Download - ASKEP KANKER KOLORETAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangGaya hidup modern saat ini sangat mempengaruhi pola hidup sehat seseorang,
tingkat mobilitas yang tinggi menyebabkan stress yang tidak jarang mengakibatkan
seseorang mengkonsumsi alcohol dan menjadi perokok berat, perubahan pola makan,
konsumsi makanan yang serba instan dan praktis, banyaknya restoran yang menyajikan
makanan cepat saji semakin menjamur. Hal ini mengakibatkan timbulnya beragam
masalah kesehatan seperti obesitas (kegemukan), penyakit degeneratif ataupun penyakit
yang banyak menyebabkan kematian di dunia seperti kanker kolorektal.
Kanker kolorektal dan merupakan tumor ganas yang timbul dari dinding bagian
dalam usus besar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2012, Sekitar 30% dari
kematian akibat kanker disebabkan oleh lima risiko perilaku dan makanan: indeks massa
tubuh yang tinggi, buah dan sayuran yang rendah, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan
tembakau, penggunaan alkohol. Sekitar 70% dari semua kematian akibat kanker pada
tahun 2008 terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Berdasarkan data WHO (2008), bahwa sekitar 13 % dari seluruh kematian di
dunia disebabkan olek kanker atau sekitar 7,9 juta jiwa yang meninggal pada tahun 2007.
Jenis kanker tersering penyebab mortalitas tiap tahunnya adalah : kanker paru 1,4 juta
mortalitas/tahun, lambung 866.000 mortalitas/tahun, kolon 677.000 mortalitas/tahun,
liver 653.000 mortalitas/tahun, dan payudara 548.000 mortalitas/tahun. Menurut data dari
CDC (2008), terdapat 142.950 orang di Amerika Serikat didiagnosis dengan kanker
kolorektal, dari jumlah tersebut pria 73.183 orang dan wanita 69.767 orang. Dan 52.857
orang di Amerika Serikat meninggal karena kanker kolorektal, pria 26.933 orang dan
wanita 25.924 orang.
Peningkatan insiden kanker ini akan memberikan pengaruh dalam memberikan
asuhan keperawatan karena setiap penderita kanker memberikan respon yang bervariasi
dan dipengaruhi oleh pengalaman, persepsi tentang makna penyakit kanker, pengetahuan,
mekanisme koping individu dan, latar belakang budaya sehingga dalam berespon dapat
menjadi adaptif atau maladaptive, untuk itu diperlukan dukungan dari orang
1
terdekat,keluarga dan petugas kesehatan terutama profesi keperawatan Baradero &
Wilfrid (2008). Pelayanan perawatan pasien kanker sangat tergantung pada respon dan
perjalanan penyakit sehingga tujuan perawatan untuk mempertahankan fungsi,
mengurangi penderitaan dan mengoptimalkan kualitas hidup penderita.
Berdasarkan hal tersebut diatas, kelompok mencoba membahas lebih mendalam tentang
kanker kolorektal.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini terdiri dari:
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk meningkatan kompentensi
mahasiswa magister keperawatan dalam asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah onkologi khususnya kanker kolorektal.
2. Tujuan khusus.
Adapun tujuan khusus penulisan makalah tentang asuhan keperawatan pada kanker
kolorektal adalah mahasiswa magister diharapkan mampu memahami dan
menjelaskan tentang:
a. Epidemiologi kanker kolorektal
b. Biologi sel kanker : etiologi, patofisiologi dan tanda gejala kanker kolorektal
c. Pemeriksaan diagnostic pada kanker kolorektal
d. Terapi pada kaknker kolorektal
e. Komplikasi atau kedarutan akibat kanker kolorektal
f. Proses keperawatan pada kanker kolorektal.
C. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan makalah tentang asuhan keperawatan pada kenker kolorektal
meliputi latar belakang masalah yang merupakan factor predisposisi penyebab kanker dan
data statistic penderita kanker kolorektal yang dbahas pada bab I latar belakang makalah
ini. Sedangkan konsep biologi kanker kolorektal, pemeriksaan diagnostic, terapi,
komplikasi dan pendekatan asuhan keperawatan kanker kolorektal dibahas pada tinjauan
teoritis.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Medik1. Pengertian
Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh terganggunya kontrol
regulasi pertumbuhan sel-sel normal. Kanker dapat menyebabkan mutilasi dan
kematian pada individu. Dahulu, fokus kanker adalah incurability (tidak dapat
disembuhkan), sehingga timbul perasaan tidak berdaya dan putus asa (Mary
Baradero, 2008).
Kanker adalah istilah umum untuk kelompok besar penyakit yang dapat
mempengaruhi setiap bagian dari tubuh dengan penciptaan cepat sel-sel abnormal
yang tumbuh melampaui batas-batas mereka yang biasa, dan kemudian dapat
menyerang bagian-bagian yang berdampingan dari tubuh dan menyebar ke organ lain.
WHO (2012)
Kanker kolorektal adalah kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon) atau rektum.
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau
disebut adenoma, yang pada awalnya membentuk polip.
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Kolon
Secara klinis kolon sering kali dibagi rnenjadi 2 bagian, yaitu kiri dan kanan.
Kolon belahan kanan mencakup sekum, kolon asenden dan 2/3 kanan kolon
transversal; kolon belahan kiri mencakup 1/3 kiri kolon transversal, kolon desenden
dan kolon sigmoid. Paruh kanan kolon berlumen lebar, di antaranya diametei lumen
sekum dapat mencapai 7,5cm. Paruh kiri kolon berlumen sempit, paling sempit di
perbatasan rektosigmoid, diameternya 2,5 cm, tumor di daerah tersebut paling mudah
menyebabkan obstruksi usus. Bila kolon terobstruksi total oleh tumor, karena
keberadaan katup ileosekal, kolon yang terobstruksi mengalami kedua ujungnya
tertutup, karena banyak bakteri dalam kolon maka obstruksi menjadi semakin serius.
Sekum paling dekat ke dinding anterior abdomen, kolon transversal dan kolon
3
sigmoid memiliki mesenterium sehingga memiliki mobilitas besar, secara klinis
sering digunakan untuk kolostomi
Kolon paruh kanan dipasok darah dari afteri mesenterika superior bercabang
arteri ileokolika, arteri kolika dekstra dan arteri kolika rnedia; kolon paruh kiri
diperdarahi arteri mesenterika inferior, bercabangkan arteri kolika sinistra dan 2 atau
3 ramus arteri sigmoideus, vena dan arteri berjalan seiring, masing-masing melalui
vena mesenterika superior dan vena mesenterika inferior bermuara ke vena porta.
Tunika mukosa kolorektal tidak memiliki saluran limfe, jaringan limfatik dimulai dari
tunika submukosa, melalui kelenjar limfe dinding kolon, kelenjar limfe parakolika,
kelenjar limfe media masuk ke kelenjar limfe sentral.
Kolon paruh kanan dipersarafi nervus vagus, paruh kiri dipersarafi nervus
pelvis. Serabut simpatis berasal dari ganglion simpatis lumbalis.
Fungsi utama kolon paruh kanan adalah menyerap air, glukosa, garam anorganik dan
sebagian asam empedu, sedangkan kolon paruh kiri terutama adalah storasi dan
ekskresi feses. Selain itu kolon dapat mensekresikan mukus alkalis untuk melicinkan
mukosa, juga mensekresikan beberapa hormon seri gastrointestinal
Rektum dan Kanalis Analis
Panjang rektum sekitar 12-15 cm. Rektum tidak lurus, dilihat dari lateral dapat
fleksura sakral dan fleksura perineal; dari aspek anteroposterior dari atas ke bawah
terdapat belokan kanan, kiri, kanan. Karena adanya belokan tersebut, maka ketika
rectum dibebaskan saat operasi karsinoma rectal, jarak tepi tumor rektal ke tepi anal
dapat bertambah panjang 2-3 cm, sehingga kasus tertentu karsinoma rektal yang
preoperative dianggap perlu dilakukan reseksi gabungan rektoanal perineal, saat itu
dapat berubah menjadi operasi konservasi anus.
Mesorektum adalah jaringan ikat, lemak, neurovaskular dan limfatik peri
rectal yang dibungkus pars viseral fasia pelvic. Lesi sebaran intramesenterium dari
karsinoma rektal umumnya terbatas dalam pars visceral fasia pelvik. Maka operasi
karsinoma rectal harus mereseksi secara utuh rectum dan mesorektum, untuk
mencegah rekurensi local.
