Download - Askep PPOK
-
5/19/2018 Askep PPOK
1/47
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh
bronkitis kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya
progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial
reversibel, sekalipun empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan
dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai
tanda dan gejala kedua penyakit tersebut. Sekitar 14 juta orang Amerika
terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi penyebab kematian keempat di
Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian dilaporkan setiap tahunnya.
Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada penderita
laki-laki lanjut usia. Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi.
Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah lanjut.
Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif untuk
mendeteksi PPOK. Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK di Indonesia
menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian.
Sementara data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada
tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan ke-4 sebagai
penyebab kematian. "Pada dekade mendatang akan meningkat ke peringkat
ketiga. Dan kondisi ini tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK ini makin
meningkat.Oleh karena itu penyakit PPOK haruslah mendapatkan pengobatan
yang baik dan terutama perawatan yang komprehensif, semenjak serangan
sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah
perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan
keluarga tentang perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien
PPOK di rumah. Hal ini diperlukan perawatan yang komprehensif dan
paripurna saat di Rumah Sakit.
-
5/19/2018 Askep PPOK
2/47
2
1.2Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik?
2.
Bagaimana klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik?
4.
Bagaimana patofisiologis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik dan diagnostic pada klien yang
menderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik?
6.
Bagaimana penatalaksanaan medis terhadap Penyakit Paru Obstruksi
Kronik?
7.
Bagaimana pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang menderita Penyakit
Paru Obstruksi Kronik ?
1.3Tujuan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan perencanaan Asuhan Keperawatan pada klien yang
mengalami penyakit PPOK.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melaksanakan pengkajian terhadap klien dengan penyakit
PPOK
2. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
penyakit PPOK
3. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien
dengan penyakit PPOK4.
Mampu mengimplementasikan dari rencana keperawatan pada
klien dengan penyakit PPOK
5. Mendapatkan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien
dengan Penyakit PPOK.
-
5/19/2018 Askep PPOK
3/47
3
1.4Manfaat Masalah
1.4.1 Perawat
Meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
1.4.2 Klien
Meningkatkan kemampuan klien untuk dapat melakukan perawatan
mandiri di rumah
-
5/19/2018 Askep PPOK
4/47
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi PPOK/ PPOM
PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas
dari gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema,
dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan
dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru.(Brunner&Suddarth,2001).Penyakit paru obstruktif kronis merupakan
sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar
paru. (Arif Muttaqin,2008).
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara
beragam tergantung pada penyakit. Pada bronkitis kronis dan bronkiolitis,
penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas.
Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi
akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang
udara dalam paru.
Pada asma, jalan napas bronkial menyempit dan membatasi jumlah
udara yang mengalir kedalam paru-paru. Sehingga menyebabkan gagal napas.
Tipe-tipe gagal napas terdiri dari tipe I disebut gagal nafas normokapnu
hipoksemia atau kegagalan oksigenasi ( PaO2 rendah dan PCO2 normal).
Tipe II disebut gagal nafas hiperkapnue hipoksemia atau kegagalan ventilasi
(PaO2 rendah dan PCO2 Tinggi). Protokol pengobatan tertentu digunakan
dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari masing-masing kelaian inimembutuhkan pendekatan spesifik.
2.2 Klasifikasi PPOK/ PPOM
A. Bronkitis Kronik
Bronkitis kronik adalah sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun atau selama 2 tahun berturut-
turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu
-
5/19/2018 Askep PPOK
5/47
5
pernapasan. Polusi adalah penyebab utama bronkitis kronis. Pasien
dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan terhadap
infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri,
mikoplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis akut.
Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim
dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan
bronkospasme bagi mereka yang rentan.
B. Emfisema Paru
Emfisema Paru adalah suatu distensi abnormal ruang udara di luar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini
merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan
lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien
mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan
yang ireversibel. Dibarengi dengan bronkitis obstruksi kronik, kondisi
ini merupakan penyebab utama kecacatan.
C. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari
saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah
yang berdilatasi, dan persebaran nodus limfe. Individu mungkin
mempunyai predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akibat infeksi
pernapasan pada masa kanak-kanaknya, campak, influenza,
tuberkulosis, dan gangguan imunodefisiensi. Setelah pembedahan,
bronkiektasis dapat terjadi ketika pasien tidak mampu untuk batuksecara efektif, dengan akibat lendir menyumbat bronkial dan
mengarah pada atelektasis.
D. Asma
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible
dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan
nafas, yang menyebabkan dipsnea, batuk dan mengi.
-
5/19/2018 Askep PPOK
6/47
6
2.3 Etiologi
PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup. Yang
sebagian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab
timbulnya 80-90% kasus PPOK.. Laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun
paling banyak menderita PPOK. Ada beberapa faktor resiko utama
berkembangnya penyakit ini yang dibedakan menjadi faktor paparan
lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain
adalah :
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan resiko
30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok,
dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-
20% perokok akan mmengalami PPOK. Kematian akibat PPOK
terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok,
dan status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang. Namun
demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok. 10% orang
yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK. Perokok pasif
(tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga berisiko
menderita PPOK.
2. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan
debu gandum, toluena diisosianat, dan asbes, mempunyai resiko yang
lebih besar daripada yang bekerja ditempat yang selain yangdisebutkan diatas.
3. Polusi Udara
Pasien yang mempunyai gangguan paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari asap
dapur, asap pabrik, dll.
-
5/19/2018 Askep PPOK
7/47
7
Sedangkan faktor resiko yang berasal dari host / pasiennya antara lain
adalah :
1. Usia
Semakin bertambah usia semakin besar resiko menderita PPOK.
Pada pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun,
kemungkinan besar dia menderita gangguan genetik berupa
defisiensi 1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami 1%
pasien PPOK.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin
ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada
kecenderungan peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena
meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
3. Adanya Gangguan Fungsi Paru yang Sudah Terjadi
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupaka faktor risiko
terjadinya PPOK, misalnya defisiensi immunoglobulin A
(IgA/hypogammaglobulin) atau infeksi pada masa kanak-kanak
seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan gangguan fungsi
paru-paru mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar
sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya normal,
sehingga lebih berisiko terhadap berkembangnya PPOK.
Termasuk didalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya
tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki
risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.
4.
Predisposisi Genetik, yaitu Defisiensi 1 Antitripsin (AAT)Defisiensi AAT ini terutama dikaitkan dengan kejadian
emfisema, yang disebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di
dalam paru-paru secara progresif karena adanya
ketidakseimbangan antara enzim proteolitik dan faktor protektif.
Pada peristiwa inflamasi, makrofag dan netrofil melepaskan
enzim lisosomal yaitu elastase yang dapat merusak jaringan di
paru. Pada individu normal, faktor protektif AAT akan
-
5/19/2018 Askep PPOK
8/47
8
menghambat enzim proteolitik sehingga mencegah kerusakan.
Karena itu, individu yang mengalami defisiensi AAT akan lebih
rentan terhadap kerusakan paru akibat berkurangnya faktor
proteksi ini. AAT diproduksi oleh gen inhibitor protease (M).
Satu dari 2500 orang adalah homozigot untuk gen resesif (Z),
yang menyebabkan kadar AAT dalam darah rendah dan berakibat
emfisema yang timbul lebih cepat. Orang yang heterozigot
(mempunyai gen MZ) juga berisiko menderita emfisema, yang
makin meningkat kemungkinannya dengan merokok karena asap
rokok juga dapat menginaktivasi AAT. Wanita mempunyai
kemungkinan perlindungan oleh estrogen yang akan
menstimulasisintesis inhibitor proteaseseperti AAT. Karenanya,
faktor risiko pada wanita lebih rendah daripada pria
Penyakit paru obstruksi menahun adalah suatu gangguan yang ditandai oleh
uji arus ekspirasi yang abnormal yang tidak mengalami perubahan selama
beberapa bulan diobservasi, obstruksi aliran udara mungkin bersifat struktural
ataupun fungsional. Obstruksi aliran udara yang penyebabnya spesifik seperti
penyakit yang berlokalisasi di saluran napas bagian atas bronkiektas dan
ksitik fibrosis tidak dimasukkan ke dalam PPOM (american thoracic society ).
Kesimpulan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh
emfisemaatau bronkitis kronis danasma yang mengakibatkan obstruksi jalan
napas yang bersifat ireversibel dengan penyebab yang tidak diketahui dengan
pasti.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi PPOK adalah sangat komplek dan komprehensif
sehingga mempengaruhi semua sistem tubuh artinya sama juga dengan
mempengaruhi gaya hidup manusia dalam prosesnya, penyakit ini bisa
menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi
pernapasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.
-
5/19/2018 Askep PPOK
9/47
9
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil
(bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat
ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara
(air trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan
segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-
fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
Abnormalitas pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan
tiga mekanisme berikut ini:
1. Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi. Hal ini menjadi penyebab
utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dala darah.
Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran
darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Hubungan ventilasi dengan
perfusi didefinisikan dalam rasio ventilasi perfusi (V/Q) peningkatan
rasio V/Q terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga
menyebabkan kerusakan pada alveoli dan kehilangan bed kapiler.
Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama.
Rasio (V/Q) yang menurun bisa dilihat pada pasien PPOK, dimana
saluran pernapasannya terhalang oleh mukus kental ataubronchospasma. Disini penurunan ventilasi akan terjadi, akan tetapi
perfusi akan tatap sama, berkurang sedikit. Banyak diantara pasien
PPOK yang baik empisema maupun bronkitis kronis sehingga ini
menerangkan sebabnya mengapa mereka memilki bagian-bagian,
dimana terjadi rasio (v/q) yang meningkat dan ada yang menurun.
2. Mengalirnya darah kapiler pulmo. Darah yang tak mengandung
oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru, beberapa
-
5/19/2018 Askep PPOK
10/47
10
diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen.
Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang
menghambat alveoli.
3.
Difusi gas yang terhalang. Pertukaran gas yang terhalang biasanya
terjadi sebagai akibat dari satu atau dua sebab berikut ini yaitu
berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaaran udara sebagai
akibat dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga
menyebabkan difusi menjadi semakin sulit.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi
sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
2.5 Manifestasi Klinis
Batuk Produktif
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukus yang
berlebihan di saluran nafas.
Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik.
Berhubungan dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak
selalu berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen di udara.
Batuk Kronik
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi
hari saja kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari.
Batuk biasanya dengan pengeluaran sputum dalam jumlah
kecil(
-
5/19/2018 Askep PPOK
11/47
11
Berkurangnya Berat Badan
Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar
hanya untuk bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan
bernafas pada saat makan sehingga nafsu makan berkurangdan pasien
tidak mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang
terpakai. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
Edema Pada Tubuh Bagian Bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan
ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan baik. Ketika jantung
tidak mampu memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema
padakaki, kaki bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga
dapatmenyebabkan edema pada hati atau terjadinya penimbunan cairan
pada abdomen (acites)
Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak
mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah.
Penurunan daya kekuatan tubuh
Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
Takikardia, berkeringat
Hipoksia, sesak dalam dada.
2.5.1 Gejala Klinis PPOK :
Smokers cough (batuk khas perokok), biasanya hanya diawali
sepanjang pagi yang dingin kemudian berkembang menjadi sepanjang
tahun.
Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna kuning,
hijau, atau kekuningan bila terjadi infeksi.
Dipsnea(sesak nafas), ekspirasi menjadi fase yang sulit pada saluran
pernafasan.
2.5.2 Gejala PPOK pada eksaserbasi akut :
Peningkatan volume sputum
-
5/19/2018 Askep PPOK
12/47
12
Perburukan pernafasan secara akut
Dada terasa berat (chest tightness)
Peningkata purulensi sputum
Peningkatan kebutuhan bronkodilator
Lelah dan lesu
Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah, terengah-
engah)
2.5.3 Gejala Pada Kasus PPOK Berat :
Cyanosis (kulit membiru) akibat terjadi kegagalan respirasi
Gagal jantung kanan (cor pulmonale) dan edema perifer
Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang
memerah yang disebabkan polycythemia (erythrocytosis, jumlah
eritrosit yang meningkat)
Gejala-gejala awal dari PPOM/ PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun
merokok, adalah batuk dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering
disalah-artikan sebagai batuk normal perokok, walaupun sebetulnya tidak
normal. Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek, dahak menjadi
kuning atau hijau karena adanya nanah. Lama-lama gejala tersebut akan
semakin sering dirasakan. Bisa juga disertai mengi/bengek. Pada umur sekitar
60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan bertambah parah
secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat melakukan
kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci baju, berpakaian
dan menyiapkan makanan. Sepertiga penderita mengalami penurunan berat
badan, karena setelah selesai makan mereka sering mengalami sesak yang
berat sehingga penderita menjadi malas makan. Pembengkakan pada kaki
sering terjadi karena adanya gagal jantung. Pada stadium akhir dari penyakit,
sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat istirahat, yang merupakan
petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut. 30 % penderita PPOM dengan
sumbatan yang berat akan meninggal dalam waktu satu tahun dan 95 %
meninggal dalam waktu 10 tahun. Kematian bisa disebabkan oleh kegagalan
-
5/19/2018 Askep PPOK
13/47
13
pernafasan, pneumonia, pneumotorak (masuknya udara ke dalam rongga
paru), aritmia jantung atau emboli paru (penyumbatan arteri yang menuju ke
paru-paru). Penderita PPOM juga memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya
kanker paru.
2.6 Komplikasi
Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen
-
5/19/2018 Askep PPOK
14/47
14
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
2.8 Pemeriksaan Fisik
Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, pekak jantung berkurang.
Suara nafas berkurang
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X Dada:dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya
diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda
vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
JDL dan Diferensial: Hemoglobin meningkat (emfisema luas),
peningkatan eosinofil (asma)
Kimia Darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan
defisiensi dan diagnosa emfisema primer
EKG: Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);
disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III,
AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)
EKG Latihan, Tes Stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,
perencanaan/evaluasi program latihan.
Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular
(bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)
Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dari dispnea menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat
-
5/19/2018 Askep PPOK
15/47
15
obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk
mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.
TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma,
menurun pada emfisema.
FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital. (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun
dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema)
tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema
sedang atau asthma).
Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi,
kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran
kelenjar mukus (bronchitis).
Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat),
peningkatan eosinofil (asthma).
Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan
atau allergi.
ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial
disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi
(bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema).
Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator,
merencanakan/evaluasi program.
2.10 Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
Memperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
-
5/19/2018 Askep PPOK
16/47
16
Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus
tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih controversial.
Pengobatan simtomatik.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 12 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran
secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa
melakukan pernapasan yang paling efektif.
c.
Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan
untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d.
Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi
udara
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
-
5/19/2018 Askep PPOK
17/47
17
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari
atau eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan
asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien
yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak
flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan
pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya
sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum
dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas,
termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti
kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg
dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara
perlahan.
Terapi jangka panjang di lakukan :
Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
Fisioterapi
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
-
5/19/2018 Askep PPOK
18/47
18
Mukolitik dan ekspektoran
Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
a. Fisioterapi
b. Rehabilitasi psikis
c. Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482)
2.11 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
1. Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan
polusi udara.
2. Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut.
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan
struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari.
Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia
lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan
tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal
yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan
kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
3. Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan
dengan cara yang lazim, diantaranya:
a.
Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat,
mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya
dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk
menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia
lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992).
-
5/19/2018 Askep PPOK
19/47
19
b. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap
timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu
dilakukan pemantauan secara berkala:
Pemeriksaan foto rontgen toraks
Pemeriksaan faal paru, paling tidak setahun sekali. Sangat
dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok
berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti
merokok.
-
5/19/2018 Askep PPOK
20/47
20
ASUHAN KEPERAWATAN
2.12 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama:
Tempat Tanggal Lahir:
Umur:
jenis Kelamin:
Agama/Suku:
Warga Negara:
Bahasa Yang Digunakan:
Penanggung Jawap Meliputi : Nama, Alamat, Hubungan dengan klien:
B. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat pertama kali masuk Rumah Sakit.
C.
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang: Klien masuk melalui IGD dengan
keluhan sesak, sering kambuh, nyeri, tidur harus duduk.
2. Riwayat Penyakit Dahulu: Klien mengatakan bahwa klien
mempunyai riwayat asma sejak kecil.
3. Riwayat Penyakit Keluarga: Orang tua dan saudarah dari klien
ada juga yang menderita penyakit seperti yang diderita klien saat
ini4. Riwayat Psikososial Spiritual:
Psikologis: perasaan yang dirasakan oleh klien, apakah
cemas/ sedih ?
Sosial: bagaimana hubungan klien dengan orang lain
maupun orang terdekat klien dan lingkungannya ?
Spiritual: apakah klien tetap menjalankan ibadah selama
perawatan di rumah sakit ?
-
5/19/2018 Askep PPOK
21/47
21
D. Genogram
Bagan penyakit keturunan yang diturunkan oleh keluarga klien
2.13 Pemeriksaan Fisik
a. Pernafasan ( B1: Breathing)
Inspeksi
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta
penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara
yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernafasan dengan
bibir dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak efektif dan penggunaan
otot-otot bantu nafas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut,
dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-
hari seprti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan
sputum purulen diserti demam mengindikasikan adanya tanda
pertama infeksi pernafasan.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil biasanya menurun.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menurun.
Auskultasi
Sering didapatakan adanya bunyi nafas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat beratnya obstruksi pada bronkiolus. Pada pengkajian lain,
didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar
karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut
penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti
seperti membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan
dispnea dan keletihan (dispnea eksersonial). Paru yang mengalami
emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak
dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Klien
renta terhadap reaksi imflamasi dan infeksi akibat pegumpulan
-
5/19/2018 Askep PPOK
22/47
22
sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi.
b. Kardiovaskuler (B2: Blood)
sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak
mengalami pergeseran. Vena jungularis mungkin mengalami distensi
selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.
C. Persyarafan (B3: Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.
D. Perkemihan (B4: Blader)
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
system perkemihan. Namun perawat perlu memonitori adanya oliguria
yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
E.Pencernaan (B5: Bowel)
Klien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan klien tidak nafsu
makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
F.Tulang Otot dan Integumen (B6: Bone)
Karena penggunaan otot bantu nafas yang lama klien terlihat kelelahan,
sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL(AtivityDayLiving).
G.Psikososial
Klien biasanya cemas dengan keadaan sakitnya
-
5/19/2018 Askep PPOK
23/47
23
2.14 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan
pada selaput paru-paru.
2.15 Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi
napas bersih/jelas.
Intervensi
a. Pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan atau selama
stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding
inspirasi.
b. Arahkan pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya
peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat
tidur.
Rasional :Peninggian kepala tempat tidur mempermudah
pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien
dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah
untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal
dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan
dapat sebagai alat ekspansi dada.
-
5/19/2018 Askep PPOK
24/47
24
c. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya:
mengi, krokels dan ronki.
Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan
dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya :
penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup
dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya
bunyi napas (asma berat).
d.
Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan lapar
udara, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan
penggunaan obat bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang
tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi
dan reaksi alergi.
e. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :Memberikan pasien beberapa cara untuk
mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan
jebakan udara.
f. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk
pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki
keefektifan jalan napas.
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,
khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan.
Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi ataukepala dibawah setelah perkusi dada.
g. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai
toleransi jantung.
