1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CEREBRO VASCULAR
ACCIDENT (CVA) DENGAN MASALAH KONSTIPASI
DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA MALANG
Ari Prasetyo Sina Sogen, Maria Magdalena Setyaningsih, Wisoedhanie Widi
Anugrahanti
Prodi D-III Keperawatan STIKes Panti Waluya Malang
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Cerebro Vascular Accident (CVA) adalah masalah di otak karena tersumbat dan
pecahnya aliran darah ke otak. CVA akan berakibat kerusakan saraf neurologis
yang menimbulkan gangguan mobilitas fisik, menelan, inkontinensia alvi/uri.
Masalah kecil klien CVA ialah konstipasi, akan menjadi lebih besar jika
mengabaikan hal tersebut, sehingga mengakibatkan komplikasi lainnya. Tujuan
dari Studi Kasus ini untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien CVA dengan
masalah konstipasi setelah fase akut. Jenis penelitian dilakukan pada dua klien yang
berbeda dengan teknik pendekatan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Kedua
klien mengalami masalah konstipasi setelah fase akut, pada dua klien dilakukan
intervensi yang sama dengan memilih tindakan yang tepat pada klien. Tindakan
pada klien dilakukan dengan pemberian manajemen eliminasi fekal dan konstipasi,
ditambahkan terapi aktivitas. Tindakan menganjurkan untuk mengkonsumsi
makanan berserat, melakukan rektal tussae, dan pemberian ROM pasif merupakan
hal tepat untuk mengetahui sejauh mana kefektifan pemberian Tindakan pada klien
CVA dengan masalah konstipasi. Hasil Studi Kasus ini diharapkan dapat membantu
klien CVA dengan masalah konstipasi dalam memberikan intervensi yang tepat,
serta pemberian asuhan yang baik untuk klien CVA dengan masalah konstipasi.
Kata kunci: CVA, konstipasi
ABSTRACT
Cerebro Vascular Accident (CVA) is problems in the brain due congestion and
outbreak of blood flow to the brain. CVA will result in nerve damage neurological
cause impaired mobility physical, swallow, incontinence alvi/uri. A small problem
clients CVA is constipation, will be more large if we ignore it, that led to the other
complications. The purpose of this case study to do nursing care in clients CVA
constipation after the acute problems. Type research carried on two clients different
approach, a inspection palpation, percussion, and auscultation. Second clients
trouble constipation after the acute, on two clients done intervention equal to
choosing the act of proper in clients. The act of clients done with the elimination
2
faecal management and constipation, added therapy activity. The act of advocating
to consume food fibrous, do rektal tussae, and providing ROM passive is
appropriate to understand the extent of to effective the action for client CVA with
a problem constipation. The results of this case study is expected to help clients to
the question of the CVA constipation in providing proper intervention, and
provision of good care to its clients CVA to the issue of constipation.
Keywords: cva, constipation
Pendahuluan
CVA merupakan penyakit
serebrovaskuler (pembuluh darah
otak) karena kematian jaringan otak
(infark serebral), penyebabnya
berkurang aliran darah dan oksigen ke
otak dikarenakan adanya sumbatan,
penyempitan atau pecahnya
pembuluh darah (Pudiastuti, 2011).
Plak memicu mekanisme pembekuan
yang dapat menyebabkan
terbentuknya bekuan darah,
penyumbatan, dan fungsi otak yang
mendapat darah dari pembuluh darah
yang bersangkutan dan hilangnya
daerah-daerah kontrol motorik lain di
hemisfer dominan dapat
menyebabkan paralisis otot-otot di
sisi kontralateral. Pleksus saraf
intramural pada sistem saluran cerna,
stimulasi simpatis dan parasimpatis
dapat mempengaruhi aktivitas
gastrointestinal terutama dengan
meningkatkan atau menurunkan
aktivitas sistem saraf enterik usus.
Sistem saraf simpatis biasanya
menghambat aktivitas saluran cerna,
menyebabkan banyak efek
berlawanan dengan yang ditimbulkan
oleh sistem saraf parasimpatis. Saraf
simpatis lebih berperan mensyarafi
bagian saluran cerna daripada
mensyarafi bagian-bagian dekat
rongga mulut dan anus secara lebih
puas seperti pada sistem parasimpatis.