4
Panjang kanalis analis sekitar 3 cm, ke atas berhubungan dengan rektum,
ujung bawah adalah anus. Di sekeliling kanalis analis terdapat otot sfinkter internal
dan eksternal. Sfinkter eksternal adalah otot sadar, ditembus oleh serabut otot
longitudinal rektal dan levator ani, dan terbagi menjadi bagian subkutis, superfisial
dan profunda Yang terpenting adalah bagian profunda menyatu dengan otot
puborektal, berinsersio ke simfisis pubis, bila berkerut menarik ke anterosuperior.
Bila terpotong akan timbul inkontinensia alvi.
Rektum dan kanalis analis diperdarahi oleh arteri rektalis superior, arteri
rektalis inferior, arteri kanalis analis dan arteri sakralis media. Rektum dan kanalis
analis memiliki 2 pleksus venosus: pleksus venosus rektalis superior diatas linea
dentata menyatu ke vena rektalis superior melalui vena mesenterika inferior bermuara
ke vena porta; pleksus venosus rektalis inferior di bawah linea dentata menyatu
menjadi sebuah cabang kecil melalui vena rektalis media langsung bermuara ke vena
iliaka interna atau melalui vena rektalis inferior, vena pudenda intema bermuara ke
vena iliaka interna.
Kanker di setiap segmen rektum semuanya terutama bermetastasis limfogen
ke atas melalui jalur kelenjar limfe pararekti, kelenjar limfe para arteri rektalis
superior, kelenjar limfe para afteri mesenterika inferior. Kanker rectum di atas
refleksi peritoneum hanya jika jalur drainase limfatik ke atas tersumbat kanker, akan
bennetastasis ke bawah yaitu ke kelenjar limfe para arteri analis di fosa isiorektal,
bilateral ke kelenjar limfe para arteri rektalis inferior kemudian ke kelenjar limfe
obturator. Tapi saluran limfatik rectum di bawah refleksi peritoneum selain drainase
ke atas, juga terdapat jalur drainase ke arah bilateral dan ke bawah. Oleh karena itu
kanker rectum di bawah refleksi peritoneum harus dipikirkan untuk reseksi trans
perineum.
Saluran lirnfatik kanalis analis dan kulit perianal dapat berdrainase ke kelenjar
limfe inguinal, lalu ke atas hingga kelenjar limfe iliaka ekstema; juga dapat melalui
kelenjar limfe para arteri analis di fosa isiorektal, lalu ke kelenjar limfe iliaka interna.
Rektum di bawah linea dentata dipersarafi saraf spinal, sensasi peka; di atas linea
dentate dipersarafi sistem saraf vegetatif. Saraf yang berkaitan dengan operasi rectum
5
adalah nervus hipogastrik inferior dan nervus splanknik pelvik yang masing-masing
mengatur fungsi ejakulasi dan ereksi, waktu operasi harus hati-hati, jangan tercedera.
Fungsi faal rektum dan kanalis analis adalah defekasi, rektum dapat
mensekresi mukus untuk membantu keluamya feses. Rektum juga dapat menyerap
sejumlah air, garam,glukosa dan sebagian obat. Segmen bawah rekrum merupakan
bagian terpenting bagi timbulnya refleks defekasi, suatu mata rantai penting dalam
fungsi defekasi. Oleh karena itu pasca reseksi total rektum, walaupun otot sfinkter
dipertahankan, karena hilangnya bagian refleks defekasi, tetap dapat timbul
inkontinensia alvi.
3. Epidemiologi
Insiden Colorectal Cancer (CRC) dan tingkat kematian sangat bervariasi di
seluruh dunia. Secara global, CRC adalah kanker yang paling sering didiagnosis lebih
banyak pada laki-laki dari pada wanita, dengan lebih dari 1,2 juta kasus baru dan
608.700 kematian diperkirakan telah terjadi pada tahun 2008.
Di Amerika Serikat, baik kejadian dan kematian telah perlahan tapi pasti menurun.
Setiap tahun sekitar 143.460 kasus baru kanker usus besar didiagnosis, terdapat
103.170 adalah kanker usus besar dan rektum ; 40.290 orang. Setiap tahun, sekitar
51.690 orang Amerika meninggal karena CRC, atau sekitar 9 persen dari semua
kematian akibat kanker.
Insiden - Secara global, kejadian CRC bervariasi lebih dari 10 kali lipat.
Tingkat insiden tertinggi di Australia dan Selandia Baru, Eropa dan Amerika Utara,
dan tingkat terendah ditemukan di Afrika dan Asia Tengah.Perbedaan-perbedaan
geografis tampaknya akibat dari perbedaan eksposur makanan dan lingkungan yang
berpengaruh pada kerentanan genetik.
Berdasarkan penelitian kanker gastrointestinal yan dikutip dari European Journal of
Cancer Prevention: Januari 2011, skrining dilakukan pada populasi yahudi pada
tahun 1980 -2008. Pada pasien yang berada di bawah 50 tahun, tidak ada peningkatan
yang signifikan dalam kejadian kecuali untuk pria yang lahir di Israel (P = 0,05).
Pada pasien berusia antara 50 dan 74 atau lebih dari 75 tahun ada peningkatan insiden
(P <0,001 ). Namun, persentase untuk pasien CRC berusia antara 50 dan 74 tahun
6
mengalami penurunan tetapi mereka yang berusia lebih dari 75 tahun meningkat (P
<0,001). Oleh karena itu, 45,3% dari pasien (39,1% berusia ≥ 75 tahun). Selain itu,
ada tren peningkatan (P <0.001) untuk sisi kanan (dari sekum ke dan termasuk lentur
lienalis) CRC pada pasien 50-74 dan lebih dari 75 tahun. Selama 1999-2008,
dibandingkan dengan pasien berusia antara 50 dan 74 tahun, mereka yang di bawah
50 tahun kurang mungkin didiagnosis dengan stadium 1 atau 2 CRC dan lebih
mungkin memiliki stadium 3 atau 4 CRC (P <0,01 ), sedangkan mereka usia lebih
dari 75 tahun kurang cenderung memiliki stadium 3 CRC (P <0,01). Selain itu, tahap
perkembangan kanker CRC dapat terjadi pada pasien berusia di bawah 50 tahun.
4. Etiologi
Penyebab pasti kanker kolorektal masih belum diketahui, tetapi ada factor resiko
yang berhubungan dengan kanker kolorektal.
a. Polip
Polip adalah tumor mukosa yang mungkin pedunkulata pada tangkai atau sessile,
mereka memiliki derajat potensial variabel ganas. Polip hiperplastik yang paling
umum tetapi tidak maju ke adenoma atau karsinoma. Polip adenomatosa memiliki
kemungkinan lebih tinggi evolusi ganas progresif. Histologi mereka mungkin
tubular atau vili. Faktor risiko untuk keganasan mencakup ukuran lebih besar dari
2 cm, fitur vili, dan derajat displasia.
Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik. Non
neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik
Neoplastik polip atau adenomatous polip (gambar 2) berpotensial berdegenerasi
maligna.
7
Gambar 2 Adenoma Carcinoma Sequences
Gambar 3 adenomatous polop
8
Gambar 4. polip neoplasik
Gambar 4: Polip Neoplastik. (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C) tubulovillous adenoma, (D) karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E) karsinoma invasif yang muncul dari sebuah villous adenoma.
b. Ulcerative colitis
Risiko kanker usus besar meningkat tajam pada pasien dengan penyakit inflamasi
usus kolitis, ulserativa sangat kronis. Risiko berkorelasi dengan durasi ulcerative
colitis dan tingkat keterlibatan usus besar. Pada setiap saat selama proses
ulcerative colitis, temuan displasia di mukosa menganugerahkan kesempatan 50%
dari karsinoma berkembang, setelah 30 tahun, kejadian kanker mencapai 35%
Rubin (2001).
Ulseratif kolitis (gambar 5) merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker
kolon sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif colitis.
Diperkirakan sekitar 3-5 % menimbulkan kanker usus besar. Resiko komulatif
12,5 % pada 20 tahun, 40 % pada 30 tahun.
9
Gambar 5. Ulcerative colitis.
c. Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk menderita
kanker kolorektal.
Gambar 6 penyakit Crohn’s
d. Factor hereditas.
Mekanisme pasti hereditas, penyakit hereditas dan timbulnya tumor hingga kini
belum jelas. Pada kebanyakan hereditas yang berkaitan dengan tumor erupaka
suatu kecenderungan dimana hereditas atau penyakit hereditas memiliki
perubahan DNA atau kromoson sehingga terjadi kepekaan terhadap virus.
10
Dengan perkembangan onkogen dan supresor onkogen, dapat dijelaskan hubungn
antara hereditas dan tumorgenesis. Ada asumsi bahwa terdapat dua jenis gen yang
lansung berperan dalam tumorgenesis, yaitu onkogen dan supresor onkogen.
