5
Bab 2 Dasar Teori
2.1 TV Digital
Penyiaran TV digital adalah proses penyiaran suara dan gambar bergerak yang
diproses secara digital, baik di pengirim, waktu ditransmisikan, maupun di
penerima. Di pengirim, data akan dikodekan menjadi kode bit (0 atau 1), lalu
deretan bit ini ditransmisikan, dan akan didekodekan di penerima, sehingga
menyerupai data di awal penerima Penyiaran TV secara digital memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan secara analog, antara lain:
a. Efisiensi spektrum frekuensi
Dengan TV digital, pemanfaatan satu kanal frekuensi akan lebih efisien karena
satu kanal frekuensi bisa digunakan untuk beberapa program siaran,
dibandingkan dengan TV analog yang hanya bisa mentransmisikan satu program
siaran pada satu kanal frekuensi. Hal ini dimungkinkan terjadi oleh karena
adanya sistem kompresi video dan audio pada sistem digital, yang
mengakibatkan ukuran data video dan audio akan lebih kecil pada saat
ditransmisikan, sehingga menghemat penggunaan kanal frekuensi.
b. Kualitas, keandalan
Transmisi sinyal digital akan lebih handal dibandingkan transmisi sinyal analog
pada lingkungan yang dipengaruhi derau karena system transmisi digital
dilengkapi dengan blok kode koreksi kesalahan (error correction code) yang
akan memperbaiki kerusakan sinyal akibat derau pada saat transmisi. Selain itu,
penyiaran secara digital juga akan lebih handal dibandingkan penyiaran secara
analog terhadap efek multipath fading karena ditransmisikan menggunakan
system OFDM yang lebih tangguh dalam mengatasi efek multipath fading.
c. Kompatibilitas
6
Dengan TV digital, beberapa standar siaran TV analog seperti NTSC, PAL,
maupun SECAM dapat disiarkan dengan satu format, MPEG-2, yang merupakan
salah satu format standar untuk siaran TV digital di dunia.
d. Skalabilitas
Dengan siaran dalam bentuk digital, siaran dapat ditansmisikan dalam berbagai
tingkat resolusi gambar, baik SDTV (Standard Definition TV),EDTV(Enhanced
Definition TV), maupun HDTV (High Definition TV).
TV digital telah dikembangkan dan diimplementasikan di berbagai negara. Ada
beberapa standar yang telah dikembangkan oleh beberapa negara untuk
mengimplementasikan penyiaran TV secara digital, antara lain: DVB (eropa), ATSC
(Amerika), ISDB-T (Jepang), T-DMB (Korea Selatan), DMB-T (RRC). DVB-T
standar terpopuler yang digunakan karena telah diimplementasikan oleh lebih dari
100 negara di seluruh dunia. Dalam tesis ini, penulis akan membahas proses
sinkronisasi pada sistem DVB-T.
2.2 DVB-T
2.2.1 Perkembangan DVB
Upaya pengembangan DVB sebagai standar global untuk penyiaran Televisi digital
berawal dari pembentukan DVB Project pada 11 September 1983 yang sebelumnya
bernama European Launching Group (ELG). DVB project beranggotakan lebih dari
270 institusi yang berasal dari 30 negara, terdiri dari broadcaster, manufaktur,
network operator, badan regulasi, dan institusi akademik. DVB project tidak
menjalankan fungsi sebagai regulator, melainkan bekerja berdasarkan aspek bisnis
dan komersial.
Dalam perkembangan selanjutnya, proyek ini telah berhasil mengembangkan
beberapa standar berdasarkan pendekatan media dan cara transmisi antara lain:
DVB-S (DVB-Satellite), DVB-T(DVB-Terresterial), DVB-H(DVB-Handheld),
DVB-C(DVB-Cable), dll. Standar-standar ini secara spesifik mendefinisikan layer
fisik dan data link dari system distribusi. Sistem distribusi ini terutama berbeda dari
7
skema modulasi dan kode koreksi kesalahan yang digunakan, tergantung dari
constraint yang dihadapi oleh masing-masing system.
DVB-T adalah standar yang dikembangkan oleh ETSI untuk transmisi terrestrial.
Standar DVB-T dipublikasikan dengan nama EN 300 744. Standar DVB-T
selanjutnya dikembangkan untuk implementasi di penerima handheld, yaitu DVB-H.
Pada laporan tesis ini, penulis mengimplementasikan sistem integrasi pengirim-
penerima DVB-T berdasarkan standar EN 300 144 v.1.5.1 [1].
2.2.2 Spesifikasi Sistem DVB-T
Berikut spesifikasi sistem DVB-T yang diperoleh dari standar:
a. Mode transmisi: 2K dan 8K
Mode transmisi menggambarkan jumlah point ifft yang digunakan pada sistem
transmisi. Mode transmisi 2K menggunakan point ifft 2048, sedangkan mode
transmisi 8K menggunakan point ifft 8192. Penentuan mode transmisi
didasarkan pada kondisi transmisi. Mode transmisi 2K mempunyai subcarrier
spacing besar, yaitu 4KHz dengan periode simbol yang lebih kecil, sedangkan
mode transmisi 8K mempunyai subcarrier spacing lebih kecil, yaitu 1KHz
dengan periode simbol yang lebih besar. Dari kondisi ini, bisa disimpulkan
bahwa mode transmisi 2K lebih handal dalam menghadapi penyebaran di
domain frekuensi yang disebabkan oleh efek Doppler (efek ini disebabkan
penerimaan dalam kondisi bergerak), tetapi lebih rentan terhadap nilai delay
echo yang besar, bila dibandingkan dengan mode transmisi 8K.
b. Bandwidth: 8, 7, atau 6 MHz
Menyatakan lebar satu kanal frekuensi yang digunakan untuk mentransmisikan
siaran. Dalam satu kanal frekuensi ini, bisa ditransmisikan lebih dari satu siaran.
c. Modulasi: QPSK, QAM-16, dan QAM-64
Menyatakan jenis metoda modulasi/mapper yang digunakan di system DVB-T.
Akan tetapi dalam prakteknya, QAM-16 dan QAM-64 lebih sering digunakan.
