Download - b. Mengganti Fungsi Masjid
1
MENGGANTI FUNGSI MASJID
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah : Fiqh
Dosen Pengampu : Amin Farih M.Ag
Disusun oleh :
Naily Khusna
083411074
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
2
I. PENDAHULUAN
Asas kemanfaatan benda wakaf menjadi landasan yang paling relevan
dengan keberadaan benda itu sendiri. Lebih-lebih ibadah wakaf oleh para
ulama dikategorikan sebagai ibadah shadaqah jariyah yang memiliki nilai
pahala yang terus mengalir walaupun yang melakukannya talah meninggal
dunia. Tentu saja, dalam pandangan yang paling sederhana sekalipun, bahwa
kontinyuitas pahala yang dimaksud itu karena terkait dengan aspek
kemanfaatan yang bisa diambil secara berkesinambungan oleh pihak
kebajikan (kepentingan masyarakat banyak).
II. POKOK MASALAH
A. Bagaimanakah hukum mengubah fungsi harta wakaf?
B. Bagaimanakah hukum memperjual belikan harta milik masjid?
C. Bagaimanakah hukum wakaf yang dialih fungsikan?
III. PEMBAHASAN
A. Hukum mengubah fungsi harta wakaf
Suatu benda wakaf bisa dikategorikan memiliki nilai keabadian manfaat,
paling tidak ada empat hal dimana benda wakaf (shadaqah jariyah )akan
mendapatkan nilai pahala yang terus mengalir karena kemanfaatannya,
yaitu:
a. Benda tersebut dapat dimanfaatkan (digunakan) oleh orang banyak.
Jika ada benda wakaf yang hanya memberikan kemanfaatan kecil,
atau tidak sama sekali sudah selayaknya benda tersebut diberdayakan
secara professional dan produktif dalam rangka meningkatkan nilai
fungsi yang berdimensi ibadah dan memajukan kesejahteraan umum
sebagaimana maksud wakifmya.
b. Benda wakaf memberikan nilai yang lebih nyata kepada para wakif itu
sendiri.
3
Secaramaterial, para wakif berhak (boleh) memanfaatkan benda wakaf
tersebut sebagaimana juga penerima wakaf lainnya, secara immaterial,
para wakif sudah pasti akan mendapatkan nilai pahala bertumpuk-
tumpuk dan berkesinambungan karena benda yang diserahkan kepada
kebajikan umum bisa diambil manfaatnya oleh masyarakat banyak dan
terus menerus.
c. Manfaat immaterial benda wakaf melebihi manfaat materialnya.
bisa dibahasakan sederhana dengan bahwa nilai ekstrinsik benda
wakaf melebihi nilai intrinsiknya. Karena titik tekan wakaf itu sendiri
sejatinya lebih mementingkan fungsi untuk orang lain (banyak) dari
pada benda itu sendiri.
d. Benda wakaf itu sendiri tidak menjadikan atau mengarahkan kepada
bahaya (madharat) bagi orang lain dan juga wakif sendiri.
Jadi tidak dinamakan wakaf jika ada seseorang yang menyerahkan
sebagian hartanya untuk dibuat tempat perjudian.
Pada dasarnya tanah wakaf tidak boleh dijual, diwarisi dan
diberikan kepada orang lain. Tapi seandainya barang wakaf itu rusak,
tidak dapat diambil lagi manfaatnya, maka boleh digunakan untuk
keperluan lain yang serupa, dijual dan dibelikan barang lain untuk
meneruskan wakaf itu.1 Hal ini didasarkan kepada menjaga
kemaslahatan.2
Kalau manfaat wakaf tidak dapat diambil lagi, harta wakaf itu
dapat dijual dan uangnya dibelikan kepada gantinya, kecuali wakaf
masjid.3
PP No. 28 Tahun 1977 jiwanya parallel dengan ketentuan hukum
islam, yaitu pada dasarnya tidak dapat dilakukan peruntukan atau
penggunaan tanah wakaf. Tetapi sebagai pengecualian, dalam keadaan
khusus penyimpangan dapat dilakukan dengan persetujuan tertulis dari
Menteri Agama, sedangkan alasannya dapat berupa:1 Pimpinan pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta, Cetakan kedua,1971, hlm2742 Ibid., hlm.2783 H.Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Wijaya, Jakarta, 1945, hlm.307
4
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti dilakukan
oleh wakif.
b. Karena kepentingan umum.4
B. Hukum memperjual belikan harta milik masjid
Lazimnya masjid-masjid mempunyai barang-barang wakaf
lainnya, seperti took, rumah, berbagai tanaman atau sebidang tanah, yang
hasilnya digunakan untuk pemeliharaan dan kebutuhan masjid, serta upah
bagi penjaganya. Jelas sekali bahwa barang-barang wakaf seperti itu tidak
dapat diperlakukan sama dengan masjid, yaitu dari segi penghormatan
terhadapnya atau keutamaan shalat di dalamnya, karena adanya perbedaan
antara sesuatu dengan harta dan milik sesuatu yang menyertainya.
Selain itu terdapat perbedaan dalam hal kebolehan menjualnya.
Setiap orang yang melarang menjual masjid yang rusak, membolehkan
menjual barang-barang wakaf yang menyertai masjid tersebut, sebab tidak
ada ikatan syar’i maupun bukan syar’i antara keduanya.
