POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI DI KELURAHAN SURAU GADANG WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NANGGALO KOTA PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
TILLA VANA ILHAM
NIM : 143110271
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI DI KELURAHAN SURAU GADANG WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NANGGALO KOTA PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan
TILLA VANA ILHAM
NIM : 143110271
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan Judul“Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi Di Kelurahan
Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun
2017”Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,
sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Renidayati, S.Kp, M.Kep, Sp. Kep. Jiwa selaku pembimbing I yang telah
mengarahkan membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam menyusun penelitian ini.
2. Bapak Idrus Salim, SKM, M. Kes selaku pembimbing II yang telah
mengarahkan membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam menyusun penelitian ini
3. Ibu Heppi Sasmita, S.Kp, M. Kep, Sp.Jiwa selaku penguji I yang telah
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan hasil penelitian yang
peneliti susun.
4. Bapak Drs. Maswardi, M.Kes selaku penguji II yang telah memberikan
masukan dan saran demi kesempurnaan hasil penelitian yang peneliti susun.
5. Bapak H. Sunardi, SKM. M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Padang.
6. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang
7. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Padang
8. Bapak Drg. Darius, selaku pimpinan Puskesmas Belimbing Kota Padang
beserta staf yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
A. Identitas Diri
Nama : Tilla Vana Ilham
Nim : 143110271
Tempat / Tanggal Lahir : Padang/ 25 November 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Orang Tua
Ayah : Syamsul Alimin
Ibu : Ilweni
Alamat : Jl. Ampang Pondok Mungil RT 04/RW 01 Padang
B. Riwayat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Tempat Tahun Masuk
Tahun Lulus
TK TK Darul „Ulum PGAI Padang 2001 2002 SD SD Bhayangkari 02 Padang 2002 2008
SMP SMP Adabiah Padang 2008 2011 SMA SMA N 5 Padang 2011 2014
PT Poltekkes Kemenkes Padang
Prodi D III Keperawatan Padang 2014 2017
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN KEPERAWATAN PADANG Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017 Tilla Vana Ilham Asuhan Keperawatan pada Klien Halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2017 Isi : xi + 81 Halaman + 2 tabel + 1 gambar + 2 bagan + 10 lampiran
ABSTRAK
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 diperkirakan sekitar 400 ribu orang mengalami skizofrenia. Data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 penderita skizofrenia yaitu 7.059 orang. Laporan data yang didapatkan di Puskesmas Nanggalo tahun 2016 klien dengan skizofrenia berjumlah 107 orang. Tujuan penelitian ini menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada klien halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2017. Desain penelitian adalah deskriptif dengan tipe studi kasus. Populasi penelitian 63 orang skizofrenia dan sampel 11 orang skizofrenia yang mengalami halusinasi di Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2016. Dua orang diambil untuk menjadi partisipan dengan teknik random sampling. Waktu penelitian telah dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2017. Waktu menerapkan asuhan keperawatan telah dilakukan mulai tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan tanggal 31 Mei 2017. Teknik pengumpulan data yang dilakukan meliputi wawancara, observasi dan pengukuran. Instrumen yang digunakan format asuhan keperawatan jiwa. Analisa data meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Hasil penelitian didapatkan klien mengatakan mendengar suara-suara seperti menyuruh, menasehati, melihat bayangan dan tampak ketakutan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 10 hari klien mampu melakukan secara mandiri mengontrol halusinasi, mengontrol emosi, menjaga kebersihan diri, berkenalan dan berinteraksi dengan orang lain dengan latihan strategi pelaksanaan yang telah diajarkan. Melalui pemegang progam keperawatan jiwa Puskesmas Nanggalo diharapkan dapat mengembangkan program kesehatan jiwa yang dapat memfasilitasi penanganan masalah gangguan kesehatan jiwa yang dialami klien dan keluarga dengan halusinasi. Kata Kunci (Key Word) : Halusinasi, Asuhan Keperawatan Daftar Pustaka : 29 (2007-2017)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii LEMBAR ORISINALITAS........................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................ vi ABSTRAK....................................................................................................... vii DAFTAR ISI.................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xi DAFTAR BAGAN........................................................................................... xii DAFTAR TABEL............................................................................................. xiii BABI PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
A. Konsep Dasar Halusinasi ..................................................................... 8 1. Pengertian Halusinasi ...................................................................... 8 2. Proses Terjadinya Halusinasi............................................................ 8 3. Mekanisme Koping Halusinasi......................................................... 10 4. Rentang Respon Halusinasi ............................................................. 12 5. Tanda dan gejala Halusinasi.............................................................. 14 6. Penatalaksanaan Halusinasi.............................................................. 16
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi.............................................. 18 1. Pengkajian Keperawatan.................................................................. 18 2. Diagnosa Keperawatan..................................................................... 24 3. Intervensi Keperawatan.................................................................... 24 4. Implementasi Keperawatan.............................................................. 37 5. Evaluasi Keperawatan...................................................................... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 39
A. Desain Penelitian ............................................................................ 39 B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 39 C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 40 D. Instrumen ......................................................................................... 41 E. Pengumpulan Data............................................................................ 42
F. Prosedur Penelitian............................................................................ 44 G. Analisa Data...................................................................................... 44
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS............................. ... 45 A. Hasil Penelitian............................................................................... 45
1. Pengkajian Keperawatan........................................................... 45 2. Diagnosa Keperawatan............................................................. 51 3. Intervensi Keperawatan............................................................ 52 4. Implementasi Keperawatan....................................................... 55 5. Evaluasi Keperawatan............................................................... 58
B. Pembahasan..................................................................................... 61 1. Pengkajian Keperawatan........................................................... 61 2. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 67 3. Intervensi Keperawatan............................................................. 50 4. Implementasi Keperawatan....................................................... 71 5. Evaluasi Keperawatan............................................................... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 79
A. Kesimpulan..................................................................................... 79 B. Saran................................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Ganchart
Lampiran 2 :Surat izin pengambilan data dan melakukan studi awal di
Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo
Padang
Lampiran 3 : Format skrinning halusinasi
Lampiran 4 : Surat izin penelitian di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang
Lampiran 5 : Informed consent
Lampiran 6 : Surat selesai melakukan penelitian
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Proposal
Lampiran 8 : Lembar Konsultasi KTI
Lampiran 9 :Lembar Asuhan Keperawatan Jiwa
Lampiran 10 : Dokumentasi Kunjungan ke rumah partisipan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rentang respon halusinasi............................................................... 12
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Skema Halusinasi............................................................................. 23
Bagan 2.2 Pohon masalah Halusinasi................................................................ 24
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan........................................................................ 28
Tabel 4.1 Deskripsi kasus klien kelolaan di Kelurahan Surau Gadang Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2017.........................49
.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,
dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa
memiliki rentang respon adaptif yang merupakan sehat jiwa, masalah
psikososial, dan respon maladaptif yaitu gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun
2014).
Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam berpikir (cognitive), kemauan
(volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). Menurut
Malim (2002) Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab. Umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, adanya afek yang tidak wajar atau
tumpul (Yusuf, dkk, 2015).
Berdasarkan hasil survey World Healt Organization (WHO 2013)
menyatakan hampir 400 juta penduduk dunia menderita masalah gangguan
jiwa. Satu dari empat anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan
seringkali tidak terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh
perawatan dan pengobatan dengan tepat. Data Riset Kesehatan Dasar (2013)
prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per
mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), Jawa Tengah (2,3 per
mil), Bangka Belitung (2,2 per mil), Nusa Tenggara Barat (2,1 per mil),
Bengkulu (1,9 per mil) dan Sumatera Barat urutan ke sembilan dengan
jumlah (1,9 per mil) (Riskesdas, 2013).
Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan
pada fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan,
motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga
mengganggu dalam proses hidup di masyarakat dan timbulah perasaan
tertekan. Hal ini ditandai dengan menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya
pencapaian sebuah keinginan yang akan menurunnya semua fungsi kejiwaan.
Perasaan tertekan atau depresi akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi
sebuah tuntutan akan mengawali terjadinya penyimpangan kepribadian yang
merupakan awal dari terjadinya gangguan jiwa (Nasir, 2011). Secara umum,
klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
dibagi menjadi dua bagian, yaitu gangguan jiwa ringan meliputi semua
gangguan mental emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam
perasaan, dan gangguan jiwa berat/kelompok psikosa yaitu skizofrenia
(Yusuf,dkk. 2015).
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa kronik (Mirza, dkk, 2015).
Skizofrenia merupakan gangguan mental dengan ciri utama gejala psikotik,
dan gejala tersebut dapat menyebabkan penderita sikzofrenia mengalami
penurunan kualitas hidup, fungsi sosial, dan pekerjaan. Hasil survey World
Healt Organization (WHO 2013) menyatakan saat ini diperkirakan sekitar 26
juta orang di dunia akan mengalami skizofrenia. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (2013) diperkirakan sekitar 400 ribu orang yang mengalami
skizofrenia (Riskesdas, 2013).
Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala negatif dan gejala positif.
Gejala negatif yaitu menarik diri, tidak ada atau kehilangan dorongan atau
kehendak. Gejala positif yaitu halusinasi, waham, pikiran yang tidak
terorganisir, dan perilaku yang aneh (Videbeck, 2008). Dari gejala tersebut,
halusinasi merupakan gejala yang paling banyak ditemukan, lebih dari 90%
pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2013).
Halusinasi merupakan terganggunya persepsi dari panca indera seseorang
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar), dimana klien memberi persepsi tentang lingkungan tanpa adanya
suatu objek (Yosep, 2013). Sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa yaitu halusinasi dengar, 20% mengalami halusinasi
penglihatan dan 10% mengalami halusinasi penghidu, pengecap, perabaan.
Halusinasi dapat mengancam dan menakutkan bagi klien walaupun klien
lebih jarang melaporkan halusinasi sebagai pengalaman yang menyenangkan.
Mula-mula klien merasakan halusinasi sebagai pengalaman nyata, tetapi
kemudian dalam proses penyakit tersebut, dia dapat mengakuinya sebagai
halusinasi (Videbeck, 2008).
Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan mengalami marah tanpa
sebab, bicara atau tertawa sendiri, ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
maka perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi
pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu
bagian dari pendekatan holistik pada asuhan klien. Peran perawat dalam
menangani halusinasi antara lain melakukan penerapan standar asuhan
keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga untuk merawat
klien dengan halusinasi. Menurut Keliat (2007) Strategi pelaksanaan pada
klien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan klien
menghardik halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap-cakap dengan
orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk
mencegah halusinasi (Afnuhazi, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian Anggraini, dkk (2013) tentang Pengaruh
Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien
Skizofrenia di RSJD Dr. Aminogondohutomo Semarang, terapi menghardik
dengan menutup telinga responden mengalami penurunan tingkat halusinasi
dengar, hal ini dikarenakan pada saat responden menutup telinga saat
melakukan terapi menghardik responden menjadi lebih fokus dan
berkonsentrasi pada halusinasinya. Sehingga dianjurkan untuk para perawat
di rumah sakit agar menggunakan terapi menghardik dengan menutup telinga
karena hasilnya akan lebih baik (Anggraini, dkk, 2013). Hasil penelitian
Halawa (2015) tentang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi
Persepsi Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran
Pada Pasien Skizofrenia di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur
Surabaya, kemampuan pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi
pendengaran sebelum pemberian Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi
Persepsi Sesi 1-2 didapatkan bahwa ada pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia (Halawa, 2015).
Data Dinas Kesehatan Kota Padang (2015) terdapat 11.993 orang dengan
gangguan jiwa di kota Padang. Dimana dari 22 Puskesmas di kota Padang,
Puskesmas Nanggalo menjadi urutan ke lima dengan kasus gangguan jiwa
terbanyak pada tahun 2015. Data gangguan jiwa di Puskesmas Nanggalo
tahun 2015 terdapat 667 orang. Data Dinas Kesehatan Kota Padang (2015)
penderita skizofrenia di kota Padang yaitu 7.059 orang. Dimana dari 22
Puskesmas di kota Padang, Puskesmas Nanggalo menjadi urutan ke dua
dengan kasus skizofrenia terbanyak pada tahun 2015, data yang didapatkan
penderita skizofrenia di Puskesmas Nanggalo tahun 2015 yaitu 569 orang
(DKK Padang, 2015).
Laporan data yang didapatkan di Puskesmas Nanggalo tahun 2016 klien
dengan skizofrenia berjumlah 107 orang, berdasarkan wilayah kerja,
Kelurahan Surau Gadang menjadi urutan pertama dengan skizofrenia
berjumlah 63 orang, untuk Kelurahan Kurao Pagang terdapat 32 orang, dan
Kelurahan Gurun Laweh 5 orang dengan skizofrenia (Puskesmas Nanggalo,
2016).
Hasil wawancara dengan pemegang progam Keperawatan Jiwa di Puskesmas
Nanggalo Padang bahwa klien yang datang kunjungan ke Puskesmas
Nanggalo biasanya untuk mengambil obat dan meminta rujukan untuk
pengambilan obat ke RSJ. Ketika klien dan keluarga datang ke Puskesmas,
tidak ada progam yang diberikan seperti mengajarkan strategi pelaksanaan
halusinasi. Selain itu ada kunjungan yang dilakukan ke rumah-rumah klien,
untuk mengobservasi keadaan klien serta melakukan wawancara kepada
keluarga klien untuk mengetahui perkembangan klien, dan memberikan
penyuluhan kesehatan mengenai halusinasi serta mengajarkan klien dan
keluarga strategi penatalaksanaan halusinasi.
Hasil penelitian Sari (2014) tentang Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Pasien Halusinasi dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Halusinasi di Rumah menyatakan kesadaran dan pengetahuan keluarga yang
tinggi tentang kesehatan, belum menjamin praktek tentang kesehatan atau
perilaku hidup keluarga sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Perlu
dilakukan upaya peningkatan lingkungan baik fisik maupun nonfisik sebagai
penunjang pengetahuan yang ada yang dapat membawa perubahan perilaku
keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Keluarga belum tentu berperilaku
sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak ada perbedaan yang
signifikan pada frekuensi kekambuhan pada keluarga dengan tingkat
pengetahuan tinggi maupun rendah. Keluarga yang aktif menerima informasi,
berdiskusi dan adanya komunikasi dua arah antara keluarga dan perawat yang
berjalan dengan baik akan meningkatkan perilaku keluarga yang dapat
menunjang kesembuhan dan meminimalkan resiko terjadinya kekambuhan
pasien halusinasi (Sari, 2014).
Hasil wawancara dengan klien dengan halusinasi yang dilakukan di rumah
klien tanggal 17 Februari 2017, klien mengatakan bahwa klien merasa
terganggu dengan halusinasinya yang menganggunya, namun klien rutin
kontrol ke Puskesmas jika obat klien habis. Klien mengatakan kadang ikut
pengambilan obat, kadang hanya ibu klien yang mengambil obat. Hasil
wawancara dengan keluarga klien, keluarga mengatakan klien berbicara
sendiri, tertawa sendiri, mondar-mandir. Upaya yang dilakukan klien jika
halusinasi tiba adalah dengan menerapkan cara menghardik dan mengalihkan
halusinasi dengan mengajak orang terdekatnya untuk berbicara dengannya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis telah memberikan
asuhan keperawatan pada klien halusinasi secara holistik dan komunikasi
terapeutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu penulis mengangkat judul pada karya tulis ilmiah
ini Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Halusinasi di Kelurahan Surau
Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi di Kelurahan
Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2017 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang tahun 2017.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien dengan
halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan
halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan
halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
f. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Studi kasus ini dapat menggambarkan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis, disamping itu dapat memberikan
pengalaman dalam asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
2. Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa Puskesmas Nanggalo
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran, wawasan serta
informasi bagi perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dengan halusinasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan wawasan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan
halusinasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014).
Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).
2. Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi ( Dalami,
dkk, 2014) :
1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
Napza. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru
mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
adanya kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau
overprotektif.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo,
2014) :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3. Mekanisme Koping Halusinasi
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi
termasuk (Dalami, dkk, 2014 ) :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut
(Kusumawati, 2012) :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan,
rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan.
Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan,
cari ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.
4. Rentang Respon Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya
akurat mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Rentang respon tersebut dapat digambarkan seperti
dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :
Respon adaptif Respon maladaptif
Gambar 2.1 Rentang respon halusinasi
Sumber : Muhith, 2015
1. Gangguan pikir/delusi
2. Halusinasi 3. Sulit
merespon emosi
4. Perilaku disorganisasi
5. Isolasi sosial
1. Distorsi pikiran ilusi
2. Reaksi emosi berlebihan
3. Perilaku aneh atau tidak biasa
4. Menarik diri
1. Pikiran logis 2. Persepsi akurat 3. Emosi
konsisten dengan pengalaman
4. Perilaku sesuai 5. Berhubungan
sosial
Keterangan :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Respon adaptif meliputi :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca
indra
3) Emosi berlebihan atau kurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas untuk menghindari interaksi dengan orang lain
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
5. Tanda dan gejala Halusinasi
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati
sebagai berikut ( Dalami, dkk, 2014 ) :
a. Halusinasi penglihatan
1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa
saja yang sedang dibicarakan.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang
tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak.
4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
b. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang
lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain
c. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman
adalah :
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau
darah.
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
d. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan
halusinasi pengecapan adalah :
1) Meludahkan makanan atau minuman.
2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan
adalah :
1) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.
Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari
hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan
gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Menggaruk garuk permukaan kulit
6. Penatalaksanaan Halusinasi
Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan,
disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan
perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat (Prabowo, 2014).
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang
mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien
skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum
digunakan adalah :
Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian
Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan)
Tiotiksen (Navane)
75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
1) Melatih klien mengontrol halusinasi :
a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang
terjadwal
2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak
hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada
keluarga , sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam
mengontrol halusinasi.
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah
dalam merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol
halusinasi klien dengan menghardik
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan enam benar minum obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag
memnafaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
halusinasi
b. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat
baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain,
perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan
diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik,
dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi
relaksasi, terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa,
dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,
dan kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal
dirawat, nomor rekam medis.
2) Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,
membanting peralatan dirumah, menarik diri.
3) Faktor predisposisi
a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan
b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga
c) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
d) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu
4) Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
5) Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik.
