Download - Askep Resiko Bunuh Diri
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti
Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun
dan China yang mencapai 250.000 per tahun.
Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup
tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005,
sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap
tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan
bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per
100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah
Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia
remaja dan dewasa muda (15 – 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan
melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak
dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan
perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki
lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri.
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh
diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-
1
orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang
yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan
miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan
psikolog.
B. Rumusan Masalah
Bagaiman Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan resiko binuh diri ?
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dan tenaga kerja kesehatan dapat menangani
pasien dengan resiko bunuh diri dengan benar dan tepat.
2. Tujuan Khusus
a. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Agar mahasiswa keperawatan dapat menangani pasien dengan
resiko bunuh diri secara tepat dan mudah apabilah menemuinya
disekitarnya atau pada saat prektek.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Agar mempermudah kinerja perawat apabilah menemui pasien
dengan resiko bnuh diri
2
c. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat umum bisa menegetahui bahaya dan dapat
mencegah bunuh diri dikalangan masyarakat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Bunuh Diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini
sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk
tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada
kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi
(Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang
harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif
4
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh
normanorma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan
respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
1. Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan
koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu
mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis
akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir
dengan bunuh diri.
5
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandaidengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi
padasaat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untukmengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhirindividu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia,
2005).
B. Etiologi Bunuh Diri
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah
sebagai berikut :
6
a. Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri
b. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik
(orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik
(Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide
karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi
dengan stressor).
c. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
C. Faktor Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri
antaralain : Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
7
a. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
b. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/
perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
d. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan
hubunganinterpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukumanpada diri sendiri.
8
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.
D. Jenis-Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga
dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya
karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-
kebutuhannya.
9
E. Sumber dan Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme
koping pada perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang
mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi
perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri.
Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik
ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya
sendiri.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif-diri tak langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa
memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin
berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan
10
mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin
menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adaptif.
F. Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang
yang siapmembunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan
tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang
tersebutmempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh
diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
11
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).
Peningkatan verbal/ non verbal
Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri
Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif
12
Ancaman bunuh diri
Upaya Bunuh Diri
Bunuh Diri
G. Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang
tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap
diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi
dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban,
keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapunpetunjuk psikiatrik
anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainanafektif, alkoholisme dan
penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja,
dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat
psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak
bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor
kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif,
keputusasaan, harga diri rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial.
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen
suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk
bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide
adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika
gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan
tentamen suicide.
13
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat
kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare,
pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema
paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya
meninggal.
Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan
menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan
terutama jaringan otak.
Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik
yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi
kegagalan multiple organ.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan
terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan
tentamen suicide.Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan
menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan
CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan
perdarahan cerebral.
14
J. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi
psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan
gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani
juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan
terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.
K. Penatalaksanaan Medis
Pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah
orang mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan
atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri
membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri
mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan
melalui komunikasi terapeutik.
15
L. Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan keperawatan
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
3) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
4) Klien dapat meningkatkan harga diri
5) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
b. Tindakan keperawatan
1) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien
a) Perkenalkan diri dengan klien
b) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
c) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d) Bersifat hangat dan bersahabat.
e) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
a) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
16
b) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
c) Awasi klien secara ketat setiap saat.
3) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya
a) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan
,ketakutan dan keputusasaan.
c) Beridorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
d) Beriwaktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
4) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya
a) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
b) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
c) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
5) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang
adaptif
17
a) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal :berjalan-jalan, membaca
buku favorit, menulis surat dll.)
b) Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
c) Beridorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah
tersebut dengan koping yang efektif
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Tujuan :
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah rasa ingin bunuh diri
b. Tindakan keperawatan
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh
diri adalah :
1) Membina hubungan saling percaya
a) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
b) Bicara dengansikaptenang, rileks dan tidakmenantang.
2) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
18
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c) Utamakan pemberian pujian yang realitas
2) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat
digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
3) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan.
b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
19
M. Pencegahan
Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan
peringatan pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis.
Sehingga ada kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang
lebih baik. Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi
isolasi sosial, rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan
penyalahgunaan alkohol dan obat.
N. Mitos Resiko Gangguan Jiwa
1. Gangguan Jiwa: Gila
Masyarakat banyak menganggap bahwa orang yang mengidap
gangguan jiwa atau gangguan mental emosional hanyalah orang gila.
