ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TUBERCULOSIS PARU
DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS DI RUMAH SAKIT
PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG
Pina Helen Traian, Wisoedhanie Widi Anugrahanti, Sr. Felisitas A. Sri S.
Prodi Diploma III Keperawatan STIKes Panti Waluya Malang
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Tuberculosis paru merupakan penyakit saluran pernapasan bawah dan menular
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Proses inflamasi yang
menghasilkan banyak sputum menyebabkan konsolidasi paru, kemudian terjadi
gangguan pemenuhan oksigenasi menyebabkan penderita mengalami sesak napas,
nyeri dada yang dapat menimbulkan masalah ketidakefektifan pola napas.
Penelitian ini bertujuan memberikan asuhan keperawatan pada klien Tuberculosis
paru dengan ketidakefektifan pola napas di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang. Studi kasus dengan 1 klien sebagai responden pada bulan Maret 2020
dengan masalah ketidakefektifan pola napas. Peneliti memberikan implementasi
manajemen jalan napas yang berupa memberikan posisi semi-fowler atau fowler,
memonitor saturasi oksigen, mengobservasi pola napas, mengajarkan relaksasi
napas dalam, pemberian terapi oksigenasi. Hasil penelitian didapatkan asuhan
keperawatan yang dilakukan pada klien dapat mengatasi masalah pola napas tidak
efektif sehinggan pola napas klien kembali normal. Pola napas tidak efektif dapat
tercapai dengan dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari dengan intervensi
sesuai tinjauan terori, serta dilakukan implementasi tidak hanya manajemen jalan
napas tetapi juga dilakukan discharge planning untuk membantu perawatan saat
di rumah. Kesimpulan dari hasil asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien
Tuberculosis paru dengan masalah ketidakefektifan pola napas yaitu masalah
teratasi tidak hanya dengan menggunakan cara non-farmokologi dan farmakologi
tapi juga dengan cara discharge planning.
Kata kunci : Tuberculosis Paru, Ketidakefektifan Pola Napas
ABSTACT
Pulmonary Tuberculosis is a contagious lower respiratory and infectious diseases
caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis. Inflammatory process that
produces a lot of sputum causing lung consolidation, then there is an inadequate
oxygenation fulfillment occurs causing the sufferer to experience shortness of
breath, chest pain which can lead to problems with ineffective breathing patterns.
This study aims to provide nursing care in Pulmonary tuberculosis clients with the
problem of nursing ineffectiveness breathing pattern on Panti Waluya Sawahan
Hospital Malang. Case study with 1 client as respondent in March 2020 with the
problem of ineffective breathing patterns. Researchers provide implementation of
airway management in the form of giving a semi-fowler or fowler position, giving
oxygenation therapy, monitor oxygen saturation, observing breathing patterns,
teaches deep breathing relaxation. The results showed that nursing care
performed on the client can overcome the problem of ineffective breathing
patterns so that the client's breathing patterns return to normal. Ineffective
breathing pattern can be achieved by nusing care for 3 days with interventions
accoding to the terrorist riview, and implementation not only airway management
but also discharge planning to help care at home. The conclusion of the results of
nursing care performed on pulmonary tuberculosis clients with the problem of
ineffective breathing patterns that the problem is resolved not only by using non-
pharmochological and colaboration in pharmacological therapy but also by
discharge planning.
Keywords: Pulmonary Tuberculosis, Ineffective Breath Pattern
Pendahuluan
Tuberculosis (TB) paru merupakan
penyakit saluran pernapasan bawah
dan menular disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yakni
kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru-paru atau berbagai
organ tubuh lainnya (Smeltzer &
Bare, 2015). Pada saat terjadi infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis,
maka proses inflamasi yang terjadi
pada rongga alveoli menghasilkan
banyak sputum yang menyebabkan
konsolidasi paru dan akan
berdampak pada proses difusi dan
pertukaran gas yang tidak maksimal
menyebabkan gangguan pemenuhan
oksigenasi yang tidak adekuat,
mengakibatkan suplai oksigen ke
paru-paru menurun sehingga
penderita mengalami sesak nafas,
nyeri dada serta dapat menyebabkan
ketidakefektifan pola napas (Suryani,
2016).