6) Psikososial
a) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya,
ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri :
klien biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri klien
menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu,
ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien memilki harga diri
yang rendah sehubungan dengan sakitnya.
c) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan
keluarga.
d) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang
tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien
biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit
ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
7) Mental
a) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok
dan berubah dari biasanya
b) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan,
tidak logis, berbelit-belit
c) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan
yang abnormal.
d) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor
presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
f) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
g) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri,
menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat
membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan
perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka
tegang, dan mudah tersinggung.
h) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap klien.
i) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses
stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi dapat
menimbulkan waham.
j) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
k) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek, mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan
yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali
menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah
dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas
eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada
kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
m) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak
merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
n) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap
lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan,
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama
seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat
sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif klien
8) Kebutuhan persiapan klien pulang
a) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
b) BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi
sama sekali.
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam :
biasanya
istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.
f) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.
g) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti
menyapu.
9) Aspek medis
a) Diagnosa medis : Skizofrenia
b) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya
diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine
(CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski
phenidol (THP), triplofrazine arkine.
10) Skema Masalah Halusinasi
Bagan 2.1 Skema Halusinasi
Sumber : Yusuf, dkk, 2015
Gangguan jiwa ringan
Gangguan jiwa
Ganguan jiwa berat
skizofrena
Gejala negatif Gejala positif
Isolasi sosial
Harga diri rendah
HALUSINASI Waham Perilaku kekerasan
Faktor presipitasi : biologis, stress lingkungan, sumber koping
Faktor predisposisi : biologis, psikologis, sosialbudaya
Terbiasa menghayal Mengeluh adanya suara lain, takut, menutup telinga, bicara dan tertawa sendiri
Mekanisme koping tidak efektif Pengalaman
sensori berlanjut MK: Gangguan persepsi sensori
Berfikir negatif
Merasa malu dengan pengalaman sendiri
Motivasi perawatan
diri
Menyalahkan diri sendiri
MK: harga diri rendah
Menarik diri
MK : Defisit Perawatan
diri
Kesulitan berhubungan dengan orang lain
Halusinasi mengancam, mememerintah,
MK :Resiko perilaku kekerasan
MK : Isolasi sosial
11) Pohon Masalah
Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai
berikut (Prabowo, 2014).
Resiko perilaku kekerasan
Isolasi sosial
Bagan 2.2 Pohon masalah halusinasi
Sumber : Prabowo, 2014
2. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi sosial
3. Intervensi keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi
Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013) :
1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
3) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
a) Membantu klien mengenali halusinasi
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar
Effect
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core problem
Cause
atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon
klien saat halusiansi muncul
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
(1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya, ini dapat dilakukan klien dan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang
muncul, mungkin halusinasi tetap ada namun dengan
kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang
ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik
halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini,
menguatkan perilaku klien.
(2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami
putus obat sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan.
Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan.
(3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang
lain maka terjadi distraksi fokus perhatian klien akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain
tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
(4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas
secara terjadwal klien tidak akan mengalami banyak waktu
luang sendiri yangs eringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu
klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi
halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun
pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga,
sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol
halusinasi. Tujuan : keluarga mampu :
1) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan
dalam merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi
3) Merawat klien halusinasi
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas kesehatan
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up
klien secara teratur.
Tindakan keperawatan :
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam
merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi
klien dengan menghardik
Tahapan sebagai berikut :
(1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
(2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi (gunakan booklet)
(3) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara
menghardik
(4) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan enam benar minum obat
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi klien, merawat klien dalam mengontrol
halusinasi dengan menghardik
(2) Berikan pujian
(3) Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
(4) Latih cara memberikan/membimbing minum obat
(5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi
klien dan merawat/melatih klien menghardik, dan
memberikan obat
(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(3) Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
untuk mengontrol halusinasi
(4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien
terutama saat halusinasi
(5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
halusinasi
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi pasien, merawat/melatih pasien mengahrdik,
memberikan obat, bercakap-cakap
(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga
(3) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda
kekambuhan, rujukan
(4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian.
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
1 Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
NOC 1. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan kontrol diri terhadap impuls dapat dilakukan dengan kriteria hasil : a. Secara konsisten
menunjukkan mengidentifikasi perilaku impulsif yang berbahaya
b. Secara konsisten menunjukkan mengidentifikasi perasaan yang mengarah pada tindakan impulsif
c. Secara konsisten menunjukkan mengidentifikasi konsekuensi dari
NIC 1. Manajemen perilaku:
menyakiti diri sendiri a. Tentukan motif atau
alasan tingkah laku b. Kembangkan
harapan tingkah laku yang tepat dan konsekuensinya, berikan pasien tingkat fungsi kognitif dan kapasitas untuk mengontrol diri
c. Pindahkan barang yang berbahaya dari lingkungan dari lingkungan sekitar pasien
d. Instrusikan pasien untuk melakukan strategi koping (mislnya latihan
tindakan impulsif d. Secara konsisten
menunjukkan menghindari lingkungan yang berisiko tinggi
e. Secara konsisten menunjukkan mengontrol impulsif
f. Secara konsisten menunjukkan mempertahankan kontrol diri tanpa pengawasan
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kontrol diri terhadap distorsi pemikiran dapat dilakukan dengan kriteria hasil : a. Secara konsisten
menunjukkan mengenali halusinasi atau delusi yang sedang terjadi
b. Secara konsisten menunjukkan menahan diri dari mengikuti halusinasi atau delusi
c. Secara konsisten menunjukkan menahan diri dari bereaksi terhadap halusinasi atau delusi
d. Secara konsisten menunjukkan monitor frekuensi halusinasi atau delusi
asertif, impuls kontrol training, relaksasi otot progresif) dengan cara yang tepat
e. Antisipasi situasi pemicu yang mungkin membuat pasien menyakiti diri
f. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi atau perasaan yang mungkin memicu perilaku menyakiti diri
g. Lakukan kontrak dengan pasien untuk tidak menyakiti diri, dengan cara yang tepat
h. Ajarkan dan kuatkan pasien untuk melakukan tingkah laku koping yang efektif dan untuk mengekspresikan perasaan dnegan cara yang tepat
i. Monitor pasien untuk adanya impuls menyakiti diri jika mungkin memburuk menjadi pikiran atau sikap bunuh diri
2. Manajemen Halusinasi a. Bangun hubungan
interpersonal dan saling percaya dengan klien
b. Monitor dan atur tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
c. Pertahankan lingkungan yang aman
e. Secara konsisten
menunjukkan menjelaskan isi dari halusinasi atau delusi
f. Secara konsisten menunjukkan pemikiran yang berdasarkan kenyataan
g. Secara konsisten menunjukkan melaporkan penurunan halusinasi atau delusi
h. Secara konsisten menunjukkan mempertahankan afek yang konsisten dengan alam perasaan
i. Secara konsisten menunjukkan pola pikir yang logis
j. Secara konsisten menunjukkan isi pikiran yang tepat
d. Catat perilaku klien
yang menunjukkan halusinasi
e. Tingkatkan komunikasi yang jelas dan tebuka
f. Berikan klien kesempatan untuk mendiskusikan halusinasinya
g. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan secara tepat
h. Fokuskan kembali klien mengenai topik jika komunikasi klien tidak sesuai situasi
i. Dorong klien untuk memvalidasi halusinasi dengan orang yang dipercaya
j. Berikan pengajaran terkait obat pada klien dan orang-orang terdekat (klien)
k. Berikan pengajaran terkait penyakit kepada klien/ orang terdekat (klien) jika halusinasinya didasarkan karena penyakit (misalnya delirium, skizofrenia dan depresi)
l. Didik keluarga dan orang terdekat mengenai cara untuk menangani klien yang mengalami halusinasi
m. Monitor kemampuan merawat diri
n. Bantu dengan perawatan diri jika dibutuhkan
o. Libatkan klien dalam aktivitas berabasis realitas yang mampu
mengalihkan perhatian dari halusinasi
3. Manajemen lingkungan : pencegahan kekerasan a. Singkirkan senjata
potensial dari lingkungan (misalnya, objek yang tajam yang mirip tali seperti senar gitar)
b. Periksa lingkungan secara rutin untuk memastikan bebas dari bahan berbahaya
c. Monitor pasien selama penggunaan barang yang bisa digunakan menjadi senjata (misalnya pisau cukur)
d. Tempatkan pasien di ruangan yang mudah diamati sehingga mudah dilakukan observasi sesuai kebutuhan
e. Gunakan alat makan dari plastik dan kertas
f. Lakukan pengawasan terus-menerus terhadap semua area yang bisa diakses pasien untuk menjaga keamanan pasien dan pemberian intervensi terapeutik jika diperlukan
2 Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
NOC 1. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan menahan diri dari kemarahan dapat dilakukan dengan kriteria hasil : a. Dilakukan secara
konsisten mengidentifikasi kapan (merasa) marah
b. Dilakukan secara konsisten mengidentifikasi tanda-tanda marah
c. Dilakukan secara konsisten mengidentifikasi situasi yang dapat memicu amarah
d. Dilakukan secara konsisten mengidentifikasi alasan marah
e. Dilakukan secara konsisten bertanggung jawab terhadap perilaku diri
f. Dilakukan secara konsisten mencurahkan perasaan negatif dengan cara yang tidak mengancam
g. Dilakukan secara konsisten menggunakan aktivitas fisik untuk mengurangi rasa marah yang tertahan
h. Dilakukan secara konsisten membagi perasaan marah
NIC 1. Bantuan kontrol
marah a. Bangun rasa percaya
dan hubungan yang dekat dan harmonis dengan pasien
b. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
c. Tentukan harapan mengenai tingkah laku yang tepat dalam mengekspresikan perasaan marah, tentukan fungsi kognitif dan fisik pasien
d. Monitor potensi agresi yang diekspresikan dengan cara tidak tepat dan lakukan intervensi sebelum (agresi ini) diekspresikan
e. Cegah menyakiti secara fisik jika marah diarahkan pada diri sendiri atau orang lain
f. Berikan pendidikan mengenai metode untuk mengorganisir pengalaman emosi yang sangat kuat
g. Sediakan umpan balik pada perilaku (pasien) untuk membantu pasien mengidentifikasi kemarahannya
h. Bantu pasien mengidentifikasi sumber dari kemarahan
dengan orang lain secara baik
i. Dilakukan secara konsisten menggunakan strategi untuk mengendalikan amarah
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan menahan diri dari agresifitas dapat dilakukan dengan kriteria hasil : a. Dilakukan secara
konsisten mengidentifikasi tanggung jwab untuk mempertahankan kendali diri
b. Dilakukan secara konsisten mengidentifikasi saat merasa agresif
c. Dilakukan secara konsisten menunjukkan perasaan negatif dengan cara yang tidak merusak
d. Dilakukan secara konsisten menahan diri dari memaki/berteriak
e. Dilakukan secara konsisten menahan diri dari menyerang orang lain
f. Dilakukan secara konsisten menahan diri dari membahyakan orang lain
i. Identifikasi konsekuensi dari ekspresi kemarahan yang tidak tepat
j. Bantu pasien terkait dengan strategi perencanaan untuk mencegah ekspresi kemarahan yang tidak tepat
k. Berikan model peran yang bisa mengekspresikan marah dengan cara yang tepat
l. Dukung pasien untuk mengimplementasikan strategi mengontrol kemarahan dengan menggunakan ekspresi kemarahan yang tepat
m. Sediakan penguatan untuk ekspresi kemarahan yang tepat
2. Manajemen perilaku a. Berikan pasien
tanggung jawab terhadap perilakunya (sendiri)
b. Komunikasi harapan bahwa pasien dapat tetap mengontrol (perilakunya)
c. Komunikasikan dengan keluarga dalam rangka mendapatkan (informasi) mengenai kondisi kognisi dasar klien
d. Tingkatkan aktivitas fisik dengan cara
g. Dilakukan secara konsisten menahan diri dari menghancurkan barang-barang
h. Dilakukan secara konsisten mengendalikan rangsangan
i. Dilakukan secara konsisten menggunakan teknik untuk mengendalikan amarah
yang tepat e. Gunakan suara
bicara yang lembut dan rendah
f. Jangan memojokkan pasien
g. Turunkan (motivasi) perilaku pasif agresif
h. Acuhkan perilaku yang tidak tepat
i. Berikan penghargaan apabila pasien dapat mengontrol diri
3 Isolasi sosial NOC 1. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan keparahan kesepian dapat dilakukan dengan kriteria hasil : a. Tidak ada rasa
perasaan terisolasi secara sosial
b. Tidak ada kesulitan dalam membuat kontak dengan orang lain
c. Tidak ada rasa keputusasaan
d. Tidak ada rasa kehilangan harapan
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keterlibatan sosial dapat dilakukan dengan kriteria hasil : a. Secara konsisten
menunjukkan berinteraksi dengan
NIC 1. Peningkatan sosialisasi
a. Anjurkan
peningkatan keterlibatan dalam hubungan yang sudah mapan
b. Tingkatkan hubungan dengan orang-orang yang memiliki minat dan tujuan yang sama
c. Anjurkan kegiatan sosial dan masyarakat
d. Anjurkan partisipasi dalam kelompok dan/atau kegiatan-kegiatan reminiscence individu
e. Bantu meningkatkan kesadaran pasien mengenai kekuatan dan keterbatasan-keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain
f. Anjurkan pasien untuk mengubah lingkungan seperti
teman dekat b. Secara konsisten
menunjukkan berinteraksi dengan tetangga
c. Secara konsisten menunjukkan berinteraksi dengan keluarga
d. Secara konsisten menunjukkan berpatisipasi dalam aktivitas waktu luang dengan orang lain
pergi ke luar untuk jalan-jalan
2. Peningkatan keterlibatan keluarga a. Bangun hubungan
pribadi dengan pasien dan anggota keluarga yang akan terlibat dalam perawatan
b. Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien
3. Terapi aktivitas a. Kembangkan
kemampuan klien dalam berpatisipasi melalui aktivitas spesifik
b. Bantu klien utuk mengeksplorasi tujuan personal dari aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan (misalnya, bekerja dan aktivitas-aktivitas yang disukai)
c. Bantu klien memilih aktivitas dan pencapaian tujuan melalui aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik, fisiologis dan sosial
d. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan
e. Bantu klien untuk menjadwalkan waktu-waktu spesfik terkait dengan aktivitas
harian f. Instrusikan klien dan
keluarga untuk melaksanakan aktivitas yang diinginkan maupun yang (telah) diresepkan
g. Bantu dengan aktivitas fisik secara teratur (misalnya berpindah, berputar dan kebersihan diri) sesuai dengan kebutuhan
h. Berikan pujian positif karena kesediannya untuk terlibat dalam kelompok
i. Berikan kesempatan keluarga untuk terlibat dalam aktivitas, dengan cara yang tepat
j. Bantu klien untuk meningkatkan motivasi dri dan penguatan
k. Monitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
l. Bantu klien dan keluarga memantau perkembangan terhadap pencapaian tujuan (yang diharapkan)
Sumber : Nursing Intervention Classification (NIC). 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 2016. NANDA. 2016.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang
harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan
halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan
keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan (Afnuhazi, 2015):
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap
halusinasi
c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan
kegiatan terjadwal
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih
sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now).
Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal,
intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan
(Dalami, dkk, 2014).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi
dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan
(Afnuhazi, 2015).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan
sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada yang
kontradiksi dengan masalah yang ada
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi yang dipilih oleh
peneliti dalam upaya menjawab masalah penelitian. Desain penelitian yang
yang dipilih harus dapat menjawab tujuan penelitian, meminimalkan
kesalahan dengan memaksimalkan reliabilitas (kepercayaan) dan validitas
(kesahihan) hasil penelitian (Mardalis, 2010).
Dalam penelitian ini design penelitian yang digunakan peneliti adalah
penelitian deskriptif yang berbentuk studi kasus. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada,
pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek
yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung (Budiman,
2013).
Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki, dalam penelitian ini
dilakukan dengan tujuan menggambarkan penerapan asuhan keperawatan
pada klien halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang tahun 2017.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2017. Waktu penelitian telah dilakukan
mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2017. Waktu untuk
menerapkan asuhan keperawatan telah dilakukan mulai tanggal 22 Mei 2017
sampai dengan tanggal 31 Mei 2017. Kunjungan dilakukan sebanyak (14)
kali pertemuan dalam (10) sepuluh hari ke rumah partisipan.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan yang ingin
diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau generalisaisi (Supardi,
2013).
Penelitian ini populasinya adalah semua klien yang menderita skizofrenia di
Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun
2016. Data yang didapatkan penderita skizofrenia di Kelurahan Surau Gadang
wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2016 yaitu sebanyak 63
orang.
Sampel adalah sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota himpunan yang
dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasi (Supardi, 2013). Sampel
penelitian ini klien dengan skizofrenia yang mengalami halusinasi di
Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun
2016. Jumlah klien dengan halusinasi di Kelurahan Surau Gadang wilayah
kerja Puskesmas Nanggalo terdapat 11 orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Dalam sampling
ini, yang diambil sebagai sampel hanyalah daerah-daerah/kelompok-
kelompok tertentu yang dipandang sebagai daerah/kelompok kunci,
sedangkan daerah/kelompok lain tidak diambil sebagai sampel (Bagyono,
2013). Penulis mengumpulkan data pasien skizofrenia dari Puskesmas
Nanggalo Kota Padang, kemudian penulis menelusuri alamat partisipan
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan peneliti. Penulis memberikan
kuisioner kepada partisipan untuk mengetahui partisipan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan penulis. Dalam penelitian ini sampel yang
diambil 2 (dua) orang , dengan kriteria sampel adalah :
1. Kriteria inklusi
a. Bersedia menjadi partisipan.
b. Partisipan memiliki tanda dan gejala halusinasi
c. Partisipan kooperatif yaitu mampu berkomunikasi dengan baik dan
benar
d. Partisipan masih berkunjung untuk pengobatan di Puskesmas
Nanggalo 1 tahun terakhir
e. Partisipan ada pada saat penelitian.
f. Partisipan dengan halusinasi lebih dari 3 bulan
g. Partisipan dengan halusinasi yang pernah di rawat/rutin kontro ke
Rumah Sakit Jiwa
2. Kriteria eksklusi
a. Partisipan tidak pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa
b. Partisipan tidak pernah berobat ke Puskesmas Nanggalo Padang
c. Partisipan dan keluarga yang menolak untuk dilakukan penelitian
Jika setelah melakukan skrinning terdapat lebih 2 (dua) orang yang
memenuhi kriteria yang ditentukan, maka pengambilan sampel dilakukan
dengan random sampling, dengan cara undian untuk mendapatkan 2 (dua)
sampel.
