Download - Anatomi Dan Fisiologi Traktus Uvea
ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKTUS UVEA
I.Pendahuluan
Traktus uvea disebut juga dengan lapisan pigmen vaskuler , tunika vaskulosa atau uvea. Nama
uvea sendiri diambil dari bahasa latin uve ( anggur ), oleh karena memiliki pigmen yang gelap dan
bentuknya menyerupai anggur.(1,2)
Traktus uvea adalah lapisan dinding bola mata yang vaskuler, berada dilapisan tengah mata,
dilindungi oleh kornea dan sklera yang merupakan lapisan dinding luar bola mata. Bagian ini ikut
memasok darah ke retina dan terdiri dari tiga bagian yaitu iris, korpus siliaris dan koroid. Traktus uvea
melekat erat pada sklera di scleral spur , saraf optik , dan tempat keluarnya vena –vena vortex. (2,3,4,5)
Pada iris terdapat pupil yang mengatur intensitas cahaya yang masuk dan sampai ke retina,
melalui kerja muskulus dilator pupilae dan muskulus sfingter pupilae. Muskulus dilator dipersarafi oleh
saraf simpatis yang berfungsi untuk midrisasis, sedangkan muskulus sfingter pupilae dipersarafi oleh
saraf parasimpatise yang berfungsi untuk miosis. Pada korpus siliaris terdapat muskulus siliaris yang
berfungsi mengatur bentuk lensa untuk akomodasi, disamping fungsi yang lain yaitu memproduksi
humor akuos yang diperankan oleh epitel siliaris tak berpigmen.(6)
Karena sifat vaskuler dari traktus uvea, maka bagian ini berfungsi sebagai sumber nutrisi dan
pertukaran gas melalui perfusi langsung pembuluh darah uvea pada dua pertiga lapisan luar retina dan
juga meningkatkan absorpsi cahaya yang dapat meningkatkan daya kontras bayangan pada retina. (3,4)
Dalam sari pustaka ini akan dibahas lebih lanjut mengenai embriologi ,anatomi, histologi dan
fisiologi dari traktus uvea.
Gambar 1. Anatomi Traktus Uvea (6)
Gambar 1. Anatomi Traktus Uvea (7)
II.EMBRIOLOGI TRAKTUS UVEA
Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitif yaitu : ektoderm permukaan, (termasuk
derivatnya Krista neuralis), ektoderm neural, dan mesoderm. Ketiga jaringan ini akan mengalami proses
pertumbuhan dan diferensiasi membentuk struktur bola mata yang kompleks. Endoderm tidak ikut
pembentukan mata. (5)
Secara embriologi traktus uvea berasal dari ektorderm neural , krista neuralis dan mesoderm.
Ektroderm neural membentuk muskulus sfingter dan muskulus dilator pada iris , epitel iris posterior,
epitel siliaris berpigmen dan tak berpigmen. Krista neuralis akan membentuk stroma iris, koroid dan
muskulus siliaris. Mesoderm akan membentuk endotel pada pembuluh darah. (3)
II.1 Iris
Struktur embrionik dari iris telah terlihat pada minggu keenam masa gestasi. Pada awalnya
struktur embrionik dari vascular channel akan muncul dan mengelilingi pinggir optic cup. Perkembangan
pembuluh darah ini akan berlanjut ke sel-sel mesenkim yang menutupi permukaan lensa dan kemudian
ke dalam stroma iris. Struktur vaskuler iris juga mulai dibentuk pada minggu ini sebagai pertumbuhan
axial dari cincin pembuluh darah dalam mesenkim dan membentuk bagian anterior dari tunika vaskulosa
lentis yang membentuk membran pupil. Akhir dari bulan ketiga masa gestasi setelah prosesus siliaris
yang baru terbentuk, kedua dinding optic cup tumbuh di bawah membran pupil dan sel mesenkim.
Jaringan mesenkim dari iris berdiferiensiasi lebih cepat dari neuroektoderm. Cabang arteri siliaris
posterior temporal dan nasal bersatu dengan pembuluh – pembuluh darah kapiler membentuk sirkulus
arteriosus mayor (MAC). (2,8)
Pada bulan ketiga masa gestasi terjadi diferiensiasi awal dari muskulus sfingter dari lapisan
anterior epitel . Pada bulan keenam masa gestasi muskulus dilator terbentuk dan berdiferensiasi dari sel
mioepitel dan berlanjut sampai lahir.Pada akhir bulan ke tujuh, pigmentasi dari lapisan posterior iris
berhenti. Bagian pupiler (membran pupil) dari tunika vaskulosa lentis akan direabsorpsi selama bulan
keenam masa gestasi. (2,8)
II.2 Korpus Siliaris
Diferensiasi epitel siliaris terjadi pada dua lapisan ektoderm neural di belakang optic cup yang
sedang berkembang. Pada akhir bulan ke tiga, indentasi longitudinal mulai terbentuk di lapisan epitel
Gambar 2.Embriologi iris dan korpus ciliaris(8,9)
luar. Antara bulan ketiga dan keempat , lapisan nonpigmen dalam mulai melekat pada lapisan
berpigmen, dan pada saat ini perkembangan korpus siliaris dapat dikenali oleh penonjolan lipatan radier
tipis dari permukaan anterior optic cup di sekitar lensa. Lipatan –lipatan radier inilah yang merupakan
awal dari prosesus siliaris. (2,10)
Pada minggu ke 10 masa gestasi, precursor sel muskulus siliaris merupakan akumulasi sel
mesenkim yang kemudian pada minggu ke 12 mulai berdiferensiasi dan selanjutnya pada bulan kelima
dimana bagian meridional dari muskulus mulai terbentuk diikuti bagian sirkuler dan radier. Bagian
sirkuler terus berkembang sampai umur 1 tahun.(10)
II.3 Koroid
Perkembangan embriologi dari koroid dimulai dari bagian anterior optic cup dan berkembang ke
posterior menuju ke batang optik. Perkembangan koroid dihubungkan dengan kondensasi sel –sel krista
neuralis yang mengelilingi optic cup dan kemudian berdiferensiasi menjadi sel stroma koroid. (3,4)
Selama minggu ke empat dan kelima dari masa gestasi, koriokapiler mulai berdiferensiasi.
Jaringan koriokapiler dibentuk oleh sel-sel mesodermal yang berhubungan dengan RPE, dimana
berdiferensiasi secara simultan. Lapisan primitif kapiler sudah terbentuk pada minggu ke enam masa
gestasi, antara minggu ke tujuh dan kesembilan mulai terbentuk membrana basalis RPE yang merupakan
lapisan kelima dari membrana Bruch dan pada saat yang sama membrana basalis terbentuk dan
mengelilingi kapiler.(3,4)
Stroma koroid berpisah dari sklera pada akhir bulan ketiga masa gestasi dan jaringan elastik
terbentuk pada bulan ke empat. Antara minggu ke 24 dan 27 melanosom mulai muncul terutama pada
melanosit diluar koroid dan suprakoroid. Melanosit berdiferensiasi dari sel Krista neuralis . melanosom
imatur masih dapat ditemukan pada melanosit koroid saat lahir. (3,4))
III . ANATOMI TRAKTUS UVEA
III.1. IRIS
III.1.A.ANATOMI IRIS
Iris merupakan bagian paling anterior dari traktus uvea yang memberikan warna pada mata,
karena adanya melanosit dari sel-sel pigmen yang memberi warna pada iris. Struktur iris tersusun atas
pembuluh darah dan jaringan penyambung. Iris memiliki permukaan pipih dengan pinggir membentuk
suatu apertura bulat yang terletak di tengah dan disebut pupil. Iris tergantung di dalam humor akuos
antara kornea dan lensa. Iris berfungsi membagi segmen anterior bola mata menjadi bilik mata depan
dan bilik mata belakang.(3,4)
Diameter iris sekitar 12 mm dengan keliling antara 37 – 38 mm dan ketebalan 0,5 mm. Bagian
paling tebal terletak pada daerah sentral yang merupakan struktur yang berbentuk garis zig zag yang
disebut collarette dan bagian tertipis terdapat pada akar iris yang melekat pada permukaan anterior
korpus siliaris dan disebut juga margo siliaris. (3,8)
Iris dibagi menjadi dua bagian yaitu permukaan anterior dan permukaan posterior:
Permukaan Anterior
Permukaan anterior iris dapat dibagi atas dua zona yaitu zona pupilaris pada bagian sentral dan
zona siliaris pada bagian perifer. Kedua zona ini dipisahkan oleh collarette yang terletak dua pertiga
dari akar iris ke pinggir pupil ( sekitar 2 mm dari pinggir pupil), merupakan bagian paling tebal dari iris
dan disini dapat ditemukan sirkulus arterial minor.(3,8)
Zona pupilaris terletak diantara pinggir pupil dan collarette. Pinggir pupil pada zona ini lebih
dikenal dengan pupillary ruff (pupillary frill) yang mempunyai bentuk seperti cincin dengan pigmen
gelap. Pada zona pupilaris ini dapat ditemukan muskulus sfingter pupilae. (8)
Gambar 3. Anatomi Iris Anterior (7)
Zona siliaris pada permukaan anterior dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu inner smooth area, a
middle furrowed area , dan marginal cribriform area. Zona siliaris mempunyai struktur dengan pola
radier yang tersusun dari anyaman jaringan penyambung dan terletak di bawah pembuluh darah
stroma. Pada zona ini dapat ditemukan kripte-kripte dengan ukuran yang bervariasi yang disebut crypts
of Fuch’s . Crypts of Fuch’s ini dapat ditemukan dekat collarette. Disamping itu, pada zona siliaris ini
dapat ditemukan muskulus dilator pupilae. (3,4,8)
Permukaan Posterior
Struktur pada permukaan posterior lebih halus dan lebih teratur dibandingkan permukaan
anterior . Pada permukaan posterior iris ini terdapat dua tipe lipatan radier yaitu lipatan kontraksi yang
terletak 1 mm dari pupil dan lipatan struktural yang terletak 1,5 mm dari pinggir pupil. (8)
Gambar 4. Anatomi iris potongan sagital (7)
III.1.B.HISTOLOGI IRIS
Secara histologi iris terbagi dalam empat lapisan dari anterior ke posterior :
Anterior limiting layer
Lapisan ini merupakan bagian yang paling padat dari padat yang disusun dari jaringan fibroblast.