Ujung saraf simpatis mengeluarkan
norepinefrin, yang menimbulkan efek
melalui dua cara: efek langsung
(sebagian kecil) yang menghambat
otot polos, dan efek tak langsung
(sebagian besar) dengan menghambat
neuron-neuron sistem saraf enteric
(Guyton & Hall, 2014). Tindakan
rehabilitasi yang kurang memadai
menjadi komplikasi umum, yaitu
komplikasi lanjut CVA akibat
kehilangan kontrol volunter, salah
satunya inkontinensia alvi atau
konstipasi (Bethesda, 2010).
3
Konstipasi adalah penurunan defekasi
yang diikuti oleh proses yang sangat
lama akibat feses yang susah keluar,
keras ataupun kering (Potter & Perry,
2013). Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya masalah
konstipasi, antara lain kelemahan otot
abdominal, mengabaikan isyarat
untuk defekasi, ketidakadekuatan
dalam melakukan toileting, kebiasaan
defekasi yang tidak teratur, depresi,
stress, hemoroid, dehidrasi,
ketidakuatan Oral hygiene,
kurangnya asupan serat dan cairan
(Saputra, 2016).
Prevalensi data dari WHO, (2016)
dalam masalah Cerebro Vascular
Accident terdapat sekitar 15 juta
orang dengan CVA pertama kali tiap
tahun, dari sepertiga kasus ini atau
sekitar 6,6 juta menimbulkan
kematian diantaranya 3,5 juta
perempuan dan 3,1 juta laki-laki. Data
di Asia Tenggara memiliki lebih dari
11 juta kejadian CVA setiap tahunnya
(WHO, 2016). Di Indonesia sendiri
prevalensi penderita CVA
berdasarkan diagnosis dokter
sebanyak 713.783 orang (Riskesdas,
2018). Sedangkan di Jawa Timur data
dari Riskesdas, (2018) menegaskan
sebanyak 113.045 orang terkena
CVA. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian
sebesar 93% pada perdarahan dalam
dan 71% pada perdarahan lebar. Bila
terjadi perdarahan serebral volume
antara 30-60 cc diperkirakan
kematian sebesar 71% tetapi volume
darah 5 cc terdapat di pons berakibat
fatal (Muttaqin, 2011). Catatan
peneliti dari hasil rekap di Rumah
Sakit Panti Waluya Malang,
didapatkan data rekam medis
sebanyak 38 klien menderita CVA di
tahun 2018, dengan masalah khusus
konstipasi sebanyak 20 klien.
Saat melaksanakan praktek klinik
keperawatan di Rumah Sakit Panti
Waluya Malang pada bulan
September 2018 didapatkan
fenomena satu klien CVA berusia 43
tahun. Saat dirawat di ruang rawat
inap St.AB klien tidak menggerakkan
tubuhnya dan mengeluh susah untuk
melakukan buang air besar selama
lebih dari 3 hari, serta harus mengejan
saat BAB. Saat dilakukan pengkajian
pada klien tersebut, didapatkan bahwa
hilangnya sensibilitas di anggota
tubuh, menurunnya kemampuan
dalam menggerakkan anggota tubuh
yang sakit dan ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas tertentu
4
yang menimbulkan masalah
konstipasi.
Lewis (2011) menyebutkan salah satu
tindakan keperawatan pada klien
CVA adalah terapi setelah masa kritis
lebih dari 72 jam, yaitu klien dibantu
untuk bergerak atau tubuh klien
digerak-gerakkan secara benar, hal ini
disebut Range of Motion (ROM).
Klien disarankan untuk mengonsumsi
air putih hangat dalam jumlah yang
cukup kurang lebih 1-1,5 liter sehari,
hal ini menyebabkan pencernaan
bekerja dengan melembabkan feses
dalam usus dan mendorongnya keluar
(Ginting, 2015). Perawat sebagai
salah satu tenaga kesehatan dapat
memberikan asuhan keperawatan
dengan tahap pengkajian, melaporkan
masalah melalui analisa data,
menegakkan diagnosis keperawatan,
menyusun rencana keperawatan,
implementasi, dan evaluasi yang
menggunakan pendekatan promotif,
preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif. Hal ini yang menarik
peneliti untuk meneliti permasalahan
klien CVA dengan masalah
konstipasi di Rumah Sakit Panti
Waluya Malang.
