29
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Perancangan Tata Letak
Salah satu kegiatan rekayasa industri yang paling tua adalah menata letak
fasilitas. Dan tata letak yang baik selalu mengarah kepada perbaikan-perbaikan
yang semakin memudahkan manusia dalam melaksanakan proses produksi
tersebut. Di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa pakar:
Menurut Apple (1990, p1), definisi Perancangan Tata Letak Fasilitas adalah:
“Kegiatan yang selalu berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu kegiatan”.
Menurut Tompkins (1996, p1), definisi Perancangan Tata Letak Fasilitas
adalah:
“Menentukan bagaimana suatu kegiatan dari aset tetap memberikan dukungan terbaik dalam mencapai obyektifitas kegiatan”.
Menurut Meyers (Plant Layout and Material Handling, p1), definisi Plant
Layout adalah:
“Pengaturan dari fasilitas-fasilitas fisik perusahaan untuk menghasilkan penggunaan peralatan, material, tenaga kerja, dan energi secara efisien”.
Plant layout merupakan bagian dari subyek yang lebih luas yang disebut
dengan Perancangan Fasilitas. Dari pendefinisian yang dikemukakan oleh para
pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa, perancangan tata letak adalah
30
kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan penempatan dan penggunaan
fasilitas-fasilitas dengan lebih baik, tepat dan efisien untuk mencapai hasil yang
lebih baik.
Secara hirarki, perancangan tata letak fasilitas dapat dilihat pada gambar
sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan lokasi fasilitas adalah:
Menentukan bagaimana lokasi dari suatu kegiatan mendukung
terpenuhinya obyektifitas kegiatan. Hal ini menyangkut receiving, raw material
storage, production, assembly, dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan perancangan fasilitas adalah:
Penentuan bagaimana komponen atau bagian dari suatu kegiatan
mendukung tercapainya obyektifitas kegiatan. Hal ini menyangkut mesin dan
stasiun kerja.
Gambar 2.1 Hirarki Perancangan Fasilitas
31
Perancangan tata letak berdasarkan atas:
1. Tata letak ruangan dan fasilitas, menyangkut fungsi/jenis, ukuran, bentuk,
letak, dan jumlah.
2. Aliran material, menyangkut metoda, urutan, posisi, alat, dan tempat.
2.1.1 Tujuan Perancangan Tata Letak
Secara umum, tujuan perancangan fasilitas adalah membawa masukan
(bahan, pasokan, dan lain-lain) melalui fasilitas dalam waktu tersingkat yang
memungkinkan, dengan menggunakan biaya yang wajar.
Selain itu tujuan utamanya adalah:
1. Menaikkan output produksi
2. Mengurangi waktu tunggu (delay) dan kemacetan.
3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).
4. Pengoptimalan penggunaan area untuk produksi, gudang, dan servis.
5. Proses manufaktur yang lebih singkat.
6. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator.
7. Mempermudah aktivitas pengawasan (supervision)
8. Mengurangi kemacetan pada aliran produksi, dan lain-lain.
32
2.1.2 Jenis-jenis Persoalan Tata Letak
Persoalan tata letak bukanlah hanya terbatas pada perancangan fasilitas
baru. Masalah yang timbul sering kali adalah perbaikan atau perubahan
terhadap tata letak yang sudah ada.
Jenis-jenis masalah tata letak:
- perubahan rancangan
- penambahan departemen baru
- pengurangan departemen
- perluasan departemen
- penambahan produk baru
- peremajaan peralatan yang baru
- perubahan metode produksi
- penurunan biaya
- perencanaan fasilitas baru
2.1.3 Merancang Aliran Bahan
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan produktifitas perusahaan
adalah dengan melakukan perencanaan tata letak yang baik. Karena salah satu
tujuan tata letak adalah menghasilkan aliran bahan yang baik (sedekat dan
sesingkat mungkin dalam lintasan produksi). Dengan aliran bahan yang baik,
maka akan dihasilkan waktu produksi yang lebih cepat sehingga produktifitas
dapat dipicu.
