Download - Awal bulan
0
Makalah
“Horizontal Parallax, Refraksi dan Semi Diameter
dalam Penentuan Awal Bulan Ramadan 1442”
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Hisab Awal Bulan Kamariyah’”
Dosen Pengampu: Dr. Rupi’i Amri, M.Ag.
Oleh:
Muhammad Faishol Amin (122111071)
PROGRAM STUDI ILMU FALAK
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penentuan awal bulan hijriyah merupakan salah satu dari kajian Ilmu
Falak, yang tak kalah penting dari kajian ilmu falak lainnya, seperti penentuan
arah kiblat, waktu shalat, dan juga penentuan gerhana. Bahkan penentuan awal
bulan ini dianggap menjadi hal yang paling krusial, karena setiap tahunnya
pasti ada perdebatan mengenai penentuan awal bulan ini, khususnya pada
bulan-bulan penting dalam Islam, seperti Muharrom, Ramadan, Syawal dan
Zulhijjah.
Banyak hal yang perlu dikaji ulang dalam penentuan awal bulan ini, baik
itu dari segi fiqih, perhitungan, maupun dampak sosial masyarakat yang akan
muncul dari sering terjadinya perbedaan dalam penentuan awal bulan.
Bila dipandang dari segi perhitungan, banyak teori atau konsep yang
berbeda satu sama lain, dan pastinya beberapa konsep tersebut mempunyai
kelebihan sendiri-sendiri.
Salah satu konsep/metode penentuan awal bulan tersebut adalah dengan
sistem Ephemeris. Salah satu sistem/metode yang memanfaatkan tabel data
astronomis benda-benda langit.
Dalam makalah ini akan coba diulas sedikit mengenai perhitungan awal
bulan dengan metode hisab sistem ephemeris, dan juga contohnya, sekaligus
pembahasan mengenai Horizontal Paralaks, Refraksi, dan Semi Diameter
sebagai acuan yang juga dipakai dalam metode hisab ephemeris ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model perhitungan hisab awal bulan dengan sistem
Ephemeris?
2. Apa itu Horizontal Paralaks, Refraksi, dan Semi Diameter?
3. Bagaimana contoh perhitungan hisab ephemeris dan bagaimana cara
menentukan Horizontal Paralaks, Refraksi dan Semi Diameter?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hisab Awal Bulan Kamariyah dengan Sistem Ephemeris
Dalam Ensiklopedi Hisab Rukyat disebutkan, bahwa Ephemeris
merupakan tabel-tabel yang memuat data astronomis benda-benda langit.
Sebutan lain dari Ephemeris ini adalah Astronomical handbook atau dalam
bahasa arab biasa disebut Zij atau Taqwim.1Jika digabungkan dengan
pengertian diatas, maka Penentuan awal bulan sistem Ephemeris adalah sebuah
sistem penentuan awal bulan Kamariyahyang menggunakan tabel-tabel
astronomis benda-benda langit, dalam hal ini adalah tabel astronomis matahari
dan bulan sebagai objek utama kajian awal bulan.
Hisab awal bulan Kamariyah sistem Ephemeris ini merupakan sistem
hisab yang dikembangkan oleh Departemen Agama RI yang memakai data-
data kontemporer.2 Departemen RI pun menerbitkan sebuah buku Ephemeris
Hisab Rukyat yang memang dikhususkan sebagai kajian dalam penentuan awal
bulan dengan menggunakan sistem Ephemeris ini, juga diluncurkan pula
sebuah aplikasi yang memuat data-data Ephemeris matahari dan bulan, yakni
WinHisab.
Perlu diketahui pula bahwa data bulan dan matahari dalam buku
Ephemeris Hisab Rukyat disajikan berdasarkan tanggal, bulan dan tahun
Masehi. Sehingga apabila kita ingin menentukan ijtimak atau konjungsi pada
bulan Hijriyah maka perlu dilakukan konversi terlebih dahulu.
Selain itu, apabila menggunakan data yang termuat didalamnya dengan
waktu selain Greenwich, maka harus disesuaikan waktunya dengan waktu
Greenwich sebanding dengan selisih bujurnya.
