ARTIKEL
P-ISSN: 2303-1832 Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X e-ISSN: 2503-023X https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/al-biruni/index mm 20XX
PENGEMBANGAN ASSESMEN KETERAMPILAN BERPIKIR
TINGKAT TINGGI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
BERBASIS BUDAYA LOKAL
Bahtiar1, Ati Sukmawati2
1,2, Tadris Fisika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Mataram
*Correspondence address: [email protected]
Received:………, 2018. Accepted: .................., 2018. Published:……………, 2018
Abstract: This study aims to develop assessment of high-level thinking skills in physics based on local
wesdem. This research through four (4) stages of development: defining, designing, developing, and
distributing. The results of this study indicate the validity value of 3.94 on the rating scale of 3.0 ≤ SV ≤4.0
with a very valid category and can be implemented with small revisions. The practicality of assessment of
high-level thinking skills based local wesdem is obtained from the readability of assessment instruments with
a percentage of 81%, the level of difficulty of the instrument with a percentage of 72%, and responses from
respondents with a percentage of 83%. Data about assessment effectiveness is obtained from learning
completeness, where classical completeness is 100% and indicator completeness is 90.5%. Thus the
assessment of high-level thinking skills in physics-based local wesdem can be said to be feasible to be
disseminated.
Abstrak: penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan assesmen keterampilan berpikir tingkat tinggi
pada materi fisika berbasis budaya lokal. Penelitian ini melalui empat (4) tahapan pengembangan:
pendefinisian, pendesainan, pengembangan, dan penyebaran.. Hasil penelitian ini menjukkan nilai
kevalidan 3,94 pada rentan skala penilaian 3,0 ≤ SV ≤4,0 dengan katagori sangat valid dan dapat
diimplementasikan dengan revisi kecil. Kepraktisan assesmen keterampilan berpikir tingkat tinggi berbasis
budaya lokal diproleh dari keterbacaan instrumen assesmen dengan prsentase 81%, tingkat kesulitan
instrumen dengan presentase 72%, dan respon dari responden dengan presentase 83%. Data tentang
keefektifan assesmen diproleh dari ketuntasan belajar, dimana ketuntasan klasikal sebesar 100% dan
ketuntasan indikator sebesar 90,5%. Dengan demikian maka assesmen keterampilan berpikir tingkat tinggi
pada materi fisika berbasis budaya lokal yang dikembangkan dapat dikatakan layak untuk disebarkan.
© 2018 Pendidikan Fisika FTK UIN Raden Intan Lampung
Kata kunci: Assesmen, Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi, materi fisika berbasis budaya lokal.
PENDAHULUAN
Pendidikan Nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
(UUD) Negara Republik Indonesia Tahun
1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk mengemban fungsi tersebut
pemerintah menyelenggarakan suatu
sistem pendidikan nasional sebagaimana
tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Implementasi Undang-Undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah
peraturan, diantaranya PP No. 32 Tahun
2013 tentang Standar Pendidikan
Nasional. Kedua perangkat hukum
tersebut mengamanatkan agar kurikulum
disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi
yang ada di daerah.
Pentingnya memperhatikan potensi
yang ada di daerah dikemukakan oleh
Mardapi, (2010) melalui studi prediktif,
bahwa era globalisasi akan memunculkan
citra global dengan budaya global yang
langsung menentang budaya lokal. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ferrari dan
Potrowowski (2008), bahwa “Western
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
education in the past of couple of centuries
has typically focused on imparting content
knowledge and developing cognitive skills
in students. Schools promote intelligent
but not necessarily wise students.” Dengan
kenyataan tersebut, meskipun secara
akademis peserta didik memperoleh nilai
tinggi, tetapi mereka gagal
memperlakukan kehidupan dengan baik,
sehingga sering melakukan tindakan tidak
bijak (foolishness) yang merugikan dirinya
sendiri dan orang lain (Sternberg, 2005) .
Pada ranah akademis, berbagai hal
dapat diupayakan untuk menanggulangi
kemungkinan tersebut. Pernyataan
tersebut berdasarkan pada kemampuan
yang dimiliki siswa untuk beradaptasi.
Sebagai daya dukung, tidak dapat
dipungkiri bahwa manusia memiliki
keterampilan yang sangat kompleks. Salah
satunya keterampilan berpikir, pada ranah
kognitif terbagi menjadi enam tingkatan,
yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Schraw
(2011) merincikan keterampilan berpikir
tersebut ke dalam dua tingkatan yaitu
keterampilan berpikir tingkat rendah
(Lower Order Thinking Skills) yang terdiri
atas pengetahuan dan pemahaman, dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi
(Higher Order Thinking Skills) yang terdiri
atas aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.
Kenyataan dilapangan, sesuai dengan
Laporan TIMSS pada tahun 2007, bahwa
hanya 5% dari mahasiswa Indonesia yang
dapat mengerjakan soal-soal dalam
kategori tinggi dan advance, yang
memerlukan penalaran (berpikir tingkat
tinggi). Di sisi lain, 78% mahasiswa
Indonesia hanya dapat mengerjakan soal-
soal kategori rendah yang memerlukan
knowing atau hafalan saja. Sementara
negara-negara Asia seperti; Jepang, Korea,
Taiwan, Hongkong, Singapura, Malaysia,
dan Thailand berada di atas Indonesia
(TIMSS, 2007). Selain itu, hasil studi
PISA menunjukkan Indonesia peringkat
10 terbawah dari 65 negara. Diketahui juga
bahwa mahasiswa Indonesia menguasai
pelajaran hanya sampai pada level 3,
sementara negara-negara lain ada yang
mencapai level 4, 5, dan 6 (PISA, 2009) .
Berdasarkan kesenjangan di atas maka,
peneliti menganggap penting mengetahui
keterampilan berpikir tingkat tinggi
mahasiswa terhadap materi fisika berbasis
budaya lokal. Hal tersebut tertuang dalam
penelitian yang berjudul pengembangan
assesmen keterampilan berpikir tingkat
tinggi pada materi fisika berbasis budaya
lokal.
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Asesmen
Terdapat beberapa istilah yang terkait
dengan penilaian yaitu assesmen
(assessment), tes (test), pengukuran
(measurement), dan evaluasi (evaluation).