33
Keuntungan aliran bahan yang terencana:
1. Menaikkan efisiensi produksi
2. Pemanfaatan ruangan pabrik yang lebih baik.
3. Kegiatan pemindahan yang lebih sederhana.
4. Pemanfaatan peralatan yang lebih baik.
5. Mengurangi waktu dalam proses.
6. Pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien.
7. Mengurangi jarak tempuh pekerja.
8. Mengurangi kemacetan aliran di gang.
9. Meminimasi langkah balik.
2.2 Teknik-teknik Konvensional Untuk Menganalisa Aliran Barang
Teknik-teknik ini dititik-beratkan pada cara grafis dan mudah untuk
digunakan serta secara keseluruhan, teknik ini merupakan alat terbaik untuk
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
Di antara teknik-teknik umum yang digunakan dalam merencanakan
aliran, beberapa khusus digunakan dalam perencanaan tata letak fasilitas,
beberapa lagi digunakan dalam tahap pemindahan bahan, dan beberapa teknik
diturunkan dari bidang ekonomi gerakan dan penyerdehanaan kerja (teknik tata
cara kerja).
34
Meskipun kebanyakan teknik semula ditujukan untuk analitis, teknik-
teknik tersebut juga berguna untuk perencanaan. Teknik yang paling umum
digunakan antara lain adalah peta proses operasi.
2.2.1 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart / OPC)
Peta proses produksi merupakan salah satu teknik yang paling berguna
dalam perencanaan produksi. Peta ini adalah diagram tentang proses dan telah
digunakan sebagai alat untuk pengendalian dan perencanaan (Apple, 1990,
p140). Peta operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-
langkah proses yang akan dialami bahan baku mulai dari awal (raw material)
sampai menjadi produk akhir (finished goods products).
Kegunaan Peta Proses Operasi (I.Z. Sutalaksana, 1979, p21):
- dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya
- bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku
- sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik
- sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang dipakai
- sebagai alat untuk latihan/simulasi kerja
35
Dasar bagi peta ini adalah lambang proses, yang dikembangkan oleh
F.B. Gilbreth pada tahun 1920. Berikut adalah lambang-lambang tersebut:
Operasi
Suatu operasi terjadi jika sebuah obyek:
- diubah sifat fisiknya atau sifat kimianya
- dirakit atau diuraikan dari obyek lainnya
- diubah untuk operasi lainnya baik pengangkutan, pemeriksaan atau
penyimpanan
Suatu operasi dapat juga terjadi jika informasi diberikan atau diterima,
atau jika perencanaan atau perhitungan dilakukan. Lambang operasi juga
digunakan untuk menunjukkan orang yang sedang bekerja.
Pengangkutan (Transportasi)
Suatu pengangkutan terjadi jika sebuah objek dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat lain, kecuali jika perpindahan ini merupakan bagian dari
operasi atau disebabkan oleh operator pada sebuah tempat kerja selama suatu
operasi atau pemeriksaan.
Pemeriksaan
Sebuah pemeriksaan terjadi pada suatu objek jika keadaan tidak
mengijinkan atau sifat proses menuntut pelaksanaan kegiatan selanjutnya
tidak boleh segera dilakukan.
36
Keterlambatan (Delay)
Ini terjadi pada suatu objek jika keadaan tidak mengijinkan atau sifat
proses yang menuntut pelaksanaan kegiatan selanjutnya tidak boleh segera
dilakukan.
Penyimpanan (Storage)
Sebuah penyimpanan terjadi jika sebuah objek disimpan dan juga dari
pemindahan yang tidak dibenarkan.
Kegiatan Gabungan
Digunakan untuk menunjukkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
baik bersamaan maupun kegiatan yang dilakukan oleh operator yang sama
pada suatu tempat kerja yang sama.
37
2.2.2 Perhitungan Waktu Baku
Menurut Wignjosubroto (1995, p174), waktu baku merupakan waktu
yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan
rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, yang dijalankan dengan sistem
kerja yang baik. Waktu baku di sini harus sudah meliputi kelonggaran waktu
yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang
harus diselesaikan, dengan demikian maka waktu baku yang dihasilkan dalam
aktifitas pengukuran kerja ini akan dapat digunakan sebagai alat untuk
membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu
kegiatan harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan, serta berapa
pula jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut.
