Download - Awas Terjebak Ritual Ramadhan
TAMMI PRASTOWO
Awas, Terjebak
Ritual Ramadhan! (Meronce Makna Ramadhan Guna Menjadi Pribadi Bertakwa)
Kado kecil bagi
Anda yang telah
menghidupkan
jiwaku.
1
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Sepatah Kata
Ramadhan selalu hadir dalam hidup kita. Sesuai
hitungan umur kita, sebanyak itulah kita diberi
peluang emas untuk mendekat kepada Allah swt.
Sayangnya, kita tidak selalu optimal menjalaninya.
Tanpa terasa Ramadhan pun berlalu, sementara jarak
yang terbentang antara kita dengan Sang Pencipta
tidak berkurang.
Saya mencoba mengais makna Ramadhan yang
pernah saya lewati walau dengan akal dan budi yang
masih tumpul. Jadilah coretan kecil ini. Namun,
coretan ini lebih tepat dimaknai sebagai geremengan
saya ketika mengejar hikmah yang bertebaran di
bulan Ramadhan. Saya tidak bisa menjanjikan
manfaat yang dapat Anda peroleh ketika membaca
coretan ini.
Akan tetapi, paling tidak saya berharap Anda bisa
belajar dari pengalaman Ramadhan yang pernah saya
lalui. Dari sini Anda akan bisa menjalani Ramadhan
dengan lebih bermakna. Selepas Ramadhan Anda pun
menjadi kupu-kupu yang indah dipandang, mengisap
madu dari bunga-bunga kebajikan, serta membantu
lingkungan Anda menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi kehidupan. Insya Allah, Anda bisa.
Akhirnya, selamat menempa diri di bulan Ramadhan.
Semoga Anda menjadi pribadi yang bertakwa. Amin.
Tammi Prastowo
2
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Daftar Isi
Saatnya Berbisnis Dengan Allah ............................ 3
Agar Tidak Menjadi Zombie .................................. 7
Berapa Nilai Diri Anda? ......................................... 11
Bantu si Kecil Berpuasa .......................................... 13
Nikmat Berbuka, Nikmat Pengendalian Diri ........ 16
Keinginan Tak Selalu Yang Kau Butuhkan ............ 19
Cintailah Dengan Sewajarnya ................................. 25
Di Bawah LangitMu Kami Bentangkan Sajadah ... 29
Fb for Dakwah ......................................................... 33
Awas, Terjebak Ritual Ramadhan .......................... 35
Puasa, Peluang Mengubah Diri .............................. 39
Hari Ini Istimewa Bagi Kami .................................. 43
Berburu Obralan Akhirat ....................................... 47
Agar Tidak Sebatas Ritual ...................................... 51
Bapak Kembali di Bulan Suci ................................ 56
H-1 Lebaran 1431 H ............................................... 63
Keep Smile, My Friend .......................................... 68
Tentang Tammi
3
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Saatnya
Berbisnis
Dengan
Allah
1 Ramadhan 1432 H bertepatan dengan
1 Agustus 2011. Alhamdulillahi Rabbil alamin.
Syukur yang begitu besar kepada Allah swt. yang
telah memberikan kesempatan untuk bersua
kembali dengan bulan Ramadhan. Bulan yang
istimewa karena Allah swt. akan melipatganda-
kan setiap amal kebajikan yang kita lakukan.
Jangankan amalan wajib seperti sholat lima
waktu, ibadah sunnah pun bernilai begitu besar.
Memang tidak mudah mengkalkulasi
besarnya nilai amalan sunnah dan wajib di
bulan Ramadhan. Semua penilaian itu terserah
kepada Allah swt. Artinya, nilai setiap kebajikan
yang kita lakukan hanya Allah yang berwenang
menentukan. Bisa jadi dua orang melakukan
amalan yang sama. Namun nilai amalan tersebut
berbeda. Misalnya, Arman dan Banu masing-
4
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
masing memberikan shadaqoh 5000 rupiah
yang dimasukkan ke kotak amal masjid. Mereka
sama-sama berniat ikhlas. Namun ada situasi
yang berbeda diantara keduanya. Saat itu Arman
memiliki uang di saku 100.000 rupiah.
Sementara Banu hanya ada uang 10.000 rupiah.
Dengan kondisi semacam ini, di
hadapan Allah swt. sangat mungkin nilai
shodaqoh Banu lebih tinggi daripada nilai
shodaqoh Arman. Banu bershadaqah dengan
50% uangnya, sementara shadaqah Arman
hanya 2% dari uang di sakunya.
Begitulah analogi sederhana untuk
menunjukkan hak prerogatif yang Allah swt.
miliki. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa
nilai suatu ibadah dipengaruhi pula oleh situasi
dan kondisi kita saat melakukannya. Ini suatu
pilihan yang mesti disikapi dengan cerdas.
Apabila kita memilih untuk melakukan
amalan yang ringan, maka nilainya pun kecil di
hadapan Allah swt. Otomatis ganjaran yang kita
terima juga kecil. Demikian pula sebaliknya.
Jika kita memilih melakukan amalan yang
berbobot, maka Allah swt. akan menilainya
sebagai sesuatu yang berharga. Praktis ganjaran
yang diterima pun lebih berharga. Bahkan,
selama bulan Ramadhan nilai kebaikan yang
5
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
kita lakukan akan dilipatgandakan sesuai
kehendak Allah swt.
Berangkat dari kesadaran tersebut,
sebenarnya kita sudah tahu bahwa Ramadhan
itu bulan perjuangan. Inilah saatnya kita
berjuang melakukan kebajikan di setiap
hembusan nafas kita. Inilah masa kita berjuang
mengoptimalkan waktu dan tenaga yang kita
miliki untuk melatih diri menjadi pribadi
muttaqin. Jika kita berhasil mengoptimalkan
kesempatan bersua Ramadhan ini dengan
melakukan banyak kebajikan, insya Allah kita
termasuk orang yang diberi umur panjang. Siapa
orang yang berumur panjang itu?
Orang dikatakan berumur panjang jika
dia konsisten melakukan kebajikan dalam masa
hidupnya yang terbatas.
Percayalah, Ramadhan merupakan
masa paling tepat untuk berbisnis dengan Allah
swt. Kita manfaatkan waktu dan tenaga yang
diberikan Allah swt. untuk beramal sholih.
Tentu saja dengan niat untuk meraih ridho Allah
swt. Niscaya Allah swt. akan menerima ikhtiar
kita dan menukarnya dengan ganjaran besar.
Mengapa kita perlu ganjaran tersebut? Karena
kita harus mengumpulkan bekal sebanyak
6
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
mungkin untuk kehidupan akhirat nanti.
Barangsiapa memiliki bekal yang cukup, dia
akan hidup di akhirat dengan sejahtera.
Sekarang, bagaimana dengan Anda?
7
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Agar
Tidak
Menjadi
Zombie
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung
membalasnya. Orang yang berpuasa
mendapatkan dua kesenangan, yaitu
kesenangan ketika berbuka puasa dan
kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya.
Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih
harum daripada aroma kesturi." (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
Di bulan Ramadhan, hadits tersebut
tentu sering Anda dengar. Melalui televisi, surat
kabar, spanduk, atau mimbar agama, kita
diingatkan tentang keutamaan puasa di bulan
suci ini. Seperti yang ditegaskan dalam hadits di
atas.
Dalam pemahaman saya, terdapat
makna yang begitu besar di balik sabda
8
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Rasulullah saw itu. Rupanya puasa
dimaksudkan untuk melembutkan hati kita.
Segumpal darah dalam jiwa manusia itu
memiliki peranan penting dalam kehidupan.
Nabi Muhammad menegaskan bahwa hatilah
yang menentukan baik-buruk perilaku manusia.
Jika hati kita baik, maka baik pula
seluruh tindak tanduk, tutur kata, dan sikap
kita. Sebaliknya, jika hati ini buruk, maka setiap
ucapan dan perbuatan kita hanya membawa
kerugian bagi diri dan orang lain.
Nah, berpuasa di bulan Ramadhan akan
menyeting ulang program hati kita. Selama ini,
banyak hati manusia yang sudah beku, bahkan
mati. Kondisi tersebut akibat kebiasaan manusia
memperturutkan hawa nafsu. Pelan-pelan kita
mengabaikan suara hati saat berlomba
memperebutkan nikmat duniawi.
Demi kekuasaan, kita tega
membungkam hati yang setia mengingatkan
pada nilai-nilai kemanusiaan. Agar dapat
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, kita
rela mengubur hati dengan membenarkan sikap
egois yang kita lakukan. Karena hati sering
dilecehkan, hati mengeras dan tidak bisa
menerima kebenaran yang datang dari ALLAH
swt.
9
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Jika kondisi tersebut tidak dihiraukan,
akhirnya hati menjadi mati. Manusia lalu
bertindak tanpa pertimbangan kata hati.
Lantas, apa makna kenikmatan orang
berpuasa yang dimaksud oleh hadits di atas?
Ternyata terdapat nikmat yang besar di balik
kemampuan mengendalikan diri. Menahan
makan, minum, dan pelampiasan nafsu lainnya
akan membawa kita pada kenikmatan. Ya, puasa
memang tidak mematikan keberadaan nafsu
dalam diri kita. Nafsu-nafsu itu memang tidak
bisa dibunuh karena saya yakin ada manfaat di
balik keberadaannya. Selama berpuasa, kita
dituntut untuk berlatih mengendalikannya. Jika
terkendali, kita akan dapat merasakan manfaat
setiap nafsu yang Allah karuniakan. Hal tersebut
telah kita rasakan setiap berbuka puasa.
Berpuasa sehari tentu mengajarkan kita
tentang rasa haus dan lapar. Dua rasa itu
menjadi sahabat setia para dhuafa. Dengan
berpuasa, kita dapat merasakan apa yang
mereka rasakan. Dari sini akan muncul sikap
empati terhadap kondisi mereka. Sikap mental
positif ini akan diikuti sikap mental positif lain.
