Download - aspek psikososial pada anak
ASPEK PSIKOSOSIAL PADA ANAK
I. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial, yang membentuk kelompok-kelompok,
yang bergantung satu sama lain secara fisik dan psikologis sepanjang hidup.
Hubungan yang erat sekali dengan makhluk hidup lain tampak menjadi suatu
kebutuhan. Dan hubungan dengan orang lain dapat menjamin keberadaan dan
kelangsungan hidupnya.1
Kontak sosial pertama manusia adalah dengan orang yang mengasuh pada
masa bayi, biasanya orangtua. Cara bagaimana pengasuh itu berespon terhadap
kebutuhan bayi-secara sabar, dengan kehangatan dan perhatian, atau secara kasar,
dengan sedikit kepekaan-akan mempengaruhi hubungan anak dengan orang lain.
Sebagian ahli psikologi yakin bahwa perasaan dasar seseorang untuk percaya pada
orang lain ditentukan oleh pengalaman selama tahun-tahun pertama
kehidupannya.2
II. DEFINISI
Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berkaitan dengan
emosi, motivasi dan perkembangan pribadi manusia serta perubahan dalam
bagaimana individu berhubungan dengan orang lain.5
Perkembangan Psikososial merupakan tahap perkembangan yang
dipengaruhi oleh faktor sosial dan kultur. Erikson menemukan bahwa dalam
tahap-tahap kehidupan setiap individu, terdapat tugas-tugas perkembangan
penting yang perlu diselesaikan dengan baik.4
Keberhasilan individu dalam menyelesaikan suatu tugas perkembangan
awal akan menjadi dasar bagi tugas perkembangan selanjutnya, sehingga
kemungkinan individu untuk dapat menyelesaikan tugas berikutnya akan lebih
besar. Namun sebaliknya, kegagalan individu dalam menyelesaikan tugas dalam
1
suatu tahap perkembangan akan cenderung menghambat individu dalam
menyelesaikan tugas perkembangan pada tahap selanjutnya. Seorang anak harus
melewati tahapan perkembangan psikososial ini secara urut dan masing-masing
tahapan harus diselesaikan dengan baik.4
Pada fase ini penting bagi seorang anak yang beranjak remaja untuk
memiliki pandangan bahwa diri memiliki kemampuan untuk menguasai skill
tertentu dan mampu menyelesaikan tugas (disebut juga dengan self esteem). Anak
harus sudah mulai mempelajari keterampilan-keterampilan yang baik sesuai
dengan lingkungan masyarakat mereka (misalnya di kota Jakarta, pada masa ini
anak mulai belajar untuk membaca dan menulis, di Alaska, anak pada masa ini
belajar untuk berburu dan menangkap ikan).4
III. PERILAKU SOSIAL DINI
Pada usia dua bulan, rata-rata anak akan tersenyum saat melihat wajah ibu
atau ayahnya. Karena senang melihat responnya, orangtua akan berupaya untuk
mengulangi mendapatkan respon yang sama. Senyum pertama mengatakan
kepada orangtua bahwa bayi mengenal dan mencintai mereka dan mendorong
orangtua untuk lebih mengasihi dan menstimulasi bayi sebagai responsnya. Bayi
tersenyum dan “mengobrol” pada orang tua; orang tua membelai, tersenyum dan
membalas obrolan bayi, dengan demikian menstimulus respons yang lebih
antusias lagi dari bayi. Dengan demikian terbentuk dan terpeliharalah sistem
interaksi sosial yang saling memperkuat dan mendorong ini.2
Pada usia tiga-empat bulan, bayi memperlihatkan bahwa mereka
mengenali dan lebih menyukai anggota keluarga, tetapi bayi masih cukup reseptif
terhadap orang yang belum dikenal. Tetapi, pada sekitar usia 7 atau 8 bulan,
penerimaan yang tidak pilih-pilih ini berubah. Bayi mulai menunjukkan kehati-
hatian atau sangat kuatir saat didekati oleh orang yang tidak dikenalny, pada saat
yang sama, mereka memprotes kuat jika ditinggal di lingkungan asing atau
ditinggal bersama orang yang tidak dikenal.2
2
IV. FASE-FASE PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Sedangkan menurut Erik H Erikson perkembangan ini dibagi dalam
beberapa tahapan tertentu, yaitu sebagai berikut :
Erikson's Stages of Psychosocial Development Summary Chart6
StageBasic
ConflictImportant
EventsOutcome
Infancy (birth to 18 months)
Trust vs. Mistrust
Feeding
Children develop a sense of trust when caregivers provide reliability, care, and affection. A lack of this will lead to mistrust.