Istilah-istilah tersebut bagi kebanyakan
orang sulit untuk dibedakan artinya
sehingga sering kali ditemui
penggunaannya dalam konteks yang
kurang tepat.
Asesmen dapat diartikan sebagai proses
untuk mendapatkan informasi dalam
bentuk apapun yang dapat digunakan
untuk dasar pengambilan keputusan
tentang peserta didik, baik yang
menyangkut tentang kemampuannya, daya
serap pembelajaran, kurikulum, program
pembelajaran, keadaan sekolah maupun
kebijakan sekolah (Uno dan Koni, 2012).
Linn dan Gronlund (1995) menyatakan
bahwa asesmen merupakan istilah umum
yang melibatkan semua rangkaian
prosedur yang digunakan untuk
mendapatkan informasi tentang hasil
belajar peserta didik. Menurut Overton
(2008): Asesmen adalah proses
mengumpulkan informasi untuk
memantau kemajuan dan membuat
keputusan pendidikan apabila diperlukan.
Seperti tercantum dalam definisi tentang
tes, pada asesmen tidak hanya meliputi tes,
tetapi juga termasuk metode seperti
observasi, wawancara, monitoring
perilaku, dll. Menurut Pantiwati (2013)
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
asesmen merupakan kegiatan tentang
kemajuan belajar peserta didik dengan
menggunakan bermacam-macam
prosedur, seperti tes formal, inventori,
checklist, asesmen diri, portofolio, proyek
dan kegiatan lainnya.
Gambar 2.1. Asessing Learning in
Program
2. Prosedur Asesmen
Melakukan asesmen pembelajaran
harus dilaksanakan dengan prosedur
tertentu. Prosedur ini merupakan langkah
yang dilalui pendidik atau pendidik dalam
melakukan penilaian (Uno dan Koni,
2012) . Subali (2010) mengemukakan
bahwa agar dapat diperoleh alat asesmen
atau alat ukur yang baik perlu
dikembangkan suatu prosedur atau
langkah-langkah yang benar, yang
meliputi perencanaan asesmen yang
memuat maksud dan tujuan asesmen yaitu:
a. Penyusunan kisi-kisi;
b. Penyusunan instrumen/alat ukur;
c. penelahan (review) untuk menilai
kualitas alat ukur/instrumen secara
kualitatif,yakni sebelum digunakan;
d. Uji coba alat ukur, untuk menyelidiki
kesahihan dan keandalan secara
empiris;
e. Pelaksanaan pengukuran;
f. Asesmen yang merupakan interpretasi
hasil pengukuran; pemanfaatan hasil
asesmen
Assesmen digunakan untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran dari
proses belajar dan menunjukkan apakah
strategi pengajar berhasil atau tidak.
Berdasarkan informasi tersebut kita dapat
mengevaluasi dan memperbaiki strategi
belajar.
Berikut ini tahapan-tahapan mengasses
suatu proses pembelajaran:
Gambar 2.2 Assessment Cycle
Berdasarkan gambar 2.2 di atas, maka
tahapan asesmen dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Rencana dan Diagnosa
Pada tahapan ini, merupakan awal dari
proses assesmen. Langkah-langkah yang
harus dilakukan pada tahapan ini adalah
sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan dan indikator.
Tujuan merupakan pernyataan yang
spesifik tentang apa yang hendak
dicapai oleh siswa. Tujuan tersebut diturunkan dari KI (Kompetensi Inti)
dan KD (Kompetensi Dasar).
Sedangkan indikator merupakan
statmen yang menjadi tolak ukur
tercapainya tujuan
2) Menetapkan level kognitif. Dimensi
proses kognitif dalam taksonomi
blooms dapat dikelompokkan menjadi
tiga level kognitif, yakni:
Level 1 peserta didik diharapkan
menguasai kemampuan dasar dalam
menguasai pelajaran (Knowing).
a) Memperlihatkan kemampuannya
dalam mengingat dan memahami
materi
b) Memperlihatkan tingkatan dasar
dalam memecahkan masalah
sekurangnya dengan satu cara.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
c) Memperlihatkan kemampuan
dasar dalam grafik, label dan
materi visual
d) Mengkomunikasikan fakta
dasar dengan logika sederhana
Level 2 pada level ini peserta didik
memiliki kemampuan aplikatif
(Applying)
a) Dapat mengaplikasikan prinsip dan
konsep dalam koneks tertentu.
b) Menginterpretasi, menganalisa,
data dan informasi
c) Mengkomunikasikan dengan jelas
dan terorganisir
Level 3 pada level ini peserta didik
berkemampuan menalar dan berlogika
(Rassioning)
a) Memperlihatkan pemahaman dan
kemampuan yang luas terhadap
materi pelajaran serta dapat
menerpakan pemahaman pada
situasi familiar dengan cara yang
berbeda.
b) Menganalisis, mensintesis, evaluasi
gagasan dan informasi factual
c) Menjelaskan hubungan konsep
d) Menginterpretasi dan menjelaskan
gagasan konseptual
e) Mengekspresikan gagasan-gagasan
nyata dan akurat dengan logika
yang benar
f) Memcahkan masalah dengan
banyak cara
Pengajaran
Tiga hal utama yang harus
diutamakan dalam proses
pembelajaran, yakni:
1) Berorientasi kepada siswa
2) Berorientasi pada isi/materi yang
terhadapnya unjuk kerja siswa
dipraktekkan.
3) Realistis bagi kebutuhan siswa.
Pemilihan tipe tes yang akan
digunakan lebih banyak ditentukan
oleh kemampuan dan waktu yang
tersedia pada penyusun tes daripada
kemampuan peserta tes atau aspek
yang ingin diukur.
Penilaian dan pengukuran
Pengelompokkan tes berdasarkan
bentuknya terdiri dari benttuk uraian
dan bentuk obyektif. Kegunaan tes. Tes
dapat digunakan diantaranya untuk
kepentingan berikut ini:
1) Seleksi; hasil tes dapat digunakan
untuk mengambil keputusan tentang
seseorang yang akan diterima atau
ditolak dalam suatu proses seleksi.