Kita menjadi lebih ramah terhadap
orang lain. Penghormatan yang tulus kita
10
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
berikan kepada orang-orang di sekitar kita.
Kasih sayang kita tebarkan pada mereka yang
lebih papa. Hati pun akan mendorong kita untuk
berbagi bahagia walau hanya melalui seutas
senyuman.
Ketika perilaku kita penuh dengan
kebajikan, saat itulah kita tengah memandang
wajah Tuhan. Allah swt adalah dzat yang
menguasai keagungan cinta. Lantaran kasih
sayang yang disebarkan manusia, kita dapat
merasakan betapa agung cinta yang Allah
anugerahkan.
Kita dapat melihat wajah Tuhan di balik
senyuman hangat, sapaan tulus, dan solidaritas
yang ditunjukkan oleh orang-orang yang
berpuasa. Tidak heran jika Allah mengambil
analogi bahwa bau mulut orang yang berpuasa
jauh lebih harum daripada bau minyak kasturi.
Wisata ruhani yang tengah kita jalani
sekarang sungguh sangat menentramkan jiwa.
Karena besarnya rahasia yang ada di balik
puasa, Allah swt sendiri yang akan menilai
upaya setiap muslim dalam menjalankan
perintahNya tadi.
11
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Berapa
Nilai Diri
Anda?
Barangkali ada yang mengukurnya
dengan jumlah materi yang ingin diterima.
Patokannya hanya sebatas penilaian kita atas
potensi dan kemampuan yang ada dalam diri
kita. Dari pemikiran ini lahirlah sederet angka
yang menurut kita layak diterima sebagai ganti
dari kerja yang kita lakukan.
Selanjutnya, apabila nilai yang diberikan
itu kurang dari yang kita maui, biasanya kita
merasa enggan melaksanakan kerja tadi.
Kualitas kerja kita turunkan. Lambat-laun kita
hentikan kontrak kerja tersebut karena dianggap
tidak lagi menguntungkan. Berlandaskan
pertimbangan tadi, lahirlah berbagai bentuk
kegiatan perdagangan guna memenuhi
kebutuhan hidup manusia.
Bagaimana jika motivator kita bukan
benda, manusia, atau jabatan? Maksud saya,
12
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
bagaimana jika kali ini kita berdagang dengan
Tuhan. Dialah yang menguasai segala aspek
kehidupan kita. Bagi orang yang beriman, Tuhan
juga tempat meminta segala pengharapan.
Apakah kita juga akan dirugikan olehNya?
Padahal dalam al Qur‟an, Allah swt
menegaskan sifatNya yang Mahaadil. Tidak akan
ada orang yang rugi berdagang dengan Allah.
Jika Allah menjanjikan keuntungan 1000
kebaikan, maka orang yang memenuhi
syaratNya akan menerima keuntungan tersebut
utuh. Tidak ada pajak, komisi, atau uang terima
kasih yang harus kita haturkan padaNya. Anda
yakin tentang hal tersebut, bukan?
Berbekal keyakinan tesebut, mengapa
kita tidak manfaatkan peluang emas Ramadhan
untuk mendulang pahala sebanyak mungkin?
Ingatlah, bahwa kita harus selalu berpacu
dengan waktu di dunia ini. Waktu untuk berbuat
kebajikan ada batasnya. Wujudnya berupa
kematian. Ketika kita sampai di batas tersebut,
maka kita tidak bisa menundanya walau sesaat.
Senyampang kekuatan dan kesempatan
itu ada di tangan, mari lakukan kebajikan.
Metode ini diyakini ampuh untuk meningkatkan
nilai diri kita di hadapan Allah swt. Mengapa?
Karena Allah swt telah menentukan aturan
13
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
mainnya: bukan harta, keturunan, atau
kedudukan yang membuat manusia mulia di
sisi Allah. Kemuliaan manusia diukur dari
besarnya kemanfaatan yang dia berikan bagi
sesama.
14
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Bantu
Si Kecil
Berpuasa
Puasa bukan halangan bagi orang tua
untuk bermain dengan si kecil. Bukankah
aktivitas orang yang berpuasa sama dengan
aktivitas yang kita lakukan di luar bulan puasa?
So, sebenarnya kita bisa tetap meluangkan
waktu untuk bermain dengan anak. namun,
bentuk permainannya perlu dipilih agar tidak
mengganggu puasa Anda bersama si kecil.
Apabila Anda dan anak Anda senang
bermain di luar rumah, usahakan untuk memilih
permainan yang tidak terlalu melelahkan.
Apalagi jika anak Anda juga sedang belajar
berpuasa.
Kira-kira permainan apa yang bisa
dilakukan bersama anak saat berpuasa?
Barangkali beberapa permainan berikut dapat
Anda lakukan di sore hari sambil menunggu
waktu berbuka.
15
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
1. Bersepeda keliling rumah Banyak orang memilih mengisi waktu
sorenya dengan olah raga ringan seperti
bersepeda. Sensasi naik sepeda dengan
santai dipercaya akan membawa suasana
hati bahagia bagi pelakunya. Barangkali
karena tenaga yang dikeluarkan untuk
melakukan olahraga ini relatif kecil.
Selain itu, bersepeda akan melatih
kebugaran otot tubuh kita. Kaki kita
mengayuh pedal. Tangan lurus memegang
kemudi sepeda. Sementara bibir tidak
berhenti tersenyum bagi tetangga dan
kenalan yang dijumpai di jalan.
2. Berjalan-jalan di taman Tanaman menghasilkan oksigen yang
membuat kita merasa segar saat berada di
sekitarnya. Di taman, kita dapat menghirup
oksigen sepuasnya dengan gratis. Berjalan-
jalan ke taman, selain untuk menikmati
keindahannya, juga dapat Anda gunakan
untuk membangun hubungan batin yang
erat dengan si kecil.
3. Menyiram tanaman Kita sebaiknya memanfaatkan setiap sudut
rumah dengan meletakkan tanaman yang
dapat menyejukkan pandangan. Keberadaan
16
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
tanaman hias di sekeliling rumah akan
menambah keasrian rumah kita. Untuk itu,
kita perlu merawatnya dengan cermat.
Waktu sore sangat tepat Anda gunakan
untuk melakukan perawatan taman rumah
Anda. Bersama si kecil, Anda bisa
mengajaknya menyirami tanaman,
mencabuti rumput liar yang tumbuh dalam
pot, atau memotong bagian pohon yang
layu. Air yang dia siramkan akan memberi
sensasi kesegaran baginya yang tengah
berjuang menuntaskan puasa.
4. Membacakan buku cerita Bercerita juga bisa dipilih untuk mengisi
waktu luang Anda. Beri kesempatan si kecil
untuk memilih buku cerita yang ingin
dibacakan. Pilihlah tempat yang nyaman.
Selanjutnya, Anda bacakan isi buku
tersebut. Selama membaca cerita, jangan
lupa untuk menyisipkan pesan-pesan moral
yang penting bagi mereka. Niscaya, acara ini
akan membawa kebahagiaan bagi Anda
semua.
17
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Nikmat
Berbuka,
Nikmat
Pengendalian
Diri
Bagi orang berpuasa, berbuka
merupakan kenikmatan yang luar biasa. Setelah
sehari menahan diri dari pemenuhan nafsu
ragawi, berbuka terasa begitu melegakan. Tidak
heran jika sebagian kita merasa perlu
menyiapkan menu istimewa untuk berbuka. Ada
yang pergi ke restoran terkenal. Ada yang
memasak sendiri hidangan istimewa bagi
keluarga. Namun ada juga yang memilih
hidangan sederhana asal bergizi.
Terlepas dari apapun menu berbuka
yang Anda pilih, sebenarnya kita disodori satu
hikmah sederhana. Jika kita mampu
mengendalikan diri, kita akan merasakan
nikmat yang sungguh besar. Tengoklah tindakan
18
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
kita menahan keinginan makan dan minum di
saat berpuasa. Ternyata kita bisa merasakan
kebahagiaan yang indah saat berbuka. Tidak
heran jika dalam kondisi itu, segelas air putih
pun terasa begitu melegakan. Saking leganya,
sampai-sampai kita merasa tidak perlu
menghabiskan semua hidangan yang sudah
tersaji di meja.
Bagi saya, nikmatnya berbuka puasa
menunjukkan pada kita kunci menciptakan
kebahagiaan hidup. Agar hidup selalu terasa
indah, kita harus bisa mengendalikan hawa
nafsu. Dengan cara ini, setiap pemberian Allah
swt sekecil apapun akan bernilai luar biasa bagi
kita.
Dari sini kita termotivasi untuk selalu
bersyukur kepadaNya. Anda pun pasti tahu efek
syukur tadi. La insyakartum, la azii danakum.
Wala inkafartum, inna ‘adzabi la syadid. Allah
swt akan menambahkan anugerah yang lebih
besar bagi kita. Bukankah ini yang selalu kita
harapkan?
19
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Keinginan
Tak Selalu
Yang Kau
Butuhkan
Inilah alasan yang paling logis
disampaikan untuk menentramkan batin kita
ketika gagal meraih sesuatu yang diinginkan.
Memang banyak keinginan yang kita
tumbuhkan. Setiap saat pun terus bertambah.
Melihat orang lain beli sesuatu, langsung
tumbuh keinginan kita untuk memiliki barang
yang sama. Waktu berjalan-jalan kita melihat
baliho iklan produk baru. Kita pun ingin segera
memiliki barang tersebut. Menonton televisi pun
menumbuhsuburkan keinginan dalam hati.
Saya sempat merasa heran dengan
keinginan saya yang selalu bertambah. Mengapa
bisa sebanyak ini? Setelah saya mengambil jarak
dari pusaran keinginan itu, saya pun
menemukan pemicunya. Menurut saya,
keinginan berkembang bak jamur di musim
20
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
hujan karena saya memberi nilai terlalu tinggi
untuk setiap barang yang diinginkan.
Ambil contoh pengalaman pribadi saya.
Sewaktu teman saya membeli laptop, saya pun
langsung ingin memiliki barang yang sama.