Rasional :Hidrasi membantu menurunkan kekentalan
secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat
dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan
-
5/19/2018 Askep PPOK
25/47
25
dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada
diafragma.
h.
Bronkodilator, misalnya, -agonis, efinefrin (adrenalin,
vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin
(brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
Rasional :Merilekskan otot halus dan menurunkan
kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan
produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi
atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma. (Doenges, 1999. hal 156).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan :Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan
mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi :
a. Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan, catat
pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan
bicara/berbincang.
Respon : Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
b. Awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional :Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga).
Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
-
5/19/2018 Askep PPOK
26/47
26
c. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam
perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi
individu.
Rasional :Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan
kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
d. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila
diindikasikan.
Rasional :Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber
utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan
pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
e. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara
dan/atau bunyi tambahan.
Rasional :Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan
aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi
mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret.
Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada
interstisial/dekompensasi jantung.
f. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional :Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan
darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
g. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi
hasil GDA dan toleransi pasien.Rasional :Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya
hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan
pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin
dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
(Doenges, 1999. hal 158).
-
5/19/2018 Askep PPOK
27/47
27
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan
pada selaput paru-paru.
Tujuan :Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
a. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya ; tajam,
konsisten, di tusuk, selidiki perubahan
karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa
derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi
seperti perikarditis dan endokarditis.
b. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Perubahan frekuensi jantung atau TD
menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya
bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
c.
Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan
punggung, perubahan posisi, music
tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional: Tindakan non-analgetik diberikan dengan
sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesic.
d.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat
mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa,
potensial ketidaknyamanan umum.
e. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada
selama episode batuk.
Rasional :Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan
dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
-
5/19/2018 Askep PPOK
28/47
28
f. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan
batuk non produktif/proksimal atau menurunkan
mukosa berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/istirahat umum. (Doenges, 1999. hal 171).
-
5/19/2018 Askep PPOK
29/47
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.Z DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKSI KRONIK DI RUANG PARU RSUD. DR SOETOMO
SURABAYA
3.1 Pengkajian
Tgl Masuk Rumah Sakit: 20 September 2013 Jam 16.00 WIB
Tgl Kaji: 22 September 2013 Jam 12.15 WIB
1. Identitas Klien
Nama: Tn.Z
Umur: 49 thn
Jenis Kelamin: Laki-Laki
Alamat: Gedangan, Probolingo
Agama: Islam
Pendidikan: SMA
Pekerjaan: Karyawan Pabrik
No Tlpn: 085700013900
Dx Medis: PPOK
2. Keluhan Utama: Klien mengatakan sesak di dada dan nafas terasa
berat3. Riwayat Kesehatan:
Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan batuk-batuk disertai dahak dan dada terasa
berat kurang lebih sejak 1 tahun yang lalu. Selama sakit klien
memeriksakannya ke puskesmas dan diberi obat kemudian
sembuh, namun selang beberapa bulan kambuh lagi. Saat
kambuh klien tidak mengobatinya lagi ke puskesmas karena
-
5/19/2018 Askep PPOK
30/47
30
klien bilang batuknya akan hilang dengan sendirinya. Hingga 2
hari yang lalu pada tanggal 20 September 2013 klien
mengatakan sesak dan dibawah ke IRD RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Kemudian klien mengalami opname diruang Paru
RSUD Dr. Soetomo.
Riwayat Penyakit Dahulu
TB Paru (-), asma (-), dan penyakit pernafasan/ paru yang
lainnya (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
mempunyai penyakit paru sebelumnya.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmhg
Suhu : 37 derajat celcius
Respiratory Rate : 29 x/menit
b. Pernafasan (B1: Breathing)
1. Inspeksi
Pola Nafas : Tidak teratur
Jenis : dispnea
RR : 29x/menit
Batuk : ya (Tidak Efektif)
Adanya retreksi otot bantu nafas, reflek batuk (+)
2. Palpasi
Ekspansi meningkat dan taktil fremitus menurun
3. Perkusi
Sonor dan diafragma menurun
4. Auskultasi
Bunyi nafas wheezing
MK: Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
-
5/19/2018 Askep PPOK
31/47
31
c. Kardiovaskuler (B2:Blood)
1. inspeksi
Tidak ada pembesaran jantung. Kepala dan wajah tidak
ada sianosi.
2. Palpasi
N: 103 x/mnt
Irama tidak teratur
Akral: hangat, kering, merah
CRT: 1 detik
3. Auskultasi
Tekanan Darah :110/70 mmhg
MK: tidak ada masalah kesehatan
d. Persyarafan (B3: Brain)
GCS : 456
Kesadaran : Compos Mentis
MK : tidak ada masalah keperawatan
e. Perkemihan ( B4: Blader)
Klien minum 7-8 gelas perhari, BAK lancer produksi urin
kurang lebih 1800cc/24 jam dan tidak ada keluhan pada
system perkemihan
MK: tidak ada masalah kesehatan
f. Bowel (B5: Pencernaan)
Makan 3x/hari. Porsi makan tidak habis, makan hanya 1-2
sendok makan. Klien mual (+), muntah (-), dan tidak nafsu
makan, BB turun dari 56 kg menjadi 53 kg. Selama di rumahsakit belum pernah BAB.
