://korporat.tempo.co/tentang/struktur_organisasi
87
Sumatera 8,8%
Luar Negeri 0,1%
E. Afiliasi Politik Majalah Tempo
a. Tempo TV
TempoTV merupakan sebuah content provider berbasis jurnalisme bermutu
dan independen yang didirikan oleh Tempo Inti Media dengan Kantor Berita Radio
68H (KBR68H). Keduanya membentuk PT. Media Inti Televisi Nusantara pada 2008
sebagai payung TempoTV.
TempoTV hadir sebagai upaya untuk meningkatkan mutu siaran televisi di
Indonesia, dengan membuat program-program alternatif yang sarat informasi.
TempoTV didukung oleh tokoh jurnalis senior sebagai penggeraknya, seperti
Goenawan Mohamad, Bambang Harimurti, Santoso, dan Toriq Hadad.
Bersiaran di 52 TV lokal dan TV Satelit AORA TV Filosofi logo TempoTV
merupakan sebuah tempat atau wadah kreasi dan imajinasi yang mengangkat isu-isu
sosial, budaya, politik dan lingkungan dengan tetap mengedepankan sisi jurnalistik.
b. Tempo Institute
Tempo Institute adalah sayap baru dari Grup Tempo Inti Media, non-profit,
berada di bawah payung Yayasan Tempo 21 Juni 1994, yang berdedikasi pada
pengembangan jurnalisme secara luas. Aktif sejak 2009, Tempo Institute juga
88
menyelenggarakan berbagai program yang relevan untuk penyebaran nilai-nilai
yang diyakini Tempo seperti demokrasi, transparansi, dan pluralisme.
Kami lahir sebagai sebuah institusi yang menjembatani kegagapan
komunikasi di antara berbagai lapisan masyarakat. Sebuah lembaga yang
berorientasi membangun sikap positif, beraliansi, berbagi, demi masa depan yang
lebih baik. Bukan hanya dalam skala nasional, tapi juga dalam skala regional Asia
Tenggara.
Sebagai bagian dari Tempo Group, Tempo Institute memegang peranan yang
cukup strategis. Tempo Institute memberikan nilai tambah bagi brand Grup
Tempo sebagai lembaga yang independen dan berperan aktif dalam pembangunan
sumber daya manusia Indonesia. Tempo Institute dalam konteks Tempo Group
adalah kanal baru yang akan bersentuhan langsung dengan sumber daya manusia
Indonesia. Melalui berbagai kegiatan antara lain serial pelatihan jurnalistik, riset,
diskusi, dan penerbitan. Tempo Institute hadir sebagai lembaga berbasis
kompetensi jurnalistik yang diharapkan mampu menjawab permasalahan
jurnalisme dan demokrasi di Indonesia.12
12
https://korporat.tempo.co/tentang/afiliasi
89
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Dalam bab ini, penulis akan menguraikan temuan data dan analisis
pemberitaan laporan utama majalah Tempo “Tiga Relasi Suap Reklamasi.” Penulis
menggunakan pendekatan kualitatif analisis wacana kritis model Teun A Van Dijk.
Model analisis wacana ini menganalisis tiga elemen berupa analisis dari segi teks,
kognisi sosial, dan konteks sosial.
A. Analisis Struktur Teks Majalah Tempo Edisi Bulan April 2016
a. Analisis Laporan Utama 1 “Tiga Relasi Suap Reklamasi”
1. Tematik
Tema merupakan inti yang diangkat dari sebuah teks. Tema juga
merupakan komponen utama yang terkandung dalam suatu teks. Biasanya
tema ini menggambarkan apa yang akan terkandung dalam sebuah berita.
Tema yang tersemat dalam laporan utama ini dipaparkan dalam, “komisi
antikorupsi membongkar jaringan suap di balik pembahasan aturan
reklamasi. Orang dekat Basuki Tjahaja Purnama dan Sugianto Kusuma alias
Aguan ikut terlibat dalam pusaran ini.”
Tema yang diangkat penulis dalam pemberitaan ini didasarkan pada
pencekalan anggota staf Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang
berkaitan dengan kasus dugaan suap di balik pembahasan rancangan peraturan
90
daerah (Raperda) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta. Dua
rancangan yang dibahas Dewan bersama Pemerintah DKI adalah Raperda
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Jakarta.
2. Skematik
Tingkatan kedua dalam analisis Van Dijk ialah struktur atau skema.
Skema merupakan sub-sub dalam tingkatan berita. Tiap berita maupun
wacana memiliki struktur mulai dari awal hingga akhir. Skema tersebut
mendeskripsikan bagaimana tiap bagian alur dalam wacana maupun berita
disusun dan diurutkan sehingga menjadi satu kesatuan berita yang integral.
Tiap skema memiliki susunan alur yang beragam. Namun, itu terdiri dari dua
bagian pokok. Pertama summary terbagi menjadi dua elemen, judul dan lead.
Kemudian story yang memaparkan isi berita atau wacana secara
komprehensif.1
Skema berita dalam majalah Tempo ini dimulai dengan judul berita, “Tiga
Relasi Suap Reklamasi” lalu dilanjutkan dengan pengantar berita yang
dipaparkan, “komisi antikorupsi membongkar jaringan suap di balik
pembahasan aturan reklamasi. Orang dekat Basuki Tjahaja Purnama dan
Sugianto Kusuma alias Aguan ikut terseret. Keterlibatan pimpinan DPRD
terus diusut.”
1 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
232.
91
Dilanjutkan masuk pada pembahasan di paragraf pertama yang disebut
sebagai lead berita: “Sunny Tanuwidjaja tak bisa menyembunyikan
kegelisahannya. Rabu sore pekan lalu, anggota staf Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama itu mendapat informasi bahwa ia dicegah bepergian
ke luar negeri oleh Kantor Imigrasi atas permintaan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Sunny mengetahui kabar itu setelah membaca pesan pendek
yang baru masuk ke telepon selulernya.”
Skema kedua adalah story yang menguraikan situasi atas proses jalannya
peristiwa tersebut. Story ini muncul setelah lead berita. Dalam story ini berita
diuraikan dengan menarasikan situasi bagaimana KPK membongkar jaringan
suap di balik pembahasan aturan reklamasi. Sepekan sebelum KPK mencekal
anggota staf Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, Sunny
Tanuwidjaja bepergian ke luar negeri melalui Kantor Imigrasi, mereka juga
meringkus anggota Badan Legislatif DPRD Jakarta, Mohamad Sanusi.
Kemudian pada bagian tengah berita atau isi menceritakan bahwa bagaimana
penyidik KPK menangkap Sanusi dan menyita uang Rp 140 juta dan US$
8.000 yang dibawa oleh Sanusi. Ia menerima duit dari Trinanda sebesar 1
miliar. Duit tersebut digelontorkan atas perintah Presiden Direktur PT Agung
Podomoro Land, Ariesman Widjaja.
Dipaparkan, “dalam penangkapan itu, penyidik juga menyita uang Rp 140
juta dan US$ 8.000 yang dibawa Sanusi. Duit Rp 140 juta sisa pemberian
sebelumnya, pada 2 Maret. Ia menerima duit dari Trinanda sebesar 1 miliar.
92
Adapun uang US$ 8.000 milik pribadi Sanusi. Dari hasil pemeriksaan Sanusi
dan Trinanda, penyidik mendapat informasi duit digelontorkan atas perintah
Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Keesokan
harinya, KPK mengumumkan Ariesman, Sanusi, dan Trinanda sebagai
tersangka. Beberapa jam kemudian Ariesman menyerahkan diri ke KPK.
Adapun Gery dan Berlian akhirnya dilepas karena hanya perantara. Tapi
keduanya masih dicegah ke luar negeri.”
Selanjutnya isi pemberitaan ini diceritakan bagaimana dalam pembahasan
Raperda Tata Ruang dan Raperda Zonasi tentang pasal kontribusi tambahan
yang wajib dibayar pengembang reklamasi. Begitu menjadi Gubernur DKI,
Basuki menambahkan kontribusi menjadi 15 persen dan diatur dalam perda.
Dipaparkan, “pembahasan Raperda Tata Ruang dan Raperda Zonasi jadi
pantauan KPK sejak awal Februari lalu. Ketika itu pembahasan memasuki
pasal tentang kontribusi tambahan yang wajib dibayar pengembang
reklamasi. Kontribusi tambahan usul eksekutif sebesar 15 persen dari nilai
jual obyek pajak (NJOP) atas lahan hasil reklamasi. Sebelumnya, dalam
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi
dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta, hanya diatur
kewajiban fasilitas sosial dan umum serta kontribusi pengembang seluas 5
persen lahan. Begitu menjadi Gubernur DKI, Basuki menambahkan
kontribusi 15 persen. Dengan kontribusi tambahan itu, pemerintah DKI
93
menghitung akan memeroleh duit Rp 48,8 triliun. Itu untuk membangun
infrastuktur, kata Basuki.”
Sedangkan bagian penutup dari laporan utama ini bantahan dari Wakil
Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra, Mohamad Taufik membantah pernah
menerima “suplemen” untuk meloloskan pasal kontribusi 5 persen.
Dipaparkan, “Taufik mengatakan siap bila dia dipanggil KPK. Wakil Ketua
DPRD lainnya, Triwisaksana, juga menyangkal tudingan bagi-bagi uang di
balik pembahasan Raperda reklamasi. Saya tak menerima apa pun. Saya
serahkan semuanya ke KPK, ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
ini.”