8
d. Modulasi Hirarki/Non-Hirarki
Modulasi hirarki diselenggarakan dengan maksud untuk menjamin penerimaan
yang handal meskipun pada kondisi medium transmisi yang sangat rusak. Jika
modulasi hirarki digunakan, maka DVB-T modulator mempunyai dua input
transport stream dan dua blok FEC (Forward Error Correction). Transport
stream pertama dengan laju data yang rendah, tapi proteksi error yang tinggi,
misalnya dengan memilih code rate ½. Jalur pertama ini disebut jalur High
Priority (HP). Sedangkan, transport stream kedua dengan laju data yang tinggi,
tapi proteksi error yang rendah, misalnya dengan memilih code rate ¾. Jalur
kedua ini disebut jalur Low Priority(LP). Pada jalur HP, digunakan modulasi
yang lebih handal dengan dengan laju data yang lebih rendah, misalnya QPSK.
Pada jalur LP, digunakan level modulasi yang lebih tinggi, misalnya QAM-64,
untuk menghasilkan laju data yang lebih tinggi. Penerapan modulasi hirarki
ditunjukkan oleh gambar 2.1:
Gambar 2.1 Konstelasi Sinyal akibat Modulasi Hirarki
Pada gambar ini ditransmisikan QPSK (HP) yang tertanam pada QAM-64 (LP)
dengan modulasi hirarki. Pada kondisi penerimaan yang baik, transport stream
HP dan LP dapat didemodulasi dengan baik, sehingga kualitas gambar yang
lebih baik bisa diperoleh. Tetapi, pada kondisi penerimaan yang buruk, hanya
transport stream HP yang dapat didemodulasi dengan baik, sehingga
menghasilkan gambar dengan kualitas yang lebih rendah, namun masih bisa
dinikmati. Untuk membuat jalur HP QPSK semakin handal, yaitu lebih kebal
9
terhadap interferensi, diagram konstelasi bisa disebar pada axis I dan Q. Factor
α=2 atau α=4 meningkatkan jarak konstelasi di masing-masing kuadran QAM-
16 dan QAM-64. Penerapan faktor α diperlihatkan oleh gambar 2.2:
Gambar 2.2 Faktor α=1,2,dan 4 pada Modulasi Hirarki
e. Code-rate: ½. 2/3, ¾, 5/6, 7/8
Merupakan rate informasi dari kode Convolutional yang digunakan dalam
proses error coding. Besarnya nilai code rate menyatakan berapa besar
bagian informasi yang berguna dari besarnya data yang dikirimkan. Nilai 2/3
menyatakan 2/3 dari data tersebut berguna, sedangkan 1/3 nya lagi
merupakan redundansi. Penentuan nilai code-rate mempertimbangkan trade
off antara performa error coding dengan bit rate. Semakin besar code rate,
semakin besar bit rate, akan tetapi performa error coding akan semakin
memburuk. Demikian pula sebaliknya.
f. Guard Interval (GI):1/4, 1/8. 1/16. 1/32
Penentuan nilai GI mempertimbangkan trade-off antara penggunaan
bandwidth dan performa sistem. Semakin besar nilai GI yang
digunakan,maka performa sistem akan semakin membaik, tetapi pemakaian
bandwidth akan lebih boros. Demikian pula sebaliknya.
10
2.2.3 Struktur Frame DVB OFDM
Sinyal yang ditransmisikan diatur dalam format frame. Setiap frame mempunyai
durasi fT dan terdiri dari 68 simbol. Empat frame membentuk satu super frame.
Setiap simbol dibentuk oleh K=6817 carrier untuk mode 8K, K = 1705 carrier
untuk mode 2K, dan dikirimkan dengan durasi Ts. Tiap simbol terdiri dari dua
bagian, yaitu bagian data dan Guard Interval (GI). GI merupakan pengulangan dari
bagian akhir data di awal simbol. Gambar 2.3 mempertunjukkan struktur frame
DVB.
Gambar 2.3 Struktur Frame DVB OFDM
Selain data dan GI, setiap simbol OFDM juga terdiri dari scattered pilot cells,
continual pilot carriers, dan Transmission Parameter Signalling(TPS) carriers.
Ketiga bagian ini ditambahkan dengan maksud membantu proses demodulasi
penerima, misalnya: untuk estimasi kanal, estimasi pergeseran waktu dan frekuensi,
dll.
Scattered pilot merupakan pilot yang pengaturannya posisinya identik untuk setiap
empat simbol. Antara satu pilot dengan yang lain berjarak dua belas subcarrier.
Pilot ini salah satunya digunakan pada estimasi Fine Symbol Timing, yang berusaha
untuk mengestimasi awal simbol dengan menghitung rotasi fase rata-rata antara
scattered pilot yang berdekatan. Gambar 2.4 pengaturan posisi pada scattered pilot:
11
Gambar 2.4 Pengaturan Posisi pada Scattered Pilot
Continual pilot adalah pilot yang posisinya selalu sama di setiap simbol. Pada mode
8K ada 177 continual pilot, sedangkan pada mode 2K ada 45 continual pilot. Salah
satu contoh penggunaan pilot, yaitu pada estimasi Integer Carrier Frequency
Offset(CFO), yang berusaha menghitung pergeseran subcarrier akibat Integer CFO
tersebut.
TPS digunakan sebagai parameter pensinyalan yang berkaitan dengan skema
transmisi, yakni pengkodean kanal dan modulasi. Pada mode 2K, ada 17 carrier
TPS, sedangkan pada mode 8K ada 68 carrier TPS. Informasi yang terkandung
dalam TPS, antara lain: informasi modulasi hirarki/non-hirarki dan juga nilai α, GI,
inner code rate, mode transmisi, nomor frame di super frame, dan identifikasi sel.
2.3 C-OFDM
Sistem DVB-T menggunakan teknik modulasi multicarrier C-OFDM (Coded-
Orthogonal Frequency Division Multiplexing). C-OFDM sebenarnya merupakan
turunan dari teknik modulasi OFDM dengan penambahan fungsi error coding.
Fungsi error coding ini akan membuat OFDM semakin handal di kanal selektif dan
di nilai SNR yang rendah. Sebenarnya sekarang ini OFDM dan fungsi error coding
sudah tidak terpisahkan dalam implementasinya, oleh karena itu untuk selanjutnya
penulis akan menggunakan istilah OFDM untuk menjelaskan teknik modulasi ini.