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata
menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan dapat
menyelesaikan pekerjaannya pada kecepatan/tempo kerja yang normal.
Walaupun demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidak
selamanya operator tersebut akan mampu bekerja secara terus menerus
sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Di sini pada kenyataannya
operator akan sering menghentikan kerja dan membutuhkan waktu-waktu
khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat melepas lelah, dan
alasan-alasan lain yang di luar kontrolnya. Waktu longgar yang dibutuhkan
dan dapat menginterupsi proses produksi ini bisa diklasifikasikan sebagai
38
personal allowance, fatique allowance, dan delay allowance. Dengan
demikian waktu baku sudah termasuk dengan kelonggaran-kelonggaran
(allowance) yang diperlukan. Oleh karena itu, maka waktu baku adalah sama
dengan waktu kerja normal dengan waktu kelonggaran (Wignjosoebroto,
1995, p207).
Berikut adalah perhitungan waktu baku yang dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus:
Wn = Ws × p
= Ws × ( 1 + Westinghouse )
Wb = Wn + ( k × Wn )
= Wn × ( 1 + k )
dimana: Wb = waktu baku
Wn = waktu normal
Ws = waktu siklus
p = penyesuaian = 1 + Westinghouse
k = kelonggaran Sutalaksana
Untuk mengukur nilai p (penyesuaian), sistem yang digunakan adalah
sistem Westinghouse. Dan untuk mengukur nilai k (kelonggaran), digunakan
tabel “Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh”.
39
Rating Performance (penyesuaian = p) dengan sistem Westinghouse
menurut Barnes (1980, p377) adalah seperti berikut.
Tabel 2.1 Tabel Performance Ratings dengan sistem Westinghouse
2.2.2.1 Menentukan Faktor Penyesuaian
Menurut I.Z. Sutalaksana (1979, p138), setelah pengukuran
berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukan
operator. Ketidakwajaran dapat mempengaruhi kewajaran kerja yang
ditunjukan operator. Ketidakwajaran dapat mempengaruhi kecepatan kerja
yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian
+ 0,15 A1 Superskill + 0,13 A1 Superskill+ 0,13 A2 + 0,12 A2+ 0,11 B1 Excellent + 0,10 B1 Excellent+ 0,08 B2 + 0,08 B2+ 0,06 C1 Good + 0,05 C1 Good+ 0,03 C2 + 0,02 C20,00 D Average 0,00 D Average
- 0,05 E1 Fair - 0,04 E1 Fair- 0,10 E2 - 0,08 E2- 0,16 F1 Poor - 0,12 F1 Poor- 0,22 F2 - 0,17 F2
+ 0,06 A Ideal + 0,04 A Ideal+ 0,04 B Excellent + 0,03 B Excellent+ 0,02 C Good + 0,01 C Good0 00 D Average 0 00 D Average
- 0,03 E Fair - 0,02 E Fair- 0,07 F Poor - 0,04 F Poor
SKILL EFFORT
CONDITION CONSISTENCY
40
pekerjaan itu. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari
adalah waktu yang diperoleh dari kondisi atau cara kerja baku yand
diselesaikan secara wajar. Jika pengukur mendapatkan harga
rata-rata siklus atau elemen yang diselesaikan dengan kecepatan tidak
wajar oleh operator, maka pengukur harus menormalkannya dengan
melakukan penyesuaian.
Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian
yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau waktu normal,
oleh karena itu:
- apabila operator dinyatakan bekerja terlalu cepat, maka harga p > 1
- apabila operator dinyatakan bekerja terlalu lambat, maka harga p < 1
- apabila operator dinyatakan bekerja secara normal, maka harga p = 1
Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang
dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja adalah
pada keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor
terbagi ke dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.
Menurut I.Z. Sutalaksana (1979, p140-144), keterampilan (skill)
didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.
Untuk keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas
dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut:
41
A. Super Skill
1. Secara bawaan, cocok sekali dengan pekerjaannya.
2. Bekerja dengan sempurna.
3. Tampak seperti terlatih dengan baik.
4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sangat sulit
diikuti.
5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.
6. Perpindahan dari suatu elemen pekerjaan ke elemen pekerjaan lainnya
tidak terlampau terlihat karena lancarnya.