D. Instrumen
Instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini format asuhan keperawatan
(pengkajian, diangnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, evaluasi), dan format skrinning pengambilan sampel untuk
klien halusinasi
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas klien, faktor
predisposisi, fisik, psikososial, status mental, mekanisme koping,
masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspek medik, analisa
data, daftar masalah, pohon masalah, diagnosa keperawatan.
2. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: diagnosa keperawatan, tanggal
munculnya masalah, tanggal teratasi masalah dan tanda tangan.
3. Format rencana tindakan keperawatan terdiri dari: diagnosa keperawatan,
rencana tindakan yang terdiri dari tujuan, kriteria evaluasi dan intervensi.
4. Format implementasi dan evaluasi keperawatan terdiri dari: hari, tanggal,
jam, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
E. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data subjektif
Data subjetif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak
bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien
tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah,
ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu (Potter, 2005).
b. Data Objektif
Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat
diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba)
selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan,
tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran (Potter, 2005).
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari
sumber data atau responden (Supardi, 2013). Seperti pengkajian
kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien,
pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien.
Data primer dari penelitian ini, diperoleh dari hasil wawancara dengan
klien halusinasi yang berada di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
Padang
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah tersedia hasil pengumpulan data
untuk keperluan tertentu yang dapat digunakan sebagian atau
seluruhnya sebagai sumber data penelitian (Supardi, 2013). Data
sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.
Data yang diperoleh dari Medical Record Puskesmas Nanggalo
Padang.
c. Teknik Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data antara lain adalah wawancara, observasi,
pengukuran, dokumentasi (Supardi, 2013).
1) Wawancara adalah cara pengumpulan data penelitian melalui
pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada responden untuk
menjawabnya. Wawancara bisa dilakukan secara tatap muka antara
peneliti dengan responden atau cara lain, misalnya telepon
(Supardi, 2013).
2) Observasi adalah cara pengumpulan data penelitian melalui
pengamatan terhadap suatu objek atau proses, baik secara visual
maupun alat. Kelebihan observasi adalah mudah, murah dan
langsung. Kekurangan observasi adalah memerlukan pedoman
pengamatan (Supardi, 2013).
3) Pengukuran adalah cara pengumpulan data penelitian dengan
mengukur objek menggunakan alat ukur tertentu, misalnya berat
badan dengan timbangan badan, tensi darah degan tensimeter, dan
sebagainya(Supardi, 2013).
4) Dokumentasi adalah cara pengumpulan data penelitian dengan
menyalin data tersedia ke dalam form isian yang telah disusun
Dokumentasi dapat berupa rekam medik hasil rumah sakit, kartu
stasus pasien (Supardi, 2013).
F. Prosedur Penelitian
Adapun langkah-langkah prosedur penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah:
1. Penulis mengurus surat izin penelitian dari institusi asal peneliti yaitu
Poltekkes Kemenkes Padang.
2. Penulis mendatangi Dinas Kesehatan Kota Padang dan menyerahkan
surat izin penelitian dari institusi ke ruangan Kepala Dinas Kesehatan
Kota Padang.
3. Penulis mengurus surat rekomendasi ke Puskesmas Nanggalo kota
Padang
4. Penulis mengurus surat izin ke Kepala Puskesmas Nanggalo kota Padang
5. Penulis mendatangi responden dan menjelaskan tentang tujuan penelitian
6. Penulis memberikan Informed Consent kepada partisipan
7. Partisipan diberikan kesempatan untuk bertanya
8. Partisipan menandatangani Informed Consent, peneliti meminta waktu
partisipan untuk melakukan asuhan keperawatan, dan kemudian peneliti
pamit.
G. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa,
intervensi, implementasi, dan evaluasi yang dijelaskan secara deskriptif. Dari
data yang dikumpulkan dan didokumentasikan dalam format pengkajian
kesehatan jiwa, maka perawat melakukan analisa data berupa data objektif
dan data subjektif, lalu merumuskan diagnosa keperawatan pada setiap
kelompok data yang terkumpul. Setelah itu membuat intervensi keperawatan
berdasarkan prinsip strategi pelaksanaan, kemudian melakukan implementasi
dan melakukan evaluasi keperawatan (Yusuf, dkk, 2015).
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
Pada BAB IV ini mendeskripsikan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
pada partisipan dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi mulai dari
pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat intervensi
keperawatan, melakukan implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Pelaksanaan asuhan keperawatan telah dilakukan dari tanggal 22 Mei 2017
sampai dengan tanggal 31 Mei 2017 di Kelurahan Surau Gadang Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggalo Padang dengan kunjungan ke rumah partisipan.
Kasus kelolaan berjumlah dua orang partisipan. Partisipan pertama bernama
Nn.E, berumur 32 tahun, jenis kelamin perempuan, tinggal di Jl. Handayani 4
no. 148, pendidikan terakhir SMA, partisipan tidak bekerja, status belum
kawin, beragama islam.
Partisipan kedua bernama Nn. I, berumur 39 tahun, jenis kelamin perempuan,
tinggal di Jl. Solok 5 no. 344, pendidikan terakhir SMA, partisipan tidak
bekerja, status belum kawin, beragama islam. Secara rinci hasil deskripsi kasus
kelolaan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Deskripsi kasus partisipan kelolaan di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2017 Asuhan
Keperawatan Partisipan 1 Partisipan 2
1. Pengkajian a. Keluhan
saat dikaji
Saat dilakukan pengkajian partisipan mengatakan saat ini masih sering mendengar suara-suara seperti menasehati, menakuti dan melihat bayangan putih. Partisipan mengatakan mendengar suara-suara tersebut ketika partisipan sedang duduk sendirian dan melamun. Partisipan
Saat dilakukan pengkajian partisipan mengatakan saat ini masih mendengar suara-suara seperti mengajak, menyuruh, dan bercakap-cakap. Partisipan mengatakan mendengar suara-suara tersebut jika sendirian dan sedang melamun, saat mendengar suara-suara tersebut pasien mengusir suara-suara dan kadang-
mengatakan jika mulai mendengar suara-suara tersebut partisipan menyibukkan diri dengan bermain gitar ,bernyanyi dan mengusir suara-suara tersebut. Namun partisipan mengatakan cara tersebut kadang tidak dapat menghilangkan suara-suara yang terdengar oleh partisipan. Partisipan mengatakan sangat terganggu dengan suara-suara yang terdengar Partisipan mengatakan mudah marah apabila ada orang yang membuat partisipan kesal, partisipan mengatakan susah untuk mengontrol rasa marah yang dirasakan.
kadang membiarkan suara tersebut menganggu partisipan sampai suara tersebut hilang. Partisipan mengatakan mudah marah apabila kehendaknya tidak dituruti. Jika marah partisipan akan berbicara keras, dan mengeluarkan kata-kata kasar, namun partisipan tidak pernah melempar barang, melukai diri sendiri atau orang lain. Partisipan mengatakan susah untuk mengontrol marahnya.
b. Faktor predisposisi
Keluarga mengatakan partisipan pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu. Keluarga mengatakan partisipan pernah dirawat 2 kali di RSJ Prof HB Saanin Padang tahun 2010. Saat masuk pertama partisipan dirawat selama 1 minggu. Setelah itu partisipan pulang di rawat di rumah setelah 3 bulan. Kemudian partisipan masuk kembali ke RSJ Prof HB Saanin Padang dan dirawat kembali selama 1 minggu. Partisipan mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik, seksual, penolakan ataupun kekerasan dalam keluarga. Partisipan mengatakan pernah melukai
Keluarga mengatakan partisipan pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu. Keluarga mengatakan pengobatan sebelumnya sudah pergi berobat ke psikiater, dukun, dan ke RSJ Prof HB Saanin Padang. Partisipan minum obat sejak tahun 2001. Namun obat dihentikan selama 2 tahun karena partisipan mengikuti pengobatan tradisional. Setelah itu dilanjutkan kembali minum obat tahun 2004 sampai sekarang. Partisipan mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik, aniaya seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
tangan saudaranya dengan pecahan kaca. Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti partisipan. partisipan juga mengatakan pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan diputuskan oleh pacarnya saat SMA.
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti partisipan. Partisipan juga mengatakan pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan dijauhkan dalam pergaulan oleh teman-temannya karena partisipan pendiam.
c. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada partisipan tidak ada kelainan. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD: 130/80 mmHg, N : 87 x/m, S : 36,50C, P : 20 x/m), TB : 155 cm, BB : 60 kg dan tidak ada keluhan fisik.
Hasil pemeriksaan fisik pada partisipan tidak ada kelainan. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD: 110/80 mmHg, N : 80 x/m, S : 36,60C, P : 18 x/m), TB : 158 cm, BB : 65 kg dan tidak ada keluhan fisik
d. Psikososial
Gambaran diri partisipan mengatakan malu dengan dirinya dan merasa dirinya tidak baik. Identitas diri, partisipan mengetahui dirinya sebagai anak dan dahulunya pernah sekolah. Partisipan mengatakan mengetahui keadaan penyakitnya saat ini. Ideal diri partisipan ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa hidup seperti orang lain. Harga diri, partisipan
Gambaran diri partisipan mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya. Identitas diri partisipan mengetahui dirinya sebagai anak dan perannya sebagai anak karena partisipan sering mengerjakan kegiatan rumah seperti menyapu, mencuci piring untuk membantu ibunya, dan menjadi kakak bagi adiknya, dahulunya partispan mengatakan pernah sekolah tamatan SMA. Partisipan mengatakan mengetahui penyakitnya saat ini. Ideal diri partisipan ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa hidup seperti orang lain dan merasa tenang. Harga diri, partispan
mengatakan merasa putus asa, tidak percaya diri dan kadang merasa tidak berarti bagi keluarganya dan merasa hanya bisa menyusahkan keluarganya, karena partisipan tidak bisa melakukan apapun untuk membantu keluarganya. Partisipan mengatakan tidak bisa bekerja karena kondisinya saat ini. Partisipan mudah curiga dan mudah marah sehingga sulit untuk berhadapan dengan orang lain. Karena klien susah untuk mengontrol perasaan dan perilakunya. Partisipan mengatakan saat ini orang yang berarti adalah ibu dan kakaknya yang bekerja di Malaisya, partisipan mengatakan ada ikut peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat seperti mengikuti acara lomba 17 Agustus seperti lomba joget, puisi, dan partisipan dahulunya juga ikut dalam band. Partisipan mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain. Partisipan beragama islam, namun partisipan tidak sholat
mengatakan kurang percaya diri dan mudah putus asa. Partisipan mengatakan saat ini orang yang berarti adalah ibu dan ayahnya, partisipan tidak ada ikut peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat. Partisipan mengatakan tidak mau ikut karena malas dan merasa tidak menyenangkan baginya Partisipan mengatakan mengalami hambatan dalam berhubungan dengan orang lain karena partisipan memiliki sifat pendiam Partisipan beragama islam, dan partisipan ada mengerjakan sholat 5 waktu.
e. Status mental
Hasil observasi partisipan didapatkan tampak gigi dan mulut kotor, dan bau mulut akibat partisipan merokok, dan partisipan mengatakan jarang mandi dan tidak
Hasil observasi partisipan didapatkan tampak gigi dan mulut kotor, tampak ada karang gigi, dan gigi yang menguning. Partispan mandi dua kali sehari. Makan tiga
gosok gigi, karena klien malas, partisipan makan tiga kali sehari. Namun tidak ada cuci piring setelah makan, jika ingin BAB/BAK partsipan pergi ke WC. Selama wawancara partisipan kooperatif, berbicara cepat dan keras. Proses pikir partisipan berbelit-belit dan mengulang pembicaraan namun sampai pada tujuan pembicaraan. Partisipan memiliki isi pikir obsesi, magis, dan partisipan tampak mudah tersinggung dan curiga kepada orang lain. Partisipan mengalami gangguan persepsi pada pendengaran dan penglihatan ditandai dengan pasrtisipan mengatakan mendengar suara-suara seperti menakuti, menasehati dan melihat bayangan putih. Suara-suara setiap hari terdengar oleh partisipan, dan suara-suara tersebut muncul saat partisipan sendiri dan melamun, partisipan sering mendengar suara-suara tersebut hampir setiap hari, dan suara itu mucul lima sampai empat kali. Partsisipan mengatakan jika mendengar suara tersebut menyibukkan diri dengan bermain gitar dan bernyanyi. Setelah melakukan hal tersebut
kali sehari. Partsipan mencuci piring setelah makan. Jika ingin BAB/BAK partsipan pergi ke WC. Selama wawancara partisipan tampak kontak mata kurang dan kurang kooperatif. partisipan berbicara lambat, tidak mampu memulai pembicaraan, dan membisu, partisipan tampak terhenti sejak saat berbicara, partisipan tampak lesu dan tegang, partisipan tampak ketakutan. Partisipan mengalami gangguan persepsi pendengaran ditandai dengan partisipan mendengar suara-suara yang mengajak dan menyuruh. Suara-suara tersebut sering terdengar oleh partisipan hampir setiap hari, suara tersebut muncul di saat pasien sedang melamun. Suara-suara tersebut terdengar tiga sampai lima kali dalam sehari. Apabila mendengar suara-suara tersebut partisipan tidak ada melakukan apapun dan membiarkan suara-suara tersebut hilang dengan sendirinya. Partisipan mengalami gangguan pada memori jangka panjang, konsentrasi partisipan mudah beralih dan kurang mampu berkonsentrasi. Partisipan mengalami gangguan kemampuan penilaian ringan, yaitu dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan
suara-suara yang terdengar oleh partisipan dapat berkurang. partisipan tampak sedih, ketakutan, khawatir karena partisipan sering diganggu oleh saudaranya. Partisipan mengalami gangguan pada memori jangka panjang, konsentrasi partisipan mudah beralih. partisipan mengalami gangguan kemampuan penilaian ringan, yaitu dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain.
orang lain, partisipan menyadari penyakit yang dideritanya
f. Mekanisme koping
Partisipan memiliki mekanisme koping maladaptif karena reaksi berlebihan dengan mengamuk jika ada hal yang membuat partisipan emosi seperti diganggu oleh saudaranya
Partisipan memiliki mekanisme koping maladaptif karena reaksi lambat, bersifat menghindar
g. Masalah psikososial dan lingkungan
Partisipan mengalami masalah dengan pendidikan karena partisipan mengalami perasaan ingin merasakan kuliah, dan partisipan juga ingin bekerja namun tidak memungkinkan karena penyakit partisipan, partisipan juga mengalami masalah ekonomi partisipan mengatakan cemas nanti ibu partisipan semakin tua dan tidak bisa bekerja lagi, dan kakak partisipan yang biasanya memberikan uang nanti jika sudah menikah tidak bisa lagi membantu kehidupan partisipan dengan ibunya sepenuhnya
Partisipan mengalami masalah dengan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya karena partisipan memiliki sifat yang pendiam
h. Pengetah Partisipan mengatakan Partisipan mengatakan kurang
uan kurang tentang
kurang tahu tentang obat-obatan yang diminumnya, dan koping terhadap dirinya
tahu tentang penyakit jiwa, obat-obatan yang diminumnya, dan koping terhadap dirinya
i. Aspek medik
Diagnosa medis Skizofrenia. Partisipan minum obat Haloperidol (2x1), Risperidon 3 ml (2x1), Chlorpromazine (1x1), Trihenski phenidol (2x1), Amitripilin (2x1), Vitamin B kompleks (2x1)
Diagnosa medis Skizofrenia. Partisipan minum obat Haloperidol (2x1), Trihenski Phenidol (2x1), Chlorpromazine (1x1), Carbamarzepine (2x1), Risperidone (2x1)
2.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan yang pertama ada tiga yaitu yang pertama gangguan persepsi : halusinasi pendengaran ditandai dengan partisipan mengatakan ada mendengar suara-suara yang melarang, menasehati, menakuti, partisipan juga mengatakan ada melihat bayangan putih, partisipan tampak binggung, tertawa sendiri, fikiran partisipan magis. Diagnosa kedua adalah resiko perilaku kekerasan ditandai dengan partisipan mengatakan susah untuk mengontrol rasa marah apabila ada yang membuat partisipan emosi, dan partisipan pernah masuk ke RSJ karena melukai kakaknya, partisipan tampak berbicara keras dan cepat, partisipan tampak mudah tersinggung dan curiga kepada orang lain. Diagnosa ketiga adalah defisit perawatan diri ditandai dengan partisipan mengatakan jarang mandi, partisipan mengatakan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan yang kedua ada tiga yaitu yang pertama gangguan persepsi : halusinasi pendengaran ditandai dengan partisipan mengatakan ada mendengar suara-suara seperti mengajak dan menyuruh, partisipan tampak binggung Diagnosa kedua adalah resiko perilaku kekerasan ditandai dengan partisipan mengatakan partisipan mengatakan mudah marah jika kehendaknya tidak diberikan dan keluarga mengatakan partisipan egois dengan keinginannya tidak mau dilarang Diagnosa ketiga adalah isolasi sosial ditandai dengan partisipan mengatakan dahulunya dijauhkan oleh teman-temannya karena
malas mandi, jarang gosok gigi, gigi dan mulut partisipan tampak kotor dan mulut partisipan berbau.
partisipan pendiam, partisipan mengatakan kurang berkomunikasi dengan orang lain, partisipan tampak menyendiri, partisipan tampak berbicara lambat dan membisu, dan partisipan tampak menghindar, partisipan tampak sulit memulai pembicaraan dengan orang lain.
