-
1
Antara filsafat Materialisme, Pragmatisme,
dan Evolusionisme
-
2
Antara filsafat Materialisme, Pragmatisme, dan Evolusionisme
Perbandingan antara kelebihan dan kekurangan antara filsafat Materialisme,
Pragmatisme, dan Evolusionisme adalah sebagai berikut:
Materialisme pada dasarnya adalah suatu pandangan hidup yang mencari dasar segalanya,
termasuk juga kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan
mengenyampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam inderawi. Lihat Hartoko (1986: 60).
Materialisme juga dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Materialisme metodis. Metode ini khusus digunakan dalam ilmu alam. Presumsinya,
adalah bahwa alam merupakan suatu kebulatan yang semata-mata hanya ditentukan oleh
kualitas mekanistik, segalanya dapat diterangkan secara kuantitatif-matematik.
b. Materialisme metafisik. Metode ini menjelaskan bahwa seluruh kenyataan diterangkan
secara materialistik. Pada zaman dahulu oleh Demokritos, tepatnya pada zaman Fajar
Budi oleh Hobbes (1588-1679). (Nasution, 2001: 205), dan lihat juga pada Solomon dan
Higgins (1966: xiii-xvii). Menurutnya manusia sama dengan sebuah mesin. Kemudian
pada abad ke-19 oleh Feurbach. Menurutnya manusia adalah hasil kondisi materialnya.
Fikirannya sama dengan getah otak.
c. Materialisme dialektik. Menurut Karl Marx (1818-1883) lihat Nasution (2001: 2006)
bahwa materi itu menggerakkan dirinya sendiri dan dalam kepala manusia menjadi ide-
ide. Gerak materi terjadi secara dialektik, perubahan kuantitatif mendadak berubah
menjadi gerakan kualitatif.
d. Materialisme historik. Oleh Marx dialektik material diterapkan pada sejarah. Sejarah
fikiran dan cita-cita manusia sebagai idiologi lantai atas pada dasarnya material
ditentukan oleh perubahan dalam kondisi ekonomi, hubungan milik, syarat produksi. Bila
pertentangan antara kaum pemilik dan kaum proletar mencapai puncaknya, maka
meledaklah bangunan politik dan hukum, akibat revolusi masa, dan terbukalah jalan bagi
masyarakat tanpa kelas lewat diktator proletariat. (Hartoko, 1986: 60).
Pragmatisme, Aliran filsafat ini didasari oleh seorang tokoh yang bernama C. S. Peirce
(1839-1914) yang berdekatan dengan Relativisme, Utilitarisme, dan Positivisme.Bukti
kebenaran suatu pernyataan teoritis diukur oleh sejauh mana berguna untuk menyelesaikan
tugas-tugas praktis. Kriteria menurut pendapatnyaadalah kegunaan. (Hartoko, 1986:
84-85).
-
3
Evolusionisme. Suatu teori yang menganggap bahwa Evolusi sebagai hukum tertinggi yang
menentukan taraf-taraf kenyataan. Misalnya materi hidup roh. Teori Evolusionisme dalam
bidang biologi itu diterapkan terhadap semua cabang filsafat dan ilmu, khusus terhadap
psikologi, etika, sosiologi, agama, dan sejarah. Teilhard de Chardin berusaha untuk
memadukan teori Evolusi dengan pandangan Kristen Cretio (terciptanya dunia) dan
Providentia(penyelenggaraan ilahi, inayat). (Lihat Hartoko, 1986: 26).
Dari beberapa keterangan di atas dapat diambil beberapa penjelasan, khususnya yang
berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan dari ketiga macam aliran filsafat yang sedang
dibahas ini, yaitu: Materialisme, Pragmatisme dan Evolusionisme.
a. Kelebihan
1. Materialisme
Memberikan semangat hidup untuk mengakui bahwa ada kebenaran yang bersifat material di
wilayah jangkauan kapasitas manusia yang juga harus diakui. Sikap radikal tidak percaya pada
hal-hal yang material sama dengan sikap radikal yang tidak percaya pada hal-hal yang
metafisik.