Karena data bulan dan matahari dalam Ephemeris Hisab Rukyat itu
disajikan tiap jam, maka data bulan dan matahari untuk menit dan detiknya
1 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hal. 61 2Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012) hal. 98
3
dapat diperoleh denggan melakukan penta’dilan atau interpolasi terhadap data
yang ada.3
2. Horizontal Parallax, Refraksi, dan Semi Diameter
a. Horizontal Parallax
Horizontal Paralaks terdiri dari dua kata, yakni Horizon dan
Parallax. Dalam Endiklopedi Hisab Rukyat, Horizon adalah Kaki
langit/lingkaran besar yang membagi bola menjadi dua bagian yang sama
(bagian langit yang kelihatan dan bagian langit yang tidak kelihatan).
Lingkaran ini menjadi batas pemandangan mata seseorang. Tiap-tiap
otang yang berlainan tempat, berlainan pula kaki langitnya.4 Sementara
Parallaxadalah Beda lihat, sudut yang terjadi antara dua garis yang
ditarik dari benda langit ke titik pusat bumi dan garis yang ditarik dari
benda langit ke mata si peninjau. Biasa disebut Parallax atau Geosentric
Parallax dan biasanya diberi simbol P. Dalam bahasa arab Parallax ini
disebut dengan Ikhtilaf Al-Mandzar.
Beda lihat itu berubah-ubah harganya setiap saat. Harga yang
terbesar terjadi ketika benda langit berada di kaki langit dan harga
terkecil ketika benda langit berada di zenith.5
Dari pengertian kedua istilah diatas, dapat disimulkan bahwa
Horizontal Parallax adalah perbedaan arah pandang ketika benda langit
berada di ufuk. Besar kecilnya Horizontal parallax ditentukan oleh jauh
dekatnya benda langit dengan bumi, semakin dekat jarak benda langit ke
bumi maka horizontal parallax semakin besar, dan semakin jauh
jaraknya maka horizontal parallax semakin kecil, bahkan menjadi tidak
ada. Karena terlalu jauhnya benda langit dengan bumi. Sehingga bumi
seakan-akan merupakan titik saja. Maka arah pandangantar dari titik
pusat bumi dengan di atas permukaan bumi menjadi berimpit.
3Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Penerbit BUANA
PUSTAKA, 2004), hal. 154 4Loc. cit, Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, hal.223 5Ibid. hal 97-98
4
Sumber : http://www.jgiesen.de/
Horizontal Parallax matahari rata-rata 0o 8’ 48”, sedangkan bulan
berkisar antara 1o1’ 24” dan 0o5’ 54”. Rata-rata Horizontal Parallax bulan
adalah 0o57’ 03”.6
Untuk mencari nilai Horizontal Parallaxdalam penentuan awal
bulan Kamariyah lebih mudahnya melacak lewat tabel Ephemeris. Yakni
mencari Horizontal Parallax pada jam Ghurub hakiki.
b. Refraksi
Refraksi yang di dalam astronomi disebut dengan pembiasan
angkasa juga harus diperhitungkan jika kita hendak menentukan sebuah
tinggi bintang, lebih-lebih kalau sebuah bintang tadi sangat rendah
kedudukannya.
Refraksi atau pembiasan angkasa ini terjadi disebabkaan karena
adanya perbedaan-perbedaan tingkat suhu dan kepadatan udara. Makin
dekat kepada bumi, makin padat susunan udara, makin jauh dari bumi,
berkurang susunan udara. Perbedaan suhu dan kepadatan udara ini akan
mengakibatkan cahaya yang datang dari sebuah benda langit menjadi
tidak tegak lurus (membelok). Sehingga benda langit tersebut terlihat
lebih tinggi dari yang sebenarnya, kecuali kalu benda langit tersebut
berada pada titik zenith (tegak lurus).
6Slamet Hambali, Ilmu Falak 1, (Semarang : Program Pascasarjana IAIN Walisongo
Semarang, 2011), hal. 77-78, lihat pula Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak, (Semarang: Bismillah
Publisher, 2012), hal. 207
5
Cahaya matahari M. Untuk sampai di tempat P tidak diterima
langsung lewat garis pertama (tanda panah no.1), akan tetapi sudah
mengalami beberapa kali belokan karena adanya lapisan udara, sehingga
cahaya tersebut harus berjalan melengkung melalui garis kedua (tanda
panah no.2), oleh karena itu matahari yang menempati titik M dilihat dari
tempat P tampak di titik M1.