3.Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan pada partisipan untuk diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi adalah membuat rencana keperawatan dengan tindakan strategi pelaksanaan halusinasi yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi halusinasi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon, latihan strategi pelaksanaan untuk mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur , latihan cara menghardik, latihan cara bercakap-cakap, dan latihan dengan melakukan aktivitas sehari-hari. Intervensi yang dilakukan untuk keluarga yaitu diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat partisipan halusinasi, serta melakukan latihan strategi pelaksanaan halusinasi kepada keluarga dengan melatih keluarga merawat partisipan
Intervensi yang dilakukan pada partisipan untuk diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi adalah membuat rencana keperawatan dengan tindakan strategi pelaksanaan halusinasi yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi halusinasi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon, latihan strategi pelaksanaan untuk mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur , latihan cara menghardik, latihan cara bercakap-cakap, dan latihan dengan melakukan aktivitas sehari-hari. Intervensi yang dilakukan untuk keluarga yaitu mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat partisipan halusinasi, serta melakukan latihan strategi pelaksanaan halusinasi kepada keluarga dengan melatih keluarga merawat partisipan halusinasi
halusinasi dengan minum obat secara teratur, latihan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas sehari-hari, serta memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan halusinasi
Intervensi yang dilakukan pada partisipan untuk diagnosa kedua resiko perilaku kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, akibat perilaku kekerasan dan melakukan strategi pelaksanaan untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum obat secara teratur, latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang baik) serta latihan cara spiritual. Intervensi yang dilakukan untuk keluarga adalah diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya resiko perilaku kekerasan, cara merawat partisipan dengan resiko perilaku kekerasan, serta melakukan latihan strategi pelaksanaan resiko perilaku kekerasan dengan melatih keluarga merawat partisipan dengan minum obat secara teratur, latihan fisik tarik
dengan minum obat secara teratur, latihan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas sehari-hari, serta memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan halusinasi Intervensi yang dilakukan pada partisipan untuk diagnosa kedua resiko perilaku kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, akibat perilaku kekerasan dan melakukan strategi pelaksanaan untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum obat secara teratur, latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang baik) serta latihan cara spiritual. Intervensi yang dilakukan untuk keluarga adalah mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya resiko perilaku kekerasan, cara merawat partisipan dengan resiko perilaku kekerasan, serta melakukan latihan strategi pelaksanaan resiko perilaku kekerasan dengan melatih keluarga merawat partisipan dengan minum obat secara teratur, latihan fisik tarik napas dalam dan pukul
napas dalam dan pukul bantal, latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang baik), dan spiritual serta memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan resiko perilaku kekerasan Intervensi yang dilakukan pada partisipan untuk diagnosa ketiga defisit perawatan diri yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri, melakukan strategi pelaksanaan dengan melatih partisipan cara menjaga kebersihan diri mandi, cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku, melatih cara berdandan, melatih cara makan dan minum yang baik, serta melatih cara BAB/BAK ynag baik. Intervensi yang dilakukan untuk keluarga adalah diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan, jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya serta cara merawat kebersihan diri, serta melakukan strategi pelaksanaan pada keluarga dengan melatih keluarga untuk membimbing partisipan menjaga dan merawat kebersihan diri, berdandan yang baik dan
bantal, latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang baik), dan spiritual. Intervensi yang dilakukan pada partisipan untuk diagnosa ketiga isolasi sosial yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi penyebab isolasi sosial, melakukan strategi pelaksanaan dengan melatih partisipan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap, berkenalan dengan keluarga, melatih partisipan berinteraksi dengan 2-3 orang lain, melatih partisipan berinteraksi dengan 4-5 orang lain, melatih partisipan berinteraksi saat melakukan kegiatan sosial. Intervensi yang dilakukan untuk keluarga adalah diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat partisipan, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya, dan cara merawat partisipan, melakukan strategi pelaksanaan pada keluarga dengan melatih cara berkenalan dan berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian. melatih keluarga untuk melibatkan partisipan dalam kegiatan rumah tangga
benar, makan dan minum yang baik, serta BAB/BAK yang baik, dan follow up partisipan ke pelayanan kesehatan
sekaligus melatih bicara pada kegiatan tersebut, melatih keluarga untuk berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial, melatih keluarga memafaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan
4.Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan untuk diagnosa pertama gangguan persespsi sensori: halusinasi yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi halusinasi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon partisipan serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan penyuluhan tentang halusinasi kepada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 untuk mengontrol halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan minum obat secara teratur dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan cara menghardik dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan cara bercakap-cakap dilakukan satu kali kunjungan.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan untuk diagnosa pertama gangguan persespsi sensori: halusinasi yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi halusinasi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon partisipan serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan Melakukan penyuluhan tentang halusinasi kepada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 untuk mengontrol halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan minum obat secara teratur dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan cara menghardik dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan cara bercakap-cakap dilakukan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 halusinasi dengan cara melakukan
Melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 halusinasi dengan cara melakukan aktivitas sehari-hari, serta menjelaskan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan kepada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan untuk diagnosa kedua resiko perilaku kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, akibat perilaku kekerasan, serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 resiko perilaku kekerasan pada partisipan dan keluarga untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum obat secara dilakukan satu kali kunjungan Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 resiko perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal pada partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 resiko perilaku dengan latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak
aktivitas sehari-hari, serta menjelaskan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan kepada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan untuk diagnosa kedua resiko perilaku kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, akibat perilaku kekerasan, serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 resiko perilaku kekerasan pada partisipan dan keluarga untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum obat secara dilakukan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 resiko perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal pada partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 resiko perilaku dengan latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang baik) pada partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan.
dengan cara yang baik) pada partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan Melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 resiko perilaku kekerasan dengan cara spiritual serta menjelaskan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan kepada partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan. Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan untuk diagnosa ketiga defisit perawatan diri yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri, serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 dengan melatih cara menjaga kebersihan diri mandi, cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku pada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 dengan melatih cara berdandan pada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 dengan melatih cara
Melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 resiko perilaku kekerasan dengan cara spiritual serta menjelaskan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan kepada partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan. Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan untuk diagnosa ketiga isolasi sosial yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi penyebab isolasi sosial serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 dengan melatih cara berkenalan dan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap berkenalan dengan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan. Melakukan strategi pelaksanaan 2 dengan melatih berinteraksi dengan 2-3 orang lain dilakukan satu kali kunjungan. Melakukan strategi pelaksanaan 3 dengan melatih partisipan berinteraksi dengan 4-5 orang lain dilakukan satu kali kunjungan. Melakukan strategi pelaksanaan 4 dengan melatih partisipan berinteraksi saat
makan dan minum yang baik pada keluarga dan partisipan dilakukan satu kali kunjungan. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 dengan melatih cara BAB/BAK ynag baik pada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan.
melakukan kegiatan sosial, serta melibatkan keluarga untuk latihan strategi pelaksanaan dengan melatih keluarga untuk membimbing partisipan dalam berinteraksi dilakukan satu kali kunjungan.
5.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa pertama yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran setelah dilakukan empat kali kunjungan partisipan mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat, saat ditanyakan tentang halusinasinya partisipan bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, mulai dari penyebab, tanda dan gejala yang dirasakan dan tindakan yang dilakukan partisipan untuk mengontrol suara-suara yang didengarnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan. Partisipan mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan minum obat secara teratur dan dilakukan mandiri dan dimasukkan ke jadwal harian. Partisipan dan keluarga mampu mendemonstrasikan cara menghardik secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa pertama yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran setelah dilakukan empat kali kunjungan partisipan mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat, saat ditanyakan tentang halusinasinya partisipan bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, mulai dari penyebab, tanda dan gejala yang dirasakan dan tindakan yang dilakukan partisipan untuk mengontrol suara-suara yang didengarnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan. Partisipan dan keluarga mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan minum obat secara teratur dan dilakukan secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan dan keluarga mampu mendemonstrasikan cara menghardik secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu mengontrol halusinasinya dengan melakukan cara bercakap-
Partisipan mampu mengontrol halusinasinya dengan melakukan cara bercakap-cakap dengan orang disekitarnya secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyapu, dan melakukan hobinya bermain gitar dan bernyanyi secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu resiko perilaku kekerasan setelah dilakukan empat kali kunjungan. Partisipan mampu menceritakan penyebab, tanda dan gejala, akibat serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol rasa marahnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan. Partisipan mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan minum obat secara teratur dan dilakukan mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
cakap dengan orang disekitarnya secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyapu, mencuci kain, menjemur kain, melipat kain dan mencuci piring secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu resiko perilaku kekerasan setelah dilakukan empat kali kunjungan. Partisipan mampu menceritakan penyebab, tanda dan gejala, akibat serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol rasa marahnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan. Partisipan mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan minum obat secara teratur dan dilakukan secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara verbal (mengungkapkan,
Partisipan mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara verbal (mengungkapkan, menolak dan meminta dengan cara yang baik) secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara spiritual seperti berdzikir secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu defisit perawatan diri setelah dilakukan empat kali kunjungan. Partisipan mampu menceritakan masalah perawatan diri, kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri, serta penyelesaian masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan, Partisipan mampu mengetahui cara cara menjaga kebersihan diri mandi, cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku dan melakukannya dengan baik dan benar. Partisipan mampu mengetahui cara berdandan yang baik dan melakukan berdandan dengan baik secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Kunjungan keempat latihan strategi pelaksanaan 3 partisipan mampu mengetahui cara
menolak dan meminta dengan cara yang baik) secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara spiritual seperti berdzikir, sholat dan berpuasa secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu isolasi sosial meliputi kunjungan pertama partisipan mampu menceritakan penyebab isolasi sosial dan penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan Partisipan mampu melaku kan berkenalan dan berinteraksi dengan 1 orang secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian Partisipan mampu berinteraksi dengan 2-3 orang lain secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu berinteraksi dengan 4-5 orang lain secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu berinteraksi saat melakukan kegiatan sosial secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian, serta keluarga mampu membimbing dan terlibat dalam merawat dan latihan pasien.
makan/minum yang baik serta mampu melakukan makan/minum yang baik secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu mengetahui cara BAB/BAK yang baik dan benar dan melakukannya dengan baik dan benar secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
B. Pembahasan Kasus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan, maka penulis akan
membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang
ditemukan dalam perawatan kasus gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran pada kedua partisipan yang telah dilakukan asuhan keperawatan
pada tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan 31 Mei 2017 di rumah partisipan,
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan tanggal 22 Mei 2017 pada
partisipan pertama didapatkan keluhan yang dirasakan partisipan
mengatakan saat ini masih sering mendengar suara-suara seperti
menasehati, menakuti dan melihat bayangan putih. Partisipan mengatakan
mendengar suara-suara tersebut ketika partisipan sedang duduk sendirian
dan melamun. Partisipan mengatakan jika mulai mendengar suara-suara
tersebut partisipan menyibukkan diri dengan bermain gitar ,bernyanyi dan
mengusir suara-suara tersebut. Namun partisipan mengatakan cara tersebut
kadang tidak dapat menghilangkan suara-suara yang terdengar oleh
partisipan. Partisipan mengatakan sangat terganggu dengan suara-suara
yang terdengar.
Hasil pengkajian yang dilakukan tanggal 22 Mei 2017 pada partisipan
kedua didapatkan keluhan partisipan mengatakan saat ini masih mendengar
suara-suara seperti mengajak, menyuruh, dan bercakap-cakap. Partisipan
mengatakan mendengar suara-suara tersebut jika sendirian dan sedang
melamun, saat mendengar suara-suara tersebut pasien mengusir suara-suara
dan kadang-kadang membiarkan suara tersebut menganggu partisipan
sampai suara tersebut hilang.
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap partisipan serta ungkapan partisipan seperti partisipan
mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya, melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster.
Berdasarkan hasil peneltian dari dua kasus kelolaan dan teori yang telah
dijelaskan diatas, maka penulis beransumsi keluhan yang akan ditemukan
pada partisipan dengan halusinasi partisipan akan mengatakan mendengar
suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-
cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya,
melihat bayangan.
Berdasarkan hasil penelitian partisipan pertama faktor predisposisi
terjadinya halusinasi yaitu keluarga mengatakan partisipan pernah
mengalami gangguan jiwa di masa lalu, partisipan pernah dirawat dua kali
di RSJ Prof HB Saanin Padang tahun 2010, saat masuk pertama partisipan
dirawat selama satu minggu setelah itu partisipan pulang dan di rawat di
rumah, setelah tiga bulan partisipan masuk kembali ke RSJ Prof HB
Saanin Padang dan dirawat kembali selama satu minggu. Partisipan
mengatakan pernah ada niat untuk bunuh diri. Partisipan mengatakan
pernah melukai tangan saudaranya dengan pecahan kaca, partisipan
mengatakan pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan diputuskan oleh pacarnya saat SMA, keluarga mengatakan
tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti
partisipan.
Hasil penelitian pada partisipan kedua faktor predisposisi terjadinya
halusinasi yaitu keluarga mengatakan partisipan pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu, sebelumnya sudah pergi berobat ke psikiater,
dukun, dan ke RSJ Prof HB Saanin Padang, partisipan minum obat sejak
tahun 2001 namun obat dihentikan selama 2 tahun karena partisipan
mengikuti pengobatan tradisional, lalu dilanjutkan minum obat tahun 2004
sampai sekarang, keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa seperti partisipan, partisipan mengatakan pernah
mengalami pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan dijauhkan
dalam pergaulan oleh teman-temannya saat sekolah karena partisipan
pendiam.
Menurut Dalami (2014) faktor presdisposisi meliputi faktor biologis yaitu
faktor herediter yang mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza,
faktor biologis keluarga, pengasuh dan lingkungan partisipan sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis partisipan salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup partisipan adanya
kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau overprotektif dan
faktor sosial budaya. Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam), kegagalan dalam hubungan sosial, dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Berdasarkan dari hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang telah
dijelaskan diatas maka penulis beransumsi faktor predisposisi yang
menyebabkan partisipan mengalami halusinasi yaitu faktor sosial budaya
karena kedua partisipan mengalami kegagalan dalam hubungan sosial.
Partisipan pertama terdapatnya faktor biologis adanya niat untuk bunuh diri.
Oleh sebab itu apabila perawat melakukan pengkajian faktor predisposisi
terjadinya halusinasi harus menemukan data fokus seperti yang diatas.
Hasil pemeriksaan fisik pada partisipan pertama didapatkan tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 87 x/m, suhu 36,50C, pernapasan 20 x/m, tinggi badan
155 cm, berat badan 60 kg, dan partisipan tidak ada memiliki keluhan fisik .
Hasil pemeriksaan fisik pada partisipan kedua didapatkan tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 80 x/m, suhu 36,60C, pernapasan 18 x/m, tinggi badan
158 cm, berat badan 65 kg, dan partisipan tidak ada memiliki keluhan fisik.
Menurut Afnuhazi, Ridhyalla (2015) pada partisipan yang mengalami
gangguan halusinasi tidak mengalami keluhan fisik. Berdasarkan hasil
penelitian dari dua kasus kelolaan dan teori yang telah dijelaskan diatas
maka penulis beransumsi tidak ada kesenjangan antara teori dengan data
yang ditemukan, maka apabila perawat melakukan pemeriksaan fisik pada
partisipan halusinasi maka akan menemukan data seperti yang diatas.
Hasil penelitian partisipan pertama pada pengkajian psikosial dan spiritual,
partisipan mengatakan saat ini orang yang berarti adalah ibu dan kakaknya
yang bekerja di Malaisya, partisipan mengatakan ada ikut peran serta dalam
kegiatan kelompok/masyarakat seperti mengikuti acara lomba 17 Agustus
seperti lomba joget, puisi, dan partisipan dahulunya juga ikut dalam band,
dan partisipan juga mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain, partisipan beragama islam, namun partisipan tidak
sholat.
Hasil penelitian partisipan kedua pada pengkajian psikosial dan spiritual,
partisipan mengatakan saat ini orang yang berarti adalah ibu dan ayahnya,
partisipan tidak ada ikut peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat,
partisipan mengatakan mengalami hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain karena partisipan memiliki sifat pendiam, partisipan beragama
islam, dan partisipan ada mengerjakan sholat dan berpuasa.
Menurut Afnuhazi (2015) hubungan sosial partisipan dengan halusinasi
kurang dihargai di lingkungan dan keluarga. Spiritual nilai dan keyakinan
biasanya partisipan dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan agama
dan budaya, kegiatan ibadah partisipan biasanya menjalankan ibadah di
rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan penjelasan teori
diatas, maka penulis beransumsi partisipan halusinasi kurang dihargai dalam
kehidupan sosial diakibatkan oleh kondisinya. Namun dalam kegiatan
spiritual tidak semua partisipan dengan halusinasi terganggu spiritualnya
dibuktikan oleh partisipan kedua yang mengerjakan sholat serta berpuasa.
oleh karena itu apabila perawat melakukan pengkajian tentang psikosial dan
spiritual pada partisipan halusinasi akan menemukan data fokus seperti yang
diatas.
Hasil penelitian partisipan pertama didapatkan partisipan minum obat
Haloperidol (2x1), risperidon 3 ml (2x1), Chlorpromazine (1x1), Trihenski
phenidol (2x1), amitripilin (2x1) ,Vitamin B kompleks (2x1). Sedangkan
partisipan kedua, partisipan minum obat Haloperidol (2x1), Trihenski
phenidol (2x1), Chlorpromazine (1x1), carbamarzepine (2x1), Risperidone
(2x1).
Menurut Afnuhazi (2015) obat yang diberikan pada partisipan dengan
halusinasi biasanya diberikan antipsikotik seperti Haloperidol (HLP)
fungsinya adalah untuk menghilangkan suara-suara yang terdengar oleh
partisipan, chlorpromazine (CPZ) fungsinya adalah untuk menenagkan,
Triflnu perazin (TFZ), dan Anti parkinson trihenski phenidol (THP),
triplofrazine arkine fungsinya adalah untuk menghilangkan rasa kaku dan
tegang. Efek samping dari obatn-obatan tersebut adanya klien merasa
tenggorokan kering, sering merasa haus.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan mengenai hasil
pengkajian dan teori yang telah dijelaskan, penulis beransumsi partisipan
dengan halusinasi akan meminum obat antipsikotik seperti haloperidol,
chlorpromazine dan Trihenski phenidol, dimana obat-obat tersebut memiliki
fungsi yang berbeda-beda, sedangkan efek samping dari obat tersebut
biasanya partisipan akan mengatakan mudah haus, dan tenggorokan terasa
kering. Oleh sebab itu perlu bagi perawat untuk memberikan informasi
mengenai obat-obat yang diminum oleh partisipan. apabila perawat
mengkaji obat yang diminum oleh partisipan.