Early Childhood (2 to 3 years)
Autonomy vs. Shame and Doubt
Toilet Training
Children need to develop a sense of personal control over physical skills and a sense of independence. Success leads to feelings of autonomy, failure results in feelings of shame and doubt.
Preschool (3 to 5 years)
Initiative vs. Guilt
Exploration
Children need to begin asserting control and power over the environment. Success in this stage leads to a sense of purpose. Children who try to exert too much power experience disapproval, resulting in a sense of guilt.
School Age (6 to 11 years)
Industry vs. Inferiority
School
Children need to cope with new social and academic demands. Success leads to a sense of competence, while failure results in feelings of inferiority.
Adolescence (12 to 18 years)
Identity vs. Role Confusion
Social Relationships
Teens needs to develop a sense of self and personal identity. Success leads to an ability to stay true to yourself, while failure leads to role confusion and a weak sense of self.
Young Adulthood (19 to 40 years)
Intimacy vs. Isolation
Relationships
Young adults need to form intimate, loving relationships with other people. Success leads to strong relationships, while failure results in loneliness and isolation.
Middle Generativity Work and Adults need to create or nurture
3
Adulthood (40 to 65 years)
vs. Stagnation
Parenthood
things that will outlast them, often by having children or creating a positive change that benefits other people. Success leads to feelings of usefulness and accomplishment, while failure results in shallow involvement in the world.
Maturity(65 to death)
Ego Integrity vs. Despair
Reflection on Life
Older adults need to look back on life and feel a sense of fulfillment. Success at this stage leads to feelings of wisdom, while failure results in regret, bitterness, and despair.
Perkembangan Psikososial menurut Erikson didasarkan atas prinsip
Epigenetik yakni bahwa perkembangan manusia itu terbagi atas beberapa tahap
dan setiap tahap mempuyai masa optimal atau masa kritis yang harus
dikembangkan dan diselesaikan.3
1. Kepercayaan Dasar versus Kecurigaan Dasar.3 (Basic Trust vs Mistrust) 0-1
tahun
Masa Bayi, berlangsung antara 0 – 1 tahun, kepercayaan dasar yang paling
awal terbentuk selama tahap sensorik – oral yang ditunjukkan oleh bayi lewat
kapasitasnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan
membuang kotoran dengan santai. Setiap hari jam – jam jaganya meningkat, bayi
itu menjadi semakin biasa dengan kebiasaannya dan pengalaman – pengalaman
indarawi yang dibarengi dengan perasaan yang menyenangkan dan orang – orang
yang bertanggung jawab menimbulkan kenyamanan ini menjadi akrab dan dikenal
oleh bayi. Berkat kepercayaan dan keakrabannya dengan orang yang menjalankan
fungsi keibuan ini, maka bayi tersebut mampu menerima bahwa orang tersebut
mungkin tidak ada untuk sementara waktu. Prestasi sosial pertama yang dicapai
bayi tersebut mungkin karena ia mengembangkan suatu kepastian dan
kepercayaan dalam dirinya bahwa orang bersifat keibuan itu akan kembali.
Kebiasaan – kebiasaan, konsistensi, dan kontinuitas sehari – hari dalam
lingkungan bayi merupakan dasar paling awal bagi berkembangnya suatu identitas
4
psikososial. Perkembangan pada masa ini, sangat tergantung pada kualitas
pemiliharaan ibu. Apabila kualitas pemeliharaan atau pengetahuan tentang
perawatan anak ibu cukup maka akan dapat menumbuhkan kepribadian yang
penuh kepercayaan, baik terhadap dunia luar maupun terhadap diri sendiri.
Sebaliknya, jika tidak terpenuh anak akan memungkinkan jadi penakut, ragu –
ragu dan khawatir terhadap dunia luar, terutama kepada manusia yang lain.