Faktanya, tidak semua orang yang mengalami gangguan jiwa dapat
disebut “gila” secara medis. Secara medis mungkin yang disebut “gila”
oleh masyarakat adalah orang-orang yang mengalami gangguan
psikotik. Gangguan psikotik adalah keadaan dimana seseorang tidak
dapat membedakan dunia nyata dan dunia khayalnya, contoh
gejalanya : ada yang merasa dirinya adalah nabi atau artis terkenal,
atau merasa bahwa keluarga terdekatnya ingin mencelakakannya selain
itu tidak jarang yang dapat mendengar atau melihat hal-hal yang tidak
dapat didengar atau dilihat oleh orang lain.
20
2. Gangguan Jiwa Disebabkan oleh Kutukan dan Guna-Guna
Saat ini, orang yang mengalami gangguan jiwa seringkali dianggap
karena kemasukan roh atau gara-gara menuntut ilmu khusus sehingga
pengobatan cenderung mencari pengobatan supranatural dibandingkan
medis. Penjelasan dari Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ(K), salah satu
psikiater yang menjadi pengajar di Universitas Indonesia ini : Masih
ada beberapa kerancuan pada makna istilah, yang dapat menghambat
usaha memasyarakatkan psikiatri. Istilah psikiatri (inggris: psychiatry)
diangkat dari bahasa Yunani, yaitu psyche (soul, mind kehidupan
mental, baik yang sadar maupun bawah sadar dalam bahasa Indonesia:
roh, jiwa, mental) dan iatreia (healing-penyembuhan). Sesuai dengan
kedudukannya sebagai bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri,
psyche berarti mind atau mental dan bukan berarti soul atau roh.
3. Pengidap Gangguan Jiwa Cuman Sedikit di Indonesia
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan
angka nasional gangguan jiwa dan mental emosional (kecemasan dan
depresi) pada penduduk usia sekitar 15 tahun, adalah 11,6%, atau
sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-
rata sebesar 0,64% (1 juta) penduduk. Dengan provinsi pemegang
angka gangguan mental dan emosional tertinggi di Indonesia adalah
Jawa Barat yang mencapai angka 20%. 20% mah masih dikit gaaaan,
cuman 1 dari 5
21
4. Gangguan Jiwa Berobatnya di Dukun atau Paranormal
Banyak sebagian orang masih saja pegi ke dukun untuk berobat,
kurangnya pengetahuan serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan
membuat mereka.
5. Semua Obat dari Dokter Ketergantungan pergi ke dokter
Obat yang dapat menyebabkan ketergantungan hanyalah obat-
obatan yang berasal dari golongan benzodiazepine, contohnya
alprazolam (xanax). Dan ketergantungan tidak terjadi begitu saja, kalau
penggunaannya asal-asalan dan tidak mematuhi aturan dari dokter yang
terlatih, baru akan menyebabkan ketergantungan. Obat-obatan dari
golongan lain tidak menyebabkan ketergantungan.
O. Tingkatan Bunuh Diri
Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka
bunuh diri di bagi 3 yaitu :
1. Ancaman bunuh diri (suicide threats)
Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan
bahwa hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan respon
non verbal dengan memberikan barang-barang yang dimilikinya.
Misalkan dengan mengatakan “tolong jaga anakku karena saya akan
pergi jauh” atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Perilaku ini
22
harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini.
Ancaman menunjukkan ambivalensi tentang kematian.
2. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)
Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan
yang dilakukan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan
dapat menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan pertolongan segera.
Pada kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara
seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi.
3. Completed suicide
Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang
yang melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati mungkin
akan mati, jika tidak ditemukan pada waktunya.
23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien:
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian,
No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :
a. Diagnosa Medis Gangguan Jiwa: Diagnosa medis gangguan jiwa
yang beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif,
penyalahgunaan zat dan schizophrenia. Lebih dari 90% orang dewasa
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
24
b. Sifat Kepribadian: Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko
bunuh diri yaitu suka bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial
dan depresif.
c. Lingkungan Psikososial: Individu yang mengalami kehilangan
dengan proses berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan dan
bercerai, kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial
merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
d. Riwayat Keluarga: Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan
konflik yang terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk
melakukan bunuh diri. Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate
dan dopamine dapt menimbulkan perilaku destruktif-diri.