2. Diagnosa keperawatan
Hasil peneltian partisipan pertama ditemukan tiga diagnosa keperawatan,
diagnosa keperawatan pertama adalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran ditandai dengan partisipan mengatakan ada
mendengar suara-suara yang melarang, menasehati, menakuti, partisipan
juga mengatakan ada melihat bayangan putih, partisipan tampak binggung,
tertawa sendiri, fikiran partisipan magis. Diagnosa kedua adalah resiko
perilaku kekerasan ditandai dengan partisipan mengatakan susah untuk
mengontrol rasa marah apabila ada yang membuat partisipan emosi, dan
partisipan pernah masuk ke RSJ karena melukai kakaknya, partisipan
tampak berbicara keras dan cepat, partisipan tampak mudah tersinggung dan
curiga kepada orang lain. Diagnosa ketiga adalah defisit perawatan diri
ditandai dengan partisipan mengatakan jarang mandi, partisipan mengatakan
malas mandi, jarang gosok gigi, gigi dan mulut partisipan tampak kotor dan
mulut partisipan berbau.
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan kedua ada tiga yaitu
yang pertama gangguan persepsi : halusinasi pendengaran ditandai dengan
partisipan mengatakan ada mendengar suara-suara seperti mengajak dan
menyuruh, partisipan tampak binggung. Diagnosa kedua adalah resiko
perilaku kekerasan ditandai dengan partisipan mengatakan partisipan
mengatakan mudah marah jika kehendaknya tidak diberikan dan keluarga
mengatakan partisipan egois dengan keinginannya tidak mau dilarang.
Diagnosa ketiga adalah isolasi sosial ditandai dengan partisipan mengatakan
dahulunya dijauhkan oleh teman-temannya karena partisipan pendiam,
partisipan mengatakan kurang berkomunikasi dengan orang lain, partisipan
menyendiri, partisipan tampak berbicar lambat dan membisu, dan partisipan
tampak menghindar, partisipan tampak sulit memulai pembicaraan dengan
orang lain.
Menurut Dalami, dkk, (2014) masalah keperawatan yang terdapat pada
partisipan dengan gangguan persepsi sensori halusinasi adalah resiko
perilaku kekerasan, gangguan persepsi sensori halusinasi dan isolasi sosial.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan mengenai diagnosa
keperawatan yang ditemukan dan teori telah dijelaskan diatas, maka penulis
beransumsi berdasarkan pohon masalah core poblem yaitu halusinasi,
dimana disebabkan oleh isolasi sosial dan berakibat pada resiko perilaku
kekerasan, sehingga dari pohon masalah tersebut tidak ada kesenjangan
antara teori dengan data yang ditemukan. Oleh sebab itu apabila perawat
ingin menegakkan diagnosa pada partisipan dengan halusinasi maka harus
menemukan data fokus seperti yang diatas.
3. Intervensi Keperawatan
Hasil penelitian pada kedua kasus kelolaan untuk diagnosa pertama
gangguan persepsi sensori: halusinasi adalah membuat rencana keperawatan
dengan tindakan strategi pelaksanaan halusinasi yaitu membina hubungan
saling percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi halusinasi,
frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon, latihan strategi
pelaksanaan untuk mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara
teratur , latihan cara menghardik, latihan cara bercakap-cakap, dan latihan
dengan melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk keluarga intervensi yang
dilakukan yaitu mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat partisipan, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya halusinasi dan cara merawat partisipan halusinasi, serta
melakukan latihan strategi pelaksanaan halusinasi kepada keluarga dengan
melatih keluarga merawat partisipan halusinasi dengan minum obat secara
teratur, latihan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas
sehari-hari, serta memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up
partisipan halusinasi.
Menurut Keliat (2007) intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada
partisipan dengan halusinasi yaitu membantu partisipan mengenali
halusinasi, melatih partisipan mengontrol halusinasi , strategi pelaksanaan 1
latihan cara menghardik halusinasi, strategi pelaksanaan 2 minum obat
secara teratur , strategi pelaksanaan 3 latihan bercakap-cakap dengan orang
lain, strategi pelaksanaan 4 melakukan aktivitas sehari-hari. Tindakan
keperawatan tidak hanya ditujukan untuk partisipan tetapi juga diberikan
kepada keluarga, sehingga keluarga mampu mengarahkan partisipan dalam
mengontrol halusinasi dengan strategi pelaksanaan 1 keluarga mengenal
masalah dalam merawat partisipan halusinasi dan melatih mengontrol
halusinasi partisipan dengan menghardik, strategi pelaksanaan 2 keluarga
melatih keluarga merawat partisipan halusinasi dengan enam benar minum
obat, strategi pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat partisipan
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan, strategi
pelaksanaan 4 keluarga melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
untuk follow up partisipan halusinasi.
Hasil penelitian Sari (2014) tentang Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Pasien Halusinasi dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Halusinasi di Rumah menyatakan kesadaran dan pengetahuan keluarga yang
tinggi tentang kesehatan, belum menjamin praktek tentang kesehatan atau
perilaku hidup keluarga sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Perlu
dilakukan upaya peningkatan lingkungan baik fisik maupun nonfisik
sebagai penunjang pengetahuan yang ada yang dapat membawa perubahan
perilaku keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Keluarga yang aktif
menerima informasi, berdiskusi dan adanya komunikasi dua arah antara
keluarga dan perawat yang berjalan dengan baik akan meningkatkan
perilaku keluarga yang dapat menunjang kesembuhan dan meminimalkan
resiko terjadinya kekambuhan pasien halusinasi.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan yang telah dilakukan dan
teori yang telah dijelaskan diatas, penulis beransumsi intervensi yang
dilakukan pada partisipan dengan halusinasi berupa mengindentifikasi
halusinasi, isi, frekuensi dan situasi, serta latihan mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, minum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh sebab itu apabila perawat membuat
intervensi pada partisipan dengan halusinasi harus memperhatikan prinsip
strategi pelaksanaan halusinasi seperti yang dijelaskan teori diatas.
Intervensi yang dilakukan pada kedua partisipan untuk diagnosa kedua
resiko perilaku kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada
partisipan dan keluarga, identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, akibat perilaku kekerasan dan melakukan strategi pelaksanaan
untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum obat secara teratur, latihan
fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, latihan verbal (mengungkapkan,
meminta dan menolak dengan cara yang baik) serta latihan cara spiritual.
Untuk keluarga intervensi yang dilakukan adalah mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan, menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses terjadinya resiko perilaku kekerasan, cara merawat
partisipan dengan resiko perilaku kekerasan, serta melakukan latihan
strategi pelaksanaan resiko perilaku kekerasan dengan melatih keluarga
merawat partisipan dengan minum obat secara teratur, latihan fisik tarik
napas dalam dan pukul bantal, latihan verbal (mengungkapkan, meminta
dan menolak dengan cara yang baik), dan spiritual.
Menurut Dermawan (2013) intervensi yang diberikan pada partisipan
dengan resiko perilaku kekerasan adalah latihan strategi pelaksanaan yaitu
dengan identifikasi penyebab dan tanda gejala perilaku kekerasan, cara yang
dilakukan partispan untuk mengontrol marah, latihan mengontrol marah
dengan tarik napas dalam dan pukul bantal, latihan minum obat secara
teratur, latihan cara verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan
yang baik), spiritual. Intervensi yang diberikan pada keluarga meliputi
identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan,
dilakukan latihan mengontrol rasa marah kepada keluarga dengan latihan
tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat teratur, latihan cara verbal,
spiritual dan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow up partsipan.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang telah
dijelaskan, penulis beransumsi intervensi yang diberikan pada partisipan
dengan resiko perilaku kekerasan sesuai dengan prinsip strategi pelaksanaan
resiko perilaku kekerasan meliputi identifikasi penyebab, tanda dan gejala
serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol marahnya, dan
latihan tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat secara teratur,
latihan verbal dan spiritual. Oleh sebab itu jika perawat ingin membuat
intervensi keperawatan pada partisipan dengan perilaku kekerasan harus
sesuai dengan prinsip strategi pelaksanaan yang telah dijelaskan.
Intervensi yang dilakukan pada partisipan pertama untuk diagnosa ketiga
defisit perawatan diri yaitu membina hubungan saling percaya pada
partisipan dan keluarga, identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri,
melakukan strategi pelaksanaan dengan melatih partisipan cara menjaga
kebersihan diri mandi, cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku, melatih
cara berdandan, melatih cara makan dan minum yang baik, serta melatih
cara BAB/BAK ynag baik. Untuk keluarga intervensi yang dilakukan adalah
diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan,
jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya serta cara merawat
kebersihan diri, serta melakukan strategi pelaksanaan pada keluarga dengan
melatih keluarga untuk membimbing partisipan menjaga dan merawat
kebersihan diri, berdandan yang baik dan benar, makan dan minum yang
baik, serta BAB/BAK yang baik, dan follow up partisipan ke pelayanan
kesehatan.
Intervensi yang dilakukan pada partisipan kedua untuk diagnosa ketiga
isolasi sosial yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
keluarga, identifikasi penyebab isolasi sosial, melakukan strategi
pelaksanaan dengan melatih partisipan berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap, berkenalan dengan keluarga, melatih partisipan berinteraksi
dengan 2-3 orang lain, melatih partisipan berinteraksi dengan 4-5 orang lain,
melatih partisipan berinteraksi saat melakukan kegiatan sosial. Untuk
keluarga intervensi yang dilakukan adalah diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat partisipan, menjelaskan pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya, dan cara merawat partisipan, melakukan strategi
pelaksanaan pada keluarga dengan melatih cara berkenalan dan
berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian, melatih keluarga untuk
melibatkan partisipan dalam kegiatan rumah tangga sekaligus melatih bicara
pada kegiatan tersebut, melatih keluarga untuk berkomunikasi saat
melakukan kegiatan sosial, melatih keluarga memafaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up partisipan.
4. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian pada kedua kasus kelolaan untuk partisipan
pertama dan kedua implementasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa keperawatan pertama gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
keluarga, melakukan identifikasi halusinasi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon partisipan serta masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan
penyuluhan tentang halusinasi kepada partisipan dan keluarga dilakukan
satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 untuk
mengontrol halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan minum obat
secara teratur dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi
pelaksanaan 2 halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan cara
menghardik dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi
pelaksanaan 3 halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan cara
bercakap-cakap dilakukan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi
pelaksanaan 4 halusinasi dengan cara melakukan aktivitas sehari-hari, serta
menjelaskan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan
kepada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan.
Menurut Afnuhazi (2015) implementasi adalah pelaksanaan keperawatan
oleh partisipan. Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi
adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada
partisipan dengan halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan
tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan membina
hubungan saling percaya, identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon
partisipan terhadap halusinasi, melatih partisipan mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, melatih partisipan mengontrol halusinasi dengan
cara patuh minum obat, melatih partisipan mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap, melatih partisipan mengontrol halusinasi dengan cara
melaksanakan kegiatan terjadwal.
Berdasarkan hasil penelitian Anggraini, dkk (2013) tentang Pengaruh
Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien
Skizofrenia di RSJD Dr. Aminogondohutomo Semarang, terapi menghardik
dengan menutup telinga responden mengalami penurunan tingkat halusinasi
dengar, hal ini dikarenakan pada saat responden menutup telinga saat
melakukan terapi menghardik responden menjadi lebih fokus dan
berkonsentrasi pada halusinasinya. Sehingga dianjurkan untuk para perawat
di rumah sakit agar menggunakan terapi menghardik dengan menutup
telinga karena hasilnya akan lebih baik.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan tindakan keperawatan
yang telah dilakukan dan teori yang telah dijelaskan diatas, penulis
beransumsi implementasi yang harus dilakukan adalah membina hubungan
saling percaya dengan partisipan, mengidentifikasi halusinasi, isi, frekuensi
dan situasi serta melakukan strategi pelaksanaan halusinasi untuk
mengontrol halusinasi. Oleh sebab itu apabila perawat melakukan
implementasi keperawatan pada partisipan dengan halusinasi harus sesuai
seperti yang dijelaskan teori diatas.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada kedua kasus kelolaan
untuk partisipan pertama dan kedua diagnosa kedua resiko perilaku
kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
keluarga, melakukan identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, akibat perilaku kekerasan, serta masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan,
melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 resiko perilaku kekerasan pada
partisipan dan keluarga untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum
obat secara dilakukan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi
pelaksanaan 2 resiko perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik tarik
napas dalam dan pukul bantal pada partisipan dan keluarga dilaksanakan
satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 resiko
perilaku dengan latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak
dengan cara yang baik) pada partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali
kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 resiko perilaku
kekerasan dengan cara spiritual serta menjelaskan pemanfaatan fasilitas
kesehatan untuk follow up partisipan kepada partisipan dan keluarga
dilaksanakan satu kali kunjungan.
Menurut Dermawan (2013) implementasi keperawatan yang dilakukan pada
partisipan dengan resiko perilaku kekerasan meliputi, membina hubungan
saling percaya kepada perawat dan partisipan, mengidentifikasi penyebab,
tanda dan gejala serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol
marah, melakukan latihan mengontrol marah dengan tarik napas dalam dan
pukul bantal, minum obat secara teratur, melakukan latihan mengontrol
marah dengan cara verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan
yang baik) latihan spiritual. Implementasi yang dilakukan pada keluarga
meliputi mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
partisipan, melakukan latihan mengontrol rasa marah kepada keluarga
dengan latihan tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat teratur,
latihan cara verbal, spiritual dan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk
follow up partsipan.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang dijelaskan,
penulis beransumsi implementasi yang dilakuka pada partisipan dengan
resiko perilaku kekerasan adalah melakukan strategi pelaksanaa meliputi
mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala serta cara yang dilakukan
partisipan untuk mengontrol marah, melakukan latihan mengontrol marah
dengan tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat secara teratur,
melakukan latihan mengontrol marah dengan cara verbal (mengungkapkan,
meminta dan menolak dengan yang baik) latihan spiritual Apabila perawat
melakukan implementasi keperawatan pada partisipan dengan resiko
perilaku kekerasan harus sesuai dengan prinsip strategi pelaksanaan resiko
perilaku kekerasan.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan pertama
untuk diagnosa ketiga defisit perawatan diri yaitu membina hubungan saling
percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi masalah
perawatan diri, kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB/BAK,
pentingnya kebersihan diri, serta masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan
strategi pelaksanaan 1 dengan melatih cara menjaga kebersihan diri mandi,
cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku pada partisipan dan keluarga
dilakukan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 2
dengan melatih cara berdandan pada partisipan dan keluarga dilakukan satu
kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 dengan melatih
cara makan dan minum yang baik pada keluarga dan partisipan dilakukan
satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 dengan
melatih cara BAB/BAK ynag baik pada partisipan dan keluarga dilakukan
satu kali kunjungan.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan kedua
untuk diagnosa ketiga isolasi sosial yaitu membina hubungan saling percaya
pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi penyebab isolasi sosial
serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan
dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 1
dengan melatih cara berkenalan dan berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap berkenalan dengan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan,
melakukan strategi pelaksanaan 2 dengan melatih berinteraksi dengan 2-3
orang lain dilakukan satu kali kunjungan, melakukan strategi pelaksanaan 3
dengan melatih partisipan berinteraksi dengan 4-5 orang lain dilakukan satu
kali kunjungan, melakukan strategi pelaksanaan 4 dengan melatih partisipan
berinteraksi saat melakukan kegiatan sosial, serta melibatkan keluarga untuk
latihan strategi pelaksanaan dengan melatih keluarga untuk membimbing
partisipan dalam berinteraksi dilakukan satu kali kunjungan.
5. Evaluasi keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian pada partisipan pertama untuk evaluasi
keperawatan diagnosa pertama yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran setelah dilakukan kunjungan sebanyak lima kali partisipan dan
keluarga mampu membina hubungan saling percaya antara perawat dan
partisipan, partisipan bersedia menceritakan tentang masalah yang
dialaminya, mulai dari penyebab, tanda dan gejala yang dirasakan dan
tindakan yang dilakukan partisipan untuk mengontrol suara-suara yang
didengarnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat
partisipan, partisipan dan keluarga mampu mengetahui obat-obatan dan
kegunaan obat-obatan yang diminumnya serta mengetahui cara minum obat
yang benar dan melakukan minum obat secara teratur dan dilakukan
mandiri, partisipan dan keluarga mampu mendemonstrasikan cara
menghardik, partisipan mampu mengontrol halusinasinya dengan
melakukan cara bercakap-cakap dengan orang disekitarnya, partisipan
mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari
seperti menyapu, dan melakukan hobinya bermain gitar dan bernyanyi
dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian.
Evaluasi yang dilakukan pada partisipan pertama untuk diagnosa kedua
yaitu resiko perilaku kekerasan setelah dilakukan lima kali kunjungan
partisipan dan keluarga mampu menceritakan penyebab, tanda dan gejala,
akibat serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol rasa
marahnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan,
mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang
diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan
minum obat secara teratur dan dilakukan mandiri, partisipan mampu
melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, partisipan
mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara verbal
(mengungkapkan, menolak dan meminta dengan cara yang baik), partisipan
mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara spiritual seperti
berdzikir dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian.
Evaluasi yang dilakukan pada partisipan pertama untuk diagnosa ketiga
yaitu defisit perawatan diri setelah dilakukan lima kali kunjungan partisipan
dan keluarga mampu menceritakan masalah perawatan diri, kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri, serta
penyelesaian masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan,
partisipan mampu mengetahui cara cara menjaga kebersihan diri mandi,
cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku dan melakukannya dengan baik
dan benar, partisipan mampu mengetahui cara berdandan yang baik dan
melakukan berdandan dengan baik, partisipan mampu mengetahui cara
makan/minum yang baik serta mampu melakukan makan/minum yang baik,
partisipan mampu mengetahui cara BAB/BAK yang baik dan benar dan
melakukannya dengan baik dan benar dilakukan secara mandiri dan
dimasukkan ke dalam jadwal harian.