2. Otonomi versus Perasaan Malu dan Keragu – raguan.3 (Autonomy vs Shame
and Doubt) Umur 2-3 tahun
Masa Kanak- Kanak Permulaan, berlangsung pada usia 2 – 3 tahun yang
menentukan tumbuhnya kemauan baik dan kemauan keras, anak mempelajari
apakah yang diharapkan dari dirinya, apakah kewajiban – kewajiban dan hak –
haknya disertai apakah pembatasan – pembatasan yang dikenakan pada dirinya,
inilah tahap saat berkembangnya kebebasan pengungkapan diri dan sifat penuh
kasih sayang, rasa mampu mengendalikan diri akan menimbulkan dalam diri anak
rasa memiliki kemauan baik dan bangga yang bersifat menetap, jika orang tua
dapat menolak anak untuk melakukan apa yang dapat dilakukannya, tetapi tidak
patut dilakukan. Sebaliknya, orang tua dapat mendorong atau memaksa anak
melakukan yang patut, sesuai batas kemampuannya. Hal ini akan menumbuhkan
rasa percaya diri pada anak. Apabila orang tua melindungi anak berlebihan atau
tidak peka terhadap rasa malu anak di hadapan orang lain dapat menumbuhkan
pribadi pemalu dan ragu – ragu yang bersifat menetap.
3. Inisiatif versus Merasa Bersalah.3 (Initiative vs Guilt) Umur 4 tahun
Masa Bermain, berlangsung pada usia 4 tahun sampai usia sekolah. Tahap
ini menumbuhkan inisiatif, suatu masa untuk memperluas penguasaan dan
tanggung jawab. Selama tahap ini anak menampilkan diri lebih maju dan lebih
seimbang secara fisik maupun kejiwaan, jika orang tua mampu mendorong atau
memperkuat kreativitas inisiatif dari anak. Akan tetapi jika orang tua tidak
memberikan kesempatan anak untuk menyelesaikan tugas – tugasnya atau terlalu
banyak menggunakan hukuman verbal atas inisiatif anak, maka anak akan tumbuh
5
sebagai pribadi yang selalu takut salah. Masa bermain ini bercirikan ritualisasi
dramatik, anak secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan bermain, memakai
pakaian, meniru kepribadian – kepribadian orang dewasa, dan berpura – pura
menjadi apa saja mulai dari seekor kucing sampai seorang astronot. Jika pada
masa bermain ini terjadi keterasingan batin yang dapat timbul pada tahap kanak –
kanak ini ialah suatu perasaan bersalah.
4. Kerajinan versus Inferioritas.3 (Industri vs Inferiority) 6-11 tahun
Masa Usia Sekolah, berlangsung antara usia 6 – 11 tahun, pada masa ini
berkembang kemampuan berfikir deduktif, disiplin diri dan kemampuan
berhubungan dengan teman sebaya serta rasa ingin tahu akan meningkat. Ia
mengembangkan suatu sikap rajin dan mempelajari adanya prestasi dari
ketekunan dan kerajinan, perhatian pada alat – alat permainan dan kegiatan
bermain berangsur – angsur digantikan oleh perhatian pada situasi – situasi
produktif dan alat – alat serta perkakas – perkakas yang dipakai untuk berkerja.
Apabila lingkungan orang tua dan sekitarnya, termasuk sekolah dapat menunjang
akan menumbuhkan pribadi yang rajin dan ulet serta kompeten. Akan tetapi
lingkungan yang tidak menunjang menumbuhkan pribadi – pribadi anak yang
penuh ketidakyakinan atas kemampuannya ( inkompeten atau inferior ).
5. Identitas versus Kekacauan Identitas.3 (Identity vs Crisis Identity Confusion)
11-18 tahun
Masa Adolesen, berlangsung pada usia 12/13 – 20 tahun. Selama masa ini
individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan
bahwa ia adalah manusia unik, namun siap untuk memasuki suatu peranan yang
berarti ditengah masyarakat, entah peranan ini bersifat menyesuaikan diri atau
sifat memperbaharui, mulai menyadari sifat – sifat yang melekat pada dirinya
sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan – tujuan yang
dikejarnya di masa depan kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri.