Bagian ini juga terdiri atas melanosit dengan penyebaran yang rata pada semua iris , tidak tergantung
dari warna iris. Iris yang berwarna lebih gelap memiliki granula melanin yang lebih besar dan volume
sitoplasma melanosit yang lebih tinggi dibandingkan iris yang kurang gelap. Warna sebenarnya dari iris
tergantung pada lapisan ini, pada blue iris lapisan ini tipis dan mengandung sedikit pigment, sedangkan
pada brown iris lapisan ini lebih tebal dan mengandung pigmen yang sangat padat. Dulu lapisan ini
disebut sebagai lapisan endotel dari stroma, tapi istilah tersebut ternyata tidak cocok. Lapisan ini akan
berkurang pada area crypts.(7,8)
Stroma iris
Stroma iris terdiri dari jaringan fibril kolagen dan matriks yang mengandung asam hialuronat.
dalam lapisan ini terdapat muskulus sfingter pupilae,pembuluh darah, nervus, sel pigmen dan sel lain
yang meliputi limposit, fibroblast, makrofag, dan mast cell. Humor akuos mengalir bebas melalui stroma
yang longgar sepanjang batas anterior iris yang mengandung kripte-kripte yang memiliki ukuran ,
bentuk dan dalam yang beragam. Permukaan stroma iris ditutupi oleh jaringan ikat yang bergabung
dengan korpus siliaris. Didalam stroma juga ditemukan sel mioepitel dari muskulus dilator pupilae.
(3,7,9,11)
Gambar 5. Lapisan otot pada iris (2)
Muskulus sfingter pupilae
Muskulus Sfingter pupilae terletak dekat pinggir pupil di bagian stroma iris yang dalam.
Muskulus sfingter pupilae mempunyai ukuran diameter 0,75 – 1 mm dan ketebalannya 0,1 –
1,7 mm. Otot ini dikelilingi oleh lapisan jaringan penyambung padat yang memisahkan dari
muskulus dilator pupilae dan epitel berpigmen. Muskulus sfingter ini terdiri dari kumpulan
miofilamen dan vesikel pinositotik yang terletak di perifer sel otot. Otot ini mendapat inervasi
dari serabut saraf parasimpatis melalui N.III, sehingga dapat ber kontriksi (miosis). (7)
Muskulus dilator pupilae
Otot ini terdapat pada bagian posterior dari stroma pada zona siliaris iris. Otot ini memiliki
miofilamen yang berlokasi pada bagian paling luar dari sel-sel lapisan epitel berpigmen anterior.
Perpanjangan otot mengarah secara radier dari akar iris kearah pupil, tersusun saling tumpang
tindih dan diinervasi oleh serabut simpatis N.VII. Bila otot ini berkontraksi menyebabkan dilatasi
pupil.Muskulus dilator pupilae lebih tipis dibandingkan dengan muskulus sphincter pupilae. (7)
Epitel pigmen anterior
Bagian ini merupakan lapisan yang bersambungan dengan lapisan epitel pigmen retina. Epitel
pigmen anterior dan posterior dipisahkan oleh ruang interselluler yang banyak mengandung mikrovilli.
Lapisan –lapisan ini dihubungkan oleh tight junction intercelluler dan dermosom. Membrana basalis
tidak ditemukan pada lapisan ini. Mitokondria , granula pigmen, retikulum endoplasma kasar , ribosom
bebas, retikulum endoplasma halus, aparatus Golgi dan nukleus sel dapat terlihat melalui pemeriksaan
mikroskop elektron pada bagian apikal dari sel epitel ini.(7,8)
Epitel Pigmen Posterior
Bagian anterior dari lapisan ini bersambungan dengan epitel tak berpigmen korpus siliaris. Pada
pupil bagian ini membentuk pigmented frill dan bersambungan dengan lapisan epitel pigmen anterior.
Lapisan ini lebih banyak mengandung pigmen dibanding bagian anterior. Sel –sel di lapisan ini pada
umumnya berbentuk segiempat atau piramid dan memiliki granula pigmen yang besar, terlihat dari alur
longitudinal dan struktur pitlike pada pemeriksaan secara mikroskopis. Terdapat juga membrana basalis
yang tipis pada permukaan posterior dari sel ini. Sel nukleus dan sitoplasma terdiri dari pigmen yang
berdiameter sekitar 0,8 µm. Granula – granula ini lebih besar dari pada yang ditemukan pada stroma iris.
Epitel pigmen posterior juga memiliki glikogen, mitokondria, retikulum endoplasma dan aparatus Golgi.
(7,8)
III.1.C.VASKULARISASI IRIS
Iris memperoleh suplai darah dari sirkulus
arteriosus mayor yang berlokasi pada apeks dari
korpus siliaris dan membentuk sebagian besar
stroma iris. Pada daerah collarette , anastomose
antara arkade arteri dengan vena membentuk
sirkulus arteriosus minor , yang terkadang tidak
komplit. Diameter kapiler pada daerah ini relatif
besar. Endotel dari pembuluh darah tidak memiliki fenestra dan dikelilingi membrana basalis, perisit dan
zona filament kolagen. Lapisan intima dari pembuluh darahnya tidak memiliki lamina elastik interna.
Aliran vena dari iris dialirkan ke sistem vortex dan pleksus siliaris.(3,8)
Gambar 6. Vaskularisasi Traktus Uvea (11,12)
Gambar 6 . Vaskularisasi pada iris (4)
Gambar 7 Vaskularisasi iris (4)
III.1.D.INNERVASI IRIS
Gambar 8 Inervasi traktus uvea (13)
Iris memperoleh persarafan sensoris dan otonom dari nervus siliaris longus dan brevis. Nervus
siliaris longus merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang merupakan cabang nervus oftalmikus.
Saraf ini terdiri dari serabut saraf simpatis post ganglion dari ganglion simpatetik servikal superior.
Serabut simpatis memasuki iris melalui saraf sensoris dan mempersarafi dilator pupilae. Nervus siliaris
brevis berasal dari ganglion siliaris dan mengandung serabut saraf parasimpatis post ganglion. Serabut
parasimpatis ini menginervasi muskulus sfingter pupilae.(3,4,14)
Gambar 9 Perjalanan reflex Pupil (15)
III.2.KORPUS SILIARIS
III.2.A.ANATOMI KORPUS SILIARIS
Gambar 10. Korpus siliaris (16)
Korpus siliaris berbentuk segitiga pada potongan sagital, menghubungkan segmen anterior dan
posterior. Dengan lebar sekitar 6 mm ( 6,5 mm pada sisi temporal dan 5,5 mm pada nasal ). Apeksnya
berada di posterior dan berbatasan langsung dengan ora serata. Bagian basalnya berbatasan dengan
akar iris dan mengalami perlekatan pada sklera melalui serabut otot longitudinal, yang masuk ke scleral
spur.3,4,10)
Permukaan anterior dari basis korpus siliaris berlipat –lipat sehingga disebut pars plikata
sedangkan permukaan posteriornya halus dan datar disebut pars plana. Pars plikata merupakan struktur
yang kaya pembuluh darah dan memiliki 70 lipatan radier yang membentuk prosessus siliaris dan
memperluas permukaan korpus siliaris. Serat zonular lensa yang membentuk zonula zinnii ( ligamentum
suspensorium) terutama melekat pada lembah-lembah pars plikata dan juga sepanjang pars plana.
Ekuator lensa terletak sekitar 0,5 mm dari prosesus siliaris. Pars plana relative avaskuler dan dikelilingi
oleh ora serata dengan bentuk menyerupai gigi (teeth-like) sehinga disebut prosesus dentate dengan
jumlah sekitar 20 sampai 30, bagian pars plana yang dikelilingi prosesus dentate disebut dentate bay.