Produk ekspresi onkogen berefek regulasi positif terhadap proliferasi sel. Bila
mengalami mutasi atau overekspresi, dapat menyebabkan sel berproliferasi
berlebihan, sedangkan supresor onkogen mengekspresikan produk yang berefek
regulasi ngatif terhadap proliferasi sel. Bila struktur atau fungsi supresor onkogen
berubah atau hilang, regulasi terhadap prolifeasi sel hilang, dan juga
menimbulkan sinyal yang memacu hiperproliferasi sel., Wan Desen (2008).
e. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
merupakan factor resiko tinggi menderita kanker kolorektal (American Cancer
Society [ACS], 2006) dikutip dari Ivy Bazenky et.all. 2007. Masukan tinggi
lemak, sekresi empedu juga banyak, hasil uraian asam empedu juga banyak,
aktivitas enzim bakteri anaerob dalamm usus juga meningkat, sehingga
karsinogen sebagai pemacu karsinogenik dalam usus bertambah dan mengarah ke
timbulnya kanker jusus besar. Misalnya bakteri anaerob Bacillus fusiformis dapat
mengubah asam deoksikolat menjadi 3-metilkolantren yang sudah terbukti
merupakan karsinogen, (Wan Desen, 2008)
Menurut Rubin, (2001), prevalensi kanker kolorektal di dunia barat adalah
disebabkan diet tinggi lemak hewani dan rendah serat. Data pendukung yang
berasal dari studi tentang imigran Jepang ke Amerika yang mengakibatkan
bertambahnya jumlah kanker kolorektal dengan frekuensi 2,5 kali lebih besar
daripada orang-orang Jepang yang masih tinggal di Jepang. Di pedesaan Afrika,
di mana serat dan selulosa merupakan persentase yang tinggi dari makanan
sehari-hari, kanker usus besar jarang terjadi.
Lemak dari makanan merangsang produksi asam empedu yang mempengaruhi
proliferasi epitel usus. Serat meningkatkan curah kotoran, menurunkan waktu
bertahannya kotoran, dan menurunkan pH tinja, semua ini adalah faktor-faktor
yang berpotensi mengurangi dampak intraluminal karsinogen.
11
f. Gaya hidup
Penggunaan tembakau, aktivitas fisik yang rendah, dan bahkan moderat konsumsi
alcohol merupakan resiko tinggi penyebab kanker kolorektal (American Cancer
Society [ACS], 2006 ) dikutip dari Ivy Bazenky et all. 2007.
Bukti menunjukkan bahwa 12% dari kematian akibat kanker kolorektal yang
dikaitkan dengan merokok (Zisman, Nickolov, Merek, Gorchow, & Hemant,
2006). Karsinogen tembakau ditemukan dalam peningkatan pertumbuhan kanker
usus besar dan rektum, dan meningkatkan risiko didiagnosa menderita kanker ini.
Wu dan rekan (2005) melaporkan temuan yang mendalam, ada korelasi antara
merokok dan polip adenomatosa, polip yang lebih besar ditemukan di usus besar
dan rektum dikaitkan dengan merokok jangka panjang dan Sejumlah peningkatan
polip adenomatosa pada mantan perokok setelah 10 tahun berhenti merokok.
5. Patofisiologi
Pembelahan sel yang normalnya disesuaikan secara tepat dan sesuai
kebutuhan sel melalui pelepasan faktor pertumbuhan setempat. Faktor pertumbuhan
(GFs) meransang reseptor pada membran sel, dengan memiliki aktivitas tirosin kinase
dan merangsangnya. Melalui perantaraan protein adaptor ( guanosin retinoblastoma
[GRB2] ) faktor SOS penukar guanosin 5 difosfat (GDP) / guanosin 5 trifosfat (GTP)
berikatan dengan residu fosfotirosin tertentu, kemudian merangsang protein G kecil
Ras. Melalui serin/ treonin kinase Raf, Ras merangsang rangkaian kinase (rangkaian
mitogen-activated protein kinase [MAPK)) dan mengaktifkan faktor transkripsi yang
mendorong ekspresi gen yang penting bagi pembelahan sel. Faktor transkripsi yang
penting untuk pembelahan sel adalah Fos, Jun, Myc, Myb, Rel, E2F dan DPl.
Hormon tiroid berikatan dengan reseptor di inti sel, kompleks hormon-reseptor ini
kemudian juga mendorong ekspresi gen dan pembelahan sel.
Mekanisme yang mendorong proliferasi di Iawan oleh faktor penghambat
pertumbuhan yang normalnya menghentikan pembelahan sel yang berlebihan.
Mekanisme ini menjadi efektif, misalnya jika sel mengandung DNA yang rusak dan
pembelahan sel menyebabkan pembentukan sel anak yang cacat. Contoh factor
penghambat pertumbuhan adalah protein retinoblastoma (Rb) yang berikatan dengan
12
factor transkripsi E2F dan DPI sehingga menjadi inaktif. Rb dipertahankan inaktif
oleh kompleks yang mengandung siklin E dan kinase CDK2 (=E-CDK), serta oleh
kompleks siklin D dan kinase CDK4 (=D-CDK4 ). Dengan cara ini, E-CDK2 dan D-
CDK4 mendorong terjadinya pembelahan sel, tetapi efeknya ditiadakan oleh protein
p2 I yang terekspresi karena pengaruh faktor transkripsi p53. OIeh karena itu, p53
menghambat pembelahan sel.
Onkogen dapat berasal dari mutasi gen yang berperan dalam proliferasi.
Produk dari onkogen adalah onkoprotein, yang terap aktif bahkan tanpa perangsangan
fisiologis sehingga dapat memicu mitosis tanpa bergantung pada faktor pertumbuhan
yang fisiologis. Contoh onkoprotein yaitu faktor pertumbuhan yang dibentuk oleh sel
tumor dan merangsang pembelahan sel sendiri secara autokrin (misal, Sis, fragmen
PDGF), reseptor hormon tiroid (ErbA), reseptor faktor pertumbuhan (misalnya, ErbB
untuk EGF dan Fms untuk faktor perangsang koloni monosit), tirosin hinase
(misalnya, Abl, Src, Fes), protein G kecil (Ras), Serin/treonin kinase (misalnya, Raf
Mos), faktor transkripsi (Fos, Jun, Myc, Myb, Rel). Contohnya, inakdvasi Ras
dipercepat oleh protein yang merangsang GTPase (GAP). Mutasi Ras tertentu
menghilangkan sensitivitasnya terhadap GAP namun Ras tetap aktif.
Namun, mutasi juga dapat membentuk protein yang menghambat proliferasi
yang cacat. Jadi, kehilangan Rb atau p53 dapat mendorong pembelahan sel yang tidak
terkontrol. Selain itu, defek p53 akan menghambat terjadinya apoptosis.
Mutasi dapat dipicu oleh karsinogen kimiawi atau radiasi dengan mengganggu
perbaikan DNA yang membantu terjadinya mutasi. Sel sensitif terhadap mutasi pada
saat mitosis, artinya jaringan yang berproliferasi lebih sering mengalami mutasi dari
pada jaringan yang telah berdiferensiasi. Hal ini terutama terjadi pada proses
inplamasi dan lesi jaringan karena keadaan ini merangsang pembelahan sel. Mutasi
yang mendorong pembentukan tumor juga dapat diturunkan. Faktor terakhir, virus
dapat membawa onkogen ke dalam sel host sehingga mendorong degenerasi maligna
pada protein spesifik-host melalui inaktivasi (Rb, p53) atau aktivasi (misal, Bcl2).
Mutasi tunggal tidak cukup untuk perkembangan tumor; diperlukan beberapa mutasi
sampai sel berubah meniadi sel tumor. Promotor tumor (misalnya, forbol ester)
13
meningkatkan replikasi sel yang bermutasi dan menimbirlkan perkembangan rumor
tanpa menyebabkan mutasi secara langsung.
Jika terjadi pembelahan sel yang tidak terkontrol, akan semakin banyak sel
yang mengalami dediferensiasi. Jika hal ini terjadi, sel yang berubah tadi sering kali
dapat dikenali dan dimusnahkan oleh sistem imun. Sel tumor dapat terhindar dari hal
tersebut, misalnya dengan mengekspresikan ligan untuk reseptor CD95 pada
permukaan selnya sehingga mendorong limfosit untuk melakukan apoptosis. Respons
imun yang lemah (misal,inleksi HIV ) juga memudahkan sel tumor untuk tetap
bertahan hidup. Jika sel tumor berproliferasi, tumor yang terbentuk mungkin akan
menimbulkan akibat yang hebat walau hanya melalui pendesakan setempat.