2) Penempatan; tes digunakan untuk
menemtukan tempat yang cocok bagi seseorang untuk dapat
berprestasi dan berproduksi secara
efisien dalam suatu proses
pendidikan atau pekerjaan tertentu.
3) Diagnosis dan remedial; tes dapat
digunakan juga untuk mengukur
kekuatan dan kelemahan dalam
suatu program pendidikan tertentu.
4) Umpan balik; hasil tes dapat
digunakan untuk memberikan
umpan balik, baik bagi individu yang
menempuh tes maupun bagi dosen.
5) Motivasi dan bimbingan belajar;
hasil tes seharusnya dapat
memotivasi siswa untuk belajar
Perbaikan program; hasil tes dapat
digunakan untuk bahan masukan untuk
perbaikian program pendidikan
selanjutnya.
Remidiasi
Tes hasil belajar harus mengukur
apa-apa yang telah dipelajari dalam
proses pembelajaran sesuai dengan
tujuan atau hasil pembelajaran yang
diharapkan. Dengan demikian langkah
pertama adalah menentukan hasil
belajar yang akan diukur, apakah
termasuk ranah kognitif, afektif, atau
psikomotor, kemudian baru rumuskan
tujuan pembelajaran khusus yang
mencerminkan perilaku yang akan
diukur. Tes hasil belajar disusun benar-
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
benar mewakili materi yang telah
dipelajari siswa. Untuk keperluan ini,
penyusun tes dapat mengambil sampel
materi apa saja yang mewakili dan patut
ditanyakan kepada siswa.
3. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Menurut taksonomi Bloom yang
telah dirievisi keterampilan berpikir
pada ranah kognitif terbagi menjadi
enam tingkatan, yaitu pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Schraw et al. (2010)
mengklasifikasikan keterampilan
berpikir yang dimiliki Bloom menjadi
dua tingkatan yaitu keterampilan
berpikir tingkat rendah (Lower Order
Thinking Skills) yang terdiri atas
pengetahuan dan pemahaman, serta
keterampilan berpikir tingkat tinggi
(Higher Order Thinking Skills) yang
terdiri atas aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi.
Stein dan Lane (dalam Thompson,
2008) mendefinisikan higher order
thinking yaitu memberikan pemikiran
yang kompleks, tidak ada algoritma
untuk menyelesaikan suatu tugas, ada
yang tidak dapat diprediksi,
menggunakan pendekatan yang
berbeda dengan tugas yang telah ada
dan berbeda dengan contoh-contoh
yang telah diberikan. Resnick (dalam
Arends, 2008) mendefinisikan higher
order thinking sebagai berikut:
1. Higher-order thinking is
nonalgorithmic; thatis, the path of
action is not fully specified in
advance.
2. Higher-order thinking tends tobe
complex.
3. Higher-order thinking often yields
multiple solutions, each with
costsand benefits, rather than unique
solutions.
4. Higher-order thinking in volves
nuanced judgment and
interpretation.
5. Higher-order thinking is effortful.
There is considerable mental work
involved in thekinds of elaborations
and judgments required.
Kemampuan melibatkan analisis,
evaluasi, dan kreasi dianggap sebagai
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Menurut Brookhart (2010, p. 29)
kemampuan berpikir tingkat tinggi
(HOTS) meliputi kemampuan logika
dan penalaran (logic and reasoning),
analisis (analysis), evaluasi
(evaluation), dan kreasi (creation),
pemecahan masalah (problem solving),
dan pengambilan keputusan
(judgement) .
METODE
PENELITIAN/EKSPERIMEN
1. Jenis dan desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
pengembangan. Penelitian pengembangan
ini menghasilkan asesmen keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada materi fisika
berbasis budaya lokal yang dikembangkan
dengan model 4-D, yakni: Define
(pendefisian), Design (pendesainan),
Develope (pengembangan), dan Disminute
(penyebaran).
Gambar 3.1 Skema Langkah-langkah
pengembangan oleh Thiagarajan (1974)
1. Pendefinisian
Tahap define adalah tahap untuk
menetapkan dan mendefinisikan syarat-
syarat pembelajaran. Tahap define ini
mencakup dua tahap pokok, yakni:
pertama analisis kebutuhan mencakup
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
tujuan dan konsep. Kemudian, kedua
adalah analisis karakter yang mengungkap
tentang pola pikir peserta didik dan
kedalaman materi ajar.
2. Pendesainan
Tahap perancangan bertujuan untuk
merancang perangkat pembelajaran.
Empat langkah yang harus dilakukan pada
tahap ini, yaitu: (1) penyusunan standar tes
(criterion-test construction), (2) pemilihan
media (media selection) yang sesuai
dengan karakteristik materi dan tujuan
pembelajaran, (3) pemilihan format
(format selection), yakni mengkaji format-
format asesmen yang ada dan menetapkan
format asesmen yang akan dikembangkan,
(4) membuat rancangan awal (initial design) sesuai format yang dipilih.
3. Pengembangan
Tahap pengembangan adalah tahap
untuk menghasilkan produk
pengembangan yang dilakukan melalui
dua langkah, yakni: (1) penilaian ahli
(expert appraisal) yang diikuti dengan
revisi, (2) uji coba pengembangan
(developmental testing).
4. Penyebaran
Proses diseminasi merupakan suatu
tahap akhir pengembangan. Tahap
diseminasi dilakukan untuk
mempromosikan produk pengembangan
agar bisa diterima pengguna, baik
individu, suatu kelompok, atau sistem.
Produsen dan distributor harus selektif dan
bekerja sama untuk mengemas materi
dalam bentuk yang tepat.
Diseminasi bisa dilakukan di kelas lain
dengan tujuan untuk mengetahui
efektifitas penggunaan perangkat dalam
proses pembelajaran. Penyebaran dapat
juga dilakukan melalui sebuah proses
penularan kepada para praktisi
pembelajaran terkait dalam suatu forum
tertentu. Bentuk diseminasi ini dengan
tujuan untuk mendapatkan masukan,
koreksi, saran, penilaian, untuk
menyempurnakan produk akhir
pengembangan agar siap diadopsi oleh
para pengguna produk.