Pars plana ini memiliki lebar 4 mm dan terletak dari ora serata sampai prosesus siliaris dan terletak 3,5
mm dari limbus. Pars plana merupakan pilihan surgical acces ke vitreus dan retina. (2,,3,5,9,10,15)
Gambar 8. Korpus siliaris (14)
Gambar 11. Prosesus siliaris (9)
III.2.B. HISTOLOGI KORPUS SILIARIS
Epitel Siliaris
Epitel siliaris terdiri dari dua lapis sel epitel yakni epitel berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan
epitel tidak berpigmen, berbatasan langsung dengan bilik mata belakang, sedangkan epitel berpigmen
berbatasan dengan stroma korpus siliaris. Epitel siliaris tidak berpigmen melanjutkan diri ke anterior
sebagai epitel pigmen dari iris dan keposterior sebagai lapisan neurosensori retina, sedangkan untuk
epitel berpigmen akan melanjutkan diri ke anterior sebagai lapisan myoepitel anterior iris dan ke
posterior melanjutkan diri sebagai epitel pigmen retina. Apeks ke dua sel ini saling berhadapan dan
dihubungkan oleh suatu tight junction yang kompleks dan interdigitasi seluler. (3,4,5,9)
Gambar 12. Epitel siliaris korpus siliaris3
Sel –sel epitel berpigmen relatif seragam dengan bentuk kuboid dengan lipatan basal multipel,
nukleus yang besar, mitokondria, retikulum endoplasma yang luas dan banyak melanosom. Sel epitel
nonpigmen cenderung kuboid pada pars plana dan kolumner pada pars plikata.Sel epitel tidak
berpigmen ini tidak memiliki melanin tetapi banyak mengandung mitokondria, retikulum endoplasma
dan lipatan basal multipel yang mendukung aktifitas metabolik yang tinggi. Terkadang melanosom juga
dapat ditemukan di anterior dekat iris.(3,11,16,17)
Junction interselluler khusus terlihat di dalam dan diantara kedua lapis epitel siliaris. Termasuk
diantaranya adalah Desmosom yang bertanggung jawab untuk mempertahankan perlekatan antara
struktur cytoskeleton dari sel-sel yang berdekatan dan gap Junction yang terdiri dari kumpulan protein
intra membrane yang disebut dengan connexon. Connexon membentuk semacam tabung diantara sel
yang memungkinkan untuk lewatnya ion dan molekul-molekul kecil seperti asam amino, glukosa dan
nukleotida. Tipe sel junction lain adalah Zonula Occudens atau Tight Junction yang terletak diantara sel
–sel epitel tidak berpigmen menghasilkan terbentuknya suatu blood-aquos barrier yang selektif pada
celah interselluler di bagian apeks yang berfungsi untuk mencegah terjadinya difusi bebas makromolekul
ke bilik mata posterior namun memungkinkan untuk difusi cairan dan mikromolekul. Tight Junction juga
berfungsi untuk memelihara gradient transport aktif pada pembentukan humor aquos. (17)
Stroma Siliaris
Stroma siliaris terdiri atas kumpulan komponen ekstraseluler seperti kolagen, serat elastik dan
molekul matriks kecil seperti proteoglikan. Lapisan ini juga memiliki jaringan konektif yang mengarah ke
prosesus siliaris, kaya akan pembuluh darah dan melanosit. (4,11)
Muskulus Siliaris
Muskulus siliaris merupakan substansi terbesar korpus siliaris yang mengandung serat-serat otot
polos. Muskulus siliaris terdiri atas otot longitudinal, radial dan sirkuler. Otot longitudinal atau
meridional (brucke’s musle ) merupakan otot terluar dan terdekat dengan sklera dan melekat pada
skleral spur, berjalan ke posterior ke stroma koroid. Otot oblik atau radier dimulai pada bagian tengah
korpus siliaris, disebut juga Bowman’s muscle. Otot sirkuler (Muller’s muscle) terletak paling dalam
berjalan sirkuler mengikuti bentuk bola mata seperti sebuah sfingter.(3,4)
Gambar 13. Muskulus korpus siliaris (11)
III.2.C. VASKULARISASI KORPUS SILIARIS
Korpus siliaris diperdarahi oleh arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Kedua
arteri ini bersatu membentuk pleksus arterial yaitu pleksus arterial episkleral superficial, pleksus
intramuskuler dalam dan sirkulus arterial mayor inkomplit yang sering dianggap bagian dari iris. (3,5)
Gambar 14. Vaskularisasi Korpus Siliaris (18)
III.2.D.INERVASI KORPUS SILIARIS
Inervasi korpus siliaris dipersarafi oleh saraf parasimpatis postganglionic dari nervus III. Sekitar
97% dari serat saraf ini langsung ke muskulus siliaris dan 3 % ke sfingter iris. Adapun serat simpatis
berperan dalam merelaksikan otot bagian ini.(3,11)
III.3. KOROID
III.3.A.ANATOMI KOROID
Koroid merupakan bagian traktus uvea paling posterior yang menutrisi retina bagian luar.
Ketebalannya sekitar 0,25mm dan terdiri atas tiga lapisan yaitu koriokapiler yang paling dalam,
pembuluh kecil bagian tengah dan pembuluh besar bagian luar. Koroid terbentang dari discus optic
sampai ora serrata(4,5,7)
Struktur koroid tipis halus, berupa lapisan berwarna coklat melapisi sklera bagian dalam dan memiliki
banyak vaskularisasi. Permukaan dalam koroid halus, melekat erat pada pigmen retina, sedangkan
permukaan luarnya kasar dan melekat erat pada saraf optik dan tempat dimana arteri siliaris posterior
dan nervus siliaris memasuki bola mata, juga melekat pada tempat keluar keempat vena vortex. (3,4)
Secara mikroskopik koroid dapat dibagi dalam tiga lapisan yitu:
Lamina suprakoroid
Bagian ini merupakan suatu membran tipis dengan serat kolagen yang padat, melanosit dan
fibroblast. Bagian ini bersambungan dibagian anterior dengan lamina suprasiliaris. Antara membran ini
dan sklera terdapat suatu ruang potensial yang disebut suprachoroidal space. Di dalam ruangan
suprachoroidal space ini dapat ditemukan arteri dan nervus siliaris posterior longus dan brevis. (7)
Stroma koroid
Bagian ini mengandung jaringan kolagen dengan beberapa jaringan elastik dan serat retikulum.
Bagian ini juga mengandung sel-sel pigmen dan sel-sel plasma. Pada lapisan ini, penyusun utamanya
juga terdiri dari tiga lapis yaitu : (i) lapisan pembuluh darah besar (Haller’s layer), (ii) lapisan pembuluh
darah sedang (Sattler’s layer) dan (iii) lapisan koriokapilaris. (7)
Ketiga lapisan pembuluh darah tersebut diatas disuplai oleh arteri dan vena. Arterinya berasal
dari cabang arteri posterior brevis yang berjalan ke anterior. Venanya lebih besar dan bergabung dengan
vena vorticose yang kemudian menembus sklera dan bergabung dengan vena-vena ophthalmikus.
Lapisan koriokapiler memiliki dinding pembuluh darah tipis dan mengandung fenestra multiple,
terutama pada permukaan yang menghadap retina. Perisit terdapat pada dinding luar kapiler. Kapiler
juga mengandung jaringan ikat yang mengandung melanosit dan densitas kapiler terbanyak dan
terbesar terdapat di daerah makula.(2,3,4,5)
Gambar 12. Khoroid
Gambar 15. Koroid (3)
Membrane Bruch’s
Lapisan terdalam khoroid adalah membrane bruch’s, berasal dari fusi antara membran basalis
RPE dan koriokapiler. Membran ini dimulai dari diskus optic sampai oraserata.Pada pemeriksaan
ultrastruktural terdiri atas lima lapisan dari luar ke dalam yaitu:
1. membran basalis koriokapiler
2. lapisan serat kolagen luar
3. jaringan serat elastik
4. lapisan serat kolagen dalam
5. lamina basalis RPE.(3,4,7)
Gambar 16. Lapisan Membrane Bruch’s 3
III.3.B.VASKULARISASI KOROID
Koroid memperoleh suplai darah terutama dari arteri siliaris posterior longus dan brevis, dan
sejumlah cabang rekuren keluar dari arteri siliaris anterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika.
Vena-vena vortikose mengalir dari koroid dan menembus sklera dan bermuara pada vena-vena
oftalmika. Aliran darah kekoroid lebih tinggi di bandingkan jaringan lain, sehingga kandungan darah
vena koroid hanya 2%-3% kurang dari aliran darah arterinya.(3)
III.3.C.INERVASI KOROID
Koroid mendapatkan inervasi dari nervus siliaris longus dan brevis. Nervus siliaris longus
merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang juga cabang dari oftalmika nervus trigeminus yang
membawa serabut saraf sensoris dan serabut simpatis. Nervus siliaris brevis berasal dari ganglion siliaris
dan membawa serabut parasimpatis dan simpatis.(4)
IV.FISIOLOGI TRAKTUS UVEA
IV.1. Fisiologi iris
Fungsi dari iris yaitu mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata dan sampai ke retina
melalui kontraksi otot sfingter pupil dan otot dilator pupil. jika kedua mata disinari dengan cahaya,
diameter pupil akan mengecil dengan diameter yang sama atau beda dengan selisih yang sangat kecil.
Perbedaan ukuran kedua pupil disebut anisokoria. Anisokoria masih normal (anisokoria fisiologis )
apabila perbedaannya kurang dari 0,4 mm. Pupil bergerak secara bersamaan saat berdilatasi didalam
ruang gelap atau miosis pada saat cahaya terang yang merupakan suatu reaksi reflex. (3,7,11)
Gerakan pada pupil terdiri dari gerakan miosis ( konstriksi ) dan gerakan midriasis ( dilatasi ).
Miosis terjadi apabila otot sfingter pupil yang tersusun sirkuler berkontraksi memendek dan menegang
sehingga lingkaran pupil akan mengecil. Otot ini memperoleh inervasi primer dari saraf parasimpatis
yang berasal dari nucleus Edinger-Westphal yang berjalan sepanjang nervus III.
Midriasis terjadi apabila muskulus dilator pupil berkontraksi sehingga serabut otot dilator tertarik
keluar. Midriasis juga dapat terjadi melalui relaksasi muskulus sphingter pupil. Stimulasi simpatis dari
reseptor adrenergic α1 menyebabkan kontraksi dan menyebabkan dilatasi dari iris. (3,7,11)
Refleks cahaya pupil adalah konstraksi pupil yang terjadi saat cahaya menyinari mata. Refleks
cahaya langsung yaitu konstriksi pupil pada saat cahaya disinari secara langsung pada pupil, sedangkan
konstriksi yang terjadi pada mata yang tidak disinari disebut refleks konsensual. Jalur aferen refleks pupil
bersatu dengan visual pathway termasuk persilangan serabut saraf daerah nasal pada khiasma optikum.