Inilah masa dalam kehidupan ketika orang ingin menentukan siapakah ia pada saat
sekarang dan ingin menjadi apakah ia dimasa yang akan datang ( masa untuk
6
membuat rencana – rencana karier ). Masa ini mengembangkan perasaan identitas
ego yang mantap pada kutup positif dan identitas ego yang kacau pada kutub
negatif . Erikson menegaskan bahwa ada tiga unsur yang merupakan persyaratan
didalam pembentukan identitas ego, yaitu:
a. Individu yang bersangkutan harus menerima atau menggangap dirinya itu
sama, didalam berbagai situasi pengalaman dengan teman sebayanya.
b. Orang – orang disekitarnya, dalam satu lingkungan sosial harus memiliki
persepsi yang sama terhadap diri individu tersebut.
c. Persepsi diri individu yang bersangkutan harus memdapat uji validitas
dalam pengalaman hubungan antara manusia. Jadi, identitas ego positif
akan menggambarkan kemampuan pemuda – pemudi yang memahami dan
menyakini tuntutan norma – norma sosial, sehingga tumbuh rasa kesetiaan.
6. Keintiman versus Isolasi.3 (Intimacy vs Isolation) 18-40 tahun
Masa Dewasa Muda, berlangsung antara usia 20 – 24 tahun. Pada masa
ini, mereka mengorientasikan dirinya terhadap pekerjaan dan teman hidupnya.
Menurut Erikson, masa ini menumbuhkan kemampuan dan kesediaan meleburkan
diri dengan diri orang lain, tanpa merasa takut merugi atau kehilangan sesuatu
yang ada pada dirinya yang disebut Intimacy. Ketidakmampuan untuk masuk
kedalam hubungan yang menyenangkan serta akrab dapat menimbulkan hubungan
sosial yang hampa dan terisolasi atau tertutup ( menutup diri ).
7. Generativitas versus Stagnasi.3 (Generativity vs Stagnation) 40-65 tahun
Masa Dewasa Tengah, berlangsung pada usia 25 – 45 tahun. Generativitas
yang ditandai jika individu mulai menunjukkan perhatiannya terhadap apa yang
dihasilkan, keturunan, produk – produk, ide – ide, dan keadaan masyarakat yang
berkaitan dengan kehidupan generasi – generasi mendatang adalah merupakan hal
yang positif. Sebaliknya, apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan
maka kepribadian akan mundur dan mengalami pemiskinan serta stagnasi, jika
pada usia ini kehidupan individu didominasi oleh pemuasan dan kesenangan diri
7
sendiri saja. Individu negatif tidak menunjukkan fungsi – fungsi produktif, baik
sebagai perseorangan maupun sebagai anggota masyarakat.
8. Integritas versus Keputusasaan.3 (Integrity vs Despair) >65 tahun
Masa Usia Tua, berlangsung diatas usia 65 tahun. Tahap terakhir dalam
proses epigenetis perkembangan disebut Integritas. Integritas paling tepat
dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara
benda – benda dan orang – orang, produk – produk dan ide – ide, dan setelah
berhasil menyesuaikan diri dengan keberhasilan – keberhasilan dan kegagalan –
kegagalan dalam hidup. Sedangkan keputusasaan tertentu menghadapi perubahan
– perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi – kondisi sosial dan
historis, belum lagi kefanaan hidup dihadapan kematian, ini dapat memperburuk
perasaan bahwa kehidupan ini tak berarti, bahwa ajal sudah dekat, ketakutan akan,
dan bahkan keinginan untuk mati. Masa ini menunjukkan positif, jika memiliki
kepribadian yang bulat utuh yang ditandai sikap bijaksana, rasa puas terhadap
masa hidupnya dan tidak takut menghadapi kematian. Sebaliknya, kepribadian
yang pecah selalu menunjukkan pribadi yang penuh keraguan, merasa selalu akan
menerima kegagalan dan merasa selalu dibayangi kematian.
Jadi dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan psikososial, diantara 8
vase psikososial Erikson, anak mengalami lima fase awal tersebut dan setiap fase
itu harus dapat terselesaikan secara tuntas. Jika terjadi suatu hambatan pada salah
satu fase maka akan berpengaruh terhadap perkembangan pada fase selanjutnya.
V. ASPEK YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
PSIKOSOSIAL MASA ANAK-ANAK AWAL (USIA 3 – 6 TAHUN)
1. Aspek Perkembangan Permainan5
Hetherington & Parke (1979) mendefinisikan permainan bagi anak-anak
adalah suatu bentuk aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata
untuk aktivitas itu sendiri, bukan karena ingin memperoleh sesuatu yang
dihasilkan dari aktivitas tersebut. Hal ini karena bagi anak-anak proses melakukan
8
sesuatu lebih menarik daripada hasil yang akan didapatkannya (Schwartzman,
1978).