4. Faktor Predispitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja
Masalah Keperawatan:
a. Resiko bunuh diri
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah
5. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
25
6. Konsep Diri
a. Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi
dari dirinya.
b. Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau
belom, kalau sudah menikah apakah sudah memiliki anakn
c. Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala
keluarga, ibu/ ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa
bersaudara
d. Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah
pulang/sembuh klien akan melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya,
apakah lebih bersemangat atau membuat lembaran baru.
e. Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif,
depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
7. Hubungan Sosial
Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya
siapa ,ataukah teman sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang
yang kurang perduli dengan lingkungannya atau sangat peduli dengan
lingkugannya, apakah klien sering diam, menyendiri, murung dan tak
bergairah ,apakah klien merupakan orang yg jarang berkomunikasi dan
slalu bermusuhan dengan teman yang lain, ataukah sangat sensitive.
26
8. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya
Tuhan atau dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang
menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang
beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
9. Status Mental
a. Penampilan:
Pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di
suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan
kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang
mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang
diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa
kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi
blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan
aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
27
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan
bicara saat berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
10. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum
11. Stressor Pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami
individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang
memalukan seperti masalah hubungan interpersonal, dipermalukan di
depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga
pengaruh media yang menampilkan peristiwa bunuh diri.
28
12. Penilaian Stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap
tindakan. Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh
diri pada pasien
13. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam
mengatasi masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali
membutuhkan bantuan orang lain.
14. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak
diri tak langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.
Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah
gagal menggunakan mekanisme pertahanan diri sehingga bunuh diri
sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.
29
15. Rentang Respon
16. Intensitas Bunuh diri
Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer
(1997, dikutip oleh shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri
yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale). , intensitas bunuh
diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel
(Suicidal Intertion Rating Scale).
Skor Intensitas
0
1
2
3
Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang
Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri
Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh
30
Respon adaptif Respon maladaptif
peningkatan
diri
pengambilan
resiko yang
meningkatkan
pertumbuhan
perilaku
destruktif-
diri tidak
langsung
pencederaan
diri
bunuh diri
4 diri
Mengancam bunuh diri, misalnya :’ Tinggalkan saya sendiri atau
saya bunuh diri”.
Aktif mencoba bunuh diri
Pengkajian tingkat resiko Bunuh Diri
N
O
Perilaku
atau Gejala
Intensitas Resiko
Rendah Sedang Tinggi
1 Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panic
2 Depresi Ringan Sedang Berat
3 Isolasi-
Menarik diri
Perasaan
depresi yang
samar, tidak
menarik diri
Perasaan tidak
berdaya, putus asa,
menarik diri
Tidak
berdaya,putus asa,
menarik diri,
protes pada diri
sendiri
4 Fungsi
sehari-hari
Umumnya baik
pada semua
aktivitas
Baik pada beberapa
aktivitas
Tidak baik pda
semua aktivitas
5 Sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi
koping
Umumnya
konstruktif
Sebagian
konstruktif
Sebagian besar
destruktif
7 Orang dekat Beberapa Sedikit atau hanya
satu
Tidak ada
31
8 Pelayanan
psikiatri
yang lalu
Tidak, sikap
positif
Ya, umumnya
memuaskan
Bersikap negative
terhadap
pertolongan
9 Pola Hidup Stabil Sedang Tidak stabil
10 Pemakai
alcohol/obat
Tidak sering Sering Terus menerus
11 Percobaan
bunuh diri
sebelumnya
Tidak atau
yang tidak fatal
Dari tidak sampai
dengan cara yang
agak fatal
Dari tidak sampai
berbagai cara yag
fatal
12 Disorientasi
dan
disorganisas
i
Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
13 Bermusuhan Tidak atau
sedikit
Beberapa Jelas atau ada
14 Rencana
Bunuh diri
Samar, kadang-
kadang ada
pikiran, tidak
ada rencana
Sering dipikirkan,
kadang-kadang ad
aide untuk
merencanakan
17. Pohon Masalah
Resiko bunuh diri
32
Isolasi sosial
Harga diri rendah
Koping keluarga tidak efektif kegagalan perpisahan
B. Analisis Data
Subjektif Objektif
memiliki riwayat penyakit
mental
mengalami depresi, cemas, dan
perasaan putus asa
menyatakan pikiran, harapan,
dan perencanaan bunuh diri
respon kurang dan gelisah
menyatakan bahwa sering
mengalami kehilangan secara
bertubi-tubi dan bersamaan
menunjukkan sikap agresif
menderita penyakit yang
prognosisnya kurang baik
tidak koperatif dalam menjalani
pengobatan
menyalahkan diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak
berharga
berbicara lamban, keletihan,
menarik diri dari lingkungan sosial
menyatakan perasaan tertekan penurunan berat badan
33
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa perilaku destruktif diri memerlukan pengkajian yang
cermat. Penyangkalan dari pasien terhadap sikap merusak diri tidak boleh
mempengaruhi perawat dala melakukan intervensi keperawatan. Diagnosa
keperawatan didasarkan pada hasil pengamatan perawat, data-data yang
dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatan lain dan informasi yang
diberikan oleh pasien dan keluarga.