Berdasarkan World Health
Organization (WHO) Global TB
Report 2018, diperkirakan insiden
TB paru mencapai 1,5 Million orang
meninggal sedangkan di Indonesia
mencapai 842 ribu kasus dengan
angka mortalitas 107 ribu kasus TB
paru. Jumlah ini membuat Indonesia
berada di urutan ketiga tertinggi
untuk kasus TB paru setelah India
dan China. Kondisi ini tentunya
terbilang memprihatinkan karena
berdampak besar terhadap sosial dan
keuangan pasien, keluarga, serta
masyarakat (WHO, 2018).
Tuberculosis dapat menyerang
semua kelompok usia seperti anak-
anak, dewasa dan lansia (Kemenkes
RI, 2015). Prevalensi TB paru di
Indonesia berdasarkan laporan
WHO 2017 diperkirakan ada
1.020.000 kasus di Indonesia, namun
baru terlapor ke Kementerian
Kesehatan sebanyak 420.000 kasus
(Depkes,2017). Data Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur
tahun 2018 menunjukkan kasus TB
paru mencapai 54.863 kasus (Dinkes
Jawa timur, 2018).
Fenomena yang ditemukan penulis
saat praktik klinik di RS Panti
Waluya Malang di Ruang Isolasi
bulan Februari 2019 terdapat 2
pasien perempuan dan laki-laki
dengan diagnosa Tuberculosis paru.
Pasien pertama adalah seorang laki-
laki berusia 40 tahun, klien mengeluh
sesak nafas serta batuk kurang lebih
3 minggu, frekuensi pernafasan
26x/menit, mendapatkan oksigen
tambahan nasal kanul dengan aliran
4 lpm. Klien kedua perempuan
berusia 20 tahun, berdasarkan hasil
pengkajian klien mengeluh sesak
nafas dan batuk selama 2 minggu,
fekuensi pernafasan 23x/menit,
mendapatkan oksigen tambahan
nasal kanul dengan aliran 3 lpm.
Ketidakefektifan pola napas adalah
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat (SDKI
DPP PPNI, 2017). Dampak
ketidakefektifan pola nafas
menyebabkan hiperventilasi dimana
suplai oksigen ke paru-paru menurun
sehingga di klien muncul sesak
nafas, nyeri dada. Komplikasi lain
yang dapat terjadi adalah kerusakan
tulang dan sendi, kerusakan otak dan
resistensi kuman akibat pengobatan
jangka panjang (Brunner &
Suddarth, 2013).
Ketika menemukan pasien yang
mengalami ketidakefektifan pola
nafas seperti diatas maka keterlibatan
seorang perawat terutama promotif,
preventif, rehabilitatif dan
kolaboratif membantu pasien TB
paru. Perawat dapat memberikan
posisi semi-fowler atau fowler untuk
kenyamanan bagi klien, memonitor
saturasi oksigen dalam tubuh,
mengajarkan tenik relaksasi nafas
dalam, mengobservasi pola nafas
(frekuensi, usaha nafas, kedalaman
nafas) dan pemberian terapi oksigen.
Berdasarkan latar belakang penulis
mengambil studi kasus dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Klien
Tuberculosis Paru dengan
Ketidakefektifan Pola Nafas Di
Rumah Sakit Panti Waluya Malang”.
Metode Penelitian
Studi kasus ini merupakan metode
yang diterapkan untuk memahami
individu lebih mendalam dengan
dipraktikan secara integratif dan
komprehensif. Penelitian ini
merupakan sebuah studi yang
mengeksploras masalah asuhan
keperawatan pada klien yang
mengalami Tuberkulosis dengan
masalah ketidakefektifan pola nafas
di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang, maka dijabarkan
oleh peneliti :
1. Klien yang di diagnosis medis
Tuberculosis Paru
2. Klien dewasa yang berusia : 18
tahun - 65 tahun
3. Klien yang mengalami dispnea
(sesak nafas)
4. Fase ekspirasi memanjang
5. Terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan
6. Pola nafas abnormal (mis:
Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul)
7. Klien yang mengalami penurunan
saturasi oksigen kurang dari 95%
8. Pernapasan cuping hidung
9. Pada penelitian ini yaitu 1 klien
dewasa yang mengalami
Tuberculosis paru dengan masalah
ketidakefektifan pola napas di
Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang, klien adalah
Ny. N usia 38 tahun .