Permainan sangat penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak.
Permainan memiliki beberapa fungsi yang dalam pengaruh pentingnya terhadap
perkembangan anak. Salah satunya adalah fungsi sosial. Fungsi sosial permainan
dapat meningkatkan perkembangan sosial anak. Khususnya dalam permainan
fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang lain dan
peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi orang
dewasa.
Fungsi Permainan
a. Fungsi Konitif (Piaget 1962)
Menjelajahi lingkungan, mempelajari objek-objek di sekitarnya
dan belajar memecahkan masalah
Mengembangkan potensi dan keterampilan dengan cara
menyenangkan
b. Fungsi Sosial, dapat meningkatkan perkembangan sosial (dramatical
play)
c. Fungsi Emosi, permainan memberikan perasaan senang dan anak dapat
melepaskan energi fisiknya yang berlebihan.
2. Aspek Perkembangan Hubungan dengan Orang Lain5
a. Hubungan dengan Orang Tua
Kasih sayang Orang Tua atau pengasuh pada tahun-tahun pertama
kehidupan anak merupakan kunci utama perkembangan sosial anak. Pola
Hubungan orang tua atau pengasuhnya pada anak usia 3 – 6 tahun merupakan
dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Salah satu aspek penting
dalam hubungan antara orang tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang
diterapkan oleh orang tua. Ada 3 tipe pengasuhan orang tua yaitu :
Otoritatif yaitu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan
ekstra ketat terhadap tingkah laku anak –anak, tetapi mereka juga bersikap
9
responsif, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan serta
mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan (Demokratis). Hasilnya
adalah anak-anak yang cenderung percaya diri, memiliki pengawasan terhadap
diri sendiri dan mampu bergaul baik dengan teman sebayanya.
Otoriter yaitu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk
mengikuti perintah-perintah orang tua (tidak demokratis). Hasilnya adalah anak-
anak yang cenderung curiga pada orang lain dan tidak merasa bahagia dengan
dirinya sendiri, canggung dalam pergaulan juga memiliki prestasi belajar yang
rendah.
Permisif yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua hanya sedikit terlibat
dalam kehidupan anak atau bahkan sama sekali tidak terlibat dalam kehidupan
anak (masa bodoh). Hasilnya adalah anak-anak yang kurang percaya diri,
memiliki pengendalian diri yang buruk (berbuat semaunya), memaksakan
keinginan dan memiliki rasa harga diri yang rendah.
Pada fase Inisiatif vs merasa bersalah, anak-anak tentu membutuhkan gaya
pengasuhan yang dapat membantunya tampil percaya diri, memiliki prestasi
belajar yang baik, memiliki pengendalian dan pengawan diri sendiri, dapat
bergaul dengan baik, serta mampu membedakan yang benar dan yang salah.
b. Hubungan Dengan Teman Sebaya (Peer)
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial
dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan
pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting
adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia luar
diluar keluarga. Anak menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan
mereka dari kelompok teman sebaya. Anak-anak mengevaluasi apakah yang
mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anak-
anak lain. Mereka menggunakan orang lain sebagai tolok ukur untuk
membandingkan dirinya. Proses pembandingan sosial ini merupakan dasar bagi
10
pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri anak (Hetherington & Parke,
1981).
Relasi yang harmonis diantara teman sebaya pada masa remaja
diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada usia tengah baya.
Sebaliknya social isolastion atau ketidakmampuan untuk melebur ke dalam suatu
jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak masalah dan kelainan yang beragam,
mulai dari kenakalan dan masalah minuman keras hingga depresi. Bahkan relasi
yang buruk diantara teman2 sebaya pada masa anak-anak diasosiasikan dengan
suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja
(Santrock, 1995).
3. Aspek Perkembangan Gender dalam Permainan dan Aktivitas5
Gender merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi
perkembangan sosial pada masa awal anak-anak. Istilah gender dimaksudkan
sebagai tingkah laku dan sikap yang dihubungkan dengan laki-laki atau
perempuan. Kebanyakan anak mengalami sekurang-kurangnya tiga tahap dalam
perkembangan gender (Shepherd-Look, 1982)
a. Anak mengembangkan kepercayaan tentang identitas gender , yaitu
rasa laki-laki atau perempuan.
b. Anak mengembangkan keistimewaan gender, sikap tentang jenis
kelamin mana yang mereka kehendaki.
c. Anak memperoleh ketetapan gender, suatu kepercayaan bahwa jenis
kelamin seseorang ditentukan secara biologis, permanen, dan tak
berubah-ubah.