Skema ini disusun sedemikian rupa sesuai dengan gaya Tempo berupa
feature reporting. Skema yang digunakan diurutkan sesuai dengan peristiwa
antara lain apa yang dilakukan lalu isi.
3. Latar
Latar merupakan bagian yang dapat memengaruhi arti dari sebuah berita
yang ingin ditampilkan kepada khalayak. Latar ini disajikan dalam bentuk
latar belakang suatu peristiwa tersebut. Latar belakang inilah kemudian yang
akan menentukan ke mana arah pikiran khalayak atau publik sesuai dengan
berita yang ditulis oleh seorang wartawan. Latar belakang dalam pemberitaan
“Tiga Relasi Suap Reklamasi” ini muncul dalam paragraf pertama.
Latar dalam pemberitaan ini “Tiga Suap Reklamasi” ini muncul dalam
paragraf pertama berupa lead yang menceritakan salah seorang anggota staf
94
Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja, dicekal pergi ke luar negeri.
“Sunny Tanuwidjaja tak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Rabu sore
pekan lalu, anggota staf Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama itu
mendapat informasi bahwa ia dicegah bepergian ke luar negeri oleh Kantor
Imigrasi atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sunny
mengetahui kabar itu setelah membaca pesan pendek yang baru masuk ke
telepon selulernya.”
Latar yang ingin ditampilkan wartawan dalam pemberitaan ini ialah untuk
mengajak pembaca terlebih dahulu dengan mengenal anggota staf Basuki
Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja, yang dicegah bepergian ke luar negeri
oleh Kantor Imigrasi atas permintaan KPK.
4. Detil
Detil menjelaskan terlihat bagaimana seseorang berpengaruh dalam
memegang peranan dalam mengendalikan informasi terhadap pembaca
maupun khalayak. Dalam detil ini wartawan mengekspresikan sikapnya
melalui berita yang disajikan kepada khalayak secara tersirat. Detil yang
disampaikan oleh penulis dalam pemberitaan “Tiga Relasi Suap Reklamasi”
ini terlihat ketika penulis memaparkan bagaimana Basuki Tjahaja Purnama
sempat menyetujui soal kontribusi 5 persen agar dimasukan ke dalam
peraturan gubernur. “Basuki, sementara itu mengatakan tak tahu bahwa
95
Sunny pernah menelpon Aguan mengenai kontribusi tambahan. Memang
Basuki sempat menyetujui kontribusi tambahan masuk ke peraturan gubernur.
Tapi itu langkah taktis saja. Soalnya, DPRD sempat mengancam tak akan
membahas raperda lagi jika usul mereka ditolak. Adapun soal nilai kontribusi
tambahan, sepanjang pembahasan, pemerintah DKI berkukuh tak boleh
kurang dari 15 persen.”
Pada bagian tersebut terlihat jelas bagaimana seorang wartawan
menguraikan pernyataan secara lengkap. Tidak diketahui jelas makna apa
yang terkandung dalam suatu berita tersebut dan hendak disampaikan kepada
para pembaca jika tidak membacanya secara komprehensif. Tetapi jika dibaca
secara utuh, dapat diketahui untuk memengaruhi pembaca bahwa adanya
kontribusi tambahan yang menjadi kewajiban para pengembang sebesar 15
persen dalam Raperda Tata Ruang disetujui oleh Basuki.
5. Maksud
Elemen ini hampir memiliki persamaan dengan elemen detil. Letak
perbedaannya di antara kedua elemen ini ialah, dalam elemen detil informasi
yang sifatnya menguntungkan wartawan akan dipaparkan dengan detil yang
lengkap dan rinci. Sedangkan pada elemen maksud, informasi yang sifatnya
menguntungkan wartawan akan diberitakan secara gamblang atau bersifat
deskriptif dan jelas. Sebaliknya informasi yang sifatnya merugikan wartawan
96
justru akan disembunyikan dari pemberitaan atau disampaikan dengan makna
yang kabur.2
Elemen maksud ini dipaparkan dalam, sebelumnya dalam Peraturan
Daerah Nomor Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan
Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta, hanya diatur kewajiban
fasilitas sosial dan umum serta kontribusi pengembang seluas 5 persen lahan.
Begitu menjadi Gubernur DKI, Basuki menambahkan kontribusi 15 persen.
Dengan kontribusi tambahan itu, pemerintah DKI menghitung akan
memeroleh duit Rp 48,8 triliun. Itu untuk membangun infrastruktur, kata
Basuki.”
Dalam teks tersebut wartawan ingin menggambarkan secara jelas jika
mengacu pada Perda, pengembang memiliki kewajiban membayar kontribusi
tambahan seluas 5 persen lahan. Tapi saat Basuki menjadi Gubernur DKI
menambahkan kontribusi tambahan yang harus dibayar oleh oara pengembang
sebesar 15 persen.
6. Praanggapan
Elemen ini dalam wacana digunakan untuk mendukung makna yang
terkandung dalam suatu berita. Dalam praanggapan ini terlihat bagaimana
disisipkan pendapat wartawan atau penulis dengan memberikan premis yang
2 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 238-245.
97
membenarkan pendapatnya untuk disajikan kepada khalayak.3 Elemen
praanggapan ini dipaparkan dalam, “sejauh ini ada tujuh perusahaan
pengembang yang akan membangun dan mengelola 13 pulau reklamasi.
Karena Raperda Tata Ruang dan Raperda Zonasi belum disahkan, semua
pengembang belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB).”
Bagian praanggapan diciptakan oleh wartawan dalam berita ini guna
mendukung pendapat wartawan sehingga tidak perlu lagi diragukan
kevalidannya. Artinya bahwa ada tujuh perusahaan dari para pengembang
tersebut yang akan membangun dan mengelola 13 pulau reklamasi.
Pernyataan tersebut memang belum terbukti kevalidannya, tetapi dapat
dipercayai oleh pembaca atau khalayak yang membacanya.
7. Koherensi
Elemen koherensi merupakan elemen yang menjelaskan bagaimana dua
peristiwa atau fakta yang berbeda lalu dihubungkan oleh wartawan agar
terlihat padu. Dalam elemen ini meskipun ada dua peristiwa yang berbeda tapi
wartawan bisa membingkai itu menjadi saling berkesinambungan satu sama
lainnya. Elemen koherensi ini dipaparkan dalam:
3 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 252.
98
Kata hubung
“agar”
Dicecar 17 pertanyaan, Ketua Fraksi Gerindra DPRD
Jakarta itu mengaku beberapa kali berkomunikasi
dengan Sunny membahas nasib Raperda Tata Ruang
Pantura Jakarta. Termasuk yang mereka bahas adalah
permintaan Aguan agar kontribusi tambahan bisa
diturunkan menjadi 5 persen.
Kata hubung
“dan”
Semua skenario yang dititipkan ke sejumlah anggota
DPRD dan orang dekat Basuki buyar setelah Sanusi
dicokok penyidik KPK.
Tabel 4.1 Contoh Kalimat Koherensi
8. Leksikon
Elemen leksikon merupakan bagaimana cara wartawan atau penulis
menentukan diksi dalam berita yang disajikannya. Diksi tersebut tidak hanya
semata-mata kebetulan saja atau hanya sesuai keinginan si penulis atau
wartawan tersebut. Tetapi terkandung unsur lain seperti ideologis yang
memengaruhi perspektif wartawan tersebut terhadap pemaknaan berita yang
ditulisnya.4 Elemen leksikon ini dipaparkan pada:
4 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 255-259.
99
Kata pencekalan dalam
kalimat
Berlaku enam bulan, pencekalan Sunny
berkaitan dengan kasus dugaan suap di balik
pembahasan raperda di DPRD DKI Jakarta.
Kata pencekalan memiliki kata lain yakni
cara atau proses mencekal.
Kata meringkus dalam
kalimat:
Penyidik KPK meringkus anggota Badan
Legislasi DPRD Jakarta, Mohamad Sanusi.
Kata meringkus memiliki kata lain yakni
mengikat kaki dan tangan.
Kata dicokok dalam
kalimat:
Politikus Partai Gerindra ini dicokok
bersama anggota stafnya, Gery di Mal FX
Sudirman, Jakarta, setelah menerima Rp 1
miliar dari Trinanda Prihantoro, Personal
Assistant PT Agung Podomoro Land. Kata
dicokok memiliki kata lain yakni ditangkap.
Kata disergap dalam
kalimat:
Namun, tim KPK yang tengah memantau
penyerahan uang malah disergap
sekelompok polisi di gerai Indomaret,
kawasan Harco Mangga Dua, Jakarta Utara.
Kata disergap memiliki kata lain yakni
diserbu.
100
Kata mengempaskan dalam
kalimat:
Kata lemes dalam kalimat:
Mantan peneliti Centre for Strategic and
International Studies (CSIS) itu
mengempaskan tubuhnya ke kursi di
Restoran Sate Senayan, Cideng, Jakarta
Pusat. Kata mengempaskan memiliki kata
lain yakni membantingkan kuat-kuat.
Gue lemes nih kalau kalau dicekal. Enggak
bisa tidur. Kata lemes memiliki kata lain
yakni tidak dapat bernafas.
Kata digelontorkan dalam
kalimat:
Dari hasil pemeriksaan Sanusi dan
Trinanda, penyidik mendapatkan informasi
duit digelontorkan atas perintah Presiden
Direktur PT Agung Podomoro Land,
Ariesman Widjaja. Kata digelontorkan
memiliki kata lain yakni dikeluarkan.