Penelitian dilakukan selama 3 hari
dengan menggunakan teknik
pengumpulan data berupa
wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, dan studi dokumen.
Dicantumkan etika yang mendasari
penyusunan studi kasus, terdiri dari :
1. Informed Consent (Persetujuan
menjadi klien)
2. Anonimity (tanpa nama)
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Hasil
Pada studi kasus ini didapatkan hasil
sebgai berikut :
1. Pengkajian
Pada tanggal 10 Maret 2020 pukul
12:50 dilakukan pengkajian pada
Ny. N di ruang isolasi yaitu klien
mengatakan sesak napas, batuk
dan dahak sulit keluar. Saat
dilakukan pemeriksaan
didapatkan hasil Pola napas klien
takipneu, TD: 110/80 mmHg, N:
89x/menit, RR: 22x/menit, S:
36,3°C, SpO2 : 96%, terpasang
nasal canul dengan aliran oksigen
3 lpm, terdapat retraksi dinding
dada, menggunakan otot bantu
pernapasan, dan terdapat suara
nafas tambahan ronchi pada lobus
kiri atas dan bawah.
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian
pada Ny. N ditegakan diagnosis
keperawatan pola napas tidak
efektif berhubungan dengan
hambatan upaya nafas dibuktikan
dengan penggunaan otot bantu
pernapasan.
3. Rencana Keperawatan
Pada Ny. N telah ditetapkan
rencana keperawatan sesuai
dengan tinjauan pustaka yaitu
Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas), monitor
tanda vital, monitor saturasi
oksigen, identifikasi kepatuhan
menjalani program obat,
identifikasi adanya kelelahan otot
bantu napas, posisikan semi-
fowler atau fowler, informasikan
program pengobatan yang harus
dijalani, anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat klien
selama menjalani program
pengobatan, anjurkan klien atau
keluarga makan-makanan tinggi
kalori dan tinggi protein, ajarkan
melakukan teknik relaksasi napas
dalam, kolaborasi pemberian
oksigen sesuai kebutuhan,
kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian nebulizer.
Discharge planning : Berikan
pemahaman bagaimana
memberikan pengobatan dan
resiko bila pengobatan
dihentikan, berikan penjelasan
tentang rumah sehat, anjurkan
keluarga selalu mendamping,
mengawasi dalam minum obat
(PMO) dan merawat klien selama
menjalin pengobatan selama 6
bulan, anjurkan selalu membuka
ventilasi udara (cendela dan
pintu) di pagi hari, beri tahu klien
dan keluarga agar mematuhi
jadwal kontrol, anjurkan klien
dan keluarga untuk menggunakan
masker, beri tahu bila ada anggota
keluarga yang menderita bantuk
lebih dari 2 minggu, segera
periksakan ke dokter.
4. Implementasi Keperawatan
Pada Ny. N dilakukan rencana
keperawatan 11 dari 12 rencana
keperawatan yang diberikan
sesuai dengan kondisinya dan
dilakukan juga impelentasi
tambahan di luar rencana
keperawatan yang telah ditetapkan
untuk membantu klien segera
pulih kembali.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada Ny. N dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 hari di
ruang rawat inap, dan pada hari ke
3 perawatan dilakukan kunjungan
rumah dikarenakan Ny. N sudah
diperbolehkan pulang. Hasil yang
didapatkan dari Ny. N sesuai
dengan kriteria hasil yang
ditetapkan dan masalah dapat
teratasi di tandai dengan Ny. N
mengatakan sudah tidak sesak
napas, tanda-tanda vital klien
dalam rentang normal, sudah tidak
memakai bantuan oksigen, tidak
menggunakan otot bantu
pernapasan.