Daerah posterior dan traktus optikus, serabut-serabut saraf pupil meninggalkan serabut visual dan
melewati sisi lateral otak tengah ke nukleus pretektal pada kolikulus superior. Di daerah ini, serabut
eferen muncul dan melewati nukleus Edinger-Westphal, menyilang secara partial. Bagian aferen dari
arkus refleks melibatkan nervus optik, kemudian membentuk suatu bagian dari sel-sel ganglion retina
yang berfungsi untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke retina. Akson –akson ini akan
meninggalkan nervus optik optik dan menuju ke nukleus pretektal olivary, dimana akson –akson ini
bersinaps dengan sel pretektal. Sel-sel nukleus pretektal olivary diperkirakan mengirim sinyal kepada
kedua nukleus Edinger –Westphal sehingga terjadi refleks cahaya langsung dan cahaya tidak langsung
( konsensual).(3,4,14)
IV.2.Fisiologi korpus siliaris
Korpus siliaris memiliki tiga fungsi yaitu pembentukan humor akuos, pengaliran humor akuos,
dan akomodasi lensa. Humor akuos diproduksi oleh epitel korpus siliaris non-pigmen, volumenya sekitar
250 µL, dengan kecepatan produksi rata-rata 2-3μL. Hasil produksinya akan dikeluarkan ke bilik mata
belakang dan mengalir ke bilik mata depan. Ini merupakan campuran kompleks dari elektrolit, organic
solutes, growth factor dan protein lain yang mensuplai nutrisi ke jaringan non vaskularisasi dari bilik
mata depan (trabecular Meshwork, lensa dan corneal endothelium). Humor akuos diproduksi oleh epitel
tidak berpigmen siliaris yang terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses difusi dan ultrafiltrasi
yang merupakan proses pasif, sedangkan proses aktif melalui sekresi. Difusi terjadi karena terdapat
ruang dengan potensial negatif yang akan terisi oleh molekul sampai tercapai keseimbangan tekanan
antara kedua membrane. Proses ini melibatkan ion –ion sodium. Ultrafiltrasi merupakan komponen
nonenzim pada pembentukan humor akuos yang tergantung pada perbedaan tekanan intraokuler,
tekanan darah dan tekanan osmotik darah pada korpus siliaris.(3,19,20)
Humor akuos disekresikan dari mata melalui conventional pathway dan unconvensional
pathway. Pada conventional pathway, humor akuos disekresikan dari mata melalui trabekular
meshwork pada sudut iridokorneal di bilik mata depan yang kemudian diteruskan ke kanalis
Schlemm’s , kanalis kolektor intraskleral, vena-vena akuos dan pleksus vena episkleral. Pada
unconvensional pathway atau aliran uveoskeral, humor akuos di bilik mata depan masuk melalui
muskulus siliaris dan selanjutnya memasuki ruang suprasiliaris dan menyilang di anterior dan posterior
sclera, sampai di kanalis emissaria yang terletak disekeliling vena vortex atau di pembuluh darah koroid.
Presentase humor akuos yang melalui jalur uveasklera sekitar 10-15% pada orang dewasa, sedang pada
anak-anak sekitar 40-50%. Aliran uveoskeral ini juga dianggap sebagai aliran pasif dan rute minor dari
humor akuos. (20,21)
Proses akomodasi dihasilkan karena terjadi kontraksi muskulus siliaris yang menggerakkan
zonula yang melekat pada anterior lensa ke depan dan dalam sehingga lensa menjadi lebih cembung.
Pada keadaan mormal posisi lensa dalam keadaan relaksasi tanpa regangan pada kapsulnya dan
berbentuk sferis yang disebabkan elastisitas kapsul. Pada saat akomodasi muskulus siliaris berkontraksi
khususnya otot longitudinal dan sirkuler sehingga diameter otot berkurang yang mengakibatkan
turunnya tekanan serat-serat zonular yang kemudian memungkinkan lensa menjadi lebih sferis dan
kekuatan dioptri lensa bertambah. (21)
IV.3. Fisiologi koroid
Koroid memiliki fungsi terutama untuk suplai darah ke epitel pigmen retina (RPE) sampai ke dua
pertiga lapisan nuclear dalam dari neurosensori retina. Koriokapiler yang memerankan fungsi ini
membawa darah melalui pembuluh-pembuluhnya ke bagian anterior bola mata. Koroid juga
diperkirakan berperan dalam proses pertukaran panas di retina karena tingginya aliran darah di
pembuluh darah koroid. Sel-sel pigmen koroid menyerap cahaya yang berlebihan yang berpenetrasi ke
retina tapi tidak diserap sel-sel fotoreseptor. Disamping itu koroid juga memberikan peranan yang besar
pada pemeriksaan fundus karena respon dari pigmen dan warna koroid. (3,10)
PENUTUP
Traktus uvea merupakan lapisan pigmen vascular yang terdiri dari iris , korpus siliaris dan koroid.
Iris dan korpus siliaris termasuk uvea anterior yang dilindungi oleh kornea dan sklera, sedangkan koroid
termasuk dalam uvea posterior yang berada diantara sklera dan retina.
Traktus uvea mendapat vaskularisasi dari arteri siliaris posterior longus, arteri silaris brevis dan
arteri siliaris anterior . Sedangkan aliran venanya menuju ke vena-vena vortex yang bermuara di vena
oftalmika. Traktus uvea dipersarafi oleh nervus siliaris longus cabang nervus siliaris yang merupakan
cabang nervus oftalmika dan nervus siliaris brevis yang berasal dari ganglion siliaris.
Fungsi dari iris yaitu mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke retina melalui pengaturan
muskulus sfingter pupilae dan muskulus dilator pupilae.
Korpus siliaris memiliki tiga fungsi yaitu pembentukan humor akuos, pengaliran humor akuos,
dan akomodasi lensa
Koroid berfungsi sebagai sumber nutrisi dan pertukaran gas melalui perfusi langsung
pembuluh darah uvea dan absorpsi cahaya yang meningkatkan daya kontras bayangan pada retina.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang GK. Uveal Tract (Vaskular Pigmented Layer), In : Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas.
Thieme-Stuttgart New York. 2006
2. Uvea . Wikipedia The Free Encyclopedia . Available from : http//www.wikipedia.org
3. Liesegang TJ. Skuta GL. Cantor LB. Fundamentals and Principle of Ophthalmology. Section 2.
American Academy of Ophthalmology. San Fransisco.2008
4. Basky D. Anatomy of the Uveal Tract, In: Duane’s Clinical Ophthalmology on CD-ROM. Lippincott
Williams and Wilkins Publisher. Philadelphia.2003
5. Vaughan DG. Ashbury T. Riordan-Eva P. Ofthalmology Umum. Widya Medika. Jakarta.2000
6. James B. Chew C. Bron A. Lecture notes oftalmologi. Erlangga Medical Series.Jakarta.2006
7. Khurana AK. Anatomy,Physiology and Diseases of The Eye, In : Comprehensive Ophthalmology
Fourth Edition.New Age International Publishers.New Delhi.2007
8. Hutchinson AK. Rodrigues MM.Grossniklaus HE. Iris, In : Duane’s Clinical Ophthalmology on CD-
ROM. Lippincott Williams and Wilkins Publisher. Philadelphia.2003
9. Oyster CW. Corpus ciliaris and Choroid. In: The Human Eye. Sinauer Assocates Inc.
Massachusetts. 1999
10. Streeten BW. TheCiliary Body, In : Duane’s Clinical Ophthalmology on CD-ROM. Lippicott William
and Wilkins Publisher. Philadelphia.2003
11. Snell RS. Lemp MA. The eyeball, In : Clinical Anatomy of the Eye. Blackwell Science.
Australia.1998
12. Uvea, Elseiver Ltd 2005: Gray anatomy 39- www grayanatomy online.com.
13. Kahle. The Eye Ball, in : Color Atlas of Human Anatomy Vol 3. Thieme- Stuttgart, Germany 2003
14. Liesegang TJ. Skuta GL. Cantor LB. Neuro-Ophthalmology. Section 5. American Academy of
Ophthalmology on CD-ROM. San Fransisco.2003
15. Quillen DA. Blodi BA. Clinical Retina. American Medical Association. AMA Press. USA.2002
16. Bradford AC. Glaukoma ,Chapter 3. Basic Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology.
San Fransisco. 1999
17. Morison J. Pollack I. Anatomy and Physiology of Aqueous Humor Formation, In : Glaucoma
Science and Practice. Thieme. New York. 2003
18. Millar C. Kufman PL. Aques humor : Secretion and Dynamics. Duane’s Clinical Ophthalmology on
CD-ROM. Lippicott William and Wilkins Publisher. Philadelphia.2003
19. Liesegang TJ Skuta GL. Cantor LB. Lens and Catarat section 11. American Academy of
Ophthalmology. San Fransisco.2008
20. Fautsh PM.Johnson HD. Aqueous Humor Outflow: What Do we Know? Where will it Lead Us?.
Investigative Ophthalmolohy & Visual Science, October vol.47 no 10.2006
21. Kaufman Pl. Glasser A. Acomodation and Presbyopia, In : Adlers’s Physiology of the Eye, 10 th
edition, Mosby Inc. St.Louis Missouri.2002
UVEITIS
BATASAN :
Peradangan dari jaringan uvea yang disebabkan berbagai penyebab dan dapat mengenai satu atau
ketiga bagian dari jaringan uvea secara bersamaan.
Uveitis anterior : Peradangan dari iris (iritis);pars plikata korpus siliaris (siklitis) dan peradangan dari iris
disertai pars plikata korpus siliaris (iridosiklitis).
Uveitis intermediate : meliputi inflamasi pars plana dan perifer retina dan dibawah koroid juga disebut
“pars planitis”
Uveitis posterior : Peradangan dari koroid (koroiditis), selalu terkait dengan inflamasi dari retina
sehingga sering disebut “chorioretinitis”.
Panuveitis : inflamasi seluruh jaringan uvea
ETIOLOGI :
. Bakteri : Infeksi fokal, tuberculosis, sifilis
. Viral : Herpes simpleks, Herpes zoster, penyakit Citomegalovirus
. Sindroma Behcet, penyakit Vogh-Koyanagi Harada
. Fungal : Histoplasmosis,Koksidiodomikosis
. Parasit : Toksoplasmosis, Toksokariasis
. Sistemik : Rheumatoid Artritis, Sarkoidosis, Reiter, Multiple Sklerosis
. Tidak diketahui
GAMBARAN KLINIS :
Uveitis anterior :
Gejala :
1. Penurunan penglihatan pada pasien dengan iridosiklitis dapat bervariasi dari penglihatan kabur
pada fase awal sampai penurunan penglihatan nyata pada fase lambat. Factor yang responsible
untuk dapat menginduce miopia terjadi karena spasme siliaris, kekeruhan kornea (oedema dan
Kp’s), kekeruhan aqueous, blok pupil oleh exudates, katarak komplikasi, kekeruhan vitreus,
membrane siklitik, macular edem, papilitis atau glaucoma sekunder. Satu atau lebih faktor dapat
berkontribusi, tergantung berat dan durasi penyakit.