C. Hukum wakaf yang dialih fungsikan
Para ulama mazdhab Imamiyah sepakat bahwa benda-benda wakaf
selain masjid, boleh dijual atau dialih fungsikan, lantaran adanya sebab-
sebab yang memperbolehkan penjualan atau pengalih fungsian wakaf
tersebut. Di bawah ini diuraikan beberapa sebab seperti yang dikemukakan
para ulama madzhab, yang menyebabkan harta wakaf boleh dijual atau
dialih fungsikan.
a. Bila wakaf tersebut sudah tidak lagi memberikan manfaat sesuai
dengan tujuan pewakafannya.
b. Perabot-perabot, permadani, kain-kain yang menyelimuti makam atau
masjid, bila masih mungkin dimanfaatkan dalam bentuk semula, tidak
boleh dijual. Sedangkan bila tidak dibutuhkan dan membiarkannya
berarti menyia-nyiakan dan akhirnya rusak, ia boleh dipergunakan di
4 Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan perundang-undangan Pewakafan Tanah Milik, Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf, Jakarta, 1984/1985, hlm 95
5
tempat lain yang sejenis. Kalau tidak ada tempat yang seperti itu, atau
ada tetapi tidak membutuhkannya, ia bisa difungsikan untuk
kepentingan umum, sedangkan bila tidak bisa dimanfaatkan lagi
kecuali dengan menjualnya, maka boleh dijual, kalau harta
penjulannya digunakan untuk kepentingan tempat tersebut atau untuk
kepentingan umum.
c. Benda wakaf tersebut dalam keadaan rusak. Kalau masih mungkin
dimanfaatkan, maka barang wakaf tersebut tidak boleh dijual.
d. Apabila pewakaf mensyaratkan bahwa bila wakaf tersebut tidak
memberikan manfaat, boleh di alih fungsikan dengan yang lebih
bermanfaat.
e. Apabila masjid ambruk, maka bata, papan, pintu dan seluruh bahan-
bahannya yang ada di dalamnya tidak bisa dihukumi sebagai masjid,
dan tidak bisa pula dihukumi sebagai kekayaan masjid yang
diwakafkan untuk kepentingan masjid, dimana barang itu tidak bisa
dijual tanpa adanya alasan yang memperbolehkan untuk dijual.5
IV. ANALISA
Dalam kacamata ushul fiqh, telah diketahui bahwa hukum Islam dapat
diklasifikasikan menjadi dua. pertama, hukum Islam yang secara jelas telah
ditegaskan oleh nash Al Qur'an dan sunnah yang tidak mengandung pentakwilan
(nash shahih). Kedua, hukum Islam yang belum atau tidak dijelaskan secara tegas
oleh nash Al Qur'an atau sunnah, dimana hal itu baru diketahui setelah digali
melalui ijtihad.
mengigat tujuan dari wakaf adalah mencari keridhaan Allah SWT. maka hal-
hal yang berkaitan dengan penasharufan harta harus sesuai dengan Al Qur'an dan as-
sunnah. seperti contoh dalan hadits Nabi Muhammad SAW:
طيبا اال يقبل ال طيب الله إن
5 Tim Penyusun, Paradigma baru wakaf, Jakarta, 2004, hlm18-19.
6
Artinya: Allah SWT itu bersih dan tidak akan menerima amal kecuali yang
bersih. (HR. Muslim)
Seperti halnya amalan wakaf dengan harta yang diperoleh lewat jalan yang
haram maka tidak akan memperoleh apa-apa. sebab yg haram tetap haram, ia tidak
akan menjadi halal betapapun indah dan bagus motivasinya. niat baik tidak bisa
berubah yang haram mejadi halal atau yang haram tidak bisa menjadi halal dengan
adanya niat yang baik.6
Dengan demikian, wakaf dengan harta yg haram tidak bisa dibenarkan
karena amalan semacam itu adalah amalan yang sia-sia. dalam hadits Nabi
Muhammd bersabda:
غلول من صدقة الله يقبل ال
Artinya: Allah tiada menerima zakat, shadaqah dari harta yang diperoleh
lewat jalan khianat. (HR. Muslim).
Melihat hukum fiqih diatas dan dengan melihat situasi serta kondisi yang ada
di masyarakat pada umumnya, kami mencoba membenarkan permasalahan tersebut
dengan beberapa alasan sebagai berikut:
1. Amal tergantung pada niatnya
2. Yang menerima amal bukan manusia melainkan yang Maha Kuasa
3. Manusia hanya menjalani kehidupan yang sudah ditakdirkan oleh-Nya dan
berusaha membenahi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.
V. KESIMPULAN
Bahwa masjid tidak dapat dijual atau dialih fungsikan, kecuali harta yang
dimiliki oleh masjid, itupun dengan syarat yang telah ditetapkan oleh syar’i
dan dengan tujuan untuk menambah manfaat dari benda wakaf tersebut.
6 Ibid., hlm. 178
7
VI. PENUTUP
Demikianlah makalah yang saya tulis, penulis sadar masih banyak kekurangan
dalam pembuatan makalah ini. untuk itu kritik dan saran yang konstruktif
kami harapkan agar dapat penulis terapkan dalam pembuatan makalah
selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, M.Anwar, Dr.,Wakaf dalam Syari’at Islam, Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif, (Batam, Depag RI), Januari,2002
Mughniyah, al-Fiqh ‘ala Mazahibil al-Khamsah, Edisi Ind., (Jakarta: PT Lentera Basritama), Cetakan Pertama, Juli, 1996