Jika matahari menempati titik Z, maka refraksi atau pembiasan
angkasa tidak terjadi sebab cahaya matahari dari Z sampai ke tempat P di
dalam melalui batas-batas lapisan udara menurut arah tegak lurus. Makin
rendah kedudukan matahari makin besar terjadinya refraksi, lebih-lebih
pada saat matahari mendekati ufuk, yaitu pada saat terbit dan terbenam.
Tingggi benda langiit 90o(di titik Z) sampai dengan 60o refraksi
masih terlalu kecil, hanya berjumlah beberapa detik derajat. Sehingga
refraksi belum begitu berarti. Untuk ketinggian 60o sampai 10o refraksi
juga masih kecil, baru berjumlah beberapa menit derajat saja. Baru
setelah 10o ke bawah refraksi bertambah dengan pesat sekali. Pada saat
ketinggian 1o refraksi berjumlah 25’, tinggi 0,5orefraksi berjumlah 29’.
Kemudian apabila benda langit sedang di ufuk tinggi 0orefraksi menjadi
34’30” (refraksi maksimal), atau biasa dibluatkan menjadi 34’ saja.7 Jadi
refraksi terbesar tersebut terjadi pada saat terbit atau terbenam.8
7Ibid. hal. 73-75 8Abdul Jamil, Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi), (Jakarta : Amzah, 2009), hal. 36-37
6
Untuk mencari nilai refraksi ada beberapa cara, diantaranya dengan
menggunakan rumus :
Refr = 0,01695 : tan (ho+ 10,3 : (ho+ 5,1255))9
Atau
Refr = 0,0167 : tan (ho+ 7,31 : (ho+ 4,4))10
Atau penentuan refraksi juga dapat diperoleh dari tabel almanak nautika
dengan mencarinya melalui tinggi hilal hakiki
c. Semi Diameter
Semi Diameter adalah jari-jari, Nisfu al-Qatr dalam bahasa arab,
atau dalam bahasa inggris disebut dengan Radius, yaitu jarak titik pusat
Matahari atau Bulan dengan piringan luarnya. Data ini perlu diketahui
untuk menghitung secara tepat saat matahari terbenam, terbit, dan
sebagainya.11
Semi diameter matahari rata-rata adalah 0o 16’, besar kecilnya nilai
semi diameter matahari atau bulan tidak menentu, tergantung jauh
dekatnya bumi dengan matahari atau bulan.12
Untuk mencari nilai Semi Diameterdalam penentuan awal bulan
Kamariyah lebih mudahnya melacak lewat tabel Ephemeris. Yakni
mencari Semi Diameter pada jam Ghurub hakiki.
3. Contoh Perhitungan Sistem Ephemris (Perhitungan Awal Bulan Ramadan
1442 H.)13
1) Perhitungan konversi 29 Syaban 1442 Hijriyah ke Masehi
Menjumlah hari dalam tahun hijriah dan menjadikannya hari dalam
tahun masehi :
9Loc. cit., Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, hal 10Abdus Sallam Nawawi, Ilmu falak (cara praktis menghitung waktu shalat arah kiblat dan
awal bulan), Sidoarjo; Aqaba, 2006, hlm 19 11Loc. cit., Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, hal.191 12Loc. cit., Slamet Hambali, Ilmu Falak 1. hal. 141 13Lihat Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, hal. 155-169
7
29 Syaban 1442 = 1441 tahun + 7 bulan + 29 hari
1441 : 3014 = 48 daur + 1 tahun
48 daur x 1063115 = 510288 hari
1 tahun x 354 hari = 354 hari
7 bulan (29x7 + 4) = 207 hari
29 hari = 29 hari
Jumlah = 510878 hari16
Selisih Hijriyah-Masehi = 227016 hari17
Anggaran Gregorius = 13 hari18
Jumlah = 737907 hari19