2. Nyeri mendominasi gejala uveitis anterior akut. Pasien biasanya mengeluh dengan nyeri samar
sensasi berdenyut yang semakin memburuk pada malam hari. Nyeri okuler biasanya dirasakan
sepanjang distribusi cabang N.V, terutama kedahi dan kulit kepala.
3. Mata merah. Ini terjadi karena kongesti sirkumkorneal, yang terjadi karena adanya hyperemia
aktif dari pembuluh darah siliaris anterior oleh karena efek toksin, histamine dan histamine-like
substance dan reflex axon.
4. Photophobia dan blepharospasme. Dapat terlihat pada pasien dengan uveitis anterior akut yang
diakibatkan oleh suatu reflex antara serat sensoris N.V (yang mana teriritasi) dan serat motorik
dari N.VII, yang mempersarafi musculus orbicularis okuli.
5. Lakrimasi. Lakrimasi terjadi yang dihasilkan oleh reflex lakrimasi yang diantarai oleh N.V
(afferent) dan serat saraf secretomotor N.VII (efferent)
Tanda :
1. Edem palpebra : biasanya ringan, tergantung dari berat serangan uveitis anterior akut.
2. Kongesti sirkumkorneal : jelas pada iridosiklitis akut dan minimal pada iridosiklitis kronik. Ini harus
dibedakan dengan kongesti superficial yang terjadi pada konjungtivitis akut
3. Edema kornea, dapat terjadi karena toksik endothelitis dan peningkatan tekanan intraokuler.
4. Keratic precipitates (KP’s) adalah deposit seluler protein yang terjadi dibelakang kornea. Paling
banyak tersusun triangular fashion yang meliputi pusat kornea dan inferior kornea karena adanya
perubahan arus humor aquous. Komposisi dan morfologi dari KP’s bervariasi tergantung durasi,
berat dan type uveitis. Type KP’s dapat dilihat dibawah ini :
(i) Mutton fat KP’s : Ini adalah type yang terdapat pada iridocyclitis granulomatous dan
terdiri dari sel epitheloid dan macrophages, luas, tebal, halus, berminyak, waxy
appearance. Mutton fat KP’s biasanya kecil (10-15).
(ii) Small dan medium KP’s (granular KP’s). Tanda ini patognomonik untuk uveitis non-
granulomatosa dan terdiri dari limphosit. Bentuknya kecil, berbatas tegas, putih tersusun
irregular dibelakang retina. Small KP’s berjumlah ratusan dan membentuk susunan yang
disebut endothelial dusting.
(iii) Red KP’s :Ini diduga karena adanya RBC, ini dapat terlihat pada uveitis haemorhagic.
(iv) Old KP’s : Ini adalah tanda penyembuhan uveitis, bila terdapat KP diatas dengan proses
penyembuhan, menyusut, pigmentasi, bentuk irregular, Old mutton KP’s biasa
menyerupai gelas karena proses hyalinisasi.
5. Kekeruhan kornea bagian posterior yang dibentuk pada kasus iridosiklitis yang lama
Tanda pada bilik mata depan
1. Aquous Cell. Ini adalah gambaran awal suatu iridosiklitis. Sel dapat dihitung dengan
menggunakan suatu penyinaran oblique slit lamp dengan panjang 3 mm dan lebar 1
mm dan memakai light intensity dan magnification yang maksimal. Adapun gradenya
sebagai berikut :
a. = 0 sel
+ = 1 – 5 sel
+1 = 6 – 10 sel
+2 = 11 – 20 sel
+3 = 21 – 50 sel
+4 = diatas 50 sel
2. Flare aquous : Ini adalah partikel protein yang masuk ke humor aquous dari
pembuluh darah yang rusak. Dapat dilihat dengan slit lamp dengan suatu titik cahaya
secara oblique ke iris. Dibawah cahaya lampu, partikel protein tampak seperti
pergerakan debu, sehingga biasa disebut “ Bowman movement” atau “tyndal
phenomenon”. Flare biasanya pertanda non-granulomatous dan minimalis pada
granulomatous. Flare dibagi dalam grade 0 –grade 4 :
0 = Tidak ada Flare aquous
1 = Hanya didapatkan
2 = Flare sedang dengan detail iris jernih
3 = Flare nyata detail iris tidak jernih
4 = Flare hebat (fixed coagulate aquous dengan pembentukan fibrin)
3. Hipopion : Ketika exudates tebal dan berat maka akan berkumpul dibagian inferior
BMD dan membentuk hipopion (Pus steril pada BMD)
4. Hifema : Darah pada BMD, ini biasa terlihat pada uveitis haemorhagic
5. Sinekia: sinekia anterior, sinekia posterior (annular sinekia, sinekia posterior total)
6. Penyempitan sudut iridokornealis
7. Atrophi iris
8. Perubahan warna iris : hiperpigmentasi (fase aktif), Depigmentasi (stadium
penyembuhan).
9. Nodule iris . terdapat pada uveitis granulomatous.Koeppe’s nodules : berada pada
pinggir pupil dan dapat mendahului sinekia posterior.Busacca’s nodules : berada
dekat collarate. Besar dalam ukuran tapi kurang umum di bandingkan Koeppe’s
nodules
10. Neovascularisasi iris (rubeosis iridis)
Tanda pada pupil :
a. Pupil sempit. Terjadi karena iridosiklitis akut yang menyebabkan iritasi sphincter papillae
oleh toksin. Edema iris dan pelebaran pembuluh darah iris juga menyebabkan pupil sempit.
b. Bentuk pupil irregular. Bentuk ini terjadi karena adanya sinekia posterior.
c. Ectropion pupil (eversi pinggir pupil). Terjadi karena adanya kontraksi exudates fibrin pada
permukaan anterior iris.
d. Refleks pupil sangat kecil atau mungkin tidak ada akibat dari edema dan hyperemia iris, yang
akan menghambat pergerakannya.
e. Oklusio pupil yang terjadi karena adanya karena adanya penutupan komplit karena
organisasi exudate pada entire papillary area.
Tanda pada lensa :
a. Penyebaran pigmen pada kapsul anterior lensa yang hampir universal terjadi pada kasus
uveitis anterior.
b. Exudate mungkin menjadi deposit pada lensa pada kasus iridosiklitis plastic akut.
c. Katarak komplikata karena komplikasi iridosiklitis persistent. Ciri khas gambaran katarak
pada tahap awal “polychromatic luster” dan “ bread-crumb appearance”yang merupakan
tanda kekeruhan awal pada subcapsular posterior. Dengan adanya sinekia posterior
progresifitas katarak akan dipercepat untuk mature.
Perubahan pada vitreus. Vitreus anterior dapat memperlihatkan adanya exudates dan sel inflamasi
setelah suatu serangan iridosiklitis akut.
KOMPLIKASI
1. Katarak kompilkata : sudah digambarkan diatas
2. Glaukoma sekunder : ini bisa terjadi pada tahap awal atau komplikasi lanjut dari iridosiklitis
a. Early glaucoma : terjadi pada fase aktif dari iridosiklitis. Adanya exudates dan sel inflamasi
pada anterior chamber akan menimbulkan hambatan pada trabecular meshwork dan
menyebabkan penurunan drainase aquous dan meningkatkan tekanan intraocular
(Hipertensive uveitis).
b. Late glaucoma : Terjadi post inflamasi karena adanya block pupil ; seclusio pupil oleh karena
pembentukan ring sinekia, atau oklusio pupil oleh karena (pengumpulan exudates) yang
menghambat aliran aquous dari posterior chamber ke anterior chamber. Dapat juga terjadi
bila da perifer anterior sinekia (PAS)
3. Cyclitic membrane. Ini dihasilkan karena fibrosis dari exudates di belakang lensa, merupakan
komplikasi lambat dari tipe iridosiklitis plastic akut.
4. Choroiditis, terjadi karena iridosiklitis kronik
5. Komplikasi pada retina : Cystoid macular oedema, macular degeneration, exudative retinal
detachment dan secondary periphlebitis retina.
6. Papilitis (inflamasi pada optic disc), terjadi pada iridosiklitis berat.
7. Band-shaped keratopathy. Terjadi karena suatu komplikasi dari uveitis kronik yang lama,
terutama pada anak-anak yang menderita still’s disease.
8. Phtisis bulbi : Ini merupakan final stage dari uveitis kronik. Pada kondisi ini corpus siliaris
disorganisasi dan produksi humour aquous akan berkurang . Bola mata akan halus, menyusut
dan akhirnya atrophi .
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Mata merah akut : Iridosiklitis akut berbeda dari penyebab lain mata merah akut, terutama akut
kongestif glaucoma dan konjungtivitis akut.