6. Manifestasi Kanker Kolorektal
a. Darah pada usus besar
Perdarahan dalam feses merupakan gejala pertama yang diakui oleh pasien. Dan
penting diingat diingat bahwa darah di feses tidak benar-benar berarti terdapat
kanker kolorektal, perdarahan dapat berhubungan dengan wasir, borok,
robekan/luka, atau penyakit radang usus. American Cancer Society [ACS], 2006
b. Perubahan buang air besar
Perubahan buang air besar meliputi frekwensi dan konsistensi buang air besar
(diare atau sembelit) tanpa sebab yang jelas, berlangsung lebih dari enam minggu
c. Buang air besar yang tidak tuntas.
Buang air besar yang tidak tuntas penting untuk diketahui karena dapat
menunjukan penyempitan saluran pengeluaran tinja atau penyumbatan pada usus
dan rektum akibat adanya kanker.
d. Nyeri perut dan punggung atau bagian belakang
e. Perut kembung meski pun sudah buang air besar.
Terjadi penumpukan gas sehingga perut menjadi kembung.
f. Penurunan berat badan berat tanpa sebab yang jelas, Muntah, Kelelahan dan
demam anemia
14
Table 1 sebab perbedaan manifestasi klinis kanker kolon kiri dan kanan
Kolon sebelah kanan Kolon sebelah kiriembriogenesis midgut Hindgutanatomis Pasokan darah:
a. Mesentrika superiorv. mensentrika superior
balikan vena: kevena porta ke hati kanan
Pasokan darah :a. Mesentrika inperiorv. mensentrika inperior
balikan vena: ke vena lienalis ke vena porta ke hati kiri
Lumen usus Besar kecilisi Cair seperti bubur Berbentuk, kering padat.
Fungsi faal Terutama absorpsi air, elektrolit
storasi feces, defekasi
patologi Umumnya tipe eksofilik (benjolan), sering ulcerasi luas, berdarah, infeksi.
Umumnya tipe infiltrative (kontriktif ) mudah ileus.
Tanda klinis Massa abdomen, sistemik, perut kembung, nyeri samar
Ileus, hematokezia, gejala iritasi usus.
Sumber: onkologi klinis 2008.
7. Staging Kanker Kolorektal
Klasifikasi stadium kanker kolorektal menurut Dukes
a. Stadium A. kedalaman invansi kanker belum menembus tunika muskularis, tidk
ada metastasis ke kelenjar limfe.
b. Stadium B Kanker telah tumbuh melalui lapisan dalam dari usus besar atau
rektum, namun belum menyebar di luar dinding rektum atau usus besar. Atau
kanker sudah menenbus tunika muskularis dalam, dapat mengivasi tunika serosa,
diluar serosa atau jaringan perirektal tapi tidak ada metastasi ke jaringan limfe.
c. Stadium C kanker telah berkembang melalui atau ke dalam dinding usus besar
atau rektum.. Namun, belum mencapai kelenjar getah bening di dekatnya. Kanker
metastse kekelenjar limfe .
15
d. Stadium C 1, kanker disertai metastasis kekelenjar limfe samping usus dan
mesentrium
e. Sadium C2. Kanker dan metastasis ke kelenjar limfe dipangkal arteri
mesenterium.
f. Tahap D kankerdisertai metastasis organ jauh, karena infiltrasi luas local atau
metastasis luas ke kelenjar limfe sehingga paska reseksi tak mungkin kuratif atau
non resektabel.
Gambar 7 stadium kanker
Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain
16
Klasifikasi stadium menurut TNM:
T : tumor primer.
TX : tumor primer sulit dinilai
Tis : karsinoma in stu; tumor terbatas pada intra epitel atau hnya mengenai
tunika propria mukosa.
T0 : tidak ada bukti tumor primer
T1 : tumor mengivansi hingga tunika submukosa
T2 : tumor menginvansi hingga tunika muskularis propria.
T3 : tumor menimbus tunika muskularis propria mencapai subserosa atau
mengenai kolon ektra periptonial atau jaringan perirektal.
T4 : tumor langsung mengivansi organ atau struktur lain dan menembus pars
viceralis peritoneum.
N : kelinjar limfe fregional
NX : kndisi kelenjar limfe regional tak dapat dinilai
N0 : tidak ada metastasis kekelenjar limfe regional.
N1 : metastasis 1-3 buah kelenjar limfe regional
N2 : metastasis lebih dai 4 buah kelenjar limfe regional.
M: Metastsis jauh.
MX : tidak dapat menilai ada tiadaknya metastasis jauh.
M0 : tidak ada metastasis jauh.
M1 : ada metastasis jauh.
17
Gambar 8 stadium kanker dan penyebaran ke kelenjar limfe.
8. Skrining
Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker yang paling dapat dicegah. Dengan
deteksi dan penghapusan polip adenomatosa secara dini lebih dari 95% dari kanker
kolorektal dapat didiagnosa atau mencegah kematian akibat penyakit ini (Walsh &
Terdiman, 2003 dalam Ivy Bazenky et all (2007). Menurut Hawk dan Levin (2005)
dikutip dari Ivy Bazenky et all (2007), ada empat metode skrining yang dapat
membantu mendeteksi polip atau kanker di usus besar dan rektum: Fecal Okultisme
Blood Test (FOBT), sigmoidoskopi fleksibel, colonoscopy, dan "kolonoskopi virtual"
(computed tomography (CT) colonograph).
a. Fecal Occult Blood Test (FOBT)
Pemeriksaan tes darah samar pada feses: pemeriksaan sederhana ini merupakan
tes penapisan awal kanker kolorektal, dilakukan dengan mengambil contoh feses
yang diletakkan pada kartu khusus yang akan berubah warnanya jika feses
tersebut mengandung darah.Jika hasil FOBT negative belum tentu tidak ada polip
atau kanker hanya saja darah belum terdeteksi dalam tinja. Hasil FOBT positif
juga tidak selalu mengindikasikan adanya polip atau kanker klorektal sehingga
perlu skrining lebih lanjut untuk menemukan darah dalam tinja. Kelemahan
18
skrining dengan metode FOBT adalah skrining pada polip yang tidak mengalami
perdarahan.
b. sigmoidoskopi fleksibel (FS)
Sigmoidoskopi fleksibel : pipa/ selang kecil dan tipis berkamera dimasukkan ke
rectum sehingga dokter bisa melihat melalui layar monitor ke dalam rektum dan
ke bagian pertama dari usus besar dimana separuh dari polip biasa ditemukan.
Persiapan pasien diberikan diet cairan bening dan diberi resep untuk persiapan
usus. FS dianjurkan setiap 5 tahun bersama dengan FOBT (Smith et al., 2006).
Menurut Hendon & DiPalma, 2005 dikutip dari Ivy Bazenky et all, 2007, bahwa
sigmoidoskopi fleksibel (FS) dapat mendeteksi neoplasia 70%, sedangkan dengan
penambahan FOBT tingkat deteksi adalah 76%. Kerugian utama dari FS adalah
bahwa hanya sebagian dari usus besar distal dapat diperiksa. Menggunakan
sigmoidoscope fleksibel 60 cm, sekitar 65% -75% dari polip adenomatosa dan
40% -65% dari kanker kolorektal dapat dideteksi.
c. Kolonoskopi
Kolonoskopi adalah pemeriksaan yang memiliki kemampuan untuk melihat
seluruh sepanjang usus besar dengan persiapan pasien diet cairan bening dan obat
pencahar untuk membersihkan saluran usus. (Hawk & Levin, 2005 ).
Kolonoskopi merupakan tes yang paling akurat. Pipa/ selang elastis yang panjang
dan kecil dimasukkan kedalam rektum sehingga dokter bisa melihat keseluruhan
usus besar, mengambil polip dan mengambil contoh jaringan untuk dilakukan
biopsi. Pengambilan polip akan mencegah kanker berkembang. Biasanya dokter
akan memberikan anestesi ringan sebelumnya. Pemeriksaan ini dilakukan secara
berkala yaitu setiap 10 tahun.
d. Kolonoskopi virtual (CT colonography
Kolonoskopi virtual (CT colonography) adalah pilihan skrining yang relatif baru
untuk mendeteksi kanker kolorektal (Colonoscopy Virtual, 2005). Kolonoskopi
virtual menghasilkan gambar kolorektal ganda atau tri-dimensi yang dihasilkan
dengan menggunakan data dari CT scan spiral. Metode skrining menarik bagi
banyak orang karena noninvasif dan tidak ada membutuhkan sedasi, dan tampilan
dari seluruh usus besar dan rektum terlihat. Persiapan untuk prosedur ini tidak
19
memerlukan pembatasan diet yang sama dan pembersihan usus sebagai
kolonoskopi (cairan bening dan obat pencahar), dan insuflasi udara juga
diperlukan untuk pandangan yang jelas dari usus besar (Colonoscopy Virtual,
2005).