Penetapan hari dan pasaran
Hari (510878 : 7) = 72982 sisa 4 (dimulai jumat)
= Senin
Pasaran (510878 : 5) = 102175 sisa 3 (dimulai legi)
= Pon
Mencari tanggal, bulan dan tahun masehi
737907: 146120 = 505 daur + 102 hari
505x4 = 2020
10221 = 3 bulan 12 hari
141 daur dalam tahun Hijriyah sama dengan 30 tahun, yakni 19 tahunberupa tahun basithoh
dan 11 tahun berupa tahun kabisat kabisat 15Dalam 1 daur Hijriyah (30 tahun) berjumlah 10631 hari yakni 354 x 30 +11 16Penjumlahan ini digunakan untuk mencari hari dan pasaran, untuk hari dibagi 7 karena dalam
satu siklus terdapat 7 hari, dan sisanya menyesuaikan urutan hari dimulai Jumat ( Jumat, Sabtu, Ahad,
Senin, Selasa, Rabu, Kamis), untuk pasaran dibagi 5 karena dalam satu daur terdapat 5 pasaran, dan
sisanya menyesuaikan urutan pasaran dimulai Legi (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). 17Jumlah hari dari tahun ke-1 masehi sampai dengan tahun ke-1 Hijriah 18 Penyesuaian anggaran Gregorius 10 hari, serta penambahan 1 hari pada setiap bilangan abad
yang tidak habis dibagi 4 sejak tanggal tersebut, sehingga sejak tahun 1900 sampai 2099 ada
penambahan koreksi 13 hari (10+3). 19Penjumlahan dari data ini juga bisa digunakan dalam mencari hari dan pasaran, untuk hari
dibagi 7 dan sisanya menyesuaikan urutan hari dimulai Ahad (Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis,
Jumat, Sabtu), untuk pasaran dibagi 5 dan sisanya menyesuaikan urutan pasaran dimulai Pahing
(Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi). 20Dalam 1 daur Masehi (4 tahun) berjumlah 1461 hari yakni 1 tahun kabisat 366 hari ditambah
3 tahun basithah 365 hari. 21Untuk jumlah hari Masehi Basithoh/Kabisat = Januari (31), Pebruari (59/60), Maret (90/91),
April (120/121), Mei (151/152), Juni (181/182), Juli (212/213), Agustus (243/244), September
(273/274), Oktober (304/305), Nopember (334/335), Desember (365/366).
8
Jadi secara taqribi, 29 Syaban 1442 H. bertepatan dengan Senin Pon
12 April 2021M.
2) Mencari saat ijtimak
Mencari FIB ( Fraction Illumination Bulan ) terkecil dengan melihat
tabel ephemeris pada tanggal 12 April 2014, FIB terkecil terjadi pada
pukul 3 GMT dengan nilai FIB 0,0011522
Menentukan Sabaq Matahari perjam (B1), dengan menghitung
selisih ELM (Ecliptic Longitude Matahari)
ELM 04.00 GMT = 22° 28’ 55”
ELM 03.00 GMT = 22°26’ 27” –
B1 = 0°02’ 28”
Menentukan Sabaq Bulan perjam (B2), dengan menghitung selisih
ALB (Apparent Longitude Bulan)
ALB 04.00 GMT = 23° 08’ 24”
ALB 03.00 GMT = 22° 38’ 24”-
B2 = 0°30’00”
Menentukan Jarak Matahari dan Bulan (MB), dengan rumus :
MB = ELM - ALB
ELM 03.00 GMT = 22° 26’ 27”
ALB 03.00 GMT = 22° 38’ 24”-
MB = -0°11’57”
Menentukan Sabaq Bulan Muaddal SB, yakni kecepatan bulan
relatif terhadap matahari, dengan rumus :
SB = B2-B1
B2 = 0°30’00”
B1 = 0° 02’ 28”-
SB = 0° 27’ 32”
Menentukan Titik Ijtimak, dengan rumus :
Titik Ijtimak = MB: SB
22Cara menentukan FIB terkecil yaitu dengan melacak pada hari konversi, hari sebelum
konversi dan hari setelah konversi.
