Attanwir Jurnal Kajian Keislaman dan Pendidikan
SUSUNAN PENGURUS
Penanggung Jawab
Hanafi
Mitra Bestari
Abdul Muhid (UIN Sunan Ampel Surabaya)
Zainal Habib (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)
Nizarul Alim (Universitas Trunojoyo Madura)
Heli Ihsan (UPI Bandung)
Redaktur
Siti Choirotul Ula
Riza Multazam Luthfy
Penyunting
Moh. Muhajir
Redaktur Pelaksana
Nur Idam Laksono
Sekretariat
Abd. Hafid
Alamat Redaksi
Jl. Raya Talun No. 220 Sumberrejo Bojonegoro 62191
“Attanwir” merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan enam bulan sekali oleh STAI Attanwir
Bojonegoro. Dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi dan karya ilmiah antar staf
pengajar, mahasiswa, alumni dan pembaca yang berminat serta masyarakat pada umumnya.
PENGANTAR REDAKSI
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi dzat yang selalu memberikan segala bentuk nikmat-Nya, sehingga
atas izin-Nya, Jurnal Attanwir bisa terbit.
Jurnal Attanwir merupakan akumulasi tulisan dari beberapa penelitian yang
dilakukan oleh para akademisi. Sebagai wujud komitmen terhadap ilmu pengetahuan,
Jurnal Attanwir mencoba memberikan kontribusi ilmiah dengan menerbitkan tulisan-
tulisan para dosen baik di Bojonegoro maupun wilayah lainnya. Dengan demikian,
hal ini akan membuka wawasan serta memberikan motivasi dan inspirasi bagi setiap
pembaca, baik kalangan mahasiswa, dosen, maupun umum.
Tentu masih dijumpai beberapa kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu,
saran dan kritik sangat ditunggu demi perbaikan dalam penerbitan di masa yang akan
datang.
Demikian, semoga Jurnal Attanwir dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Redaksi
DAFTAR ISI
Perbandingan Manajemen Reksadana Syariah dan Konvensional
dengan Pendekatan DFD (Data Flow Diagram)
Aris Zulianto; STAI Attanwir Bojonegoro
1
Instrumen Keuangan Syariah yang Mencerminkan Keadilan
Eryul Mufidah; STAI Attanwir Bojonegoro
13
Pengaruh Pembiayaan Murabahah terhadap Usaha Mikro Menengah
Anggota BMT Fanshob Karya Bojonegoro
M. Ali Nur Huda; STAI Attanwir Bojonegoro
26
Deskripsi Tingkat Kecerdasan Ketahanmalangan (Adversity Quotient)
Mahasiswa Ekonomi Syariah STAI Attanwir Bojonegoro
Mifta Hulaikah; STAI Attanwir Bojonegoro
40
Pengaruh Pembiayaan Musyarakah terhadap Usaha Mikro
Anggota BMT Kemitraan Bojonegoro
Mundhori; STAI Attanwir Bojonegoro
46
Model Optimalisasi LKM Syariah dalam Meminimalisir Risiko Non Performing
Financing (NPF) pada Nasabah Produk Pembiayaan di Lingkungan Pesantren
Nurul Fitriandari; STAI Attanwir Bojonegoro
59
Urgensi Badan Hukum terhadap Perkembangan Baitul Mal wat Tamwil (BMT)
Riza Multazam Luthfy; STAI Attanwir Bojonegoro
75
Pengaruh Pengetahuan Konsumen tentang Sistem Syariah terhadap
Keputusan Menjadi Anggota BMT Nusya Balen
Sugito; STAI Attanwir Bojonegoro
94
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
1 | P a g e
Perbandingan Manajemen Reksadana Syariah dan Konvensional
dengan Pendekatan DFD (Data Flow Diagram)
Aris Zulianto
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
Abstrak
Tujuan dari penulisan ini untuk mengkaji dan mengalisis perbedaan manajemen
reksadana konvensional dan syariah dengan pendekatan DFD (Data Flow Diagram).
Membandingkan jumlah reksadana konvensional dan syariah dan juga nilai aktiva
bersih (NAB) keduanya. Reksadana syariah dari sisi jumlah sangat rendah
dibandingkan dengan reksadana konvensional per 31 Desember 2015 jumlah
reksadana syariah 86 jauh di bawah reksadana konvensional yang berjumlah 951.
Dari sisi manajemen yang membedakan antara reksadana konvensional dan syariah
adalah jenis portofolionya, perjanjian transaksinya, serta struktur organisasinya.
Kata Kunci: Reksadana, DFD (Data Flow Diagram)
A. Pendahuluan
Industri jasa keuangan syariah di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga
rumah besar, yaitu Perbankan Syariah, Pasar Modal Syariah, dan Industri
Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah. Tantangan industri jasa keuangan pada
masa sekarang adalah mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
dimana pola ini mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan cara membentuk
sistem perdagangan bebas atau free trade antara negara-negara anggota ASEAN.
Indonesia sebagai negara angota ASEAN mau tidak mau harus mengikuti pola
ini termasuk pada sektor industri jasa keuangan.
Sebagai bagian dari industri pasar modal secara keseluruhan, pasar modal
syariah di Indonesia selama 5 (lima) tahun terakhir telah tumbuh secara positif.1
Reksadana syariah adalah merupakan salah satu instrumen pasar modal syariah
menjadi penyumbang pertembuhan tersebut.
1 Otoritas Jasa Keuangan, 2015, “Membangun Sinergi untuk Pasar Modal Syariah yang Tumbuh,
Stabil, dan Berkelanjutan”, Roadmap Pasar Modal Syariah 2015-2019 (Jakarta: Direktorat Pasar
Modal Syariah OJK), hlm. 8.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
2 | P a g e
Faktor penting yang dapat mendorong perkembangan pasar modal
syariah khususnya pada reksadana syariah adalah promosi dan edukasi pasar
modal syariah. Masih kecilnya pangsa pasar industri jasa keuangan syariah
khususnya pasar modal syariah terutama di sektor reksadana dikarenakan masih
rendahnya jumlah investor yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman pelaku
dan masyarakat. Untuk meningkatkan pemahaman pelaku dan masyarakat atas
pasar modal syariah diperlukan program promosi dan edukasi yang lebih efektif,
masif, dan berkesinambungan.
Faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan pasar
modal syariah adalah terjalinnya koordinasi dengan pihak terkait untuk
menciptakan sinergi kebijakan yang dapat mendukung pengembangan pasar
modal syariah secara optimal. misalnya pada kasus penerbitan surat berharga
syariah negara (SBSN) ritel atau lebih dikenal dengan sukuk negara ritel yang
tidak bisa dimanfaatkan oleh manajer investasi sebagai salah satu intrumen
penyaluran reksadana.
Faktor yang tidak kalah penting adalah market share produk syariah di
pasar modal yang masih relatif kecil, maka diperlukan strategi pengembangan
yang terencana untuk mewujudkan pasar modal syariah yang memberikan
kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, berkeadilan, dan melindungi
kepentingan masyarakat. Beberapa hal yang memerlukan pengembangan lebih
lanjut adalah aspek regulasi, produk, sumber daya manusia, serta teknologi
informasi.
Jika inStrumen pasar modal konvensional berkisar pada instrumen
saham, reksadana, dan obligasi, maka apa yang harusnya ada pada instrumen
pasar modal syariah? Cukup dengan menambahkan “syariah” di belakang
instrumen konvensional tersebut seperti saham syariah, reksadana syariah dan
obligasi syariah? kalau demikian meminjam istilah yang dipakai oleh Ari
Kamayanti2 dengan istilah “mengkerudungi” pasar modal.
Basis syariah tentunya tidak bisa disamakan dengan konvensional, karena
keduanya memiliki tujuan dan point of view (cara pandang) yang berbeda. Jika
2 Penulis Artikel “Melucuti “Kerudung” Manajemen Keuangan Syariah (Pembelajaran Berbasis
Kesadaran Kritis-Islami)”, Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya).
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
3 | P a g e
syariah menggunakan hati, sementara konvensional mendasarkan pada kekuatan
rasional (akal). Di samping itu, jika syariah bertujuan untuk kemaslahatan umat,
sementara konvensional untuk egoisme lembaga/kelompok/personal.
Tulisan ini akan memfokuskan pembahasan penjelasan tentang
perbandingan yang reksadana konvensional dan reksadana syariah dilihat dari
sudut jumlah, nilai aktiva bersih, sistem menajemen reksadana dengan
pendekatan DFD (data flow diagram) dan skema transaksi.
B. Landasan Teoritis dan Pembahasan
Menurut Heri Sudarsono reksadana berasal dari kata “reksa” yang berarti
jaga atau pelihara dan kata “dana” berarti uang. Di luar negeri dikenal dengan
istilah mutual fund atau unit trust. Sehingga reksadana dapat diartikan sebagai
kumpulan uang yang dipelihara.3 Sedangkan dari sisi istilah menurut ketentuan
umum pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(UUPM), reksadana adalah adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
Dilihat dari kaca mata Dewan Syariah Nasional (DSN) Masjlis Ulama
Indonesia di dalam fatwa-fatwanya yang berkaitan tentang reksadana atau padar
modal syariah, reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut
ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal
sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi
sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil
shahib al-mal dengan pengguna investasi.
Reksadana syariah menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tertulis
dalam salinan peraturan No. 19/POJK.04/2015 tentang penerbitan dan
persyaratan reksadana syariah mendefinisikan reksadana syariah adalah
Reksadana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal
dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah di Pasar Modal.
3 Heri Sudarsono, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:
Ekonesia), hlm. 211.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
4 | P a g e
Dalam reksadana konvensional berisi akad muamalah yang dibolehkan
dalam Islam, yaitu jual beli dan bagi hasil (Mudlarabah/Musharakah), dan di
sana terdapat banyak maslahat, seperti memajukan perekonomian, saling
memberi keuntungan di antara para pelakunya meminimalkan resiko dalam
pasar modal dan sebagainya. Namun di dalamnya juga ada hal-hal bertentangan
dengan syariah, baik dalam segi akad, operasi, investasi, transaksi dan
pembagian keuntungannya.4
Pembeda reksadana syariah dan reksadana konvensional adalah
reksadana syariah memiliki kebijaksanaan investasi yang berbasis instrumen
investasi pada portfolio efek perusahan yang diklasifikasikan menjadi 2 (dua)
kriteria yaitu: 1) kriteria kegiatan usaha tidak boleh bertentangan dengan prinsip
syariah, misalnya kegiatan usaha yang mengandung unsur perjudian, lembaga
keuagan berbasis bunga, memproduksi dan atau menditribusikan serta
memperdagangkan barang atau jasa yang haram atau mudarat. 2) kriteria rasio
keuangan yang terdiri atas rasio utang terhadap aset perusahaan tidak boleh lebih
dari 45%, dan rasio pendapatan non halal terhadap total pendapatan perusahaan
tidak boleh lebih dari 10%.5
Yang menjadi persamaan reksadana syariah dan reksadana konvensional
adalah pada bentuk badan hukumnya sesui dengan apa yang tertera pada UUPM
Pasal 18 nomor 1 bahwa reksadana dapat berbentuk perseroan terbatas dan
kontrak investasi kolektif. Reksadana berbentuk perseroan terbatas merupakan
badan hukum tersendiri yang berarti beroperasi sebagai perseroan terbatas
dengan kegiatan semata-mata hanya reksadana.6 Sedangkan reksadana berbentuk
kontrak investasi kolektif (KIK) adalah kontrak antara manajer investasi dan
bank kustodian yang mengikat pemegang unit penyertaan di mana manajer
investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan
bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif.7
4 Majlis Ulama Indonesia, 1997, Himpunan Fatwa MUI Kesimpulan dan Rumusan Lokakarya Majelis
Ulama Indonesia tentang Reksadana Syariah: “Peluang dan Tantangannya di Indonesia” (Jakarta:
MUI), hlm. 342. 5 Fatwa DNS-MUI Nomor 40 tahun 2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip
syariah di bidang pasar modal. 6 Ahmad Rodoni, 2008, Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim), hlm. 156. 7 Ibid., hlm. 158.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
5 | P a g e
Dari kedua sisi baik perbedaan maupun persamaan kita bisa
mengkomparasi, akan tetapi dalam mengkomparasi itu harus melihat unsur
waktu, jumlah, nilai dan kinerja reksadana, kalau tanpa melihat unsur itu maka
kita akan jatuh pada hipotesis yang salah, di mana tidak bisa dipungkiri bahwa
lahirnya reksadana konvensional lebih dulu dibandingkan dengan reksadana
syariah, kalau kita memakai analogi kehidupan manusia maka orang yang
berumur tua tentu akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan anak muda
apalagi dibandingkan jengan anak yang baru belajar berjalan tentu perbandingan
itu tidak seimbang. Maka bisa jadi unsur waktu (usia) itu yang akan
mempengaruhi jumlah, nilai dan kinerja reksadana syariah.
Data perbandingan jumlah reksadana syariah dan konvensional pada data
statistik yang dikeluarkan oleh OJK pada tanggal 1 Februari 2011 menunjuk
lahirnya reksadana syariah pada tahun 2003 dengan jumlah reksadana pada saat
itu adalah 4 (empat) reksadana syariah dengan nilai aktiva bersih sebesar 66,94
miliar, di tahun yang sama jika kita lihat reksadana konvensional maka kita
dapati jumlah yang jauh diatasnya yaitu 186, dengan nilai aktiva bersih sebesar
69.447, 00 miliar. Pada data statistik pasar modal 31 Desember 2002, jumlah
reksadana konvensional pada tahun 1996 adalah 25, dengan nilai aktiva bersih
Rp. 2.782.322,5,-. Kalau kita lihat data statistik tahun 11 Desember 2015
reksadana berjumlah 86 dengan nilai aktiva bersih Rp. 10.770,74 Miliar,
sedangkan untuk reksadana konvensional berjumlah 951 dengan nilai aktiva
bersihnya Rp. 251.146,53 miliar. Maka dari perbandingan data itu baik jumlah
maupun besaran nialai aktiva bersih tidak sebanding, menurut penulis faktor
utama ketidaksebandingan itu karena reksadana konvensional muncul lebih dulu
daripada reksadana syariah.
Jenis produk reksadana berdasarkan portofilionya terdiri dari8 : 1)
Reksadana pasar uang (Money Market Fund). Jenis reksadana ini hanya
melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari 1
(satu) tahun. Tujuan reksadana ini adalah untuk menjaga likuiditas dan
pemeliharaan modal. 2) Reksadana pendapatan tetap (Fixed Income Fund).
Reksadana ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya
8 Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 216-217.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
6 | P a g e
Reksa Dana
Syariah
Instrumen Pasar
Uang Syariah
Instrumen Pasar
Modal Syariah
Saham Syariah
Obligasi Syariah
(sukuk)
Waran Syariah
Deposito Syariah
EBA Syariah
Money Market
Fund
Fixed Income
Fund
Equity Fund
Discretionary
Fund
dalam bentuk efek bersifat utang. Reksadani ini memiliki resiko yang relatif
lebih besar dari reksadana pasar uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
tingkat pengembalian yang lebih besar dari pada reksadana pasar uang. 3)
Reksadana saham (Equity Fund). Jenis reksadana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek yang bersifat
ekuitas. Karena investasinya dilakukan dalam bentuk saham maka risikonya
lebih tinggi dari dua jenis reksadana sebelumnya dan tentunya tingkat
pengembaliannya juga lebih besar. 4) Reksadana campuran (Discretionary
Fund). Reksadana ini melakukan investasinya dalam efek yang bersifat utang
dan efek yang bersifat saham.
Berikut ini komposisi efek reksadana per 29 April 2016 yang bersumber
dari website aria bapepam.9
9 Aria Bapepam, “Komposisi Efek Reksadana” dalam
http://aria.bapepam.go.id/reksadana/statistik.asp?page=komposisi-efek (12 Mei 2016).
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
7 | P a g e
Sistem ManjemenReksa Dana
Investor
Manajer Investasi
State/Corporate
Bank KustodianAgen Penjual
Penyertaan Modal Efek
Jasa Penitipan
/Penyimpanan
/Pembayaran
Jasa Penjualan&
Pembelian
OJK
PengawasanManajemen
Investasi
Profit/Fee
Laporan
Modal
Profit/Fee
Profit/Fee
Deviden/
Capital Gain/LossProfit/loss
NAB
Bukti Penyertaan Modal
Laporan
Prospektus
Pasar Uang & Pasar Modal
Portofolio
Efek
Deviden/Profit
Modal
Prospektus
Laporan NAB
DPS
Perizinan
Sharia Compliance
DSN
Fatwa
Laporan
Laporan
Harga UP
Bukti Penyertaan
Menurut Pressman Roger S. Data Flow Diagram atau disingkat DFD
merupakan suatu penggambaran model yang memungkinkan profesional sistem
untuk menggambarkan sistem sebagai suatu susunan proses yang dihubungkan
satu sama lain dengan alur data, baik secara manual maupun terkomputerisasi.10
Terdapat tiga level dalam DFD yaitu diagram kontek (level 0), diagram level 1
dan diagram rinci.11
Penulis membuat diagram sistem manajemen reksadana dengan
menggunakan konsep DFD (data flow diagram) yang dipahami dari membaca
tugas dan fungsi lembaga-lembaga yang terkait di dalam reksadana yang
terdapat di Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang OJK dan klasifikasi
Badan Pengawas Pasar Modal, serta mekanisme reksadana yang terdapat di
peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) tentang penerbitan dan persyaratan
reksadana syariah (Nomor 19 /POJK.04/2015), POJK tentang Penerapan Prinsip
Syariah di Pasar Modal (Nomor 15/POJK.04/2015). sedangkan untuk akad-akad
yang digunakan pada transaksi reksadana dipahami dari fatwa-fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
Diagram Kontek Sistem Manajemen Reksadana.
10 Pressman Roger S., 2002, Rekayasa Perangkat Lunak Buku 1 (Yogyakarta: Andi Publisher), hlm.
64. 11 Yogianto, 1999, Analisis dan Desain Sistem Informasi Pendekatan Terstruktur (Yogyakarta: Andi
Publisher), hlm. 197.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
8 | P a g e
Kelompok
InvestorReksa Dana
Pasar Modal
Pasar Uang
Penyertaan
Investasi
Pemerintah/Perusahaan/
Rumah Tangga
Modal
Kredit
Investasi
Kelompok
InvestorReksa Dana
Pasar Modal
Pasar Uang
hasil
penyertaan
Bunga
Pemerintah/Perusahaan/
Rumah Tangga
Bunga/Deviden
Bunga
Bunga/Deviden/
Capital Gain
Dari digram kontek di atas diketahui pelaku/user atau dalam istilah DFD
(Data Flow Diagram) lebih dikenal dengan terminator yang disimbolkan dengan
bentuk kotak, penulis mengelompokkan menjadi 3 lapisan (layer) yaitu di
tingkat paling atas atau layer 1 adalah OJK, DSN dan DPS yang berfungsi
sebagai regulator, fungsi pengawasan, dan fungsi pembinaan. Layer 2 terdiri dari
pelaku utama reksadana terdiri dari manajer investasi, investor, agen penjuan
dan kustodian. Layer 3 terdiri dari pasar uang, pasar modal dan pengguna modal
baik itu korporasi, pemerintah dan rumah tangga (personal).
Dari terminator yang terdapat di digaram kontek tersebut yang menjadi
pembeda antara sistem reksadana konvensional dan syariah adalah pada
terminator DPS dan DSN di mana konvensional tidak memakai mekanisme ini.
Jika memahami sistem reksadana memakai pendekatan DFD maka bisa
kita ketahui perbedaan reksadana konvensional dan syariah melihat mekanisme
aliran penyertaan atau dana (modal) dan return (pengembalian) sajikan pada
diagram level 1 di bawah ini:
Aliran Penyertaan (modal) Reksadana Konvensional
Aliran Return (Pengembalian) Reksadana Konvensional
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
9 | P a g e
Kelompok
Investor
Reksa Dana
Syariah
Pasar Modal
Syariah
Pasar Uang
Syariah
Penyertaan
Investasi
Pemerintah/Perusahaan/
Rumah Tangga
Modal
Pembiayaan
Investasi
Kelompok
Investor
Reksa Dana
Syariah
Pasar Modal
Syariah
Pasar Uang
Syariah
hasil
penyertaan
Bagi Hasil
Pemerintah/Perusahaan/
Rumah Tangga
Deviden/Bagi
Hasil/Margin/Ujroh
Bagi
Hasil/Margin/
Ujroh
Deviden/Capital
Gain/Bagi
Hasil/Margin/Ujroh
Investor Manajer InvestasiWakalah
Pemerintah/Perusahaan/Ru
mah Tangga
Pasar Uang
Syariah
Mud
}a>rab
ah
Bank Kustodian
Pasar Modal
Syariah
Mud}a>rabah/Mura>bah}ah/
Musha>rakah/Ija>rah
Mud}a>rabah
/Mura>b
ah}
ah/Ija
>rah
Agen Penjual
Wakalah/Wadi>'ah
Mur
a>bah
}ah
Mura>bah}ah/Ija>rah
Mud}a>rabah/M
ura>bah}ah/Ija>rah
Mura>bah{ah
Aliran Penyertaan (modal) Reksadana Syariah
Aliran Return (Pengembalian) Reksadana Syariah
Pada sisi ini (akad) kedua reksadana ini tidak bisa diperbandingkan
karena reksadana syariah mengatur mekanisme akad sedangkan konvensional
tidak, dimana akad syariah adalah perjanjian atau kontrak tertulis antara para
pihak yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal.12 Berikut ini skema akad
pada reksadana syariah:
12 Salinan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan efek syariah.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
10 | P a g e
InvestorAgen Penjual
(Bank)
Formulir,
Lampiran & UangManajer Investasi
Bank KustodianFormulir &
Lampiran
Uang
Surat Konfirmasi
Bukti Penyetoran
Konfirmasi
InvestorManajer Investasi
Bank KustodianFormulir &
Lampiran
Uang
Surat Konfirmasi&Bukti Penyetoran
Konfirmasi
Di tinjau dari Cara kerja reksadana terbagi menjadi dua kategori umum:13
reksadana tertutup dan reksadana terbuka. Reksadana Tertutup menjual unit
penyertaan dengan jumlah tertentu hanya pada saat penawaran umum perdana.
Saat investor ingin menarik investasinya, ia harus menjual unit penyertaan yang
dimiliki melalui bursa efek, seperti saham pada umumnya. Harga dari reksadana
tertutup ini ditentukan oleh pasar, sehingga dapat diperdagangkan di bawah
ataupun di atas NAB. Harga pasar ditentukan oleh penawaran dan permintaan di
bursa efek, sedangkan NAB diperoleh dari nilai seluruh aset dikurangi beban
dan dibagi oleh jumlah unit penyertaan yang beredar.
Reksadana terbuka menyediakan unit penyertaan untuk pembelian dan
penarikan secara berkelanjutan. Unit penyertaan ini dijual oleh agen penjual,
yang dapat merupakan perusahaan itu sendiri, maupun perantara perdagangan,
bank, atau agen asuransi.
Cara bertransaksi pada reksadana terdiri dari dua jenis yaitu pembelian
unit penyertaan dan penjualan unit penyertaan. Berikut ini penjelasan alur
transaksi di baik melalui agen penjual maupun melalui manajer investasi
langsung.14
Skema Pembelian UP Melalui Agen Penjual
Skema Pembelian UP Melalui Manajer Investasi
13 Rodoni, Op.cit, hlm. 159. 14 Panin Asset Management, “Cara Bertraksaksi” dalam http://www.panin-
am.co.id/CaraBertransaksi.aspx (12 Mei 2016)
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
11 | P a g e
InvestorAgen Penjual
(Bank)Formulir Manajer
InvestasiBank KustodianRedemtion Batch Redemtion Batch
UangUang
InvestorManajer Investasi
Bank KustodianFormulir
Uang
Formulir
Skema Penjualan UP Melalui Agen Penjual
Skema Penjualan UP Melalui Manajer Investasi
Dalam skema pembelian maupun penjualan di atas baik reksadana
konvensional maupun reksadana syariah konsepnya sama, yang menjadi
pembeda adalah pada portofolio efek, dimana konvensional tidak membedakan
antara efek syariah dengan non syariah, tidak membedakan bunga dengan bagi
hasil, dan tidak membedakan kontrak dengan akad.
C. Kesimpulan
Pembeda antara reksadana konvensional dan syariah dengan pendekatan
DFD dari sisi user/terminator bahwa di konvensional tidak ada terminator DSN
dan DPS, Reksadana syariah dari sisi jumlah sangat rendah dibandingkan
dengan reksadana konvensional per 31 Desember 2015 jumlah reksadana syariah
86 jauh di bawah reksadana konvensional yang berjumlah 951. Dari sisi
pengguna modal perusahaan yang mengeluarkan efek syariah dilihat dari modal
dari unsur hutang lebih sehat dibandingkan dengan perusahaan yang
menerbitkan efek umum.