2. Granulomatous versus non-granulomatous uveitis.
3. Perbedaan etiological dari iridosiklitis harus diketahui.
Perbedaan gambaran antara konjungtivitis akut, iridosiklitis akut dan glaucoma kongestif akut
Karakteristik Konjungtivitis akut Iridosiklitis akut Glaucoma kongestif
akut
1. Onset Perlahan-lahan Biasanya perlahan-
lahan
Tiba-tiba
2. Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang pada
mata dan sepanjang
saraf N.V1
Nyeri berat pada
mata dan jalan masuk
area trigeminal
3. Secret Mukopurulen Serous Serous
4. Halo
berwarna
Mungkin ada Tidak ada Ada
5. Penglihatan Baik Menurun ringan Menurun nyata
6. Kongesti Konjuntiva superficial Siliaris dalam Siliaris
7. Tenderness Tidak ada Nyata Nyata
8. Pupil Normal Kecil dan ireguler Besar dan secara
vertical oval
9. Media Jernih Keruh karena KPs,
flare dan exudates
papillary
Keruh karena edema
kornea
10. BMD Normal Bisa dalam Sangat dangkal
11. Iris Normal Keruh Udem iris
12. TIO Normal Biasanya normal Meningkat
13. Gej. Konstitusi Tidak ada Sedikit Prostration dan
vomiting
PERBEDAAN ANTARA UVEITIS GRANULOMATOUS DAN NON-GRANULOMATOUS
KARAKTERISTIK GRANULOMATOUS NON-GRANULOMATOUS
1. ONSET KRONIK AKUT
2. NYERI MINIMAL NYATA
3. PHOTOPHOBIA RINGAN NYATA
4. KONGESTI SILIARIS MINIMAL NYATA
5. KERATIC PRECIPITATES
KPs
MUTTON FAT KECIL
6. AQUEOUS FLARE RINGAN NYATA
7. NODULE IRIS BIASANYA ADA ADA
8. SINEKIA POSTERIOR TEBAL DAN DASAR LUAS TIPIS DAN RENGGANG
9. FUNDUS LESI NODULAR GANGGUAN DIFUSE
Uveitis posterior :
Tipe klinis :
I. KOROIDITIS SUPPURATIF : Inflamasi purulent dari koroid. Ini biasanya tidak terjadi sendiri
tapi merupakan bagian dari endopthalmitis.
II. KOROIDITIS NON-SUPPURATIF : Ini bias non-granulomatous atau granulomatous (paling
umum). Inflamasi koroidal non-suppuratif ditandai oleh exudasi dan infiltrasi selular. Tipe ini
biasanya bilateral dan secara morfologi (tergantung jumlah dan lokasi lesi) dapt
diklasifikasikan dalam:
1. Diffuse choroiditis. Ini meliputi lesi yang luas dan meliputi sebagian besar dari koroid.
Biasanya berasal dari tubercular atau siphilic.
2. Disseminated choroiditis. Ini ditandai oleh area inflamasi multiple tapi kecil dan terletak
diatas koroid. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh syphilis atau tuberculosis, tapi pada
banyak kasus penyebabnya tidak jelas.
3. Circumscribed/localized/focal choroiditis : ini ditandai oleh bercak inflamasi tunggal atau
beberapa bercak kecil yang berlokasi pada daerah khusus. Beberapa bercak choroiditis
diberikan nama tergantung lokasi lesi :
i. Central choroiditis. Ini meliputi macular area, dapat terjadi sendiri atau
berkombinasi dengan disseminated choroiditis. Tipe central choroiditis ini
dapat terjadi pada toxoplasmosis, histoplasmosis, tuberculosis, syphilis dan
jarang oleh visceral larva migrans.
ii. Juxtacaecal atau juxtapapillary choroiditis. Diberikan nama berdasarkan bercak
koroiditis meliputi area perlekatan optic disc. Salah satu contoh adalah Jensen
choroiditis yang merupakan tipe yang banyak terjadi pada orang muda.
iii. Anterior peripheral choroiditis. Ini berimplikasi sebagai bercak kecil multipel
pada koroiditis, serupa dengan disseminated hanya saja ini terletak pada perifer
koroid yaitu dari anterior ke equator. Lesi ini biasanya diakibatkan karena
syphilis.
iv. Equatorial choroiditis. Ini meliputi hanya koroid bagian equator.
GAMBARAN KLINIS
Choroiditis adalah kondisi yang kurang nyeri, ditandai oleh penurunan visual karena adanya kekeruhan
vitreus dan keterlibatan dari retina. Suatu bercak yang kecil pada bagian perifer koroid akan kurang
bergejala dan biasanya ditemukan sebagai bercak yang telah mengalami penyembuhan pada
pemeriksaan fundus secara rutin. Berbeda dengan bercak pada sentral memperlihatkan gejala yang
jelas. Adapun gejala yang biasa didapatkan sebagai berikut :
1. Penurunan penglihatan. Ini biasanya ringan, yang terjadi karena kekeruhan vitreus, tapi bias jadi
berat pada koroiditis sentral.
2. Photopsia. Ini adalah sensasi subjektif seperti melihat cahaya atau kilatan yang diakibatkan oleh
iritasi rods dan cones.
3. Bintik hitam melayang didepan mata. Ini sangat sering dikeluhkan oleh pasien. Terjadi karena
adanya gumpalan exudates yang besar pada vitreus.
4. Metamorphopsia. Disini adanya distorsi bayangan. Disebabkan oleh adanya ganguan contour
dari retina yang pengangkatan bercak dari koroiditis.
5. Mikropsia. Objek terlihat lebih kecil dari yang sebenarnya
6. Makropsia. Objek terlihat lebih besar dari yang sebenarnya.
7. Scotoma. Adanya bintik hitam yang terfixer pada lapangan pandang
Tanda yang dapat dilihat sebagai berikut :
1. Kekeruhan vitreus yang diakibatkan oleh choroiditis biasanya didapatkan pada bagian tengah
dan posterior. Kekeruhanya berbeentukruncing, kasar, menyerupai tali atau bola salju.
2. Gambaran bercak koroiditis:
i. Pada stadium aktif
PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
A. Non-spesifik Treatment
(a) Terapi Lokal
1. Mydriatik-cycloplegik. Ini sangat berguna dan paling efektif selama fase akut dari
iridosiklitis. Obat yang paling umum dipakai adalah atrophine sulfat salep 0,5%,1% atau
tetes diberikan 2-3 kali sehari. Pada kasus alergi atrophine, cycloplegik lain yang dipakai
adalah homatropine 0,5%,1%, 2 % atau cyclopentolate 2 % dalam bentuk tetes mata
diberikan 3-4 kali/hari. Alternatif untuk cycloplegik yang lebih kuat adalah dengan
injeksio subkonjungtiva 0,25 ml mydricain (campuran atrophine adrenaline dan
procaine) . Cycloplegic dapat dilanjutkan sampai 2-3 minggu setelah mata tenang, untuk
mencegah relaps yang mungkin terjadi.
Fungsi atrophine :
(i) Memberikan kenyamanan dan mengistirahatkan mata oleh pengurangan
spasme sphincter iris dan musculus ciliaris.
(ii) Mencegah terbentuknya sinekia dan kerusakan yang timbul karena sinekia
(iii) Mengurangi exudasi dengan mengurangi hyperemia dan permeabilitas vascular
(iv) Meningkatkan supply darah pada uvea anterior dengan mengurangi pressure
pada arteri ciliaris anterior, sehingga akan dihasilkan antibody pada target tissue
dan lebih banyak toksin diserap.
2. Kortikosteroid
Penggunaan secara lokal, adalah paling efektif pada kasus iridosiklitis. Obat ini
mengurangi inflamasi oleh efek anti inflamasinya, dapat berfungsi sebagai anti alergi
pada uveitis tipe alergi, dan berfungsi sebagai aktifitas anti fibrotic untuk mengurangi
fibrosis dan kemudian mencegah disorganisasi dan destruksi jaringan. Sediaan yang
sering dipakai mengandung deksametasone 0,1%, betametasone , hydrocortisone dan
prednisone 1%.
Cara penggunaan :
Steroid tetes mata 4-6 kali/hari, salep mata pada waktu istirahat, injeksio subtenon
anterior dan sub konjungtiva pada kasus berat.
Injeksi periokuler bentuk long acting (depo) atau short acting (solusio) Indikasi :
a. Tidak respon terhadap tetes mata
b. Uveitis unilateral
c. Pre-operasi pasien
d. Anak-anak
e. Komplikasi edema sistoid macula pada pars planitis
Obat injeksi yang dapat diberikan :
I. Triamsinolon steroid 40 mg
II. Metil prednisolon 20 mg
III. Deksametasone 2-4 mg untuk kasus uveitis berat
Subtenon posterior dan retrobulbar digunakan pada peradangan segmen posterior.
Kortikosteroid sistemik
Indikasi :
1. Uveitis posterior
2. Uveitis bilateral
3. Uveitis anterior kronik
1. Prednison dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari, selanjutnya diturunkan 28% dosis dari awal
selama 2 minggu.
2. Deksametasone 3-10mg/hari selama 2 minggu. Pemberian selang sehari diberikan
pada anak-anak dan uveitis kronik.
Non-Steroid Anti-Inflamatory drugs (NSAIDS)
Seperti aspirin dapat digunakan bila steroid kontraindikasi. Phenylbutasone dan
oxyphenbutasone adalah obat anti-inflamatory yang potent terutama pada uveitis
karena penyakit rheumatoid.
Imunosuppresan
Sitostatika : diberikan bila terapi steroid tidak efektif atau intolerable
Obat terpilih/pengganti :
b. Klorambusil 0,1-0,2 mg/kgbb/hari selama 2-3 bulan lalu diturunkan sampai 5 – 8 mg
selama 3 bulan maintenance. Kurang dari 5 mg sampai 6-15 bulan.
c. Kolhisin 0,5 – 1 mg 2 kali/hari.
B. Treatment spesifik
terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengobati penyakit dasar bila diketahui. Sangat
sukar untuk mengetahui penyebab mengingat luasnya cakupan penyakit ini.
Terapi yang diberikan adalah terapi kombinasi:
a. Kortikosteroid: Prednison 88-100 mg/hari selama 7 – 10 hari selanjutnya diturunkan
menjadi 20-30 mg selang sehari sampai terapi dihentikan.
b. Pirimetamin : dosis awal 75 – 100 mg pada hari pertama, selanjutnya 2 x 25 mg/hari
selama 4-6 minggu atau klindamisin 3 x 150 – 30 mg/hari
c. Sulfonamid
d. Sulfadiazin atau trisulfa dosis 4 x 0,5 – 1 gr/hari selama 3-6 minggu
e. Trimethoprim sulfamethoxazol (bactrim) dosis 2x2 tablet selama 4-6 minggu.