2. Data penelitian
a) Data validitas asesmen diperoleh
dengan menggunakan lembar
validasi yang diisi/dinilai oleh
pakar.
b) Data kepraktisan diproleh dengan
mengamati keterlaksanaan proses
penilaian, tingkat keterbacaan, dan
kendala-kendala yang dihadapai di
lapangan.
c) Data keefektifan diproleh melaui
tes keterampilan berpikir tingkat
tinggi berbasis budaya lokal dan
respon siswa terhadap penilaian
yang dilakukan.
3. teknik analisa data
Analisis data dalam penelitian ini
mendeskripsikan validitas, efektivitas, dan
kepraktisan asesmen keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Analisa data yang dilakukan
bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta
yang digunakan untuk menjawab rumusan
masalah yang telah dirumuskan dalam
penelitian lebih menekankan makna dari
pada generalisasi (Sugiyono, 2014).
Analisis Validitas
Validitas konstuk dan validitas isi
terhadap asesmen keterampilan berpikir
tingkat tinggi pada materi fisika berbasis
budaya lokal menggunakan deskriptif
kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis
dengan rata-rata skor tiap aspek.
Tabel 3.1
Kriteria Pengkategorian Penilaian Interval
Skor
Kategori
Penilaian
Keterangan
3.6 ≤ P
≤ 4
Sangat
valid
Dapat digunakan tanpa
revisi
2.6 ≤ P
≤ 3.5
Valid Dapat digunakan dengan
sedikit revisi
1.6 ≤ P
≤ 2.5
Kurang
valid
Dapat digunakan dengan
banyak revisi
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
1 ≤ P
≤ 1.5
Tidak
Valid
Belum dapat digunakan
dan masih memerlukan
konsultasi
(Ratumanan & Laurens, 2006)
Analisis Kepraktisan Asesmen
Teknik analisis data yang digunakan
pada tahap ini adalah deskriptif kuantitatif
dengan teknik persentase sebagai berikut:
𝑃 = ∑ 𝐾
∑ 𝑁 x 100%
Keterangan:
P = Persentase keterlaksanaan RPS ∑ 𝐾 = Jumlah aspek yang terlaksana ∑ 𝑁 = Jumlah keseluruhan aspek yang
diamati
Persentase keterlaksanaan fase
menggunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kriteria Persentase No Persentase
Keterlaksanaan RPP
Kategori
1 0% - 20% Tidak baik
2 21% - 40% Kurang baik
3 41% - 60% Cukup baik
4 61% - 80% Baik
5 81% - 100% Sangat baik
(Adaptasi Ratumanan, 2011: 106)
Perhitungan reliabilitas instrumen
pengamatan keterlaksanaan pembelajaran
sebagai berikut:
Percentage = [1 − 𝐴−𝐵
𝐴+𝐵] 𝑥 100%
Keterangan:
A : frekuensi aspek aktivitas yang
teramati oleh pengamat yang
memberikan frekuensi tinggi.
B : frekuensi aspek aktivitas yang
teramati oleh pengamat yang
memberikan frekuensi rendah.
Analisis Keefektifan Asesmen
Data kreativitas mahasiswa diperoleh
dengan menggunakan tes berpikir kreatif
berupa soal yang dikerjakan pada awal dan
akhir pertemuan materi pemuaian adaptasi
dari “the Scientific Structure Creativity
Model (SSCM).” Tes yang digunakan
berupa soal tertulis dalam bentuk tes
uraian sebanyak 5 butir soal.
Prosedur skoring tes berpikir kreatif
adalah jumlah dari skor fluency, skor
flexibility, dan skor originality. Skor
fluency subyek diperoleh dengan langsung
menghitung seluruh jawaban subyek
terhadap setiap tugas yang diberikan oleh
subyek itu, tanpa memperhatikan kualitas
jawabannya. Skor flexibility untuk setiap
tugas diperoleh dengan menghitung
jumlah pendekatan atau daerah konten
yang digunakan dalam jawaban itu. Skor
originality dikembangkan dari tabulasi
frekuensi dari seluruh jawaban yang
diperoleh. Frekuensi dan persentase dari
setiap jawaban dihitung. Probabilitas dari
suatu jawaban lebih kecil dari 10%, diberi
skor 2 poin; Probabilitasnya dari 50
sampai 10%, diberi skor jawaban 1 poin;
Probabilitas dari suatu respon lebih besar
dari 50%, diberi skor jawaban 0 poin. Di
samping validasi ahli, instrumen berpikir
kreatif juga dianalisis sensitivitas butir soal
dengan persamaan:
Keterangan:
S = Indeks sensitivitas butir soal
N = Jumlah mahasiswa yang
mengikuti tes ∑ 𝑆𝑒𝑠𝑛
1 = Jumlah skor subjek setelah proses pembelajaran
∑ 𝑆𝑒𝑏𝑛1 = jumlah skor subyek sebelum
proses pembelajaran
𝑠𝑘𝑜𝑟𝑚𝑎𝑘𝑠=skor maksimal yang diperoleh mahasiswa
𝑠𝑘𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛 =skor minimal yang diperoleh mahasiswa
Butir soal dikatakan baik dan peka
terhadap pembelajaran apabila sensitivitas
berada lebih besar atau sama dengan 0,30
(Gronlund, 1985). Sedangkan untuk
mengetahui perubahan skor tes
kemampuan berpikir kreatif mahasiswa
dianalisis dengan menggunakan
persamaan N-Gain.
𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 =𝑆𝑘𝑜𝑟𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡−𝑆𝑘𝑜𝑟𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
𝑆𝑘𝑜𝑟𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙−𝑆𝑘𝑜𝑟𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
(Hake, 1999)
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
Tabel 3.4
Kriteria Perubahan Skor (N-gain)
mahasiswa Sebelum dan Sesudah
Pembelajaran
Rentang Skor Keterangan
> 0,70 Tinggi
0,30 – 0,70 Sedang
< 0,30 Rendah
(Sumber: Hake, 1999)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kevalidan
Produk pengembangan ini berupa
instrumen asesmen penilaian keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada materi fisika
berbasis budaya lokal. Simulasi dilakukan
proses rancangan pengajaran yang
bertujuan agar lebih memudahkan
peneliti saat akan melakukan uji coba
terhadap prototype yang sudah dalam
kategori valid. Hasil simulasi yang
dimaksud yakni menyusun langkah-
langkah yang akan dilakukan saat
melakukan uji coba, dan langkah itu
diawali dengan menyiapkan tugas berupa
kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan, kemudian memberikan
penjelasan terkait dengan produk yang
dikembangkan dan memulai proses
penilaian kinerja dengan instrumen
assessmen yang dikembangkan.