Tabel 4.2 Contoh Kalimat Leksikon
9. Grafis
Elemen grafis ini memaparkan bagian-bagian apa yang ingin ditonjolkan
oleh seseorang yang bisa ditelaah atau dianalisis dari berita ataupun teks
101
tersebut. Grafis ini muncul dalam format yang sengaja dibuat lain oleh penulis
atau wartawan. Fungsi dari grafis ini sifatnya sebagai supporting details atau
kalimat pendukung untuk menjelaskan makna yang ingin ditampilkan dalam
teks atau berita tersebut.
Unsur grafis yang muncul dalam laporan utama pemberitaan Majalah
Tempo “Tiga Relasi Suap Reklamasi” ini berupa tulisan judul yang dibuat
sangat besar dan diberi format warna yang berbeda. Kemudian di samping
judul disertakan foto reklamasi Teluk Jakarta di kawasan Muara Angke
,Jakarta yang berukuran besar. Kemudian di halaman isi terlihat foto
Ariesman Widjaja dan Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota DKI Jakarta.
Selain itu di bagian ini teks laporan utama pernyataan Sunny Tauwidjaja
bahwa mengaku tak setuju kontribusi bertambah menjadi 15 persen ditulis
dalam bentuk kutipan. Di halaman penutup turut juga terpampang foto
Ariesman Widjaja dan Mohamad Sanusi dengan memakai rompi oranye
Tahanan KPK turun dari mobil lalu masuk menuju gedung KPK.
10. Metafora
Metafora adalah penyampaian pesan yang terkandung dalam suatu berita
atau teks dengan makna yang kiasan.5 Elemen metafora yang dipaparkan
dalam berita ini ialah, “Tiga penyidik KPK yang mengintai dari balik mobil
5 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 259-264.
102
Kijang Innova digelandang ke kantor Kepolisian Resor Jakarta Utara.
Berdalih salah faham, polisi akhirnya melepaskan mereka.”
Tabel 4.3 Kerangka Analisis Data Laporan Utama 1 “Tiga Relasi Suap
Reklamasi”
Struktur
Wacana
Elemen Keterangan
Makro Topik/Tema Lead berita
Super
struktur
Skema:
Summary
Story
- Diawali dengan judul berita
- Lead berita
- Story:
1. KPK mencekal anggota
staf Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama,
Sunny Tanuwidjaja
bepergian ke luar negeri
2. Gubernur DKI, Basuki
menambahkan kontribusi
menjadi 15 persen dan
diatur dalam perda.
3. Wakil Ketua DPRD dari
Fraksi Gerindra, Mohamad
Taufik membantah pernah
menerima “suplemen”
untuk meloloskan pasal
kontribusi 5 persen.
4. Sikap pemerintah terkait
dengan belum adanya
regulasi yang jelas terkait
reklamasi.
Struktur Latar Paragraf 1
103
Mikro
Detil Paragraf 10
Maksud Paragraf 15
Pra anggapan Paragraf 10
Koherensi Lead berita: Sunny Tanuwidjaja
tak bisa menyembunyikan
kegelisahannya…
Semua skenario yang dititipkan ke
sejumlah anggota DPRD dan
orang dekat Basuki buyar setelah
Sanusi dicokok penyidik KPK.
Leksikon - Kata pencekalan dalam
paragraf 1
- Kata meringkus dalam
Lead berita
- Kata dicokok dalam
paragraf 3
- Kata menghempaskan
dalam paragraf 2
Grafis - Unsur grafis yang muncul
dalam laporan utama
pemberitaan Majalah
Tempo “Tiga Relasi Suap
Reklamasi” ini berupa
tulisan judul yang dibuat
sangat besar dan diberi
format warna yang
berbeda.
- Kemudian di samping judul
disertakan foto reklamasi
Teluk Jakarta di kawasan
Muara Angke ,Jakarta yang
berukuran besar.
- Di bagian ini teks laporan
utama pernyataan Sunny
Tauwidjaja bahwa
104
mengaku tak setuju
kontribusi bertambah
menjadi 15 persen ditulis
dalam bentuk kutipan.
Metafora Kata “digelandang”
pada paragraf 13
b. Analisis Laporan Utama 2 “Petunjuk Baru Dari Jalan S. Parman”
1. Tematik
Tema yang tersemat dalam laporan utama ini dipaparkan dalam, “Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik dugaan dalam penyimpangan
penerimaan di muka pembayaran kontribusi tambahan dari pengembang
proyek reklamasi. Peran Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama,
ditelusuri.”
Tema yang diangkat penulis dalam pemberitaan ini didasarkan pada
adanya satu lembar rangkuman catatan keuangan 13 proyek PT Muara Wisesa
Samudra yang diperlihatkan oleh penyidik KPK kepada Presiden Direktur PT
Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. PT Muara Wisesa merupakan
anak usaha dari Agung Podomoro itu juga pemegang izin reklamasi Pulau G
seluas 161 hektare atau yang akrab dikenal sebagai Pluit City. Saat diperiksa
oleh penyidik KPK, Ariesman membenarkan 13 proyek yang dikerjakan pada
105
2013-2016 itu kewajiban tambahan proyek reklamasi yang diminta Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Yang nantinya itu akan diperhitungkan
ke kontribusi tambahan. Ketentuan ini baru diusulkan dalam dalam Raperda
tentang Tata Ruang Pantai Utara Jakarta. Pembahasan aturan ini alot karena
DPRD DKI Jakarta meminta kontribusi tambahan yang diusulkan Basuki
sebesar 15 persen dihapus atau paling tidak turun menjadi 5 persen.
2. Skematik
Skema berita dalam majalah Tempo ini dimulai dengan judul berita,
“Petunjuk Baru Dari Jalan S. Parman” lalu dilanjutkan dengan “Pengantar
Berita yang dipaparkan, “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik
dugaan dalam penyimpangan penerimaan di muka pembayaran kontribusi
tambahan dari pengembang proyek reklamasi. Peran Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama, ditelusuri.”
Dilanjutkan masuk pada pembahasan di paragraf pertama yang disebut
sebagai lead berita: “Satu lembar rangkuman catatan keuangan 13 proyek PT
Muara Wisesa Samudra diperlihatkan penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) kepada Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land,
Ariesman Widjaja, pada 2 Mei lalu. Dalam catatan itu, biaya pekerjaan
106
dikelompokkan ke pos kontribusi tambahan proyek reklamasi pantai utara
Jakarta. Anak usaha Agung Podomoro itu merupakan pemegang izin
reklamasi Pulau G seluas 161 hektare atau dikenal sebagai Pluit City.”6
Skema kedua adalah story yang menguraikan situasi atas proses jalannya
peristiwa tersebut. Story ini muncul setelah lead berita. Dalam story ini berita
diuraikan dengan menarasikan situasi bagaimana KPK memeriksa Presiden
Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja kemudian
memerlihatkan satu rangkuman catatan keuangan 13 proyek PT Muara Wisesa
Samudra tersebut kepadanya. Kemudian kontribusi tambahan dalam
pembahasan Raperda tentang Tata Ruang Pantai Utara Jakarta ini alot lantaran
DPRD DKI Jakarta meminta kontribusi yang diusulkan Basuki sebesar 15
persen dihapus atau turun menjadi 5 persen. Pembahasan ini ditunda setelah
KPK menangkap salah satu anggota dari Badan Legislasi Fraksi Gerindra,
Mohamad Sanusi. Dipaparkan, “ia diperiksa lantaran tersangka dugaan suap
dalam pembahasan Raperda reklamasi di DPRD DKI Jakarta. Laporan itu
memuat kontrak 13 pekerjaan Muara Wisesa senilai Rp 392,6 miliar. Total
biaya yang sudah dikeluarkan Rp 218,7 miliar. Jenis pekerjaan yang digarap
antara lain pembangunan dan pengadaan mebel rumah susun sederhana
sewa (rusunawa) di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, pengadaan rumah
pompa dan fasilitasnya, serta penertiban kawasan prostitusi Kalijodo. Dalam
6 Majalah Tempo edisi Amuk Reklamasi, (Jakarta: PT Tempo Inti Media, 2016). h. 4-10.
107
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Pantai
Utara Jakarta. Pembahasan aturan ini alot karena DPRD DKI Jakarta
meminta kontribusi tambahan yang diusulkan oleh Basuki sebesar 15 persen
dihapus atau turun menjadi 5 persen. Belakangan Dewan menunda
pembahasan hingga 2019 setelah KPK menangkap salah satu anggotanya,
Mohamad Sanusi. Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Gerindra ini dibekuk
setelah menerima suap 2 miliar dari Ariesman lewat anak buahnya Trinanda,
di mal FX Sudirman, Jakarta, akhir Maret lalu.”
Selanjutnya isi pemberitaan ini diceritakan bagaimana KPK menemukan
adanya pembayaran di muka oleh PT Muara Wisesa Samudra kepada
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam bentuk 13 pekerjaan
proyek. Transaksi ini dinilai janggal karena tidak memiliki dasar hukum.
Rancangan Perda yang disiapkan sebagai dasar hukum pungutan itu batal
disahkan setelah terungkap ada suap dalam pembahasannya. Dipaparkan,
“KPK menemukan adanya pembayaran di muka oleh PT Muara Wisesa
Samudra kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam bentuk
13 pekerjaan proyek. Transaksi ini dinilai janggal karena tidak memiliki
dasar hukum. Rancangan Perda yang disiapkan sebagai dasar hukum
pungutan itu batal disahkan setelah terungkap ada suap dalam
pembahasannya. Dana pembangunan merupakan kompensasi Podomoro
yang meminta penambahan jumlah lantai bangunan di pulau Reklamasi.