Yang menjadi hambatan penulis dalam penulisan ini, penulis memahamai
sistem manajemen reksadana hanya dari buku-buku, artikel-artikel, jurnal-jurnal
yang bertebaran di internet, menurut hemat penulis, penulis hanya memahami
dari sisi luar atau dari sisi kulitnya, untuk mengerti lebih dalam seharusnya
masuk ke dalam sistem itu, dengan melakukan pengamatan langsung misal di
perusahaan manajer investasi, atau datang ke agen penjuan dan bahkan datang
ke bursa efek.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
12 | P a g e
Daftar Pustaka
Ahmad Rodoni. 2008. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.
Aria Bapepam. “Komposisi Efek Reksadana” dalam
http://aria.bapepam.go.id/reksadana/statistik.asp?page=komposisi-efek.
12 Mei 2016.
Ascarya. 2006. Akad dan Produk Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa
Negara. Jakarta: Bank Indonesia.
Eko P. Pratomo. 2009. Berwisata ke Dunia Reksadana. Jakarta: GM.
Ludwig Von Mises. 2011. Liberalism: In the Classical Tradition. Terj. Lela E.
Madjiah. Menemukan Kembali Liberalisme. Jakarta: Freedom Institute.
Majlis Ulama Indonesia. 1997. Himpunan Fatwa MUI Kesimpulan dan Rumusan
Lokakarya Majelis Ulama Indonesia tentang Reksadana Syariah:
“Peluang dan Tantangannya di Indonesia”. Jakarta: MUI.
Otoritas Jasa Keuangan. 2015. “Membangun Sinergi untuk Pasar Modal Syariah
yang Tumbuh, Stabil, dan Berkelanjutan”, Roadmap Pasar Modal
Syariah 2015-2019. Jakarta: Direktorat Pasar Modal Syariah OJK.
Panin Asset Management, “Cara Bertraksaksi” dalam http://www.panin-
am.co.id/CaraBertransaksi.aspx. 12 Mei 2016.
Pressman Roger S. 2002. Rekayasa Perangkat Lunak Buku 1. Yogyakarta: Andi
Publisher.
Yogianto. 1999. Analisis dan Desain Sistem Informasi Pendekatan Terstruktur.
Yogyakarta: Andi Publisher.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
13 | P a g e
Instrumen Keuangan Syariah yang Mencerminkan Keadilan
Eryul Mufidah
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi instrument
keuangan syariah terhadap penciptaan keadilan. Instrumen keuangan syariah akan
berkaitan erat dengan etika Islam yang ada dalam muamalah ekonomi
didalamnya. Oleh karena itu keduanya tidak akan dapat dipisahkan. Penelitian ini
berusaha menyajikan review teori dari bebeberapa hasil penelitian terdahulu
sehingga diharapkan akan memberikan kontribusi dalam memahami apa yang
dimaksud dengan bisnis syari’ah beserta instrumennya. Hasil dari review teori
tersebut dapat disimpulkan bahwa bisnis syari’ah berlandaskan pada sumber Al-
Qur’an dan Al-Hadist serta memiliki azas mashlahat tanpa meninggalkan
kemanfaatan umat, dengan kata lain sebisa mungkin bisnis yang dijalankan akan
memberikan kontribusi kesejahteraan kepada pelaku sekaligus lingkungan,
karena pada dasarnya semua diniatkan sebagai wujud ibadah dan menciptakan
prinsip keadilan dalam amaliyah ekonomi.
Kata Kunci: Instrumen Keuangan Syariah, Perbankan Syariah, dan Keadilan.
A. Pendahuluan
Bisnis menurut Islam adalah suatu yang dihalalkan bahkan sangat
dianjurkan oleh Islam. Bisnis bahkan dilakukan oleh Nabi dan Sahabat
Rasulullah di zaman dahulu. Sangat banyak sekali sahabat-sahabat Nabi yang
merupakan para pembisnis dan dari hartanya tersebut dapat memberikan manfaat
yang sangat besar bagi perkembangan Islam.
Islam memperbolehkan bisnis asalkan bukan hal-hal yang mengarah
kepada riba, judi, penyediaan produk atau layanan yang mengandung barang-
barang haram. Untuk itu di balik bisnis menurut Islam yang dihalalkan ini tentu
saja ada etika dan manfaat yang dapat diperoleh. Berikut adalah penjelasan
mengenai Etika dan Manfaat dari Bisnis menurut Islam. Islam pun
mengharapkan agar bisnis yang dilakukan oleh seorang muslim tidak hanya
memiliki keuntungan untuk diri sendiri melainkan juga dapat memberikan
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
14 | P a g e
manfaat yang banyak kepada banyak orang. Hal ini sesuai dengan prinsip Islam
yang rahmatan lil alamin.
Orientasi dari bisnis Islam bukan hanya sekedar menguntungkan satu
orang saja apalagi pihak yang memiliki bisnis melainkan kepada orang-orang
lain yang juga terlibat dalam bisnis baik secara langsung atau tidak. Tentu saja
bisnis Islam harus sesuai dengan prinsip dalam Transaksi Ekonomi dalam Islam,
Ekonomi Dalam Islam, dan Hukum Ekonomi Syariah Menurut Islam.
Selain itu, untuk dapat menjalankan bisnis sesuai orientasi Islam, juga
harus mengetahui tentang macam-macam riba, hak dan kewajiban dalam Islam,
fiqih muamalah jual beli, dan jual beli kredit dalam Islam agar orientasi bisnis
halal tetap terjaga. Oleh karena itu, dalam proses bisnis Islam diperlukan
Menurut Al-Suhaibani dan Naifar (2013) pegawasan maupun aturan akan
memberikan dampak positif dalam melakukan penegelolaan yang baik dalam
sebuah pasar keuangan yang berbasis syariah sehingga akan membantu dalam
proses risk-sharing atau risk-shifting khususnya pada pasar keuangan yang
sedang berkembang (emerging market) serta menghadapi sebuah krisis.15
Hal ini pula disampaikan dalam Al-Quran, bahwa:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS
Al Baqarah : 188)
Ayat di atas menekankan bahwa penindasan berarti membuat seorang
menjadi lemah dan tidak berdaya. Bisnis yang dilakukan tentu saja tidak boleh
membuat seseorang menjadi tertindas. Bisnis yang dilakukan haruslah dapat
memberikan manfaat yang besar bukan malah menjadikan orang semakin miskin
dan lemah atau berdampak buruk kepada sekitar kita. Islam mengajarkan
manusia harus dapat memberikan rahmat bagi semesta alam, bukan justru
merusaknya atau membuatnya menjadi lemah. Oleh karena itu, instrument
15 Al-Suhaibani. M, and N. Naifar, 2014, “Islamic Corporate Governance: Risk- Sharing and
Islamic Preferred Shares”, Journal of Business Ethics 124, hlm. 625.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
15 | P a g e
keuangan syariah yang berkembang dalam praktik bisnis Islam harus memenuhi
prinsip keadilan yang jauh dari unsur penindasan.
B. Pembahasan
B.1. Instrumen Keuangan Syariah
Aktivitas ekonomi dalam sistem ekonomi manapun dapat dilihat sebagai
kontrak (akad) antara pelaku-pelaku ekonomi. Instrumen keuangan juga
merupakan akad, di mana syarat dan kondisinya akan menentukan risiko dan
profil keuntungan instrumen tersebut. Konsep, isi dan aplikasi seluruh struktur
inti Hukum Ilahi dalam Islam bersifat kontraktual. Sebuah kontrak dianggap legal
dan berkekuatan hukum oleh syari’ah jika pasal kontrak tersebut bebas dari
semua yang dilarang atau diharamkan.
Sistem ekonomi Islam memiliki serangkaian kontrak inti, yang berfungsi
sebagai landasan bagi pendesainan instrumen keuangan yang lebih rumit dan
kompleks. Tidak ada klasifikasi kontrak baku dalam sistem hukum Islam, akan
tetapi dari sudut pandangan bisnis dan komersial, seseorang dapat
mengelompokkan kontrak tertentu sesuai dengan fungsi dan tujuannya dalam
ekonomi dan sistem keuangan. Kontrak yang berhubungan dengan transaksi
komersial dan bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori besar
yaitu:16
1. Kontrak Transaksional
Kontrak transaksional berhubungan dengan sektor transaksi ekonomi
riil yang memfasilitasi pertukaran, penjualan, dan perdagangan komoditas
dan jasa. Inti kontrak transaksional didasarkan pada aktivitas perdagangan
atau pertukaran. Pertukaran dapat berbasis on the spot atau berjangka
(deffered) dan dapat berupa pertukaran komoditas dengan komoditas, jual beli
barang dengan harga tertentu, atau jual beli dengan utang. Berbagai kontrak
ini menciptakan aset, yang bisa menjadi basis peluang pendanaan dan
16 M.U. Chapra, 1992, “Islam and The Economic Challenge”, (Herndon VA: International of
Islamic Thought), hlm. 36-38.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
16 | P a g e
investasi. Karena itu pertukaran ini membentuk inti sistem ekonomi dan
keuangan yang lebih luas.
Islam sangat menganjurkan berdagang dan memberikan prioritas
kepada aktivitas perdagangan dibandingkan bentuk bisnis lain. Perdagangan
yang dimaksud bukan hanya memperdagangkan aset fisik tetapi juga
memperdagangkan hak untuk menggunakan aset fisik. Karena itu kontrak
dasarnya adalah kontrak pertukaran, penjualan aset atau penjualan hak untuk
menggunakan aset. Kontrak pertukaran dan penjualan menimbulkan
pengalihan kepemilikan, sedangkan kontrak penggunaan aset hanya
mengalihkan hak untuk menggunakan barang dari satu pihak ke pihak lain.
2. Kontrak Pembiayaan
Kontrak pembiayaan (financing contract) menawarkan jalan untuk
menciptakan dan memperluas kredit, memfasilitasi pembiayaan kontrak
transaksional, dan memberikan saluran untuk pembentukan kapital dan
mobilisasi sumber daya antara investor dan pengusaha. Ciri utama kontrak
pembiayaan adalah tidak adanya kontrak utang. Kontrak pembiayaan
dimaksudkan untuk pendanaan kontrak transaksional dalam bentuk trade
finance (pembiayaan perdagangan) atau asset-backed securities (sekuritas
berbasis aset), atau menyediakan modal melalui equity partnership (kemitraan
dalam modal) yang dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk seperti
kemitraan, penyetaraan kepemilikan atau kemitraan lainnya.
3. Kontrak Intermediasi
Kontrak intermediasi adalah kontrak yang memfasilitasi pelaksanaan
kontrak transaksional dan finansial yang efisien dan transparan. Kontrak ini
memberikan kepada agen ekonomi seperangkat alat untuk intermediasi
keuangan sekaligus menawarkan jasa profesional (fee based) untuk aktifitas
ekonomi. Kontrak intermediassi mencakup mudharabah (kontrak dengan
perwalian), musyarakah (penyertaan modal), kafalah (penjaminan), amanah
(kepercayaan), takaful (asuransi), wakalah (agensi), jo’ala (jasa profesional).
Dalam kontrak mudharabah, agen ekonomi dengan modal (pemilik
modal) dapat menjalin kemitraan dengan agen akonomi lain yang memiliki
keterampilan dengan perjanjian bagi hasil. Walaupun kerugian ditanggung
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
17 | P a g e
pemilik modal, mudharib dapat bertanggung jawab atas kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan tidak pantas atau pengacuhan pada pihaknya.
Kontrak mudharabah dan musyarakah merupakan hal penting dalam
penciptaan kredit dan modal, namun kontrak lain seperti wakalah, jo’ala, dan
rahn memainkan peran penting dalam memberikan jasa ekonomi penting yang
bisa ditawarkan oleh intermediator finansial konvensional.
4. Kontrak Kesejahteraan Sosial
Kontrak kesejahteraan sosial ialah kontrak antara individu dan
masyarakat untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi mereka
yang kurang mampu. Walaupun fasilitas kontrak kesejahteraan adalah di luar
cakupan intermediasi, namun intermediasi dapat menawarkan layanan
masyarakat dengan menginstusionalisasikan kontrak kesejahteraan sosial.
B.2. Instrumen Keuangan Syari’ah Primer
Berdasarkan teori akad sebagaimana dijelaskan, dapat diformulasikan
kontrak-kontrak keuangan yang kemudian dikenal dengan instrumen keuangan
syari’ah.17
1. Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal
(pemilik dana) dan mudharib (pengelola) dengan nisbah bagi hasil menurut
kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian
ditanggung oleh pemilik dana, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau
kesalahan oleh pengelola dana. Seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu Mudharabah Muthlaqah
(investasi tidak terikat) dan Mudharabah Muqayyah (investasi terikat).
Mudharabah Muthlaqaah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam mengelola
investasinya. Mudharabah Muqayyah adalah mudharabah di mana pemilik
17 Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, 2005, “Perbankan Syariah”, Cetakan 2 (Jakarta: Penerbit
Serambi), hlm. 116-118.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
18 | P a g e
dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan
obyek investasi.
2. Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang
mencampurkan modalnya untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam
musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk
membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru.
Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil
yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank.
Pembiayaan Musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara
kas, atau aktiva non kas, termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi dan
hak paten. Laba musyarakah dibagi di antara para mitra dan bank secara
proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik kas maupun aktiva
lainnya) atau sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh semua mitra.
Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang
disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya).
3. Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual maupun
pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan maupun tanpa
pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian
barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
Murabahah berdasarkan pesanannya dapat bersifat mengikat atau tidak
mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah
pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila
aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual)
dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum
diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban
penjual (bank) dan penjual akan mengurangi nilai akad. Sedangkan harga
yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli
harus diberitahukan.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
19 | P a g e
4. Alam dan Salam Paralel
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan
penangguhan pengiriman oleh muslam alaihi (penjual) dan pelunasannya
dilakukan segera oleh pembelian sebelum barang pesanan tersebut diterima
sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
5. Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Kata ijarah diderivasi dari bentuk fi’il: ajara - ya’juru - ajran”.
Ajran semakna dengan kata al-awadh yang mempunyai arti ganti atau upah,
dan dapat juga berarti sewa. Dengan kata lain ijarah adalah akad sewa
menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan
imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah muntahiyah bittamlik
adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi
perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad
sewa.
6. Wadiah
Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan
setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki, bank
bertanggung jawab atas pengembalian titipan. Wadiah dibagi atas wadiah
yad- mudhamanah dan wadiah yad-amanah. Wadiah yad-mudhamanah adalah
titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan
oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh
keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima penitipan. Sedangkan
dalam prinsip wadiah yad-amanah, penerima titipan tidak boleh
memanfaatkan barang titipan tersebut samai diambil kembali oleh penitip.
7. Qardh dan Qardh Hasan
Pinjaman qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
peminjam dan pihak yang meminjamkan kewajiban peminjam melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu. Qardh hasan adalah pinjaman tanpa
jaminan yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
20 | P a g e
selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama
pada akhir periode yang disepakati.
8. Sharf
Sharf adalah transaksi jual beli dengan komoditi berupa alat
pembayaran (nuqud), atau mata uang (suatu valuta dengan valuta lainnya).
Transaksi valuta asing pada Bank Syariah (di luar jual beli banknotes) hanya
dapat dilakukan dengan tujuan lindung nilai (hedging) dan dibenarkan untuk
tujuan spekulatif. Selisih penjabaran aktiva dan kewajiban valuta asing dalam
rupiah (revaluasi) diakui sebagai pendapatan atau beban.
9. Wakalah
Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi
kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan
suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa. Akad wakalah tersebut dapat
digunakan antara lain dalam pengiriman transfer, penagihan utang baik
melalui kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.
10. Kafalah
Kafalah adalah kemestian seseorang yang diperbolehkan mengelola
hartanya sendiri untuk menunaikan suatu hak yang diwajibkan kepada
seseorang atau kemestian menghadirkannya ke hadapan hakim (pengadilan).
Pengertian kafalah al-khafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan),
hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan). Menurut Sayyit Sabiq, yang
dimaksud dengan al-khafalah adalah proses penggabungam tanggungan kafil
menjadi beban ashil dalam tuntunan dengan benda (materi) yang sama, baik
utang, barang, maupun pekerjan. Kafalah adalah akad pemberian pinjaman
yang diberikan oleh kafil (penerima jaminan) dan pinjaman tertanggung
jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima
jaminan.
11. Hiwalah
Hiwalah adalah pemindahan pengalihan hak dan kewajiban baik
dalam bentuk pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa pemindahan/
pengalihan dana dari satu orang ke orang lain atau satu pihak ke pihak lain.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
21 | P a g e
B.3. Instrumen Keuangan Syari’ah Sekunder
Instrumen keuangan syari’ah sekunder banyak diaplikasikan pada
lembaga keuangan dalam bentuk pasar modal. Instrumen keuangan sekunder
merupakan instrumen turunan dari instrumen keuangan primer. Ada berbagai
macam instrumen pasar modal, menurut Obaidullah instrumen penting yang
dapat diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut hukum Islam, di
antaranya adalah sebagai berikut:18
1. Dana Mudharabah (Mudharabah Fund)
Dana Mudharabah merupakan instrumen keuangan bagi investor
untuk pembiayaan bersama proyek besar berdasarkan prinsip bagi hasil.
Instrumen ini diperbolehkan menurut hukum Islam.
2. Saham Biasa Perusahaan (Common Stock)
Saham biasa yang diterbitkan oleh perusahaan yang didirikan untuk
kegiatan bisnis yang sesuai dengan Islam diperbolehkan.
3. Obligasi Muqaradah
Obligasi ini diterbitkan untuk pembiayaan proyek yang menghasilkan
uang atau proyek yang terpisah dari kegiatan umum perusahaan.
4. Obligasi Bagi Hasil (Profit Sharing Bond)
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas bisnisnya
sesuai dengan syariah Islam dan berdasarkan prinsip bagi hasil jenis ini
diperbolehkan.
5. Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham ini memiliki hak-hak istimewa seperti deviden tetap dan
prioritas dalam likuidasi. Karena ada unsur pendapatan tetap (seperti bunga),
maka dilarang menurut hukum Islam.
B.4. Instrumen Keuangan Syari’ah terhadap Prinsip Keadilan
Di samping adanya instrumen-instrumen keuangan utama, maka
perkembangan ke depan perlu pemikiran lebih jauh adanya instrumen-instrumen
18 S. N. Garas and Chris Pierce, 2010, "Shari'a Supervision of Islamic Financial Institutions",
Journal of Financial Regulation and Compliance, Vol. 18 Iss 4, hlm. 394.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
22 | P a g e
keuangan lainnya sebagai bahan kajian dalam hukum Islam, salah satunya
instrument untuk aktivitas investasi. Investasi pada saham sudah seharusnya
menjadi preferensi bagi para investor muslim, yaitu untuk menggantikan investasi
pada interest yielding bonds atau sertifikat deposito, walupun jika kemudian
dinyatakan oleh fikih klasik bahwa ekuiti tidak bisa dipersamakan dengan
instrumen keuangan Islami, seperti kontrak mudharabah atau musyarakah. Ekuiti
dapat dijual kapan saja pada pasar sekunder tanpa memerlukan persetujuan dari
perusahaan yang mengeluarkan saham. Sementara mudharabah dan musyarakah
ditetapkan berdasarkan persetujuan shahibul mal (investor) dan perusahaan
sebagai mudharib.
Derivatives merupakan salah satu bentuk rekayasa keuangan dalam
mendesain strategi dan solusi inovatif untuk menjamin risiko. Hal yang banyak
digunakan di antaranya adalah forward/future dan options. Forward adalah
kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset di masa depan dengan harga yang
ditetapkan untuk disepakati. Sedangkan option adalah hak dan bukan kewajiban
untuk membeli atau menjualunderlying asset dengan harga dan waktu penyerahan
yang disepakati.
Menurut Vogel dan Hayes (1998) mengklasifikasikan instrumen-
instrumen derivatif sebagai questionable dalam syari’ah Islam. Belum ada
konsensus di kalangan ulama mengenai hal ini. Kebanyakan ulama berpendapat
melarang derivatif dengan dasar di dalamnya ada unsur gharar. Sementara yang
lain berpendapat bahwa derivatif justru dimanfaatkan untuk menangkal gharar
sebagai bentuk manajemen risiko.19
Ditemukan atau tidak konsensus mengenai instrumen kauangan derivatif
ini, semuanya adalah dirujukan pada kebutuhan manajemen risiko. Yaitu semua
itu dilakukan untuk hedging, yaitu menutup risiko dari fluktuasi harga, dan bukan
untuk spekulasi ataupun arbritase.
Instrumen keuangan dalam kasus ini secara tidak langsung berhubungan
dengan risiko yang melekat dalam instrumen tersebut. Dengan kata lain risiko
19 M. Mamduh Hanafi dan M. Hanafi Syafiq, 2012, “Perbandingan Kinerja Syariah dan
Konvensional: Studi Pada Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks LQ45”, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam, Vol.7 (1), hlm. 20.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
23 | P a g e
disini diartikan dalam risiko kredit yang dapat dikatakan sebagai sebuah eksposur
terjadinya kerugian kredit atau instrument kredit lainnya (Gastineau and Kritzman
1999)20. Jenis pembiayaan yang berbeda digunakan oleh Bank syariah dalam
kegiatan sruktur pembiayaannya. Dalam proses pembiayaan hutang bank syariah
hanya fokus pada instrumen pendanaan dalam lingkup bagi hasil dan berbagi
kerugian (Sharing-Profit dan Loss-Sharing) atau disebut juga sebagai instrumen
Non-Profit and Loss Sharing (PLS). Dalam kasus risiko kredit ketika mudharib
atau agen melakukan kejahatan dalam melakukan pelanggaran bersama dalam
sebuah proyek yang dikerjakan bersama- sama sistem PLS diharapakan dapat
menjadi variabel pengendali. Sedangkan dalam pengertian lain, menurut Astrom
(2013) dalam artikelnya mengatakan bahwa pendanaan dengan Sistem PLS akan
memiliki potensi adanya kerugian dalam menjalankan usaha atau bisnis akibat
dari kelalaian agen (mudharib) ataupun partner.21
Perkembangan etika Islam tak terpisahkan dari sumber hukum utama, fiqh
baik muamalah maupun ushul fiqh yang seyogyanya akan memberikan
kesimbangan amaliyah bisnis syari’ah dalam mewujudkan kesejahteraan
berlandaskan iman serta kejujuran dalam menghasilkan kebaikan bersama
(kemaslahatan).
Hasil penelitian Lewis dan Algaoud (2005) menerangkan bahwa Investasi
Etis dalam perbankan syariah dihadapkan dengan tambahan atas modal yang
ditanamkan. Hal ini akan memberikan tambahan Usury (Riba), tentu jika melihat
Quadran tersebut bisa dipastikan kegiatan ini menghilangkan instrumen fiqh yang
tentu bersumber pada Qur’an dan Hadist22. Lain dengan Chapra (1992) bahwa
dalam menjalankan amaliyah ekonomi serta bisnis diperlukan pedoman syari’ah
agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan materi dan kebutuhan spiritual.23
Dengan demikian, instrumen keuangan syariah yang dapat tetap konsisten
menjalankan nilai-nilai syariah Islam dalam pengoperasiannya, maka dapat
20 Ibid. hlm. 22. 21 Naqvi. S. N. H. 1981, Ethics and Economics an Islamic Synthesis (Leicester: The Islamics
Foundation), hlm. 7. 22 Lewis, Mervvyn dan Algaoud, Latifa. Op. cit. hlm. 11. 23 Chapra, M.U. Op. cit. hlm. 28.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
24 | P a g e
berpeluang untuk memenuhi prinsip keadilan bagi masyarakat atau publik sesuai
dengan prosentase keterlibatan masing-masing pada instansi keuangan syariah.
C. Penutup
Pada dasarnya bisnis syariah harus mengacu pada landasan utama yaitu
Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dalam melaksanakan amaliyah dan bermuamalah
bisnis syariah senantiasa mengikuti perkembangan fiqh muamalah serta sekiranya
memahami ushul fiqh didalamnya. Etika Islam memilki peranan yang sangat
penting, karena secara etis kegiatan bisnis syari’ah harus memiliki tujuan untuk
kemaslahatan ekonomi baik untuk Islam maupun untuk seluruh lapisan mayarakat
ekonomi pada umumnya. Dengan demikian apa yang diharapkan seperti yang
termaktub dalam Al-Qur’an dan Al- Hadist dapat terwujud.
Hal ini tentu akan berjalan dengan baik apabila antara iman, kejujuran
tidak begitu saja ditinggalkan, serta tidak saling lalai dalam menjalankan bisnis
syariah. Karena bisnis syariah haruslah senantiasa etis dengan menempatkan niat
dalam menjalankan etika Islam dalam kegiatan bisnis semata-mata untuk
menolong antara sesama untuk mencapai kemakmuran ekonomi serta meraih
pahala untuk akherat. Sehingga, terciptalah keseimbangan antara kebutuhan
bisnis dengan kebutuhan akhirat.