Sekian lama pikiran saya terbebani oleh
keinginan tadi. Saya ingin mempunyai laptop
karena itu akan sangat membantu dalam
bekerja. Sebagai penulis, saya ingin setiap saat
dan setiap waktu bisa menuangkan apa yang
terlintas dalam benak. Apalagi saya juga tengah
membangun jaringan dengan orang-orang yang
bervisi saya di dunia maya. Dengan laptop saya
akan bisa melakukan hal tersebut. Itulah dasar
pemikiran yang mengobarkan keinginan saya.
Setiap keinginan yang terus dipelihara
akan menggerakkan alam bawah sadar untuk
mewujudkannya. Begitulah nasihat yang pernah
saya terima. Karena sering saya pikirkan,
akhirnya keinginan punya laptop sering muncul
dalam obrolan saya dengan istri. Akan tetapi,
lama-lama istri saya kesal juga. Terlebih ketika
saya menyinggung batalnya membeli laptop
karena uang hasil menulis buku terpakai untuk
keperluan keluarga yang lain.
Karena teguran istri, saya mencoba
memikirkan ulang keinginan tersebut. Seberapa
21
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
penting laptop bagi kehidupan saya? Apakah
fungsinya masih bisa digantikan oleh komputer
yang sudah ada?
Mulailah saya merekonstruksi
pemikiran saya tentang keinginan tadi. Saya
harus realistik, makanya saya berusaha jujur
dalam menjawab pertanyaan yang saya ajukan.
Ternyata saya masih bisa bekerja
sebagai penulis walau tanpa laptop. Ini
disebabkan karena saya diberi fasilitas komputer
di meja kerja. Jika ingin menulis di rumahpun,
saya bisa menggunakan komputer yang ada. Di
rumah dan kantor saya tetap bisa menulis.
Saya pun harus menguji asumsi-asumsi
yang saya munculkan. Pertama, saya perlu
laptop karena supaya saya bisa bekerja saat
tugas luar kota. Asumsi ini sekarang sudah tidak
berlaku lagi. Pindahnya saya ke divisi R&D
membuat saya lebih banyak berada di ruangan.
Saya sudah tidak berhubungan langsung dengan
para penulis di luar kantor. So, semakin kecil
kemungkinan saya mendapat tugas luar kota.
Apalagi berdasarkan pengalaman, saya pun
selama ini tidak sempat menulis selama dinas
luar. Jadi asumsi pertama itu patah.
22
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Kedua, saya perlu laptop agar saya bisa
bekerja saat pulang kampung. Setelah ada kereta
prameks, saya memang sering pulang kampung.
Karena mudah mengakses layanan ini, hampir
setiap acara keluarga saya berusaha ikuti. Nah,
pada waktu di kampung, ternyata saya lebih
banyak menghabiskan waktu untuk berkumpul
bersama orang tua dan sanak saudara. Saya
nyaris tidak menggunakan sebagian waktu
mudik untuk menulis. Sementara untuk sekedar
menyapa teman-teman di dunia maya bisa saya
lakukan menggunakan handphone.
Dari sini saya menyimpulkan bahwa
saya ternyata belum membutuhkan laptop.
Fungsinya sebagai alat kerja masih bisa diambil
alih oleh dua komputer yang ada di kantor dan
rumah. Setelah berpikir objektif tadi,
alhamdulillah sekarang keinginan itu sudah
tidak membebani pikiran.
Barangkali Anda pernah merasakan
beratnya menggendong keinginan. Ketika
keinginan itu semakin membebani benak kita,
cobalah untuk menurunkannya dari gendongan.
Pandanglah keinginan itu dengan seksama, lalu
jawablah dengan jujur seberapa besar nilai
barang tersebut bagi kehidupan kita.
23
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Kesadaran akan arti barang tersebut,
memudahkan kita mengambil sikap yang tepat.
Jika suatu keinginan nampak berkilau karena
manfaat abstrak yang akan kita dapatkan
(misalnya gengsi), lebih baik Anda tinggalkan
keinginan tadi. Gunakan energi Anda untuk
menyelesaikan urusan lain yang lebih penting.
Sebaliknya, jika dialog jujur Anda
menyimpulkan barang tersebut harus ada agar
kehidupan Anda berjalan lancar, berarti
keinginan itu sudah naik status menjadi
kebutuhan. Mau tidak mau, Anda harus
berusaha memenuhinya.
Berkaitan dengan kebutuhan, kita harus
lebih banyak bersyukur. Tanpa kita sadari,
sebenarnya Allah swt sudah memenuhi setiap
kebutuhan hidup kita. Oksigen tersedia secara
cukup bagi kita tanpa kita harus memintanya.
Jantung, hati, otak, dan semua organ tubuh kita
bekerja normal tanpa kita harus memintanya.
Begitu pula kebutuhan akan rasa aman,
pertemanan, dan keharmonisan.
Ternyata jauh lebih banyak kebutuhan
yang sudah disediakan Allah swt bagi kita tanpa
harus memintanya secara rinci. Kalau sudah
demikian, maka nikmat apa lagi yang berasal
24
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
dari Tuhanmu yang engkau dustakan? Fabi ayyi
alaa irobbikuma tukaddzibaan.
25
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Cintailah
Dengan
Sewajarnya
„Cintailah apa yang kau cintai dengan sewajar-
nya, sebab sesungguhnya suatu ketika yang
kamu cintai itu akan meninggalkanmu.‟
Begitulah salah satu pesan yang Jibril
sampaikan kepada Nabi Muhammad saw.
Walaupun pesan tersebut disampaikan kepada
Rasulullah, namun esensi pesan tadi juga ber-
laku bagi semua umat manusia. Artinya, hikmah
pesan itu melampaui masa dan tetap konteks-
tual hingga akhir zaman nanti. Sekarang, bagai-
mana kita dapat menerapkan hal tersebut
sebagai panduan hidup?
Barangkali kita perlu mengenali hal-hal
yang kita cintai terlebih dahulu. Allah swt per-
nah berfirman dalam al qur‟an tentang hal ini.
Dalam pandangan manusia, harta benda, kekua-
saan, wanita, dan keturunan nampak sangat
indah. Karena pemikiran tersebut, manusia
26
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
berusaha untuk memilikinya sebanyak mungkin.
Sayangnya, hal-hal tadi tidak tersedia seimbang
dengan jumlah manusia di dunia.
Perhiasan dunia itu harus diperebutkan
untuk dapat memilikinya. Nah, di sinilah mulai
muncul masalah. Adanya nafsu sebagai piranti
dasar dalam tubuh manusia mendorong kita
mengerahkan segala daya untuk memiliki per-
hiasan dunia sebanyak-banyaknya. Tindakan
yang dilakukan pun sering melanggar aturan
hidup. Akibatnya, hak-hak orang lain terampas
dengan sengaja maupun tidak.
Gara-gara ingin memiliki handphone,
seorang pemulung mencurinya dari teras rumah.
Cinta yang ditolak membuat seorang laki-laki
nekat menggagahi wanita yang dia kejar. Sikap
terlalu sayang kepada anak mendorong seorang
ibu bertindak overprotective. Itu hanya sebagian
contoh yang bisa kita jumpai.
Perilaku „cinta buta‟ tidak hanya mem-
bawa kerugian dalam hubungan antarpribadi.
Pada tataran kehidupan bermasyarakat, perilaku
ini juga akan membawa kerugian bagi orang-
orang di sekitarnya. Contohnya, sikap destruktif
para pendukung calon pimpinan daerah. Karena
jagonya kalah dalam pilkada, massa pendukung
merusak fasilitas umum. Mereka juga menye-
27
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
rang pihak lain yang dianggap merugikan. Tin-
dakan tersebut tentu saja melanggar hak-hak
orang lain.
Di sinilah kita perlu bertindak cerdas
guna mengontekstualkan hikmah di balik pesan
Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw.
Kita harus memiliki kendali atas nafsu yang
sudah terinstall dalam jiwa kita. Kita harus
sadar batas-batas perilaku yang diizinkan guna
meraih semua yang kita inginkan. Kesadaran ini
menjadi rem agar perilaku kita tidak melampaui
batas. Hak-hak orang lain pun tidak kita
langgar.
Lantas, apa yang diperlukan untuk
memiliki pengendalian diri yang kuat? Dalam
pemikiran saya, kita tidak boleh mengabaikan
kata hati. Hati akan mengingatkan kita tentang
aturan hidup yang telah ditetapkan Allah swt.
Berdialog dengan hati perlu kita lakukan
supaya usaha meraih perhiasan dunia tetap
sesuai dengan panduan Allah. Jika sering
berdialog dengan hati, kita menjadi lebih peka
terhadap kondisi orang lain. Dengan meng-
hiraukan suara hati, kita akan bisa bertindak
adil, tepat, dan tidak merusak keseimbangan
tata kehidupan di alam semesta.
28
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Mendengarkan suara hati akan
mengingatlan kita bahwa dunia ini hanyalah
permainan belaka. Segala perhiasan dunia yang
susah payah kita perjuangkan lalu kita pertahan-
kan mati-matian toh tidak akan menyertai
perjalanan panjang kita menghadap Sang
Khalik. Maka, sepatutnya kita berusaha memili-
kinya dengan cara yang benar agar barokahnya
tidak hilang.
Perhiasan dunia yang memiliki barokah
besar akan mendorong kita untuk lebih tekun
mendekat kepada Allah. Sebaliknya, perhiasan
dunia yang tidak mengandung barokah, justru
akan menjauhkan diri kita dari Allah swt.
Naudzubillahi min dzalik.
29
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Di Bawah
LangitMu
Kami
Bentangkan
Sajadah
Fasilitas yang terbatas bukan halangan
bagi warga perumahan tempat saya untuk
menuai pahala ramadhan. Ya, walaupun
perumahan sudah memasuki tahun kedua aktif
dihuni, namun keberadaan masjid masih samar-
samar. Katanya, sih, sudah ada rencana posisi
masjid di sini. Namun, setiap kali warga
menanyakan posisi itu, pengembang tidak bisa
menunjukkannya secara pasti. “Belum pasti,
pak, karena master plan-nya masih terus
disempurnakan.” Begitu kilah mereka.