Alasan utama digunakannya OFDM adalah karena skema modulasi ini sangat handal
untuk mengatasi efek multipath fading yang selalu akan dialami oleh sistem
komunikasi terrestrial. Ketika sinyal ditransmisikan, sinyal akan bertemu dengan
12
berbagai halangan, misalnya bukit, gedung, atau bahkan manusia, yang akan
menyebabkan sinyal menjadi tersebar karena akan ditransmisikan melalui lebih dari
satu lintasan. Sinyal yang ditransmisikan melalui lintasan yang berbeda-beda ini
akan sampai ke tujuan akhir, yaitu pesawat televisi, dengan waktu yang tidak
bersamaan sehingga menyebabkan terjadinya fenomena ghosting pada layar televisi.
Ghosting adalah fenomena timbulnya gambar yang tidak diinginkan pada layar
televisi, yaitu timbulnya gambar lain (gambar ganda) dengan intensitas yang lebih
lemah dan posisi yang sedikit bergeser, dari gambar utama.
2.3.1 Prinsip dasar OFDM dengan DFT
OFDM adalah teknik modulasi multicarrier di mana antar subcarrier saling
orthogonal satu sama lain. Dengan sifat orthogonalitas ini, maka antar subcarrier
dapat dibuat saling overlapping tanpa menimbulkan efek Inter Carrier Interference
(ICI). Hal ini akan menghemat penggunaan bandwidth. Prinsip dari OFDM adalah
membagi bit rate sinyal informasi wideband menjadi deretan data parallel sejumlah
subcarrier dengan bit rate yang lebih rendah sehingga didapatkan deretan paralel
subcarrier bit rate rendah narrowband.
Gambar 2.5 Perubahan Sinyal Wideband Menjadi Narrow Band yang Orthogonal pada OFDM
Deretan paralel subcarrier dengan bit rate rendah akan menyebabkan meningkatnya
durasi simbol sehingga kesensitifan sistem terhadap delay spread (penyebaran
sinyal-sinyal yang datang terlambat) menjadi relatif berkurang. Kemudian, metode
modulasi konvensional (untuk sistem DVB-T: QPSK, QAM-16,QAM-64) dilakukan
13
pada tiap subcarrier. Sinyal termodulasi akan dimasukkan ke blok IDFT untuk
pembuatan simbol OFDM. Penggunaan Discrete Fourier Transform (DFT) pada
system OFDM memungkinkan pengalokasian frekuensi yang saling tegak lurus
(orthogonal). Untuk implementasi yang lebih efisien, bisa digunakan algoritma Fast
Fourier Transform (FFT). Gambar 2.6 menunjukkan skema sistem OFDM:
Gambar 2.6 Skema Sistem OFDM
OFDM handal dalam menghadapi frequency selective fading. Dengan
menggunakan teknologi OFDM, meskipun jalur komunikasi yang digunakan
memiliki karakteristik frequency selective fading (dimana bandwidth dari kanal
lebih sempit daripada bandwidth dari transmisi sehingga mengakibatkan
pelemahan daya terima secara tidak seragam pada beberapa frekuensi tertentu),
tetapi tiap sub carrier dari system OFDM hanya mengalami flat fading
(pelemahan daya terima secara seragam). Pelemahan yang disebabkan oleh flat
fading ini lebih mudah dikendalikan, sehingga performansi dari sistem mudah
untuk ditingkatkan. Teknologi OFDM bisa mengubah frequency selective fading
menjadi flat fading, karena meskipun sistem secara keseluruhan memiliki
kecepatan transmisi yang sangat tinggi sehingga mempunyai bandwidth yang
lebar, karena transmisi menggunakan subcarrier (frekuensi pembawa) dengan
jumlah yang sangat banyak, sehingga kecepatan transmisi di tiap subcarrier
sangat rendah dan bandwidth dari tiap subcarrier sangat sempit, lebih sempit
daripada coherence bandwidth (lebar daripada bandwidth yang memiliki
karakteristik yang relatif sama). Perubahan dari frequency selective fading
menjadi flat fading diilustrasikan pada gambar berikut:.
14
Gambar 2.7 Perubahan dari Frequency Selective Fading menjadi Flat Fading pada OFDM
2.3.2 Orthogonalitas
Istilah orthogonal dalam OFDM mengandung makna hubungan matematis antara
frekuensi-frekuensi yang digunakan. Dengan persamaan matematika, bisa
diekspresikan suatu kumpulan sinyal ( ), 0, 1, 2,...l t lψ = ± ± akan orthogonal pada
interval [a b], jika:
, j i k a l = k*
0 , j i k a l k( ) ( ) {
= ( )
bE k
l ka
k
t t d t
E l k
ψ ψ
δ≠
=
−
∫(2.1)
Dimana *( )k tψ merupakan konjugat dari sinyal ( )k tψ . kE adalah suatu konstanta
bukan nol. Sedangkan ( )l kδ − merupakan fungsi delta Kronecker, yang
didefinisikan sebagai:
1, jika l=k( )
0, jika l k{l kδ − =
≠(2.2)
Ada beberapa kumpulan sinyal yang orthogonal, salah satunya yang cukup sering
kita gunakan adalah sinyal sinus, sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.8:
15
Gambar 2.8 Sinyal Orthogonal
Pemakaian frekuensi yang saling orthogonal pada OFDM memungkinkan overlap
antar frekuensi tanpa menimbulkan interferensi satu sama lain. Pada OFDM overlap
antar frekuensi yang bersebelahan diperbolehkan, karena masing-masing sudah
saling orthogonal, sedangkan pada sistem multicarrier konvensional untuk
mencegah interferensi antar frekuensi yang bersebelahan perlu diselipkan frekuensi
penghalang (guard band), yang menghasilkan efek samping berupa menurunnya
kecepatan transmisi bila dibandingkan dengan sistem single carrier dengan lebar
spektrum yang sama. Sehingga salah satu karakteristik dari OFDM adalah tingginya
tingkat efisiensi dalam pemakaian frekuensi. Selain itu, pada multicarrier
konvensional juga diperlukan band pass filter sebanyak frekuensi yang digunakan,
sedangkan pada OFDM cukup menggunakan FFT saja.