Table 2. pedoman skrening, keuntungan dan kerugian
Screening Pedoman Keuntungan KerugianOccult Blood Test Tinja(FOBT)
Setiap tahun dimulai pada usia 50
Biaya yang efektif Non Invasive Dapat dilakukan di
rumah
False-positive/false-negative hasil
Diet pembatasan Durasi pengujian
periodefleksibel Sigmoidoskopi(FS) + FOBT
Setiap 5 tahun dimulai pada usia 50
biaya yang efektif Dapat dilakukan
tanpa sedasi Dilakukan di ruang
dokter Setiap polip
ditemukan dapatdibiopsi
Memeriksa hanya sebagian dari usus besar (screening tambahan mungkin diperlukan)
Ketidaknyamanan bagi pasien
Pembersihan ususKolonoskopi Setiap 10 tahun
dimulai pada usia 50 Pasien dibius Pasien Rawat Jalan
skrining Sebagian besar
skrining yang menyeluruh (pandangan seluruh usus dan rektum)
Polip dapat dihilangkan dandibiopsi
pembersihan usus Sedasi mungkin
menjadi masalah bagi beberapa
Biaya jika tidak diasuransikan
Resiko perforasi
Virtual Colonoscopy (alias computed tomography colonography-CT)
Setiap 10 tahun dimulai pada usia 50
Relatif noninvasif Tidak perlu sedasi Dapat
menampilkan dua atau tiga dimensi perumpamaan
polip kecil mungkin tidak terdeteksi
pembersihan ususBiayaJika polip ditemukan,
kolonoskopi akan diminta
Paparan radiasi Ketidaknyamanan
PasienSumber : Ivy Bazenky, 2007.
9. Pemeriksaan Laboratorium
20
a. fungsi hati: Alkaline fosfatase atau peningkatan laktat dehidrogenase mungkin
indikasi pertama metastasis hati, glutamat oksaloasetat transaminase serum dan
nilai-nilai bilirubin yang diperlukan jika kemoterapi diindikasikan.
b. Fungsi ginjal: Sebuah nilai kreatinin tinggi menunjukkan ureter obstruksi di
panggul atau daerah para-aorta.
c. Antigen Carcinoembryonic Serum (CEA) adalah oncofetal antigen yang mungkin
diungkapkan oleh tumor kolorektal. CEA harus diperoleh sebaiknya setelah
diagnosis adenokarsinoma telah dibuat dan sebelum pengobatan dimulai (nilai
tinggi sebelum pengobatan menunjukkan bahwa CEA berikutnya mungkin
berguna komponen studi yang digunakan untuk memantau untuk kambuh). CEA
tidak berguna sebagai tes skrining sebagai hasilnya kondisi jinak banyak yang
juga dapat meningkatkan tingkat CEA. Jika CEA adalah 100 atau di atas,
metastasis hati harus dicurigai.
10. Pemeriksaan Diagnostic.
a. BiopsiKonfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika
terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi
maka sikat sitologi akan sangat berguna.
b. Digital Rectal Examination Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan anterior; serta
spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis
intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan
posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun
10 cm merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah
lama diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga
Rectal examination merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon
yang tidak dapat begitu saja diabaikan.
a. Sigmoidoskopi diindikasikan untuk skrining dan harus dilakukan pada setiap
pasien dengan gejala GI rendah atau tes okultisme darah positif. Fleksibel
sigmoidoskopi (60-65 cm) memberikan hasil terbaik untuk biaya dan
ketidaknyamanan yang terlibat.
21
b. Barium enema diindikasikan untuk anemia defisiensi zat besi yang tidak dapat
dijelaskan. Teknik kontras dapat membantu dalam deteksi polip mukosa. Sebuah
barium enema sangat penting bagi pasien yang memiliki kolonoskopi suboptimal.
c. CT scan
CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre
operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium,
kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk
mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah
pembedahan kanker kolon. Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan
pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.
d. MRI
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering
digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT
scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan
untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.
e. USG endorectal dan studi kumparan pencitraan resonansi magnetik keduanya
teknik untuk menentukan tingkat penyebaran lokal ke dalam dan luar dinding
dubur dan deteksi simpul perirectal.
11. Terapi kanker kolorektal
Pilihan terapi terapi sangat tergantung pada stadium, posisi dan ukuran tumor serta
penyebarannya.
a. Pembedahan/ operasi.
Tindakan ini paling umum dilakukan untuk jenis kanker yang terlokalisir dan
dapat diobati.
b. Radioterapi/ radiasi.
Tergantung pada letak/posisi dan ukuran tumor, radioterapi hanya digunakan
untuk tumor pada rektum, sehingga mempermudah pengambilannya saat operasi.
Radioterapi juga bisa diberikan setelah pembedahan untuk membersihkan sel
kanker yang mungkin masih tersisa.
c. Kemoterapi.
22
Kemoterapi menghancurkan sel kanker dengan cara merusak kemampuan sel
kanker untuk berkembangbiak. Pada beberapa kasus kemoterapi diperlukan
untuk memastikan kanker telah hilang dan tak akan muncul lagi. Salah satu
pilihan kemoterapi yang banyak digunakan adalah Capecitabine (Xeloda®),
kemoterapi berbentuk tablet yang pertama di dunia. Capecitabine adalah tablet
yang bekerja menyerang sel kanker saja tanpa menimbulkan ketidaknyamanan
dan bahaya seperti pada kemoterapi infus konvensional.
d. Terapi Fokus Sasaran (Targeted Therapy).
Salah satu jenis terapi fokus sasaran adalah antibodi monoklonal. Antibodi ada
dalam tubuh kita sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh yang disebut
sistem kekebalan (sistem imun) yang berfungsi melawan penyebab penyakit
seperti bakteri. Antibodi monoklonal dapat bekerja dengan merangsang sistem
kekebalan tubuh alamiah untuk secara khusus menyerang sel kanker. Terapi ini
dapat digunakan secara tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Salah satu
terapi antibodi monoklonal adalah Bevacizumab (dipasarkan dengan nama
Avastin®) yang bekerja dengan cara menghambat pasokan darah ke tumor
sehingga menghambat pertumbuhan tumor, memperkecil ukuran tumor dan
mematikannya.
12. Pencegahan.
Bebeerapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kanker kolorektal
yang dikutip dari artikel oleh Christian Nordqvist, 2009 adalah sebagai berikut:
a. Dengan Pola makan yang baik yaitu mengkonsumsi makanan tinggi serat dan
tinggi protein, mengurangi konsumsi daging merah dan lemak jenuh yang
berasal dari hewani.
b. Melakukan aktifitas fisik secara rutin/olah raga dapat mengurangi resiko terkena
kanker kolorektal.
c. Menggunakan obat-obat chemoprevention seperti Aspirin dan golongan obat-
obat antiinflamasi non steroid.
d. Menjaga berat badan yang sehat. Kelebihan berat badan atau obesitas
meningkatkan risiko seseorang terkena kanker, termasuk kanker kolorektal.
23
e. Melakukan skrining terutama jika memiliki riwayat kanker kolorektal, ada
riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik
Pengkajian dan pemeriksaan fisik merupakan proses dari asuhan keperawatan untuk
mendapatkan data dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan kanker kolorektal.
a. Data yang harus dikaji adalah:
1) Riwayat kesehatan pasien: menderita polip, infeksi usus seperti colitis,
divertikulosis, dan penyakit crohn.
2) Riwayat kesehatan keluarga: apakah ada anggota keluarga yang menderita
kanker dan khususnya kanker kolon.
3) Factor lingkungan : diet rendah serat, tinggi lemak, minum alcohol, merokok.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Usus Kanan : anemia mikrositik, okultisme darah dalam tinja, diare, atau
massa teraba di kuadran kanan bawah.
2) kolon sebelah kiri: Hematochezia (biasanya darah merah dicampur dengan
tinja), penurunan kaliber feses, atau gejala obstruktif.
3) Rektum: lesi rektal sering hadir dengan pendarahan dubur (65% sampai 90%),
perubahan kebiasaan buang air besar (45% sampai 80%), dan kaliber feses
berkurang. Nyeri dan tenesmus mungkin terjadi sebagai gejala kemudian.
Pendarahan anus sering awalnya dianggap berasal dari wasir dan lesi mungkin
untuk jangka waktu yang lama, terutama pada pasien 40 tahun atau lebih
muda. kebanyakan kanker dubur dapat dideteksi dan mobilitas mereka
didefinisikan oleh pemeriksaan colok dubur (65% sampai 80%).