MK: Gangguan Pemenuhan kebutuhan nutrisi
g. Tulang, otot dan integument (B6: Bone)
Klien mampu melakukan aktivitas dengan baik, klien terlihat
kelelahan. Tidak ada edema
MK: tidak ada masalah kesehatan
-
5/19/2018 Askep PPOK
32/47
32
h. Psikososial
Klien mengatakan dirinya adalah seorang yang sering sakit.
Orang orang terdekatnya sanagat perhatian dengan klien.
Jika ada masalah klien selalu memusyawarakan dengan
keluarga. Klien juga mengatakan sudah terbiasa dengan
sakitnya.
MK: tidak ada masalah kesehatan
5. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Kapasitas paru (TLC) dan volume residu (RV) meningkat.
Kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV) menurun
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 12.3 (14-16 g/dl)
Leukosit : 7000 (5000-10000/UL)
Trombosit : 204.000 (150.000-400000/UL)
Eritrosit : 4.90 juta (4.5-5.5 juta)
GDA : 157 mg/dl (
-
5/19/2018 Askep PPOK
33/47
33
c. Pemeriksaan Radiologi
Rontegen thorax menunjukan adanya hiperinflasi, pendataran
diafragma, dan pelebaran margin interkosta
6. Terapi Pengobatan
Oksigen Masker 6 lpm
RL: D5 = 1:2
Cefotaxim 3 x lg
Antrain 3 x lg
Ranitidin 3 x 50 mg
Bronkodilator :fenoterol HBr O,1% solution
Mulokitik : ventolin 2,5 mg
Kortikosteroid
3.2Analis Data
Pengelompokan Data Kemungkinan
Penyebab
Masalah
S: Klien mengatakansesak di dada dan nafas
terasa berat
O:
Klien tidak
mampu batuk
efektif
Whezzing (+)
RR: 29 x/menit
Adanya retraksi
otot bantu napas
Obstruksi padapertukaran O2 dan
CO2 akibat kerusakan
dinding alveoli
Gangguan pergerakan
udara dari dalam ke
luar paru
Penurunan
kemampuan batuk
efektif
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
-
5/19/2018 Askep PPOK
34/47
34
S: klien mengatakan
sesak di dada
dan nafas terasa berat
O:
RR: 29 x/ menit
Nadi: 103
x/menit
Dispnea saat
aktivitas
Warna kulit
normal:
sianosis(-)
Ph: 7.40
Pco2: 68 mmHg
Po2: 43 mmHg
S: Klien mengatakan
tidak nafsu makan.
Belum pernah BAB
selama di rumah sakit
O:
Porsi makan
tidak habis (1-2
sendok)
Mual (+)
Obstruksi pada
pertukaran O2 dan
CO2 akibat kerusakan
dinding alveoli
Gangguan pergerakan
udara dari dalam ke
luar paru
Peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan
penggunaan otot bantu
pernafasan
Peningkatan kerja
pernafasan hipoksemia
secara reversible
Gangguan pertukaran
gas
PPOK
Respon sistemik danpsikologis
Keluhan sistemik,
mual, intake nutrisi
tidak adekuat, malaise,
kelemahan, dan
keletihan fisik
Gangguan Pertukaran
Gas
Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi:
kurang dari kebutuhan
tubuh
-
5/19/2018 Askep PPOK
35/47
35
3.3 Diagnosa Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan
1.
2
3.
ersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan
roduksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental. Ditandai dengan:
Klien mengatakan sesak di dada dan nafas terasa berat
Klien tidak mampu batuk efektif
Whezzing (+)
RR: 29 x/ menit
Adanya retraksi otot bantu nafas
erusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
erkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus). Ditandai
engan:
Klien mengatakan sesak di dada dan nafas terasa berat
RR: 29 x/ menit
Nadi: 103 x/menit
Dispnea saat aktivitas
Warna kulit normal: sianosis (-)
Ph: 7,40
Pco2: 68 mmHg
Po2: 43 mmHg
angguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
erhubungan dengan penurunan nafsu makan. Ditandai dengan:
BB turun: 56 kg
53 kg
KU: lemah Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi:
kurang dari kebutuhan
tubuh
-
5/19/2018 Askep PPOK
36/47
36
Klien mengatakan tidak nafsu makan
Porsi makan tidak habis (1-2 sendok)
Mual (+)
BB turun: 56 53 kg
Belum pernah BAB selama masuk rumah sakit
KU: Lemah
-
5/19/2018 Askep PPOK
37/47
37
3.4 INTERVENSI
TGL/JAM NO
DX
KEP
TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN RASIONAL
22
September
2013
1 Tujuan:
Dalam waktu 15 menit setelah
diberikan intervensi jalan
napas kembali efektif ditandai
dengan berkurangnyakuantitas dan viskositas
sputum untuk
memperbaiki ventilasi paru
dan pertukaran gas.