Keberadaan lembaga yang benar-benar menjunjung tinggi bisnis syariah
sangatlah penting untuk dapat memberikan produk-produk syariah yang benar-
benar sesuai dengan Al Quran dan Al Hadist. Peraturan-peraturan juga harus
dibuat sesuai dengan pedoman yang benar agar tidak terjadi penyimpangan
terselubung dalam bisnis syariah yang dijalankan baik pada produk yang dijual
ataupun cara penjualan dan pembelian. Etika dan moral dari pebisnis syariah
perlu ditingkatkan dengan perlahan-lahan, dengan cara memberikan pelatihan dan
sosialisasi dari pihak yang berkepentingan.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
25 | P a g e
Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Arba’in Nawawi
Andy Fathur Rahman. 2010. “Analisis Faktor yang Menyebabkan Terjadinya
Moral Hazard Nasabah Pembiayaan Mudharabah”, Tesis, tidak
dipublikasikan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
F. Shahari Zakaria Md dan R. Hazli, Rahman, S. 2015, "Investigation of The
Expected Loss of Sharia Credit Instruments in Global Islamic Banks",
International Journal of Managerial Finance, Vol.11 Iss 4.
G. Rice. 1999. “Islamic Ethics and Implications for Business”. Journal of
Business Ethics, 18, 4.
G.L. Gastineau and M.P. Kritzman. 1999. Dictionary of Financial Risk
Management, 3rd ed., Wiley, Hoboken, NJ.
Khaled A. Hussein. 2004. “Ethical Investment: Empirical Evidence From FTSE
Islamic Index”. Islamic Economic Studies, Vol. 12, No. 1.
M. Al-Suhaibani and N. Naifar. 2014, “Islamic Corporate Governance: Risk-
Sharing and Islamic Preferred Shares”, Journal of Business Ethics 124.
M. Mamduh Hanafi dan M. Hanafi Syafiq. 2012. “Perbandingan Kinerja Syariah
dan Konvensional: Studi Pada Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks
LQ45”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.7 (1).
M.U. Chapra. 1992, “Islam and The Economic Challenge” (Herndon VA:
International of Islamic Thought).
Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud. 2005. Perbankan Syariah. Cetakan 2.
Jakarta: Penerbit Serambi.
Naqvi. S. N. H. 1981. Ethics and Economics An Islamic Synthesis (Leicester: The
Islamics Foundation).
S. N. Garas and Chris Pierce. 2010. “Shari'a Supervision of Islamic Financial
Institutions”. Journal of Financial Regulation and Compliance, Vol. 18 Iss
4.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
26 | P a g e
Pengaruh Pembiayaan Murabahah terhadap Perkembangan Usaha
Mikro Menengah Anggota BMT Fanshob Karya Bojonegoro
M. Ali Nur Huda
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat pembiayaan murabahah terhadap
perkembangan usaha kecil menengah anggota di BMT Fanshob Karya
Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif,
adapun data yang diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
melalui kuesioner pada anggota BMT, sedangkan data sekunder diperoleh dari
literatur, internet dan data kepustakaan lainnya. Data yang diperoleh dianalisis
dengan metode analisis regresi linier.
Dalam melakukan pengujian hipotesis, pelaksanaan langkahnya adalah
melakukan perhitungan uji t. Berdasarkan hasil uji t rxy = 1,004 dengan
probabilitas (p) = 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pembiayaan
murabahah dengan perkembangan usaha kecil menengah anggota di BMT
Fanshob Karya Bojonegoro. Besarnya pengaruh pembiayaan murabahah pada
BMT Fanshob Karya Bojonegoro terhadap perkembangan usaha kecil (R2)
adalah 98,60%. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan tersebut sangat tinggi
pengaruhnya terhadap perkembangan usaha kecil menengah, sedangkan sisanya
sebesar 1,40% dipengaruhi oleh faktor lain.
Kata Kunci: Pembiayaan Murabahah, Perkembangan Usaha, dan Usaha Mikro
Menengah.
A. Pendahuluan
Pada saat ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang
perekonomian dan perdagangan, dimana salah satu sumber peningkatan ekonomi
di Indonesia saat ini adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM). Saat
Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997-1998, banyak perusahaan
yang tumbang, khususnya perusahaan besar di sektor perbankan, properti dan
pabrikan yang berbahan baku impor.
Namun banyak pengusaha kecil menengah yang mampu berdiri kokoh di
tengah krisis yang melanda Indonesia dan mampu bertahan. Pengusaha ini
mampu bertahan karena memproduksi barang dan jasa dengan bahan baku dalam
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
27 | P a g e
negeri dan berorientasi ekspor serta bertenaga kerja yang efisien dan biaya tetap
yang kecil. Usaha Mikro sering disebut dengan UMKM, merupakan salah satu
pelaku usaha yang memiliki peran penting namun kadang dianggap terlupakan
dalam kebijakan di Indonesia. Peran usaha mikro juga tidak hanya sekedar
pendukung dalam kontribusi ekonomi nasional. Hal ini ditandai dengan
kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor,
penyedia lapangan kerja terbesar, pemain penting dalam pengembangan kegiatan
ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, pencipta pasar baru dan sumber
inovasi, serta sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan
ekspor.
Keuntungan menjadi pengusaha adalah memiliki kesabaran mencapai
tujuan, menunjukkan potensi secara penuh, mendapat laba yang maksimal,
kebebasan melakukan perubahan, menciptakan lapangan kerja, dan mendapat
pengakuan dari masyarakat.24 Namun masalah yang sering terjadi bagi
masyarakat kecil dalam membangun usaha sendiri adalah modal. Padahal dalam
usaha modal merupakan salah satu elemen penting dalam mendukung
peningkatan produksi terlebih lagi pada sektor usaha kecil. Salah satu solusi bagi
masyarakat kecil untuk keluar dari masalah tersebut yaitu dengan pinjaman.
Banyak lembaga keuangan konvensional yang menyediakan jasa pinjaman modal
untuk berbagai kalangan, akan tetapi hal ini terkadang semakin menambah beban
pengusaha mikro menengah.
Pinjaman modal pada lembaga keuangan konvensional terkadang pula
kandas dikarenakan beberapa pengusaha kecil yang tidak mampu memenuhi
prasyarat untuk diberi pinjaman. Disamping itu ditengah-tengah kehidupan
masyarakat yang hidup serba berkecukupan muncul kehawatiran akan timbulnya
pengikisan akidah dan lemahnya ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu peran BMT (Baitul Maal Wattamwil) agar mampu lebih
aktif dalam memperbaiki kondisi tersebut, serta mewujudkan masyarakat adil dan
sejahtera. BMT pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan tidak semata-mata hanya bisnis yang mencari keuntungan
24 B. Alma., 2010, Pengantar Bisnis (Bandung: Alfabeta), hlm. 14.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
28 | P a g e
sebanyak-banyaknya. Kegiatan BMT adalah mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi
pengusaha kecil mikro dan menengah, antara lain dengan mendorong kegiatan
menabung dan fasilitasi pembiayaan guna menunjang usaha ekonominya. BMT
sebagai lembaga yang berasaskan Islam, maka dalam menghimpun maupun
penyaluran dana menggunakan pripsip syariah (prinsip bagi hasil).25
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. An-Nisa : 29, bahwa: “Hai orang-
orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Atas dasar ayat tersebut, Kopsyah BMT Fanshob Karya mengeluarkan
produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti halnya produk
pinjaman pembiayaan meliputi murabahah, mudharabah, ijarah, musyarakah, dan
pembiayaan qardul hasan. Pembiayaan murabahah merupakan pola kerja sama
ekonomi yang cukup mendominasi pada BMT Fanshob Karya, sehingga
pembiayaan murabahah begitu popular di Kopsyah BMT Fanshob Karya.
Dari pernyataan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih
jauh tentang perkembangan usaha yang dilakukan oleh masyarakat Bojonegoro.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh pembiayaan
murabahah terhadap perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Kopsyah
BMT Fanshob Karya Bojonegoro. Sehingga dengan adanya pembiayaan
murabahah ini dapat menjadikan salah satu jalan bagi para pedagang kecil untuk
meningkatkan perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah anggota
murabahah di Kopsyah BMT Fanshob Karya Bojonegoro, melalui Kopsyah BMT
Fanshob Karya dalam produk-produk pembiayaan murabahah dalam kontek
praktiknya, hal tersebut yang membuat penulis mengangkat judul : “Pengaruh
25 Muhammad, 2008, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang & Ancaman
(Yogyakarta: Ekonesia), hlm. 32.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
29 | P a g e
Pembiayaan Murabahah terhadap Perkembangan Usaha Mikro Menengah
Anggota BMT Fanshob Karya Bojonegoro”.
B. Tinjauan Pustaka
B.1. Pembiayaan
Sejak zaman dahulu, pemberi pinjaman tidak pernah lagi menaruh
kepercayaan penuh kepada peminjam hanya berdasarkan lisan, untuk itu harus ada
tanggungan yang jelas yang dapat meringankan beban pemberi pinjaman apabila
peminjam gagal memenuhi tanggung jawabnya. Islam tidak memandang hina ide
ini dan telah menetapkan prinsip yang luas terhadap pandangan ini.26 Berdasarkan
terminologi syara’ ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendifinisikannya:27
1. Menurut syarkasyi dan ulama Maliki:
“Pemilikan atas manfaat (suatu benda) tanpa pengganti.”
2. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah:
“Pembolehan (untuk pengambilan) manfaat tanpa mengganti.”
Akad ini berbeda dengan hibah, karena ariyah dimaksudkan untuk
mengambil manfaat dari suatu benda, sedangkan hibah mengambil benda tersebut.
Pengertian pertama memberikan makna kepemilikan sehingga peminjam
dibolehkan untuk meminjam orang lain. Adapun pengertian kedua memberikan
makna kebolehan, sehingga peminjam tidak boleh meminjamkan kembali barang
pinjaman kepada orang lain. Sedangkan, aktivitas penyaluran dana kepada
nasabah, secara garis besar terdapat empat kelompok prinsip oprasional syariah,
yaitu prinsip jual beli (bai’), sewa-menyewa (ijarah), bagi hasil (syirkah), dan
pembiayaan lainnnya.28
Prinsip jual beli (bai’) meliputi murabahah, salam, istisna’. Prinsip
murabahah umumnya ditempatkan dalam pembiayaan pengadaan barang
investasi, murabahah sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan barang
26 Muslehuddin M, 2004, Sistem Perbankan dalam Islam (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 87. 27 R. Syafei, 2001, Fiqh Muamalah (Bandung: Setia), hlm. 139. 28 Hasan A, 2009, Manajemen Bisnis Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 40.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
30 | P a g e
secara mendesak, tetapi kekurangan dana. Ia kemudian meminta kepada bank agar
membiayai pembeliannya dan bersedia menebusnya saat barang diterima.
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang muncul karena bank
tidak memiliki barang yang diinginkan oleh pembeli, sehingga bank harus
melakukan transaksi pembelian atas barang yang diinginkan kepada pihak yang
disebut supplier. Dengan demikian, dalam pembiayaan ini bank bertindak selaku
penjual di satu sisi, dan di sisi lain bertindak sebagai pembeli. Kemudian bank
akan menjual lagi kepada pembeli dengan harga yang telah disesuaiakan yaitu
harga beli bank dan margin keuntungan yang telah disepakati. Pembiayaan
murabahah merupakan salah satu dari konsep pembiayaan yang berdasarkan jual
beli yang bersifat amanah.29
B.2. Bai’ Al-Murabahah
Suatu transaksi dalam lembaga keuangan dinamakan dengan murabahah
apabila pembiayaan yang diberika kepada nasabah dalam rangka pemenuhan
kebutuhan produksi (inventory).30 Murabahah adalah akad jual beli suatu barang
dimana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri atas harga pokok barang dan
tingkat keuntungan tertentu atas barang, dimana harga jual tersebut disetujui
pembeli. Atau dengan singkat, jual beli murabahah adalah jual beli barang pada
harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.31
Murabahah dimulai dengan jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak bank dan nasabah. Dalam
murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembali,
kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu.32 Murabahah adalah
transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga peroleh dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal yang membedakan
murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjualan secara jelas
29 N. Huda dan Heykal M, 2010, Lembaga Keuangan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup), hlm. 15. 30 Lubis K. S, 2000, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika), hlm. 53. 31 L. Hakim, 2012, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Surabaya: Erlangga), hlm. 116. 32 Sudarsono, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Diskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:
Ekonesia), hlm. 47.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
31 | P a g e
memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa
besar keuntungan yang diinginkan. Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar
menawar atas besaran margin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh
kesepakatan.33
B.3. Usaha Mikro Kecil Menengah
Usaha mikro kecil menengah merupakan kegiatan usaha yang dapat
memperluas lapangan pekerjaan, serta memberikan pelayanan ekonomi secara
luas kepada masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan
peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta
berperan mewujudkan stabilitas nasional.
Bisnis kecil adalah suatu usaha yang dimiliki dan dikelola seorang bebas,
dan bisnis kecil ini tidak mendominasi pasar. Bisnis kecil ini bukan merupakan
bagian atau cabang dari perusahaan lain, yang menjalankan bisnis ini adalah
pemilik sendiri, bekerja bebas sesuai dengan kesanggupan.34
Bisnis yang diperbolehkan dalam Islam adalah bisnis yang menghasilkan
pendapatan yang halal dan berkah, contoh usaha kecil:35
1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja
2. Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya
3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubel, kayu dan rotan,
industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan kerajinan tangan
4. Peternakan ayam, itik, dan perikanan
5. Koperasi berskala kecil.
Selain itu, usaha mikro kecil menengah adalah salah satu pilar utama
ekonomi nasional yang medapatkan kesempatan utama, dukungan, perlindungan
serta pengembangan yang secara luas sebagai wujud pihak yang tegas kepada
kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa harus mengabaikan peranan usaha besar
dan badan usaha milik pemerintah. Ragam pengertian umum usaha mikro, kecil
dan menengah sendiri, terdapat banyak versi, bergantung pada beberapa lembaga
33 Wasilah N. S., 2009, Akuntasi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat), hlm. 160. 34 B. Alma. Op.cit. hlm. 96. 35 Hasan A. Op. cit. hlm. 196
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
32 | P a g e
dalam mendefinisikan UMKM dengan pengertian yang berbeda walaupun masih
bisa ditelusuri konsistensinya.36
C. Metode Penelitian
C.1. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian lapangan dengan pendekatan kuantitatif, yaitu metode ini disebut
sebagai motode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode
ini sebagai metode ilmiah karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
kongkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini disebut
metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik.37 Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan dalam penelitian ini untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Adapun variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu:38
1. Variabel Independen/Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembiayaan murabahah.
2. Variabel Dependen/Terikat
Yaitu perkembangan usaha mikro menengah.
C.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.39 Adapun yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah anggota pembiayaan murabahah BMT
Fanshob karya di Kauman Bojonegoro yang berjumlah 170 anggota. Sampel
adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut.40 Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subyeknya kurang dari 100,
36 Yustika E. A., 2005, Perekonomian Islam (Malang: Bayumesdia Buplishing), hlm. 43. 37 Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta), hlm. 7. 38 Ibid. hlm. 38. 39 Ibid. hlm. 80. 40 Ibid. hlm. 81.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
33 | P a g e
lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Tetapi, jika jumlah subyeknya besar, dapat diambil antara10-15% atau 20-25%
atau lebih.41 Dalam hal ini, karena dalam penelitian ini jumlah populasinya lebih
dari 100 atau lebih tepatnya sebesar 170 anggota, maka sampel yang diambil
adalah sebesar 1% dari keseluruhan dari populasi yang ada dengan teknik random
sampling, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 25% dari 170 anggota
adalah 43 anggota.
C.3. Prosedur Pengumpulan Data
41 Suharsimi Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT Rineka
Cipta), hlm. 134.
Menarik kesimpulan
Persiapan penelitian
Membuat surat izin penelitian
untuk Manager BMT Fanshob
Bojonegoro
Membuat jadwal penelitian
Mempersiapkan
instrumen alat
pengumpulan data
Menentukan
variabel yang
akan diteliti
Menganalisis uji
instrumen sebagai
alat ukur variabel
Menyusun dan mengadakan
instrumen untuk disampaikan
kepada responden
Mempersiapkan instrumen dan alat
pengumpulan data untuk kuesioner
yang akan diisi oleh anggota
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
34 | P a g e
D. Hasil dan Analisis
D.1. Analisis Korelasi
Analisis korelasi berguna untuk menentukan suatu besaran yang
menyatakan bagaimana kuatnya hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya.
Tabel 1. Hasil SPSS Uji Korelasi Produk Moment
Correlations
Y X
Y Pearson Correlation 1 .993**
Sig. (2-tailed) .000
N 43 43
X Pearson Correlation .993** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 43 43
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari tampilan output SPSS correlation pada variabel independen (X) dan
variabel dependen (Y), Hasil korelasi parsial didapat nilai r hitung sebesar 0,993.
Nilai korelasi ini tergolong tinggi karena >0,05 dan memiliki nilai positif sehingga
dapat dikatakan ada hubungan positif dan signifikan antara pembiayaan
murabahah dengan perkembangan usaha kecil menengah. Maka disimpulkan
bahwa pembiayaan murabahah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap perkembangan usaha kecil menengah. Berdasarkan Tabel 1 di atas
menunjukkan hasil korelasi variabel X dan variabel Y, nilai yang diperoleh
sebesar 0,993, berarti terdapat hubungan yang sangat tinggi antara variabel
pembiayaan murabahah (X) terhadap perkembangan usaha kecil menengah (Y).
D.2. Koefesien Determinasi
Dari tampilan output SPSS Model Summary besarnya Adjusted R Square
adalah 0,986, hal ini berarti perkembangan usaha kecil dapat dipengaruhi oleh
pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya adalah sebesar 98,60%.
sedangkan sisanya (100% - 98,6% = 1,40%) mungkin dipengaruhi oleh faktor
lain. Standar Error of Estimate (SEE) sebesar 46276. Makin kecil nilai SEE akan
membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
35 | P a g e
Tabel 2. Hasil SPSS Koefesien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .993a .986 .986 .46276
a. Predictors: (Constant), X
b. Dependent Variable: Y
D.3. Uji Hipotesis
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan membandingkan nilai t
hitung dan t tabel. Jika t hitung > t tabel, berarti terdapat pengaruh yang positif
dan signifikan, dan sebaliknya jika t hitung < t tabel maka tidak terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan.
Tabel 3. Hasil SPSS Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.123 .862 -.143 .887
X 1.004 .019 .993 53.909 .000
a. Dependent Variable: Y
Hipotesis:
H0 = pembiayaan murabahah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perkembangan usaha kecil menengah.
Ha = pembiayaan murabahah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perkembangan usaha kecil menengah.
Berdasarkan hasil analisis uji korelasi Product moment antara pembiayaan
murabahah dengan perkembangan usaha kecil menengah anggota diperoleh hasil
rxy = 1,004 dengan probabilitas (p) = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan antara pembiayaan murabahah dengan
perkembangan usaha kecil menengah anggota di BMT Fanshob Karya
Bojonegoro. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
36 | P a g e
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perkembangan usaha kecil
menengah.
D.4. Pengaruh Perjanjian Pembiayaan terhadap Tingkat Kepuasan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sampel sebanyak 43
responden, jumlah tersebut diambil dari 25% jumlah populasi yaitu 170
responden, mayoritas responden adalah pengusaha kecil yang berada di wilayah
Bojonegoro. Penilitian ini sudah dilakukan dan dilaksanakan dengan hasil uji
yang dapat disimpulkan bahwa antara variable X yaitu pembiayaan murabahah
dengan variable Y yaitu perkembangan usaha kecil menengah mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan.
Berdasarkan hasil dari penelitian kemudian diadakan analisis yang
merupakan pengolahan lebih lanjut dari hasil uji hipotesis. Dalam analisis ini akan
dibuat semacam interpretasi dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus
regresi yang telah diproses antara variabel X dan Y. Dalam pelaksanaan
langkahnya adalah melakukan perhitungan uji-t, apakah terletak didaerah
penerimaan H0 atau penolakan H0. Berdasarkan hasil uji-t diperoleh hasil rxy =
1.004 dengan probabilitas (p) = 0,05. Hal ini merupakan bukti terjadinya
penerimaan Ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perkembangan usaha kecil
menengah.
Besarnya pengaruh pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya di
Bojonegoro terhadap perkembangan usaha kecil (R2) adalah 0,986 atau 98,60%..
Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan tersebut sangat tinggi pengaruhnya
terhadap perkembangan usaha kecil menengah, sedangkan sisanya sebesar 1,40%
dipengaruhi oleh faktor lain selain pembiayaan murabahaha dari BMT Fanshob
Karya di Bojonegoro.
Hal ini didukung dari hasil penelitian terdahulu oleh Luluk Chorida, yang
berjudul: “pengaruh jumlah dana pihak ketiga, inflasi, dan tingkat margin
terhadap alokasi pembiayaan usaha kecil dan menengah”, hasil uji t= -1,034
dengan tingkat signifikansi 0,309 (tidak signifikan > 5%). Yang artinya variabel
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
37 | P a g e
margin pembiayaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi
pembiayaan UKM.
Pembiayaan murabahah memiliki peranan membantu para pelaku usaha
kecil dalam hal penambahan modal usaha dan mempertahankan kelangsungan
hidup usaha. Selain itu pembiayaan murabahah juga berfungsi untuk mengalihkan
ketergantungan mereka terhadap pinjaman yang berasal dari lembaga keuangan
konvensional yang berbasis bunga.
Pernyataan ini didapatkan oleh penulis saat melakukan penelitian kepada
anggota yang mendapatkan pembiayaan murabahah BMT Fanshob Karya di
Bojonegoro. Beliau merupakan salah satu diantara para pelaku usaha kecil
anggota yang bekerja sebagai pedagang konveksi di Bojonegoro, beliau
mengharapkan agar BMT Fanshob Karya Bojonegoro bisa terus memberikan
pembiayaan murabahah sebagai program untuk membantu para pedagang kecil
dalam mengembangkan usaha.
Proses pengajuan pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya
Bojonegoro memang mudah dan cepat, tetapi pembiayaan ini hanya bisa
membantu untuk menambah modal dalam jangka waktu sementara saja,
sedangkan untuk menjadikan usaha lebih berkembang sebaiknya para pemilik
usaha kecil perlu meningkatkan kualitas produksi barang dan terus melakukan
inovasi, agar jumlah pembeli bisa meningkat setiap harinya. Beliau mengharapkan
agar prestasi BMT Fanshob Karya Bojonegoro yang sudah ada lebih ditingkatkan.
Menurut analisa penulis, usaha yang dimiliki para pelaku usaha kecil dapat
berkembang apabila mereka mampu meningkatkan promosi penjualan dan
meningkatkan kualitas produk dengan harga yang terjangkau. Selain itu mereka
juga membutuhkan pinjaman dalam jumlah besar dari lembaga keuangan untuk
tambahan modal, agar dapat membantu mereka dalam meningkatkan jumlah
produksi usahanya.
E. Penutup
Pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya Bojonegoro memiliki
peran membantu para pelaku usaha kecil menengah dalam hal penambahan modal
usaha, mempertahankan kelangsungan hidup usaha dan mengalihkan
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
38 | P a g e
ketergantungan mereka dari lembaga keuangan konvensional yang berbasis
bunga.
Dalam hal menjadikan usaha kecil menengah pada BMT Fanshob Karya
Bojonegoro lebih berkembang, para pemilik usaha kecil meningkatkan kualitas
produksi barang dan terus melakukan inovasi, agar jumlah pembeli bisa
meningkat setiap harinya, serta dapat mempertahankan kelangsungan hidup para
anggota BMT Fanshob Karya Bojonegoro.
Pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya Bojonegoro memiliki
pengaruh yang sangat tinggi terhadap perkembangan usaha kecil menengah, hal
ini dibuktikan dengan hasil pengujian koefisien regresi, diperoleh hasil rxy =
1,004 dengan probabilitas (p) = 0,05 dengan kriteria uji apabila nilai t hitung > t
tabel, berarti terdapat pengaruh yang positif dan signifikan, maka H0 ditolak dan
Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap perkembangan UMKM anggota. Dan berdasarkan
hasil analisis regresi diperoleh besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar
98,60%. Besarnya koefisien determinasi menunjukkan bahwa pembiayaan
murabahah pada BMT Fanshob Karya Bojonegoro memiliki konstribusi hanya
sebesar 98,60% terhadap perkembangan usaha kecil menengah, sedangkan
sisanya 1,40% mungkin dipengaruhi oleh faktor lain.
Peneliti memberikan saran sebagai kritik kontruktif yang dilihat di
lapangan, adapun saran–saran yang dapat penulis berikan antara lain :
1. Para pelaku usaha kecil hendaknya dapat mengalokasikan keuntungan untuk
mengembangkan usaha dan lebih kreatif lagi dalam mencari tambahan modal
usahanya.
2. Kapada pegawai BMT Fanshob Karya Bojonegoro diharapkan untuk lebih
meningkatkan kinerjanya dan lebih memprioritaskan pembiayaan untuk
pengembangan usaha kecil.
3. Hasil penelitian ini sekiranya dapat dijadikan acuan bagi penelitian lain untuk
mengembangkan maupun mengoreksi dan melakukan perbaikan seperlunya.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
39 | P a g e
Daftar Pustaka
B. Alma. 2010. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Hasan A. 2009. Manajemen Bisnis Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lubis K. S. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
L. Hakim. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Surabaya: Erlangga.
Muhammad. 2008. Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang &
Ancaman. Yogyakarta: Ekonesia.