INFEKSI VIRUS:
a. Herpes simpleks
Topikal :
f. Acyclovir tetes mata 3-4 kali/hari
g. Sikloplegik : atropine 1 %
h. Bila epitel kornea intak diberikan steroid tetes mata
Sistemik : Acyclovir 5 x 200 mg/hari selama 2-3 minggu, kemudian
Diturunkan 2-3 tablet/hari.
b. Herpes zoster
Topikal : Steroid dan sikloplegik
Sistemik :
i. Acyclovir 5 x 400 mg selama 10 – 14 hari
j. Steroid untuk mencegah post herpetic neuralgia
Uveitis intermediate (pars planitis)
Inflamasi pars plana dari korpus siliaris dan bagian paling perifer dari retina.
Etiologi. Ini biasanya penyakit idiopatik , dan bilateral (80%) , mengenai anak-anak dan dewasa muda,
sekitar 8 % dari pasien uveitis.
Gambaran klinis. Paling banyak pasien mempunyai riwayat floaters, beberapa pasien mengalami
gangguan penglihatan yang dikaitkan dengan sistoi macular edem.
LENS-INDUCED UVEITIS
1. Uveitis phacoanafilaktik
Suatu respon imunologik terhadap protein lensa pada mata yang tersensitisasi yang
menghasilkan uveitis anterior. Penyakit ini biasanya menyertai ekstra kapsular katarak
ekstraktion, trauma terhadap lensa atau kebocoran pada katarak hipermatur.
Gambaran klinik. Meliputi nyeri berat, turunnya penglihatan, kongesti nyata dan gejala
iridosiklitis granulomatous yang dikaitkan oleh adanya material lensa pada BMD.
Treatment. Mengangkat lensa yang jadi penyebab, steroid topikal, dan cycloplegik, prognosis
visual jelek.
2. Uveitis phacotoxic
Diakibatkan oleh toxic yang dilepaskan oleh material lensa pada BMD.
Gambaran klinik dan Treatment. Sama dengan diatas.
BEHCET’S DISEASE
Suatu penyakit idiopathic multisystem bersifat rekurent, uveitis non-granulomatous, aphthous
ulceration, genital ulceration dan erytema multiforme.
Etiologi . Masih tidak diketahui; dasar lesi adalah suatu obliteratif vasculitis yang mungkin disebabkan
oleh kompleks imun dalam sirkulasi. Penyakit ini biasanya mengenai laki-laki muda yang positif untuk
HLA-B51.
disertai dengan hipopion, ini dapat juga disertai uveitis posterior, vitritis, periphlebitis retina dan
retinitis dalam bentuk infiltrate nekrotik putih.
Treatment . Belum ada treatment yang memuaskan. Kortikosteoid dapat dipakai tapi respon kurang
memuaskan. Pada beberapa kasus penyakit dapat dikontrol dengan chlorambucil.
SYMPHATETIC OPHTALMIA (SO)
SO adalah suatu penyakit yang jarang, bilateral, difuse granulomatous, nonnecrotizing panuveitis, yang
terjadi setelah surgical atau trauma pada satu mata, diikuti oleh suatu periode laten kemudian
menimbulkan uveitis pada mata yang tidak dibedah atau yang tidak mengalami trauma (sympathizing
eye). Meskipun besarnya insiden dari SO sulit untuk dipastikan karena merupakan penyakit yang jarang
dan dengan peningkatan penanganan trauma mata, pemakaian luas terapi immunomodulatory
menyebabkan penurunan insidens penyakit ini.
Perkiraan awal insidens SO adalah antara 0,2% sampai 0,5% pada mata trauma nonsurgical. Pada bedah
intraokuler terdapat 10 kasus/100.000, namun penelitian terbaru memperkirakan 0,03/100.000
(rendah). SO adalah suatu persistent dan potensial untuk merusak.
Bedah okuler khususnya vitreoretinal surgery, sekarang ini muncul sebagai resiko utama untuk
munculnya SO. Pada awal tahun 1980-an, prevalensi SO yang menyertai vitrektomi pars plana
dilaporkan sekitar 0,01 % dan meningkat menjadi 0,06 % jika memasukkan trauma oculi penetrans.
Penelitian baru-baru ini mendapatkan resiko berkembangnya SO menyertai vitrektomi pars plana,lebih 2
kali dan secara signifikan lebih besar daripada resiko endophthalmitis setelah vitrektomi. Meningkatnya
akses terhadap emergency surgical care pada trauma oculi penetrans dan meningkatnya tehnik
microsurgical secara pasti menggeser penyebab utama SO dari trauma injury menjadi surgical injury.
Pada waktu yang lalu, SO lebih banyak ditemukan pada laki-laki,anak-anak dan usia lanjut (karena pada
kelompok ini beresiko untuk trauma kecelakaan), tapi sekarang ini berdasarkan penelitian didapatkan
bahwa seks tidak ada yang predominan, dan resiko rendah pada anak-anak (ini karena berkurangnya
insidens trauma oculi pediatric) dan resiko meningkat pada orang tua (mungkin karena meningkatnya
frekuensi bedah okuler dan retinal detachment). Meskipun SO telah dilaporkan berkembang setelah 3
bulan trauma pada 80% pasien dan 90 % pasien setelah satu tahun, interval waktu ini bisa lebih panjang.
Penelitian baru-baru ini, hanya 1/3 pasien yang menjadi SO setelah 3 bulan dan kurang dari ½ setelah
trauma 1tahun. Pada pasien SO tertentu, akan muncul panuveitis bilateral asimetrik dengan inflamasi
lebih berat pada exciting eye daripada sympathizing eye.
Tanda dan gejala SO berubah-ubah tergantung berat dan onset, mulai dari minimal problem pada
penglihatan dekat, photopobia ringan dan mata merah. Pada uveitis granulomatous anterior berat, pada
kedua mata dapat terlihat mutton fat keratic precipitate, penebalan iris, infiltrasi limfosit, sinekia
posterior dan peningkatan TIO karena trabeculitis atau hipotoni yang terjadi karena tertutupnya badan
siliaris.
Pada segmen posterior dapat ditemukan vitritis ringan sampai berat dengan karakteristik lesi koroidal
putih kekuning-kuningan pada midequatorial yang juga disebut Dallen fuchs nodule, yang dapat
berkonfluent. Lesi koroidal peripapillary dan retinal detachment exudative dapat juga terjadi.
Secara structural komplikasi dari SO meliputi katarak, CME kronik, choroidal neovaskularization dan
atropi optic. Gejala ekstraokuler yang ditemukan sama dengan yang didapatkan pada Voght koyanagi
Harada (VKH), antara lain cerebrospinal fluid pleocytosis, tuli sensoryneural, alopecia, poliosis, dan
vitiligo dapat terlihat meskipun tidak umum.
Selama phase akut penyakit ini, pada fluorescein Angiography didapatkan multiple hiperfluorescent dari
leakage pada level RPE pada fase venous, yang akan persisten sampai stadium lanjut fluorescein
Angiography.
Cairan pooling dapat terlihat pada area exudatif neurosensory retinal detachment. Pola fluorescein
angiography kurang umum, tergantung terlibat tidaknya RPE, dengan Dallen Fuchs nodule tampak
hypofluorescent. Pada tahap awal menyerupai pola APMPPE (Acute Posterior Multifokal Flacoid Pigment
Epitheliopathy), atau hyperfuorescent pada fase late staining. ICG Angiography memperlihatkan
hiperfuorescent foci yang banyak, dengan visualisasi terbaik pada fase intermediate angiogram, dan
pada fase lanjut beberapa foci ini menjadi isofluorescent. B-scan USG sering memperlihatkan penebalan
koroid.
Gambaran histopatologic dari SO:
Difuse, granulomatous, infiltrasi nonnecrotizing dari koroid dengan suatu serbukan
limfosit, beberapa sel epiteloid, sedikit giant cell dan plasma cell, eosinophil pada inner
choroid, secara khusus pada individu dengan pigmentasi berat.
Cluster nodule dari sel epiteloid, mengandung pigmen yang berlokasi antara RPE dan
membrane Bruch, sesuai dengan Dallen – Fuchs nodule yang tidak patognomonik karena
ditemukan juga pada pasien VKH dan sarcoidosis.
Tidak adanya keterlibatan inflamasi dari koriokapilaris dan retina.
Fagositosis dari pigmen uveal oleh sel epitheloid
Perluasan proses granulomatous ke canal sclera, optic disc, pembuluh darah, macula
dan retina.
Penyebab tepat dari SO tidak diketahui, tapi bagaimanapun pasien dengan SO memiliki riwayat trauma
okuli penetrasi dengan komplikasi inkarserasi dari jaringan uvea, meskipun ada pemikiran akan adanya
keterlibatan agen infeksi atau antigen bakteri yang masuk melalui molekul yang menyerupai antigen
okuler endogen. Didapatkan suatu precipitate pada respon imun dari SO, tapi tidak ada organism yang
didapat secara konsisten dari mata pada penyakit ini dan tidak didapatkan pada binatang percobaan
yang telah diinjeksikan agent infeksi. Pada suatu binatang percobaan didapatkan bahwa pada SO ada
suatu gangguan respon limfosit T terhadap self ocular antigen seperti retinal S antigen atau antigen
retinal yang lain atau antigen melanosit choroidal. Selanjutnya mungkin juga ada keterlibatan genetic
terhadap perkembangan penyakit. Pasien dengan SO lebih sering mengekspresikan haplotipe HLA.DR4,
HLA.DRW 53 dan HLA.DQW3. Penelitian baru-baru ini dari Inggris dan jepang melaporkan resiko relative
paling tinggi untuk mengalami SO pada pasien yang mempunyai haplotipe HLA DRB1 04 dan DQB1 04.