108
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015.
KPK menduga proyek kontribusi tambahan itu sebagai barter penerbitan izin
reklamasi Pulau G yang diterbitkan oleh Basuki pada 23 Desember 2014.
Dugaan ini didukung juga dengan temuan dokumen berita acara rapat Basuki
dengan pihak pengembang pada Maret 2014 dan dokumen izin reklamasi.”
Sedangkan bagian penutup dari laporan utama ini bahwa Ariesman
menuturkan Basuki mengirimkan memo kepadanya agar menggarap sejumlah
proyek kontibusi tambahan tersebut. Dipaparkan, “saat pemeriksaan pada
awal Mei lalu, Ariesman juga menyinggung rapat 18 Maret itu. Menurut
salinan dokumen pemeriksaan, saat pemeriksaan ada bagian penyidik
mencecar Ariesman tentang bagaimana Basuki meminta PT Muara Wisesa
mengeluarkan biaya kontribusi tambahan di muka. Atas pernyataan itu,
Ariesman menjawab bahwa Basuki mengirim memo kepadanya agar
menggarap sejumlah proyek. Untuk mengeksekusi memo itu, Ariesman
berkoordinasi dengan kepala dinas terkait. Setelah selesai, proyek itu akan
diserahterimakan dengan Pemerintah DKI Jakarta.”
3. Latar
Latar belakang dalam pemberitaan “Petunjuk Baru Dari Jalan S. Parman”
ini muncul dalam paragraf pertama. Latar dalam pemberitaan ini “Petunjuk
Baru Dari Jalan S. Parman” ini muncul dalam paragraf pertama berupa lead
109
yang menceritakan latar belakang kawasan pantai utara Jakarta yang
direklamasi. Dipaparkan, “Satu lembar rangkuman catatan keuangan 13
proyek PT Muara Wisesa Samudra diperlihatkan penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Presiden Direktur PT Agung
Podomoro Land, Ariesman Widjaja, pada 2 Mei lalu. Dalam catatan itu,
biaya pekerjaan dikelompokkan ke pos kontribusi tambahan proyek reklamasi
pantai utara Jakarta. Anak usaha Agung Podomoro itu merupakan pemegang
izin reklamasi Pulau G seluas 161 hektare atau dikenal sebagai Pluit City.”
4. Detil
Detil yang disampaikan oleh penulis dalam pemberitaan “Petunjuk Baru
Dari Jalan S. Parman” ini terlihat ketika penulis memaparkan bagaimana
Basuki Tjahaja Purnama sempat mengancam tak bakal menerbitkan izin
empat pengembang itu sebelum mereka mengerjakan kewajiban kontibusi
tambahan. Dalam detil ini wartawan mengekspresikan sikapnya melalui berita
yang disajikan kepada khalayak secara tersirat.
Dipaparkan, “Basuki mengaku dalam rapat, tak cuma menagih di muka,
tapi mengikat komitmen pengembang dengan surat perjanjian. Tujuannya
agar pengembang tak mengelak dari kewajiban. Ia mengaku sempat
mengancam tak bakal menerbitkan izin empat pengembang itu sebelum
110
mereka mengerjakan kewajiban kontribusi tambahan. “Yang mau bikin
duluan saya kasih izin,” ujarnya. Yang tak mau bikin, saya batalkan izinnya.”
Pada bagian tersebut terlihat jelas bagaimana seorang wartawan
menguraikan pernyataan secara lengkap. Tidak diketahui jelas makna apa
yang terkandung dalam suatu berita tersebut dan hendak disampaikan kepada
para pembaca jika tidak membacanya secara komprehensif. Tetapi jika dibaca
secara utuh, dapat diketahui untuk memengaruhi pembaca bahwa Basuki
mengancam tak bakal menerbitkan izin ke empat pengembang itu sebelum
mereka membayar kontribusi tambahan.
5. Maksud
Elemen maksud ini dipaparkan dalam, “menurut dia, KPK menduga
proyek kontribusi tambahan itu sebagai barter penerbitan izin pelaksanaan
reklamasi Pulau G yang diterbitkan Basuki pada 23 Desember 2014. Dugaan
ini didukung juga dengan temuan dokumen berita acara rapat Basuki dengan
pihak pengembang pada Maret 2014 dan dokumen izin reklamasi. “Tim
sedang mencari bukti ada atau tidaknya niat jahat untuk menentukan ada
atau tidaknya unsur pidana,” ujar penegak hukum itu.”
111
Dalam teks tersebut wartawan ingin menggambarkan secara jelas jika
mengacu pada ditemukannya dokumen beirta acara rapat Basuki dengan pihak
pengembang pada Maret 2014 dan dokumen izin reklamasi.
6. Praanggapan
Elemen ini dalam wacana digunakan untuk mendukung makna yang
terkandung dalam suatu berita. Dalam praanggapan ini terlihat bagaimana
disisipkan pendapat wartawan atau penulis dengan memberikan premis yang
membenarkan pendapatnya untuk disajikan kepada khalayak. Elemen
praanggapan ini dipaparkan dalam, “Dalam dokumen berita acara rapat,
tertulis proyek kontribusi tambahan ini untuk membantu mengendalikan
banjir di kawasan utara Jakarta. Jenis pekerjaannya antara lain pengadaan
pompa dan rumah pompa, pembangunan rumah susun dan jalan inspeksi,
pengerukan dan peninggian tanggul kali, serta pembangunan rumah susun
beserta kelengkapannya. Basuki dan para pengembang sepakat pekerjaan
proyek bisa berubah sewaktu-waktu, tergantung kebutuhan lapangan.
Kewajiban ini belakangan juga dicantumkan dalam keputusan gubernur
tentang izin pelaksanaan reklamasi empat pengembang yang diteken Basuki.”
Bagian praanggapan diciptakan oleh wartawan dalam berita ini guna
mendukung pendapat wartawan sehingga tidak perlu lagi diragukan
kevalidannya. Bagaimana dalam dokumen berita acara rapat tersebut tertulis
112
proyek kontribusi tambahan untuk mengendalikan banjir di kawasan Utara
Jakarta dengan beragam jenis pekerjaannya. Artinya Pernyataan tersebut
memang belum terbukti kevalidannya, tetapi dapat dipercayai oleh pembaca
atau khalayak yang membacanya.
7. Koherensi
Elemen koherensi ini dipaparkan dalam:
Kata hubung
“agar”
Saat pemeriksaan pada awal Mei lalu, Ariesman
juga menyinggung rapat 18 Maret itu. Menurut
salinan dokumen pemeriksaan, saat pemeriksaan,
ada bagian menyidik mencecar Ariesman tentang
bagaimana Basuki meminta PT Muara Wisesa
mengeluarkan biaya kontribusi tambahan di
muka. Atas pertanyaan itu, Ariesman menjawab
bahwa Basuki mengirim memo kepadanya agar
menggarap sejumlah proyek. Untuk
mengeksekusi memo itu, Ariesman
berkoordinasi dengan kepala dinas terkait.
Setelah selesai proyek itu akan diserahterimakan
dengan pemerintah DKI Jakarta.
113
Kata hubung “dan” Hasil pemeriksaan Ariesman pada awal Mei lalu
membuka lembaran baru kasus suap reklamasi.
Setelah Ariesman diperiksa menurut sumber di
KPK, ada dua kali gelar perkara pimpinan dan
penyidik di lantai 3 gedung KPK, Kuningan,
Jakarta, membahas ini. Gelar terakhir pada Rabu
tiga pekan lalu menyepakati temuan itu menjadi
bahan untuk membuka penyelidikan baru.
Pimpinan KPK meminta penyidik baru
memperkuat bukti unsur menguntungkan pihak
lain dan benar-benar mengkaji apakah temuan
itu ada unsure kerugian negaranya. “Sejauh ini,
unsur menjanjikan, barter, dan tidak ada dasar
hukumnya cukup kuat,’ kata sumber itu.
Tabel 4.4 Contoh Kalimat Koherensi
8. Leksikon
114
Elemen leksikon ini dipaparkan pada:
Kata penggeledahan dalam
kalimat
Dari penggeledahan itu, termasuk
terhadap ruang kerja Ariesman di lantai
46, disita sejumlah dokumen yang
dibawa dalam dua kontainer plastic yang
berukuran sedang. Kata penggeledahan
memiliki makna lain yakni pemeriksaan.
Kata alot dalam kalimat Pembahasan aturan tersebut alot karena
DPRD DKI Jakarta meminta kontribusi
tambahan yang diusulkan Basuki sebesar
15 persen dihapus atau paling tidak turun
menjadi 5 persen. Kata alot memiliki
makna lain yakni tidak mudah putus.
Kata kompensasi dalam
kalimat
Dana pembangunan merupakan
kompensasi Podomoro yang meminta
penambahan jumlah lantai bangunan di
pulau reklamasi. Kata kompensasi
memiliki makna lain yakni ganti rugi.
115
Kata klausul dalam kalimat Tapi, menurut dia klausul ini ditolak
pengembang. Kata klausul memiliki
makna lain yakni ketentuan tersendiri
dari suatu perjanjian.
Kata diskresi dalam kalimat Dasar pengenaan kontribusi tambahan,
kata Basuki, diskresi gubernur atau
keputusan pejabat daerah karena situasi
mendesak dan belum ada aturan
hukumnya. Kata diskresi memiliki
makna lain yakni kebebasan mengambil
keputusan sendiri dalam setiap situasi
yang dihadapi.