Metode Penelitian
Studi kasus ini mengenai masalah
Asuhan Keperawatan pada klien yang
mengalami CVA dengan masalah
konstipasi di Rumah Sakit Panti
Waluya Malang, yang dijabarkan oleh
penulis:
1. klien CVA dengan masalah
konstipasi, tanpa membedakan
CVA Hemoragik atau Non-
Hemoragik.
2. Klien CVA dengan masalah
konstipasi dan sudah melewati fase
akut selama 72 jam.
3. Klien dewasa terdiagnosa medis
Cerebro Vasculer Accident
4. Klien CVA yang mengalami
konstipasi
5. Defekasi kurang dari 2 kali
seminggu
6. Pengeluaran feses lama dan sulit
7. Feses keras (skala Bristol tipe 1-3
>25% dari defekasi)
8. Peristaltik usus menurun (normal:
15-30x/menit)
9. Mengejan saat defekasi
10. Distensi abdomen
11. Teraba massa pada rektal (teraba
scibala)
penelitian dilakukan selama 3 hari
pada masing-masing klien dengan
cara pengumpulan data melalui
wawancara, observasi dan
5
pemeriksaan fisik, serta studi
dokumentasi. dicantumkan juga etika
penelitian yaitu:
1. Informed consent (persetujuan
menjadi klien)
2. Anonymity (tanpa nama)
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Hasil
Pada studi kasus ini didapatkan hasil
sebagai berikut:
1. Pangkajian
Pada saat dilakukan pengkajian
terhadap klien 1 tanggal 05-03-
2020 pukul 14.00 WIB klien
mengalami kelemahan pada tubuh
bagian kiri, perut klien terasa
penuh. Klien mengeluh belum
BAB sejak 3 hari lalu (tangal 02-
03-2020), klien mengatakan
terakhir (29-02-2020) BAB-nya
keras kecil-kecil dan lama atau
sulit keluar, klien kesulitan dalam
reflek menelan, teraba massa fekal
pada abdomen bagian kiri (left
lumbar region), terdengar suara
pekak pada iliac sinistra region dan
pada left lumbar region. Saat
diauskultasi bunyi peristaltic usus
3 x/menit.
Pada saat dilakukan pengkajian
terhadap klien 2 tanggal 12-03-
2020 pukul 14.00 WIB klien
mengatakan badan sebelah kanan
terasa lemas.
Klien juga mengeluh sejak tanggal
08-03-2020 klien belum BAB dan
perut terasa penuh dan keras di
bagian kiri, klien mengatakan
terakhir (07-03-2020) BAB-nya
lembek dan tidak sulit, klien
mengalami tidak bisa dalam reflek
menelan, teraba massa fekal pada
abdomen kiri bawah (iliac sinistra
region) dan teraba keras, terdengar
suara pekak pada iliac sinistra
region dan di left lumbar region
dan left hypochondriac region.
Saat diauskultasi bunyi peristaltic
usus 3 x/menit.
Saat dilakukan pengkajian kedua
klien mendapat diet rendah garam
6x200 cc, minum sari kacang
hijau, jus dan air putih, diit kalori
sonde vuding, teh hangat
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada
kedua klien ditegakkan diagnosis
keperawatan yang sama yaitu
Konstipasi berhubungan dengan
ketidakcukupan asupan serat.
