Download - Bab 1 Pendahuluan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Diciptakan alam pria dan wanita/ Dua makhluk dalam asuhan dewata/ Ditakdirkan bahwa pria berkuasa/ Adapun wanita lemah lembut manja// Wanita dijajah pria sejak dulu/ Dijadikan perhiasan sangkar madu/ Namun ada kala pria tak berdaya/ Tekuk lutut di sudut kerling wanita/// (Sabda Alam, Ebet Kadarusman & Ismail Marzuki).
Sebait lagu di atas adalah sedikit dari representasi budaya patriarki di
Indonesia. Lagu merupakan salah satu produk kesenian yang dapat
merepresentasikan kehidupan budaya dari tempat kesenian itu berasal.
Penciptanya tentu bukan merangkai lirik ini tanpa inspirasi. Inspirasi tersebut
mungkin berasal dari fenomena bahwa mayoritas masyarakat Indonesia
dihadapkan dengan situasi di mana pria lebih berkuasa dari wanita. Dan lahirlah
lagu ini. Selain itu, dalam lagu ini juga digambarkan bagaimana sifat gender yang
melekat pada diri pria dan wanita. Dalam bait lagu Sabda Alam tersebut, pria
digambarkan berkuasa terhadap perempuan dan sangat maskulin. Serta sifat
perempuan yang seharusnya ditampilkan kepada pria adalah lemah lembut dan
bermanja-manja atau sangat feminim. Bukan wanita bila ia gagah perkasa, dan
bukan pria apabila tidak berkuasa atas wanita. Hal seperti ini sudah terbentuk
dalam pola pikir masyarakat Indonesia. Masih banyak orang yang menganggap
sifat perempuan adalah lemah lembut dan bekerja di wilayah domestik adalah
kodrat, di mana kodrat itu lahir dan diperintahkan oleh Yang Maha Pencipta.
1
Film Perempuan Berkalung Sorban karya sutradara Hanung Bramantyo
adalah film yang mengundang banyak kontroversi. Film bergenre drama religi ini
mengisahkan perjuangan seorang wanita usia sekitar 23 tahun bernama Anisa
(Revalina Estemat). Sosok Anisa digambarkan sebagai wanita cantik, cerdas, dan
memiliki pendirian yang kuat. Anisa tinggal dalam pesantren Al-Huda milik
ayahnya yang mana perempuan dipersiapkan menjadi istri serta ibu rumah tangga
yang baik. Sejak kecil, perempuan sudah dibiasakan untuk mencuci, memasak,
mengurus rumah, dan lain sebagainya. Anisa sudah mendapatkan perlakuan yang
berbeda dengan kedua kakak laki-lakinya sejak ia masih kecil. Misalnya dalam
bidang pendidikan, kedua kakak laki-laki Anisa diberi kesempatan untuk
menjalani pendidikan sampai ke Al-Azhar di Mesir, sedangkan Anisa yang
mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Yogyakarta tidak dipercayakan untuk pergi
ke luar lingkungan pesantren tanpa didampingi oleh muhrim-nya. Anisa yang
cerdas banyak bertanya soal perbedaan perilaku yang diterapkan oleh kedua orang
tua serta lingkungannya kepada perempuan dan laki-laki. Pola pikir lingkungan
Anisa ini sama dengan pola pikir mayoritas masyarakat di Indonesia.
Anisa dewasa mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Suami Anisa,
Syamsudin, adalah anak dari seorang Kiayi dari pesantren Salaf di Jombang.
Syamsudin dan keluarganya adalah kalangan yang terhormat karena gelar Kiayi
serta kekayaan yang dimiliki orang tua Syamsudin. Perjodohan Anisa dengan
Syamsudin dimaksudkan untuk menyatukan dua pesantren Salafiah antara
pesantren Al-Huda milik ayah Anisa (Kiayi Hanan atau Abi, yang diperankan
oleh Joshua Pandelaki) dengan pesantren Salaf milik ayah Syamsudin (Pangki
2
Suwito). Perjodohan ini sudah ditolak oleh Anisa, namun Kiayi Hanan tetap pada
pendiriannya bahwa Anisa sebagai anak perempuan tidak bisa pergi ke
Yogyakarta untuk kuliah, selama Anisa belum memiliki muhrimnya. Demi cita-
cita mencari ilmu setinggi-tingginya, Anisa akhirnya mau dinikahkan dengan
Syamsudin, dengan syarat ia boleh berkuliah di Yogyakarta. Namun, setelah
empat tahun usia pernikahannya dengan Syamsudin, Anisa tidak kunjung
diperbolehkan kuliah oleh sang suami. Bukan saja itu, pernikahannya dengan
Syamsudin mengalami banyak bentuk kekerasan.
Film ini mengambil setting waktu tahun 90-an dengan latar belakang tempat
sebuah pesantren bernama Al-Huda di Jombang, Jawa Timur. Kota ini memiliki
sebutan “Kota Santri” karena mayoritas penduduk Jombang dihuni oleh
masyarakat muslim. Daerah Jawa Timur ini bisa menjadi pusat pesantren terbesar
di pulau Jawa karena itu ajaran Islam dijadikan pedoman hidup sehari-hari
sebagian besar masyarakat Jawa Timur sampai saat ini. Pola pikir lingkungan
pesantren Al-Huda mengenai peran perempuan diperkuat dengan penafsiran
ajaran agama Islam oleh para Kiayi di Al-Huda.
Sebagai sumber semangat perjuangannya, Anisa lebih banyak mengambil
ilmu tersebut dari buku-buku modern seperti ‘Bumi Manusia’ karangan
Pramoedya Ananta Toer. Pada setting waktu di film ini, buku tersebut dilarang
untuk dipublikasikan, diterbitkan, dan dikonsumsi oleh masyarakat. Buku ini
dilarang oleh Pemerintah Orde Baru karena dianggap mengandung pesan-pesan
Marxisme dan Komunisme, yang mana pada masa itu aliran komunis sangat
ditentang di Indonesia. Komunisme sendiri ditentang oleh Islam karena ideologi
3
ini dianggap sebagai pamahaman bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini
berasal dari material, bukan diciptakan oleh Allah SWT. Mereka mengingkari
adanya Allah yang menciptakan mereka. Karena itu, buku Bumi Manusia yang
menjadi referensi Anisa sebagai simbol perjuangan ditentang oleh pihak pesantren
karena diyakini mengandung ideologi Komunisme. Buku-buku seperti ini
kemudian menjadi salah satu penyebab konflik di dalam film.
Terkadang tidak kita sadari, bahwa film sebagai salah satu saluran media
massa yang berusaha menyampaikan pesan tertentu kepada khalayaknya. Di
dalam pesan tersebut terdapat suatu ideologi yang ingin disampaikan oleh media.
Film adalah suatu media komunikasi yang sarat dengan simbol-simbol. Semua
simbol ini disampaikan melalui bahasa film—baik verbal ataupun nonverbal—
yang dapat merepresentasikan suatu realitas menurut kepentingan pembuat film.
Tanda mengartikan atau merepresentasikan (menggambarkan) konsep-konsep,
gagasan atau perasaan sedemikian rupa yang memungkinkan seseorang
‘membaca’, mem-decode atau menginterpretasikan maknanya
(www.abunavis.wordpress.com/2008/01/03/sesudut-semiotik-sebuah-tawaran-
pemaknaan-berita/ , diakses pada Desember 2009). Bagaimana komunikator
merangkai suatu pesan komunikasi sangat berpengaruh pada interpretasi
komunikannya. Namun, ada beberapa faktor juga yang mempengaruhi komunikan
massa dapat menginterpretasi pesan secara berbeda-beda. Seperti faktor
pengalaman, latar belakang budaya, situasi psikologi sosial, dan lain sebagainya.
4
Chris Barker (2004) menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian
utama dalam cultural studies. Representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana
dunia dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di
dalam pemaknaan tertentu. Cultural studies memfokuskan diri kepada bagaimana
proses pemaknaan representasi itu sendiri (Barker, 2004:8). Bukan saja
perancangan pesan dalam film “Perempuan Berkalung Sorban” yang penting
untuk dibahas, namun bagaimana khalayak memaknai pesan tersebut juga tak
kalah pentingnya. Film “Perempuan Berkalung Sorban” merupakan bentuk
representasi pembuat film mengenai realitas yang ada mengenai kehidupan
masyarakat di lingkungan pesantren sesungguhnya. Representasi seperti
disebutkan di atas berkaitan dengan pemaknaan realitas dari pembuat film
(komunikator), sehingga dalam pesan yang terkandung di dalam film “Perempuan
Berkalung Sorban” berasal dari pemaknaan pembuat film yang bisa berbeda
dengan penonton.
Representasi di dalam film ini sangat penting, karena film adalah salah satu
media yang bisa merangkai suatu persepsi tertentu pada penontonnya mengenai
isu yang terkandung di dalam film tersebut. Bagi Stuart Hall (dalam Barker,
2004), representasi mengacu pada proses produksi makna melalui bahasa.
Merepresentasikan berarti menggambarkan/mendeskripsikan sesuatu. Hal yang
menjadi masalah dalam representasi adalah bagaimana film tersebut ditampilkan
dan apakah hal tersebut telah direpresentasikan sesuai dengan realitas yang ada.
5
Dalam film, orang yang memiliki peranan penuh dalam merepresentasikan
wacana adalah sutradara. Sutradara atau pengarah laku memiliki wewenang penuh
untuk menggambarkan suatu peristiwa melalui sudut pandangnya. Walaupun
sistem kerja perfilman dilakukan oleh tim, namun pengambil keputusan akhir
tetap berada di tangan sutradara. Baik penulis skenario, kameramen, para
artis/talent, dan semua kru film mengikuti arahan dari sutradara. Pada awalnya
pun, penelitian ini berusaha menganalisa sudut pandang dan ideologi yang
melatarbelakangi sutradara dalam membuat film “Perempuan Berkalung Sorban”.
Namun dalam proses penelitian, Peneliti mengalami beberapa kesulitan dalam
menghubungi sutradara Hanung Bramantyo. Kesibukan sutradara membuat
Peneliti tidak bisa menemuinya selama proses penelitian ini berlangsung.
Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya penelitian, maka Peneliti
mencoba alternatif lain dengan menghubungi penulis skenario Ginatri S. Noer
yang kemudian bersedia menjadi narasumber utama penelitian ini. Peneliti
menilai, sudut pandang Ginatri S. Noer terbatas pada aspek skenario film yang ia
buat saja. Sedangkan aspek-aspek lain seperti gerakan kamera atau adegan bukan
menjadi wilayah kerja saudari Ginatri. Berdasarkan keterbatasan Peneliti yang
telah disebutkan di atas, maka penelitian ini akan menelaah dari satu aspek film
saja yaitu aspek skenario.
Dalam aspek skenario pun dapat kita lihat bahwa film ini berusaha
merepresentasikan suatu peristiwa yang terjadi pada kehidupan kita sehari-hari.
Namun, apakah skenario ini telah merepresentasikan budaya di Jombang, Jawa
Timur dengan akurat? Ataukah hanya dari pengalaman pribadi dari penulis
6
skenario yang kemudian dimunculkan dalam film ini? Lalu apakah film ini
mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai kondisi peran perempuan dan laki-
laki di dalam lingkungan pesantren?
Di dalam skenario terdapat bahasa yang bisa dimaknai dan menarik untuk
dibahas karena tidak semua isi skenario ini dipersepsi sama oleh semua pihak.
Semua ini dipengaruhi oleh aspek pengalaman masing-masing khalayak. Analisis
wacana kritis (Critical Discourse Analysis) mempertimbangkan konteks dari
wacana seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana di sini dipandang
diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu (Eriyanto, 2009:
8). Dalam skenario ini, banyak hal yang bisa diteliti dan ditinjau dari sudut
pandang penelitian analisis wacana. Salah satu tokoh dalam analisis wacana yang
banyak membahas isu gender dan feminisme adalah Sara Mills. Ketidakadilan dan
penggambaran yang buruk mengenai wanita inilah yang menjadi sasaran utama
dari tulisan Mills (Eriyanto, 2009:199). Representasi juga menjadi salah satu
analisis yang penting dalam analisa Mills. Analisa Mills mengatakan bahwa dalam
suatu teks media, wanita bisa ditampilkan dalam posisi subjek atau objek oleh
media. Hal ini menjelaskan apa yang digambarkan media atas suatu realitas
tertentu, dalam perspektif Mills di sini realitas adalah wanita.
Masih dalam Eriyanto (2009), posisi sebagai subjek atau objek dalam
representasi ini mengandung muatan ideologis tertentu. Dalam hal ini bagaimana
posisi ini turut memarjinalkan posisi wanita ketika ditampilkan dalam
pemberitaan. Sedangkan bagaimana khalayak memaknai atau menginterpretasi
pesan tersebut dapat dilihat dari bagaimana penulis skenario menempatkan
7
penonton dalam wacana. Hal ini dalam analisis wacana Mills masuk ke dalam
analisa posisi penulis-pembaca. Peneliti merasa analisis wacana dalam perspektif
Mills cocok untuk digunakan dalam penelitian ini. Maka dari itu, pentingnya
penyusunan teks dan pemaknaannya dalam isu gender di film “Perempuan
Berkalung Sorban” ini, membuat Peneliti ingin mencoba meneliti lebih jauh
mengenai bagaimana skenario film Perempuan Berkalung Sorban dikonstruksi,
dan juga bagaimana skenario film itu ditafsir oleh khalayak. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka penelitian ini berjudul: “STUDI WACANA MENGENAI
SKENARIO FILM ‘PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN’ KARYA
GINATRI S. NOER.”
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana posisi subjek-
objek dan posisi penulis-pembaca dalam skenario film Perempuan
Berkalung Sorban merepresentasi pola relasi gender Anisa?”
1.3. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka identifikasi masalah yang akan
diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana posisi subjek-objek dalam skenario film “Perempuan Berkalung
Sorban” merepresentasi pola relasi gender Anisa?
8
2. Bagaimana posisi penulis-pembaca dalam skenario film “Perempuan
Berkalung Sorban” merepresentasi pola relasi gender Anisa?
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Posisi subjek-objek di skenario film Perempuan Berkalung Sorban dalam
merepresentasi pola relasi gender Anisa, sehingga dapat diketahui latar
belakang ideologi yang dianut oleh penulis skenario film tersebut dan
mengetahui akibatnya pada tokoh Anisa;
2. Posisi penulis-pembaca di film Perempuan berkalung Sorban dalam
merepresentasi pola relasi gender Anisa, sehingga dapat diketahui
bagaimana proses penulis skenario memposisikan pembaca di dalam
teks, juga bagaimana masyarakat menginterpretasikan pesan di dalam
skenario film dan memposisikan dirinya di dalam teks.
1.5. PEMBATASAN MASALAH
Dari identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti di film
Perempuan Berkalung Sorban adalah aspek skenario di mana tokoh Anisa dalam
film Perempuan Berkalung Sorban mengalami penanaman pola relasi gender yang
menimbulkan ketidakadilan gender dan konflik. Peneliti juga ingin mengetahui
cara penulis skenario menyampaikan ideologinya dan mempengaruhi representasi
tokoh Anisa dalam skenario film tersebut. Selain itu, cara khalayak memposisikan
dirinya dan cara mereka menginterpretasi pola relasi gender Anisa di dalam film
ini juga akan diteliti.
9
1.6. KEGUNAAN PENELITIAN
Ada pun kegunaan penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegunaan
teoritis dan kegunaan praktis.
1.6.1. Kegunaan teoritis
Penelitian dan ataupun penulisan ini diharapkan berguna dalam
memberikan sumbangan pemikiran bagi kepentingan perkembangan ilmu
komunikasi pada umumnya serta bagi perkembangan komunikasi massa pada
khususnya, dimana kesimpulan dari penelitian ini dapat digunakan untuk
memperluas wacana dan wawasan keilmuan pada setiap mereka yang
berkeinginan mempelajari tentang ilmu komunikasi massa khususnya dalam
media film.
1.6.2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk tambahan wawasan bagi
masyarakat mengenai pesan dalam film lebih jauh. Secara khusus, hasil penelitian
ini juga bisa dijadikan tambahan pengetahuan bagi para pembuat film.
1.7. KERANGKA PEMIKIRAN
Komunikasi adalah proses menyampaikan pesan dari komunikator
(penyampai pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Pesan yang disampaikan
dapat bermacam-macam, begitu pula cara menyampaikannya pun dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Pesan dalam film dapat kita lihat melalui adegan film;
dialog yang diucapkan oleh para pemain; latar belakang tempat dan waktu;
kostum dan properti film; cara kameramen mengambil gambar (camera angle);
10
serta iringan lagu yang menyertai adegan di dalam film (backsound). Cara
menyampaikan pesan dalam film melalui sebuah media yaitu berupa pita seluloid
atau semacamnya yang mengandung gambar-gambar yang kemudian
diproyeksikan dalam layar bioskop. Di dalam penelitian ini, Peneliti hanya akan
meneliti aspek skenario film saja. Selain karena keterbatasan waktu penelitian,
aspek ini diyakini oleh Peneliti paling banyak mewakili serta paling menonjol dari
pesan pola relasi gender Anisa.
Ada beberapa bentuk dari komunikasi, salah satunya adalah komunikasi
massa. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media
massa pada sejumlah orang (Ardianto & Erdiyana, 2004:3). Untuk itu, film adalah
bagian dari komunikasi massa karena film adalah media yang bisa diakses secara
massal oleh masyarakat. Dari berbagai bentuk pesan dalam film, aspek skenario
adalah bagian yang paling penting untuk menyusun alur film. Di dalam skenario
terdapat suatu ideologi atau kepentingan tertentu dari penulis skenario yang ingin
ia sampaikan kepada penonton. Ideologi ini sangat berkaitan erat dengan
representasi. Menurut Mulyana (2009:114), “representasi itu sendiri menunjuk
pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu
ditampilkan dalam pemberitaan”.
Dalam penelitian ini, Peneliti berusaha mencari tahu apa ideologi yang
membentuk representasi dalam wacana film. Untuk itu, analisis wacana kritis
(critical discourse analysis/CDA) adalah metodologi yang cocok untuk digunakan
dalam meneliti film “Perempuan Berkalung Sorban”. Dalam analisis wacana
kritis, bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk
11
subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya.
Bukan saja aspek kebahasaan yang akan dibahas, tapi ideologi, kekuasaan,
konteks, historis dan tindakan menjadi karakteristik dari penelitian ini.
Penelitian wacana ini berusaha mengungkapakan maksud dan makna-makna
tertentu. Sara Mills adalah salah satu dari tokoh analisis wacana yang
menitikberatkan penelitiannya pada wacana feminisme. Dalam penelitiannya, ia
berusaha menggali pesan dan mencari ideologi dari penulis—dalam konteks film
ini adalah penulis skenario—dari teks film yang disampaikan kepada khalayak.
Peneliti memilih analisis wacana Sara Mills sebagai metode penelitian, karena
dalam model analisis Mills berusaha menemukan ideologi di balik pesan yang
disampaikan oleh komunikator (penulis skenario). Selain itu, Mills juga
mementingkan aspek pembaca (penonton) sebagai aspek yang mempengaruhi
penulis skenario dalam menghasilkan sebuah teks melalui proses negosiasi.
Dalam proses representasi, posisi subjek yang dikemukakan oleh Mills
berusaha menyampaikan peristiwa dari kacamatanya si subjek. Dalam konteks
film, posisi subjek ini direpresentasi pada tokoh utama film. Tokoh utama dari
film ini adalah Anisa yang diperankan oleh Revalina S. Temat. Revalina adalah
artis yang berusaha memahami ide cerita kehidupan tokoh Anisa. Kemudian
Revalina menampilkannya dalam adegan yang ia perankan melalui pengucapan
dialog, gerak tubuh, dan kostum yang digunakannya. Lalu apa yang diceritakan
oleh subjek atau tokoh Anisa ini kemudian disebut dengan posisi objek. Posisi
objek dalam film Perempuan Berkalung Sorban adalah pola relasi gender yang
ditanamkan dalam lingkungan sosial Anisa. Pola relasi gender ini kemudian
12
diceritakan dari kacamata atau sudut pandang Anisa. Dari pemilihan tokoh utama
Anisa sebagai penutur/subjek, maka penulis skenario memiliki ideologi tertentu
yang berusaha ia sampaikan kepada khalayak.
Penulis skenario menampilkan alur kehidupan Anisa dalam film ini,
sehingga pembacaan dominan dari film ini adalah penonton diposisikan sebagai
perempuan (posisi pembaca/penonton). Dengan pemosisian seperti itu, penonton
tidak akan banyak protes, karena selaras dengan apa yang diinginkan oleh penulis
skenario (posisi penulis). Hal ini dikarenakan penonton memiliki kecenderungan
untuk memposisikan dirinya pada tokoh penutur atau pahlawan yang digambarkan
dalam film. Inilah bentuk kerjasama atau proses negosiasi antara penulis skenario
dan penonton yang oleh Mills disebut dengan posisi penulis-pembaca (posisi
penulis skenario-penonton).
Model analisis wacana Sara Mills bermain pada aspek mikro (teks dan
bahasa) dan makro (struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya). Mills berusaha
mencari tahu bagaimana teks itu membentuk dan memposisikan subjek (posisi
subjek-objek), serta bagaimana penonton ditempatkan dalam relasi sosial tertentu
(posisi penulis-pembaca). Dalam pengaplikasiannya di dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
(i) Posisi Subjek-Objek
Posisi Subjek, peristiwa yang terjadi di dalam skenario film dilihat dari
kacamata tokoh utama, yaitu tokoh Anisa. Maka dari itu, posisi subjek
dalam skenario film ini adalah Anisa. Di dalam skenario film ini terdapat
13
alur cerita yang dibagi menjadi beberapa periode waktu kehidupan Anisa,
yaitu sebagai berikut:
- Anisa Kecil, yaitu saat tokoh Anisa masih diperankan oleh Nasya
Abigail;
- Anisa Remaja, yaitu saat tokoh Anisa telah diperankan oleh
Revalina S. Temat sampai pada masa sebelum dijodohkan dengan
Syamsudin;
- Anisa Pernikahan Pertama, yaitu saat tokoh Anisa telah menikah
dengan tokoh Syamsudin (Reza Rahadian);
- Anisa Bercerai & Pernikahan Kedua, yaitu saat tokoh Anisa telah
diceraikan oleh tokoh Syamsudin sampai pada pernikahannya
dengan tokoh Khudori (Oka Antara);
- Anisa Menjanda, yaitu saat tokoh Khudori telah meninggal dan
Anisa menjadi janda dengan satu orang anak.
Posisi Objek, dari keseluruhan skenario film, Peneliti melihat proses
penanaman pola relasi gender pada tokoh Anisa menjadi isu utama. Maka
dari itu, hal yang dituturkan oleh subjek (penutur) dalam skenario film ini
adalah ‘pola relasi gender Anisa’. Berdasarkan alur kehidupan Anisa
yang diceritakan dalam skenario film, maka pola relasi gender Anisa
dibagi menjadi beberapa periode waktu, yaitu:
- Pola Relasi Gender Anisa Kecil, yaitu penanaman pola relasi
gender dilakukan saat tokoh Anisa masih diperankan oleh Nasya
Abigail;
14
- Pola Relasi Gender Anisa Remaja, yaitu penanaman pola relasi
gender pada saat tokoh Anisa telah diperankan oleh Revalina S.
Temat sampai pada masa sebelum dijodohkan dengan Syamsudin;
- Pola Relasi Gender Anisa Pernikahan Pertama, yaitu penanaman
pola relasi gender pada saat tokoh Anisa telah menikah dengan tokoh
Syamsudin (Reza Rahadian);
- Pola Relasi Gender Anisa Bercerai & Pernikahan Kedua, yaitu
penanaman pola relasi gender pada saat tokoh Anisa telah diceraikan
oleh tokoh Syamsudin sampai pada pernikahannya dengan tokoh
Khudori (Oka Antara);
- Pola Relasi Gender Anisa Menjanda, yaitu penanaman pola relasi
gender pada saat tokoh Khudori telah meninggal dan Anisa menjadi
janda dengan satu orang anak.
(ii) Posisi Penulis-Pembaca
Posisi Penulis—yang selanjutnya akan disebut sebagai Posisi Penulis
Skenario (Ginatri S. Noer). Penulis skenario melalui teks mengajak
penonton untuk memahami kondisi pola relasi gender Anisa dengan
membangun plot atau alur cerita tertentu dan bentuk penyapaannya
kepada penonton. Dari penyapaan penulis skenario tersebut kita dapat
melihat ideologi dari penulis Ginatri S. Noer. Bentuk penyapaan penulis
akan dibagi menjadi beberapa alur kehidupan Anisa sesuai dengan alur
cerita di dalam skenario film, yaitu sebagai berikut:
15
- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Kecil, yaitu
bagaimana cara penulis skenario menyapa penonton dalam teks saat
tokoh Anisa masih diperankan oleh Nasya Abigail;
- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Remaja, yaitu
bagaimana cara penulis skenario menyapa penonton dalam teks saat
tokoh Anisa telah diperankan oleh Revalina S. Temat sampai pada
masa sebelum dijodohkan dengan Syamsudin;
- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Pernikahan
Pertama, yaitu bagaimana cara penulis skenario menyapa penonton
dalam teks saat tokoh Anisa telah menikah dengan tokoh Syamsudin
(Reza Rahadian);
- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Bercerai &
Pernikahan Kedua, yaitu bagaimana cara penulis skenario menyapa
penonton dalam teks saat saat tokoh Anisa telah diceraikan oleh
tokoh Syamsudin sampai pada pernikahannya dengan tokoh Khudori
(Oka Antara);
- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Menjanda, yaitu
bagaimana cara penulis skenario menyapa penonton dalam teks saat
tokoh Khudori telah meninggal dan Anisa menjadi janda dengan satu
orang anak.
Posisi Pembaca—yang selanjutnya akan disebut sebagai Posisi
Penonton (para penonton film Perempuan Berkalung sorban).
Bagaimana penonton memposisikan dirinya dalam skenario dan
16
bagaimana penonton memaknai pesan di dalam skenario yang
disampaikan oleh penulis skenario. Dibagi menjadi beberapa periode
yaitu:
- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Kecil, yaitu bagaimana
penonton menafsirkan dan memposisikan dirinya dalam teks pada
masa tokoh Anisa masih diperankan oleh Nasya Abigail;
- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Remaja, yaitu bagaimana
penonton menafsirkan dan memposisikan dirinya dalam teks pada
masa tokoh Anisa telah diperankan oleh Revalina S. Temat sampai
pada masa sebelum dijodohkan dengan Syamsudin;
- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Pernikahan Pertama, yaitu
bagaimana penonton menafsirkan dan memposisikan dirinya dalam
teks pada masa tokoh Anisa telah menikah dengan tokoh Syamsudin
(Reza Rahadian);
- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Bercerai & Pernikahan
Kedua, yaitu bagaimana penonton menafsirkan dan memposisikan
dirinya dalam teks pada masa tokoh Anisa telah diceraikan oleh
tokoh Syamsudin sampai pada pernikahannya dengan tokoh Khudori
(Oka Antara);
- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Menjanda, yaitu bagaimana
penonton menafsirkan dan memposisikan dirinya dalam teks pada
masa tokoh Khudori telah meninggal dan Anisa menjadi janda
dengan satu orang anak.
17
Gender sendiri dalam Women’s Studies Encyclopedia sebagaimana dikutip
oleh Mufidah Ch. (dalam Ridwan, 2006:16), adalah suatu konsep kultural,
berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas,
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat. Hal ini berbeda dengan pengertian seks, yaitu jenis kelamin. Gender
adalah penempelan sifat-sifat yang telah ditanamkan secara turun temurun dan
melalui proses yang panjang kepada masyarakat mengenai perempuan dan laki-
laki. Sedangkan seks atau jenis kelamin adalah hal-hal yang bersifat biologis,
seperti laki-laki memilik jakun dan penis, sedangkan perempuan memiliki rahim
dan payudara. Seks ini merupakan kodrat yang diterimanya sejak ia lahir dan tidak
bisa dirubah. Sedangkan gender bersifat kultural yang diciptakan oleh manusia itu
sendiri.
Film Perempuan Berkalung Sorban banyak menampilkan masalah gender.
Anisa dihadapkan oleh penanaman perilaku perempuan yang menurut lingkungan
sosialnya harus dimiliki oleh perempuan. Hal-hal seperti bagaimana perempuan
harus bersikap, bagaimana peran seorang ibu atau istri dalam keluarga, dan
bagaimana pola relasi gender yang ditampilkan semenjak kecil itu menimbulkan
ketidakadilan gender.
Ketika lingkungan sosial budaya menanamkan perbedaan sifat maskulin
untuk laki-laki dan feminim untuk perempuan sejak manusia itu lahir, maka hal
itu dapat melahirkan perbedaan gender. Namun, selama perbedaan gender itu
tidak menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities), maka gender
bukanlah suatu masalah. Kenyataannya, pemahaman tentang pola relasi gender
18
telah melahirkan ketidakadilan gender, baik perempuan atau pun laki-laki dapat
menjadi korban dari ketidakadilan gender.
1.8. METODOLOGI PENELITIAN
1.8.1. Penelitian Kualitatif
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Metode ini lebih menekankan pada pengamatan terhadap fenomena
yang terjadi di masyarakat. Menurut Nasution (1992:13), pendekatan ini bertujuan
untuk memperoleh pemahaman dan menggambarkan realitas yang kompleks.
Dalam penelitian kualitatif, realitas dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh,
memiliki dimensi banyak namun juga bisa berubah-ubah. Metode ini dipilih oleh
peneliti karena dalam penelitian kualitatif, fenomena digali berdasarkan aspek-
aspek yang ada di dalam masyarakat yang menjadi latar terjadinya sebuah
fenomena sosial dalam hal ini mengenai pola relasi gender yang ditanamkan pada
perempuan semenjak ia kecil. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses
yang terjadi dalam sebuah penelitian daripada sebuah hasil akhir.
“Sinematografis memiliki hubungan ‘motivasi’ atau ‘beralasan’
(motivation) dengan penanda yang tampak jelas melalui hubungan penanda
dengan alam yang dirujuk” (Sobur, 2006:131). Dengan kata lain, pesan yang
ditampilkan dalam film telah dirancang sedemikian rupa melalui bahasa verbal
dan nonverbal dalam film itu sendiri sehingga film bisa dikaji melalui salah satu
metode kualitatif, yaitu metode penelitian analisis wacana.
19
1.8.2. Analisis Wacana Sara Mills
Padanan kata wacana dalam bahasa Inggris adalah discourse, yang dalam
Kamus Webster (1983:522) memiliki pengertian hubungan pikiran dengan kata-
kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; atau percakapan. Sedangkan
pengertian dari salah satu ahli, “Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang
dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di
dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau
representasi dari pengalaman” (Roger Fowler, dalam Eriyanto, 2009: 2). Dengan
kata lain, wacana terbentuk melalui pengalaman yang direpresentasikan kembali
oleh komunikator. Cara komunikator memandang suatu realitas akan
mempengaruhi pesan komunikasi dalam sebuah wacana.
Pandangan komunikator atas sebuah realitas itu dapat menunjukkan
ideologi yang dianutnya. Ideologi ini akan berpengaruh pada penyusunan,
penggambaran, dan pendeskripsian komunikator pada pesan yang ingin
disampaikannya. Untuk meneliti ideologi apa yang ada di balik film “Perempuan
Berkalung Sorban” ini maka diperlukan sebuah analisis wacana kritis (Critical
Analysis Discourse, selanjutnya disingkat menjadi CDA). Dalam CDA, realitas
dipandang sebagai hasil konstruksi manusia yang berada dalam posisi lingkungan
sosial yang dominan. Kelompok dominan ini kemudian “menciptakan realitas,
dengan memanipulasi, mengondisikan orang lain agar mempunyai penafsiran dan
pemaknaan seperti yang mereka inginkan” (Eriyanto, 2009:55).
20
Untuk itu, peneliti ingin menggunakan pendekatan analisis wacana kritis
(CDA) yang merupakan sebuah metode analisis dengan teks sebagai elemen yang
membangunnya. Dengan model penelitian yang mengacu pada Sara Mills. Teori
wacana yang dikemukakan oleh Sara Mills banyak membahas wacana feminis dan
bagaimana sosok perempuan ditampilkan dalam media. Titik perhatian dari
wacana feminis adalah bagaimana teks bias dalam menampilkan sosok wanita.
Ketidakadilan dan penggambaran yang buruk mengenai wanita inilah yang
menjadi sasaran utama dari tulisan Mills. Sara Mills juga memusatkan perhatian
pada bagaimana pembaca dan peneliti ditampilkan dalam teks. Bagaimana
pembaca mengidentifikasikan dan menempatkan dirinya dalam penceritaan teks
(Eriyanto, 2009:200).
Sebuah pesan bukan semata hasil produksi dari penulis skenario, namun
dalam proses pembuatan pesan tersebut penulis skenario melakukan negosiasi
dengan pembaca/penontonnya. Eriyanto (2009:204-205) mengatakan, bahwa
dalam mempelajari konteks tidak cukup hanya konteks dari sisi penulis skenario
saja, tetapi perlu juga mempelajari konteks dari sisi penonton. Pandangan Mills
mengenai konteks penulis-pembaca (penulis skenario-penonton) menyatakan
bahwa komunikasi tidak berjalan satu arah dan penonton tidak dianggap pasif
dalam proses komunikasi berlangsung.
Dalam analisis wacana Mills juga dikenal dengan istilah posisi subjek-objek
dan posisi penulis-pembaca. Kerangka analisis tersebut akan dijelaskan pada tabel
di bawah ini:
21
TINGKAT YANG INGIN DILIHAT
Posisi Subjek-
Objek
Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu
dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa
yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor
dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan
dirinya sendiri, gagasannya ataukah kehadirannya, gagasannya
ditampilkan oleh kelompok/orang lain.
Posisi Penulis-
Pembaca
Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana
pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan.
Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasikan dirinya.
Tabel 1.1.Kerangka Analisis Wacana Model Sara Mills
(Eriyanto, 2009:211)
1.8.3. Model Aplikatif
TINGKAT YANG INGIN DILIHATPosisi Subjek-Objek
Posisi Subjek:- Anisa Kecil- Anisa Remaja- Anisa Pernikahan Pertama- Anisa Bercerai & Pernikahan Kedua- Anisa Menjanda
Posisi Objek:- Pola Relasi Gender Anisa Kecil- Pola Relasi Gender Anisa Remaja- Pola Relasi Gender Anisa Pernikahan Pertama- Pola Relasi Gender Anisa Bercerai & Pernikahan Kedua- Pola Relasi Gender Anisa Menjanda
Posisi Penulis Skenario-Penonton
Posisi Penulis Skenario- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Kecil- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Remaja- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Pernikahan
Pertama- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Bercerai &
Pernikahan Kedua- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Menjanda
Posisi Penonton- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Kecil
22
- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Remaja- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Pernikahan Pertama- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Bercerai & Pernikahan
Kedua- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Menjanda
1.9. TEKNIK PENGUMPULAN DATA & KEABSAHAN DATA
Teknik pengumpulan data dan keabsahan data dengan menggunakan
beberapa tahap, diantaranya adalah:
Analisis Tekstual
Pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Objek penelitian yang
dimaksud adalah skenario film “Perempuan Berkalung Sorban”. Peneliti
akan memilah-milah setiap adegan yang ditonton dalam skenario film yang
paling menonjol dalam menampilkan pola relasi gender Anisa. Berangkat
dari adegan-adegan yang telah dipilih tersebut, peneliti akan menganalisa
dengan menggunakan model aplikatif yang sudah dijelaskan di atas.