Muslehuddin M. 2004. Sistem Perbankan dalam Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
N. Huda dan Heykal M. 2010. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
R. Syafei. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Setia.
Sudarsono. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Diskripsi dan Ilustrasi.
Yogyakarta: Ekonesia.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wasilah N. S. 2009. Akuntasi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Yustika E. A. 2005. Perekonomian Islam. Malang: Bayumesdia Buplishing.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
40 | P a g e
Deskripsi Tingkat Kecerdasan Ketahanmalangan (Adversity Quotient)
Mahasiswa Ekonomi Syariah STAI Attanwir Bojonegoro
Mifta Hulaikah
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
Abstrak
Jenis kecerdasan manusia telah berkembang hingga pada kecerdasan menghadapi
kesulitan atau ketahanmalangan yang disebut Adversity Quotient (AQ). AQ
menjawab pertanyaan mengapa ada anak dengan IQ tinggi namun masih
mengalami kegagalan. AQ dapat membuat peserta didik mempunyai daya tahan
untuk menyelesaikan sebuah tantangan, kesulitan, problem dan mengubahnya
menjadi sebuah peluang. Sehingga strategi dan lingkungan pendidikan harus
mendukung peningkatan AQ tersebut. Mahasiswa Ekonomi Syariah STAI
ATTANWIR mempunyai karakter yang berbeda, dimana mayoritas mahasiswa
selain kuliah juga bekerja. Hal ini membuat mereka harus memiliki AQ tinggi
agar dapat menyeimbangkan dan mensukseskan keduanya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa memiliki tingkat AQ sedang. Tipe AQ
sedang disebut dengan camper, yaitu cenderung menyukai zona nyaman,
menghindari resiko, dan tidak menyukai perubahan.
Kata Kunci: Adversity Quotient, Mahasiswa
A. Pendahuluan
Intelegensi adalah aktivitas mental yang berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk beradaptasi kepada kehidupan dunia nyata 42. Adversity Quotient
(AQ) atau kecerdasan dalam menghadapi kesulitan adalah salah satu jenis
kecerdasan selain Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan
Spiritual Quotient (SQ). Berkembangnya AQ didasari oleh sebuah fenomena yaitu
“mengapa beberapa individu bertahan dan terus berjuang keras dalam situasi
sulit sementara individu lain yang memiliki IQ dan EQ yang baik masih gagal
dan menyerah?”43. Dalam lingkungan pendidikan, AQ dapat membuat peserta
didik mempunyai daya tahan untuk menyelesaikan sebuah tantangan, kesulitan,
42 Robert J Stenberg, 1985, Beyond IQ: a Triarchic Theory of Intelligence (UK: Cambridge
University Press. 43 S Phoolka & N Kaur, 2012, Adversity Quotient: a New Paradigm To Explore, International
Journal of Contemporary Business Studies, 3 (4), hlm. 68-79.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
41 | P a g e
problem dan mengubahnya menjadi sebuah peluang44. Seseorang yang
mempunyai kemampuan untuk mengatasi kemalangan atau kesulitan maka akan
mudah untuk memecahkan berbagai permasalahan yang ada.45
Ada tiga jenis tingkatan AQ, yaitu rendah (Quiter), sedang (Camper) dan
tinggi (Climber). Semakin tinggi tingkat AQ, akan semakin bervariasi cara-cara
yang digunakan dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi, baik dalam
akademik, pribadi, sosial dan karir. Mengetahui sejauh mana tingkat AQ
seseorang menjadi penting agar dunia pendidikan, perguruan tinggi khususnya
dapat menyiapkan lulusan untuk dapat bersaing di masyarakat. tidak hanya
mencetak generasi militant yang mempunyai nilai akademik tinggi, namun tidak
memiliki resilience yang sama. Mahasiswa Ekonomi Syariah STAI ATTANWIR,
mempunyai latar belakang yang unik, yaitu sebagian besar mahasiswa telah
bekerja, sehingga tuntutan mereka menjadi berlipat, antara tuntutan akademik dan
tuntutan ekonomi bahkan karir. Dengan kondisi seperti ini, mendeskripsikan
tingkat AQ mahasiswa menjadi penting, agar pendidikan yang diselenggarakan
oleh kampus dapat memperbaiki tingkat AQ mahasiswa. Seseorang yang
menggunakan AQ dengan baik, dengan mudah melewati tantangan kecil maupun
besar yang menghadangnya setiap hari 46
B. Kajian Pustaka
B.1 Dimensi Adversity Quotient
Adversity Quotient adalah jenis kecerdasan yang mengukur empat
dimensi, yaitu Control, Origin Ownership, Reach, Endurance. Control berkaitan
dengan tingkat pengendalian individu akan pengaruh yang berasal dari diri sendiri
maupun dari luar, sehingga tidak mudah terpengaruh dan optimis akan keputusan
yang diambil. Semakin rendah AQ maka semakin rendah kendali yang dirasakan.
Origin & Ownership erkaitan dengan pengakuan atas sebab terjadinya masalah
44 Paul G Stoltz, 2000, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang (Turning Obstacles Into
Opportunities) (Jakarta: PT. Grasindo). 45 Usha Parvathy & Praseeda M, 2014, “Relationship between Adversity Quotient and Academic
Problems among Student Teachers”, Journal Of Humanities and Social Science. Vol. 19 (11), hlm.
23-26. 46 D.B. Solis & E. R Lopez, 2015, “Stress Level and Adversity Quetient among single Working
Mother”, Asia Pasifc Journal of Multidiciplinary Research, 3 (5), hlm. 72-79.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
42 | P a g e
dan kepemilikan rasa bersalah. Berkaitan dengan seberapa besar individu
menyalahkan diri sendiri atas masalah yang terjadi. Seorang yang mempunyai
aspek origin dan ownership yang tinggi akan menyadari kesalahan, menyadari
bahwa terdapat permasalahan, dan belajar untuk menerima kesalahan serta
berupaya untuk mengatasinya. Reach menunjukkan seberapa jauh jangkauan atas
masalah atau kesulitan dapat mempengaruhi aspek kehidupan yang lain. Seorang
yang mempunyai aspek Reach rendah akan menganggap ataupun mengakibatkan
kesulitan yang dihadapi berpengaruh pada seluruh aspek kehidupannya yang lain.
Endurance jangka waktu ketahanan diri untuk menghadapi permasalahan.
Seorang individu yang mempunyai Endurance tinggi akan lebih efektif dalam
mengelola kesulitan sehingga membutuhkan waktu yang singkat untuk kembali
bangkit, tidak terlarut-larut dalam permasalahan.
B.2 Tingkatan Adversity Quotient
Climber adalah individu atau peserta didik yang mencari dan menerima
tantangan. Tidak peduli seberapa sulit materi, tugas, dan proyek yang diberikan,
mereka tetap menunjukan prestasi yang baik. Camper merupakan individu yang
menyukai posisi yang nyaman. Peserta didik yang tergolong di tipe ini biasanya
memiliki kemampuan untuk menerima tekanan dan beban belajar, namun
seringkali mereka tidak menyelesaikan tugas dan beban belajarnya dengan baik.
Camper merupakan individu yang menyukai posisi yang nyaman. Peserta didik
yang tergolong di tipe ini biasanya memiliki kemampuan untuk menerima tekanan
dan beban belajar, namun seringkali mereka tidak menyelesaikan tugas dan beban
belajarnya dengan baik.
C. Analisis dan Hasil
Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu
menggambarkan sejauh mana tingkat AQ mahasiswa jurusan Ekonomi Syariah,
STAI ATTANWIR Bojonegoro., pada semester genap. Populasi sekaligus sampel
yang diambil sejumlah 123 orang mahasiswa, dengan rincian sebagai berikut:
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
43 | P a g e
Tabel 1 Sampel Penelitian
No Keterangan Jumlah
1
2
3
4
Mahasiswa semester 2
Mahasiswa semester 4
Mahasiswa semester 6
Mahasiswa semester 8
34 orang
19 orang
34 orang
36 orang
Total 123 orang
Pengukuran tingkat AQ mahasiswa dilakukan dengan menggunakan
kuisioner. Kuisioner diadaptasi dari Stoltz (1997), dan disesuaikan dengan sasaran
target mahasiswa atau pelajar. Kuisioner ini disebut dengan Student Adversity
Quotient Profile (SAQP), berisikan 20 pertanyaan yang kesemuanya merupakan
pertanyaan dalam kondisi negative, karena AQ adalah tanggapan terhadap situasi
negative. Skala likert dengan lima rentang jawaban digunakan. Skor yang didapat
kemudian dikalikan dua untuk mendapatkan skor total tingkat AQ mahasiswa.
Berikut batasan skor untuk masing-masing tingkatan:
Tabel 2 Klasifikasi Skor
Skor:
0 - 59
95 – 134
166 – 200
Tingkatan:
AQ rendah
AQ sedang
AQ tinggi
Sedangkan untuk skor yang berada di antara skor tersebut, disesuaikan
dengan garis kontinum, karena pada dasarnya tingkatan AQ adalah berjenjang,
semakin tinggi skor, semakin tinggi tingkat AQ. Berdasarkan hasil penelitian,
dinyatakan bahwa tingkat AQ mahasiswa Ekonomi Syariah, STAI ATTANWIR,
berada dalam posisi sedang. Berikut tabel hasil penelitian.
Tabel 3 Frekuensi Skor AQ
Frequency Percent Percent Cumulative
Percent
Skor 116 1 .8 .8 .8
118 3 2.4 2.4 3.3
120 9 7.3 7.3 10.6
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
44 | P a g e
122 14 11.4 11.4 22.0
124 15 12.2 12.2 34.1
126 18 14.6 14.6 48.8
128 33 26.8 26.8 75.6
130 15 12.2 12.2 87.8
132 9 7.3 7.3 95.1
134 3 2.4 2.4 97.6
136 2 1.6 1.6 99.2
138 1 .8 .8 100.0
Total 123 100.0 100.0
Skor maksimum yang dihasilkan adalah 138, namun skor ini belum
sampai pada rentang skor AQ tinggi. Skor dengan frekuensi terbanyak adalah 128
yaitu sebanyak 33 mahasiswa atau 26,8%. Jika disesuaikan dengan rentang skor
AQ pada tabel 1, maka keseluruhan tingkat AQ mahasisiswa Ekonomi Syariah
STAI ATTANWIR berada pada posisi sedang atau camper. Karakteristik camper
adalah dari segi kognitif, cenderung motivasinya kenyamanan, terlambat
menyadari bahwa yang dilakukannya justru menghambat kinerja, dari segi afektif
merasa puas dengan keadaan, merasa cukup dengan keadaan, takut kehilangan
kenyamanan, sedangkan dari segi behavior tidak mau mengambil resiko,
menghindari perubahan, tidak banyak memiliki pengalaman mengesankan
D. Penutup
Kesimpulan yang dapat dihasilkan adalah tingkat Adversity Quotient
mahasiswa Ekonomi Syariah STAI ATTANWIR adalah dalam golongan sedang
atau camper. Golongan ini cenderung merasa nyaman dan menghindari resiko.
Lembaga pendidikan harus berupaya keras untuk menyelenggrakan strategi
pendidikan yang dapat meningkatkan AQ mahasiswa, karena pada dasarnya
kemampuan AQ tidak dapat menurun namun dapat ditingkatkan.
Daftar Pustaka
D.B. Solis & E. R. Lopez. 2015. “Stress Level and Adversity Quetient among
single Working Mother”. Asia Pasifc Journal of Multidiciplinary Research,
3 (5).
Paul G Stoltz. 2000. Mengubah Hambatan Menjadi Peluang (Turning Obstacles Into Opportunities). Jakarta: PT. Grasindo.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
45 | P a g e
Robert J Stenberg. 1985. Beyond IQ: a Triarchic Theory of Intelligence. UK:
Cambridge University Press.
S Phoolka & N. Kaur. 2012. Adversity Quotient: a New Paradigm to Explore.
International Journa Of Contemporary Business Studies, 3 (4).
Usha Parvathy & Praseeda M. 2014. “Relationship between Adversity Quotient
and Academic Problems among Student Teachers.” Journal Of Humanities
And Social Science. Vol. 19 (11).
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
46 | P a g e
Pengaruh Pembiayaan Musyarakah terhadap Usaha Mikro
Anggota BMT Kemitraan Bojonegoro
Mundhori
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
pembiayaan musyarakah terhadap usaha mikro anggota BMT Kemitraan
Bojonegoro. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
kuantitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Cara penggumpulan
data dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan dokumentasi.
Alat uji yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, analisis regresi linier
dan uji t (uji hipotesis). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa
pembiayaan musyarakah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap usaha mikro anggota BMT Kemitraan Bojonegoro dan memiliki
keeratan yang kuat dengan nilai korelasi sebesar 0,629 atau 6,29%. Alat analisis
untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows.
Kata Kunci: Pembiayaan Musyarakah dan Usaha Mikro.
A. Pendahuluan
Pada tahun 1991, untuk pertama kali berdirinya perbankan berlabel syar’i di
Indonesia yaitu Bank Muamalat yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan perintah serta dukungan dari ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia) dan beberapa pengusaha muslim.
Setelah berdirinya Bank Muamalat, timbul banyak peluang untuk
mendirikan lembaga keuangan yang berprinsip syariah. Karena operasionalisasi
Bank Muamalat belum bisa menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah,
kondisi seperti ini memunculkan inisiatif untuk mendirikan bank dan Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) seperti Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang bertujuan untuk memperluas
jaringan dalam rangka mempermudah akses masyarakat terhadap LKMS.
Dengan keberadaan LKMS, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang
tidak tersentuh oleh bank (unbankable), karena tidak adanya jaminan (agunan),
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
47 | P a g e
kecilnya kapasitas usaha, lemahnya manajemen dari usaha jenis UMKM,
diharapkan dapat terlayani oleh adanya KJKS. Dengan berdirinya KJKS, dapat
menjadi langkah solutif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat kelas
menengah ke bawah, yang sampai saat ini cukup memberi andil yang signifikan
dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
Sebuah program spektakuler bagi penguatan Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LKMS) adalah Dana Bergulir Syariah (DBS) yang dikoordinatori oleh
Kementrian Negara Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Bank syariah.
Keabsahan program ini didasarkan atas peraturan Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI Nomor 10/Per/M.KUKM/VI/2006 tentang Petunjuk Teknis Program
Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) pola syariah.
Dalam Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro
(P3KUM) pola syariah, mempunyai tujuan untuk memberdayakan pengusaha
mikro melalui kegiatan usaha berbasis syariah serta memperkuat peran dan posisi
Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah
(KJKS/UJKS/BMT) sebagai instrumen pemberdayaan usaha mikro. Pelaksanaan
usaha ini telah dimulai sejak tahun 2003 pada 26 KSP/USP Koperasi Syariah dan
pada tahun 2004 kepada 100 KSP/USP Koperasi Syariah, dibandingkan pada
tahun 2005 mencapai 300 KJKS/USP yang tersebar di 70 Kabupaten dan 26
Provinsi. (Amalia, 2009: 300-301)
Salah satu produk BMT/KJKS untuk membantu masyarakat menengah ke
bawah yang mengalami kesulitan dalam memperoleh modal usaha yaitu melalui
pembiayaan musyarakah. Pembiayaan musyarakah adalah kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan. (Sudarsono, 2008: 74). Sasaran utama dari BMT
adalah melakukan pembiayaan dalam sektor kecil, hal itu sejalan dengan usaha
pemerintah untuk mengupayakan pengentasan kemiskinan.
Produk yang ditawarkan oleh BMT Kemitraan dalam upaya meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat guna pengembangan usaha, salah
satunya adalah melalui pembiayaan musyarakah. Karena modal merupakan unsur
yang sangat penting dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
48 | P a g e
pengusaha atau pedagang golongan ekonomi lemah. Untuk mengetahui pengaruh
pembiayaan musyarakah yang diberikan oleh BMT Kemitraan Bojonegoro kepada
pengusaha mikro, penulis tertarik melakukan penelitian yang dituangkan dalam
skripsi dengan judul: “Pengaruh Pembiayaan Musyarakah terhadap Usaha Mikro
Anggota BMT Kemitraan Bojonegoro”.
B. Kajian Pustaka
B.1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana
kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah.47
Menurut Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, pembiyaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.48
Istilah pembiayaan sebenarnya sudah identik dengan pinjaman berbasis
syariah untuk membedakan dengan konvensional yang menggunakan istilah
kredit, dan kedua istilah tersebut memiliki filosofi makna yang berbeda.
Pembiayaan berorientasi pada pinjaman untuk pembelian barang dan usaha
sedangkan kredit adalah pinjaman uang. Penekanan pembiayaan adalah pada
kebutuhan barang dan usaha sehingga berkembangnya uang karena hasil usaha
atau jual beli barang (sektor riil). Berbeda dengan kredit yang menekankan pada
uang sehingga pertambahannya uang karena uang itu sendiri.
a) Dasar Hukum Pembiayaan
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Muzammil: 20
واخرون يضربون فى األرض يـــبتغون من فضل الله
”Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia
Allah (Al-muzammil:20)”.
47 Ismail, 2011, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm. 105. 48 Kasmir, 2011, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada),
hlm. 96.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
49 | P a g e
a. Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah
صلى الله عليه وسلم قال : ثالث فيهن ال عن صهيب رضي الله عنه أن النبي ة : بر
ن شهيب(البيع إلى اجل والمقارضة وخلط البر باالشعير للبيت ال للبيع )رواه ابن ماجه ع
“Dari shuhaib R.A bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: ada tiga perkara
yang didalamnya terdapat keberkahan, yaitu: jual beli secara tangguh,
muqaradhah/mudharabah, dan mencampur gandum dengan jagung untuk
makanan dirumah dan bukan untuk dijual.
b. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani
ان سي دنا العباس ب ا فع ن عبد المطل ب إذ روى ابن عباس رضى الله عنهما انه قال :
يا وال يست رى به المال مضاربة اشترط على صاحبه أن ال يسلك به بحرا وال ينزل به وا
بد رطبة فإن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول الله لم فجره صلى الله عليه وس ابة ذات
“Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib
jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan
agar dananya tidak dibawa mengarungi laut, menuruti lembah yang berbahaya,
atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut
kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR. Thabrani)
B.2. Pengertian Musyarakah
Menurut Taqiyuddin, “Musyarakah (syirkah) menurut bahasa berarti al-
ikhtilath (اإلختالط) yang artinya campur atau percampuran, yang dimaksud
percampuran di sini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang
lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan”.49
Secara istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana
(atau amal/expetise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.50
49 Hendi Suhendi, 2010, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo), hlm. 125. 50 Muhammad Syafii Antonio, 2001, Perbankan Syariah; dari Teori ke Praktik (Jakarta: Insan
Cendekia), hlm. 10.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
50 | P a g e
Dalam PSAK 106 paragraf 04 dijelaskan bahwa,“ musyarakah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi
dana”.
Kontrak musyarakah adalah kontrak dengan variasi berbeda untuk situasi
yang berbeda. Kontrak kemitraan ini adalah kontrak pra islam dan diterima luas
serta dibenarkan oleh Rosulullah SAW. Musyarakah adalah paduan shirakah
(kemitraan) dengan mudharabah, mengkombinasikan investasi dan manajemen.
Menurut Adiwarman Karim, “transaksi musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang
mereka miliki secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik
yang berwujud maupun tidak berwujud”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa musyarakah merupakan akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih pada suatu usaha tertentu untuk meningkatkan nilai aset yang
mereka miliki, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau
memadukan seluruh sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dengan kesepakatan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama.
Pengembalian hasil usaha tergantung pada nisbah bagi hasil yang disepakati
nasabah dan bank. Semakin tinggi kinerja usaha nasabah, semakin tinggi pula bagi
hasil untuk masing-masing pihak.
Dalam syirkah, dua orang atau lebih mitra menyumbang untuk memberikan
modal guna menjalankan usaha atau melakukan investasi untuk suatu usaha. Hasil
usaha atas mitra usaha dalam syirkah akan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat”.51
1. Dasar Hukum Musyarakah
1. Dasar Hukum musyarakah adalah sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat An-nisa’: 12 dan dari surat Shaad: 24
....فهم شراءفى الثلث...ج
“maka mereka berserikat pada sepertiga...”. (an-nisa’: 12)
51 Ismail, 2011, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm. 176.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
51 | P a g e
ثيرمن الخلطءليبغي بعضهم على بعض االالذين امنو لحت وان اوعملواالص
“dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain kecuali orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh”. (shaad: 24)
2. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
ه ابي هريرة رفعه قال ان الل ه يقول انا ثالث الشريكين مالم يخن احدهماصاحب عن
“dari Abu Hurairah, Rosulullah SAW bersabda, sesungguhnya Allah
Azza wa Jalla berfirman, “Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak menghiyanati yang lainnya”. (HR.
Abu Dawud)
نت شريكي فى الجاهلية فكنت خير شريك التداريني والتماريني
“Dulu pada zaman jahiliyah engkau menjadi mitraku. Engkau mitra
yang paling baik, engkau tidak mengkhianatiku dan tidak membantahku.”
(HR. Abu Dawud, an-Nasa’i dan al- Hamim dan dia menshahihkannya)
3. Ijma’ ulama yang dikemukakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-
Mughni, telah berkata, “kaum muslimin telah berkonsensus terhadap
legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan
pendapat dalam beberapa elemen darinya”. Berdasarkan uraian di atas,
secara tegas dapat dikatakan bahwa kegiatan syirkah dalam usaha
diperbolehkan dalam islam, karena dasar hukumnya telah jelas dan tegas.
4. Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang musyarakah yang
isinya adalah sebagai berikut:
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad);
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak; dan
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komukasi modern;
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
52 | P a g e
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan
hal-hal berikut:
a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan;
b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap
mitra melaksanakan kerja sebagai wakil;
c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal;
d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi
wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian
dan kesalahan yang disengaja;
e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Objek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian)
a) Modal:
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti
barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk
aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati
oleh para mitra;
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, dan
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan ; dan
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan,
LKS dapat meminta jaminan.
b) Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
53 | P a g e
kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya; dan
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing
dalam organisasi kerja harus dikerjakan dalam kontrak.
c) Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi
keuntungan atau penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional
atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang
ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra;
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan
kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas
dalam akad.
d) Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional
menurut saham masing-masing dalam modal.
e) Biaya operasional dan persengketaan
Biaya operasional dibebankan pada modal bersama; dan Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah. (www.bapepam.go.id)
C. Hasil dan Pembahasan
Hasil perhitungan uji validitas sebagaiman tabel-tabel di atas menunjukkan
bahwa semua harga rhitung > rtabel pada nilai signifikasi 5%. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa semua item dalam angket penelitian ini valid, sehingga dapat
digunakan sebagai instrumen penelitian.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
54 | P a g e
Hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas angket X sebesar 0,739
dan angket Y sebesar 0,843. Berdasarkan nilai koefisien realibilitas tersebut dapat
disimpulkan bahwa semua angket dalam penelitian ini dinyatakan reliabel atau
konsisten, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
Dari hasil perhitungan didapat kesimpulan bahwa pembiayaan musyarakah
(X) memiliki hubungan yang siginifikan dengan usaha mikro (Y). Hasil uji t
(Tabel Coefficients) diperoleh nilai thitung sebesar 4,792. Sedangkan statistik
tabel (ttabel) diperoleh dari Tabel t sebesar 1,684 artinya thitung > ttabel (4,792 >
1,684). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel bebas pembiayaan
musyarakah (X) secara parsial memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap
usaha mikro (Y). Hasil uji t ini sejalan dengan sig 0.000 yang jauh lebih kecil dari
alpha 0.05 sehingga disimpulkan bahwa variabel X memiliki pengaruh signifikan
terhadap variabel Y.
Tujuan BMT Kemitraan Bojonegoro adalah untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat melalui pembiayaan guna pengembangan usaha,
salah satunya yaitu melalui pembiayaan dengan akad musyarakah. Adapun
aplikasi pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengawali pengajuan pembiayaan musyarakah, anggota wajib
mempunyai rekening tabungan/simpanan sebagai syarat utama.
2) Setelah itu, anggota baru dapat melakukan pengajuan pembiayaan musyarakah
pada BMT Kemitraan Bojonegoro sesuai ketentuan yang berlaku (syarat
pengajuan pembiayaan).
3) Nisbah bagi hasil yang diberikan kepada anggota pembiayaan yaitu sebesar
2% dari keseluruhan bagi hasil yang diprediksikan. Adapun cara untuk
menentukannya yaitu diketahui terlebih dahulu modal dan keuntungan
anggota sebelum diberikan pinjaman/pembiayaan. Kemudian pihak BMT
Kemitraan Bojonegoro memprediksi jika modal tersebut ditambah, maka akan
diperoleh nominalnya. Dan yang dibagi hasilkan adalah keuntungan yang
diperoleh anggota setelah mengajukan pembiayaan musyarakah.
4) Jika dalam proses pembiayaan tersebut terjadi kerugian (usaha tidak
berkembang) pada usaha anggota, berdasarkan atas kesepakatan antara kedua
belah pihak maka anggota hanya mengembalikan pokok pinjamannya saja.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
55 | P a g e
Berdasarkan hasil analisis SPSS menunjukkan koefisien korelasi penyaluran
pembiayaan musyarakah terhadap usaha mikro (pXY) adalah sebesar 0,629. Nilai
ttabel diperoleh dari tabel t sebesar 1,684. Karena thitung > ttabel (4,792 >
1,684) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sementara diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0,00, maka sig 0,00 < 0.05 yang berarti menerima Ha. Artinya
pembiayaan musyarakah secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap usaha mikro.
Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Widanengsih (2011) yang
berjudul “Pengaruh Penerapan Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah dan
Murabahah Terhadap Tingkat Rentabilitas (Penelitian pada Bank Syariah Mandiri
KCP Kuningan)”, berdasarkan hasil analisis data bahwa pembiayaan mudharabah,
musyarakah dan murabahah secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas Bank Syariah Mandiri KCP
Kuningan. Sedangkan berdasarkan analisis data secara parsial diperoleh bahwa
pembiayaan mudharabah (X1) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap tingkat rentabilitas Bank Syariah Mandiri KCP Kuningan. Pembiayaan
musyarakah (X2) mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap
tingkat rentabilitas Bank Syariah Mandiri KCP Kuningan. Secara parsial
pembiayaan murabahah (X3) mempunyai pengaruh yang positif dan tidak
signifikan terhadap tingkat rentabilitas Bank Syariah Mandiri KCP Kuningan.
Hasil analisis yang dilakukan oleh Yesi Oktriani (2012) dengan judul
“Pengaruh pembiayaan musyarakah, mudharabah dan murabahah terhadap
profitabilitas (studi kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk)”. Pembiayaan
musyarakah secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas,
pembiayaan mudharabah secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas sedangkan pembiayaan murabahah secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas. Pembiayaan musyarakah, mudharabah, dan
murabahah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cholidah Hanum (2013) dangan judul
“Pengaruh Pembiayaan Musyarakah Terhadap Laba Pada PT. Bank Muamalat
Indonesia Tbk. Tahun 2003-2012”. Berdasarkan hasil analisis data bahwa
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
56 | P a g e
pembiayaan musyarakah berpengaruh positif terhadap perubahan laba pada PT
Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
D. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Aplikasi pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengawali pengajuan pembiayaan musyarakah, anggota wajib
mempunyai rekening tabungan/simpanan sebagai syarat utama.
b. Setelah itu, anggota baru dapat melakukan pengajuan pembiayaan
musyarakah pada BMT Kemitraan Bojonegoro sesuai ketentuan yang
berlaku (syarat pengajuan pembiayaan).
c. Nisbah bagi hasil yang diberikan kepada anggota pembiayaan yaitu
sebesar 2% dari keseluruhan bagi hasil yang diprediksikan. Adapun
cara untuk menentukannya yaitu diketahui terlebih dahulu modal dan
keuntungan anggota sebelum diberikan pinjaman/pembiayaan.
Kemudian pihak BMT Kemitraan Bojonegoro memprediksi jika modal
tersebut ditambah, maka akan diperoleh nominalnya. Dan yang dibagi
hasilkan adalah keuntungan yang diperoleh anggota setelah
mengajukan pembiayaan musyarakah.
d. Jika dalam proses pembiayaan tersebut terjadi kerugian (usaha tidak
berkembang) pada usaha anggota, berdasarkan atas kesepakatan antara
kedua belah pihak maka anggota hanya mengembalikan pokok
pinjamannya saja.
2. Dari hasil perhitungan koefisien regresi linier, menunjukkan bahwa
besarnya pengaruh variabel bebas (pembiayaan musyarakah) terhadap
perubahan usaha mikro aggota BMT Kemitraan Bojonegoro bernilai
positif dan signifikan dan memiliki keeratan yang kuat dengan nilai
korelasi sebesar 0,629 atau 6,29% atau dapat dikatakan semakin tinggi
pembiayaan musyarakah yang dilakukan maka akan semakin tinggi pula
peningkatan usaha mikro anggota BMT Kemitraan baik dari tingkat
pendapatan, laba/keuntungan maupun omzet.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
57 | P a g e
Daftar Pustaka
Adiwarman Karim. 2009. Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:
Raja Grafindo.
Ahmad Muhammad Al-‘Assai & Fathi Ahmad Abdul Karim. 1999. Sistem,
Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Ari Sofwan. 2012. Peranan Kredit Usaha Rakyat terhadap Pengembangan UMK
di Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat (Studi Kasus Bank BRI Unit
Kecamatan Gebang). USU Medan.
Cholidah Hanum. 2013. Pengaruh Pembiayaan Musyarakah terhadap Laba pada
PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk. Tahun 2003-2012. Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi Indonesia.
Euis Amalia. 2009. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan peran
LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Fitri Virdiany. 2012. Pengaruh Kualitas Layanan dan Promosi terhadap
Preferensi Anggota dalam Pengajuan Pembiayaan Mudharabah di
KJKS BMT- MMU Cabang Sidogiri Pasuruan. Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya.
Hendi Suhendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo.
Heri Sudarsono. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kasmir. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Lukman Hakim. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga.
Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadits Ekonomi Syariah. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Moh Nasir. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mohammad Nizarul Alim. 2009. Pembiayaan Syariah untuk Usaha Mikro dan
Kecil. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Muhammad Syafii Antonio. 2001. Perbankan Syariah; dari Teori ke Praktik.
Jakarta: Insan Cendekia.
Nurul Huda dan Moh Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam; Tinjauan Teoritis
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
58 | P a g e
dan Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Praveda Ascarintya. 2011. Analisis Pengaruh Pelayanan terhadap Kepuasan
Nasabah (studi pada nasabah debitur PT. BPR Satria Pertiwi
Semarang). Fakultas Ekonomi Universits Diponegoro Semarang.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Widanengsih. 2011. Pengaruh Penerapan Pembiayaan Mudharabah,
Musyarakah Dan Murabahah Terhadap Tingkat Rentabilitas (Penelitian
Pada Bank Syariah Mandiri KCP Kuningan). Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nur Jati Cirebon.
Yesi Oktriani. 2012. Pengaruh Pembiayaan Musyarakah, Mudharabah,
Murabahah terhadap Profitabilitas (Studi Kasus pada PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk.). Universitas Siliwangi.
Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor. 2008. Pengantar Keuangan Islam: Teori &
Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
59 | P a g e
Model Optimalisasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam
Meminimalisir Risiko Non Performing Financing (NPF) pada
Nasabah Produk Pembiayaan di Lingkungan Pesantren
Nurul Fitriandari
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
Abstrak
Keberadaan lembaga keuangan syariah dapat mendorong peran pemerintah
dalam mensukseskan pembangunan di bidang ekonomi kerakyatan, khususnya
melalui aspek keuangan. Adapun dukungan aktif dari pemerintah dengan
gencar mendirikan sekaligus meresmikan pendirian LKM (Lembaga Keuangan
Mikro) Syariah yang ter-include dalam program inklusi keuangan OJK. Dalam
program ini, pemerintah juga mengikutsertakan tokoh panutan seperti ulama
pengasuh pesantren untuk meningkatkan akses keuangan kepada masyarakat
kecil. LKM Syariah menggunakan tolak ukur pembagian profit sharing untuk
menunjang kesejahteraan masyarakat khususnya di pesantren dan sekitarnya.
Sementara, pada umumnya standar perolehan profit sharing LKM Syariah
setiap periode usahanya mengalami fluktuatif yang cenderung tidak menentu,
bahkan memunculkan resiko kredit macet (Non Performing Financing). Oleh
karena itu, diperlukan penelitian untuk merancang model optimalisasi kinerja
keuangan pada LKM Syariah di lingkungan pesantren melalui standar profit
sharing yang diberlakukannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan skema profit sharing
sebagai standar penilaian kinerja keuangan pada LKM Syariah. Penelitian
dilakukan dengan studi kepustakaan mendalam terkait standar pengukuran
kinerja keuangan untuk meminimalkan rasio NPF (Non Performing Financing)
berdasarkan fakta-fakta aktual dalam perkembangan LKM Syariah. Hasil
penelitian membuktikan bahwa model optimalisasi kinerja keuangan pada
LKM Syariah berdasarkan perhitungan profit sharing dengan perolehan laba
usaha yang paling akhir, yakni apabila pihak dari pemodal mengalami kerugian
maka peminjam juga akan ikut terlibat di dalamnya. Terlibat dalam hal ini
yakni ikut bertanggung jawab dalam pengambilan resiko oleh kedua belah
pihak. Serta, demi menjaga keberlangsungan lembaga, LKM Syariah tetap
berfokus pada pemberdayaan masyarakat di lingkungan pesantren dengan
karakteristik lembaga adanya adalah pendampingan dan pendekatan kelompok.
Kata Kunci: Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Non Performing Financing
A. Pendahuluan
Perekonomian di Indonesia saat ini mengalami kemajuan luar biasa hampir
mencakup di keseluruhan sektor, baik sektor manufaktur, jasa, maupun keuangan.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
60 | P a g e
Para pelaku ekonomi di Negara ini sudah selayaknya perlu mendukung
perkembangan perekonomian dengan menciptakan suatu lembaga perorangan
maupun organisasi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan
berkembang bersama dalam masyarakat. Saat ini Indonesia telah memasuki era
globalisasi, dimana berbagai kecanggihan teknologi dan transparansi informasi
mendorong terciptanya pertumbuhan dunia usaha secara pesat. Oleh karena itu,
setiap badan usaha perlu termotivasi untuk mampu merumuskan formulasi strategi
perkembangan usaha yang tepat guna dan tepat sasaran demi menumbuhkan
kompetensi keunggulan bersaing secara prima.
Kehadiran bank yang berdasarkan syariah di Indonesia masih relatif baru,
yaitu baru pada awal tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat Muslim terbesar di dunia. Prakarsa untuk mendirikan Bank Syariah di
Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 18 – 20 Agustus
1990. Namun, diskusi tentang Bank Syariah sebagai basis ekonomi Islam sudah
mulai dilakukan pada awal tahun 1980.52
Dalam perkembangannya, mulai berdiri beragam jenis lembaga keuangan
syariah lainnya di Indonesia setelah menilik animo positif dari masyarakat awam
terhadap produk-produk keuangan syariah, salah satunya yakni mendorong
pendirian Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKM Syariah). Berdasarkan siaran
pers Otoritas Jasa Keuangan (OJK), edisi tanggal 20 Oktober 2017 menyatakan
bahwa OJK mengeluarkan izin beroperasinya 10 (sepuluh) LKM Syariah yang
diharapkan mampu memberdayakan serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya di lingkungan pesantren dan sekitarnya. Pendirian LKM
Syariah ini juga bagian dari program inklusi keuangan OJK yang
mengikutsertakan tokoh panutan seperti ulama pengasuh pesantren, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan akses keuangan kepada masyarakat kecil.
Pendirian LKM Syariah merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
ketimpangan dan kemiskinan di masyarakat yang sejalan dengan program
pemerintah saat ini.
52 Kasmir, 2014, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada), hlm. 33.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
61 | P a g e
Pembangunan LKM Syariah perlu diarahkan secara dinamis, sejalan dengan
geliat perkembangan lingkungan maupun teknologi. Dalam hal ini, peran dari
pemerintah diperlukan untuk mendorong fungsi positif lembaga mikro dalam
perekonomian nasional berkaitan dengan regulasi dan legalisasi lembaga demi
menjaga keberlangsungannya. Khususnya mengawasi tingkat risiko lembaga
keuangan terhadap kemungkinan melesetnya perolehan laba dari kredit yang
disalurkan. Karena, hampir semua bank maupun lembaga keuangan masih
mengandalkan penghasilan utamanya dari jumlah penyaluran kreditnya (spread
based), disamping dari penghasilan atas fee based yang berupa biaya-biaya dari
jasa-jasa bank lainnya yang dibebankan ke nasabah.53
Keberhasilan lembaga keuangan dalam mencapai garis-garis besar tujuan
usaha yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dijadikan acuan dalam
mendeskripsikan pencapaian prestasi manajemen. Penilaian prestasi tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan keputusan berdasarkan kinerja yang
ditunjukkan, baik oleh pihak internal maupun eksternal lembaga keuangan.
Definisi kinerja (performance) dalam kamus istilah akuntansi adalah kuantifikasi
dari keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode tertentu. Kinerja
memberikan suatu petunjuk yang tepat berhubungan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini, kinerja keuangan dapat
menggambarkan hasil ekonomi yang berhasil diraih oleh perusahaan pada periode
tertentu melalui aktivitas-aktivitas usahanya, baik mencakup aktivitas
penghimpunan dana maupun penyaluran dana.
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana suatu entitas telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.54 Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan gambaran akan keberhasilan
ataupun kegagalan dari aktivitas manajemen keuangan pada sebuah perusahaan
dengan berlandaskan pada aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan
benar.
53 Kasmir, loc. cit. 54 Irham Fahmi, 2011, Pengantar Manajemen Keuangan (Yogyakarta: Buku Beta), hlm. 15.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
62 | P a g e
Dua aspek yang sering digunakan dalam penilaian kinerja adalah tingkat
efektivitas dan efisiensi. Efektivitas kerap dikaitkan dengan pendeskripsian
hubungan output terhadap tujuan tertentu, sedangkan efisiensi menggambarkan
hubungan antara input dan output. Peter Drucker membedakan definisi antara
efisien dan efektif, dimana “Efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar
(doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan
benar (doing things right)”.55 Dengan kata lain, efektivitas merupakan
kemampuan untuk memilih tujuan maupun peralatan yang tepat untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan efisiensi merupakan
kemampuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar.
Pengukuran kinerja perusahaan dapat dilaksanakan dengan menganalisa
dan mengevaluasi laporan keuangan. Pada dasarnya, informasi posisi maupun
kinerja keuangan di masa lalu dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi
posisi keuangan dan kinerja di masa depan. Sedangkan penilaian kinerja pada
LKM Syariah ditunjukkan dengan perolehan bagi hasil (profit sharing) lembaga.
Dasar perhitungan bagi hasil merupakan hasil pembagian dari laba/rugi usaha
yang paling akhir.56 Perolehan bagi hasil pada LKM Syariah cenderung fluktuatif
dan tidak stabil dikarenakan adanya risiko pembiayaan yang tampak dalam
perhitungan Non Performing Financing (NPF) Ratio.
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998,
menyatakan bahwa pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.57
Dalam praktiknya, pembiayaan yang disalurkan oleh LKM Syariah memiliki
degree of risk di masa depan yang notabene penuh dengan kondisi ketidakpastian.
Dengan kata lain, setiap pembiayaan yang didanai pasti memiliki risiko tidak
tertagih alias macet.
55 Atmosoeprapto Kisdarto, 2010, Menuju SDM Berdaya: Dengan Kepemimpinan Efektif dan
Manajemen Efisien (Jakarta: PT Elex Media Komputindo), hlm. 97. 56 Ismail, 2011, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana), hlm. 61. 57 Kasmir, 2012, Analisis Laporan Keuangan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada), hlm. 25.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
63 | P a g e
Dalam hal ini, pihak LKM Syariah harus mempertimbangkan faktor risiko
yang harus ditanggung apabila terjadi sesuatu. Oleh karena itu diperlukan suatu
penelitian untuk menguji kinerja keuangan berdasarkan profit sharing yang dapat
meminimalisir rasio NPF lembaga. Dengan harapan semakin berkualitas
pengelolaan perolehan profit sharing lembaga, maka dapat tercapai pula upaya
optimalisasi kinerja keuangan lembaga.
B. Tinjauan Pustaka
B.1. Kinerja (Performance)
Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement“,
yaitu kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam
pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian
kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk
mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah
dilaksanakan pada periode waktu tertentu.58
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kinerja
diartikan sebagai “sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan
kerja (tentang peralatan)”. Berdasarkan pengertian tersebut kinerja keuangan
didefinisikan sebagai prestasi manajemen, dalam hal ini manajemen keuangan
dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan dan
meningkatkan nilai perusahaan.59
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
misi dan visi, organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
Sedangkan pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa. Dalam hal ini,
dimaksudkan untuk mengukur seberapa baik barang dan jasa yang diserahkan
58 Mamduh Hanafi dan Abdul Halim, 2005, Analisis Laporan Keuangan Edisi Keempat
(Yogyakarta: UPP AMP YKPN), hlm. 17. 59 KBBI, 2016, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Online) Available at:
http://kbbi.web.id/pusat, (Diakses 21 Juni 2016).
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
64 | P a g e
kepada pelanggan, sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan, hasil kegiatan
dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, serta efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan tersebut.60
B.2. Kinerja Keuangan (Financing Performance)
Kinerja keuangan adalah alat untuk menilai prestasi dan kondisi keuangan
suatu perusahaan, dimana seorang analisis keuangan memerlukan ukuran
tertentu.61
Dalam hal ini, ukuran yang seringkali digunakan adalah rasio atau indeks
yang menunjukkan hubungan antara dua atau lebih data keuangan. Sedangkan
analisis dan penafsiran berbagai rasio tersebut dapat dimanfaatkan untuk
menumbuhkan pemahaman yang lebih baik terhadap prestasi dan kondisi
keuangan, dibandingkan analisis atau penafsiran yang hanya mengemukakan
deskripsi singkat data laporan keuangan semata.
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-
aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Dengan kata lain, kinerja
perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu
perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat
diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang
mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.62
Sedangkan pengukuran kinerja keuangan merupakan aktivitas analisis data
serta pengendalian bagi perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan
untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing
dengan perusahaan lain. Bagi investor, informasi mengenai kinerja perusahaan
dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi
pada perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Selain itu, pengukuran juga
60 Mohamad Mahsun, 2006, Pengukuran Kinerja Setor Publik (Yogyakarta: Penerbit BPFE), hlm.
103. 61 Suad Husnan, 2014, Manajemen Keuangan (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka), hlm. 46. 62 Irham Fahmi. Op. cit. hlm. 30.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
65 | P a g e
dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau
masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik.63
B.3. Bagi Hasil (Profit Sharing)
Bagi hasil menurut termonologi asing dikenal dengan profit sharing.
Menurut kamus ekonomi, profit sharing berarti pembagian laba. Namun secara
istilah profit sharing merupakan distribusi beberapa bagian laba pada para
pegawai dari suatu perusahaan.64 Pembagian laba dalam perusahaan, sehingga
dijadikan sebagai perhitungan nisbah. Dalam pegadaian syariah tidak
diperkenankan untuk mengaplikasikan profit sharing.65
Dalam hal ini, nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan
berdasarkan pada perkiraan keuntungan yang diperoleh nasabah dibagi dengan
referensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO. Perkiraan
tingkat keuntungan bisnis atau proyek yang dibiayai dihitung dengan
mempertimbangkan, sebagai berikut.66
1. Perkiraan penjualan
a. Volume penjualan setiap transaksi atau volume penjualan setiap bulan
b. Sales turn-over atau frekuensi penjualan setiap bulan
c. Fluktuasi harga penjualan
d. Rentang harga penjualan yang dapat dinegosiasikan
e. Marjin keuntungan setiap transaksi
2. Lama cash to cash cycle
a. Lama proses barang
b. Lama persediaan
c. Lama piutang
3. Perkiraan biaya-biaya langsung
Biaya-biaya langsung adalah biaya yang langsung berkaitan dengan
63 Munawir S, 2008, Analisa Laporan Keuangan (Yogyakarta: Liberty), hlm. 8. 64 Muhammad, 2002, Manajemen Bank Syari’ah: Edisi kedua (Yogyakarta: UPP AMP YKPN),
hlm. 111. 65 Zubair Hasan, 2010, “Profit Sharing Ratios in Mudaraba Contracts Revisited”, The
International Journal of Banking and Finance, Vol. 7. Number 1, hlm. 227. 66 Ismail, 2011, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana), hlm. 73.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
66 | P a g e
kegiatan penjualan seperti biaya pengangkutan, biaya pengemasan, dan biaya-
biaya lain yang lazim dikategorikan dalam dalam cost of sold (COGS).
Berdasarkan pada COGS dengan kata lain yaitu harga pokok barang yang
dijual (harga pokok penjualan). Harga pokok pada penjualan atas penjualan
barang yang diberlakukan yaitu berdasarkan konsistensi pada perusahaan.
4. Perkiraan biaya-biaya tidak langsung
Biaya-biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan penjualan, seperti biaya sewa kantor, biaya gaji karyawan,
dan biaya-biaya lain yang lazim dikategorikan dalam overhead cost (OHC).
OHC dalam bahasa yang umum yaitu dijadikan sebagai biaya yang berlebihan.
Dari biaya yang berlebih, pada sebuah perusahaan yang dikeluarkan sebagai
dana operasional serta beban-beban yang tak terduga pada perusahaan.
Berdasarkan kelebihan biaya pada operasional yang dikeluarkan sangat
perlu untuk diperhatikan terutama dalam lembaga keuangan. Pada Lembaga
Keuangan salah satunya yaitu Pegadaian Syariah dalam pengelolaan keuangan
juga diperlukan untuk diperhatikan. Terlebih dalam pengeluaran yang tak
terduga dapat menjadikan penurunan tingkat operasional pada perusahaan.
5. Delayed factor
Delayed factor adalah tambahan waktu yang ditambahkan pada cash
to cash cycle untuk mengantisipasi timbulnya keterlambatan pembayaran dari
nasabah kepada bank. Dari Cash to cash cycle yang di dalamnya menjelaskan
mengenai siklus kas pada lembaga keuangan. Dari siklus yang dilampaui pada
lembaga keuangan terutama pada lembaga keuangan Islam. Siklus tersebut
dijadikan sebagai pengantisipasian dalam mengatur keuangan yang ada dalam
perusahaan.
C. Hasil dan Analisis
C.1. Non Performing Financing dalam Produk Pembiayaan Islami
Dalam Islam, hubungan pinjam meminjam tidak dilarang, bahkan
dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan, yang pada gilirannya
berakibat kepada hungan persaudaraan (Q.S. Al-Baqarah: 282). Dalam perbankan
syariah kata “pinjam meminjam” kurang tepat digunakan disebabkan dua hal.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
67 | P a g e
Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan financial dalam
Islam. Masih banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman seperti
jual beli, bagi hasil, sewa dan sebagainya. Kedua dalam Islam pinjam meminjam
adalah akad sosial bukan akad komersial.
Kitab suci Al Qur’an memberikan pedoman mengenai berbagai macam
aspek dalam pinjaman dan utang dalam surat Al-Baqarah ayat 282. Dimana
bagian pertama ayat itu membahas transaksi yang melibatkan pembayaran di
masa yang akan datang, sementara bagian kedua memberikan bimbingan
mengenai transaksi dimana pembayaran dan penyerahannya dilakukan seketika.
Untuk transaksi kredit, Al Qur’an merekomendasikan saksi mata dan
dokumentasi, sementara untuk transaksi yang dilakukan pada saat itu juga.67
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok LKM Syariah, yaitu
memberikan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
yang merupakan defisit unit. Pada Bank Umum Syariah menurut sifat
penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:68
1. Pembiayaan Produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan unutk memenuhi
kebutuhan produksi.
2. Pembiayaan Konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank
mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya LKM Syariah pun harus
memperhatikan asas-asas pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat.
Untuk mengurangi resiko tersebut, analisis kredit diberikan untuk meyakinkan
bank bahwa debitur benar-benar dapat dipercaya. Prinsip kehati-hatian ini
diperlukan sebagai langkah preventif untuk mencegah kemungkinan tingginya
rasio Non Performing Financing (NPF). Jaminan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur
untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan oleh LKM Syariah.
67 Heru Sutojo, 2009, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan (Jakarta: Salemba Empat), hlm. 14. 68 Safii Antonio Muhammad, 2001, Bank Syariah: dari Teori Ke Praktek (Jakarta: Gema Insani),
hlm. 8.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
68 | P a g e
Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit LKM
Syariah harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,
modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Dalam hal ini, diperlukan
peran serta sosok yang disegani dalam suatu lingkungan pesantren untuk
mendukung proses penilaian terhadap para calon nasabah produk pembiayaan.
The Anticipated Income Theory menyatakan dengan future income seorang
debitur yang semakin baik maka akan menjamin kelancaran pembayaran secara
tepat waktu dan terkendali.69
LKM syariah harus melaksanakan prinsip kehati-hatian, yang merupakan
pedoman pengelolaan lembaga keuangan yang wajib dianut guna mewujudkan
lembaga yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia dalam merancang
pokok-pokok ketentuan dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, maka LKM Syariah melakukan beberapa hal di bawah ini untuk
menjaga kualitas produk pembiayaannya dari risiko NPF yang membengkak.
1. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam
bentuk perjanjian tertulis.
2. Lembaga harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usahadari nasabah
debitur.
3. Kewajiban lembaga untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
4. Kewajiban lembaga untuk memberikan informasi yang jelas mengenai
prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaaan berdasarkan prinsip
syariah.
5. Larangan lembaga untuk memberikan kredit atau pembiayaaan berdasarkan
prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur dan
fihak-fihak terafiliasi.
6. Penyelesaian sengketa.
69 Irham Fahmi. Op. cit. hlm. 53.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
69 | P a g e
Dengan demikian, LKM syariah dapat membantu memenuhi seluruh
kebutuhan modal kerja para pemilik usaha mikro menengah dengan bukan
sekedar meminjamkan uang, melainkan sekaligus menjalin hubungan partnership
dengan nasabah. Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah
(trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu,
sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati.