2. Pragmatisme
Dalam situasi chaos/kacau cocok untuk diterapkan pada pengambilan keputusan.
3. Evolusionisme
Benar, dalam ranah kehidupan bahwa segala sesuatu dapat berubah sesuai dengan sifat
alamiyah dan dinamika alam maupun budaya manusia.
b. Kekurangan
1. Materialisme
Tidak mengakui hal-hal yang bersifat metafisik, sehingga menemui jalan buntu jika
dihadapkan pada hal-hal yang tidak terjangkau oleh kapasitas manusia.
Contoh : Adanya Tuhan dan jiwa tidak dipercayai keberadaannya. Sementara hal-hal yang
bersifat material diperlakukan sebagaimana memperlakukan Tuhan. Sementara materi dapat
rusak, Di sisi lain konsekuensi penilaian pada meteri harus dibarengi dengan pengetahuan
terhadap sifat Tuhan dan jiwa yang salah satunya adalah abstak.
2. Pragmatisme
Membawa orang terjebak pada hal-hal yang bersifat untuk sementara tidak memikirkan jangka
panjang.
3. Evolusionisme
-
4
Tidak benar, jika ditujukan pada hal-hal yang bersifat ketuhanan. Ada kepastian di ranah
ketuhanan.
Kritik
Sebelum mengkritik dari ketiga aliran dalam dunia Filsafat Barat tersebut (Meterialisme,
Pragmatisme, dan Evolusionisme), harus diketahui terlebih dahulu kekurangan dan kelebihan
mereka.
1. Materialisme
Materialisme menyerang terhadap pandangan bahwa agama sebagai perusak struktur
masyarakat. Contoh : Ada orang kaya berasal dari Allah, demikian juga ada orang yang miskin
berasal dari Allah. Itu merusak struktur masyarakat.
2. Pragmatisme
Yang mengandung kegunaan dan manfaat dalam kehidupan itu bukan hanya kegunaan dan
manfaat dari iman saja, tetapi harus pula mampu diwujudkan dalam aspek amal sholeh
(pragmatisme).
3. Evolusionisme
Evolusi tidak sepantasnya ditujukan pada hal-hal yang bersifat ranah Ketuhanan, melainkan
hanya ditujukan pada ranah Selain-Nya.
SOAL :
2. Filsafat Phenomenologi, Strukturalisme, dan Post Modernisme sangat baik dijadikan
metode kajian untuk memahami suatu konstruk. Coba saudara jelaskan bagaimana cara
kerja masing-masing, dilengkapi dengan contoh agar lebih jelas. Bagaimana pula
penilaian saudara terhadap ketiga pemikiran filsafat tersebut!
JAWABAN :
1. Fenomenologi
Menurut arti kata fenomenologi dapat dianggap sebagai :
a. Negatif. Semata-mata hanya melukiskan gejala yang nampak, tanpa meneliti hakikat-
hakikat koderat di belakangnya. Lawannya: ontologi.
b. Positif. Yang ada menampakkan diri lewat gejala-gejala, sehingga hakikat, makna, dan
nadanya. Yang Ada itu dapat disimpulkan berdasarkan gejala-gejala yang kita alami.
Pengalaman itu tidak hanya terbatas pada gejala material, melainkan juga menyangkut
hakikat, makna, dan adanya sendiri (Wesensschau). (Lihat : Hartoko, 1986: 30-31). E.
Husserl merintis fenomenologi sebagai aliran filsafat. Metode fenomenologi tidak
-
5
mempersoalkan, apakah objek pengalaman itu juga ada lepas dari kesadaran kita (reduksi
fenomenologis). Gejala-gejala harus diajak berbicara, diberi kesempatan memperlihatkan
diri, dapat menjadi fenomena (Yunani, phainomi, artinya memperlihatkan diri).
(Hartoko: 1986: 31).
2. Stukturalisme
Strukturalisme yang modernadalah suatu aliran yang menekankan bahwa kehidupan kita
ditopang oleh struktur-struktur (rangka atau bangunan, pen.), jauh di bawah kesadaran roh,
struktur-struktur itu merupakan pola-pola, jaringan-jaringan yang memberikan arti dan makna
kepada gambar-gambar material. (Lihat : Peursen, 1985: 240).