Asesmen keterampilan berpikir tingkat
tinggi pada materi fisika berbasis budaya
lokal yang dikembangkan dalam penelitian
ini mengangkat materi yang terdiri dari;
(1) pengantar tentang istilah assesmen,
pengukuran, penilaian, dan evaluasi; (2)
HOTS (Higher Order Thinking Skills); (3)
budaya lokal; (4) Asesmen keterampilan
berpikir tingkat tinggi berbasis budaya.
Berikut ini disajikan contoh instrumen tes
keterampilan berpikir tingkat tinggi
berbasis budaya lokal:
Contoh instrumen tes 1
Tahukah kamu konsep fisika yang
terkandung dalam permainan masa
kecilmu ini.
a) Jika kamu mengingatnya, tulislah
konsep-konsep tersebut!
b) Temukan berbagai permainan khas
daerah kamu dengan konsep fisika
yang serupa!
Contoh instrumen tes 2
Seni rupa dan suara tidak jarang kita
temukan di daerah-daerah dengan jenis
yang beragam. Berikut ini disajikan
beberapa seni rupa dalam budaya daerah
Gambar seni dan alat music daerah NTB
Seni menumbuk padi di daerah Bima
menghasilkan bunyi yang khas, tidak
kalah seru dengan kesenian khas Lombok
sebut saja Gendang Beleq. Kedua tradisi
tersebut sama-sama menghasilkan bunyi.
Selain tradisi tersebut, ada berbagai alat
yang khusus didesain untuk keperluan
menghasilkan bunyi yang nikmat untuk di
dengarkan, seperti: seruling, gambus
(katipu) dan lain-lain.
Berpikir tingkat tinggi
a) Desainlah alat tradisional yang
mengandung konsep suhu dan kalor.
b) Desainlah rumah adat atau gapura
daerah dengan menggunakan
lambang dan simbol-simbul sains
fisika.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
Hasil review ahli terhadap asesmen
keterampilan berpikir tingkat tinggi pada
materi fisika berbasis budaya lokal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1
berikut ini:
Tabel 4.1
Hasil Validasi Asesmen No Komponen
KBTT
Rerata
Penilaian
Katagori
1 Kelayakan
Isi
3.92 SV
2 Kebahasaan 3,90 V
3 Penyajian 4,02 SV
Jumlah 11,84
Rata-rata 3,94 SV
Keterangan:
V1, V2, dan V3 : Validator 1, 2, dan 3
SV : Sangat Valid
Tabel 4.1 menunjukkan hasil validasi
dari tiga validator, rata-rata penilaian
validator untuk seluruh komponen adalah
3,94 dengan kategori sangat valid. Selain
informasi tersebut, Tabel 4.1 juga
menginformasikan tentang kevalidan isi
(content validity) di mana hasil penilaian
validator adalah 3, 92 dengan katagori
sangat valid.
Krippendorff (2004), menyatakan
kelayakan instrumen sebagai klasifikasi
prosedur yang konsisten yang bersesuaian
dengan tingkat kematangan siswa. Nation
Center for Educational Research and
Develovement (NECRD, 1999) merinci
panduan Asesmen Penilaian (Assesment
Guides) bahwa, instrumen penilaian
mencakup 3 (tiga) dimensi kopetensi
penilaian, yakni: mengaplikasikan,
mengkomunikasikan, dan mempraktikkan
ilmu pengetahuan tersebut. Shweta (2013),
tes hasil belajar tidak dapat mengungkap
semua materi yang ada dalam bidang studi
tertentu sekalipun hanya untuk satu
semester. Oleh sebab itu harus diambil
sebagian dari materi dalam bentuk sampel
tes. Sebagai sampel maka harus dapat
mencerminkan materi yang terkandung
dari seluruh materi bidang studi. Lebih
spesifik Gail & Sullivan (2011) mendetail,
tes yang memilki validitas isi adalah tes
yang mengukur tujuan khusus tertentu dan
sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan.
Dengan demikian, penilaian validator
terhadap assesmen yang dikembangkan
memiliki presentase reliabilitas yang
tinggi. Di mana assesmen tes yang
dikembangkan memiliki maksud tertentu
dan bersifat khusus, seperti pada contoh
instrumen di atas.
Dukungan secara empiris juga
dikemukakan oleh Nursalam (2014) di
mana karakteristik dari asesmen ada dua,
yaitu; 1) peserta dalam mengkreasikan
suatu produk atau terlibat dalam suatu
aktivitas (perbuatan) seperti melakukan
eksperimen, praktek dan sebagainya, 2)
produk dari tes kinerja lebih penting dari
pada perbuatan atau kinerjanya.
Masukan saran dan komentar ahli isi
yang berkenaan dengan pengembangan
asesmen keterampilan berpikir tingkat
tinggi pada materi fisika berbasis budaya
lokal adalah sebagai berikut:
a. Warna huruf (font color) tidak sesuai.
b. Tidak ada penomoran dan keterangan
gambar serta beberapa gampar tidak
ada keterangan pengantar (gambar
tiba-tiba muncul).
c. Gambar yang dibuat tidak di desain
dengan baik.
d. Istilah-istilah dalam asesmen
disesuaikan dengan konteks.
e. Pengaturan ruang atau tata letak
belum sesuai.
Berdasarkan penilaian dari ahli isi
terhadap pengembangan asesmen
keterampilan berpikir tingkat tinggi pada
materi fisika berbasis budaya lokal
sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.1 di
atas bahwa pengembangan asesmen
keterampilan berpikir tingkat tinggi pada
materi fisika berbasis budaya lokal berada
dalam kualifikasi sangat valid, sehingga
dapat digunakan dengan revisi kecil.