C.2. Optimalisasi Program Pemberdayaan
LKM Syariah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui
pemberdayaan masyarakat di lingkungan pesantren. Karakteristik utama lembaga
ini adalah adanya pendampingan dan pendekatan kelompok, tidak menghimpun
dana dari masyarakat, sumber dana berasal dari para donator, dan menyalurkan
pembiayaan dengan imbal hasil rendah, setara 3%.
Para calon nasabah LKM Syariah akan mendapat pelatihan dasar terlebih
dahulu sebelum menerima pembiayaan. Calon nasabah juga akan diberikan
pendampingan secara berkala mengenai pengembangan usaha disertai dengan
pendidikan agama yang dilakukan setiap kali pertemuan kelompok. Sementara
sumber dana LKM Syariah berasal dari para donatur yang memiliki kepedulian
dalam program pemberdayaan masyarakat melalui program pendirian LKM
Syariah di pesantren. Selanjutnya, program pemberdayaan masyarakat melalui
LKM Syariah di lingkungan pesantren merupakan usulan dari Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) untuk menjadi program unggulan Komite Nasional Keuangan
Syariah (KNKS) yang diketuai oleh Presiden RI.70
Penilaian kesehatan terhadap produk-produk keuangan yang ditawarkan
LKM Syariah perlu dilakukan, khususnya produk pembiayaan. Penilaian
kesehatan ini dilakukan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
9/I/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan
Lembaga Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, dengan tujuan agar dapat
70 Siaran Pers OJK. 2017. OJK Keluarkan Izin Sepuluh Lembaga Keuangan Mikro Syariah:
Presiden Jokowi Resmikan LKM Syariah di Pesantren Kempek Cirebon, SP
100/DHMS/OJK/X/2017, edisi tanggal 20 Oktober 2017.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
70 | P a g e
memberikan gambaran yang lebih tepat mengenai kondisi saat ini dan mendatang.
Dalam penilaian tingkat kesehatan, LKM Syariah telah memasukkan risiko yang
melekat pada aktivitas pembiayaannya (inherent risk), yang merupakan bagian
dari proses penilaian manajemen risiko.
LKM Syariah melakukan penilaian tingkat kesehatan keuangan pada
lembaga-lembaga mikro menengah yang menjadi nasabahnya secara triwulan,
meliputi faktor-faktor di bawah ini.
1. Permodalan (capital) yang dimiliki oleh nasabah;
2. Kualitas asset (asset quality) berdasarkan jumlah kekayaan nasabah, baik
secara tunai (liquid) hingga kekayaan dalam surat-surat berharga lainnya;
3. Kemapuan nasabah dalam menghasilkan rentabilitas (earning) usahanya;
4. Tingkat likuiditas (liquidity) nasabah dalam memenuhi segala kewajiban
jangka pendek;
5. Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk);
6. Tata cara nasabah dalam menciptakan keteraturan usahanya melalui kualitas
manajemen (management) lembaga.
Dengan kata lain, tata cara penilaian kesehatan ini dapat menghindarkan
LKM Syariah dari kemungkinan timbulnya NPF pada produk pembiayaan
lembaga-lembaga usaha mikro menengah. Jika keuangan lembaga sehat, maka
otomatis lembaga mampu memenuhi kewajiban atau ketentuan yang
dipersyaratkan oleh LKM Syariah.
C.3. Optimalisasi Kinerja Keuangan
Kondisi keuangan merupakan tolak ukur suatu unit syariah melakukan
pembagian profit sharing, khususnya kondisi laba/rugi dalam satu periode usaha
lembaga. Diperlukan permodal yang cukup matang untuk mengcover kebutuhan
lembaga saat berkembang atau melakukan kebijakan ekspansi usaha baru. Sumber
dana unit syariah saat ini masih mendapat suntikan dari perusahaan induk,
perbankan syariah, maupun leasing syariah. Dalam hal ini, pihak manajemen
LKM Syariah melakukan penyesuaian waktu perhitungan profit sharing yang
tepat, dimana diprediksi pada waktu perhitungan itu rata-rata perolehan hasil
usaha lembaga dapat terkumpul secara keseluruhan. Agar waktu perhitungan
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
71 | P a g e
menjadi serentak dan antar unit syariah lembaga saling keterkaitan, oleh karena itu
pembagian profit sharing juga membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkan
segala hal yang berkaitan perhitungan selain aset.
Upaya meningkatkan jumlah aset unit syariah dapat dilakukan beberapa
hal seperti meningkatkan ekspansi bisnis, selain ketergantungan dengan industri
syariah yang lainnya. Lembaga perlu mulai bersimpati kepada masyarakat luas
agar produk keuangan syariahnya dapat diterima dengan baik. Kebijakan edukatif
ini juga dibantu oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan mengadakan Pasar Rakyat
Syariah, serta adanya Gerakan Ekonomi Syariah melalui diadakan workshop
mengenai pemanfaatan produk dan jasa syariah sehingga cukup membantu
lembaga menjadi lebih dikenal masyarakat . Bahkan tidak menutup kemungkinan
akan menjadi sebuah potensi lembaga ke depan yang semakin besar.
Peningkatan aset LKM Syariah dapat juga dengan melakukan inovasi
produk dan jasa pada pelaku usaha kecil dan mikro yang terpelosok. Karena
lembaga keuangan konvensional belum banyak melirik peluang pelaku mikro
yang berada di luar area perkotaan. Namun, kelemahan untuk kebijakan mikro ini
bagi unit syariah adalah biaya yang cukup tinggi saat melakukan ekspansi ke
pelosok-pelosok daerah. Selain itu dibutuhkan pula kebutuhan sumber daya
manusia dan secara otomatis pasti menambah biaya operasional.
Pertumbuhan merupakan bagian penting kesuksesan dan ketahanan
perusahaan. Tanpa pertumbuhan, perusahaan akan mengalami kesulitan untuk
meningkatkan dedikasi terhadap tujuan dan menarik manajer-manajer berkualitas.
Sehingga dukungan dari manajemen dalam melakukan optimalisasi kinerja
keuangan itu sangat diperlukan, karena mamajemen dapat dikatakan sebagai
jantung dalam suatu perusahaan.71
Dengan demikian, dapat disimpulkan jika pencapaian aset 50% unit
syariah pada LKM Syariah pada umumnya memang membutuhkan waktu yang
cukup lama sehingga upaya-upaya yang diperkirakan dapat mengoptimalkan
kinerja keuangan harus terus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang
beserta evaluasi secara berkesinambungan. Pihak manajerial LKM Syariah harus
71 Heru Sutojo. Op. cit. hlm. 16.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
72 | P a g e
dapat bersaing secara kompetitif dengan produk-produk lembaga keuangan
konvensional, karena masyarakat Indonesia cenderung berpikir rasional belum
religius untuk memutuskan mengkonsumsi suatu produk. Dalam hal ini diperlukan
peran kuat dari tokoh-tokoh dalam lingkungan pesantren untuk memberikan
edukasi kepada masyarakat sekitar pesantren akan kebermanfaatan LKM Syariah
dibanding lembaga keuangan lainnya. Karena label ‘halal’ saja belum kuat untuk
membawa sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan mereka beralih ke
syariah. Berbeda dengan masyarakat di Malaysia, mereka lebih memilih segala
sesuatu yang berlabel syariah walaupun dengan harga yang tinggi.
D. Penutup
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan profit sharing di LKM Syariah sangat diperlukan mengingat
perolehan profit sharing usaha yang cenderung fluktuatif dan unpredictable.
Adapun beberapa upaya yang dapat dilaksanakan untuk mengoptimalkan kinerja
keuangan unit usaha syariah ini yaitu dengan kegiatan ekspansi usaha baru,
memenuhi kebutuhan sumber perdanaan, meningkatkan jumlah asset unit usaha
syariah, pengenalan produk dan jasa perbankan secara luas, dan gencar melakukan
inovasi produk syariah. Dengan kata lain, LKM Syariah harus terus
mengupayakan terciptanya pertumbuhan dalam unit usahanya, setidaknya
minimal 50% lebih tinggi dibandingan unit usaha pusat. Tindakan ini merupakan
kunci untuk memaksimalkan kinerja keuangan lembaga, sekaligus meminimalkan
resiko kredit macet yang terdeskripsi dalam standar Non Performing Financing
(NPF) lembaga. Pengelolaan NPF secara optimal dapat meningkatkan kriteria
kelayakan investasi lembaga, hingga akhirnya dapat mendorong cash flow dari
keuangan LKM Syariah serta mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar
pesantren.
Pihak manajemen LKM Syariah perlu mengantisipasi kelemahan produk
simpanan maupun pembiayaannya, sehingga semakin banyak calon-calon
konsumen potensial yang tertarik untuk menggunakan produknya. Pihak
manajemen LKM Syariah hendaknya perlu melakukan kegiatan-kegiatan promosi
berbasis teknologi informasi modern sehingga jangkauan area pemasaran yang
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
73 | P a g e
dituju dapat dikembangkan secara lebih luas, serta tidak menutup kemungkinan
masyarakat di daerah pelosok dapat mengetahui dan menikmati produk maupun
jasa keuangan syariah yang ditawarkan.
Daftar Pustaka
Atmosoeprapto Kisdarto. 2010. Menuju SDM Berdaya: Dengan Kepemimpinan
Efektif dan Manajemen Efisien. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Fahmi, Irham. 2011. Pengantar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Buku Beta.
Heru Sutojo. 2009. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah Cet.1. Jakarta: Kencana.
Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Online) Available at:
http://kbbi.web.id/pusat, (Diakses 21 Juni 2016).
Mamduh Hanafi dan Abdul Halim. 2005. Analisis Laporan Keuangan Edisi
Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Mohamad Mahsun. 2006. Pengukuran Kinerja Setor Publik: Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Muhammad Abdul Manan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta :
PT. Dana Bakhti Prima Yas.
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syari’ah : edisi kedua. Yogyakarta : UPP
AMP YKPN.
S Munawir. 2008. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Safii Antonio Muhammad. 2001. Bank Syariah; Dari Teori Ke Praktek. Jakarta:
Gema Insani.
Siaran Pers OJK. 2017. OJK Keluarkan Izin Sepuluh Lembaga Keuangan Mikro Syariah: Presiden Jokowi Resmikan LKM Syariah di Pesantren Kempek
Cirebon, SP 100/DHMS/OJK/X/2017, edisi tanggal 20 Oktober 2017.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
74 | P a g e
Suad Husnan. 2014. Manajemen Keuangan. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.
Zubair Hasan. 2010. Profit Sharing Ratios in Mudaraba Contracts Revisited”, The
International Journal of Banking and Finance, Vol. 7. Number 1.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
75 | P a g e
Urgensi Badan Hukum terhadap
Perkembangan Baitul Mal wat Tamwil (BMT)
Riza Multazam Luthfy
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
Abstrak
Berubahnya badan hukum provinsi menjadi badan hukum nasional menjadi salah
satu faktor meningkatnya omset BMT. Hal ini dialami oleh BMT Beringharjo dan
BMT UGT Sidogiri. Di sinilah urgensi badan hukum dalam peningkatan
kredibilitas dan kualitas BMT. Dengan menggunakan data sekunder berupa
sumber pustaka, penulisan makalah ini yang bersifat deskriptif ini menghasilkan
kesimpulan bahwa perubahan status badan hukum nasional BMT Beringharjo dan
BMT UGT Sidogiri yang menyebabkan perkembangan keduanya semakin pesat
dipengaruhi oleh dua faktor: (1) Perubahan status badan hukum nasional
menumbuhkan kepercayaan publik untuk menitipkan uangnya di BMT.
Legitimasi BMT sebagai badan hukum nasional tentu mengundang animo
masyarakat untuk menyimpan uangnya di lembaga keuangan tersebut. Hal ini
dikarenakan, pengakuan selaku badan hukum nasional sama saja dengan
pengakuan terhadap kualitasnya dalam taraf nasional. (2) Perubahan status badan
hukum nasional menjadikan ruang lingkup keduanya semakin luas. Beberapa
kantong cabang dapat dibuka di berbagai tempat. Dengan demikian, anggota atau
nasabah tidak hanya berasal dari orang-orang yang berada di dekat kantor pusat
BMT, akan tetapi juga mereka yang berada di dekat kantong cabang.
Kata Kunci: Badan Hukum, BMT.
A. Pendahuluan
Kembalinya geliat ekonomi syariah di dunia dimulai sejak berdirinya
Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975. Sebagai komitmennya dalam
pengukuhan sistem ekonomi syariah, IDB mendirikan institut riset dan pelatihan
bernama Islamic Research and Training Institute (IRTI). Lembaga ini berupaya
mengembangkan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam bidang
perbankan maupun keuangan secara umum.72
72 Muhammad Syafi'i Antonio, 2007, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Cetakan Kesebelas
(Jakarta: Gema Insani), hlm. 21.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
76 | P a g e
Adapun perkembangan ekonomi syariah di Indonesia ditandai dengan
berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Memasuki “usia
remaja”, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tampak dengan munculnya
sejumlah bank, perusahaan asuransi, emiten obligasi, reksa dana, lembaga bisnis,
pegadaian, baik menyeluruh ataupun parsial, mengeluarkan produk/layanan
dengan kesesuaian syariah yang disertifikasi oleh Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) dan kemudian didampingi serta
dikembangkan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau Tim Ahli DSN MUI.73
Bagi beberapa peneliti, pakar, dan akademisi, sistem ekonomi syariah cukup
menarik untuk dikaji karena dianggap mampu memecahkan masalah-masalah
yang melanda ekonomi dunia. Dalam beberapa segi, system ekonomi syariah
lebih unggul dibanding sistem ekonomi konvensional. Di negeri ini, kemampuan
ekonomi syariah dibuktikan dengan tetap kokohnya Bank Muamalat Indonesia
dan lembaga-lembaga keuangan yang berdasarkan pada syariat Islam saat
menghadapi krisis ekonomi pada 1997 sampai sekarang.
Salah satu yang menjadi sorotan publik yaitu keberadaan Baitul Mal
Wattamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan berbasis syariah yang akhir-akhir
ini banyak ditemukan di berbagai tempat. BMT menjadi alternatif bagi mereka
yang tidak memiliki banyak modal tetapi ingin mendapatkan kredit dengan
persyaratan yang mudah. Tidak seperti lembaga perbankan yang cukup berbelit
dalam melepas kredit, BMT memberi kemudahan untuk memberikan bantuan.74
Di Yogyakarta, di antara sekian BMT yang memperoleh perhatian banyak pihak
73 Muhammad Gunawan Yasni, 2007, Ekonomi Sufistik: Adil dan Membahagiakan (Bandung:
Mizan), hlm. 14. 74 Hal ini dikecualikan dengan fakta bahwa di beberapa tempat, terjadi kasus penipuan berkedok
BMT. Misalnya di Lampung dan Jawa Barat. Apa yang dilakukan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab menyebabkan Pemerintah Kabupaten Lampung Timur juga turut
bertanggungjawab mengembalikan uang masyarakat yang digelapkan oleh BMT Amanah Sentosa
Abadi. http://lampung.antaranews.com/berita/294162/dinas-koperasi-umkm-belum-tahu-status-
bmt-asa. Diakses pada tanggal 21 Maret 2017 pada jam 13: 12 WIB. Di Indramayu, PT CSI telah
menghimpun dana masyarakat tanpa mendapatkan penjaminan dari lembaga keuangan mana pun.
Dengan menjalankan aktivitasnya melalui Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
(KSPPS) BMT Madani Nusantara serta KSPPS BMT Sejahtera Mandiri, PT ini melakukan praktik
investasi ilegal lebih dari 1 triliun rupiah. Kompas 6 Desember 2016, hlm 15.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
77 | P a g e
adalah BMT Beringharjo yang mengalami perkembangan sangat pesat. Salah satu
faktor meningkatnya omset BMT Beringharjo yaitu berubahnya badan hukum
provinsi menjadi badan hukum nasional.
Mempunyai kemiripan dengan apa yang terjadi pada BMT Beringharjo,
BMT UGT Sidogiri juga mendulang kesuksesan serupa dengan beralihnya status
badan hukum nasional pada BMT tersebut. Di sinilah urgensi badan hukum dalam
peningkatan kredibilitas dan kualitas BMT di hadapan masyarakat. Badan hukum
bukan hanya sekadar formalitas, tetapi menjadi jaminan mengapa masyarakat
menaruh kepercayaan terhadap BMT.
B. Metodologi
Dalam penulisan makalah ini, penulis memfokuskan diri pada urgensi badan
hukum terhadap perkembangan BMT. Penulisan makalah ini menghimpun data
sekunder berupa sumber pustaka yang relevan. Penulisan makalah ini bersifat
deskriptif, karena berusaha menjabarkan pentingnya badan hukum bagi
keberlangsungan BMT dalam menghimpun dana dan melakukan pelayanan
terhadap masyarakat.
Sebab menggunakan sumber perpustakaan dalam memperoleh data serta
membatasi kegiatannya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan tanpa
memerlukan riset lapangan, maka kegiatan akademik ini tergolong pula ke dalam
penulisan makalah kepustakaan.
Pengolahan data yang sudah diperoleh untuk penulisan makalah ini
dilakukan secara kualitatif. Setelah dikelompokkan berdasarkan kualitasnya, data
dipelajari dengan jalan mengaitkannya dengan pendapat para pemikir. Langkah
ini dilakukan untuk untuk menemukan korelasinya satu sama lain. Setelah itu,
ditarik kesimpulan dengan metode induktif.
Kegiatan analisa yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan (inventarisasi) dan reduksi data. Ini dilakukan untuk
menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan
mengelompokkannya sehingga mudah untuk dipelajari.
b. Penyajian data. Dilakukan dengan cara menyusun data yang telah
diperoleh dan disajikan dalam bentuk tulisan.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
78 | P a g e
c. Penarikan kesimpulan. Merupakan suatu usaha penulis untuk
menyimpulkan apa yang ditulis, sehingga hasilnya bisa dibaca oleh
semua orang.
C. Kajian Pustaka
C.1. Pengertian BMT
Sebagai lembaga keuangan mikro, BMT memiliki beberapa persamaan
dengan koperasi yang merupakan lembaga keuangan dengan fungsi sosial dan
ekonomi. Orang-orang yang menjadi anggota koperasi adalah pemilik koperasi itu
sendiri. Perbedaannya, koperasi memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan
anggota melalui usaha bersama. Adapun BMT berusaha meningkatkan
kesejahteraan nasabah dengan melakukan pembiayaan dan pendampingan. BMT
diharapkan mampu memberikan pembiayaan dengan lebih adil terhadap
nasabahnya dengan prinsip bagi hasil.75
Lantaran berbadan hukum koperasi, BMT diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang
pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Di samping itu juga Kepmen
Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Beberapa
peraturan inilah yang hingga saat ini menjadi payung berdirinya BMT.76
Definisi Baitul Mal wat Tamwil (BMT) yaitu “lembaga keuangan nonbank
yang beroprasi berdasarkan syariat dengan prinsip bagi hasil, didirikan oleh dan
untuk masyarakat di suatu tempat atau daerah”. BMT mencakup dua bidang
kerja yaitu lembaga mal (baitul mal) dan lembaga tamwil (baitut tamwil). Baitul
mal dimaksudkan dalam rangka mengumpulkan zakat, infak, maupun sedekah,
serta menyalurkannya kepada pihak yang berhak dalam bentuk pemberian tunai
maupun pinjaman modal tanpa bagi hasi. Dalam bidang kerja ini, baitul mal
bersifat nirlaba (sosial). Sementara itu, pendirian baitut tamwil dimaksudkan
untuk menghimpun dana masyarakat yang mampu dalam bentuk simpanan,
saham, atau deposito, dan menyalurkannya sebagai modal usaha dengan adanya
75 M. Sulaeman Jajuli, 2015, Ekonomi Islam Umar bin Khattab (Yogyakarta: Deepublish), hlm.
256. 76 Ibid. hlm. 259.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
79 | P a g e
ketentuan bagi hasil antara pemodal, peminjam, dan pihak BMT. Kegiatan baitut
tamwil bersifat profit motif (mencari keuntungan).77
Adapun beberapa fungsi BMT yaitu sebagai berikut:78
1. Mengidentifikasi, mengorganisir, memobilisasi, mendorong, dan
mengembangkan kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha
anggota muamalat (Pokusma), serta daerah kerjanya.
2. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih
profesional dan Islami, sehingga semakin tangguh dalam menghadapi
tantangan global.
3. Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota.
Sejarah BMT tidak terlepas dari keberadaan Bank Muamalat Indonesia
(BMI) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Awalnya, sepak terjang
pembentukan BMI selaku bank umum Islam pertama di Indonesia diikuti oleh
pendirian BPRS. Namun demikian, karena lembaga keuangan ini dianggap
kurang mencukupi dan belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan
bawah, maka lembaga simpan pinjam yang disebut BMT didirikan.79
Di Aceh, BMT banyak ditemukan di berbagai lokasi. Sumber yang
berhubungan dengan simpanan pihak ketiga di provinsi berjuluk Serambi
Makkah tersebut kerap dilakukan pada institusi keuangan non perbankan. Setiap
kabupaten/kota mempunyai koperasi simpan pinjam berbentuk BMT yang
membidik sektor pedagang non formal.80
Geliat perkembangan BMT antara lain disebabkan oleh kemudahan yang
ditawarkan olehnya. Guna memperoleh kredit agar pengusaha lemah bisa
memanfaatkan sumber pembiayaan, lembaga keuangan non bank memberikan
keringanan persyaratan. Apalagi, pola pembiayaan BMT dilakukan sesuai
dengan syariat agama Islam, sehingga menghilangkan unsur-unsur pembungaan
77 Budhy Munawar-Rahman, dkk, 2003, Berderma untuk Semua: Wacana dan Praktik Filantropi
Islam (Bandung: Teraju), hlm. 236. 78 Ibid., hlm. 238-239. 79 Zainul Arifin, 2009, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan Ketujuh (Jakarta: Azkia),
hlm. 8. 80 Fuadi, 2016, Zakat dalam Sistem Hukum Pemerintahan Aceh (Yogyakarta: Deepublish), hlm.
130.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
80 | P a g e
uang yang bersifat eksploitatif.81 Pada hakikatnya, sistem ekonomi Islam
melarang praktik riba serta akumulasi kekayaan pada pihak tertentu secara tidak
adil.82
Islam mendorong manusia untuk berusaha dengan keras mendapatkan
materi/harta dengan berbagai cara. Usaha ini dilakukan dengan tetap memegang
teguh rambu-rambu yang telah ditetapkan. Rambu-rambu yang di maksud antara
lain: mencari yang baik dan halal, menjauhi cara batil, tidak melampaui batas,
tidak menzalimi atau dizalimi, menghindarkan diri dari unsur riba, gharar
(ketidakjelasan dan manipulatif), maisir (perjudian dan intended speculation),
serta menjaga tanggung jawab sosial berupa zakat, infak, dan sedekah. Rambu-
rambu inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan perekonomian
konvensional dengan prinsip self interest (kepentingan pribadi) sebagai dasar
perumusan konsepnya.83
Dalam tinjauan teoritis, tingkah laku konsumen dalam memuaskan diri bisa
dijelaskan melalui dua teori nilai guna. Pertama, teori nilai guna konvensional
yang terdiri atas teori nilai guna kardinal (TNGK), teori nilai guna ordinal
(TNGO) dan teori preferensi yang diungkapkan (Revealed Preference). Kedua,
teori nilai guna syariah. Teori yang disebut terakhir ini adalah teori nilai guna
yang menerangkan nilai guna barang dalam cakupan ajaran dan prinsip-prinsip
syariah (petunjuk kebenaran hakiki agama-agama samawi).84
Dengan pemasukan yang diperoleh, setiap orang leluasa mendayagunakan
uangnya untuk mendapatkan barang-barang yang diinginkan agar kepuasannya
berada dalam tingkat maksimal. Meskipun demikian, perilaku konsumsi tentu
harus mempertimbangkan batas-batas yang ada supaya konsumsi tidak
merugikan diri dan orang lain serta melanggar ajaran agama atau kepercayaan
yang dianutnya.85
Pendayagunaan fungsi BMI, BPRS, BMT, dan lembaga pengelola zakat-
infak-sedekah (BAZIS) di masa mendatang harus senantiasa dilakukan secara
81 Sjafrizal, 2008, Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi (Padang: Baduose Media), hlm. 164. 82 Muhammad Syafi'i Antonio, Op.cit., hlm. 224-225. 83 Ibid., hlm. 11-12. 84 Iskandar Putong. 2005. Teori Ekonomi Mikro: Konvensional dan Syariah. Jakarta: Mitra
Wacana Media. Hlm. 143. 85 Ibid., hlm. 143.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
81 | P a g e
berencana dan profesional sesuai perkembangan kebutuhan umat. Bahkan, jika
ditelisik dari kondisi usahawan umat yang pada umumnya lemah dalam
permodalan, maka pengembangan peran BMI, BPRS, BMT, dan BAZIS
merupakan bagian integral dari upaya memperbaiki ekonomi umat. Oleh karena
itulah, diperlukan konsistensi usaha dalam memperkuat eksistensi BMI, BPRS,
serta BMT dalam kegiatan umat sehari-hari.86
C.2. Teori Badan Hukum
Salah satu pakar hukum dan ahli teori yang memberikan pengertian badan
hukum adalah Hans Kelsen. Definisi Hans Kelsen dalam General Theory of Law
and State (1961), badan hukum adalah: “Sekelompok orang yang oleh hukum
diperlakukan sebagai suatu kesatuan, yaitu sebagai suatu pribadi (person) yang
mempunyai hak dan kewajiban.”87
Adapun definisi badan hukum yang dikemukakan oleh Subekti (Chidir Ali,
1987: 18-19) yaitu: “Suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-
hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan
sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim”.88
Berdasarkan pandangan Subekti (Agus Budiarto, 2004: 29), badan hukum
sebagai subjek hukum mencakup hal-hal berikut:89
Perkumpulan orang (organisasi);
Bisa melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-
hubungan hukum (rectsbetrekking);
Memiliki harta kekayaan;
Mempunyai pengurus;
Mengantongi hak dan kewajiban;
Bisa menggugat atau digugat di pengadilan.