3. Post Modern (Posmo)
Posmo sesungguhnya merupakan terminologi untuk mewakili suatu pergeseran wacana di
berbagai bidang seperti seni, arsitektur, sosiologi, literatur, dan filsafat yang bereaksi keras
terhadap wacana modernisme yang terlampau mendewakan rasionalitas sehingga
mengeringkan kehidupan dari kekayaan dunia batin manusia. Filsafat yang delu-elukan sebagai
pemonopoli kebenaran dibunuh ramai-ramai oleh para postmodernis dengan menyerang pilar-
pilar filsafat modern yaitu Rene Descartes dan Immnuel Kant yang masing-masing
menjungjung tinggi rasionalitas dengan mengklaim dorongan-dorongan subjektif-rasional
sebagai marjinal, the other. (Lihat : Adian, 2002: 14). Lebih detail lagi bisa dirujuk dari sebuah
buku yang khusus menjelaskan Posmo, yaitu buku yang dikarang oleh Sugiharto (2004: 23-
28).
Metode untuk Memahami Suatu Konstruk
1. Phenomenologi. Thesis. Sains hanya memiliki satu alur berfikir, sedangkan filsafat memiliki
tiga pemetaan, diantaranya adalah : thesa, antithesa, dan sinthesa. Phenomenologi merupakan
thesis karena dia memiliki pandangan yang hanya terfokus pada masalah yang bersifat diamati
(gejala). Jadi itu merupakan suatu pendapat tersendiri yang disebut dengan thesa.
2. Strukturalisme. Antithesis. Aliran ini memberikan suatu pandangan yang berlawanan dengan
pandangan sebelumnya, yaitu bahwa kehidupan kita ditopang oleh struktur-struktur yang jauh
di bawah kesadaran kita.
3. Post Modernisme (Posmo). Sinthesa. Aliran ini lebih mengarahkan kepada tentang
perkembangan ilmu pengetahuan teori dan pengembangan paradigma atas dasar rasionalitas.
-
6
Posmo mengkritik bahwa modernisme termasuk didalamnya Phenomenologi dan
Strukturalismeyang membuat manusia untuk membuat prinsip sistem pembuktian, model
logika serta cara-cara tertentu dalam berpikir rasional, sehingga manusia menjadi objek sistem,
bukan menjadi dirinya sendiri. Posmo tetap mengakui rasionalitas, tetapi memberi kebebasan
kepada manusia untuk menempuh jalan kritis, kreatif dalam mencari kebenaran. Posmo bukan
hendak membuktikan kebenaran, melainkan hendak mencari kebenaran. (Lihat: Muhajir,
2001: 199). Posmo juga memiliki metodologi (epistimologi) bahwa suatu pendapat yang
terbuka tak ada ukuran tentang kebenaran. Kebenaran itu intersubjektif dan dinamis sifatnya.
Penilaian
Penilaian terhadap ketiga pemikiran filsafat itu cukup baik karena merupakan suatu
proses yang saling melengkapi dari mulai thesa yang diwakili oleh aliran Phenomenologi,
antithesa yang diwakili oleh Strukturalisme, dan antithesa (kontrol) yang diwakili oleh Post
Modernisme (Posmo). Ini berbeda dengan kostruk sains yang mana hanya memiliki satu
pandangan yang monoton, yang hanya didasarkan pada thesa belaka. Itulah kedinamisan kostruk
filsafat.
SOAL :
3. Existensialisme, Sekularisme, dan Marxisme. Merupakan filsafat yang berkembang
setelah masa renaissanse. Bagaimana karakter ketiga filsafat tersebut. Coba saudara
kritisi ketiga filsafat tersebut!
JAWABAN :
1. Eksistensialisme berasal dari dua suku kata, yaitu eksistensi dan isme. Eksistensi sendiri
berasal dari kata ex, yang berarti keluar dan sistare yang berarti berdiri. Jadi eksistensi berarti
berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Oleh karena itu secara umum eksistensialisme
dimaksudkan sebagai aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk
di dalamnya manusia. Hanya, permasalahannya adalah siapakah yang benar-benar berada
(bereksistensi). Apakah manusia, atau Tuhan ataukah keduanya? (Nasution, 2001: 190-191).