Pembahasan
1. Pengkajian
Pada Ny. N didapatkan data, klien
berusia 38 tahun, diagnosis medis KP
+ Bronchitis chronis. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan data klien
mengeluh sesak napas sudah mulai
berkurang, batuk dan dahak sulit
keluar. Pada pemeriksaan fisik
terdapat suara ronchi -/+ pada lapang
paru sebelah kiri, klien menggunakan
otot bantu pernapasan, irama napas
tidak teratur, terdapat retraksi
dinding dada, didapatkan tanda-tanda
vital TD: 120/80 mmHg, nadi:
84x/menit, suhu: 36,3°C, RR:
22x/menit, SpO2: 96%, memakai
nasal canul dengan aliran oksigen 3
lpm. Hal tersebut sesuai dengan teori
Nurarif & Kusuma (2015)
Ketidakefektifan pola nafas adalah
kondisi dimana pasien tidak mampu
mempertahankan pola inhalasi dan
ekshalasi karena adanya gangguan
fungsi paru. Menurut Somantri
(2012), tanda dan gejala penyakit
paru yaitu Batuk: Terjadi karena
adanya iritasi pada bronkhus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Sifat
batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif
(menhasilkan sputum). Sesak napas:
Peningkatan frekuensi napas, sesak
napas nakan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru.
2. Diagnosis Keperawatan
Ny. N yang didiagnosis pola
napas tidak efektif berhubungan
dengan hambatan upaya nafas
dibuktikan dengan penggunaan
otot bantu pernapasan. Hal ini
sesuai dengan teori menurut SDKI
(2017), batasan karakteristik pada
diagnosa keperawatan pola napas
tidak efektif yaitu penggunaan
otot bantu napas, fase ekpirasi
memanjang, pola napas abnormal,
mengalami sesak napas,
pernapasan cuping hidung,
kapasitas vital menurun.
3. Rencana Keperawatan
Pada Ny. N dilakukan rencana
keperawatan yaitu Monitor pola
napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas), monitor tanda vital,
monitor saturasi oksigen,
identifikasi kepatuhan menjalani
program obat, identifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas,
posisikan semi-fowler atau
fowler, informasikan program
pengobatan yang harus dijalani,
anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat klien
selama menjalani program
pengobatan, anjurkan klien atau
keluarga makan-makanan tinggi
kalori dan tinggi protein, ajarkan
melakukan teknik relaksasi napas
dalam, kolaborasi pemberian
oksigen sesuai kebutuhan.
Discharge planning : Berikan
pemahaman bagaimana
memberikan pengobatan dan
resiko bila pengobatan
dihentikan, berikan penjelasan
tentang rumah sehat, anjurkan
keluarga selalu mendamping,
mengawasi dalam minum obat
(PMO) dan merawat klien selama
menjalin pengobatan selama 6
bulan, anjurkan selalu membuka
ventilasi udara (cendela dan
pintu) di pagi hari, beri tahu klien
dan keluarga agar mematuhi
jadwal kontrol, anjurkan klien
dan keluarga untuk menggunakan
masker, beri tahu bila ada anggota
keluarga yang menderita bantuk
lebih dari 2 minggu, segera
periksakan ke dokter. Sesuai
dengan teori SIKI (2018),
Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas), monitor
tanda vital, monitor saturasi
oksigen, identifikasi kepatuhan
menjalani program obat,
identifikasi adanya kelelahan otot
bantu napas, posisikan semi-
fowler atau fowler, informasikan
program pengobatan yang harus
dijalani, anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat klien
selama menjalani program
pengobatan, anjurkan klien atau
keluarga makan-makanan tinggi
kalori dan tinggi protein, ajarkan
melakukan teknik relaksasi napas
dalam, kolaborasi pemberian
oksigen sesuai kebutuhan,
kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian nebulizer.
4. Implementasi Keperawatan
Pada Ny. N dilakukan rencana
keperawatan 11 dari 12 rencana
keperawatan yang diberikan
sesuai dengan kondisinya dan
dilakukan juga impelentasi
tambahan di luar rencana
keperawatan yang telah ditetapkan
untuk membantu klien segera
pulih kembali. Hal di atas sesuai
dengan teori menurut Debora
(2017), implentasi adalah tahap
tahap keempat dari proses
keperawatan. Tahap ini muncul
jika perencanaan yang dibuat
diaplikasikan pada pasien.