7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencanakan
tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).
8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan
adalah pekerja yang baik.
B. Excellent Skill
1. Percaya pada diri sendiri.
2. Tampak cocok dengan pekerjaannya.
3. Terlihat telah terlatih dengan baik.
4. Bekerja teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran
atau pemeriksaan-pemeriksaan.
5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa
kesalahan.
6. Menggunakan peralatan dengan baik.
42
7. Bekerja dengan cepat tanpa harus mengorbankan mutu.
8. Bekerja dengan cepat namun halus.
9. Bekerja berirama dan terkoordinasi.
C. Good Skill
1. Kualitas hasil baik.
2. Tampak bekerja dengan lebih baik dibandingkan kebanyakan pekerja
pada umumnya.
3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang
keterampilannya lebih rendah.
4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.
5. Tidak memerlukan banyak pengawasan.
6. Tidak memiliki keragu-raguan.
7. Bekerja dengan stabil.
8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.
9. Gerakan-gerakannya cepat
D. Average Skill
1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
2. Gerakannya cukup cepat tapi tidak lambat.
3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang terencana.
4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.
5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tidak adanya keraguan.
6. Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik.
43
7. Tampak cukup terlatih sehingga mengetahui seluk beluk pekerjaan.
8. Bekerja dengan cukup teliti.
9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.
E. Fair Skill
1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.
2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.
3. Terlihat adanya perencanaan sebelum melakukan gerakan.
4. Tidak punya kepercayaan diri yang cukup.
5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaanya tetapi telah
ditempatkan pada pekerjaan itu sejak lama.
6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan akan tetapi tidak
begitu yakin.
7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.
8. Jika tidak bekerja dengan serius, outputnya akan sangat rendah.
9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.
F. Poor Skill
1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
2. Gerakan-gerakannya kaku.
3. Terlihat ketidakyakinan pada urutan-urutan gerakan.
4. Seperti tidak terlatih untuk pekerjaannya.
5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaanya.
6. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.
44
7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan.
8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
Usaha (effort) didefinisikan sebagai kesungguhan yang ditujukan atau
diberikan operator ketika melakukan pekerjaanya. Usaha juga terbagi
dalam kelas-kelas dengan ciri-ciri masing-masing yang berbeda, yaitu:
A. Super Effort
1. Kecepatan sangat berlebihan.
2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan
kesehatannya.
3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang
hari kerja.
B. Excellent Effort
1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.
2. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
4. Banyak memberi saran-saran.
5. Menerima saran dan petunjuk dengan senang.
6. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.
7. Bangga atas kelebihannya.
8. Gerakan-gerakan yang salah sangat jarang terjadi.
45
9. Bekerjanya sistematis.
10. Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak
terlihat.
C. Good Effort
1. Bekerja berirama.
2. Saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
4. Senang pada pekerjaannnya.
5. Kecepatan baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.
6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.
7. Menerima saran dan petunjuk dengan senang.
8. Dapat memberikan saran untuk perbaikan kerja.
9. Tempat kerjanya diatur dengan baik dan rapi.
10. Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik.
11. Memelihara kondisi peralatan dengan baik.
D. Average Effort
1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.
2. Bekerja dengan stabil.
3. Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya.
4. Set up dilaksanakan dengan baik.
5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan.
46
E. Fair Effort
1. Saran perbaikan diterima dengan kesal.
2. Kadang-kadang perhatian tidak ditunjukkan pada pekerjaannya.
3. Kurang sungguh-sungguh.
4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.
6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.
7. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya.
8. Terlampau hati-hati.
9. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.
10. Gerakan-gerakannya kurang terencana.
F. Poor Effort
1. Banyak membuang-buang waktu.
2. Tidak memperlihatkan adanya minat kerja.
3. Tidak mau menerima saran.
4. Tampak malas dan lambat dalam bekerja.
5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat
dan bahan.
6. Tempat kerjanya tidak diatur dengan rapi.
7. Tidak peduli pada cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai.
8. Mengubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.
9. Set up kerjanya terlihat tidak baik.
47
Kondisi kerja pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik
lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan
ruangan. Sehingga, kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang
diterima apa adanya tanpa banyak kemampuan untuk merubahnya.