Keberadaan masjid sangat kami
perlukan untuk dapat melaksanakan sejumlah
kegiatan. Anak-anak kami perlu tempat untuk
belajar memahami al qur‟an. Sebagai awalan,
30
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
saat ini mereka belajar al quran dua kali dalam
sepekan. Ibu-ibu pun tidak mau ketinggalan.
Mereka juga mengadakan majelis taklim sebulan
sekali. Begitu pula bapak-bapaknya. Selama ini
warga memanfaatkan rumah yang dipinjamkan
oleh pengembang.
Pada Ramadhan 1431 H, warga peru-
mahan sepakat mengadakan kegiatan tarawih
bersama. Inilah puasa pertama yang akan
dijalani sebagian besar warga kompleks saya.
Tentu saja kami berharap dapat menjalan-kan
ibadah dengan penuh semangat.
Bukan tanpa alasan jika tarawih bersa-
ma disepakati oleh sebagian besar warga.
Pertama, karena bulan puasa bulan mendulang
pahala dari ALLAH swt. Kami berharap dapat
memanfaatkan kesempatan emas ini untuk lebih
dekat padaNYA. Kedua, meneladankan motivasi
beribadah pada anak-anak kami. Ketika melihat
bapak-ibunya sholat tarawih berjamaah, sema-
ngat beribadah anak-anak pun akan ikut
bergelora. Inilah contoh simpel keteladanan
yang kami maksudkan. Ketiga, menjaga
keamanan lingkungan. Kompleks perumahan
kami tidak berbentuk kluster. Belum ada regu
satpam yang berjaga di tiga pintu masuk.
Penghuninya pun baru sekitar 30-an orang.
Dengan kondisi yang terbuka tentu mudah bagi
31
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
orang berniat jahat untuk masuk ke kompleks
perumahan. Berdasarkan informasi, tidak jarang
pelaku kejahatan menjalankan aksinya saat
rumah dalam keadaan kosong karena ditinggal
beribadah. Jika menggelar tarawih bersama di
dalam kompleks, niscaya faktor-faktor penarik
terjadinya kejahatan dapat dieliminir.
Permasalahannya rumah yang dipin-
jamkan pengembang dinilai tidak bisa diguna-
kan. Rumah itu terlalu sempit. Duh, gimana
nih?
Bermodalkan semangat dan kebersa-
maan, kami sepakat memanfaatkan lahan paling
representatif yang ada. Bukan lapangan, karena
bakal lapangannya masih berupa gerumbul
semak-semak. Lantas apa? Jalan kompleks.
Inilah tempat yang paling tepat dipilih.
Terbentang sepanjang kompleks, lebarnya 4
meter, dan sudah dipaving. Jadi, bisa memuat
banyak orang dan tidak jeblok saat hujan.
Akhirnya, sebuah tenda biru kami
dirikan. Tenda itu bekas sumbangan waktu
gempa melanda Klaten di Mei 2006 dulu.
Ukurannya yang 4x4 meter masih bisa ber-
tambah karena setiap sisinya bisa direntangkan.
32
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Tikar-tikar digelar. Bahkan, sebuah
spanduk plastik bekas background acara wisuda
pascasarjana juga kami manfaatkan sebagai alas
sholat. Di sinilah warga perumahan kami
menyelenggarakan tarawih.
Ada nuansa lain yang saya rasakan saat
sholat di tempat terbuka. Kami tidak terasa
gerah karena angin leluasa menyapa. Tidak
bakal keringatan walau imam tarawih ngebut.
Selain itu, bisa merasakan suasana
alam. Bintang dan bulan bisa kami saksikan
dengan jelas. Titik-titik terang itu begitu indah
menghiasi langit malam yang pekat. Sungguh
besar kekuasaan ALLAH, Sang Khalik. Inilah
waktu yang tepat untuk lebih memahami
ayatNya: sungguh di balik penciptaan langit dan
bumi, dan bergantinya malam dan siang,
terdapat tanda-tanda bagi ulil albab (orang yang
berpikir). Yaitu orang-orang yang selalu
mengingat Allah ketika dia berdiri maupun
berbaring, dan selalu berpikir tentang
penciptaan langit dan bumi. Mereka lalu
berkata,” Rabbana, ma khalaqta hadza bathila,
subhanaka, wa qina ‘adzaabannaar.”
33
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Fb for
Dakwah
Apa yang Anda pikirkan? Begitulah
pertanyaan pancingan yang muncul setiap kita
masuk dalam beranda facebook. Ini pertanyaan
sederhana, tapi jawabannya bisa jadi tidak
sederhana. Bahkan sering kali saya termenung
sejenak untuk dapat menjawab pertanyaan tadi.
Muncullah pertanyaan, “Sebaiknya aku menulis
apa, ya?”
Otak saya lalu bekerja menyeleksi satu
dari tumpukan pengalaman harian saya. Saya
pilih pengalaman yang berkesan dalam dan bisa
memancing komentar teman-teman. Bagaima-
napun, komentar teman bermakna dalam. Bagi
facebooker, komentar dapat dimaknai sebagai
bentuk perhatian teman kepada kita. Tentu
Anda ingin mendapat banyak komentar dari
teman saat meng-update status, bukan?
Jika pengalaman harian tidak ada yang
berkesan, berarti muncul masalah bagi saya. Apa
yang harus saya tulis, nih? Cara yang paling
mudah adalah membaca tulisan-tulisan orang
34
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
lain. Dari sini biasanya muncul ide tulisan.
Mungkin berupa tanggapan atas tulisan teman.
Mungkin berupa paparan lain dari satu tema
yang telah diangkat tadi. Intinya, supaya bisa
menulis, kita harus banyak membaca.
Supaya menarik, postingan harus
bergizi. Status yang bagus akan membawa
manfaat bagi orang yang membacanya. Dari sini
saya berpikir bahwa kita bisa menggunakan fb
sebagai sarana dakwah. Ini media yang tepat
untuk saling bekerja sama dalam melakukan
kebajikan. Di sisi lain, juga sarana untuk
bersama-sama mencegah diri dari perbuatan
buruk.
Ketika ada pembaca yang tergerak
hatinya setelah membaca status kita, maka kita
pun telah berinvestasi kebaikan. Insya Allah kita
mendapat pahala sebagaimana orang yang
melakukan kebajikan tersebut. Fastabiqul
khoirat. Mari manfaatkan fb untuk dakwah.
Unggah status yang bergizi dan dapat
memotivasi teman kita berbuat kebajikan.
35
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Awas,
Terjebak
Ritual
Ramadhan!
Euforia ramadhan sudah mereda. Gegap
gempita yang mengekspresikan kebahagiaan
menyambut datangnya bulan penuh barokah ini
tidak lagi terasa sekuat kemarin. Tidak percaya?
Coba perhatikan kondisi masjid di lingkungan
Anda. Seberapa jauh kemajuan yang terjadi?
Maksud saya, apakah kondisi shof
jamaah sholat masih seperti pekan lalu? Waktu
itu hampir setiap masjid dipenuhi orang yang
ingin melaksanakan sholat tarawih berjamaah.
Sampai-sampai takmir memasang tenda di
halaman masjid agar jamaah yang membludak
itu tidak kehujanan. Sekarang Anda bandingkan
kondisinya. Ternyata sebagian masjid sudah
mengalami kemajuan. Tenda-tenda sudah tidak
lagi berisi jamaah. Bahkan di barisan belakang,
tersedia cukup ruang bagi anak-anak usil untuk
menggelar perang-perangan.
36
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Jumlah jamaah sholat subuh pun
menyusut. Tampaknya tinggal menghitung hari
saja untuk melihat kembalinya kondisi masjid
pada keadaan „normal‟ -kondisi di luar bulan
ramadhan-.
Menyusutnya barisan sholat juga
berimbas pada berkurangnya peserta tadarus al
qur‟an. Di awal ramadhan, kita yang enggan
membaca al Qur‟an -karena „grothal-grathul‟
mengejanya- masih bersedia menyimak
pembacaannya oleh orang lain. Namun lama-
lama menyimak pun terasa melelahkan.
Daripada bengong, banyak yang memilih
melipat sajadah lalu menonton aksi para bintang
di televisi.
Fenomena semacam ini selalu terulang
setiap Ramadhan. Dari hari ke hari, peserta
pelatihan kamp Ramadhan tereliminasi.
Mengapa bisa terjadi?
Menurut saya, hal itu terjadi sebagai
akibat terjebaknya jiwa kita pada ritual
Ramadhan. Kita menjalankan ibadah karena
banyak orang melakukannya. Kita berpuasa
Ramadhan karena teman-teman berpuasa. Kita
sholat tarawih berjamaah karena tetangga
berbondong-bondong pergi tarawih di masjid.
37
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Kita ikut tadarus al qur‟an karena malu dianggap
bukan orang sholih.
Besarnya faktor eksternal yang
memengaruhi motivasi ibadah kita membuat
setiap tindakan kita tidak melibatkan hati.
Nyaris tidak ada alasan transendental yang
menghubungkan jiwa kita dengan Allah swt.
Rubuh-rubuh gedhang. Begitu ungkapan orang
Jawa untuk menggambarkan kondisi tersebut.
Lantas, siapa orang yang tidak terjebak
pada ritual Ramadhan? Mereka ialah orang-
orang yang mampu menangkap hikmah
Ramadhan. Mereka inilah orang yang selalu
merindukan Ramadhan.
Kerinduan tersebut bukan tanpa alasan.
Ramadhan itu bulan yang istimewa. Di
penghujung Ramadhan Allah swt menjanjikan
kemenangan yang besar bagi umat manusia.