2.3.3 Guard Interval
Pada OFDM, sinyal didesain sedemikian rupa agar orthogonal, sehingga bila tidak
ada distorsi pada jalur komunikasi yang menyebabkan ISI(intersymbol interference)
dan ICI(intercarrier interference), maka setiap subchannel akan bisa dipisahkan
stasiun penerima dengan menggunakan DFT. Tetapi pada kenyataannya tidak
semudah itu. Karena pembatasan spektrum dari sinyal OFDM tidak strict, sehingga
terjadi distorsi linear yang mengakibatkan energi pada tiap-tiap subchannel
menyebar ke subchannel di sekitarnya, dan pada akhirnya ini akan menyebabkan
Inter Symbol Interference(ISI). Solusi yang termudah adalah dengan menambah
16
jumlah subchannel sehingga periode simbol menjadi lebih panjang, dan distorsi
akibat ISI bisa diabaikan bila dibandingkan dengan periode simbol. GI bisa saja
terdiri sinyal yang bernilai amplitude nol (zeros). Akan tetapi bagaimanapun kasus
ICI akan muncul bila hal ini diterapkan karena antar subcarrier tidak akan akan
orthogonal lagi.
Gambar 2.9 Penyisipan Guard Interval secara Periodik
Pendekatan yang relatif sering digunakan untuk mengatasi masalah ICI ini adalah
dengan menyisipkan GI di awal simbol yang merupakan replika dari bagian akhir
simbol (Cyclic Prefix), seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas. Sehingga total
dari periode simbol menjadi
T total = T guard + T symbol
Penambahan GI secara siklis selain dapat mencegah ISI dan ICI, juga dapat
mengubah proses konvolusi linear antara sinyal dikirim dengan respons kanal
menjadi konvolusi sirkular. Konvolusi sirkular di domain waktu ekuivalen dengan
perkalian di domain frekuensi ketika digunakan DFT. Sehingga akan lebih
memudahkan dalam proses ekualisasi data karena sinyal data tinggal dibagi dengan
respons kanal di setiap subcarrier. Akan tetapi, hal ini hanya dapat terjadi bila durasi
guard interval lebih panjang daripada delay spread maximum.
2.4 Kanal Transmisi
2.4.1 Additive White Gaussian Noise
AWGN merupakan model noise yang memberikan kontribusi berupa white noise
yang terdistribusi Gaussian dengan probability density function(pdf) sebagai berikut:
17
2
2
1 ( )( ) exp22x mp xσπσ
− −=
(2.3)
Di mana σ adalah standar deviasi, 2σ adalah variansi, dan m adalah nilai rata-rata.
Kanal yang mengandung AWGN dimodelkan pada gambar 2.10:
Gambar 2.10 Pemodelan Kanal dengan AWGN
Didefinisikan sinyal informasi x(t) ditransmisikan pada interval
0 t T≤ ≤ menghasilkan sinyal terima y(t) yang telah terdistorsi AWGN n(t) dengan
persamaan y(t) = x(t)+n(t).
White noise adalah sinyal atau proses acak yang memiliki pds (power spectral
density) yang flat. Dengan kata lain, pds dari sinyal, memiliki daya yang sama pada
setiap band frekuensi, dengan sembarang frekuensi tengah, pada suatu range
bandwidth yang diberikan. White noise dianalogikan seperti white light yang
mengandung semua komponen frekuensi.
Noise pada kanal AWGN disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu noise
thermal, shot noise, black body radiation dari bumi dan benda-benda hangat lainnya,
serta pengaruh benda-benda luar angkasa seperti matahari. Pada kanal komunikasi
noise AWGN selalu ada dan tidak dapat dihilangkan.
2.4.2 Multipath Fading
Karakteristik propagasi gelombang radio menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam
desain system komunikasi. Gelombang yang dipancarkan melalui kanal wireless
akan mengalami refleksi,difraksi, dan scattering yang disebabkan oleh berbagai
macam benda di permukaan bumi seperti gedung, menara, bukit, maupun
18
pepohonan di sekitar stasiun penerima. Hal ini mengakibatkan munculnya lintasan
jamak dalam sinyal yang dipancarkan. Dengan demikian, penerima selain menerima
sinyal asli secara langsung, juga menerima versi tertunda dan teredam dari sinyal
asli tersebut. Sinyal-sinyal multipath ini memiliki sifat seperti fasor, yang saling
menguatkan jika semua sinyal memiliki fasa yang sama. Sebaliknya, jika sinyal
multipath memiliki fasa yang berbeda-beda, maka sinyal sinyal ini akan saling
melemahkan satu sama lain. Berikut ini adalah gambaran multipath propagation
yang umumnya terjadi pada kanal wireless.
Gambar 2.11 Kondisi Multipath Fading
Karena sinyal lintas jamak yang diterima oleh penerima merupakan suatu proses
stokastik, maka sinyal terima memiliki distribusi tertentu. Pada umumnya, kanal
multipath dimodelkan dengan suatu distribusi Rayleigh ataupun Rician.
Gambar 2.12 Distribusi Rayleigh dan Rician
Distribusi Rayleigh biasanya digunakan untuk menggambarkan secara statistik
sinyal flat fading yang time-varying. Pada distribusi ini, diasumsikan bahwa semua
sinyal yang diterima merupakan hasil refleksi atau difraksi. Sedangkan, ketika sinyal
19
yang diterima terdapat komponen sinyal Line of Sight (LOS), maka distribusi yang
ada disebut distribusi Rician.
Dilihat dari sisi bandwidth kanal transmisi, kanal multipath memiliki bandwidth di
mana variasi kanal memiliki korelasi yang sangat tinggi, yang dinamakan coherence
bandwidth. Apabila sinyal yang dipancarkan melalui kanal multipath memiliki
bandwidth yang lebih besar dari coherence bandwidth, maka kanal tersebut
dinamakan kanal frequency selective. Namun, bila bandwidth sinyal lebih kecil
daripada bandwidth kanal multipath, maka kanal tersebut dinamakan kanal
frequency non selective.
Selain dari sisi bandwidth kanal, kanal multipath pun memiliki durasi waktu di mana
variasi kanal memiliki korelasi yang tinggi. Hal ini disebut time coherence. Apabila
sinyal yang dikirimkan memiliki durasi simbol yang lebih besar daripada time
coherence, maka disebut time selective atau fast fading. Namun, jika durasi simbol
lebih kecil daripada coherence time, maka kanal disebut time non selective atau slow
fading. Gambar 2.13 menunjukkan profil daya dari sinyal akibat kanal multipath.