Kriteria Evaluasi:Dapat menyatakan dan
mendemontrasikan batuk
efektif,dan pernapasan
klien normal
(16-20 x/menit) tanpa ada
penggunaan otot bantu
napas.
1. Atur posisi semi fowler.
2. Ajarkan cara batuk efektif.
3. Bantu klien latihan napas dalam.
4. Pertahankan intake cairan
sedikitnya 1500 ml/hari kecuali
tidak diindikasikan.
5. Lakukan fisioterapi dad denganteknik postural drainase dan fibrasi
dada.
6. Berikan obat :
Bronkolidator,nebulizer (via
inhalasi): fenoterol HBr 0,1%.
7. Agen mukolitik dan
ekspektoran: ventolin 2,5 mg.
8. Berikan kortikosteroid.
1. Meningkatkan ekspansi dada.
2. Batuk yang terkontrol dan efektif dapat
memudahkan pengeluaran dari secret yang
melekat dijalan napas.
3. Ventilasi maksimal membuka lumen jalannapas dan meningkatkan gerakan secret
kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
4. Hidrasi yang adekuat membantu
mengencerkan secret dan mengefektifkan
pembersihan jalan napas.
5. Postural drainase dengan perkusi danvibrasi menggunakan bantuan gaya gravitasi
untuk membantu menaikkan sekresi sehingga
dapat dikeluarkan atau dihisap dengan
mudah.
6. Pemberian bronkodilator via inhalasi akan
langsung menuju area bronchus yang
mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi.
7. Agen mukolitik menurunkan kekentalandan perlengketan secret paru untuk
memudahkan pembersihan. Agen
ekspektoran akan memudahkan secret lepas
dari perlengketan dari jalan napas.
-
5/19/2018 Askep PPOK
38/47
38
2
Tujuan :
Dalam waktu 3x24 jamsetelah diberikan
intervensi pertukaran gasmembaik.
Kriteria Evaluasi:
Frekuensi napas
16-20 x/menit.
Frekuensi nadi
70-90 x/menit.
Warna kulit
normal.
pH normal
(7.35-7.45).
pO2 normal
(80-104 mmHg).
pCO2 normal
(25-45 mmHg).
1.Kolaborasi pemberian oksigen
via nasal.
2. Kolaborasi untuk pemberianbronkodilator secara aerosol.
3. Kolaborasi untuk pemantauan
analisis gas arteri.
4. Kaji keefektifan jalan napas.
8. Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada hipoksemia dan
menurunkan reaksi inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronchus.
1. Oksigen diberikan saat terjadi hipoksemia.
Perawat harus memantau kemanjuran terapioksigen dan memastikan bahwa klien patuh
dalam penggunaan alat pemberi oksigen.2. Terapi aerosol membantu mengencerkan
sekresi sehingga dapat dibuang.
Bronkodilator yang dihirup sering
ditambahkan dalam nebulizer untuk
memberikan aksi bronkodilator langsung
pada jalan napas,dengan demikian
memperbaiki pertukaran gas.
3. Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan
intervensi.
4. Bronkhospasme dideteksi ketika terdengar
mengi saat diauskultasi dengan stetoskop.
Peningkatan pembekuan mucus sejalan
dengan penurunan aksi mukosiliarismenunjang penurunan lebih lanjut diameter
bronchi dan mengakibatkan penurunan aliranudara serta penurunan pertukaran gas, yang
diperburuk oleh kehilangan daya elastisitas
paru.
-
5/19/2018 Askep PPOK
39/47
39
3Tujuan :
Dalam waktu 3x24 jam
setelah diberikan tindakan
keperawatan,intake nutrisi
klien terpenuhi.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat
mempertahankan status
gizinya dari yang
semula kurang menjadi
adekuat.
Pernyataan motivasikuat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya. Porsi makan habis.
Mual (-)
1. Fasilitasi klien untukmemperoleh diet biasa yang
disukai klien.
2. Fasilitasi pemberian diet TKTP,
berikan dalam porsi kecil tapi
sering.
3. Lakukan dan ajarkan perawatan
mulut sebelum dan sesudah makan
serta sebelum dan sesudah
intervensi/pemeriksaan per oral.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menetapkan komposisi dan
jenis diet yang tepat.
5. Kolaborasi untuk pemberian
obat antimual : Ranitidien 3x50mg.
6. Pantau intake dan output,
timbang berat badan secara
periodik (sekali seminggu).
1. Memperhitungkan keinginan individu
dapat memperbaiki intake gizi.
2. Memaksimalkan intake nutrisi tanpa
kelelahan dan energi besar serta menurunkan
iritasi saluran cerna.
3. Mengurangi rasa tidak enak karena sisa
makanan atau obat pada pengobatan sistem
pernapasan yang merangsang pusat mutah.
4. Merencanakan diet dengan kandungan giziyang cukup untuk memenuhi kebutuhan
energi dan kalori sehubung dengan statushipermetabolik klien.