Wujudnya berupa pembebasan seorang hamba
dari api neraka. Barang siapa yang bisa
memanfaatkan peluang emas ramadhan untuk
mendekat kepada Allah swt, niscaya Allah akan
memberikan ampunan baginya dari segala dosa
yang pernah dilakukan. Kondisi bersih kita
bagaikan kondisi bayi yang baru lahir.
38
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Nah, para perindu Ramadhan
menyadari betapa besar dosa yang dia perbuat
selama ini. Mumpung bertemu Ramadhan,
mereka berusaha menggapai ampunan Allah swt
melalui jalan takwa. Mereka berusaha
mengerjakan segala yang diperintahkan Allah
swt, dan menjauhi segala yang dilarangNya.
Motivasi yang mereka miliki menguatkan diri
untuk tekun memanfaatkan setiap hembusan
nafas dengan ibadah.
Bagaimana halnya dengan diri kita?
Apakah kita berharap dijauhkan dari api neraka
oleh Allah swt? Jika iya, kita perlu mengubah
pola pikir kita tentang Ramadhan. Mari pahami
Ramadhan sebagai peluang emas untuk
mendapatkan ridho Allah swt. Ingatlah, kita
tidak tahu apakah masih akan diberi
kesempatan bertemu Ramadhan mendatang.
Siapa tahu ini Ramadhan terakhir yang kita
miliki. Oleh karena itu, syukurilah kesempatan
emas ini dengan meningkatkan kualitas
ketakwaan kita. Caranya, dengan selalu
melibatkan hati dalam setiap ibadah dan
muamalah yang kita lakukan. Luruskan niat
setiap akan melakukan kebajikan. Niscaya setiap
langkah kita menjadi langkah untuk mendekat
kepada Allah swt. Waspadalah! Jangan biarkan
jiwa kita terjebak pada perangkap ritual
Ramadhan.
39
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Puasa,
Peluang
Mengubah
Diri
Selama ini umat muslim meyakini
bahwa ada kuasa Allah sebagai penentu akhir
dari usaha yang kita lakukan. Allah bisa dengan
mudah menentukan keberhasilan suatu upaya
manusia. Sebesar apapun upaya yang kita
lakukan, jika tidak diizinkan Allah untuk terjadi,
niscaya tidak akan bisa terjadi.Iinilah logika
yang mendasari upaya kita berdoa, memohon
kepada Allah.
Dalam bulan Ramadhan, terdapat saat-
saat yang diijabahi oleh Allah. Apabila kita
berdoa pada saat-saat tersebut, kemungkinan
besar akan dikabulkan olehNya. Tahukah Anda
saat-saat ijabah itu?
1. Waktu berbuka puasa
Saya biasa berdoa pada saat buka puasa.
Ini salah satu waktu favorit untuk berdoa. Tidak
40
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
ada yang menghalangi sampainya doa kita
kepada Allah swt. Saya yakin banyak sekali
keinginan yang memenuhi benak kita. Selain
keinginan, juga kebutuhan hidup yang terus
bertambah.
Nah, saat berbuka harus dimanfaatkan
untuk berdialog dengan Allah. Mari kemukakan
keinginan dan kebutuhan hidup kita padaNya.
Insya Allah harapan tersebut akan terwujud.
2. Waktu sehabis sholat
Apa perlu berdoa sehabis sholat?
Pertanyaan ini pernah dilontarkan seorang
teman. Menurutnya, sholat itu sudah berisi
segala permohonan terbaik yang kita ajukan
pada Allah. Permohonan tersebut terangkai
dalam bacaan-bacaan sholat dari takbiratul
ikram sampai salam. Kata teman tadi, semua
pengharapan kita sudah terangkum di dalamnya
sehingga kita tidak perlu menambahinya dengan
doa yang lain.
Okelah jika dia berpikir demikian. Akan
tetapi, saya tetap lebih mantap jika bisa
mengajukan permintaan khusus saya kepada
Allah lewat doa. Bukan berarti Allah tidak tahu
kebutuhan hidup kita. Namun, Allah ingin
melihat seberapa besar pengharapan kita
kepadaNya. Ketika kita berdoa, memohon
41
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
pertolongan Allah untuk dapat memenuhi
keperluan hidup kita, menurut hemat saya ini
satu bukti kuat bahwa kita punya pengharapan
yang sangat besar padaNya. Artinya, kita
mengakui ketidakberdayaan diri ini dalam
mewujudkan harapan. Tanpa pertolongan Allah,
mustahil apa yang kita usahakan dapat berhasil.
3. Sepertiga malam terakhir
Setiap dini hari kita bangun untuk
makan sahur. Saat itulah ujung dari sepertiga
malam terakhir. Allah swt menegaskan bahwa
waktu tersebut sebagai masa emas untuk
memohon kepadaNya. So, mari manfaatkan
waktu makan sahur untuk berdoa pula.
Mohonlah segala yang menjadi kebutuhan hidup
kita. Niscaya Allah akan mengabulkannya.
4. Waktu antara dua khutbah jumat
HariJjumat umat muslim diwajibkan
sholat jumat. Seluruh perniagaan ditinggalkan
sejenak untuk menunaikan kewajiban ini. Nah,
ada yang istimewa dalam ibadah sholat jumat.
Ternyata waktu antara dua khutbah umat
merupakan saat yang makbul untuk berdoa.
Ketika khotib duduk di antara dua khutbah,
berdoalah kepada Allah. Mohonlah hal-hal yang
menjadi harapan kita. Saat itu, terbuka tabir
42
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
yang membuat jarak antara kita dengan sang
pencipta.
Kombinasi antara usaha dan doa
menjadi syarat terpenuhinya harapan kita.
Mumpung kita berjumpa bulan Ramadhan,
manfaatkan setiap relung waktunya untuk
berikhtiar mewujudkan harapan. Gunakan
waktu-waktu ijabah untuk berdoa kepadanya.
Inilah rahasia banyak orang dapat mengubah
nasib diri dan keluarganya menjadi lebih baik.
Bukankah Allah menyuruh kita memohon
kepadaNya? Bahkan Allah menyebut makhluk
yang tidak berdoa itu sombong.
43
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Hari Ini
Istimewa
Bagi Kami
“Selamat hari jadi, Yah.” Senyum manis
terlukis di wajah cantik itu. Binar kebahagiaan
memancar dari matanya yang indah. Saya pun
berusaha memberikan senyuman setulus hati
bagi wanita yang setia bersama membangun
mahligai rumah tangga.
Ini memang hari istimewa bagi kami.
Enam tahun yang lalu kami mengikat janji
untuk menyempurnakan separuh agama.
Tanggal 3 Agustus 2005 jatuh di hari Rabu. Kini
tanggal dan bulan yang sama jatuh pula pada
hari Rabu. Di pekan pertama bulan Ramadhan
pula. Sungguh suatu kebetulan yang sangat
indah untuk dikenangkan.
Pikiran saya mencoba menyusuri
kembali jejak perjalanan kami berdua.
Hubungan ini berawal dari keisengan teman
mengenalkan saya lewat telepon. Saat itu teman
saya bekerja di tempat yang sama dengan gadis
44
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
itu. Upaya saling mengenal pribadi masing-
masing kami lanjutkan via email dan
handphone. Inilah sarana yang kami pilih untuk
mendekatkan jarak ratusan kilometer antara
Jakarta dan Klaten. Pemikiran yang dia
lontarkan dalam sejumlah obrolan semakin
memantapkan niat saya unuk menikah
dengannya. Saya merasa telah mendapatkan
jawaban atas doa yang sekian lama saya
mohonkan kepada Allah swt.
Sejumlah peristiwa menghiasi
perjalanan rumah tangga kami. Satu persatu
harapan kami dipenuhi oleh Allah.
Alhamdulillah, Allah swt. menitipkan seorang
putra guna mendewasakan kami. Tingkah polah,
keceriaan, serta sikap cerdas Dzaky menghiasi
rumah kami yang sederhana. Walaupun Dzaky
masih anak-anak, kami berusaha memosisikan
dia sebagai pribadi utuh. Dengan sepenuh hati,
kami berusaha mengolah potensi yang Dzaky
miliki. Namun bukan berarti kami memanjakan
anak. Ketika harus bersikap tegas, sedapat
mungkin kami sampaikan lewat bahasa cinta.
Ternyata langkah sederhana itu mampu
menghidupkan hati Dzaky. Sikap empati selalu
dia tunjukkan kepada teman tatkala bermain.
Dzaky juga tidak segan meminta maaf jika
berbuat salah.
45
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Peristiwa 24 Desember 2010 menjadi
ujian kedewasaan dalam keluarga kami. Selepas
sholat Jumat, saya ditabrak orang dari belakang.
Saya pun mesti menjalani operasi patah tulang
kaki kanan. Selama belasan hari saya dirawat di
rumah sakit. Istri sayalah yang selalu
mendampingi saya.
Sikap tegar dia tunjukkan agar saya bisa
melewati fase itu dengan sabar. Trauma
berkendara harus dia kalahkan agar bisa tiba ke
sejumlah apotek untuk menebus obat saya. Yang
paling berat dirasakan ialah keharusan untuk
meninggalkan Dzaky di rumah. Mengingat
selama ini Dzaky selalu bersama ibunya. Ketika
saya di rumah sakit, Dzaky hanya bertemu
ibunya di pagi hari. Itupun hanya 2-3 jam.
Untung ada nenek, bulik, dan Nada yang sengaja
datang ke Klaten untuk menemani Dzaky.
Kehadiran keluarga besar membantu anak saya
segera menyesuaikan diri dengan perubahan
keadaan.
Menginjak bulan kedelapan pasca
kecelakaan, rutinitas belum berubah. Dengan
menggunakan kruk saya melakoni aktivitas
harian. Saya berangkat kerja membonceng
teman. Sore harinya istri dan anak saya yang
menjemput. Terapi mesti saya jalani sepekan
46
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
sekali. Setiap bulan saya mesti memeriksakan
perkembangan kesehatan pasca operasi. Ke
mana-mana kami berboncengan motor bertiga.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Itulah
ungkapan yang paling tepat saya haturkan
kepada Allah swt. Enam tahun mengarungi
bahtera rumah tangga semakin menguatkan
ikatan batin kami. Dari istri, saya belajar
bersikap sabar dan optimis. Dari Dzaky, saya
bertekad menjadi ayah yang layak diteladani.