2. Sekulerisme. Kata ini berasal dari kata latin saeculum, yang mempunyai arti dengan dua
konotasi waktu dan lokasi. Waktu menunjuk pada pengertian sekarang atau kini dan
lokasi menunjuk pada pengertian dunia atau duniawi. Jadi Seculum berarti zaman ini
atau masa kini dan zaman ini atau masa kini menunjuk kepada peristiwa-peristiwa di dunia
ini, dan itu juga berarti peristiwa-peristiwa masa kini. (Al-Atas, 1981: 19).
-
7
3. Marxisme. Pemikiran Karl Marx dikenal melalui dua tahapan, yaitu periode awal (1841-
1846) yang lazim disebut dengan periode Marx muda, yakni pencerminan diri Marx sebagai
betul-betul seorang filosof dan belum menjadi Marxist. Di periode ini Marx masih seorang
pemikir liberal dan merumuskan konsepsi tentang manusia, pembebasan (humanisme) dan
alienasi. Sidney Hook menyebut tahap ini sebagai pandangan Marx yang mendasarkan pada
model Yunani, terutama konsepsinya tentang manusia. Tahap berikutnya, kedua dikenal
dengan periode Marx tua (1847-1883) yakni ketika Marx benar-benar menjadi seorang kritikus
masyarakat, sebab pada periode ini ia memaparkan konsepsi perjuangan kelas, revolusi dan
teori-teori ekonomi dan mencapai puncaknya dalam karya Das Kapital. (Bachtiar, 1980 :
100).
Karekter filsafat Existensialis, Sekularis, dan Marxisme
1. Existensialisme
Karekteristik Existensialisme tercermin pada dua tokoh, yakni L. Feurbach (1804-1872) dan
Soren Kierkegard (1855-1855). Keduanya berupaya menampilkan sosok manusia sebagai satu-
satunya yang eksis, sebagai ciptaan terbaik manusia. (Lihat Nasution, 2001: 194). Hal ini
sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Feurbach di dalam bukunya tentang Hakikat
Agama, dia menyatakan :
Tugas filsafat adalah mengubah sahabat-sahabat Tuhan menjadi sahabat-sahabat manusia,
mengubah kaum beriman menjadi sahabat-sahabat manusia, mengubah kaum beriman menjadi
pemikir, mengubah orang-orang yang beribadah menjadi orang yang bekerja, mengubah calon-
calon untuk syurga menjadi murid-murid dunia, mengubah orang Kristiani yang menamai
dirinya sendiri separuh malaikat, separuh binatang menjadi manusia seratus persen.
(Hamerswa, 1984: 64).
2. Sekularisme. Pada prinsip yang esensial sekularisme ialah mencari kemajuan manusia dengan
alat materi semata-mata, pembebasan alam dari nada-nada keagamaan dan memisahkannya
dari Tuhan dengan arti kata bahwa sekularisme masuk kepada kategori materialisme yaitu
mengatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari materi yang berarti bahwa tiap-tiap benda
atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah sati proses material. (Bertens, 1998:
76).
3. Marxisme. Dalam tesis pertama, Marx menggambarkan betapa materialisme kuno, termasuk
di dalamnya Feurbach telah mengabaikan aktifitas revolusioner. Sedangkan dalam tesis Marx
-
8
menunjukkan bahwa akal tidak dapat dipisahkan dari tindakan, jangan sampai seperti hasil
filsafat Skolastik. (Mayer, 1951: 433).
Dari segi lain, manusia sebagai individu yang terlepas dari ikatan masyarakat haruslah
dianggap sebagai pandangan yang menyalahi hakikat sejarah, manusia hanya dapat dipahami
sejauh diletakkan dalam kaitannya dengan masyarakat sebab manusia tidak lain hanyalah
keseluruhan relasi-relasi masyarakat. Ringkasnya manusia itu mendapatkan posisinya dalam
kolektifitas sosial. (Ramly, 2000: 77).
Kritisi Terhadap Existensialisme, Sekularisme, dan Marxisme.
1. Existensialisme. Perkembangan setelah renaissans adalah masa modern, yang dikenal sebagai
masa penegasan subjektivitas manusia, sebuah kelanjutan dari semangat zaman renaissans.
Manusia yang tadinya dianggap semata-mata bagian dari alam pada masa Yunani kuno dan
beranjak menjadi pemegang status tertinggi dalam hirarki ciptaan Tuhan pada Abad
Petengahan, sekarang memperoleh status sebagai subjek bebas dan otonom dalam merumuskan
pengetahunan, nilai-nailai, dan kebudayaan. Kecenderungan untuk memandang manusia
sebagai subjek yang otonom dikenal sebagai antroposentrisme pada masa modern. Di
antaranya adalah Existensialisme ini.
2. Sekularisme. Terutama bidang etika dan keagamaan harus dilaksanakan secara ilmiah murni,
terlepas dari ikatan agama dan metafisika.
3.Marxisme. Seseorang yang mempelajari Marxisme tidak dengan sendirinya menjadi seorang
Marxist. Bahkan Karl Marx sendiri merasa dirinya bukan Marxist. Tak ada yang
membahayakan dari pemikiran Karl Marx sejauh dibaca secara kritis, terbuka dan semangat
diskurtif. Bahkan dengan hal itu semua pemikiran Karl Marx bisa menjadi suatu inspirasi
selama tidak dipahami secara tertutup, dogmatis, dan membeo.
SOAL :
4. Filsafat Perenial merupakan filsafat yang mencoba mempertemukan nilai-nilai spiritual
berbagai agama yang ada. Coba bandingkan antara konsep Yesus kristus seperti yang
diakui dalam Kristen, dengan konsep al-Hulul al-Halaj, serta Wihdah al-Wujudnya Ibnu
Arabi dalam Islam, melalui cara pandang filsafat ini!
JAWABAN :
Filsafat Perennial adalah filsafat yang dipandang dapat menjelaskan segala kejadian yang
bersifat hakiki, yang menyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalani hidup yang benar,
-
9
yang menjadi hakikat seluruh agama dan tradisi besar spritualitas manusia. (Hidayat dan Nafis,
1995: xx).
Adapun Spritualisme sebenarnyamemiliki tujuan yang sama dengan Perrenialisme
dan New Age, yaitu menawarkan hal-hal yang sama, yaitu agar manusia kembali ke akar-akar
spritualitas dirinya tanpa tenggelam dalam gemerlap kehidupan materi yang seringkali membuat
kita silau dan menimbulkan berbagai macam tindakan yang tidak sesuai dengan kemanusiaan
kita. Sehingga, dengan kembali pada pusat spritualitas dirinya, manusia akan memiliki
pandangan dunia (eltanschauung) holistik tentang dirinya, tentang alam, dan tentang dunianya.
(Lihat Ruslani (ed.), 2000: xv). Oleh karena itu , kaum agamawan harus tanggap terhadap
munculnya gejala yang mendambakan adanya spritualitasme. Karena agama, pada awalnya
berurusan dengan spirit. Tetapi hal itu kemudian dilupakan orang sehingga agama menjadi
terlalu formalistis-ritualis. Untuk itulah agama harus kembali mendapatkan penafsiran secara
spritual, karena jika kebutuhan akan spritualitas meningkat, sedangkan agama tidak bisa
memenuhinya maka boleh jadi suatu saat agama akan ditinggalkan manusia.
Setelah memahami tentang pengertian filsafat Perennial dan spritualime, maka kita akan
mencoba mengadakan perbandingan antara konsep Yesus sebagai Kristus dengan konsep al-
Hulul al-Hallaj, serta Wahdah al-Wujudnya Ibnu Arabi dalam Islam melalui cara pandang
filsafat Perennial ini.
