-
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Parkinson
2.1.1. Definisi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem
ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara
patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di
substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural
akibat penurunan dopamin dengan berbagai macam sebab (PERDOSSI,
2003).
2.1.2. Etiologi
Penyakit Parkinson dapat disebabkan oleh banyak faktor baik secara
internal (genetik) maupun eksternal (lingkungan). Saat ini berkembang
beberapa teori penyebab kerusakan substansia nigra antara lain : 1)
paparan neurotoksin dari lingkungan, 2) genetik, 3) gangguan fungsi
mitokondria, 4) stress oksidatif, dan 5) gangguan -synuclein protein
(Bahrudin, 2017).
2.1.3. Epidemiologi
Menurut data dari Global Burden of Disease, Injuries, and Risk
Factors Study (GBD) (2015), Parkinson merupakan penyakit dengan
-
6
prevalensi, disabilitas, dan kematian yang peningkatannya paling cepat
diantara penyakit neurologi lainnya, seperti Alzheimer.
Menurut studi analisis sistematik menyatakan bahwa pada tahun
2016, terdapat 6,1 juta orang dengan penyakit Parkinson di seluruh
dunia. Jumlah penderita Parkinson sebanyak 6,1 juta mengalami
peningkatan sebanyak 2,4 kali lipat dibandingkan tahun 1990 dimana
penderita berjumlah hanya 2,5 juta orang di seluruh dunia.
Penderita Parkinson yang berjenis kelamin pria lebih banyak
dibandingkan wanita, penderita pria berjumlah 3,2 juta orang dan wanita
berjumlah 2,9 juta orang. Di antara seluruh jumlah penderita Parkinson
pada 2016, 2,1 juta orang berasal dari negara dengan indeks
sosiodemografik tinggi, 3,1 juta berasal dari negara dengan indeks
sosiodemografik menengah, dan 0,9 juta berasal dari negara dengan
indeks sosiodemografik rendah. Prevalensi penyakit Parkinson
meningkat seiring pertambahan umur setelah umur 50 tahun, dengan
puncak yaitu umur 85-89 tahun dan menurun setelah umur 89 tahun
(GBD, 2018).
Pada tahun 2002, WHO memperkirakan penyakit Parkinson
menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah penduduk sebesar
238.452.952. Berdasarkan hasil studi di 6 negara Asia, yaitu China,
India, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan Jepang, terdapat 2,57 juta
orang penderita penyakit Parkinson pada tahun 2005. Jumlah ini
-
7
diperkirakan akan terus meningkat menjadi 6,17 juta orang pada tahun
2030 (Tan, 2013).
2.1.4. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, penyakit Parkinson dibagi menjadi 4
jenis yaitu : (Hendrik, 2013)
a. Idiopati (primer) merupakan penyakit Parkinson secara genetik.
b. Simptomatik (sekunder) merupakan penyakit Parkinson akibat
infeksi, obat, toksin, vaskular, trauma, hipotiroidea, tumor,
hidrosefalus tekanan normal, hidrosefalus obstruktif.
c. Parkinson plus (multiple system degeneration) merupakan
Parkinsonism primer dengan gejala-gejala tambahan. Termasuk
demensia Lewy bodies, progresif supranuklear palsy, atrofi multi
sistem, degenerasi striatonigral, degenerasi olivopontoserebelar,
sindrom Shy-Drager, degenerasi kortikobasal, kompleks
Parkinson demensia ALS (Guam), neuroakantositosis.
d. Parkinsonism herediter, terdiri dari penyakit Wilson, penyakit
Huntington, penyakit Lewy bodies.
2.1.5. Patofisiologi
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang
masif akibat kematian neuron di substansia nigra pars kompakta.
Respon motorik yang abnormal disebabkan oleh karena penurunan yang
sifatnya progesif dari neurotransmiter dopamin. Kerusakan progresif
lebih dari 60% pada neuron dopaminergik substansia nigra merupakan
-
8
faktor dasar munculnya penyakit Parkinson. Untuk mengkompensasi
berkurangnya kadar dopamin maka nukleus subtalamikus akan over-
stimulasi terhadap globus palidus internus (GPi). Kemudian GPi akan
menyebabkan inhibisi yang berlebihan terhadap thalamus. Kedua hal
tersebut diatas menyebabkan under-stimulation korteks motorik.