Gambar 2.13 Contoh Multipath Delay Profile (a)an Exponentially Decaying Multipath Delay Profile (b)an i.i.d Multipath Delay Profile
Pada gambar 2.13, gambar (a) merupakan profil sinyal di mana versi tertunda
memiliki daya yang meluruh secara eksponensial. Biasanya profil ini didapatkan
pada pengukuran system komunikasi di lingkungan indoor. Sedangkan gambar (b)
merupakan profil sinyal terima yang umumnya dipakai pada pengujian performa
suatu sistem komunikasi tertentu, yaitu dengan delay yang tetap daya sinyal yang
sama di tiap delay.
20
Selektivitas baik dari segi frekuensi maupun waktu, saling independen sehingga tiap
proses transmisi memiliki karakteristik tertentu yang merupakan kombinasi antara
frequency selective, flat, fast, atau slow fading. Misalnya, jika suatu transmisi sinyal
tidak memiliki komponen sinyal LOS, laju data tinggi, dan penerima berada pada
kendaraan dengan kecepatan yang tinggi, maka sinyal tersebut akan melalui
frequency selective fast Rayleigh fading channel. Namun, jika terdapat komponen
sinyal LOS, data rate rendah, dan penerima ada posisi yang tetap, maka sinyal akan
melalui kanal frequency nonselective Rician fading channel.
2.5 Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi pada penerima DVB-T
Sinkronisasi mempunyai peran yang vital dalam sistem OFDM. Ada 2 masalah
utama yang akan diatasi oleh blok synchronizer. Masalah pertama, yaitu tidak
diketahuinya awal dari simbol data oleh penerima. Masalah kedua, yaitu adanya
Carrier Frequency Offset (CFO) yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara
frekuensi yang dihasilkan osilator lokal di pengirim dan penerima serta adanya efek
Doppler.
Sinkronisasi memiliki skema kerja yang berbeda, baik untuk sistem transmisi data
kontinyu maupun untuk sistem transmisi paket bursty. Pada sistem transmisi paket
bursty, sinkronisasi harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, dan
akurasi tidak menjadi persyaratan utama. Sehingga pada sistem ini, sebaiknya proses
sinkronisasi diselesaikan dalam domain waktu untuk mengurangi waktu akuisisi
karena kita tidak perlu menunggu feedback dari domain frekuensi. Sedangkan pada
system transmisi data kontinyu, akurasi lebih diutamakan daripada waktu akuisisi.
Karena sistem DVB-T termasuk dalam kategori sistem yang mentransmisikan data
secara kontinyu, maka dalam tesis ini,penulis akan mengaplikasikan metoda
sinkronisasi yang mengutamakan akurasi dibandingkan waktu akuisisi.
2.5.1 Permasalahan yang Diakibatkan Kesalahan Estimasi Awal
Simbol
Kesalahan estimasi awal simbol akan menyebabkan ISI pada sinyal yang diterima.
Kesalahan estimasi awal simbol akan menyebabkan pergeseran fasa pada symbol di
21
domain frekuensi, yang akan menyebabkan nilai BER yang besar. Hal ini sesuai
dengan properti pergeseran waktu dari transformasi Fourier, di mana:
00
( ) ( )( ) ( )j k
f k Ff k k e Fω
ω
ω−
↔
− ↔ (2.4)
Persamaan di atas menyatakan bahwa pergeseran sampel waktu di domain waktu
sama dengan pergeseran fasa di domain frekuensi. Kesalahan sebesar 0k pada
estimasi awal window FFT menyebabkan pergeseran fasa sebesar 02 / sfk Tπ∆ antara
dua subcarrier yang berdekatan. Sehingga bila nilai pergeseran waktu sama dengan
m kali dari waktu sampling sT , maka pergeseran fasa antara dua subcarrier yang
saling berdekatan menjadi 2 /m Nδφ π= di N adalah besar IFFT point. Pergeseran
fasa ini akan mempengaruhi performa BER dalam system integrasi OFDM.
Ada tiga kemungkinan penentuan FFT window akibat kesalahan estimasi awal
simbol dengan asumsi nilai delay spread maksimum maxτ tidak lebih besar dari
periode Guard Interval, seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut:
maxτ
Gambar 2.14 Tiga Kemungkinan Penentuan FFT Window Akibat Kesalahan Estimasi Awal Simbol
Bila FFT window lebih awal sebanyak τ sampel, tetapi sinyal di dalam window
tidak terkontaminasi oleh sinyal sebelumnya, maka sinyal yang diterima akan bebas
22
dari ISI. Sinyal yang diterima hanya akan mengalami pergeseran fasa seperti yang
ditunjukkan persamaan berikut:
2 /( )sj k NTk k k kZ X H e Vπτ−= + (2.5)
Di mana , ,k k kZ X V adalah sinyal yang diterima di domain frekuensi, sinyal yang
dikirim di domain frekuensi, dan noise pada subcarrier ke-k. Sedangkan, bila FFT
window lebih telat atau lebih awal terlalu jauh, maka sinyal yang diterima akan
mengandung ISI sehingga kZ akan mengalami distorsi pada magnitude dan fasa,
seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 2.6:
2 /( )/ss j k NT
k k k k
N TZ X H e ISI V
Nπττ −−
= + + (2.6)
Dari persamaan ini bisa kita lihat, bahwa akan ada penurunan dari magnitude sinyal
yang diterima. Hal ini terjadi karena dari N sampel yang dikumpulkan untuk operasi
DFT, hanya / sN Tτ− sampel yang berasal dari symbol yang diinginkan, sisanya
berasal dari simbol yang lain yang berinterferensi dengan simbol tersebut.
2.5.2 Permasalahan yang Diakibatkan Carrier Frequency Offset
(CFO)
Carrier Frequency Offset (CFO), f∆ , akan menyebabkan sinyal yang diterima akan
dirotasikan sebesar nilai frekuensi, dinyatakan dengan persamaan berikut:
( ) 2, ( )|
s g s s
j f ti n t i N N g T N T n Tz z t e π ∆
= + + += (2.7)
Nilai CFO ini akan dinormalisasikan dengan nilai subcarrier spacing
( )( 1/( )s sf NT= dan akan dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen integer
( )Iε dan komponen fractional F( )ε : ( )FI sf fε ε∆ = + , di mana
F0.5 0.5ε− < < . Sehingga sinyal yang diterima akan menjadi:
23
I
( ) 12 ( )
, , ,
( ) 1N/2 2 ( ) ( )
.l=N/2+1,l k-
,
sin( )
sin( )
sin( ( )) + ( )sin( )
+
g gI F F
I I
g gI F I F
i N N N Nj jF N N
i k i k i kF
i N N N Nj j l kI F N Ni l l
I F
i k
Z X H e eN
Nl kX H e el kN
NV
π ε ε π ε
ε ε
π ε ε π ε ε
ε
πεπε
π ε επ ε ε
+ + −+
− −
+ + −+ + + −
≠
=
+ + −+ + −∑
(2.8)
Bagian kedua dari persamaan di atas menyatakan bagian sinyal yang mengalami ICI,
yaitu adanya interferensi dengan subcarrier yang lain. Sedangkan ,i kV menyatakan
komponen noise dari kanal pada subcarrier ke-k dan symbol ke-i.