Tindakan yang dilakukan
mungkin sama, mungkin juga
berbeda dengan urutan yang telah
dibuat pada perencanaan. Aplikasi
yang dilakukan pada pasien akan
berbeda, disesuaikan dengan
kondisi pasien saat itu dan
kebutuhan yang paling dirasakan
oleh pasien. Tindakan dari
rencana keperawatan yang telah
direncanakan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada Ny. N dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 hari di
ruang rawat inap, dan pada hari ke
3 perawatan dilakukan kunjungan
rumah dikarenakan Ny. N sudah
diperbolehkan pulang. Hasil yang
didapatkan dari Ny. N sesuai
dengan kriteria hasil yang
ditetapkan dan masalah dapat
teratasi di tandai dengan Ny. N
mengatakan sudah tidak sesak
napas, tanda-tanda vital klien
dalam rentang normal, sudah tidak
memakai bantuan oksigen, tidak
menggunakan otot bantu
pernapasan. Pola napas tidak
efektif Ny. N teratasi setelah
dilakukan tidakan keperawatan
secara mandiri maupun
kolaborasi. Hal tersebut sesuai
dengan teori SLKI (2019),
Evaluasi dilakukan setelah
implementasi dan berdasarkan
kriteria hasil yang telah ditetapkan
yaitu sesak napas klien
mengalami penurunan,
penggunaan otot bantu napas
klien menurun, klien mengalami
penurunan dalam pernapasan
cuping hidung, frekuensi napas
klien mulai membaik, kedalaman
napas klien sudah membaik,
kapasitas vital klien mulai
membaik, dan pemanjangan fase
ekspirasi klien membaik.
Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien
Tuberculosis paru dengan masalah
ketidakefektifan pola napas di
Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan
Malang telah dilakukan mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi
selama 3 hari. Pada Ny. N masalah
dapat teratasi karena sudah
memenuhi dalam kriteria hasil yang
sudah ditetapkan. Hal ini ditandai
dengan Ny. N sudah tidak sesak
napas, tidak menggunakan oksigen,
pola napas klien normal, CRT
kembali < 2 detik, tidak terdapat
retraksi dinding dada, TTV dalam
batas normal.
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. (2013). Buku
Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC.
Debora Oda, (2017). Proses
Keperawatan dan Pemeriksaan
fisik. Jakarta: Salemba Medika.
Dinkes Kota Malang. (2018). Jumlah
Penderita Tuberculosis di Kota
Mlang meningkat. Dinkes Kota
Malang 2018. Prevalensi TBC
Paru, dilihat Minggu 7 Mei
2018.
http://int.search.myway.com/se
acrh/GGmain.jhtml.
Kemenkes RI. (2015). Sekretariat
Jendral Profil Kesehatan
Indonesia 2014. Jakarta
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Nuratif, A, H, & Kusuma, H. (2015).
Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NIC.
Yogyakarta: Medaciton.
Smelzer Suzanne C. (2015). Buku
Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo,
dkk. Editor Monica Ester, dkk.
Ed.8. Jakarta: Salemba
Medika.
Somantri Irma. (2012). Asuhan
Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika.
Suryani, Emi. (2016). Efektivitas
Pemberian Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Arus
Puncak Ekspirasi (APE) Pada
Pasien Tuberculosis Paru Di
RSUD.
http://repository.ump.ac.id/id/e
print/798.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017).
Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018).
Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019).
Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.
World Health Organization (WHO).
(2018). Penyakit Tuberculosis
Paru.
https://lifestyle.okezone.com/re
ad/2018/11/22/481/1981229/ka
sus-tbc-di-indonesia-tertinggi-
ketiga-di-dunia.
Lampiran Lembaran Konsultasi Pembimbing I
Lampiran Lembaran Konsultasi Pembimbing II
Lampiran Lembaran Konsultasi Pembimbing III