Proctosigmoidoscopy maka harus dilakukan dengan biopsi yang tepat untuk
menegakkan diagnosis.
24
4) Metastasis penyakit: kuadran Hepatomegali atau nyeri kanan atas (liver),
batuk atau nyeri dada (paru-paru), tulang atau massa jaringan lunak dapat
menunjukkan adanya penyakit metastasis.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Menurut Gulanick / Myer (2007) terdapat 5 diagnosa keperawatan pada pasien
dengan kanker kolorektal adalah sebagai berikut:
a. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Penyakit baru,Persiapan
preoperative yang ditandai:Adanya pertanyaan, tidak adanya pertanyaan,
mengucapkan salah pengertian, ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
membuat keputusan pengobatan
Hasil Yang Diharapkan :
Pasien mengungkapkan pemahaman proses penyakit.
Pasien mengungkapkan pemahaman prosedur yang diusulkan.
Kriteria Hasil NOC :
Pasien mengetahui proses penyakit
Pasien mengetahui prosedur pengobatan
Intervensi NIC :
Ajarkan proses penyakit, tindakan preoperative, prosedur pengobatan
Tindakan/Intervensi :
■ Menilai pengetahuan tentang gejala tanda umum dari kanker kolon.
Rasional : Karena kanker kolon mencapai stadium lanjut pada saat
didiagnosis, pasien mungkin merasa sedih karena tidak memiliki/mencari
pengobatan lebih cepat.
■ Menilai pengetahuan tentang prosedur diagnostik yang diperlukan.
Rasional : Pasien mungkin memiliki beberapa pemeriksaan diagnostik pada
saat ini dan tidak dapat memahami pentingnya mengulangi prosedur atau
menjalani studi diagnostik lebih lanjut.
■ Menilai pengetahuan tentang pengobatan metode yang diusulkan dan hasil
yang mungkin didapatkan.
25
Rasional : Seperti pasien kanker lainnya, pasien mungkin merasa putus asa
bahwa "tidak ada yang bisa dilakukan"
■ Ajarkan pasien tentang kanker kolon, sebagai berikut :
faktor risiko
Rasional : Riwayat keluarga dan riwayat pribadi tentang kanker
kolorektal, polip kolorektal, atau penyakit inflamasi usus kronis adalah
risiko terbesar untuk kanker. Faktor risiko lain termasuk diet (tinggi
kalori, tinggi lemak, rendah serat) dan riwayat kanker lainnya, terutama
kanker payudara pada wanita.
Tanda dan gejala
Raional : Karena sisi kanan usus besar dpt dilembungkan, tumor di sisi
kanan biasanya asimptomatik sampai penyakit ini meluas. Gejala pada
waktu itu meliputi penurunan berat badan, anemia, kelemahan, dan
kelelahan. Tumor pada sisi kiri usus besar biasanya menghasilkan
perdarahan, sembelit dan / atau diare, kram perut meningkat, penurunan
kaliber feses (misalnya, berbentuk pensil atau pita), perasaan pengosongan
tidak lengkap, dan kadang-kadang obstruksi penuh.
Metode penyebaran dan hubungan terhadap pengobatan
Rasional : Kanker usus besar menyebar dengan ekstensi langsung ke
jaringan sekitarnya, dan oleh saluran limfatik, dan dengan penyemaian ke
dalam rongga peritoneal. Eksisi tumor dan jaringan di sekitarnya hanya
pengobatan kuratif, meskipun terapi radiasi, kemoterapi, dan
immunotherapy dapat membantu mengurangi tumor dan memeriksa
penyebaran. Biopsi yang dilakukan oleh kolonoskopi dapat
mengindikasikan tahap tumor usus meskipun hanya pada operasi akan
sepenuhnya dari penyakit diketahui.
■ Ajarkan pasien tentang prosedur diagnostik, sebagai berikut:
Colonoscopy dengan biopsi dari lesi untuk menegakkan diagnosa
Rasional : Colonoscopy adalah prosedur yang menggunakan instrumen
lingkup fleksibel untuk memvisualisasikan seluruh usus besar secara
langsung. Meskipun tumor mungkin telah diidentifikasi dengan
26
pemeriksaan digital, seluruh usus besar harus diperiksa sebelum operasi,
adanya lebih dari satu tumor sangat mungkin.
Carcinoembryonic antigen (CEA)
Rasional : CEA adalah tes darah yang memberikan indikasi aktivitas
kanker yang sedang berlangsung. Darah diambil sebelum operasi
sehingga kemajuan dapat dipantau pasca operasi.
Pemeriksaan x-ray Dada
Rasional : x-ray preoperative studi dilakukan untuk mengevaluasi paru-
paru untuk bukti penyakit metastasis.
Computed tomography (CT) scan
Rasional : CT scan dilakukan untuk menentukan penyebaran metastasis
jauh. Informasi ini membantu ahli bedah memutuskan seberapa luas
prosedur yang diperlukan.
Tes darah lengkap (DL)
Rasional : DL ditentukan untuk menilai anemia. Perdarahan dapat
mengakibatkan anemia yang signifikan, yang dikoreksi sebelum operasi.
Endoskopi
Rasional : Ini mengidentifikasi lesi dalam lapisan dinding usus dan
membedakan kelenjar getah bening yang terlibat.
Jenis pengobatan dengan bedah
Rasional : Jenis operasi akan ditentukan oleh lokasi tumor dan apakah
atau tidak ada metastasis. Hemicolectomy kanan atau kiri (penghapusan
semester kanan atau kiri dari usus usus besar atau besar) dilakukan untuk
mengangkat tumor dari kolon asendens, transversum, desendens, dan
sigmoid. Tumor yang terlalu dekat dengan anus diperlakukan dengan
reseksi abdominoperineal (reseksi sebagian usus besar, bersama dengan
rektum), hasil prosedur ini dalam kolostomi permanen karena dubur
hilang. Tumor yang berada di usus rectosigmoid rendah atau rektum
dapat diobati dengan reseksi anterior rendah.
■ Ajarkan pasien tentang langkah-langkah yang diambil untuk
mempersiapkan usus untuk operasi:
27
Diet Cairan bening
Rasional : Ini mengurangi residu dalam usus.
Antibiotik
Rasional : Ini mengurangi bakteri yang biasanya hadir dalam usus besar
untuk mencegah peritonitis pascaoperasi.
Colyte, GoLYTELY, dan / atau agen osmotik lainnya
Rasional : Ini menyebabkan diare dan usus bersih sebelum operasi; ini
juga dapat digunakan sebelum kolonoskopi. Persiapan usus dilakukan
secara universal, tetapi tidak didukung oleh literatur.
b. Perubahan pola eliminasi: ileus pasca operasi berhubungan dengan general
anastesi, Manipulasi usus selama pembedahan yang ditandai dengan : tidak ada
suara bising usus saat diauskultasi, laporan perasaan kembung, mual,perut
distensi, tidak ada flatus.
Hasil yang diharapkan :
Pasien memiliki bising usus dalam waktu 48 sampai 72 jam pasca operasi.
Kriteria hasil NOC :
Eliminasi bowel
Intervensi NIC :
Perut kembung berkurang
Manajemen bowel
Tindakan/Intervensi :
■ Menilai untuk bising usus, distensi abdomen, adanya flatus dan feses, dan
kepenuhan perut tiap pergantian shift.
Rasional : Bising usus akan hypoactive awalnya, tetapi harus kembali
normal 48 sampai 72 jam setelah operasi. Adanya flatus atau feses
menunjukkan kembalinya peristaltik. Distensi perut dan kepenuhan, dan
tidak adanya bising usus, flatus, dan tinja dapat menunjukkan ileus
paralitik pasca operasi.
■ Catatan keluarnya flatus dan tinja pertama kali.
Rasional : Ini tanda adanya motilitas gastrointestinal.
28
■ Menilai untuk keluhan distensi atau mual.
Rasional : Keduanya dapat terjadi jika isi usus menumpuk tanpa adanya
gerakan peristaltik.
■ Menjaga masukan peroral sampai usus terdengar kembali dan pasien
mulai flatus. Cairan akan diberikan secara intravena.
Rasional : Sampai kembali aktivitas peristaltik, asupan oral menempatkan
pasien pada risiko mual dan muntah.
■ Pastikan patensi tabung nasogastrik dan berikan perawatan mulut yang
baik.
Rasional : Hal ini membuat perut kosong dan mengurangi risiko mual,
muntah, dan aspirasi.
■ Mendorong dan membantu ambulasi hari pertama pasca operasi.
Rasional : Ini merangsang peristaltik usus.