Dari orang-orang yang mencintai saya, saya
belajar tentang keikhlasan pengorbanan.
Sungguh sempurna skenario hidup yang Allah
rancang bagi kami sekeluarga.
47
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Berburu
Obralan
Akhirat
Alhamdulillah, sudah sampai di hari ke-
23 bulan Ramadhan 1432 h. Saya merasakan
waktu berlalu begitu cepat. Tahu-tahu tinggal
seminggu lagi Ramadhan ini. Padahal saya
merasa belum optimal beribadah dalam satu
bulan ini.
Ah, memang benar saran Rasulullah
dulu. Di penghujung Ramadhan, Rasulullah dan
para sahabat semakin mengetatkan ikat
pinggang untuk beribadah. Fokus mereka hanya
memanfaatkan semua sisa waktu untuk
beribadah. I‟tikaf di masjid menjadi agenda
utama. Tilawah al quran menghiasi hari-hari
mereka. Sementara shadaqah dan amal sholih
lain dipebanyak. Semua tindakan itu
dimaksudkkan untuk meraih keutamaan
Ramadhan.
Umat muslim yang berilmu meyakini
Ramadhan sebagai bulan obral ganjaran dan
48
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
ampunan Allah. Keyakinan itu lahir dari fakta
bahwa amalan ibadah di Ramadhan
dilipatgandakan oleh Allah. Yang sifatnya
sunnah bisa bernilai sebesar wajib bagi yang
melakukannya. Apalagi ada malam lailatul qadr
di sepertiga akhir bulan Ramadhan. Lailatul
qadr ditegaskan Allah sebagai malam yang lebih
bagus daripada seribu bulan. Artinya, setiap
amal kebajikan yang dilakukan di malam itu
akan diperhitungkan sebagai amalan yang
dilaksanakan selama 1000 bulan. Bukankah ini
suatu bukti mahamurah-nya Allah kepada umat
muslim?
Namun pada saat ini keyakinan
mayoritas umat muslim sudah berubah.
Ramadhan dipandang sebagai bulan obral yang
tepat untuk memuaskan nafsu materialnya.
Lihat saja fenomena banjirnya penawaran
dengan diskon besar-besaran di media massa.
Semua barang atas nama gengsi ditawarkan.
Smartphone dan busana mendominasi
penawaran. Barang-barang tersier semacam
inilah yang laris manis diserbu masyarakat.
Kita akan mudah menemukan orang-
orang berjubel mengaduk-aduk keranjang
diskon di supermarket. Sementara yang ingin
tampil dengan gaya terbaru bergegas ke toko
handphone atau dealer motor. Puncak acara
49
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
belanja juga terjadi di sepertiga malam terakhir.
Sayangnya, acara berburu obralan dunia
menghabiskan waktu untuk berburu obralan
akhirat. Naudzubillahi min dzalik.
Ya Allah, jangan engkau hanyutkan
hamba pada kondisi tersebut. Kini hamba
menemukan satu titik hikmah dari kondisi kami
sekarang. Belum tentu kami akan bisa berpikir
untuk optimal memanfaatkan sisa perjumpaan
dengan Ramadhan jika keadaan masih seperti
kemarin. Bisa jadi kami masih akan bergelut
dengan agenda berburu kesenangan dunia
menjelang Idul Fitri ini. Bismillah, kami akan
berubah. Hidup kami akan kami optimalkan
dengan ibadah dan upaya mendekat kepada-Mu,
ya Allah.
***
Tahun lalu warga GTS menggelar
tarawih di tengah jalan. Tahun ini kami bisa
berjamaah tarawih di masjid Umbulharjo.
Bahkan, beberapa di antara kami terlibat aktif
dalam kegiatan takmir masjid selama Ramadhan
ini. Dari pengamatan saya atas penyelenggaraan
tarawih di masjid tersebut, saya menemukan
sejumlah hal yang perlu dibenahi.
50
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Pertama, tentang tata cara sholat
tarawih. Sholat tarawih di masjid itu dilaksana-
kan dengan pola 4-4-3. Maksudnya, 8 rakaat
sholat tarawih lalu ditutup dengan sholat witr 3
rakaat. Sejumlah rujukan hadits yang saya
telusuri menunjukkan bahwa sholat tarawih
semestinya dilakukan setiap 2 rakaat 1 kali
salam. Bukan 4 rakaat dengan 1 kali salam.
Menurut saya, takmir masjid perlu mengubah
pola rakaat sholat tarawih agar sesuai petunjuk
Rasulullah.
Kedua, minimnya penguasaan tajwid
para imam. Ini dapat dilihat ketika mereka
memimpin solat. Bacaan al quran mereka tidak
dilandasi tajwid yang benar. Akibatnya
keindahan bacaan quran tidak terpancar dari
pelafalan mereka. Semestinya yang diminta
menjadi imam sholat ialah mereka yang
memiliki kemampuan membaca al quran
dengan baik. Oleh karena itu sebaiknya imam
yang memimpin sholat itu tetap. Jika bergiliran,
giliran berlaku di antara orang-orang yang
mampu benar. Hal ini penting karena
kemampuan imam membaca secara benar akan
menumbuhkan kemantapan makmum.
51
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Agar
Tidak
Sebatas
Ritual
Ternyata banyak hal yang harus
dibenahi dari praktik keagamaan di masjid al
Akbar Umbulharjo. Keinginan ini ternyata juga
dimiliki oleh Pak Karman, salah satu jamaah di
sana. Dia mengaku baru menjalani ajaran islam
sejak Februari 2012. Ini bermula dari pertemu-
annya dengan seorang di pasar Bayat. Waktu itu,
dia ditanya tentang umur. Selanjutnya, orang
tersebut bertanya, “Lantas, berapa lama waktu
yang sudah digunakan untuk beribadah?” Dari
sinilah hidayah Allah datang. Selanjutnya dia
aktif mendalami ajaran Islam lewat salah satu
forum pengajian di Klaten.
Pembicaraan dengan Pak Karman
mengungkap sejumlah hal yang perlu dibenahi
di masjid Umbulharjo. Pertama tentang sholat
tarawih. Selama ini setiap malam seorang tamu
diundang untuk menjadi imam sholat isya dan
52
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
tarawih sekaligus mengisi kultum. Mereka
berasal dari luar Umbulharjo dengan latar
belakang yang beragam. Sebagian dari mereka
memiliki bekal cukup memadai untuk
menjalankan ketiga peran tersebut. Namun ada
juga yang kemampuan memimpin sholatnya
tidak memadai. Misalnya bacaan tajwid dan
makhroj huruf yang tidak pas. Akibatnya,
bacaan surat menjadi berubah arti.
Makmum yang kebetulan sedikit lebih
mengetahui tentang hal tersebut menjadi kurang
mantap mengikuti sholat berjamaah. Sebaiknya
pelaksanaan sholat tarawih dibenahi. Imam
sholat tetap orang-orang yang sudah paham,
sementara pengisi kultum boleh berasal dari
luar Umbulharjo. Untuk itu, kita perlu belajar
tajwid dan makhroj agar siap menjadi imam
sholat.
Kedua tentang zakat fitrah. Dia pernah
mendapat masukan dari temannya bahwa orang
yang berhak mendapat zakat fitrah sebaiknya
tidak memaksakan diri berzakat. Sementara
takmir lain berpendapat bahwa semua orang
muslim harus membayar zakat fitrah. Perbedaan
pendapat ini sempat meruncing kala kemarin
pagi bakda subuh kita membahasnya di masjid.
Ini memancing rasa ingin tahuku.
53
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Setahuku seorang terkena kewajiban
membayar zakat fitrah apabila memenuhi
beberapa syarat . Tanpa memenuhi salah satu
syaratnya, seseorang gugur kewajiban untuk
membayar zakat fitrah. Syarat yang dimaksud
ialah orang tersebut beragama islam, merdeka,
masih hidup pada malam Idul Fitri, dan
memiliki sisa persediaan makanan sebanyak
minimal 1 sha‟ (2,5 kg) untuk Idul Fitri. Dari sini
alasan yang dikemukakan Pak Karman itu
mendapat penguatan. Sementara pendapat
kedua kemungkinan didasarkan pada hadits
yang mengatakan bahwa zakat fitrah akan
menyempurnakan amal ibadah yang dilakukan
selama bulan Ramadhan serta menghapus dosa
yang kita perbuat selama Ramadhan. Ini
memotivasi setiap orang untuk bisa membayar
zakat fitrah dengan segala cara.
Alhamdulillah, selama ini pengumpulan
dan distribusi zakat fitrah sudah dilakukan di
lingkungan Umbulharjo. Yang menerima bukan
hanya warga muslim, tetapi juga warga
nonmuslim yang kekurangan. Berkaitan dengan
pemberian zakat pada warga nonmuslim, ada
ulama yang menegaskan bahwa mereka tidak
boleh diberi zakat fitrah. Bagaimana menyikapi
praktik yang selama ini berlangsung di
lingkungan ini?
54
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Menurut saya, sebaiknya kita menghim-
bau warga untuk membayar zakat secara suka-
rela. Jangan memaksakan diri membayar zakat
jika kondisi tidak memungkinkan. Selanjutnya
yang mendapat prioritas sebagai penerima zakat
fitrah ialah warga muslim yang fakir dan miskin.
Warga miskin dan fakir dari kalangan non mus-
lim bisa diberi zakat apabila semua warga mus-
lim yang fakir dan miskin sudah menerimanya.
Ketiga tentang harapan yang ingin
diwujudkan lewat masjid Umbuharjo. Saya
membayangkan masjid menjadi pusat aktivitas
warga muslim. Di sini kita bermusyawarah
untuk memajukan lingkungan. Di sini kita
menyatukan kekuatan agar bisa melakukan
kebajikan bagi umat. Program kebajikan diru-
muskan dan dikendalikan lewat musyawarah
orang-orang di masjid. Dengan demikian masjid
akan menjadi makmur dan bisa menelurkan
kebaikan bagi masyarakat.