Pergeseran frekuensi di domain waktu sama dengan pergeseran sampel di domain
frekuensi. Hal ini sesuai dengan properti pergeseran frekuensi DFT, di mana:
0( ) ( )j kof t e F k kω− ↔ − (2.9)
Jadi, CFO menyebabkan pergeseran subcarrier dari sinyal yang diterima di domain
frekuensi. Untuk CFO yang nilainya integer n kali subcarrier spacing f∆ , maka
sinyal yang diterima akan mengalami pergeseran sebesar n subcarrier pada domain
frekuensi. Hal ini memang tidak akan merusak orthogonalitas antar subcarrier, akan
tetapi tetap menyebabkan nilai BER yang besar. Sedangkan, fractional CFO akan
menyebabkan pergeseran < 1 subcarrier, yang menyebabkan rusaknya
orthogonalitas antar subcarrier karena subcarrier tidak memiliki perbedaan siklus
dalam jumlah bilangan bulat selama interval FFT.
2.5.3 Pemanfaatan Struktur DVB OFDM untuk Sinkronisasi
Waktu dan Frekuensi
2.5.3.1 Pemanfaatan Sifat Korelasi dari Cyclic Prefix untuk Sinkronisasi
Pada bagian ini, penulis akan membahas sifat korelasi dari CP yang dapat
dimanfaatkan untuk proses sinkronisasi. Seperti kita ketahui pemodelan pergeseran
frekuensi dan waktu tunda ditambah noise, dimodelkan dengan persamaan berikut:
24
( ) 2 /( ) ( )j k Nr k s k e n kπεθ= − + (2.10)
Di mana θ adalah nilai integer waktu tunda kedatangan symbol yang tidak
diketahui, sedangkan ε adalah nilai pergeseran frekuensi yang dihasilkan osilator di
pengirim dan penerima.
Dengan model kanal tersebut, estimasi θ dan ε dilakukan dengan mengamati sinyal
( )r k .
Ι 'Ι
1 θ 2N L+k
( )s k
Gambar 2.15 Observasi 2N + L symbol untuk mengamati sifat korelasi dari CP
Penulis akan mengobservasi 2N + L sampel yang saling berurutan dari r(k), dimana
sampel tersebut mengandung sampel dari satu symbol lengkap (N+L) sampel. Posisi
simbol tersebut tidak diketahui dalam blok sampel pengamatan karena ada delay
kanal θ yang tidak diketahui nilainya oleh penerima. Didefinisikan himpunan set
berikut:
{ }{ }'
, ..., 1
,..., 1
L
N N L
θ θ
θ θ
Ι + −
Ι + + + −
�
�(2.11)
25
Di mana 'Ι mengandung bagian akhir dari simbol yang dikopi untuk menjadi CP,
sedangkan Ιmengandung bagian CP. Dengan mengumpulkan sampel yang diamati
ke dalam vector ( )2 1N L+ × , yaitu [ ](1).... (2 ) Tr r r N L+� , maka dapat dilihat
bahwa sampel di CP dan duplikatnya '( ),r k k∈Ι∪Ι adalah pairwise correlated,
yaitu:
{ }2 2
* 2 2
0: ( ) ( ) m=N
0 otherwise{ s n
js
mk E r k r k m e πε
σ σσ −
+ =∀ ∈ Ι + = (2.12)
Di mana { }22 ( )s E s kσ = dan { }22 ( )n E n kσ = . Sedangkan sampel di luar interval
tersebut, '( ),r k k∉Ι∪Ι tidak saling berkorelasi.
2.5.3.2 Pemanfaatan Struktur Pilot DVB OFDM untuk Sinkronisasi
Pilot dapat digunakan sebagai alat bantu sinkronisasi waktu dan frekuensi,
khususnya untuk proses sinkronisasi di domain frekuensi. Hal ini ditunjang oleh
dua sifat berikut, yaitu:
1. Pilot dibangkitkan di pengirim dengan pola dan nilai khusus (tidak acak) yang
identik di tiap simbol sehingga bisa dijadikan referensi, khususnya untuk
estimasi Fine Symbol Timing yang membutuhkan informasi pergeseran fasa di
frekuensi domain akibat pergeseran sampel di domain waktu.
2. Pilot dibangkitkan dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan data dan TPS.
Hal ini bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi letak pilot dengan cara metoda
autokorelasi. Bermanfaat dalam estimasi Integer CFO di mana kita akan
mengidentifikasi letak subcarrier yang bergeser akibat pergeseran frekuensi
>subcarrier spacing.
2.5.4 Symbol Timing Synchronization
Ketika sinyal ditransmisikan lewat kanal multipath fading dengan gangguan noise
dan pengaruh efek Doppler, maka sangat penting untuk menyelesaikan
26
permasalahan Symbol Timing Synchronization pada penerima OFDM. Kesalahan
pada estimasi awal simbol tidak hanya mengganggu amplitude dan fasa dari sinyal
saja, tapi juga akan menyebabkan Inter Symbol Interference (ISI). Untuk dapat
melakukan demodulasi FFT dengan benar, Symbol Timing Synchronization harus
dilakukan untuk menentukan awal dari simbol OFDM. Ada 3 langkah yang dapat
dilakukan untuk menentukan awal dari simbol, yaitu Coarse Symbol Timing, FFT
Window Selection Method, dan Fine Symbol Timing. Coarse Symbol Timing dan
FFT Window Selection Method dilakukan di domain waktu, sedangkan Fine Symbol
Timing dilakukan di domain frekuensi.