Diagnosa NANDA yang berhubungan dengan Respon Proteksi Diri
Maladaptif adalah Risiko Bunuh diri
34
D. Intervensi Keperawatan
N
O
Diagnosa Keperawatan Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi
1 Resiko Bunuh Diri Klien tidak mencederai diri.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat menunjukan
pengendalian implus dengan
indikator sebagai berikut:
Mengeluarkan
perasaaan negatif
secara tepat
Mengidentifikasi
Klien:
1. Klien dapat membina
hubungan saling
percaya dengan
komunikasi terapeutik
o Perkenalkan diri dengan klien
o Tanggapi pembicaraan klien
dengan sabar dan tidak
menyangkal.
o Bicara dengan tegas, jelas, dan
jujur.
o Bersifat hangat dan bersahabat.
o Temani klien saat keinginan
mencederai diri meningkat.
35
perasaan atau
perilaku yg
mengarah pada
tindakan implusif
Mengungkapkan
secara verbal
tentang
pengendalian secar
implus
Menghindari
lingkungan dan
situasi beresiko
tinggi
2. Klien dapat terlindung
dari perilaku bunuh
diri
3. Klien dapat
mengekspresikan
o Jauhkan klien dari benda-benda
yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca,
dan lain-lain).
o Tempatkan klien di ruangan
yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
o Awasi klien secara ketat setiap
saat.
o Dengarkan keluhan yang
dirasakan.
36
perasaanya o Bersikap empati untuk
meningkatkan ungkapan
keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
o Beri dorongan untuk
mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
o Beri waktu dan kesempatan
untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan
lain-lain.
o Beri dukungan pada tindakan
atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk
37
4. Klien dapat
meningkatkan harga
diri
hidup.
o Bantu untuk memahami bahwa
klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
o Kaji dan kerahkan
sumber-sumber internal
individu.
o Bantu mengidentifikasi
sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama,
keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
38
5. Klien dapat
menggunakan koping
yang adaptif
o Ajarkan untuk
mengidentifikasi
pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan setiap hari
(misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit,
menulis surat dll.).
o Bantu untuk mengenali hal-hal
yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan
o pentingnya terhadap
39
kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
o Beri dorongan untuk berbagi
keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit
yang sama dan telah
mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi
masalah tersebut dengan
koping yang efektif.
40
6. Klien dapat
menggunakan
dukungan sosial
o Kaji dan manfaatkan
sumber-sumber ekstemal
individu (orang-orang
terdekat, tim pelayanan
kesehatan, kelompok
pendukung, agama yang
dianut).
o Kaji sistem pendukung
keyakinan (nilai, pengalaman
masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan
agama).
o Lakukan rujukan sesuai
41
7. klien dapat
menggunakan obat
dengan benar dan tepat
indikasi (misal : konseling
pemuka agama).
o Diskusikan tentang obat
(nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum
obat).
o Bantu menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, cara,
waktu).
o Anjurkan membicarakan efek
dan efek samping yang
42
Keluarga:
1. Keluarga berperan
serta melindungi
anggota keluarga
yang mengancam
atau mencoba
bunuh diri
dirasakan.
o Beri reinforcement positif bila
menggunakan obat dengan
benar.
o Menganjurkan keluarga untuk
ikut mengawasi pasien serta
jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian
o Menganjurkan keluarga untuk
membantu perawat menjauhi
barang-barang berbahaya
disekita pasien
43
2. Keluarga pasien
mampu merawat
pasien dengan
resiko bunuh diri
o Mendiskusikan dengan
keluarga untuk tidak sering
melamun sendiri
o Menjelaskan kepada keluarga
pentingnya passion minum
obat secara teratur.
o Menanyakan keluarga tentang
tanda dan gejala bunuh diri
a. Menanyakan keluarga
tentang tanda dan gejala
bunuh diri yang pernah
44
muncul pada pasien
b. Mendiskusikan tentang
tanda dan gejala yang
umumnya muncul pada
pasien beresiko bunuh diri
o Mengajarkan keluarga tentang
cara melindungi pasien dari
perilaku bunuh diri.
a. Mengajarkan keluarga
tentang cara yang dapat
dilakukan keluarga bila
pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh
45
diri.
b. Menjelaskan tentang cara-
cara melindungi pasien,
antara lain:
- Memberikan
tempat yang aman.