Untuk itu, perlu langkah yang tertata di
kalangan para pemakmur masjid. Memang ini
hanya sekelompok kecil warga. Namun inilah
thinktank yang akan menjadi agent of change
dari masyarakat di lingkungan sini. So, perlu
pembekalan yang memadai bagi mereka.
55
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Ilmunya harus ditingkatkan. Caranya
dengan melalui kajian dan kaderisasi. Materi
kajian meliputi pengetahuan keislaman dan
keterampilan praktis. Sementara kaderisasi
berkaitan dengan mengolah potensi para remaja
masjid agar mereka menjadi penopang utama
masjid di Umbulharjo.
56
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Bapak
Kembali
di Bulan
Suci
28 Ramadhan 1428 H. Hapeku berbunyi. Nada
dering M35 melonku terdengar begitu keras
dinihari ini. Nama istriku terpampang di
layarnya.
“Assalamu‟alaikum,” sapaku.
“ Waalaikumussalam,” sahut istriku. “Yah, cepat
pulang. Sekarang.”
“Ada apa, sih?” tanyaku sambil melirik jam
dinding. Jam 02.00. Suara orang membangun-
kan sahur dari masjid pun belum terdengar.
“Bapak. Bapak.” Jawab istriku. Nada suaranya
sedikit bergetar.
“Hmm. Apa nggak bisa nunggu sampai besok?
Ini kan hari terakhir masuk kerja,” tawarku.
“Enggak usah. Pulang sekarang aja,” jawab
istriku.
57
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
“Oke, aku kemas-kemas dulu,” sahutku.
Setelah menjawab salam, aku segera
mencuci muka. Ada apa dengan Bapak? Ini
pertanyaan yang menggayuti pikiranku.
Nampaknya kabar penting hingga aku
diharuskan pulang sekarang. Padahal aku
berencana mudik besok pagi. Aku akan naik
motor sendirian karena istri dan anakku sudah
mudik awal pekan kemarin. Tiba-tiba ada kabar
tentang Bapak dari rumah. Sayangnya, istriku
tidak menjelaskannya tadi. Sikapnya kali ini
terasa aneh. Yang kutahu, dia orang yang
rasional dan mampu bersikap tenang.
Sambil makan sahur aku mencoba
menghadirkan Bapak dalam ingatanku.
Beberapa bulan lalu bapak kulihat sehat-sehat
saja. Memang sudah dua tahun bapak sakit
stroke. Serangan itu datang menjelang
pernikahanku. Dari berbagai pengobatan yang
dilakoni, alhamdulillah Bapak sudah bisa
melakukan aktivitas secara mandiri. Walaupun
separuh badan sebelah kanan lumpuh, Bapak
tetap bisa menjalani hari-hari dengan baik.
Sayangnya, lisan Bapak masih terasa kaku.
Sering kali beliau hanya tertawa melihat kami
yang tidak paham dengan kata-kata yang beliau
ucapkan.
58
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
“Bapak kemarin masuk angin. Sekarang
hanya tiduran. Makannya agak susah, makanya
Pak Dokter Syamsul memasang infus buat
Bapak. Tapi alhamdulillah sekarang sudah
membaik.”
Begitu kabar terakhir yang kuterima
dari ibu pertengahan Ramadhan kemarin.
Sekarang aku harus segera pulang. Ada apa
dengan Bapak?
Selesai sahur, aku bergegas merapikan
rumah. Maklum, akan ditinggal mudik sepekan.
Kalau dirapikan sekarang, besok waktu balik
dari kampung kondisi rumahku tidak
berantakan. Beberapa potong pakaian aku
jejalkan ke dalam tas punggung. Helm,
kacamata, slayer, pelindung dada, kaus tangan,
sepatu, dan jaket aku siapkan. Sepucuk surat
izin tidak masuk kerja segera kutulis karena
seharusnya hari ini aku masuk kerja yang
terakhir sebelum libur lebaran.
Pukul 4 pagi, aku siap meluncur. Setelah
mampir di pos satpam untuk menitipkan surat
izin, motor tuaku kupacu kencang. Dua setengah
jam waktu yang kuperlukan untuk menempuh
jarak Klaten – Purworejo. Namun aku berusaha
sampai di rumah secepatnya. Apalagi kondisi
jalan masih cukup sepi.
59
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Satu jam kemudian aku sampai di
Gamping (ujung barat ring road selatan
Yogyakarta). Jalanan menjadi lebih sempit.
Namun, iring-iringan kendaraan yang akan
memasuki Yogya semakin panjang. Di sebuah
masjid selepas Gamping, aku tunaikan sholat
subuh.
Kembali aku memacu kendaraanku.
Kembali pikiranku terusik dengan pertanyaan
tentang kondisi Bapak. Sangat mungkin sakit
Bapak menjadi lebih parah daripada kemarin.
mungkin saja Pak Dokter Syamsul –teman baik
Bapak- semalam terpaksa dibangunkan untuk
memeriksa kondisi Bapak. Mungkin dari hasil
diagnosis, pak dokter menyarankan untuk
membawa Bapak ke rumah sakit. Begitulah
penjelasan yang coba kurangkaikan untuk
menjawab pertanyaanku sendiri.
Akan tetapi, bagaimana kalau kondisi
Bapak lebih buruk daripada itu? Tanpa bisa
kukendalikan, pertanyaan tadi menyusup pula
ke dalam benakku. Ah, tiba-tiba seperti ada yang
merenggut hatiku. Ya Allah, mohon kesembuhan
bagi Bapak agar beliau ikut merayakan
kebahagiaan di hari raya.
60
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Aku berusaha memupus bayangan
terburuk itu dengan berdzikir. Subhanallah
walhamdulillah walaa ilaha illallah wallahu
akbar. Lisanku terus melafalkan puji-pujian
bagi Allah.
Inilah salah satu nasihat yang pernah
beliau sampaikan padaku. “Jika kamu
berkendaraan, jangan lupa berdzikir. Dzikir
membuat hati kita tenang. Kamu pun tidak akan
kehilangan kewaspadaan di jalan.”
Pengalaman berdzikir saat mengendarai
motor membuatku merasa Allah menyertai
perjalananku. Pikiranku menjadi tenang.
Perlahan tapi pasti, pertanyaan itu tidak lagi
menghantui pikiranku. Yang muncul di hatiku
justru sugesti positif untuk menghadapi situasi
di rumah nanti. Seandainya Bapak sekarang
dirawat di rumah sakit, aku pikir inilah yang
terbaik untuk kesembuhan beliau.
Seandainya Bapak tiada pun aku harus
tetap bahagia. Mengapa demikian? Karena
Bapak meninggal di bulan Ramadhan. Ini bulan
yang penuh kemuliaan. Insya Allah beliau
khusnul khotimah. Hatiku bergetar saat
mengamini kemungkinan terakhir tadi. Tanpa
terasa sejalur air bening membasahi pipiku yang
tirus.
61
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Satu setengah jam kemudian kulihat
gerbang masuk desaku, Lugosobo. Hei, ternyata
anakku lagi bermain di dekat gerbang itu.
Rupanya dia bersama istriku dan adik
bungsuku. Senyuman lega terpancar dari wajah-
wajah mereka. Alhamdulillah, hatiku pun
merasa senang. Tampaknya kekhawatiranku
tidak terjadi.
“Pulanglah dulu. Nanti kami menyusul,” pesan
istriku.
Gas motor segera kutarik. Masih ada
100 meter lagi jarak yang harus kutempuh untuk
sampai di rumah. Namun jantungku langsung
berdegup kencang. Bendera warna putih
menggantung di pagar halaman. Aku langsung
paham yang sebenarnya terjadi.
Bapak menyambutku di ruang tamu,
terbaring di atas meja panjang. Secarik kain
batik menutupi muka dan sekujur badan.
Nampak senyuman tersungging di wajah beliau
yang damai. Seolah Bapak menyapaku, ”Kamu
sudah sampai, le? Tidak ada halangan di jalan,
kan?”
Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun.
Dalam sholat jenazah yang kutegakkan, aku
62
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
berusaha menangkap makna setiap bacaannya.
Kurendahkan diriku dalam lisan yang
mengagungkan kebesaran-Mu. Kuhayati
permohonan petunjuk yang terangkai dalam
ayat-ayat al fatihah. Kusertakan hati dalam
setiap kata yang memohon ampunan bagi
Bapak.
Ya Allah, berilah ampunan bagi Bapak.
Beliaulah yang telah mengukir jiwa dan raga
kami.
Ya Allah, limpahkanlah kasih sayang-
Mu pada bapak. Sungguh aku menjadi saksi atas
besarnya kasih sayang Bapak kepada buah
hatinya.
Ya Allah, maafkanlah segala kesalahan
Bapak. Selama ini Bapak telah berlapang dada
menerima segala tuntutan dan memaklumi
setiap tingkah polah kami.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi
wa’fuanhu. Amin.
63
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
H-1
Lebaran
1431 H
Persiapan mudik
Sebelum mudik, saya ingin kondisi
rumah tertata baik. Dengan demikian, besok
waktu tiba di Klaten, tidak terlalu repot bersih-
bersih. Keinginan tersebut membutuhkan energi
ekstra saya. Itulah kesimpulan yang saya peroleh
dari pengalaman kemarin.
Bayangkan. Saya bangun jam 02.30
WIB. Karena melihat tumpukan pakaian yang
belum rapi, saya segera menyiapkan setrika.
Ternyata di belakang juga terdapat seember
pakaian kotor. Langsung mesin cuci saya
nyalakan. Alhamdulillah aliran listrik rumah
stabil. Setrika dan mesin cuci dapat bekerja
bersamaan.
Jam 06.00 proses bersih-bersih selesai.
Baju setrikaan sudah tertata di lemari pakaian.