Kata dibekuk dalam kalimat Anggota Badan Legislasi dari Fraksi
Gerindra ini dibekuk setelah menerima
suap senilai Rp 2 miliar dari Ariesman
lewat anak buahnya, Trinanda
Prihantoro, di Mal FX Sudirman,
Jakarta, akhir Maret lalu. Kata diskresi
memiliki makna lain yakni ditangkap.
116
Kata diteken dalam kalimat Kewajiban ini belakangan juga
dicantumkan dalam keputusan gubernur
tentang izin pelaksanaan reklamasi
empat pengembang yang diteken
Basuki. Kata diteken memiliki makna
lain yakni membubuhkan tanda tangan.
Kata berkukuh dalam kalimat Basuki berkukuh pada angka 15 persen,
sedangkan pimpinan DPRD meminta
nilai itu dihapus atau menjadi 5 persen.
Kata berkukuh memiliki makna lain
yakni tetap pada pendirian.
Tabel 4.5 Contoh Kalimat Leksikon
9. Grafis
Unsur grafis yang muncul dalam laporan utama pemberitaan Majalah
Tempo judul “Petunjuk Baru Dari Jalan S. Parman,” ditulis dalam format
huruf kapital dengan gambar foto udara kawasan pantai utara Jakarta yang
direklamasi. Kemudian tulisan sebagai pengantar berita diletakkan di samping
foto judul utama. Di halaman berikutnya ada tiga foto yang dicantumkan.
Foto pertama bangunan di proyek reklamasi Pulau C dan D di Pantai Utara
Jakarta. Foto kedua penertiban kawasan Kalijodo, Jakarta, dan yang terakhir
117
foto Rusunawa di Jalan Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat. Di halaman
berikut disertakan hasil penggeledahan berupa bukti pengeluaran dana untuk
sejumlah proyek sebagai pengurang perhitungan kontribusi tambahan yang
ditemukan saat kantor Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman
Widjaja, di lantai 43 Podomoro City, Jalan S. Parman Kaveling 28, Jakarta
Barat, yang digeledah pada 1 April lalu.
Selain itu juga dibubuhkan notulen rapat, naskah, peserta rapat, dan nama
para pengembang yang harus membayar kontribusi tambahan. Lalu disertakan
juga lampiran berita acara rapat pembahasan kewajiban tambahan dan
beragam kewajiban para pengembang yang termasuk reklamasi dan di luar
reklamasi.
10. Metafora
Elemen metafora yang dipaparkan dalam berita ini ialah, “Penyidik
menurut penegak hukum ini, terus menyisir proyek lain Podomoro yang
masuk biaya kontribusi tambahan.”
B. Analisis Kognisi Laporan Utama Majalah Tempo “Tiga Relasi Suap
Reklamasi”
Selain menganalisa teks, dalam analisis wacana juga penting untuk
mengamati kognisi sosial teks yakni bagaimana suatu teks itu diproduksi. Pada
118
umumnya teks diasumsikan tidak mempunyai makna namun anggapan tersebut
salah karena teks tersebut diberikan makna oleh si pemakai bahasa (penulis).
Makna inilah yang dikonstruksi oleh penulis yang juga mengandung pendapat
dan ideologinya.
Dalam pandangan Van Dijk mengenai analisis kognisi, titik kunci dalam
proses produksi berita adalah dengan meneliti proses terbentuknya teks. Proses
ini tidak hanya bermakna bagaimana suatu teks itu dibentuk, proses ini juga
memasukkan informasi bagaimana peristiwa itu ditafsirkan, disimpulkan, dan
dimaknai oleh wartawan.7
Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, dibutuhkan
penelitian kognitif dan strategi si penulis dalam memproduksi suatu berita.
Karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan,
prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa (ibid, h.260). Begitu
juga dengan teks pemberitaan “Tiga Relasi Suap Reklamasi,” teks ini tidak
terlepas dari proses produksi berita yang tentu melibatkan kesadaran mental dari
tim penulis Majalah Tempo.
Kasus reklamasi yang diangkat majalah Tempo sebenarnya menjadi topik
hangat yang menjadi sorotan masyarakat dan media, karena merupakan peristiwa
yang menarik dan terbilang kontroversi. Pasalnya banyak yang mempertanyakan
peruntukkan pulau-pulau buatan tersebut. Apalagi ditambah kerugian yang
dialami para nelayan yang notabene adalah rakyat kecil, berbanding terbalik
7 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 260-263.
119
dengan dugaan peruntukkan reklamasi yang dianggap hanya untuk orang kaya
saja atau segmen menengah ke atas.
Selain peristiwa, faktor tokoh juga menjadi pemicu sorotan terhadap kasus
reklamasi ini. Dimana Gubernur DKI Jakarta waktu itu Basuki Tjahaja Purnama
alias Ahok dipandang negatif oleh berbagai kalangan dan begitu dibela oleh
sebagian lainnya.
Dikutip dari wawancara peneliti dengan salah satu tim penulis Laporan
Utama, Anton Aprianto yang sekaligus adalah redaktur majalah Tempo yang
menangani laporan utama “Tiga Relasi Suap Reklamasi”, majalah Tempo dalam
proses mengangkat sebuah berita memiliki kriteria dan pertimbangan tersendiri.
Anton menuturkan bahwasannya redaksi majalah Tempo mengangkat
tema reklamasi lantaran memang ada faktor peristiwa dan tokohnya. Dimana
sebelum terjadi penangkapan di KPK, majalah Tempo sebenarnya sudah melihat
ada kejanggalan pada kasus reklamasi ini. Dugaan tersebut semakin kuat dipicu
setelah KPK menangkap mantan Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohamad Sanusi.
Anton menambahkan, tahap berikutnya ialah redaksi melakukan mitigasi kasus
dengan mencari bahan-bahan dan berbagai sumber seputar kejanggalan
reklamasi, kemudian mengadakan riset untuk melihat siapa tokoh-tokoh yang
terlibat dalam kasus tersebut.
Dalam kasus reklamasi tokoh-tokoh yang terlibat ialah tokoh-tokoh besar
dalam kacamata politik seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Sugianto
Kusuma (Aguan). Figur-figur itu penting dalam perspektif politik dan menarik
untuk dijadikan sebagai sebuah isu berita. Akhirnya karena ada kombinasi antara
tokoh-tokoh yang terlibat, peristiwa besar, dan fakta yang memang harus
120
diungkap. Tapi kami concern lebih kepada kebijakan publik bukan pada
kepentingan atau figurnya. Menurut kami ini sudah merugikan Negara.8
Berita mengenai Reklamasi Teluk Jakarta ini tentu tidak terlepas dari
kecenderungannya terhadap suatu pihak. Karena kognisi wartawan dalam
penulisan berita mempunyai pandangan dan perspektif berbeda terhadap suatu
peristiwa. Anton mengungkapkan, kebijakan wacana majalah Tempo dalam
kasus reklamasi Teluk Jakarta sangat menarik. Hal itu karena Pimred Tempo
Goenawan Mohamad seolah berposisi membela Ahok secara personal. Belum
lagi Ahok selama ini juga dicitrakan sebagai orang yang bersih dan jauh dari
korupsi. Hubungan Tempo dan Ahok terbilang cukup dekat. Sementara kebijakan
redaksi tidak melihat siapa orangnya, kalau salah maka harus ditempatkan salah.
Selama apa yang ditulis benar dan bisa dipertanggungjawabkan. Anton
mencontohkan, bagaimana dalam kasus Sumber Waras dan ujaran terkait surat
Al-Maidah ayat 51 bahwa Tempo menilai Ahok tidak bersalah.
Namun, Anton mengatakan dirinya menghadapi orang-orang di redaksi
yang mempunyai frame bahwa Ahok adalah sosok yang bersih dan tidak
mungkin melakukan korupsi.
Artinya saya harus menjelaskan ke mereka dengan lebih sabar dan teliti
bahwa Ahok keliru dalam reklamasi ini. Akhirnya semua mulai sadar. Maksud
saya, berarti mengubah mindset orang tentang Ahok itu sulit. Saya pernah
menulis soal audit Sumber Waras, dan disini Ahok tidak bersalah. Tapi orang
menilai Tempo memihak Ahok. Ketika ada momentum seperti ini saya ingin
tunjukkan bahwa kami tidak pernah melihat orang.9
8 Wawancara dengan Anton Aprianto.
9 Wawancara dengan Anton Aprianto.
121
Dari skema yang disebutkan Anton tersebut, seperti yang disebutkan van
Dijk, ada beberapa kesimpulan mengenai skema atau model kognisi sosial.
Skema Person (Person Schemas)
Tempo memandang persoalan reklamasi mempunyai dampak yang
luas, yakni polemik peruntukkan lahan tersebut, para nelayan yang
merasa dirugikan, lingkungan yang ikut rusak, hingga faktor politik
dan kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD, Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Teman Ahok, serta
pengembang.
Skema Peran (Role Schemas)
Redaksi Tempo melihat persoalan reklamasi merupakan polemik yang
mesti diurai dan masyarakat dapat menemui titik terang dari persoalan
tersebut. Apalagi kasus itu juga memiliki dampak luas, khususnya bagi
warga ibukota Jakarta dan menyita perhatian nasional. Tempo sebagai
salah satu media yang dikenal memiliki keahlian investigasi yang baik
tentu berkewenangan untuk mengangkat persoalan ini.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Kejanggalan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang menjadi sorotan
publik kian menghebohkan usai ditangkapnya Ketua Komisi V DPRD
DKI Jakarta Muhammad Sanusi yang disuap oleh utusan salah satu
pengembang proyek reklamasi Agung Podomoro Land. Praktik haram
122
tersebut terkait dengan penyusunan rancangan Perda Reklamasi yang
sedang disusun DPRD DKI Jakarta. Dengan segala kejanggalan dan
kontroversinya kasus Reklamasi Teluk Jakarta juga semakin menyeret
banyak pihak diantaranya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama dan kelompok pendukungnya bernama “Teman Ahok” yang
diduga mendapat aliran dana reklamasi juga sosok Sunny Tanuwidjaja
sebagai perantaranya. Polemik terkait izin dan landasan hokum
reklamasi juga terus bergulir, apakah reklamasi Teluk Jakarta berlanjut
atau terhenti.
Tabel 4.6 Skema Kognisi Sosial Majalah Tempo
C. Analisis Konteks Sosial Laporan Utama Majalah Tempo “Tiga Relasi Suap
Reklamasi”
Dimensi ketiga dari analisis van Dijk adalah analisis sosial. Analisis ini meneliti
wacana yang sedang berkembang pada konteks terbentuknya sebuah wacana,
bagaimana wacana itu terproduksi dan terkonstruksi.
Analisis sosial (konteks sosial) berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi
pemakaian bahasa dan terbentuknya sebuah wacana. Seperti latar, situasi, peristiwa,
dan kondisi sosial yang terjadi pada saat itu. Pada konteks sosial tertentu, sebuah
wacana dapat diteliti, dianalisis, dan dimengerti.
123
Dalam laporan majalah Tempo ini, untuk mengetahui bagaimana wacana
pemberitaan media tentang Reklamasi Teluk Jakarta ini adalah dengan menganalisis
bagaimana negara dan masyarakat melakukan produksi dan reproduksi mengenai
Reklamasi Teluk Jakarta lewat pernyataan terbuka di media maupun perundang-
undangan. Teluk Jakarta, atau dikenal juga dengan sebutan Pantai Utara Jakarta,
berada di sebelah utara Jakarta. Salah satu kawasan perairan di Jakarta ini
secara geografis di sebelah barat berbatasan dengan Tanjung Pasir, sebelah timur
berbatasan dengan Tanjung Karawang, dan di sebelah utara berbatasan dengan
bagian luar Kepulauan Seribu.10
Tempat ini menjadi muara bagi sungai besar yaitu
Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane serta 13 sungai yang berhulu di Bogor.
Teluk Jakarta adalah sebuah kawasan perairan yang kaya dengan hasil lautnya
berupa hewan laut seperti ikan, kerang, kepiting, dan udang. Perairan Teluk Jakarta
menjadi salah satu pemasok ikan dan hewan lainnya di Jakarta. Wilayah Teluk
Jakarta juga menjadi tempat yang penting bagi masyarakat di pesisir Utara Jakarta
yang mata pencahariannya adalah nelayan. Perkampungan nelayan sudah berdiri lama
dan kehidupan mereka bergantung pada laut di Teluk Jakarta. Teluk Jakarta juga
menjadi habitat bagi burung laut Cikalang Christmas. Bahkan, Teluk Jakarta pernah
diusulkan untuk menjadi cagar alam karena menjadi habitat bagi burung laut
Cikalang Christmas. Pada tahun 1995, pemerintah pusat memaksakan proyek
Reklamasi Teluk Jakarta dengan dikeluarkannya Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang
Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada 13 Juli
10
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1172/Jakarta-Teluk
124
1995. Keppres tersebut menetapkan Reklamasi Pantura sebagai satu-satunya jalan
upaya penataan dan pengembangan ruang daratan dan pantai untuk mewujudkan
Kawasan Pantai Utara sebagai Kawasan Andalan.11
Kawasan andalan diartikan
sebagai kawasan yang mempunyai nilai strategis dipandang dari sudut ekonomi dan
perkembangan kota.
Pada tahun 2003, Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan Surat Keputusan
No. 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan
Revitalisasi Pantai Utara Jakarta pada 19 Februari 2003. Dalam keputusan tersebut
dinyatakan bahwa hasil studi AMDAL menunjukkan kegiatan reklamasi akan
menimbulkan berbagai dampak lingkungan.12
Namun, Surat Keputusan tersebut
kemudian digugat oleh 6 perusahaan pengembang yang telah melakukan kerjasama
dengan Badan Pengelola Pantai Utara untuk melakukan reklamasi Pantura Jakarta.
Perusahaan tersebut antara lain PT. Bakti Bangun Era Mulia, PT. Taman Harapan
Indah, PT. Manggala Krida Yudha, PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Pembangunan
Jaya Ancol dan PT. Jakarta Propertindo. Gugatan tersebut mempermasalahkan dua
hal pokok terhadap SK Menteri LH No. 14 Tahun 2003 yaitu Kewenangan Menteri
LH menerbitkan keputusan ketidaklayakan lingkungan rencana reklamasi pantura
jakarta dan kewenangan Menteri LH untuk mewajibkan instansi yang berwenang
untuk tidak menerbitkan izin pelaksanaan Reklamasi Pantura. Dalam persidangan di
11
Konsideran huruf a dan b KEPPRES No. 52 Tahun 1995 12
Mahkamah Agung. Keputusan Peninjauan Kembali Nomor 12 PK/TUN/2011. 24 Maret 2011
125
PTUN tingkat pertama dan kedua, Majelis Hakim mengabulkan gugatan para
pengusaha (Penggugat).13
Dalam tingkat kasasi, Majelis Hakim berhasil memenangkan Menteri LH dan
Penggugat Intervensi lainnya. Namun di tingkat penijauan kembali, Mahkamah
Agung kembali memenangkan para pengusaha dan mencabut putusan kasasi. Putusan
PK menyatakan dicabutnya status hukum keberlakuan SK Menteri LH No. 14 Tahun
2003 sehingga proyek reklamasi tetap dilanjutkan.
Pada tahun 2008 muncul Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang
Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak,
Cianjur. Perpres No. 54 Tahun 2008 ini mencabut Kepres No. 52 Tahun 1995 dan
Keppres No. 73 Tahun 1995 namun sepanjang yang terkait dengan penataan ruang.
Kemudian pada tahun 2012, DPRD Jakarta mengesahkan Perda DKI Jakarta No. 1
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 (Perda No. 1 Tahun 2012)
yang menggantikan Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang habis masa berlakunya tahun 2010.14
Dalam
Perda ini, ditetapkan jika Kawasan Tengah Pantura akan dijadikan lokasi program
pengembangan baru di DKI Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, Kawasan Tengah
Pantura dijadikan sebagai kawasan Pusat Kegiatan Primer yang berfungsi melayani
kegiatan berskala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Kawasan Tengah
13
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT
jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 202/B/2004/PT.TUN.JKT.
Pengadilan
14 Pasal 97 ayat (1) Perda No. 6 Tahun 1999 tentang RTRW Jakarta
126
Pantura akan menjadi pusat niaga baru di bidang perdagangan, jasa, MICE (Meeting,
Incentives, Convention, Exhibition), dan lembaga keuangan.15
Pada tahun 2015, pembangunan di Teluk Jakarta mulai bergerak dengan
dikeluarkannya izin reklamasi Pulau G, Pulau F, Pulau I, dan Pulau K. Masih ada
sekitar 13 Pulau yang belum mendapat izin pelaksanaan reklamasi dari Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta.
Problematika Reklamasi Teluk Jakarta sendiri menuai banyak tafsir yang
cenderung bersifat politis dan tidak subtansial pada masalah yang menyebabkan
terjadinya polarisasi antara pihak yang menyatakan boleh dan harus dilaksanakan
dengan pihak yang menolak pembangunan pulau-pulau buatan tersebut. Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan seperti dimuat media
Tempo online tanggal 14 September 2016 menyebut bahwa pemerintah akan
meneruskan proyek reklamasi di pantai utara Jakarta. Ia mengklaim keputusan itu
didasari kajian ilmiah. Diantaranya akan terjadi penurunan muka tanah sebanyak 7,5
sentimeter, lalu perlunya membangun Giant Sea Wall untuk menghasilkan air, serta
menghindari banjir rob di Utara Jakarta.16
Dalih senada juga disampaikan Gubernur
DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Mereka bersikukuh proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta memiliki payung hukum
15
Lampiran II Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
2030 16
https://nasional.tempo.co/read/804081/ini-3-alasan-luhut-lanjutkan-reklamasi-teluk-jakarta
127
yaitu Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara
Jakarta. Pramono menegaskan, berkaitan reklamasi menjadi wewenang Pusat.17
Namun, sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti justru
bertolak belakang dengan sikap Menteri Luhut, Ahok, dan Pramono Anung. Susi
bersama Komisi IV DPR RI sepakat untuk menghentikan proyek reklamasi Teluk
Jakarta. Ia sekaligus membantah argument yang dijadikan pembenaran pelaksanakaan
reklamasi Teluk Jakarta karena setidaknya ada tujuh dugaan pelanggaran hukum oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Seperti dilansir Kompas.com tanggal 14 April 2016, Susi memaparkan tujuh
alasan tersebut. Pertama, penerbitan izin reklamasi tanpa adanya Perda Rencana
Zonasi bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau0Pulau Kecil pada Pasal 30 ayat 3. Pasal itu menyatakan
perubaha peruntukan dan fungsi zona inti yang bernilai strategis ditetapkan menteri
dengan persetujuan DPR dan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 Tentang
Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Kedua, tidak ada konsultasi secara kontinyu Pemprov DKI dan kemeterian
terkait sehingga bertentangan dengan pasal 51 ayat 1 UU Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menyetakan menteri berwenang menerbitkan dan
mencabut izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya yang
menimbulkan dampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis terhadap
17
https://beritagar.id/artikel/berita/alasan-ahok-ngotot-reklamasi-jalan-terus
128
perubahan lingkungan, serta menetapkan perubahan status zona inti pada kawasan
konservasi nasional. Ketiga, izin reklamasi tidak dapat dikeluarkan berdasarkan
Rencana Tata Ruang dan Wilayah, melainkan berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
Keempat, Provinsi DKI Jakarta tidak mempunyai landasan peneribitan izin
reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang
Reklamasi Pantai Utara Jakarta telah dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 54
Tahun 2008 mengenai izin reklamasi. Kelima, langkah Pemprov DKI menerbitkan
izin reklamasi berpotensi merusak lingkungan hidup karena tidak didasarkan pada
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pasal 15 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, KLHS wajib
dilibatkan dalam penyusunan, evaluasi kebijakan, rencana dan program yang
berpotensi merusak lingkungan hidup.