2.5.4.1 Coarse Symbol Timing
Coarse Symbol Timing dilakukan dengan mengeksploitasi bagian yang berulang di
struktur frame OFDM dari sinyal yang diterima, misalnya preamble atau CP. Akan
tetapi, oleh karena struktur frame DVB-T tidak mengandung preamble, maka hanya
bagian CP yang bisa dieksploitasi untuk Coarse Symbol Timing. Salah satu
algoritma dengan menggunakan CP yang bisa digunakan untuk Coarse Symbol
Timing adalah Joint Algorithm Maximum Likelihood (ML) yang dibuat oleh J.J Van
Beek [6]. Estimasi Coarse Symbol Timing dengan algoritma ini, didasarkan pada
fungsi log-likelihood
( ), ( ) ( )m mθ ε γ ρΛ = − Φ (2.13)
Di mana
1*( ) ( ) ( )
m M
k mm r k r k Nγ
+ −
=
= +∑ (2.14)
12 21( ) ( ) ( )
2
m M
k mm r k r k N
+ −
=
Φ = + +∑ (2.15)
1SNR
SNRρ =
+(2.16)
Di mana m,M, N adalah index sampel, ratio CP dikali jumlah subcarrier, dan jumlah
subcarrier. Algoritma korelasi di atas adalah korelasi sampel per panjang fragmen
27
CP, yang akan mengkorelasikan antara sampel di fragmen awal dari simbol dengan
konjugat dari sampel di fragmen akhir simbol yang merupakan replikanya. Hal ini
dilakukan untuk menentukan awal dari symbol.
Dari fungsi log-likelihood ditentukan estimasi Coarse Symbol Timing. Estimasi
waktu ditentukan dari fungsi berikut:
{ }arg max ( , )MLθ θ ε∧
= Λ (2.17)
Proses lengkap dari estimasi dengan menggunakan fungsi ML ditunjukkan oleh
gambar berikut:
2....21 2....
21
Gambar 2.16 Diagram Fungsional Metoda ML[6]
Fungsi log-likelihood ini, kemudian dikembangkan oleh D Landstrom[7].
Pengembangan yang dilakukan berupa penyederhanaan algoritma, sehingga
didapatkan implementasi yang lebih efisien tetapi tidak menurunkan performa
secara drastis. Fungsi Simplified ML ditunjukkan persamaan berikut:
( ) { } { }, re imθ ε γ γΛ = + (2.18)
Berikut adalah contoh gambar estimasi dengan menggunakan fungsi Simplified ML:
28
Gambar 2.17 Hasil Korelasi dengan Metoda Simplified ML
Proses lengkap dari Coarse Symbol Timing dengan Simplified ML ditunjukkan oleh
gambar berikut:
time offsetθ∧
frequency offsetε∧
Gambar 2.18 Diagram Fungsional Sistem Simplified ML[7]
Algoritma ini juga bisa digunakan untuk estimasi Coarse Carrier Frequency Offset
(CFO) secara bersamaan dengan estimasi Coarse Symbol Timing yang dilakukan
sebelumnya. Bisa dilihat dari gambar diagram Simplified ML di atas, bahwa fase
dari awal simbol yang terdeteksi bisa digunakan untuk estimasi pergeseran
frekuensi.
Untuk meningkatkan akurasi dari estimasi awal simbol, dapat digunakan metoda
averaging[19]. Dalam sistem yang mentransmisikan data secara kontinyu seperti
DVB-T, metoda averaging bisa digunakan untuk meningkatkan akurasi estimasi
awal simbol karena tidak ada persyaratan yang ketat mengenai waktu akuisisi.
29
Penulis melakukan averaging dari dari hasil fungsi loglikelihood untuk sejumlah
symbol, yang dinyatakan dengan persamaan berikut:
( ) ( )1
0
1, ,M
mmM
θ ε θ ε−
=
Λ = Λ∑ (2.19)
Di mana M adalah jumlah simbol yang digunakan dalam proses averaging,
sedangkan ( ),m θ εΛ adalah fungsi loglikelihood untuk simbol ke-m. Semakin besar
interval dari proses averaging atau jumlah simbol yang digunakan dalam proses
averaging , maka hasil estimasi akan semakin akurat.
2.5.4.2 FFT Window Selection Method
Setelah akuisisi Coarse Symbol Timing, masih akan ada kesalahan dalam estimasi
awal simbol. Walaupun hanya menyimpang sekitar beberapa sampel, tetapi akan
sangat mempengaruhi performa dari sistem penerima DVB-T/H. Kesalahan ini akan
menyebabkan terjadinya ISI. FFT Window Selection Method[13] adalah sebuah
metoda penentuan FFT window yang dilakukan sebelum pemrosesan FFT, yang
dilakukan untuk menghindari terjadinya ISI. Metoda ini diterangkan lebih jelas
dalam gambar berikut:
Gambar 2.19 FFT Window Selection Method
30
Dengan metoda ini, sinyal yang terletak di posisi paling belakang dari FFT window
akan digantikan dengan sinyal sebelum titik awal symbol yang terdeteksi. Sehingga
FFT window tidak akan mengandung ISI lagi. Nilai Tp beraneka ragam tergantung
dari channel delay profile.
2.5.4.3 Fine Symbol Timing
Selain FFT Window Selection Method, Fine Symbol Timing juga dapat digunakan
untuk menambah akurasi estimasi awal simbol. Berbeda dengan metoda sebelumnya
yang dilakukan di domain waktu, metoda Fine Symbol Timing dilakukan di
frekuensi. Kesalahan estimasi awal symbol menyebabkan rotasi fasa dari subcarrier
di domain frekuensi (dijelaskan lebih lanjut di bab 4.3). Berdasarkan fenomena ini,
maka dapat disimpulkan bahwa pergeseran sampel akibat kesalahan estimasi awal
simbol bisa diestimasi dari rotasi fasa rata-rata antara scattered pilot yang saling
berdekatan. Estimasi Fine Symbol Timing berdasarkan rotasi fasa rata-rata
diimplementasikan dengan menggunakan algoritma [13]:
*1.
1 1
*1.
1
Im( )tan
2 Re( )
M
i iiM
i ii
Nk
φ φδ
π φ φ
+− =
+=
= ×∆
∑
∑(2.20)
Di mana ∆k,M,I, dan фi adalah jarak antara scattered pilot dalam unit subcarrier,
jumlah pilot, index scattered pilot, dan rotasi fasa scattered pilot ke-i, secara
berturut-turut. Berikut gambar diagram kerja dari algoritma estimasi Fine Symbol
Timing:
( 1)kδ +
φ
*iφ
1iφ +
1(.)