64
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Baju basah sudah terjemur di ruang samping.
Gelas piring juga sudah rapi. Sekarang tinggal
berangkat ke tempat Bang Pii di Mayungan.
Saya perlu menitipkan hamster Dzaky yang
berjumlah 7 ekor. Oya, mumpung ke arah utara,
saya sekaligus mau mampir ke tempat Mas
Ihang untuk mengambil 2 galon axogy. Setelah
mandi, saya buru-buru berangkat ke sana.
Sayangnya, saya tidak berhasil
mendapatkan 2 galon axogy karena rumah Mas
Ihang masih terkunci. Para penghuni rumah
belum bangun. Sebuah Toyota Rush warna biru
parkir di halaman depan. Rupanya ada tamu
keluarga.
Karena sudah pukul 06.30 lebih, saya
segera pulang. Wah, ini molor dari rencana
mudik. Semula saya berharap bisa jalan pulang
jam 06.00 ke Purworejo. Diharapkan dua
setengah jam lagi saya tiba di sana. Ternyata
walaupun sudah bangun dari pukul 02.30, saya
baru selesai mengurus rumah pada pukul 07.15.
Saat itulah saya berangkat pulang. Tentu
saja setelah saya mematikan kulkas dan televisi,
menyalakan lampu depan, serta mengunci pintu
dan jendela. Makanan kering saya simpan di rak
makan.
65
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
On the way mudik
Jalanan terasa ramai. Namun karena
saya berjalan melawan arus, saya bisa memacu
kendaraan hingga 80 km/jam. Sebaliknya,
mereka yang datang dari arah Jakarta, harus
berjalan beriringan dalam jarak yang rapat.
Untuk menghindari kemacetan, saya
melintasi ring road selatan Yogya. Memang
jaraknya lebih jauh dibandingkan lintasan yang
membelah kota. Namun, ketika melewati ring
road, saya berada di jalur khusus roda dua yang
cukup lapang dan halus. Saya bisa menarik gas
hingga 60 km/jam. Hasilnya, dua puluh menit
kemudian, saya sudah sampai di Gamping, tapal
batas barat kota Yogya.
Dari sini perjalanan saya lanjutkan
dengan melalui medan yang lebih sempit dan
bergelombang. Ya, jalanan akan naik turun
berkelok-kelok sepanjang Bantul-Sleman-Kulon
Progo.Akan tetapi perjalanan terasa nyaman
karena kondisi jalan yang sudah baik.
Naik motor dengan menempuh jarak
cukup jauh akan terasa mengasyikkan jika ada
teman seiring. Maksudnya sesama pengendara
motor yang akan menuju tempat yang sama
dengan kita. Mengapa demikian?
66
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Menurut pengalaman saya, mereka
teman seperjalanan yang kompetitif. Biasanya
mereka bisa diajak bermain kucing dan tikus.
Ketika jadi tikus, mereka saya kejar. Beberapa
saat kemudian, ganti saya yang mengambil
posisi depan. Mereka saya tinggal di belakang.
Posisi menempel ketat seperti ini
menuntut konsentrasi kita di jalan. Risikonya
cukup besar. Apalagi jalanan ramai. Kita harus
bisa menyelinap di sela-sela barisan kendaraan.
Tahu-tahu tempat tujuan sudah dekat.
Namun saya hanya berani bermain
kucing-tikus di sepanjang jalanan wilayah
Yogya. Begitu masuk wilayah Purworejo, saya
hentikan permainan ini. Penyebabnya karena
jalanan Purworejo lebih sempit dan tidak halus.
Memang lubang di jalan sudah ditambal. Tapi
karena pengerjaannya tidak rapi, justru bisa
mengundang celaka bagi pengendara motor.
Apalagi medannya menembus punggung
perbukitan. So, saya lebih memilih jalan
kencang tapi tidak main kejar-kejaran.
Akhirnya, saya sampai di Lugosobo jam
09.30. Catatan waktu ini hanya lebih cepat 15
menit dibandingkan perkiraan saya.
67
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Jelang hari raya, Saatnya belanja
Perjalanan Lugosobo-Kiyangkong saya
tempuh lewat Pasar Seren. Wah, sekarang
jalannya sudah mulus. Bahkan mendekati pabrik
rokok Sampoerna, jalan diberi garis-garis
pembatas.
Yang lebih menarik perhatian ialah
barang-barang bawaan orang-orang yang pulang
dari pasar. Ada yang berboncengan motor
membawa baby walker. Ada juga yang
membawa sepeda mini untuk anak seusia tk.
Bahkan di jalan menuju Grabag, saya melihat
dua orang dewasa berboncengan motor
membawa sepeda jengki.
Saya tersenyum sendiri. Ternyata
momen lebaran masih dianggap saat yang tepat
untuk memberikan hadiah istimewa bagi
anggota keluarga tercinta.
68
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Keep
Smile,
My
Friend
„ jdi iri l iat status temenku pada mudik ke kota berirama pwrjo.. .smentara kami malah lebaran yg sgt memprihatinkan di perantau an... tp l i fe mu st go on,forever happen..smga cma kali ni episode lebaran yg bu ram...episode hdp yg harus aq lalu i .. . ‟
Begitulah status yang ditulis oleh
sahabat saya pagi tadi. Dia sudah saya kenal
sejak kecil. Maklum kami bertetangga. Sekolah
pun bareng dari TK, SD, SMP, sampai SMA.
Berkat facebook, kami terhubung kembali
setelah lama tidak berjumpa. Sekarang dia
tinggal di Pekanbaru, Riau.
Miris hati saya membaca kabar tersebut.
Tampaknya sahabat saya lagi mengabarkan
rangkaian kisah hidupnya. Saya sebut rangkaian
karena ada benang merah yang menghubungkan
69
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
setiap status facebook-nya. Pekan lalu dia
menulis tentang kegundahannya sebagai wong
cilik saat berhadapan dengan pemegang
kekuasaan. Sepertinya lagi ada masalah di
lingkungan tempat kerjanya.
Beberapa hari kemudian dia menulis
tentang tunjangan hari raya (THR) yang belum
dibagikan. Katanya akan dibagikan setelah
lebaran. Bahkan gaji bulan terakhir pun
terlambat dibayarkan. “Kami mau makan apa?”
gugatnya.
Statusnya yang kemarin berisi
rencananya untuk resign dari tempat kerja yang
dinilai sudah tidak kondusif.
Di penghujung Ramadhan, sahabat saya
justru merasa gundah. Harapannya untuk
membahagiakan anak semata wayangnya di hari
lebaran ini belum kesampaian. Barangkali sang
anak memang tidak menuntut dibelikan baju
baru atau rekreasi ke tempat pelesiran. Akan
tetapi, sebagai orang tua, dia ingin memberi
kebahagiaan bagi si buah hati seperti
kebahagiaan yang dirasakan teman-teman
sebayanya.
Perasaannya menjadi semakin gundah
ketika menyimak status teman-teman yang
70
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
berencana mudik ke kampung halaman. Sebagai
perantau, dia sangat ingin menikmati indahnya
suasana lebaran bersama sanak saudara.
Sayang, keinginan tersebut harus
dipupus saat ini. Hilangnya kesempatan itu
menambah beban hatinya.
Walau keadaan tengah memprihatin-
kan, rupanya sahabat saya tetap memiliki
optimisme. „smga cma kali ni episode lebaran yg
buram...’
Alhamdulillah, dia masih yakin pada
janji yang Allah tegaskan. Sesungguhnya di balik
kesukaran terdapat kemudahan. Beratnya ujian
menandakan semakin dekatnya pertolongan
dari Allah.
Bisa jadi tidak hanya sahabat saya yang
tengah merasa resah menjelang idul fitri.
Mungkin karena keadaan yang tidak sesuai
harapan. Akibatnya, kita tidak bisa berkon-
sentrasi untuk mengakhiri Ramadhan dengan
indah. Indah yang saya maksud ialah kondisi
kita berhasil mengoptimalkan diri untuk
mendekat kepada Allah, sehingga kita
termotivasi untuk me-ramadhan-kan hari-hari
yang akan kita lalui.
71
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Tetaplah sabar, sahabat. Senyumlah
untuk kemenangan besar atas hawa nafsu yang
telah engkau tundukkan.
Ya Allah, kabulkanlah harapan mereka.
Tunjukkan jalan terang baginya untuk menga-
tasi setiap masalah yang tengah dihadapi.
Jangan biarkan keluarga mereka larut dalam
nelangsa.
Singkirkan mendung tebal yang meng-
gantung di langit batinnya agar mentari Idul
Fitri mengantarkan kebahagiaan dalam bilik
jiwanya. Amin.
Taqabalallahu minna wa minkum
Minal aidin wal faizin
Selamat hari raya Idul Fitri
Mohon maaf lahir dan batin
72
Aw
as, T
erje
bak
Rit
ual R
amad
han!
Tentang Tammi
Gambaran tentang diri Tammi Prastowo
semestinya lebih objektif diperoleh dari orang-
orang yang ada di sekitarnya. Namun, dengan
merunut peran yang pernah dimainkan,
mungkin dapat memberi sedikit gambaran
tentang dirinya. Tammi Prastowo terlahir di
Purworejo, 1 Maret 1977. Darah pendidik yang
menitis dari Sang Bapak mendorongnya
menggeluti dunia pendidikan. Berawal dari
trainer di Pelajar Islam Indonesia (PII)
Surakarta, lalu sebagai guru di SMA Diponegoro
Surakarta, hingga menjadi editor dan penulis
buku ajar di PT Intan Pariwara Klaten. Kini
Tammi tergabung dalam tim Research and
Development pada penerbit tersebut.
Ayah dari Akmal Dzaky Mubarok ini tinggal di
Griya Taman Srago A13/26, Gumulan, Klaten.
Anda bisa menghubunginya melalui email
[email protected] atau di nomor hp.
081 392 017 037.
Tulisan lain dapat Anda baca pada
www.kompasiana.com/tammiprastowo dan
www.rumahdzaky.wordpress.com.