86 Adi Sasono, dkk, 1998, Solusi Islam atas Problematika Umat: Ekonomi, Pendidikan, dan
Dakwah (Jakarta: Gema Insani), hlm. 75-76. 87 Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi) (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama), hlm. 36-37. 88 Neni Sri Imaniyati, Aspek-Aspek Hukum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam Perspektif
Hukum Ekonomi, Bandung: Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi,
dan Humaniora (LPPM UNISBA) Vol. 2, No.1, Tahun 2011, hlm. 131. 89 Ibid.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
82 | P a g e
Mengenai apa saja yang termasuk badan hukum merupakan cakupan
hukum positif. Dengan demikian, keberadaannya tergantung hukum yang
berlaku di masing-masing negara. Penentuan badan hukum atau bukan
merupakan pengakuan identitas atau kualitas tertentu menurut hukum positif
atau hukum yang diterapkan dalam suatu negara (Chidir Ali, 1987: 21). Hukum
positif Indonesia mengakui yayasan sebagai badan hukum. Yang bukan
merupakan badan hukum yaitu bentuk kemasyarakatan yang menjalin kerja
sama, misalnya perserikatan perdata (maatschap), firma, dan persekutuan
komanditer. Hal ini berbeda dengan ketentuan di luar negeri. Di Prancis,
misalnya, persekutuan perdata, firma, dan persekutuan komanditer diposisikan
selaku badan hukum (Sri Redjeki Hartono, 1987: 8).90
Karakteristik badan hukum yaitu sebagai berikut:91
1. Memiliki kekayaan tersendiri.
Kekayaan badan hukum harus terpisah dari kekayaan pendiri atau
pengurusnya. Segala kewajiban hukum dipenuhi dari kekayaan yang
dipunyai. Apabila kekayaan kurang cukup untuk memenuhi kewajibannya,
maka kekayaan pendiri atau pengurus tidak bisa dimanfaatkan untuk
menghindarkan dari kebangkrutan atau likuidasi. Meski memperoleh
pinjaman dari pendiri atau pengurus, atau jika BUMN menerima suntikan
dana dari negara, pinjaman atau suntikan dana tersebut dinilai sebagai
hutang badan hukum.
2. Pengesahan anggaran dasar dilakukan oleh menteri.
Anggaran dasar badan hukum harus disahkan secara resmi oleh menteri.
Anggaran badan hukum Perseroan Terbatas disahkan oleh Menteri
Kehakiman (Pasal 7 ayat (4) UU No. 1 Tahun 1995), Anggaran Dasar
badan hukum koperasi oleh Menteri Koperasi (Pasal 10 ayat (2) Undang-
undang No. 25 Tahun 1992), Anggaran Dasar perusahaan umum oleh
Menteri Keuangan (UU No. 19 Tahun 1960), sementara Anggaran Dasar
Persero oleh Menteri Keuangan (PP No. 12 Tahun 1969).
Adanya pengesahan anggaran dasar oleh menteri menjadi penegas bahwa
90 Ibid. 91 Ibid., hlm. 132.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
83 | P a g e
anggaran dasar badan hukum tidak berlawanan dengan undang-undang
serta sesuai dengan ketertiban umum dan norma kesusilaan. Tanggal
pengesahan menunjukkan bahwa badan yang bersangkutan memperoleh
status badan hukum sehingga mempunyai harta kekayaan yang terpisah
dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya.
3. Diwakili oleh pengurus.
Badan hukum adalah subjek hukum produk manusia berdasarkan hukum
yang berlaku. Supaya bisa berbuat menurut hukum, badan hukum dikelola
oleh pengurus yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Mereka inilah yang
berwenang mewakili badan hukum. Ini berarti, perbuatan pengurus
merepresentasikan perbuatan badan hukum, bukan perbuatan pribadinya.
Segala kewajiban yang muncul dari perbuatan pengurus menjadi kewajiban
badan hukum yang dibebankan pada harta kekayaan badan hukum. Begitu
pula dengan segala hak yang diperoleh dari perbuatan pengurus merupakan
hak badan hukum serta menjadi kekayaannya.
Eksistensi badan hukum dalam ketentuan hukum Islam di dalam nas tidak
diatur. Meskipun demikian, syariat (termasuk ketentuan tentang badan hukum)
yang berkembang dalam masyarakat berupaya mewujudkan kemaslahatan bagi
umat manusia. Mengenai hal ini, Hasbi Ash Shiddieqy, sebagaimana dikutip
Chairuman Pasaribu (1994: 15) mengemukakan, “kejadian-kejadian di dunia
terus menerus terjadi senantiasa tumbuh tak pernah berhenti sedangkan nas
syara’ sebagai telah ditandaskan oleh Al Amri kemudian ditandaskan pula oleh
Asy Syahrastani terbatas dan terhingga. Kalau demikian, tentulah syara’
memberikan kepada kita jalan-jalan mengetahui hukum yang menghasilkan
kemaslahatan bagi manusia.92
Dari pandangan Hasbi Ashiddieqy di atas tampak bahwa manusia diberi
peluang untuk berinisiatif dalam perkara-perakara yang belum diatur atau tidak
ada nashnya dalam syariah. Hal ini terutama terkait dengan hal-hal yang
membawa kemaslahatan bagi manusia.93
Salim HS (2003) menyebutkan bahwa terdapat sejumlah teori untuk
92 Ibid. 93 Ibid.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
84 | P a g e
memberikan pembenaran dan dasar hukum bahwa badan hukum merupakan
subjek hukum (pendukung/pembawa hak dan kewajiban di dalam hukum). Teori-
teori yang dimaksud adalah sebagai berikut:94
1. Teori Fiksi (Von Savigny)
Menurut alam, hanya manusia selaku subjek hukum. Akan tetapi, orang
kemudian menciptakan dalam bayangannya dengan bersikap seolah-olah
ada subjek hukum lainnya.
2. Teori Organ (Otto van Gierke)
Badan hukum bukan bersifat abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum
merupakan organisme riil sehingga menjadi kolektivitas dan terlepas dari
individu.
3. Teori Kekayaan Bersama (R. van Jiaring)
Menganggap badan hukum selaku kumpulan manusia. Jadi, apa yang
menjadi kepentingan badan hukum merupakan kepentingan seluruh
anggota. Badan hukum bukan abstraksi, bukan pula organisme. Pada
dasarnya, hak dan kewajiban badan hukum adalah hak dan kewajiban
anggota. Jadi, ini hanya konstruksi yuridis.
4. Teori Kekayaan Bertujuan (A. Britz)
Badan hukum merupakan kekayaan yang bukan kekayaan perseorangan
tetapi terikat dengan tujuan tertentu. Badan hukum memiliki pengurus
yang mengantongi hak atau boleh berkehendak.
5. Teori Kenyataan Yuridis (Mujers, Paul Schotten)
Badan hukum adalah suatu realita, konkret, riil, meskipun tidak bisa
diraba. Badan hukum bukan bersifat khayal, tetapi kenyataan yuridis.
Hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas
pada bidang hukum saja.
Badan hukum dibedakan menjadi dua bentuk, yakni:95
1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau
94 Handri Raharjo, 2009, Hukum Perusahaan (Yogyakarta: Pustaka Yustisia), hlm. 19-20. 95 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, 2008, Hukum dalam Ekonomi, Edisi Kedua
(Jakarta: Grasindo), hlm. 9-10.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
85 | P a g e
menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara. Dengan
demikian, badan hukum ini merupakan badan-badan negara yang didirikan
oleh penguasa dengan berpedoman pada perundang-undangan yang
dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (pemerintah) atau badan
pengurus yang bertugas, seperti negara Republik Indonesia, pemerintah
daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia, serta perusahaan-perusahaan
negara.
2. Badan Hukum Privat (Privat Rechts Persoon)
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata
yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian, badan hukum bentuk ini merupakan badan swasta yang
dibentuk oleh orang dengan tujuan mencari keuntungan sosial, pendidikan,
ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku secara
sah. Contohnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, serta badan amal.
D. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun
2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, setiap LKM yang menjalankan usaha
wajib mempunyai badan hukum. Lembaga tersebut dapat mengambil pilihan,
antara badan hukum Koperasi atau badan hukum Perseroan Terbatas (PT).
Ketatapan tersebut menunjukkan bahwa secara yuridis LKM yang berbadan
hukum Koperasi secara otomatis berada di bawah pengaturan 2 macam
perundang-undangan sekaligus, yaitu: Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian beserta peraturan pelaksanaannya dan Undang Undang
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro beserta peraturan
pelaksanaannya. LKM Syariah atau badan usaha Koperasi yang fokus
menjalankan usaha keuangan, terdiri atas Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit
Simpan Pinjam (USP), Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), serta Unit Jasa
Keuangan Syariah (UJKS). Secara umum, Koperasi diatur dengan Undang
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. KSP dan USP dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan kegiatan
Simpan Pinjam oleh Koperasi. Adapun Koperasi/Unit Jasa Keuangan Syariah
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
86 | P a g e
dengan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor: 16
/Per/M.KUKM/IX/2015.96
Bila ditinjau secara mendalam, pengaturan terhadap LKM berbadan hukum
Koperasi sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro di atas sama saja dengan memaksakan semua
LKM Syariah menjalankan usaha layaknya lembaga perbankan (mikro) yang
bersifat prudent.97
Dalam prakteknya, sebagian BMT berbentuk badan usaha koperasi.
Sementara sebagian lainnya belum memiliki badan usaha yang jelas. BMT jenis
terakhir bisa juga dianggap bersifat pra-koperasi. Koperasi merupakan bentuk
badan usaha yang relatif lebih dekat bagi BMT, tetapi dalam kacamata Undang
Undang Perkoperasian, kegiatan menghimpun dana simpanan terbatas dari para
anggota (Pasal 44 UU. No. 25/ 1992). Pasal 44 ayat (1) U.U. No. 25 Tahun 1992
menerbitkan pengaturan: “Koperasi dapat menghimpun dana dan
menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk: (a)
Anggota Koperasi yang bersangkutan; (b) Koperasi lain dan/atau anggotanya.”98
Dengan terbitnya peraturan di atas, BMT mesti mensyaratkan keanggotaan
bagi nasabah yang akan dilayani, atau menggolongkan nasabah tersebut sebagai
calon anggota selama beberapa waktu. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa
tidak hanya sebagian calon nasabah menjadi enggan, tetapi juga memancing
problematika internal dalam BMT. Karena setiap anggota, baik anggota lama
maupun anggota baru yang kurang memahami visi BMT, mengantongi hak suara
yang sama. Sementara itu, jika BMT ingin menghimpun dana dari masyarakat
secara langsung, maka harus berganti status hukum menjadi bank atau lembaga
keuangan bukan bank, semisal modal ventura. Posisi inilah yang menyebabkan
BMT justru bakal kehilangan kelebihan utama selaku lembaga keuangan yang
96 Muhammad Muhtarom. Reformulasi Peraturan Hukum Lembaga Keuangan Mikro Syariah Di
Indonesia. Profetika, Jurnal Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Vol. 17, No. 1,
Juni 2016: 90-102. Hlm. 92. 97 Ibid., hlm. 93. 98 Ibid., hlm. 190-191.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
87 | P a g e
melayani usaha dengan skala mikro.99
Oleh karena itu, meski BMT berbadan hukum koperasi, namun pengaturan
tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan kegiatan usaha BMT, di mana
sebagian besar dananya berasal dari simpanan masyarakat berdasarkan prinsip
syariah. Sistem aktivitas menghimpun dana dari masyarakat itu menjadikan
posisi dan operasional BMT, baik BMT koperasi maupun pra-koperasi, masih
dinilai sebagai problematika yang menghadirkan kerancuan atau kekaburan batas
perbedaan antara operasional BMT selaku koperasi dengan BMT selaku bank.100
Meski sebagian besar BMT berbadan hukum koperasi, namun norma-
norma yang tercipta dan digunakan tidak hanya mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur koperasi, akan tetapi juga berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang menerbitkan aturan tentang Perseroan
Terbatas, Perbankan, Persekutuan Firma serta Persekutuan Komanditer
(sebagaimana yang ditetapkan dalam KUHD).101
Badan hukum merupakan pendukung keberadaan hak dan kewajiban
sebagaimana manusia. Itulah mengapa, badan hukum bisa menjalin komunikasi
serta mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Dalam konteks ini, terdapat
asumsi bahwa semakin luas cakupan badan hukum, maka semakin besar daya
jangkau dan peluang untuk mengembangkan usaha. Ruang lingkup badan hukum
turut menentukan seberapa besar nasabah dan seberapa banyak profit yang
diperoleh. Cakupan badan hukum nasional barang tentu lebih luas daripada badan
hukum provinsi. Begitu pula sebaliknya, cakupan badan hukum provinsi lebih
sempit dibanding badan hukum nasional. Hal ini juga berlaku bagi BMT. Apabila
berstatus badan hukum nasional, maka suatu BMT berkesempatan besar untuk
meningkatkan pelayanannya bagi masyarakat. BMT jenis ini tidak lagi terkungkung
dalam daerah, akan tetapi mampu berkompetisi dalam tataran nasional.
Salah satu BMT yang telah memetik keuntungan dari perubahan status badan
hukum adalah BMT Beringharjo Yogyakarta. Dalam sejarahnya, BMT
99 Dadan Muttaqien, Urgensi Legalitas Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Agama Islam Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Edisi Khusus
Desember 2010, hlm. 191. 100 Ibid. 101 Neni Sri Imaniyati. Op.cit., hlm. 5-6.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
88 | P a g e
Beringharjo berdiri pada tanggal 31 Desember 2004 dengan nama resmi
Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wat-Tamwil (KJKS BMT)
Beringharjo. BMT Beringharjo mengantongi status badan hukum pada tanggal
17 Mei 1997 dengan nomor 157/BH/KWK-12/V/1997.102
BMT ini telah mengubah statusnya. Tepatnya pada tahun 2006, BMT
Beringharjo mengubah diri dari Badan Hukum Provinsi menjadi Badan Hukum
Nasional. Perubahan ini dilakukan dalam rangka menjangkau masyarakat di luar
Yogyakarta.103 Besar di wilayah Jogja dan sekitarnya, tak membuat BMT
Beringharjo berpuas diri. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya BMT
Beringharjo berusaha melebarkan sayapnya di luar Yogyakarta. Itulah mengapa,
pada tahun 2011, daerah yang menjadi bidikannya adalah Jawa Barat. Hal ini
berangkat dari fakta bahwa sejumlah kota di provinsi tersebut, khususnya di
pelosok atau pinggiran, masih membutuhkan kehadiran BMT.
Meski BMT Beringharjo sudah memiliki kantor cabang di Jawa Barat,
tepatnya di Bandung, namun kawasan kota-kota kabupaten Jawa Barat masih
cukup berpeluang untuk digarap. Oleh karena itu, pendirian kantor-kantor BMT
dilakukan setelah meninjau minimnya layanan jasa keuangan berbasis ekonomi
syariah di sana. Dalam sebuah kesempatan, Direktur BMT Beringharjo Mursida
Rambe mengatakan bahwa sejumlah daerah di luar Yogjakarta masih membuka
peluang sangat luas untuk menyuburkan lahan BMT. Keadaan ini memacunya
untuk berani melakukan spekulasi. Dengan demikian, ia begitu tertarik untuk
mengembangkan kantor cabang baru di luar Yogyakarta.104
Perubahan status badan hukum berpengaruh terhadap pemasukan yang
diterima. Selama tahun 2010, BMT Beringharjo mencatat pengembangan aset
cukup signifikan, yaitu 88,2 persen. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja
BMT Beringharjo juga semakin tumbuh. Hal ini dibuktikan dengan dana
simpanan yang berasal dari masyarakat mencapai Rp 48,3 miliar. Kontribusi
BMT tersebut dalam ekonomi mikro juga terus mengalami peningkatan. Bila
102 Khotibul Umam. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Wat-Tamwil (Studi Kasus di
Beringharjo, Yogyakarta), Yogyakarta: Jurnal Media Hukum UMY, Vol. 20 no.1 Juni 2013, hlm.
81. 103 Arti Ismuntoro, dkk. 2014, Quick Wins (Bandung: Mizan), hlm. 46. 104 Radar Jogja, 12 Juli 2011, hlm 12.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
89 | P a g e
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, outstanding pembiayaan berkembang
90 persen, yaitu Rp 35,7 miliar.
Perubahan status BMT Beringharjo dari badan hukum provinsi menjadi
badan hukum nasional menjadikannya semakin besar dan berkembang sangat
pesat. Tak heran jika pada tahun 2011, BMT Beringharjo sudah membuka 11
kantor cabang di berbagai tempat. Kantor-kantor cabang yang dimaksud yaitu 3
kantor cabang di Yogyakarta, 6 di Jawa Timur (Ponorogo, Madiun, Caruban,
Kediri, Ngawi, dan Nganjuk), 1 kantor cabang di Jawa Barat (Bandung), serta 1
kantor cabang di Jawa tengah (Semarang). Pada tahun ini juga jumlah karyawan
sebanyak 110 dan anggota yang berjumlah lebih kurang 30.000 (tiga puluh ribu)
orang, serta memiliki aset Rp. 62.000.000.000.
Perubahan status badan hukum nasional juga dilakukan oleh Koperasi
BMT UGT Sidogiri. Koperasi BMT Usaha Gabungan Terpadu Sidogiri disingkat
“BMT UGT Sidogiri” mulai beroperasi pada tanggal 5 Rabiul Awal 1421 H atau
6 Juni 2000 M. di Surabaya dan kemudian mendapatkan badan Hukum Koperasi
dari Kanwil Dinas Koperasi PK dan M Propinsi Jawa Timur dengan SK Nomor:
09/BH/KWK.13/VII/2000 tertanggal 22 Juli 2000.105
Pada tahun 2015, BMT UGT Sidogiri resmi menjadi koperasi primer yang
berbadan hukum nasional, di mana penyerahan status badan hukum nasionalnya
diberikan secara langsung oleh Drs. Setyo Heriyanto, MM Deputi Kelembagaan
Kementrian Koperasi dan UKM Republik Indonesia kepada H. Mahmud Ali
Zain selaku Ketua Pengurus Koperasi BMT UGT Sidogiri. Penyerahan tersebut
digelar pada acara seremonial RAT XIV Tahun Buku 2014 Koperasi BMT UGT
Sidogiri pada tanggal 21 Februari 2015 di GOR Kota Pasuruan.106
Berubahnya status badan hukum nasional pada BMT UGT Sidogiri
menjadikannya sejajar dengan koperasi nasional lainnya. Penyematan status
badan hukum nasional ini ternyata meningkatkan kinerja BMT UGT Sidogiri
sehingga mampu bersaing dengan koperasi berbadan hukum nasional lainnya
yang terlebih dahulu berkembang.
105 http://bmtugtsidogiri.co.id/berita-311.html. Diakses pada tanggal 28 Maret 2017 pada jam 15:
45 WIB. 106 Ibid.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
90 | P a g e
Tak heran jika BMT yang berkantor pusat di Pasuruan Jawa Timur tersebut
menjadi BMT dengan aset terbesar di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil RAT
tahun 2015, BMT UGT Sidogiri sanggup membukukan aset senilai Rp 1,8
triliun. Itulah mengapa, pada tahun berikutnya, BMT Sidogiri menetapkan target
aset Rp 2 Triliun. Kantor layanan BMT Sidogiri tersebar di 24 wilayah
Indonesia, baik di pulau Jawa, Sumatera, maupun Kalimantan. Jika dibandingkan
dengan 10 BPR beraset besar, maka aset BMT UGT Sidogiri hampir setara
bahkan melampaui aset BPR terbesar ke 5 yaitu BPR Palu Lokadana Utama
(Kota Palu) dengan jumlah Rp 1,67 triliun.107
Perubahan status badan hukum nasional BMT Beringharjo dan BMT UGT
Sidogiri yang menyebabkan perkembangan keduanya semakin pesat setidaknya
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, perubahan status badan hukum
nasional menumbuhkan kepercayaan publik untuk menitipkan uangnya di BMT.
Legitimasi BMT sebagai badan hukum nasional tentu mengundang animo
masyarakat untuk menyimpan uangnya di lembaga keuangan tersebut. Hal ini
dikarenakan, pengakuan selaku badan hukum nasional sama saja dengan
pengakuan terhadap kualitasnya dalam taraf nasional. Kedua, perubahan status
badan hukum nasional menjadikan ruang lingkup keduanya semakin luas.
Beberapa kantong cabang dapat dibuka di berbagai tempat. Dengan demikian,
anggota atau nasabah tidak hanya berasal dari orang-orang yang berada di dekat
kantor pusat BMT, akan tetapi juga mereka yang berada di dekat kantong
cabang.
E. Penutup
Keberadaan badan hukum bagi perkembangan BMT memiliki urgensi yang
sangat penting. Itulah mengapa, guna memantapkan eksistensinya banyak BMT
yang mendaftarkan diri sebagai badan hukum. Bagaimanapun, badan hukum
menjadi elemen penting yang mendukung hak dan kewajiban BMT. Dengan
menjadi badan hukum, BMT bisa menjalin komunikasi serta mengadakan
hubungan bisnis dengan pihak lain.
107 http://www.infosyariah.com/2016/10/aset-bmt-ini-lampaui-aset-bpr-terbesar.html. Diakses pada
tanggal 28 Maret 2017 pada jam 16: 12 WIB.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
91 | P a g e
Salah satu fenomena menarik terkait badan hukum yaitu maraknya
pergantian status BMT dari badan hukum provinsi ke badan hukum nasional. Di
samping memantapkan legitimasinya selaku lembaga keuangan mikro, perubahan
ini juga diyakini dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian,
peluang untuk menjaring nasabah dari berbagai kalangan masyarakat lebih besar.
Badan hukum seolah menjadi magnet bagi orang-orang yang ingin bergabung
dengan BMT. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pemasukan yang diterima juga
semakin meningkat.
Dalam konteks ini, terdapat asumsi bahwa semakin luas cakupan badan
hukum, maka semakin besar daya jangkau dan peluang untuk mengembangkan
usaha. Ruang lingkup badan hukum turut menentukan seberapa besar nasabah dan
seberapa banyak profit yang diperoleh. Apa yang dialami oleh BMT Beringharjo
dan BMT UGT Sidogiri bisa menjadi contoh kasus yang memadai.
Perubahan status badan hukum nasional BMT Beringharjo dan BMT UGT
Sidogiri yang menyebabkan perkembangan keduanya semakin pesat setidaknya
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
1. Perubahan status badan hukum nasional menumbuhkan kepercayaan
publik untuk menitipkan uangnya di BMT. Legitimasi BMT sebagai
badan hukum nasional tentu mengundang animo masyarakat untuk
menyimpan uangnya di lembaga keuangan tersebut. Hal ini
dikarenakan, pengakuan selaku badan hukum nasional sama saja
dengan pengakuan terhadap kualitasnya dalam taraf nasional.
2. Perubahan status badan hukum nasional menjadikan ruang lingkup
keduanya semakin luas. Beberapa kantong cabang dapat dibuka di
berbagai tempat. Dengan demikian, anggota atau nasabah tidak hanya
berasal dari orang-orang yang berada di dekat kantor pusat BMT, akan
tetapi juga mereka yang berada di dekat kantong cabang.
Daftar Pustaka
Buku
Adi Sasono, dkk. 1998. Solusi Islam atas Problematika Umat: Ekonomi,
Pendidikan, dan Dakwah. Jakarta: Gema Insani.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
92 | P a g e
Arti Ismuntoro, dkk. 2014. Quick Wins. Bandung: Mizan.
Budhy Munawar Rahman, dkk. 2003. Berderma untuk Semua: Wacana dan
Praktik Filantropi Islam. Bandung: Teraju.
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong. 2008. Hukum dalam Ekonomi. Edisi
Kedua. Jakarta: Grasindo.
Fuadi. 2016. Zakat dalam Sistem Hukum Pemerintahan Aceh. Yogyakarta:
Deepublish.
Handri Raharjo. 2009. Hukum Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Iskandar Putong. 2005. Teori Ekonomi Mikro: Konvensional dan Syariah. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Muhammad Gunawan Yasni. 2007. Ekonomi Sufistik: Adil dan Membahagiakan.
Bandung: Mizan.