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas, yaitu: Ideal, Excellent,
Good, Average, Fair, dan Poor.
Faktor terakhir adalah consistensy. Consistency perlu diperhatikan,
karena pada kenyataannya bahwa pada setiap pengukuran waktu, angka-
angka yang dicatat besarnya tidak akan pernah sama. Waktu penyelesaian
yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus
lainnya, dari hari ke hari, bahkan dari jam ke jam. Selama masih dalam
batas-batas kewajaran, hal tersebut tidak akan menimbulkan masalah. Akan
tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut haruslah diperhatikan.
Sebagaimana faktor-faktor lain, consistency juga dibagi menjadi enam
kelas, yaitu : Ideal, Excellent, Good, Average, Fair, dan Poor.
2.2.2.2 Menentukan Faktor Kelonggaran
Pada kenyataannya, kita akan melihat bahwa tidaklah bisa diharapkan
operator akan mampu bekerja secara terus menerus sepanjang hari tanpa
adanya interupsi sama sekali. Operator akan sering menghentikan kerja dan
membutuhkan waktu-waktu khusus untuk keperluan seperti personal
needs, istirahat melepas lelah, dan alasan-alasan lain di luar kontrolnya.
48
Untuk itu kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu:
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk dalam kebituhan pribadi adalah hal-hal seperti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, becakap-
cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan
atau kejemuan dalam kerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk
kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerja ke pekerja
lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik tersendiri
dengan “tuntutan” yang berbeda pula. Berdasarkan penelitian, ternyata
besarnya kelonggaran bagi pekerja pria dan wanita sebesar 2 hingga
2,5% untuk pria dan 5% untuk wanita dengan asumsi pekerjaan yang
dilakukan adalah ringan (persentase ini berdasarkan pada waktu
normal).
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (fatique)
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan
besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan
sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi
menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitas menentuka saat-saat
dimana hasil produksi menurun karena disebabkan oleh timbulnya rasa
fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat
menyebabkannya.
49
Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk
menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan
pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique.
Bila hal ini berlangsung terus menerus pada akhirnya akan terjadi
fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak
dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat
dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan
pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian
rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditujukan untuk
menghilanghkan rasa fatique ini.
3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari
berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti
mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Ada pula
hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di luar kekuasaan
pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas
tidak ada pilihan lain selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang
terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan
tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu
baku.
50
2.2.3 Perhitungan Routing Sheet
Routing sheet merupakan tabel perhitungan kebutuhan material atau
bahan baku serta jumlah mesin yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah
produk tertentu dan dalam satuan waktu tertentu pula. Data yang diperlukan
untuk perhitungan routing sheet ini adalah urutan proses operasi dari setiap
komponen, nama atau jenis peralatan yang digunakan, waktu baku proses,
kapasitas produksi yang diinginkan, persentase scrap dan efisiensi pabrik.
Urutan operasi pada routing sheet ini didasarkan pada urutan operasi
yang ada pada peta operasi dan informasi yang didapat melalui perhitungan
routing sheet ini adalah:
100
itismesin teorJumlah 4.
100
(unit) efisiensidengan Produksi 3.
100100
(unit)disiapkan yangJumlah 2.
3600
(unit/jam) tisalat teori Kapasitas 1.
tas mesin reliabilitis alat teorikapasitas
iensi engan efisproduksi d ritis mesin teo jumlah
i% efisiens
ng disiapkajumlah yan efisiensi si dengan produk
- % scrap
ang diharapkjumlah yan apkan yang disi jumlah
waktu baku tis alat teorikapasitas
××
=
×=
×=
=
51
2.2.4 Perhitungan Tabel Kebutuhan Jumlah Mesin
Setelah diperoleh perhitungan jumlah mesin teoritis dari perhitungan
routing sheet, selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah mesin sebenarnya
dengan melakukan pembulatan nilai di belakang koma. Pada umumnya
pembulatan dilakukan ke atas secara mutlak dan tanpa koma karena
pembulatan ke bawah dapat berarti pengurangan kebutuhan jumlah mesin
yang dapat berpengaruh pada kapasitas produksi. Hal ini biasanya diterapkan
pada sistem produksi “by product”. Akan tetapi apabila sistem produksi
menggunakan “by process”, jumlah mesin teoritis tiap part dijumlahkan
terlebih dahulu sebelum dibulatkan karena sifat dari sistem produksi “by
process” yang mengenal pemakaian mesin secara bersama.