Berdasarkan hasil penelitian pada partisipan kedua, evaluasi yang dilakukan
pada diagnosa pertama yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran setelah dilakukan kunjungan sebanyak lima kali partisipan dan
keluarga mampu membina hubungan saling percaya antara perawat dan
partisipan, partisipan bersedia menceritakan tentang masalah yang
dialaminya, mulai dari penyebab, tanda dan gejala yang dirasakan dan
tindakan yang dilakukan partisipan untuk mengontrol suara-suara yang
didengarnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat
partisipan, partisipan dan keluarga mampu mengetahui obat-obatan dan
kegunaan obat-obatan yang diminumnya serta mengetahui cara minum obat
yang benar dan melakukan minum obat secara teratur dan dilakukan
mandiri, partisipan dan keluarga mampu mendemonstrasikan cara
menghardik, kunjungan keempat partisipan mampu mengontrol
halusinasinya dengan melakukan cara bercakap-cakap dengan orang
disekitarnya, partisipan mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktivitas sehari-hari seperti menyapu, mencuci kain, menjemur kain, melipat
kain dan mencuci piring dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke dalam
jadwal harian.
Evaluasi yang dilakukan pada partisipan kedua untuk diagnosa kedua yaitu
resiko perilaku kekerasan setelah dilakukan kunjungan sebanyak lima kali
partisipan dan keluarga mampu menceritakan penyebab, tanda dan gejala,
akibat serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol rasa
marahnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan,
partisipan mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang
diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan
minum obat secara teratur dan dilakukan mandiri, partisipan mampu
melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, partisipan
mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara verbal
(mengungkapkan, menolak dan meminta dengan cara yang baik), partisipan
mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara spiritual seperti
berdzikir, sholat dan berpuasa dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke
dalam jadwal harian.
Evaluasi yang dilakukan pada partisipan kedua untuk diagnosa ketiga yaitu
isolasi sosial setelah dilakukan lima kali kunjungan partisipan dan keluarga
mampu menceritakan penyebab isolasi sosial dan penyelesaian masalah
keluarga dalam merawat partisipan, partisipan mampu melaku kan
berkenalan dan berinteraksi dengan 1 orang, partisipan mampu berinteraksi
dengan 2-3 orang lain, partisipan mampu berinteraksi dengan 4-5 orang lain,
partisipan mampu berinteraksi saat melakukan kegiatan sosial, serta
keluarga mampu membimbing dan terlibat dalam merawat dan latihan
pasien dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian.
Menurut Afnuhazi (2015) evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada partisipan. Evaluasi dilakukan
sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan
dengan membandingkan respon partisipan pada tujuan yang telah
ditentukan.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan evaluasi keperawatan
yang telah dilakukan dan teori yang telah dijelaskan diatas, penulis
beransumsi evaluasi keperawatan yang diharapkan pada partisipan dengan
halusinasi adalah partisipan mengetahui tentang halusinasinya dan mampu
melakukan latihan untuk mengontrol halusinasi dengan mandiri dan
dimasukkan ke dalam jadwal harian. Oleh sebab itu penting bagi perawat
melakukan evaluasi keperawatan untuk menilai sejauh mana kemampuan
klien dalam latihan yang diberikan dan harus sesuai seperti yang dijelaskan
teori diatas.
BAB V PENUTUP
Berdasarkan hasil deskripsi asuhan keperawatan pada kedua partisipan dengan
halusinasi yang dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan 31 Mei
2017 maka dapat disimpulkan :
A. Kesimpulan
1. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian penulis menemukan keluhan partisipan berupa mendengar
suara-suara yang mengajak bercakap-cakap, menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya. Faktor predisposisi partisipan dengan halusinasi adanya
faktor biologis dari keluarga, faktor psikologis dan sosial budaya seperti
kegagalan dalam hubungan sosial. Pemeriksaan fisik tidak ditemukan
keluhan dan kelainan pada kedua partisipan. Status mental kedua partisipan
mengalami gangguan pada persepsi, isi pikir dan proses pikir. Terapi medis
yang diberikan antipsikotik seperti Haloperidol, Chlorpromazine anti
parkinson seperti Trihenski phenidol.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua partisipan yaitu pada
diagnosa keperawatan pertama adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran dan diagnosa keperawatan kedua yaitu resiko perilaku
kekerasan. Untuk diagnosa ketiga partisipan satu mengalami defisit
perawatan diri dan partisipan dua mengalami isolasi sosial. Dalam
mengumpulkan data dan menegakkan diagnosa penulis tidak menemukan
hambatan karena partisipan cukup kooperatif dan keluarga partisipan
terbuka dengan penulis.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan yang ditemukan pada
kedua partisipan sesuai dengan teori. Diagnosa pertama halusinasi untuk
kedua partisipan yaitu membuat intervensi mengacu pada prinsip strategi
pelaksanaan halusinasi mulai dari identifikasi halusinasi, isi, frekuensi,
situasi dan latihan mengontrol halusinasi dengan menghardik, minum obat
secara teratur, bercakap-cakap dan melakukan aktivitas sehari-hari dan
diharapkan dapat mengatasi masalah partisipan. Diagnosa kedua resiko
perilaku kekerasan untuk kedua partisipan intervensi keperawatan meliputi
prinsip strategi pelaksanaan identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, latihan tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat secara
teratur, latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan yang
baik), dan spiritual. Diagnosa ketiga defisit perawatan diri untuk partisipan
pertama meliputi melatih menjaga kebersihan diri mandi, gosok gigi dan
cuci rambut, melatih cara berdandan yang baik, melaatih cara makan/minum
yang baik, melatih BAB/BAK yang baik. Diagnosa ketiga isolasi sosial
untuk partisipan kedua meliputi latihan berkenalan dengan satu orang,
latihan berkenalan dan berinteraksi dengan 2-3 orang, latihan berkenalan
dan berinteraksi dengan 4-5 orang, latihan berinteraksi dengan melakukan
kegiatan sosial.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang
telah dibuat sebelumnya untuk ketiga masalah keperawatan yang ditemukan
untuk kedua partisipan. Implementasi meliputi strategi pelaksanaan
halusinasi, resiko perilaku kekerasan , defisit perawatan dan isolasi sosial.
Dengan harapan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan dan kriteria yang
telah ditetapkan.
5. Evaluasi keperawatan
Pada evaluasi untuk masalah keperawatan sudah dapat teratasi. Dibuktikan
dengan kedua partisipan mampu mengetahui dan melakukan latihan strategi
pelaksanaan untuk mengontrol halusinasi telah diajarkan dengan dilakukan
secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian. Partsipan mampu
mengetahui dan melakukan latihan strategi pelaksanaan untuk mengontrol
marah yang telah diajarkan dengan dilakukan secara mandiri dan
dimasukkan ke dalam jadwal harian. Partsipan mampu menjaga kebersihan
diri dengan mandi, gosok gigi, cuci rambu, berdandan yang benar,
makan/minum, BAB/BAK yang benar dengan dilakukan secara mandiri dan
dimasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu berkenalan dan
berinteraksi dengan orang lain dan melakukan kegiatan sosial dilakukan
secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian.
B. Saran
1. Bagi Penulis
Bagi Penulis agar dalam penerapan asuhan keperawatan pada partisipan
dengan halusinasi tidak hanya tertuju kepada klien, tetapi juga kepada
keluarga dan orang terdekat partisipan sebagai wujud asuhan keperawatan
yang komprehensif.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan dapat memberikan gambaran dan wawasan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan
halusinasi di klinik maupun di komunitas masyarakat.
3. Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa Puskesmas Nanggalo
Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa Puskesmas Nanggalo dapat
mengembangkan program kesehatan jiwa yang dapat memfasilitasi
penanganan masalah gangguan kesehatan jiwa yang dialami klien dan
keluarga dengan halusinasi.
4. Penulis Selanjutnya
Dapat mengembangkan penulisan lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan pada klien halusinasi. Selain itu peneiti selanjutnya dapat
menggali lebih dalam lagi proses asuhan keperawatan yang berbasis klien
dan keluarga pada masalah kesehatan gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Anggraini, dkk. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr. AminogondohutomoSemarang. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 17 Januari 2017 pukul 13.51 WIB.
Bagyono, Tuntas. 2013. Kunci Praktis Untuk Metodelogi Penelitian Kesehatan Promotif- Preventif. Yogyakarta: Ombak.
Budiman. 2013. Penelitian Kesehatan. Bandung: PT Refika Aditama.
Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Data Progam Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kota Padang.
Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Halawa, Aristina. 2015. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur Surabaya. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 18 Januari 2017 pukul 13.04 WIB.
Herdman, T. Heather. 2017. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan
Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Mardalis. 2010. Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal) edisi 1. Jakarta: Bumi Aksara.
Mirza, dkk. 2015. Hubungan Lamanya Perawatan Paseien Skizofrenia dengan Stres Keluarga. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 17 Januari 2017 pukul 07.50 WIB.
Medical Record Puskesmas Nanggalo Padang. 2016.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.
Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol 2 edisi 4. Jakarta: EGC.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar. 2013.
Sari. 2014. Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi Dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Halusinasi Di Rumah. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 03 Maret 2017 pukul 06.23 WIB.
Supardi, Sudibyo dan Rustika. 2013. Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: TIM.
Swanson, Elizabeth, dkk. Copyright 2013. Nursing Outcomes (NOC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia
Undang Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wagner, Cherly M, dkk. Copyright 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia.
Yosep, Iyus. 2007.Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.
.................... 2013. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Lampiran 3
Format Skrinning Klien yang mengalami Skizofrenia dengan Halusinasi
1. Klien dengan halusinasi memiliki tanda dan gejala berikut :
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
Ya Tidak
b. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu dan monster
Ya Tidak
c. Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
Ya Tidak
d. Bicara atau tertawa sendiri
Ya Tidak
e. Marah tanpa sebab
Ya Tidak
f. Mondar mandir tanpa arah
Ya Tidak
2. Klien mengalami halusinasi lebih dari 3 bulan
Ya Tidak
3. Klien dengan halusinasi yang pernah di rawat di rumah sakit jiwa
Ya Tidak
4. Klien dengan halusinasi melakukan kontrol/ pengobatan ke Puskesmas
Nanggalo Padang (1 tahun terakhir)
Ya Tidak
CAT : Jika jumlah jawaban “YA” >= 8 maka klien termasuk dalam kriteria
sampel, jika jumlah jawaban “YA” < 8 maka klien tidak termasuk dalam
kriteria sampel.
Lampiran 9
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny.E Tanggal Pengkajian :22 Mei 2017 Umur : 32 tahun
II. KELUHAN SAAT DIKAJI
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan saat ini masih sering mendengar suara-suara seperti menasehati, menakuti dan melihat bayangan putih. Klien mengatakan mendengar suara-suara tersebut ketika klien sedang duduk sendirian dan melamun. Klien mengatakan jika mulai mendengar suara-suara tersebut klien menyibukkan diri dengan bermain gitar ,bernyanyi dan mengusir suara-suara tersebut. Namun klien mengatakan cara tersebut kadang tidak dapat menghilangkan suara-suara yang terdengar oleh klien. Klien mengatakan sangat terganggu dengan suara-suara yang terdengar. Klien mengatakan mudah marah apabila ada orang yang membuat klien kesal, klien mengatakan susah untuk mengontrol rasa marah yang dirasakan.
III. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Gangguan Jiwa dimasa Lalu
Keluarga mengatakan klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
2. Pengobatan Sebelumnya
Keluarga mengatakan Ny.E pernah dirawat 2 kali di RSJ Prof HB Saanin Padang tahun 2010 saat masuk pertama klien dirawat selama 1 minggu setelah itu klien pulang di rawat di rumah setelah 3 bulan klien masuk kembali ke RSJ Prof HB Saanin Padang dan dirawat kembali selama 1 minggu.
3. Trauma klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma. a. Aniaya Fisik
klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik. b. Aniaya Seksual
klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya seksual. c. Penolakan
klien mengatakan tidak pernah mengalami penolakan dalam keluarga ataupun dilingkungan rumahnya.
d. Kekerasan dalam Keluarga Klien mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan dalam keluarganya.
e. Tindakan Kriminal Klien pernah melukai tangan kakaknya dengan kaca. Masalah Keperawatan : resiko perilaku kekerasan
4. Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti klien.
Masalah Keperawatan :
5. Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan klien mengatakan pernah diputuskan oleh pacarnya ketika SMA. Masalah Keperawatan :
IV. PEMERIKSAAN FISIK 1. Tanda vital : TD : . 130/80 mmHg N : 87 x/m S : 36,50C P : 20 x/m 2. Ukuran : TB : 155 cm BB : 60 Kg 3. Keluhan Fisik : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
: Perempuan : Klien
: Laki-laki : Hubungan keluarga
: Meninggal --------- : Tinggal serumah
Jelaskan : klien tinggal serumah bersama ibunya, pengambil keputusan adalah ibu, ayah klien sudah meniggal.
Masalah Keperawatan : ___________________________________________
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : klien mengatakan malu dengan dirinya, dan merasa dirinya tidak baik
b. Identitas : klien mengetahui dirinya sebagai anak dan dahulunya pernah sekolah. Klien mengatakan mengetahui keadaan penyakitnya saat ini.
c. Peran : klien mengatakan tidak ada peran dalam keluarga
d. Ideal diri : klien ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa hidup seperti orang lain
e. Harga diri : klien mengatakan merasa putus asa, tidak percaya diri dan kadang merasa tidak berarti bagi keluarganya dan merasa hanya bisa menyusahkan keluarganya, karena klien tidak bisa melakukan apapun untuk membantu keluarganya. Klien mengatakn tidak bisa bekerja karena kondisinya saat ini. Klien mudah curiga dan mudah marah sehingga sulit untuk berhadapan dengan orang lain. Karena klien susah untuk mengontrol perasaan dan perilakunya.
Masalah Keperawatan: harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : ibu dan kakaknya yang bekerja di Malaisya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat klien mengatakan ada ikut peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat seperti mengikuti acara lomba 17 Agustus seperti lomba joget, puisi, dan klien dahulunya juga ikut dalam band
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
Masalah keperawatan : ___________________________________________
4. Spiritual a. Nilai dan keyakinan
klien mengatakan beragama islam
b. Kegiatan ibadah klien mengatakan tidak ada sholat
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
VI. STATUS MENTAL 1. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak
tidak sesuai biasanya
√
Jelaskan : tampak gigi dan mulut kotor, dan bau mulut akibat klien merokok, dan klien mengatakan jarang mandi dan tidak gosok gigi, karena klien malas.
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai
pembicaraan
Jelaskan : saat berbicara klien berbicara cepat dan keras
Masalah Keperawatan : ________________________________________________
3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan : __________________________________________________________
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
4. Alam perasaaan
Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira berlebihan
Jelaskan :___________________________________________________________
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan : __________________________________________________________
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
√ √
√ √ √ √
6. lnteraksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung
Kontak mata (-) Defensif Curiga
Jelaskan : __________________________________________________________
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan : klien mengatakan mendengar suara-suara seperti menakuti, menasehati dan melihat bayangan putih.
Masalah Keperawatan : gangguan persepsi sensori halusinasi
8. Proses Pikir
sirkumtansial tangensial kehilangan asosiasi
flight of idea blocking pengulangan pembicaraan/persevarasi
Jelaskan : pembicaraan berbelit-belit namun sampai pada tujuan
Masalah Keperawatan : gangguan proses pikir
9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi ide yang terkait pikiran magis
Jelaskan : klien mengatakan ada niat untuk bunuh diri
Masalah Keperawatan : gangguan isi pikir
10. Tingkat kesadaran
bingung sedasi stupor
Disorientasi
waktu tempat orang
√
√
√ √
√
√
√
√
√ √
Jelaskan : ............................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka pendek
gangguan daya ingat saat ini konfabulasi
Jelaskan : ............................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
mudah beralih tidak mampu konsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan gangguan bermakna
Jelaskan : ..........................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
14. Daya tilik diri
mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan : ...........................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
√
√ √
√
VII. Mekanisme Koping
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah reaksi lambat/berlebih
Teknik relaksasi bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif menghindar
Olahraga mencederai diri
Lainnya _______________ lainnya : __________________
Masalah Keperawatan : _______________________________________________
VIII. Masalah Psikososial dan Lingkungan:
Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : tidak ada
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: tidak ada
Masalah dengan pendidikan, spesifik karena klien mengalami perasaan ingin merasakan kuliah
Masalah dengan pekerjaan, spesifik : klien juga ingin bekerja namun tidak memungkinkan karena penyakit klien
Masalah dengan perumahan, spesifik : tidak ada
Masalah ekonomi, spesifik: klien mengatakan cemas nanti ibu klien semakin tua dan tidak bisa bekerja lagi, dan kakak klien yang biasanya memberikan uang nanti jika sudah menikah tidak bisa lagi membantu kehidupan klien dengan ibunya sepenuhnya
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik: tidak ada
Masalah lainnya, spesifik : tidak ada
X. Pengetahuan Kurang Tentang:
Penyakit jiwa sistem pendukung
Faktor presipitasi penyakit fisik
Koping obat-obatan
√
√
√
√
√ √
Lainnya : ______________________________________________________
XI. Aspek Medik
Diagnosa Medik : skizofrenia
Terapi Medik : Haloperidol (2x1),
Risperidon 3 ml (2x1),
Chlorpromazine (1x1),
Trihenski phenidol (2x1),
Amitripilin (2x1),
Vitamin B kompleks (2x1)
B. FORMAT ANALISA DATA
No Data Masalah 1. DO: partisipan tampak binggung, tertawa
sendiri, fikiran partisipan magis. DS: partisipan mengatakan ada mendengar
suara-suara yang melarang, menasehati, menakuti, partisipan juga mengatakan ada melihat bayangan putih
Gangguan persepsi sensori halusinasi :
pendengaran
2. DO: partisipan tampak mudah tersinggung dan curiga kepada orang lain
DS: partisipan mengatakan susah untuk
mengontrol rasa marah apabila ada yang membuat partisipan emosi, dan partisipan pernah masuk ke RSJ karena melukai kakaknya
Resiko perilaku kekerasan
3. DO: gigi dan mulut partisipan tampak kotor dan mulut partisipan berbau.
DS: partisipan mengatakan jarang mandi,
partisipan mengatakan malas mandi, jarang gosok gigi
Defisit perawatan diri
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa
Keperawatan
Tanggal
Muncul
Tanggal
Teratasi
Paraf
1.