Perkembangan gender pada masa anak-anak usia 3 – 6 tahun masih dalam
tahap mempelajari stereotif gender konvensional yang dihubungkan dengan
berbagai aktivitas dan objek-objek umum (Ruble&ruble, 1980). Mereka
menghubungkan gender dengan mainan, pakaian namun dalam tahap ini anak
belum mengerti konsep / ketetapan gender.
4. Aspek Perkembangan Moral5
11
Perkembangan moral adalah perkembangan dengan aturan dan
hubungan mengenai apa yang seharunya dilakukan oleh manusia sebagai
interaksi dengan orang lain (Stanrock, 1995). Pada Masa anak-anak Awal
perkembangan moral anak ada pada tahap Preconventional Morality (Lawrence
Kohlberg) yaitu anak mengenal moralitas dari dampak perbuatan yang
dilakukannya :
Perbuatan menyenangkan (sesuai aturan) = Hadiah dan Pujian
Perbuatan menyakitkan (tidak sesuai aturan) = Hukuman
Perbuatan Meniru apa yang dilakukan orang-orang disekitarnya
VI. PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL MASA
ANAK-ANAK AWAL (USIA 3 – 6 TAHUN)
1. Pengalaman Masa Lalu5
Perkembangan Psikososial anak pada usia 3 – 6 tahun merupakan hasil
dari perkembangan psikososial pada fase sebelumnya, yaitu fase percaya vs tidak
percaya dan fase otonomi vs malu dan ragu-ragu. Apabila pada fase ini anak tidak
berkembang secara normal, maka hal ini akan mempengaruhi perkembangan
Psikososial anak pada fase ini.
2. Perkembangan Dimasa yang Akan Datang5
Masa anak-anak merupakan masa yang berfungsi untuk mengembangkan
psikososial anak ke arah yang positif. Positif berarti mengembangkan anak sesuai
dengan fase perkembangan psikososialnya. Apabila anak tidak mengalami
perkembangan psikososial yang positif maka di masa depan, anak akan
mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan psikososialnya.
3. Perlakuan Orang-Orang di Sekitar Anak5
Orang-orang yang berada di sekitar anak, baik orang tua maupun guru
berperan dalam mengembangkan psikososial anak. Oleh sebab itu, orang tua dan
guru perlu memberikan kesempatan pada anak unruk berinteraksi sosial, untuk
mengungkapakan pikiran dan perasaannya.
VII. Kesimpulan
12
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan
psikososial merupakan suatu perkembangan yang terjadi pada tiap
individu yang terbagi atas tahap-tahap tertentu. Perkembangan ini sanagat
erat hubungannya dengan kemampuan individu atau anak untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Perkembangan psikososial tiap
individu meliputi beberapa tahap yang harus dilewati. Apabila semua
tahap dapat terlaksana dengan baik maka tugas perkembangan ini dapat
dikatakan telah tercapai secara sempurna.
Perkembangan psikososial anak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya keluarga, kematangan, status sosial ekonomi, pendidikan, dan
kapasitas mental. Semua faktor ini sangat berpengaruh terhadap
terselenggaranya implikasi perkembangan psikososial anak di dalam
pendidikannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Davidoff, L. 1998. Psikologi Suatu Pengantar. Ed. 2. Jakarta: Erlangga
2. Atkinson. RL, Atkinson. RC. Smith. EE. 2001. Pengantar Psikologi. Ed.
11. Jakarta: Grahapari
3. Ihsan. 2009. Teori Psikososial Tentang Perkembangan.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/09/1445/#more-1445. Diakses
pada tanggal 7 November 2013
4. Giantoro. N. 2010. Psikososial Masa Anak-anak Akhir.
http://dessyrilia.blogspot.com/2013/02/perkembangan-psikososial-masa-
anak-anak.html. Diakses tanggal 5 November 2013
5. Rilia, D. 2013. Perkembangan Psikososial Masa Anak-anak Awal (Usia 3-
6 Tahun). http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/perkembangan-
psikososial-pada-masa-anak.html#.Un1yyGBQEgw. Diakses pada tanggal
7 November 2013
6. Anonymus. 2013. Erikson's Theory of Psychosocial Development.
14