3. Rencana Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 ditetapkan
rencana keperawatan sesuai yaitu:
Identifikasi masalah usus dan
6
penggunaan obat pencahar,
identifikasi pengobatan yang
berefek pada kondisi
gastrointestinal, monitor buang air
besar, monitor tanda dan gejala
konstipasi, atau impaksi, periksa
pergerakan usus, karakteristik
feses, monitor tanda dan gejala
rupture usus dan/atau peritonitis,
periksa gejala dan tanda
konstipasi, berikan air hangat
setelah makan, jadwalkan waktu
defeksi bersama klien, sediakan
makanan tinggi serat, anjurkan diet
tinggi serat, lakukan evakuasi
feses secara manual, jika perlu,
jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltic usus,
anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukan gas, anjurkan
mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi serat, anjurkan
meningkatkan asupan cairan, jika
tidak ada kontraindikasi, jelaskan
etiologi masalah dan alasan
tindakan, ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi, identifikasi
defisit tingkat aktivitas, fasilitasi
aktivitas fisik rutin (mis.
Ambulasi, mobilisasi, ROM),
sesuai kebutuhan, fasilitasi
aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot (mis. ROM pasif-
aktif, Miring kanan-kiri), ajarkan
cara melakukan aktivitas yang
dipilih (mis. ROM pasif-aktif,
miring kanan-kiri), kolaborasi
dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
4. Implementasi Keperawatan
Pada klien 1 terdapat 23 rencana
keperawatan dengan yang telah
dilakukan 20 tindakan. Sedangkan
untuk klien 2 terdapat 23 rencana
keperawatan dengan yang
dilakukan 22 tindakan. Adapun
implementasi tambahan yang telah
dimasukkan dalam 23 rencana
keperawatan pada kedua klien
tersebut.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 hari
berturut-turut. Terdapat perbedaan
pada kedua klien dimana pada
klien 1 boleh pulang dengan hasil
setelah dilakukan asuhan
keperawatan masalah teratasi
sebagian. Klien 1 bisa BAB walau
sedikit. Pada klien 2 memiliki hasil
masalah belum teratasi, dimana
7
klien 2 belum BAB dan merasakan
perut penuh, meski asuhan
keperawatan yang diberikan tidak
jauh beda dari klien 1.
Pembahasan
1. Pengkajian
Klien 1 MRS tanggal 02-03-2020
dengan diagnosis CVA Infark,
serangan kedua sejak 5 tahun lalu.
Klien mengalami kelemahan di
ekstremitas kiri dari tangan ialah 4
dan kaki ialah 2 lalu 0 pada kaki
kanan (dari skala 0-5) dan tangan
kanan normal. Klien mengalami
keterbatasan dalam aktivitasnya,
sehingga klien bedrest total untuk
aktivitasnya dilakukan ditempat
tidur dibantu perawat dan
keluarga. Klien mengalami
masalah pada BAB-nya, dimana
bunyi peristaltic usus menurun
terdengar 3x/menit, teraba massa
fekal pada abdomen bagian kiri
(left lumbar region) sehingga
membuat kerja usus besar tidak
bekerja secara maksimal dan
menyebabkan konstipasi. Saat
dirumah klien biasa BAB 1x/hari
lalu klien mengatakan terakhir
BAB tanggal 29-02-2020.
Klien 2 MRS tanggal 08-03-2020
dengan diagnosis CVA Infark.
Klien mengalami kelemahan pada
tubuh bagian kanan ekstremitas
atas dan bawah ialah 4 (dari skala
0-5). Klien mengalami
keterbatasan aktivitas, sehingga
klien bedrest total untuk
aktivitasnya dilakukan ditempat
tidur dibantu perawat dan
keluarga. Klien mengatakan
memiliki masalah pada
pencernaannya, dimana klien
belum bisa BAB. selama dirumah
sakit sudah 5 hari klien belum
BAB, hal tersebut diakibatkan oleh
menurunnya bunyi peristaltic usus
klien terdengar 3x/menit, teraba
massa fekal pada abdomen kiri
bawah (iliac sinistra region) dan
teraba keras sehingga membuat
klien mengalami konstipasi. Saat
di rumah klien biasa BAB 1-
2x/hari, lalu klien mengatakan
terakhir BAB tanggal 07-03-2020.
Maka hal di atas sesuai dengan
teori ini. Pada klien CVA biasanya
didapatkan pola eliminasi BAB
yaitu konstipasi (≥3 hari) karena
adanya gangguan dalam mobilisasi
yang disebabkan adanya
kerusakan syaraf, sehingga
menjadikan penurunan kekuatan
otot abdomen (Nursalam, 2011).