2.2.5 Perhitungan Luas Lantai Produksi
Perhitungan luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas area
yang dibutuhkan untuk produksi yang menyangkut area penempatan
kelompok mesin produksi. Ada dua istilah yang digunakan yaitu allowance
yang merupakan ruang keleluasaan dari mesin dan kelonggaran gang yang
merupakan besarnya gang yang diperlukan agar lalu lintas material maupun
pekerja dapat berjalan dengan lancar.
52
Adapun perhitungan luas lantai produksi adalah sebagai berikut:
2.2.6 Material Handling Planning Sheet (MHPS)
Material Handling Planning Sheet (MHPS) merupakan suatu tabel yang
digunakan untuk menghitung biaya penanganan bahan, yang mana umumnya
adalah penanganan aliran bahan yang ada pada sebuah lantai produksi. Dalam
pembuatan Material Handling Planning Sheet (MHPS), data yang dibutuhkan
antara lain kapasitas produksi, luas mesin, data proses, dan data mesin yang
digunakan.
Perhitungan pada Material Handling Planning Sheet (MHPS) adalah
sebagai berikut:
1. Distance (meter)
distance = 0,5 × ( √ luas mesin ‘from’ + √ luas mesin ‘to’ ) 2. Unit disiapkan
didapat dari unit yang disiapkan pada routing sheet
3. Berat total (Kg)
berat total = ( unit yang disiapkan × berat per unit [gr] ) / 1000
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +×=
×⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +×=
1001
)(mmesin totalLuas 2.
1001
)(mmesin seluruh Luas 1.
2
2
ran gang% kelongga ruh mesin luas selu otal mesin luas t
rnyasin sebena jumlah me mesinran antar % kelongga mesin luas per in eluruh mes luas s
53
4. Biaya per meter dalam penggunaan peralatan (cost per meter equipment)
5. Cost
cost = jarak (m) × cost per meter equipment × frekuensi per jam
2.2.7 From To Chart Frekuensi
From To Chart (FTC) ini merupakan salah satu metode konvensional
yang digunakan untuk menganalisa aliran bahan. Pada From To Chart
frekuensi, matriks diisi dengan frekuensi perpindahan.
From To Chart Inflow dibuat dari sudut pandang yang mementingkan
hubungan masukan yang terjadi antar mesin, sehingga penentuan derajat
kedekatan yang dilakukan didasarkan pada mesin-mesin asal bahan.
From To Chart Outflow dibuat dengan pandangan yang mementingkan
hubungan tujuan aliran dari bahan baku mesin tersebut, sehingga penentuan
derajat kedekatan yang dilakukan didasarkan pada mesin asal dari bahan
tersebut.
From To Chart Inflow/Outflow dibuat berdasarkan perhitungan From To
Chart frekuensi dengan rumus (yang dimasukkan ke dalam kotak matriks)
sebagai berikut:
meterindah per pment berp lama equi jam kerja
mUMP per ja ment eter equipcost per m ××
=3600
54
Skala prioritas hubungan antar mesin skala prioritas berdasarkan inflow
atau outflow, dipilih berdasarkan jumlah biaya yang lebih kecil) merupakan
skala yang digunakan untuk mengetahui derajat kepentingan hubungan antara
mesin-mesin produksi, di mana tingkat kedekatan hubungannya dapat dilihat
pada From To Chart Inflow dan Outlflow. Di sini angka yang paling besar
yang terdapat pada kedua peta tersebut menunjukkan hubungan yang paling
dekat.