Gangguan persepsi
sensori halusinasi
22 Mei 2017 31 Mi 2017
Resiko perilaku
kekerasan
22 Mei 2017
31 Mei 2017
2. Defisit perawatan
diri
22 Mei 2017 31 Mei 2017
C. FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan persepsi sensori
: halusinasi
Pasien mampu mengontrol halusinasi sesuai strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan diharapkan klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara :
1. Minum obat secara teratur
2. Dengan cara latihan menghardik
3. Dengan cara latihan bercakap-cakap
4. Dengan cara latihan melakukan aktivitas sehari-hari
SP 1 pasien :
1. Identifikasi halusinasi : isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi, pencetus, perasaan, respon
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi minum obat teratur , meghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas sehari-hari
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan minum obat teratur dan jelaskan 6 benar minum obat
4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian klien Sp 2 pasien : 1. Evaluasi kegiatan minum obat, beri pujian 2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien
Sp 3 pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan minum obat teratur dan latihan menghardik
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap 3. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
Sp 4 pasien :
1. Evaluasi kegiatan latihan minum obat, menghardik dan bercakap-cakap. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian 3. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
Keluarga mampu mengenal masalah halusinasi, mampu merawat pasien halusinasi dengan baik, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk folow up pasien secara
Setelah dilakukan pertemuan 2-4 x pertemuan keluarga mampu mengarahkan pasien dalam mengontrol halusinasi
Sp 1 keluarga
1. Diskusikan masalah yang dirasakan merawat pasien halusinasi 2. Jelaskan pengertian, tanda gejala, dan proses terjadinya halusinasi 3. Jelaskan cara merawat pasien halusinasi 4. Latih cara merawat halusinasi :minum obat teratur 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal. beri pujian
Sp 2 keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat / melatih pasien minum obat secara teratur, beri pujian
2. Jelaskan cara latihan menghardik 3. Latih cara menghardik 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal , beri pujian
teratur Sp 3 keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien minum obat teratur, menghardik, beri pujian
2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama saat halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal , beri pujian
Sp 4 keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien minum obat teratur, menghardik, dan bercakap-cakap, beri pujian
2. Latih cara merawat pasien dengan mengontrol halusinasi melalui kegiatan sehari-hari
3. Jelaskan follow up PKM tanda kambuh, rujukan 4. Anjurkan membantu pasien sesuai dengan jadwal dan berikan
pujian
Resiko perilaku kekerasan
Pasien mampu mengontrol rasa marah sesuai strategi pelaksanaan
Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan diharapkan klien mampu mengontrol rasa marah dengan cara :
SP 1 Pasien
1. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan dan akibat perilaku kekerasan
2. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik, minum obat secara teratur, verbal dan spiritual
tindakan keperawatan
1. Minum obat secara teratur
2. Dengan cara latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal
3. Dengan cara latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang baik)
4. Dengan cara spiritual
3. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal
4. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 2 Pasien 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal.
Beri pujian 2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
teratur (jelaskan 6 benar minum obat, jenis, guna, dosis, frekuensi dan cara kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 3 Pasien 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan minum obat. Beri pujian 2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal
(mengungkapkan, meminta, menolak dengan cara yang baik) 3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 4 Pasien 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 dan minum obat serta latihan
verbal. Beri pujian 2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual 3. Masukkkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu mengenal masalah resiko perilaku kekerasan, mampu merawat pasien perilaku kekerasan dengan baik, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk folow up pasien secara teratur
Setelah dilakukan pertemuan 2-4 x pertemuan keluarga mampu mengarahkan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan
SP 1 Keluarga
1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya
perilakun kekerasan 3. Jelaskan cara merawat perilaku kekerasan‟ 4. Latih cara merawat perilaku kekerasan dengan latihan fisik 1,2 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 2 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien latihan fisik 1,2. Beri pujian
2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat 3. Latih cara memberikan/membimbing minum obat 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 3 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien latihan fisik 1,2 dan memberikan obat. Beri pujian
2. Latih cara membimbing verbal/bicara 3. Latih cara membimbing kegiatan spiritual 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 4 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien latihan fisik 1,2 dan memberikan obat, verbal dan spiritual. Beri pujian.
2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
Defisit perawatan diri
Pasien mampu menjaga kebersihan diri sesuai strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan diharapkan klien mampu menjaga kebersihan diri dengan cara :
1. Mandi, sikat gigi, cuci rambut dan potong kuku
2. Berdandan yang benar
3. Makan/minum yang benar
4. BAB/BAK yang benar
SP 1 Pasien
1. Identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri 3. Jelaskan cara dan alat kebersihan diri 4. Latih cara menjaga kebersihan diri mandi dan ganti pakaian, sikat
gigi, cuci rambut, potong kuku, 5. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 Pasien
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian 2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan setelah kebersihan diri,
sisiran, rias muka untuk wanita 3. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 Pasien
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian 2. Jelaskan cara dan alat makan/minum yang baik 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 4 Pasien
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan/minum. Beri pujian
2. Jelaskan cara BAB/BAK yang baik 3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu mengenal masalah defisit perawatan diri, mampu merawat pasien defisit perawatan diri dengan baik, memanfaatkan fasilitas pelayanan
Setelah dilakukan pertemuan 2-4 x pertemuan keluarga mampu mengarahkan pasien dalam menjaga kebersihan diri
SP 1 Keluarga
1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien 2. Jelskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya defisit
perawatan diir 3. Jelaskan cara merawat defisit perawatan diri 4. Latih cara merawat kebersihan diri 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
reinforcement
SP 2 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri. Beri pujian
kesehatan untuk folow up pasien secara teratur
2. Bimbing keluarga membantu pasien berdandan 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
reinforcement
SP 3 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri, dan berdandan. Beri pujian
2. Bimbing keluarga membantu makan/minum pasien 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
reinforcement
SP 4 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri,berdandan, makan/minum. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat BAB/BAK pasien
3. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan
D. FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tgl Diagnosa
Keperawatan Implementasi Evaluasi
Paraf
22 Mei 2017
Gangguan persepsi sensori halusinasi
SP 1 klien 1. Membina hubungan saling percaya 2. Membantu pasien menyadari gangguan persepsi
sensori halusinasi - Tanyakan pendapat klien mengenai : halusinasi - Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, respon, perasan , upaya yang dilakukan untuk mengontrol halusinasi
3. Jelaskan cara mengontrol halusinasi 4. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara teratur ( 6 benar minum obat) 5. Masukkan ke dalam kegiatan harian pasien
S : pasien mengatakan masih mendengar suara-suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan mengerti tentang minum obat secara teratur O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti tentang minum obat secara teratur A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
23 Mei 2017
Sp 2 pasien 1. Mengevaluasi kegiatan minum obat secara
teratur 2. Menjelaskan dan melatih pasien cara
menghardik 3. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
klien
S : pasien mengatakan masih mendengar suara-suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan mengerti tentang cara menghardik O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara menghardik dan mampu melakukannya A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 2 , lanjutkan ke SP3
24 Mei 2017
Sp 3 pasien 1. Mengevaluasi kegiatan minum obat dan latihan
menghardik 2. Menjelaskan dan melatih mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap-cakap 3. Memasukkkan ke dalam jadwal kegiatan harian
pasien
S : pasien mengatakan sudah mulai berkurang mendengar suara-suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan mengerti tentang cara bercakap-cakap O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara latihan bercakap-cakap dan mampu melakukannya A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 3 , lanjutkan ke SP4
24 Mei 2017
Sp 4 pasien 1. Mengevaluasi kegiatan minum obat, latihan
menghardik dan bercakap-cakap 2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan sehari-hari 3. Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
pasien
S : pasien mengatakan sudah mulai berkurang mendengar suara-suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan mengerti tentang cara melakukan kegiatan sehari-hari O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara latihan melakukan kegiatan sehari-hari dan mampu melakukannya A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 4
25 Mei 2017
Sp keluarga 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien 3. Menjelaskan pengertian, tanda gejala, proses
terjadinya halusinasi 4. Melatih keluarga merawat pasien halusinasi 5. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga
dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi 6. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan
gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan
7. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang penjelasan mengenai halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang diberikan dengan , mampu mengulangi kembali A : keluarga mampu merawat pasien dengan mandiri masalah teratasi sebagian P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
25 Mei 2017
Resiko perilaku kekerasan
SP 1 klien 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mendiskusikan dan mengidentifikasi penyebab
rasa marah yang menyebabkan perilaku kekerasan, tanda dan gejala, seeta cara yang dilakukan untuk mengontrol marah dan akibat dari cara yang dilakukan tersebut.
3. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik, minum obat teratur, cara verbal dan spiritual
S : pasien mengatakan masih ada perasaan kesal dan marah O: klien mampu melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
4. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal
5. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
26 Mei 2017
SP 2 Pasien 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik tarik napas
dalam dan pukul bantal. Memberikan pujian 2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan minum obat teratur (menjelaskan 6 benar minum obat, jenis, guna, dosis, frekuensi dan cara kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
S: klien mengatakan perasaaan marah dapat terkontrol O : klien mampu mengetahui cara minum obat yang benar A : klien mampu melakukan secara mandiri P : optimalkan SP 2 , lanjutkan SP 3
27 Mei 2017
SP 3 Pasien 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan
minum obat. Memberi pujian 2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara verbal (mengungkapkan, meminta, menolak dengan cara yang baik)
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
S: klien mengatakan klien mengatakan perasaaan marah dapat terkontrol O : klien mampu melakukan latihan cara verbal A : klien mampu melakukan secara mandiri P : optimalkan SP 3. Lanjutkan SP 4
28 Mei 2017
SP 4 Pasien 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 dan
minum obat serta latihan verbal. Memberi pujian 2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan spiritual 3. Masukkkan dalam jadwal kegiatan harian
S: klien mengatakan klien mengatakan perasaaan marah dapat terkontrol O : klien mampu melakukan latihan spiritual dengan berdzikir A : klien mampu melakukan secara mandiri P : optimalkan SP 4
28 Mei 2017
SP keluarga 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien 3. Menjelaskan pengertian, tanda gejala, proses
terjadinya perilaku kekerasan 4. Melatih keluarga cara merawat pasien resiko
perilaku kekerasan 5. Membimbing keluarga merawat resiko perilaku
kekerasan 6. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga
dan lingkungan untuk mengontrol emosinya 7. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan gejala
kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan
8. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang penjelasan mengenai resiko perilaku kekerasan, dan cara merawat pasien resiko perilaku kekerasan O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang diberikan dengan , mampu mengulangi kembali A : keluarga mampu merawat pasien dengan mandiri masalah teratasi sebagian P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
29 Mei 2017
Defisit perawatan diri
SP 1 Pasien 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mengidentifikasi masalah perawatan diri,
kebersihan diri, berdandan, makan/minum,
S : klien mengatakan mengerti tentang cara menjaga kebersihan diri O : klien mampu menjelaskan cara menjaga
BAB/BAK 3. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri 1. Menjelaskan cara dan alat kebersihan diri 2. Menjelaskan dan melatih cara menjaga
kebersihan diri mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku,
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
kebersihan diri mandi A : klien mampu melakukan dengan mandiri P : optimalkan SP 1, lanjutkan SP 2
30 Mei 2017
SP 2 Pasien 1. Mengevaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri
pujian. 2. Menjelaskan dan melatih cara dan alat untuk
berdandan setelah kebersihan diri, sisiran, rias muka untuk wanita
3. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
S : klien mengatakan mengerti cara berdandan yang benar O : klien mampu menjelaskan dan melakukan cara berdandan yang benar A : klien mampu melakukan dengan mandiri P : optimalkan SP 2, lanjutkan SP 3
30 Mei 2017
SP 3 Pasien 1. Mengevaluasi kegiatan kebersihan diri dan
berdandan. Beri pujian 2. Menjelaskan dan melatih cara dan alat
makan/minum yang baik 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
S : klien mengatakan mengerti cara makan/minum yang benar O : klien mampu menjelaskan dan melakukan cara makan/minum yang benar A : klien mampu melakukan dengan mandiri P : optimalkan SP 3, lanjutkan SP 4
31 Mei 2017
SP 4 Pasien 1. Mengevaluasi kegiatan kebersihan diri,
berdandan, makan/minum. Beri pujian 2. Menjelaskan cara BAB/BAK yang baik
S : klien mengatakan mengerti cara BAB/BAK yang benar O : klien mampu menjelaskan dan
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian melakukan cara BAB/BAK yang benar A : klien mampu melakukan dengan mandiri P : optimalkan SP 4
31 Mei 2017
SP Keluarga 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam
merawat pasien defisit perawatan diri 3. Menjelaskan pengertian, tanda gejala, proses
terjadinya defisit perawatan diri dan mengambil keputusan merawat pasien
4. Mendiskusikan bersama keluarga tentang fasilitas lebersihan diri yang dibutuhkan pasien untuk menjaga perawatan diri
5. Melatih keluarga cara merawat/membi,bing kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK pasien
6. Melatih 7. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga
dan lingkungan yang mendukung perawatan diri pasien
9. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan
8. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang penjelasan mengenai defisit perawatan diri, dan cara merawat pasien defisit perawatan diri O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang diberikan dengan , mampu mengulangi kembali A : keluarga mampu merawat pasien dengan mandiri masalah teratasi sebagian P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
IX. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny.I Tanggal Pengkajian :22 Mei 2017 Umur : 39 tahun
X. KELUHAN SAAT DIKAJI
Saat dilakukan pengkajian partisipan mengatakan saat ini masih mendengar suara-suara seperti mengajak, menyuruh, dan bercakap-cakap. Partisipan mengatakan mendengar suara-suara tersebut jika sendirian dan sedang melamun, saat mendengar suara-suara tersebut pasien mengusir suara-suara dan kadang-kadang membiarkan suara tersebut menganggu partisipan sampai suara tersebut hilang. Partisipan mengatakan mudah marah apabila kehendaknya tidak dituruti. Jika marah partisipan akan berbicara keras, dan mengeluarkan kata-kata kasar, namun partisipan tidak pernah melempar barang, melukai diri sendiri atau orang lain. Partisipan mengatakan susah untuk mengontrol marahnya.
XI. FAKTOR PREDISPOSISI 6. Gangguan Jiwa dimasa Lalu
Keluarga mengatakan klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
7. Pengobatan Sebelumnya
Keluarga mengatakan pengobatan sebelumnya sudah pergi berobat ke psikiater, dukun, dan ke RSJ Prof HB Saanin Padang. Partisipan minum obat sejak tahun 2001. Namun obat dihentikan selama 2 tahun karena partisipan mengikuti pengobatan tradisional. Setelah itu dilanjutkan kembali minum obat tahun 2004 sampai sekarang.
8. Trauma klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma. f. Aniaya Fisik
klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik.
g. Aniaya Seksual klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya seksual.
h. Penolakan klien mengatakan tidak pernah mengalami penolakan dalam keluarga ataupun dilingkungan rumahnya.
i. Kekerasan dalam Keluarga Klien mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan dalam keluarganya.
j. Tindakan Kriminal
Klien tidak pernah melakukan tindakan kriminal Masalah Keperawatan :
9. Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti klien.
Masalah Keperawatan :
10. Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan klien mengatakan pernah diputuskan oleh pacarnya ketika SMA. Masalah Keperawatan :
XII. PEMERIKSAAN FISIK 4. Tanda vital : TD : . 110/80 mmHg N : 80 x/m S : 36,60C P : 18 x/m 5. Ukuran : TB : 158 cm BB : 65 Kg 6. Keluhan Fisik : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
XIII. PSIKOSOSIAL
5. Genogram
Keterangan :
: Perempuan : Klien
: Laki-laki : Hubungan keluarga
: Meninggal --------- : Tinggal serumah
Jelaskan : klien tinggal serumah bersama ayah dan ibunya, pengambil keputusan di rumah biasanya ayah, dan jika ada masalah dilakukan musyawarah dengan anggota keluarga lainnya
Masalah Keperawatan : ___________________________________________
6. Konsep diri
a. Gambaran diri : klien partisipan mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya.
b. Identitas : klien mengetahui dirinya sebagai anak dan dahulunya pernah sekolah. Klien mengatakan mengetahui keadaan penyakitnya saat ini.
c. Peran : klien mengatakan mengetahui perannya sebagai anak karena partisipan sering mengerjakan kegiatan rumah seperti menyapu, mencuci piring untuk membantu ibunya dan menjadi kakak bagi adiknya
d. Ideal diri : klien ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa hidup seperti orang lain
e. Harga diri : klien mengatakan partispan mengatakan kurang percaya diri dan mudah putus asa.
Masalah Keperawatan:
7. Hubungan Sosial
d. Orang yang berarti : Ibu dan ayahnya
e. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat klien mengatakan ada ikut peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat seperti mengikuti acara lomba 17 Agustus seperti lomba joget, puisi, dan klien dahulunya juga ikut dalam band
f. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Klien mengatakan mengalami hambatan dalam berhubungan dengan orang lain karena partisipan memiliki sifat pendiam
Masalah keperawatan : isolasi sosial
8. Spiritual c. Nilai dan keyakinan
klien mengatakan beragama islam
d. Kegiatan ibadah klien mengatakan ada mengerjakan sholat dan berpuasa
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
XIV. ____________________________________________________ STATUS MENTAL
15. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak
tidak sesuai biasanya
Jelaskan : tampak gigi dan mulut kotor, dan bau mulut akibat klien merokok, dan klien mengatakan jarang mandi dan tidak gosok gigi, karena klien malas.
16. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai
√
√ √
pembicaraan
Jelaskan : saat berbicara klien berbicara lambat dan membisu
Masalah Keperawatan : ________________________________________________
17. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan : __________________________________________________________
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
18. Alam perasaaan
Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira berlebihan
Jelaskan :___________________________________________________________
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
19. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan : __________________________________________________________
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
20. lnteraksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung
Kontak mata (-) Defensif Curiga
Jelaskan : __________________________________________________________
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
21. Persepsi
√ √
√ √ √ √
√
√
√
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan : klien mengatakan mendengar suara-suara seperti mengajak dan menyuruh
Masalah Keperawatan : gangguan persepsi sensori halusinasi
22. Proses Pikir
sirkumtansial tangensial kehilangan asosiasi
flight of idea blocking pengulangan pembicaraan/persevarasi
Jelaskan : pembicaraan berhenti, lalu dilanjutan kembali
Masalah Keperawatan : gangguan proses pikir
23. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi ide yang terkait pikiran magis
Jelaskan : klien mengatakan selalu muncul fikiran yang menganggu dirinya
Masalah Keperawatan : gangguan isi pikir
24. Tingkat kesadaran
bingung sedasi stupor
Disorientasi
waktu tempat orang
Jelaskan : ............................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
25. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka pendek
gangguan daya ingat saat ini konfabulasi
Jelaskan : ............................................................................................................................