Adapun revisi yang dimaksud pada
Tabel 4.2 sebagai berikut:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
Tabel 4.2
Revisi Asesmen Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi Pada Materi Fisika
Berbasis Budaya Lokal No Item yang Direvisi Revisi
1 Warna huruf (font color)
tidak sesuai
Sudah direvisi
2 Tidak ada penomoran
dan keterangan gambar
serta beberapa gampar
tidak ada keterangan
pengantar (gambar tiba-
tiba muncul).
Sudah direvisi
3 Gambar yang dibuat
tidak di desain dengan
baik.
Sudah direvisi
4 Istilah-istilah dalam
asesmen disesuaikan
dengan konteks.
Sudah direvisi
5 Pengaturan ruang atau
tata letak belum sesuai.
Sudah direvisi
Dukungan terhadap hasil penilaian ini
oleh Ratumanan & Laurens (2006) di
mana pencapaian kualitas ini dikarenakan
pengembangan asesmen ini telah melalui
beberapa tahapan, yaitu analis kebutuhan,
analisis konsep, analisis tugas, diskusi
dengan dosen-dosen fisika, dan telah
divalidasi oleh pakar (validator).
Berdasarkan masukan dari validator,
maka revisi yang telah dilakukan dalam
asesmen ini adalah pada komponen
kelayakan penyajian terdiri atas; (1) warna
huruf (font color) tidak sesuai; (2) tidak
ada penomoran dan keterangan gambar
serta beberapa gampar tidak ada
keterangan pengantar (gambar tiba-tiba
muncul); (3) gambar yang dibuat tidak di
desain dengan baik; (4) istilah-istilah
dalam asesmen disesuaikan dengan
konteks; dan (5) pengaturan ruang atau tata
letak belum sesuai sehingga memberikan
kontribusi nyata dalam melatih
keterampilan berpikir tingkat tinggi
mahasiswa.
2. Kepraktisan
Kepraktisan suatu asesmen ditinjau dari
hasil penilaian pengamat. Berbagai
komponen yang menjadi sumber data
kepraktisan adalah keterbacaan, tingkat
kesulitan dan respon dari peserta didik.
Berikut ini disajikan data tentang
kepraktisan:
a). Tingkat keterbacaan asesmen
Keterbacaan diperoleh dengan
teknik close procedure. Persentase
tingkat keterbacaan asesmen disajikan
pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4
Tingkat Keterbacaan Asesmen
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Responden Asesmen Sains
Persentase
Keterbacaan
(%)
Kategori
1 75 Sedang
2 85 Tinggi
3 85 Tinggi
4 75 Sedang
5 85 Tinggi
Rata-rata 81 Tepat untuk
Pembelajaran
Tabel 4.4 menunjukkan secara
sistematis persentase tingkat keterbacaan
asesmen sains. Mahasiswa mendapat skor
75%-85% untuk tingkat keterbacaan
asesmen keterampilan berpikir tingkat
tinggi pada materi fisika berbasis budaya
lokal, atau persentase skor 81%, sehingga
kategori tingkat keterbacaan asesmen
keterampilan berpikir tingkat tinggi pada
materi fisika berbasis budaya lokal adalah
materi tepat untuk pembelajaran.
Tingkat kesulitan asesmen dievaluasi
dalam beberapa tahap. Tiap tahapan
terlihat pada setiap pertemuan yang
dilaksanakan dalam empat (4) kali
pertemuan. Setiap pertemuan, dosen
menyarankan mahasiswa untuk
menggarisbawahi kalimat yang tidak
dimengerti atau tidak pahami. Dalam hal
tingkat kesulitan, pakar mengemukakan
bahwa untuk mengembangkan
kemampuan matematis siswa, maka
pembelajaran harus menjadi lingkungan
dimana siswa mampu terlibat secara aktif
dalam banyak kegiatan belajar yang
bermanfaat. Begitupun Piaget (1972)
dalam Reys, et all (1998:19) menyatakan
bahwa pengetahuan dibuat oleh siswa
sendiri, bukan ditemukan seperti batu atau
suatu pemberian. Data tentang tingkat
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
kesulitan asesmen ini diperoleh dari 5
orang mahasiswa sebagai sampel, adapun
data yang dimaksud seperti disajikan pada
Tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7
Tingkat Kesulitan Asesmen
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Pada Materi Fisika Berbasis Budaya
Lokal Responden Asesmen
Persentase
Kesulitan
(%)
Kategori
1 7,60 Kecil
2 6,65 Kecil
3 7,80 Kecil
4 7,50 Kecil
5 6,50 Kecil
Rata-rata 7.21 Sangat
Mudah
Tabel 4.7 menunjukkan secara
sistematis persentase tingkat kesulitan
asesmen keterampilan berpikir tingkat
tinggi pada materi fisika berbasis budaya
lokal. Persentase tingkat kesulitan asesmen
keterampilan berpikir tingkat tinggi pada
materi fisika berbasis budaya lokal antara
6,50%-7,50%, atau rata-rata persentase
skor 7.11%, sehingga dikategorikan kecil
atau sangat mudah.
Construck Validity/ Format Buku:
sudah sesuai dengan kategori valid, hasil
respon mahasiswa sekitar 82,50%
mahasiswa sangat tertarik dengan buku
asesmen, 17,5% mahasiswa cukup tertarik,
0% kurang tertarik dan Content Validity
(Isi Buku dan Bahasa) sudah sesuai dengan
kategori valid. Hasil respon mahasiswa
sekitar 85,75% mahasiswa sangat tertarik
dengan soal-soal yang, 14,25% mahasiswa
cukup tertarik, 0% kurang tertarik. Hal
yang lain mahasiswa memberikan respon
adalah sebanyak 32,50% mahasiswa
menilai buku asesmen sangat baru, 75,62%
mahasiswa menilai cukup baru, 4,38%
mahasiswa menilai kurang baru, 8,75%
mahasiswa menilai sangat mudah, 83,12%
mahasiswa menilai cukup mudah, 8,13%
mahasiswa menilai sulit, 1,25%
mahasiswa menilai sangat sulit.