Adapun tanda dari derajat kedekatan tersebut adalah sebagai berikut
(Apple, 1990, p227):
A : hubungan mutlak diperlukan (untuk aktifitas yang dipertimbangkan
saling berkelanjutan)
E : hubungan sangat penting (untuk aktifitas yang saling berhubungan)
I : hubungan penting (untuk aktifitas yang berdampingan)
O : hubungan biasa/umum (untuk aktifitas yang mempunyai hubungan
biasa)
U : hubungan tidak penting (untuk hubungan geografis)
X baris pada nilai totalfrekuensi) (dari X kolom pada terisiyang matrikskotak pada nilai
beradaebut kotak ters mana di kolom totalfrekuensi) (dari terisiyang matrikskotak pada nilai
artFrom To Chwart OutfloFrom To Ch
artFrom To Chart InflowFrom To Ch
•
•
55
Angka-angka pada From To Chart Inflow atau Outflow diurutkan mulai
dari yang paling besar hingga yang paling kecil, kemudian dikelompokkan
untuk masuk pada hubungan A, E, I, O, U. Apabila terdapat angka yang
bernilai sama, maka angka tersebut dimasukkan berderet pada hubungan yang
sama.
2.2.8 Peta Keterkaitan Kegiatan (Activity Relationship Chart / ARC)
Activity Relationship Chart / ARC merupakan peta yang digunakan
untuk merencanakan keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling
berkaitan yang terdapat di dalam suatu pabrik. pengelompokan dan tanda-
tanda yang digunakan dalam Activity Relationship Chart dikembangkan oleh
Richard Muther. Activity Relationship Chart serupa dengan tabel jarak sebuah
peta jalan, di mana jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif dan kode
angka yang menunjukkan alasan bagi huruf sandi tadi. Sandi keterkaitan
menunjukkan keterkaitan satu kegiatan dengan yang lainnya serta seberapa
penting setiap kedekatan hubungan yang ada. Huruf-huruf diletakkan pada
bagian atas kotak. Adakalanya digunakan juga warna untuk menunjukkan
derajat kedekatan ini. Kode angka dimasukkan di kotak bawah, menunjukkan
alasan yang mendukung setiap kedekatan hubungan.
56
Sandi huruf yang digunakan:
A : mutlak perlu (merah)
E : sangat penting (jingga)
I : penting (hijau)
O : kedekatan biasa (biru)
U : tidak perlu (tidak berwarna)
X : tidak diharapkan (coklat)
2.2.9 Diagram Keterkaitan Kegiatan (Activity Relationship Diagram / ARD)
Activity Relationship Diagram / ARD adalah diagram balok yang
menunjukkan keterkaitan kegiatan, dimana setiap kegiatan merupakan suatu
model kegiatan tunggal (tidak ada penekanan ruang).
Diagram Keterkaitan Kegiatan dalam kenyataannya merupakan diagram
balok yang menunjukkan pendekatan keterkaitan kegiatan, yang menunjukkan
setiap kegiatan sebagai suatu model kegiatan tunggal. Tujuan dari Diagram
Keterkaitan Kegiatan adalah sebagai dasar perencanaan keterkaitan antara
pola aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan yang dihubungkan dengan
kegiatan produksi.
Penempatan balok sesuai dengan tingkat kepentingan / derajat
kedekatan, di mana hubungan kedekatannya bersumber pada skala prioritas.
57
Jarak untuk tiap hubungan adalah sebagai berikut:
Untuk hubungan A : mutlak perlu, satu kotak berada di sekelilingnya
Untuk hubungan E : sangat penting, berjarak maksimum satu kotak
Untuk hubungan I : penting, berjarak maksimum dua kotak
Untuk hubungan O : kedekatan biasa, berjarak tiga kotak
Untuk hubungan U : tidak perlu, berjarak empat kotak
2.2.10 Material Handling Evaluation Sheet (MHES)
Material Handling Evaluation Sheet (MHES) adalah suatu tabel yang
digunakan untuk menghitung biaya penanganan bahan. Perbedaannya dari
adalah jika pada Material Handling Planning Sheet (MHPS) digunakan jarak
dengan metode titik berat, yaitu dengan mendekatkan posisi dua area yang
akan dihitung, maka pada Material Handling Evaluation Sheet (MHES) ini
digunakan jarak (distance) sesungguhnya yang diukur pada template.
Selebihnya rumus yang digunakan pada Material Handling Evaluation
Sheet (MHES) sama dengan rumus perhitungan pada Material Handling
Planning Sheet (MHPS).