9
= -0°11’57” : 0° 27’ 32”
= -0j 26m 02,47d
Menentukan Waktu Ijtimak, dengan rumus :
Ijtimak = Waktu FIB terkecil + Titik Ijtimak + KWD (WIB)
= 03j 00m 00d + (-0j 26m 02,47d) + 07j 00m 00d
= 09j 33m 57,55d
Jadi, Ijtima akhir Sya’ban 1442 H terjadi pada Senin
Pon,12April2021 pukul 9:33: 57,55 WIB
3) Memperkirakan terjadinya ghurub pada tanggal 12 April 2021 dengan
tempat Menara Al-Husna Masjid Agung Jawa Tengah
Koordinat dan tinggi Menara Al-Husna Masjid Agung Jawa Tengah
Lintang tempat = -6o 59’ 05”
Bujur tempat = 110o 26’ 47”
Tinggi tempat = 95 mdpl
Menghitung tinggi Matahari terbenam (ho), dengan rumus :
ho = - (Dip + Ref + SD)
Keterangan :
o Dip/kerendahan ufuk dapat diperoleh dengan rumus :
Dip = 0° 1’.76 √tt
Dip = 0° 1’.76 √95
= 00°17’ 9,26’’
o Refr = 0° 34’ 30”(pembiasan tertinggi saat ghurub)23
o SD = 0° 16’Semi Diameter matahari rata-rata.24
ho = - (00° 17’ 9,26’’+ 0° 34’ 30”+ 0° 16’)
= -01°07’ 39,26’’
Menentukan data deklinasi Matahari ( δo), equation of time (e) pada
tanggal 29 Sya’ban 1442 H / 12 April 2021, saat ghurub di Semarang
23Nilai Refraksi maksimum lain 0o 34’, lihat Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis (Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2012) hal. 98 24Ada pula yang memberikan nilai SD rata-rata 0o 16’ 7.20” , lihat Ahmad Izzudin, Ilmu Falak
Praktis. hal. 98
10
secara perkiraan, kurang lebih pukul 18 WIB atau 11 GMT,
diperoleh :
Deklinasi Matahari ( δo) = 08° 51’ 03 ’’
Equation of time (e) = - 0° 0’ 43”
Menentukan sudut waktu Matahari Taqribi (Perkiraan), dengan
rumus:
Cos to = sin ho : cos ϕ : cos δo – tan ϕ x tan δo
Cos to = - 01° 07’ 39,26’’ :cos -6o 59’ 05” :cos 08° 51’ 03 ’’–
tan -6o 59’ 05” x tan 08° 51’ 03 ’’
to = 90° 03’ 23,62’’
Menentukan saat terbenam Matahari Taqribi (perkiraan),dengan
rumus :
Ghurub perkiraan = (12 + (t : 15)) – e + (BD – BT) : 15
=(12 +(90° 03’ 23,62’’:15)) –(- 0° 0’ 43”)+
(105°–110o 26’ 47”):15
= 17j39m09,44d WIB/10: 39: 09,44 GMT
4) Mencari saat Matahari terbenam secara hakiki.
Menentukan data deklinasi Matahari ( δo), equation of time (e) dan
Semi Diameter (SD) pada tanggal 29 Sya’ban 1442 H/ 12April
2012 saat ghurub perkiraan di Semarang yaitu pukul 10: 39: 09,44
GMTdengan melakukan interpolasi sebagai berikut :
o Deklinasi Matahari pukul 10: 39: 09,44 GMT dengan rumus
interpolasi:
δo = δo1 + k x (δo2 – δo1)
δo1 (pkl 17 WIB / pkl 10 GMT) = 8°50’ 08’’
δo2 (pkl 18 WIB / pkl 11 GMT) = 8° 51’ 03’’
k (selisih waktu) = 0j39m09,44d
δo = 8°50’ 43,89’’
o Equation of time pukul 10: 39: 09,44 GMTdengan rumus
interpolasi :
e = e1 + k (e2 – e1)
11
e1 (pkl 17 WIB / pkl 10 GMT) = -0j0m44d
e2 (pkl 17 WIB / pkl 10 GMT) = -0j0m43d
k (selisih waktu) = 0j39m 09,44d
e = -0j0m43,35d
o Deklinasi Matahari pukul 10: 39: 09,44 GMT dengan rumus
interpolasi:
SDo = SDo1 + k x (SDo2 – SDo1)