Respon mahasiswa terhadap komponen
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang
dilatihkan, 26,95% mahasiswa menilai
sangat baru, dan 61,72% mahasiswa
menilain cukup baru, 11,33% mahasiswa
menilai kurang baru. Sebanyak 56,25%
mahasiswa sangat berminat bahwa
pembelajaran dengan buku asesmen untuk
meningkatkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi mahasiswa dapat diterapkan
pada pokok bahasan selanjutnya, 42,75%
mahasiswa menilai cukup berminat dan
tidak ada mahasiswa yang kurang berminat
atau tidak berminat. Respon mahasiswa
terhadap penjelasan dosen saat kegiatan
belajar mengajar, 37,50% siswa menilai
sangat jelas, 62,50% mahasiswa menilai
cukup jelas, dan tidak ada mahasiswa yang
menilai kurang jelas atau tidak jelas.
Respon mahasiswa terhadap bimbingan
dosen selama kegiatan penemuan, 28,13%
mahasiswa menilai sangat jelas, 71,87%
mahasiswa menilai cukup jelas, dan tidak
ada mahasiswa yang menilai kurang jelas
atau tidak jelas. Respon mahasiswa
terhadap komponen-komponen lembar
penilaian produk, keterampilan berpikir
tingkat tinggi adalah 1,03% mahasiswa
menilai sangat mudah, 60,42% mahasiswa
menilai cukup mudah, 35,42% mahasiswa
menilai sulit, dan 3,13% mahasiswa sangat
sulit.
3. Keefektifan
Hasil rekapitulasi ketuntasan indikator
tes hasil belajar keterampilan berpikir
tingkat tinggi mahasiswa kelas A dan
mahasiswa kelas B dapat dilihat pada
Grafik 1 berikut.
Grafik 1
Ketuntasan Indikator Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
Berdasarkan Grafik 1 di atas, diperoleh
informasi bahwa asesmen keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada materi fisika
berbasis budaya lokal, semua indikator
soal tuntas. Menurut Tajularipin et al.
(2015) kemampuan berpikir tingkat tinggi
mempunyai tiga komponen yaitu
kemampuan berpikir, kebiasaan berpikir
dan metakognitif. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi dapat ditingkatkan dengan
memberikan persoalan berupa open-ended
question, tugas dalam kelas dan umpan
balik dalam pembelajaran. Menurut
Beetlestone (2012) menjelaskan tentang
umpan balik, jika hasil karya mahasiswa
dihargai dan ditingkatkan, maka rasa harga
diri untuk proses kreatif akan meningkat
dan jika hasil karya mahasiswa dinilai
secara kritis maka dapat membangun
keterampilan kreativitas dan estetika.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan
tujuan penelitian, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Asesmen yang dikembangkan valid
berdasarkan penilaian validator. Nilai
kevalidan sebesar 3,94 sehingga
dikatagorikan valid. Oleh karena itu,
asesmen yang dikembangkan dapat
diterapkan pada mahasiswa Prodi
Tadris Fisika UIN Mataram.
2. Asesmen keterampilan berpikir tingkat
tinggi pada materi fisika berbasis
budaya lokal praktis untuk
meningkatkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi mahasiswa. Hal ini
berdasarkan hasil skor kategori tingkat
keterbacaan asesmen keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada materi
fisika berbasis budaya lokal sebesar
81% artinya bahwa materi tepat untuk
pembelajaran. Selanjutnya persentase
tingkat kesulitan asesmen keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada materi
fisika berbasis budaya lokal antara
6,50%-7,50%, atau rata-rata persentase
skor 7.11%, sehingga dikategorikan
kecil atau sangat mudah. Sedangkan
untuk keterlaksanaan pembelajaran
telah mengalami peningkatan mulai
dari awal pembelajaran sampai dengan
akhir pembelajaran dengan kategori
sangat baik. Hal tersebut didukung oleh
respon mahasiswa terhadap
pembelajaran, dengan akumulasi nilai
minat belajar mahasiswa mencapai
100%. Selain itu tidak terdapat kendala-
kendala yang menyudutkan
pengimplementasian asesmen
keterampilan berpikir tingkat tinggi
pada materi fisika berbasis budaya lokal
yang dikembangkan, artinya bahwa
asesmen tersebut dapat dengan mudah
diterapkan (praktis).
3. Asesmen keterampilan berpikir tingkat
tinggi pada materi fisika berbasis
budaya lokal efektif untuk
meningkatkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi.Pada bagian Pustaka,
diberikan beberapa contoh yang relatif
banyak digunakan oleh jurnal-jurnal
internasional. Silahkan para penulis
untuk menyesuaikan diri.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, peneliti menyarankan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Produk asesmen penilaian keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada materi
fisika berbasis budaya lokal, hanya
mengkaji beberapa pokok bahasan saja,
bagi peneliti lain bisa mengembangkan
pokok bahasan yang berbeda.
2. Produk asesmen penilaian keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada materi
fisika berbasis budaya lokal, tidak
diujicobakan secara menyeluruh pada
mahasiswa. Untuk mendapatkan hasil
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
yang representatif diusahakan
memperbanyak sampel untuk ujicoba.
3. Pada penelitian ini, hanya
mengembangkan instrumen asesmen
keterampilan berpikir tingkat tinggi
yakni kemampuan menganalisis,
mengevaluasi dan menciptakan. Untuk
peneliti lain, bisa memilih indikator
keterampilan berpikir tingkat tinggi
selain tiga indikator di atas.
4. Perlunya melatih siswa menggunakan
keterampilan keterampilan berpikir
tingkat tinggi secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel jurnal:
Diani, R. (2015). Pengembangan
Perangkat Pembelaran Fisika Berbasis
Pendidikan Karakter Dengan Model
Problem Basen Instruction. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni, 4
(2), 231-241.
Beetlestone, F. (2012). Creative Learning:
Strategi Pembelajaran untuk
Melesatkan Kreativitas Siswa.
Terjemahan Yusron, N. Bandung:
Nusa Media.
Mardapi. 2010 (Hal. 13). ”Pengembangan
Buku Pelengkap Pembelajaran
Membaca pada Mahasiswa Sekolah
Dasar Kelas VI”.Jurnal. Semarang:
FBS Unnes.