√
√
√
√
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
26. Tingkat konsentrasi dan berhitung
mudah beralih tidak mampu konsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : _____________________________________________
27. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan gangguan bermakna
Jelaskan : ..........................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
28. Daya tilik diri
mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan : ...........................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ______________________________________________
XV. Mekanisme Koping
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah reaksi lambat/berlebih
Teknik relaksasi bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif menghindar
Olahraga mencederai diri
Lainnya _______________ lainnya : __________________
√ √
√
√
√
Masalah Keperawatan : _______________________________________________
XVI. Masalah Psikososial dan Lingkungan:
Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : tidak ada
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: klien mengatakan sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
Masalah dengan pendidikan, spesifik tidak ada
Masalah dengan pekerjaan, spesifik : tidak ada
Masalah dengan perumahan, spesifik : tidak ada
Masalah ekonomi, spesifik: tidak ada
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik: tidak ada
Masalah lainnya, spesifik : tidak ada
XII. Pengetahuan Kurang Tentang:
Penyakit jiwa sistem pendukung
Faktor presipitasi penyakit fisik
Koping obat-obatan
Lainnya : ______________________________________________________
XIII. Aspek Medik
Diagnosa Medik : skizofrenia
Terapi Medik : Haloperidol (2x1),
Risperidon 3 ml (2x1),
Chlorpromazine (1x1),
Trihenski phenidol (2x1),
Carbamarzepine (2x1)
√
√
√ √
B. FORMAT ANALISA DATA
No Data Masalah 4. DO: partisipan tampak binggung, kontak mata
kurang saat wawancara, saat berbicara pasien tiba-tiba berhenti dan kembali melanjutkan pembicaraan
DS: partisipan mengatakan ada mendengar
suara-suara seperti mengajak dan menyuruh hampir setiap hari
Gangguan persepsi sensori halusinasi :
pendengaran
5. DO: partisipan tampak mudah tersinggung dan curiga kepada orang lain
DS: partisipan mengatakan mudah marah jika
kehendaknya tidak diberikan dan keluarga mengatakan partisipan egois dengan keinginannya tidak mau dilarang
Resiko perilaku kekerasan
6. DO: partisipan tampak menyendiri, partisipan tampak berbicara lambat dan membisu, dan partisipan tampak menghindar, partisipan tampak sulit memulai pembicaraan dengan orang lain.
DS: partisipan mengatakan dahulunya
dijauhkan oleh teman-temannya karena partisipan pendiam, partisipan mengatakan kurang berkomunikasi dengan orang lain
Isolasi sosial
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa
Keperawatan
Tanggal
Muncul
Tanggal
Teratasi
Paraf
3.
Gangguan persepsi
sensori halusinasi
22 Mei 2017 31 Mi 2017
Resiko perilaku
kekerasan
22 Mei 2017
31 Mei 2017
4. Isolasi sosial
22 Mei 2017 31 Mei 2017
C. FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan persepsi sensori
: halusinasi
Pasien mampu mengontrol halusinasi sesuai strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan diharapkan klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara :
5. Minum obat secara teratur
6. Dengan cara latihan menghardik
7. Dengan cara latihan bercakap-cakap
8. Dengan cara latihan melakukan aktivitas sehari-hari
SP 1 pasien :
5. Identifikasi halusinasi : isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi, pencetus, perasaan, respon
6. Jelaskan cara mengontrol halusinasi minum obat teratur , meghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas sehari-hari
7. Latih cara mengontrol halusinasi dengan minum obat teratur dan jelaskan 6 benar minum obat
8. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian klien Sp 2 pasien : 4. Evaluasi kegiatan minum obat, beri pujian 5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik 6. Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien
Sp 3 pasien
4. Evaluasi kegiatan latihan minum obat teratur dan latihan menghardik
5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap 6. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
Sp 4 pasien :
4. Evaluasi kegiatan latihan minum obat, menghardik dan bercakap-cakap. Beri pujian
5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian 6. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
Keluarga mampu mengenal masalah halusinasi, mampu merawat pasien halusinasi dengan baik, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk folow up pasien secara teratur
Setelah dilakukan pertemuan 2-4 x pertemuan keluarga mampu mengarahkan pasien dalam mengontrol halusinasi
Sp 1 keluarga
6. Diskusikan masalah yang dirasakan merawat pasien halusinasi 7. Jelaskan pengertian, tanda gejala, dan proses terjadinya halusinasi 8. Jelaskan cara merawat pasien halusinasi 9. Latih cara merawat halusinasi :minum obat teratur 10. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal. beri pujian
Sp 2 keluarga
5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat / melatih pasien minum obat secara teratur, beri pujian
6. Jelaskan cara latihan menghardik 7. Latih cara menghardik 8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal , beri pujian
Sp 3 keluarga
5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien minum
obat teratur, menghardik, beri pujian 6. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk
mengontrol halusinasi 7. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama
saat halusinasi 8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal , beri pujian
Sp 4 keluarga
5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien minum obat teratur, menghardik, dan bercakap-cakap, beri pujian
6. Latih cara merawat pasien dengan mengontrol halusinasi melalui kegiatan sehari-hari
7. Jelaskan follow up PKM tanda kambuh, rujukan 8. Anjurkan membantu pasien sesuai dengan jadwal dan berikan
pujian
Resiko perilaku kekerasan
Pasien mampu mengontrol rasa marah sesuai strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan diharapkan klien mampu mengontrol rasa marah dengan cara :
5. Minum obat secara teratur
SP 1 Pasien
5. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan dan akibat perilaku kekerasan
6. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik, minum obat secara teratur, verbal dan spiritual
7. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal
6. Dengan cara latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal
7. Dengan cara latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang baik)
8. Dengan cara spiritual
8. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 2 Pasien 4. Evaluasi kegiatan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal.
Beri pujian 5. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
teratur (jelaskan 6 benar minum obat, jenis, guna, dosis, frekuensi dan cara kontinuitas minum obat)
6. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 3 Pasien 4. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan minum obat. Beri pujian 5. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal
(mengungkapkan, meminta, menolak dengan cara yang baik) 6. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 4 Pasien 4. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 dan minum obat serta latihan
verbal. Beri pujian 5. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual 6. Masukkkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu mengenal
Setelah dilakukan pertemuan 2-4 x pertemuan keluarga
SP 1 Keluarga
6. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
masalah resiko perilaku kekerasan, mampu merawat pasien perilaku kekerasan dengan baik, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk folow up pasien secara teratur
mampu mengarahkan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan
7. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya perilakun kekerasan
8. Jelaskan cara merawat perilaku kekerasan‟ 9. Latih cara merawat perilaku kekerasan dengan latihan fisik 1,2 10. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 2 Keluarga
5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien latihan fisik 1,2. Beri pujian
6. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat 7. Latih cara memberikan/membimbing minum obat 8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 3 Keluarga
5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien latihan fisik 1,2 dan memberikan obat. Beri pujian
6. Latih cara membimbing verbal/bicara 7. Latih cara membimbing kegiatan spiritual 8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 4 Keluarga
4. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien latihan
fisik 1,2 dan memberikan obat, verbal dan spiritual. Beri pujian. 5. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan 6. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
Isolasi sosial Pasien mampu berkenalan dan berinteraksi dengan orang lain serta melakukan kegiatan sosial sesuai strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan diharapkan klien mampu berinteraksi dengan orang lain secara bertahap dengan cara :
1. Latihan bercakap-cakap antara pasien dan
2. Latihan bercakap-cakap dengan 2-3 orang lain
3. Latihan bercakap-cakap dengan 4-5 orang lain
4. Latihan cara bicara saat melakukan kegiatan sosial
SP 1 Pasien 1. Identifikasi penyebab isolasi sosial : siapa yang serumah, siapa yang
dekat, yang tidak dekat, apa sebabnya 2. Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap 3. Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap 4. Latih cara berkenalan dengan anggota keluarga 5. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 2 Pasien 1. Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang). Beri pujian 2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegaiatan) 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 3 Pasien 1. Evaluasi kegaiatan latihan berkenalan (berapa orang) dan berbicara
saat melakukan 2 kegiatan harian. Beri pujian 2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (2 kegiatan
baru) 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 4 Pasien 1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan empat
kegiatan harian. Beri pujian 2. Latih cara berbicara sosial: belanja ke warung, meminta sesuatu,
menjawab pertanyaan 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu mengenal masalah isolasi sosial, mampu merawat pasien isolasi sosial dengan baik, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk folow up pasien secara teratur
Setelah dilakukan pertemuan 2-4 x pertemuan keluarga mampu mengajarkan, mendampingi pasien saat berinteraksi secara bertahap, dan berbicara saat melakukan kegiatan sosial serta melakukan kegiatan harian.
SP 1 Keluarga 1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien bersama
keluarga 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya isolasi
sosial 3. Jelaskan cara merawat pasien isolasi sosial 4. Latih dua cara merawat berkenalan, berbicara saat melakukan
kegiatan harian 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
SP 2 Keluarga 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri pujian
2. Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan pasien berbicara (makan, sholat bersama)
3. Latih cara membimbing pasien berbicara dan memberi pujian
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
SP 3 Keluarga 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan rumah tangga. Beri pujian
2. Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan sosial seperti berbelanja, meminta sesuatu dan lain-lain
3. Latih keluarga mengajak pasien berbelanja 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal. Berikan pujian
SP 4 Keluarga 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian/rumah tangga, berbelanja. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
D. FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tgl Diagnosa
Keperawatan Implementasi Evaluasi
Paraf
22 Mei 2017
Gangguan persepsi sensori halusinasi
SP 1 klien 6. Membina hubungan saling percaya 7. Membantu pasien menyadari gangguan
persepsi sensori halusinasi - Tanyakan pendapat klien mengenai :
halusinasi - Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu
terjadi, situasi pencetus, respon, perasan , upaya yang dilakukan untuk mengontrol halusinasi
8. Jelaskan cara mengontrol halusinasi 9. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara teratur ( 6 benar minum obat)
10. Masukkan ke dalam kegiatan harian pasien
S : pasien mengatakan masih mendengar suara-suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan mengerti tentang minum obat secara teratur O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti tentang minum obat secara teratur A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
23 Mei 2017
Sp 2 pasien 4. Mengevaluasi kegiatan minum obat secara
teratur 5. Menjelaskan dan melatih pasien cara
menghardik 6. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
S : pasien mengatakan masih mendengar suara-suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan mengerti tentang cara menghardik O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara menghardik dan mampu melakukannya
harian klien A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 2 , lanjutkan ke SP3
24 Mei 2017
Sp 3 pasien 4. Mengevaluasi kegiatan minum obat dan
latihan menghardik 5. Menjelaskan dan melatih mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap 6. Memasukkkan ke dalam jadwal kegiatan
harian pasien
S : pasien mengatakan sudah mulai berkurang mendengar suara-suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan mengerti tentang cara bercakap-cakap O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara latihan bercakap-cakap dan mampu melakukannya A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 3 , lanjutkan ke SP4
24 Mei 2017
Sp 4 pasien 4. Mengevaluasi kegiatan minum obat,
latihan menghardik dan bercakap-cakap 5. Melatih pasien mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan sehari-hari 6. Memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian pasien
S : pasien mengatakan sudah mulai berkurang mendengar suara-suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan mengerti tentang cara melakukan kegiatan sehari-hari O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara latihan melakukan kegiatan sehari-hari dan mampu melakukannya A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 4
25 Mei 2017
Sp keluarga 8. Membina hubungan saling percaya 9. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien 10. Menjelaskan pengertian, tanda gejala,
proses terjadinya halusinasi 11. Melatih keluarga merawat pasien
halusinasi 12. Melatih keluarga menciptakan suasana
keluarga dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi
13. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan
14. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang penjelasan mengenai halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang diberikan dengan , mampu mengulangi kembali A : keluarga mampu merawat pasien dengan mandiri masalah teratasi sebagian P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
25 Mei 2017
Resiko perilaku kekerasan
SP 1 klien 6. Membina hubungan saling percaya 7. Mendiskusikan dan mengidentifikasi
penyebab rasa marah yang menyebabkan perilaku kekerasan, tanda dan gejala, seeta cara yang dilakukan untuk mengontrol marah dan akibat dari cara yang dilakukan tersebut.
S : pasien mengatakan masih ada perasaan kesal dan marah O: klien mampu melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
8. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik, minum obat teratur, cara verbal dan spiritual
9. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal
10. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
26 Mei 2017
SP 2 Pasien 4. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik tarik
napas dalam dan pukul bantal. Memberikan pujian
5. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat teratur (menjelaskan 6 benar minum obat, jenis, guna, dosis, frekuensi dan cara kontinuitas minum obat)
6. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
S: klien mengatakan perasaaan marah dapat terkontrol O : klien mampu mengetahui cara minum obat yang benar A : klien mampu melakukan secara mandiri P : optimalkan SP 2 , lanjutkan SP 3
27 Mei 2017
SP 3 Pasien 4. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan
minum obat. Memberi pujian 5. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara verbal (mengungkapkan, meminta, menolak dengan cara yang baik)
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
S: klien mengatakan klien mengatakan perasaaan marah dapat terkontrol O : klien mampu melakukan latihan cara verbal A : klien mampu melakukan secara mandiri P : optimalkan SP 3. Lanjutkan SP 4
28 Mei 2017
SP 4 Pasien 4. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 dan
minum obat serta latihan verbal. Memberi pujian
5. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual
6. Masukkkan dalam jadwal kegiatan harian
S: klien mengatakan klien mengatakan perasaaan marah dapat terkontrol O : klien mampu melakukan latihan spiritual dengan berdzikir, sholat dan berpuasa A : klien mampu melakukan secara mandiri P : optimalkan SP 4
28 Mei 2017
SP keluarga 10. Membina hubungan saling percaya 11. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien 12. Menjelaskan pengertian, tanda gejala,
proses terjadinya perilaku kekerasan 13. Melatih keluarga cara merawat pasien
resiko perilaku kekerasan 14. Membimbing keluarga merawat resiko
perilaku kekerasan 15. Melatih keluarga menciptakan suasana
keluarga dan lingkungan untuk mengontrol emosinya
16. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan
17. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang penjelasan mengenai resiko perilaku kekerasan, dan cara merawat pasien resiko perilaku kekerasan O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang diberikan dengan , mampu mengulangi kembali A : keluarga mampu merawat pasien dengan mandiri masalah teratasi sebagian P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
29 Mei 2017
Isolasi sosial SP 1 klien 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mendiskusikan dan mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial : siapa yang serumah, siapa yang dekat, yang tidak dekat, apa sebabnya
3. Mendiskusikan keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
4. Mendiskusikan kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
5. Melatih cara berkenalan dengan anggota keluarga
6. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
S : pasien mengatakan senang berkenalan dengan orang lain O: klien mampu melakukan latihan berkenalan dan bercakap-cakap dengan anggota keluarganya A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
30 Mei 2017
SP 2 Pasien 1. Mengevaluasi kegiatan berkenalan (berapa
orang). Berikan pujian 2. melatih cara berbicara dengan 2-3 orang
saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegaiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
S : pasien mengatakan senang berkenalan dengan orang lain O: klien mampu melakukan latihan bercakap-cakap dengan 2-3 orang lain A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 2 , lanjutkan ke SP 3
30 Mei 2017
SP 3 Pasien 1. Mengevaluasi kegaiatan latihan berkenalan
(berapa orang) dan berbicara saat melakukan 2 kegiatan harian. Berikan pujian
S : pasien mengatakan senang berkenalan dengan orang lain O: klien mampu melakukan latihan bercakap-cakap dengan 4-5 orang lain
2. Melatih cara berbicara dengan 4-5 orang saat melakukan kegiatan harian (2 kegiatan baru)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 3 , lanjutkan ke SP 4
31 Mei 2017
SP 4 Pasien 1. Mengevaluasi kegiatan latihan berkenalan,
bicara saat melakukan empat kegiatan harian. Berikan pujian
2. Melatih cara berbicara sosial: meminta sesuatu, menjawab pertanyaan
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
S : pasien mengatakan senang berinteraksi dengan orang lain sambil melakukan aktivitas sosial O: klien mampu melakukan latihan berinteraksi sambil melakukan kegiatan sosial A: klien mampu melakukan secara mandiri masalah teratasi sebagian P : optimalkan SP 4
31 Mei 2017
SP keluarga 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien 3. Menjelaskan pengertian, tanda gejala,
proses terjadinya isolasi sosial 4. Melatih/membimbing keluarga cara
merawat pasien isolasi sosial 5. Melatih keluarga menciptakan suasana
keluarga dan lingkungan untuk mengontrol emosinya
6. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang penjelasan mengenai isolasi sosial, dan cara merawat pasien isolasi sosial O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang diberikan dengan mampu mengulangi kembali A : keluarga mampu merawat pasien dengan mandiri masalah teratasi sebagian P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
Lampiran 10
Dokumentasi Kunjungan Rumah Partisipan 1
Kunjungan 1
Kunjungan 2
Kunjungan 3
Kunjungan 4
Kunjungan 5
Kunjungan 6
Kunjungan 7
Kunjungan 8
Kunjungan 9
Kunjungan 10
Kunjungan 11
Kunjungan 12
Kunjungan 13
Kunjungan 14
Dokumentasi Kunjungan Rumah Partisipan II
Kunjungan 1
Kunjungan 2
Kunjungan 3
Kunjungan 4
Kunjungan 5
Kunjungan 6
Kunjungan 7
Kunjungan 8
Kunjungan 9
Kunjungan 10
Kunjungan 11
Kunjungan 12
Kunjungan 13
Kunjungan 14