Keenam, penerbitan izin reklamasi diluar kewenangan Pemprov DKI Jakarta.
Hal itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengatur dan menetapkan kawasan
Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur
(Jabodetabek-Punjur) termasuk kepulauan seribu (Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan
Jawa Barat). Sementara itu, Jakarta merupakan Kawasan Strategis Nasional yang
kewenangan pengeloaan dan pemanfaatannya berada di pemerintah pusat. Ketujuh,
Pemprov DKI Jakarta menerbitkan izin reklamasi tanpa mengindahkan Surat
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003.
129
Selain itu, Pakar Hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD pada kolom Opini
Koran SIndo tanggal 9 April 2016 juga menegaskan hal serupa. Bahwa persoalan
reklamasi Teluk Jakarta adalah problem hukum.18
Tidak hanya dari sisi hukum,
berbagai lembaga swadaya masyarakat juga turut menentang reklamasi Teluk Jakarta
karena dianggap selain melanggar banyak aturan juga berdampak buruk bagi
kehidupan masyakarat utamanya nelayan dan biota laut serta lingkungan. Misalnya
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jakarta yang menolak keras reklamasi Teluk
Jakarta dan memaparkan berbagai alasan.
Melanggar Hak Rakyat yang Dijamin Konstitusi UUD 1945
Menurut Walhi, reklamasi telah melepaskan hak penguasaan negara atas bumi
Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat kepada pengusaha
properti. Hal tersebut tentu melanggar Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Reklamasi juga mengurangi wilayah kelola nelayan tradisional dan
memperparah pencemaran. Dengan itu, nelayan tradisional kehilangan sumber
kehidupannya. Hal ini melanggar Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin
Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak bagi Kemanusiaan dan bagi
semua warga negara. Jika dilanjutkan, proyek ini akan menggusur
permukiman nelayan atas nama penertiban. Padahal proyek ini ditujukan
untuk pembangunan bagi segelintir kelas ekonomi atas.19
Dalam pemaparan yang ditulis melalui media Kumparan.com tanggal 1
Januari 2017 Walhi menyebut dampak reklamasi justru membuat Jakarta Akan
Tenggelam. Dengan pembangunan reklamasi, banjir di Jakarta akan semakin
menggila. Reklamasi menghilangkan fungsi daerah tampungan yang memperbesar
aliran permukaan. Aliran sungai akan melambat sehingga terjadi kenaikan air di
18
http://koran-sindo.com/page/news/2016-04-09/0/2 19
Wawancara dengan Kepala Departemen Hubungan Internasional dan Perubahan Iklim
WALHI, Teguh Surya
130
permukaan. Akibatnya, sedimentasi bertambah dan terjadi pendangkalan muara yang
berefek pembendungan yang signifikan.
Menurut Walhi, frekuensi banjir pun meningkat karena kapasitas tampung
sungai yang terlampaui oleh debit sungai. Belum lagi Teluk Jakarta menjadi tempat
bermuara sekitar 13 sungai. Tidak hanya itu, berdasarkan penelitian Nicco Plamonia
dan Profesor Arwin Sabar, Jakarta Utara menghadapi penurunan muka tanah sejak
1985-2010 yang mencapai -2,65 meter di Cilincing hingga -4,866 meter di
Penjaringan. Beban pembangunan telah melampaui daya dukung dan daya tampung
(carrying capacity) Jakarta yang memperparah bencana ekologis berupa banjir rob di
sepanjang teluk Jakarta. Pada saat ini saja, di setiap musim hujan Jakarta selalu
terendam banjir. Banjir dalam skala luas bisa terjadi akibat reklamasi pantai utara
Jakarta.
Kemudian, reklamasi Teluk Jakarta juga dianggap sebagai proyek warisan
Orde Baru yang berpihak kepada pemodal. Proyek ini pertama kali ditetapkan oleh
Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tanpa adanya kajian dan pertimbangan lingkungan
hidup (sebelum adanya UU PPLH dan Tata Ruang) serta penuh dengan kolusi dan
korupsi. Reklamasi adalah proyek orde baru tanpa partisipasi dan konsultasi
masyarakat serta prinsip perlindungan warga nelayan tradisional dan lingkungan
hidup. Kini, Keppres 52 Tahun 1995 telah dicabut oleh Perpres Nomor 54 Tahun
2008.
Walhi juga menegaskan bahwa reklamasi jelas-jelas merusak lingkungan
hidup. Reklamasi telah dinyatakan tidak layak dan merusak lingkungan melalui
131
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang
Ketidaklayakan Rencana Reklamasi dan Revitalisasi Teluk Jakarta. Putusan
pengadilan memang membatalkan, tetapi tidak menghilangkan penilaian
ketidaklayakan lingkungan hidup dari Reklamasi Pantura Jakarta.
Kemudian, menghancurkan ekosistem sumber pasir urugan. Dimana setiap
hektar pulau reklamasi akan membutuhkan pasir sebanyak 632.911 meter kubik. Jika
dikalikan luas pulau reklamasi yang direncanakan 5.153 hektar, maka akan
membutuhkan sekitar 3,3 juta ton meter kubik pasir. Pengambilan bahan urugan
(pasir laut) dari daerah lain akan merusak ekosistem laut tempat pengambilan bahan
tersebut. Hal ini juga dikhawatirkan memicu konflik berdarah dengan nelayan lokal
seperti di Lontar, Serang-Banten.
Reklamasi juga disebut mengancam Jakarta sebagai Kawasan Strategis
Nasional. Jakarta ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang
berfungsi penting bagi kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia. Jika reklamasi diteruskan dengan berbagai dampak
lingkungan hidup di atas, maka akan menghancurkan Jakarta sebagai ibu kota negara,
situs sejarah nasional, dan kawasan ekonomi nasional yang penting. Kemudian Walhi
menjelaskan;
Reklamasi adalah Proyek Rekayasa Lingkungan. Bentang alam Jakarta
terbentuk secara alamiah melalui proses akresi yang berlangsung dalam waktu lama.
Proses tersebut terjadi dengan terbentuknya 13 sungai yang mendorong sedimentasi
dan kemudian mencapai hilir di Teluk Jakarta. Hasil sedimentasi ini lalu mengeras
132
dalam waktu ratusan hingga ribuan tahun. Karena terjadi secara alamiah, maka proses
ini tidak merusak lingkungan. Jadi, tidak pernah terjadi reklamasi alamiah di Jakarta,
karena reklamasi merupakan rekayasa lingkungan yang mengabaikan kondisi Teluk
Jakarta. Menghancurkan Ekosistem di Kepulauan Seribu , dimana pertumbuhan
karang di Kepulauan Seribu akan terganggu akibat tekanan bahan pencemar dan
sedimen. Gangguan pertumbuhan akan semakin parah dengan adanya perubahan arus
yang semakin meningkat dan menghantam pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.
Perubahan arus akan menggerus gugusan pulau kecil dari Kepulauan Seribu yang
terdekat Teluk Jakarta. Akibatnya pulau-pulau ini akan rusak dan bahkan lenyap.
Salah satu pulau kecil yang bersejarah dan bisa terdampak adalah Pulau Onrust
sebagai situs sejarah perkembangan VOC di Indonesia. Reklamasi juga merusak tata
air di wilayah pesisir, jika reklamasi dilakukan seluas 5.100 hektar, maka sistem tata
air di wilayah pesisir lama akan rusak. Kerusakan sistem tata air terjadi setidaknya
pada radius 8-10 meter. Pasalnya, reklamasi akan menambah beban sungai Jakarta di
saat musim hujan. Jika air sungai terhambat keluar, maka akan menyebabkan
penumpukan debit air di selatan. Reklamasi menghancurkan mangrove Muara Angke
dan habitat satwa yang dilindungi. Hutan bakau sebagai tempat bertelur dan habitat
ikan-ikan kecil (nursery) dan hutan mangrove penangkal abrasi akan digantikan oleh
tumpukan pasir dan semen. Pada tahun 1992, Jakarta memiliki 1.140,13 hektar yang
dikonversi seluas 831,63 hektar menjadi permukiman elit, lapangan golf,
kondominium dan sentra bisnis di kawasan pemukiman Pantai Indah Kapuk (PIK).20
Penolakan keras reklamasi Teluk Jakarta juga dating dari para nelayan yang
mengaku merasa dirugikan. Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) sempat
menggelar beberapa kali jumpa pers di Kantor LBH Jakarta. Ketua KNT Iwan
Carmidi dikutip dari Kompas.com tanggal 7 Mei 2017 menyebutkan reklamasi secara
tidak langsung akan mengusir nelayan.21
Adapun Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna berpendapat, yang menjadi
perdebatan pada masalah reklamasi di Teluk Jakarta ialah pihak penyelenggaranya
dilakukan oleh swasta. Reklamasi dilakukan untuk pembangunan, jika dilakukan
20
Wawancara dengan Teguh Surya 21
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/07/19205601/.reklamasi.itu.secara.enggak.lan
gsung.mengusir.nelayan.