Martin, M.O., Mullis, I.V.S., Foy, P., dan
Stanco, G.M. (2012). TIMSS 2011
International Results in Science.
Boston College, Chestnut Hill:
TIMSS & PIRLS International Study
Center.
National Center for Educational Research
and Develovement. Manahej al-
ta’alim wa ahdafaha (Pulic
Educational curricula and goal).
Beirut, Lebanon: Author, 1999
Subali, Bambang. (2010). Pengukuran
Ketrampilan Proses Sains Pola
Divergen Mata Pelajaran Biologi Sma
Di Provinsi DIY dan Jawa Tengah.
Prosiding Seminar Nasional Biologi
“Biologi dan Pengembangan Profesi
Pendidik Biologi” 3 Juli 2010.
Sulaiman, T., Ayub, A. F. M., & Sulaiman,
S. (2015). Curriculum Change in
English Language Curriculum
Advocates Higher Order Thinking
Skills and Standards-Based
Assessments in Malaysian Primary
Schools. Mediterranean Journal of
Social Sciences, Vol. 6, No. 2, p: 494-
500.
Suwandi, Sarwiji (2010). Model Asesmen
dalam Pembelajaran. Surakarta:
Yuma Pustaka.
TIMSS (2007). International Results in
Science. 77-92. Chestnut Hill: TIMSS
& PIRLS International Study Center,
Boston College.
Thompson, T. (2008). Mathematics
Teachers’ Interpretation of Higher-
Order Thinking in Bloom’s
Taxonomy. IEJME.Vol 3, No 2, Hal
96-109.
Wasis, Yuni, S.R, & Sukarmin. (2014).
Karakterisasi Instrumen Penilaian
Berpikir Tingkat Tinggi dan Literasi
Sains: Studi komparatif soal TIMSS,
PISA, dan UN. Laporan penelitian
fundamental yang didanai oleh DP2M
Dikti.
Buku:
Arends, R. 2012. Learning to Teach, 9th
Edition. New York: Mc-Graw Hill.
Anderson and David R. Krathwohl, 2007,
Taxonomy Learning, Teaching, and
Assessing, Longman, New York
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Bumi
Aksara.
Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi
Pembelajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Beetlestone, F. (2012). Creative Learning:
Strategi Pembelajaran untuk
Melesatkan Kreativitas Siswa.
Terjemahan Yusron, N. Bandung:
Nusa Media.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
Borich. 2015. Observation skills for
efektive teaching (6th edition).
English. Pearson.
Gail & Sullivan (2011) A Primer on the
Validity of Assessment Instruments.
Journal of Graduate Medical
Education, 515 N State St, Suite 2000,
DOI: 10.4300/JGME-D-11-00075.1
Krippendorff, K. Content Analysis: An
Introduction to its methodology. Sage,
Thousand Oaks, CA. 2004
Linn dan Gronlund (1995). Measurement
and Assessment in Teaching, 11th
Edition. New York. Pearson.
Nursalam. (2014). Pengukuran dalam
Pendidikan. Makassar: Alauddin
University Press.
Ratumanan T.G dan Laurens. (2006).
Evaluasi Hasil Belajar Yang Relevan
Dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Surabaya: Unesa
University Press.
Overton (2008). Assessing Learners with
Special Needs (text only) 6th (Sixth).
New York. Prentice Hall.
Schraw, Gregory et al. (2011). Assessment
Of Higer Order Thinking Skillss.
America: Information Age
Publishing.
Suwandi, Sarwiji (2010). Model Asesmen
dalam Pembelajaran. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Shweta Bajpai, Ram Bajpai (2013)
Goodness Of Measurement:
Reliability And Validity. International
Journal of Medical Science and Public
Health | 2014 | Vol 3 | Issue 2. DOI:
10.5455/ijmsph.2013.191120133.
Received Date: 07.10.2013
Uno dan Koni, (2012). Assessment
Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.
Prosiding seminar:
Pantiwati (2013). Strategi Pembelajaran
Self Assesment Dan Metakognisi
Dalam Pembelajaran Sains. Proseding
2015 Prodi Pendidikan Biologi FKIP
Muhammadiyah Malang.
ISSN/2016.05 - 27 Mei 2015
Subali, Bambang. (2010). Pengukuran
Ketrampilan Proses Sains Pola
Divergen Mata Pelajaran Biologi Sma
Di Provinsi DIY dan Jawa Tengah.
Prosiding Seminar Nasional Biologi
“Biologi dan Pengembangan Profesi
Pendidik Biologi” 3 Juli 2010.
Internet:
Huitt, Hummel, & Kaeck, (2001). Kizlik,
2014. Measurement, Assessment, and
Evaluation in Education. Retrieved
February 6, 2015, from
http://www.adprima.com/measureme
nt.htm
Melissa (2011) The assessment cycle
consists of the following steps: 1)
articulate the student learning goals
and objectives, 2) gather information
about how well students are learning
(outcomes), 3) give feedback and
interpret information through means
like rubrics, and 4) use information to
improve student learning. Tersedia di
https://law.marquette.edu/facultyblog
/2011/10/25/assessing-law-students-
learning/ Posted on October 25, 2011.
PISA. (2009). Assesment of Reading,
Mathematical and Scientific Literacy.
(Online). Tersedia:
http://www.pisa.oecd.org/dataoecd/4
4/63/33692793.pdf. (diakses 26
Februari 2017).
TIMSS (2007). International Results in
Science. 77-92. Chestnut Hill: TIMSS
& PIRLS International Study Center,
Boston College.
Aturan
Kemdikbud .2016. Materi Pengembangan
Instrumen Penilaian, BIMTEK PKB
Guru Garis Depan, Ditjen GTK. Tim
Penyusun.
PP No. 32 Tahun 2013 (Hal. 10). Standar
Nasional Pendidikan. Tim Penyusun.
Jakarta
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi XX (X) (20XX) X-X
UUD RI. 1945. Tentang pendidikan yang
menyeluruh bagi seluruh rakyat
Indonesia. Tim Penyusun
UUD RI No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional. Tim
Penyusun
BUKTI SUBMIT JURNAL