Menempatkan pasien
ditempat yang mudah
di awasi, jangan
biarkan pasien
mengunci diri
dikamarnya atau
jangan meninggalkan
46
pasien sendirian
dirumah
- Menjauhkan
barang-barang yang
bias digunakan untuk
bunuh diri. Jauhkan
pasien dari barang-
barang yang bias
digunakan untuk
bunuh diri, seperti
tali, bahan bakar
minyak/bensin, api,
pisau atau benda
47
tajam lainnya, zat
yang berbahaya
seperti racun nyamuk
atau racun serangga.
- Selalu
mengadakan
pengawasan dan
meningkatkan
pengawasan apa bila
ada tanda dan gejala
bunuh diri meningkat.
Jangan pernah
melonggarkan
48
pengawasan,
walaupun pasien
tidak menunjukkan
tanda dan gejala
untuk bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga
untuk malaksanakan cara
tersebut diatas.
o Mengajarkan keluarga tentang
hal-hal yang dapat dilakukan apa
bila pasien melakukan percobaan
bunuh diri, antara lain:
49
a. Mencari bantuan pada
tetangga sekitar atau
pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya
bunuh diri tersebut
b. Segera membawa pasien
kerumah sakit atau
puskesmas untuk
mendapatkan bantuan
medis.
o Mencari keluarga mencari rujukan
fasilitas kesehatan yang tersedia
bagi pasien
50
a. Memberikan informasi
tentang nomor telpon darurat
tenaga kesehatan
b. Menganjurkan keluarga
untuk mengantarkan pasien
berobat/control secara teratur
untuk mengatasi masalah
bunuh dirinya
c. Menganjurkan keluarga
uuntuk membantu pasien
minum obat sesuai prinsip
lima benar pemberian obat.
51
E. Implementasi dan Evaluasi
NO TGL/JAM DIAGNOSA
KEP
TINDAKAN EVALUASI
1. 10/4/2010
PK.10.00
WIB
Resiko Bunuh
Diri
Sp I Pasien
1. Membina hubungan saling
percaya dengan klien
2. Mengidentifikasi benda-
benda yang dapat
membahayakan pasien
3. Mengamankan benda-benda
yang dapat membahayakan
pasien.
4. Melakukan kontrak treatment
S :Klien mengatakan sudah mencoba
belajar berkenalan namun masih enggan
untuk dilakukan
O: Klien aktif dan memperhatikan selama
latihan berkenalan dengan perawat
A: Klien sudah tahu cara berkenalan
dengan menyebutkan nama,asal,hobi
52
5. Mengajarkan cara
mengendalikan dorongan
bunuh diri
Sp II Pasien
1. Mengidentisifikasi aspek
positif pasien
2. Mendorong pasien untuk
berfikir positif terhadap diri
sendiri
3. Mendorong pasien untuk
menghargai diri sebagai
individu yang berharga
P: Lanjutkan berkenalan dengan orang
lain.
53
Sp III Pasien
1. Mengidentisifikasi pola
koping yang biasa diterapkan
pasien
2. Menilai pola koping yng
biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping
yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan
54
harian
Sp IV Pasien
1 Membuat rencana masa
depan yang realistis bersama
pasien
2 Mengidentifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis
3 Memberi dorongan pasien
melakukan kehiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis
55
SP I Keluarga
1. Mediskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat klien
2. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, resiko
bunuh diri dan jenis perilaku
yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien resiko bunuh
diri yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
56
SP II Keluarga
1. Melatih keluarga untuk
mempraktekan cara
merawat pasien resiko
bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
pasien resiko bunuh diri
SP III Keluarga
1. Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
dan dirumah termasuk
57
minum obat
2. Mendiskusikan sumber
rujukan yang dapat
dijangkau oleh keluarga
58
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991
: 4). Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam
keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.
B. Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat
mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan
asuhan keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk
menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan kedepannya.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta:
EGC
2. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta
3. Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram
4. M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan
Intervensi (NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
5. Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung:
PT Refrika Aditama
60