5. Mengurangi rasa mual.
6. Berguna dalam mengukur keefektifan
-
5/19/2018 Askep PPOK
40/47
40
intake gizi dan dukungan cairan.
-
5/19/2018 Askep PPOK
41/47
41
-
5/19/2018 Askep PPOK
42/47
42
3.5 IMPLEMENTASI
NO DX
KEP
TGL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PELAKSANA
1
2
3
23-09-2013
23-09-2013
23-09-2013
09:00
10:00
11:00
1. Mengatur posisi semifowler.
2. Mengajarkan cara batuk efektif.3. Membantu klien latihan napas dalam
mempertahankan intake cairan
sedikitnya 1500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan.
4. Melakukan fisioterapi dada dengan
teknik postural drainase dan fibrasi
dada.
5. Memberikan obat :
Bronkodilator,nebulizer (via inhalasi)
fenoterol HBr 0,1% solution,
6. Memberikan mukotitik dan
ekspektoran
7. Memberikan Kortikosteroid.
1. Berkolaborasi pemberian oksigen via
nasal.
2. Berkolaborasi untuk pemberian
Bronkodilator secara aerosol.
3. Berkolaborasi untuk pemantauan
analisis gas arteri.4. Mengkaji keefektifan jalan napas.
1.Memfasilitasi klien untuk
memperoleh diet biasa yang disukai
klien.
2. Memfasilitasi pemberian diet TKTP,
berikan dalam porsi kecil tapi sering.
3. Melakukan dan mengajarkan
perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan serta sebelum dan sesudahintervensi/pemeriksaan per oral.
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menetapkan komposisi dan jenis diet
yang tepat.
5. Berkolaborasi untuk pemberian obat
anti mual : Ranitidine 3x50 mg.
6. Memantau intake dan output,
timbang berat badan secara periodik
(sekali seminggu).
Ners
Ners
Ners
-
5/19/2018 Askep PPOK
43/47
43
3.6 EVALUASI
TANGGAL
JAM
NO DX
KEP
CATATAN PERKEMBANGAN PELAKSANA
24
September
2013
10:00 WIB
25
September
2013
1
2
3
2
3
S : Klien mengatakan tidak sesak lagi
O:
Klien mampu melakukan batuk efektif
Whezzing (-)
RR : 18 x/menit
Retraksi otot bantu napas (-)
A: Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
S : Klien mengatakan tidak sesak lagi
O:
RR : 18 x/menit
Nadi : 90 x/menit
Dispnea saat aktivitas
Warna kulit normal tidak sianosis
PH : 7.40
pO2 : 68 mmHg
pCO2 : 43 mmHg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1-4
S : Klien mengatakan tidak napsu makanO :
Porsi makan tidak habis
Mual (+)
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-6
S : Klien mengatakan tidak sesak lagi
O :
RR : 20 x/menit
Nadi : 88 x/menit Dispnea saat aktivitas
Warna kulit normal tidak sianosis
pH : 7.41
pO2 : 88 mmHg
pCO2 : 29 mmHg
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
S : Klien mengatakan tidak napsu makan
O :
Ners
Ners
Ners
Ners
Ners
-
5/19/2018 Askep PPOK
44/47
44
26
September
2013
3
Porsi makan tidak habis
Mual (+)
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-6
S : Klien mengatakan sudah enak saat makan
O :
Porsi makan habis
Mual (-)
A : Mual teratasi
P : Hentikan intervensi
Ners
-
5/19/2018 Askep PPOK
45/47
45
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan
dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru. ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas dari gangguan,
yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema, dan asma. PPOK
disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup. Perkembangan gejala-
gejala yang merupakan ciri dari PPOM adalah malfungsi kronis pada sistem
pernafasan yang manifestasi awalnya yaitu sesak napas. Batuk-batuk dan
produksi dahak khusunya yang makin menjadi di saat pagi hari. Kehilangan
berat badan yang cukup drastis. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara
fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Hilangnya
nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah.Penurunan daya
kekuatan tubuh.
4.2 Saran
Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu mencegah
faktor pencetus seperti asap rokok, polusi udara dan lain-lain agar tidak
terkena PPOK. Karena mengingat penderita akan mengalami sakit yang
berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan penderita.
1. Untuk Penderita PPOK
Menghindari faktor resiko :
Anjurkan klien untuk tidak merokok
Anjurkan klien untuk cukup istirahat
Anjurkan klien untuk menghindari allergen
Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
2. Untuk Keluarga
Memberikan dukungan: Anjurkan keluarga untuk memberi
perhatian pada klien
Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
-
5/19/2018 Askep PPOK
46/47
46
Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
DAFTAR PUSTAKA
Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of
Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.
Horrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page :
1491-1493.
G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312.
Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page :
954,990-993.
Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.
Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984,
page : 346-379.
Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta20003, hal :1347-1353.
Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page:
157.
Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal :
480-482.
Smeltzer, Suzanne C. (2001)Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta:
EGC
Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses
keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.
-
5/19/2018 Askep PPOK
47/47
47
Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Jakarta: Balai penerbit FKUI
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta:
EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI
Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa:
Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC