Download - Bab 12345 Konduksi
ABSTRAK
Dalam ruang lingkup energi panas, transfer energi dapat berlangsung melalui
konduksi dan radiasi. Pada praktikum kali ini dilakukan praktikum konduksi, yang
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dasar tentang prinsip dasar konduksi dan
untuk mengetahui nilai konduktifitas serta overall heat transfer pada setiap bahan
konduktor selain itu untuk mengetahui kenaikan temperatur terhadap konduktifitas
thermal tiap bahan.
Konduksi merupakan perpindahan panas tanpa disertai zat perantara. Energi
panas akan dipindahkan dari molekul satu ke molekul lain saat terjadi tabrakan pada
molekul-molekul tersebut. Percobaan ini dilakukan dengan cara mengatur set point
voltage regulator pada nilai 220 V dan nilai 100 pada thermocontrol, kemudian
aktifkan pompa dan heater. Data dapat diambil setelah kurang lebih 10 menit heater
dinyalakan. Kemudian dilakukan pengambilan data untuk besarnya arus, tegangan,
dan temperatur pada tiap titik dengan menggunakan tombol thermocouple selector.
Mengulang prosedur praktikum dengan kenaikan set point sebesar 25 sampai
mencapai 200. Mengulang prosedur masing-masing spesimen.
Dari praktikum yang dilakukan akan di dapatkan data berupa tegangan, arus,
dan tempeteratur tiap titik. Sehingga didapatkan grafik T = f(x), temperatur fungsi
posisi thermocouple dari setiap spesimen. Dan didapatkan grafik perbandingan K
aktual dan K teori terhadap temperatur rata-rata.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemahaman termodinamika, kita telah mengetahui bagaimana suatu energi
dapat ditransfer melalui interaksi pada suatu sistem terhadap lingkungan sekitar,
dimana energi tersebut dapat berupa panas maupun bentuk kerja. Dalam lingkup
energy panas, transfer energi dapat berlangsung melalui konduksi, konveksi, dan
radiasi.
Untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dalam ruang lingkup perpindahan
panas yang terjadi pada setiap elemen kecil yang terkait pada suatu sistem yang akan
dianalisa. Namun, pemahaman yang paling mendasar yaitu apa yang dimaksud
dengan perpindahan panas dan bagaimana hal itu terjadi.
Praktikum perpindahan panas merupakan salah satu langkah dalam upaya
meningkatkan tingkat pemahaman dasar terhadap mekanisme proses perpindahan
panas. Pada praktikum ini akan mensimulasikan proses perpindahan panas secara
konduksi.
1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang perlu dipecahkan :
1. Bagaimana proses perpindahan panas secara konduksi.
2. Bagaimana kita bisa mengetahui nilai konduktifitas dan overall heat transfer
coefficient suatu jenis material.
3. Bagaimana pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi temperatur
dan pengaruh kenaikan temperatur spesimen terhadap nilai kondukstifitasnya.
1.3 Tujuan Praktikum
Praktikum perpindahan panas ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemahaman terhadap dasar perpindahan panas secara
konduksi.
2. Mampu membandingkan serta mengestimasikan nilai konduktifitas dan
overall heat transfer coefficient suatu jenis material melalui pengolahan data.
3. Mengetahui pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi temperatur
yang terjadi dan pengaruh kenaikan temperature spesimen terhadap nilai
kondukstifitas.
1.4 Batasan Masalah
Agar didapatkan hasil yang akurat dari percobaan konduksi maka diperlukan
batasan masalah sebagai berikut :
1. Steady state
properties pada suatu titik tertentu tidak berpengaruh terhadap fungsi waktu,
properties dianggap konstan.
2. Konduksi terjadi pada satu dimensi
Perpindahan panas secara konduksi hanya dihitung pada satu arah yang akan
ditinjau (arah normal).
3. Heat generation diabaikan
Tidak ada heat generation dikarenakan spesimen yang digunakan dianggap
logam murni.
4. q konstan
q konstan karena q yang masuk adalah arus tegangan dari catu daya yang
dianggap konstan.
5. Kontak resistance diabaikan
Karena sambungan antar logam pengahantar dan spesimen dianggap rata
(tidak ada gap).
6. Radiasi diabaikan
Karena nilai dari konstanta boltzman sangat kecil (5,67 x 10-8 W/m2K4), maka
nilai dari q radiasi menjadi kecil sehingga dapat diabaikan.
1.5 Sistematika laporan
Untuk penyusunan laporan perpindahan panas digunakan sistematika sebagai
berikut :
1. Abstrak
Berisi pendahuluan, langkah kerja, tahap persiapan serta data hasil praktikum.
2. BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, tujuan praktikum, rumusan masalah, serta batasan
masalah dan sistematika penyusunan laporan.
3. BAB II DASAR TEORI
Bagian ini memuat dasar teori yang digunakan pada saat pengolahan data dan
pada saat praktikumserta pengambilan kesimpulan.
4. BAB III METODOLOGI
Berisi mengenai peralatan yang digunakan saat praktikum baik berupa
spesifikasi maupun gambar peralatan dan instalasi, serta urutan-urutan saat
dilakukan percobaan.
5. BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Berisi data percobaan dan contoh perhitungan yang didapatkan pada saat
praktikum beserta table perhitugan dan grafik hasil perhitungan sera analisa
grafiknya.
6. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Memuat kesimpulan dari seluruh praktikum yang telah dilakukan dan saran
agar praktikum ini menjadi lebih baik.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Konduksi
Pada dasarnya konduksi adalah perpindahan panas disertai perpindahan
bagian-bagian zat perantaranya, dimana energi panasnya dipindahkan dari satu
molekul ke molekul lain dari benda tersebut. Contohnya perpindahan panas
melalui sepotong besi, dari salah satu ujung ke ujung lainnya, untuk lebih
jelasnya mekanisme peristiwa konduksi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 Aktivitas molekul pada perpindahan panas secara konduksi
Pada kondisi nilai T1>T2 menyebabkan partikel partikel yang berbeda dekat
dengan T1 akan bergerak secara acak (berputar dan bergerak) dan saling
bertumbukan dengan partikel yang lainnya sehingga terjadi perpindahan energi
yaitu berupa panas dari T1 ke T2. Besarnya laju perpindahan panas dapat
dinyatakan dalam bentuk heat flux, q” (W/m2), yaitu perpindahan panas setiap
satuan luas, yang arahnya tegak lurus dengan luasan dan besarnya sebanding
dengan gradien temperaturnya. Secara umum, besarnya nilai perpindahan panas
digambarkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.2 perpindahan panas konduksi satu dimensi
Secara umum, besarnya nilai perpindahan panas adalah :
q n = - k {dT} over {dn
Dalam arah x yaitu :
q x = - k {dT} over {dx
k adalah properties yang disebut dengan konduktivitas termal (W/m.K).
Dengan asumsi steady state conditions, distribusi temperature pada koduksi
adalah linear, sehingga distribusi temperature dapat dinyatakan:
dTdx
=T 2−T 1L
q = - k {T 2 - T 1} over {L
q = k {T 1 - T 2} over {L} = k {∆ T} over {L} …………… .(2.1
Heat rate konduksi pada plane wall dengan luasan A adalah q = q”.A (Watt),
kemampuan suatu material untuk menyimpan energy adalah Volumetrik heat
capacity [ρ.cp (J/m3.K)]. Kebanyakan solid dan liquid merupakan media
penyimpan energy bagus yang mempunyai harga angka perbandingan heat
capacity (ρ.cp >1 MJ/m3.K) sedangkan gas merupakan media penyimpan energi
panas yang kurang bagus (ρ.cp ≈1 J/m3.K).
Rasio thermal conductivity terhadap heat capacity disebut sebagai thermal
diffucifity, α:
α= kρ . cp [m2
s ]…………………………(2.2)
Heat Diffusion equation
Koordinat Cartesian
Gambar 2.3 Differential control volume dx, dy, dz
qx+dx=qx+ δqxδx
dx
qy+dy=qy+ δqyδy
dy …………… ..…… …….. (2.3 )
qz+dz=qz+ δqzδz
dz
Bentuk umum konservasi energi adalah
E∈+ E g−E out=E st…………………...........(2.4)
Dengan :
E g= q . dx .dy .dz…………….……………………….(2.5)
q=energi bangkitan perUnit volume ( W
m3 )…….(2.6)
E st=ρ . cpδTδt
dx . dy . dz
Persamaan (2.5), (2.6) disubstitusikan ke persamaan (2.4):
qx + qy + qz + q . dx .dy .dz - qx + dx – qy + dy – qz + dz = ρ . cpδTδt
dx . dy . dz
...........................................................(2.7)
substitusi persamaan (2.3) :
−δqxδx
dx− δqyδy
dy− δqzδz
dz+ q.dx.dy.dz = ρ . cpδTδt
dx . dy . dz….(2.8)
Karena laju perpindahan panas konduksi adalah:
qx=−k . dy . dzδTδx
qy=−k . dx . dzδTδy
……… (2.9)
qz=−k . dx . dyδTδz
Maka substitusi (2.9) ke (2.8) :
δδx (k δT
δx )+ δδy (k
δTδy )+ δ
δz (k δTδz )+q=ρ . cp
δTδt
…… (2.10 )
Koordinat silindris
Gambar 2.4 Differential control volume dr, rdθ, dz
q = - k T = - left [i {δT} over {δr} + j {1} over {r} {δT} over {δθ} + k {δT} over {δz} right ∇
qr = - k {δT } over { δr } qθ =−kr
.δTδθ
qz= - k {δT} over {δz
1r
δδr (kr
δTδr )+ 1
r2
δδθ (k δT
δθ )+ δδz (k δr
δz )+q=ρ . cpδTδt
……… …(2.11 )
Tahanan Thermal pada plane wall
Gambar 2.5 perpindahan panas konduksi satu dimensi
Rt , Cond=T 1−T 2qx
= LkA
……… ..(2.12)
Overall Heat transfer Coefficient
Gambar 2.6 perpindahan panas pada dinding komposit
Berikut adalah rumusan overall heat transfer coefficient pada tiga dinding
berlapis A,B, dan C, disertai konveksi pada udara bebas:
U= 1R tot . A
= 1
[( 1h1 )+( LA
kA )+( LBkB )+( LC
kC )+( 1h 4 )]
…… ….(2.13)
q = U.A.∆T……………………………………………………………… (2.14)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Peralatan Percobaan
Dalam praktikum ini terdapat peralatan penunjang dan alat ukur.
Spesifikasi peralatan terdapat peralatan penunjang dan alat ukur. Spesifikasi
peralatan tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Sistem Sirkulasi Air (Water Circulation System)
Sistem sirkulasi air diperlukan untuk mendinginkan permukaan logam
perantara (tembaga) bagian bawah sehingga timbul adanya perbedaan
temperature.
Pompa Air
- Tipe : Centrifugal Pump
- Merek : Dyna
- Buatan : Japan
- Daya : 220 V – 50 Hz 12W - 60 Hz 10W
b. Sistem pemanas dan kontrol temperatur (Heating and Thermocontrol System)
sistem pemanas berfungsi untuk menjaga temperatur kerja, eleman pemanas
terdiri dari:
Thermocontrol
- Tipe : 1L – 70
- Merek : TEW Electric Heating Equipment, co
- Range : 0 – 4000 C
- Sensor Input Tipe : K – Type
- Voltage : 110/220 V
Thermocouple
- Tipe : K – Type
- Range : 0 s/d 4000 C
- Sensor Input Tipe : K – type
- Akurasi : 2% of Full Scale
c. Alat Ukur Temperatur (Thermometer)
Pengukuran pada masing-masing titik menggunakan thermometer yang sama,
Thermocouple dihubungkan dengan digital thermometer sehingga pembacaan
temperature dapat dilihat pada display.
Thermocouple
- Tipe : K – Type
- Range : 0 s/d 4000C
- Sensor Input Tipe : K – Type
- Akurasi : 2% of Full Scale
Digital Thermometer
- Tipe : K – Type
- Buatan : Taiwan
- Range : 0/0,1
- Akurasi : ± 2% untuk -50 s/d 0
± (0,3 % s/d 1%) untuk 0 s/d 100
Safety Equipment
- Sarung tangan
Spesifikasi spesimen dan logam penghantar:
Bahan Logam Penghantar Diameter (mm) Tinggi (mm)
Tembaga 1 40 140
Tembaga 2 40 140
Bahan Spesimen Diameter (mm) Tinggi (mm)
Stainless Steel 40 49
Besi 35,3 49
Alumunium 40 50
3.2 Instalasi Percobaan
Praktikum dilakukan menggunakan logam tembaga dalam bentuk
silinder, sebagai logam penghantar dengan pemberian panas melalui elemen
heater, spesimen yang digunakan adalah besi, almunium, dan stainless steel.
Deskripsi jelasnya dapat digambarkan pada skema instalasi sebagai berikut
Gambar 3.1 instalasi peralatan uji konduksi.
1. Aperemeter 14. Elemen pemanas
2. Thermocouple selector
3. Setpoint adjuster
4. Voltmeter
5. Thermocontrol
6. Thermocouple 1
7. Thermocouple 2
8. Thermocouple 3
9. Thermocouple 4
10. Thermocouple 5
11. Thermocouple 6
12. Pompa
13. Thermocontroler referensi
15. Logam perantara 1
16. Specimen
17. Isolator
18. Logam perantara 2
19. Penampung air.
3.3 Langkah-langkah Percobaan
Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang
akurat, berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum:
1. Tahap persiapan
a. Digunakan sarung tangan sebagai perlengkapan dan tindakan keselamatan
diri.
b. Dipastikan sistem peralatan uji konduksi telah terinstalasi dengan baik
dan benar sesuai dengan skema instalasi peralatan konduksi.
c. Dipastikan tegangan voltage regulator pada nilai 0 Volt dan set Point
Thermocontrol pada nilai 00C.
d. Dipastikan Thermocouple terpasang baik dengan mengecek nilai yang
ditunjukan pada display digital thermocouple. Apabila digital
thermocouple tidak menampilkan nilai temperatur yang relevan, cek
kembali pemasangan Thermocouple pada spesimen atau atur kabel
penghantar antara thermocouple selector dan thermometer digital.
e. Dipasangkan thermocouple pada spesimen sistem peralatan uji konduksi,
tutup dan rapatkan insulator, kemudian kencangkan pemasangan heater
dan logam penghantar pada bagian atas sistem peralatan uji konduksi.
f. Dipasang thermocouple referensi pada heater.
g. Dicek kembali pembacaan temperature pada digital thermocouple.
Apabila digital thermocouple tidak menampilkan nilai temperatur yang
relevan ulangi mulai langkah a).
2. Tahap pengambilan data
a. Diatur tegangan voltage regulator pada nilai 220 volt.
b. Dipastikan pompa mensirkulasikan air pendingin dengan baik
c. Dinyalakan thermocontrol dengan menekan saklar tegangan
thermocontrol pada posisi ON.
d. Diatur set point thermocontrol pada nilai 1000C.
e. Dilakukan pengambilan data dengan waktu tunggu minimum 10 menit
setelah prosedur d). data yang diambil terdapat pada lembar data
praktikum konduksi. Pengambilan data arus dapat dilihat pada
amperemeter, data tegangan dapat dilihat pada voltmeter dan data
temperatur tiap titik dapat dilihat pada digital thermometer dengan
mengatur set point thermoselector.
f. Dilakukan pengambilan data setiap spesimen dengan kenaikan set point
thermocontrol sebesar 250C hingga set point thermocontrol mencapai
nilai 1750C. Waktu tunggu pengambilan data minimum 5 menit untuk
tiap kenaikan nilai set point thermocontrol.
g. Setelah seluruh pengambilan data selesai, diatur set point thermocontrol
pada nilai 00C dan matikan thermocontrol dengan menekan saklar
tegangan thermocontrol pada posisi OFF.
h. Dilakukan prosedur persiapan hingga pengambilan data untuk masing-
masing spesimen, mulai dari stainless steel, besi kemudian alumunium
dan dengan waktu pendinginan minimum 5 menit. Pendinginan sistem
peralatan uji dilakukan dengan tetap mensirkulasikan air pendinginan dan
juga melepaskan spesimen yang telah diambil data.
i. Setelah dilakukan pengambilan data untuk spesimen yang terakhir, yakni
alumunium, dimatikan voltage regulator dengan mengatur tegangan pada
nilai 0 Volt kemudian lepaskan kabel supply untuk pompa.
j. Dikembalikan dan dirapikan sistem peralatan uji konduksi pada kondisi
semula.
3.4 Flowchart Percobaan
START
1. Spesimen (stainless steel, besi, dan aluminium
2. Amperemeter3. Voltmeter
no
1. Spesimen (stainless steel, besi, dan aluminium
2. Amperemeter3. Voltmeter
Ditunggu minimum 5 menit untuk Tt
AB
Dilakukan pengambilan data arus, tegangan, dan suhu pada amperemeter, voltmeter, dan digital thermometer dengan mengatur set point thermoselector
Tt ≥ i = i + 1 i = i + 1
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Praktikum
Data hasil praktikum terlampir
4.2 Flowchart Perhitungan konduksi
A B C
START
1. Tegangan (volt); Arus (Ampere)2. D Tembaga; L tembaga3. D specimen; L specimen4. Set point x=100; 125; 1505. Specimen : stainess steel, besi,
aluminium.
n=1
T AVG=(T 1−T 2)
2+273
T AVG=(T 3−T 4)
2+273
T AVG=(T 5−T 6)
2+273
K tembaga (1 dan 2) dari hasil interpolasi table A-1 (cooper pure)
v=100
q teori tembaga=k t . ∆ tT2−T1
Lt
A B C
A B C
K teori specimen didapat dari hasil TAVG 5-6 interpolasi pada table A-1.
4.3 Contoh Perhitungan Konduksi
Diambil salah satu pada data pada set point thermocontrol 1000 C :
K teori spesimen
END
Nilai : K teori; K praktikum; q teori; R; U
X ≤ 150
n ≤ 3 n+1
q tembaga = q teori spescimen
q praktek tembaga=K praktek . A∆ TL
K Praktikum
U= 1Rtot . A
U= 1Lt
K t 1 A t 1
+L spe
K spe A spe
+Lt
K t 2 A t 2
x+25
q teori specimen=K spe. A spe
T 3−T 4
Lspe
D tembaga 1 dan 2 = 40mm = 0,04m
L tembaga 1 dan 2 = 140mm = 0,14m
Dari data percobaan di dapatkan :
T1 = 68,8 C = 341,8 K⁰ ⁰ T2 = 64,8 C = 337,8 K⁰ ⁰
T3 = 57,8 C = 330,8 K⁰ ⁰ T4 = 38 C = 311 K⁰ ⁰
T5 = 27 C = 300 K⁰ ⁰ T6 = 24.5 C = 297,5 K⁰ ⁰
Tegangan = 150 Volt Arus = 1 Ampere
T∞ = 27 0C
a. Spesimen Tembaga 1
T avg=T 1+T 2
2=
(341,8+337,8 ) K2
=339,8 K
Dengan interpolasi di dapatkan K teori dari tabel A1 incopera cooper pure :
200 K = 413 W/mk
339,8 K = X
400 K = 393 W/mk
K = 400−339,8400−200
x (413−393 )+393=399,02 W/mk
Jadi nilai K teori untuk tembaga 1 adalah 399,02 W/mk
Luasan Tembaga
A tembaga=π4
x d2 =
π4
× (0,04 m)2 = 1,256 ×10-3 m2
Q teori = K × A × ΔTL
= 399,02 × 1,256×10-3 × (341,8−337,8)
0,14 = 14.319 W
R Tembaga = ¿1
Kt1 × At 1 =
0,14
399,02× 1,256 ×10−3 = 0,279 KW
b. Spesimen Stainless Steel
T avg=T 3+T4
2=
(330,8+311 ) K2
=320,9 K
Dengan interpolasi di dapatkan K teori dari tabel A1 incopera stainless steel :
200 K = 12,6 W/mk
320,9 K = X
400 K = 16,6 W/mk
K = 400−320,9400−200
x (12,6−16,6 )+16,6=15,018 W/mk
Jadi nilai K teori untuk Stainless steel adalah 15,018 W/mk
Luasan Stainless Steel
A Stainless steel=π4
xd2 =
π4
× (0,04 m)2 = 1,256 ×10-3 m2
q Teori
q = K × A × ΔTL
= 15,018 × 1,256×10-3 × (330,8−311)
0,49 = 7,622 W
K aktual = q teoritis× L spesimen
A × ΔT =
14,319 ×0,049
1,256 ×10−3 ×(330,8−311) = 28,213 W/mk
R Tembaga = ¿1
Kt1 × At 1 =
0,05
15,018× 1,256 ×10−3 = 2,65 KW
c. Spesimen Tembaga 2
T avg=T 5+T6
2=
(300+297,5 ) K2
=298,75 K
Dengan interpolasi di dapatkan K teori dari tabel A1 incopera cooper pure :
200 K = 413 W/mk
298,75 K = X
400 K = 393 W/mk
K = 400−298,75
400−200x (413−393 )+393=403,125 W/mk
Jadi nilai K teori untuk tembaga 2 adalah 403,125 W/mk
Luasan Tembaga
A tembaga=π4
x d2 =
π4
× (0,04 m)2 = 1,256 ×10-3 m2
q Teori = K × A × ΔTL
= 403,125 × 1,256×10-3 × (300−297,5)
0,14 = 9,042 W
R Tembaga = ¿1
Kt1 × At 1 =
0,14
403,125 ×1,256 × 10−3 = 0,276 KW
4.4 Analisa grafik
4.4.1 Grafik T vs Jarak pada Stainless Steel
Gambar 4.1 Grafik T Fungsi Posisi Thermocouple Pada Stainless Steel
Pada grafik stainlees steel di atas menunjukkan bahwa temperatur
tertinggi pada setpoint 150 , kemudian diikuti setpoint 125 dan setpoint 100.
Untuk set point 150 dan 125 pada titik 1-2 menunjukkan grafik tersebut lebih
landai namunpada titik 3-4 lebih curam. Hal ini dapat dianalisa karena kedua
spesimen, spesimen 1-2 adalah tembaga dan 3-4 adalah stainless steel
sehingga memiliki nilai konduktivitas termal yang berbeda berdasarkan
temperatur. Sedangkan titik 5-6 menunjukkan grafik yang lebih landai karena
Posisi Thermocouple
panas yang melewati titik tersebut lebih rendah daripada titik 1-2. Grafik di
atas mempunyai kecenderungan menurun, kecuali pada set point 125 dan 150
memiliki grafik berhimpit. Temperatur tertinggi berada pada titik pertama dan
menurun seiring bertambahnya jarak dari sumber panas hingga ke temperatur
terendah.
Sesuai rumus q=k . A .∆T∆ L
nilai konduktivitas termal (k) suatu bahan
berbanding terbalik dengan beda temperatur (∆ T ) ini menunjukkan ∆ T akan
turun seiring dengan naiknya nilai k. Sedangkan nilai konduktivitas termal (k)
berbanding lurus dengan nilai jarak (L), semakin besar jarak , maka k akan
naik dan nilai k berbanding lurus dengan nilai heat rate (q). Ini menunjukkan
ketika nilai k naik, nilai ∆ T akan turun dan jarak akan semakin besar sehingga
nilai q akan naik. Sehingga berdasarkan grafik di atas sudah sesuai dengan
perumusanya itu semakin besar nilai k maka ∆ T akan semakin kecil
4.4.2 Grafik T vs Jarak Pada Besi
Posisi Thermocouple
T (K
)
Gambar 4.2 Grafik T Fungsi Posisi Thermocouple Pada Besi
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa temperatur tertinggi pada set
point 150, kemudian diikuti set point 125 dan set point 100. Pada grafik
terlihat bahwa pada titik 1-2 memiliki grafik yang sedikit landai dibandingkan
titik 3-4 yang lebih curam. Hal ini dikarenakan pada titik 1-2 merupakan
spesimen yang sama yaitu tembaga, sedangkan titik 3-4 merupakan spesimen
besi yang memiliki konduktivitas yang berbeda. Begitu pula dengan titik
selanjutnya. Grafik di atas mempunyai kecenderungan menurun , temperatur
tertinggi berada pada jarak pertama kemudian menurun seiring bertambahnya
jarak. Jarak terjauh mempunyai temperatur paling rendah. Hal ini disebabkan
karena jarak pertama dekat dengan sumber panas dan heater.
Sesuai rumus q=k . A .∆T∆ L
nilai konduktivitas termal (k) suatu bahan
berbanding terbalik dengan beda temperatur (∆ T ) ini menunjukkan ∆ T akan
turun seiring dengan naiknya nilai k. Sedangkan nilai konduktivitas termal (k)
berbanding lurus dengan nilai jarak (L), semakin besar jarak , maka k akan
naik dan nilai k berbanding lurus dengan nilai heat rate (q). Ini menunjukkan
ketika nilai k naik, nilai ∆ T akan turun dan jarak akan semakin besar sehingga
nilai q akan naik. Sehingga berdasarkan grafik di atas sudah sesuai dengan
perumusan nya itu semakin besar nilai k maka ∆ T akan semakin kecil.
4.4.3 Grafik T vs Jarak Pada Aluminium
Gambar 4.3 Grafik T Fungsi Posisi Thermocouple Pada Aluminium
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa temperatur tertinggi terjadi
pada set point 150, kemudian diikuti set point 125 dan set point 100. Pada titik
1-2 menunjukkan bahwa grafik tersebut curam dan pada titik 3-4 juga
memiliki grafik yang sedikit landai namun grafik pada set point 100 dan set
point 125 cenderung berimpit. Hal ini dapat dianalisa kedua spesimen,
spesimen 1-2 adalah tembaga dan spesimen 3-4 adalah aluminium, sehingga
memiliki konduktivitas termal yang berbeda berdasarkan temperatur.
Sedangkan titik 5-6 menunjukkan grafik yang lebih landai karena panas yang
melewati titik tersebut lebih rendah daripada titik 1-2. Grafik di atas
Posisi Thermocouple
T (K
)
mempunyai kecenderungan menurun set point 100 dan 125 cenderung
berhimpit. Temperatur tertinggi berada pada titik pertama dan menurun
seiring dengan bertambahnya jarak dari sumber panas hingga ke temperatur
rendah.
Sesuai rumus q=k . A .∆T∆ L
nilai konduktivitas termal (k) suatu bahan
berbanding terbalik dengan beda temperatur (∆ T ) ini menunjukkan ∆ T akan
turun seiring dengan naiknya nilai k. Sedangkan nilai konduktivitas termal (k)
berbanding lurus dengan nilai jarak (L), semakin besar jarak , maka k akan
naik dan nilai k berbanding lurus dengan nilai heat rate (q). Ini menunjukkan
ketika nilai k naik, nilai ∆ T akan turun dan jarak akan semakin besar sehingga
nilai q akan naik Sehingga berdasarkan grafik di atas sudah sesuai dengan
perumusan nya itu semakin besar nilai k maka ∆ T akan semakin kecil.
4.4.4 Grafik k vs Set point
100 125 1501060
110160210260310360410460
Grafik K fungsi Setpoint
Stainless SteelBesiAluminiumSS (praktik)Besi (Praktik)Aluminium (Praktik)k
(W/m
.K)
Set point
Gambar 4.4 Grafik K Fungsi Set Point
Grafik diatas membandingkan nilai koefisien konduksi dengan
temperatur rata-rata pada spesimen. Pada stainless steel, nilai k teori dengan
interval 15,018 W/m.K – 15,162 W/m.K memiliki nilai yang cenderung
konstan seiring bertambahnya nilai Tavg . Pada besi, nilai k teori dengan
interval 80,28 W/m.K – 77,567 W/m.K memiliki nilai yang cenderung
konstan seiring bertambahnya nilai Tavg. Pada Aluminium, nilai k teori dengan
interval 238,813 W/m.K – 238,954 W/m.K memiliki nilai yang cenderung
konstan seiring bertambahnya nilai Tavg. Diharapkan nilai k praktikum tidak
berbeda jauh dari dari k teori, namun hasil yang didapatkan nilai k praktikum
jauh lebih tinggi dari k teori.
Sesuai rumus q=k . A .∆T∆ L
nilai konduktivitas termal (k) suatu bahan
berbanding terbalik dengan beda temperatur (∆ T ) ini menunjukkan ∆ T akan
turun seiring dengan naiknya nilai k. Sedangkan nilai konduktivitas termal (k)
berbanding lurus dengan nilai jarak (L), semakin besar jarak , maka k akan
naik dan nilai k berbanding lurus dengan nilai heat rate (q). Ini menunjukkan
ketika nilai k naik, nilai ∆ T akan turun dan jarak akan semakin besar sehingga
nilai q akan naik.
Idealnya grafik k teori dan k praktik saling berhimpitan dan bergerak
naik seiring meningkatnya setpoint, namun pada grafik di atas secara umum
nilai K praktikum jauh lebih besar dari K teori. Dan kesalahan pada spesimen
besi yaitu pada set point 125 dan 150, nilai K teori lebih besar dari nilai K
praktikum, dan juga pada trend line aluminium mengalami penurunan pada set
point 150. Kesalahan ini dikarenakan waktu pengambilan data yang tidak
tepat dan juga kemungkinan pemasangan sensor thermocouple dan spesimen
yang tidak tepat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Perpindahan panas secara konduksi dipengaruhi oleh jarak dari titik
pengukuran dimana q=K . A∆TL
, semakin jauh jarak suatu titik pengukuran
maka semakin besar pula distribusi temperaturnya, semakin kecil suatu
distribusi temperatur maka semakin besar konduktivitas thermalnya.
2. Semakin besar temperature pada specimen maka semakin besar pula nilai
koefisien konduktifitas (K). Sebaliknya semakin kecil temperaturnya maka
semakin kecil pula nilai koefisien konduktivitasnya.
3. Disimpulkan bahwa apabil nilai K semakin tinggi maka nilai U juga semakin
tinggi. Sebaliknya jika nilai K semakin rendah maka nilai U juga semakin
rendah.
4. Pada grafik k=f (T avg), trend line konduktivitas teoritis pada stainless steel,
besi, dan aluminium membentuk garis lurus, sedangkan konduktifitas secara
praktikum trend line tertinggi merupaka trend line aluminium, trend line
kedua merupakan trend line konduktivitas thermal stainless steel, dan trend
line terendah merupakan trend line pada besi. Pada trend line konduktivitas
thermal dari aluminium memiliki kenaikan dan penurunan yang signifikan.
5.2 Saran
Ada beberapa saran guna tercapainya praktikum yang lebih baik, adalah
sebagai berikut :
1. Sebaiknya pengukuran dilakukan dengan cermat, dengan memperhatikan letak
sensor thermocouple pada titik pengukuran yang telah ditentukan.
2. Pastikan waktu pengukuran dan pengambilan data sesuai dengan prosedur –
prosedur yang telah ditentukan.