■ Membantu pasien dengan makanan awal dan pemilihan cairan.
Rasional : ini meminimalkan distensi gas.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme karenana tuntutan (stres dari operasi), tidak ada masukan per oral
selama lebih dari 4 hari, Primer diagnosis (kanker), demam, penurunan motilitas
gastrointestinal yang ditandai dengan : berat badan menurun, penyembuhan luka
yang buruk albumin serum rendah (<3,5 g / dl)
Hasil yang diharapkan :
Pasien kembali ke diet umum dalam waktu 5 sampai 7 hari setelah operasi.
Kriteria Hasil NOC :
Status gizi, asupan gizi
Intervensi NIC :
Monitor asupan gizi
Tindakan/Intervensi :
■ Ukur berat badan pasca operasi, dibandingkan dengan berat badan pra
operasi.
29
Rasional : Berat dibandingkan dengan berat awal pasien untuk menentukan
tingkat keparahan kekurangan gizi.
▲ Monitor kadar albumin serum
Rasional : Serum albumin kurang dari 3,5 g/dL merupakan indikator
memadai tingkat protein mendalam dan menunjukkan kelaparan pasca
operasi.
▲ Pantau penyembuhan luka
Rasional : Penundaan penyembuhan luka adalah tanda gizi tidak seimbang
dan protein kekurangan.
■ Monitor suhu.
Rasional : ntuk setiap derajat Fahrenheit diatas suhu tubuh normal,
metabolisme kebutuhan kalori meningkat sebesar 7%.
▲ Berikan cairan IV seperti yang diperintahkan.
Rasional : Satu liter dextrose 5% menyediakan sekitar 200 kkal, yang dapat
mencapai kebutuhan protein tubuh.
▲ Jika status gizi buruk dan ileus belum diselesaikan, dianggap hiperalimentasi
perifer atau sentral.
Rasional : Suplemen gizi dapat diberikan intravena untuk mempertahankan
keadaan anabolik.
▲ Berikan antipiretik jika suhu di atas 39,30C (101 "F).
Rasional : Obat ini diberikan untuk mengontrol demam, yang meningkatkan
kebutuhan metabolik.
d. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur yang lama, kebocoran isi usus
pada Intrabedah, penyisipan stapler melingkar melalui rektum ke rongga perut,
luka Pascaoperasi terkontaminasi.
Hasil yang diharapkan :
Pasien tetap bebas dari infeksi yang dibuktikan dengan suhu kurang dari 38.50C
(101,30 F) dan luka bersih dan kering,
30
Kriteria Hasil NOC :
Pengendalian Risiko: Penyembuhan Luka Primer
Intervensi NIC :
Kontrol resiko infeksi, perawatan luka
Tindakan/Intervensi :
■ Nilai lama prosedur pembedahan.
Rasional : Semakin lama pasien dalam operasi semakin besar risiko untuk
infeksi pasca operasi.
■ Nilai luka dari kemerahan, kehangatan, drainase, nyeri, pembengkakan.
Rasional : Ini adalah tanda-tanda infeksi pada luka.
▲ Dapatkan kultur drainase yang mencurigakan.
Rasional : Drainase yang normal jelas, kuning, dan tidak berbau
■ Monitor suhu
Rasional : Suhu di atas 38,50C (101,3 0F) kecurigaan infeksi.
▲ Monitor sel darah putih (WBC)
Rasional : nilai WBC tinggi merupakan indikasi infeksi.
■ Cuci tangan saat memasuki ruangan.
Rasional : Mencuci tangan adalah cara yang paling efektif untuk mengontrol
infeksi.
■ Gunakan teknik aseptik untuk perawatan luka.
Rasional : Teknik aseptik mencegah penularan infeksi bakteri pada luka
bedah.
▲ Berikan antibiotik dan antipiretik yang diresepkan.
Rasional : Ini mencegah infeksi dan demam terkait dengan infeksi.
■ Jika terdapat stoma, pertahankan keadaan kulit yang baik.
Rasional : Ini mengisolasi drainase tinja.
e. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan tidak adanya pengalaman
sebelumnya tentang operasi usus, perlu untuk manajemen rumah, perlu jangka
panjang untuk tindak lanjut perawatan yang ditandai dengan : Adanya
31
beberapa pertanyaan, tidak adanya pertanyaan, ketidakmampuan untuk
memberikan perawatan diri.
Hasil yang Diharapkan :
Pasien memperoleh pengetahuan dan menunjukkan kemampuan untuk
melakukan perawatan luka, pilihan diet yang tepat, rencana kegiatan laporan,
dan menerima tindak lanjut perawatan yang diperlukan.
Kriteria hasil NOC :
Pengetahuan tentang diet, proses penyakit, rejimen pengobatan
Intervensi NIC :
mengajar proses penyakit, mengajar keterampilan psikomotor, mengajar
aktivitas yang ditentukan, mengajar diet yang ditentukan
Tindakan/Intervensi :
■ Menilai kemampuan untuk melakukan perawatan luka, verbalisasi aktivitas
yang tepat, dan menggambarkan pola makan yang tepat.
Rasional : pasien akan belajar dengan baik ketika mereka adalah merasa
aktif.
■ Menilai pemahaman kebutuhan untuk terapi kanker lebih lanjut.
Rasional : Pasien yang menjalani operasi perut untuk keganasan
mungkin memerlukan terapi lebih lanjut seperti kemoterapi, radiasi, atau
imunoterapi.
■ Menilai pemahaman kebutuhan untuk tindak lanjut perawatan.
Rasional : kekambuhan berkelanjutan diperlukan untuk mendeteksi
kekambuhan
kanker.
■ Menilai pemahaman fungsi usus yang diharapkan.
Rasional : Pasien harus memahami bahwa pola buang air besar yang biasa
mungkin tidak kembali sampai 2 sampai 3 minggu pasca operasi.
■ Ajarkan pasien atau pengasuh untuk melakukan perawatan luka yang tepat:
luka perut Anterior
rasional : Staples atau jahitan dan dressing biasanya telah dihilangkan
pada saat pelepasan.
32
Perawatan perial
Rasional : pasien dapat mandi dua kali sehari untuk kebersihan dan rasa
nyaman, lakukan tekhnik bersih untuk perawatan luka dan menggunakan
sarung tanganbersih.
■ Jika pasien memiliki kolostomi:
Ajarkan pasien atau keluarga bagaimana menerapkan penghalang kulit
sekitar stoma.
Rasional : Ini mencegah iritasi kulit karena pengeluaran tinja
Menginformasikan pasien atau keluarga bahwa penghalang dapat tetap
pada kulit selama 3 sampai 4 hari. Ini harus dilepas setelah hari keempat,
dan kulit di sekitar stoma harus diperiksa.
Rasional : Infeksi kulit, iritasi, dan reaksi alergi terhadap penghalang
dapat terjadi di sekitar stoma.
Bersihkan kulit dengan air hangat dan sabun lembut. Keringkan kulit
sepenuhnya sebelum menerapkan penghalang baru.
Rasional : Langkah-langkah mempertahankan integriry kulit dan
mengurangi infeksi.
Gantikan kantong tinja apabila setengah penuh.
Rasional : Mengosongkan kantong sebelum terlalu penuh mengurangi
risiko kebocoran
Catat jumlah, warna dan konsistensi tinja.
Rasional : Perubahan dalam diet dan infeksi dapat menghasilkan
perubahan dalam output kotoran dari stoma
Jika tidak ada tinja dari kolostomi, periksa stoma dengan jari, sarung
dilumasi. Jika masih ada tinja atau flatus, beritahu dokter.
Rasional : Tidak adanya output kolostomi mungkin merupakan tanda
obstruksi usus.
■ Ajarkan pasien pedoman aktivitas yang sesuai:.
33
Mengangkat beban tidak lebih dari 10 kilogram selama 6 minggu
Rasional : Hal ini mengurangi ketegangan pada otot-otot perut dan risiko
untuk prolaps stoma.
Olahraga ringan (misalnya, berjalan)
Rasional : Latihan meningkatkan stamina dan mencegah thrombosis dan
pneumonia.
Anjurkan pasien untuk mandi
Rasional : Pasien biasanya dapat mandi setelah luka mulai sembuh.
Mandi kecuali luka perineum terbuka.
Rasional : Ini bisa memakan waktu hingga 8 minggu untuk sembuh
sepenuhnya.
Pasien tidak diijinkan mengemudi sampai luka perut anterior sembuh
Rasional : Pengoperasian pedal kaki saat mengemudi, terutama rem
pedal, meningkatkan ketegangan pada otot-otot perut.