133
pihak swasta tujuannya sudah jelas untuk investasi keuntungan. Tetapi itu akan
menjadi berbeda konteksnya jika pihak penyelenggara reklamasi oleh Pemerintah,
misalnya untuk pelayanan, pemerataan pembangunan. Seperti pembangunan
pelabuhan untuk kesejahteraan dengan menambah areal dermaga dan bandara yang
esensinya demi kepentingan publik.
Yayat mengatakan pengalaman menunjukkan bahwa reklamasi yang ada di
berbagai negara itu pihak penyelenggaranya adalah dari negara itu sendiri. Negara
melakukan reklamasi menurut tata cara aturan yang telah diatur oleh negara. Jadi
ketika reklamasi itu dilakukan harus ada tujuan-tujuan, tata cara, dan aturan-
aturannya.
Kita ini ketika membuat reklamasi aturannya belum ada,
kewenangannya belum jelas, kepentingannya untuk siapa. Kalau reklamasi
yang jelas terjadi saat ini lebih cenderung pada pengkavling-kavlingan, zona
pantai yang sebetulnya hak pengelolanya di atas areal negara yang diberikan
kepada pihak swasta. Kemudian cara pembangunannya pun sampai sekarang
belum ada pedoman-pedoman yang jelas, sehingga saat ada yang menggugat
pro dan kontra pun jelas dibatalkan izinnya karena ada prosedural yang tidak
dipenuhi.22
Sedangkan Pengamat Tata Kota lainnya Nirwono yoga menyampaikan,
reklamasi Teluk Jakarta belum diperlukan mendesak, karena masih banyak yang
harus dilakukan Pemda seperti penanggulangan banjir, ketersediaan air baku,
mengurangi kemacetan, dan menekan polusi udara. Proses penyelamatan lingkungan
membutuhkan lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan secara serius. Mulai dari
22
Wawancara dengan Yayat Supriatna
134
pendalaman waduk-waduk di kawasan Pantai Utara Jakarta dan sungai ataupun kali
yang mengalir ke laut tersebut.
Ini seperti bunuh diri ekologis ya karena Pemprov DKI sudah
mengabaikan upaya penyelamatan Teluk Jakarta yang kondisinya kritis trus
justru langsung loncat ke reklamasi seakan-akan tidak ingin pusing dan
pasrah.23
Melihat tanggapan dari Negara atau pemerintah, pakar, dan masyarakat
memperlihatkan adanya penolakan terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta karena
dinilai bertentangan dengan banyak hal. Sehingga kebijakan terkait reklamasi
merupakan suara mayoritas rakyat. Penolakan itu terus berlangsung hingga kini,
bahkan terus melahirkan kecaman terkait proyek tersebut.
23
Wawancara dengan Nirwono Joga
135
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial
sebagaimana metode yang dipakai yakni teori wacana Teun A van Dijk pada
pemberitaan laporan utama majalah Tempo tentang reklamasi. Teluk Jakarta edisi
April 2016 berjudul “Tiga Relasi Suap Reklamasi” dapat disimpulkan bahwa
terdapat adanya keberpihakan terhadap penolakan reklamasi Teluk Jakarta dengan
memaparkan kejanggalan dan kontroversi yang terjadi. Wacana yang ditampilkan
penulis Tempo mengungkapkan kontroversi dari reklamasi Teluk Jakarta. Dari
struktur makro, tema yang diangkat lebih menekankan adanya permainan kotor
berupasuap-menyuap dan “jual-beli” politik dalam proses pengesahan
pelaksanaan reklamasi. Tempo mengemas berita dengan skema menarasikan
situasi bagaimana KPK membongkar jaringan suap di balik pembahasan aturan
reklamasi. Lalu dari struktur mikro, berdasarkan latar, detil, maksud, dan
praanggapan juga menguak kontroversi reklamasi berupasuap. Seperti pada
kalimat “Sunny Tanuwidjaja tak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Rabu
sore pekan lalu, anggota staf Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama itu
mendapat informasi bahwa ia dicegah bepergian keluar negeri oleh Kantor
Imigrasi atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sunny
mengetahui kabar itu setelah membaca pesan pendek yang baru masuk ke telepon
selulernya.” Dan juga kalimat “Sepekan sebelum mencekal Sunny, penyidik KPK
meringkus anggota Badan Legislasi DPRD Jakarta, Mohamad Sanusi. Politikus
136
Partai Gerindra ini dicokok bersama anggota stafnya, Gery, di Mal FX Sudirman,
Jakarta, setelah menerima Rp1miliar dari Trinanda Prihantoro, Personal
Assistant PT AgungPodomoro Land”. Dari keseluruhan teks tersebut, Tempo
dikatakan mendukung penolakan reklamasi Teluk Jakarta karena menggambarkan
dengan cukup detil dan terkesan dramatis terkait tindakan suap pengesahan
reklamasi. Penggunaan kata yang digunakan cenderung mencitrakan bahwa
proses perundangan-undangan proyek reklamasi penuh dengan cara-cara kotor
seperti suap.
B. Saran
Peraturan Derah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura
Jakarta dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil belum
disahkan. “Peraturan gubernur itu seakan melegalkan pengembang membangun
kota. Padahal aturan zonasinya saja belum ada. Pemerintah DKI tak bisa
menerbitkan peraturan Panduan Rancang Kota Pulau Reklamasi karena
Pemerintah Pusat belum mencabut moratorium reklamasi. Tempo dalam
menyoroti wacana ini dengan membongkar skandal suap begitu transparan dan
saran saya semoga Tempo ke depannya lebih kritis lagi dan konsisten dalam
mengangkat perkembangan isu reklamasi ke depannya tanpa afiliasi dengan pihak
manapun.
137
DAFTAR PUSTAKA
Referensi buku:
Arsip surat kabar diperoleh dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Berger dan Luckmann. The Social Construction of Reality. United States: Anchor
Books. 1966
Birowo, M Antonius. Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Gitanyali. 2004
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. 2011
Creswell, W John. Desain penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta:
KIK Press. 2003
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008
Eriyanto. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. 2001
Fakih, Mansour. Jalan Lain; Manifesto Intelektual Organik. Yogyakarta: Insist. 2002
Gramsci, Antonio. Negara dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009
Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa; Sebuah Studi Critical
Discourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit. 2004
Joga, Nirwono. Mewariskan Kota Layak Huni. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2017
Kriyantono. Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2007
Majalah Tempo. Reklamasi Tujuh Keliling. Jakarta: PT Tempo Inti Media. 2016
Majalah Tempo. Amuk Reklamasi. Jakarta: PT Tempo Inti Media. 2016
138
Maleong, J Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
2000
Muhaimin, Ismail. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya. 1994
Nadzir, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik; Khalayak dan Efek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2010
Rolnicki, E Tom, dkk. Pengantar Dasar Jurnalisme. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group. 2008
S, Edwars, Herman, dkk. Legitimizing versus Meaningless Third World Election: El
Salvador, Guatemala, dan Nicaragua untuk buku mereka Manufacturing
Consent, The Political Economy of the Mass Media. NY: Pantheon Books. 1988
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2010
Summandiria, AS Haris. Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005
Syahputra, Iswandi. Rezim Media; Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan
Infotainment dalam Industri Televisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2013
Tamburaka, Apriadi. Agenda Setting Media Massa. Jakarta: Rajagrafindo, 2012
Thompson, B John. Analisis Ideologi. Yogyakarta: IRCISOD. 2003
Wawancara dengan Redaktur bidang Nasional dan Hukum Majalah Tempo, Anton
Aprianto
Wawancara dengan Pakar Tata Perkotaan, Yayat Supriatna
Wawancara dengan Kepala Departemen Hubungan Internasional dan Perubahan
Iklim WALHI, Teguh Surya
Websites:
https://koran.tempo.co
http://arsip.gatra.com/majalah/arsip.php
139
https://m.republika.co.id
https://korporat.tempo.com
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1172/Jakarta-Teluk
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e40eb03edfa5/teluk-jakarta-layak-jadi-
cagar-alam
Konsideran huruf a dan b KEPPRES No. 52 Tahun 1995
Mahkamah Agung. Keputusan Peninjauan Kembali Nomor 12 PK/TUN/2011. 24
Maret 2011
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No.
202/B/2004/PT.TUN.JKT. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT.11
Pebruari 2004. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Putusan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 202/B/2004/PT.TUN.JKT. 3
Februari 2005
Pasal 72 Perpres No. 54 Tahun 2008
Pasal 97 ayat (1) Perda No. 6 Tahun 1999 tentang RTRW Jakarta
Lampiran II Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030
http://koran-sindo.com/page/news/2016-04-09/0/2