Substantia nigra mengandung sel yang berpigmen (neuromelanin)
yang memberikan gambaran “black appearance” (makroskopis). Sel ini
hilang pada penyakit Parkinson dan substantia nigra menjadi berwarna
pucat. Sel yang tersisa mengandung inklusi atipikal eosinofilik pada
sitoplasma “Lewy bodies” (Koutuoudis, 2010).
Berkurangnya neuron dopaminergik terutama di substansia nigra
menjadi penyebab dari penyakit Parkinson. Terdapat tiga kelompok
neuron utama yang mensintesis dopamin yaitu substansia nigra (SN),
area tegmentum ventral (VTA), dan nukleus hipotalamus, sedang
kelompok neuron yang lebih kecil lagi adalah bulbusolfaktorius dan
retina.
Neuron dari SN berproyeksi ke striatum dan merupakan jalur paling
masif meliputi 80% dari seluruh sistem dopaminergik otak. Proyeksi
dari VTA memiliki dua jalur yaitu jalur mesolimbik yang menuju sistem
limbik yang berperan pada regulasi emosi dan motivasi serta jalur
mesokortikal yang menuju korteks prefrontal. Neuron dopaminergik
hipotalamus membentuk jalur tuberinfundibular yang memiki fungsi
mensupresi ekspresi prolaktin.
-
9
Terdapat dua kelompok reseptor dopamin yaitu D1 dan D2.
Keluarga reseptor dopamin D2 adalah D2, D3, D4. Ikatan dopamin ke
reseptor D2 akan menekan kaskade biokemikal postsinaptik dengan cara
menginhibisi adenilsiklase. Keluarga reseptor dopamine D1 adalah D1
dan D5. D1 akan mengaktifkan adenilsiklase sehingga efeknya akan
memperkuat signal transmisi postsinaptik. Reseptor dopamin D1 lebih
dominan dibanding D2, sedang D2 lebih memainkan peranan di
striatum. Densitas reseptor D2 akan menurun rata-rata 6-10% per
dekade dan berhubungan dengan gangguan kognitif sesuai umur
(Hauser, 2003).
Neuron di striatum yang mengandung reseptor D1 berperan pada
jalur langsung dan berproyeksi ke GPe. Dopamin mengaktifkan jalur
langsung dan menginhibisi jalur tak langsung. Secara umum, dua
temuan neuropatologis mayor pada penyakit Parkinson adalah:
a. Hilangnya pigmentasi neuron dopamin pada substantia nigra
Dopamin berfungsi sebagai pengantar antara dua wilayah otak,
yakni antara substantia nigra dan korpus striatum dan berfungsi
untuk menghasikan gerakan halus dan motorik. Sebagian besar
penyakit Parkinson disebabkan hilangnya sel yang memproduksi
dopamin di substantia nigra. Ketika kadar dopamin terlalu rendah,
komunikasi antar dua wilayah tadi menjadi tidak efektif, terjadi
gangguan pada gerakan. Semakin banyak dopamin yang hilang,
-
10
maka akan semakin buruk gejala gangguan gerakan (Koutuoudis,
2010).
b. Lewy bodies
Ditemukannya Lewy bodies dalam substantia nigra adalah
karakteristik penyakit Parkinson. -synuclein adalah komponen
struktural utama dari Lewy bodies.
2.1.6. Manifestasi Klinis
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non
spesifik, yang didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan
pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan
keterampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia), dan gejala
psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita Parkinson
sebagai berikut :
a. Tremor
Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit Parkinson dan
bermula pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang
sama. Kemudian sisi yang lain juga akan turut terkena. Kepala, bibir
dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada stadium lanjut. Frekuensi
tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul
pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan.
Tremor akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu
tidur.
-
11
b. Rigiditas
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan
hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas
menjadi menyeluruh dan lebih berat dan memberikan tahanan jika
persendian digerakan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai reaksi
terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu gejala
dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan.
Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron
alfa.
c. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan
menjadi sulit. Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang
(muka topeng). Gerakan-gerakan otomatis yang terjadi tanpa
disadari waktu duduk juga menjadi sangat kurang. Bicara menjadi
lambat dan monoton dan volume suara berkurang (hipofonia).
d. Hilangnya refleks postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama,
namun pada awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada.
Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang sudah berlangsung
selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan
kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang
-
12
akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
e. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya
ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan
mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan
ludah sering keluar dari mulut.
f. Mikrografia
Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi
menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan
gejala dini.
g. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas
pada penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap
penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu
membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan
tidak melenggang bila berjalan.
h. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring,
lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata
yang monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit
Parkinson. Pada beberapa kasus suara berkurang sampai berbentuk
suara bisikan yang lamban.
-
13
i. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom pada pasien penyakit Parkinson
memperlihatkan beberapa gejala seperti disfungsi kardiovaskular
(hipotensi ortostatik, aritmia jantung), gastrointestinal (gangguan
dismotilitas lambung, gangguan pencernaan, sembelit dan
regurgitasi), saluran kemih (frekuensi, urgensi atau inkontinensia),
seksual (impotensi atau hypersexual drive), termoregulator
(berkeringat berlebihan atau intoleransi panas atau dingin).
Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18%. Patofisiologi
disfungsi otonom pada penyakit Parkinson diakui akibat degenerasi
dan disfungsi nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nukleus
vagus dorsal, nukleus ambigus dan pusat medullary lainnya seperti
medulla ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan
nukleus rafe kaudal.
j. Demensia
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan
intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan
fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial,
pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Kelainan ini berkembang sebagai
konsekuensi patologi penyakit Parkinson disebut kompleks
Parkinsonism demensia. Demensia pada penyakit Parkinson
mungkin baru akan terlihat pada stadium lanjut, namun pasien
penyakit Parkinson telah memperlihatkan perlambatan fungsi
-
14
kognitif dan gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal.
Gangguan fungsi kognitif pada penyakit Parkinson yang meliputi
gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang dan
fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses
penuaan normal. Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%.
k. Depresi
Sekitar 40% penderita penyakit Parkinson terdapat gejala
depresi. Hal ini dapat disebabkan kondisi fisik penderita yang
mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan
pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini
disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi
keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi
degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron
norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan
degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra.
2.1.7. Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson yang didasarkan pada riwayat medis
dan pemeriksaan neurologis melalui wawancara dan mengamati pasien
secara langsung menggunakan Unified Parkinson's Disease Scale
Rating (Sunaryati, 2011). Sedangkan diagnosis penyakit Parkinson yang
berdasarkan gejala klinis dilihat dari gejala motorik utama yaitu tremor
pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks
-
15
postural. Kriteria yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes
(1992) yaitu :
a. Possible : bila ditemukan 1 dari gejala-gejala utama
b. Probable : bila ditemukan 2 dari gejala-gejala utama
c. Definite : bila ditemukan 3 dari gejala-gejala utama
Untuk menentukan berat ringannya penyakit, digunakan stadium
klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :
a. Stadium I : Terdapat gejala unilateral ringan yang mengganggu
tetapi belum menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada
satu ekstremitas, gejala dapat dikenali orang terdekat.
b. Stadium II : Terdapat gejala bilateral, kecacatan minimal, sikap atau
cara berjalan terganggu.
c. Stadium III : Gerakan tubuh melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan atau berdiri, disfungsi umum sedang.
d. Stadium IV : Terdapat gejala berat, masih dapat berjalan pada jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri,
tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
e. Stadium V : Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total,
tidak mampu berdiri dan berjalan walau dibantu (Silitonga, 2007).
-
16
(Kishan, 2020)
Gambar 2.1.
Gambaran khas penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson adalah diagnosis klinis. Tidak terdapat
biomarker laboratorium dan temuan rutin pada Magnetic Resonance
Imaging (MRI) ataupun computed tomography scan (CT scan) (Hauser,
2015).
2.1.8. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan penyakit Parkinson, pengobatan
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bekerja pada sistem
dopaminergik, kolinergik, dan glutamatergik. Semuanya mempunyai
tujuan yang sama yaitu mengurangi gejala motorik dari penyakit
Parkinson (Hristova, 2000).