1. Konsep Yesus Sebagai Kristus
Nabi Isa menurut umat Kristen turun dari langit dengan wujud roh dan dzat Tuhan sebagai
Kristus (Sang Juru Selamat). Transformasi terjadi setelah mereka merayakan sakramen atau
pertemuan yang menyimpan misteri Yesus Kristus yang dirayakan dan dihadirkan dalam
gereja, setelah mereka menjadi penganut Yesus dalam kehidupan sehari-hari di dalam
kelompok yang sependapat dengan para penganut Yesus yang bersedia melanjutkan misi Yesus
Kristus di dunia. Istirahat dalam Tuhan akan terjadi setelah kematian. Perjalanan hidup kita
dalam keyakinan disempurnakan dalam visi langsung mengenai Tuhan Inilah pandangan
eskatologis atas pengalaman spritual Kristen, yaitu jalan yang menuju masa depan. (Ruslani
(ed.), 2000: 23-25).
2. Konsep al-Hulul al-Halaj
Menurut al-Hallaj bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ke Tuhanan dan dalam diri Tuhan
terdapat sifat kemanusiaan. Dengan demikian persatuan antara Tuhan dan manusia bisa terjadi,
dan persatuan ini dalam falsafat al-Hallaj mengambil hulul (mengambil tempat). Dan agar
-
10
dapat bersatu itu, manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya
dengan fana. Kalau sifat-sifat kemanusiaan itu telah hilang dan yang tinggal hanya sifat-sifat
ketuhanan yang ada dalam dirinya, di situlah baru Tuhan dapat mengambil tempat dalam
dirinya, dan di ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia. (Nasution,
1973: 89). Dan, perlu dipahami bahwa dalam konsep Islam tentang bersatunya Roh Tuhan
dengan roh manusia itu, hanya rohnya saja. Jadi, tidak termasuk Dzat-Nya.
3. Konsep Wihdah al-Wujud Ibnu Arabi
Filsafat ini timbul dari faham bahwa Allah sebagai diterangkan dalam paham uraian tentang
hulul, ingin melihat diriNya di luar diriNya dan oleh karena itu dijadikan-Nya alam ini. Maka
alam ini melihat kepada alam. Pada benda-benda yang ada dalam alam, karena dalam tiap-tiap
benda itu terdapat sifat ketuhanan, Tuhan melihat diriNya. Dari sini timbullah faham kesatuan.
Yang ada alam ini kelihatan banyak, tetapi sebenarnya itu satu. Tak obahnya hal ini sebagai
orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di sekelilingnya. Di dalam
tiap cermin ia lihat dirinya: dalam cermin itu dirinya kelihatan banyak, tetapi dirinya
sebenarnya satu.(Nasution, 1971: 93).
DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan (Dari David Hume sampai
Thomas Kuhn), Jakarta: Teraju, 2002.
Bachtiar, Harsia W., Percakapan dengan Sidney Hook, Jakarta: Djembatan, 1980.
Bertens, K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Hamerswa, Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: Gramedia, 1984.
Hartoko, Dick, Kamus Populer Filsafat, Jakarta: Rajawali Pers, 1986.
-
11
Hidayat, Komaruddin dan Wahyudin Nafis, Agama dan Masa Depan : Perspektif Filsafat
Perennial, Jakarta: Paramadina, 1995.
Mayer, Frederick, A History of Modern Philosophy, New York: American Book Company, 1951.
Nasution, Hasan Bakti, Filsafat Umum, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.
Nasution, Harun, Filsafat & Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
Peursen, C.A. Van, Orientasi di Alam Filsafat, Terj. Dick Hartoko, Filosofische Orientatic,
Jakarta: Gramedia, 1985.
Ramly, Andi Muawiyah, Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Materialisme
Historis), Yogyakarta: LKiS, 2000.
Ruslani (ed.), Wacana Spiritualitas Timur dan Barat, Yogyakarta: Qolam, 2000.
Solomon, Robert C. dan Kathleen M. Higgins, A Short History of Philosophy, New York:
Oxford University Press, 1996.
Sugiharto, I. Bambang, Postmodernisme (Tantangan bagi Filsafat), Yogyakarta: Kanisius, 2004.
-
12