Wawancara
Wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, yang dapat memberikan data-
data yang dibutuhkan selama penelitian. Wawancara ini dibutuhkan oleh
peneliti untuk mengklarifikasi temuan-temuan dari hasil penelitian yang
sudah di temukan. Beberapa narasumber yang dapat memperkaya hasil
penelitian ini adalah narasumber penonton laki-laki dan perempuan,
sutradara Hanung Bramantyo, penulis skenario Ginatri S. Noer, kritikus
film, tokoh agama, dan tokoh feminis. Peneliti menggunakan teknik
wawancara langsung kepada seluruh narasumber penelitian. Namun, karena
23
keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki oleh Peneliti, maka narasumber
penelitian ini terbatas pada:
Narasumber penonton perempuan, yaitu Fika Yunida Fajrin, S.Sos.
(22 tahun). Peneliti memilih Fika sebagai narasumber penonton
perempuan karena ia bisa mewakili sudut pandang dari keseluruhan
penonton perempuan. Peneliti juga ingin mengetahui apakah penonton
perempuan akan menempatkan dirinya (posisi pembaca/penonton) pada
tokoh perempuan, atau tokoh pria dalam film Perempuan Berkalung
Sorban.
Narasumber penonton laki-laki, yaitu Rizwan Fauzan (22 tahun).
Peneliti memilih Rizwan sebagai narasumber penonton laki-laki karena
ia bisa mewakili sudut pandang dari keseluruhan penonton laki-laki.
Peneliti juga ingin mengetahui apakah penonton laki-laki akan
menempatkan dirinya (posisi pembaca/penonton) pada tokoh perempuan,
atau pada tokoh pria dalam film Perempuan Berkalung Sorban.
Narasumber utama penulis skenario, yaitu Ginatri S.Noer.
Narasumber ini akan menjadi pihak yang mengklarifikasi temuan-temuan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Peneliti. Peneliti juga ingin
mengetahui apa ideologi yang melatarbelakangi skenario film Perempuan
Berkalung Sorban disusun.
Dokumentasi
Pengumpulan artikel atau catatan-catatan yang berhubungan dengan objek
penelitian, yaitu sebagai berikut:
24
Rekaman film Perempuan Berkalung Sorban berupa VCD (Video
Compact Disc) dalam dua keping.
Artikel-artikel dari internet yang mengulas resensi dan penilaian
masyarakat terhadap film Perempuan Berkalung Sorban
Keabsahan Data
Keabsahan data menggunakan ‘triangulasi teknik sumber’ yang telah ada
sebagai pembanding keabsahan data yang diperoleh oleh penulis di
lapangan. Analisis tekstual dan dokumen yang didapat penulis di lapangan
dibandingkan dengan wawancara yang dilakukan oleh beberapa sumber.
1.10. TEKNIK ANALISIS DATA
Menurut Miles (http://aflahchintya23.wordpress.com/2008/02/27/teknik-
analisis-data-dan-pemaknaan-hasil-temuan/ , diakses pada tanggal 19 April 2010)
analisis data kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
Penjelasan mengenai teknik analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Reduksi Data: menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
adegan-adegan dalam skenario film yang tidak diperlukan, dan
mengorganisasi adegan-adegan tersebut sehingga kesimpulan final
mengenai film ini dapat diambil dan diverifikasi. Adegan-adegan dalam
skenario film akan diorganisasikan berdasarkan pembagian periode
25
waktu yang disesuaikan dengan alur kehidupan tokoh Anisa dalam film
ini.
2. Penyajian Data: adegan-adegan dalam skenario film yang sudah
diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam model aplikatif seperti yang
telah dijelaskan pada poin di atas.
3. Penarikan Kesimpulan (verifikasi): Sekumpulan informasi yang telah
tersusun memungkinkan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan
kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan. Kesimpulan juga
diverifikasi selama penelitian berlangsung.
1.11. ORGANISASI KARANGAN
BAB I. PENDAHULUAN. Mengupas latar belakang, rumusan dan identifikasi
masalah, pembatasan masalah dan pengertian istilah, serta tujuan dan metode
yang digunakan dalam penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Berisi telaah yang menguraikan dan menjelaskan
mengenai teori yang relevan dan berkaitan dengan masalah penelitian. Teori
tersebut antara lain : Komunikasi Massa, Analisis Wacana, Film, dan Gender.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Berisi tentang metode penelitian yang
digunakan secara rinci serta teori-teori yang mendukung. Antara lain adalah
metode penelitian kualitatif, analisis wacana secara umum, serta analisis wacana
dari pendekatan Sara Mills.
BAB IV. OBJEK PENELITIAN. Berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan
objek penelitian.
26
BAB V. PEMBAHASAN. Pemaparan Peneliti tentang pembahasan dari penelitian,
yang terdiri dari analisis posisi subjek-objek dan posisi penulis-pembaca.
BAB VI. KESIMPULAN. Merupakan tahap kesimpulan dari seluruh pembahasan
penelitian.
27