-
17
Pada obat yang bekerja pada sistem dopaminergik terutama
Levodopa mempunyai efek samping neurotoksisitas pada penggunanan
jangka panjang. Fahn (2003) membuktikan bahwa levodopa bersifat
toksik dan menambah progesifitas dari penyakit Parkinson. Efek
samping ini dapat berupa fluktuasi motorik, diskinesia, neuropsikiatrik.
Gejala lanjut dan tidak berespon terhadap terapi Levodopa adalah
penderita mudah jatuh, gangguan postural, “freezing”, disfungsi
otonom, dan dementia. Gejala lanjut ini sering dijumpai pada penderita
usia muda dan jarang didapatkan pada penderita yang mulai
mendapatkan terapi Levodopa diatas 70 tahun.
Obat yang bekerja pada sistem kolinergik mempunyai efek terapi
jangka panjang berupa gangguan kognitif yaitu halusinasi dan gangguan
daya ingat. Sedangkan obat yang bekerja pada glutamatergik dapat
mempunyai efek terapi jangka panjang berupa halusinasi, insomnia,
konfusi, dan mimpi buruk.
-
18
(Joesoef et al, 2000)
Gambar 2.2.
Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson
2.1.9. Prognosis
Penyakit Parkinson bukan penyakit yang fatal dengan sendirinya
tetapi bersifat progresif. Harapan hidup penderita penyakit Parkinson
lebih rendah daripada yang tidak menderita penyakit Parkinson. Pada
stadium V penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti
tersedak, pneumonia, dan jatuh yang dapat menyebabkan kematian.
Parkinson menyebabkan 211.296 kematian dan 3,2 juta orang hidup
dengan disabilitas di seluruh dunia pada tahun 2016. Total kasus
kematian akibat penyakit Parkinson di Indonesia berjumlah 1100
kematian, menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di
Asia pada tahun 2002. Sedangkan pada tahun 2014, prevalensi
-
19
mortalitas akibat Parkinson di Indonesia adalah 0,75 per 100.000
populasi (WHO, 2014).
Perkembangan gejala pada penyakit Parkinson dapat berlangsung 20
tahun atau lebih. Dengan perawatan yang tepat, penderita penyakit
Parkinson dapat hidup produktif setelah didiagnosis (Sunaryati, 2011).
2.1. Kualitas Hidup
2.1.1. Definisi
WHO menggambarkan kualitas hidup sebagai sebuah persepsi
individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan konteks budaya dan
sistem nilai dimana mereka tinggal dan hidup dalam hubungannya
dengan tujuan hidup, harapan, standar, dan fokus hidup mereka. Konsep
ini meliputi beberapa dimensi yang luas yaitu: kesehatan fisik,
kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (Kurniawan,
2008).
Sedangkan menurut Hermann (1993) kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi
dari pasien terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan
hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian
antara harapan dan kenyataan, adanya kepuasaan dalam melakukan
fungsi fisik, sosial, dan emosional serta kemampuan bersosialisasi
dengan orang lain.
-
20
2.1.2. Aspek Kualitas Hidup
Menurut WHOQOL-BREF (Rapley, 2003) terdapat empat aspek
mengenai kualitas hidup diantaranya sebagai berikut : (Nimas, 2012)
a. Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan
obat, energi dan rasa lelah, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan,
tidur atau istirahat, kapasitas kerja.
b. Kesejahteraan psikologis, mencakup body image appearance,
perasaan negatif atau positif, self-esteem, keyakinan, berpikir,
belajar, memori, dan konsentrasi.
c. Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, dan
aktivitas seksual.
d. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber finansial,
kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan
dan sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah,
kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi maupun
keterampilan, partisipasi, dan berkesempatan untuk rekreasi dan
kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik.
2.1.3. Pengukuran Kualitas Hidup Penyakit Parkinson
Pengembangan instrumen yang mengukur perspektif penderita
terhadap penyakit Parkinson telah menjadi fokus dari banyak penelitian
dalam dekade terakhir. Kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan dapat diukur secara generik maupun spesifik. Pada instrumen
generik dapat membandingkan dengan penyakit lain karena sifatnya
-
21
lebih umum dan alami. Sedangkan instrumen spesifik walaupun dalam
dimensi yang sama lebih terperinci pertanyaannya ditujukan kondisi
yang diakibatkan penyakit tertentu. Hal ini memungkinkan lebih sensitif
dalam mengukur perbedaan kualitas hidup dan kondisi tertentu dalam
penyakit tersebut (Marinus, 2002).