Muhammad Syafi'i Antonio. 2007. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Cetakan
Kesebelas. Jakarta: Gema Insani.
M. Sulaeman Jajuli. 2015. Ekonomi Islam Umar bin Khattab. Yogyakarta:
Deepublish.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media.
Zainul Arifin. 2009. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Cetakan Ketujuh.
Jakarta: Azkia.
Prosiding dan Jurnal
Dadan Muttaqien. Urgensi Legalitas Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Magister Studi Islam Universitas
Islam Indonesia Edisi Khusus Desember 2010.
Khotibul Umam. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Wat-Tamwil
(Studi Kasus di Beringharjo, Yogyakarta). Yogyakarta: Jurnal Media
Hukum UMY, Vol. 20 no.1 Juni 2013.
Muhammad Muhtarom. Reformulasi Peraturan Hukum Lembaga Keuangan
Mikro Syariah Di Indonesia. Profetika, Jurnal Studi Islam Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Vol. 17, No. 1, Juni 2016: 90-102.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
93 | P a g e
Neni Sri Imaniyati. Aspek-Aspek Hukum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam
Perspektif Hukum Ekonomi. Bandung: Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora (LPPM UNISBA)
Vol. 2, No.1, Tahun 2011.
Koran
Radar Jogja, 12 Juli 2011.
Kompas, 6 Desember 2016.
Internet
http://lampung.antaranews.com/berita/294162/dinas-koperasi-umkm-belum-tahu-
status-bmt-asa. Diakses pada tanggal 21 Maret 2017 pada jam 13: 12 WIB.
http://bmtugtsidogiri.co.id/berita-311.html. Diakses pada tanggal 28 Maret 2017
pada jam 15: 45 WIB
http://www.infosyariah.com/2016/10/aset-bmt-ini-lampaui-aset-bpr-terbesar.html.
Diakses pada tanggal 28 Maret 2017 pada jam 16: 12 WIB.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
94 | P a g e
Pengaruh Pengetahuan Konsumen tentang Sistem Syariah
terhadap Keputusan Menjadi Anggota BMT Nusya Balen
Sugito
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
Abstrak
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, adapun data yang
diperoleh melalui kuesioner dan wawancara pada menejer BMT, sedangkan data
skunder dari literatur, internet dan kepustakaan lainnya. Dalam penelitian ini
terdapat 39 sampel dari 193 anggota. Data yang diperoleh dianalisis dengan
metode analisis korelasi product moment. Menggunakan perangkat lunak SPSS
16.0 for Windouws.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variable strategi pemasaran (X)
berpengaruh signifikan terhadap minat menabung anggota.Koefesien determinasi
menunjukkan bahwa pengaruh variable independen (pengetahuan konsumen
tentang sistem syariah) terhadapvariabel dependen (keputusan menjadi anggota)
adalah sebesar 0,343 atau 34,3%, sedangkan sisanya 65,7% (100% - 0,343)
dipengaruhi oleh faktor lain. Sedangkan uji t bahwa nilai t sebesar 4,394
>1,895atau t hitung lebihbesar daripada t tabel, maka Ha diterima H0 ditolak,
artinya signifikan.
Kata Kunci: Pengetahuan Konsumen, Sistem Syariah, dan Keputusan Menjadi
Anggota
A. Pendahuluan
Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokonya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lau
lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroprasi sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah. Dengan kata lain bank syariah adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas
pembayaran serta peredaran uang yang operasionalnya disesuaikan dengan prinsip
syariat Islam.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bank syariah dalam
menjalankan operasional dan produknya harus berlandaskan pada ketentuan Al-
Qur’an dan Hadist atau syariat Islam. Di sini dapat dilihat sesungguhnya bank
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
95 | P a g e
syariah bukan hanya mementingkan dunia semata melainkan juga akhirat, ini
tersirat dari operasional bank syariah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist.
Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI)
timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang menggunakan prinsip syariah.
Operasinalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah,
maka muncul usaha untuk mendirikan lembaga keuangan mikro, salah satunya
yaitu BMT. BMT merupakan lembaga keuangan swasta yang modal sepenuhnya
bersumber dari masyarakat. Lembaga ini tidak mendapat subsidi sedikitpun dari
pemerintah. Jadi keberadaananya setingkat dengan koperasi yang dalam
mengoperasikannnya berprinsip syariah.
Peran umum BMT adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang
berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip
syariat dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah
yang langsung bersentuhan dengan masyarakat kecil yang serba cukup ilmu
pengetahuan ataupun materi maka BMT mempunyai tugas penting dalam
mengemban misi keIslaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Dalam perkembangannya BMT memberikan berbagai macam penawaran
produk jasa yang berlandaskan sistem syariah, yang secara umum antara
lain: Wadi’ah (Titipan), Musyarakah (Kerja Sama), Mudharabah (Bagi hasil),
Ijaroh (Sewa), Murabahah (Jual beli), Ujroh (Upah), Hiwalah (Talangan), Rahn
(Gadai).
Produk-produk jasa tersebut merupakan praktek-praktek muamalah
ekonomi yang memang harus di terapkan dalam kehidupan masyarakat, terutama
masyarakat yang beragama Islam. Tetapi dalam praktek kesehariannya,
masyarakat belum sepenuhnya memahami bahkan sama sekali tidak mengerti
tentang sistem ekonomi yang berlandaskan syariah yang di pakai BMT, mereka
masih berfaham bahwa BMT itu sama dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya
yang pada dasarnya bersistem konvensional yang menggunakan riba pada
prakteknya, hanya ditambahi dengan label syariah.
Saat ini sebagian besar masyarakat hanya melihat bahwa nilai tambah dari
BMT adalah lebih halal dan selamat, lebih menjanjikan untuk kebaikan akhirat,
dan juga lebih berorientasi pada menolong antar sesama dibandingkan dengan
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
96 | P a g e
Lembaga keuangan konvensional. Hal tersebut memang benar, namun BMT juga
memiliki keuntungan duniawi karena produk-produknya tidak kalah bersaing
dengan bank-bank konvensional dan bagi hasil yang ditawarkan juga tidak kalah
menguntungkan dibandingkan dengan bunga. Selain itu BMT memiliki tantangan
dari sisi pemahaman sebagian masyarakat yang masih rendah terhadap
operasional lembaga ini. Mereka secara sederhana beranggapan bahwa dengan
tidak dijalankannya sistem bunga, BMT tidak akan memperoleh pendapatan.
Konsekuensinya adalah BMT akan sulit untuk survive.
B. Kajian Teori
B.1. Pengetahuan Konsumen
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Dalam Encyclopedia of Phisolophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar.
Sedangkan secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi
tentang pengetahuan. Menurut Sidi Gazalba (1992: 4) pengetahuan adalah apa
yang diketahuai atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil
dari kenal, sadar, lnsaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik
atau isi pikiran.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah
proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya
sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui
(objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu
menyusun yang di ketahui pada dirinya sendiri yang di ketahui aktif.
Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen
mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang
terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan
fungsinya sebagia konsumen.108
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan ciri khas
manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan
108 Mowen dan Minor, 2008, Perilaku Konsumen (Jakarta. Erlangga), hlm. 106.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
97 | P a g e
pengetahuannya secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan
namun pengetahuan ini hanya terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival).
Pengetahuan manusia mampu berkembang disebabkan dua hal utama
yakni pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan
informasi dan jalan fikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang
menyebabkan manusia mampu menegembangkan pengetahuannya dengan cepat
dan mantap adalah kemampuan berfikir mrnurut satu alur kerangka berfikir
tertentu.109 Jujun S. Suriasumantri (1998 : 40).
Menurut Engel et al, seperti yang dikutip oleh Muhammad Syafi’i Antonio
membagi pengetahuan konsumen kedalam tiga pengetahuan yaitu pengetahuan
produk, pengetahuan pembelian dan pengetahuan pemakaian.
1. Sistem Syariah
Islam di rancang sebagai rahmat untuk seluruh umat, untuk menjadikan
kehidupan lebih sejahtera dan lebih bernilai, tidak miskin juga tidak menderita.
“Dan, tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmad bagi
semesta alam. (Q.S. Al-Anbiya’: 107)
Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and
Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan
membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai
dengan syariah dalam sistem ekonominya.
Sistem syariah merupakan suatu sistem yang komperhensif, artinya
merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual ibadah ataupun sosial muamalah.
Sistem syariah juga bersifat universal artinya dapat di terapkan dari waktu dan
tempat sampai hari akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas pada bidang
muamalah. Selain mempunyai cakupan yang luas dan flexibel muamalah juga
tidak membeda bedakan antara muslim dan nonmuslim.
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi
kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan
muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi
Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam
109 Jujun S. Suriasumantri, 1998, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan), hlm. 40.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
98 | P a g e
guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh
alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa.
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-
prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an
dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum
Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya
sedikit tentang sistem ekonomi Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan
diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan
empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggung jawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat
individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah
semata, dan manusia adalah kepercayaan-Nya di bumi. Di dalam menjalankan
kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi
bahasa berarti kelebihan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imraan: 130)
Salah satu solusi penerapan sistem syariah dalam kehidupan berekonomi
adalah penerapan sistem bagi hasil (profit sharing). Profit dalam kamus ekonomi
diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing diartikan "distribusi
beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu Perusahaan". Menurut Antonio
Syafi’i (2001: 90) bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam
perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul
maal) dan pengelola (Mudharib).
Secara umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat
dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al
muzara’ah, dan al musaqolah. Sungguhpun demikian prinsip yang paling banyak
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
99 | P a g e
dipakai adalah al musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al
musaqolah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan
pertanian untuk beberapa Bank Islam. Antonio Syafi’i (2011 : 90).
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian
atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara
kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah
merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan
syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih
dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil
antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi
dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya
unsur paksaan.
2. Baitul Mal Wa At-Tamwil (BMT)
a. Pengertian BMT
Baitul maal wattamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari
dua istilah yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah
kepada usaha usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti
zakat infaq dan sedekah. Adapun baitul tanwil sebagai usaha pengumpulan dan
penyaluran dana komersial. Usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari BMT, sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil
dengan berlandaskan Islam. Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk
memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank islam
atau BPR Islam. Prinsip oprasional BMT di dasarkan atas prinsip bagi hasil jual
beli, dan titipan.110
b. Fungsi Baitul Mal Wa At-Tamwil (BMT)
Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi sebagai berikut:
110 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2010, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis (Jakarta: Kencana), hlm. 365.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
100 | P a g e
1. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan
mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota,
kelompok anggota muamalat (pokusma) dan daerah kerjanya.
2. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih
profesional dan Islami, sehingga semakin utuh dan tangguh dalam
menghadapi persaingan modal.
3. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota.
4. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara agninya sebagai
shohibul maal dengan du’afa sebagai mudhorib, terutama untuk dana-dana
sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah, dll.
Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik dana
(shohibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna
dana (mudhorib) untuk pengembangan usaha produktif.
c. Akad dan Produk BMT
Dalam menjalankan usahanya, berbagai akad yang ada pada BMT mirip
dengan akad yang ada pada bank pembiaayan rakyat Islam. Adapun akad- akad
tersebut adalah pada sistem oprasional BMT, pemilik dana menanamkan uangnya
di BMT tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka
mendapatkan keuntungan bagi hasil. Produk penghimpunan dana lembaga
keuangan Islam adalah ( Himpunan Fatwa DSN-MUI):
1. Giro wadiah, adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. Dana
nasabah dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap saat nasabah berhak
mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan
dana giro oleh BMT. Besarnya bonus tidak di terapkan dimuka tetapi benar-
benar merupakan kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian nominalnya di
upayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif.( Fatwa DSN-MUI No.
01/ DSN-MUI/IV/2000)
2. Tabungan mudharabah, dana yang di simpan nasabah akan dikelola oleh BMT,
untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah
berdasarkan kesepakatan nasabah. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal dan
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
101 | P a g e
lembaga keuangan Islam bertindak sebagai mudharib. (Fatwa DSN-MUI No.
02/ DSN-MUI/IV/2000)
3. Deposito mudarabah, BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak
bertentangan dengan Islam dan mengembangkannya. BMT bebas mengelola
dana(mudarabah mutaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan
nasabah sebagai shahibul mal. Ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk
usaha tertentu. Nasabah memberi batasan penggunaan dana untuk jenis dan
tempat tertentu. Jenis ini di sebut mudharabah muqayyadah. (Fatwa DSN-MUI
No. 03/ DSN-MUI/IV/2000)
3. Keputusan Konsumen
a. Konsep Keputusan
Hampir semua penulis mendevinisikan keputusan sebagai suatu
pemilihan tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Kotler dan Keller (2007)
menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses psikologis
dasar yang memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen
secara aktual mengambil keputusan pembelian.
Bila ditinjau dari alternatif yang di cari sebetulnya dalam proses
pengambilan keputusan konsumen harus melakukan pemecahan masalah .
masalah itu timbul dari kebutuhan dan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan
itu dengan komsumsi produk atau jasa yang sesuai. Pemecahan masalah ini
memiliki tiga tingkatan :
a. Pemecahan masalah yang berdasarkan respon yang rutin.
b. Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit-belit (terbatas).
c. Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati hati dan
penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang insentif)
b. Analisa Pengambilan Keputusan Konsumen
Ada empat sudut pandang pengambilan keputusan konsumen.
1. Sudut pandang ekonomis
Pandangan ini melihat konsumen sbagai orang yang membuat keputusan
secara rasional. Ini berarti konsumen harus mengetahui semua altrnatif produk
yang tersedia dan harus mampu membuat peringkat dari setiap alternatif, di lihat
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
102 | P a g e
dari kegunaan dan kerugiannya. Menurut para ahli ilmu sosial model economic
man ini tidak realistis, alasan yang mereka kemukakan adalah :
a. Manusia memiliki keterbatasan kemampuan, kebiasaan, dan gerak.
b. Manusia di batasi oleh nilai-nilai dan tujuan.
c. Manusia di batasi dengan pengetahuan yang mereka miliki.
2. Sudut pandang pasif
Sudut pandang ini berlawanan dengan sudut pandang ekonomis sudut
pandang ini menilai konsumen pada dasrnya pasrah dengan kepentingnny sendiri
dan menerima secara pasif usaha-usaha promosi dari para pemasar.kelemahan
pandangan ini adalah bahwa pandangan ini tidak mempertimbangkan kenyataan
bahwa konsumen memainkan peranan penting dalam setiap pembelian yang
mereka lakukan, baik dalam proses mencari informasi tentang berbagai alternatif
produk maupun dalam menyeleksi prduk yang dianggap akan memberikan
kepuasan besar.
3. Sudut pandang kognitif
Pandangan ini konsumen merupakan pengolah informasi yang senantiasa
mencari dan mengevaluasi tentang produk. Pengolahan informasi akan selalu
berujung pada pembentukan pilihan.
4. Sudut pandang emosional
Pandangan ini menekankan emosi sebagai pendorong utama konsumen
membeli suatu produk. Favoritisme merupakan salah satu bukti bahwa seseorang
berusaha mendapatkan produk favoritnya apapun yang terjadi.
Jadi, perasaan manusia dan suasana hati sangat berperan dalam
pembelian yang emosional, tetapi jangan sampai terperangkap pada anggapan
bahwa emosional man itu tidak rasional. Mendapatkan produk yang membuat
perasaanya lebih baik merupakan keputusan yang rasional.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen
Terdapat lima faktor internal yang relevan terhadap proses pengambilan
keputusan konsumen:
1. Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia
untuk mencapai tujuan tertentu.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
103 | P a g e
2. Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap
stimulus atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan
pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.
3. Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian yang ada dalam
diri seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan suatu
hal.
4. Integritas (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan.
Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan
mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan
membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.
d. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
1. Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan, yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan
internal misalnya dorongan memenuhi rasa lapar, haus dan seks yang mencapai
ambang batas tertentu. Sedangkan rangsangan eksternal misalnya seseorang
melewati toko kue dan melihat roti yang segar dan hangat sehingga terangsang
rasa laparnya
2. Pencarian informasi.
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Sumber informasi konsumen yaitu:
a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga dan kenalan.
b. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan dan penjualan.
c. Sumber publik: media massa dan organisasi penilai konsumen.
d. Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan dan menggunakan produk.
3. Evaluasi alternatif.
Konsumen memiliki sikap beragam dalam memandang atribut yang
relevan dan penting menurut manfaat yang mereka cari. Kumpulan keyakinan atas
merek tertentu membentuk citra merek, yang disaring melalui dampak persepsi
selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif.
4. Keputusan pembelian.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
104 | P a g e
Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-
merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Faktor sikap orang lain dan situasi
yang tidak dapat diantisipasi yang dapat mengubah niat pembelian termasuk
faktor-faktor penghambat pembelian. Dalam melaksanakan niat pembelian,
konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: keputusan merek,
keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu dan keputusan metode
pembayaran.
5. Perilaku pasca pembelian.
Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca
pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian, yang tujuan utamanya adalah
agar konsumen melakukan pembelian ulang.
C. Hasil dan Pembahasan
C.1. Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas dilakukan dengan bantuan
komputer program SPSS versi 16.0 yang bertujuan mengetahui setiap butir
pertanyaan yang diajukan kepada responden valid atau tidak, dengan syarat butir
pertanyaan atau pernyataan dalam penelitian harus memiliki koefisien > 0,3 untuk
sampel sebanyak 39, (Sugiyono, 2009 : 402).
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas
NO r Hitung Syarat Keterangan
Pengetahuan konsumen tentang sistem syariah (X)
1 0, 703 >0,316 Valid
2 0,361 >0,316 Valid
3 0,600 >0,316 Valid
4 0,592 >0,316 Valid
5 0,680 >0,316 Valid
6 0,563 >0,316 Valid
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
105 | P a g e
7 0,377 >0,316 Valid
8 0,391 >0,316 Valid
9 0,537 >0,316 Valid
10 0,553 >0,316 Valid
Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas
No r Hitung Syarat Keterangan
Keputusan menjadi anggota (Y)
1 0,443 >0,316 Valid
2 0,504 >0,316 Valid
3 0,574 >0,316 Valid
4 0,622 >0,316 Valid
5 0,542 >0,316 Valid
6 0,587 >0,316 Valid
7 0,586 >0,316 Valid
8 0,626 >0,316 Valid
9 0,635 >0,316 Valid
10 0,500 >0,316 Valid
Berdasarkan olahan data tersebut pada tabel 4.5 dan 4.6 pengujian validitas
dapat disimpulkan bahwa semua item pernyataan dikatakan valid dan layak untuk
mengukur data penelitian karena r hitung > 0,316.
C.2. Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Spearman
Brown dengan Rtabel 5% dengan N = 39 Responden yakni 0,361, jika hasil uji
Reabilitas < 0,361 maka tidak reliable, tapi jika > 0,361 maka dikatakan reliable.
hasil reliabitilas dari masing-masing variabel sebagai berikut:
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
106 | P a g e
Tabel 2..2 Hasil Uji Reliabilitas
No. Variabel t Hitung t Tabel Keterangan
1
Pengetahuan
konsumen tentang
sistem syariah (X)
0,713 > 0,600 Reliabel
2 Keputusan menjadi
anggota (Y) 0,665 > 0,600 Reliabel
Sebagaimana dapat dilihat pada tabel diatas semua variabel memiliki nilai
>0,361. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa seluruh variabel dikatakan
reliable. Artinya kuesioner pada penelitian ini memiliki sifat dapat dipercaya.
C.3. Uji Asumsi Klasik
Dalam suatu persamaan regresn harus bersifat BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak
boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi
beberapa asumsi dasar (Klasik), yaitu Berdasarkan hasil Uji Asumsi Klasnk
dengan alat bantu komputer yang menggunakan Program SPSS. 16.0. diperoleh
hasilnya sebagai berikut: (1). Uji Nomlalltas merupakan suatu alat uji yang
digunakan untuk menguji apakah dari vanabel-vanabel yang digunakan dalam
model regresi mempunyai distribusi normal atau tidak. (2). U|i Autokorelasi
bertujuan untuk menentukan apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t- 1.
Ghozali M (2006 : 61) (3). Uji Multikolinieritas bertjuan untuk menguji apakah
dalam persamaan regresi ditemukan adanya korelasi antara vanabel bebas.Model
regresi yang baik seharus nya tidak terjadi korelasi dlantara variabel bebas. (4).
Pengujian heteroskedaktisitas menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dan residual (kesalahan pengganggu) satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda dlsebut
heteroskedaktisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedaktisitas.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
107 | P a g e
C.4. Analisis Uji Parsial
Pengujian secara parsial yang digunakan untuk mengu|i signifikansi
pengaruh variabel Pengetahuan konsumen tentang sistem syariah terhadap
Keputusan menjadi anggota. Hal ini ditunjukkan oleh persamaan regresi linier
berganda sebagai benkut :
Y = 19.240+0.483
t ...... ' 4.394
Sig ' 0,000
Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel Pengetahuan konsumen
tentang sistem syariah secara parsial berpengaruh terhadap Keputusan menjadi
anggota. Kondisi ini indikasikan dengan perolehan tingkat signifikansi variabel
bebas yang digunakan model penelitian tersebut masih dibawah 5%.
Dari persamaan regresi di atas dapat diuraikan sebagai berikut (1).
Konstanta (a) merupakan Intersep garis regresi dengan Y jika X = 0, yang
menunjukkan bahwa besarnya variabel independen yang digunakan dalam model
penerimaan sebesar konstanta tersebut. Besarnya nilai konstanta (a) adalah 19,240
menunjukkan bahwa jika variabel bebas yang terdiri dari pengetahuan konsumen
tentang sistem syariah tidak ada perubahan = 0, maka Keputusan menjadi anggota
sebesar 19,240. (2). Koefisien Regresi: pengetahuan konsumen tentang sistem
syariah (b.) 0,483, menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara
Pengetahuan konsumen tentang sistem syariah secara parsial berpengaruh
terhadap Keputusan menjadi anggota.
D. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal,
sebagai berikut :
1. BMT Nusya Balen dalam oprasionalnya telah menerapkan sistem syariah,
dengan berbagai produk yang berlandaskan sistem syariah. Salah satunya
melalui produk tabungan mudharabah, dana yang di simpan nasabah akan
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
108 | P a g e
dikelola oleh BMT, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan
diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah. Nasabah
bertindak sebagai shahibul mal dan lembaga keuangan islam bertindak
sebagai mudharib. (Fatwa DSN-MUI No. 02/ DSN-MUI/IV/2000).
2. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis peroleh, pengetahua konsumen
tentang sistem syariah yang di terapkan oleh BMT Nusya Balen sudah cukup
baik, dengan pemahaman tentang produk dan akad yang ada pada BMT
Nusya Balen.
3. Besarnya koefesien determinasi menunjukkan bahwa pengaruh variabel
independen (pengetahuan konsumen tentang sistem syariah) terhadap variabel
dependen (keputusan menjadi anggota), dan hasilnya sebesar 0,343 atau
34,3%, sedangkan sisanya 65,7% (100% - 34,3%) dipengaruhi oleh faktor lain
diluar model ini. Berdasarkan uji t pada variabel, t hitung lebih besar dari t
tabel, Hal ini merupakan bukti terjadinya penolakan H0 dan penerimaan Ha.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menjadi anggota.
Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan dari penelitian ini adalah:
a. Meningkatkan pengetahuan para pegawai BMT Nusya Balen tentang sistem
syariah yang sesuai dengan hukum islam.
b. Meningkatkan promosi produk-produk terbaru yang di miliki. Sehingga
anggota tidak akan bosan dengan BMT tersebut.
c. Untuk lebih meningkatkan pengetahuan konsumen tentang sistem syariah,
maka pegawai BMT Nusya Balen harus meningkatkan promosinya dengan
mengedepankan mengenai keuntungan yang akan di peroleh konsumen
ketika menjadi anggota.
d. Hasil penelitian ini sekiranya dapat dijadikan acuan bagi penelitian lain
untuk mengembangkan maupun mengoreksi dan melakukan perbaikan
seperlunya.
Daftar Pustaka
Amsal Bakhtiar. 2011. Filsafat Ilmu, Jakarta; PT. Rajagrafindo Persada.
Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016
109 | P a g e
Antonio Muhammad Syafi'i. 2001. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta;
Gema Insani Press.
Heri Sudarsono. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilistrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
http://foreksunisma.blogspot.com/2012/02/fatwa-dsn-mui.html
Ismail. 2011. Perbankan Syariah, Jakarta; Kencana Prenada Media Group.
Jujun S. Suriasumantri. 1998. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
Kasmir. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta; PT. Rajagrafindo
Persada.
Loren Bagus, 1996. Kamus Filsafat, Jakarta; Gramedia.
Mowen dan Minor. 2008. Perilaku Konsumen. Jakarta. Erlangga.
Nurul Huda dan Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan
Teoritis dan Praktis. Jakarta; Kencana.
Prasetijo Ristiani dan John J.O.I Ihalauw. 2007. Prilaku Konsumen. Yogyakarta;:
Andi.
S. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Sidi Gazalba.1992. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Sugiyono. 2008. “Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2010. “Statistika untuk Penelitian”. Bandung : Alfabeta.
Sumardi Suryabrata. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.