8
Faktor penyebab lainnya
mencakup kelemahan,
immobilitas, kecacatan, keletihan,
dan ketidakmampuan untuk
meningkatkan tekanan intra-
abdomen untuk mempermudah
pasase feses (Wilkinson, 2014).
2. Diagnosis Keperawatan
Kedua klien ditegakkan diagnosis
sama yaitu konstipasi
berhubungan dengan
ketidakcukupan asupan serat.
Teori menurut Price, S. A &
Wilson, L.M., (2012) menjelaskan
walaupun untuk kebanyakan orang
penderita CVA, konstipasi hanya
sekedar mengganggu, tetapi untuk
sebagian kecil dapat berakibat
komplikasi yang serius, misalnya
impaksi feses. Impaksi feses
merupakan akibat dari terpaparnya
feses pada daya penyerapan dari
kolon dan rektum yang
berkepanjangan. Feses dapat
menjadi sekeras batu, di rektum
(70%), sigmoid (20%), dan kolon
bagian proksimal (10%). Menurut
Mutaqqin, (2011) serat akan
meningkatkan massa dan berat
feses serta mempersingkat waktu
transit di usus. Untuk mendukung
manfaat serat ini, diharapkan
cukup asupan cairan sekitar 6-8
gelas sehari, sehingga membuat
feses menjadi lunak atau
mengatasi konstipasi, bila tidak
ada kontraindikasi untuk asupan
cairan.
3. Rencana Keperawatan
Klien 1 dan 2 diberikan rencana
keperawatan yang sesuai dengan
tinjauan Pustaka, tetapi harus
melihat kondisi dan umur dari
klien. Identifikasi masalah usus
dan penggunaan obat pencahar,
Identifikasi pengobatan yang
berefek pada kondisi
gastrointestinal, Monitor buang air
besar, Monitor tanda dan
gejala konstipasi, atau impaksi,
berikan air hangat setelah makan,
Sediakan makanan tinggi serat,
Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltic usus,
Anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukan gas, Anjurkan
mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi serat,
Anjurkan meningkatkan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi, periksa pergerakan
usus, karakteristik feses, monitor
9
tanda dan gejala rupture usus
dan/atau peritonitis, Periksa gejala
dan tanda konstipasi, anjurkan diet
tinggi serat, Lakukan evakuasi
feses secara manual, jika perlu,
Jelaskan etiologi masalah dan
alasan tindakan, Ajarkan cara
mengatasi konstipasi/impaksi,
Konsultasi dengan tim medis
tentang penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus, Identifikasi
defisit tingkat aktivitas, Fasilitasi
aktivitas fisik rutin (mis.
Ambulasi, mobilisasi), sesuai
kebutuhan, Fasilitasi aktivitas
motorik untuk merelaksasi otot,
Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih, hal ini sesuai dengan
teori dibawah. Menurut Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2017),
intervensi untuk masalah
konstipasi yaitu manajemen
eliminasi fekal dan manajemen
konstipasi dengan intervensi
pendukung terapi aktivitas.
4. Implementassi Keperawatan
Klien 1 dan 2 tindakan yang
digunakan sesuai dan sama, tetapi
harus membedakan terhadap usia,
tingkat ketergantungan klien.
Klien 1 ada 23 tindakan yang
diberikan, tetapi hanya 20 yang
dilakukan karena usia klien dan
kemampuan klien. Klien 2
diberikan 23 tindakan, tetapi 22
tindakan yang diberikan karena
ketergantungan klien. Hal ini
sesuai dengan teori dibawah ini,
intervensi yang ada yaitu Tim
Pokja SIKI DPP PPNI (2018),
dimana tindakan tersebut terdiri
atas identifikasi masalah
konstipasi, mengajarkan
mengatasi konstipasi, dan tindakan
tambahan memberikan aktivitas
fisik yaitu ROM.
5. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan keefektifan tindakan
keperawatan yang dilakukan sudah
berhasil sebagian, dapat
dibuktikan dengan perbedaan dari
kedua klien tersebut yaitu, klien 1
saat evaluasi hari kedua klien
sudah BAB walaupun sedikit
seperti kerikil dan terus berlanjut
pada evaluasi hari ketiga, dimana
klien 1 masih sulit dan lama untuk
melaksanakan defekasi meski
sudah BAB karena bunyi
peristaltic yang masih menurun
dan asupan serat yang kurang.
Klien 2 belum BAB sama sekali
karena kurang meningkatnya
bunyi peristaltic usus dan kurang
10
serat. Pada evaluasi hari ketiga pun
klien 2 masih belum mampu untuk
defekasi. Hal ini dikarenakan
kurangnya aktivitas yang dimiliki
klien, kurang serat, dan adanya
feses keras di abdomen klien,
sehingga membuat klien 2 belum
BAB, terlebih serat yang diterima
hanya sedikit. Keefektifan dalam
melaksanakan tindakan pada
kedua klien harus ditentukan
dengan tepat karena jika tidak
sesuai akan menimbulkan masalah
baru. Menurut Tim Pokja SLKI
DPP PPNI (2016) yaitu kontrol
pengeluaran feses klien membaik,
distensi abdomen menurun, terasa
massa pada rektal berkurang, tidak
terdapat nyeri dan kram abdomen,
klien dapat defekasi 1x/hari.
Nursalam, (2011) menjelaskan
pada klien CVA non hemoragik
biasanya didapatkan pola eliminasi
BAB yaitu konstipasi (≥3 hari)
karena adanya gangguan dalam
mobilisasi yang disebabkan
adanya kerusakan syaraf, sehingga
menjadikan penurunan kekuatan
otot abdomen.
Daftar Pustaka
Bethesda. 2010. Komplikasi Laniut
Pada CVA. www.CVAbethesda.
Com. Diakses 6 Mei 2019.
Ginting, Dameria Br., Agung
Waluyo., & Lestari Sukmarini.
2015. Mengatasi Konstipasi
Klien CVA Dengan Masase
Abdomen dan Minum Air Putih
Hangat. Jurnal Keperawatan
Indonesia, Volume 18 No.1,
Maret 2015, hal 23-30. (Diakses
tanggal 6 Mei 2019).
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
12. Jakarta: EGC, 1022
Lewis. 2011. Medical Surgical
Nursing, Assesment and
Management of Clinical
Problem. Seventh Edition.
Volume 2. St. Louis. Missouri.
Mosby.Elsevier INC.
Muttaqin, A. 2011. Gangguan
Gastrointestinal: Aplikasi asuhan
keperawatan Medikal Bedah.
Jakata: Salemba Medika.
. 2011. Asuhan
Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Persyarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Konsep dan
Penerapan Metodologi Ilmu
Keperawatan Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika
Potter, P. A. & Perry, A. G. 2013.
Buku ajar fundamental
keperawatan. Jakarta: Buku
kedokteran EGC.
Price, S. A & Wilson, L.M. 2012.
Patofisiologi: konsep klinis
proses proses penyakit, 6 ed. vol.
1. Alih bahasa: Pendit BU, et al.
Editor.
Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit
Pemicu Stroke.Yogyakarta:
Nuha Medika
Riskesdas. 2018. Laporan Nasional
Riskesdas 2018 https://labdata.
Litbang.depkes .go. id/riset-
badan-litbangkes/menu-
riskesnas/menu-riskesdas/426-
11
rkd-2018 (Diakses 28 Januari
2020).
Saputra, Fani. 2016. Hubungan
Antara Asupan Serat dan Cairan
(Air Putih) dengan Kejadian
Konstipasi Pada Lansia.
http://repository.unmuhpnk.ac.id
/id/eprint /295 (Diakses pada
tanggal 29 April 2019).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (Ed.).
2017. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Indikator Diagnostik.
Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018.
Standart Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019.
Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
WHO. Mediacentre Features. 2016.
Diambil dari:
http://www.searo.who.int/
mediacentre/ features/2016/
prevent_brain_CVA/en/.
(Diakses pada tanggal 16 April
2019).
Wilkinson, Judith. M, 2014. Buku
saku diagnosis keperawatan.
Jakarta: EGC.
12