Pada Penyakit Parkinson beberapa instrumen kualitas hidup
berhubungan dengan kesehatan telah disusun dalam beberapa tahun
terakhir. Peneliti dapat memilih instrumen yang paling sesuai dalam
penelitiannya. Instrumen tersebut antara lain PDQ-39 (Parkinson’s
disease questionnaire-39).
2.1.4. Parkinson’s Disease Questionnaire (PDQ-39)
PDQ-39 dirancang oleh Peto, dkk (1995) mempunyai 39 pertanyaan
dengan 8 dimensi : mobilitas (10 item), aktivitas sehari-hari (6 item),
kondisi emosi (6 item), stigma (4 item), dukungan sosial (3 item),
kognisi (4 item), komunikasi (3 item), dan ketidaknyamanan tubuh (3
item). Nilai tertinggi menunjukkan kualitas hidup yang rendah.
Instrumen ini dinilai paling sensitif dalam menilai keparahan penyakit.
Penelitian dilakukan dengan cara mengukur empat kali dalam kurun
waktu 6 bulan (Schrag, 2000).
a. Mobilitas (1-10)
Domain ini berisi pertanyaan seperti kesulitan melakukan
kegiatan santai, mengurus pekerjaan rumah, membawa barang,
berjalan sejauh 100-800 meter, berkeliling di halaman rumah atau
-
22
tempat umum, kebutuhan akan bantuan orang lain untuk menemani
saat bepergian keluar rumah, rasa takut jatuh di depan umum, dan
berdiam diri di rumah dalam jangka waktu yang lama.
b. Aktivitas sehari-hari (11-16)
Domain ini berisi pertanyaan seputar kesulitan saat mandi,
berpakaian, mengikat tali sepatu, menulis dengan jelas, memotong
makanan, dan memegang minuman tanpa menumpahkan.
c. Kesehatan emosional (17-22)
Domain ini berisi pertanyaan seputar perasaan tertekan, kesepian,
sedih, marah, cemas, dan khawatir terhadap masa depan.
d. Stigma (23-26)
Domain ini berisi pertanyaan seperti usaha menyembunyikan
penyakitnya dari orang lain, menghindari makan atau minum di
tempat umum, malu akan penyakit yang dideritanya, dan
kekhawatiran terhadap reaksi orang lain kepadanya.
e. Dukungan sosial (27-29)
Domain ini berisi pertanyaan seputar masalah hubungan pribadi
dengan orang terdekat, dukungan dari pasangan maupun keluarga
atau teman.
f. Kognisi (30-33)
Domain ini berisi pertanyaan seputar fungsi kognitif seperti
tertidur tanpa sengaja, kesulitan berkonsentrasi, gangguan memori,
dan mimpi buruk atau halusinasi.
-
23
g. Komunikasi (34-36)
Domain ini berisi pertanyaan seputar kesulitan berbicara,
berkomunikasi, dan perasaan sulit dimengerti oleh orang lain.
h. Ketidaknyamanan tubuh (37-39)
Domain ini berisi pertanyaan seputar gejala yang dirasakan oleh
tubuh seperti kram otot, nyeri sendi, dan perasaan panas atau dingin
yang tidak menyenangkan.
PDQ-39 telah diuji validitas dengan cara membandingkan dengan
kuesioner sebelumnya seperti SF-36 dan terdapat hubungan yang
bermakna (r=0,80; p
-
24
mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita
Parkinson telah dilakukan di Inggris (Schrag, 2000) dan Norwegia
(Karlsen, 2000). Dari hasil penelitian diatas faktor demografi seperti
umur, jenis kelamin, lama sakit, social ekonomi tidak berhubungan
dengan kualitas hidup penderita Parkinson, tetapi stadium penyakit,
gangguan kognitif, dan depresi berhubungan dengan kualitas hidup
Parkinson.