Yang perlu dicatat adalah bahwa imunogenetik dari SO dan VKH identik.
Diklinik, SO diduga jika didapatkan adanya uveitis bilateral setelah suatu trauma atau bedah. Differential
diagnosis penyakit ini meliputi penyakit lain yang menyebabkan panuveitis termasuk tuberculosis,
sarcoidosis, shypilis dan fungi yang terjadi bersama dengan suatu trauma atau endophthalmitis
postoperatif. Phacoanaphylaksis pernah dilaporkan pernah dilaporkan menyertai SO sampai diatas 25 %
dan adanya kemiripan gambaran klinik. Sementara itu gambaran klinik SO dan VKH dapat sangat mirip,
tapi bagaimanapun tanda dan gejala sistemik lebih predominant pada VKH dan riwayat trauma okuli
tidak ada pada VKH.
Perjalanan penyakit SO adalah kronik, dengan sering eksaserbasi dan jika tidak diterapi akan
menyebabkan kehilangan penglihatan dan ptisis bulbi. Usaha yang dilakukan adalah bertujuan untuk
mendapatkan prognosis yang baik dari visual pasien dengan berusaha cepat dan hati-hati mengatasi
trauma penetrasi. Enukleasi dalam 2 minggu pertama dapat dipertimbangkan untuk mencegah SO,
enukleasi ini masih controversial dan hanya dipertimbangkan jika bola mata yang trauma sudah rusak
dan fungsi visualnya sama sekali sudah tidak ada. Meskipun controversial enukleasi masih lebih dipilih
dari pada eviserasi pada operasi mata dengan trauma berat, karena pada enukleasi tidak ada jaringan
uveal yang tersisa yang merupakan predisposisi yang merangsang munculnya SO. Enukleasi yang
dilakukan pada saat SO sudah terjadi tidak memberikan manfaat dalam mengatasi perjalanan penyakit.
Terapi utama untuk SO adalah terapi immunomodulatory yang diawali dengan terapi kortikosteroid
sistemik kemudian dapat dilanjutkan dengan tambahan agent sparing kortikosteroid seperti azatioprine,
methotrexate, mycophenolate, mofetil, cyclosporine, chlorambucil dan cyslospospamid untuk terapi
antisipasi pada paling banyak pasien. Topikal kortikosteroid bersama dengan cycloplegik/midriatil adalah
penting pada treatment uveitis anterior akut pada SO sedangkan corticosteroid periokuler dapat
diberikan sebagai management inflamasi rekuren dan CME.Dengan pemakaian immunomodulatory yang
cepat dan agresif secara sistemik akan menghasilkan prognosis visual yang baik, 50 % dari pasien SO
akan mendapatkan visual acuity 20/40 atau lebih baik pada lebih kurang 1 mata.
ENDOFTALMITIS
BATASAN :
Peradangan dari intraokuler sebagai reaksi/respon terhadap berbagai sebab yang berasal dari infeksi,
trauma, reaksi imunologis, vaskulitis neoplasma dan perubahan fisik atau kimia.
ETIOLOGI :
1. Bakteri : Pasca operasi:
Stafilokokkus aureus, S.epidermidis, Pneumokokkus, Streptokokkus, golongan gram negatif
(pseudomonas, neisseria, proteus ).
Metastase : Stafilokokkus, Streptokokkus pneumonia
2. Jamur :
Pasca operasi : Candida, fusarium, nurospora, palutella.
Metastase : Candida.
GAMBARAN KLINIS :
Bakterial endophthalmitis :
Endophthalmitis postoperative akut adalah komplikasi catastrophic dari bedah intraocular dengan
insidens 0,1 %. Sumber infeksi paling banyak dari kasus ini berasal dari flora bakteri periokular dari
palpebra, konjungtiva, dan saccus lakrimalis. Sumber potensi lain sebagai sumber infeksi solution dan
instrument, dan flora dari lingkungan yang dibawah oleh personel bedah dan ruangan operasi.
Gejala :
Endophthalmitis bakterial akut biasanya terjadi setelah 7 hari operasi dan ditandai dengan nyeri okuler
yang berat, mata kemerahan, lakrimasi, photopobia, dan penurunan visus yang nyata.
Gejala klinik
1. Palpebra merah dan edem
2. Konjungtiva kemosis dan kongesti circumcorneal
3. Kornea edema, keruh dan terbentuk ring infiltration
4. Pinggir luka menjadi kuning dan nekrotik dan luka menjadi menganga pada bentuk eksogen.
5. BMD memperlihatkan hypopion, yang dapat terisi dengan penuh pus.
6. Iris edem dan keruh
7. Pupil memperlihatkan reflex kuning menyebabkan exudasi purulent vitreus. BMD penuh pus, iris
dan pupil sulit dievaluasi.
8. Exudasi vitreus. Merupakan bentuk metastatic dan pada kasus dengan infeksi yang dalam,
cavitas vitreus penuh dengan exudate dan pus. Tampak massa kekuningan terlihat melalui pupil
yang dilatasi. Tanda ini disebut amaurotic cat’s –eye reflex.
9. Tekanan intraokuler meningkat pada stadium awal, tapi pada kasus berat, prosessus siliaris akan
mengalami gangguan dan menyebabkan turunnya tekanan intraokuler dan menyebabkan
penyusutan bola mata.
Jamur :
k. Terjadinya perlahan-lahan (8-14 hari atau lebih)
l. Rasa nyeri ringan
m. Hipopion hilang timbul (transient)
n. Adanya lesi satelit
Steril :
o. Gejala menyerupai infeksi bakteri atau jamur dan dihubungkan dengan adanya trauma
operasi, benda asing, penggunaan udara atau cairan, massa lensa atau badan kaca.
PEMERIKSAAN :
1. Preparat apus (gram, giemsa) yang berasal dari parasentese apus pada BMD
2. Kultur pada media aerobik dan anaerobik.
PENATALAKSANAAN/TERAPI :
Prekultur :
1. Sebelum tindakan diberikan Gentamisin 40 mg subkonjungtiva ditambah Cephazolin 100-150 mg
subkonjungtiva atau penisilin 100-150 mg subkonjungtiva.
2. Sesudah tindakan Gentamisin 0,3% tetes mata tiap jam, gentamisin IV 3,5 mg/kgBB/hari dan
Capnazolin IV 4-6 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 kali/hari. Metisilin IV gr/hari.
3. Bila hasil preparat apus gram positif ditambahkan Basitrasin tetes mata tiap jam dan bila gram
negatif ditambahkan Carbenicillin 4-6 mg tiap 6 jam IV.
Postkultur :
A. Gram positif kokkus
1. Antibiotik topikal Gentamisin 0,3% dan Basitrasin tetes mata
2. Metisilin IV 3 gr/hari atau Cephazolin/Capnazolin IV/IM 4-6 gr/hari untuk 7-10 hari
3. Gentamisin 40mg atau Cephazolin 100-150 mg/hari untuk 4 hari subkonjungtiva
B. Gram negatif batang
1. Gentamisin 0,3 % tetes mata
2. Gentamisin IM/IV 3,5 mg/kgBB/hari dan subkonjungtiva 40 mg untuk 2-4 hari atau karbenisilin
IV 4-6 gr 7-10 hari dan subkonjungtiva 100-150 mg untuk 2-4 hari
Jamur :
Pemberian 4-6 minggu
1. Candida
5- Fluoroctosine 100-150 mg/kgbb/hari peroral dan nistatin 50000 unit/cc
subkonjungtiva/hari atau selang hari untuk 3-4 hari.
2. Jamur berfilamen:
Ampotericin B tetes mata tiap 2 jam, Amphotericin B 5,5 mg subkonjungtiva/hari atau
selang sehari untuk 3-4 hari.
Pemberian kortikosteroid diberikan hanya pada penyebab bakteri 24 jam sesudah terapi antibiotika.
p. Prednisone 40 mg peroral 2 kali/hari (3 hari), kemudian 50 mg 4 kali/hari selama 7 hari
dan atau dexamethasone 4 mg subkonjungtiva atau methylprednisolon 30-50 mg
subkonjungtiva tiap hari (3 kali)
q. Bila hasil kultur steril, diberikan kortikosteroid dosis tinggi tiap hari.
Apabila visus sudah nol, maka selain pemeriksaan dan penatalaksanaan di atas dilakukan eviserasi dan
rekonstruksi bola mata.
PANOPHTHALMITIS
Batasan :
Suatu inflamasi purulent yang mengenai seluruh mata termasuk kapsula tenon
Etiologi :
Panophtalmitis adalah suatu infeksi bacterial akut
Perjalanan infeksi dan organisme penyebab sama dengan yang digambarkan pada endophthalmitis
bacterial
Gambaran klinik:
Gejala :
1. Nyeri ocular yang berat dan sakit kepala
2. Penglihatan turun secara komplit
3. Mata sangat berair
4. Sekret purulent
5. Mata sangat merah dan edem
6. Gejala konstitusional seperti : demam dan malaise
Tanda :
1. Palpebra tampak sangat edem dan hiperemis.
2. Bola mata proptosis, pergerakan terbatas dan sangat nyeri
3. Konjungtiva kemosis, kongesti konjungtiva dan siliaris.
4. Kornea keruh dan edema
5. BMD terisi penuh dengan pus
6. Visus sangat menurun bahkan hsampai nol dan LP negative
7. TIO sangat meningkat
8. Perforasi bola mata dapat terjadi pada limbus, pus keluar dan TIO menurun
Komplikasi :
Selulitis orbita, Thrombosis sinus cavernosus, meningitis atau enchepalitis
Penatalaksanaan/pengobatan
1. Anti-inflamasi dan anelgesik dapat diberikan untuk mengurangi nyeri
2. Antibiotik spectrum luas untuk mencegah penyebaran infeksi lebih jauh pada struktur
sekitarnya.
3. Evisceration untuk mencegah penyebaran infeksi ke intracranial