■ Ajarkan pasien berikut tentang diet:
Mengkonsumsi gizi yang seimbang, tinggi kalori, diet tinggi protein yang
diinginkan untuk penyembuhan.
Rasional : Jenis diet harus seimbang selama minggu untuk proses
penyembuhan yang efektif.
Serat harus ditambahkan ke dalam makanan.
Rasional : Diet tinggi serat dikaitkan dengan buang air besar lebih sering
dan lebih sedikit waktu untuk makanan karsinogenik diduga oleh-produk
untuk berhubungan dengan mukosa kolon. makanan tinggi serat termasuk
biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran.
■ Ajarkan pasien alasan untuk direncanakan terapi lanjut pada setiap kanker
(misalnya, kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi).
Rasional : Terapi ini biasanya ditawarkan jika laporan pathotogy
menunjukkan bahwa tumor itu tidak terbatas pada usus atau dinding usus.
■ Ajarkan pasien pentingnya tindak lanjut colonoscopies.
34
Rasional : Ini memungkinkan deteksi dini dari setiap tumor berulang,
Mereka biasanya dijadwalkan setiap 6 bulan bagi pasien riwayat kanker usus
besar.
■ Diskusikan risiko keluarga dengan pasien.
Rasional : Orang tua, saudara, dan anak-anak dewasa yang lebih tua dari 40
tahun harus diskrining tahunan untuk kanker usus besar.
■ Ajarkan pasien yang telah mengalami pengangkatan rektum bahwa perlu
memiliki gerakan usus yang normal adalah normal dan akan mereda dari
waktu ke waktu.
Rasional : Situasi ini terkait dengan serabut saraf yang tersisa di perineum.
■ Anjurkan pasien untuk mencari bantuan medis untuk setiap keadaan berikut:
suhu lebih tinggi dari 380C (100,40 F), nyeri , luka drainase berbau busuk,
kemerahan atau warna yang tidak biasa, atau tidak adanya gerakan usus.
Rasional : Mungkin tanda-tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi
atau obstruksi usus.
f. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit, destrukrif jaringan saraf,
inflamasi yang ditandai dengan menurunnya interaksi, penurunan dalam
melakukan aktivitas, lelah, dan gangguan pola tidur.
Hasil Yang diharapkan: Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
Keluhan nyeri berkurang-hilang, klien tanpak rileks selama proses perawatan.
■ Kaji lokasi, intensitas frekuesi, durasi, factor penyebab nyeri
Rasional: Sebagai data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan intervensi
■ Beri posisi yang nyaman.
Rasional: Mengurangi nyeri.
■ Kaji koping yang digunakan klien untuk mengurangi nyeri dan hasilnya.
Rasional: Mengetahui apa saja yangsudah di coba oleh klien untuk
mengurangi nyeri dan keefektifannya
35
■ Anjurkan klien cara mengurangi nyeri dengan :
o Nafas dalam.
o Visualisasi, bimbingan imajinatif seperti menghitung jumlah benda
yang ada, menghitung dalam hati, dan sebagainya.
o Massage pada area nyeri
o ucupressure
Rasional Mengurangi nyeri dengan menurunkan ketegangan pada klien
■ ajarkan pada klien dan keluarga untuk menggunakan obat untuk mengurangi
nyeri: nonopoid (acetaminophen), opoid analgesics ( narcotics),
antidepressants
Rasional Sebagai obat pengurang rasa sakit dan mengurangi kecemasan
g. Fatigue berhubungan dengan kekurangan oksigen yang ditandai degan capek,
lelah, lemah, pucat, sesak nafas bila beraktivitas
Hasil yang diharapkan : klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas
Criteria hasil : klien mengungkapkan rasa lelah, lemah, capek berkurang, Hb
dalam batas normal, tanda vital : TD ( sistolik : 120-140 mmHg, diastolic : 60-
90 mmHg.) pernafasan :12-20 x/menit , nadi : 60- 80x/menit.
Intervensi keperawatan :
■ Kaji kemampuan aktivitas pasien dan factor penyebab kelehan
Rasional :menetapkan kemampuan /kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
■ Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional :menurunkan stress dan rangsang berlebih.
■ Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan.
Rasional :menurunkan laju metabolik, untuk penyembuhan.
■ Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan O2.
■ Monitor hemoglobin, hematokrit, dan RBC
36
Rasional: untuk menetukan terapi, penurunan RBC dapat menyebabkan
penurunan oksigen dalam darah.
▲ Antipasi untuk transfusi darah untuk paket RBCs
Rasional : untuk meningkatkan oksigen dalam darah.
Keterangan :
■ : Tindakan mandiri ▲ : Kolaboratif
37
BAB III
KESIMPULAN
Kanker kolorektal adalah tumor ganas yang timbul dari dinding bagian dalam
usus besar. Di seluruh dunia, jumlah kasus baru kanker kolorektal pada pria dan wanita
menempati urutan ketiga di antara jenis kanker yang lainnya.
Peningkatan kejadian kasus kanker kolorektal dapat disebabkan oleh beberapa factor
yakni polip adenomatosa yang berkembang menjadi kanker kolorektal karena proses
karsinogenesis yang terjadi berada pada tahap intermediet. Pada penyakit inflamasi usus
seperti colitis dan ulserativa sangat kronis, factor lingkungan yang meliputi diet lemak
tinggi dari makanan dapat merangsang produksi asam empedu yang mempengaruhi
proliferasi epitel usus dan rendah serat meningkatkan curah kotoran, menurunkan waktu
bertahannya kotoran, dan menurunkan pH tinja, semua ini adalah faktor-faktor yang
berpotensi mengurangi dampak intraluminal karsinogen. Sedangkan hubungn antara
hereditas dan tumorgenesis dapat asumsikan bahwa terdapat dua jenis gen yang lansung
berperan dalam tumorgenesis, yaitu onkogen dan supresor onkogen. Produk ekspresi
onkogen berefek regulasi positif terhadap proliferasi sel. Bila mengalami mutasi atau
overekspresi, dapat menyebabkan sel berproliferasi berlebihan, sedangkan supresor
onkogen mengekspresikan produk yang berefek regulasi ngatif terhadap proliferasi sel.
Bila struktur atau fungsi supresor onkogen berubah atau hilang, regulasi terhadap
prolifeasi sel hilang, dan juga menimbulkan sinyal yang memacu hiperproliferasi sel.,
Wan Desen (2008).
Perkembangan insiden kanker kolorektal tidak hanya terjadi usia diatas 50 tahun
tetapi dapat terjadi pada usia dibawah 50 tahun. Oleh karena itu peran perawat yang
profesional sangat diperlukan dalam memberikan edukasi guna meningkatan pengetahuan
dan pemahaman masyarakat tentang pencegahan kanker khususnya konker kolorektal.
Adapun aspek pencegahan yang perlu diperhatikan untuk mencegah kanker kolorektal
meliputi factor biologi, lingkungan dan melakukan skrining sedini mungkin pada
masyarakat yang ada riwayat keluarga atau pernah menderita kanker kolorektal. Dan
skring secara berkala sangat direkomendasikan pada masyarakat dengan usia lebih dari
50 tahun.
38
DAFTAR PUSTAKA
Anthony McGrath 2005 Anatomy and Physiology of the Bowel and Urinary Systems http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/Sample_chapter/9781405114073/9781405114073_4_001.pdf
CDC 2012 Colorectal Cancer Statistics http://www.cdc.gov/cancer/colorectal/statistics/
Christian Nordqvist 2009 What Is Colorectal Cancer (Bowel Cancer)? What Causes Colorectal Cancer http://www.medicalnewstoday.com/articles/155598.php.
Desen Wan 2008. Buku Ajar Onkologi. Edisi 2. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
European Journal of Cancer Prevention, 2011. Gastrointestinal cancer http://journals.lww.com/eurjcancerprev/Abstract/2011/01000/The_changing_epidemiology_of_colorectal_cancer_and.7.aspx
Gulanick & Myer.2007. Nursing Care Plans. Nursing Diagnosis and Intervensi, 6 th Edittion. Mosby.
Ivy Bazensky, Candice Shoobridge dan Moran Linda H. Yoder 2007 Colorectal Cancer: An Overview of the Epidemiology, Risk Factors, Symptoms, and Screening Guidelines http://c-changetogether.org/Websites/cchange/Images/MedSurg%20Journals/2007/MSJFeb07_C-Change.pdf
Rubin Philip, 2001. Clinical Onkology A Multidisciplinary Approach for Physicians and Students. 8 th
Edition WB Saunders Company.
Stefan Silbernagl & Florian Lang (2000). Color Atlas Of Pathophysiology. Alih bahasa: Iwan Setiawan (2006) Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi, Jakarta : EGC.
WHO 2012. Cancer http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/
39