M
i=∑
1
(.)M
i =∑
{ }1tan−
2N
kπ∆
δ
Gambar 2.20 Diagram Fungsional Fine Symbol Timing Estimation
31
Jadi, pada dasarnya algoritma ini memanfaatkan informasi dari scattered pilot. Ada
dua input yang dibutuhkan, yaitu scattered pilot keluaran DVB Frame Extraction di
penerima dan scattered pilot referensi. Scattered pilot referensi adalah scattered
pilot yang dihasilkan di pengirim yang disimpan nilainya sebagai referensi. Langkah
pertama dari algoritma ini adalah menghitung besarnya nilai pergeseran fasa yang
dialami oleh sinyal dengan menghitung selisih fasa antara scattered pilot yang
diterima dan scattered pilot referensi, yang akan menghasilkan nilai φ . Nilai φ akan
digunakan untuk menghitung nilai rata-rata rotasi fasa antara scattered pilot yang
satu dengan scattered pilot di sebelahnya, yang akhirnya akan menghasilkan
estimasi nilai pergeseran waktu, δ .
2.5.5 Carrier Frequency Offset (CFO) Recovery
CFO yang disebabkan oleh efek Doppler dan ketidaksesuaian antara frekuensi
osilator lokal di pengirim dan penerima, akan merusak orthogonalitas dari
subcarrier OFDM sehingga menyebabkan Inter Carrier Interference (ICI). Kita bisa
membagi CFO ke dalam tiga bagian, yaitu Integer CFO, Coarse Fractional CFO
dan, Fine Fractional CFO. Yang pertama dilakukan dalam estimasi CFO di atas
adalah Coarse Fractional CFO. Dalam Coarse Fractional CFO, pergeseran
frekuensi yang bisa diestimasi nilainya kurang dari setengah subcarrier spacing.
Untuk mengestimasi nilai pergeseran frekuensi sebesar satu subcarrier spacing atau
lebih, kita gunakan Integer CFO. Terakhir, setelah estimasi Coarse Fractional CFO
dan Integer CFO maka nilai Residual Fractional CFO akan tinggal 1 % dan Fine
Fractional CFO akan mengestimasi nilai residu ini. Pada [8] disebutkan, bahwa
nilai kesalahan estimasi CFO kurang dari 1 % subcarrier spacing, akan
menimbulkan penurunan performa sampai 0.1 dB. Oleh karena itu diharapkan, nilai
estimasi kesalahan kurang dari 1% subcarrier spacing.
2.5.5.1 Coarse Fractional CFO Recovery
Estimasi Coarse Fractional CFO dapat dilakukan secara bersamaan seketika setelah
estimasi Coarse Symbol Timing diperoleh dengan fungsi Joint Simplified ML[6].
Dari hasil korelasi, akan digunakan estimasi fasa dari sample awal symbol yang
berhasil terdeteksi untuk menghitung Coarse CFO.
32
Gambar 2.21 Estimasi fasa dari hasil korelasi
Estimasi Coarse Fractional CFO diberikan oleh persamaan berikut:
�( )1 ( )2F
sNTε γ θ
π= ∠ (2.21)
Akan tetapi, algoritma ini memiliki limit. Besarnya limit adalah ± ½ subcarrier
spacing[6]. Ketika nilai ε →0.5, nilai estimasi Coarse Fractional CFO
kemungkinan bisa menjadi -0.5 dikarenakan adanya noise dan diskontinuitas dari
arctangent. Ketika ini terjadi, maka estimasi Coarse CFO akan menjadi salah.
2.5.5.2 Integer CFO Recovery
Fungsi Simplified ML[6] hanya bisa digunakan untuk mendeteksi CFO yang kurang
dari setengah subcarrier spacing. Akan tetapi, dalam kenyataanya, nilai CFO bisa
mencapai lebih dari setengah subcarrier spacing. Oleh karena itu, fractional dan
integer CFO perlu diestimasi dan dikompensasi. Integer CFO akan menyebabkan
pergeseran frekuensi/subcarrier sebesar nilai Integer CFO (n*subcarrier spacing)
dari sinyal yang diterima di domain frekuensi. Oleh karena itu, proses estimasi
Integer CFO akan dilakukan berdasarkan fenomena tersebut. Perhitungan dilakukan
dengan menggunakan persamaan berikut[15]:
33
( ) ( )( ) ( )
*0 0
0 2 2
0 0
1, ,( )
1, ,
p p
p p
R j k k R j k kk
R j k k R j k kρ
+ + +=
+ + + (2.22)
Di mana R(j,k) adalah subsimbol diterima di simbol ke-j dan subcarrier ke-k. <.>
menandakan proses averaging. Integer CFO dapat diestimasi dengan mencari letak
pergeseran index subcarrier 0K yang menghasilkan nilai 0( )kρ terbesar.
0
0 0max ( )k
K kρ= (2.23)
Maksud dari persamaan ini adalah usaha untuk mendeteksi pergeseran letak dari
continual pilot. Continual pilot dibangkitkan di pengirim dengan nilai yang lebih
tinggi dari data dan TPS. Oleh karena itu, hasil korelasi antara continual pilot pada
simbol yang saling berurutan akan lebih tinggi daripada hasil korelasi yang lain.
Oleh karena itu, bila didapatkan nilai hasil korelasi 0( )kρ terbesar, berarti terjadi
pergeseran subcarrier sebesar 0K . Berikut contoh penghitungan nilai Integer CFO
untuk pergeseran frekuensi = 9000 Hz:
Gambar 2.22 Estimasi Integer CFO
34
Ini adalah gambar hasil simulasi perhitungan pergeseran frekuensi sebanyak 9000
Hz (K=2). Dalam simulasi ini, dilakukan perhitungan nilai 0( )kρ untuk 0k =0,1,…,4.
Dari gambar, dapat dilihat bahwa nilai 0( )kρ akan maksimum untuk ko = 2.
2.5.5.3 Fine Fractional CFO Recovery
Setelah Fractional dan Integer CFO diestimasi dan dikompensasi, masih akan ada
residu pergeseran frekuensi fractional. Oleh karena itu, (2.33) dievaluasi sekali lagi
untuk me-recover residu pergeseran frekuensi.