SDo1 (pkl 17 WIB / pkl 10 GMT) = 0°15’ 57,23’’
SDo2 (pkl 18 WIB / pkl 11 GMT) = 0° 15’ 57,22’’
k (selisih waktu) = 0j39m 09,44d
SDo = 0°15’ 57,22’’
Menghitung Tinggi Matahari Hakiki
ho = - (Dip + Ref + SD)
ho = - (00° 17’ 9,26’’+ 0° 34’ + 0° 15’ 57,22’’)
= - 01° 7’ 36,48’’
Sudut waktu Matahari Hakiki, dengan rumus :
Cos to = sin ho : cos ϕ : cos δo – tan ϕ x tan δo
Cos to = sin- 01° 7’ 36,48’’: cos -6o 59’ 05”: cos8° 50’
43,89’’– tan -6o 59’ 05” x tan 8° 50’ 43,89’’
to = 90° 3’ 23,12’’
Saat terbenam Matahari Hakiki, dengan rumus :
Ghurub Hakiki = (12 + (t : 15)) – e + (BD – BT) : 15
= (12 + (90° 3’ 23,12’’:15) – (-0j 0m43,35d)+(105° –
110o 26’ 47”) : 15
= 17j39m9,76d
= 17: 39: 9,76 WIB
5) Menentukan Right Ascensio Matahari (ARAo)pkl. 17: 39: 9,76 WIB,
dengan melakukan interpolasi :
ARAo = ARAo1 + k x (ARAo2 – ARAo1)
ARAo1 (pkl.17 WIB / 10 GMT) = 21° 00’ 44’’
ARAo2 (pkl.18 WIB / 11 GMT) = 21°03’ 02’’
12
k (selisih waktu) = 0° 39’ 9,76”
ARAo = 21°02’ 14,07’’
6) Menentukan Right Ascension Bulan (ARA()pkl. 17: 39: 9,76 WIB,
dengan melakukan interpolasi :
ARA( = ARA(1 + k x (ARA(2 – ARA(1)
ARA(1 (pkl.17 WIB / 10 GMT) = 25° 34’ 18’’
ARA(2 (pkl.18 WIB / 11 GMT) = 26°01’ 41’’
k (selisih waktu) = 0° 39’ 9,76”
ARA( = 25° 52’ 58,23’’
7) Menentukan Deklinasi Bulanpkl. 17: 39: 9,76 WIB, dengan melakukan
interpolasi :
δ( = δ(1 + k x (δ(2– δ(1)
δ(1 (pkl 17 WIB / pkl 10 GMT) = 6° 40’ 50”
δ(2 (pkl 18 WIB / pkl 11 GMT) = 6° 53’ 18’’
k (selisih waktu) = 0° 39’ 9,76”
δ( = 6° 48’ 58,23’’
8) Menentukan Semi Diameter Bulan pukul 17: 39: 9,76 WIB, dengan
melakukan interpolasi :
SD( = SD (1 + k x (SD (2– SD (1)
SD(1 (pkl 17 WIB / pkl 10 GMT) = 0° 14’ 47,07”
SD(2 (pkl 18 WIB / pkl 11 GMT) = 0° 14’ 46,93’’
k (selisih waktu) = 0° 39’ 9,76”
SD ( = 0° 14’ 46,98’’
9) Menentukan Horizontal Parallaks pkl. 17: 39: 9,76 WIB, dengan
melakukan interpolasi :
HP( = HP(1 + k x (HP(2– HP(1)
HP(1 (pkl 17 WIB / pkl 10 GMT) = 0° 54’ 15”
HP(2 (pkl 18 WIB / pkl 11 GMT) = 0° 54’ 15”
k (selisih waktu) = 0° 39’ 9,76”
HP( = 0° 54’ 15”
10) Menentukan Sudut Waktu Bulan, dengan rumus :
13
t( = ARAo + to – ARA(
t( = 21° 02’ 14,07’’+ 90° 3’ 23,12’’- 25° 52’ 58,23’’
t( = 85° 13’ 26,79”
11) Menentukan Tinggi Hilal Hakiki, dengan menggunakan rumus :
Sin h( = sin ϕ x sin δ(+ cos ϕx cos δ(x cos t(
= sin -6o 59’ 05” x sin 6° 48’ 58,23’’+ cos -6o 59’ 05” x cos 6° 48’
58,23’’x cos 85° 13’ 26,79”
h( = 3° 52’ 39,1’’
12) Menentukan Parallaks Bulan, dengan rumus :
P( = cos h( x HP(
= cos 3° 52’ 39,1’’ x 0° 54’ 15”
= 0° 54’ 07,55
13) Menghitung Tinggi Hilal, dengan rumus :
ho = h( - P( + SD(
= 3° 52’ 39,1’’ - 0° 54’ 07,55 +0° 14’ 46,98’’
= 3° 13’ 18,53’’
14) Menghitung nilai Refraksi, dengan rumus :
Refr = 0,01695 : tan (ho+ 10,3 : (ho+ 5,1255))25
= 0,01695 : tan (3° 13’ 18,53’’+ 10,3 : (3° 13’ 18,53’’+ 5,1255))
Refr= 0° 13’ 3,07”
15) Menentukan Tinggi Hilal Mar’i (h(’) menggunakan rumus :
h( = ho + Refr + Dip
= 3° 13’ 18,53’’ + 0° 13’ 3,07” + 00° 17’ 9,26’’
= 03° 43’ 30,86’’
25Rumus penentuan Refraksi bulan yang lain Refr = 0,0167 : tan (h(+ 7,31 : (h(+ 4,4)), lihat
Abdus Sallam Nawawi, Ilmu falak (cara praktis menghitung waktu shalat arah kiblat dan awal
bulan), Sidoarjo; Aqaba, 2006, hlm 19. Cara lain untuk menentukan refraksi adalah dengan melihat
tabel almanak nautika, lihat Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis. hal. 286
14
BAB III
KESIMPULAN
1. Penentuan awal bulan sistem Ephemeris adalah sebuah sistem penentuan awal
bulan Kamariyah yang menggunakan tabel-tabel astronomis benda-benda
langit, dalam hal ini adalah tabel astronomis matahari dan bulan sebagai objek
utama kajian awal bulan
2. Diantara data-data yang diperlukan dalam perhitungan sistem Ephemeris
adalah :
a. Horizontal Parallax adalah perbedaan arah pandang ketika benda langit
berada di ufuk
b. Refraksi disebut dengan pembiasan angkasa, data ini juga harus
diperhitungkan jika kita hendak menentukan sebuah tinggi bintang, lebih-
lebih kalau sebuah bintang tadi sangat rendah kedudukannya.
c. Semi Diameter adalah jarak titik pusat Matahari atau Bulan dengan
piringan luarnya. Data ini perlu diketahui untuk menghitung secara tepat
saat matahari terbenam, terbit, dan sebagainya
3. Contoh Perhitungan Awal Bulan Ramadan 1442, didapat hasil sebagai berikut :
a. Ijtima akhir Sya’ban 1442 H terjadi pada Senin Pon, 12 April 2021 pukul
9 : 33: 57,55 WIB
b. Ghurub terjadi pada pukul 17: 39: 9,76 WIB
c. Semi Diameter bulan pada saat Ghurub 0° 54’ 15”
d. Horizontal Parallax bulan pada saat Ghurub 0° 14’ 46,98’’
e. Refraksi saat tinggi hilal 3° 13’ 18,53’’adalah0° 13’ 3,07”
f. Tinggi hilal hakiki 3° 52’ 39,1’’
g. Tinggi hilal mar’i 3° 43’ 30,86’’
15
BAB IV
PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, karena didalamnya masih terdapat kesalahan dan
kekurangan. Penulis hanya dapat mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya
kepada pembaca, sekaligus mengharapkan kririk dan saran yang konstruktif dari
pembaca demi perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Azhari,Susiknan.Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008
Hambali,Slamet.Ilmu Falak 1, Semarang : Program Pascasarjana IAIN Walisongo
Semarang, 2011
_______, Pengantar Ilmu Falak, Semarang: Bismillah Publisher, 2012
Jamil,Abdul. Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi), Jakarta : Amzah, 2009
Izzudin, Ahmad.Ilmu Falak Praktis,Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012
Khazin,Muhyiddin. Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta : Penerbit
Buana Pustaka, 2004
Nawawi, Abdus Sallam.Ilmu falak (cara praktis menghitung waktu shalat arah kiblat
dan awal bulan), Sidoarjo : Aqaba, 2006